Catatan Facebook Teja Buwana

273
Catatan Facebook Teja Buwana Thursday, July 23, 2009, 4:20:03 AM From Mr Chang Yen : Thursday, July 23, 2009, 4:15:05 AM | Teja Buwana "Bertutur dengan kata yang baik, berpikirlah dengan niat yang baik dan melakukan perbuatan baik. Memaafkan orang lain berarti berlaku baik pada diri sendiri. Kesuksesan adalah pengoptimalan suatu kelebihan, kegagalan adalah akumulasi dari segala kekurangan. Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki kemungkinan yang tak terhingga" Setiap Langkah adalah Anugerah Tuesday, July 21, 2009, 8:21:21 AM | Teja Buwana Kita telah banyak belajar untuk hidup di antara pijakan setiap langkah. Kita tidak pernah tahu, apakah langkah berikutnya adalah pijakan terakhir,sehingga kita belajar untuk melakukan segala sesuatu yang sanggup kita lakukan tatkala mengangkat dan memijakkan kaki serta mensyukuri langkah sebelumnya. Setiap langkah yang kita ayunkan merupakan sebuah dunia baru, dan sejak saat itulah kita menjalani kehidupan seperti ini. Kelimpahan hidup tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup, tetapi sejauh mana kita menjalani kehidupan yang bermakna bagi orang lain. Nilai manusia ....... tidak ditentukan dengan bagaimana ia mati, melainkan bagaimana ia hidup. Kekayaan manusia bukan apa yang ia peroleh, melainkan apa yang telah ia berikan. Selamat menikmati setiap langkah hidup Anda dan BERSYUKURLAH SETIAP SAAT ....... Banyak orang berpikir bagaimana mengubah dunia ini. Hanya sedikit yang memikirkan bagaimana mengubah dirinya sendiri..

description

Kumpulan Catatan Tejabuwana di facebook s/d juli 2009

Transcript of Catatan Facebook Teja Buwana

Page 1: Catatan Facebook Teja Buwana

Catatan Facebook Teja BuwanaThursday, July 23, 2009, 4:20:03 AM

From Mr Chang Yen :Thursday, July 23, 2009, 4:15:05 AM | Teja Buwana"Bertutur dengan kata yang baik, berpikirlah dengan niat yang baik dan melakukan perbuatan baik. Memaafkan orang lain berarti berlaku baik pada diri sendiri. Kesuksesan adalah pengoptimalan suatu kelebihan, kegagalan adalah akumulasi dari segala kekurangan. Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki kemungkinan yang tak terhingga"

Setiap Langkah adalah AnugerahTuesday, July 21, 2009, 8:21:21 AM | Teja BuwanaKita telah banyak belajar untuk hidup di antara pijakan setiap langkah. Kita tidak pernah tahu, apakah langkah berikutnya adalah pijakan terakhir,sehingga kita belajar untuk melakukan segala sesuatu yang sanggup kita lakukan tatkala mengangkat dan memijakkan kaki serta mensyukuri langkah sebelumnya. Setiap langkah yang kita ayunkan merupakan sebuah dunia baru, dan sejak saat itulah kita menjalani kehidupan seperti ini. Kelimpahan hidup tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup, tetapi sejauh mana kita menjalani kehidupan yang bermakna bagi orang lain. Nilai manusia ....... tidak ditentukan dengan bagaimana ia mati, melainkan bagaimana ia hidup. Kekayaan manusia bukan apa yang ia peroleh, melainkan apa yang telah ia berikan. Selamat menikmati setiap langkah hidup Anda dan BERSYUKURLAH SETIAP SAAT ....... Banyak orang berpikir bagaimana mengubah dunia ini. Hanya sedikit yang memikirkan bagaimana mengubah dirinya sendiri..

Page 2: Catatan Facebook Teja Buwana

Perbedaan Ahli Zikir dan Ahli WiridSaturday, July 18, 2009, 12:59:20 PM | Teja BuwanaKang Mazadjie pernah mengingatkan bahwa : Ahli Zikir dan Ahli Wirid itu berbeda. Mengulang ulang bacaan Misalnya Laa ilaha Illallahu…atau Allah Allah (hu hu Hu) di dalam hati berkali kali itu masih dikatakan Ahli Wirid.. belumlah Ahli Zikir Yang disebut Ahli Zikir (ingat) itu meliputi dan sekaligus (integrited): Zikir dalam ucapan, –> ingat Allah Zikir dalam hati dan –> Ingat Allah Zikir dalam laku. —> Ingat Allah ucapan, hati dan tingkah laku, harus ingat kepada Allah, kang Makaryo Jagad, yaitu : ingat perintahNYA untuk dilaksanakan ingat LaranganNYA untuk di dihindari Ingat CobaanNYA untuk di disabari Ingat NikmatNYA untuk disyukuri. empat empatnya bukan datang silih berganti, namun selalu datang bersamaan dg wajah dan memiliki sudut pandang berbeda.

Page 3: Catatan Facebook Teja Buwana

MAKRIFAT SUWUNGWednesday, July 15, 2009, 9:27:33 AM | Teja BuwanaSUWUNG SEJATI – SEJATINYA SUWUNG Catatan pendakian spiritual KI SUWUNG BUWONO setelah mencari SUWUNG SEJATI. Menurut Ki Suwung, keadaan jiwa atau hati yang telah mendapatkan wahyu atau ilham biasa dianalogikan dengan menerima CAHAYA. “Wahyu atau kata-kata Tuhan diungkapkan ke dalam bahasa manusia dengan kata CAHAYA. Sebab wahyu itu sendiri (an sich) tidak bisa diungkapkan dengan bahasa manusia. Wahyu adalah bahasa Tuhan, yang berbeda dengan bahasa manusia. Namun wahyu alias ilham bisa dipahami oleh orang yang menerimanya, bahkan hewan dan alam pun mampu memahami bahasa Tuhan” katanya menerangkan. IHLAM menurut Ki Suwung bisa ditafsirkan sebagai: DISUSUPKANNYA KEDALAM HATI YANG MAMPU MENANGKAP VIBRASI/GETARAN YANG DAPAT DIPERGUNAKAN UNTUK MEMBEDAKAN ANTARA YANG SESAT DAN YANG PETUNJUK, dan mungkin hal ini di jaman kita sekarang ini dikenal dengan istilah MATA HATI. Tibalah Ki Suwung menceriterakan akhir perjalanan spiritualnya. “Mohon maaf bila saya terpaksa harus menjabarkan ILMU MA’RIFAT, yaitu ilmu untuk mengenal dzat, sifat dan perbuatan Tuhan. Selain ilmu, hendaknya melakukan KOMUNIKASI KEPADA TUHAN SERTA PASRAH DIRI SECARA TOTAL. Kepasrahan adalah menggantungkan sikap jiwa untuk patuh kepada Tuhan dengan segenap tata cara ngelmu dan laku yang telah ditentukan, agar kita mendapatkan cahaya keimanan yang lebih dalam..” ujarnya kalem. Tidak biasa Ki Suwung berkata kata serius seperti pagi ini. Dia biasanya begejekan, suka gojeg dan sesekali biasanya dia membeberkan ilmu kawicaksanan dengan mesam-mesem. Namun kali ini, dia lain. Dia terlihat sangat serius. Matanya sesekali melihat ke langit. Mungkin menunggu petunjuk Tuhan agar dia tidak salah ucap. Berikut wawancara antara saya dengan Ki Suwung: WONG ALUS: Kenapa Tuhan memberikan perimpamaan petunjuk itu dengan dzat cahaya, kok tidak dengan air, tanah atau yang lain? KI SUWUNG: “Sebab Tuhan paham sifat-sifat cahaya. Cahaya itu bersemayam di dalam HATI ORANG-ORANG YANG TERPILIH DAN DIKEHENDAKI-NYA. Dengan cahaya itu Tuhan membimbing dan menuntun hati agar mampu memahami ayat-ayat Tuhan serta nasehat-nasehat Tuhan. Tuhan-lah yang akan ‘menghantar’ jiwa kita melayang menemui-Nya dan yang akan menunjukkan ‘jalan ruhani’ kita untuk melihat-Nya secara ‘nyata’. Dengan ‘cahaya-Nya’, kita bisa membedakan petunjuk dari syetan atau dari Tuhan swt. Sehingga kita diharapkan untuk selalu bersungguh-sungguh berjalan di jalan Tuhan, sehingga Dia akan memberi cahaya kepada manusia yang menuju jalan-jalan Tuhan, yaitu jalan kebenaran. WONG ALUS: Lantas apa syarat untuk mendapatkan cahaya petunjuk? KI SUWUNG: hendaknya kita melakukan perbuatan yang diwajibkan dan dianjurkan-Nya, terus menerus mengingat-Nya secara kontinyu baik berdiri, duduk, maupun berbaring jiwa selalu terjaga. Sebab didalam setiap perilaku itu sejatinya selalu berhadapan dengan Tuhan.Dan akhirnya Tuhan menyambut ingatan kita, dengan sambutan kasih sayang serta memberinya cahaya penerang bagi hatinya yang merelakan dan membuka untuk menerima Tuhan sebagai junjungannya, dengan ditandai rasa tenang yang luar biasa. WONG ALUS: Saya masih kurang jelas tentang

Page 4: Catatan Facebook Teja Buwana

perjalanan rohani yang katanya penuh dengan hambatan, apa saja hambatan untuk bertemu Tuhan?. KI SUWUNG: Dalam agama, hambatan ini kerap ditunjuk dengan istilah HIJAB. Istilah ini muncul setelah orang mulai serius mendalami pengetahuan tentang TATA CARA MENGENAL TUHAN dengan segala cara ibadah sampainya seseorang kepada tingkat IKHLAS. Yaitu ORANG YANG BENAR-BENAR BERADA DALAM KEADAAN RELA DAN MENERIMA TUHAN SEBAGAI TUHANNYA SECARA TRANSENDEN. Hijab adalah tirai penghalang lajunya JIWA menuju SANG PENCIPTA. Penghalang itu adalah kabut yang menutupi MATA HATI, sehingga hati tidak mampu melihat kebenaran yang datang dari Tuhan. CAHAYA TUHAN tidak bisa ditangkap dengan pasti. Dengan demikian manusia akan selalu berada dalam keragu-raguan atau was-was. Karena ketertutupan atau terhijabnya kita atas keberadaan Tuhan disebabkan kebodohan dan sangkaan akan Tuhan yang keliru. WONG ALUS: Jadi hati merupakan pusat dari segala keburukan juga ya? KI SUWUNG: Benar, hati memang pusat kemunafikan, kemusyrikan, dan merupakan pusat dari apa yang membuat seorang manusia menjadi manusiawi. Dan pusat ini merupakan tempat dimana mereka bertemu dengan Tuhannya. Merupakan janji Tuhan saat fitrah manusia menanyakan dimanakah Tuhan? Lalu, Tuhan menyatakan diri-Nya berada SANGAT DEKAT. Pertanyaan tentang keberadaan Tuhan sering kali kita mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan, bahkan kita mendapatkan cemoohan sebagai orang yang terlalu mengada-ada. Padahal, menanyakan keberadaan Tuhan adalah merupakan pertanyaan dasar manusia. Didalam kitab suci disebutkan bahwa keberadaan Tuhan sebagai wujud yang sangat dekat. Jawaban atas pertanyaan dimanakah Tuhan diungkap dengan jawaban secara DIMENSIONAL. Jawaban-jawaban tersebut tidak sebatas itu, akan tetapi dilihat dari perspektif seluruh sisi pandangan manusia seutuhnya. Saat pertanyaan itu terlontar “dimanakah Tuhan “, Tuhan menjawab “….Aku ini dekat “, kemudian jawaban meningkat sampai kepada “Aku lebih dekat dari urat leher kalian…atau dimana saja kalian menghadap disitu wujud wajah-Ku ….dan Aku ini maha meliputi segala sesuatu.” Keempat jawaban tersebut menunjukkan bahwa TUHAN TIDAK BISA DILIHAT HANYA DARI SATU DIMENSI SAJA, AKAN TETAPI TUHAN MERUPAKAN KESEMPURNAAN WUJUD-NYA Sangat jelas sekali bahwa Tuhan menyebut dirinya “AKU” BERADA MELIPUTI SEGALA SESUATU, dan DIMANA SAJA ENGKAU MENGHADAP DISITU WAJAH-KU BERADA!!! Kalau kita perhatikan jawaban Tuhan, begitu lugas dan tidak merahasiakan sama sekali akan wujud-Nya. WONG ALUS: Ya, sangat sepakat Ki, namun bagi saya Tuhan masih sulit saya pahami. Mohon pencerahan… KI SUWUNG: Ilmu Tuhan memang tidak mudah. Karena kesederhanaan Tuhan ini sudah dirusak oleh anggapan bahwa Tuhan sangat jauh. Dan kita hanya bisa membicarakan Tuhan nanti di alam surga. Untuk mengembalikan prasangka kepada pemahaman yang benar kita hendaknya memperhatikan peringatan Tuhan, bahwa Tuhan tidak bisa disetarakan dengan makhluq-Nya. Tuhan sebagai wujud sejati biasanya ditafsirkan dengan sifat-sifat Nya yang meliputi segala sesuatu. Akan tetapi kalau Tuhan ditafsirkan dengan sifat-sifat-Nya, yang meliputi segala sesuatu akan timbul pertanyaan, kepada apanya kita menyembah? Apakah kepada ilmunya, kepada kekuasaan-Nya atau kepada

Page 5: Catatan Facebook Teja Buwana

wujud-Nya? Kalau dijawab dengan kekuasan-Nya atau dengan ilmu-Nya maka akan bertentangan dengan kehendak Tuhan Sebab manusia diperintahkan menghadapkan wajahnya kepada wajah Dzat yang Maha Mutlak. Sekaligus menghapus pernyataan selama ini yang justru menjauhkan pengetahuan kita tentang dzat, kita menjadi takut kalau membicarakan dzat, padahal kita akan menuju kepada pribadi. TUHAN, BUKAN NAMA, BUKAN SIFAT DAN BUKAN PERBUATAN TUHAN. KITA AKAN BERSIMPUH DIHADAPAN SOSOK-NYA YANG SANGAT DEKAT. WONG ALUS: Berarti hubungan antara dzat, sifat, nama dan perbuatan Tuhan itu erat ya Ki, mohon penjelasan? KI SUWUNG: Pemikiran tentang Tuhan pasti menyinggung hubungan antara dzat, sifat, dan perbuatan Tuhan. Diterangkan bahwa dzat meliputi sifat. Sifat menyertai nama. Nama menandai perbuatan. Hubungan-hubungan ini bisa diumpamakan seperti madu dengan rasa manisnya, pasti tidak dapat dipisahkan. Sifat menyertai nama, ibarat matahari dengan sinarnya, pasti tidak bisa dipisahkan. Nama menandai perbuatan, seumpama cermin, orang yang bercermin dengan bayangannya, pasti segala tingkah laku yang bercermin, bayangannya pasti mengikutinya. Perbuatan menjadi wahana dzat, seperti samudra dengan ombaknya, keadaan ombak pasti mengikuti perintah samudra. Uraian di atas menjelaskan, betapa eratnya hubungan antara dzat, sifat, nama dan perbuatan Tuhan. Hubungan antara dzat, dan sifat ditamsilkan laksana hubungan antara madu dan rasa manisnya. Meskipun pengertian sifat bisa dibedakan dengan dzat namun keduanya tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. WONG ALUS: Kalimat Tuhan meliputi segala sesuatu adalah kesempurnaan ..dzat , sifat, asma, dan perbuatan. Sebab kalau hanya disebut sifatnya saja yang meliputi segala sesuatu, lantas ada pertanyan, sifat itu bergantung kepada apa atau siapa ? KI SUWUNG: Ya, jelas akan bergantung kepada pribadi (Aku) yang memiliki sifat. Kemudian kalau sifat yang meliputi segala sesuatu, kepada siapakah kita menghadap? Kepada Dzat atau sifat Tuhan. Kalau sifat Tuhan sebagai obyek ibadah kita, maka kita telah tersesat, sebab sifat, asma dan perbuatan Tuhan bukanlah sosok dzat yang Maha Mutlak itu sendiri. Semua selain Tuhan adalah AKIBAT ADANYA DZAT. Seperti adanya alam, adanya malaikat, adanya jin dan manusia. Semua ada karena adanya DZAT YANG MAHA AWAL. Seperti perumpamaan madu dan manisnya, sifat manis tidak akan ada kalau madu itu tidak ada. Dan sifat manis itu bukanlah madu. Sebaliknya madu bukanlah sifat manis. Artinya sifat manis tergantung kepada adanya “madu”. Apakah Dzat itu, … seperti apa? Apakah ada orang yang mampu menjabarkan keadaannya ? Singkat kata, dualitas berkaitan dengan sifat diskursus manusia tentang Tuhan. Untuk bisa memahami Tuhan, kita harus mengerti keterbatasan-keterbatasan konsepsi kita sendiri, karena menurut perspektif ketakperbandingan tak ada yang bisa mengenal Tuhan kecuali Tuhan sendiri. Karena itu kita punya pengertian tentang Tuhan, TUHAN KONSEPSI SAYA DAN “TUHAN” KONSEPSI HAKIKI, YANG BERADA JAUH DILUAR KONSEPSI SAYA. Tuhan yang dibicarakan selalu berkaitan dengan Tuhan dalam “konsepsi saya”. Konsepsi Dzat yang hakiki tidak bisa kita fahami, baik oleh saya maupun Anda. Karena itu kita tidak bisa berbicara tentangnya secara bermakna. bagaimana kita bisa memahami tentang Dia, sedang kata-kata yang

Page 6: Catatan Facebook Teja Buwana

ada hanya melemparkan kita keluar dari seluruh konsepsi manusia. Seperti, Dia yang Awal dan yang akhir, Dia yang tampak dan yang tersembunyi, cahaya-Nya tidak di timur dan tidak di barat, tidak laki-laki dan tidak tidak perempuan, tidak serupa dengan ciptaan-Nya. Kenyataan Tuhan tidak bisa dikenal dan diketahui berasal dari penegasan dasar bahwa DIA tidak sama dengan sesuatu. Karena tuhan secara mutlak dan tak terbatas benar-benar Dzat maha tinggi, sementara kosmos berikut segala isinya hanya bersifat RELATIF maka realitas Tuhan berada jauh diluar pemahaman realitas makhluk. Dzat yang maha mutlak tidak bisa dijangkau oleh yang relatif. Kita dan kosmos (alam) berhubungan dengan Tuhan melalui sifat-sifat-Nya yang menampakkan jejak-jejak dan tanda-tandanya dalam eksistensi kosmos. Kita tidak bisa mengenal dan mengetahui Tuhan dalam dirinya sendiri, tetapi hanya sejauh Tuhan mengungkapkan diri-Nya melalui kosmos (sifat, nama, perbuatan). Sifat, nama, dan perbuatan, secara relatif bisa dirasakan dan difahami MAKNANYA. Akan tetapi DZAT adalah realitas mutlak. Dan untuk memahami secara hakiki harus mampu MENIADAKAN ATAU MEMFANAKAN DIRI, … yaitu memahami bahwa KEBERADAAN MAKHLUK BERSIFAT TIADA. WONG ALUS: ada gambaran yang sederhana Ki, saya sangat bingung? KI SUWUNG: Ketika kita melihat kereta api berjalan diatas rel, terbetik dibenak kita suatu pertanyaan. Bagaimana roda-roda yang berat itu bisa bergerak dan lari. Tak lama kemudian kita akan sampai kepada pemikiran tetang alat-alat dan mesin-mesin itulah yang menggerakkan roda yang berat itu. Adakah setelah itu kita dibenarkan jika berpendapat bahwa alat kereta itu sendiri yang menggerakkan kereta tersebut. Perkaranya tidak semudah itu, sebab kita tidak boleh mengabaikan bahwa disana ada masinis yang mengendalikan mesin. Kemudian ada insinyur yang menciptakan rancangan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan, maka pada hakekatnya tak ada wujud bagi kereta itu, dan tidaklah mungkin terjadi gerakan dan perputaran pada roda-roda tanpa kerja insinyur. Mesin-mesin itu bukanlah akhir dari cerita sebuah kereta api, akan tetapi hakikat yang paling akhir adalah akal yang telah mengadakan mesin itu, kemudian menggerakkan menurut rencana yang telah dipersiapkan. Mengikuti ilustrasi realitas kereta api, mulai dari gerbong yang digerakkan oleh roda-roda, kemudian roda-roda digerakkan oleh mesin, mesin digerakkan oleh masinis, dan semua itu direncanakan, oleh yang menciptakan yaitu insinyur. Pertanyaan terakhir adalah : “Mungkinkah roda-roda, mesin, dan alat-alat kereta api itu mampu melihat yang menciptakan?” Jawabannya adalah insinyur itu sendiri yang mengetahui akan dirinya, sebab kereta api dan insinyur berbeda keadaan dan bukan perbandingan. Realitas instrumen kereta api tidak ada satupun yang serupa jika dibandingkan dengan keadaan realitas insinyur. Kemudian mengetahui keadaan realitas kereta api dari awal sampai akhir, merupakan kefanaan atau penafian bahwa realitas kereta api adalah ciptaan semata. Realitas bahwa Dzat tuhan tidak bisa dibandingkan dengan sesuatu berlaku sampai di akhirat kelak. Walaupun Tuhan sendiri mengatakan bahwa manusia di alam surga akan melihat realitas Tuhan secara nyata atas eksistensi Tuhan, bukan berarti kita melihat dengan perbandingan pikiran manusia. Yang dimaksud melihat secara hak disini adalah kesadaran jiwa muthmainnah yang telah lepas dari ikatan alam atau kosmos. WONG ALUS:

Page 7: Catatan Facebook Teja Buwana

Inikah yang disebut SUWUNG? KI SUWUNG: Ya, atau biasa disebut FANA keadaan ini manusia dan alam seperti keadaan sebelum diciptakan yaitu keadaan masih kosong awang uwung atau SUWUNG kecuali DIA sendiri yang ada. Tidak ada yang mengetahui keadaan ini kecuali Tuhan sendiri. Keadaan awal tidak ada yang wujud selain Tuhan, tidak ada ruang, tidak ada waktu, tidak ada alam apapun yang tercipta. Ada yang menarik dalam peristiwa “pertemuan” nabi Musa dengan Tuhan dulu. Itulah keadaan SUWUNG manusia dan alam. Yakni keadaan hancur luluh lantak keadaan gunung Thursina dan keadaan Musa EKSTASE jatuh PINGSAN. Setelah gunung itu hancur dan Musa-pun jatuh pingsan, TIDAK SATUPUN YANG TERLINTAS REALITAS APAPUN DIDALAM PERASAN MUSA DAN FIKIRANNYA, KECUALI IA TIDAK TAHU APA-APA. Yaitu realitas konsepsi manusia dan alam tidak ada (fana). Dalam keadaan inilah Musa melihat realita Tuhan, bahwa benar Tuhan tidak bisa dibandingkan oleh sesuatu apapun. Kemudian Musa kembali sadar memasuki realitas dirinya sebagai manusia dan alam. Musa berkata :aku orang yang pertama-tama beriman..dan percaya bahwa Tuhan tidak seperti konsepsi “saya”. Setelah kita mengetahui dan faham akan Dzat, sifat, dan perbuatan Tuhan, teranglah fikiran dan batin kita, sehingga secara gamblang kedudukan kita dan Tuhan menjadi jelas, yaitu yang hakiki dan yang bukan hakiki. Terbukalah mata kita dari ketidaktahuan akan Dzat. Ketidaktahuan inilah yang saya maksudkan dengan tertutupnya hijab, sehingga perlu disadarkan oleh kita sendiri dan kemudian mengenal-Nya (ma’rifat) WONG ALUS: berarti prasangka terhadap Dia merupakan hijab ya ki? KI SUWUNG: Begitulah kenyataannya. Tiada sesuatu benda yang MENUTUPI engkau dari Tuhan, tetapi yang menghijab engkau adalah PERSANGKAANMU ADANYA SESUATU DISAMPING TUHAN, sebab segala sesuatu selain dari Tuhan itu pada hakikatnya tidak ada sebab yang wajib ada hanya Tuhan, sedang yang lainnya terserah kepada belas kasihan Tuhan untuk diadakan atau ditiadakan. Seorang arif berkata : Semua makhluk ini bagaikan adanya bayangan pohon di dalam air. Maka ia tidak akan menghalangi jalannya perahu. Maka hakikat yang sebenarnya tiada sesuatu benda apapun disamping Tuhan untuk menutupi pandanganmu dari Tuhan. Hanya engkau sendiri mengira bayangan itu sebagai Tuhan. Ibarat seseorang yang bermalam disuatu tempat, tiba-tiba pada malam hari ketika ia akan buang air, terdengar suara angin yang menderu masuk lobang sehingga persis sama dengan suara harimau, maka ia tidak berani keluar. Tiba pada pagi hari ia tidak melihat bekas-bekas harimau, maka ia tahu bahwa itu hanya tekanan angin yang masuk ke lobang, bukan tertahan oleh harimau, hanya karena perkiraan adanya harimau. Pertanyaan demi pertanyaan timbul dari ketidaktahuan (hijab), kenyataaan bahwa Tuhan sangat dekat tertutup oleh kebodohan ilmu kita selama ini. Tuhan seakan jauh diluar sana sehingga kita tidak merasakan kehadiran-Nya yang terus menerus berada dalam kehidupan kita. Dari keterangan diatas menyimpulkan bahwa kita ternyata telah salah kaprah mengartikan sosok dzat selama ini, yang kita sangka adalah konsepsi “saya”, bukan konsepsi hakiki, yaitu wujud yang tak terbandingkan oleh perasaan, pikiran , mata hati, dan seterusnya. TUHAN KITA ADALAH TUHANNYA MUSA, … TUHANNYA IBRAHIM, … TUHANNYA ISA, TUHANNYA MUHAMMAD, TUHAN KITA

Page 8: Catatan Facebook Teja Buwana

SEMUA … YAITU YANG MAHA TAK TERJANGKAU OLEH APAPUN. WONG ALUS: Wah, penjelasan Panjenengan sangat gamblang namun sangat sulit saya pahami ki. Saya hanya bisa merekam dalam tape recorder yang saya bawa ini. Mudah-mudahan nanti bila saya tuliskan di blog tidak salah tafsir. Ada pesan ki? KI SUWUNG: Semoga atas ijin-Nya. Saya hanya berpesan kini saatnya kita KONSENTRASI kepada DZAT…bukan kepada SIFAT: Sembahlah AKU …, sehingga SUWUNGLAH DIRI DAN ALAM SEMESTA. Setelah kita mengetahui dan mengenal Tuhan secara ilmu, maka semakin mudahlah kita untuk memulai berkomunikasi dan berjalan menuju kepada-Nya. KITA TELAH MEYAKINI BAHWA KITA AKAN KEMBALI KEPADA-NYA SEKARANG. TIDAK BESOK LUSA ATAU KAPAN-KAPAN…. ^^^^^ Dipetik dari : http://wongalus.wordpress.com/

Page 9: Catatan Facebook Teja Buwana

MENGUNGKAP MISTERI TUHAN ZAT TERTINGGIWednesday, July 15, 2009, 3:09:39 AM | Teja Buwana(DIKAITAN DENGAN CAUSA PRIMA, EPISENTRUM, HAKEKAT, MISTERI TUHAN, PANUNGGAL JATI, RAHASIA TUHAN, SIFAT DZAT) WIRID PURBA JATI Seluruh manusia, dalam benaknya memiliki rasa keingintahuan tentang wujud Tuhan. Maka lazim lah manusia membayangkan bagaimana gambaran keadaan Tuhan itu sebenarnya. Dalam beberapa agama samawi, menggambarkan keadaan Tuhan adalah “ranah terlarang” atau ruang lingkup yang musti dihindari, tidak menjadi pembahasan dengan obyek Dzat secara datail dan gamblang. Dengan alasan bahwa Tuhan sebagai Dzat yang amat sangat sakral. Maka menggambarkan keadaan Dzat Tuhan pun manusia dianggap tidak akan mampu dan akan menemui kesalahan persepsi, yang dianggap beresiko dapat membelokkan pemahaman. Hal itu wajar karena menggambarkan Tuhan secara vulgar dapat mengakibatkan konsekuensi buruk. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi “pembendaan” Tuhan sebagai upaya manusia mengkonstruksi imajinasinya secara konkrit. Maka atas alasan tersebut terdapat asumsi bahwa upaya manusia menggambarkan keadaan Tuhan denga cara apapun pasti salah. Namun demikian, lain halnya dengan agama-agama “bumi” dan ajaran atau kearifan-kearifan lokal yang berusaha menggambarkan keadaan Tuhan dengan cara arif dan hati-hati. Manusia berusaha menjelaskan secara logic dalam asas hierarchis, sesuai dengan kemampuan nalar, akal budi, dan hati nurani yang dimiliki manusia. Ditempuh melalui “laku” spiritual dan olah batin yang mendalam dan berat serta mengerahkan kemampuan akal budi (mesu budi). PIJAKAN SASMITA Dzat adalah mutlak, Jumenengnya Dzat Maha Wisesa kang Langgeng Ora Owah Gingsir, dalam bahasa Timteng lazimnya disebut Qadim, yang azali abadi. Kalimat ini mempunyai maksud berdirinya “sesuatu tanpa nama” yang ada, mandiri dan paling berkuasa, mengatasi jagad raya sejak masih awang-uwung. Di sebut maha kuasa artinya, Dzat yang tanpa wujud, berada merasuk ke dalam energi hidup kita. Tetapi banyak yang tidak mengerti dan memahami, karena keber-ada-annya lebih-lebih samar, tanpa arah tanpa papan (gigiring punglu), tanpa teman, tanpa rupa, sepi dari bau, warna, rupa, bersifat elok, bukan laki-laki bukan perempuan, bukan banci. Dzat dilambangkan sebagai “kombang anganjap ing tawang” kumbang hinggap di awang-awang, hakekatnya tersebutlah “latekyun”, oleh karena keadaan yang belum nyata. Artinya, hidup adalah sifat dari Hyang Mahasuci, menyusup, meliputi secara komplet atas jagad raya dan isinya. Tidak ada tempat yang tanpa pancaran Dzat. Seluruh jagad raya penuh oleh Dzat, tiada celah yang terlewatkan oleh Dzat, baik “di luar” maupun “di dalam”. Dzat menyusup, meliputi dan mengelilingi jagad raya seisinya. Demikianlah perumpamaan keber-ada-an Pangeran (Tuhan) Yang Mahasuci, ialah yang terpancar di dalam hidup kita pribadi. Dzat merupakan sumber dari segala sumber adanya jagad raya seisinya. Retasan dari Dzat Yang Mahasuci dalam mewujud makhluk ciptaanNya, dapat digambarkan dalam alur yang bersifat hirarkhis sebagai berikut; 1. Dzat; Hyang Mahasuci, Maha Kuasa, Dzatullah; sumber dari segala sumber adanya jagad raya dan seluruh isinya. “Nalikå awang-awang – uwúng-uwung, dèrèng wóntên punåpå punåpå, Hyang Måhå Kawåså manggèn wóntên satêngahíng

Page 10: Catatan Facebook Teja Buwana

kawóntênan, nyíptå dumadósíng pasthi. Wóntên swantên ambêngúng ngêbêgi jagad kadós swantêníng gênthå kêkêlêng. Ingriku wóntên cahyå pacihang gumêbyar mungsêr bundêr kadós antigå (tigan) gumandhúl tanpå canthèlan. Énggal dipún astå déníng Hyang Måhå Kawåså, dipún pujå : lalu meretaslah Kayyun. 2. Kayu/kayyun; yang hidup/atma/wasesa, menjadi perwujudan dari Dzat yang sejati, memancarkan energi hidup. Kayun yang mewujud karena “disinari” oleh Dzat sejati. Dilambangkan sebagai kusuma anjrah ing tawang, yakni bunga yang tumbuh di awang-awang, dalam martabatnya disebut takyun awal, kenyataan awal muasal. Segala yang hidup disusupi dan diliputi energi kayu/yang hidup. 3. Cahaya dan teja, nur, nurullah; pancaran lebih konkrit dari kayun. Teja menjadi perwujudan segala yang hidup, karena “disinari” kekuasaan atma sejati. Dilambangkan sebagai tunjung tanpo telogo, bunga teratai yang hidup tanpa air. Berbeda dengan api, cahaya tidak memerlukan bahan bakar. Cahaya mewujud sebagai hakikat pancaran dari yang hidup. Di dalam cahaya tidak ada unsur api (nafsu) maka hakikat cahaya adalah jenjem-jinem, ketenangan sejati, suci, tidak punya rasa punya. Hakikatnya hanyalah sujud/manembah yang digerakkan oleh energi hidup/kayun, yakni untuk manembah kepada Dzat yang Mahasuci. Dalam martabatnya disebut takyunsani, kenyataan mewujud yang pertama. Ruh yang mencapai kamulyan sejati, di dalam alam ruh kembali pada hakikat cahaya. Sebagai sifat hakekat “malaikat”. 4. Rahsa, rasa, sir, sirullah; sebagai perwujudan lebih nyata dari cahaya. Sumber rahsa berasal dari terangnya cahaya sejati. Dilambangkan isine wuluh wungwang, artinya tidak kentara; tidak dapat dilihat tetapi dapat dirasakan. Maka dalam martabat disebut akyansabitah. Ketetapan menitis, menetes, dalam eksistensi sebagai sir. Yakni menetes/jatuhnya cahaya menjadi rasa. 5. Roh, nyawa, sukma, ruh, ruhullah. Sebagai perwujudan dari hakekat rasa. Sebab dari terpancarnya rasa sejati, diumpamakan sebagai tapaking kuntul nglayang. Artinya, eksistensi maya yang tidak terdapat bekas, maka di dalam martabat disebut sebagai akyankarijiyah. Rasa yang sesungguhnya, keluar dalam bentuk kenyataan maya. Karena ruh diliputi rahsa, wujud ruh adalah eksistensi yang mempunyai rasa dan kehendak, yakni kareping rahsa; kehendak rasa. Tugas ruh sejati adalah mengikuti kareping rahsa atau kehendak rasa, bukan sebaliknya mengikuti rasanya kehendak (nafsu). Ruh sejati/roh suci/ruhul kuddus harus menundukkan nafsu. 6. Nepsu, angkara, sebagai wujud derivasi dari roh, yang terpancar dari sinar sukma sejati. Hakikat nafsu dilambangkan sebagai latu murup ing telenging samudra. Nafsu merupakan setitik kekuatan “nyalanya api” di dalam air samudra yang sangat luas. Artinya, nafsu dapat menjadi sumber keburukan/angkara (nila setitik) yang dapat “menyala” di dalam dinginnya air samudra/sukma sejati nan suci (rusak susu sebelanga). Disebut pula sebagai akyanmukawiyah, (nafsu) sebagai kenyataan yang “hidup” dalam eksistensinya. Paradoks dari tugas roh, apabila nafsu lah yang menundukkan roh, maka manusia hanya menjadi “tumpukan sampah” atau hawa nafsu angkara. Mengikuti rasanya keinginan (rahsaning karep). 7. Akal-budi, disebut juga indera. Keberadaan nafsu menjadi wahana adanya akal-budi. Dilambangkan sebagai kudha ngerap ing pandengan, kudha nyander kang kakarungan. Akal-budi letaknya di dalam nafsu, diibaratkan sebagai “orang lumpuh mengelilingi bumi”.

Page 11: Catatan Facebook Teja Buwana

Adalah tugas yang amat berat bagi akal-budi; yakni menuntun hawa nafsu angkara kepada yang positif/putih (mutmainah). Sehingga diumpamakan wong lumpuh angideri jagad; orang lumpuh yang mengelilingi bumi. Disebut juga akyanmaknawiyah. Kemenangan akal-budi menuntun hawa nafsu ke arah yang positif dan tidak merusak, maka akan melahirkan nafsu baru, yakni nafsul mutmainah. 8. Jasad/badan/raga. Merupakan perwujudan paling konkrit dari ruh (mahujud), dan retasan berasal dari derivasi terdekatnya yakni panca indera sejati. Jasad menjadi wahana adanya sifat. Jasad menjadi bingkai sifat, diumpamakan sebagai kodhok kinemulan ing leng. Kodhok personifikasi dari sifat manusia yang rendah, karena cenderung mengikuti hawa nafsu (rasaning karep), diselimuti oleh liang/rumah kodhok; liang adalah personifikasi dari jasad. Sifat-sifat manusia yang masih tunduk oleh jasad, merupakan gambaran Dzat sifat yang masih terhalang dan dikendalikan oleh sifat ke-makhluk-an. Sifat-sifat Dzat Tuhan dalam diri manusia masih diliputi oleh sifat kedirian manusia. Sebaliknya, pencapaian kemuliaan hidup manusia dilambangkan sebagai kodhok angemuli ing leng, kodok menyelimuti liangnya, apabila jasad keberadaannya sudah “di dalam”. Artinya hakekat manusia sudah diliputi oleh sifat Dzat Tuhan. SISTEMATIKA MENUJU DZAT Ketetapan jasad ditarik oleh akal Ketetapan akal ditarik oleh nafsu Ketetapan nafsu ditarik oleh roh Ketetapan roh ditarik oleh sir Ketetapan sir ditarik oleh nur Ketetapan nur ditarik oleh kayun Ketetapan kayu/kayun ditarik oleh Dzat TANGGA UNTUK “BERTEMU” TUHAN (PARANING DUMADI) Dari uraian di atas, tampak jelas bahwa manusia memiliki dua kutub yang saling bertentangan. Di satu sisi, kutub badan kasar atau jasad yang menyelimuti akal budi sekaligus nafsu angkara. Jasad (fisik) juga merupakan tempat bersarangnya badan halus/astral/ruh (metafisik), di lain sisi. Manusia diumpamakan berdiri di persimpangan jalan. Tugas manusia adalah memilih jalan mana yang akan dilalui. Tuhan menciptakan SEMUA RUMUS (kodrat) sebagai rambu-rambu manusia dalam menata hidup sejati. Masing-masing rumus memiliki hukum sebab-akibat. Golongan manusia yang berada dalam kodrat Tuhan adalah mereka yang menjalankan hidup sesuai rumus-rumus Tuhan. Setiap menjalankan rumus Tuhan akan mendapatkan “akibat” berupa kemuliaan hidup, sebaliknya pengingkaran terhadap rumus akan mendapatkan “akibat” buruk (dosa) sebagai konsekuensinya. Misalnya; siapa menanam; mengetam. Rajin pangkal pandai. (lihat dalam Wirayat Laksita Jati). Tugas manusia adalah menyelaraskan sifat-sifat kediriannya ke dalam “gelombang” Dzat sifat Tuhan. Dalam ajaran Kejawen lazim disebut manunggaling kawula gusti; dua menjadi satu, atau dwi tunggal. Kodrat manusia yang lahir ke bumi adalah mensucikan jasad, jasad yang diliputi oleh Dzat sifat Tuhan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut; “Jasad dituntun oleh keutamaan budi, budi terhirup oleh hawanya nafsu, nafsu (rahsaning karep) diredam oleh kekuasaan sukma sejati, sukma diserap mengikuti rasa sejati (kareping rahsa), rahsa luluh melebur disucikan oleh cahaya, cahaya terpelihara oleh atma (energi yang hidup), atma berpulang ke dalam Dzat, Dzat adalah qadim ajali abadi”.

