Cerpen Tragedi Di Karimun Jawa
-
Upload
faiz-febrianto -
Category
Documents
-
view
17 -
download
0
description
Transcript of Cerpen Tragedi Di Karimun Jawa
Misi 14 Mata
Angin semilir mengalir ke sekujur tubuhku walaupun udara siang terasa terik,
tapi aku sangat menikmati melihat dan mendengar desiran ombak yang bersahut-
sahutan. Ya, hari ini aku dan beberapa teman SMA sedang liburan ke pulau Karimun
Jawa. Kami datang dari SMA N 1 Pati, yang mana lokasinya tidak jauh dari pulau
Karimun Jawa ini. Kami memilih tempat ini sebagai acara liburan, hal ini karena selain
tempatnya dekat, disini pesona panorama lautnyapun sungguh luar biasa. Karimunjawa
sendiri adalah kepulauan di Laut Jawa yang termasuk dalam Kabupaten Jepara, Jawa
Tengah. Dengan luas daratan ±1.500 hektare dan perairan ±110.000 hektare, katanya
Karimunjawa kini dikembangkan menjadi pesona wisata Taman Laut yang mulai
banyak digemari wisatawan lokal maupun mancanegara. Pantas saja ya, dari tadi aku
dan teman-teman begitu terkagum-kagum melihat ombak di laut dan pemandangan di
sekeliling pulau ini.
Di pulau ini aku bersama ke empat temanku se SMA, mari aku perkenalkan
kawan-kawanku, yang pertama yaitu Amir Wijaya biasa di panggil Amir, dia adalah
orang yang pintar dan juga cukup tampan walaupun agak sedikit egois, dulu dia dan aku
pernah meraih rangking 1 paralel bersama-sama di SMA. Selanjutnya ada Wirasana
Candra Purnama yang akrab di panggil Candra, dia merupakan orang yang misterius
dan juga kadang agak aneh, maklum mungkin karena IQ nya yang terlalu tinggi, dia
merupakan orang yang mempunyai IQ tertinggi di SMA setelah aku, yang mana IQ nya
hampir mencapai nilai seperti einstein yaitu 158 sedangkan einstein 160. Tapi walaupun
begitu dia tidak pernah mendapat rangking 1 paralel dikarenakan dia terkenal sangat
malas belajar, walaupun dia malas belajar dan cuma mengandalkan SKS (sistem kebut
semalam) tetap saja dia sering mendapat rangking tiga paralel. Wah hebat ya, males saja
sudah bisa meraih rangking tiga paralel, apalagi kalau serius belajar mungkin bisa
benar-benar menjadi einstein. Selanjutnya ada Larisa Septiana yang akrab di panggil
Sasa, dia merupakan cewek tercantik di SMA ku, dia hobi dalam kegiatan pramuka dan
PMR (Palang Merah Remaja). Kemudian ada Putri Ratna yang akrab di panggil Ratna,
dia pintar selain juga cantik. Kalo aku sendiri adalah Fajar Famungkas yang biasa di
panggil Fajar, kata teman-teman SMA, aku juga di anggap orang yang kadang
bertingkah laku aneh setelah Candra.
Di pulau ini aku dan teman-teman mencari-cari penginapan yang lumayan
murah dan nyaman. Setelah berjam-jam mencari penginapan, kamipun menemukan
sebuah vila yang agak murah tapi nyaman, tempatnya sekitar 500 m dari tepi pantai ke
arah timur dan 2 km dari hutan ke arah utara. Ini merupakan tempat yang pas untuk
berpetualang, lalu kamipun memutuskan untuk menginap di pulau ini selama lima hari.
Kami rasa waktu lima hari ini sudah cukup puas untuk berkeliling-keliling dan
berpetualang mengetahui seluk-beluk di pulau ini.
Tak terasa sudah menunjukkan pukul empat sore, kamipun masuk kamar
masing-masing untuk beristirahat karena lelah dari perjalanan ke pulau ini dan mencari-
cari penginapan selama ber jam-jam. Ketika tepat masuk kamar, ntah kenapa hatiku
merasakan ada sesuatu yang aneh tapi aku tidak tau perasaan apakah itu. Ah, mungkin
itu perasaan karena aku sekarang ada di tempat yang baru, atau mungkin perasaan
karena kamar yang aku tempati sekarang berbeda dengan kamar yang ada dirumah. Ya,
kamar yang aku tempati ukurannya relatif kecil berukuran 3x3, sedang di kamar
rumahku berukuran 4x4. Ah sudahlah, gerutuku dalam hati sambil mencoba membuang
jauh-jauh perasaan aneh itu. Akupun langsung sholat dan setelah itu langsung tidur,
karena kecapekan.
