Cedera kepala

8
Cedera kepala Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukab penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis, dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit. Klasifikasi Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan morfologi cedera. 1. Mekanisme berdasarkan adanya penetrasi durameter - Trauma tumpul : kecepatan tinggi ( tabrakan kendaraan ), kecepatan rendah ( terjatuh, dipukul) 2.Keparahan cedera - Ringan : Skala koma glasgow 14-15 - Sedang : GCS 9-13 - Berat: GCS 3-8 3.Morfologi - Fraktur tengkorak : Kranium : Linear/stelatum,depresi/nondepresi,terbuka/tertutup. Basis : dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan atau tanpa kelumpuhan nervus 7. - Lesi intrakranial : fokal : Epidural, subdural, intraserebral

description

Trauma kapitis

Transcript of Cedera kepala

Cedera kepalaCedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukab penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.

Tindakan resusitasi, anamnesis, dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit.

Klasifikasi

Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan morfologi cedera.

1. Mekanisme berdasarkan adanya penetrasi durameter

- Trauma tumpul : kecepatan tinggi ( tabrakan kendaraan ), kecepatan rendah ( terjatuh, dipukul)

2.Keparahan cedera

- Ringan : Skala koma glasgow 14-15

- Sedang : GCS 9-13

- Berat: GCS 3-8

3.Morfologi

- Fraktur tengkorak : Kranium : Linear/stelatum,depresi/nondepresi,terbuka/tertutup.

Basis : dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan atau tanpa kelumpuhan nervus 7. Lesi intrakranial : fokal : Epidural, subdural, intraserebral

Difus : Konkusi ringan, konkusi klasik, Cedera aksonal difus

Penatalaksanaan

Pedoman resusitasi dan penilaian awal

1. Menilai jalan napas : Bersihkan jalan napas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang kolar servikal, pasang guedel bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial menggangu jalan napas maka pasien harus di intubasi.2. Menilai pernapasan : Tentukan apaka pasien bernapas spontan atau tidak. Jika tidak beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernapas spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat seperti pneumotoraks, pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks, pasang oksimeter nadi jika tersedia dengan tujuan menjaga saturasi oksigen minimum 95%. Jika jalan napas tidak terlindung bahkan terancam atau memperoleh oksigen yang adekuat ( PaO2 > 95 mmHg dan PaCO2 < 40 mmHg serta saturasi O2 > 95% ).

3. Menilai sirkulasi : Otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan secara khusus adanya cedera intraabdomen atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG bila tersedia. Pasang jalur intravena yang besar, ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa dan analisis gas darah. Berikan larutan koloid.

4. Obati kejang : Kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus di obati mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulang sampai 3 kali jika masih kejang. Bila tida berhasil dapat diberikan fenitoin 15 mg/Kgbb diberikan intravena.5. Menilai tingkat Keparahan

a. Cedera kepala ringan

Skor glasgow 15

Tidak kehilangan kesadaran

Tidak ad intoksikasi alkohol atau obat terlarang

Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing.

Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematom kulit kepala

b. Cedera kepala sedang

Skor glasgow 9-14

Konkusi

Amnesia pasca trauma

Muntah

Kejang

Tanda kemungkinan fraktur kranium ( mata rabun, rinorea, hemotimpanum )

c. Cedera kepala berat

Skor glasgow 3-8

Penurunan derajat kesadaran secara progresif

Tanda neurologis fokal

Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium.

Komplikasi Trauma kepala

1. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2-6% pasien dengan cedera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari pada 85% pasien. Drainase lumbal dapat mempercepat proses ini.2. Fistel karostis-kavernous ditandai oleh trias gejala : eksolftalmus, kemosis dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera. Angiografi diperlukan untuk konfirmasi diagnosis dan terapi dengan oklusi balon endovaskular merupakan cara yang paling efektif dan dapat mencega hilangnya penglihatan yang permanen.3. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis meyebabkan penghentian sekeres hormon antidiuretik. Pasien mengeksekresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan depelsi volume. Vasopresin arginin (pitressin) 5-10 unit intravena, intrmuskular atau subkutan setiap 4-6 jam.4. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera, dini atau lanjut. Kejang segera tidak merupakan predisposisi untuk kejang lanjut. Kejang dini menunjukkan risiko yang meningkat untuk kejang lanjut dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsa. Insiden keseluruhan epilepsi pasca trauma lanjut setelah cedera kepala tertutup adalh 5%, resiko mendekati 20% pada pasien perdarahan intrakranial atau fraktur depresi.Sekuel1. Konkusi otak (komusio serebri). Konkusio berkaitan dengan hilangnya kesadaran untuk sementara yang terjadi pada saat benturan. Kejadian ini biasanya berhubungan dengan periode amnesia yang singkat. Sebagian besar pasien dengan konkusi dengan CT SCAN atau resonansi magnetik yang normal, yang menunjukkan bahwa konkusi oleh efek fisiologis atau fungsional pada otak. Kira-kira 5% pasien yang menderita konkusi terus menerus akan menderita pendarahan otak.

