Cekaman penyakit

5
Cekaman penyakit Penyakit adalah penyimpangan dari sifat normal yang menyebabkan tumbuhan atau bagian tumbuhan tidak dapat melakukan kegiatan fisiologi secara normal. Dampak dari hal tersebut adalah tumbuhan tidak mampu memberikan hasil yang cukup secara kuantitas maupun kualitas. Penyakit tumbuhan dapat menimbulkan kerugian lewat beberapa jalan baik berupa kerugian langsung yang dirasakan oleh penanam yang berupa pengurangan kuantitas maupun kualitas hasil, peningkatan biaya produksi, dan pengurangan kemampuan usaha tani. Kerugian yang diderita secara tidak langsung seperti rangkaian kerugian yang diderita oleh masyarakat seperti harga konsumen yang tinggi akibat faktor produksi yang tinggi atau adanya kelangkaan barang sehingga mempengaruhi lesunya kegiatan perekonomian dalam arti yang semakin luas. Interaksi antara inang dengan patogen sering disebut dengan konsep gene to gene. Interaksi antar inang dan patogen secara spesifik ditentukan oleh interaksi avirulen gen yang dihasilkan oleh patogen dan resisten gen pada tanaman. Intraksi ini sering dikaitkan juga dengan adanya faktor lingkungan sehingga muncul konsep penyakit tumbuhan yaitu konsep segitiga penyakit. Dalam konsep ini diketahui bahwa terjadinya penyakit tumbuhan sangat ditentukan oleh tiga faktor yaitu faktor lingkungan, tumbuhan inang, dan patogen. Penyakit akan terjadi apabila ada tumbuhan yang rentan, patogen yang virulen dan faktor lingkungan yang mendukung untuk perkembangan patogen tetapi menghambat pertumbuhan inang. Pada level yang lebih tinggi terdapat faktor lain yaitu campur tangan manusia sehingga konsep segitiga penyakit berubah menjadi segi empat penyakit dimana manusia dapat mengatur tanaman inang (pemilihan varietas), mempengaruhi faktor lingkungan dengan merekayasa lingkungan tumbuh, dan mempengaruhi faktor patogen dengan berbagai usaha pengendaliannya. Jenis-jenis penyakit yang menyerang tanaman pertanian di tropis sangat banyak jenisnya berikut ragam/variannya. Sekali lagi ini akibat dari faktor abiotik yang sangat mendorong tumbuh dan berkembangnya berbagai organisme di bumi Indonesia. Kaitan antara faktor abiotik dan biotik dalam mempengaruhi serangan patogen Salah satu upaya untuk dapat mengendalikan cekaman biotik adalah mengetahui ekofisiologi tanaman. Diantaranya adalah ekologi hama, penyakit dan gulma, pengaruh/kaitan antara faktor abiotik dan biotik terhadap serangan patogen, serta mempelajari mekanisme pertahanan tanaman terhadap serangan patogen (fisiologi cekaman). Dengan mengetahui mekanisme tersebut, diharapkan pengendalian yang akan dijalankan dapat lebih mengedepankan prinsip keseimbangan ekologis.

Transcript of Cekaman penyakit

Cekaman penyakit

Penyakit adalah penyimpangan dari sifat normal yang menyebabkan tumbuhan atau bagian tumbuhan tidak dapat melakukan kegiatan fisiologi secara normal.  Dampak dari hal tersebut adalah tumbuhan tidak mampu memberikan hasil yang cukup secara kuantitas maupun kualitas.  Penyakit tumbuhan dapat menimbulkan kerugian lewat beberapa jalan baik berupa kerugian langsung yang dirasakan oleh penanam yang berupa pengurangan kuantitas maupun kualitas hasil, peningkatan biaya produksi, dan pengurangan kemampuan usaha tani.  Kerugian yang diderita secara tidak langsung seperti rangkaian kerugian yang diderita oleh masyarakat seperti harga konsumen yang tinggi akibat faktor produksi yang tinggi atau adanya kelangkaan barang sehingga mempengaruhi lesunya kegiatan perekonomian dalam arti yang semakin luas.

Interaksi antara inang dengan patogen sering disebut dengan konsep gene to gene. Interaksi antar inang dan patogen secara spesifik ditentukan oleh interaksi avirulen gen yang dihasilkan oleh patogen dan resisten gen pada tanaman.  Intraksi ini sering dikaitkan juga dengan adanya faktor lingkungan sehingga muncul konsep penyakit tumbuhan yaitu konsep segitiga penyakit.  Dalam konsep ini diketahui bahwa terjadinya penyakit tumbuhan sangat ditentukan oleh tiga faktor yaitu faktor lingkungan, tumbuhan inang, dan patogen. 

Penyakit akan terjadi apabila ada tumbuhan yang rentan, patogen yang virulen dan faktor lingkungan yang mendukung untuk perkembangan patogen tetapi menghambat pertumbuhan inang.  Pada level yang lebih tinggi terdapat faktor lain yaitu campur tangan manusia sehingga konsep segitiga penyakit berubah menjadi segi empat penyakit dimana manusia dapat mengatur tanaman inang (pemilihan varietas), mempengaruhi faktor lingkungan dengan merekayasa lingkungan tumbuh, dan mempengaruhi faktor patogen dengan berbagai usaha pengendaliannya. 