Tolong ada pembunuh!! tolong, tolong!! Akupun terperanjat dari tempat tidur,
dan menengok sekeliling. Dan aku lihat di sekeliling ada Sasa dan Ratna dengan raut
wajah menahan tawa. “Hei, ada apa?” tanyaku pada mereka. “Hahahahaha, selamat
anda ketipu”, jawab mereka. Akupun langsung ke kamar mandi meninggalkan mereka
yang tertawa terbahak-bahak. Kemudian aku melihat jam dinding, dan betapa kagetnya
ternyata sudah hampir jam tujuh malam. Akupun segera shalat magrib, kemudian
kembali ke kamar, disana masih ada Sasa dan Ratna yang sedang asyik ngobrol. “Fajar,
cari makan di luar yuk” ajak Sasa. “Ayuk, kita sama-sama makan keluar saja, ajak yang
lain juga” printahku. Lalu kami berlimapun pergi keluar mencari makanan, kami
menuju kawasan di tepi pantai karena tampaknya di sana banyak orang-orang yang
berjualan makanan.
Setelah kenyang, kamipun segera membayar makanan yang kami pesan masing-
masing. “Fren, main-main di tepi pantai yuk, asyik tuh, lumayan ramai” ajak Sasa. “Woi
ini kan malam-malam tolol, ngapain ke pantai malam-malam, ntar malah masuk angin”
timpal Candra. “Tapi ngak ada salahnya juga kan, lagian ini kan baru jam 8 belum larut
malam, dari pada diam di penginapan lebih baik kita keliling-keliling saja di sekitar
pantai” timpal Amir. “Oke, kita jalan-jalan keliling pantai saja, jam sembilan kita balik
ke penginapan dan kita lanjutkan besok jalan-jalanya, oke teman-teman” saranku.
Merekapun menyetujui saranku, lalu kamipun menelusuri sepanjang pantai sambil
bermain-main pasir. Selang beberapa lama tiba-tiba kami kehilangan Amir. “Woy,
dimana Amir?” tanyaku. “Oh iya, kemana si Amir?” timpal Sasa dan Ratna. “woi, itu
dia, dia mencebur di pantai mencari sesuatu kayaknya” sahut Candra. “Ayo kita ke
sana” ajak Ratna. Ketika kita mau menghampiri Amir, tiba-tiba dia roboh dan tercebur
ke pantai. Kamipun segera berlari menghampirinya. Candra segera menggotong Amir
dan meletakkan di tempat yang terang.
“Woi, bangun Mir!” teriak Candra. “Coba cek diujung kakinya, mungkin dia di
gigit ular laut” teriak Sasa. Kamipun sama-sama menelusuri sepanjang kaki Amir.
“Lihat ini, di ujung kelingking jari kakinya ada bekas gigitan ular” teriak Candra.
“Ratna, cepat belikan air teh di warung makan tadi, Fajar cepat cari pertolongan dan cari
tahu di mana puskesmas ataupun rumahsakit terdekat” timpal Sasa. Sasapun langsung
manggambil sapu tangan miliknya dan mengikat pergelangan kaki Amir, hal ini
dilakukan agar racun tidak menyebar ke tubuh, lalu diapun menghisap racun ular tadi
dan memuntahkanya. Lalu akupun segera mencari pertolongan dan mencari informasi
dimana puskesmas ataupun rumahsakit terdekat, Ratnapun juga bergegas membeli air
teh, sedang Candra dan Sasa menunggui Amir. “Ini air tehnya, buat apa sih air teh ini?”
tanya Ratna. Sasapun diam dan segera menyiramkan teh tadi ke kaki Amir dan mencuci
mulutnya dengan air teh. “Menghisap racun dan memuntahkanya adalah cara agar
sebagian besar racun terbuang dan tidak masuk ke tubuh, sedangkan air teh
menggandung zat tannin dengan cara mencuci luka dengan zat ini maka dapat
membantu menetralisir racun, itu merupakan pertolongan pertama terbaik untuk korban
gigitan ular laut, iyakan Sa?” sahut Candra. Sasapun cuma menganggukkan kepala dan
dia tampak lemas, mungkin ini akibat efek menghisap racun ular.
