cedera kepala

33
1. Interpretasi hasil CT SCAN Pada Cedera Peranan CT scan sebagai modalitas pilihan dalam diagnosa trauma kepala karena memiliki keunggulan: " Pemeriksaan yang cepat dan mudah. " Tidak invasif. " Dapat mengidentifikasikan dan melokalisir adanya fraktur dan fragmentnya pada tulang kepala. Bahkan pada spiral atau multislice CT dapat direkonstruksi gambar 3D.nya " Dapat menunjukkan adanya perdarahan extrakranial dan mengihitung volumenya. " Dapat menunjukkan kelainan intrakranial o Infark acute, oedema cerebri, cerebral contusion o Perdarahan intracranial : Subdural, Epidural, SAH Radiographer berperan penting dalam mengoperasikan CT scan pada kasus trauma kepala mulain persiapan pasien, prosedur , positioning, protokol , post processing, dan mencetakan ke film. Prosedur pemeriksaan CT Scan pada trauma kepala Untuk pemeriksaan CT scan kepala tidak memerlukan persiapan khusus. Hal-hal yang perlu diperhatikan radiografer adalah:

description

cedera kepala dan penatalakanaannya, diagnosis cedera kepala, mekanisme cedera kepala

Transcript of cedera kepala

Page 1: cedera kepala

1. Interpretasi hasil CT SCAN Pada Cedera

Peranan CT scan sebagai modalitas pilihan dalam diagnosa trauma kepala

karena memiliki keunggulan:

"    Pemeriksaan yang cepat dan mudah. 

"    Tidak invasif. 

"    Dapat mengidentifikasikan dan melokalisir adanya fraktur dan

fragmentnya pada tulang kepala. Bahkan pada spiral atau multislice CT dapat

direkonstruksi gambar 3D.nya

"    Dapat menunjukkan adanya perdarahan extrakranial dan mengihitung

volumenya.

"    Dapat menunjukkan kelainan intrakranial 

o    Infark acute, oedema cerebri, cerebral contusion

o    Perdarahan intracranial : Subdural, Epidural, SAH

Radiographer berperan penting dalam mengoperasikan CT scan pada kasus

trauma kepala mulain persiapan pasien, prosedur , positioning, protokol , post

processing, dan mencetakan ke film.  

Prosedur pemeriksaan CT Scan pada trauma kepala

Untuk pemeriksaan CT scan kepala tidak memerlukan persiapan khusus. Hal-

hal yang perlu diperhatikan radiografer adalah:

"    Pastikan di ruangan ada saluran / tabung oksigen dan suction, dan bila

perlu peralatan resusitasi.

"    Sebelum pasien masuk, isilah data pasien terlebih dahulu di data konsul.

"    Gunakan sarung tangan / unsteril glove dalam memindah dan pengatur

posisi pasien pada kasus trauma dengan luka terbuka. (universal precaution) 

"    Pastikan tidak benda-benda metalik pada penderita di area kepala (kalung,

jepit rambut, anting, kabel-kabel monitor ) yang dapat menimbulkan artefak

pada gambar.

"    Jangan pernah melepas alat fiksasi leher collar bila telah dipasang 

"    Bila perlu, anggota satu keluarga ada yang mendampingi sewaktu

Page 2: cedera kepala

pemeriksaan pada kasus trauma .(misal pasien anak-anak). Berikan apron. 

"    Fiksasi kepala pasien pada cradle, dengan perlatan fiksasi.

Protokol CT Kepala

"    Orientasi pasien :  head first, supine 

"    Orbita Meatal pararel terhadap scan plane. 

"    Scout / Topogram : lateral dari base skull ke vertex

"    Axial base line diambil dari garis inferoorbital floor ke EAM. Angle

disesuaikan.

"    Pada scan konvensional : Irisan 5mm dan jarak antar irisan 5mm dari base

skull ke infra tentorium, 10m dan jarak irisan 10mm dari circullum willis ke

vertex. Bila diperlukan irisan tambahan, set additional scan 1 slice 5mm.

"    Pada spiral:  5mm/ 5mm pitch 1 atau 7mm/7mm,  recon interval 5mm

Gambaran CT kepala dan post processig

Gambaran CT scan dapat menunjukkan patologis pada pasien trauma kepala

(Andrew,1997). 

Berikut adalah tanda-tanda dan apa yang perlu diperhatikan radiographer dan

apa yang harus dilakukan radiographer dalam post processing :  

"    Focal hyper/hypodens; area hyperdens nilai 50-70HU dengan ROI menu,

ukurlah area itu dengan automatic volume dapat dihitung perkiraan kasar

pada area tersebut dengan cara mengukur panjang x lebar x tebal irisan

(nomor meja awal-akhir tampaknya lesi) dibagi 2.

