Catatan Kuliah Hukum Pidana

19

Click here to load reader

Transcript of Catatan Kuliah Hukum Pidana

Page 1: Catatan Kuliah Hukum Pidana

1

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

Catatan Kuliah "Hukum Pidana" Oleh :

Rudi Pradisetia Sudirdja (091000299) FH UNPAS

(HmI KOMISYARIAT HUKUM UNPAS & FORDISMAKUM)

Catatan Kuliah Hukum Pidana ini saya dapatkan langsung, ketika saya mempelajarinya

di Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung. Tepatnya pada tahun Akademik

2009/2010 Semester Genap (II) dengan Dosen " Hj. Rd. Dewi Asri Yustia, S.H.,M.H.".

Catatan ini pun sudah saya lengkapi dengan penjelasan dari berbagai buku, seperti : Buku

Asas- Asas Hukum Pidana Karangan “Dr. Andi Hamzah., S,H”, Buku Asas – Asas Hukum

Pidana Karangan “Prof Moeljatno.S.H ”, Buku Hukum Pidana Dalam Tanya Jawab

Karangan “A. Ridwan Halim S.H.” dan Buku Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia

Karangan “Drs. P.A.FLamintang S.H”

Semoga catatan ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan, terutama yang sedang dan ingin

mempelajari hukum pidana.

HUKUM PIDANA

SAP (Satuan Acara Perkuliahan) :

1. Pembaharuan Hukum pidana Indonesia

2. Asas-Asas Hukum Pidana

3. Inti Hukum Pidana

4. Alasan Penghapusan Pidana

5. Ajaran Percobaan (Poging)

6. Ajaran Penyertaan (Dellenming)

7. Ajaran Gabungan (Samenloop)

8. Ajaran Residive (Pengulangan)

1. Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia

• Hukum Pidana Adat

• Hukum Pidana Kolonial (VOC, Belanda dan Jepang)

• Hukum Pidana Kemerdekaan

• Hukum Pidana Nasional

Page 2: Catatan Kuliah Hukum Pidana

2

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

• Hukum Pidana Nasional Baru (Rancangan)

Untuk pembahasan Pembaharuan hukum pidana, dosen tidak memberikan catatan,

melaikan memberikan tugas membuat rangkuman kepada mahasiswa yang dapat

dilihat disini. (http://rudipradisetia.blogspot.Com/2010/06/meringkas-sejarah-hukum-pidana-

di_21.html)

2.Asas-Asas Hukum Pidana

• Asas legalitas / Nulum delictum

Asas legalitas "Pasal 1 ayat 1 KUHP" berbunyi : Tiada suatu perbuatan dapat dipidana

kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum

perbuatan dilakukan.

# Asas legalitas memuat 3 materi :

* Tidak ada perbuatan yang dapat dipidana jika tidak ada peraturan perundang-undangan.

Dengan kata lain harus terlebih dulu ada aturan sebelum perbuatan dilakukan. Selain itu

aturanya pun harus tertulis karena UU identik dengan tulisan.

* Aturan hukum pidana tidak dapat berlaku "Surut" artinya tidak dapat kembali kebelakang.

Sehingga perbuatan-perbuatan sebelum ada aturan pidana tidak dapat dilakukan.

* Tidak boleh ditafsirkan analogi (Dipersamakan/ dicari persamaan antara sesuatu dengan

sesuatu)

Lebih singkatnya materi diatas dapat disimpulkan menjadi :

* Lex Scirpta: Ketentuan pidana harus dituangkan dalam perundang-undangan

* Lex Certa : Rumusan delik pidana harus terinci usur-unsurnya

* Lex Stricta : Larangan melakukan analogi

* Non Retroaktif : Pemberlakuan hukum pidana tidak boleh berlaku surut

# Tujuan asas legalitas :

* Agar tercapainya kepastian hukum, karena dengan tertulis dapat dimengerti banyak orang.

Page 3: Catatan Kuliah Hukum Pidana

3

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

* Untuk menjamin kepetingan pribadi dari keseweang-wenangan penguasa atau hakim.

Dengan tertulis maka hakim tidak dapat bertindak sewenag-wenang.

• Asas Tempus Delicti

Asas ini berkaitan dengan waktu terjadinya tindak pidana. Asas ini dapat berjalan ketika

ada perubahan Peraturan UU yang setingkat, karena jika tida setingkat akan berbenturan

dengan asas umum hukum yaitu asas "Lex Superiori derogat Lex Imperiori" . Asas tempus

delicti terdapat pada pasal 1 ayat 2 KUHP.