Tak lama kemudian ada beberapa warga beserta pak RT yang datang, lalu
merekapun segera membawa Amir dan Sasa untuk di beri pertolongan lebih lanjut ke
rumah sakit terdekat. Aku, Candra dan Ratnapu juga ikut ke rumahsakit untuk menjaga
Amir. “Eh Candra, kenapa Sasa tau kalo Amir di gigit ular? Dan kenapa kamu juga tau
malasah pertolongan pertama korban yang tergigit ular?” tanya Ratna. “Sasa jelas tau
hal itu karena dia kan ikut PMR, mungkin Sasa sudah tau kalo ular berbisa rendah
beraktifitas di siang hari sedangkan ular berbisa tinggi beraktifitas di malam hari, dan
ular laut termasuk ular berbisa tinggi makanya ular laut beraktifitas di malam hari, dari
situ Sasa bisa menyimpulkan kalo Amir digigit ular laut, oh, untuk masalah pertolongan
pertama aku tau karena aku gabung di group forensik di dunia maya, hehehe” jawab
Candra. “Disamping itu, mungkin Amir tadi kehilangan sandalnya akibat terbawa arus
laut dan secara tidak sengaja menginjak ular laut dan di gigit, sebenarnya ular laut itu
tidak agresif dan tidak akan menyerang bila dia tidak dalam keadaan bahaya, tapi kalau
dia dalam bahaya atau di serang maka dia akan berbalik menyerang, makanya ular tadi
langsung mengigit kaki amir karena merasa dirinya terserang” tambahku. “Wah kalian
hebat tau hal-hal seperti itu” sanjung Ratna. “Ah, ngak juga” jawabku dan Candra.
Satu hari kemudian akhirnya Amir dan Sasa bisa sembuh total. Nah hari ini
merupakan hari ketiga sejak kedatangan kami di pulau ini. Rencannya hari ini kami
ingin berkeliling-keliling di pulau ini. Karena itu pagi-pagi sekali kami menyiapkan
bekal secukupnya untuk rekreasi dan berpamitan dengan pemilik vila, Bu Dwina. Nah
sekarang sudah siap semuanya, let’s go. Oke rute hari ini adalah menuju ke daerah timur
yaitu di pantai, kemudian menyusuri pantai hingga ke utara yaitu di daerah sekitar
hutan. Tak lupa kami juga mambawa peta dan kompas agar kami tidak tersesat nanti
saat di hutan.
Perjalananpun di mulai, hanya menempuh sekitar 600 m kita sudah sampai di
pantai. Wah, alangkah sejuknya udara pantai di pagi hari, pemandangan di sekitar juga
sangat indah, yang tidak kalah indahnya adalah melihat panorama matahari terbit,
meskipun mataharinya sudah agak tinggi beberapa derajat dari ufuk timur. Sambil
menikmati pemandangan, kami menyusuri pantai menuju ke arah utara sambil mencari
kerang-kerang yang unik. Kadang juga kita berfoto-foto bila menemukan background
pemandangan yang indah, dan juga berhenti sejenak sambil bermain-main pasir dan air
pantai. Tak terasa tiga jam telah berlalu, dan waktu menunjukkan tepat jam sembilan
pagi. Kami semua sudah merasakan hal yang sama, yaitu capek dan lapar. Lalu kamipun
berteduh di gubuk dan menyantap bekal makan pagi.
Oke, semuanya sudah kenyang dan kamipun melanjutkan rute perjalaan kami.
Kami terus menuju ke utara hingga hutan terlihat, ketika hutan telah terlihat kami akan
menuju ke arah barat. Butuh waktu lama untuk sampai ke hutan, setelah satu jam
perjalanan akhirnya terlihat juga hutan yang kita cari, kemudian kami merubah haluan
perjalanan menuju ke arah barat. Sambil berjalan menuju ke arah barat menyusuri tepi
hutan, kami melihat-lihat pemandangan sekeliling. Ternyata hutan di sini masih sangat
asri sekali, sejuk, rindang dan banyak terdengar kicauan burung-burung yang merdu.
Mungkin belum banyak tangan-tangan usil yang menjamah hutan ini.