"    Mild line shfit, tanda adanya mass effect (Bila dijumpai ukurlah bila ada

dengan membuat garis membagi 2 hemispher ceberum dan garis shift pada

ujung anterior septum pellucidum)

"    Asymetry dari struktur dalam cranial.

"    Bone distruction / erosi (pakai algoritma dan bone window); bila

menggunakan spiral, buat 3-D.

"    Udara di calvarium (kemungkinan adanya fraktur)

"    Oedem (batas sulci /gyri cortical tidak jelas)

"    Pada processing image: gunakan algoritma image (filter/kernel) soft tissue

Page 3: cedera kepala

dan bone dan atur Window With dan Window Levelnya.

o    Bone: W=±3000, L=±800 

o    Brain: W=±90, L=±40 

o    Subdural or intermediate: W=±200, L=±50 

"    Bila positioning tidak memungkinkan pasien mempertahankan posisi

kepalanya, bila gambar kabur karena pergerakan, perlu diulang. Jika hanya

rotasi saja, tidak perlu diulang dan gunakan fasilitas rotational image

"    Print dengan scout / scannogran dan gambar aksialnya 15-20 dalam 1

lembar, bila perlu ditambah 1 lembar kondisi tulang.

BEBERAPA GAMBARAN CT SCAN PADA TRAUMA KEPALA

INTRAKRANIAL

1.    FRAKTUR

       Fraktur pada trauma kepala jenisnya bisa :

o    Linier non displacement

o    Depressed ( adanya displacement dari fragment)

o    Diastatic fractures (fraktur yang melibatkan sutura)

2.    EPIDURAL HEMATOMA

Epidural hematoma adalah kumpulan massa darah akibat robeknya middle

meningeal arteri antara skull dan dura di regio temporal , yang sangat kuat

hubungannya dengan fraktur linear. Kadang juga terjadi akibat robeknya vena

dan tipikalnya terjadi di region posterior fosa atau dekat daerah occipital

lobe.  

Gambaran Epidural pada CT tampak sebagai bentuk bi convex dan adanya

pemisahan jaringan otak dengan skull. Pendarahan akut tampak hyperdens,

subakut tampak isodense, kronis tampak hypodens

3.    SUB DURAL HEMATOMA

Subdural hematoma adalah kumpulan perdarahan vena yang berlokasi antara

Page 4: cedera kepala

dura mater dan arachnoid membrane (subdural space). Biasanya terjadi akibat

kepala berbenturan dengan benda tak bergerak menyebabkan robeknya vena

antara cerebral cortex dan vena dura.

Gambaran subdural pada CT tampak sebagai bentuk bulan sabit mengikuti

kontur dari kranium bagian dalam. Pendarahan akut tampak hyperdens,

subakut tampak isodense, kronis tampak hypodens

4.    SUB ARACHNOID HEMMORAGE

Subarachnoid hemmorage (SAH) terjadi karena keluarnya darah ke

subarachnoid space, umumnya basal cistens dan jalur cerebral spinal fluid.

Penyebab utama SAH ialah trauma, selain itu bisa juga dikarenakan rupturnya

saccular (berry) aneurysm dan arteriovenous malformation (AVM)

Gambaran pada CT menunjukkan gambaran hyperdens/perdarahan akut yang

ada di subarachnoid space.

2. Fraktur Basis Cranii

A.      Pengertian.

Fraktur basis crania adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar

tengkorak yang tebal.  Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada

durameter. Fraktur basis crania sering terjadi pada 2 lokasi anatomi

tertentu yaitu regio temporal dan region occipital condylar.

Fraktur basis crania dapat dibagi berdasarkan letak anatomis

fraktur  fossa anterior dan fraktur  fossa posterior. Fraktur basis crania

merupakan yang paling serius terjadi  karena melibatkan tulang-tulang

dasar tengkorak dengan komplikasi otorrhea cairan serebrospinal

( cerebrospinal fluid) dan rhinorrhea.

Page 5: cedera kepala

B.      Anatomi.

Bagian cranium yang membungkus otak , menutupi otak, labirin dan

telinga tengah.  Tabula interna dan tabula eksterna dihubungkan oleh

tulang kanselosa dan celah tulang rawan. Tulang-tulang yang membentuk

cranium ( calvaria ) pada remaja dan orang dewasa terhubung oleh sutura

dan kartilago dengan kaku. Sutura coronaria memanjang

melintasi  sepertiga frontal atap cranium . sutura sagitalis berada pada

garis tengah yang memanjang ke belakang dari sutura coronoria dan

bercabang di occipital untuk membentuk sutura lambdoidea. Daerah

perhubungan os. Frontal, parietal, temporal dan sphenoidal disebut

pterion, di bawah pterion terdapat percabangan arteri meningeal

media.  Bagian dalam basis crania membentuk lantai cavitas crania, yang

dibagi menjadi fossa anterior, fossa media, dan fossa posterior.