2. Hematom epidural. Perdarahan epidural biasanya disebabkan oleh robekan arteri meningen media. Sekitar 75% kasus demikian berkaitan dengan fraktur kranium. Perjalanan klinis klasik mula-mula kehilangan kesadaran sejenak kemudian melalui interval bebas gejala yang di ikuti oleh penurunan kesadaran sekunder ketika hematoma epidural membesar. Darah dalam rongga epidural akan menggelembung keluar pada CTScan karena keterbatasan rongga akibat perlekatan yang erat dengan duramater pada sutura kranium. Progresi ke herniasi dan kematian dapat terjadi cepat karena perdarahan berasal dari arteri.3. Hematoma subdural biasanya berasal dari sumber vena, dengan pengumpulan darah dalam rongga antara duramater dan membran subaraknoid. CT Scan memperlihatkan bentuk hematoma yang kresentik sepanjang konveksitas hemisfer serebral pasien usia lanjut dan alkoholik terutama yang mudah terhadapa perdarahan subdural pasien ini, hematoma besar dapat disebabkan oleh benturan kuat atau cedera akselerasi/deselerasi.4. Kontusio parenkim dan hematoma : Kontusio serebri disebabkan oleh gesekan atau goresan otak ketika otak bergerak melalui permukaan dalam kranium yang kasar. Lobus frontal inferior dan temporal merupakan lokasi yang sering dari kontusio trauma dengan benturan lateral, kontusio dapat terjadi tepat dalam lokasi benturan atau pada lokasi kontra bentur di sisi lain yang bersebrangan. Kontusio sering berkembang menjadi lesi yang lebih besar antara 12-24 jam. Dan pada kasus yang jarang kontusio dapat berkembang dalam 1 hari atau lebih setelah cedera.

Prognosis

Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognosis besar. Skor 3-4 kemungkinan meninggal 85%, sedangkan GCS 12% atau lebih kemungkinan meninggal 5-10%. Sindrom pascakonkusi berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas dan perubahan kepribadian yang berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala. Sering bertumpah tindih dengan gejala depresi.Cedera Medula Spinalis

Mekanisme Cedera

1. Kecelakaan otomobil, terjatuh, olahraga, kecelakaan industri, tertembak peluru, luka tusuk dapat menyebabkan cedera medula spinalis. Sebagian besar pada medula spinalis servikal bawah (C4-C7,T1) dan sambungan torakalumbal (T11-12,L1). Medula spinalis torakal jarang terkena.

2. Faktor yang membedakan cedera medula spinalis dari cedera kranioserebral adalah :

a. Konsentrasi yang tinggi dari traktus dan pusat saraf yang penting dalam struktur yang diameternya kecil

b. Posisi medula spinalis dalam kolumna vertebralis

c. Kanalis vertebralis yang relatif sempit

d. Adanya osteofit

e. Variasi suplai pembuluh darah

3. Efek pada jaringan saraf paling penting pada cedera medula spinalis. Ada 4 mekanisme yang mendasari: Kompresi oleh tulang, ligamen, benda asing dan hematoma. Kerusakan paling berat disebabkan oleh kompresi tulang kompresi dari fragmen korpus vertebra yang tergeser ke belakang dan cedera hiperekstensi.

Tarikan/ regangan jaringan : Regangan yang berlebihan yang menyebabkan gangguan jaringan biasanya setelah hiperfleksi. Toleransi regangan pada medula spinalis menurun sesuai usia yang meningkat.

Edema medula spinalis timbul segera dan menimbulkan gangguan sirkulasi kapiler lebih lanjut serta aliran balik vena, yang menyertai cedera primer.

Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh tulang atau struktur lain pada sistem arteri spinalis posterior atau anterior.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan neurologis lengkap secara teliti segera setelah pasien tiba di rumah sakit

2. Pemeriksaan tulang belakang : deformitas, pembengkakan, nyeri tekan, gangguan gerakan ( terutama leher ). Jangan banyak manipulasi tulang belakang.

3. Pemeriksaan radiologis : foto polos vertebra AP dan lateral. Pada cervikal diperlukan proyeksi khusus mulut terbuka ( odontoid ). Bila hasil meragukan, lakukan CT Scan. Bila terdapat defisit neurologis, harus dilakukan MRI atau CT mielografi.

Penatalaksanaan

1. Lakukan tindakan segera pada cedera medula spinalis. Tujuanya adalah mencegah kerusakan lebih lanjut pada medula spinalis. Sebagaian cedera medula spinalis di perburuk oleh penanganan yang kurang tepat, efek hipotensi atau hipoksia pada jaringan saaraf yang sudah terganggu. Letakkan pasien pada alas yang keras dan datar untuk pemindahan

Beri bantal guling atau bantal pasir pada sisi pasien untuk mencegah pergeseran

Tutupi dengan selimut untuk menghindari kehilangan hawa panas.

Pindahkan pasien ke rumah sakit yang memiliki fasilitas penanganan kasus cedera medula spinalis.

2. Perawatan khusus

Komosio medual spinalis : fraktur atau dislokasi tidak stabil harus disingkirkan. Jika pemulihan sempurna pengobataan tidak diperlukan

Kontusio/transeksi/kompresi medula spinalis

Metil prednisolon 30 mg/kgbb bolus intravena selama 15 menit dilanjutkan dengan 5,4 mg/kgbb/jam, 45 menit. Setelah bolus selama 23 jam. Hasil optimal bila pemberian dilakukan