Selang beberapa lama, kamipun menemui tempat beristirahat dan
perkampungan. Di perkampungan ini juga tampak masih asri, hal ini terlihat dari warga-
warga sana yang sedikit sekali yang menggunakan motor, apalagi mobil, paling hanya
dua atau tiga saja yang punya, dan itupun mobil pengangkut barang-barang ke pasar.
Lalu kamipun mampir ke suatu warung nasi di perkampungan itu untuk makan siang,
kamipun disapa oleh pemilik warung dan para pembeli di sana, mereka benar-benar
sangat ramah terhadap pengunjung, mereka tau kalo kami datang dari luar pulau
Karimunjawa. Sambil ngobrol-ngobrol dengan warga sekitar yang makan di situ
kamipun makan dengan lahapnya, walaupun menunya sederhana tapi rasanya sungguh
luar biasa. Yang tidak kalah luar biasa menurutku adalah gadis yang bersama pemilik
warung itu, sungguh luar biasa anggun dan cantiknya bahkan Sasa yang merupakan
gadis tercantik se SMAkupun kalah dengan kecantikan gadis di warung itu, mungkin
dia adalah anak dari si pemilik warung makan pikir dalam benakku.
Ntah kenapa aku sekali-kali sering melirik gadis itu, begitupun dengan gadis itu
dia juga sekali-kali melirik ke arahku dengan malu-malu. Tampaknya hatiku ini sedang
di pengaruhi gadis itu, hingga kadang Candra dan Ratna yang duduk di sebelahku aku
cuekin. Nah, makanpun sudah selesai, tapi tampaknya aku masih ingin berlama-lama di
warung itu. Tapi itu tidak mungkin karena kami harus melanjutkan perjalanan, kamipun
berdiskusi dulu di depan warung tadi, untung di depan warung itu ada teras yang
lumayan luas jadi kami bisa berdiskusi disana. Kami mendiskusikan apakah akan
mencoba masuk ke hutan atau langsung pulang, perdebatan singkatpun dimulai ada
yang ingin ke hutan ada juga yang ingin langsung balik ke vila. Tapi akhirnya kami
memutuskan bersama untuk mencoba masuk sedikit ke dalam hutan itu. Tiba-tiba gadis
cantik yang ada di warung tadi keluar dan berbisik kepada kami, “Apakah kalian ingin
ke hutan itu? Di dalam sana tampaknya ada sesuatu yang aneh” bisik gadis itu. Sambil
berbisik begitu, gadis tadi mengajak kami ke tempat yang jauh dari orang-orang.
Tampaknya dia ingin mengatakan sesuatu yang agak rahasia kepada kami.
Kamipun mengikuti gadis itu, dan ketika dia rasa sudah sepi diapun berhenti.
“Salam kenal, perkenalkan namaku Lestari , panggil saja Sari, aku anak pemilik warung
nasi tadi” kata gadis itu. “Salam kenal juga, aku Fajar, ini Candra, ini Amir, sebelah situ
ada Ratna dan Sasa” jawabku sambil memperkenalkan teman-temanku. “Apakah kalian
ingin ke hutan itu?” tanya Sari. “Ya, kami penasaran dengan hutan itu” jawab kami
serentak. “Wah, kalian sama seperti aku, aku juga penasaran dengan hutan itu” sahut
Sari. “Kenapa kamu penasaran dengan hutan itu? Bukanya kamu warga sini pasti tau
keadaan dalam di hutan itu?” tanyaku terheran-heran. “Kata penduduk desa di hutan ini
banyak memakan mangsa karena ada banyak binatang buasnya, sudah tujuh orang yang
jadi korban binatang buas sejak 20 tahun terakhir dan korban yang ke tujuh adalah
ayahku sendiri, tapi ada sesuatu yang menganjal menurutku dalam kematian ayahku”
kata Sari. “Apa sesuatu yang mengganjal itu?” sahut Candra.