Co : Terjadi tindak pidana kemudian ada perubahan UU, maka UU yang diterapkan adalah

UU yang hukumannya paling meringankan bagi terdakwa (Asas pemidanaan)

Cotoh : UU No 31 tahun 1971 diganti UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi

• Asas locus delicti

Asas yang berkaitan dengan tempat terjadinya tindak pidana dan juga berkaitan

dengan kopentensi relatif pengadilan.

Asas locus delicti dibagi menjadi 4 :

* Asas teritorial adalah hukum pidana Indonesia berlaku bagi WNI dan WNA yang

melakukan Tindak Pidana di wilayah Indonesia

Wilayah Indonesia terdiri dari : Darat, Laut, Udara dan Extra teritorial Indonesia.

Contoh : kapal berbedera Indonesia, kedutaan besar indonesia diluar negeri

* Asas nasional aktif adalah hukum pidana Indonesia berlaku bagi WNI yang melakukan

tindak pidana di luar wilayah Indonesia

Contoh : WNI melakukan tindak pidana di luar negeri

* Asas nasional pasif adalah Hukum pidana Indonesia berlaku bagi WNA yang melanggar

kepentingan hukum Idonesia

Contoh : WNA melakukan penggandaan uang palsu RI

Pada asas nasional aktif ini selalu berbenturan dengan asas nasional aktif WNA tersebut oleh

karenanya harus ada campur tangan hukum Internasional.

* Asas universal adalah hukum pidana Indonesia berlaku bagi WNI dan WNA yang

melanggar kepentingan hukum dunia Internasioanal

Page 4: Catatan Kuliah Hukum Pidana

4

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

Contoh : Kasus Bom Bali, maka teroris tersebut bisa saja di adili di Autralia karena

korbannya ada yg berkewarganegaraan Australi.

Tetapi untuk pemilihan tempat mengadili biasanya dengan pertimbanga : Locus (tempat)

negara tersebut telah dirugikan baik sisi moril maupun materil, korban, pelaku dan saksi

3. Inti dari Hukum Pidana

• Daad adalah Perbuatan Pidana / Tindak Pidana / Delik /Peristiwa Pidana / Criminal

act

• Dader adalah Pertanggungjawaban

• Straft adalah sanksi

Ajaran Neo Klasik : Daad ---> Dader ----> Straft

Straft merupakan output dari daad dan dader

• Daad (Perbuatan Pidana / Tindak Pidana / Delik /Peristiwa Pidana / Criminal act)

# Pengertian yuridis : Strafbaarfeit

Memiliki sifat dapat dipidana (Moeljatno)

Kriminologis : Perbuatan jahat, perbuatan yang patut dipidana

* untuk peristiwa pidana (pengertiannya terlalu luas) karena tidak semua perbuatan adalah

peristiwa.

# Pengertian

Perbuatan yang dapat dipidana yaitu perbuatan yang sesuai dengan asas legalitas (formil dan

materil)

# Jenis perbuatan (banyak perbuatan)

* satu jenis perbuatan (tidak ada ajarannya)

* dua atau lebih dari dua jenis perbuatan (ajaran concursus atau samenloop)

# Bayak perbuatan (banyak pelaku)

* satu orang pelaku (tidak ada ajarannya)

* dua orang atau lebih dari dua orang (ajaran delenming atau Complicity)

kedua hal di atas berkaitan dengan pertanggung jawaban bagi sipelaku.

# Landasan daad

Page 5: Catatan Kuliah Hukum Pidana

5

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

Memenuhi asas legalitas (formal dan materil)

Formal = Sesuai dengan UU

Materil = Living law (hukum yang hidup) yang didasarkan pada ideologi negara

Contoh : jika oleh hukum adat, dinyatakan perbuatan tersebut harus dipidana maka

dipidanalah.

