Cerpen : Kisah Cinta, Entahlah
-
Upload
quina-fathonah -
Category
Education
-
view
126 -
download
10
description
Transcript of Cerpen : Kisah Cinta, Entahlah
![Page 1: Cerpen : Kisah Cinta, Entahlah](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020716/559a3a6b1a28ab2e688b462c/html5/thumbnails/1.jpg)
“Cerita Si Plastik”Karya : Quina Fathonah
Aku hasil ekstrasi minyak bumi. Orang-orang menyebutku Polietilena Tereflatat atau mereka
biasa menyingkat namaku menjadi PET. Dari proses ekstrasi tersebut bukan hanya aku yang
keluar, tapi juga emisi gas rumah kaca yang merusak habitat dan racun ke lingkungan. Tetapi
hanya aku yang dimanfaatkan oleh mereka, yang lainnya dibuang begitu saja ke lingkungan,
sungguh jahat mereka.
Sehari setelahnya, aku dibawa ke tempat penyulingan. Namaku berubah menjadi Biji Plastik.
Aku dipanaskan. Sungguh, ini benar-benar panas, mereka bilang suhunya 400 deajat celcius.
Aku meleleh. Mungkin aku tak sadarkan diri sampai akhirnya aku dibekukan. Wujudku
berubah.
Di antara kebisingan pabrik ini, ruang dalam tubuhku ditumpahi cairan kental berwarna merah
muda. Baunya menyengat. Lalu aku diangkut ke dalam truk besar. Pintunya ditutup, dan
gelap. Aku tidak tahu akan dibawa kemana.
Aku masuk toko. Cukup lama aku menginap di toko ini, sampai akhirnya seorang kakek tua
membawaku ke rumahnya. Kakek itu memintaku dengan sebutan cat. Kakek itu membuka
tutup tubuhku, lalu mengoleskan cairan yang menginap dalam tubuhku ke tembok.
“Kakek, catnya bagus warna merah jambu.” Teriak seorang anak kepada kakek tua yang tadi
membawaku. Aku kira namaku Cat, tapi ternyata cat itu cairan yang menginap dalam
tubuhku. Aku sedikit kecewa, aku tak punya nama.
“Kek, nanti ember catnya jangan dibuang ya!” pinta seorang nenek kepada kakek tua. Aku
mulai berpikir, mungkin namaku Ember Cat. Senyumku kembali mengembang.
Aku disimpan bersama si Cat di gudang. Dikeluarkan setahun sekali. Setelah tiga tahun, Cat
sudah ada di tembok semua. Aku sendiri. Kakek itu mengisi tubuhku dengan tanah sebagai
media pohon mangga. Gatal, sungguh gatal. Aku hanya dapat bertahan tiga tahun, akar pohon
mangga merusak tubuhku. Lalu si nenek membuangku ke tempat sampah.
Kini aku rusak, sakit sekali. Aku bersama sampah-sampah yang bau. Aku diangkut lagi
dengan truk sampah. Ternyata sampah di rumah kakek belum seberapa, di sini aku melihat
gunung sampah. Mengerikan sekali. Tapi sungguh, aku tak mau tinggal di sini. Walaupun di
sini banyak teman, aku tetap tidak mau tinggal.
![Page 2: Cerpen : Kisah Cinta, Entahlah](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020716/559a3a6b1a28ab2e688b462c/html5/thumbnails/2.jpg)
Setelah berhari-hari aku menahan sesak, sedih, sakit, akhirnya ada seorang Ibu dengan
bayinya membawaku ke gerobaknya. Dia membersihkan aku dan teman-teman yang lain.
Sungguh baik hati si Ibu ini. Lalu dia pergi ke suatu tempat, dan menukar kami dengan uang.
Mesin pencacah. Mereka membuatku seperti beras dengan mesin ini. Tubuhku dipotong-
potong. Sungguh ini sangat sakit. Benar-benar sangat sakit, sampai akhirnya aku berontak.
Saat separuh dari tubuhku sudah seperti biji beras, mesin itu mati. Ini lebih sakit, tertahan di
mesin itu. Orang-orang itu memperbaiki mesinnya. Tuhan, tolong bantulah mereka agar
mesin ini kembali bekerja, agar aku tak merasakan kesakitan lagi. Aku tahu, setelah ini pasti
akan ada ujian lagi, namun aku selalu berharap agar kehidupanku berakhir saja, itu kuasa-Mu.
Setelah setengah jam mereka memperbaiki mesinya, separuh tubuhku yang belum tercacah
dipotong-potong lagi. Sakit lagi. Aku diangkut lagi. Sepertinya aku mengenali tempat ini, iya
ini tempat yang mengubah namaku menjadi Biji Plastik. Jika jalan hidupku harus seperti ini,
aku terima.
Benar saja, aku dilelehkan dan menjadi biji plastik. Aku dilelehkan lagi, seperti fase
kehidupanku yang dulu. Namun kali ini bentukku lebih kecil. Kali ini aku disterilkan dulu.
Lalu, cairan hijau itu memasuki tubuhku. Cairannya sedikit berbeda dengan cairan merah
jambu, yang ini berbau buah. Sekarang aku tidak punya pasangan tutup, tapi mereka
menutupku dengan plastik yang mudah sobek. Aku dimasukkan ke dalam kardus. Dan
diangkut lagi entah kemana.