C.      Patofisiologi.

Trauma dapat menyebabkan fraktur tulang tengorak yang

diklasifikasikan menjadi:

·        Fraktur sederhana :  suatu fraktur linear pada tulang tengkorak.

·         Fraktur depresi apabila fragmen tulang tertekan ke bagian lebih

dalam dari tulang tengkorak.

·         Fraktur campuran bila terdapat hubungan langsung dengan

lingkungan luar. Ini disebabkan oleh laserasi pada fraktur atau suatu

frakturbasis crania yang biasanya melalui sinus-sinus.

Pada dasarnya, suatu fraktur basiler adalah suatu fraktur linear pada basis

crania. Biasanya disertai robekan durameter dan terjadi pada daerah –

daerah tertentu dari basis crania.

Fraktur basilar adalah fraktur linear meliputi dasar pertengahan pada

tulang tengkorak. Fraktur ini biasanya berhubungan dengan dural.

Sebagian besar fraktur basilar berlangsung pada 2 lokasi spesifik seperti

regio temporal dan regio kondilar oksipital.

Fraktur temporal dapat dibagi dalam 3 subtipe yaitu longitudinal,

transversal, dan campuran. Fraktur longitudinal adalah adalah subtipe

Page 6: cedera kepala

yang paling umum (70-90%) dan meliputi bagian skuamous pada tulang

temporal, inding superior pada canalis auditory eksterna dan tegmen

timpani. Fraktur dapat terjadi pada anterior atau posterior ke koklea dan

kapsul labirin, berakhir pada fossa cranial media dekat foramen spinosum

atau pada sel udara mastoid. Fraktur transversal (5-30%) berasal dari

foramen magnum dan keluar mengelilingi koklea dan labirin berakhir

pada fossa cranial media. Dinamakan fraktur campuran jika memiliki

kedua komponen fraktur longitudinal dan fraktur transversal.

Fraktur condylar oksipital biasanya diakibatkan oleh trauma tumpul

dengan kekuatan yang tinggi yang menekan axial, bagian sudut lateral,

atau berputar ke jaringan ikat kontinyu. Fraktur ini dapat dibagi dalam

tiga tipe dasar berdasarkan morfologi dan mekanisme trauma atau secara

alternatif dalam kestabilan dan displace fraktur tergantung dari ada

tidaknya kerusakan ligamen. Fraktur tipe I adalah trauma kompresi axial

yang menghasilkan fraktur comuniti pada oksipital condilar. Fraktur ini

bersifat stabil. Fraktur tipe II disebabkan oleh pukulan langsung dan

meluas pada daerah basioccipital, hl ini berhubungan dengan trauma

yang menetap karena melindungi ligamen alar dan membran tectorial.

Fraktur tipe III secara potensial tidak stabil dan berhubungan dengan

suatu luka avulsion sesuai dengan putaran dan sudut lateral.

D.     Gambaran klinis.

Gambaran klinis dari fraktur basis crania yaitu :

a.      Hemotimpanum.

b.      Ekimosis Periorbita.

c.       Ekimosis Retroauricular

d.      Kebocoran Cairan Serebrospinal dari telinga dan hidung

e.      Parese nervus cranialis ( nervus I, II, III, IV, VII, dan VIII ) dapat

terjadi.

f.     Hematoma, hemoragi.

Page 7: cedera kepala

E.      Pemeriksaan Penunjang.

a.      Pemeriksaan Labolatorium : sebagai tambahan pada suatu

pemeriksaan neurologis lengkap, pemariksaan darah rutin, dan pemberian

tetanus toxoid.

b.      Pemeriksaan Radiologi.

·         Foto Rontgen.

·         CT scan.

·         MRI ( magnetic resonance angiography).

F.       Penanganan.

(1). Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah

batuk,   mengejan, makanan yang tidak menyebabkan sembelit.

(2). Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu

dilakukan             tampon steril (Consul ahli THT) pada bloody

otorrhea/otoliquorrhea.

(3). Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea

penderita                 tidur    dengan posisi terlentang dan kepala miring

keposisi yang sehat                     (Umar Kasan : 2000).