Page 12: Catatan Facebook Teja Buwana

WIRID PURBA JATI : MENGENALI JATI DIRI; Hakekat Neng, Ning, Nung, NangSunday, July 12, 2009, 10:10:18 PM | Teja BuwanaWIRID SALOKA JATI Wirid Saloka Jati digelar sebagai upaya para leluhur bangsa kita untuk menjabarkan keadaan jati diri kita. Sebagaimana kebiasaan leluhur nenek moyang kita, dengan tujuan agar supaya “kawruh lan ngelmu” lebih mudah dipahami para generasi penerus bangsa maka digunakanlah sanepa, saloka, kiasan, perumpamaan, dan perlambang. Dalam acara ritual atau upacara tradisi; perlambang, saloka, dan sanepa ini diwujudkan ke dalam ubo rampe atau syarat-syarat yang terdapat dalam sesaji. Serat ini menggelar arti dari kalimat kiasan (saloka), yakni perumpamaan mengenai suatu makna yang dimanifestasikan dalam bentuk peribahasa. Mulai dari eksistensi yang dicipta-Yang mencipta, eksistensi jiwa, sukma, hingga eksistensi akal budi. Yang akan meneguhkan keyakinan kepada Gusti Pengeran (Tuhan Yang Mahamulia). Peribahasa dalam terminologi Jawa sebagai “pasemon” atau kiasan. Kiasan diciptakan sebagai pisau analisa, di samping memberi kemudahan pemahaman akan suatu makna yang sangat dalam, rumit dicerna dan sulit dibayangkan dengan imajinasi akal-budi. Berikut ini saloka yang paling sering digunakan dalam berbagai wacana falsafah Kejawen. 1. Gigiring Punglu; Gigiring mimis; Merupakan perumpamaan akan ke-elokan Zat Tuhan. Yakni perumpamaan hidup kita, tanpa titik kiblat dan tanpa tempat, hanya berada di dalam hidup kita pribadi. 2. Tambining Pucang; Menunjukkan ke-elokan Zat Tuhan, ke-ada-an Tuhan itu dibahasakan bukan laki-laki bukan perempuan atau kedua-duanya. Dan bukan apa-apa, seperti apa sifat sebenarnya, terproyeksikan dalam sifat sejatinya hidup kita pribadi. 3. Wekasaning Langit; batas langit ; umpama batas jangkauan pancaran cahaya. Yakni pancaran cahaya kita. Sedangkan tiadanya batas jangkauan cahaya, menggambarkan keadaan sifat kita. 4. Wekasaning Samodra tanpa tepi; berakhirnya samodra tiada bertepi; maksudnya ibarat batas akhir daya jangkauan rahsa atau rasa (sirr). Mengalir sampai ke dalam sejatinya warna kita. 5. Galihing Kangkung; galih adalah bagian kayu yang keras atau intisari di dalam pohon) galihnya pohon kangkung (kosong); maksudnya, perumpamaan ke-ada-an sukma, yang merasuk ke dalam jasad kita. Ada namun tiada. 6. Latu sakonang angasataken samodra; bara api setungku membuat surut air samodra. Menggambarkan keluarnya nafsu yang bersinggasana di dalam pancaindra, dapat membuat sirna segala kebaikan. 7. Peksi miber angungkuli langit; burung terbang melampaui langit. Menggambarkan kekuatan akal budi kita yang bersemayam di dalam penguasaan nafsu, namun sesungguhnya akal budi mampu mengalahkan nafsu. 8. Baita amot samodra; perahu memuat samodra; baita atau perahu kiasan untuk badan kita, sedangkan samodra merupakan kiasan untuk hati kita. Secara fisik hati berada di dalam jasad. Tetapi secara substansi jasad lah yang lebih kecil dari hati. 9. Angin katarik ing baita ; angin ditarik oleh perahu. Menggambarkan pemberhentian nafas kita dalam jasad, sedangkan keluarnya nafas dari dalam jasad kita pula. Dalam jagad besar, prinsip fisika merumuskan angin lah yang menarik atau mendorong perahu. Sebaliknya dalam jagad kecil, rumus biologis maka badan lan yang menarik angin. Ini menggambarkan prinsip imbal balik jagad besar dan jagad kecil. 10. Susuhing angin ; sarangnya angin. Menggambarkan terminal

Page 13: Catatan Facebook Teja Buwana

sirkulasi nafas kita berada dalam jantung. 11. Bumi kapethak ing salebeting siti; bumi ditanam di dalam tanah. Menggambarkan asal muasal jasad kita berasal dari tanah, kelak pasti akan kembali (terkubur) menjadi tanah. 12. Mendhet latu adadamar (mengambil bara sambil membawa api); atau latu wonten salebeting latu (bara di dalam bara); atau latu binesmi ing latu (bara terbakar oleh bara); menggambarkan badan kita berasal dari bara api, selalu mengeluarkan api, keadaan untuk menggambarkan sumber dan keluarnya hawa nafsu kita. 13. Barat katiup angin; atau angin anginte prahara; angin tertiup angin. menggambarkan wahana yang menghidupkan badan kita berasal dari udara, selalu mengeluarkan udara, yakni nafas kita. 14. Tirta kinum ing toya (air tertelan oleh air), atau ngangsu rembatan toya (menimba dengan air); atau toya salebeting toya (air di dalam air); menggambarkan badan kita berasal dari air, selalu dialiri dan mengalirkan air, maksudnya darah kita. 15. Srengenge pinepe, atau kaca angemu srengenge; matahari terjemur, kaca mengandung matahari; artinya bahwa adanya cahaya karena sinar dari sang surya. Surya itu sendiri berada di dalam cahaya. Hal ini menggambarkan keadaan indera mata atau netra kita ; mata itu seperti matahari, namun mata dapat melihat karena selalu disinari oleh sang surya. 16. Wiji wonten salabeting wit (biji berada dalam pohon); dan wit wonten salebeting wiji (pohon berada di dalam biji) ; dinamakan pula “peleburan papan tulis”. Menggambarkan keadaan bahwa ZAT Tuhan berada dalam wahana makhluk, dan makhluk berada dalam wahana Tuhan (Jumbuhing kawula-Gusti). 17. Kakang barep adhine wuragil ; kakaknya sulung, adiknya bungsu. Menggambarkan martabat insan kamil, keadaan sejatinya diri kita. Hakekat kehidupan kita sebagai “akhiran” dan sekaligus sebagai “awalan”. Pada saat manusia lahir dari rahim ibu merupakan awal kehidupannya di dunia, sekaligus akhir dari sebuah proses triwikrama atau tiga kali menitisnya “Dewa Wisnu” menjadi manusia melewati 4 zaman; kertayuga, tirtayuga, dwaparayuga, kaliyuga/mercapadha/bumi. Sedangkan ajal, merupakan akhir dari kehidupan (dunia), namun ajal merupakan awal dari kehidupan baru yang sejati, azali abadi. 18. Busana kencana retna boten boseni, atau busana wrasta tanpa seret. Gambaran jasad yang dibungkus kulit sebagai “busana”. Kita tidak pernah bosan biarpun tidak pernah ganti “busana” atau kulit kita. Kulit merupakan “busana” pelindung dari tubuh kita. 19. Tugu manik ing samodra ; menggambarkan daya cipta yang terus menerus berporos hingga pelupuk mata. Daya cipta akal budi manusia jangkauannya umpama luasnya samodra namun konsentrasinya terfokus pada mata batin. 20. Sawanganing samodra retna; pemandangan intan samodra. Menggambarkan pintu pembuka kepada keadaan Tuhan. Tabir pembuka hakekat Zat. Yakni “babahan hawa sanga” atau sembilan titik yang terdapat di dalam diri manusia sebagai penghubung kepada Zat Maha Kuasa. Disebut juga kori selamatangkeb; melar-mingkupnya maras atau membuka-menutupnya mulut). 21. Samodra winotan kilat ; samodra berjembatan kilat. Dalam Islam disebut jembatan “siratal mustaqim”. Menggambarkan pesatnya yatma sampai pada ngabyantaraning Hyang Widhi. Adapula yang mengartikan “jembatan kilat”, sebagai perlambang keluarnya ucapan mulut manusia. 22. Bale tawang gantungan ; rumah atau tempatnya langit bergantung. Dalam terminologi Islam disebut arsy atau aras kursi atau kursi kekuasaan Tuhan. Namun bukan

Page 14: Catatan Facebook Teja Buwana

dibayangkan sebagai singgasana yang diduduki Tuhan bertempat di atas langit (ke 7), imajinasi demikian justru memberhalakan Tuhan sebagaimana makhlukNya saja. Dalam konteks ini, aras atau tawang gantungan adalah perumpamaan kekuasaan, yang menjadi “wajah” Tuhan. Hakekatnya sebagai “balai sidang” Zat, keberadaannya di dalam kepala dan dada. Sedangkan kursi, atau dilambangkan bale, merupakan perumpamaan singgasana (palenggahan) Zat. Letaknya ada di otak dan jantung. Singkatnya, kepala dan dada sebagai tawang gantungan, sedangkan otak dan jantung sebagai bale-nya. 23. Wiji tuwuh ing sela; biji tumbuh di atas batu. Dalam termonologi Islam diistilahkan laufhulmahfudz loh-kalam. Loh/laufhul itu artinya papan atau tempat, sedangkan al makhfudz berarti dijaga/kareksa. Maknanya adalah tempat yang selalu dijaga Tuhann. Yakni hakekat dari “sifat” Zat yang terletak di dalam jasad yang selalu dijaga “malaikat” Kariban. Malaikat merupakan perlambang dari nur suci (nurullah) atau cahyo sejati. Cahyo sejati menjadi pelita bagi rasa sejati atau sirr. Sedangkan loh-kalam artinya bayangan atau angan-angan Zat letaknya di dalam budi, tumbuhnya angan-angan, dijaga oleh malaikat Katiban. Malaikat katiban adalah pralambang dari sukma sejati yang selalu menjaga budi agar tidak mengikuti nafsu. 24. Tengahing arah; titik tengahnya arah. Ibarat mijan atau traju. Yakni ujung dari sebuah senjata tajam. Menggambarkan hakekat dari neraca (alat penimbang) Zat. Traju terletak pada instrumen pancaindra yakni; netra (penglihatan), telinga (pendengaran), hidung (pembauan), lidah dan kulit (perasa). Dalam pewayangan dilambangkan sebagai Pendawa Lima; Yudhistira, Bima/Werkudara, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Makna untuk menggambarkan panimbang (alat penimbang) hidup kita yang berada pada pancaindra. 25. Katingal pisah ; terkesan pisah. Menggambarkan keadaan antara Zat (Pencipta) dengan sifatnya (makhluk) seolah-olah terpisah. Sejatinya antara Zat dengan sifat tak dapat dipisahkan. Sebab biji dapat tumbuh tanpa cangkok. Sebaliknya cangkok tidak tumbuh bila tanpa biji. Biji menggambarkan eksistensi Tuhan, sedangkan cangkok menggambarkan eksistensi manusia. Kiasan ini menggambarkan hubungan antara kawula dengan Gusti. Walaupun seolah eksis sendiri-sendiri, namun sesungguhnya manunggal tak terpisahkan dalam pengertian “dwi tunggal” (loroning atunggil). 26. Katingal boten pisah; tampak tidak terpisah. Menggambarkan solah dan bawa. Solah adalah gerak-gerik badan. Bawa atau krenteg adalah gerak-gerik batin. Solah dan bawa tampak seolah tidak terpisah, namun keduanya tergantung rasa. Solah merupakan rahsaning karep (nafsu/jasad), sedangkan bawa merupakan kareping rahsa (pancaran Zat sebagai rasa sejati). Keduanya dapat berjalan sendiri-sendiri. Namun demikian idealnya adalah Solah harus mengikuti Bawa. 27. Katingal tunggal ; tampak satu. Menggambarkan zat pramana (mata batin), dengan sifatnya yakni netra (mata wadag) tidaklah berbeda. Artinya, penglihatan mata wadag dipengaruhi oleh mata batin. 28. Medhal katingal ; Menggambarkan keluarnya sifat hakekat (Tuhan) ke dalam zat sifat (makhluk), yakni ditandai dengan ucapan lisan menimbulkan suara. 29. Katingal amedhalaken ; menggambarkan keluarnya nafas. Sedangkan kenyataannya menghirup atau memasukkan udara, yang seolah-olah mengeluarkan. 30. Menawi pejah mboten kenging risak ; bila mati tidak boleh rusak. Ibarat sukma dengan raga. Bila raga

Page 15: Catatan Facebook Teja Buwana

rusak, sukmanya tetap abadi. Dalam terminologi Islam disebut alif muttakallimun wakhid. Sifat yang berbicara sepatah tanpa lisan. Berupa kesejatian yang berada dalam sukma, yakni roh kita sendiri. 31. Menawi karisak mboten saget pejah ; bila dirusak tidak bisa mati. Perumpamaan untuk hubungan nafsu dan rasa. Walaupun nafsu dapat kita dikendalikan, namun rasa secara alamiah tidak dapat disirnakan. Karena rasa dalam cipta masih terasa, terletak dalam rahsa/sirr kita pribadi. Berhasil menahan nafsu dapat diukur dari perbuatannya; raganya tidak melakukan pemenuhan nafsu, tetapi rasa ingin memenuhi kenikmatan jasad tetap masih ada di dalam hati. Saloka ini untuk memberi warning agar kita waspadha dalam “berjihad” melawan nafsu diri pribadi. Karena kesucian sejati baru dapat diraih apabila keingingan jasad (rahsaning karep) sudah sirna berganti keinginan rahsa sejati (kareping rahsa). 32. Sukalila tega ing pejah ; sukarela dan tega untuk mati. Menggambarkan orang mau mati, dengan menjalani tiga perkara; pertama, sikap senang seperti merasa akan mendapat kegembiraan di alam kasampurnan. Kedua, rela untuk meninggalkan semua harta bendanya dan barang berharga. Ketiga, setelah tega meninggalkan semua yang dicinta, disayang dan segala yang memuaskan nafsu dan keinginan, semuanya ditinggal. Mati di sini berarti secara lugas maupun arti kiasan. Orang yang berhasil meredam hawa nafsu dan meraih kesucian sejati hakekatnya orang hidup dalam kematian. Sebaliknya orang yang selalu diperbudak nafsu hakekatnya orang yang sudah mati dalam hidupnya. Yakni kematian nur atau cahaya sejati. Semua yang disebut; besar, luas, tinggi, panjang, lebih, ialah bahasa yang digunakan untuk mengumpamakan keadaan Tuhan. Sebaliknya, semua yang disebut kecil, sempit, rendah, pendek, kurang, dan seterusnya ialah bahasa yang dugunakan untuk menggambarkan “sifat” yakni wujudnya kawula (manusia). Gambaran menyeluruh namun ringkas mengenai keadaan Zat-sifat (kawula-Gusti) sebagaimana “cangkriman” berikut ini; “bothok banteng winungkus ing godhong asem kabiting alu bengkong” Bothok : sejenis pepesan untuk lauk, terdiri dari parutan kelapa, bumbu-bumbu, lalu dibungkus daun pisang dan dikukus. Bothok berbeda dengan pepes atau pelas, cirikhasnya ada rasa pedas. Campurannya menentukan nama bothok, misalnya campur ikan teri, menjadi bothok teri. Lamtoro, menjadi bothok lamtoro. Udang, menjadi bothok udang. Adonan bothok lalu dibungkus dengan daun pisang. Dan digunakan potongan lidi sebagai pengunci lipatan daun pembungkus. Nah, dalam pribahasa ini bahan untuk membuat bothok adalah hewan banteng. Sehingga namanya menjadi bothok banteng. Dibungkus dengan daun asem jawa, yang sangat kecil/sempit. Sedangkan tusuk penguncinya menggunakan alu semacam lingga terbuat dari kayu sebagai alat tumbuk padi. Alu itu panjang dan lurus, namun alu di sini bengkok. Jadi mana mungkin digunakan sebagai bothok. Cangkriman di atas adalah pribahasa yang menggambarkan keadaan yang tampak mustahil jika dipahami hanya menggunakan akal budi saja. Bothok banteng maknanya adalah menggambarkan adanya Zat, yang tidak lain adalah kehidupan kita pribadi. Godhong asem ; menggambarkan keadaan “sifat” yakni sebagai bingkai kehidupan kita, kenyataan dari beragamnya manusia. Alu bengkong, menggambarkan afngal semua, yakni pekerti hidup kita. Singkatnya, berdirinya hidup kita ini asisinglon warna kita, tampak dari solah dan bawa. Selain makna di

Page 16: Catatan Facebook Teja Buwana

atas, bothok banteng diartikan pula sebagai air mani. Godhong asem, adalah kiasan untuk per-empu-an. Alu bengkong adalah kiasan untuk purusa, yakni kemaluan laki-laki.

Page 17: Catatan Facebook Teja Buwana

Akal dan Konsep KeTuhananSunday, July 05, 2009, 11:37:36 PM | Teja Buwanaoleh Yayasan Al-Jawad Meskipun meyakini adanya Tuhan adalah masalah Fithri yang tertanam dalam diri setiap manusia, namun karena kecintaan mereka kepada dunia yang berlebihan sehingga mereka disibukkan dengannya, mengakibatkan mereka lupa kepada Sang Pencipta dan kepada jati diri mereka sendiri. Yang pada gilirannya, cahaya Fitrah mereka redup atau bahkan padam. Walaupun demikian, jalan menuju Allah itu banyak. Para Ahli ma'rifat berkata,"Jalan-jalan menuju ma'rifatullah sebanyak nafas makhluk." Salah satu jalan ma'rifatullah adalah akal. Terdapat sekelompok kaum muslim, golongan ahli hadis (Salafi) atau Wahabi, yang menolak peran aktif akal sehubungan dengan keTuhanan. Mereka berpendapat, bahwa satu-satunya jalan untuk mengetahui Allah adalah nash (Al-Qur'an dan hadis). Mereka beralasan dengan adanya sejumlah ayat atau riwayat yang secara lahiriah melarang menggunakan akal (ra'yu). Padahal kalau kita perhatikan, ternyata Al-Qur'an dan hadis sendiri mengajak kita untuk menggunakan akal, bahkan menggunakan keduanya ketika menjelaskan keberadaan Allah lewat argumentasi (burhan) Aqli. Pada edisi berikutnya, Insya Allah akan kita bicarakan tentang Al-Qur'an, hadis dan konsep keTuhanan. Dalam persepsi mereka, membicarakan agama adalah suatu hal yang sangat sensitif dan akan merenggangkan hubungan antara manusia. Agama merupakan sesuatu yang sangat personal dan tidak perlu diungkap dalam forum-forum umum dan terbuka. Jika harus berbicara agama pun, maka ruang lingkupnya harus dibatasi pada sisi peribadatan saja. Bisakah Tuhan dibuktikan dengan akal ? Sebenarnya pertanyaan ini tidaklah tepat, karena bukan saja Allah bisa dibuktikan dengan akal. Bahkan, pada beberapa kondisi dan situasi hal itu harus dibuktikan dengan akal, dan tidak mungkin melakukan pembuktian tanpa akal. Anggapan yang mengatakan, bahwa pembuktian Wujud Allah hanya dengan Nash saja adalah anggapan yang sangat naif. Karena bagaimana mungkin seseorang menerima keterangan Al-Qur'an, sementara dia belum mempercayai Wujud (keberadaan) sumber Al-Qur'an itu sendiri, yaitu Allah Ta'ala. Lebih naif lagi, mereka menerima keterangan Al-Qur'an lantaran ia adalah Kalamullah atau sesuatu yang datang dari Allah. Hal itu berarti, mereka telah meyakini Wujud Allah sebelum menerima keterangan Al-Qur'an. Lalu mengapa mereka meyakini Wujud Allah. Mereka menjawab,"Karena Al-Qur'an mengatakan demikian." Maka terjadilah daur (Lingkaran Setan?, lihat istilah daur pada pembahasan selanjutnya). Dalam hal ini, Al-Qur'an dijadikan sebagai pendukung dan penguat dalil Aqli. Para ulama, ketika membuktikan wujud Allah dengan menggunakan burhan aqli, terkadang melalui pendekatan kalami (teologis) atau pendekatan filosofis. Pemahaman Selama ini kita paham akan maksud Ghaib. Kita semua sering mendengar, membaca bahkan kita sendiri menceritakan dan menulis perihal Ghaib. Satu sisi berurai segala sesuatu yang diluar kemampuan panca indera kita, adalah Ghaib. Sisi lainnya berurai, segala sesuatu yang dianggap diluar kemampuan panca indera, disebabkan kita belum mempunyai kemampuan untuk berurai, dan menyatakan itu bukan Ghaib. Kita acapkali alpa perihal sesuatu yang mengetahui perihal Ghaib. Adalah sudah dijelaskan didalam kitab/Alquran, bahwasanya yang mengetahui perihal Ghaib

Page 18: Catatan Facebook Teja Buwana

adalah DIA. Lalu, apa sebenarnya selain dari Ghaib yang dimaksud diatas? Tidak lain adalah sesuatu yang diciptakanNYA dan sesuatu itu merupakan Kalam DIA. Terdapat dua sesuatu yang sangat-sangat tipis bila kita belum memahami keduanya, yaitu Ghaib dan Kalam Allah. Tanpa disadari kita semua tergelincir dalam hal pengenalan yang kita kenal dengan kata Makrifat. Apakah salah bila kita mengatakan diri kita telah Mengenal Allah? Jawabannya tentulah tidak. Sebab; banyak jalan untuk mengenal DIA. Salah satu jalan yang umum lakukan adalah mengenal DIA melalui segala ciptaannya, yang mana juga merupakan Kalam Allah, bukan Ghaib. Demikian halnya, bila kita mengenal DIA, melalui segala yang ada diluar kemampuan panca indera kita, yang juga merupakan Kalam Allah. Kesemua ini, adalah Mengenal DIA dengan sistem perantara, yaitu Kalam DIA. Sebab itu; kita harus dapat memahami perbedaan antara Kalam DIA dan apa/siapa yang Ghaib. Sehingga kita sadar akan sifat dari kata "Mengenal DIA". Burhan-burhan Aqli-kalami tentang keniscayaan wujud Allah Ta'ala N.B: Burrhan yaitu Bukti yang nyata 1. Burhan Nidham (Keteraturan) Burhan ini dibangun atas beberapa muqaddimah (premis). Pertama, bahwa alam raya ini penuh dengan berbagai jenis benda, baik yang hidup maupun yang mati. Kedua, bahwa alam bendawi (tabi'at) tunduk kepada satu peraturan. Artinya, setiap benda yang ada di alam ini tidak terlepas dari pengaruh undang-undang dan hukum alam. Ketiga, hukum yang menguasai alam ini adalah hukum kausalitas ('ilaliyyah), artinya setiap fenomena yang terjadi di alam ini pasti dikarenakan sebuah sebab ('illat), dan tidak mungkin satu fenomena terjadi tanpa sebab. Dengan demikian, seluruh alam raya ini dan segala yang ada di dalamnya, termasuk hukum alam dan sebab-akibat, adalah sebuah fenomena dari sebuah puncak sebab (prima kausa, atau 'illatul 'ilal). Keempat, "sebab" atau 'illat yang mengadakan seluruh alam raya ini tidak keluar dari dua kemungkinan, yaitu "sebab" yang berupa benda mati atau sesuatu yang hidup. Kemungkinan pertama tidak mungkin, karena beberapa alasan berikut : Pertama, alam raya ini sangat besar, indah dan penuh keunikan. Hal ini menunjukkan bahwa "sebab" yang mengadakannya adalah sesuatu yang hebat, pandai dan mampu. Kehebatan, kepandaian dan kemampuan, merupakan ciri dan sifat dari sesuatu yang hidup. Benda mati tidak mungkin disifati hebat, pandai dan mampu. Kedua, benda-benda yang ada di alam ini beragam dan bermacam-macam, di antaranya adalah manusia. Manusia merupakan salah satu bagian dari alam yang palin menonjol. Dia pandai, mampu dan hidup. Mungkinkah manusia yang pandai, mampu dan hidup terwujud dari sesuatu yang mati ? Kesimpulannya, bahwa alam raya ini mempunyai "sebab" atau 'illat, dan "sebab" tersebut adalah sesuatu yang hidup. Kaum muslimin menamai "sebab" segala sesuatu itu dengan sebutan Allah Ta'ala. 2. Burhan al-Huduts (Kebaruan) Al-Huduts atau al-Hadits berarti baru, atau sesuatu yang pernah tidak ada. Burhan ini terdri atas beberapa hal : Pertama, bahwa alam raya ini hadits, artinya mengalami perubahan dari tidak ada menjadi ada dan akhirnya tidak ada lagi. Kedua, segala sesuatu yang asalnya tidak ada kemudian ada, tidak mungkin ada dengan sendirinya. Pasti dia menjadi ada karena "sebab" sesuatu. Ketiga, yang menjadikan alam raya ini ada haruslah sesuatu yang qadim, yakni keberadaannya tidak pernah mengalami ketiadaan. Keberadaannya kekal dan abadi. Karena, jika sesuatu yang

Page 19: Catatan Facebook Teja Buwana

mengadakan alam raya ini hadits juga, maka Dia-pun ada karena ada yang mengadakannya, demikian seterusnya (tasalsul). Tasalsul yang tidak berujung seperti ini mustahil. Dengan demikian, pasti ada 'sesuatu' yang keberadaannya tidak pernah mengalami ketiadaan. Kaum muslimin menamakan 'sesuatu' itu dengan sebutan Allah Ta'ala. Burhan-burhan Aqli-Filosofi tentang kenicayaan wujud Allah Ta'ala A. Burhan Imkan Sebelum menguraikan burhan ini, ada beberapa istilah yang perlu diperjelas terlebih dahulu : Wajib, yaitu sesuatu yang wujudnya pasti, dengan sendirinya dan tidak membutuhkan kepada yang lain. Imkan atau mumkin, sesuatu yang wujud (ada) dan 'adam (tiada) baginya sama saja (tasawiy an-nisbah ila al-wujud wa al-'adam). Artinya sesutu yang ketika 'ada' disebabkan faktor eksternal, atau keberadaannya tidak dengan sendirinya. Demikian pula, ketika 'tidak ada' disebabkan faktor eksternal pula, atau ketiadaannya juga tidak dengan sendirinya. Dia tidak membias kepada wujud dan kepada ketiadaan. Menurut para filosuf, hal ini merupakan ciri khas dari mahiyah (esensi). Mumtani' atau mustahil, yaitu sesuatu yang tidak mungkin ada dan tidak mungkin terjadi, seperti sesuatu itu ada dan tiada pada saat dan tempat yang bersamaan (ijtima'un naqidhain). Daur (siklus atau lingkaran setan). Misal, A keberadaannya tergantung/membutuhkan B, sedangkan B keberadaannya tergantung/membutuhkan A. Jadi A tidak mungkin ada tanpa keberadaan B terlebih dahulu, demikian pula B tidak mungkin ada tanpa keberadaan A terlebih dahulu. Dengan demikian, A tidak akan ada tanpa B dan pada saat yang sama A harus ada karena dibutuhkan B. Ini berarti ijtima'un naqidhain (lihat Mumtani'). Contoh lainnya, A keberadaannya tergantung/membutuhkan B, dan B kebradaannya tergantung membutuhkan C, sedangkan C keberadaannya tergantung/membutuhkan A. Jadi, A tidak mungkin ada tanpa keberadaan B terlebih dahulu, demikian juga B tidak mungkin ada tanpa keberadaan C terlebih dahulu, demikin pula C tidak mungkin ada tanpa keberadaan A terlebih dahulu. Daur adalah suatu yang mustahil adanya. Tasalsul, yaitu susunan sejumlah 'illat dan ma'lul, dengan pengertian bahwa yang terdahulu menjadi 'illat bagi yang kemudian, dan seterusnya tanpa berujung. Tasalsul sama dengan daur, mustahil adanya. Burhan Imkan dapat dijelaskan dengan beberapa point berikut ini : Pertama, bahwa seluruh yang ada tidak lepas dari dua posisi wujud, yaitu wajib atau mumkin. Kedua, wujud yang wajib ada dengan sendirinya dan wujud yang mumkin pasti membutuhkan atau berakhir kepada wujud yang wajib, maka akan terjadi daur (siklus) atau tasalsul (rentetan mata rantai yang tidak berujung) dan keduanya mustahil. Ketiga, bahwa yang mumkin berakhir kepada yang wajib. Dengan demikian, yang wajib adalah 'sebab' dari segala wujud yang mumkin (prima kausa atau 'illatul 'ilal). Kaum muslimin menamakan wujud yang wajib dengan sebutan Allah Ta'ala. B. Burhan ash-Shiddiqin Burhan ini menurut para filosuf muslim, merupakan terjemahan dari ungkapan Ahlibait as. yang berbunyi,"Wahai Dzat yang menunjukkan diri-Nya dengan diri-Nya." (Doa Shabah Amir al-Mukminin Ali bin Abi Thalib as.) Artinya, burhan ini ingin menjelaskan pembuktian wujud Allah melalui wujud diri-Nya sendiri. Para ahli mantiq (logika) menyebutnya dengan burhan Limmi. Penjelasan burhan ini, hampir sama dengan penjelasan burhan Imkan. Ada beberapa penafsiran tentang burhan shiddiqin ini. Di antaranya

Page 20: Catatan Facebook Teja Buwana

penafsiran Mulla Shadra. Beliau mengatakan, "Dengan demikian, yang wujud terkadang tidak membutuhkan kepada yang lain (mustaghni) dan terkadang pula, secara substansial, ia membutuhkan kepada yang lain (muftaqir). Yang pertama adalah wujud yang wajib, yaitu wujud murni. Tiada yang lebih sempurna dari-Nya dan Dia tidak diliputi ketiadaan dan Dia tidak diliputi ketiadaan dan kekurangan. Sedangkan yang kedua , adalah selain wujud yang wajib, yaitu perbuatan-perbuatan-Nya yang tidak bisa tegak kecuali dengan -Nya. (Nihayah al-Hikmah, hal. 269). Allamah al-Hilli , dalam kitab Tajrid al-'I'tiqad karya Syekh Thusi, menjelaskan, "Diluar kita secara pasti ada yang wujud. Jika yang wujud itu wajib, maka itulah yang dimaksud (Allah Ta'ala) , dan jika yang wujud itu mumkin, maka dia pasti membutuhkan faktor yang wujud (ntuk keberadaannya). Jika faktor itu wajib , maka itulah yang dimaksud (Allah Ta'ala). Tetapi jika faktor itu mumkin juga, maka dia membutuhkan faktor lain dan seterusnya (tasalsul) atau daur. Dan keduanya mustahil adanya. Pemahaman Surat Al Hajj ayat 8 (XVII; 22; 8). Dan Sebagian manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu, tiada petunjuk, dan tiada kitab yang menerangi. Dari ayat tersebut diatas, dapatlah dilihat bahwasanya kita-kita masih sering berbantahan perihal DIA. Semua itu disebabkan karena ilmu yang dipahaminya. Hampir semua kita menganggap kenal langsung akan DIA. Kalau kita tidak memahami apa/siapa yang ghaib, menunjukkan bahwasanya kita kenal DIA melalui segala ciptaannya (kalam). Sebagai contoh; Kita dapat berkomunikasi dengan DIA, apapun bentuknya, adalah benar mengenal DIA, hanya saja mengenal DIA melalui sesuatu, misalnya kita berurai padaNYA, akan DIA uraikan pada kita melalui sesuatu, yaitu rasa, dengar, lihat, cium, berkata (Alquran, manusia). Mari kita memahami Surat Al 'Alaq, ayat 3 dan 4 (96: 3;4) Dan tiadalah bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantara wahyu atau dibelakang tabir, atau dengan seorang rosul lalu diwahyukan kepadanya dengan seizinNYA apa yang DIA kehendaki. Sesungguhnya DIA Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. Apa yang Ghaib, adalah sesuatu yang sangat-sangat tidak bisa dipikirkan oleh kemampuan kita dan hanya bisa sebatas disaksikan tanpa pikiran. Siapa yang Ghaib, adalah Zat DIA, yang mana Alquran menyebutnya Allah. Mari kita memahami surat An Naml ayat 65 Bukankah, sudah dijelaskan "Katakanlah tidak ada seorang pun yang mengetahui yang ghaib di langit dan bumi kecuali Allah. Jelas sudah segala sesuatu selain dari Zat DIA (Allah) adalah bukan Ghaib, melainkan CiptaanNYA yang juga merupakan Kalam DIA. Banyak diantara kita alpa akan ayat diatas dan berurai Ghaib bisa dibuktikan. Bila kita memahami ayat diatas, jelas sudah yang kita buktikan selama ini adalah bukan ghaib, akan tetapi CiptaanNYA yang merupkan Kalam DIA Kita sebagai ciptaanNYA diwajibkan untuk mengenal DIA, dalam cara/bentuk apapun. Baik itu Mengenal Dia melalui ciptaanNYA yang kasat panca indera ataupun tidak kasat panca indera. Inilah yang dimaksudkan Awal beragama adalah mengenal DIA. Mengenal DIA memalui tidak kasat panca indera, juga banyak cara dan sistemnya. Hasilnya juga beraneka ragam. Namun kesemuanya kembali lagi pada kemampuan kita dalam menterjemahkannya kedalam bentuk panca indera kita; ada yang melalui getaran, gerakan, rasa, gambaran, tulisan bahkan bertemu diri pribadi. Melihat itu; jelas sudah Bagi yang memiliki kemampuan

Page 21: Catatan Facebook Teja Buwana

memahami segala ciptaanNYA, adalah telah menjalani perintahNYA, yaitu mau belajar dari segala ciptaaNYA, dengan cara/sistem yang berbeda.. Mari kita semua untuk berhenti menghujat apa/siapa yang ada didalam katagori dukun/paranormal khususnya, ustadz,kyai atau nama lainnya yang setara. Mereka semua hanya memiliki kemampuan dalam hal membaca segala Ciptannya (kalam). Kita tidak usah mereka-reka lagi perihal mereka. Bagaimana perihal Kalam? Mari kita bersama mencoba mengungkap Kalam DIA didalam Thread Kalam Allah. Kesimpulan kita semua yang mengakui adanya DIA, adalah telah melaksanakan Awal beragama adalah mengenal DIA. Hanya saja mengenal DIA melalui segala ciptaanNYA. Inilah beda antara Ghaib dan Ciptaannya. Ghaib hanya bisa sebatas disaksikan tanpa pikiran. Apa/siapa yang Ghaib adalah Zat DIA (Allah). Selama kita belum mengenal Zat DIA, menunjukkan kita telah mengenal DIA melalui Kalam DIA. Alhamdulillahi..... Misal ; Kita semua tahu perihal Syahadat, bahkan kita semua menyatakannya, terlepas salah/benar pemahaman kita perihal Syahadat. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah dan Aku bersaksi MUhammad itu utusan Allah. Bila kita belum memahami apa/siapa yang Ghaib, tetapi kita telah memahami Kalam DIA, akanlah didapat sebuah kesaksian yang bersumber dari Kalam DIA. Kita bersaksi perihal Allah dan MUhammad adalah bersumber dari Alquran, kitab lainnya, guru, orang tua atau segala ciptaanNYA, yangmana merupakan Kalam DIA. Inilah katagori orang-orang yang mau berfikir terlepas siapa, apakah kyai, ustad, orang tua, dan lainya, bahkan dukun atau paronormal. Adalah sangat berbahagia, bila kita telah memahami apa/siapa yang Ghaib. Kesaksiannya adalah langsung dari sumber yang hakiki. Tiada kata/kalimat yang dapat diuraikan, bila kita telah mengenal apa/siapa yang Ghaib. Alif lam mim, alif lam ro, Allahu. Kaf, ha, ya, ain, sot, ha, mim, ain sin, kof Bismillaahir rohmaanir rohiim Alhamdulillahi, subhanahu. sumber dari Yayasan Al-Jawad

Page 22: Catatan Facebook Teja Buwana

that's - LOVE...Tuesday, June 30, 2009, 10:42:43 AM | Teja BuwanaIf you love someone because you think that he or she is really gorgeous... Then it's not love.. it's - Infatuation... If you love someone because you think that you shouldn't leave him because others think that you shouldn't... Then it's not love.. it's - Compromise... If you love someone because you think that you cannot live with out his touch.... Then it's not love.. it's - Lust... If you love someone because you have been kissed by him... Then it's not love.. it's - Inferiority Complex... If you love someone because you cannot leave him thinking that it would hurt his feelings.. Then it's not love.. it's - Charity... If you love someone because you share every thing with him... Then it's not love.. it's - Friendship... But if you feel the pain of the other person more than him even when he is stable And you cry for him.. that's - LOVE...

Page 23: Catatan Facebook Teja Buwana

MANFAAT MENAKJUBKAN AIR PUTIHSunday, June 28, 2009, 7:47:57 PM | Teja BuwanaSekitar 80% tubuh manusia terdiri dari air. Otak dan darah adalah dua organ penting yang memiliki kadar air di atas 80%. Otak memiliki komponen air sebanyak 90%, sementara darah memiliki komponen air 95%. Sedikitnya, secara normal kita butuh 2 liter sehari atau 8 gelas sehari. Bagi perokok jumlah tersebut harus ditambah setengahnya. Air tersebut diperlukan untuk mengganti cairan yang keluar dari tubuh lewat air seni, keringat, pernapasan, dan sekresi. Para dokter juga menyarankan agar mengonsumsi air putih 8-10 gelas setiap hari agar metabolisme tubuh berjalan baik dan normal. Kurang Air, Bahaya Bagi Darah Jika kita mengkonsumsi kurang dari 8 gelas, efeknya secara keseluruhan memang tidak terasa. Tapi sebagai konsekuensi, tubuh akan menyeimbangkan diri dengan jalan mengambil sumber dari komponen tubuh sendiri. Di antaranya dari darah. Kekurangan air bagi darah amat berbahaya bagi tubuh. Sebab, darah akan menjadi kental. Akibatnya, perjalanan darah sebagai alat transportasi oksigen dan zat-zat makanan pun bisa terganggu. Darah yang kental tersebut juga akan melewati ginjal yang berfungsi sebagai filter atau alat untuk menyaring racun dari darah. Ginjal memiliki saringan yang sangat halus, sehingga jika harus menyaring darah yang kental maka ginjal harus kerja ekstra keras. Bukan tidak mungkin ginjal akan rusak dan bisa saja kelak akan mengalami cuci darah atau dalam bahasa medis biasa disebut hemodialisis. Itu pengaruh kurang air terhadap kerja darah dan ginjal. Lalu bagaimana dengan otak? Perjalanan darah yang kental tersebut juga akan terhambat saat melewati otak. Padahal, sel-sel otak paling boros mengonsumsi makanan dan oksigen yang dibawa oleh darah. Sehingga fungsi sel-sel otak tidak berjalan optimal dan bahkan bisa cepat mati. Kondisi tersebut akan semakin memicu timbulnya stroke. Karena itu jangan sampai kekurangan air!!! Manfaat Air Putih 1. Memperlancar sistem pencernaan Mengkonsumsi air dalam jumlah cukup setiap hari akan memperlancar sistem pencernaan sehingga kita akan terhindari dari masalah-masalah pencernaan seperti maag ataupun sembelit. Pembakaran kalori juga akan berjalan efisien. 2. Air putih membantu memperlambat tumbuhnya zat-zat penyebab kanker, plus mencegah penyakit batu ginjal dan hati. Minum air putih akan membuat tubuh lebih berenergi. 3. Perawatan kecantikan Bila kita kurang minum air putih, tubuh akan menyerap kandungan air dalam kulit sehingga kulit menjadi kering dan berkerut. Selain itu, air putih dapat melindungi kulit dari luar, sekaligus melembabkan dan menyehatkan kulit. Untuk menjaga kecantikan pun, kebersihan tubuh hares benar-benar diperhatikan, ditambah lagi minum air putih 8 - 10 gelas sehari. 4. Untuk kesuburan Meningkatkan produksi hormon testosteron pada pria serta hormon estrogen pada wanita.Menurut basil penelitian dari sebuah lembaga riset trombosis di London, Inggris, jika seseorang selalu mandi dengan air dingin maka peredaran darahnya lancar dan tubuh terasa lebih segar dan bugar. Mandi dengan air dingin akan meningkatkan produksi sel darah putih dalam tubuh serta meningkatkan kemampuan seseorang terhadap serangan virus. Bahkan, mandi dengan air dingin di waktu pagi dapat meningkatkan produksi hormon testosteron pada pria serta hormon estrogen pada wanita. Dengan begitu kesuburan serta kegairahan seksual pun

Page 24: Catatan Facebook Teja Buwana

akan meningkat. Selain itu jaringan kulit membaik, kuku lebih sehat dan kuat, tak mudah retak. Nah, buat yang malas mandi pagi atau bahkan malas mandi (astagfirulloh!) harus mulai dirubah tuh kebiasaannya… 5. Menyehatkan jantung Air juga diyakini dapat ikut menyembuhkan penyakit jantung, rematik, kerusakan kulit, penyakit saluran papas, usus, dap penyakit kewanitaan, dll.Bahkan saat ini cukup banyak pengobatan altenatif yang memanfaatkan kemanjuran air putih. 6. Sebagai obat stroke Air panas tak hanya digunakan untuk mengobati berbagai penyakit kulit, tapi juga efektif untuk mengobati lumpuh, seperti karena stroke. Sebab, air tersebut dapat membantu memperkuat kembali otot-otot dan ligamen serta memperlancar sistem peredaran darah dan sistem pernapasan. Efek panas menyebabkan pelebaran pembuluh darah, meningkatkan sirkulasi darah dan oksigenisasi jaringan, sehingga mencegah kekakuan otot, menghilangkan rasa nyeri serta menenangkan pikiran. Kandungan ion-ion terutama khlor, magnesium, hidrogen karbonat dan sulfat dalam air panas, membantu pelebaran pembuluh darah sehingga meningkatkan sirkulasi darah. Selain itu pH airnya mampu mensterilkan kulit. 7. air Sangat baik bagi ibu hamil dan juga bayinya. Air membantu mempersiapkan tubuh menghadapi berbagai perubahan tubuh secara psikologis, dari efek samping dan rasa tidak nyaman selama masa kehamilan. Dengan meminum air putih sebanyak delapan gelas per hari, tubuh akan mendapatkan banyak keuntungan. Tapi ingat, minumlah air mineral atau air yang sudah matang untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Air yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah cukup, akan membantu menghilangkan sodium yang tak dibutuhkan dan mencegah infeksi urin atau Urinary Tract Infections (UTIs). Infeksi ini dapat menyebabkan tubuh menjadi dehidrasi, apalagi hormon kehamilan menyebabkan Anda sangat membutuhkan banyak air. Sehingga meminum air yang cukup akan sangat membantu. Air juga dibutuhkan untuk membawa nutrisi dari darah ke janin dalam kandungan, sehingga dibutuhkan sekitar satu gelas air setiap jamnya. Tak heran bila kecukupan minum juga mampu menghindarkan Anda dari kemungkinan lahir prematur di semester ketiga kehamilan. Saat hamil, volume darah di dalam tubuh berlipat ganda dan saat usia kehamilan mencapai delapan minggu pembuluh darah Anda menipis. Nah, air dapat membantu mencegah terjadi hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Efek lainnya, dengan banyak minum Anda tak hanya terhindar dari morning sickness, tapi kulit pun semakin terlihat sehat dan tidak mudah berjerawat. Selain itu, konsumsi air putih yang cukup membantu mencegah terjadinya konstipasi (sembelit) dan penyakit hemorrhoids. Jadi jangan lupa untuk terus minum ya Bu! 8. Efek relaksasi Cobalah berdiri di bawah shower dan rasakan efeknya di tubuh. Pancuran air yang jatuh ke tubuh terasa seperti pijatan dan mampu menghilangkan rasa capek karena terasa seperti dipijat. Sejumlah pakar pengobatan alternatif mengatakan, bahwa bersentuhan dengan air mancur, berjalan-jalan di sekitar air terjun, atau sungai dan taman dengan banyak pancuran, akan memperoleh khasiat ion-ion negatif. Ion-ion negatif yang timbul karena butiran-butiran air yang berbenturan itu bisa meredakan rasa sakit, menetralkan racun, memerangi penyakit, serta membantu menyerap dan memanfaatkan oksigen. Ion negatif dalam aliran darah akan mempercepat pengiriman oksigen ke dalam sel dan jaringan. Bukan itu saja jika mengalami

