Cedera Kepala
Transcript of Cedera Kepala
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan usia
produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas
yang tinggi di kalangan usia produktif, sedangkan kesadaran untuk menjaga
keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum
benar, rujukan yang terlambat. Prognosis pasien cedera kepala akan lebih baik
bila penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan cepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kepala
2.1.1 Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP, yaitu: skin atau kulit,
connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose connective tissue atau jaringan penunjang longgar, dan
pericranium1,2. Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah yang sukar
mengadakan vasokonstriksi sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit
kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan
anak-anak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari
kulit kepala sampai dalam tengkorak (intrakranial)2.
Gambar 2.1 Lapisan Kulit Kepala
2.1.2 Tulang Tengkorak
Terdiri dari kalvaria (atap tengkorak) dan basis kranii (dasar tengkorak).
Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang, yaitu frontal, parietal, temporal,
dan oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun dilapisi
oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai
bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa, yaitu: fosa anterior adalah tempat lobus
frontalis, fosa media adalah tempat lobus temporalis, dan fosa posterior ruang
bagi bagian bawah batang otak dan serebelum1,2.
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan
oleh trauma. Fraktur kalvaria dapat berbentuk garis/ linier atau bintang/ stelata,
terbuka atau tertutup, dan dapat pula impresi atau non impresi (tidak masuk/
menekan kedalam). Tulang tengkorak terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan
tulang berongga (diploe), dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam (tabula
interna) yang mengandung alur-alur arteri meningea anterior, media dan
posterior1,3.
Gambar 2.2 Lapisan Tulang Tengkorak
2.1.3 Lapisan Pelindung Otak/ Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan,
yaitu:
1. Durameter merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa
yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Adanya fraktur dari
tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri meningea, yang
terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural),
dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera
adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa
media)2,3.
2. Arakhnoidmater adalah membran tipis dan tembus pandang, tidak menempel
pada duramater. Karena tidak melekat pada selaput dura di atasnya, maka
terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater
dan arakhnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera
otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju
sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus.
Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Vena-
vena otak yang melewati subdural mempunyai sedikit jaringan penyokong
sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala2,3.
3. Piamater adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah
halus dan melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piamater masuk
kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain
hanya menjembatani sulkus. Diantara arakhnoid dan piamater terdapat ruang
subarakhnoid, ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu,
merupakan tempat bersikulasi cairan serebrospinal2,3.
Gambar 2.3 Meningen
Bagan 2.1 Skema Anatomi Kepala
2.1.4 Otak
Otak manusia terdiri dari sereberum, serebelum, dan batang otak. Serebrum
terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri, yaitu
lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri
kiri terdapat pusat bicara yang bekerja dengan tangan kanan, dan juga pada >85%
orang kidal. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai
hemisfer dominan. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik
dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik).
Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus
temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab
dalam proses penglihatan1,2.
Batang otak terdiri dari mesensefalon (midbrain), pons, dan medulla
oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang
berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat
pusat kardiorespiratorik yang terus memanjang sampai medula spinalis di
bawahnya2,3. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan
defisit neurologis yang berat. Serebelum bertanggung jawab dalam koordinasi dan
keseimbangan, terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula
spinalis, batang otak, dan juga kedua hemisfer serebri3.
Gambar 2.4 Otak
2.1.5 Tentorium Serebeli
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial
(terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial
(berisi fosa kranii posterior). Mesensefalon menghubungkan hemisfer serebri
dengan batang otak (pons dan medula oblongata) dan berjalan melalui celah lebar
tentorium serebeli yang disebut insisura tentorial. Nervus okulomotorius (n. III)
berjalan di sepanjang tepi tentorium dan saraf ini dapat tertekan bila terjadi
herniasi lobus temporal yang umumnya diakibatkan oleh adanya massa
supratentorial atau edema otak. Serabut-serabut parasimpatik yang berfungsi
melakukan konstriksi pupil mata berjalan pada sepanjang permukaan nervus
okulomotorius. Paralisis serabut-serabut ini yang disebabkan oleh penekanan n.III
akan mengakibatkan dilatasi pupil oleh karena tidak adanya hambatan aktivitas
serabut simpatik2.