“Menurutku ayah tidak meninggal akibat keterkam binatang buas tapi memang
ada orang yang sengaja membunuh ayah, ini dapat dilihat dari bekas cekikan seperti
benang yang ada di leher ayah, walaupun agak samar aku dapat mengetahui bahwa itu
bekas cekikan, tapi disisi lain di dada ayah ada bekas seperti cakaran binatang buas dan
luka yeng terkobel di tangan dan kaki ayah yang seperti gigitan binatang buas, hal ini
yang meyakinkan warga bahwa ayah meninggal akibat di terkam binatang buas” kata
Sari. “Jadi itu alasanya kamu penasaran dengan isi hutan itu” sahut Candra. “Iya, tidak
hanya itu konon dari cerita beberapa masyarakat, ada yang mengatakan korban ke
empat, lima dan enam juga terdapat luka yang tidak wajar, kejadian itu kira-kira mulai
lima tahun yang lalu, sedangkan korban pertama sampai ke tiga tidak ada keganjalan
dalam kematianya. Tiga hari yang lalu aku juga pernah diam-diam masuk ke hutan itu
sendirian, aku masuk agak jauh dalam hutan itu, disana aku menemukan sesuatu yang
aneh seperti suatu bunyi gemuruh dan adanya kilatan-kilatan cahaya tapi aku tidak tahu
itu apa dan berasal dari mana.” jawab Sari. “Lalu setelah itu apakah kamu mengikuti
sumber suara gemuruh dan kilatan cahaya itu?” tanya Ratna. “Awalnya aku terus masuk
lebih dalam dan mengikuti sumber suara dan kilatan cahaya itu, tapi tiba-tiba dari
belakang ada orang yang menahan aku, dan itu adalah kakak aku, dia menyuruh aku
untuk kembali ke rumah karena hutan ini banyak binatang buasnya dan berbahaya.
Akupun menurut saja, tapi kakak terus saja masuk kedalam hutan dan akhirnya tidak
kembali lagi, hingga saat ini beberapa warga terus melakukan pencarian terhadap
kakakku dan akupun dilarang keras oleh ibu agar tidak masuk ke hutan itu.” Jawab Sari.
“Kalau begitu kita harus membantu Sari menemukan kakaknya kawan-
kawan.” Sahutku dengan semangat. “Aku juga mau ikut kalian,” sahut Sari. “Tapi
bagaimana nanti kalau ibu kamu marah Sar?” tanya Sasa. “Ah, tenang saja itu sudah
biasa, lagian kalian kan perlu juga aku sebagai penunjuk jalan masuk ke hutan itu,”
jawab Sari. Kamipun sepakat untuk masuk ke hutan itu dan mengajak Sari. Tak perlu
menunggu waktu lama Saripun langsung bergegas diam-diam menunjukkan jalan
masuk ke hutan kepada kami. Dikanan-kiri banyak pohon-pohon besar yang lebat,
benar-benar hutan yang masih alami pikirku dalam hati. Hampir sekitar setengah jam
akhirnya kami sampai di tempat yang Sari ceritakan saat mendengar suara gemuruh dan
kilatan cahaya. Tapi di sana kami tidak mendengar suara gemuruh maupun kilatan
cahaya. Kamipun terus masuk kedalam hutan sesuai dengan instruksi dari Sari. Tiba-
tiba setelah beberapa lama perjalanan , terdengar samar-samar suara gemuruh. Kami
semakin penasaran dan mengikuti sumber suara itu. Dan di sana kami menemukan
sebuah gua yang lumayan besar, tapi kata Sari dia dan masyarakat sekitar belum pernah
melihat dan menemukan Gua itu.
“Hati-hati kawan-kawan” bisikku. “Candra dan Sasa tolong awasi sebelah
belakang, Amir dan Ratna kalian awasi sebelah kanan dan kiri, sedangkan aku dan Sari
akan fokus ke depan, kita akan masuk ke gua itu dengan diam-diam, usahakan jangan
sampai berisik mungkin di dalam ada sesuatu yang berbahaya buat kita” sahutku lagi.
Candra, Sasa, Amir, Ratna dan Saripun menganggukkan kepala tanda mereka mengerti.
Kamipun terus masuk kedalam gua dengan sangat hati-hati karena di dalam gua
tempatnya gelap. Tiba-tiba terdengar bunyi seperti langkah beberapa orang dari
belakang. “Teman-teman lekas kita sembunyi, di belakang nampak ada beberapa orang
yang masuk ke gua ini” bisik Candra. Kamipun mencari-cari tempat persembunyian di
dalam gua itu, untung saja di dalam gua banyak batu-batu besar yang bisa digunakan
untuk tempat persembunyian.