Page 25: Catatan Facebook Teja Buwana

ketegangan otot dapat dilegakan dengan mandi air hangat bersuhu sekitar 37 derajat C. Selagi kaki terasa pegal kita sering dianjurkan untuk merendam kaki dengan air hangat dicampur sedikit garam. Nah, jika Kita punya shower di rumah cobalah mandi dan nikmati hasilnya. Oh ya, shower di rumah juga menghasilkan ion negatif. 9. Menguruskan badan Air putih juga bersifat menghilangkan kotoran-kotoran dalam tubuh yang akan lebih cepat keluar lewat urine. Bagi yang ingin menguruskan badan pun, minum air hangat sebelum makan (sehingga merasa agak kenyang) merupakan satu cara untuk mengurangi jumlah makanan yang masuk. Apalagi air tidak mengandung kalori, gula, ataupun lemak. Namun yang terbaik adalah minum air putih pada suhu sedang, tidak terlalu panas, dan tidak terlalu dingin. Mau kurus?, minum air putih saja. 10. Tubuh lebih bugar Khasiat air tak hanya untuk membersihkan tubuh saja tapi juga sebagai zat yang sangat diperlukan tubuh. Kita mungkin lebih dapat bertahan kekurangan makan beberapa hari ketimbang kurang air. Sebab, air merupakan bagian terbesar dalam komposisi tubuh manusia. Jumlah air yang menurun dalam tubuh, fungsi organ-organ tubuh juga akan menurun dan lebih mudah terganggu oleh bakteri, virus, dll. Namun, tubuh manusia mempunyai mekanisme dalam mempertahankan keseimbangan asupan air yang masuk dan yang dikeluarkan. Rasa haus pada setiap orang merupakan mekanisme normal dalam mempertahankan asupan air dalam tubuh. Air yang dibutuhkan tubuh kira-kira 2-2,5 l (8 - 10 gelas) per hari. Jumlah kebutuhan air ini sudah termasuk asupan air dari makanan (seperti dari kuah sup, soto, dll), minuman seperti susu, teh, kopi, sirup dll. Selain itu, asupan air juga diperoleh dari hasil metabolisme makanan yang dikonsumsi dan metabolisme jaringan di dalam tubuh. Nah, air juga dikeluarkan tubuh melalui air seni dan keringat. Jumlah air yang dikeluarkan tubuh melalui air seni sekitar 1 liter per hari. Kalau jumlah tinja yang dikeluarkan pada orang sehat sekitar 50 - 400 g/hari, kandungan aimya sekitar 60 - 90 % bobot tinja atau sekitar 50 - 60 ml air sehari. Sedangkan, air yang terbuang melalui keringat dan saluran napas dalam sehari maksimum 1 liter, tergantung suhu udara sekitar. Belum lagi faktor pengeluaran air melalui pernapasan. Seseorang yang mengalami demam, kandungan air dalam napasnya akan meningkat. Sebaliknya, jumlah air yang dihirup melalui napas berkurang akibat rendahnya kelembapan udara sekitamya. Tubuh akan menurun kondisinya bila kadar air menurun dan kita tidak segera memenuhi kebutuhan air tubuh tersebut. Kardiolog dari AS, Dr James M. Rippe memberi saran untuk minum air paling sedikit seliter lebih banyak dari apa yang dibutuhkan rasa haus kita. Pasalnya, kehilangan 4% cairan saja akan mengakibatkan penurunan kinerja kita sebanyak 22 %! Bisa dimengerti bila kehilangan 7%, kita akan mulai merasa lemah dan lesu. Asal tahu saja, aktivitas makin banyak maka makin banyak pula air yang terkuras dari tubuh. Untuk itu, pakar kesehatan mengingatkan agar jangan hanya minum bila terasa haus Kebiasaan banyak minum, apakah sedang haus atau tidak, merupakan kebiasaan sehat! Jika kuliah di ruang ber-AC, dianjurkan untuk minum lebih banyak karena udara yang dingin dan tubuh cepat mengalami dehidrasi. Banyak minum juga akan membantu kulit tidak cepat kering. Di ruang yang suhunya tidak tetap pun dianjurkan untuk membiasakan minum meski tidak terasa haus untuk menyeimbangkan suhu. Dari berbagai Sumber :

Page 26: Catatan Facebook Teja Buwana

http://seputarobat.blogspot.com/2009/06/manfaat-menakjubkan-air-putih.html http://halohalo.co.id

Page 27: Catatan Facebook Teja Buwana

TRIHITA KARANA DI BALI DAN MINANG (ADAT DAN AGAMA MENYATU DALAM DESAIN)Sunday, June 28, 2009, 7:26:06 PM | Teja Buwanakonsepsi trihita karana dalam manifestasi desa di Bali Ketuhanan yang dihayati oleh aki Dudung atau mbah Waridjan sebelum masuknya pengaruh wong keling, hingga saat ini masih eksis digunakan sebagai landasan beragama (sansekerta a= tidak; gama=kisruh > aturan yang mengatur supaya manusia tidak pada kisruh) Hindu Dharma. (walaupun pada garis besarnya sama dengan Hindu yang berasal dari India, namun Hindu Dharma/Hindu Bali telah diakui sebagai aliran tersendiri dalam ajaran Hindu ~ hal ini karena kekentalan pengaruh budaya masyarakatnya) Prinsip penghayatan ketuhanan itu diwujudkan dalam apa yang namanya TRI HITA KARANA (tiga hal penyebab kesejahteraan) yang meliputi: Parahyangan ~ hubungan manusia dengan Tuhannya; meliputi pola interaksi diagonal dalam laku puja atau sembahyang. Saat ini dalam masyarakat Hindu Bali diwujudkan dengan laku Dewa Yadnya. Dalam konteks ini, Aki Dudung dan Mbah Waridjan melakukan penghayatan akan adanya nilai-nilai ketuhanan, yang mungkin pada masanya "disimbolkan" dalam wujud pohon besar atau bebatuan. Sekalipun mereka menggangap banyak pohon atau bebatuan atau gunung sebagai TUHAN, tetapi mereka juga mempercayai adanya suatu "PRIMA CAUSA" sebagai wujud yang ESA.... Orang-orang ASING yang ngga mudheng terhadap pola penghayatan ketuhanan yang primitif ini lantas menuduh bahwa para leluhur menyembah pohon, gunung, batu. Pawongan ~ hubungan manusia dengan sesamanya; pengaturan hubungan horizontal antara manusia dengan masyarakatnya, termasuk mengatur tata krama, tenggang rasa dan aturan kelompokdan pembagian tanggung jawab Pita, Resi, Manusia Yadnya Palemahan ~ hubungan manusia dengan alamnya/Bhuana; memuat aturan yang mengatur pemberdayaan alam termasuk tata cara pembangunan rumah dan penglokasian perumahan. Bhuta Yadnya Dengan menerapkan simbol-simbol ketuhanan pada alam, secara otomatis Aki Dudung maupun Mbah Waridjan ndak berani memperkosa alam semaunya sendiri, ndak kualat... semua diberdayakan dalam aturan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan berazas pada TRIHITA KARANA tersebut, Aki Dudung dan Mbah Waridjan yang walaupun hanya "bergundal gandul ria" dalam melangsungkan peri kehidupannya dalam kesejahteraan, ndak ada kisruh... sampai tiba kedatangan budaya asing yang "ngeroso" sebagai budaya unggulan dan budaya "benar" memporak porandakan tatanan kehidupan yang sudah harmonis.... Selain di Bali, konsepsi serupa juga membudaya di adat Minang Kabau, sebagaimana tersirat dalam artikel berikut: ADAT DAN AGAMA MENYATU DALAM DESAIN SUMATERA Barat (Sumbar) adalah daerah "sejuta masjid". Begitu orang luar Sumbar menjulukinya. Di samping banyak masjid dan surau, memang daerah orang Minangkabau itu terkenal sejak dulu dengan pola dan budaya pendidikan suraunya. Sama halnya dengan rumah gadang atau rumah bagonjong, masjid dan surau di Minangkabau ini pun memiliki keunikan. Bila Anda jeli mencermati arsitekturnya, terlihat sekali perbedaan arsitektur masjid/surau di masing-masing daerah (nagari) yang Anda kunjungi. Keunikan arsitektur rumah ibadah di daerah yang kini berpenduduk 4,2 juta tersebut boleh dikata tidak ditemui di provinsi lain.

Page 28: Catatan Facebook Teja Buwana

Pola arsitektur masjid/surau di Sumbar mencerminkan pola adat dan kebudayaan masyarakat yang memilikinya. Keunikan arsitektur surau/ masjid di daerah itu, sekilas sebagai penanda bahwa adat dan agama di daerah yang konon satu-satunya menganut sistem kekerabatan matrilineal-menurut garis keturunan ibu-itu begitu menyatu. Surau/masjid di Minangkabau selain digunakan sebagai tempat mencari ilmu agama juga untuk mencari ilmu sosial-budaya. Ia menjadi pusat pembinaan agama dan akhlak serta moral masyarakat. Tak heran dulunya pendidikan surau ini sangat terkenal di Tanah Air. Bagi anak muda remaja terutama kaum lelaki pantang tidur di rumah orangtuanya. Mereka setiap sore harinya pergi ke surau, mengaji Al-quran dan belajar adat, serta ada juga yang diselingi belajar seni budaya tradisi seperti silat. Gurunya betul-betul menjadi panutan. Dari situ jelas bahwa fungsi surau/masjid di Minangkabau memadukan antara dua hal, yakni adat dan syara' (agama). Dari situlah terlahir arsitektur adat basandi syara', syara' basandi kitabullah. Menurut sosiolog Dr Mochtar Naim, adat dan syara' hanyalah sebagian dari sistem nilai yang ikut bermain dan menentukan wacana dari kehidupan yang multidimensional dan multikompleks itu. Adat dan syara', bagaimana pun, adalah dua komponen utama yang menjadikan Minangkabau itu Minangkabau, sementara yang lain-lainnya bersifat memperkaya dan melengkapi. *** KEUNIKAN arsitektur adat basandi syara', syara' basandi kitabullah tersebut terlihat jelas pada bagian luarnya, terutama pada puncak atap yang ada bagonjong-nya, setelah atap berbentuk lancip dua atau tiga tingkat. Bentuk bagonjong yang melengkung tajam seperti garis tanduk kerbau (kabau), memberi kesan antik. Bangunan masjid dan surau itu juga dilengkapi berbagai jenis ukiran khas Minangkabau, yang sarat makna dan kaya filosofi hidup. Bentuk fisik bangunan, fungsi atau kegunaannya erat sekali kaitannya dengan peri kehidupan masyarakat Minangkabau. Oleh sebab itu, dalam mengkaji arsitektur Minangkabau yang bernama adat basandi syara', syara' basandi kitabullah itu, tidak dapat dilepaskan dari pola kehidupan, adat istiadat, kebiasaan dan kebudayaan masyarakat Minangkabau. *** PERTANYAAN yang barangkali muncul adalah mengapa ada empat puncak bagonjong dan mengapa bentuk dasar bangunan empat persegi panjang? Sebenarnya hal itu merefleksikan apa yang disebut nan ampek dalam falsafah Minang. Filosofi nan ampek (yang empat) tidak bisa dijelaskan seraca rinci satu per satu di sini karena banyaknya. Dua di antaranya, tahu di nan ampek adat-istiadat (adat yang sebenarnya adat, adat yang diadatkan, adat yang teradat, dan adat-istiadat). Kemudian nan ampek sebagai sebab-akibat (tahu di diri, tahu di orang, tahu di alam, dan tahu di Tuhan). Tentang yang terakhir ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Selain belajar ke alam, maka tahu di diri adalah inti falsafah adat alam Minangkabau. Siapa yang mengenal dirinya, maka ia kenal pada Tuhan-nya. Tahu di orang menyangkut hubungan antarmanusia. Sebagai makhluk sosial, manusia tak bisa hidup sendirian. Dalam petatah-petitih adat disebutkan; duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang (duduk seorang bersempit-sempit, duduk bersama berlapang-lapang). Artinya, orang yang hidupnya sendirian berakibat segala sesuatunya menjadi sempit (susah) rezeki dan perasaannya, dan sebaliknya. Tahu di alam, sebuah tuntutan kepada kita untuk mengetahui

Page 29: Catatan Facebook Teja Buwana

ilmu tentang alam. Pepatah mengatakan: satitiak jadi-an lauik, sakapa jadi-an gunuang, alam takambang jadi-an guru (setitik jadikan laut, sekepal jadikan gunung, alam terkembang jadikan guru). Artinya, manusia harus mengembangkan ilmu tentang benda-benda, meski volumenya hanya setitik air atau sekepal tanah. Tahu di Tuhan; ilmu tentang Allah (Tauhid), menyangkut hubungan manusia dengan Sang Khaliq, Sang Pencipta. Bagaimana menjadi hamba Allah yang taqwa, menjadi khalifah Allah di Bumi. Filosofi nan ampek sebagian diwujudkan dalam ragam hias, berbagai jenis ukiran khas, ber-isi konsep estetika dan kaya makna. Penggambaran kehidupan gejala alam dapat dilihat dari motif ukiran yang berasal dari nama tumbuh-tumbuhan dan nama binatang, dan disusun geometris, seperti lingkaran, persegi empat, segi tiga, dan garis. Sedangkan penggambaran sistem nilai kehidupan manusia dapat dilihat dari nama ukiran yang berasal dari kata adat. Jadi, ada pengertian kiasan dalam wujud visualnya. Contohnya ukiran bungo mantimun (bunga mentimun) yang menggambarkan segala sesuatunya harus dibiarkan berkembang sesuai kodratnya. Manusia hanya memelihara supaya perkembangannya jangan terhalang, bahkan harus dipupuk supaya perkembangan jangan sampai mundur. Di sini kita melihat hubungan manusia dengan alam, tidak merusak atau membinasakan, sesuai pepatah adat: bak antimun marantang tali (seperti mentimun merentang tali/ batangnya). Ukiran aka bapilin (akar ber-pilin), melukiskan bahwa tin-dakan orang Minangkabau yang sia-sia saja tidak akan ada, harus ada maksud dan tujuan bagi kehidupan individu dan masyarakat. Oleh karena itu tak boleh berputus asa, karena manusia dibekali akan dan pikiran. Ukiran kaluak paku (keluk pakis) melambangkan tanggung jawab seseorang mamak terhadap kemenakan di rumah orang tua, juga sebagai seorang ayah di rumah istri. Ada ungkapan kaluak paku kacang balimbiang, anak dipangku kemenakan dibimbiang, yang melambangkan rasa kekerabatan/hidup bermasyarakat. Tidak boleh berlepas tangan apabila tiba sesuatu hal yang menimpa baik terhadap rumah orangtua, rumah istri, maupun lingkungan sekitar. http://www.kompas..com/kompas-cetak/0...ENI/adat15.htm

Page 30: Catatan Facebook Teja Buwana

KORUPSI MILIK KITA SEMUASunday, June 28, 2009, 6:55:51 PM | Teja BuwanaCatatan ini aku pinjam dari EmHaAinun Nadji Sangat tidak mudah mengambil keputusan apakah korupsi adalah milik para koruptor ataukah milik kita bersama. Juga tidak gampang mengukur kadarnya sebagai “penyakit sistem” (struktural), sebagai “penyakit manusia”, atau “penyakit budaya” suatu masyarakat yang berada dalam sistem yang sama. Ia sangat cair, seakan-akan merupakan serbuk yang rata menabur, atau bagaikan asap halus yang tak kasat mata, sehingga tidak bisa serta merta bisa disimpulkan bahwa perilaku korupsi adalah semacam anomali atau penyakit khusus yang berlaku pada sejumlah orang, ataukah ia memiliki “infrastruktur” budaya yang memang mendarah daging secara lebih menyeluruh pada kehidupan masyarakat kita. Darah daging itu bisa jadi tak hanya berskala budaya atau kebudayaan, bisa jadi ia sudah merupakan peradaban. Terutama apabila disepakati bahwa korupsi materiil hanyalah salah satu output “kecil” dari dasar-dasar jiwa korupsi yang juga bisa menemukan manifestasinya pada perilaku lain, pada pola berpikir, cara pandang, cara memahami, cara merasakan, bahkan cara memahami dan melaksanakan iman. Tak pernah berhenti kita bertanya: di kedalaman jiwa manusia, apakah korupsi itu peristiwa mental, peristiwa ilmu, peristiwa akhlak, peristiwa iman, atau apa? Kalau sudah sampai ke kompleksitas itu, kita yang di panggung berteriak “Wahai Kaum Koruptor…” tidak otomatis kita sendiri bukan koruptor. Atau kekhusyukan seseorang dalam beribadah, status mulia seseorang dalam kegiatan keagamaan, citra bersih seseorang dalam imaji publik – tidak serta merta mengandung arti bahwa yang bersangkutan berada di luar lingkaran, jaringan dan sistem korup. Bahkan kita yang bertugas memberantas korupsi, perlu mengaktifkan terus menerus kewaspadaan diri untuk menjamin bahwa dalam berbagai konteks dan nuansa itu langkah-langkah kita benar-benar bebas dari potensialitas korupsi. Apalagi sejumlah pagar eksternal atau internal yang tak selalu bisa kita atasi membuat langkah-langkah kita tampak di mata orang lain sebagai “tebang pilih”. Teknologi Eksternal dan Teknologi Internal Saya ingin menyebut sebuah term: “Teknologi Internal”. Ada jenis manusia atau masyarakat yang kecenderungannya adalah “mengelola dunia luar” dan itu kita sebut “Teknologi Eksternal”. Ada jenis manusia atau masyarakat lain yang lebih sibuk “mengolah dunia dalam” dirinya sendiri: mentalnya, manajemen hatinya, rekayasa berpikir subyektifnya. Itu “teknologi internal”. Ada hipotesis yang mengindikasikan bahwa “teknologi internal” adalah semacam tipologi, unikum atau karakteristik kemanusiaan atau budaya masyarakat di wilayah sepanjang Nusantara. Pelan-pelan, berikut ini, mudah-mudahan saya punya kemampuan untuk menjelaskan apa yang sebenarnya dimaksud dengan “teknologi internal”. Perkembangan peradaban global abad 20-21 adalah puncak eksplorasi “Teknologi Eksternal”: meneliti, menganalisis, menyimpulkan, mengaplikasikan ke wilayah eksternal segala hal yang membuat kehidupan manusia lebih “maju” dan “mudah”. Muncullah gedung-gedung, pabrik-pabrik, alat-alat di bidang apa saja di wilayah kehidupan yang manapun saja. Tidak hanya transportasi yang ajaib dan dunia maya yang ‘wingit’, tapi bahkan kekhusyukan shalatpun mengandalkan rekayasa teknologi eksternal. Seluruh pemandangan metropolitan

Page 31: Catatan Facebook Teja Buwana

Jakarta Raya ini sangat menggambarkan produk “teknologi eksternal”. Sementara “Teknologi Internal” adalah suatu inisiatif mental, didukung oleh aktivitas emosi dan sedikit intelektual, di mana untuk maju dan mudah, manusia mengandalkan pengaturan, pengolahan, eksplorasi, atau manipulasi mental di dalam dirinya. Untuk makan enak tidak tergantung jenis dan mahalnya makanan, melainkan bergantung pada cara kita menganggap dan memperlakukan makanan apa saja yang ada. Demikian juga berbagai soal lain di luar makanan. Di dalam budaya Jawa ada kata “mupus”: menganggap tak ada sesuatu yang bikin pusing tapi tak pernah bisa diselesaikan. Penderitaan berkepanjangan oleh kemiskinan struktural oleh rakyat cukup dijawab dengan “Gusti Allah mboten sare”. Tuhan tidak tidur. Puluhan juta keluarga bisa hidup tanpa rasionalitas ekonomi, gaji tak cukup untuk makan keluarga tapi kredit motor, tak ada kerjaan tapi merokok sambil main catur, kalau ditanya bagaimana makan minum keluargamu, mereka menjawab: “Bismillah, Cak”. Ahli Statistik di belahan bumi sebelah manapun tidak pernah mencatat dan makanan utama Bangsa Indonesia adalah bismillah. Dan sesungguhnya apa yang terkandung di balik “bismillah” itu adalah kelonggaran-kelonggaran sistem budaya korupsi di berbagai celah kehidupan yang memungkinkan mereka tetap bisa survive. Rakyat Indonesia berteriak beberapa hari oleh kenaikan BBM, penjualan asset-asset Negara dan jenis-jenis kebobrokan lain yang dilakukan oleh Pemerintah, kemudian mereka berduka satu dua bulan, akhirnya “mupus”, memproklamasikan “Tuhan tidak tidur”, dan kembali “ubet” lagi, “iguh” lagi: menjalani penghidupan sekeluarganya dengan amat sangat mandiri, tanpa ketergantungan yang signifikan dan tidak perduli-perduli amat kepada parpol apa yang memerintah, Presidennya Bima, Arjuna, Gareng, Bagong, Limbuk, atau Buto Kempung dan Bethoro Kolo…. Sesekali berkhayal: Presiden kita besok harus Puntadewa alias Yudhistira yang berdarah putih, tak punya ambisi, berani kehilangan apapun demi cinta kepada rakyat dan kebenaran sejati. Tetapi kalau di saat fajar ada serangan Rp 20 ribu, ya tak apa bermurah hati mencoblos calon yang menyebar uang itu. Adakah bangsa lain di muka bumi yang tangguh dan cuek-nya melebihi “Bangsa Nusantara”? Pupusnya Denotasi, Maraknya Konotasi Salah satu keluaran dari kebiasaan teknologi internal adalah pupusnya denotasi. Manusia dan masyarakat Indonesia hidup dalam konotasi-konotasi: sesuatu tidak dimaksudkan sebagai sesuatu itu sendiri sebagaimana ia adanya. Setiap kata, setiap perbuatan, setiap langkah dan keputusan, setiap jabatan dan fungsi, selalu tidak berkenyataan sebagaimana substansinya, melainkan ada tendensi, pamrih, maksud tersembunyi, “udang dibalik batu” atau apapun namanya -- di belakangnya. Kalau ia berlaku pada denotasi penderitaan dikonotasikan sebagai “tabungan akhirat”, pada “tempe” dianggap “daging”, pada “kegagalan” disebut “sukses yang tertunda”, “kelemahan” disebut “kesabaran”, “kebodohan” dibilang “kerendahan hati”, “kemiskinan” dikonotasikan sebagai “suratan takdir” – maka masih bisa menguntungkan survivalisme para penderitanya. Mereka bertahan hidup berkat kepandaian menciptakan konotasi-konotasi, Pemerintah selalu beruntung karena tingkat kemiskinan dan penderitaan sedahsyat apapun tak mungkin melahirkan pemberontakan total atau revolusi. Tetapi kalau yang berlaku adalah denotasi “mencuri uang Negara” dikonotasikan sebagai “jasa bagi

Page 32: Catatan Facebook Teja Buwana

keluarga”, “korupsi” menjadi “kelapangan peluang untuk kedermawanan sosial”, denotasi merampok dan melacur itu boleh asalkan konotasinya adalah “jihad Agama”, malak pabrik narkoba itu halal asal konotasinya ada prosentase untuk “pembangunan Masjid”, denotasi “uang narkoba” batal demi konotasi “pembelaan Islam” – maka kebenaran, Agama, dan denotasi apapun tak akan mengalami kehancuran – karena satu-satunya yang bisa hancur hanya kehidupan manusia. Sindroma Garuda-Emprit Agar supaya kita tidak terlalu “bersedih” atas “kepastian” untuk semakin hancur, perkenankan saya pergi jauh ke belakang sejarah bangsa Indonesia kita. Untuk itu “iseng-iseng” kita mempertanyakan siapa itu “Bangsa Indonesia”. Dengan asumsi sederhana bahwa kalau orang tak mengenal dirinya, maka ia tak tahu tempatnya, kalau tak tahu tempatnya juga pasti tak mengerti ke mana akan melangkahkan kakinya. Kita berendah hati saja untuk sedikit mengakui bahwa segala keributan dan kebobrokan yang kita alami 10-20 tahun terakhir ini siapa tahu sekadar kasus orang yang memang tak kenal siapa dirinya. Orang yang dirinya saja ia malas mengenalnya, maka agak mustahil ia punya energi untuk mendiagnosis apa penyakit yang sedang dideritanya. Dan kalau tak ada diagnosis yang tepat, mustahil pula ia akan bisa menyembuhkan diri dari penyakitnya. Mungkin kita ‘terpaksa’ harus melewati sejumlah relativitas pemahaman atas beberapa hal. Misalnya, sebelum “ada” Bangsa Indonesia, ada “Masyarakat Nusantara”, yang harus diperdebatkan terlebih dulu apakah ia “Rumpun Melayu”, “Masyarakat Jawi”, “Bangsa-bangsa Timur” dst. Juga sebutan “Jawa” atau “Melayu” berbeda pengertian dan skala faktualnya bergantung satuan waktu yang dipakai: setelah ada NKRI berbeda dengan 5 abad silam, juga berbeda dengan kurun “Ajisaka” 20-an abad silam. Kita harus menunggu puluhan atau ratusan tahun riset antropologis-historis, bahkan penelitian arkeologi dan sejumlah disiplin lain yang lebih mendasar dan akar. Kita mulai “iseng-iseng” ini dari sejumlah pertanyaan (yang boleh jadi mengandung substansi-substansi yang tidak atau belum “benar”, tapi belum juga bisa dibilang “salah”) misalnya: * Seberapa berbeda “Bangsa Indonesia” dengan “Bangsa Nusantara”? Kita sebut saja keduanya sebagai “kita”. Pertanyaannya: “kita” ini lahir pada 1945, ataukah “kita” yang melahirkan 1945? Kalau “kita” yang melahirkan NKRI dengan penduduknya yang kita sebut Bangsa Indonesia, maka tentunya “kita”lah juga yang melahirkan Ray Pikatan, Sanjaya, Mataram Kuno, Kutai, Majapahit, Ken Arok, Raden Wijaya, dan Gadjahmada, Borobudur dan paradigma Candi Seribu. Kitalah fosil manusia tertua dalam sejarah umat manusia di dunia di Sragen dan Mojokerto. Kitalah induk manusia (mungkin 6 generasi sesudah Adam) yang merintis peradaban, sebelum dihancurkan oleh era demi era sejarah primordialisme: sejak pewarisan kembali dendam Qabil-Habil, berpuluh-puluh abad hingga primordialisme Quraisy-Baduwi, sampai hari ini ada Suku Ahmadiyah, suku Gus Dur, dan suku Muhaimin. Dari semua kata itu yang mana denotasi yang mana konotasi? * Yang menguasai keuangan internasional, sistem global dan mekanisme pasar (: Neo-Liberalisme, IMF, Kongress AS, Neomultinational dst) dewasa ini sepertinya hanya sejumlah prosentase sangat kecil (1%?) dari jumlah penduduk dunia – yang seluruhnya adalah keturunan Nabi Ismail dan Nabi Ishaq (kaum konglomerat Arab dan strategi /stakeholders Yahudi) dengan induk Nabi Ibrahim.

Page 33: Catatan Facebook Teja Buwana

Sampai-sampai Kaum Muslimin harus mengulang tafsir kenapa dalam bacaan Tahiyat Shalat mereka salam kedamaian tak cukup disampaikan kepada Rasul Muhammad Saw tapi juga shalawat dan berkah kepada Rasul Ibrahim As dan keluarganya. * Kalau omong IMF, mudah menerimanya sebagai denotasi, tapi kalau Ibrahim: asosiasi kita biasanya konotatif. * Adapun “Masyarakat Nusantara” ini keturunan siapa? Bisakah dibilang keturunan Ibrahim atau bukan keturunan Ibrahim? Apakah atau siapakah induk “gen” bangsa kita ini lebih muda dari Ibrahim ataukah lebih tua? Misalnya Nabi Nuh As, itu orang Yahudi atau Arab, atau Melayu Jawa? * Apakah tersedia energi mental dan intelektual kita untuk mewaspadai denotasi dan konotasi dari pertanyaan itu? * Bangsa Cina dan Bangsa India itu berada pada garis Ishaq atau Ismail atau di luar itu? Masa depan kita di abad 21 ini mencadangkan Cina dan India sebagai “musuh yang pasti” dipandang dari mata dan kepentingan keturunan Ismail-Ishaq -- maka pasti harus ada pola strategi jangka pendek menengah dan panjang terhadap “Bangsa Nusantara”: NKRI harus dipastikan bisa dikuasai, ditunggangi, dikendalikan, diatur, dengan terlebih dahulu memastikan bahwa NKRI harus rapuh, terpecah belah, saling benci dan bermusuhan satu sama lain, seperti yang terjadi hari ini. Dengan demikian NKRI akan dipande menjadi Keris Nusantara untuk melawan Cina-India ketika saatnya nanti diperlukan. Ini semua pertanyaan denotatif atau konotatif? * Kalau umpamanya ternyata “Bangsa Nusantara” ini induknya lebih tua dari Ibrahim, maka mungkin perlu dipertanyakan bahwa segala perangkat kemajuan sejarah yang kita pakai sekarang ini “kulakan” pada klan Ismail-Ishaq, dan itu pasti akan menjadi jebakan-jebakan kultural, psikososial dan politis, yang membuat NKRI makin hari makin bunuh diri. Keadaan bangsa Indonesia saat ini demi Allah tidak memerlukan Neoliberalisme, AS, Iblis dan siapapun dari luar sana untuk hancur: bangsa Indonesia sudah berada pada “peak position” untuk secara amat canggih sanggup menghancurkan dirinya sendiri. Kok Iblis segala? Pernahkah Iblis dipahami oleh 20 abad peradaban manusia secara denotatif? Ataukah kita sebut-sebut ia setiap saat dalam konotasi semau-mau kita? Anda pikir Iblis ada hubungannya dengan Setan dan Jin? * Kalau dilihat dari posisi-kosmis, kekayaan alam, keunggulan bahasa dan budaya, maka “Bangsa Nusantara” yang sekarang bernukleus di NKRI tidaklah bisa diungguli oleh bangsa manapun di muka bumi. Maka diampuni Allahlah Amangkurat-II yang menyerahkan rakyat dan kedaulatannya kepada VOC, diampuni Allah semua pelaku-pelaku sejarah Indonesia sejak 1945, Orla, Orba, Orde Reformasi, yang dengan sangat cemerlang mampu mengubah “Garuda Perkasa Bangsa Nusantara” hari ini menjadi “Emprit kerdil, cengeng, dan penakut”. Sebenarnya kalau kita selalu mengatakan “Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar” itu denotatif atau konotatif? Ketangguhan Yang “Mencelakakan” Baiklah. Kalaupun Bangsa Indonesia sekarang tak perlu sampai memerlukan penglihatan diri sejauh ini, semoga sedikit berinisiatif pada takaran normal saja sebagai manusia, sebagai masyarakat dan sebagai bangsa – untuk memulai kemandirian, punya instink untuk ketat menjaga martabatnya, untuk mulai percaya kepada dirinya dan kepada apa yang sebenarnya bisa digapainya. Kalau bangsa Indonesia tidak percaya bahwa ia besar, bahwa ia lebih induk dan lebih besar dari bangsa-bangsa di dunia, serta tidak percaya bahwa sesungguhnya ia punya filosofi,

Page 34: Catatan Facebook Teja Buwana

formula, teknologi, budaya dan mekanisme kepemimpinan atas dunia secara lebih damai, hangat dan penuh toleransi (masyarakat kita aslinya adalah Professor Doktor Toleransi dengan tesis empiris cum laude) – maka mudah-mudahan ada sedikit inisiatif kecerahan diri mengupayakan agar 2009 tidak menjadi “Perayaan Kebodohan Edisi kesekian”, 2012 mencoba memastikan ada sejumlah klausul kenegaraan dan hak milik yang membuat kita tidak lebih parah menjadi budak bangsa lain, serta 2015 memproklamasikan “Keselamatan Minimal” sebagaimana layaknya manusia hidup normal standard tanpa keunggulan dan kehebatan. Kalau flash-back di atas suatu hari dipelajari dan direnungi, mungkin kesibukan berpikir keIndonesiaan kita sehari-hari mengandung kadar pengetahuan dan substansi yang sedikit agak fenomenologis dan paradigmatik. Kita bersabar dengan ilmu, dan menahan diri tidak bicara atau bertindak apapun kalau tidak dilandasi tanggungjawab ilmu. Bahkan yang membedakan keyakinan (iman) dengan khayalan (klenik, mitologi, subyektivisme) adalah faktor ilmu. Misalnya ada pertanyaan: kenapa segala penderitaan rakyat, kebobrokan pemerintahan dan kekacauan keadaan bangsa kita tidak pernah cukup menjadi syarat lahirnya sebuah revolusi yang mendasar, total, dan sungguh-sungguh? Padahal penderitaannya lebih dari sungguh-sungguh, kebobrokannya jauh melebihi ukuran kekebobrokan yang pernah dicatat oleh sejarah kepemimpinan dan pemerintahan, serta kekacauannya sedemikian rupa sehingga tak ada rakyat Negara manapun di muka bumi yang sanggup berada di dalamnya? Salah satu jawabannya: karena individu manusia Indonesia sangat tangguh, tidak collapse oleh kesengsaraan bagaimanapun juga, bahkan berulangkali sanggup menolong Negara untuk tidak collapse pada keadaan yang secara teoritis dan seharusnya ia collapse. Dan jawaban khusus untuk lembar acara hari ini adalah: karena bangsa “kita” memiliki tradisi Teknologi Internal yang tidak dimiliki oleh gen-gen bangsa lain. Dan paradigma itulah yang selama ini “mencelakakan” kita. Norma, Hukum, dan Moral Tentu saja, bangsa dengan bakal internal-technology di era NKRI sekarang ini tidak bisa sepenuhnya menerapkan keunggulan mentalnya: bagaimana mungkin kita tak punya motor, mobil, rumah bagus, laptop, AC; bagaimana mungkin kita mengelak dari arus besar kemewahan, hedonisme, gebyar dan gemerlap… maka bakat internal-technology akhirnya tak sengaja tergeser dan terterapkan ke wilayah-wilayah lain yang masih mengandung ketidak-majuan dan ketidak-mudahan. Dengan hasil korupsi, kita memperoleh berbagai kemudahan dan kemajuan: bisa beli apa saja sebagaimana atau melebihi orang lain, keluarga menganggap kita sukses, Pesantren dan Masjid yang kita bantu menyimpulkan kita adalah dermawan, masyarakat melihat bahwa kita adalah “orang yang benar”: buktinya punya jabatan, kaya, dan mau bersedekah kepada mereka. Tetapi ada sedikit pengetahuan yang sudah terlanjur nyantol di saraf otak yang membuat ingatan bahwa kita korup itu menghasilkan sesuatu yang tidak enak dalam hati dan tidak mudah di depan Tuhan. Maka tak cukup bantu Pesantren dan Masjid, kita perlu umroh sesering mungkin, langsung melakukan pendekatan kepada Tuhan. Sebenarnya sedikit-sedikit kita merasa juga bahwa Tuhan tersinggung karena kita tuduh ia bisa kita sogok dengan umroh atas dosa korupsi kita – tetapi karena demikianlah juga yang dilakukan oleh banyak teman-teman

Page 35: Catatan Facebook Teja Buwana

Indonesia lain, maka kita menjadi sedikit tenang. Faktornya di sini, budaya kita lebih mengandalkan norma dibanding hukum atau moral. Hukum dan moral itu nilai otonom dan pasti, sedangkan norma itu bergantung kesepakatan atau kebiasaan banyak orang. Kalau banyak orang menyuruh Ahmadiyah bubar dan banyak orang lain mengutuk FPI, kita terdorong untuk memilih salah satu dan kemudian turut mengacungkan tinju dan memekik-mekik. Itulah norma. Sementara hukum itu “ilmu”, moral itu “ruh”. Mereka yang hidup berdasar moral dan hukum, tidak melangkahkan kaki berdasarkan arus norma atau kecenderungan orang banyak. Alif Lam Mim, tuhan kita adalah norma. Kita lakukan apa saja yang nge-trend, yakni segala gejala dan perilaku yang diterima dan dikerjakan oleh orang banyak. Dari mode rambut, sinetron religi bulan Ramadlan, demokrasi, otda pilkada, syariat non-gender, darmawisata umroh, wisata kuliner hingga membubarkan Ahmadiyah dan FPI. Untuk bayar pajak saja kita perlu alasan “Apa Kata Dunia, hare gene…” Multikorupsi Dulu Suharto bikin Keraton Kemusu, sempalan Nyayogyakartohadiningrat dari tiga generasi sebelum yang sekarang. Keratonnya dikasih nama Republik, baju kebesarannya sebagai Raja dikasih label Presiden, dengan “uborampe” (kelengkapan basa-basi) mengumpulkan sekian ratus orang menjadi dua kelompok yang dikasih papan nama “MPR” dan “DPR”, dan akhirnya hanya seorang Raja yang jauh-jauh hari sudah merancang dan membangun makamnya di sebuah bukit. Kepresidenan Suharto adalah konotasi, karena denotasinya adalah Keraton. Masyarakat tidak keberatan dengan “Keraton” berlabel “Republik” itu karena jiwa raga mereka adalah “abdi dalem” dan “kawulo” sampai hari ini. Dan sampai hari ini kaum intelektual juga tidak pernah mengakui bahwa Orba adalah “Keraton”, karena diam-diam di dalam kandungan mentalnya masih menyimpan rasa “andhap asor” atau inferioritas “kawulo”, masih menyimpan mitologi subyektif untuk “takut” atau “segan”, juga karena sejak semula mereka juga diam-diam berikhtiar bagaimana menjadi “abdi dalem”. Kalau Sang Prabu Haryo Suharto tidak menerima lamaran kita, baru kita tampil di media massa sebagai oposan. Alhasil, view ini sekadar pintu awal untuk membuka kemungkinan besar kenyataan yang perlu kita teliti dengan jujur bahwa kasus-kasus korupsi yang dijaring KPK hanyalah sejumlah cipratan kecil dari budaya dan peradaban korupsi. Bangsa kita terjebak dalam kesalahan manajemen sejarah yang menggiring mereka melakukan korupsi sejak “dini”. Sebelum uang dan harta Negara, kita sudah melakukan korupsi iman, ilmu, cara berpikir, sejatinya isi hati, setiap jenis perilaku dari yang sehari-hari kultural sampai yang kenegaraan dalam konstitusi dan birokrasi. Apa yang saya tulis ini bukan tuduhan, juga saya harap tidak menambah persoalan. Ini sumbangan kewaspadaan, demi kebangkitan atau totalnya kehancuran kita bersama. Tiap menjelang tidur, ambil satu kata kerja: lihatlah seberapa “sungguh-sungguh” bangsa kita mengerjakan dan memaksudkan “kata kerja” itu. Apakah kalau kita bilang “a” maka yang kita kerjakan adalah “a”, dan kalaupun memang benar-benar kita kerjakan “a”, apakah niat dan maksud kita sungguh-sungguh “a”. Itu boleh pada perilaku sehari-hari, hingga urusan-urusan yang lebih besar: menjadi pejabat, menjadi wakil rakyat, menjadi Ustadz, menjadi Presiden, mengambil suatu keputusan nasional, dan apapun. Kunci kehancuran kita sangat boleh jadi adalah: tidak atau

Page 36: Catatan Facebook Teja Buwana

kurang bersungguh-sungguh. (Catatan: Term “teknologi internal” saya pinjam dari Noe/Letto dan sejumlah muatan lembar ini berasal dari diskusi dengannya. Tulisan ini adalah pengantar pada acara Diskusi Bareng di Perpustakaan KPK, Jumat, 13 Juni 2008.)