Terapi medis

Pasien dewasa dengan simple fraktur linear tanpa disertai kelainan

struktural neurologis tidak memerlukan intervensi apapun bahkan pasien

dapat dipulangkan untuk berobat jalan dan kembali jika muncul gejala.

Sementara itu, Pada Bayi dengan simple fraktur linier harus dilakukan

pengamatan secara terus menerus tanpa memandang status neurologis.

Status neurologis pasien dengan fraktur basis cranii tipe linier biasanya

ditatalaksana secara conservative, tanpa antibiotik. Fraktur os temporal

juga dikelola secara konservatif, jika disertai rupture membrane timpani

biasanya akan sembuh sendiri.

Simple fraktur depress dengan tidak terdapat kerusakan struktural pada

neurologis pada bayi ditatalaksana dengan penuh harapan. Menyembuhkan

fraktur depress dengan baik membutuhkan waktu, tanpa dilakukan elevasi

Page 8: cedera kepala

dari fraktur depress. Obat anti kejang dianjurkan jika kemungkinan

terjadinya kejang lebih tinggi dari 20%. Open fraktur, jika terkontaminasi,

mungkin memerlukan antibiotik disamping tetanus toksoid. Sulfisoxazole

direkomendasikan pada kasus ini.

Fraktur condylar tipe I dan II os occipital ditatalaksana secara konservatif

dengan stabilisasi leher dengan menggunakan collar atau traksi halo.

Peran antibiotik pada profilaksis fraktur basis cranii

Pemberian antibiotic sebagai terapi profilaksis pada fraktur basis cranii

dengan pertimbangan terjadinya kebocoran dari lapisan meningeal akan

menyebabkan mikroorganisme pathogen dari saluran nafas atas (hidung

dan telinga) dapat mencapai otak dan selaput mengingeal, hal ini masih

menjadi controversial. Pemberian antibiotic profilaksis berkontribusi

terhadap terjadinya peningkatan resistensi antibiotic dan akan

menyebabkan infeksi yang serius.

Pada sebuah review artikel yang di publish antara tahun 1970 dan 1989,

menemukan 848 kasus dari fraktur basis cranii (519 mendapatkan

antibiotic profilaksis dan 8% menjadi meningitis) dan kesimpulannya

adalah antibiotic tidak mencegah terjadinya meningitis pada fraktur basis

cranii14. Studi lain juga menunjukkan dengan menggunakan uji statistik,

dari total 1241 pasien dengan fraktur basis cranii, 719 pasien diantaranya

mendapat antibiotic profilaksis dan 512 pasien tidak mendapat antibiotic

profilaksis. Kesimpulan dari penelitian tersebut menunjukkan antibiotic

profilaksis tidak mencegah terjadinya meningitis pada pasien fraktur basis

cranii. (odds ratio (OR) = 1.15; 95% confidence interval (CI) = 0.68-1.94

P = .678)14.

Terapi Bedah

Peran operasi terbatas dalam pengelolaan skull fraktur. Bayi dan anak-

anak dengan open fraktur depress memerlukan intervensi bedah.

Kebanyakan ahli bedah lebih suka untuk mengevaluasi fraktur depress jika

segmen depress lebih dari 5 mm di bawah inner table dari adjacent bone.

Page 9: cedera kepala

Indikasi untuk elevasi segera adalah fraktur yang terkontaminasi, dural tear

dengan pneumocephalus, dan hematom yang mendasarinya. Kadang

kadang, craniectomy dekompressi dilakukan jika otak mengalami

kerusaksan dan pembengkakan akibat edema. Dalam hal ini, cranioplasty

dilakukan dikemudian hari. Indikasi lain untuk interaksi bedah dini adalah

fraktur condylar os oksipital tipe unstable (tipe III) yang membutuhkan

arthrodesis atlantoaxial. Hal ini dapat dicapai dengan fiksasi dalam-luar16.

Menunda untuk dilakukan intervensi bedah diindikasikan pada keadaan

kerusakan ossicular (tulang pendengaran) akibat fraktur basis cranii jenis

longitudinal pada os temporal. Ossiculoplasty mungkin diperlukan jika

kehilangan berlangsung selama lebih dari 3 bulan atau jika membrane

timpani tidak sembuh sendiri. Indikasi lain adalah terjadinya kebocoran

CSF yang persisten setelah fraktur basis cranii. Hal ini memerlukan secara

tepat lokasi kebocoran sebelum intervensi bedah dilakukan.

G.     Komplikasi.

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien fraktur basis crania adalah

paralisis otot-otot fasialis dan rantai tulang – tulang pendengaran apabila

farktur basis crania disertai dengan rhinorrhea.