Bagian otak yang sering mengalami herniasi melalui insisura tentorial adalah
sisi medial lobus temporal yang disebut unkus. Herniasi unkus juga menyebabkan
penekanan traktus kortikospinal (piramidalis) yang berjalan pada otak tengah.
Traktus piramidalis atau traktus motorik menyilang garis tengah menuju sisi
berlawanan pada level foramen magnum, sehingga penekanan pada traktus ini
menyebabkan paresis otot-otot sisi tubuh kontralateral. Dilatasi pupil ipsilateral
disertai hemiplegia kontralateral dikenal sebagai sindrom klasik herniasi unkus.
Kadang-kadang lesi massa yang terjadi akan menekan dan mendorong otak tengah
ke sisi berlawanan pada tepi tentorium serebeli dan mengakibatkan hemiplegia
dan dilatasi pupil pada sisi yang sama dengan hematoma intrakranialnya
(sindroma lekukan Kernohan)2.
Gambar 2.5 Tentorium Serebeli
Gambar 2.6 Herniasi Tentorial
2.1.6 Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua a.carotis interna dan dua a.vertebralis. Keempat arteri
ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus
Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang
sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan
bermuara ke dalam sinus venosus cranialis1,3.
Gambar 2.7 Perdarahan Otak
2.2 Fisiologi
2.2.1 Cairan Serebrospinalis (CSS)
CSS dihasilkan oleh plexus khoroideus (terletak di atap ventrikel) dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior2.
Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial
(hidrosefalus komunikans pasca trauma)2. Angka rata-rata pada kelompok
populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS
per hari4.
Gambar 2.8 Aliran CSS
2.2.2 Tekanan Intra Kranial (TIK)
TIK adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah intrakranial, dan
CSS di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Berbagai proses patologis yang
mengenai otak dapat menyebabkan kenaikan TIK. Kenaikan TIK dapat
menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. TIK
normal pada keadaan istirahat sebesar 10 mmHg. TIK lebih tinggi dari 20 mmHg,
terutama bila menetap berhubungan langsung dengan hasil akhir yang buruk2.
2.2.3 Doktrin Monro-Kellie
Merupakan suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan pengertian
dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu
konstan karena sifat dasar dari tulang tengkorang yang tidak elastis2.
Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah total volume
komponen-komponennya, yaitu volume jaringan otak (Vbr) sebesar 1400 gr,
volume cairan serebrospinal (Vcsf) sebesar 75 ml, dan volume darah (Vbl)
sebesar 75 ml4.
Sehingga, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini akan menyebabkan
peningkatan TIK. Peningkatan TIK yang cukup tinggi dapat menyebabkan
herniasi batang otak yang berakibat kematian2.
2.3 Definisi
Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/ benturan fisik dari luar,
yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang dapat menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik5.
2.4 Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3
deskripsi klasifikasi, yaitu2:
2.4.1 Mekanisme Cedera Kepala
Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul
biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau pukulan
benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
2.4.2 Beratnya Cedera
Vic = Vbr + Vcsf + Vbl
Glasglow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi
beratnya penderita cedera otak. Komponen yang dinilai pada GCS meliputi eye
opening (E), motor response (M), dan verbal response (V).
1. Cedera kepala ringan (CKR)
Jika GCS antara 14-15, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30
menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti
fraktur tengkorak, kontusio atau hematom (sekitar 55% ).
2. Cedera kepala kepala sedang (CKS)
Jika GCS antara 9-13, hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam,
dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung).
3. Cedera kepala berat (CKB)
Jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi kontusio
serebral, laserasi atau adanya hematoma atau edema.
Gambar 2.9 Komponen Mata
Gambar 2.10 Komponen Motorik
Gambar 2.11 Komponen Verbal
2.4.3 Morfologi
1. Fraktur Kranium
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu
menghilangkan tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekuatan yang
ditransmisikan ke dalam jaringan otak. Fraktur tengkorak dapat terjadi pada
kalvaria atau basis. Pada fraktur kalvaria ditentukan apakah terbuka atau
tertutup, linear atau stelata, depressed atau non depressed. Fraktur basis kranii
sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya memerlukan CT scan
dengan teknik bone-window untuk memperjelas garis fraktur. Tanda-tanda
klinis fraktur basis kranii, yaitu ekimosis periorbital (Racoon eyes sign),
ekimosis retroaurikuler (Battle sign), kebocoran CSS (rinorea, otorea), paresis
nervus fasialis, dan kehilangan pendengaran yang dapat timbul segera atau
beberapa hari setelah trauma2.