Page 37: Catatan Facebook Teja Buwana

Terapi berhenti merokokSunday, June 28, 2009, 6:47:01 PM | Teja BuwanaPfizer Luncurkan Program Terapi Berhenti Merokok JAKARTA, Senin, 29 Juni 2009 | 03:28 WIB PT Pfizer Indonesia dan Klinik Berhenti Merokok Rumah Sakit Persahabatan Jakarta meluncurkan program terapi berhenti merokok selama tiga bulan. "Ini sebagai bentuk keprihatinan dengan semakin tingginya jumlah perokok di Indonesia, khususnya di Jakarta," kata Humas PT Indo Pacific Edelman-Health, Intan Wibisono di Jakarta, Minggu (28/6). Menurut dia, dalam peluncuran program ini, juga dilakukan diskusi bertopik "Keinginan Kuat Saja Tidak Cukup, Berhentilah Merokok Dengan Dukungan Keluarga dan Teman. "Bersama Kita Bisa" yang digelar pada Senin (29/6) di Gedung Annex, Wisma Nusantara Jakarta. Dengan pembicara, kata dia, Dokter spesialis paru dari Klinik Stop Merokok RS Persahabatan, Dr Ahmad Hudoyo SpP (K), Dokter spesialias kejiwaaan RS Persahabatan Dr Tribowo T Ginting SpKJ, dan Manajer Pemasaran PT Pfizer Indonesia, Christina Limewaty. "Kami berharap dari diskusi ini dapat diketahui lebih jauh program tersebut," katanya. Ia menjelaskan, kegiatan ini sebagai bentuk komitmen PT Pfizer Indonesia yang merupakan perusahaan internasional dalam bidang kesehatan dalam mengoptimalkan dukungan untuk memberikan bantuan kepada perokok yang ingin berhenti merokok. "Pfizer prihatin dengan semakin tingginya jumlah perokok yang berdampak buruk terhadap perokok aktif maupun pasif," katanya. Dapat dipahami merokok merupakan kebiasaan yang sulit ditinggalkan karena sifat adiktif nikotin, namun keinginan berhenti merokok dapat dibantu dengan dukungan dari lingkungan serta terapi medis. Di Indonesia, kini terdapat 62,8 juta lebih perokok di Tanah Air yang sulit menghindari dan mencegah kecanduan rokok meskipun berdampak negatif. Dalam urusan perokok, Indonesia ternyata menduduki peringkat ke-3 dunia dan bahkan, nomor satu di Asia Tenggara. Catatan : waduh, padahal rokok masih lekat di mulut saya heheheheh

Page 38: Catatan Facebook Teja Buwana

Tuhan Sembilan SentiTuesday, June 23, 2009, 10:44:01 AM | Teja BuwanaTuhan Sembilan Senti Oleh Taufiq Ismail Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok Di sawah petani merokok di pabrik pekerja merokok di kantor pegawai merokok di kabinet menteri merokok di reses parlemen anggota DPR merokok di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok hansip-bintara- perwira nongkrong merokok di perkebunan pemetik buah kopi merokok di perahu nelayan penjaring ikan merokok di pabrik petasan pemilik modalnya merokok di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok. Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi perokok tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok. Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok, di ruang kepala sekolah ada guru merokok, di kampus mahasiswa merokok, di ruang kuliah dosen merokok, di rapat POMG orang tua murid merokok, di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok, Di angkot Kijang penumpang merokok, di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok, di loket penjualan karcis orang merokok, di kereta api penuh sesak orang festival merokok, di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok, di andong Yogya kusirnya merokok, sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok, Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru diam-diam menguasai kita Di pasar orang merokok, di warung Tegal pengunjung merokok, di restoran, di toko buku orang merokok, di kafe di diskotik para pengunjung merokok Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan abab rokok bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya. Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS, Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, bisa ketularan kena Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok, di apotik yang antri obat merokok, di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok, di ruang tunggu dokter pasien merokok, dan ada juga dokter-dokter merokok, Istirahat main tenis orang merokok, di pinggir lapangan voli orang merokok, menyandang raket badminton orang merokok, pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok, panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok, Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok, Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi orang perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok, Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai

Page 39: Catatan Facebook Teja Buwana

kita, Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa. Mereka ulama ahli hisap. Haasaba, yuhaasibu, hisaaban. Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi ahli hisap rokok. Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, kemana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya, Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri. Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal? Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu. Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz. Kyai, ini ruangan ber-AC penuh. Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i. Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok. Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz. 25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan. 15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan. 4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan? Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith. Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok. Jadi ini PR untuk para ulama. Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan, Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini. Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu ujung rokok mereka. Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir. Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk, Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas, lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba, Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya, Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini, Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini. Diambil dari Buku Thank You For Smoking

Page 40: Catatan Facebook Teja Buwana

Apa dan Siapa Ibnu Al-ArabiSaturday, June 20, 2009, 4:22:27 AM | Teja BuwanaMuhyiddin ibnu al-Arabi adalah salah seorang Sufi di Abad pertengahan, kehidupan dan tulisan-tulisannya sekarang banyak mempengaruhi pemikiran di Timur maupun Barat. Oleh masyarakat Arab, ia dikenal sebagai Syeikh al Akbar, ‘Syeikh Agung’, sedang orang-orang Kristen Barat melalui terjemahan langsung mengenalnya; ‘Doktor Maksinius’. Ia wafat pada abad ketigabelas. DARI MANA DATANGNYA GELAR? Ja’far ibnuYahya dari Lisabon memutuskan menjumpai Guru Agung Sufi, ia pun melakukan perjalanan dari Mekkah sebagaimana pemuda lainnya. Di sana ia bertemu dengan orang asing misterius, seorang laki-laki mengenakan jubah hijau, yang berkata kepadanya sebelum ia berbicara apa pun: “Engkau mencari Syeikh Agung, Guru yang sangat masyhur. Tetapi engkau mencarinya di Timur ketika ia berada di Barat. Dan ada sesuatu hal yang tidak benar dalam pencarianmu.” Ia mengirim Ja’far kembali ke Andalusia, untuk menjumpai seseorang bernama Muhyiddin ibnu al-Arabi dari suku Hatim-Tai. “Dia itulah Guru Agung.” Tanpa mengatakan kepada siapa pun mengapa ia mencarinya, Ja’far menemukan keluarga Tai di Murcia dan bertanya kepada putranya. Ja’far tahu bahwa sesungguhnya ia (Guru Agung) berada di Lisabon ketika dirinya berangkat pergi. Akhirnya ia menemukannya di Seville. “Di sana,” ujar seorang pendeta, “Itulah Muhyiddin.” Ia menunjuk kepada seorang pelajar muda, membawa sebuah kitab mengenai Tradisi (Hadis), tampak tergesa-gesa keluar dari ruang kuliah. Ja’far sangat bingung, tetapi dihentikannya pemuda tersebut dan bertanya, “Siapakah Guru Agung?” “Aku membutuhkan waktu untuk menjawab pertanyaan itu,” jawabnya. “Apakah engkau Muhyiddin ibnu al-Arabi dari suku Tai?” tanya Ja’far sedikit meremehkan. “Benar.” “Jika demikian aku tidak membutuhkanmu.” Tigapuluh tahun kemudian di Aleppo, ia melihat Ja’far memasuki ruang kuliah Syeikh Agung, Muhyiddin ibnu al-Arabi dari suku Tai. Muhyiddin melihatnya ketika masuk, dan berkata: “Sekarang aku siap menjawab pertanyaanmu dulu, sebenarnya tidak perlu ada pertanyaan itu. Tigapuluh tahun lalu Ja’far, engkau tidak membutuhkan aku. Apakah engkau masih tidak membutuhkan diriku? Orang Berjubah Hijau mengatakan ada sesuatu yang salah dalam pencarianmu. Yaitu waktu dan tempat.” Ja’far ibnu Yahya lantas menjadi salah seorang murid al-Arabi yang terkemuka. IMPIAN DI MOSUL Seorang pencari ayat suci yang memberi pengalaman batiniah yang penting, masih menderita karena kesulitan menafsirkannya secara konstruktif Ia minta petunjuk kepada Syeikh Agung Ibnu al-Arabi tentang mimpi yang sangat mengganggunya ketika berada di Mosul, Iraq. Ia melihat Guru Ma’ruf yang luhur dari Karkh seolah duduk di tengah-tengah api Neraka. Bagaimana mungkin Ma’ruf yang agung berada dalam Neraka? Apa yang kurang dari daya permahamannya, adalah keadaannya sendiri. Ibnu al-Arabi, dari permahamannya terhadap si Pencari jati diri dan kemanusiaannya, menyadari bahwa intisarinya adalah melihat Ma’ruf dikelilingi api. Api merupakan penjelasan tentang bagian jiwa yang belum dikembangkan, sebagai sesuatu dimana Ma’ruf yang agung terperangkap. Makna sesungguhnya adalah rintangan antara keberadaan Ma’ruf dan keberadaan si Pencari jati diri. Jika si Pencari (jati diri) ingin mencapai suatu keadaan yang setara dengan Ma’ruf, pencapaian yang

Page 41: Catatan Facebook Teja Buwana

ditandai dengan sosok Ma’ruf, maka ia harus melalui satu tahap yang dalam mimpinya digambarkan dengan lingkaran api. Dengan penafsiran ini si Pencari dapat memahami situasinya, dan menunjukkan pada dirinya apa yang masih perlu dilakukan. Kesalahannya adalah menganggap gambaran Ma’ruf adalah Ma’ruf, dan api adalah api Neraka. Bukan sekadar kesan (Naqsy) tetapi penggambaran yang benar terhadap kesan tersebut, seni yang disebut Tasvir (pemberian makna terhadap gambaran) itulah fungsi seorang Pembimbing yang Benar. TIGA BENTUK PENGETAHUAN Ibnu al-Arabi dari Spanyol, menginstruksikan para pengikutnya dalam keputusannya yang paling kuno ini: Ada tiga bentuk pengetahuan. Pertama, pengetahuan kecerdasan otak, yang sesungguhnya hanyalah keterangan dan kumpulan kenyataan, dan pemanfaatan sampai pada pengertian-pengertian atau rencana para cendekiawan lebih jauh. Ini disebut ajaran kecendekiawanan (intelektualisme). Kedua, pengetahuan tentang keberadaan, meliputi perasaan yang emosional (renjana) dan kejanggalan, dimana manusia menganggap bahwa ia merasakan sesuatu tetapi tidak dapat memanfaatkannya. Ini disebut (emosionalisme). Ketiga, pengetahuan sejati yang disebut Pengetahuan atas Realitas. Pada bentuk ini, manusia dapat merasakan apa yang benar, sejati, melampaui batas-batas pemikiran dan perasaan. Para sarjana dan ilmuwan terpusat pada bentuk pertama pengetahuan. Kaum emosionalis dan eksperimentalis menggunakan bentuk kedua. Lainnya memadukan keduanya, atau memanfaatkan salah satu sebagai pilihan. Tetapi mereka yang mencapai kebenaran, adalah mereka yang tahu bagaimana menghubungkan dirinya sendiri dengan realitas berada di dua bentuk pengetahuan tersebut. Mereka inilah kaum Sufi sejati, kaum Darwis dan mengalami Pencapaian. KEBENARAN Ia telah membingungkan semua orang yang belajar Islam, Setiap orang yang mempelajari Mazmur, Setiap Rabbi Yahudi, Setiap pendeta Kristen. CINTA YANG LEBIH TINGGI Pecinta awam memuja gejala kedua. Aku mencintai Yang Sejati. CINTA YANG KHUSUS Ketika bulan penuh muncul pada malam hari, menampakkan wajahnya di tengah rambut. Dari penderitaan muncul gambaran dirinya; tangis air mata di pipi; seperti bunga bakung hitam menumpahkan air mata di atas mawar Kecantikan hanyalah kesunyian: sifatnya lah yang berlimpah. Bahkan memikirkan bahaya kehalusannya (kendati terlalu kasar merasakan dirinya). Jika demikian, Bagaimana bisa ia terlihat dengan benar oleh alat tubuh yang janggal seperti mata? Keajaibannya tak tertangkap nalar. Ia melampaui aneka penglihatan. Ketika penjelasan mencoba menjabarkan dirinya, ia menguasainya. Kapan pun berupaya, penjelasan menjadi terusir Karena hal itu seperti mencoba untuk membatasi. Jika seseorang mencari cita-citanya yang lebih rendah (untuk merasakan cinta seperti pada umumnya), selalu ada orang lain yang tidak akan melakukannya. PENCAPAIAN SEORANG GURU Orang berpikir bahwa seorang Syeikh mestinya menunjukkan keajaiban-keajaiban dan menunjukkan pencerahan. Syarat seorang guru, betapapun, hanyalah bahwa ia harus memiliki semua yang dibutuhkan murid. WAJAH AGAMA Sekarang aku disebut rusa di padang pasir, Sekarang seorang pendeta Kristen, Sekarang seorang Zoroaster Kekasih ada Tiga, tetapi Satu: Yakni tiga dalam kenyataannya satu. HATIKU DAPAT MENERIMA SEGALA RUPA Hatiku dapat menerima segala rupa. Hati

Page 42: Catatan Facebook Teja Buwana

berubah-ubah sesuai kesadaran yang paling dalam. Bisa jadi berbentuk seperti rusa padang rumput, biara para rahib, patung pemujaan, pengunjung (peziarah) Ka’bah, Lembaran Taurat untuk ilmu pengetahuan tertentu, lembaran-lembaran al-Qur’an. Tugasku adalah hutang terhadap Cinta. Dengan bebas dan sukarela aku menerima apa pun yang terlarang untukku. Cinta seperti cinta seorang kekasih, kecuali sebagai pengganti mencintai gejala, aku mencintai yang Hakiki. Agama, kewajiban, adalah milik dan keyakinanku. Tujuan cinta manusia adalah menunjukkan yang terakhir, cinta sejati. Inilah cinta yang sadar. Lainnya adalah jenis yang membuat manusia tidak menyadari dirinya sendiri. BELAJAR DENGAN ANALOGI Ada alasan bahwa Ibnu al-Arabi menolak berbicara dalam bahasa filosofis dengan setiap orang, bodoh maupun terpelajar. Dan tampaknya orang-orang beruntung tetap berteman dengannya. Ia mengajak bepergian, memberi mereka makan, menghibur mereka dengan bercerita ratusan pokok pembicaraan. Seseorang bertanya kepadanya, “Bagaimana Anda mengajar apabila Anda tampaknya tidak pernah memberi pengajaran?” Ibnu al-Arabi menjawab, “Dengan kias.” Dan ia menceritakan perumpamaan ini. Suatu ketika ada seorang laki-laki memendam uangnya di bawah beberapa pohon demi keamanan. Ketika ia datang kembali, uangnya hilang. Seseorang telah membongkar akar dan membawa emasnya. Ia kemudian menemui orang bijak dan menceritakan masalahnya. “Saya yakin tidak ada harapan lagi menemukan kembali harta itu.” Orang bijak tersebut menyarankan agar ia kembali lagi setelah beberapa hari. Sementara itu, si orang bijak memanggil semua tabib yang ada di kota, dan bertanya kepada mereka, apakah pernah memberi resep obat akar-akaran kepada seseorang. Salah seorang mengaku telah memberikannya kepada seorang pasien. Maka dipanggillah pasien tersebut, dan ternyata ia adalah pemilik uang itu sendiri. Ia mengambil barang tersebut dan mengembalikannya kepada pemilik sebenarnya. “Dengan cara yang sama,” ujar Ibnu al-Arabi, “Kutemukan apa keinginan murid yang sesungguhnya, dan bagaimana ia dapat belajar. Dan kuajarkan.” ORANG YANG MENGETAHUI Seorang Sufi yang mengetahui Kebenaran Abadi, bertindak dan berbicara dengan mempertimbangkan pemahaman, keterbatasan dan prasangka dominan yang tersembunyi pada pendengarnya. Bagi Sufi, beribadat berarti pengetahuan. Melalui pengetahuan ia memperoleh penglihatan. Sufi meninggalkan tiga ‘aku’. Ia tidak mengatakan ‘untukku’, ‘denganku’ atau ‘milikku’. Ia tidak boleh menghubungkan segala sesuatu dengan dirinya. Sesuatu yang tersembunyi dalam tempurung tak berguna. Kita sekadar mencari sasaran yang kurang layak, dengan tidak memperhatikan nilai tak terbatas yang sangat berharga. Makna kemampuan menafsir adalah, bahwa seseorang dapat dengan mudah membaca sesuatu yang dikatakan oleh orang bijak dalam dua cara yang amat berlainan. MENYIMPANG DARI JALAN BENAR Siapa pun yang menyimpang dari peraturan Sufi, tidak akan memperoleh sesuatu yang bermanfaat; kendati ia mempunyai nama baik di mata masyarakat yang menggema (hingga) ke firdaus. Sumber : Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma’rifat oleh Idries Shah

Page 43: Catatan Facebook Teja Buwana

MENCERMATI SEBAB-SEBAB KERUNTUHAN MAJAPAHITThursday, June 18, 2009, 7:21:46 AM | Teja BuwanaTersebutlah kisah, Adipati Terung meminta Sultan Bintara alias Raden Patah yang masih "kapernah" kakaknya, untuk menghadap Prabu Brawijaya. Tapi Sultan Demak itu tidak mau karena ayahnya dianggap masih kafir.Brawijaya adalah raja Majapahit, kerajaan Hindu yang pernah jaya ditanah Jawa. Bahkan kemudian Raden Patah lalu mengumpulkan para bupati pesisir seperti Tuban, Madura dan Surabaya serta para Sunan untuk bersama-sama menyerbu Majapahit yang kafir itu. Prajurit Islam dikerahkan mengepung ibu kota kerajaan, karena segan berperang dengan puteranya sendiri, Prabu Brawijaya meloloskan diri dari istana bersama pengikut yang masih setia. Sehingga ketika Raden Patah dan rombongannya (termasuk para Sunan) tiba, istana itu kosong. Atas nasihat Sunan Ampel, untuk menawarkan segala pengaruh raja kafir, diangkatlah Sunan Gresik jadi raja Majapahit selama 40 hari. Sesudah itu baru diserahkan kepada Sultan Bintara untuk diboyong ke Demak. Cerita ini masih dibumbui lagi, yaitu setelah Majapahit jatuh, Adipati Terung ditugasi mengusung paseban raja Majapahit ke Demak untuk kemudian dijadikan serambi masjid. Adipati Bintara itu kemudian bergelar "Senapati Jinbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidina Panatagama". Cerita mengenai serbuan tentara Majapahit itu dapat ditemui dalam "BABAD TANAH JAWI". Tapi cerita senada juga terdapat dalam "Serat Kanda". Disebutkan, Adipati Bintara bersama pengikutnya memberontak pada Prabu Brawijaya. Bala tentara Majapahit dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada, Adipati Terung dan Andayaningrat (Bupati Pengging). Karena takut kepada Syekh Lemah Abang, gurunya, Kebo Kenanga (Putra Bupati Pengging) membelot ikut musuh. Sementara itu Kebo Kanigara saudaranya tetap setia kepada Sang Prabu Brawijaya. Tentara Demak dibawah pimpinan Raden Imam diperlengkapi dengan senjata sakti "Keris Makripat" pemberian Sunan Giri yang bisa mengeluarkan hama kumbang dan "Badhong" anugerah Sunan Cirebon yang bisa mendatangkan angin ribut. Tentara Majapahit berhasil dipukul mundur sampai keibukota, cuma rumah adipati Terung yang selamat karena ia memeluk Islam. Karena terdesak, Prabu Brawijaya mengungsi ke (Tanjung) sengguruh beserta keluarganya diiringi Patih gajah Mada. Itu terjadi tahun 1399 Saka atau 1477 Masehi. Setelah dinobatkan menjadi Sultan Demak bergelar "Panembahan Jinbun", adipati Bintara mengutus Lembu Peteng dan jaran panoleh ke sengguruh meminta sang Prabu masuk agama Islam. tapi beliau tetap menolak. Akhirnya Sengguruh diserbu dan Prabu Brawijaya lari kepulau Bali. Cerita versi BABAD TANAH JAWI dan SERAT KANDA itulah yang selama ini popular dikalangan masyarakat Jawa, bahkan pernah juga diajarkan disebagian sekolah dasar dimasa lalu. Secara garis besar, cerita itu boleh dibilang menunjukkan kemenangan Islam. Padahal sebenarnya sebaliknya, bisa memberi kesan yang merugikan, sebab seakan-akan Islam berkembang di Jawa dengan kekerasan dan darah. Padahal kenyataannya tidak begitu. Selain fakta lain banyak menungkap bahwa masuknya Islam dan berkembang ditanah Jawa dengan jalan damai. Juga fakta keruntuhan Majapahit juga menunjukkan bukan disebabkan serbuan tentara Islam demak. Prof. Dr. Slamet Muljana dalam bukunya "Pemugaran Persada Sejarah Leluhur

Page 44: Catatan Facebook Teja Buwana

Majapahit" secara panjang lebar membantah isi cerita itu berdasarkan bukti-bukti sejarah. Dikatakan Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda yang ditulis abad XVII dijaman Mataram itu tanpa konsultasi sumber sejarah yang dapat dipercaya. Sumber sejarah itu antara lain beberapa prasasti dan karya sejarah tentang Majapahit, seperti "Negara Kertagama dan Pararaton". Karena itu tidak mengherankan jika uraiannya tentang Majapahit banyak yang cacat. "Prasasti Petak" dan "Trailokyapuri" menerangkan, raja Majapahit terakhir adalah Dyah Suraprahawa, runtuh akibat serangan tentara keling pimpinan Girindrawardhana pada tahun 1478 masehi, sesuai Pararaton. Sejak itu Majapahit telah berhenti sebagai ibu kota kerajaan. Dengan demikian tak mungkin Majapahit runtuh karena serbuan Demak. Sumber sejarah Portugis tulisan Tome Pires juga menyebutkan bahwa Kerajaan Demak sudah berdiri dijaman pemerintahan Girindrawardhana di Keling. Saat itu Tuban, Gresik, Surabaya dan Madura serta beberapa kota lain dipesisir utara Jawa berada dalam wilayah kerajaan Kediri, sehingga tidak mungkin seperti diceritakan dalam Babad Jawa, Raden Patah mengumpulkan para bupati itu untuk menggempur Majapahit. Penggubah Babad Tanah Jawi tampaknya mencampur adukkan antara pembentukan kerajaan Demak pada tahun 1478 dengan runtuhnya Kediri oleh serbuan Demak dijaman pemerintahan Sultan Trenggano 1527. Penyerbuan Sultan Trenggano ini dilakukan karena Kediri mengadakan hubungan dengan Portugis di Malaka seperti yang dilaporkan Tome Pires. Demak yang memang memusuhi Portugis hingga menggempurnya ke Malaka tidak rela Kediri menjalin hubungan dengan bangsa penjajah itu. Setelah Kediri jatuh (Bukan Majapahit !) diserang Demak, bukan lari kepulau Bali seperti disebutkan dalam uraian Serat Kanda, melainkan ke Panarukan, Situbondo setelah dari Sengguruh, Malang. Bisa saja sebagian lari ke Bali sehingga sampai sekarang penduduk Bali berkebudayaaan Hindu, tetapi itu bukan pelarian raja terakhir Majapahit seperti disebutkan Babad itu. Lebih jelasnya lagi raden Patah bukanlah putra Raja Majapahit terakhir seperti disebutkan dalam Buku Babad dan Serat Kanda itu, demikian Dr. Slamet Muljana. Sejarawan Mr. Moh. Yamin dalam bukunya "Gajah Mada" juga menyebutkan bahwa runtuhnya Brawijaya V raja Majapahit terakhir, akibat serangan Ranawijaya dari kerajaan Keling, jadi bukan serangan dari Demak. Uraian tentang keterlibatan Mahapatih Gajah Mada memimpin pasukan Majapahit ketika diserang Demak 1478 itu sudah bertentangan dengan sejarah. Soalnya Gajah Mada sudah meninggal tahun 1364 Masehi atau 1286 Saka. Penuturan buku "Dari Panggung Sejarah" terjemahan IP Simanjuntak yang bersumber dari tulisan H.J. Van Den Berg ternyata juga runtuhnya Majapahit bukan akibat serangan Demak atau tentara Islam. Ma Huan, penulis Tionghoa Muslim, dalam bukunya "Ying Yai Sheng Lan" menyebutkan, ketika mendatangi Majapahit tahun 1413 Masehi sudah menyebutkan masyarakat Islam yang bermukim di Majapahit berasal dari Gujarat dan Malaka. Disebutkannya, tahun 1400 Masehi saudagar Islam dari Gujarat dan Parsi sudah bermukim di pantai utara Jawa. Salah satunya adalah Maulana Malik Ibrahim yang dimakamkan di Pasarean Gapura Wetan Kab. Gresik dengan angka tahun 12 Rabi'ul Awwal 882 H atau 8 April 1419 Masehi, berarti pada jaman pemerintahan Wikramawardhana (1389-1429) yaitu Raja Majapahit IV setelah Hayam Wuruk. Batu nisan yang

Page 45: Catatan Facebook Teja Buwana

berpahat kaligrafi Arab itu menurut Tjokrosujono (Mantan kepala Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Mojokerto), nisan itu asli bukan buatan baru. Salah satu bukti bahwa sejak jaman Majapahit sudah ada pemukiman Muslim diibu kota, adalah situs Kuna Makam Troloyo, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, JATIM. Makam-makam Islam disitus Troloyo Desa Sentonorejo itu beragam angka tahunnya, mulai dari tahun 1369 (abad XIV Masehi) hingga tahun 1611 (abad XVII Masehi). Nisan-nisan makam petilasan di Troloyo ini penuh tulisan Arab hingga mirip prasati. Lafalnya diambil dari bacaan Doa, kalimah Thayibah dan petikan ayat-ayat AlQuran dengan bentuk huruf sedikit kaku. Tampaknya pembuatnya seorang mualaf dalam Islam. Isinya pun bukan bersifat data kelahiran dan kematian tokoh yang dimakamkan, melainkan lebih banyak bersifat dakwah antara lain kutipan Surat Ar-Rahman ayat 26-27. P.J. Veth adalah sarjana Belanda yang pertama kali meneliti dan menulismakam Troloyo dalam buku JAVA II tahun 1873.L.C. Damais peneliti dari Prancis yang mengikutinya menyebutkan angka tahun pada nisan mulai abad XIV hingga XVI. Soeyono Wisnoewhardono, Staf Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Trowulan mengatakan, nisan-nisan itu membuktikan ketika kerajaan Majapahit masih berdiri, orang-orang Islam sudah bermukim secara damai disekitar ibu kota. Tampak jelas disini agama Islam masuk kebumi Majapahit penuh kedamaian dan toleransi. Satu situs kepurbakalaan lagi dikecamatan trowulan yakni diDesa dan kecamatan Trowulan adalah Makam Putri Cempa. Menurut Babad Tanah jawi, Putri Cempa (Jeumpa, bahasa Aceh) adalah istri Prabu Brawijaya yang beragama Islam. Dua nisan yang ditemukan dikompleks kekunaan ini berangka tahun 1370 Saka (1448 Masehi) dan 1313 Saka (1391 Masehi). Dalam legenda rakyat disebutkan dengan memperistri Putri Cempa itu, sang Prabu sebenarnya sudah memeluk agama Islam. Ketika wafat ia dimakamkan secara Islam dimakam panjang (Kubur Dawa). Dusun Unggah-unggahan jarak 300 meter dari makam Putri Cempa bangsawan Islam itu. Dari fakta dan situs sejarah itu, tampak bukti otentik tentang betapa tidak benarnya bahwa Islam dikembangkan dengan peperangan. Justru beberapa situs kesejarahan lain membuktikan Islam sangat toleran terhadap agama lain (termasuk Hindu) saat Islam sudah berkembang pesat ditanah Jawa. Dikompleks Sunan Bonang di Tuban, Jawa Timur misalnya, berdiri tegak Candi Siwa Budha dengan angka tahun 1400 Saka (1478 masehi) yang kini letaknya berada dibelakang kantor Pemda tuban. Padahal, saat itu sudah berdiri pondok pesantren asuhan Sunan Bonang. Pondok pesantren dan candi yang berdekatan letaknya ini dilestarikan dalam sebuah maket kecil dari kayu tua yang kini tersimpan di Museum Kambang Putih, Tuban. Di Kudus, Jawa Tengah, ketika Sunan Kudus Ja'far Sodiq menyebarkan ajaran Islam disana, ia melarang umat Islam menyembelih sapi untuk dimakan. Walau daging sapi halal menurut Islam tetapi dilarang menyembelihnya untukmenghormati kepercayaan umat Hindu yang memuliakan sapi. Untuk menunjukkan rasa toleransinya kepada umat Hindu, Sunan Kudus menambatkan sapi dihalaman masjid yang tempatnya masih dilestarikan sampai sekarang. Bahkan menara Masjid Kudus dibangun dengan gaya arsitektur candi Hindu. ketika kerajaan Majapahit berdiri sebagai bagian dari perjalanan bangsa Indonesia. Sejak didirikan Raden Wijaya yang

Page 46: Catatan Facebook Teja Buwana

bergelar Kertanegara Dharmawangsa, kerajaan ini senantiasa diliputi fenomena pemberontakan. Pewaris tahta Raden Wijaya, yakni masa pemerintahan Kalagemet/Jayanegara (1309-1328), yang dalam sebuah prasasti dianggap sebagai titisan Wisnu dengan Lencana negara Minadwaya (dua ekor ikan) dalam memerintah banyak menghadapi pemberontakan-pemberontakan terhadap Majapahit dari mereka yang masih setia kepada Kertarajasa. Pemberontakan pertama sebetulnya sudah dimulai sejak Kertarajasa masih hidup, yaitu oleh Rangga Lawe yang berkedudukan di Tuban, akibat tidak puas karena bukan dia yang menjadi patih Majapahit tetapi Nambi, anak Wiraraja. Tetapi usahanya (1309) dapat digagalkan. Pemberontakan kedua di tahun 1311 oleh Sora, seorang rakryan di Majapahit, tapi gagal. Lalu yang ketiga dalam tahun 1316, oleh patihnya sendiri yaitu Nambi, dari daerah Lumajang dan benteng di Pajarakan. Ia pun sekeluarga ditumpas. Pemberontakan selanjutnya oleh Kuti di tahun 1319, dimana Ibukota Majapahit sempat diduduki, sang raja melarikan diri dibawah lindungan penjaga-penjaga istana yang disebut Bhayangkari sebanyak 15 orang dibawah pimpinan Gajah Mada. Namun dengan bantuan pasukan-pasukan Majapahit yang masih setia, Gajah Mada dengan Bhayangkarinya menggempur Kuti, dan akhirnya Jayanegara dapat melanjutkan pemerintahannya. Berhenti pemberontakan Kuti, tahun 1331 muncul pemberontakan di Sadeng dan Keta (daerah Besuki). Maka patih Majapahit Pu Naga digantikan patih Daha yaitu Gajah Mada, sehingga pemberontakan dapat ditumpas. Keberhasilan Gajah Mada memadamkan pemberontakan Sadeng membawanya meraih karier diangkat sebagai mahapatih kerajaan. Namun pada masa pemerintahan Hayam Wuruk pada tahun 1350-1389, berkali-kali sang patih Gajah Mada --yang juga panglima ahli perang di masa itu—harus menguras energi untuk memadamkan pemberontakan di beberapa daerah. Pemberontakan Ronggolawe sampai serangan kerajaan Dhaha, Kediri. Bahkan salah satu penyebab kemunduran dan hancurnya kerajaan Majapahit adalah ketika meletusnya Perang Paragreg tahun 1401-1406 merupakan perang saudara memperebutkan kekuasaan, daerah bawahan mulai melepaskan diri dan berkembangnya Islam di daerah pesisir Kerajaan Majapahit yang pernah mengalami masa keemasan dan kejayaan harus runtuh terpecah-pecah setelah kehilangan tokoh besar seperti Hayam Wuruk dan Gajah Mada. Sumber ; http://www.jawapalace.org/majapahit.htm

Page 47: Catatan Facebook Teja Buwana

MANUNGGALING KAWULA LAN GUSTIThursday, June 18, 2009, 5:28:37 AM | Teja BuwanaDalam gumelaring jagad, atau tergelarnya alam semesta manusia selalu ingin tahu darimanakah dia berasal. Dalam khazanah pengetahuan Jawa, keingin-tahuan ini diwujudkan dalam sebuah konsep yaitu Sangkan Paraning Dumadi, alias Asal Usul Jagad-raya. Manusia Jawa melihat alam semesta ini tidak hanya yang berwujud saja melainkan juga yang tanpa wujud. Wujud di sini di artikan semua kenyataan hidup (kasunyatan) yang dapat dijangkau dengan indera, sementara tanpa wujud adalah suatu hal yang kelima panca indera manusia tidak mampu menjangkaunya. Pandangan universal Jawa ini menyatakan bahwa Manusia adalah titah dumadi yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harmonis dengan jagad rat pramudhita (jagad raya seisinya). Dengan demikian, maka orang Jawa kurang mempedulikan ritual - ritual yang bersifat hubungan yang khusus dengan Sang Pencipta, karena ritual tersebut pada hakekatnya juga dipandang sudah tercakup di dalam interaksi sosial (antar manusia) dan juga interaksi dengan alam sekitarnya. Dus antara pekerjaan, interaksi, dan doa, tidak ada batasan atau prinsip yang hakiki. Hal ini berarti pemujaan kepada Sang Pencipta Alam diwujudkan dalam kehidupan sehari - hari yang membumi dan riil. Prinsip universal ini yang melahirkan istilah "sedulur tunggal dina kelahiran" (saudara satu hari kelahiran), apa artinya? yaitu bahwa apapun makhluknya yang tumbuh / muncul bertepatan dengan saat seseorang dilahirkan maka makhluk tersebut dianggap sebagai saudara. Betapa luhurnya pandangan ini. Falsafah "sedulur tunggal dina kelahiran" menegaskan betapa kedudukan manusia juga sebagai makhluk-NYA, walaupun disebutkan manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan mulia, namun falsafah ini mengajarkan pula agar sebagai khalifah, manusia janganlah bersikap sombong dan arogan. Singkatnya, anak genderuwo, bekasakan, thethekan, kambing, kucing, monyet, tapir, tunas pohon pisang dsb yang kebetulan lahir / tumbuh bersamaan dengan lahirnya seorang manusia, maka kesemua makhluk itu harus dianggap sebagai saudara. Bahkan di jaman dahulu Orang Jawa sering membuat minuman dawet ketika ada hewan ternaknya ataupun hewan piaraannya yang melahirkan karena merayakan gumelaring titah dumadi, atau penciptaan makhluk oleh Sang Pencipta. Dengan menganggap adanya saudara tunggal hari kelahiran ini, maka seorang manusia Jawa akan berhati - hati dalam bertindak. Ia tidak akan membabati hutan sedemikian buasnya karena siapa tahu, di dalam hutan itu ada makhluk - makhluk yang merupakan sedulur tunggal dina kelahirannya. Ia tidak akan menumpahkan polusi kedalam sungai, danau, dan laut, karena boleh jadi tindakan itu akan menyakiti saudara - saudaranya. Sayangnya keluhuran budi ini sering dianggap sebagai tahayul, gugon tuhon, bahkan tidak sedikit dianggap sesat dan bid'ah. Akibatnya adalah orang menjadi beringas, ia tidak ingkat kalau statusnya sebagai khalifah itu seharusnya membawanya menjadi orang yang bijak dan bajik. Nafsunya menguasai "rasa" sehingga tumpullah sudah persaudaran antara sesama makhluk. Manusia menjadi perusak hutan kelas wahid. Sumur, sungai, danau, laut dipenuhi racun mematikan yang membunuh flora dan fauna. Terjadilah kerusakan di mana - mana! Ketika air bah melanda, dan banjir menggenang, ratusan nyawa melayang, tapi apalah daya. Manusia

Page 48: Catatan Facebook Teja Buwana

mengerang merintih memohon ampunan. Dikatakannya semua itu adalah takdir, semua itu adalah ujian. Tapi Tuhan bersabda bahwa telah jelas kerusakan di muka bumi ini adalah akibat ulah manusia. Jangan pernah menyalahkan-NYA untuk nestapa yang dialami manusia. Kesadaran bahwa manusia itu adalah bagian dari alam semesta membawa manusia Jawa kepada konsep Jagad Cilik (mikrocosmos) dan Jagad Gedhe(makrocosmos). Jagad cilik adalah manusia itu sendiri dan Jagad gedhe adalah tatanan kosmis alam semesta. Manusia perlu senantiasa menyadari bahwa kedua jagad itu harus selalu dalam keadaan harmonis. Kesadaran konstan akan pengertian bahwa Jagad Cilik dan Jagad Gedhe harus bersatu merupakan tujuan akhir seorang manusia. Artinya dalam setiap hembusan nafasnya ia selalu sadar bahwa dirinya adalah bagian dari alam semesta dan tentunya ia harus "hamemayu hayuning bhawana", atau memperindah dunia yang sudah indah ini. Untuk terus menerus sadar ini dibutuhkan sebuah tatanan atau aturan. Tatanan ini yang disebut dengan "Sedulur Papat Lima Pancer". Konsepsi yang terkesan rumit ini sebenarnya simpel, yaitu bahwa apapun di dunia ini selalu tersusun atas INTI dan PLASMA. Mulai dari galaksi sampai atom sekalipun selalu tersusun atas Inti dan Plasma. Matahari sebagai PANCER-nya dan planet planet yang mengitarinya sebagai plasma-nya. Atom tersusun atas inti atom dan kulit atom sebagai plasmanya. Hubungan inti dan plasma ini berlangsung kekal abadi. Inti dan plasma bersinergi, yang satu tidak mungkin ada tanpa yang satunya lagi. Inti tidak bisa bekerja tanpa plasma dan demikian pula sebaliknya. Sedulur Papat tiada guna tanpa adanya Pancer dan Pancer tiada berfungsi tanpa bantuan sedulur papat. Sedulur papat dimulai saat diri seorang manusia masih berada dalam Boemi Soetji alias masih di dalam Guwa Garba seorang Ibu. Di dalam rahim ada 4 komponen utama yang mendukung kehidupan janin. Mereka adalah Air ketuban, Ari - ari (tembuni), Pusar, dan Darah. Air Ketuban yang di dalam rahim berfungsi menjaga si jabang bayi, meredam benturan, ari - ari menyerap sari makanan dari tubuh ibu, Pusar menjalan tugas sebagai saluran Darah untuk membawa sari - sari makanan yang diserap ari - ari ke dalam tubuh si bayi. Maka dari itu orang Jawa sangat menghormati fungsi keempatnya. Air ketuban yang keluar mendahului Bayi disebut sebagai Kakang Kawah, Plasenta yang keluar setelah bayi disebut sebagai Adhi Ari - ari, dan Darah disebut sebagai Ponang Getih dan terakhir Puser. Bayi sebagai pancernya dan sedulur papat sebagai plasmanya. Ketiadaan salah satu unsur membuat unsur yang lain tiada berguna. seorang bayi beserta ke empat saudaranya ketika lahir sebenarnya hanya berpindah tempat. Ia masih berada di dalam rahim, namun bukan lagi rahim ibu biologis melainkan rahim Ibu Pertiwi. Jadi analog dengan keadaan ketika masih berada di dalam rahim seorang ibu, maka ketika manusia berada di dalam kandungan alam semesta yang disebut sebagai Boemi Moeljo ini sedulur papat selalu menemani. Singkatnya, manusia tidak akan bisa bertahan hidup tanpa adanya bantuan sedulur papat di dunia ini. Ketika lahir, sedulur papat dan pancernya disebut sebagai "Sedulur tunggal pertapan, nunggal sak wat, ning beda-beda panggonane" yang artinya "Saudara satu tubuh, keluar lewat jalan yang sama, tetapi berbeda - beda tempatnya". Nah sekarang apakah yang berada SATU TUBUH dengan diri kita, dan fungsinya adalah MENYOKONG kehidupan?.

Page 49: Catatan Facebook Teja Buwana

Ingatkah kisah Damarwulan dan Minakjingga? Ketika Damarwulan ingin mendapatkan Ratu Ayu Kencanawungu, ia harus memenggal kepala Minakjingga. Apa maknanya? Kencanawungu berparas AYU, ayu itu RAHAYU, rahayu itu wilujeng, selamat. Kepala merupakan sumber nafsu. Nafsu diperlukan dalam kehidupan seorang manusia untuk membuatnya menjadi MANUNGSA SEJATI, sebenar-benar manusia. Namun apabila diperbudak oleh nafsu maka hanya akan menimbulkan kesesatan selama hidup di dunia. Maka itu agar beroleh keselamatan maka harus memenggal nafsu yang sumbernya ada di kepala anda. Ketika seseorang bersamadhi ia membuka matanya, namun nampak olehnya seorang gadis yang sangat memesona. Runtuhlah keteguhan samadhinya karena tergoda akibat MELIHAT sang gadis. Ia mengulang samadhinya, kini dengan mata terpejam. Namun lamat - lamat ia MENDENGAR si gadis melantunkan kidung dengan suara merdu bagai buluh perindu. Runtuh pula samadhinya. Kini ia kembali memulai samadhi. Ia memejamkan mata dan fokus pada samadhinya, namun ketika sang gadis semakin mendekat maka TERCIUM bau wangi aroma tubuh si gadis yang semerbak bak bunga melati. Sang pertapa kembali gentar, betapa samadhinya kini rusak. Sang Pertapa kembali memulai patrap samadhinya. Ia sudah memejamkan mata sehingga tidak bisa melihat paras ayu sang gadis. Ia sudah memantapkan tekadnya untuk tidak merespon suara, ia tiada menghiraukan bebauan yang masuk ke dalam lubang hidungnya. Sang gadis menjadi semakin dekat dengan sang pertapa, ketika ia lewat ternyata angin meniup selendang sang gadis sehingga menyentuh tubuh sang pertapa. Sang pertapa MERASAKAN kain yang halus selembut sutera dan seketika itu pula rusaklah samadhinya. Kini jelaslah SIAPA yang berada satu tubuh dengan kita, yang berfungsi menyokong kehidupan kita. Mereka adalah Indera Penglihat, Indera Pencium, Indera Pendengar, dan Indera Perasa / Peraba. Indera Penglihat diwakili oleh Mata, Indera Pencium oleh hidung, Indera Pendengar adalah Telinga, dan Mulut mewakili Indera Perasa / Peraba. Untuk menjadi MANUNGSA SEJATI, kendalikanlah inderamu, kendalikanlah nafsumu. Ketika seseorang melihat uang tergeletak di jalan, maka timbullah nafsu untuk memilikinya. Ketika seseorang mendengar bahwa tetangganya baru saja membeli televisi plasma 30 inci, maka timbullah nafsu untuk memiliki pula, ketika niat itu tidak sampai, maka muncullah perasaan iri dan dengki. Seorang laki - laki membaui harumnya parfum seorang gadis, kemudian ia terangsang untuk memadu asmara dengan si gadis. Seseorang yang tidak bisa menahan dirinya, menggunakan lidah dan mulutnya untuk merasakan minuman dan makanan yang dilarang. Penggunaan Sedulur Papat untuk hal yang demikian tentu akan runyam jadinya. Ketika seseorang melihat uang tergeletak di jalan, dan hatinya tergerak untuk mengembalikan kepada yang berhak. Ketika seseorang mendengar bahwa tetangganya sukses dan itu menjadikan semangat bagi dirinya untuk meraih kesuksesan pula. Ketika Seseorang membaui wangi tubuh lawan jenisnya dan ia mampu menahan gejolak birahinya. Ketika lidah dan mulut memuji kebaikan Sang pencipta. Di sanalah letak pengendalian nafsu. Ia menghormati Sedulur Papatnya dengan menunaikan tindakan yang baik dan menjauhi kebobrokan, dan dengan cara itulah ia merawat mereka. Jadi jelaslah kini bagi mereka yang ingin menyaksikan

Page 50: Catatan Facebook Teja Buwana

siapa itu sedulur papatnya, silakan ambil cermin dan amati serta kenalilah mereka. MANUNGSA SEJATI adalah ia yang mampu mengendalikan nafsunya. Sebagai PANCER mampu mengendalikan PLASMA-nya. Falsafah Sedulur Papat Lima Pancer tidak hanya ada di dalam diri manusia sebagai filosofi dan jalan hidup namun juga dapat dilihat pada kehidupan sehari - hari. Di Jawa dikenal satuan minggu yang berisi 5 hari. Minggu yang berisi 5 hari ini biasa disebut PASARAN. Pasaran atau hari pasaran adalah hari dimana sebuah pasar dibuka. Biasanya yang menjadi awal adalah Pasar Kliwon yang selalu terletak di pusat kota / pusat keramaian, dan kemudian dikelilingi oleh 4 daerah lain yang masing - masing memiliki pasar yang buka pada pasaran Wage, Pon, Pahing, dan Legi. Pada pasaran Kliwon, maka pedagang dan pembeli akan berduyun duyun menuju pasar kliwon. dan pada hari - hari berikutnya mereka akan mengunjungi pasar yang lain secara bergantian. Dengan demikian di masyarakat terdapat perputaran arus uang yang adil antara PUSAT dan DAERAH, sebab masing - masing mendapatkan giliran untuk menyelenggarakan perekonomian. Pusat tidak melulu merampas hak - hak daerah, dan karena hak - haknya terpenuhi maka daerah-pun tidak akan berniat melepaskan diri dari kewenangan pusat. Lihatlah keadaan Nusantara masa kini, betapa arus uang hanya beredar di pusat dan di daerah - daerah banyak sekali pembangunan yang terbengkelai. Pada akibatnya hal ini menjadikan banyak daerah yang ingin melepaskan diri. Mari kita perhatikan tipikal bentuk - bentuk kota di Jawa. Di tengah - tengah ada ALUN ALUN, kemudian disana ada KERATON, PENJARA, PASAR, dan MASJID yang mengelilinginya. Alun - alun atau tanah lapang adalah tempat RAKYAT BERKUMPUL. Keraton adalah tempat pemerintahan, Penjara adalah tempat pelaksanaan hukuman, pasar tempat pelaksanaan perekonomian, dan masjid sebagai sarana pendidikan dan peribadatan. Jadi jelas orang Jawa selalu berorientasi pada RAKYAT yang disimbolkan dengan Alun - alun yang terletak di tengah-tengah keempat bangunan yang lain itu. Nah semua aktifitas yang berlangsung di pusat pemerintahan, pendidikan dan peribadatan, perekonomian, dan penegakan hukum semuanya harus bermuara pada kesejahteraan rakyat. Secara vertikal, Pemimpin adalah PANCER dan rakyat adalah PLASMA. Sinergi keduanya akan membawa kemakmuran bagi negeri yang bersangkutan. Nah saat ini bagaimana kelakuan pemimpin kita? sudahkah mereka berorientasi kepada rakyat? sudahkah mereka menjadi PANCER yang dapat diandalkan? Sudahkah aktifitas pemerintahan, pendidikan dan peribadatan, kegiatan ekonomi, dan penegakan hukum dijalankan demi kemakmuran rakyat? Tanyalah kepada rumput yang bergoyang... Ketika PANCER dan PLASMA bersinergi dengan sangat harmonis, maka terwujudlah apa yang disebut dengan MANUNGGALING KAWULA GUSTI. Manunggal bukanlah fusi. Manunggal adalah sinergi. Ibarat Sesotya lan embane, Permata dan cincinnya. Dalam sebuah cincin permata, masih bisa dilihat mana yang permata dan mana yang emas. Namun ketika sudah menjadi cincin maka keduanya bersinergi menjadi perhiasan yang bisa mempercantik diri seorang manusia. Jadi manunggaling kawula gusti adalah keadaan dimana DIRI PRIBADI menjelma menjadi sosok yang SADAR akan fungsi dan peranannya. Orang tua bila berada di rumah menjadi PANCER sebuah keluarga dimana PLASMA-nya adalah putra -

Page 51: Catatan Facebook Teja Buwana

putrinya. Namun ketika Si Ayah bekerja di kantor, maka ia berubah menjadi PLASMA dan pancernya adalah DIREKSI perusahaan yang bersangkutan. Ketika berada di rumah Ayah berhak mendapatkan kehormatan, namun saat berada di kantor ia harus memberikan penghormatan. Demikianlah wujud dari manunggalnya kawula lan Gusti. Kita sebagai makhluk harus TAHU DIRI dan bisa menempatkan diri kita sesuai dengan bakat dan keahlian yang kita miliki. Jangan menghakimi dan mudah melaknat orang lain karena kita BUKAN Gusti. Gusti-lah yang berhak menjadi hakim penentu kebenaran yang hakiki. Maka dari itu hiduplah sesuai dengan petunjuk Gusti, dan petunjuk Gusti itu sesungguhnya ada di mana - mana, karena kemanapun kita menoleh apabila kita sudah secara KONSTAN SADAR akan keberadaan GUSTI, maka kemanapun kita menghadapkan wajah kita di situlah kita menatap wajah Gusti. Jadi Manunggaling Kawula Gusti bukan berarti bersatunya Makhluk dengan Penciptanya, melainkan SINERGI diantara keduanya yang melahirkan keteraturan dan keharmonisan di alam raya ini. Warangka manjing curiga, curiga manjing warangka. Bagaimana bentuk sinerginya? maka kita kembali lagi ke bagian awal tulisan ini yaitu dengan jalan menyadari akan hubungan antara manusia dengan penciptanya, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan yang lain di alam semesta ini. Sumber : : http://masjensi.blogspot.com

Page 52: Catatan Facebook Teja Buwana

Sekilas Tentang Shamballa Multidimensional Healing (SMH).Friday, June 12, 2009, 4:27:01 AM | Teja BuwanaSekilas Tentang Shamballa Multidimensional Healing (SMH). “SMH bukan hanya suatu system penyembuhan energi, melainkan juga suatu teknik yang dapat mempercepat akselerasi kesadaran spiritual manusia“ SMH dibagi atas 4 tingkatan yang langsung dapat dipelajari oleh siapa saja tanpa memerlukan latar belakang pengetahuan esoteris khusus seperti reiki, prana, dll. SMH I & SMH II merupakan tingkat praktisi (practitioner), SMH III merupakan tingkat Master, dan SMH IV adalah tingkatan Master Teacher. SMH adalah teknik energi esoteris yang diperkenalkan pertama kalinya oleh Dr. John Armitage, seorang pakar meditasi dan teknik merkaba yang berasal dari Inggris. SMH diperolehnya dari channeling terhadap Ascended Master yang dikenal dengan nama St. Germain. St. Germaine pertama kali menciptakan teknik SMH ini pada era Atlantis kuno, dan ketika benua Atlantis tenggelam, ia diketahui pindah ke kawasan Tibet lama, dimana akhirnya teknik SMH ini disempurnakan. SMH erat kaitannya dengan fenomena Ascended Master, dimana dalam teknik SMH akan dipelajari bagaimana bekerja dengan para Ascended Master sebagai bagian alam semesta yang bersifat multidimensional. Manfaat SMH Mempercepat akselerasi kesadaran spiritual, ketentraman jiwa/tubuh/pikiran Meningkatkan “Inner Beauty”, karisma, dan kepercayaan diri. Mendorong proses anti-aging, pembersihan diri dan menarik kemakmuran. Mempermudah penggalian kemampuan spiritual seperti intuisi, indra keenam, telepati, dll. Memperkuat lapisan tubuh terhadap energi negatif termasuk santet, guna-guna, dll. Menaikkan kekebalan tubuh dan penyembuhan terhadap serangan penyakit ringan maupun kronis.