H.     Prognosis.

Walaupun fraktur pada cranium memiliki potensi resiko tinggi untuk

cedera nervus cranialis, pembuluh darah dan cedera langsung pada otak,

sebagian besar jenis fraktur adalah jenis fraktur linear pada anak – anak

dan tidak disertai dengan hematom epidural.

3. Penatalaksanaan Cedera Kepala

Page 10: cedera kepala

A. CEDERA KEPALA RINGAN (GCS = 14 – 15 )

Idealnya semua penderita cedera kepala diperiksa dengan CT scan,

terutama bila dijumpai adanya kehilangan kesadaran yang cukup

bermakna, amnesia atau sakit kepala hebat.

3 % penderita CK. Ringan ditemukan fraktur tengkorak

Klinis :

a. Keadaan penderita sadar

b. Mengalami amnesia yang berhubungna dengan cedera yang

dialaminya

c. Dapat disertai dengan hilangnya kesadaran yang singkat

Pembuktian kehilangan kesadaran sulit apabila penderita dibawah

pengaruh obat-obatan / alkohol.

d. Sebagain besar penderita pulih sempurna, mungkin ada gejala sisa

ringan

Fractur tengkorak sering tidak tampak pada foto ronsen kepala, namun

indikasi adanya fractur dasar tengkorak meliputi :

a. Ekimosis periorbital

b. Rhinorea

c. Otorea

d. Hemotimpani

e. Battle’s sign

Penilaian terhadap Foto ronsen meliputi :

a. Fractur linear/depresi

b. Posisi kelenjar pineal yang biasanya digaris tengah

c. Batas udara – air pada sinus-sinus

d. Pneumosefalus

e. Fractur tulang wajah

f. Benda asing

Pemeriksaan laboratorium :

a. Darah rutin tidak perlu

b. Kadar alkohol dalam darah, zat toksik dalam urine untuk

diagnostik / medikolagel

Page 11: cedera kepala

Therapy :

a.Obat anti nyeri non narkotik

b. Toksoid pada luka terbuka

Penderita dapat diobservasi selama 12 – 24 jam di Rumah Sakit

B. CEDERA KEPALA SEDANG ( GCS = 9 13 )

Pada 10 % kasus :

Masih mampu menuruti perintah sederhana

Tampak bingung atau mengantuk

Dapat disertai defisit neurologis fokal seperti hemi paresis

Pada 10 – 20 % kasus :

Mengalami perburukan dan jatuh dalam koma

Harus diperlakukan sebagai penderita CK. Berat.

Tindakan di UGD :

Anamnese singkat

Stabilisasi kardiopulmoner dengan segera sebelum pemeriksaan

neulorogis

Pemeriksaan CT. scan

Penderita harus dirawat untuk diobservasi

Penderita dapat dipulangkan setelah dirawat bila :

Status neulologis membaik

CT. scan berikutnya tidak ditemukan adanya lesi masa yang

memerlukan pembedahan

Penderita jatuh pada keadaan koma, penatalaksanaanya sama dengan CK.

Berat.

Airway harus tetap diperhatikan dan dijaga kelancarannya

C. CEDERA KEPALA BERAT ( GCS 3 – 8 )

Kondisi penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana walaupun

status kardiopulmonernya telah distabilkan

Page 12: cedera kepala

CK. Berat mempunyai resiko morbiditas sangat tinggi

Diagnosa dan therapy sangat penting dan perlu dengan segara penanganan

Tindakan stabilisasi kardiopulmoner pada penderita CK. Berat harus

dilakukan secepatnya.

a. Primary survey dan resusitasi

Di UGD ditemukan :

30 % hypoksemia ( PO2 < 65 mmHg )

13 % hypotensia ( tek. Darah sistolik < 95 mmHg ) Mempunyai

mortalitas 2 kali lebih banyak dari pada tanpa hypotensi

12 % Anemia ( Ht < 30 % )

1. Airway dan breathing

Sering terjadi gangguan henti nafas sementara, penyebab kematian

karena terjadi apnoe yang berlangsung lama

Intubasi endotracheal tindakan penting pada penatalaksanaan

penderita cedera kepala berat dengan memberikan oksigen 100 %

Tindakan hyeprveltilasi dilakukan secara hati-hati untuk

mengoreksi sementara asidosis dan menurunkan TIK pada

penderita dengan pupil telah dilatasi dan penurunan kesadaran

PCo2 harus dipertahankan antara 25 – 35 mm Hg

2. Sirkulasi

Normalkan tekanan darah bila terjadi hypotensi

Hypotensi petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup

berat pada kasus multiple truama, trauma medula spinalis,

contusio jantung / tamponade jantung dan tension

pneumothorax.