• Dader (Pertangung jawaban)

# Unsur objektif (unsur yang ada di luar diri si pelaku)

* Perbuatan

* Akibat

* Sanksi

Unsur-unsur ini harus dapat dibuktikan disamping unsur pasal

A. Perbuatan

* Perbuatan aktif : Perbuatan dengan cara menggerakan anggota tubuh

Contoh : Mencuri, membunuh

* Perbuatan pasif : Perbuatan dengan tidak menggerakan anggota tubuh

Contoh : Pejaga palang pintu perlintasan kereta api lupa menutup pintu sehingga

terjadi kecelakaan, dipangil menjadi saksi dipengadilan namun dia tidak hadir,

meninggalkan orang yang perlu ditolong (304 KUHP)

* Perbuatan dalam bentuk satu jenis perbuatan

* Perbuatan dalam bentuk dua tau lebih jenis perbuatan (Concursus / Samenloop)

* Perbuatan yang dilakukan satu orang

* Perbuatan yang dilakuka lebih dari satu orang (Delenming / Complicity)

* Perbuatan melakukan sesuatu (Comisse delic)

* Perbuatan tidak melakukan sesuatu (Omisse delic)

B. Akibat Hukum (Akibat yang mengadung persoalan hukum)

* Akibat yang langsung : Secara kasat mata dapat dilihat dan dirasakan langsung

oleh

individu / masyarakat

Contoh : pembunuhan, Penganiayaan

Page 6: Catatan Kuliah Hukum Pidana

6

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

* Akibat yang tidak langsung : Tidak dapat dilihat secara kasat mata dan akibatnya

tidak dirasakan langsung oleh individu atau masyarakat

Contoh : Korupsi, Money laundring

* Langsung / Secara tegas diatur dalam UU

Contoh : Tindak Pidana penipuan dalam pasal (378 KUHP)

Akibatnya : dengan sukarela menyerahkan sesuatu (dia menyadari) tetapi dengan tipu

muslihat

* Tidak langsung / Tidak secara tegas diatur dalam UU

Co : Tindak Pidana penipuan (362 KUHP)

Akibat : Tidak langsung, karena dia tidak menyadari ketika perbuatan itu dilakukan.

C. Sanksi

Unsur sanksi :

# Diatur dalam pasal 10 KUHP :

* Sanksi pokok : sanksi yang harus dijatuhkan oleh hakim, jika terbukti melakukan

tindak pidana

* Sanksi tambahan : sanksi yang tidak selalu harus dijatuhkan oleh hakim, sanksi ini

bersifat fakultatif ( bisa dijatuhkan atau tidak).

# Berkaitan dengan sistem pemidanaan yang ada di Indonesia yaitu :

* Sistem alternatif : Sistem yang memilih artinya hakim di bolehkan untuk memilih

salah satu dari sanksi yang ada, biasanya tindak pidana umum

* Sistem Komulatif : Sanksi pidananya biasanya dua, seperti pidana mati dan denda,

kurungan dan denda dan biasanya terdapat pada tinndak pidana khusus (Contoh :

korupsi)

# Berlakunya asas pemidanaan

* Minimum umum, minimum khusus

* Maksimum umum, Maksimum khusus

* Minimum umum adalah sanksi pidana yang dijeratkan sanksi yang paling rendah

kepada pelaku

Minimum umum di Indonesia : 1 hari untuk kurungan, 1 tahun untuk penjara

Hakim tidak boleh memberikan sanksi dibawah satu tahun jika ingin memberikan

sanksi penjara.

Page 7: Catatan Kuliah Hukum Pidana

7

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

* Maksimum umum adalah sanksi yang dijeratkan sanksi yang paling tinggi kepada

pelaku

Makasimum umum di Indonesia : Kurungan 1 tahun, penjara 20 tahun

Jika hakim ingin memberikan sanksi lebih dari 20 tahun maka, tidak bisa memberikan

sanksi pidana penjara harus diganti pidana mati alternatifnya pidana seumur hidup.

* Maksimum khusus adalah sanksi maksimum yang diatur dalam pasal-perpasal

Contoh : pasal 362 KUHP tentang pencurian maksimum khusunya dalah 5 tahun

Setiap Tindak pidana memiliki maksimum khusus yang berbeda-beda

* Minimum umum adalah sanksi minimum yang diatur dalam pasal-perpasal.

biasanya mengenai tindak pidana khusus yang diatur diluar KUHP

# Unsur Subjektif (unsur yang ada dalam diri si pelaku ) dan (unsur yang masuk

pada persoalan dader)

* Kesalahan (Dolus atau Culpa)

* Sifat melawan hukum (Ada alasan pembenar atau tidak)

* Pertanggungjawaban dan Kemampuan bertanggung jawab (dapat bertanggung

jawab atau tidak)

• Kesalahan

Kesalahan adalah keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk adanya

pertanggungjawaban dalam hukum pidana, berupa kesalahan psikis dari si pembuat dan

hubungannya dengan perbuatannya.