Setelah berbulan-bulan menginap di kardus yang gelap, aku ditempatkan di lemari pendingin.
Lalu ada seorang remaja mengambilku, dan merobek plastik di atasku, lalu memasukkan
cairan ke dalam mulutnya. Setengah isinya tidak dia habiskan, dia membuang aku dan si
cairan begitu saja ke trotoar jalan.
Sungguh malas sekali manusia itu. Membuangku ke tempat sampah saja tidak bisa.
Menggunakan aku hanya beberapa saat saja, lantas menganggapku sampah. Padahal aku
masih bisa digunakan. Lihatlah pengamen jalanan itu, mengaitkan temanku di gitarnya
sebagai wadah receh upah menyanyi. Lihatlah anak kecil itu, menjadikan aku temannya yang
menarik, mengubah temanku menjadi kincir-kincir. Lihatlah ibu penjual kopi itu, dia
menjadikan temanku tempat minum. Dan lihatlah pemulung itu, pemulung? Pak di sini, Pak!
Sekencang-kencangnya aku berteriak mereka tak akan mendengarku. Namun malang nasib si
![Page 3: Cerpen : Kisah Cinta, Entahlah](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020716/559a3a6b1a28ab2e688b462c/html5/thumbnails/3.jpg)
Bapak, ketika hendak menyebrang dia terserempet motor. Jadilah aku tetap di sini, di trotoar
yang amat panas.
Sore harinya, hujan turun sangat lebat, petir menggelegar di sana-sini. Air yang jatuh dari
langit menyeretku jatuh ke gorong-gorong. Baunya sangat tidak enak. Di sini aku bertemu
dengan banyak sampah, sampai akhirnya kami tersangkut dan menumpuk di salah satu sudut
gorong-gorong. Gorong-gorong penuh dengan air dan sampah, sepertinya air sudah meluap ke
jalanan. Dari sini aku dapat mendengar suara klakson mobil dan motor yang sangat berisik.
“Itu tuh sampah di got membuat banjir!” Enak saja si Bapak berjas itu menyalahkan kami.
Jelas-jelas manusia itu yang membuang-buang sampah seenaknya. Mereka kira mereka itu
manusia sempurna yang tidak pernah punya salah, smpai menyalahkan lingkungan seenaknya.
Aku terus terombang-ambing di derasnya aliran gorong-gorong. Sampai melaut di sungai
sampah ini. Aku mengikuti aliran sampah ini. Aku bau, kotor, dan orang pasti tak akan mau
mengambilku. Aku tersangkut rumput di bibir sungai yang kotor ini.
Seorang anak laki-laki perlahan-lahan mendekatiku, langkahnya sangat berhati-hati, takut
terperosok di sungai yang bau dan kotor ini. Dia mengangkatku dan membuang air yang
mengisi tubuhku. Dia menjadikan aku kincir-kincir.
Hanya satu jam dia memainkan aku, lantas dia menyimpanku di samping televisi hitam putih
di rumahnya. Aku mengamati sekelilingku. Tembok papan, lantai semen, berantakan. Tapi
aku bahagia di sini, taka da kesakitan lagi, yang ada hanya sepi.
Kadang separuh hatiku menyukai tempat ini, namun separuh yang lain ingin kembali ke
gorong-gorong yang bau itu. Aku hanya dipajang di sini. Hanya dipajang. Apakah aku akan
berakhir menjadi sebuah pajangan?
Satu tahun, dua tahun berlalu. Aku tetap di sini, berdebu, tidak pernah dilirik atau disentuh.
Sepi. Aku kesepian. Di malam yang senyap aku mendengar suara kayu terbakar. Rumah ini
kebakaran, entah apa penyebabnya. Si kecil sang penyelamatku hangus terbakar. Aku juga
terbakar. Meleleh lagi. Menjadi si hitam kecil yang tidak berguna. Tergeletak di antara benda-
benda hitam. Ternyata kebakaran malam tadi menghanguskan seisi rumah.
Aku hitam. Aku kecil. Aku tidak berguna lagi. Jadilah aku si hitam kecil yang tidak berguna.
Inilah garis kehidupan yang diguratkan Tuhan kepadaku. Hidup tergantung lingkungan. Aku
tak bisa berbuat apa-apa. Berbeda dengan manusia, hidup sesuai kemauan dan kepercayaan.
![Page 4: Cerpen : Kisah Cinta, Entahlah](https://reader031.fdokumen.com/reader031/viewer/2022020716/559a3a6b1a28ab2e688b462c/html5/thumbnails/4.jpg)
Aku si hitam kecil yang tidak berguna. Seandainya aku bisa memilih ingin diciptakan jadi
apa. Aku ingin menjadi bunga edelweis. Seandainya aku bisa memilih hidup seperti apa. Aku
ingin hidup seperti berlian. Seandainya aku bisa memilih akan akhir hidupku seperti apa. Aku
ingin akhir hidupku sampai hari kiamat.
Aku si hitam kecil yang tidak berguna. Dalam hidup ini banyak pilihan, namun sayang aku
tak bisa memilih. Dalam hidup ini banya ujian, namun ujian hidupku terlalu menyakitkan.
Dalam hidup ini banyak kebahagian yang diberikan Tuhan, namun sayang kebahagian yang
aku terima hanya 1% dari kehidupanku.
Aku dulu polietilena tereflatat, dan akhir hidupku menjadi si kecil hitam yang tidak berguna.