Sreg, sreg, sreg terdengar bunyi sepatu yang semakin mendekat, kamipun
semakin was, was dan berdebar-debar. Tak berapa lama terlihatlah sosok beberapa
orang dengan badan tegap, kekar dan beberapa dari mereka memegang senjata api.
Jumlah mereka ada lima dua diantaranya memegang senjata api dan mereka adalah
orang bule, dua yang lain adalah orang indonesia dan mereka tidak membawa senjata,
lalu ada satu orang lagi yang nampaknya bukan dari kelompok mereka, lebih tepatnya
dia seperti sandra dari ke empat orang tadi. “Hai, itu kakak aku,” bisik Sari. “Yang
mana?” bisik Amir. “Itu, orag yang mereka sandra adalah kakakku,” jawab Sari. Lalu
tiba-tiba mereka menodongkan pistol ke kepala kakak Sari, kamipun kaget dan
kebingungan. Spontan Saripun ingin berlari berlari menolong kakaknya, tapi aku segera
memegang tanganya dan mencegah dia pergi. Lalu aku segera menenangkan Sari dan
meyakinkan dia bahwa kami pasti menolong kakaknya. Akupun melempar batu sejauh
mungkin dengan arah berlawanan dengan arah kami bersembunyi. Untungnya aku
berhasil mengelabui mereka, dua orang bersenjata tadipun tidak jadi menembak kakak
Sari dan mereka berlari menuju ke arah batu yang aku lempar tadi.
Nah sekarang tinggal dua orang yang menjaga kakak Sari, kamipun berfikir
bagaimana caranya agar mereka berdua juga pergi. Brukk, tiba-tiba satu orang di antara
mereka jatuh, lalu aku menoleh ke teman-teman dan ternyata itu adalah perbuatan
Candra, dia menggunakan obat bius yang sudah di kemas didalam wadah seperti jarum
kemudian dimasukkan kedalam bambu kecil lalu kemudian di tiup olehnya. Ya, sama
kayak mainan anak-anak zaman dulu, itulah salah satu keanehan Candra dan ntah dari
mana dia bisa memperolah obat bius pikirku dalam hati. Brukkk, orang yang satu lagi
juga terjatuh dan pingsan, sekarang sudah tidak ada lagi yang menjaga kakak Sari.
Kamipun bergegas membawa keluar kakak sari dan berlari menjauhi gua tersebut
Door, door, door, terdengar suara tembakan senjata api. Kamipun menoleh ke
belakang ternyata dua orang yang membawa senjata tadi sudah kembali ke tempat
semula dan menyadari bahwa sandra mereka kabur. Lalu mereka menembaki kami dari
jarak jauh, untungnya kami terlalu jauh untuk mereka kejar dan mereka bidik, sehingga
tak satupun peluru yang mengenai kami. Kami terus berlari menuju keluar hutan, belum
sampai ke luar hutan, kakak sari tiba-tiba berhenti, sambil berbicara tersendat-sendat
dan memegangi perutnya dia meminta kami untuk menjauh dari tempat itu. Kami semua
kaget karena baru menyadari bahwa kakak sari berlumuran darah di bagian perutnya.
Sasapun segera memeriksa kakak Sari, ternyata sejak di gua tadi kakak Sari sudah
terluka di bagian perut akibat sayatan pisau. “Kak Bima, bertahanlah tinggal sebentar
lagi kita sampai di rumah” kata Sari. “Sudahlah, aku sudah tidak kuat lagi, percuma
membawa aku, tolong dengarkan baik-baik Sar, tolong hentikan mereka” rintih kakak
Sari. “Siapa mereka kak?” tanya Sari. “Mereka adalah para setan-setan jelmaan manusia
yang ingin menghancurkan bumi ini” rintih kakak Sari. “Apa maksunya kak?” tanya
Sari lagi. “Mereka ingin menjalankan misi yang di beri nama 14 Mata, misi itu
bertujuan untuk menghancurkan bumi dengan cara menembakkan gas yang di beri nama
14 Mata, menurut informasi yang aku peroleh gas ini sedang di riset dan terus
dikembangkan dengan menggumpulkan profesor-pfofesor hebat di seluruh dunia.
Profesor-profesor tersebut juga menjadi sandra yang dipekerjakan, karena apabila
mereka tidak mau menjalankan misi itu, maka keluarga mereka akan di bunuh,” jawab
Bima.