Fraktura kalvaria terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan antara
laserasi kulit kepala dengan permukaan otak karena robeknya duramater.
Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko perdarahan intrakranial sebesar
400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar2.
2. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan sebagai lesi fokal atau lesi difus, walaupun kedua
jenis lesi ini sering terjadi bersamaan. Termasuk dalam lesi fokal, yaitu
perdarahn epidural, perdarahan subdural, kontusio, dan perdarahan
intraserebral2.
a. Cedera otak difus
Mulai dari konkusi ringan dimana gambaran CT scan normal sampai
kondisi yang sangat buruk. Pada konkusi, penderita biasanya kehilangan
kesadaran dalam waktu yang berakhir selama beberapa detik sampai
beberapa menit dan mungkin mengalami amnesia retro/ antegrad2.
Cedera otak difus yang berat biasanya akibat hipoksia, iskemi dari otak
karena syok yang berkepanjangan atau periode apnoe yang terjadi segera
setelah trauma2.
Cedera aksonal difus (CAD) adalah trauma otak berat dengan prognosis
buruk. Pada CT scan menunjukkan gambaran titik-titik perdarahan
multipel di seluruh hemisfer otak yang terkonsentrasi di batas area putih
dengan abu-abu2.
b. Epidural hematom (EDH)
Adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara tabula interna
dan duramater. Paling sering terletak diregio temporal atau
temporoparietal dan sering akibat robeknya a.meningea media akibat
fraktur tulang tengkorak. Perdarahan biasanya dianggap berasal arteria,
namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus.
Kadang-kadang, EDH mungkin akibat robeknya sinus vena, terutama
diregio parietal-oksipital atau fossa posterior. Walaupun EDH relatif tidak
terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera
kepala), harus selalu diingat saat menegakkan diagnosis dan ditindak
segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena cedera otak
disekitarnya biasanya masih terbatas. Outcome langsung bergantung pada
status pasien sebelum operasi. Mortalitas dari hematoma epidural sekitar
0% pada pasien tidak koma, 9% pada pasien obtundan, dan 20% pada
pasien koma dalam. Cirinya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa
cembung.
c. Subdural hematom (SDH)
Adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoidmater.
SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30%
penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat
robeknya vena bridging di permukaan korteks serebri. Selain itu,
kerusakan otak yang mendasari SDH biasanya lebih berat dan
prognosisnya lebih buruk dari EDH. Mortalitas umumnya 60%, dapat
diperkecil oleh tindakan operasi yang segera dan pengelolaan medis yang
agresif.
d. Kontusio dan perdarahan intraserebral (PIS)
Kontusio serebri sering terjadi (20% – 30% dari cedera otak berat) dan
sebagian besar terjadi di lobus frontal dan temporal, walaupun dapat juga
terjadi pada setiap tempat. Kontusio serebri dapat dalam waktu beberapa
jam atau hari berubah menjadi PIS yang membutuhkan tindakan operasi.
Hal ini timbul pada ±20% penderita dan cara mendeteksi terbaik adalah
dengan mengulang CT scan dalam 12 – 24 jam setelah CT scan pertama.
PIS adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim) otak.
Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak yang
menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan
otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan
temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau
pada sisi lainnya (countrecoup).
e. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan yang terjadi pada ruang arachnoid yakni antara lapisan
arachnoidmater dengan piamater. Seringkali terjadi karena adanya vena
yang ada di daerah tersebut terluka, bersifat kronik
2.5 Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam 2 tahap, yaitu cedera
primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala
sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan
langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselarasi-
deselarasi gerakan kepala.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan countrecoup.
Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan
daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat
benturan akan terjadi lesi yang disebut countrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi
karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi
trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak
(substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan
intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur
permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan
(countrecoup).