Kesalahan dibagi menjadi 2 :

* Dolus yaitu kesalahan yang dilakukan dengan sengaja

Syaratnya :

1. Harus terdapat kesadaran dari perbuatannya itu, baik ketika sebelum, sedang

maupun setelah Tindak Pidana itu dilakukan.

2. Kesadaran terhadap akibat yang ditimbulkan

3. Adanya hubungan causal dantara niat dengan perbuatan yang dilakukan.

Macam-macam dolus :

Page 8: Catatan Kuliah Hukum Pidana

8

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

1. Dolus dengan kepastian (dilihat dari kepastian perbuatan itu)

Contoh : Pembunuh, harus memiliki keyakinan dengan pisau 5 CM dapat

membunuh seseorang.

2. Dolus dengan tujuan (dilihat dari tujuan perbuatan itu)

Contoh: Teroris tujuannya menggoncang sebuah negara

3. Dolus dengan kemungkinan (dilihat dari kemungkinan perbuatan itu)

Contoh: Teroris harus menyadari jika meledakan bom, selain target ada juga

orang lain yg menjadi korbannya.

* Kealpaan (Culpa) adalah kesalahan yang dilakukan dengan tidak sengaja.

Syarat :

1. Kurangnya perhatian terhadap perbuatannya

2. Kurangnya perhatian terhadap akibatnya

3. Tidak ada hubungan antara niat dan perbuatan

Macam-macam culpa :

1. Culpa levis (kealpaan yang cukup berat)

2. Culpa lata (kealpaan yang cukup ringan)

• Sifat melawan hukum

Sifat melawan hukum adalah suatu perbuatan yang secara aktif (berbuat) maupun

secara pasif (mendiamkan) yang melanggar ketentuan-ketentuaan UU dan atau melalaikan

apa yang seharusnya dijalankan menurut UU atau juga melanggar apa yang dilarang oleh adat

istiadat / kebiasaan.

Macam-macam sifat melawan hukum :

1.Melawan hukum formil (melanggar ketentuan UU)

2. Melawan hukum materil (melanggar adat istiadat / kebiasaan)

Sifat melawan hukum adalah unsur yang melekat pada perbuatan si pelaku. Sifat melawan

hukum selalu berkaitan dengan adanya alasan pembenaran dari hukum pidana atau tidak.

• Pertanggungjawaban dam Kemampuan bertanggungjawab

Page 9: Catatan Kuliah Hukum Pidana

9

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

# Pertanggungjawaban pidana

* Asas umum / dasar : Geen straf zonder schuld (asas pertanggungjawaban pidana)

- kesalahan secara individual (ayat 1 RUU KUHP)

- Strict liability untuk tindak pidana tertentu (ayat 2 RUU KUHP)

- Vicarious liability untuk keadaan tertentu (ayat 3 RUU KUHP)

1. Kesalahan individual berarti orang yang melakukan tindak pidana adalah orang yang

harus mempertanggungjawabkan perbuatanya, tidak bisa dipindahkan / dialihkan kepada

orang lain. Jadi dia yang melakukan kesalahan maka dialah yang harus bertanggungjawab.

2. Strict liability yaitu pertanggungjawaban secara khusus untuk kejahatan tertentu yang

berkaitan dengan akibat dari perbuatannya.

Contoh : kejahatan terhadap lingkungan hidup seperti : pencemaran limbah, perusakan hutan.

pertanggungjawabannya harus dilakukan secara strict (langsung) oleh pelaku, karena jika

menunggu kesalahan individual akan bertambah banyak korban. Bentuk dari

pertanggungjawaban strict biasanya dengan pengembalian ekosistem.

3. Vicarious liability yaitu pengalihan pertanggungjawaban pidana dikarenakan keadaan

tertentu.

Biasanya dikarenakan adanya hubungan tertentu dalam bentuk vertikal, seperti majikan

dengan pembantu, pimpinan dengan bawahan.

Contoh : pembantu tidak membukakan pintu rumah karena atas perintah majikannya, dengan

tidak dibukanya rumah tersebut mengakibatkan tamu meninggal karena tertabrak. Maka

pertanggungjawabn itu bisa saja dialihkan kepada majikannya.