Saat mencari penyebab hypotensi, lakukan resusitasi cairan

untuk mengganti cairan yang hilang

Page 13: cedera kepala

UGS / lavase peritoneal diagnostik untuk menentukan

adanya akut abdomen

b. Secondary survey

Penderita cedera kepala perlu konsultasi pada dokter ahli lain.

c. Pemeriksaan Neurologis

Dilakukan segera setelah status cardiovascular penderita stabil,

pemeriksaan terdiri dari :

GCS

Reflek cahaya pupil

Gerakan bola mata

Tes kalori dan Reflek kornea oleh ahli bedah syaraf

Sangat penting melakukan pemeriksaan minineurilogis sebelum

penderita dilakukan sedasi atau paralisis

Tidak dianjurkan penggunaan obat paralisis yang jangka panjang

Gunakan morfin dengan dosis kecil ( 4 – 6 mg ) IV

Lakukan pemijitan pada kuku atau papila mame untuk memperoleh

respon motorik, bila timbul respon motorik yang bervariasi, nilai

repon motorik yang terbaik

Catat respon terbaik / terburuk untuk mengetahui perkembangan

penderita

Catat respon motorik dari extremitas kanan dan kiri secara terpisah

Catat nilai GCS dan reaksi pupil untuk mendeteksi kestabilan atau

perburukan pasien

D. TERAPY MEDIKAMENTOSA UNTUK TRAUMA KEPALA

Tujuan utama perawatan intensif ini adalah mencegah terjadinya cedera

sekunder terhadap otak yang telah mengaalami cedera

Page 14: cedera kepala

1. Cairan Intravena

Cairan intra vena diberikan secukupnya untuk resusitasi penderita

agar tetap normovolemik

Perlu diperhatikan untuk tidak memberikan cairan berlebih

Penggunaan cairan yang mengandung glucosa dapat menyebabkan

hyperglikemia yang berakibat buruk pada otak yangn cedera

Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah NaCl o,9 % atau Rl

Kadar Natrium harus dipertahankan dalam batas normal, keadaan

hyponatremia menimbulkan odema otak dan harus dicegah dan

diobati secara agresig

2. Hyperventilasi

Tindakan hyperventilasi harus dilakukan secara hati-hati, HV dapat

menurunkan PCo2 sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh

darah otak

HV yang lama dan cepat menyebabkan iskemia otak karena perfusi

otak menurun

PCo2 < 25 mmHg , HV harus dicegah

Pertahankan level PCo2 pada 25 – 30 mmHg bila TIK tinggi.