Page 53: Catatan Facebook Teja Buwana

SPIRITUALITAS "NEW AGE"Saturday, May 30, 2009, 8:50:18 AM | Teja BuwanaNew Age) adalah suatu gerakan spiritual yang merupakan gabungan dari spiritualitas Timur, Buddhisme, Pantheisme, Hinduisme, Mistisisme, Orientalisme, dll, yang mengemukakan suatu filsafat yang berpusatkan kepada manusia. Gerakan Zaman Baru mengajarkan bahwa manusia adalah “allah”. Gerakan ini mulai dikembangkan dengan munculnya latihan-latihan pengembangan diri, seminar pengembangan diri, yoga, waitankung, seminar kata-kata motivasi, dll. (Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas) SALAH satu trend ekspresif zaman post modern adalah ditandainya pergolakan sosial yang cepat. Namun, kita tak sekadar bersaksi atas progresivitas pergolakan sosial, kecanggihan teknologi post industri abad ini. Di sisi lain, kita dihadapkan seribu krisis kemanusiaan: mulai dari krisis diri, alienasi, depresi, stres, keretakan institusi keluarga, sampai beragam penyakit psikologis lainnya. Justru, jenis penyakit yang mengguncang diri kita di tengah situasi krisis dewasa ini, tak lain adalah hadirnya perasaan ketidaknyamanan psikologis. Ada semacam ketakutan eksistensial yang mengancam diri kita di tengah situasi krisis, sarat teror, konflik, dan kekerasan, sampai pembunuhan yang menghiasi keseharian hidup kita. Di Barat, khususnya Amerika Utara, situasi krisis serupa, justru diiringi meningkatnya ketidakpercayaan pada institusi agama formal (a growing distrust of organized religion). Barangkali, ekstrimnya seperti dislogankan futurolog John Naisbitt bersama istrinya, Patricia Aburdene dalam Megatrend 2000, Spirituality Yes, Organized Religion No!. Ada penolakan terhadap agama formal yang memiliki gejala umumnya sama saja: eksklusif dan dogmatis, sambil menengok ke arah spiritualitas baru lintas agama, yang menurut Majalah Newsweek (28 November 1994), jumlahnya fantastis: 58 persen responden dalam suatu survei, menunjukkan kegairahannya pada kebutuhan spiritualitas baru. Inilah model generasi baru yang gandrung pada Spiritualitas New Age. Russel Chandler, mantan jurnalis agama pada Los Angeles Times, mengklaim, 40 persen orang Amerika percaya pada panteisme (kepercayaan yang berprinsip pada all is God and God is all), 36 persen percaya pada astrologi sebagai scientific, tepatnya percaya pada astrologi sebagai metode peramalan masa depan (a method of foretelling the future), dan 25 persen percaya pada reinkarnasi (lih. Chadler, Understanding the New Age, 1988, hlm 20, 130-33). Nah, fenomena keagamaan inilah yang menarik dipotret. Apa itu gerakan New Age berikut ciri khasnya? Bagaimana model praktik spiritual New Age di tengah eksistensi agama-agama besar selama ini? Benarkah spiritualitas New Age tampil sebagai alternatif keberagaman dewasa ini? Gerakan "New Age" Secara literal, New Age Movement adalah gerakan zaman baru, yang oleh Rederic dan Mery Ann Brussat disebut sebagai "zaman kemelekan spiritual". Ada semacam arus besar kebangkitan spiritual yang melanda generasi baru dewasa ini, terutama di Amerika, Inggris, Jerman, Italia, Selandia Baru, dan seterusnya. Ekspresinya beragam; mulai dari cult, sect, New Thought, New Religious Movement, Human Potentials Movement, The Holistic Health Movement, sampai New Age Movement. Namun, benang merahnya hampir sama: memenuhi hasrat spiritual yang mendamaikan hati. Hasrat spiritual

Page 54: Catatan Facebook Teja Buwana

inilah yang menjadi ciri khas New Agers (istilah New Agers ini relatif lebih lazim dipakai dalam konteks gerakan New Age, dibanding misalnya istilah New Age Adherents maupun New Age Believers). Sebagai a new revivalist religious impulse directed toward the esoteric/metaphysical/spiritualism..., hasrat spiritual New Agers yang secara praktis adalah a free-flowing spiritual movement, terartikulasi ke berbagai manuskrip metafisika-spiritualitas (Manuskrip Celestine, baik The Celestine Prophecy maupun The Celestine Vision, Sophia Perennis yang menjadi filsafatnya New Agers, paradigma The Tao of... yang sangat ekspresif menjadi trend penerbitan judul buku-buku ilmiah dan populer, The Aquarian Conspiracy yang menjadi buku pegangan New Agers, hingga merambah ke "pendidikan spiritual" dan bahkan klinik-klinik spiritual dengan beragam variasinya. Sebagaimana disinggung sepintas oleh Naisbitt dalam Megatrend 2000, In turbulent times, in times of great change, people head for the two extremes: fundamentalism and personal, spiritual experience... With no membership lists of even a coherent philosophy or dogma, it is difficult to define or measure the unorganized New Age movement. But in every major U.S. and European city, thousands who seek insight and personal growth cluster around a metaphysical bookstore, a spiritual teacher, or and education center. Oleh karena itu, seperti sudah menjadi fakta yang tak terbantahkan adalah adanya gerakan masif dari generasi New Age yang selalu menyebut-nyebut dirinya sebagai flower generations, berkiblat pada mainstream spiritualitas, mulai dari kegemaran menyelami Manuskrip Celestine sampai mengalami apa yang menjadi tradisi spiritual New Agers sebagai spiritual gathering dengan berbagai variasi mistik-spiritualnya. Gerakan yang dimulai di Inggris tahun 1960-an ini, antara lain dipelopori Light Groups, Findhorm Community, Wrekin Trust. Ia menjadi sangat cepat mendunia berskala internasional, terutama setelah diselenggarakan seminar New Age oleh Association for Research and Enlightenment di Amerika Utara, dan diterbitkannya East West Journal tahun 1971 yang dikenal luas sebagai jurnalnya New Agers. Yang agak sensasional dari gerakan New Age ini adalah setelah disiarkan via televisi secara miniseri Shirley MacLaine Out on a Limb, bulan Januari 1987. Spiritualitas "New Agers" Ekspansi New Age menjadi populer dan fenomenal pada dasawarsa 1970-an sebagai protes keras atas kegagalan proyek Kristen dan sekulerisme dalam menyajikan wawasan spiritual dan petunjuk etis menatap masa depan. Pertama, di lingkungan gereja Kristen, misalnya, kita sulit menghapus ingatan masa lalu saat Gereja menerapkan doktrin extra ecclesiam nulla salus. No salvation outside the Church. Tidak ada keselamatan di luar Gereja. Bukankah ini cermin watak Gereja yang sarat claim of salvation? Bukankah claim of salvation tidak saja mengakibatkan sikap menutup diri terhadap kebenaran agama lain, tetapi juga berimplikasi serius terhadap konflik atas nama agama dan Tuhan. Karena itu, "keselamatan" itu tidaklah penting di kalangan New Age. Sebab, New Agers lebih percaya prinsip Enlightenment, di mana muncul kesadaran spiritualitas di kalangan New Age bahwa manusia dapat tercerahkan, menjadi sacred self, karena pada kenyataannya manusia adalah divine secara intrinsik (persis konsep fithrah dalam Islam). Paham inilah yang akhirnya menjadikan "pantheisme" begitu fenomenal di kalangan New Age. Kedua, protes New Agers

Page 55: Catatan Facebook Teja Buwana

atas hilangnya kesadaran etis untuk menatap masa depan. Oleh karena itu, salah satu manuskrip terpenting yang menjadi wawasan etis New Agers dalam menatap masa depan adalah The Art of Happiness, New Ethic for the Milllenium karya Dalai Lama. Sebagai alternatif dari protesnya terhadap kegagalan gereja Kristen dan sekulerisme dalam menyajikan wawasan spiritual dan petunjuk etis menatap masa depan, maka New Agers menoleh pada spiritualitas baru lintas agama. Kita tahu, betapa New Agers begitu kuat berpegang pada prinsip spirituality: the heart of religion. Oleh karena itu, New Agers sangat menghayati betul arti pentingnya monisme (segala sesuatu yang ada, merupakan derivasi dari sumber tunggal, divine energy), pantheisme (all is God and God is all, menekankan kesucian individu, dan karenanya proses pencarian Tuhan tidaklah melalui Teks Suci, tetapi justru melalui diri sendiri, karena God within our self), reinkarnasi (setelah kematian, manusia terlahirkan kembali, dan hidup dalam alam kehidupan lain sebagai manusia. Mirip konsep transmigration of the soul dalam Hindu), dan seterusnya, seperti astrologi, channeling, pantheisme, tradisi Hinduisme, tradisi Gnostis, Neo-Paganisme, theosopi, karma, crystal, meditasi, dan seterusnya. Tradisi spiritual New Agers lintas agama ini, tidak saja dapat mengobati kegersangan spiritual yang sekian lama hampa dari lingkungan agama formal, tetapi juga memberi muara kepada New Ages ke arah terwujudnya Universal Religion. Agama Universal, di mana ada proses awal kesadaran akan all is God and God is all yang menjadi sandaran doktrin Pantheisme, tetapi kemudian bergeser ke arah kesadaran spiritualitas New Age yang meyakini bahwa "hanya ada Satu Realitas yang eksis". Semua agama, begitu keyakinan New Agers, hanyalah sekadar jalan-jalan menuju kepada Satu Realitas yang menjadi ultimate reality dari semua pejalan spiritual (agama-agama). Sumber: http://www.kompas.com/kompas%2Dcetak/0006/30/opini/spir04.htm

Page 56: Catatan Facebook Teja Buwana

FILSAFAT : PEMAHAMAN ABSOLUTSaturday, May 30, 2009, 8:14:26 AM | Lingga BuanaSeekor gajah dibawa ke sekelompok orang buta yang belum pernah bertemu binatang semacam itu. Yang satu meraba kakinya dan mengatakan bahwa gajah adalah tiang raksasa yang hidup. yang lin meraba belalainya dan menyebutkan gajah sebagai ular raksasa. yang lain meraba gadingnya dan menganggap gajah adalah semacam bajak raksasa yang sangat tajam, dan seterusnya. Kemudian mereka bertengkar, masing-masing merasa pendapatnya yang paling benar, dan pendapat orang lain salah. Tidak ada satupun pendapat mereka yang benar mutlak, dan tak ada satupun yang salah. Kebenaran mutlak, atau satu kebenaran untuk semua, tidak dapat dicapai karena gerakan konstan dari keadaan orang yang mengatakannya, kepada siapa, kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana hal itu diatakan. Yang ditegaskan oleh masing-masing orang buta tersebut adalah sudut pandang yang menggambarkan bentuk seekora gajah, bukan kebenaran absolut. Setiap orang belajar melihat berbagai hal melalui pemikiran dan nalurinya masing-masing. Kehidupannya di masa lalu membantu mereka untuk menentukan pendapat mereka terhadap berbagai masalah dan obyek yang mereka temui. Karena masing-masing individu memiliki pemikiran dan naluri, maka persepsi yang ditemui merupakan kebenaran, bukan merupakan kesalahan. Hidup tidak hanya mengandung satu kebenaran untuk suatu ide atau obyek tertentu, namun kita dapat menemukan banyak kebenaran dalam persepsi seseorang. Seseorang tidak seharusnya membuktikan kebenaran bahwa satu obyek mengandung arti yang benar, namun seharusnya membangun konsepsi di sekeliling obyek. Usaha untuk menentukan sesuatu kebenaran merupakan hal yang sulit, bahkan mustahil. Persepsi kita dalam menilai suatu realitas mungkin berbeda dari satu orang ke orang yang lain. Satu hal yang mungkin benar untuk seseorang bisa jadi berbeda untuk orang lain. Karena setiap orang memiliki persepsi yang berbeda mengenai hidup, sulit untuk menimbang kandungan kebenaran sebuah konsep. Setiap pendapat dibentuk sebagai satu kebenaran untuk individu yang mengasumsikannya. Variasi dari berbagai konsep mungkin baik untuk dipertimbangkan kebenarannya. Disinilah orang membangun pemahaman yang lebih mendalam untuk suatu obyek. Kebenaran dapat diraih melalui konsep dan bukan melalui obyek itu sendiri. karena berbagai individu memiliki persepsi yang berbeda, mereka memiliki berbagai kebenaran untuk dipertimbangkan atau tidak dipertimbangkan. Sebagai contoh, mustahil untuk mempertimbangkan, benar atau salah, memotong pohon bisa merupakan hal yang 'baik' atau 'buruk'. Seseorang mungkin memiliki konsep bahwa memotong pohon menghancurkan rumah untuk burung dan binatang-binatang lain. Yang lain beranggapan bahwa memotong pohon merupakan sesuatu yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam membangun rumah. Hanya karena ada beberapa sudut pandang untuk kasus ini, tidak berarti bahwa pasti ada pernyataan yang salah. Pohon dapat digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari obat-obatan, kertas, sampai perahu, dan tidak ada yang salah dari pandangan ini. Pohon akan tetap berdiri sebagai pohon, tapi nilai dari pohon tersebut dapat berbeda, tergantung siapa yang menggunakannya. Konsep tentang Tuhan atau ketiadaan Tuhan, adalah

Page 57: Catatan Facebook Teja Buwana

masalah lain yang sering ingin dibuktikan. Seorang filsuf terkenal, Soren Kierkegaard menyatakan, "Jika TUhan tidak ada, akan sangat mustahil untuk bisa membuktikannya; dan jika Ia memang benar-benar ada, sangatlah tolol untuk mencoba membuktikannya." Pembuktian keberadaan atau ketidakberadaan TUhan hanya menghasilkan alasan untuk percaya, bukan bukti nyata keberadaan Tuhan. Kierkegaard juga menegaskan, "... antara Tuhan dan KaryaNya terdapat relasi yang absolut: Tuhan bukanlah sebuah nama, namun sebuah konsep." (Kierkegaard, 72). Relasi antara manusi dengan Tuhan adalah sebuah konsep. Seseorang yang percaya akan TUhan, tidak dapat membuktikan keberadaanNya melalui relasi pribadinya dengan Tuhan. Kierkegaard menambahkan lagi, "Karya Tuhan adalah sesuatu yang hanya dapat dilakukanNya." Kita tidak memiliki dasar untuk membuktikan karya Tuhan. Kita juga tidak tahu karya macam apa yang dilakukan TUhan pada masing-masing individu. Namun, beberapa kelompok religius telah membuat kesalahan dengan memaksakan kepercayaannya pada individu-individu yang berbeda. Beberapa dari mereka menyatkaan bahwa kepercayaan mereka adalah satu-satunya kepercayaan yang "benar". Hal ini tidak dapat dibenarkan. Ini mungkin merupakan alasan mengapa agama atau kepercayaan menjadi faktor terbesar dalam perang-perang yang pernah terjadi. Usaha untuk mencari pengikut satu kebenaran, tidak dilakukan dengan membebaskan individu atau masyarakat untuk mengikuti hal yang mereka anggap benar, namun malah membuat orang frustasi dan bermusuhan. Semua konsep sangatlah dinamis, kebenaran bagi seseorang yang mempercayai mungkin nampak ironis bagi dirinya. Seseorang mungkin percaya bahwa televisi mendukung kekerasan pada anak-anak, dengan mengekspos penggunaan kata-kata kotor dan kebodohan yang dilakukan. Orang lain mungkin percaya bahwa televisi merupakan alat pendidik karena mengekspos masalah-masalah tersebut dengan tujuan untuk dipahami. Meski keduanya mungkin sangat benar bagi masing-masing orang yang menyatakannya, dua masalah ini sangat kontradiktif. Ketidaksepahaman tidak membuat pernyataan yang lain salah, namun membentuk kebenaran yang lain. Jika masing-masing orang buta menghabiskan waktu lebih banyak untuk memahami kebenaran lain yang ada dibanding membuktikan pendapatnya yang paling benar, mereka mungkin menemukan bahwa gajah adalah sebuah tiang raksasa yang hidup, ular raksasa, atau bajak yang sangat tajam pada saat yang sama, atau pada saat yang berbeda-beda. Mungkin juga mereka menyimpulkan gajah bukan salah satu dari gambaran yang telah mereka sebutkan. Opini dari orang-orang buta itu mungkin akan bergerak konstan, karena penerimaan dari berbagai sudut pandang yang saat ini ada, atau mungkin ada di masa yang akan datang. Meski gajah itu tetap sama, opini tentangnya mungkin akan berubah dan beradaptasi. Bowie, Lee G., Michaels, Meredith W., Solomon, Robert C. Twenty Questions "An Introduction to Philosophy. Harcourt Brace & Company, 3rd ed. Kierkegaard 72- 75 Diterjemahkan dari: Cyberessays

Page 58: Catatan Facebook Teja Buwana

Pesan Syeh Siti JenarFriday, May 29, 2009, 12:57:21 PM | Lingga BuanaPesan Syeh Siti Jenar Hidup itu bersifat baru dilengkapi pancaindra sebagai barang pinjaman bila diminta pemiliknya kembali menjadi tanah dan membusuk hancur dan bersifat najis karena sifatnya itu Pancaindra tak dapat dipakai sebagai pedoman Budi, pikiran, angan-angan, kesadaran satu wujud dengan akal bisa menjadi gila, sedih, bingung lupa tidur dan sering tak jujur ajak dengki terhadap sesama ‘tuk kebahagiaan sendiri timbulkan jahat dan sombong ke lembah nista nodai nama dan citra Manusia yang hakiki adalah wujud hak, kemandirian dan kodrat berdiri dengan sendirinya sukma menjelma sebagai hamba hamba menjelma pada sukma napas sirna menuju ketiadaan badan kembali sebagai tanah Adanya kehidupan itu karena pribadi ditetapkan oleh pribadi ditetapkan oleh kehendak nyata hidup tanpa sukma tiada merasakan sakit atau lelah suka duka pun musnah berdiri sendiri menurut karsanya hidup sesuai kehendaknya

Page 59: Catatan Facebook Teja Buwana

Ibn ArabiFriday, May 29, 2009, 12:38:02 PM | Lingga BuanaIbn Arabi Muhiddin Abu Abdullah Muhammad ibn Ali ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Abdullah Hatimi at-Ta'i (28 Juli 1165-16 November 1240) atau lebih dikenal sebagai Ibnu Arabi adalah seorang sufi terkenal dalam perkembangan tasawuf di dunia Islam. 1 Masa muda 2 Pandangan Ibnu Arabi 3 Pengaruh Ibnu Arabi 4 Karya-karya Masa muda Ibnu Arabi dilahirkan pada tanggal 28 Juli 1165 di Al-Andalus, Spanyol. Pada usianya yang ke 8, bersama keluarganya, ia pindah ke Sevilla. Pada tahun 1198, ia pergi ke Fez, Maroko. Pandangan Ibnu Arabi Ibnu Arabi sangat dikenal dengan konsep Wihdatul Wujud-nya. Ia mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun yang wujud kecuali Tuhan. Segala yang ada selain Tuhan adalah penampakan lahiriah dari-Nya. Keberadaan makhluk tergantung pada keberadaan Tuhan, atau berasal dari wujud ilahiah. Manusia yang paling sempurna adalah perwujudan penampakan diri Tuhan yang paling sempurna, menurutnya. Pengaruh Ibnu Arabi Pengaruh Ibnu Arabi dalam bidang tasawuf, khususnya tasawuf filosofis, sangat luar biasa. Gagasan Ibnu Arabi menyebar luas dan memiliki pengikut yang tidak sedikit jumlahnya. Di Indonesia, paham wihdat al-wujud Ibnu arabi berpengaruh besar. Terbukti dengan banyak ulama Indonesia yang memakai prinsip wihdat al-wujud, diantaranya: Hamzah Fansuri, Syamsudin as-Sumatrani dan Abdus Samad al-Palimbani. Karya-karya Ibnu Arabi menghasilkan banyak karya, sejumlah 300 buku. Diantara buku-buku itu, yang dikenal adalah Fushush al-Hikam dan Futuhat al-Makkiyyah juga Tarjuman al-Asywaq.futuhat adalah karya besar yg menyingkap ilmu gaibul gaib uluhiyat & rububiyyat yang sangat dalam sesuai dengan keterbukaan sang syech dari Yang Haq berhubungan dengan permohonan sang syech ketika di Makkah Ibn Arabi : Sufi metafisika From Wikipedia, the free encyclopedia (Dialihkan dari Wahdat-ul-Wujood) Ide utama dalam metafisika Sufi telah dikelilingi konsep Wahdat atau "Kesatuan". Dua Sufi filosofi berlaku pada topik ini kontroversial. Wahdat-ul-Wujood secara harfiah berarti kesatuan penciptaan. Wahdat-ul-Shuhud (Apparentism, atau Kesatuan dari Saksi), di sisi lain, berpendapat bahwa Tuhan dan ciptaan adalah sepenuhnya terpisah. Beberapa Islam menyatakan bahwa perdamaian ada perbedaan antara dua filosofi berbeda hanya dalam semantik dan bahwa seluruh perdebatan hanyalah sebuah koleksi "lisan kontroversi yang telah terjadi karena ambiguitas bahasa.. Namun demikian, konsep hubungan antara Tuhan dan alam semesta yang masih aktif di antara keduanya perdebatan antara Sufis dan Sufis Sufi dan non-muslim. Wahdat-ul-Wujood Wahdat-ul-Wujood atau Wahdat al-Wajud (Arab: الوجود (وحدة the "Unity of Being" adalah Sufi filosofi menekankan bahwa 'tidak ada benar adanya kecuali Ultimate Kebenaran (Allah)'. Atau dalam kata-kata lain yang satu-satunya kebenaran di dalam alam semesta adalah Tuhan, dan bahwa segala sesuatu ada di dalam Allah saja. Segala ciptaan emerge dari `Adim (عدم non-eksistensi) untuk wujood (keberadaan) out of his pemikiran saja. Oleh karena itu keberadaan Allah adalah satu-satunya kebenaran (Haqq), dan konsep yang terpisah menciptakan alam semesta adalah falshood. Arabic: ( Batil ). Arab: (Batil). Ibnu Arabi yang paling sering ciri Islam dalam teks sebagai pencipta dari doktrin wahdat al-Wujud, bagaimanapun, ini adalah ekspresi tidak ditemukan

Page 60: Catatan Facebook Teja Buwana

dalam karya-karyanya. Meskipun dia sering membuat pernyataan bahwa perkiraan itu, tidak dapat menyatakan bahwa "keesaan dari Menjadi" adalah deskripsi yang cukup ontologi, sejak ia affirms the manyness kenyataan "sama dengan semangat. [1] Dalam pandangannya, Wujud adalah unknowable tanah dan tidak dapat diakses dari semua yang ada.. Tuhan sendiri adalah benar Wujud, sementara segala sesuatu di nonexistence diam, begitu pula Wujud sendiri adalah nondelimited (mutlaq), sedangkan yang lainnya adalah Bayangan, dibatasi, dan constricted. Wujud adalah mutlak, tak terbatas, nondelimited kenyataan Tuhan, sedangkan yang lainnya tetap relatif, terbatas, dan delimited. [2] Sejak Wujud adalah nondelimited, adalah berbeda dari yang lainnya. Apapun yang ada dan dapat diketahui atau tergenggam adalah pembatasan dan definisi, sebuah kesesakan yang tidak terbatas, yang terbatas objek yang dapat diakses terbatas subjek. Dengan cara yang sama, Wujud dari kesadaran diri adalah nondelimited, sementara setiap lainnya adalah kesadaran dan terpaksa dibatasi. Tetapi kita harus berhati-hati dalam asserting Wujud dari nondelimitation. Ini tidak harus dipahami untuk berarti Wujud berbeda dan hanya berbeda dari setiap pembatasan. Shaykh yang cepat untuk keluar dari Wujud yang nondelimitation tuntutan yang dapat menganggap setiap pembatasan.. Wujud jika tidak dapat menjadi delimited, akan dibatasi oleh nondelimitation sendiri. Dengan demikian "Dia memiliki nondelimitation dalam penetapan batas" Atau, "Allah memiliki nondelimited Wujud, namun tidak ada pembatasan pembatasan mencegah. Sebaliknya, Ia memiliki semua delimitations, jadi Dia adalah penetapan batas nondelimited, karena tidak ada pembatasan satu daripada yang lain melalui peraturan-Nya Oleh karena itu .... tidak ada yang dapat diberikan kepada-Nya dalam preferensi untuk hal lain ". Wujud harus memiliki kekuatan asumsi setiap pembatasan pada sakit menjadi terbatas delimitations oleh mereka yang tidak dapat menganggap. Pada saat yang sama, ia transcends formulir yang menjadi delimited dan mereka tetap disentuh oleh kendala. [2] Hanya Dia yang memiliki Berada dalam diriNya (Wujud dhâtî) dan yang menjadi inti adalah sangat Nya (wujûduhu 'ayn dhâtihi), ciri nama Menjadi. Tuhan hanya bisa seperti itu. [3] Pada tingkat tertinggi, Wujud adalah mutlak dan nondelimited kenyataan dari Allah, "Necessary Being" (Wajib al-Wujud) yang tidak bisa tidak ada. Dalam hal ini, yang Essence designates Wujud Allah atau dari Real (dhāt al-haqq), satu-satunya realitas yang nyata dalam segala hal. Pada tingkat bawah, Wujud yang merupakan substansi "semuanya selain Allah" (MA Siwa Allah)-yang merupakan cara Ibnu Arabi dan lain-lain menentukan "kosmos" atau "alam semesta" (Al-'ālam). Oleh karena itu, dalam arti kedua, istilah yang digunakan sebagai Wujud steno untuk mengacu kepada seluruh alam semesta, untuk semua yang ada. Juga dapat digunakan untuk mengacu ke keberadaan dari setiap hal yang ditemukan di alam semesta. [1] Allah 'nama' (asma ') atau' atribut '(sifat), di sisi lain, ada hubungan yang dapat discerned antara Essence dan kosmos. Mereka kepada Tuhan karena ia tahu setiap obyek pengetahuan, tetapi mereka tidak ada badan atau ontological kualitas, karena ini akan menyiratkan kemajemukan dalam ketuhanan. [4] Untuk makhluk, Menjadi bukan bagian dari inti mereka. Jadi makhluk yang tidak memiliki-nya ini, yang tidak pernah menjadi independen dalam dirinya sendiri. Saya rasa ini, yang dibuat tidak layak dari atribusi yang

Page 61: Catatan Facebook Teja Buwana

Menjadi. Karena hanya Allah, dan sisanya pada kenyataannya kemungkinan (imkân), yang relatif, mungkin tidak ada. [3] Ibn 'Arabi menggunakan istilah "cairan" (fayd) untuk menunjukkan perbuatan penciptaan. Tulisannya berisi kalimat yang menampilkan berbagai tahap penciptaan, hanya sebuah perbedaan dan tidak logis sebenarnya. Berikut ini memberikan rincian tentang visi-Nya penciptaan dalam tiga tahapan, yaitu: cairan yang Maha Suci (Al-fayd al-aqdas), cairan Suci (Al-fayd al-muqaddas) dan terus cairan (al-fayd al-mustamirr). [3] Wahdat-ul-Wujood menyebar melalui ajaran yang Sufis seperti Qunyawi, Jandi, Tilimsani, Qayshari, Jami etc [5]. Ini mistik Sufi filosofi ditemukan kondusif tanah di banyak negara Asia, karena kebanyakan orang-orang kudus dan berdedikasi sages menjadi murid-Wahdat-ul-Wujood. Hal ini juga terkait dengan Hamah Ust (Persia berarti "Dia adalah satu-satunya") filosofi di Asia Selatan. Sachal Sarmast dan Bulleh Shah dua Sufi Poets dari Pakistan, juga bernafsu pengikutnya dari Wahdat-ul-Wujood. Hari ini, beberapa Sufi Orders, terutama yang Bektashi sekte dan non-tradisional mazhab dari Universal Sufism, menempatkan banyak penekanan pada konsep wahdat-ul-wujood. Pantheisme, Panentheism, dan Wahdat-ul-wujood Dalam Bahasa Inggris kata Pantheisme berarti Semua adalah Allah [6] sedangkan Arab kata wahdat ul-wujood menekankan bahwa hanya ada satu wujud dan yang satu ini adalah makhluk Allah. Namun, wahdat ul-wujood mungkin lebih dekat ke panentheism, karena ia menyatakan bahwa sementara Universe merupakan bagian dari Tuhan Allah atau pikiran, Allah masih lebih besar dari penciptaan-Nya. Tashkeek Menurut sekolah ini, tidak hanya ada gradasi dari existents yang berdiri di begitu banyak rantai yang hirarkis (maratib al-Wujud) dari lantai (farsh) ke takhta ilahi (arsh), tetapi dari setiap wujud Wujud maahiya tidak tetapi nilai satu-satunya Wujud yang nyata dari sumber adalah Allah, yang mutlak (al-Wujud al-mutlaq). Apakah Wujud dari beberapa yang berbeda existents Wujud tetapi tidak berbeda dalam derajat kekuatan & kelemahan. Alam semesta adalah sesuatu yang berbeda tetapi tingkat kekuatan & kelemahan dari Wujud, mulai dari tingkat intens Wujud dari arch-malaikat realitas, ke redup Wujud dari debu rendah dari adam yang dibuat. [7] Criticism dari konsep Beberapa umat Islam, termasuk kedua Sufis dan Salafis, membuat perbandingan antara wahdat ul-wujood dan Pantheisme, konsep bahwa semua adalah Allah. Kritik ini telah datang baik dari Salafis dan dari Sufis juga. [Kutipan diperlukan] Beberapa, bagaimanapun, akan counter bahwa dua konsep yang berbeda dalam wahdat ul-wujood menyatakan bahwa Tuhan dan alam semesta tidak sama. [8] Mereka terus keberadaan menjadi nyata bagi Allah saja dan alam semesta tidak ada pada masing-masing (tanpa Tuhan). Kritikan Salafi Beberapa Salafis mengkritik konsep wahdat ul-wujood atas dasar bahwa ia merupakan produk Arab interaksi dengan Hindu filsafat, dan bukan semata-mata konsep Islam. [Kutipan diperlukan] Lainnya juga mengutip kesamaan dengan Kabbalah. [Kutipan diperlukan] Kritikan Sufi Beberapa Sufis, seperti Ahmad Sirhindi (Mujaddid Alif Sani), ada kritik wahdat ul-wujood. Ahmad Sirhindi menulis tentang sayings semesta yang tidak memiliki keberadaan sendiri dan merupakan bayangan keberadaan yang diperlukan. Dia juga menulis bahwa satu harus melihat keberadaan alam semesta dari yang mutlak dan yang mutlak tidak ada karena keberadaan tetapi karena ia inti. [9] Kesamaan lain

Page 62: Catatan Facebook Teja Buwana

kepercayaan sistem Juga speculated bahwa konsep wahdat ul-wujood dapat produk di Arab interaksi dengan mistik Hindu dan sastra, terutama dalam merujuk pada non-dualistic ajaran dari Upanishads, preaches yang sangat mirip dalam konsep tentang realitas sebagai sebuah ilusi dan satu-satunya yang benar keberadaan Brahman. Wahdat-ul-Shuhud Wahdat-ul-Shuhud (atau wah-dat-ul-shuhud, wahdat-ul-shuhud, atau wahdatul shuhud) sering diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai Apparentism. In Arabic it literally means "unity of witness", "unity of perception" or "unity of appearance".. Dalam bahasa Arab itu secara harfiah berarti "kesatuan saksi", "kesatuan persepsi" atau "kesatuan tampilan" .. Dari orang-orang yang bertentangan dengan doctorine dari wahdat al-wujood, terdapat orang-orang yang digantikan dengan tiang dari subjek objek, merumuskan doctorine dari Wahdat ul-shahood. Ajaran/Faham ini telah dirumuskan oleh `Ala al-Dawlah Simnānī, adalah untuk menarik banyak pengikutnya di India, termasuk Ahmed Sirhindi yang disediakan beberapa yang paling banyak diterima dirumuskan ini doctorine di sub-benua India. [5] Menurut Ahmed Sirhindi's doktrin, setiap pengalaman persatuan antara Allah dan dunia yang dibuat bersifat subjektif dan hanya terjadi dalam fikiran yang beriman, yang tidak memiliki tujuan banding di dunia nyata. Shaykh Ahmad terasa menyebabkan panteisme, yang bertentangan dengan tenets of Sunnite Islam. [Kutipan diperlukan] Dia menyatakan bahwa Tuhan dan ciptaan tidak sama; sebaliknya, yang kedua adalah bayangan atau refleksi dari Divines Nama dan atribut ketika mereka tercermin dalam mirror mereka berlawanan non-makhluk (a'dam al-mutaqabila). [kutipan diperlukan] Abu Hafs Umar al-Suhrawardi dan Abd al-Karim-Jili juga proponents dari apparentism. Shah Waliullah tampilan Wahdat Shah Waliullah dibuat pertama berusaha untuk mendamaikan kedua (ternyata) kontradiktif dari doktrin wahdat al-Wujud (kesatuan makhluk) dari Ibnu Arabi dan wahdat al-shuhud (kesatuan di dalam hati nurani) dari Shaykh Ahmad Sirhindi. Shah Waliullah rapi terselesaikan konflik, panggilan ini perbedaan 'lisan kontroversi' yang telah terjadi karena ambiguitas bahasa. Jika kami berangkat, dia mengatakan, semua metafor dan similes digunakan untuk ekspresi ide samping, yang tampaknya berlawanan dilihat dari dua metaphysicians akan setuju. Positif hasil Shah Wali Allah reconciliatory upaya telah dua kali lipat: ia membawa tentang keharmonisan antara kedua melawan kelompok metaphysicians, dan juga legitimized doktrin wahdat al-Wujud di antara mutakallimun (theologians), yang sebelumnya tidak pernah siap untuk menerima ini. Dalam buku Lamahat dan Sata'at, ia membahas tahapan itu tanggap fakultas, hubungan yang abstrak dengan alam semesta, jiwa yang universal dan jiwa manusia, setelah kematian, intisari, keajaiban, lingkup manusia, yang jiwa yang sempurna, agar universal, sumber manifestasi, dan transformasi mistik dari kualitas untuk kualitas. Ia juga menunjukkan bahwa lama berdiri asumsi bahwa doktrin Sufi dibagi antara Apparentism dan Kesatuan dari Menjadi seorang perbedaan ekspresi saja, yang kedua yang dilihat sebagai doktrin yang hanya kurang-tahap lanjutan dari proyeksi. [10] Menurutnya di seluruh alam semesta ini juga telah diri (nafs) sebagai perorangan memiliki sendiri, yang disebut Universal Soul (an-Nafs-ul-Kulliyah). Yang bermacam-macam ragam dari seluruh alam semesta yang berasal dari itu. Ketika Ibnu Arabi mengatakan bahwa semuanya

Page 63: Catatan Facebook Teja Buwana

adalah Tuhan, sehingga ia berarti Universal Soul. Universal Soul ini, atau Cukup unfolding Makhluk (Al-Wujud-ul-Munbasait), subsists dengan sendirinya. Ini keberadaan pervades seluruh alam semesta, baik substansi dan kecelakaan, dan menerima segala bentuk. It is both immanent and transcendental. Hal ini sangat baik dan yg tetap ada.. Beyond keberadaan ini (Al-Wujud Al-Munbasit: Universal Soul) terhadap keberadaan asli (Allah) tidak memiliki akses. Dengan kata lain, manusia dengan kemajuan berakhir Universal Soul atau Cukup unfolding Menjadi. Ia tidak dapat memindahkan langkah lebih lanjut. Universal Soul dan Allah sangat intermingled bahwa mantan sering diambil untuk yang kedua. " Adapun pertanyaan tentang hubungan yang existencen ini (Al-Wujud-ul-Munbasit) telah dengan intisari Tuhan itu sendiri. Hubungan ini adalah, bagaimanapun, hanya dikenal dalam kenyataan (anniyyah: I-ness); kualitasnya tidak diketahui dan tidak dapat diketahui. Dengan demikian ketika Ibnu Arabi mengatakan bahwa realitas yang ada hal-hal yang nama dan atribut Universal Soul (Cukup unfolding Menjadi) pada tahap pengetahuan (Fi Martabat-il-'Ilm, dalam Divine Consciousness), atau jika Imam Rabbani menegaskan bahwa realitas yang ada benda yang benar-benar ketiadaan lampu di mana nama-nama dan atribut Universal Soul (al-Wujud-ul-Munbasit) tercermin adalah hal yang sama persis. Perbedaan dalam bahasa mereka sangat sedikit sehingga tidak perlu dipertimbangkan. [11] Referensi ^ a b Imaginal worlds, William Chiittick(1994), pg.15 ^ a b Imaginal worlds, William Chiittick(1994), pg.53 ^ a b c Souad Hakim - Unity of Being in Ibn 'Arabî ^ Ibn al-'Arabi, Muhyi al-Din (1164-1240) ^ a b Seyyed Hossein Nasr, Islamic Philosophy from Its Origin to the Present(2006), pg76 ^ pantheism derives from Greek: πάν ( 'pan' ) = all and θεός ( 'theos' ) = God ^ Seyyed Hossein Nasr, Islamic Philosophy from Its Origin to the Present, pg 78 ^ Tehqiq ul Haq fi Kalamat ul Haq a book by Pir Meher Ali Shah ^ Maktoobat Rabbaniyah ^ Shah Wali Allah (Qutb al-Din Ahmad al-Rahim) (1703-62) ^ G. N. Jalbani, The Teachings of Shah Waliyullah of Delhi, pg98 God Speaks, The Theme and Purpose of Creation. Meher Baba, Dodd Meade, 1955. (second edition, p. 280) Further reading Thaqīq al-haqq fi'l kalamat al-haqq a book by Peer Mahr Ali Shah A Salafi refutation of the concept See alsoShahab al-Din Suhrawardi (1153 - 1191). Emanationism Illuminationist philosophy Ibn Arabi External links Letter on Wahdat-ul-Wujud by Ustadha Umm Sahl Wahdatul Wajood Kiya Hai by Sayyed Ahmad Saeed Kazmi (In Urdu) Index of articles related to Wahdat-ul-Wujood What is Wahdat al-Wujood Wahdat-al-Wujud and the politics of polytheism Marefat Allah by Allame Tehrani (In Arabic) Tawhid Elmi va Eini by Allameh Tabatabaei and Allame Tehrani (In Persian) Wahdat Wujud by Ruhollah Khomeini(In Persian) Wahdat al-Wujood clarified Wahdat ul-wujud & Wahdat ush-shahood simplified