# Kemampuan bertanggungjawab

* Mampu bertanggungjawab

Mampu bertanggung jawab berarti orang yang melakukan tindak pidana itu secara psikis

maupun fisik mampu mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya ditandai

dengan tidak adanya alasan pembenar mupun alasan pemaaf dalam hukum pidana.

Page 10: Catatan Kuliah Hukum Pidana

10

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

* Tidak mampu bertanggungjawab (Ontrekening vatbaarheid)

Orang yang melakukan Tindak pidana diktakan tidak mampu bertanggungjawab dikarenakan

adanya alasan yang menyebabkan orang tersebut tidak mampu mempertanggungjawabkan

perbuatannya. Alasan tersebut adalah :

1. Alasan pembenar yaitu alasan yang menghilangkan sifat melawan hukum dari pelaku

tindak pidana tersebut. Perbuatan yang mulanya melawan hukum dibenarkan oleh hukum itu

sendiri, sehingga perbuatan yang dilakukan menjadi benar.

2. Alasan pemaaf yaitu alasan yang memaafkan kesalahan dari pelaku tindak pidana tersebut.

artinya pelaku tersebut tetap salah, perbuatan yang dilakukan salah namun hukum pidana

memaafkan kesalahnnya dikarenakan pelaku tersebut misal : gila, cacat otak.

Alasan pembenar selalu berkaitan dengan perbuatannya , sedangkan alasan pemaaf berkaitan

dengan orangnya.

* alasan pemaaf :

1. Diberikan kepada orang-orang tertentu meurut UU (pasal 44 KUHP)

Contoh: orang yang jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit.

Ratio dari pasal ini yaitu dikarenakan pada saat melakukan perbuatan tersebut mereka tidak

mengetahui akibat dari perbuatannya, pada umumnya perbuatan tersebut dulakukan diluar

kesadaran mereka. oleh karena itu mereka tidak dapat dipidana.

2. Daya paksa (overmacht) (pasal 48 KUHP)

Suatu keadaan dimana sesorang dihadapkan pada suatu keadaan yang memaksa baik secara

lahir maupun batin yang demikian besar, Sehingga tidak ada pilihan lagi bagi dirinya selain

melakukan perbutan sebisa-bisanya untuk melindungi dirinya. Walaupun ada pilihan dua-

duanya sama-sama memiliki akibat hukum.

Overmacht : 2 kepetingan hukum, 2 kewajiban hukum, 1 kepentingan hukum 1 kewajiban

hukum.

Contoh : Ada dua orang yang berebut papan ditengah laut, orang tersebut harus

menyingkirkan orang lain agar dia dapat bertahan pada papan tersebut .

Page 11: Catatan Kuliah Hukum Pidana

11

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

3. Noodweer exses (pembelaan yang melampaui batas) (pasal 49 ayat 2)

Pembelaan terpaksa yang melampaui batas disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat

karena serangan atau ancaman terhadap dirinya.

Contoh : Seorang wanita yang hendak diperkosa oleh seorang pria, dikarenaka dia tergoncang

jiwanya (panik) maka dia memukul pria tersebut hingga meninggal.

4. Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak dipidana jika orang tersebut melakukannya dengan

iktikad baik (51 ayat 2 KUHP)

Alasan pembenar :

1. Noodweer (Pembelaan terpaksa) (pasal 49 ayat 1 KUHP)

Pembelaan terpaksa yaitu suatu pembelaan dikarenakan ada serangan atau ancaman serangan

ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain, terhadap

kehormatan kesusilaan atau harta benda milik diri sendiri atau orang lain.

2. Melaksanakan perintah Undang-undang tidak dipidana

Contoh : penyidik melakukan perampasan harta kekayaaan tersangka, karena perintah

KUHAP.

seorang anggota militer melakukan penembakan terhadap musuh, karena peritah UU

Humaniter

3. Melaksanakan perintah jabatan yang diberikan penguasa yang berwenang tidak dipidana

(pasal 51 ayat 1 KUHP)

Co : Satpol PP melakukan penggusuran

Presiden mengeluarkan kepres terhadap institusi tertentu untuk melaksanakan perintahnya

tetapi (tetap harus dengan pertimbangan kepentingan negara bukan pribadi)

4. Alasan Penghapusan Pidana

* Alasan penghapusan penuntutan pidana adalah Penghapusan penuntutan pidana ketika

proses pidana berjalan yaitu ketika penyidikan, penuntutan. Sebelum adanya putusan hakim.