3. Manitol

Dosis 1 gram/kg BB bolus IV

Indikasi penderita koma yang semula reaksi cahaya pupilnya normal,

kemudian terjadi dilatasi pupil dengan atau tanpa hemiparesis

Dosis tinggi tidak boleh diberikan pada penderita hypotensi karena

akan memperberat hypovolemia

4. Furosemid

Page 15: cedera kepala

Diberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan TIK dan

akan meningkatkan diuresis

Dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB IV

5. Steroid

Steroid tidak bermanfaat

Pada pasien cedera kepala tidak dianjurkan

6. Barbiturat

Bermanfaat untuk menurunkan TIK

Tidak boleh diberikan bila terdapat hypotensi dan fase akut resusitasi,

karena barbiturat dapat menurunkan tekanan darah

7. Anticonvulasan

Penggunaan anticonvulsan profilaksisi tidak bermanfaat untuk

mencegaah terjadinya epilepsi pasca trauma

Phenobarbital & Phenytoin sering dipakai dalam fase akut hingga

minggu ke I

Obat lain diazepam dan lorazepam

E. PENATALAKSANAAN PEMBEDAHAN

1. Luka Kulit kepala

Hal penting pada cedera kepala adalah mencukur rambut disekitar luka

dan mencuci bersih sebelum dilakukan penjahitan

Penyebab infeksi adalah pencucian luka dan debridement yang tidak

adekuat

Page 16: cedera kepala

Perdarahan pada cedera kepala jarang mengakibatkan syok,

perdarahan dapat dihentikan dengan penekanan langsung, kauteraisasi

atau ligasi pembuluh besar dan penjahitan luka

Lakukan insfeksi untuk fraktur dan adanya benda asing, bila ada CSS

pada luka menunjukan adanya robekan dura. Consult ke dokter ahli

bedah saraf

Lakukan foto teengkorak / CT Scan

Tindakan operatif

2. Fractur depresi tengkorak

Tindakan operatif apabila tebal depresi lebih besar dari ketebalan

tulang di dekatnya

CT Scan dapat menggambarkan beratnya depresi dan ada tidaknya

perdarahan di intra kranial atau adanya suatu kontusio

3. Lesi masa Intrakranial

Trepanasi dapat dilakukan apabila perdarahan intra kranial dapat

mengancam jiwa dan untuk mencegah kematian

Prosedur ini penting pada penderita yang mengalami perburukan

secara cepat dan tidak menunjukan respon yang baik dengan terapy

yang diberikan

Trepanasi dilakukan pada pasien koma, tidak ada respon pada intubasi

endotracheal , hiperventilasi moderat dan pemberian manitol

4. Indikasi operatif

Operasi Cedera Kepala 

Hasil segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran

Page 17: cedera kepala

garis tengah, kembalinya tekanan intrakranial ke dalam batas normal, kontrol

pendarahan dan mencegah perdarahan ulang.

lndikasi operasi pada cedera kepala harus mempertimbangkan hal dibawah ini :

- Status neurologis

- Status radiologis

- Pengukuran tekanan intrakranial

- Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial :

- Massa hematoma kira-kira 40 cc

- Masa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm

- EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan

GCS 8 atau kurang.

- Kontusio cerebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau

pergeseran garis tengat lebih dari 5 mm.

- Pasien – pasien yang menurun kesadarannya dikemudian waktu disertai

berkembangnya

- tanda-tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari 25 mm Hg.

lndikasi Burr hole eksplorasi dilakukan bila pemeriksaan CT Scan tidak

memungkinkan dan didapat :

• Dilatasi pupil ipsilateral

• Hemiparese kontralateral

• Lucid interval/penurunan GCS tiba-tiba

Indikasi operasi pada fraktur depres :

- Lebih dari satu tabula

- Adanya defisit yang berhubungan dengan bagian otak dibawahnya

- LCS leakage

- Fraktur depres terbuka

- Preventif growing fracture pada anak.

Dari traumatik koma data bank ditemukan pada studi 275 pasien dengan

Page 18: cedera kepala

hematoma tutorial didapat : 58% SDH, 26% ICH dan 16% EDH.

Indifikasi Operasi

Segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis

tengah, kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol

pendarahan dan mencegah pendarahan ulang.

Indikasi operasi pada cedera kepala harus mempertimbangkan hal dibawah ini :

- Status neurologis

- Status radiologis

- Pengukuran tekanan intrakranial

Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial :

- Massa hematoma kira-kira 40 cc

- Massa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm

- IED dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran Baris tengah dengan

GCS 8 atau kurang.

- Konstusio cerebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau

pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.

- Pasien-pasien yang menurun kesadarannya dikemudian waktu disertai

berkembangnya

- tanda-tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari 25 mm Hg.

Indikasi BWT hole eksplorasi dilakukan bila pemeriksaan CT Scan tidak

memungkinkan dan didapat :

- Dilatasi pupil ipsilateral

- Hemiparese kontralateral

- Lucid interval/penurunan GCS tiba-tiba.

Page 19: cedera kepala

Indikasi operasi pada faktur depres :

- Lebih dari satu tabula

- Adanya defisit yang berhubungan dengan bagian otak dibawahnya

- LCS leakage

- Fraktur depres terbuka

- Preventif growing fracture pada anak.

Preparasi Pra Operasi

- Inform concernt

- Cegah hipotensi, hipoksia

- Periksa foto turaks dan cervikal

- Dua infus line

- Periksa AGD, elektrolit dan darah rutin serta cross match

- Pasang kateter

- Profilaksis antibiotik sebelum operasi dimulai.

- ETT yang adekuat

- indungi kedua mata dari cairan dan tekanan.

TEKNIK OPERASI 

1. Burr hole explorasi

* Tentukan areanya : disisi pupil yang dilatasi, kontra lateral hemiparese.

* Burr hole I : di temporal walaupun frakturya di lokasi yang berbeda. Bila

positif lanjutkan dengan craniotomy. Bila negatif lakukan langkah burr hole

selanjutnya.

* Burr hole II : di frontal

* Burr hole III : di parietal, bila negatif dilakukan disisi sebaiknya.

* Ada yang menambahkan burr hole IV di fossa posterior

* Incisi linier dan bila perlu dilanjutkan dengan question mark.

* Bila duramater tampak tegang dan kebiruan tapi clothing belum ditemukan

sebaiknya dilakukan lebih dahulu burr hole bilateral baru dilakukan mengintip

duramater karena sering subdural tersebut hanya tipis Baja.