Jenis-jenis penyakit yang menyerang tanaman pertanian di tropis sangat banyak jenisnya berikut ragam/variannya.  Sekali lagi ini akibat dari faktor abiotik yang sangat mendorong tumbuh dan berkembangnya berbagai organisme di bumi Indonesia. 

Kaitan antara faktor abiotik dan biotik dalam mempengaruhi serangan patogen  

Salah satu upaya untuk dapat mengendalikan cekaman biotik adalah mengetahui ekofisiologi tanaman.  Diantaranya adalah ekologi hama, penyakit dan gulma, pengaruh/kaitan antara faktor abiotik dan biotik terhadap serangan patogen, serta mempelajari mekanisme pertahanan tanaman terhadap serangan patogen (fisiologi cekaman).   Dengan mengetahui mekanisme tersebut, diharapkan pengendalian yang akan dijalankan dapat lebih mengedepankan prinsip keseimbangan ekologis.

Kejadian penyakit hanya dapat terjadi jika ada interaksi antara patogen, tumbuhan inang, dan faktor lingkungan pada penyakit. Pola yang sama juga dapat berlaku untuk hama dan gulma. Dengan demikian faktor lingkungan (ekologi) sangat menentukan tingkat kejadian serangan/kerugian dan penyebaran hama.  Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi penyebaran patogen, hama, dan gulma menyerupai faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan tanaman pada umumnya termasuk tanaman budidaya yaitu suhu, kelembaban, cahaya matahari, tanah, dan ketersediaan air. 

Sangat penting untuk mengetahui bagaimana faktor-faktor tersebut dalam pengembangan pertanian.  Faktor-faktor abiotik secara langsung akan mempengaruhi serangan dan penyebaran penyakit.  Bahkan faktor abiotik seringkali juga menghasilkan gejala-gejala yang mirip dengan penyakit.  Misalkan pecah buah pada tomat yang sebenarnya merupakan penyakit fisiologis karena faktor air seringkali disalah artikan sebagai penyakit akibat hama atau penyakit sehingga

dalam penangannya digunakan pestisida atau fungisida.  Keterkaitan antara faktor biotik sebagai agent (penyebab) penyakit ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2.   Agen abiotik yang mempengaruhi penyakit tanaman

Agen Faktor Pengaruh dan gejalaNutrisi Kekurangan Gejala sistemik, discoloration, layu.  Nitrogen chlorose;

phosphorus bluish-green discoloration, calcium blossom end rot.  Potassium low drought resistance, layu, stunting.

Kelebihan Kelebihan nitrogen mengurangi ketahanan terhadap penyakit.  Mangan menjadi bronzing, magnesium terjadi klorosis

Temperatur (suhu)

Terlalu tinggi Scorching of leaves, sun scald on fruit, heat cankers.  Layu, penghambatan tumbuh, stunting. 

Terlalu rendah Frost injury Kelembaban Rendah Layu, hangus

Terlalu tinggi Root rot, diebackPolusi Asmosfer Ozon (O3), sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NO2),

peroksi asetil nitrat (PAN) menyebabkan pengungingan, dieback

Air DiscolorationTanah Discoloration, penguningan

Tanah pH Terlalu basa sering diikuri dengan peningkatan kerentanan tanaman terhadap serangan penyakit

Level air tanah Root rot, klorosis, meningkatkan kerentanan terhadap penyakit tertentu (black sigatoka pada pisang)

Kekompakan Penguningan, stuntingSalinitas Stunting, burned root, diebackLogam berat Discoloration, stunting

Pestisida Kelebihan dosis

Nekrosis, discoloration

Herbisida Kesalahan penggunaan dapat menyebabkan klorotik, nekrotik, pertumbuhan terganggu dan root stunted.

Radiasi Terlalu tinggi Dieback, peningkatan populasi tanaman parasitTerlalu rendah Peningkatan kerentanan terhadap penyakit

Budidaya (Agronomis)

Kesalahan budidaya

Pelukaan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit, kesalahan waktu tanam

Sebagai contoh pada pertanaman karet, infeksi kanker garis (Phytophthora palmivora) selalu terjadi dalam cuaca yang basah karena dibantu oleh hujan dan suhu yang sejuk.  Pada musim kemarau jarang terjadi infeksi (Semangun, 1991).  Dengan demikian dapat diperkirakan faktor-faktor lain yang memicu kelembaban tinggi dapat membantu infeksi dan penyebaran penyakit.  Nitrogen dilaporkan berkaitan erat dengan kejadian penyakit.  Pada tanaman kelapa sawit, kekurangan nitrogen lebih rentan terhadap penyakit. Namun pemberian nitrogen yang berlebihan dilaporkan juga membawa dampak terhadap peningkatan serangan Sclerotium oryzae pada tanaman padi (Semangun, 1993). 