* Alasan penghapusan pelaksanaan pidana adalah Penghapusan terhadap pelaksanaan pidana

Page 12: Catatan Kuliah Hukum Pidana

12

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

yang seharusnya dijalani. Setelah ada putusan hakim.

Di dalam KUHP :

- Terdakwa mati (pasal 77 KUHP)

- Daluarsa (pasal pasal 78 KUHP)

Masa batas waktu untuk penuntutan pidana :

- pidana denda, kurungan atau penjara paling lama 3 tahun, daluarsanya : 6 tahun

- lebih dari 3 tahun : daluarsanya : 12 tahun

- hukuman mati / seumur hidup, daluarsanya : 18 tahun

# Tujuan daluarsa :

- agar ada kepastian hukum bagi si pelaku

- menuntut penegak hukum lebih profesioal

- diperkiakaan bukti - bukti telah hilang

- saksinya sudah lupa

* Ne bis in idem (pasal 76 KUHP)

Seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya pada kasus yang sama

Di luar KUHP :

* Amnesti yaitu menghapus pelaksanaan penuntutan pidana yang diberikan oleh presiden

kepada seseorang biasanya karena kejahatan politik. (Setelah putusan hakim)

* Abolisi yaitu mengapus penuntutan pidana yang diberikan oleh presiden. (Sebelum putusan

hakim)

* Asas Voletin non vit injurie yaitu asas yang diberikan kepada orang-orang tertentu oleh

hukum pidana , sehingga orang tersebut tidak dipidana.

Contoh : Orang tua memukul anaknya untuk mendidik

Page 13: Catatan Kuliah Hukum Pidana

13

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

Syarat asas ini adalah :

1. Perbuatan tersebut dianggap pantas oleh norma-norma yang lain

2. Tidak menimbulkan cacat korban

5. Ajaran Percobaan Poging (percobanbaan) (Pasal 53 KUHP)

Poging adalah tindak pidana yang tidak selesai dilakukan, dikarenakan ada sesuatu diluar

kehendak pelaku.

* Teori poging :

1. Teori subjektif yaitu melihat dari niat jahat si pelaku, sehingga patut untuk dipidana

2. Teori objektif yaitu melihat dari perbuatan si pelaku yang telah merugikan jiwa orang lain

baik psikis maupun fisik atau harta benda orang lain karena telah adanya permulaan

pelaksanaan , oleh karenanya poging harus dipidana.

* Syarat / unsur poging :

1. Ada niat jahat

2. Adanya permulaan pelaksanaan

Perbuatan tersebut telah terlaksanakan sebagian, Jadi pelaku sudah tidak dapat mengelak /

berdalih lagi.

3. Tidak selesainya perbuatan dikarenakan diluar kehendak pelaku. (bukan atas kemauan

dirinya)

* Alasan poging harus dipidana :

1. Karena pelaku sudah memiliki niat jahat

2. Telah merugikan orang lain, dari sisi psikis maupun fisik

3. Jika tidak dipidana di khawatirkan pelaku akan mengulanginya lagi.

* Sistem pemidanaan poging :

Page 14: Catatan Kuliah Hukum Pidana

14

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

Sistem pemidanaan untuk pelaku poging adalah Pidana pokok dari perbuatan yang dituju

dikurangi 1/3.

Contoh : Pembunuhan Ancaman 15 tahun penjara dikurangi 1 /3

15 – (15 x 1/3) =

15 - 5 = 10 tahun

* Poging tidak berlaku untuk seluruh Tindak pidana

1. Melakukan poging terhadap pelanggaran tidak dipidana (pasal 54 KUHP)

2. Penganiayaan (351 ayat 5 KUHP) Pelaku yang melakukan poging pada penganiayaan tidak

dipidana

6. Ajaran Dellenming (Penyertaan) (pasal 55 KUHP)

* Dellenming adalah ajaran tindak pidana tentang perbuatan pidana, dimana pelakunya lebih

dari satu orang. (Perbuatannya satu namun pelaku lebih dari satu orang )

Dellenming dipelajari dikarenakan berkaitan dengan pertanggugjawaban si pelaku

Dellenming :

* Peran pelaku

* Peran pembantu

Kelompok pelaku (Pasal 55 KUHP) :

1. Pleger (Melakukan sendiri Tindak Pidana tersebut)

2. Doenpleger (Menyuruh)

Syarat :

- Ada yg menyuruh (Aktor intelektual) (dipidana)

- Ada yg disuruh (Aktor Material) (tidak dipidana karena overmacht)

3. Medepleger (Turut melakukan bersama-sama)

Page 15: Catatan Kuliah Hukum Pidana

15

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

Syarat :

- Kesepakatan

- Kerjasama

Dengan adanya kesepakatan maka akan menimbulkan kerjasama, walaupun peran yang

dilakukannya berbeda.