Page 64: Catatan Facebook Teja Buwana

Masnawi Jalaludin Rumi (cuplikan)Friday, May 29, 2009, 11:18:04 AM | Lingga BuanaJalaludin Rumi was born in 1207 in Balkh in modern Afganistan he lived most of his life in Konya, Turkey. A brilliant theologian, and one of Persia's greatest poets he was also a Sufi Master (See: Sufism) who gave spiritual instruction to several hundered disciples. A great number of these were transcribed and survive today amidst his vast body of works. SEBERAPA JAUH ENGKAU DATANG! Sesungguhnya, engkau adalah tanah liat. Dari bentukan mineral, kau menjadi sayur-sayuran. Dari sayuran, kau menjadi binatang, dan dari binatang ke manusia. Selama periode ini, manusia tidak tahu ke mana ia telah pergi, tetapi ia telah ditentukan menempuh perjalanan panjang. Dan engkau harus pergi melintasi ratusan dunia yang berbeda. JALAN Jalan sudah ditandai. Jika menyimpang darinya, kau akan binasa. Jika mencoba mengganggu tanda-tanda jalan tersebut, kau melakukan perbuatan setan. EMPAT LAKI-LAKI DAN PENERJEMAH Empat orang diberi sekeping uang. Pertama adalah orang Persia, ia berkata, “Aku akan membeli anggur.” Kedua adalah orang Arab, ia berkata, “Tidak, karena aku ingin inab.” Ketiga adalah orang Turki, ia berkata, “Aku tidak ingin inab, aku ingin uzum.” Keempat adalah orang Yunani, ia berkata, “Aku ingin stafil.” Karena mereka tidak tahu arti nama-nama tersebut, mereka mulai bertengkar. Mereka memang sudah mendapat informasi, tetapi tanpa pengetahuan. Orang bijak yang memperhatikan mereka berkata, “Aku tidak dapat memenuhi semua keinginan kalian, hanya dengan sekeping uang yang sama. Jika kalian jujur percayalah kepadaku, sekeping uang kalian akan menjadi empat; dan keempatnya akan menjadi satu.” Mereka pun tahu bahwa sebenarnya keempatnya dalam bahasa masing-masing, menginginkan benda yang sama, buah anggur. AKU ADALAH KEHIDUPAN KEKASIHKU Apa yang dapat aku lakukan, wahai ummat Muslim? Aku tidak mengetahui diriku sendiri. Aku bukan Kristen, bukan Yahudi, bukan Majusi, bukan Islam. Bukan dari Timur, maupun Barat. Bukan dari darat, maupun laut. Bukan dari Sumber Alam, bukan dari surga yang berputar, Bukan dari bumi, air, udara, maupun api; Bukan dari singgasana, penjara, eksistensi, maupun makhluk; Bukan dari India, Cina, Bulgaria, Saqseen; Bukan dari kerajaan Iraq, maupun Khurasan; Bukan dari dunia kini atau akan datang: surga atau neraka; Bukan dari Adam, istrinya Adam, taman Surgawi atau Firdaus; Tempatku tidak bertempat, jejakku tidak berjejak. Baik raga maupun jiwaku: semuanya adalah kehidupan Kekasihku … BURUNG HANTU DAN ELANG RAJA Seekor elang kerajaan hinggap di dinding reruntuhan yang dihuni burung hantu. Burung-burung hantu menakutkannya, si elang berkata, “Bagi kalian tempat ini mungkin tampak makmur, tetapi tempatku ada di pergelangan tangan raja.” Beberapa burung hantu berteriak kepada temannya, “Jangan percaya kepadanya! Ia menggunakan tipu muslihat untuk mencuri rumah kita.” DIMENSI LAIN Dunia tersembunyi memiliki awan dan hujan, tetapi dalam jenis yang berbeda. Langit dan cahaya mataharinya, juga berbeda. Ini tampak nyata, hanya untuk orang yang berbudi halus — mereka yang tidak tertipu oleh kesempurnaan dunia yang semu. MANFAAT PENGALAMAN Kebenaran yang agung ada pada kita Panas dan dingin, duka cita dan penderitaan, Ketakutan dan kelemahan dari kekayaan dan raga

Page 65: Catatan Facebook Teja Buwana

Bersama, supaya kepingan kita yang paling dalam Menjadi nyata. KESADARAN Manusia mungkin berada dalam keadaan gembira, dan manusia lainnya berusaha untuk menyadarkan. Itu memang usaha yang baik. Namun keadaan ini mungkin buruk baginya, dan kesadaran mungkin baik baginya. Membangunkan orang yang tidur, baik atau buruk tergantung siapa yang melakukannya. Jika si pembangun adalah orang yang memiliki pencapaian tinggi, maka akan meningkatkan keadaan orang lain. Jika tidak, maka akan memburukkan kesadaran orang lain. DIA TIDAK DI TEMPAT LAIN Salib dan ummat Kristen, ujung ke ujung, sudah kuuji. Dia tidak di Salib. Aku pergi ke kuil Hindu, ke pagoda kuno. Tidak ada tanda apa pun di dalamnya. Menuju ke pegunungan Herat aku melangkah, dan ke Kandahar Aku memandang. Dia tidak di dataran tinggi maupun dataran rendah. Dengan tegas, aku pergi ke puncak gunung Kaf (yang menakjubkan). Di sana cuma ada tempat tinggal (legenda) burung Anqa. Aku pergi ke Ka’bah di Mekkah. Dia tidak ada di sana. Aku menanyakannya kepada Avicenna (lbnu Sina) sang filosuf Dia ada di luar jangkauan Avicenna … Aku melihat ke dalam hatiku sendiri. Di situlah, tempatnya, aku melihat dirinya. Dia tidak di tempat lain. MEREKA YANG TAHU, TIDAK DAPAT BICARA Kapan pun Rahasia Pemahaman diajarkan kepada semua orang Bibir-Nya dijahit melawan pembicaraan tentang Kesadaran. JOHA DAN KEMATIAN Seorang anak laki-laki menangis dan berteriak di belakang jenazah ayahnya, ia berkata, “Ayah! Mereka membawamu ke tempat di mana tidak ada pelindung lantai. Di sana tidak ada cahaya, tidak ada makanan; tidak ada pintu maupun bantuan tetangga…” Joha, diperingatkan karena penjelasan tampaknya mencukupi, berteriak kepada ayahnya sendiri: “Orangtua yang dihormati oleh Allah, mereka diambil ke rumah kami!” KECERDASAN DAN PEMAHAMAN SEJATI Kecerdasan adalah bayangan dari Kebenaran obyektif Bagaimana bayangan dapat bersaing dengan cahaya matahari? REALITAS SEJATI Di sini, tidak ada bukti akademis di dunia; Karena tersembunyi, dan tersembunyi, dan tersembunyi. JIWA MANUSIA Pergilah lebih tinggi — Lihatlah Jiwa Manusia! PELEPASAN MENIMBULKAN PEMAHAMAN Wahai Hati! Sampai dalam penjara muslihat, kau dapat melihat perbedaan antara Ini dan Itu, Karena pelepasan seketika dari Sumber Tirani; bertahan di luar KAU DAN AKU Nikmati waktu selagi kita duduk di punjung, Kau dan Aku; Dalam dua bentuk dan dua wajah — dengan satu jiwa, Kau dan Aku. Warna-warni taman dan nyanyian burung memberi obat keabadian Seketika kita menuju ke kebun buah-buahan, Kau dan Aku. Bintang-bintang Surga keluar memandang kita — Kita akan menunjukkan Bulan pada mereka, Kau dan Aku. Kau dan Aku, dengan tiada ‘Kau’ atau ‘Aku’, akan menjadi satu melalui rasa kita; Bahagia, aman dari omong-kosong, Kau dan Aku. Burung nuri yang ceria dari surga akan iri pada kita — Ketika kita akan tertawa sedemikian rupa; Kau dan Aku. Ini aneh, bahwa Kau dan Aku, di sudut sini … Keduanya dalam satu nafas di Iraq, dan di Khurasan — Kau dan Aku. DUA ALANG-ALANG Dua alang-alang minum dari satu sungai. Satunya palsu, lainnya tebu. AKAN JADI APA DIRIKU? Aku terus dan terus tumbuh seperti rumput; Aku telah alami tujuhratus dan tujuhpuluh bentuk. Aku mati dari mineral dan menjadi sayur-sayuran; Dan dari sayuran Aku mati dan menjadi binatang. Aku mati dari kebinatangan menjadi manusia. Maka mengapa

Page 66: Catatan Facebook Teja Buwana

takut hilang melalui kematian? Kelak aku akan mati Membawa sayap dan bulu seperti malaikat: Kemudian melambung lebih tinggi dari malaikat — Apa yang tidak dapat kau bayangkan. Aku akan menjadi itu. RASUL Rasul adalah mabuk tanpa anggur: Rasul adalah kenyang tanpa makanan. Rasul adalah terpesona, takjub: Rasul adalah tidak makan maupun tidur Rasul adalah raja di balik jubah kasar: Rasul adalah harta benda dalam reruntuhan. Rasul adalah bukan dari angin dan bumi: Rasul adalah bukan dari api dan air. Rasul adalah laut tanpa pantai: Rasul adalah hujan mutiara tanpa menalang. Rasul adalah memiliki ratusan bulan dan langit: Rasul adalah memiliki ratusan cahaya matahari. Rasul adalah bijaksana melalui Kebenaran: Rasul adalah bukan sarjana karena buku. Rasul adalah melebihi keyakinan dan kesangsian: Karena Rasul apakah ada ‘dosa’ atau ‘kebaikan’? Rasul berangkat dari Ketiadaan: Rasul telah tiba, benar-benar berangkat. Rasul adalah, Tersembunyi, Wahai Syamsuddin! Carilah, dan temukan – Rasul! KEBENARAN Nabi bersabda bahwa Kebenaran telah dinyatakan: “Aku tidak tersembunyi, tinggi atau rendah Tidak di bumi, langit atau singgasana. Ini kepastian, wahai kekasih: Aku tersembunyi di kaibu orang yang beriman. Jika kau mencari aku, carilah di kalbu-kalbu ini.” ILMU PENGETAHUAN Pengetahuan akan Kebenaran lenyap dalam pengetahuan Sufi. Kapan manusia akan memahami ucapan ini? DEBU DI ATAS CERMIN Hidup/jiwa seperti cermin bening; tubuh adalah debu di atasnya. Kecantikan kita tidak terasa, karena kita berada di bawah debu. TINDAKAN DAN KATA-KATA Aku memberi orang-orang apa yang mereka inginkan. Aku membawakan sajak karena mereka menyukainya sebagai hiburan. Di negaraku, orang tidak menyukai puisi. Sudah lama aku mencari orang yang menginginkan tindakan, tetapi mereka semua ingin kata-kata. Aku siap menunjukkan tindakan pada kalian; tetapi tidak seorang pun akan menyikapinya. Maka aku hadirkan padamu — kata-kata. Ketidakpedulian yang bodoh akhirnya membahayakan, Bagaimanapun hatinya satu denganmu. KERJA Kerja bukan seperti yang dipikirkan orang. Bukan sekadar sesuatu yang jika sedang berlangsung, kau dapat melihatnya dari luar. Seberapa lama kita, di Bumi-dunia, seperti anak-anak Memenuhi lintasan kita dengan debu dan batu dan serpihan-serpihan? Mari kita tinggalkan dunia dan terbang ke surga, Mari kita tinggalkan kekanak-kanakan dan menuju ke kelompok Manusia. RUMAH Jika sepuluh orang ingin memasuki sebuah rumah, dan hanya sembilan yang menemukan jalan masuk, yang kesepuluh mestinya tidak mengatakan, “Ini sudah takdir Tuhan.” Ia seharusnya mencari tahu apa kekurangannya. BURUNG HANTU Hanya burung bersuara merdu yang dikurung. Burung hantu tidak dimasukkan sangkar UPAYA Ikat dua burung bersama. Mereka tidak akan dapat terbang, kendati mereka tahu memiliki empat sayap. PENCARIAN Carilah mutiara, saudaraku, di dalam tempurung; Dan carilah keahlian diantara manusia di dunia. TUGAS INI Kau mempunyai tugas untuk dijalankan. Lakukan yang lainnya, lakukan sejumlah kegiatan, isilah waktumu secara penuh, dan jika kau tidak menjalankan tugas ini, seluruh waktumu akan sia-sia. KOMUNITAS CINTA Komunitas Cinta tersembunyi diantara orang banyak; Seperti orang baik dikelilingi orang jahat. SEBUAH BUKU Tujuan sebuah buku mungkin sebagai petunjuk. Namun kau dapat juga menggunakannya sebagai bantal; Kendati sasarannya adalah memberi

Page 67: Catatan Facebook Teja Buwana

pengetahuan, petunjuk, keuntungan. TULISAN DI BATU NISAN JALALUDDIN AR-RUMI Ketika kita mati, jangan cari pusara kita di bumi, tetapi carilah di hati manusia. TENTANG JALALUDIN RUMI Rumi memang bukan sekadar penyair, tetapi ia juga tokoh sufi yang berpengaruh pada zamannya. Rumi adalah guru nomor satu tarekat Maulawiah –sebuah tarekat yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah sekitarnya. Tarekat Maulawiah pernah berpengaruh besar dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan kalangan seniman pada sekitar tahun l648. Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewa-dewaan akal dan indera dalam menentukan kebenaran. Pada zamannya, ummat Islam memang sedang dilanda penyakit itu. Bagi kelompok yang mengagul-agulkan akal, kebenaran baru dianggap benar bila mampu digapai oleh indera dan akal. Segala sesuatu yang tidak dapat diraba oleh indera dan akal, cepat-cepat mereka ingkari dan tidak diakui. Padahal, menurut Rumi, justru pemikiran semacam itulah yang dapat melemahkan iman kepada sesuatu yang ghaib. Dan karena pengaruh pemikiran seperti itu pula, kepercayaan kepada segala hakekat yang tidak kasat mata, yang diajarkan berbagai syariat dan beragam agama samawi, bisa menjadi goyah. Rumi mengatakan, “Orientasi kepada indera dalam menetapkan segala hakekat keagamaan adalah gagasan yang dipelopori kelompok Mu’tazilah. Mereka merupakan para budak yang tunduk patuh kepada panca indera. Mereka menyangka dirinya termasuk Ahlussunnah. Padahal, sesungguhnya Ahlussunnah sama sekali tidak terikat kepada indera-indera, dan tidak mau pula memanjakannya.” Bagi Rumi, tidak layak meniadakan sesuatu hanya karena tidak pernah melihatnya dengan mata kepala atau belum pernah meraba dengan indera. Sesungguhnya, batin akan selalu tersembunyi di balik yang lahir, seperti faedah penyembuhan yang terkandung dalam obat. “Padahal, yang lahir itu senantiasa menunjukkan adanya sesuatu yang tersimpan, yang tersembunyi di balik dirinya. Bukankah Anda mengenal obat yang bermanfaat? Bukankah kegunaannya tersembunyi di dalamnya?” tegas Rumi. œ PENGARUH TABRIZ. Fariduddin Attar, seorang tokoh sufi juga, ketika berjumpa dengan Rumi yang baru berusia 5 tahun pernah meramalkan bahwa si kecil itu kelak bakal menjadi tokoh spiritual besar. Sejarah kemudian mencatat, ramalan Fariduddin itu tidak meleset. Lahir di Balkh, Afghanistan pada 604 H atau 30 September 1207 Rumi menyandang nama lengkap Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi. Adapun panggilan Rumi karena sebagian besar hidupnya dihabiskan di Konya (kini Turki), yang dahulu dikenal sebagai daerah Rum (Roma). Ayahnya, Bahauddin Walad Muhammad bin Husein, adalah seorang ulama besar bermadzhab Hanafi. Dan karena kharisma dan tingginya penguasaan ilmu agamanya, ia digelari Sulthanul Ulama (raja ulama). Namun rupanya gelar itu menimbulkan rasa iri pada sebagian ulama lain. Dan merekapun melancarkan fitnah dan mengadukan Bahauddin ke penguasa. Celakanya sang penguasa terpengaruh hingga Bahauddin harus meninggalkan Balkh, termasuk keluarganya. Ketika itu Rumi baru beruisa lima tahun. Sejak itu Bahauddin bersama keluarganya hidup berpindah- pindah dari suatu negara ke negara lain. Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut). Dari Sinabur pindah ke Baghdad, Makkah, Malattya (Turki), Laranda (Iran tenggara) dan terakhir menetap di Konya, Turki. Raja Konya Alauddin Kaiqubad, mengangkat

Page 68: Catatan Facebook Teja Buwana

ayah Rumi sebagai penasihatnya, dan juga mengangkatnya sebagai pimpinan sebuah perguruan agama yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota ini pula ayah Rumi wafat ketika Rumi berusia 24 tahun. Di samping kepada ayahnya, Rumi juga berguru kepada Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmudzi, sahabat dan pengganti ayahnya memimpin perguruan. Rumi juga menimba ilmu di Syam (Suriah) atas saran gurunya itu. Ia baru kembali ke Konya pada 634 H, dan ikut mengajar pada perguruan tersebut. Setelah Burhanuddin wafat, Rumi menggantikannya sebagai guru di Konya. Dengan pengetahuan agamanya yang luas, di samping sebagai guru, ia juga menjadi da’i dan ahli hukum Islam. Ketika itu di Konya banyak tokoh ulama berkumpul. Tak heran jika Konya kemudian menjadi pusat ilmu dan tempat berkumpul para ulama dari berbagai penjuru dunia. Kesufian dan kepenyairan Rumi dimulai ketika ia sudah berumur cukup tua, 48 tahun. Sebelumnya, Rumi adalah seorang ulama yang memimpin sebuah madrasah yang punya murid banyak, 4.000 orang. Sebagaimana seorang ulama, ia juga memberi fatwa dan tumpuan ummatnya untuk bertanya dan mengadu. Kehidupannya itu berubah seratus delapan puluh derajat ketika ia berjumpa dengan seorang sufi pengelana, Syamsuddin alias Syamsi Tabriz. Suatu saat, seperti biasanya Rumi mengajar di hadapan khalayak dan banyak yang menanyakan sesuatu kepadanya. Tiba- tiba seorang lelaki asing –yakni Syamsi Tabriz– ikut bertanya, “Apa yang dimaksud dengan riyadhah dan ilmu?” Mendengar pertanyaan seperti itu Rumi terkesima. Kiranya pertanyaan itu jitu dan tepat pada sasarannya. Ia tidak mampu menjawab. Berikutnya, Rumi berkenalan dengan Tabriz. Setelah bergaul beberapa saat, ia mulai kagum kepada Tabriz yang ternyata seorang sufi. Ia berbincang-bincang dan berdebat tentang berbagai hal dengan Tabriz. Mereka betah tinggal di dalam kamar hingga berhari-hari. Sultan Salad, putera Rumi, mengomentari perilaku ayahnya itu, “Sesungguhnya, seorang guru besar tiba-tiba menjadi seorang murid kecil. Setiap hari sang guru besar harus menimba ilmu darinya, meski sebenarnya beliau cukup alim dan zuhud. Tetapi itulah kenyataannya. Dalam diri Tabriz, guru besar itu melihat kandungan ilmu yang tiada taranya.” Rumi benar-benar tunduk kepada guru barunya itu. Di matanya, Tabriz benar-benar sempurna. Cuma celakanya, Rumi kemudian lalai dengan tugas mengajarnya. Akibatnya banyak muridnya yang protes. Mereka menuduh orang asing itulah biang keladinya. Karena takut terjadi fitnah dan takut atas keselamatan dirinya, Tabriz lantas secara diam-diam meninggalkan Konya. Bak remaja ditinggalkan kekasihnya, saking cintanya kepada gurunya itu, kepergian Tabriz itu menjadikan Rumi dirundung duka. Rumi benar-benar berduka. Ia hanya mengurung diri di dalam rumah dan juga tidak bersedia mengajar. Tabriz yang mendengar kabar ini, lantas berkirim surat dan menegur Rumi. Karena merasakan menemukan gurunya kembali, gairah Rumi bangkit kembali. Dan ia mulai mengajar lagi. Beberapa saat kemudian ia mengutus putranya, Sultan Salad, untuk mencari Tabriz di Damaskus. Lewat putranya tadi, Rumi ingin menyampaikan penyesalan dan permintaan maaf atas tindakan murid-muridnya itu dan menjamin keselamatan gurunya bila berkenan kembali ke Konya. Demi mengabulkan permintaan Rumi itu, Tabriz kembali ke Konya. Dan mulailah Rumi berasyik-asyik kembali dengan Tabriz. Lambat-laun rupanya para muridnya merasakan

Page 69: Catatan Facebook Teja Buwana

diabaikan kembali, dan mereka mulai menampakkan perasaan tidak senang kepada Tabriz. Lagi-lagi sufi pengelana itu, secara diam-diam meninggalkan Rumi, lantaran takut terjadi fitnah. Kendati Rumi ikut mencari hingga ke Damaskus, Tabriz tidak kembali lagi. Rumi telah menjadi sufi, berkat pergaulannya dengan Tabriz. Kesedihannya berpisah dan kerinduannya untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut berperan mengembangkan emosinya, sehingga ia menjadi penyair yang sulit ditandingi. Guna mengenang dan menyanjung gurunya itu, ia tulis syair- syair, yang himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divan-i Syams-i Tabriz. Ia bukukan pula wejangan-wejangan gurunya, dan buku itu dikenal dengan nama Maqalat-i Syams Tabriz. Rumi kemudian mendapat sahabat dan sumber inspirasi baru, Syekh Hisamuddin Hasan bin Muhammad. Atas dorongan sahabatnya itu, ia berhasil selama 15 tahun terakhir masa hidupnya menghasilkan himpunan syair yang besar dan mengagumkan yang diberi nama Masnavi-i. Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran tasawuf yang mendalam, yang disampaikan dalam bentuk apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain. Karya tulisnya yang lain adalah Ruba’iyyat (sajak empat baris dalam jumlah 1600 bait), Fiihi Maa fiihi (dalam bentuk prosa; merupakan himpunan ceramahnya tentang tasawuf), dan Maktubat (himpunan surat-suratnya kepada sahabat atau pengikutnya). Bersama Syekh Hisamuddin pula, Rumi mengembangkan tarekat Maulawiyah atau Jalaliyah. Tarekat ini di Barat dikenal dengan nama The Whirling Dervishes (Para Darwisy yang Berputar-putar). Nama itu muncul karena para penganut tarekat ini melakukan tarian berputar-putar, yang diiringi oleh gendang dan suling, dalam dzikir mereka untuk mencapai ekstase. œ WAFAT. Semua manusia tentu akan kembali kepada-Nya. Demikianlah yang terjadi pada Rumi. Penduduk Konya tiba-tiba dilanda kecemasan, gara-gara mendengar kabar bahwa tokoh panutan mereka, Rumi, sakit keras. Meski menderita sakit keras, pikiran Rumi masih menampakkan kejernihannya. Seorang sahabatnya datang menjenguk dan mendo’akan, “Semoga Allah berkenan memberi ketenangan kepadamu dengan kesembuhan.” Rumi sempat menyahut, “Jika engkau beriman dan bersikap manis, kematian itu akan bermakna baik. Tapi kematian ada juga kafir dan pahit.” Pada 5 Jumadil Akhir 672 H dalam usia 68 tahun Rumi dipanggil ke rahmatullah. Tatkala jenazahnya hendak diberangkatkan, penduduk setempat berdesak-desak ingin menyaksikan. Begitulah kepergian seseorang yang dihormati ummatnya. from http://www.khamush.com/melayu/

Page 70: Catatan Facebook Teja Buwana

SUN-TZU THE ART OF WARFAREFriday, May 29, 2009, 11:05:57 AM | Lingga BuanaSun-Tzu “Dia yang mengenal musuh maupun dirinya sendiri takkan pernah beresiko dalam seratus pertempuran; Dia yang tidak mengenal musuh tetapi mengenal dirinya sendiri akan sesekali menang dan sesekali kalah; Dia yang tidak mengenal musuh ataupun dirinya sendiri akan beresiko dalam setiap pertempuran.” (Sun-Tzu) Senjata paling ampuh dalam sebuah perang adalah Strategi, dan banyak jenderal ternyata mengandalkan strategi perangnya pada buku Seni Berperang karya Sun Tzu, yang ditulis kira-kira 2500 tahun yang lampau. Berikut Kitab Asli seni berperang Sun Tzu! Terjemahan asli dari bahasa Tionghoa Judul buku : SUN-TZU THE ART OF WARFARE Penerjemaah bahasa Inggris : Roger Ames Penerjemaah bahasa Indonesia: Arvin Saputra DRs. Penerbit : Lucky Publisher, 2002 SENI BERPERANG oleh : Sun Tzu 13 bab Strategi militer klasik: 1. Kalkulasi 2. Perencanaan 3. Strategi 4. Kekuatan pertahanan 5. Formasi 6. Kekuatan dan kelemahan 7. Manuver 8. Sembilan varuiasi 9. Mobilitas 10. Tanah lapang 11. Sembilan situasi klasik 12. Menyerang dengan api 13. Intelijen Isi Tiap Bab. I. Kalkulasi “Perang adalah urusan vital bagi negara; jalan menuju kelangsungan hidup atau kehancuran. Oleh karena itu, mempelajari perang secara seksama adalah suatu keharusan;” Lima hal yang harus dipertimbangkan dalam mempelajari peperangan : 1. Alasan moral : keyakinan rakyat dan kepentingan negara untuk tujuan bersama. 2. Alam : cuaca, iklim, waktu. 3. Situasi : jarak, sifat alami, kondisi fisik. 4. Kepemimpimnan : kebijaksanaan, kepercayaan diri, keberanian, belas kasihan. 5. Disiplin : imbalan, ancaman, hukuman, logistik. Tujuh aspek dan fakta kalkulasi : Untuk memulai perang setidaknya panglima harus memperhatikan beberapa fakta dilapangan seperti dibawah ini. 1. Siapa yang dapat mempersatukan rakyat dan angkatan bersenjata 2. Siapa yang memilki komandan yang lebih baik 3. Siapa yang mampu memanfaatkan iklim dan keadaan suatu daerah? 4. Siapa yang dapat memberi perintah dan disiplin yang lebih baik? 5. Pasukan mana yang lebih tangguh? 6. Anggota pasukan mana yang lebih terlatih? 7. Siapa yang memiliki sistem imbalan dan ancaman hukuman yang lebih adil? Jika kita lebih mampu memenuhi semua faktor diatas melebihi musuh, maka kemungkinan menang kita diatas musuh, sangat wajar untuk memulai peperangan. Jika faktor diatas kertas saja tidak mampu meyakinkan panglima untuk menang bagaimana dia dapat meyakinkan rakyat dan prajuritnya bahwa mereka semua akan berperang dan menang! Jika tidak yakin menang untuk apa memulai perang! Tipu muslihat : perang dipenuhi oleh tipu muslihat dalam bentuk strategi, siapapun yang tidak mampu berstrategi dan tidak cakap dalam menggunakan tipu muslihat, tidak akan menang dalam perang apapun. 1. Yang mampu harus berpura-pura tidak mampu 2. Tampillah seolah-olah tak ada apa-apa padahal sedang mengaktifkan kekuatan. 3. Bila ingin menyerbu sasaran terdekat, seolah-olah sedang ingin menyerbu yang lebih jauh. 4. Bila ingin menyerbu daerah yang lebih jauh , seakan-akan ingin menyerbu daerah yang terdekat. Eksploitasi : Gunakan negaramu, ekonomimu, tentaramu dan segala daya upayamu untuk mengalahkan dan melemahkan musuhmu! 1. Pancing musuh dengan umpan yang kecil, lalu hancurkanlah setelah menyebarkan operselisihan diantara

Page 71: Catatan Facebook Teja Buwana

angkatan bersenjata. 2. Waspada musuh senantiasa siap siaga dan tanpa kelemahan. 3. Langkah mundur jika musuh kuat 4. Berpura-pura lemah sehingga musuh dikuasai rasa puas diri. 5. Sebar perselisihan jika kekuatan musuh bersatu padu. 6. Serang saat musuh tidak siap siaga. Pertimbangan : 1. Kekuatan dan kelemahan pasukan diri dan musuh 2. Perencanaan yang cermat. II. Perencanaan Waktu adalah uang : - Perbekalan - Pengeluaran harian Hindari pertempuaran yang berlarut : - Moral jadi turun - Biaya yang boros - Tidak aman dan rentan kalah Bertempurlah agar cepat menang Manfaatkalah sumber-sumber kekuatan musuh : Misal : bekal rampasan musuh - Pancing amarah musuh - Bangkitkan motivasi untuk membunuh - Rangsang untuk merampas harta kekuatan musuh Taktik jitu menentukan nasib sebuah bangsa : - Perang cepat negara aman -Perang berlarut larut, persediaan negara habis, ekonomi ambruk, motivasi tentara jatuh. III. Strategi Perbandingan jika pasukan kita berhadapan dengan musuh : Jika pasukan kita 10 : 1 dari musuh= kepung dan serang Jika pasukan kita 5 : 1 dari musuh= pecahkan dan bagilah musuh lalu serang Jika pasukan kita 2 : 1 dari musuh= menyerang 2 arah Jika pasukan kita 1 : 1 dari musuh= dahului perang Musuh sedikit lebih besar bertahan. Musuh lebih besar berkelit dari serangan. Musuh jauh lebih besar, mundur. Kepemimpinan: 1. Panglima bagaikan pilar negara 2. Cakap berperang menjadi negara kuat 3. Bukan pejuang yang baik negara menjadi lemah Penguasa akan membahayakan angkatan bersenjata : 1. Memerintahkan maju / mundur saat waktu yang tidak tepat 2. Tak bisa memperlakukan kemiliteran tanpa tahu militer itu sendiri 3. Mengambil alih komando tanpa paham strategi militer. Lima cara untuk menang : 1. Tahu saat perang dan tidak berperang 2. Tahu memanfaatkan kekuatan pasukan 3. Rebut simpati dan dukungan rakyat 4. Tunggu untuk antisipasi yang belum siap 5. Perwira cakap menjadi komandan yang tanpa campur tangan pemerintah. Mengenal lawan dan diri sendiri : 1. Tahu kekuatan sendiri dan musush utuk mampu masuk dalam peperangan tanpa ancaman bahaya 2. Tahu kekuatan sendiri dan tak tahu kekuatan musuh memberikan kesempatan menang hanya separonya. 3. Tak tahu kekuatan sendiri dan musuh akan kalah. IV. Kekuatan pertahanan Alasan menyusun strategi : 1. Kita harus berjuang keras agar tidak kalah 2. Musuh yang harus terlebih dahulu membuat kesalahan besar baru kita mengalahkannya. 3. Kita tak bisa bilang kita tak akan kalah tapi kita tak bisa memastikan musuh akan membuat kesalahan sehingga kita meraih kemenangan, orang bisa tahu cara untuk menang tapi tidak bisa memastikan akan memperoleh kemenangan. 4. Yang merasa tidak yakin menang akan bertahan 5. Yang merasa akan menang maka menyeranglah 6. Meraka yang cakap dalam bertahan seolah-olah tak tampak oleh musuh 7. Mereka yang calak dalam hal bertahan akan menang bila tiba saatnya untuk menyerang. Menang tanpa air mata : 1. Ahli taktik akan tetap bertahan dalam keadaan aman. 2. Tak pernah lewatkan kesempatan hancurkan musuh. 3. Yang ingin menang harus terlebih dahulu menciptakan kemenangan. Pahlawan yang benar-benar sejati tidak pernah membanggakan kecakapan atau keberanian mereka. Mereka menang karena memiliki rasa percaya diri serta kemampuan untuk tetap pada posisi yang aman Mengatur posisi : 1. Ahli tatik mempunyai sasaran-sasaran jelas dan disiplin yang ketat dalam pasukan. 2. Ahli taktik cakap

Page 72: Catatan Facebook Teja Buwana

: a. Ukur jarak b. Memperkirakan ongkos c. Memepelajari kekuatan d. Memperhitungkan kesempatan e. Merencakan kemenangan. V. Formasi Penyergapan tiba-tiba, konfrontasi langsung : 1. Atur pasukan (organisasi) besar dan kecil 2. Komando (Komunikasi) pasukan besar dan kecil 3. Pasukan besar. Hakikat kejutan : 1. Perang adalah konfrontasi lansung 2. Pasukan yang melakukan kejutan akan menang Serangan tiba-tiba dan kofrontasi langsung ada dalam peperangan, kombinasi kedunya membuat suatu variasi perang. Kesiagaan Gerakan. VI. Kekuatan dan kelemahan Inisiatif : 1. Pasukan pertama mengambil posisi yang fleksibel 2. Pasukan akhir ikut perang walau dalam keadaan kelelahan 3. Perwira melakukan gertakan mental 4. Umpan untuk mencapai tujuan yang dimaksud 5. Gertakan ke musuh 6. Ganggu musuh Mengacaukan musuh : 1. Buat kegaduhan (kacaukan perhatian) 2. Serang satu arah Ibarat air : 1. Tinggi ke rendah, menghindari musuh yang kuat tapi serang yang lemah 2. Ikut bentuk yang dilalui . Rencana berubah sesuai perubahan kubu musuh. 3. Tidak dominan pada suatu perubahan, ubah strategi sesuai perubahan pihak musuh. VII. Manuver Dari keterbatasan ke keuntungan ; 1. Strategi baik adalah lebih dahulu mencapai garis depan untuk menempati posisi yang menguntungkan lalu hancurkan musuh. 2. Atur jalan pintas 3. Hitung seksama keterbatasan menjadi keuntungan. 4. Sekalipun dalam keadaan yang prima tetap dalam keadaan yang waspada. Keuntungan dan kerugian : 1. Amankan perbekalan 2. Pasukan yang lincah maju terus tanpa istirahat 3. Organisir pasukan 4. Negara netral tidak boleh masuk dalam persekutuan 5. Jangan perang yang belum pernah kita tahu kondisinya 6. Manfaatkan orang asli wilayah sebagai pemandu arah Angin, hutan, api, dan gunung : 1. Serang saat waktu yang tepat 2. Manuver pasukan yang efektif Angin – cepat bagai tiupan angin Hutan – tenag sesunyi hutan Api – ganas bagai amukan api Gunung – tahankan diri bagai gunung Kegelapan – sembunyi tak tembus Kilat – serangan tiba-tiba VIII. Sembilan variasi 1. Jangan sekali-kali mencari perlindungan disuatu wilayah yang tidak aman 2. Jangan mengabaikan basa-basi diplomasi dalam meminta simpati suatu negara. 3. Jangan menunda suatu perjalanan pada saat suatu gerakan justru sulit dilakukan. 4. Dalam situasi penuh bahaya , merencanakan untuk meloloskan diri secepat mungkin. 5. Saat situasi sulit, bertempurlah sampai titik darah penghabisan 6. Ada rute perjalanan yang harus dihindari dan dipintasi agar dapat mengubah keadaan yang serba terbatas untuk memberikan peluang yang besar. 7. Biarkan musuh meloloskan diri sebagian walau punya kemampuan mengejar, pikirkan serangan berikutnya. 8. Untuk menghancurkan angkatan bersenjata, jangan terperdaya dengan kemudahan merebut kota. 9. jika perintah penguasa negara tidak mendukung kemajuan perang yang sedang berlangsung maka abaikan saja. Kelemahan umum komandan : 1. Saat sembarangan mudah dibunuh 2. Saat takut mudah ditangkap 3. Saat marah mudah dihasut 4. Saat sensitif mudah merasa hina 5. Saat emosional mudah gelisah Akhir cerita panglima : 1. Bertempur untuk mati biasanya mati 2. Takut mati biasanya tertangkap 3. Tidak sabar biasanya mudah marah dan terima ejekan 4. Merasa terhormat biasanya menerima segala hal yang merendahkan 5. Terlalu baik hati biasanya terus menghadapi masalah. IX. Mobilitas Penyebaran : 1. Ketika bergerak maju, jangan melalui punggung

Page 73: Catatan Facebook Teja Buwana

gunung / bukit tapi lewat lembah 2. Naik dataran yang lebih tinggi untuk tahu posisi yang paling menguntungkan menyerang dan bertahan. 3. Jika musuh di dataran yang lebih tinggi, jangan sekali-kali melayani/mendahului serangan. 4. Segera seberangi sungai, jadi musuh tidak ambil kesempatan – jangan serang musuh saat musuh di sungai – seranglah musuh saat baru menapakkan kaki di daratan ketika separo kekuatan ada di sungai. 5. Dataran lebih tinggi lebih baik daripada sungai. 6. Jangan menyerang musuh dihulu sungai. 7. Bial bertempur ditempat berawa, tetaplah bertahan dekat dengan tepi rawa yang berumput. 8. Lebih bagus lagi bila dibelakang pasukanmu terdapat pepohonan , ini strategi untuk bertempur didaerah rawa. 9. Pertempuran di tanah datar, maka letakkanlah ditanah yang datar. Strategi perang : 1. Jika pasukan musuh tampil tenang dan mantap berarti yakin akan posisi strategis dan kekuatan yang dimilikinya. 2. Jika pasukan musuh menantang, mereka sangat cemas gerak maju lawan. 3. Jika musuh pada posisi datar yang tidak menguntungkan berarti melakukan jebakan. X. Tanah lapang/Medan Tipe tanah lapang/medan pertempuran: 1. Mudah dilalui 2. Sulit dilalui 3. Netral : sama-sama sulit menyerang 4. Sempit 5. Berbahaya 6. Jangkaun jauh. Bahaya yang dilakukan oleh pemimpin militer : 1. Sulit meloloskan diri. 2. Pembangkangan perintah dari bawahan 3. Guncangan 4. Kehancuran 5. Kekacauan 6. Gerakan mundur. Panglima yang cakap merupakan aset yang paling berharga . - Panglima wajib memerintahkan perang jika yakin pasukannya akan menang. - Jika yakin akan kalah, jangan ikuti perintah penguasa untuk perang. XI. Sembilan situasi klasik 1. Biasa-biasa – berada di wilayah sendiri. 2. Sederhana – wilayah musuh 3. Kritis – posisi yang sama-sama punya 2 pihak. 4. Terbuka – wilayah yang dapat dimiliki 2 pihak 5. Memegang komando – untuk merebut posisi strategis, komando semua daerah. 6. Serius – di dalam wilayah musuh 7. Berbahaya – wilayah yang tidak aman dan sukar 8. Sulit – wilayah yang merupakan jalur masuk dan keluar 9. Putus asa – terpojok Keprajuritan yang cakap : 1. Paham hubungan internasional dalam hal diplomasi 2. Paham keadaan alam, gunung, rawa dan lainnya. 3. Paham dapat pemandu dari penduduk sekitar. Ular dari gunung Chang : 1. Diserang kepala ekor melawan 2. Diserang ekor kepala melawan 3. Diserang tengahnya kepala dan ekor melawan. XII. Menyerang dengan api Lima serangan ganas : 1. Bakar pasukan musuh 2. Rebut atau hancurkan perbekalan mereka 3. Sarana transportasi diganggu 4. Gudang senjata dihancurkan 5. Jalur perbekalan di rusak. Serang saat musim panas dan kering atau malam hari ketika angin berhembus kencang. Bergerak dari kesempatan yang menguntungkan : 1. Menyerang jika yakin menang. 2. Penguasa tidak menyatakan perang karena rasa marah 3. Komandan menyatakan perang bukan karena rasa dengki 4. Berperang jika punya tujuan yang pasti XIII. Intelijen Jenis mata-mata : 1. Penduduk setempat lawan 2. Perwira militer dalam dewan istana 3. Mata-mata yang beralih haluan tetapi dapat dibeli 4. Mata-mata pembawa kematian – tawanan yang diinterogai 5. Mata-mata pembawa kepastian – membawa informasi dengan selamat Upah yang besar bagi mata-mata Rahasia Info dari mata-mata dianalisa Bidang intelijen merupakan kegiatan yang paling penting dalam peperangan sebab tidaklah akan tersusun suatu rencana perang yang efektif tanpa informasi dari

Page 74: Catatan Facebook Teja Buwana

musuh. Menurut Roger Ames, buku ini diterjemaahkan dari berbagai temuan arkeologis di beberapa tempat di Cina dari waktu yang berbeda. Yang pertama, Naskah 13 Bab Inti dari Sun-Tzu Chiao-shih yang diedit oleh Wu Chiu-Lung dan kawan-kawan yang diterbitkan pada tahun 1990. Kedua, dari Lima Bab Tambahan yang ditemukan dari makam-makam Han di gunung Silver Mountain volume 1, yang disusun oleh Komite Rekonstruksi Tulisan-tulisan Han di Yin-ch’ueh-shan, serta diterbitkan oleh Wen-wu Publishing House tahun 1985. kemudian bahan-bahan ensiklopedia yang diterjemaahkan dari lampiran-lampiran Sun-tzu hui-chien karya Yang Ping-an (1986) dan Sun-tzu tao-tu karya Huang K’uei (1989) yang didasarkan pada koleksi dinasti Ch’ing dari Pi I-hsun, Sun-tzu hsu-lu (Surat penghargaan Dari Sun Tzu). Koleksi dinasti Ch’ing ini telah disusun dari tulisan-tulisan bambu dari dinasti Western Han yang ditemukan pada tahun 1978 dalam makam ke-115 dari kompleks keluarga Sun di kabupaten Ta-t’ung, provinsi Ch’ing-hai. Selanjutnya, Wang Jen-chun, Sun-tzu i-wen (naskah yang tidak diterbitkan , yang dilestarikan dalam catatan sejarah di perpustakaan Shanghai). Berbeda dengan kebanyakan buku yang bersumber dari karya guru Sun yang beredar di Indonesia, selain merupakan terjemaahan atas temuan-temuan arkeologis tulisan-tulisan bambu yang berasal dari berbagai zaman yang berbicara tentang guru Sun, di dalam pendahuluan buku ini, Profesor Roger Ames yang merupakan salah seorang penerjemaah filsafat Cina terkemuka di Amerika Serikat, memberikan penjelasan tentang latar belakang filosofis buku Sun-Tzu, karena ia menyadari bahwa karya ini merupakan buku filosofi berperang. Untuk memperkuat nilai sejarah isi buku ini, penulis buku The Art of Rulership: Studies in Ancient Chinese Political Thought (1983) ini melampirkan salinan tulisan Cina-nya, deskripsi lokasi penemuan dan kondisi barang-barang hasil temuan serta gambar perlengkapan perang Cina kuno lengkap dengan penjelasannya. Keunggulan lain buku ini dibanding terjemaahan atas karya Sun Wu lainnya adalah komprehensifitas. Sebab ia memuat bab-bab tambahan dari temuan arkeologis di Yin-ch’ueh-shan maupun dari kisah-kisah dari berbagai sumber yang menyebutkan nama Sun Wu. Judul buku : SUN-TZU THE ART OF WARFARE Penerjemaah bahasa Inggris : Roger Ames Penerjemaah bahasa Indonesia: Arvin Saputra DRs. Penerbit : Lucky Publisher, 2002