Gambar 2.12
Mekanisme Coup dan Countercoup
Trauma kepala
cedera jaringan cedera menyeluruh
otak setempat
kerusakan setempat kekuatan diserap sepanjang jaringan otak
sawar darah otak rusak
vasodilator pembuluh darah & CO2 meningkat
edema (ketidakseimbangan CES & CIS) pH menurun
peningkatan TIK hipoksia
iskemia jaringan otak
nekrosis jaringan otak peningkatan perfusi jaringan otak
defisit neurologik penurunan tingkat kesadaran
gangguan n.vagal gangguan fungsi gangguan pemenuhan
medula oblongata kebutuhan ADL
penurunan fungsi gangguan fungsi otot kerusakan persepsi & kognitif
kontraksi otot respirasi
polos lambung
penurunan kemampuan perubahan frekuensi RR risti cedera sekunder
absorbsi makanan
risti pola nafas tidak efektif
nausea makanan tidak tercerna
vomitus risiko nutrisi kurang dari kebutuhan
risiko defisit cairan
2.5 Manifestasi Klinis
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur atap kranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemoragi dari hidung, faring atau telinga dan darah
terlihat di bawah konjungtiva, memar diatas mastoid (Battle’s sign), otorea
serebrospinal (cairan serebrospinal keluar dari telinga), rinorea (cairan
serebrospinal keluar dari hidung)
4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5. Penurunan kesadaran.
6. Pusing/ berkunang-kunang. Absorbsi cepat lesi dan penurunan volume
intravaskuler
7. Peningkatan TIK
8. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralisis ekstremitas
9. Peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi nadi, peningkatan
pernafasan)
2.6 Penatalaksanaan
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui subkutan membuat luka
mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda
asing dan meminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.
Pedoman Resusitasi dan Penilaian Awal
1. Menilai jalan nafas
Bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu,
pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang cervical
collar, pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu
jalan nafas, maka pasien harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan
Tentukan apakah pasien bernafas spontan/ tidak. Jika tidak, beri O2 melalui
masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat
seperti tension pneumothorax, hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk
menjaga saturasi O2 minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung
bahkan terancan/ memperoleh O2 yg adekuat (PaO2 >95% dan PaCO2 <40%
mmHg serta saturasi O2 >95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta
diventilasi oleh ahli anestesi.
3. Menilai sirkulasi
Otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan
dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/ dada.Ukur
dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang EKG. Pasang jalur
intravena yang besar. Berikan larutan koloid, sedangkan larutan kristaloid
menimbulkan eksaserbasi edema.
4. Obati kejang
Kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati mula-
mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi 2x
jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgBB
5. Menilai tingkat keparahan: CKR,CKS,CKB
6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/ atau leher, lakukan foto
tulang belakang servikal (proyeksi AP, lateral, dan odontoid ), cervical collar baru
dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh servikal C1-C7 normal
7. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat:
- Pasang infus dgn larutan NaCl 0,9% atau RL. Cairan isotonis lebih efektif
mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan larutan ini tidak
menambah edema serebri
- Lakukan pemeriksaan. Ht, darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah
- Lakukan CT scan. Pasien dengan CKR, CKS, CKB harus dievaluasi adanya: 1.
hematoma epidural, 2. darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel, 3. kontusio
dan perdarahan jaringan otak, 4. edema serebri, 5. midline shift, 6. fraktur
cranium
- Pada pasien yang koma (GCS <8) atau pasien dengan tanda-tanda herniasi
lakukan: - elevasi kepala 30° - hiperventilasi - Berikan manitol 20% 1gr/kgBB
intravena dlm 20-30 menit.Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian
yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I - Pasang
kateter foley - Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom
epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1
diplo)
DAFTAR PUSTAKA
1. Drake RL., Vogl W., Mitchell AW. 2007. Gray’s Anatomy for Students.
Elsevier p.769, 782, 785
2. American College of Surgeon Committee on Trauma. 2004. Cedera Kepala.
Dalam: Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah
Indonesia, penerjemah. Edisi 7. hlm.168 – 193
3. Sugiharto L, Hartanto H, Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk,
(penerjemah). Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta:
EGC: 2006. hlm. 740-59
4. Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.
Elsevier Saunders. 685-97.
5. Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. disitasi dari
http://www.biausa.org/about-brain-injury.htm pada tanggal 27 November
2010. Perbaharuan terakhir:
6. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning
System LLC;2003