Contoh : Kesepakatan terhadap tugas yang dilakukan

- Melihat situasi

- Mencongkel pintu

- Mengangkut barang

- Mengendarai motor

4. Uitloker (Membujuk)

Syarat :

- Orang yang membujuk (Urherber ) (Aktor intelektual) (dipidana)

- Orang yang dibujuk (Gemite ) (Aktor material) (dipidana dikurangi 1/3, karena tidak ada

hubungan antara niat dan perbuatan)

Pasal 56 KUHP :

1. Medeplichtige (Membantu)

Sama-sama melakukan tindak pidana dan memiliki niat yang sama.

* Perbedaan antara Doenpleger (menyuruh) dan Uitloker (membujuk)

- Orang yang disuruh tidak dipidana karena memiliki daya paksa (overmacht) adanya

ancaman dari orang yang menyuruh.

- Orang yang dibujuk dipidana karena dia melakukan perbuatan tanpa adanya ancaman, dia

mau melakukan perbuatan tersebut dengan menerima imbalan dari orang yang membujuk.

tetapi hukumannya dikurangi 1/3 karena tidak ada hubungan antara niat dan perbuatan yang

Page 16: Catatan Kuliah Hukum Pidana

16

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

dilakuakan.

- Orang yang menyuruh dan membujuk sama-sama dipidana (Pertanggung jawabannya

sebagai pelaku tanpa ada pengurangan hukuman)

Jadi kesempulannya, pada doenpleger yang di pidana hanya orang yang menyuruh

saja, sedangkan pada uitloker yang dipidana kedua-duanya , tetapi yang dibujuk hukumannya

dikurangi 1/3.

Pembatasan orang yang membujuk hanya sampai keinginan dia ketika dia membujuk,

diluar itu menjadi tanggung jawab orang yang dibujuk.

Contoh : A membujuk B untuk membunuh C, maka pertanggungjawaban A hanya

pada pembunuhan saja, jika B melakukan pencurian barang-barang C maka menjadi

tanggung jawab B secara pribadi.

7. Ajaran Samenloop / Concursus / Complicity (Perbarengan)

(Pasal 63-71 KUHP)

Concursus adalah ajaran hukum pidana yang berkaitan dengan pelaku tindak pidana ,

dimana pelaku tersebut melakukan lebih dari satu perbuatan pidana.

concursus dipelajari untuk menentukan steal / sistem hukuman terhadap pelaku.

* Macam-macam concursus :

1. Concursus idealis adalah Seseorang melakukan satu perbuatan pidana namun melanggar

lebih dari satu ketentuan pidana.

2. Concursus realis adalah Seseorang melakukan lebih dari satu perbuatan pidana dan

melanggar lebih dari satu ketentuan pidana.

3. Voortgeztte handeling adalah tindak pidana berkelanjutan.

* Macam-macam Steal / Sistem hukuman Concursus :

1. Steal kumulasi murni yaitu menjumlahkan hukuman dari masing-masing tindak pidana

Page 17: Catatan Kuliah Hukum Pidana

17

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

yang dilakukan.

Contoh : 3+6+9 = 18 tahun

2. Steal absorbsi yaitu sistem yang hanya menjatuhka hukuman pidana terberat diantara

hukuman-hukuman lainya.

Contoh : 3 tahun, 6 tahun , 9 tahun. Maka yang dijatuhkan adalah 9 tahun.

3. Steal absoprbsi yang dipertajam yaitu diambil hukuman yang terberat namun ditambah

1/3 hukuman terberat tersebut.

Contoh : 3 tahun, 6 tahun, 9 tahun,

Maka 9 + (9 x 1/3)

9 + 3 = 12 tahun

4. Kumulasi lunak / Campuran yaitu gabungan antara kumulasi dan absorbsi yang

dipertajam. cara yang digunakan adalah sistem kumulasi namun tidak boleh melebihi

absorbsi yang dipertajam.

* Concursus idealis yaitu satu perbuatan melanggar lebih dari satu pasal (Pasal 63 KUHP)

Contoh : Seseorang membunuh menggunakan senjata api dengan korban berada didalam

mobil.