Page 20: cedera kepala

2. Epidural hematom :

* lokasi : 50% ditemporal, 15%-20% di frontal dan sisanya di occipital, fossa

posterior dan parietal

* bila ada mix lessi (hipodens clan hiperdens )curigai adanya gangguan

pembekuan darah

teknik :

a. Incisi bentuk question mark atau tapal kuda

b. Burr hole I di daerah yang paling banyak clothing biasanya di lobus

temporal, bila perlu dilanjutkan dulu kraniektomi kecil dan evakuasi clothing

untuk mengurangi tekanan, lalu dilanjutkan kraniotomi untuk mengevakuasi

massa.

c. Bila duramater tegang kebiruan lakukan intip dura dengan incisi kecil

d. Kemudian duramater dijahit clan dilakukan gantung dura

3. Subdural hematom :

* lokasi paling sering di temporal dan parietal

* incisi bentuk tapal kuda atau question mark

* Kraniotomi seekspos mungkin dan bila ada clothing kecil dan tidak jelas

terlihat sebaiknya ditinggalkan.

* duramater dibuka dan dievakuasi clothingnya.

* duramater dijahit waterproof, bila swelling tidak dapat dikontrol, biarkan

terbuka dan tulang tidak dipasang dan langsung diflap.

4. Intracerebral hematom :

* lokasi : 80% -90% di temporal dan frontal

* kraniotomi secara prinsip sarna dengan perdarahan intrakranial lainnya

* perdarahan dirawat dengan bipolar, surgicel

* durameter dijahit waterproof

5. Hematoma fossa posterior

* 80% -100% pasien EDH fossa posterior disertai fraktur os occipitalis

Page 21: cedera kepala

* bila ada EDH supra dan infra tentorial, 30% disertai hidrocefalus

* incisi kulit linier/stick golf di para median atau midline

* konservatif bila simptom minimal dan stabil terutama bila ada fraktur di atas

sinus

Hasil

1. EDH: bila cepat dioperasi mortality kurang dari 10%

2. SDH:

Serlig et al :

* operasi dalam 4 jam pertama mortality 30%

* operasi setelah 4 jam mortality 90%

Hasselberger et al :

* pasien koma kurang dari 2 jam mortality 47%

* pasien koma lebih dari 2 jasm mortality 80%

3. ICH: mortality 27% -50%

5. Transport pasien trauma kepala

Transportasi penderita cedera kepala terutama penderita dengan cedera kepala

sedang dan berat harus cepat dilakukan untuk mendapatkan tindakan medis

yang cepat, tepat dan aman. Karena keterlambatan sampai di rumah sakit, 10 %

dari total penderita cedera kepala di Amerika Serikat meninggal.

Pada penderita cedera kepala berat sering menderita gangguan pernafasan,

syok hipovolemik, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, tekanan

intrakranial meninggi, kejang-kejang, gangguan kardiovaskuler, karena itu

perlu penanganan yang cepat. Tindakan gawat darurat yang perlu dilakukan

untuk menyelamatkan penderita yaitu; menjaga kelancaran jalan nafas (air

way), oksigenasi yang adekuat, resusitasi cairan, melindungi vertebra servikalis

dan torakolumbal, identifikasi dan stabilisasi perdarahan ekstrakranial, dan

menilai tingkat kesadaran penderita.

Page 22: cedera kepala

Dalam penganan pasien dengan cedera kepala berat transportasi sangat penting,

karena berhubungan dengan cedera kepala sekunder. Cedera kepala sekunder

yang sering terjadi dan menyebabkan kematian adalah hipoksia dan hipotensi.

Waktu tunggu penderita dirumah sakit untuk penanganan penderita cedera

kepala untuk cedera kepala berat. Pada penderita cedera kepala berat dengan

perdarahan subdural sebaiknya interval waktu kejadian trauma dan tindakan

yang dilakukan kurang dari 4 jam, sedangkan pada penderita dengan interval

waktu lebih dari 12 jam prognosis buruk.

Seelig et al telah melakukan penelitian tentang pentingnya penanganan dan

transportasi yang cepat pada penderita dengan cedera kepala berat tertutup dan

perdarahan subdural akut. Penderita dengan hematoma yang dievakuasi lebih

kurang 4 jam, angka kematiannya 30% dan 65% dengan keluaran baik.

Sedangkan penderita yang dioperasi diatas 4 jam, angka kematiannya 90% dan

kurang dari 10 % dengan keluaran baik.

Faktor-faktor yang memperburuk prognosis pada penderita cedera kepala yaitu;

terlambatnya penanganan awal/resusitasi, pengangkutan/transport yang tidak

adekuat, dikirim ke rumah sakit yang tidak adekuat, terlambatnya delakukan

tindakan bedah dan adanya cedera multipel yang lain.