Pada tanaman ubi kayu,  pemupukan NPK yang optimum terbukti dapat mengurangi beratnya penyakit (Terry, 1977), dan di Indonesia terbukti bahwa pemupukan NPK dan bahan organik dapat meningkatkan ketahanan tanaman (Nunung, 1985; Yahya, 1987).Perubahan iklim dan tanah saja dapat berpengaruh terhadap penyebaran serangga dan penyakit sehingga sangat beresiko bagi pertanian yang menggunakan pola monokultur. Kenaikan suhu dapat mengakibatkan batasan suatu organisme untuk tumbuh menjadi terbuka.  Perkembangan strain

bakteri, virus dan serangga yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia misalnya malaria, demam dengue diduga juga terjadi akibat kenaikan temperatur harian rata-rata di Indonesia. Fenomena seperti ini dapat dipetakan dan dilengkapi dengan informasi-informasi permukaan bumi (Saefuddin dan Maharijaya, 2006). 

Penyakit dapat disebarkan oleh berbagai vektor, salah satunya adalah hama.  Spesies hewan yang tidak berbahaya dapat menjadi hama dengan adanya perubahan ekologi misalkan dengan adanya tanaman budidaya yang rentan terhadap spesies hewan tersebut.  Perubahan ekologi utama yang dapat menyebabkan perubahan status tersebut adalah:

Karakter persediaan makanan.

Tanaman yang dibudidayakan di lahan pertanian umumnya sudah terpilih dari segi kandungan gizinya serta biasanya berukuran besar dan sukulen, terutama buah atau benih yang besar.  Jagung dan sorgum tentunya merupakan sumber makanan yang lebih menarik perhatian hama penggerek batang daripada rumput.  Tanaman kubis budidaya pun lebih menarik perhatian ulat daripada kubis-kubisan liar.

Monokultur.

Teknik monokultur nampak mirip dengan kondisi klimaks dari beberapa vegetasi temperate alami, dimana suatu hamparan daerah yang luas didominasi oleh sedikit spesies tanaman.  Serangan ulat pemakan daun yang luas terkadang terjadi pada pohon-pohon hutan di Amerika Utara dan Eropa, mirip dengan lahan budidaya yang terserang hama berat.

Teknik budidaya minimum.

Teknik budidaya minimum merupakan teknik pertanian dimana persiapan lahan diusahakan diminimalisir.  Tindakan yang dilakukan adalah pemberian herbisida pada sisa tanaman dan gulma kemudian lahan ditanami tanaman tanpa pengolahan.  Pada budidaya, tindakan penggarpuan dan pembajakan tanah dapat mengurangi hama tanah karena terkena cahaya matahari dan desikasi, juga membuat mereka lebih mudah diserang oleh predator dan parasit.  Banyak hama Lepidoptera dan Diptera memangsa bagian tajuk tanaman pada tahap larva namun berkepompong di tanah.  Hama tanah ini dapat dikurangi jumlahnya dengan teknik budidaya biasa namun jumlahnya dapat meningkat pada lahan yang diolah secara minimal.

Multiplikasi habitat yang cocok.

Pertanian membuat lebih sedikit spesies tumbuhan yang hidup pada lahan dengan adanya seleksi tanaman yang cocok untuk dibudidayakan.  Sehingga hama yang berasosiasi dengan tanaman ini memiliki sumber makanan yang lebih menarik dan terkonsentrasi.  Contohnya adalah hama gudang yang terdapat dalam jumlah sedikit di lapangan menjadi melonjak di gudang karena iklim mikronya lebih cocok dan jumlah makanan lebih banyak. 

Hilangnya spesies kompetisi.

Pada kondisi monokultur, banyak serangga yang dalam kondisi alami bukan hama kemudian berubah menjadi hama.  Terkadang pengendalian spesifik dapat menghilangkan satu hama namun spesies lain yang lolos dari tekanan kompetisi dapat meningkat jumlahnya dan menjadi hama baru.

Perubahan hubungan inang/parasit.

Jika jumlah sebuah hama meningkat di lingkungan maka biasanya terdapat jeda waktu antara peningkatan ini dengan peningkatan jumlah predator/parasit.  Semakin lama jeda waktunya, maka spesies ini dapat menjadi hama penting.  Sebagai contoh adalah tungau laba-laba merah (Metatetranychus ulmi) yang menjadi hama penting pada pohon buah di berbagai belahan dunia setelah dilakukannya penggunaan DDT pada skala luas di lahan pertanian.  Penggunaan DDT ini telah membunuh predatornya.

Penyebaran hama dan tanaman budidaya oleh manusia

Hama dapat menjadi menetap dan tidak terkendali saat diintroduksikan ke negara yang awalnya tidak terdapat jenis hama tersebut. Hal ini terjadi karena di negara yang baru, tidak terdapat predator, parasit dan kompetitor makanan yang penting sehingga populasi hama baru meningkat secara dramatis.