Secara kasat mata perbuatan tersebut hanya satu yaitu pembunuhan namun perbuatan itu

melanggar lebih dari satu ketentua pidana yaitu

- Pembunuhan

- Perusakan barang (Perusakan kaca mobil)

- Penggunaaan senjata api

Maka hukuman yang dijatuhkan untuk pelaku menggunakan Steal Absorbsi murni yaitu

hukuman terberat diantara hukuman lainnya. Hal ini dikarenakan menurut teori Concursus

idealis perbuatan tersebut secara kasat mata hanya satu perbuatan, namun melanggar lebih

dari satu ketentuan pasal.

* Concursus Realis yaitu Seeorang melakukan lebih dari satu perbuatan dan melanggar lebih

Page 18: Catatan Kuliah Hukum Pidana

18

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

dari satu ketentuan pasal

Macam-macam Concursus realis :

1. Model satu : (pasal 65 KUHP)

Syarat :

- Dari beberapa perbuatan harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri (tidak ada

hubungannya)

- Apabila sanksi pidana pokonya satu jenis maka sanksi pidananya satu jenis.

- Menggunakan sistem komulasi lunak / campuran yaitu jumlah sanksi yang dijatuhkan tidak

boleh melebihi dari 1/3 + hukuman terberat (Pasal 65 ayat 2 KUHP)

2. Model dua : (pasal 66 KUHP)

Syarat :

- Dari beberapa perbuatan harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri (tidak ada

hubungannya)

- Apabila sangsi pidana pokok tidak sejenis

- Maka sistem pemidanaan yang dijatuhkan adalah sistem kumulasi lunak yaitu kumulasi

tetapi tidak boleh melebihi dari 1/3 + hukuman terberat (pasal 66 ayat 1 KUHP)

Contoh : 5 tahun penjara + denda + 5 bulan kurungan

Maka denda diganti oleh maksimum kurungan pengganti yang ditentukan (pasal 66 ayat 2

KUHP)

Jika orang dijatuhi pidana mati atau penjara seumur hidup maka yang digunakan adalah

sistem absorbsi murni (pasal 67 KUHP)

artinya tidak boleh dijatuhi hukuman pokok lain , kecuali pidana tambahan seperti

perampasan barang-barang tertentu.

* Voorgezette handeling yaitu perbuatan yang berkelajutan (pasal 64 KUHP)

syarat :

Page 19: Catatan Kuliah Hukum Pidana

19

RUDI PRADISETIA SUDIRDJA /FH UNPAS / 091000299 / www.rudipradisetia.blogspot.com

- Lebih dari satu perbuatan

- Antara perbuatan dengan perbuatan lainnya harus memiliki hubungan yang sedemikian rupa

sehingga dipandang sebagai perbuatan yang berlanjut

- Maka sistem pemidanaan yang harus diterapkan adalah pidana pokok yang terberat

(Absorbsi murni)

Perbuatan berkelanjutan pada prisipnya sama dengan Concursus realis untuk perbuatan dan

sama dengan Concursus idealis dalam penjatuhan sanksi

8. Ajaran Residive (Pengulangan) (Pasal 486, 487, 488 KUHP)

Syarat :

- Perbuatan yang dilakukan harus sejenis

- Antara vonis dan tindak pidana yang kedua belum melewati 5 tahun (baik saat menjalani

hukuman atau telah)

- Sanksi pidana bagi residive dikenakan pidana pokok yang pertama + 1/3

Perbedaan antar Residive dan Concursus realis

Residive = Tindak pidana ---- Vonis---- Tindak pidana

Concursus realis = Tindak pidana----Tindak pidana --- Vonis

Sehingga perbedaanya dapat dilihat dari letak vonis, jika residive tindak pidana kemudian ada

vonis dan melakukan pengulangan tindak pidana lagi.

Sedangkan untuk Concursus realis tindak pidana kemudian tidak pidana barulah di vonis.

Untuk persamaanya adalah sama-sama lebih dari satu tindak pidana.

Inilah catatan kuliah, yang dapat saya berikan. Mohon maaf bila banyak

kekurangan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semoga dapat bermanfaat

bagi rekan-rekan semua semua.

YYYYAKIN USAHA SAMPAIAKIN USAHA SAMPAIAKIN USAHA SAMPAIAKIN USAHA SAMPAI

HmI KOMISYARIAT HUKUM UNPAS & FORDISMAKUM)