Door, dor, tiba-tiba suara senapan berbunyi lagi, ternyata dua orang tadi belum
berhenti mengejar kami. “Lekas kalian pergi, bilang ke polisi dan selamatkan bumi ini”
rintih kakak Sari. Saripun tidak rela meninggalkan kakaknya terbunuh, tapi musuh
semakin mendekat, akhirnya kamipun dengan terpaksa memaksa Sari pergi dan
meninggalkan kakak Sari. Kami terus berlari untuk keluar dari hutan, sedang Saripun
menanggis sejak meninggalkan kakaknya tadi. Akupun langsung menelpon petugas
polisi dengan panggilan darurat 110, ya itu merupakan kode panggilan darurat untuk
polisi di indonesia, di Amerika juga ada kode panggilan darurat yaitu 911, sedangkan di
Eropa biasanya menggunakan 112. Selang beberapa detik akhirnya tersambung juga
dengan polisi, lalu aku menceritakan semua kejadian yang kami alami dan meminta
petugas untuk segera menangkap si pelaku.
Tak berapa lama kemudian akhirnya kami bisa keluar dari hutan, kamipun
segera menceritakan apa yang kami alami kepada masyarakat setempat. Selang 30 menit
polisipun datang beserta densus 88, lalu aku dan kawan-kawan menjelaskan lagi kepada
pak polisi dan densus tentang kejadian yang kami alami di hutan tersebut tak lupa kami
juga memohon kepada mereka agar dapat menyelamatkan kakak Sari. Para polisi dan
densuspun segera sigap dan langsung terjun ke dalam hutan. Dengan hati-hati dan
membentuk formasi penyergapan mereka langsung bergerak cepat. Aku diam-diam
mengikuti para densus dari belakang, dan ketika mereka sampai di depan gua mereka
langsung mengubah formasi lagi, beberapa dari merekapun langsung masuk ke dalam
gua dengan cepat. Akupun cuma menunggu di luar gua saja, terdengar banyak suara
teriakan dan suara tembakan senapan yang membabi buta. Selang beberapa lama
kemudian, suara tembakanpun menghilang, kemudian ada dua petugas densus yang
keluar dari gua dengan darah berceceran di mulutnya. “Cepat kalian pergi dari sini,
mereka menggunakan senjata biologis yang sangat berbahaya” teriak mereka. Akupun
tersentak kaget mendengar hal itu, alangkah mengerikanya mereka pikirku dalam hati,
mungkin senjata itu menggunakan virus. Tak berapa lama kemudian beberapa petugas
densus yang menolong kawanya tadi juga memuntahkan darah dari mulutnya lalu
kejang-kejang. Sang komandanpun memutuskan untuk mundur dan meninggalkan
rekan-rekan mereka yang terluka karena takut anak buahnya dapat tertular.
Akupun juga segera lari berbalik keluar dari hutan. Aku segera menceritakan
kepada teman-teman apa yang aku lihat tadi dan meminta mereka untuk mengungsi ke
kampung lain karena aku khawatir virus itu bisa menyebar ke warga desa. Bapak densus
dan polisi juga meminta seluruh warga di kampung ini untuk mengungsi dulu ke
kampung lain. Tak terasa haripun sudah gelap, semua penduduk kampung sudah pada
mengungsi, kamipun juga balik ke penginapan dan menyusun strategi di hari esok agar
bisa membantu densus untuk menangkap si pelaku kejahatan. Saripun juga ikut bersama
kami untuk sama-sama memikirkan strategi hari esok. Kamipun sepakat untuk memakai
strategi berkomunikasi jarak jauh dengan telefon dan sms tapi pada keadaan terdesak
kami memakai sandi simapor dan juga menggunakan tulisan tak terlihat dengan cara
menuliskan cuka atau getah bawang di atas kertas, nah untuk melihat tulisan itu
dilakukan dengan cara meletakkan kertas tersebut di atas api, setelah beberapa detik
akan terlihat tulisan yang ditulis, cara ini sebenarnya menggunakan konsep ilmu kimia,
yaitu memanfaatkan reaksi eksoterm. Lalu kamipun membagi dua kelompok besar,
kelompok pertama adalah aku, Candra dan Sasa yang bertugas meneliti situasi dan
masuk dari bagian belakang gua, sedangkan kelompok kedua adalah Amir, Ratna dan
Sari sebagai pengawas di luar gua bagian belakang.
To be continued....