Page 75: Catatan Facebook Teja Buwana

SELUK BELUK KUJANG MENURUT BERITA PANTUN BOGORWednesday, May 27, 2009, 11:54:27 AM | Lingga BuanaPurwaka Berbicara tentang kujang, identik dengan berbicara Sunda Pajajaran masa silam. Sebab, alat ini berupa salah sastu aspek identitas eksistensi budaya Sunda kala itu. Namun, dari telusuran kisah keberadaannya tadi, sampai sekarang belum ditemukan sumber sejarah yang mampu memberitakan secara jelas dan rinci. Malah bisa dikatakan tidak adanya sumber berita sejarah yang akurat. Satu-satunya sumber berita yang dapat dijadikan pegangan (sementara) yaitu lakon-lakon pantun. Sebab dalam lakon-lakon pantun itulah kujang banyak disebut-sebut. Di antara kisah-kisah pantun yang terhitung masih lengkap memberitakan kujang, yaitu pantun (khas) Bogor sumber Gunung Kendeng sebaran Aki Uyut Baju Rambeng. Pantun Bogor ini sampai akhir abad ke-19 hanya dikenal oleh warga masyarakat Bogor marginal (pinggiran), yaitu masyarakat pedesaan. Mulai dikenalnya oleh kalangan intelektual, setelahnya tahun 1906 C.M. Pleyte (seorang Belanda yang besar perhatiannya kepada sejarah Pajajaran) melahirkan buku berjudul Moending Laja Di Koesoemah, berupa catatan pribadinya hasil mendengar langsung dari tuturan juru pantun di daerah Bogor sebelah Barat dan sekitarnya. Ia lebih menaruh perhatian besar kepada Pantun Bogor, karena menurut penelitiannya Pantun Bogor termasuk yang paling utuh jika dibandingkan dengan pantun-pantun daerah Jawa Barat sebelah Timur, baik dalam cara memainkan pantunnya, bahasa Sundanya, juga termasuk sumber sejarah yang dikisahkannya. Sedangkan pantun-pantun daerah Jawa Barat sebelah Timur, kala itu katanya sudah banyak yang semrawut tidak utuh lagi. Pemberitaan tentang kujang selalu terselip hampir dalam setiap lakon dan setiap episode kisah serial Pantun Bogor, baik fungsi, jenis, dan bentuk, para figur pemakainya sampai kepada bagaimana cara menggunakannya. Malah ungkapan-ungkapan konotatif yang memakai kujang-pun tidak sedikit. Contoh kalimat gambaran dua orang berwajah kembar; Badis pinang nu munggaran, rua kujang sapaneupaanâ atau melukiskan seorang wanita; Mayang lenjang badis kujang, tembong pamor tembong eluk tembong combong di ganjanaan dsb. Demikian pula bendera Pajajaran yang berwarna hitam putih juga diberitakan bersulamkan gambar kujang Umbul-umbul Pajajaran hideung sawarah bodas sawarah disulaman kujang jeung pakujajar nu lalayanan Sejak sirnanya Kerajaan Pajajaran sampai sekarang, kujang masih banyak dimiliki oleh masyarakat Sunda, yang fungsinya hanya sebagai benda obsolete tergolong benda sejarah sebagai wahana nostalgia dan kesetiaan kepada keberadaan leluhur Sunda pada masa jayanya Pajajaran, di samping yang tersimpan di museum-museum. Di samping itu, sebutan kujang banyak pula yang masih abadi seperti pada: 1. Nama kampung; Parungkujang, Cikujang, Gunungkujang, Parakankujang. 2. Nama Tangtu Baduy; Tangtu Kadukujang (Cikartawana), Sanghyang Kujang (Undak ke-3 pamujaan Baduy di Gunung Pamuntuan). 3. Nama Batalyon; Batalyon Kujang pada Kodam Siliwangi. 4. Nama perusahaan; Pupuk Kujang, Semen Kujang, dsb. 5. Nama tugu peringatan: Tugu Kujang di Kota Bogor. Pengabadian kujang lainnya, banyak yang menggunakan gambar bentuk kujang pada lambang-lambang daerah, pada badge-badge organisasi kemasyarakatan atau ada pula kujang-kujang tempaan

Page 76: Catatan Facebook Teja Buwana

baru (tiruan), sebagai benda aksesori atau cenderamata. Selain keberadaan kujang seperti itu, di kawasan Jawa Barat dan Banten masih ada komunitas yang masih akrab dengan kujang dalam pranata hidupnya sehari-hari, yaitu masyarakat Sunda Pancer Pangawinanâ tersebar di wilayah Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak Provinsi Banten, Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor dan di Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat). Dan masyarakat Sunda Wiwitan Urang Kanekas (Baduy) di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Dalam lingkungan budaya hidup mereka, tiap setahun sekali kujang selalu digunakan pada upacara Nyacarâ (menebangi pepohonan untuk lahan ladang). Patokan pelaksanaannya yaitu terpatri dalam ungkapan Unggah Kidang Turun Kujang, artinya jika bintang Kidang telah muncul di ufuk Timur di kala subuh, pertanda musim Nyacar sudah tiba, kujang (Kujang Pamangkas) masanya digunakan sebagai pembuka kegiatan Ngahuma (berladang). Bentuk dan Jenis Kujang Pada zaman masih jayanya kerajaan Pajajaran, kujang terdiri dari beberapa bentuk, di antaranya: 1. Kujang Ciung; yaitu kujang yang bentuknya dianggap menyerupai burung Ciung. 2. Kujang Jago; kujang yang bentuknya menyerupai ayam jago. 3. Kujang Kuntul; kujang yang menyerupai burung Kuntul. 4. Kujang Bangkong; kujang yang menyerupai bangkong (kodok). 5. Kujang Naga; kujang yang bentuknya menyerupai naga. 6. Kujang Badak; kujang berbadan lebar dianggap seperti badak. 7. Kudi; perkakas sejenis kujang. Berdasarkan jenisnya, kujang memiliki fungsi sebagai: 1. Kujang Pusaka; yaitu kujang sebagai lambang keagungan seorang raja atau pejabat kerajaan lainnya dengan kadar kesakralannya sangat tinggi seraya memiliki tuah dan daya gaib tinggi. 2. Kujang Pakarang; yaitu kujang untuk digunakan sebagai alat berperang dikala diserang musuh. 3. Kujang Pangarak; yaitu kujang bertangkai panjang seperti tombak sebagai alat upacara. 4. Kujang Pamangkas; kujang sebagai alat pertanian (perladangan). Nama-nama Bagian Kujang Wujud sebilah kujang memiliki bagian yang masing-masing mempunyai namanya sendiri-sendiri, meskipun tidak seluruh bentuk kujang memiliki bagian sama lengkapnya. Kujang yang memiliki bagian-bagian secara lengkap, biasanya dimiliki oleh para raja, para menak (bangsawan), dan para pangagung (pejabat tinggi) kerajaan lainnya. Bagian-bagian kujang tersebut di antaranya: 1. Papatuk (Congo); bagian ujung kujang yang runcing, gunanya untuk menoreh atau mencungkil. 2. Eluk (Siih); lekukan-lekukan atau gerigi pada bagian punggung kujang sebelah atas, gunanya untuk mencabik-cabik perut musuh. 3. Waruga; nama bilahan (badan) kujang. 4. Mata; lubang-lubang kecil yang terdapat pada bilahan kujang yang pada awalnya lubang-lubang itu tertutupi logam (biasanya emas atau perak) atau juga batu permata. Tetapi kebanyakan yang ditemukan hanya sisanya berupa lubang-lubang kecil. Gunanya sebagai lambang tahap status si pemakainya, paling banyak 9 mata dan paling sedikit 1 mata, malah ada pula kujang tak bermata, disebut Kujang Buta 5. Pamor; garis-garis atau bintik-bintik pada badan kujang disebut Sulangkar atau Tutul, biasanya mengandung racun, gunanya selain untuk memperindah bilah kujangnya juga untuk mematikan musuh secara cepat. 6. Tonggong; sisi yang tajam di bagian punggung kujang, bisa untuk mengerat juga mengiris. 7. Beuteung; sisi yang tajam di bagian perut kujang, gunanya sama dengan bagian punggungnya. 8. Tadah; lengkung kecil pada

Page 77: Catatan Facebook Teja Buwana

bagian bawah perut kujang, gunanya untuk menangkis dan melintir senjata musuh agar terpental dari genggaman. 9. Paksi; bagian ekor kujang yang lancip untuk dimasukkan ke dalam gagang kujang. 10. Combong; lubang pada gagang kujang, untuk mewadahi paksi (ekor kujang). 11. Selut; ring pada ujung atas gagang kujang, gunanya untuk memperkokoh cengkeraman gagang kujang pada ekor (paksi). 12. Ganja (landsan); nama khas gagang (tangkai) kujang. 13. Kowak (Kopak); nama khas sarung kujang. Di antara bagian-bagian kujang tadi, ada satu bagian yang memiliki lambang œke-Mandalaan, yakni mata yang berjumlah 9 buah. Jumlah ini disesuaikan dengan banyaknya tahap Mandala Agama Sunda Pajajaran yang juga berjumlah 9 tahap, di antaranya (urutan dari bawah): 1. Mandala Kasungka, 2. mandala Parmana, 3. Mandala Karna, 4. Mandala Rasa, 5. Mandala Saba, 6. Mandala Suda, 7. Jati Mandala, 8. Mandala Samar, 9. Mandala Agung. 10. Mandala tempat siksaan bagi arwah manusia yang ketika hidupnya bersimbah noda dan dosa, disebutnya Buana Karma atau Jagat Pancaka, yaitu Neraka. Kelompok Pemakai Kujang Meskipun perkakas kujang identik dengan keberadaan Kerajaan Pajajaran pada masa silam, namun berita Pantun Bogor tidak menjelaskan bahwa alat itu dipakai oleh seluruh warga masyarakat secara umum. Perkakas ini hanya digunakan oleh kelompok tertentu, yaitu para raja, prabu anom (putera mahkota), golongan pangiwa, golongan panengen, golongan agama, para puteri serta kaum wanita tertentu, para kokolot. Sedangkan rakyat biasa hanya menggunakan perkakas-perkakas lain seperti golok, congkrang, sunduk, dsb. Kalaupun di antaranya ada yang menggunakan kujang, hanya sebatas kujang pamangkas dalam kaitan keperluan berladang. Setiap menak (bangsawan), para pangagung (pejabat negara) sampai para kokolot, dalam pemilikan kujang, tidak sembarangan memilih bentuk. Namun, hal itu ditentukan oleh status sosialnya masing-masing. Bentuk kujang untuk para raja tidak boleh sama dengan milik balapati. Demikian pula, kujang milik balapati mesti berbeda dengan kujang miliknya barisan pratulup, dan seterusnya. Dalam kaitan pemakaian kujang tadi, akan tergambar dari tahapan fungsi para pejabat yang tertera dalam struktur jabatan pemerintahan Negara Pajajaran sebagai berikut: 1. Raja 2. Langsa 3. Brahmesta 4. Prabu Anom (Putera Mahkota) 5. Bupati Panangkes dan Balapati 6. Geurang Seurat 7. Para Bupati Pakuan dan Bupati Luar Pakuan 8. Para Patih termasuk Patih Tangtu dan Mantri Paseban 9. Para Lulugu 10. Para Kanduru 11. Para Sambilan 12. Para Jaro termasuk Jaro Tangtu 13. Para Bareusan, Para Guru, Para Pangwereg 14. Para Kokolot Jabatan Prabu Anom (3) sampai para Bareusan, para Guru, juga para Pangwereg (12), tergabung di dalam golongan Pangiwa dan Panengen. Tetapi dalam pemilikan dan pemakaian kujang, ditentukan oleh kesejajaran tugas dan fungsinya masing-masing, seperti: 1. Kujang Ciung mata-9: hanya dipakai khusus oleh Raja; 2. Kujang Ciung mata-7: dipakai oleh Mantri Dangka dan Prabu Anom; 3. Kujang Ciung mata-5: dipakai oleh Girang Seurat, Bupati Pamingkis,dan para Bupati Pakuan; 4. Kujang Jago: dipakai oleh Balapati, para Lulugu, dan Sambilan; 5. Kujang Kuntul: dipakai oleh para Patih (Patih Puri, Patih Taman, Patih Tangtu Patih Jaba, dan Patih Palaju), juga digunakan oleh para Mantri (Mantri Majeuti, Mantri Paseban, Mantri Layar, Mantri Karang, dan Mantri Jero); 6. Kujang Bangkong: dipakai oleh Guru Sekar,

Page 78: Catatan Facebook Teja Buwana

Guru Tangtu, Guru Alas, Guru Cucuk; 7. Kujang Naga: dipakai oleh para Kanduru, para Jaro, Jaro Awara, Tangtu, Jaro Gambangan; 8. Kujang Badak: dipakai oleh para Pangwereg, para Pamatang, para Palongok, para Palayang, para Pangwelah, para Bareusan, parajurit, Paratulup, Sarawarsa, para Kokolot. Selain diperuntukkan bagi para pejabat tadi, kujang digunakan pula oleh kelompok agama, tetapi kesemuanya hanya satu bentuk yaitu Kujang Ciung, yang perbedaan tahapannya ditentukan oleh banyaknya mata. Kujang Ciung bagi peruntukan Brahmesta (pendeta agung negara) yaitu yang bermata-9, sama dengan peruntukan raja. Kujang Ciung bagi para Pandita bermata-7, para Geurang Puun, Kujang Ciung bermata-5, para Puun Kujang Ciung bermata-3, para Guru Tangtu Agama dan para Pangwereg Agama Kujang Ciung bermata-1. Di samping masing-masing memiliki kujang tadi, golongan agama menyimpan pula Kujang Pangarak, yaitu kujang yang bertangkai panjang yang gunanya khusus untuk upacara-upacara sakral seperti Upacara Bakti Arakana, Upacara Kuwera Bakti, dsb., malah kalau dalam keadaan darurat, bisa saja dipakai untuk menusuk atau melempar musuh dari jarak jauh. Tapi fungsi utama seluruh kujang yang dimiliki oleh golongan agama, sebagai pusaka pengayom kesentosaan seluruh isi negara. Kelompok lain yang juga mempunyai kewenangan memakai kujang yaitu para wanita Menak (Bangsawan) Pakuan dan golongan kaum wanita yang memiliki fungsi tertentu, seperti para Puteri Raja, para Puteri Kabupatian, para Ambu Sukla, Guru Sukla, para Ambu Geurang, para Guru, dan para Sukla Mayang (Dayang Kaputren). Kujang bagi kaum wanita ini, biasanya hanya terdiri dari Kujang Ciung dan Kujang Kuntul. Hal ini karena bentuknya yang langsing, tidak terlalu galabag (berbadan lebar, dan ukurannya biasanya lebih kecil dari ukuran kujang kaum pria. Untuk membedakan status pemiliknya, kujang untuk kaum wanita pun sama dengan untuk kaum pria, yaitu ditentukan oleh banyaknya mata, pamor, dan bahan yang dibuatnya. Kujang untuk para puteri kalangan menak Pakuan biasanya kujang bermata-5, Pamor Sulangkar, dan bahannya dari besi kuning pilihan. Sedangkan (kujang) wanita fungsi lainnya kujang bermata-3 ke bawah malah sampai Kujang Buta, Pamor Tutul, bahannya besi baja pilihan. Kaum wanita Pajajaran yang bukan menak tadi, di samping menggunakan kujang ada pula yang memakai perkakas khas wanita lainnya, yaitu yang disebut Kudi, alat ini kedua sisinya berbentuk sama, seperti tidak ada bagian perut dan punggung, juga kedua sisinya bergerigi seperti pada kujang, ukurannya rata-rata sama dengan ukuran Kujang Bikang (kujang pegangan kaum wanita), langsing, panjang kira-kira 1 jengkal termasuk tangkainya, bahannya semua besi-baja, lebih halus, dan tidak ada yang memamai mata. Proses Pembuatan Kujang Pada zamannya Kerajaan Pajajaran Sunda masih jaya, setiap proses pembuatan benda-benda tajam dari logam termasuk pembuatan senjata kujang, ada patokan-patokan tertentu yang harus dipatuhi, di antaranya: Patokan Waktu Mulainya mengerjakan penempaan kujang dan benda-benda tajam lainnya, ditandai oleh munculnya Bintang Kerti, hal ini terpatri dalam ungkapan Unggah kidang turun kujang, nyuhun kerti turun beusi, artinya ˜Bintang Kidang mulai naik di ufuk Timur waktu subuh, pertanda masanya kujang digunakan untuk nyacar (mulai berladang). Demikian pula jika Bintang Kerti ada pada posisi sejajar di atas kepala menyamping agak ke Utara

Page 79: Catatan Facebook Teja Buwana

waktu subuh, pertanda mulainya mengerjakan penempaan benda-benda tajam dari logam (besi-baja). Patokan waktu seperti ini, kini masih berlaku di lingkungan masyarakat Urang Kanekes (Baduy). Kesucian Guru Teupa (Pembuat Kujang) Seorang Guru Teupa (Penempa Kujang), waktu mengerjakan pembuatan kujang mesti dalam keadaan suci, melalui yang disebut olah tapa (berpuasa). Tanpa syarat demikian, tak mungkin bisa menghasilkan kujang yang bermutu. Terutama sekali dalam pembuatan Kujang Pusaka atau kujang bertuah. Di samping Guru Teupa mesti memiliki daya estetika dan artistika tinggi, ia mesti pula memiliki ilmu kesaktian sebagai wahana keterampilan dalam membentuk bilah kujang yang sempurna seraya mampu menentukan Gaib Sakti sebagai tuahnya. Bahan Pembuatan Kujang Untuk membuat perkakas kujang dibutuhkan bahan terdiri dari logam dan bahan lain sebagai pelengkapnya, seperti: Besi, besi kuning, baja, perak, atau emas sebagai bahan membuat waruga (badan kujang) dan untuk selut (ring tangkai kujang). Akar kayu, biasanya akar kayu Garu-Tanduk, untuk membuat ganja atau landean (tangkai kujang). Akar kayu ini memiliki aroma tertentu. Papan, biasanya papan kayu Samida untuk pembuatan kowak atau kopak (sarung kujang). Kayu ini pun memiliki aroma khusus. Emas, perak untuk pembuatan mata atau pamor kujang pusaka atau kujang para menak Pakuan dan para Pangagung tertentu. Selain itu, khusus untuk matabanyak pula yang dibuat dari batu permata yang indah-indah. Peurah (bisa binatang) biasanya bisa Ular Tiru, bisa Ular Tanah, Bisa Ular Gibug, bisa Kelabang atau bisa Kalajengking. Selain itu digunakan pula racun tumbuh-tumbuhan seperti getah akar Leteng getah Caruluk (buah Enau) atau serbuk daun Rarawea, dsb. Gunanya untuk ramuan pelengkap pembuatan Pamor. Kujang yang berpamor dari ramuan racun-racun tadi, bisa mematikan musuh meski hanya tergores. Gaib Sakti sebagai isi, sehingga kujang memiliki tuah tertentu. Gaib ini terdiri dari yang bersifat baik dan yang bersifat jahat, bisa terdiri dari gaib Harimau, gaib Ulat, gaib Ular, gaib Siluman, dsb. Biasanya gaib seperti ini diperuntukan bagi isi kujang yang pamornya memakai ramuan racun sebagai penghancur lawan. Sedangkan untuk Kujang Pusaka, gaib sakti yang dijadikan isi biasanya para arwah leluhur atau para Guriyang yang memiliki sifat baik, bijak, dan bajik. Tempat (Khusus) Pembuatan Kujang Tempat untuk membuat benda-benda tajam dari bahan logam besi-baja, baik kudi, golok, sunduk, pisau, dsb. Dikenal dengan sebutan Gosali, Kawesen, atau Panday. Tempat khusus untuk membuat (menempa) perkakas kujang disebut Paneupaan. Seperti dalam lakon Pantun Bogor kisah Kalangsunda Makalangan terdapat ungkapan yang menggamvarkan kemiripan rupa tokoh Kumbang Bagus Setra dan Rakean Kalang Sunda dengan kalimat berbunyi: Yuni Kudi sa-Gosali, rua Kujang sa-Paneupaan, ungkapan tersebut mengindi-kasikan bahwa istilah Paneupaan benar-benar berupa nama untuk tempat pembuatan perkakas kujang. Hal ini lebih diperjelas lagi dengan sebutan Guru Teupa bagi si pembuat kujang, yang mungkin sederajat dengan Empu pembuat keris di lingkungan masyarakat Jawa. Cara Membawa Kujang Membawa perkakas kujang tidak hanya satu cara, namun tergantung kepada bentuk dan ukuran besar kecilnya dan kadar kesakralannya. Disoren; yaitu dengan cara digantungkan pada pinggang sebelah kiri dengan menggunakan sabuk atau tali pengikat yang

Page 80: Catatan Facebook Teja Buwana

diikatkan ke pinggang. Yang dibawa dengan cara disoren ini, Kujang Galabag (berbadan lebar) seperti Kujang Naga dan Kujang Badak sebab kowaknya (sarungnya) cukup lebar. Ditogel; yaitu dengan cara diselipkan pada sabuk di depan perut tanpa menggunakan tali pengikat. Kujang yang dibawa dengan cara ini yaitu Kujang Bangking (kujang berbadan kecil) seperti Kujang Ciung, Kujang Kuntul, Kujang Bangkong, Kujang Jago, Kudi yang ukuran kowaknya pun lebih kecil. Demikian pula kujang yang termasuk Kujang Ageman (bertuah) selalu dibawa dengan cara ditogel. Dipundak; yaitu dengan cara dipikul tangkainya yang panjang, seperti membawa tombak. Yang dibawa dengan cara demikian hanya khusus Kujang Pangarak, karena memiliki tangkai panjang. Dijinjing; yaitu dengan cara ditenteng, dipegang tangkainya. Kujang yang dibawa dengan cara ini hanya Kujang pamangkas, sebab kujang ini tidak memakai sarung (kowak) alias telanjang. Cara Menggunakan Kujang Tersebar berita, bahwa cara menggunakan kujang konon dengan cara dijepit ekornya (paksi-nya) yang telanjang tanpa ganja (tangkai) menggunakan ibu jari kaki. Sedangkan cara lain, yaitu dengan dijepit menggunakan telunjuk dan ibu jari kemudian ditusuk-tusukan ke badan lawan. Alasan mengapa cara menggunakannya demikian, sebab katanya kujang memang berupa senjata telanjang tanpa tangkai dan tanpa sarung (kowak). Jika para Guru Teupa penempa Kujang Pajajaran sengaja membuatnya demikian, hal itu merupakan pekerjaan tanpa perhitungan. Sebab dilihat dari bentuk ekor (paksi) kujang yang banyak ditemukan, bentuknya sama seperti ekor senjata tajam lainnya yang lazim memakai gagang (tangkai) seperti golok, arit, pisau, dsb. Dengan cara menggunakannya seperti diutarakan tadi, sedikitnya ia akan terluka jari jemari kakinya ataupun jari jemari tangannya. Lain halnya jika bentuk ekornya tadi dibuat sedemikian rupa sehingga mudah untuk dijepit dengan jari jemarinya. Berita tadi jika dibandingkan dengan berita Pantun Bogor dan beberapa temuan penulis, ternyata bertabrakan. Sebagaimana diutarakan pada bagian terdahulu, bahwa Kujang Pajajaran merupakan benda tajam yang lengkap memakai ganja (tangkai) dan memakai kowak (sarung). Kalau timbulnya pendapat seperti tadi, hal ini mungkin beranjak dari temuan-temuan yang tergali dari dalam tanah, mayoritas kujang telanjang tanpa ganja tanpa kowak bahkan tanpa mata (berlubang-lubang). Sebenarnya, keberadaan kujang yang ditemukan seperti itu akibat dari terlalu lamanya tertimbun tanah, sehingga ganja atau kowak-nya yang terbuat dari kayu mengalami lapuk dan hancur. Sedangkan jarang ditemukan kujang yang masih lengkap dengan matanya, inipun mungkin saja setiap penemu kujang tadi mencungkilnya, sebab kebanyakan mata kujang terbuat dari emas, batu permata yang indah-indah, dan cukup mahal harganya. Kujang yang masih lengkap dengan matanya, kini masih bisa dilihat di Museum Geusan Ulun Kabupaten Sumedang. Pada bagian-bagian terdahulu diutarakan, bahwa kujang memiliki fungsi sebagai pusaka, pakarang, pangarak, pamangkas. Sebagai pusaka; tuah/daya kesaktian kujang mengandung nilai sakral. Melalui kekuatan daya gaib/kesaktian tersebut kujang digunakan sebagai pelindung keselamatan diri, keluarga, bahkan masyarakat sekelilingnya, demi terhindar dari marabahaya yang mengancam. Sebagai pakarang (senjata); kujang dengan ukurannya yang relatif pendek, tidak termasuk alat tebas, tapi tergolong alat tikam, alat tusuk, alat toreh, dan

Page 81: Catatan Facebook Teja Buwana

alatkerat. Wujud senjata ini (secara hipotesis), mungkin disesuaikan dengan karakter manusia Sunda Pajajaran itu sendiri yang bersifat defensif tatkala menghadapi marabahaya, tidak bersifat ofensif. Hal ini terungkap dari kisah Pakujajar Majajaran yang memberitakan bahwa Sunda Pajajaran lain kudu pinter perang, tapi kudu pinter diperangan (Sunda Pajajaran bukan mesti pandai berperang, tapi mesti pandai di kala diperangi). Pernyataan ini terbukti pula, bahwa dalam seluruh cerita pantun, tidak ada satu pun kisah yang memberitakan Kerajaan Pajajaran menyerang atau menaklukan kerajaan lain, kecuali malah digempur negara lain. Mengingat karakter Sunda Pajajaran yang defensif tadi, kujang dengan fungsinya sebagai senjata, bukan hanya untuk menyerang tetapi hanya untuk bela diri di kala keadaan susah sangat terdesak. Dalam cara pembelaan diri tersebut, kujang digunakan dengan sekali tusuk ke perut, ketika ditarik mampu merobek-robek seisi perut. Atau dengan sekali toreh dan sekali kerat saja musuh bisa langsung sekarat mendadak dan mati. Sebagai pangarak (alat upacara); Kujang Pangarak dalam kegiatan upacara menggunakannya dengan dipikul pada satu prosesi tertentu, oleh pelaku barisan terdepan. Dalam keadaan mendesak, kujang semacam ini bisa digunakan sebagai alat membela diri dengan cara ditusukkan atau dilemparkan kepada musuh dari jarak agak jauh, sebab kujang ini bertangkai panjang semacam tombak. Sebagai pamangkas (alat pertanian); kujang untuk kegiatan ini yaitu Kujang Pamangkas, menggunakannya untuk menebangi pepohonan dalam rangka membuka lahan huma (ladang). Sampai dewasa ini kujang semacam ini masih digunakan di lingkungan masyarakat Urang Kanekes (Baduy) dan masyarakat Pancer Pangawinan. Dalam keadaan darurat, kujang ini pun bisa saja digunakan sebagai senjata untuk bela diri jika satu saat si pemakai mendapat serangan dari fihak musuh, dengan cara ditebaskan atau dibacokkan, karena bentuk kujang semacam ini berukuran agak panjang dan agak besar. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Pantun Bogor memberitakan, bahwa zaman jayanya Kerajaan Pajajaran, kujang berupa perkakas yang multiguna, 2. Kujang dalam kapasitas dan fungsinya sebagai alat pertanian (Kujang Pamangkas), kini masih dipergunakan di lingkungan masyarakat adat Urang Kanekes (Baduy) dan masyarakat Pancer Pangawinan 3. Kujang peninggalan masa silam yang kini banyak tersimpan banyak dimiliki oleh perorangan mayoritas sudah tidak lengkap, karena bahagian lainnya sudah banyak yang rusak/hilang. Saran 1. lebih dikenalinya lagi kujang sebagai salah satu perkakas Pajajaran Sunda masa silam, perlu dilahirkan buku tentang kujang sebagai bahan bacaan SD, SLTP, SMU, PerguruanTinggi dan bacaan umum. 2. Produksi kujang pada masa kini perlu ditingkatkan baik bentuknya, penggunaan pamor sampai kepada bahannya, agar mampu jadi cendera mata bagi tamu-tamu penting dari luar negeri. Atau agar bisa dimiliki oleh orang-orang Sunda yang berkepentingan. Sumber dari : Anis Djatisunda

Page 82: Catatan Facebook Teja Buwana

Mistik dan Makrifat Sunan KalijagaTuesday, May 26, 2009, 7:13:01 AM | Lingga BuanaAna kidung rumeksa ing wengi teguh hayu luputa ing lara luputa bilahine kabeh jim setan datan purun paneluhan tan ana wani miwah panggawe ala gunaning wong luput geni atemahan tirta maling adoh tan ana ngarah ing mami guna duduk pan sirna Ada lagu yang mengalun di malam hari. Lagu yang menjadikan kuat, selamat, dan terbebas dari semua penyakit. Terbebas dari segala macam petaka. Jin dan setan pun tidak mau. Segala jenis sihir tidak ada yang berani, apalagi perbuatan jahat. Guna-guna tersingkir. Api menjadi air. Pencuri pun menjauh dariku. Segala bahaya akan sirna. Untuk memahami isi yang terkandung dari bait-bait tentang kidung ini bisa dibaca dalam buku Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga yang ditulis oleh Achmad Chodim dan diterbitkan oleh penerbit Serambi. Dalam buku ini secara runut mewedar ajaran-ajaran Sunan Kalijaga sesuai dengan penghayatan yang dilakoni penulisnya. Di mulai dari tembang rumeksa ing wengi, puasa mutih 40 hari 40 malam, selamatan, hakikat diri manusia, papat lima pancer dan detil2 lainyal. Buku ini memaparkan ajaran-ajaran tersebut tanpa menilai baik buruk salah benarnya ajaran-ajaran spiritual yang di anggap bid'ah oleh golingan tertentu tepi mengambil sikap tengah dengan meberikan reasoning yang mudah dicerna dan dapat diterima. Seterusnya hehehehe baca aja bukunya, enakk kok biar dibaca dua tiga kali nggak mbosenin, dan setip membaca ulang ada aja pemahaman baru yang didapatkan.

Page 83: Catatan Facebook Teja Buwana

Sekilas Pintas Tentang YogaMonday, May 25, 2009, 11:38:12 AM | Lingga Buana"Bagaikan bulan dalam tempayan air. Seperti itulah Tuhan menampakkan dirinya kepada orang yang melakukan Yoga." (Paramhansa Yogananda) A. Pengertian Yoga berasal dari bahasa Sanskrta 'Yuj' berarti "menghubungkan" atau "mempersatukan". Yoga adalah suatu teknik untuk menghubungkan kesadaran manusia dengan Ilahi. Pernyataan ini bukan berarti "penyatuan" Tuhan dan manusia secara fisika, namun kesadaran. Sebenarnya bukannya Tuhan yang terpisah dari manusia, tapi manusialah yang memisahkan diri. Ketidaktahuan (avidya) yang menjadi sebab terjadinya pemisahan antara manusia dan Tuhan. Jenis penyatuan ini sulit untuk diwujudkan. Namun, tiap usaha walaupun kecil tetap ada manfaatnya. Penyatuan ini seperti sungai menuju ke samudra yang kemudian lenyap meninggalkan nama dan bentuknya. Begitu pula seseorang yang menyatu dengan yang Ilahi.. Yoga bukanlah sesuatu yang berhubungan dengan agama atau kepercayaan tertentu. Yoga adalah Yoga. Yoga merupakan suatu satu seni spiritual yang lebih tua dari agama apa pun di dunia, termasuk agama Hindu dan Buddha. Para Yogi (praktisi yoga) sudah terdapat di India jauh sebelum jaman Veda, jaman berdirinya agama Hindu. Namun harus diakui, bahwa Yoga sekarang merupakan warisan dari budaya India. Maka istilah-istilah dalam Yoga mempunyai banyak kesamaan dengan istilah-istilah dari agama yang lahir di India. Oleh karenanya, bila ingin mendalami Yoga, harus tidak keberatan menerima istilah-istilah sanskrta. Sebagaimana kita tidak pernah keberatan menggunakan istilah-istilah bahasa Inggris untuk mendalami ilmu Ekonomi. Sampai saat ini, praktisi yoga tidak hanya pemeluk Hindu saja, namun dari berbagai agama dan kepercayaan. Yoga adalah milik dunia, tanpa ada ikatan agama maupun tradisi. Sebagaimana sinar matahari, semua berhak berjemur dibawahnya. Bila kita mengenal Kungfu dan yang semacamnya sebagai sebagai suatu seni untuk membela diri, maka Yoga merupakan suatu seni untuk mengenal diri. Mengenal diri sendiri adalah syarat dalam spiritual. "Siapa yang mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya". Sebagai seni spiritual (Sadhana), maka gerakan Yoga tidak seperti senam biasa, harus berlandaskan moralitas, barulah diperoleh kesadaran spiritual, sembuh dari penyakit, kebangkitan kundalini, dan penghapusan karma. Sebagaimana seni bela diri, berlatih Yoga juga memerlukan disiplin yang keras. Tidak ada dispensasi untuk memperpendek jalan. Namun, berlatih Yoga tidak ada istilah terlambat untuk dimulai. Apakah seorang anak - orang tua, wanita - pria, cacat - sehat, terpelajar - buta huruf, bahkan seorang yang suci atau pendosa pun dengan kesungguhan hati semuanya dapat berlatih Yoga. Latihan yoga tidak harus meninggalkan keluarga dan menyepi di hutan. Seorang Yogi (praktisi yoga) bisa saja berada di tengah keramaian dunia. Seperti bunga teratai yang tumbuh di lumpur, tapi tidak tercemar oleh lumpur. Teknik yoga merupakan explorasi terhadap diri sendiri, sehingga dapat memaksimalkan segenap potensi diri yang belum dikenali. Tubuh manusia merupakan perangkat komputer yang super canggih sekaligus pesawat yang dapat membawa dirinya menjelajah ke seluruh pelosok penjuru bumi dan langit Yoga membawa manusia untuk melampaui yang fana, baik yang tampak maupun tidak tampak. Yoga menuntut

Page 84: Catatan Facebook Teja Buwana

pengalaman langsung. Tidak hanya berkutat pada pengetahuan saja, sebagaimana kaum cendekiawan, berolah pikir dan berdebat tentang Tuhan, alam dan manusia, tapi tidak pernah sampai pada pengalaman yang lebih jauh tentang alam, manusia, dan Tuhan. Bahkan seringkali justru terjerumus pada pen-dewa-an akal dan alam, kemudian mengesampingkan Tuhan. Mereka tidak memiliki pengalaman rohani, karena tidak pernah menterjemahkan pengetahuannya dalam hidup sehari-hari. Menguasai berbagai kitab suci, tapi tidak memahaminya. Memahaminya tapi tidak melaksanakan. Di sinilah perbedaan antara para Yogi dengan para cendekiawan. B. Jenis-Jenis Yoga Di bumi ini ada ratusan bahkan ribuan macam Yoga. Secara garis besar dapat dibedakan dalam empat macam, yaitu Jnana Yoga, Bhakti Yoga, Karma Yoga, dan Raja Yoga. Adapun Mantra Yoga, Japa Yoga, Hatha Yoga, Kundalini Yoga, dll. dikatagorikan sebagai Yoga hasil dari pengembangan. Namun semua perbedaan terjadi hanya pada penekanannya saja, adapun tujuannya sama. Jnana Yoga, merupakan yoga yang dilakukan dengan penekanan pengetahuan. Praktisi yoga ini beranggapan bahwa kebodohan (avidya) merupakan penyebab utama terjadinya kesalahan dan kelalaian. Terhapusnya kebodohan, maka terhapus pula kemiskinan, ketidakadilan, kesewenangan, serta kerusakan alam semesta. Dengan demikian semakin damai dunia. Semua itu dikarenakan manusia tahu akan hakekat dirinya. Manusia yang tahu hakekat dirinya, maka dia akan tahu hakekat Tuhannya. Karma Yoga, merupakan yoga yang dilakukan penekanan pada tindakan. Para praktisinya selalu memperhatikan segala sesuatu yang diperbuatnya, sehingga tidak menimbulkan karma yang membawa pada penderitaan. Para praktisinya tidak pernah mengeluh menghadapi masalah kehidupan. Semua masalah dipandang merupakan akibat dari karma yang telah dibuatnya, maka harus diterima dan dihadapi sebagai pendidikan dan kasih sayang Ilahi. Konsep ini banyak disalah-pahami sebagai konsep hidup pasif, padahal konsep ini justru membawa manusia menjadi aktif dalam menghadapi kehidupan. Karma Yoga mengajarkan pada manusia untuk menghadapi dan menyelesaikan persoalan, bukan melarikan diri dari persoalan. Praktisi Karma Yoga tidak pernah melarikan diri dari masalah. Melarikan diri bukan solusi, tapi justru menimbun masalah dan membuat masalah baru. Masalah tidak akan pernah hilang, yang ada hanyalah penundaan dan penumpukan. Untuk menyelesaikannya, mau ataupun tidak, suka ataupun terpaksa, semua harus dihadapi. Entah kapan, yang jelas semua persoalan perlu penyelesaian. Banyak penderita stress, bahkan yang bunuh diri, dikarenakan tidak mau menerima suatu persoalan sebagai kenyataan dan menyelesaikannya, kemudian melarikan diri tanpa mau menghadapi dan menyelesaikannya. Bhakti Yoga, merupakan yoga yang dilakukan dengan penekanan pada bakti kepada Tuhan, yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Tuhan. Semuanya dilakukan dengan cinta tanpa memiliki pamrih apa pun (termasuk ingin masuk sorga). Kecintaan praktisi Bhakti bermakna luas. Bukan hanya pada Tuhan, namun juga pada semua ciptaanNYA. Mencintai ciptaan merupakan manifestasi dari mencintai Sang Pencipta itu sendiri. Cinta seorang Bhakta tidak membeda-bedakan ras, suku, bangsa, dan agama. Tidak membenci yang miskin maupun yang kaya, yang indah maupun yang buruk, yang pintar maupun yang bodoh,

Page 85: Catatan Facebook Teja Buwana

yang beriman maupun yang kafir. Raja Yoga, merupakan yoga yang dilakukan dengan menekankan pada pengendalian pikiran. Dengan mengendalikan pikiran, maka terkendali pula semua indra-indra manusia. Hasil dari semua itu disebut Pencerahan, Manunggaling Kawula Gusti (Jw.). Makrifatullah (Is.). Apapun namanya, bukan suatu masalah yang patut diperdebatkan. Perkembangan kemudian, hanya Raja Yoga lah yang dikenal sebagai Yoga. Bagi praktisi Raja Yoga, praktek Hatha, Japa, Mantra, Kundalini, dsb. bukanlah sesuatu yang terpisah. C. Bagian-Bagian Yoga Patanjali, seorang Yogi, menerangkan bahwa yoga memiliki 8 bagian yang tidak terpisahkan. Bagian-bagian yoga tersebut tidak dapat dipisahkan, sebagaimana bagian tubuh manusia yang juga tidak dapat dipisah-pisahkan. Kedelapan bagian itu adalah : 1. Yama (menjauhi larangan), 2. Niyama (mentaati perintah), 3. Asanas (sikap-sikap badan), 4. Pranayama (pengaturan prana), 5. Pratyahara (pengaturan indra), 6. Dharana (konsentrasi), 7. Dhyana (meditasi), 8. Samadhi (keseimbangan total). Kedelapan bagian tersebut adalah satu kesatuan yang dikenal sebagai Astanga Yoga. Telah dijelaskan di atas bahwa Yoga adalah sadhana (disiplin spiritual), maka pondasinya adalah moralitas (Yama dan Niyama). Tanpa moralitas tidak dapat disebut sebagai Yoga. Kemampuan supernormal (shakti) bukanlah tujuan yoga. Banyak sekali kemampuan supernormal dapat diperoleh dengan teknik yoga. Namun tanpa didukung dengan moralitas yang baik, maka kemampuan-kemampuan tersebut tidak akan menunjang peningkatan spiritual para praktisi yoga. Keinginan untuk memperoleh kemampuan supernormal bukanlah sesuatu yang salah, namun keterikatan itulah yang tidak dapat dibenarkan. Bagi pemula seringkali kemampuan ini menjadi obsesi sehingga menghambat perkembangannya. Adapun bagi praktisi yang sudah memperoleh seringkali terjerumus dalam penyalahgunaan daya super tersebut sehingga membuat semakin jauh dari tujuan spiritual. Tanpa ditunjang dengan moralitas yang baik, kemampuan supernormal justru memperburuk kondisi praktisi. Perlu diingat bahwa segala perbuatan merupakan "sebab" yang akan melahirkan "akibat". Rsi Patanjali menetapkan Yama dan Niyama sebagai dasar moralitas kehidupan spiritual. Aturan ini dibuat untuk para praktisi yoga supaya tetap berada dalam jalur spiritual yang benar. Dan hendaknya diingat bahwa moralitas bukan merupakan puncak tujuan hidup kerohanian, namun hanyalah merupakan suatu perangkat. Walau demikian moralitas harus digariskan sedemikian rupa sehingga mampu melengkapi kehidupan manusia dengan penuh "keserasian" dan "keindahan" untuk bergerak maju di dalam menempuh jalan kerohanian. Yama dan Niyama bukan suatu perangkat hukum yang bermakna perintah. Yama dan Niyama adalah suatu nasehat yang tidak menekankan pada hukuman bila melanggar, namun menekankan pada keuntungan bila dilaksanakan. 1. Yama dan Niyama A. Yama Yama (kendali) terdiri dari lima aspek yang prinsip yaitu Ahimsa, Satya, Asteya, Brahmacarya dan Aparigraha. Kelima prinsip Yama ini lebih bermakna ekstern yaitu mengatur hubungan diri kita dengan pihak lain. a. Ahimsa, jangan berbuat kekerasan. Jangan sekali-kali dengan sengaja menyakiti mahluk lain baik dalam perbuatan, ucapan, maupun pikiran. Hal terpenting dalam prinsip ini adalah bahwa pencari spiritual harus selalu mempertahankan sikap tanpa kekerasan. b. Satya, jangan tidak jujur. Ini

Page 86: Catatan Facebook Teja Buwana

merupakan salah satu alasan mengapa para praktisi spiritual lebih banyak diam. Prinsip ini harus didorong oleh semangat untuk memberi kebahagiaan sehingga melahirkan kebaikan untuk bersama. c. Asteya, jangan mencuri. Prinsip ini bertujuan untuk melepaskan keterikatan pada sesuatu yang bukan milik kita baik dalam pikiran maupun perbuatan. Tipu muslihat yang menyebabkan orang lain tidak mendapatkan apa yang semestinya telah menjadi haknya, termasuk katagori mencuri. d. Aparigraha, jangan menerima. Prinsip ini merupakan konsekwensi wajar dari prinsip "jangan mencuri". Aparigraha merupakan perjuangan terus menerus guna membatasi kesenangan pribadi yang diperoleh dari penderitaan orang lain. e. Brahmacarya, mengalir bersama Brahma, tetap melekat pada Brahma (Tuhan). Pengertian Brahmacarya yang benar adalah memandang dengan sepenuh perasaan jiwa bahwa di dalam segala-galanya tersembunyi kecemerlangan sinar Brahma, cahaya Illahi. Dengan demikian memunculkan rasa saling menghormati sesama mahluk dan menciptakan kekuatan untuk pengendalian diri di semua bidang kehidupan, B. Niyama Niyama (lakukan) terdiri dari lima prinsip pula yaitu shaoca, santosa, tapah, svadhaya, Isvara Pranidhana. Berbeda dengan Yama, prinsip Niyama lebih bermakna intern yaitu mengatur diri kita sendiri. a. Shaoca, kebersihan. Bersih secara lahir dan batin. Menjaga agar badan, pakaian dan lingkungan tetap bersih, merupakan kebersihan lahiriah, dengan kebersihan ini maka benda-benda yang langsung berhubungan dengan diri kita dibersihkan sehingga baik untuk dipergunakan. Kebersihan batin, merupakan kegiatan mental yang harus dilakukan dengan menghilangkan segala kekacauan di dalam pikiran. b. Santosa, kepuasan. Keadaan yang menyenangkan dan wajar. Ini dicapai dengan didasarkan bahwa kesenangan tidak akan dapat dicapai dengan mengikuti dorongan-dorongan lahiriah berupa keinginan-keinginan yang tak berkesudahan. c. Tapah, kesederhanaan. Keadaan yang tidak berlebih-lebihan dalam segala sendi kehidupan. d. Svadhyaya, Sva (diri sendiri); dhyaya (belajar). Svadhyaya memiliki arti lebih dari sekedar introspeksi diri. Svadhyaya berarti memahami dengan sebaik-baiknya setiap permasalah diri. Mencari kebenaran di balik semua kejadian, bukan mencari pembenaran akan tindakan. e. Ishvara Pranidhana, Isvara (Tuhan); Pranidhana (menjadikan sesuatu sebagai tempat bersandar). Ishvara Pranidhana bermakna penyerahan diri atau pengabdian kepada Tuhan. Dalam artian bahwa satu-satunya tujuan hanyalah Tuhan dalam segala tindakan. Maksud dari sadhana ini adalah dalam setiap aktivitas kita, senantiasa mengingat Tuhan, bahkan dalam keadaan tidur sekalipun, sehingga suatu ketika akan dicapai keadaan turiya, suatu keadaan dimana kesadaran Illahi selalu ada dalam keadaan dan aktivitas apapun. Jika kita mau menyadari bahwa dalam 24 jam sehari seluruh aktivitas tubuh kita melakukan aktivitas mengingat tuhan (zikr), dalam denyut jantung, setiap tarikan dan hembusan napas, pori-pori kulit, aliran darah, kedipan mata, dsb. Yang kita perlukan hanyalah menyadarinya sepenuhnya hakekat dari semua itu. Maka langkah awal yang termudah untuk menyadarinya adalah melalui Ishvara Pranidhana. Dalam setiap aktivitas kita, senantiasa mengingat Tuhan, memusatkan dan mengarahkan pikiran pada Tuhan. Jika hal ini kita lakukan maka kesadaran akan semakin meluas, mencapai kesadaran supra, dan bahkan melampauinya. Yama

Page 87: Catatan Facebook Teja Buwana

dan Niyama sangat penting bagi seorang praktisi spiritual Yoga. Perbuatan yang bertentangan dengan sepuluh prinsip di atas dapat menjatuhkan seorang yogi. Rsi Patanjali menjelaskan bahwa lobha (keserakahan), krodha (kemarahan), dan moha (keterikatan) menjadi penyebab kelalaian yang menjerumuskan seorang yogi untuk melanggar kesepuluh prinsip di atas. Karena Yama dan Niyama merupakan panduan untuk menghadapi realitas kehidupan, maka Yama dan Niyama ini merupakan pondasi untuk mencapai kesempurnaan jalan yoga selanjutnya yaitu asana, pranayama, pratyahara, dharana, dhyana, dan samadhi. 2. Asanas Asanas adalah pengaturan sikap-sikap tubuh. Dalam perkembangannya menjadi sebuah teknik yang disebut Hatha Yoga, yoga yang mempelajari berbagai postur-postur untuk memperbaiki sistem tubuh. Seorang praktisi Hatha Yoga melakukan berbagai postur tubuh untuk merangsang berbagai kelenjar dan syaraf, selain untuk keseimbangan tubuh dan menjaga keremajaan seluruh persendiannya. Asanas tidak hanya berarti sikap yang nyaman dalam postur-postur tubuh saja, tapi secara luas adalah pola hidup yang nyaman, yaitu pola hidup yang seimbang. Makan tidak berlebihan, puasa juga tidak berlebihan. Mencintai tidak berlebihan,-membenci juga tidak berlebihan, dan seterusnya. Rasa nyaman ini harus permanen-tidak temporer. 3. Pranayama Pranayama yaitu menyadari proses pernafasan. Menyadari proses pernafasan berarti menyadari tipisnya jarak antara kehidupan dan kematian. Bermula dari sini manusia akan mencapai tingkatan kasih tanpa pamrih. Tingkatan ini-lah yang membedakan antara manusia dengan hewan. 4. Pratyahara Pratyahara berarti menyadari pola-pola berpikir. Pola pikir terkendali maka kontrol diri (indra-indra) juga terkendali. Dengan demikian seseorang tidak akan tergoda oleh objek-objek duniawi. Peng-haram-an atas objek-objek dunia, seperti sex bebas, narkoba, dsb. Tidak akan banyak membantu. Justru, pelarangan tersebut seringkali membuat seseorang terobsesi. Ajaran yoga tidak mengharamkan sesuatu apa-pun, tapi menuntut pengendalian/pelepasan diri terhadap objek-objek duniawi tersebut. Demikian-lah yoga, menuntut pelepasan ego secara luas. Selama seseorang belum dapat mengendalikan dirinya, maka tidak dianjurkan melakukan yoga (jalan spiritual). Karena tujuan yoga adalah menenangkan danau pikiran manusia sehingga bayangan ilahi nampak terlihat dengan sangat jelas. Oleh sebab itu, supaya pikiran tidak kacau maka dibutuhkan niat yang kuat dalam melaksanakan yoga. 5. Dharana Dharana (konsentrasi), mencapai konsentrasi berarti seseorang telah mencapai ketenangan yang alami. Ketenangan yang permanen-bukan dibuat-buat. Pada bagian ini seseorang mencapai kedamaian Illahi sekaligus memancarkan cahaya ilahi pada lingkungannya. Tidak ada lagi gundah-gulana, sedih-gembira, baik-buruk, yang dapat mempengaruhinya. 6. Dhyana Dhyana (meditasi yang mendalam), menyadari sesuatu tanpa ada gangguan lagi. 7. Samadhi Samadhi (tujuan akhir meditasi), kondisi ini tidak dapat lagi dijelaskan. Inilah pencerahan, tempat pertemuan antara kekasih dengan yang dikasihi, pertemuan antara hamba dengan Tuan, pertemuan antara Khalik dengan mahluk. Demikian sekilas penjelasan tentang 8 bagian yoga yang diajarkan oleh Patanjali. Kedelapan bagian tersebut berkaitan-tidak bisa dipisahkan. Pelaksanaan dari 8 bagian tersebut itu-lah yang disebut yoga dalam arti yang sesungguhnya. Ini perlu

Page 88: Catatan Facebook Teja Buwana

dijelaskan karena bagi masyarakat Indonesia, yoga seringkali disalahartikan sebagai “akrobat” atau semacam “praktek-praktek klenik”, dan lain sebagainya. I. Kelenjar-kelenjar penting dalam tubuh Saling ketergantungan antara kelenjar dan emosi dihubungkan oleh kelenjar endokrin, yang memimpin simponi tubuh yang rumit dengan mengeluarkan cairan hormon ke dalam aliran darah. Hormon-hormon ini mempunyai bermacam-macam efek tidak hanya terhadap fungsi tubuh saja, seperti pertumbuhan, pencernaan, energi, seks, dan lain-lain, melainkan juga berpengaruh terhadap pikiran. Kadar hormon memiliki efek yang bermacam-macam terhadap suasana hati, temperamen dan efisiensi mental. Kelebihan dan kekurangan hormon dapat menyebabkan gangguan emosi dan mental, yang merusak kesehatan dan ketenangan pikiran. Kelebihan hormon yang berasal dari kelenjar tiroid, misalnya akan membuat orang yang sangat normal menjadi gugup dan mudah marah. Pada saat ovulasi seorang wanita kelihatan optimis dan penuh percaya diri, yaitu pada saat hormon estrogen dan progresteron berkadar tinggi, akan tetapi wanita tersebut akan menjadi was-was dan pemarah ketika kadar hormonnya menurun, yaitu pada saat sebelum dan selama menstruasi. Ada interaksi yang dinamis antara emosi, hormon dan penyakit - antara tubuh dan pikiran. Hubungan di atas telah lama dirasakan oleh para yogi yang mengembangkan sistem latihan untuk memberikan tekanan yang spesifik pada bermacam-macam kelenjar endokrin. a. Kelenjar Pineal Merupakan kelenjar yang paling misterius dalam tubuh manusia, terletak tepat di tengah otak. Para Yogi menyebutkan sebagai salah satu bagian dari Guru Chakra, yaitu yang berhubungan dengan tubuh fisik, dan merupakan inti jiwa atau pengendali pikiran. Kelenjar ini mengeluarkan cairan hormon yang disebut 'seratonin' dan 'melatonin', yang tidak saja mempengaruhi oran-organ tubuhnamun juga situasi pikiran. Kelenjar ini sangat sensitif terhadap cahaya, sehingga pada saat malam jumlah melatonin yang dikeluarkan sangat tinggi dan seratoin sangat rendah. Hal ini menghasilkan rasa rileks pada tubuh dan pikiran sehingga kita mudah tertidur. Sepanjang siang hari, keadaan yang berlawanan terjadi, jumlah melatonin berkurang dan seratonin bertambah, sehingga menghasilkan suasana penuh aktivitas. Jika prosuksi seratonin secara bertahap dihentikan, maka seseorang akan merasakan keadaan yang semakin damai sebelum ia memasuki keadaan yang lebih tinggi dan dapat merasakan kebahagiaan batin dan perasaan bersatu dengan alam. b. Kelenjar Pituitari Dalam ilmu kedokteran disebut kelenjar utama, namun dalam kenyataannya berfungsi sebagai stasiun pemancar bagi impuls-impuls yang muncul pada hipotalamus di dalam otak, yang menghubungkan sistem saraf dengan sistem kelenjar. Kelenjar ini mengirim berita dari hipotalamus ke semua kelenjar endkrin dalam tubuh. Hormon pituitari merangsang gerakan usus, menggiatkan jalan darah, mengontrol suhu tubuh, pertumbuhan, perkembangan dan menstimulir kerja ginjal. Produksi kelenjar pituitari yang tidak semestinya mengakibatkan pertumbuhan yang abnormal, seperti kegemukan, kerdil, terlalu besar, dsb. c. Kelenjar Tiroid dan Paratiroid Terletak di leher (dengan lubang-lubangnya pada kedua sisi jakun), mengendalikan kecepatan metabolik tubuh, dimana terjadi proses kimia dari tubuh. Kelenjar ini mengatur proses perbaikan dan pembuangan. Hormon yang dihasilkan dari kelenjar 'paratiroid' mengatur

Page 89: Catatan Facebook Teja Buwana

metabolisme kalsiun dan fosfor. Ketidak seimbangan kelenjar tiroid ini bisa berakibat serius. Kelebihan sedikit produksi hormon ini akan menyebabkan seseorang mudah sekali tersinggung, sedangkan kelebihan banyak kelenjar tiroid akan menyebabkan gugup, jantung berdebar, sulit tidur, gangguan usus, serng berkeringat, gemetar, kehilangan berat badan. Sebaliknya kekurangan hormon ini akan menyebabkan rasa lelah dan lemah, sedangkan sangat kekurangan hormon ini akan menyebabkan metabolisme yang lambat, lemah jantung, sehu rendah, dungu, nafsu makan turun, lambat bicara dan kegemukan. d. Kelenjar Timus Terletak di belakang tulang dada, pada masa anak-anak bentuknya sangat besar dan mengkerut menjadi seperempat dari bentuk aslinya pada masa puber. Kelenjar ini mengatur daya tahan tubuh terhadap penyakit. e. Kelenjar Adrenal Terletak tepat di atas ginjal, membantu mengendalikan pengeluaran panas dan energi secara mendadak dan menstimulir respon untuk melawan atau menghindar. Pada saat krisis, ketika semua tergantung pada kerja otot, maka otak akan mengirim berita kepada kelenjar ini, yang segera mengeluarkan cairannya ke dalam aliran darah. Cairan adrenalin mempercepat kerja jantung dan memperlebar aliran darah ke otot serta menstimulir kelenjar keringat, sehingga tubuh menjadi sejuk. Hal ini memperlambat gerakan organ pencernaan dan mengkontraksi aliran-aliran darahnya, hal ini membuat limpa mengeluarkan simpanan gulanya sehingga otot-otot mempunyai suplai bahan bakar yang berlimpah. Seseorang yang kelenjar adrenalnya tidak mampu berproduksi secara cukup, tidak akan beraksi degan baik pada saat menghadapi suatu krisis, sebaliknya apabila terlalu banyak beroduksi akan menyebabkan ketegangan saraf. f. Kelenjar Pankreas Terletak di perut dan menghasilkan enzim pencernaan yang disalurkan ke dalam usus kecil, seperti insulin, suatu hormon yang menurunkan kadar gula (yang menjadi sumber energi) dalam darah. Kerusakan kelenjar ini menyebabkan penyakit diabetes. g. Kelenjar Gonads Gonads (ovarium dan testis) terutama mengatur fungsi seksual. Pada wanita, ovarium terletak di daerah perut dan pada pria, testis terletak di daerah kantung kemaluan. Kelenjar ini memproduksi sperma dan sel telur, mengeluarkan andrenogen (hormon seks pria) dan estrogen (hormon seks wanita). Hormon-hormon ini mengatur perkembangan fisik dan pola seksual. Proporsi hormon yang tepat menyebabkan terjadinya keseimbangan kepribadian. II. Efek Asanas Seluruh jaringan, sel, organ tubuh manusia dipengaruhi oleh hormon, pertumbuhan yang wajar dan fungsi bermacam-macam bagian tubuh hanya mungkin berjalan jika ada keseimbangan pengeluaran hormon, ketidak seimbangan sedikit saja dapat menyebabkan terjadinya berbagai macam penyakit. Gerakan asanas membuat produksi hormon dari berbagai kelenjar menjadi seimbang. Posisi menekuk dan meregang dari gerakan asanas yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu, memberikan tekanan yang khusus dan kontinyu pada kelenjar-kelenjar, sehingga akan merangsang kelenjar dengan berbagai cara, mengatur produksi kelenjar dan akhirnya akan mengontrol emosi. Jika keseimbangan kelenjar teratasi, pikiran menjadi bebas dan ganggunan emosi serta ketenangan batin yang sempurna akan tercapai.

Page 90: Catatan Facebook Teja Buwana

Kecintaan akan CintaSunday, May 24, 2009, 10:14:16 AM | Lingga BuanaAku mencintaiMu dengan dua cinta yaitu cinta karena keinginan Dan cinta karena Engkau layak untuk dicintai Adapun yang merupakan cinta karena keinginan, Maka kesibukanku dengan mengingatiMu daripada mengingati selainMu. Adapun cinta karena Engkaulah yang layak untuknya, Maka Engkau menyingkap untukku tabir sehingga aku melihatMu. Tiada pujian dalam kecintaan ini maupun kecintaan itu bagiku, Tetapi hanyalah bagimu segala pujian pada kedua-dua cinta itu

Page 91: Catatan Facebook Teja Buwana

WARISAN NILAI BUDAYA SUNDASaturday, May 16, 2009, 8:06:08 AM | Lingga BuanaPakuan mencapai puncak perkembangannya dalam masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja--yang oleh masyarakat Jawa Barat dikenal dengan Prabu Siliwangi. Sejalan dengan itu penduduk Pakuan pun mencapai jumlah nomor dua terbesar di antara kota-kota di Nusantara waktu itu. Masa inilah yang disebut "Gemuh Pakuan" dalam beberapa naskah tradisional karena di daerah-daerah pun banyak kerabat atau yang terikat kekerabatan dengan Siliwangi menjadi pemegang kekuasaan dan mengembangkan kesejahteraan hidup di kawasannya. Zaman dahulu, ketika segala hal masih harus dikerjakan dengan tenaga manusia, jumlah penduduk menjadi ciri kemajuan dan kemakmuran negara. Bagi negara agraris zaman dulu, penyerangan dan penaklukan negara tetangga lebih ditujukan kepada upaya menambah jumlah penduduk dari pada perluasan tanah. Oleh sebab itul, negara agraris dalam zaman silam selalu mengidap watak agresif yang tersembunyi dan akan meledak setiap kali ada kesempatan. Negara yang banyak penduduknya disebut negara gemah ripah. Gemah atau gemuh berarti "banyak penduduknya" (Volkrijk, menurut Coolsma), sedangkan ripah atau rimpah artinya "limpah" atau "meluap". Jadi, Gemah-ripah mengandung arti "sangat banyak penduduk seolah-olah melimpah". Entah mengapa, timbul salah kaprah mengenai artinya yang pada saat ini banyak dipahami sebagai "subur makmur". Akibat pengaruh Hindu, kata gemah-ripah sering disambung dengan loh jinawi. Loh atau iwah berarti "sungai", dan jinawi adalah nama lain untuk Sungai Gangga di India. Jadi, arti utuh dari gemah-ripah loh jinawi adalah "padat dan banyak sekali penduduknya seperti daerah Sungai Gangga". Keadaan seperti ini memang yang didambakan negara agraris zaman dahulu. Masa Gemah Pakuan disertai oleh kemajuan dalam berbagai segi kehidupan, sesuai dengan zamannya, apa yang kita sebut maju waktu itu, mungkin hanya keadaan "sederhana" menurut ukuran hidup masa sekarang. Meski demikian, ada hal yang sifatnya bisa "abadi" jika dilihat dari segi isi dan maknanya, yaitu nilai budaya. Dari zaman Siliwangi, kita diwarisi naskah kuno yang disebut Siksa Kandang Karesian dan Kundangeun Urang Reya (Pegangan Hidup Orang Banyak). Naskah ini tersiri atas 30 lembar dan pada akhir naskah dicantumkan tahun penulisannya, yaitu nora catur sagara wulan (tahun 1440 Saka atau 1518 M). Naskah ini disimpan di Museum Pusat dengan nomor kode Kropak 630. Sebagian isi dari naskah itu berisi: dasakerta (sepuluh kesejahteraan); tapa di nagara; panca parisuda; hidup penuh berkah; parigeuing dan dasapasanta; tritangtu di bumi (Tiga Posisi di Dunia). 1. Dasakerta (Sepuluh Kesejahteraan) Kesejahteraan hidup dapat kita capai bila kita mampu memelihara kegunaan 10 bagian tubuh, yaitu: telinga, mata, kulit, lidah, hidung, mulut, tangan, kaki, tumbung (dubur), dan alat kelamin (baga atau purusa). Berikut kutipannya: "Telinga jangan mendengarkan hal-hal yang tidak layak didengar karena menjadi pintu bencana penyebab kita menemukan kesengsaraan di dasar kenistaan neraka, tetapi bila (telinga) digunakan untuk hal-hal yang baik, kita akan memeroleh keutamaan dari pendengarannya" Dukun bayi zaman dulu selalu membisikkan ajaran ini pada telinga kiri si bayi setelah bayi itu dimandikan. Hal ini menunjukkan bahwa hal yang pertama-tama

Page 92: Catatan Facebook Teja Buwana

diperkenalkan kepada manusia adalah ajaran moral tentang hidup bersusila. 2. Tapa di Nagara Naskah itu menyebut sebagai contoh 29 macam pekerjaan yang bermanfaat bagi umum, di antaranya: menteri, bayangkara, pandai besi, prajurit, petani, anak gembala, dalang, dan lain-lain. Lalu dijelaskan: "Eta kehna turutaneun, kena eta ngawakan tapa di nagara" (Semua itu patut ditiru karena mereka itu melakuan tapa dalam negara). Jadi, yang dimaksud dengan tapa ini adalah melaksanakan pekerjaan yang berguna untuk kepentingan umum. Oleh sebab itu, penulis Carita Parahyangan mencela sikap Ratu Dewata yang melakukan cara tapa yang tidak sesuai dengan tugasnya sebagai raja sementara keadaan negara terancam musuh. 3. Panca Parisuda Panca parisuda mengandung arti "lima obat penawar". Ini kaitannya dengan sikap menerima celaan atau kritik: "lamun aya nu meda urang, aku sapameda sakalih" (bila ada yang mengkritik kepada kita, terimalah kritik orang lain itu). Anggaplah: - ibarat kita sedang dekil menemukan air untuk mandi; - ibarat kita sedang burik ada orang yang meminyaki; - ibarat kita sedang lapar ada orang yang memberi nasi; - ibarat kita sedang dahaga ada orang yang mengantarkan minuman; - ibarat kita sedang kesal datang orang yang membawakan sirih-pinang (sepaheun). Dengan sikap seperti itu dikatakannya:"kadyangga ning galah cedek tinugalan teka" (sama halnya dengan galah sodok dipapas runcing). Artinya: galah cedek (bambu runcing) makin pendek makin baik, karenanya kemungkinan patah makin berkurang. Dengan kritik, akal budi kita akan menjadi makin kukuh dan tajam. Disebutkan pula: "lamun makasuka urang kangken pare beurat sangga" (kalau senang menerima kritik orang, kita akan seperti padi yang runduk karena berat berisi). 4. Hidup yang Penuh Berkah Ajaran ini merupakan pelengkap hidup agar selamat dalam kehidupan dan mendapat berkah dalam rumah tangga harus. Maka itu kita harus: - cermat (emet); - teliti (imeut); - rajin (rajeun); - tekun (leukeun); - cukup sandang (paka predana); - bersemangat (morogol-rogol); - berpribadi pahlawan (purusa ningsa); - bijaksana (widagda); - berani berkurban (hapitan); - dermawan (waleya); - gesit (cangcingan); - cekatan (langsitan). Prinsip hidupnya adalah: tidak menyusahkan orang lain, hidup berkecukupan, tetapi tidak berlebihan. Disebutkan: "Jaga rang hees tamba tunduh, nginum twak tamba hanaang, nyatu tamba ponyo, ulah urang kajongjonan" (Hendaknya kita ingat, bahwa tidur sekadar penghilang kantuk, minum tuak sekadar pelepas haus, makan sekadar penghilang lapar, janganlah kita berlebihan). 5. Parigeuing dan Dasapasanta Hidup yang cukup itu harus disertai tiga kemampuan (tri geuing), yaitu: geuing, upageuing, dan parigeuing. Geuing adalah "bisa ngicap ngicup dina kasukaan" (bisa makan dan minum dalam kesenangan). Upageuing adalah "bisa nyandang bisa nganggo, bisa babasahan bisa dibusana" (bisa berpakaian, bisa punya cadangan pakaian bila yang lain dicuci, bisa berdandan). Parigeuing adalah "bisa nitah bisa miwarang, ja sabda arum wawanginya mana hanteu surah nu dipiwarang" (bisa memberi perintah, bisa menyuruh karena tutur bahasa yang manis sehingga orang yang disuruh tidak merasa jengkel hatinya). Parigeuing memerlukan dasapasanta (10 cara penenang), yaitu: 1. bijaksana (guna); 2. ramah (rama); 3. sayang (hook); 4. memikat (pesok); 5. kasih (asih); 6. iba hati (karunya); 7. membujuk (mupreruk); 8. memuji (ngulas); 9. membesarkan hati (nyecep); 10. mengambil hati (ngala angen); Tujuan dari hal di atas adalah:

Page 93: Catatan Facebook Teja Buwana

"nya mana suka bungah padang-caang nu dipiwarang" (agar senang dan penuh kegairahan orang yang disuruh). Harus kita akui, bahwa seseorang menjalankan perintah dengan penuh rasa senang dan gairah, prestasinya akan maksimal. Yang terutama adalah janganlah kita mengabaikan harga diri seseorang. 6. Tritangtu di Bumi (Tiga Posisi di Dunia) Dalam kehidupan masyarakat Jawa Barat tradisional, ada tiga posisi yang menjadi tongak kehidupan, yaitu: - rama (pendiri kampung yang menjadi pemimpin masyarakat dan keturunannya yang mewarisi jabatan itu); - resi (ulama atau pendeta); - prabu (raja, pemegang kekuasaan). Dalam naskah dianjurkan agar orang berusaha memiliki: - bayu pinaka prabu (wibawa seorang raja); - sabda pinaka rama (ucapan seorang rama); - hedap pinaka resi (tekad seorang resi). Tugas ketiga tokoh itu dalam Kropak 632 ditegaskan: "jagat daranan di sang rama, jagat kreta di sang resi, jagat palangka di sang prabu" (urusan bimbingan rakyat menjadi tanggung jawab sang rama/pemuka masyarakat, urusan kesejahteraan hidup menjadi tanggung jawab sang resi/ulama, dan urusan pemerintahan menjadi tanggung jawab raja/pemegang kekuasaan). Ketiga pemegang posisi itu sederajat karena "pada pawitannya, pada muliyana" (sama asal-usulnya, sama mulianya). Oleh karena itu diantara ketiganya: "haywa paala-ala palungguhan, haywa paala-ala pameunang, haywa paala-ala demakan. Maka pada mulia ku ulah,ku sabda ku hedap si niti, si nityagata, si aum, si heueuh, si karungrungan, ngalap kaswar, semu guyu, tejah ambek guru basa dina urang sakabeh, tuha kalawan anwam," Artinya: jangan berebut kedudukan, jangan berebut penghasilan, jangan berebut hadiah. Maka berbuat mulialah dengan perbuatan, dengan ucapan dan dengan tekad yang bijaksana, yang masuk akal, yang benar, yang sungguh-sungguh, yang menarik simpati orang, suka mengalah, murah senyum, berseri di hati dan mantap bicara kepada semua orang, tua maupun muda. Tritangtu sebagai sistem kepemimpinan itu masih dilaksanakan di Kanekes. Orang Badui menyebutnya Tangtu Telu. Ketiga orang Puun di Kanekes masing-masing menempati posisi Resi (Puun Cikertawana), Rama (Puun Cikeusik), dan Ponggawa (Puun Cibeo). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga Puun itu berkuada penuh di daerah masing-masing. Tetapi dalam hal umum menyangkut seluruh Kanekes, barulah fungsi Tangtu Telu itu berlaku. Pada dasarnya ketiga posisi itu terdapat pula dalam masyarakat kita sekarang, yaitu pemuka masyarakat, ulama, dan pemerintah. Apa yang diharapkan dari trio itu pada zaman Siliwangi masih diharapkan juga dewasa ini. Tradisi tidak selamanya usang. Anggap sajalah semua itu "wangsit Siliwangi" karena memang ditulus sebagai "perudang-undangan" pada zamannya. Bagian akhir naskah Siksa Kandang Karesian berisi anjuran agar orang tua tidak mengawinkan anak-anaknya yang masih di bawah umur: "hanteu yogya mijodohkeun bocah, bisi kabawa salah, bisi kaparisedek nu ngajadikeun" (tidak layak mengawinkan anak kecil, agar tidak terbawa salah, agar tidak merepotkan yang menjodohkan). Bila memperhatikan ajaran moral dalam zaman Siliwangi melalui naskah tersebut, mengertilah kita mengapa sikap Ratu Dewata, Ratu Sakti, dan Nilakendra sangat dicela oelh penulis Carita Parahyangan: "Aja tinut de sang karuwi polah sang nata" (jangan ditiru oleh yang kemudian kelakuan sang raja). Itulah beberapa warisan nilai budaya dari zaman Siliwangi yang sekarang pun tampaknya masih bisa

Page 94: Catatan Facebook Teja Buwana

dimanfaatkan oleh kita sebagai "seuweu-siwi" atau "anak-cucu" Siliwangi. Kepustakaan Ayatrohaedi. 2005. Sundakala: Cuplikan Sejarah Sunda berdasarkan Naskah-naskah “Panitia Wangsakerta” Cirebon. Jakarta: Pustaka Jaya. Danasasmita,Saleh. 2003. Nyukcruk Sajarah Pakuan Pajajaran jeung Prabu Siliwang. Bandung: Kiblat Buku Utama. Iskandar, Yoseph. 1997. Sejarah Jawa Barat: Yuganing Rajakawasa. Bandung: Geger Sunten. Sumber dari : http://wacananusantara.org

Page 95: Catatan Facebook Teja Buwana

Kearifan Tradisional : Jati Diri Ki Sunda dalam Perspektif SejarahSaturday, May 16, 2009, 7:36:50 AM | Lingga Buana*) I. PENDAHULUAN Tema seminar “Ngaguar Budaya Sunda Pikeun Mulangkeun Jati Diri Ki Sunda” (“Mengungkap Budaya Sunda Untuk Mengembalikan Jati Diri Ki Sunda”), sangatlah tepat. Tema itu mengandung makna, bahwa kini jati diri Ki Sunda cenderung luntur. Memang sekarang budaya Sunda seolah-olah terserabut dari akarnya oleh pengaruh budaya lain (budaya deungeun). Banyak orang Sunda yang seolah-olah kehilangan atau lupa akan jati dirinya. Hal itu menyebabkan kondisi Ki Sunda saat ini sering dibahas, baik dalam forum diskusi dan seminar, maupun dalam mass media. Berbicara mengenai jati diri Ki Sunda dengan tujuan untuk mengembalikan ke asalnya, berarti harus membicarakan masa awal eksistensi Ki Sunda, karena jatidiri Ki Sunda dapat diketahui dengan memahami eksistensi Ki Sunda di masa lampau. Sumber-sumber yang relevan menunjukkan – secara tersurat atau tersirat --, jati diri itu tercermin dalam budaya kekuasaan, budaya kepemimpinan, dan budaya hidup pribadi dan bermasyarakat. Budaya itu mencerminkan pula sifat dan sikap Ki Sunda. Dalam budaya-budaya itulah adanya unsur-unsur jati diri Ki Sunda. Dengan kata lain, berbicara jati diri Ki Sunda berarti harus ngaguar sejarah Sunda. Perlu dikemukakan, bahwa tradisi (penulisan) sejarah di Indonesia sampai dengan pertengahan abad ke-20, berorientasi kepada sejarah orang besar (tokoh pemerintahan dan politik). Kiprah rakyat (orang kecil/wong cilik) tidak terekam dalam sejarah secara eksplisit. Oleh karena itu, Ki Sunda dalam pembicaraan ini punterutama diwakili oleh kaum elit (golongan ménak), khususnya elit politik (elitbirokrasi). II. GAMBARAN JATI DIRI KI SUNDA 2.1 Akar Jati Diri Ki Sunda Secara historis, akar jati diri Ki Sunda berada pada masa kerajaan. Sejumlah sumber sejarah menunjukkan, bahwa Ki Sunda mulai muncul dalam panggung sejarah ditandai oleh berdirinya kerajaan pertama di Tatar Sunda, yaitu Kerajaan Tarumanagara. Kerajaan itu didirikan oleh Jayasingawarman alias Maharesi Rajadirajaguru pada pertengahan abad ke-4. Ia memerintah tahun 358 – 382 M.). Eksistensi Kerajaan Tarumanagara berlangsung selama lebih-kurang tiga setengah abad (pertengahan abad ke-4 s.d. akhir abad ke-7), diperintah oleh 13 orang raja secara berkesinambungan. Raja yang paling terkenal adalah Purnawarman, raja Tarumanagara ketiga (395 – 434 M.). Ketika Kerajaan Tarumanagara diperintah oleh Maharaja Tarusbawa, raja ke- 13 atau raja Tarumanagara terakhir (669 – 723 M.), pamor Tarumanagara sudah menurun. Untuk meningkatkan kembali citra dan kebesaran kerajaan seperti pada jaman Purnawarman, Maharaja Tarusbawa mengubah nama kerajaannya menjadi Kerajaan Sunda (tahun 670 M.). Informasi itu setidaknya mengandung dua arti. Pertama, raja-raja Tarumanagara boleh jadi keturunan orang Sunda. Kedua, Maharaja Tarusbawa adalah pendiri Kerajaan Sunda, tetapi kerajaan itu merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Sunda lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Pajajaran, karena Maharaja Tarusbawa memindahkan pusat pemerintahan dari daerah pantai ke Pakuan (Pakuan Pajajaran) di daerah pedalaman. Hampir seiring dengan kemunculan Kerajaan Sunda, di Tatar Sunda berdiri pula Kerajaan Galuh yang diproklamasikan oleh Wretikandayun. Tahun 612 M. Wretikandayun mewarisi

Page 96: Catatan Facebook Teja Buwana

tahta Kerajaan Kendan (Kerajaan Kendan berlokasi di daerah Nagreg sekarang. Wretikandayun menggantikan ayahnya, yaitu Sang Kandiawan (Rajaresi Dewaraja), raja Kendan yang ketiga) bawahan Tarumanagara. Akan tetapi, Wretikandayun tidak berkedudukan di Kendan. Ia mendirikan ibukota baru dengan nama Galuh (tempat itu sekarang bernama Karangkamulyan). Lemahnya pamor Tarumanagara mendorong Wretikandayun untuk melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan tersebut, Hal itu disebabkan Wretikandayun memiliki hubungan keluarga dengan raja-raja Tarumanagara, khususnya keturunan Maharaja Kertawarman, raja Tarumanagara ke-8 (561 – 628 M.). Selain karena faktor hubungan keluarga, hal itu terjadi pula karena Maharaja Tarusbawa miliki sifat suka berdamai. Hubungan antara Kerajaan Sunda dengan Kerajaan Galuh terus berlangsung dengan baik, bahkan untuk beberapa waktu lamanya, kedua kerajaan itu bersatu menjadi Kerajaan Sunda-Galuh. Hal itu terjadi mulai tahun 723 M. ketika Kerajaan Sunda/Pajajaran diperintah oleh Maharaja Tarusbawa, dan Kerajaan Galuh diperintah oleh Sanjaya (723 – 732 M.). Maharaja Tarusbawa mewariskan tahta Kerajaan Sunda kepada Sanjaya selaku menantunya. Perpaduan Kerajaan Sunda-Galuh setidaknya berlangsung sampai dengan akhir abad ke-15. Pusat kerajaan itu berpindah-pindah, dari Pakuan Pajajaran ke Galuh, dari Galuh ke Kawali, kemudian pindah lagi ke Pakuan Pajajaran (ketika pusat kerajaan berada di Pakuan Pajajaran, pemerintahan di Galuh terus berlangsung. Hal itu berarti terjadi dualisme pemerintahan, yaitu adanya pemerintahan Kerajaan Sunda- Pajajaran dan pemerintahan Kerajaan Sunda-Galuh). Pusat kerajaan berada di Galuh diduga berlangsung hingga tahun 739 M., akhir masa pemerintahan Rahiyang Tamperan, putra Sanjaya. Pada masa pemerintahan putra Tamperan, yaitu Rahiyang Banga (739 – 766 M.), pusat pemerintahan pindah lagi ke Pakuan Pajajaran. Sejak pemerintahan Linggadewata (1311 –1333 M.) sampai dengan awal pemerintahan Sri Baduga Maharaja (1482 M.), Kerajaan Sunda-Galuh dikendalikan dari Keraton Surawisesa di Kawali. Selama pusat kerajaan berada di Kawali, kerajaan tersebut mengalami kejayaan, diperintah oleh 7 orang raja secara berkesinambungan. Raja-raja yang terkenal antara lain Prabu Maharaja (Ia adalah raja Sunda yang gugur dalam “Perang Bubat” tahun1357 M) alias Linggabuana (1350 – 1357), Niskala Wastu Kancana (1371 – 1475) (Waktu itu penyebaran agama Islam dari Cirebon mulai masuk ke daerah Galuh), dan Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521 M.). Pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja, pusat pemerintahan pindah lagi ke Pakuan Pajajaran. Hal itu berlangsung sampai pemerintahan Nusiya Mulya (1567 – 1579). Tahun 1579 pemerintahan Kerajaan Sunda-Pajajaran runtuh akibat gerakan pasukan Banten dalam rangka penyebaran agama Islam. Setelah kejadian itu, Kerajaan Galuh berdiri sendiri dan berlangsung hingga akhir abad ke-16 (Batas-batas wilayah Kerajaan Galuh waktu itu adalah : Sumedang batas sebelah utara). Mulai kira-kira tahun 1580, Kerajaan Galuh diperintah oleh Prabu Sanghiyang Cipta di Galuh, putra Prabu Haurkuning7), dilanjutkan oleh Prabu Galuh Cipta Permana sampai akhir abad ke-16. Ia berkedudukan di Gara Tengah (Cineam). Sampai dengan akhir abad ke-16, boleh jadi jati diri Ki Sunda mengakar cukup kuat, karena belum terpengaruh atau terganggu oleh budaya luar. Pengaruh dari luar

Page 97: Catatan Facebook Teja Buwana

baru terjadi sejak Mataram menguasai Galuh. Tahun 1595 Galuh jatuh ke dalam kekuasaan Mataram di bawah pemerintahan Senopati (1586 – 1601). Pemerintahan di Galuh dijalankan oleh Adipati Panaekan yang diangkat oleh penguasa Mataram menjadi Bupati Wedana Galuh. Berdasarkan jabatan dan gelar adipati pada diri Adipati Panaekan, diduga sejak itulah Galuh menjadi sebuah kabupaten, yaitu sebagai kabupaten vassal Mataram. Perubahan status Galuh dari kerajaan menjadi kabupaten merupakan salah satu pengaruh Mataram (Jawa) terhadap kehidupan Ki Sunda. Pengaruh budaya Mataram yang cukup kuat terhadap Ki Sunda adalah feodalisme. Pengaruh itu terutama terjadi melalui bahasa, sehingga dalam bahasa Sunda terjadi undak-usuk (tingkatan) bahasa Huruf Jawa (Cacarakan) disosialisasikan dengan efektip dalam kehidupan di Tatar Sunda, sehingga sampai sekarang pun masih ada orang Sunda yang menganggap, bahwa Cacarakan adalah huruf Sunda). Dalam eksistensi Ki Sunda masa selanjutnya, perpaduan budaya Sunda dan budaya Jawa, disadari atau pun tidak, menjadi jati diri Ki Sunda. 2.2 Unsur-Unsur Jati Diri Ki Sunda Telah disebutkan (pada uraian pendahuluan), bahwa jati diri Ki Sunda dapat dipahami melalui budaya kekuasaan dan kepemimpinan Ki Sunda di masa kerajaan, yang menunjukkan karakter pemiliknya. Beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara (Prasasti Tugu, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi, dan Prasasti Cidangiang) menginformasikan tentang keagungan Purnawarman. Ia memiliki kekuasaan besar dan gagah berani. Oleh karena itu ia memiliki kharisma dan wibawa sangat besar, sehingga pemerintahannya berlangsung berdasarkan konsep otoritas-kharismatik. Meskipun kekuasaan raja bersifat absolut, tetapi dalam menjalankan kepemimpinannya, ia adalah raja yang memiliki sifat-sifat baik, yait u bijaksana, jujur, kesatria, dermawan, dan hormat kepada para pangeran (pejabat tinggi kerajaan). Kebesaran, wibawa, dan kekuasaan Purnawarman dinyatakan dalam Prasasti Tugu dan Cidangiang, bahwa Purnawarman adalah “panji sekalian raja”. Sifat-sifat tersebut merupakan “akar” dari unsur-unsur jati diri Ki Sunda, karena sifat-sifat itu diwarisi oleh raja-raja Sunda berikutnya, termasuk raja-raja Galuh. Para pejabat tinggi bawahan raja pun kiranya menyerap sifat dan sikap raja melalui hubungan “kawula-gusti”. Sumber-sumber sejarah yang akurat, antara lain prasasti, menyatakan bahwa Kerajaan Sunda dan Galuh dalam eksistensinya mengalami kejayaan. Kehidupan kerajaan dan masyarakatnya mengalami kesejahteraan. Hal itu terjadi berkat kepemimpinan yang baik dari raja-raja pada umumnya dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, baik dalam menjalankan pemerintahan maupun dalam mengayomi masyarakat. Kekuasaan raja banyak ditujukan untuk kepentingan rakyat. Oleh karena itu, raja disenangi oleh rakyat dan menjadi panutan. Raja-raja Sunda yang memerintah silih berganti, meninggalkan nama yang wangi (citra yang baik), sehingga muncul julukan “siliwangi” bagi raja-raja Sunda. Meskipun raja-raja Sunda memiliki kekuasaan absolut, tetapi mereka pun memiliki dan menerapkan sikap demokratis. Misalnya, Indrawarman, raja Tarumanagara kelima (455 – 515 M.) dan Sanjaya, raja Sunda-Galuh (723 – 732 M.), tidak mengharuskan (memaksa) rakyatnya untuk memluk agama/ajaran yang dianut oleh raja/keluarga kerajaan. Dalam menentukan batas wilayah kerajaan, Sanjaya melakukannya melalui

Page 98: Catatan Facebook Teja Buwana

musyawarah. Candrawarman, raja Tarumanagara keenam (515 – 535 M.), menyerahkan kembali pemerintahan beberapa daerah kekuasaannya kepada keturunan raja-raja daerah yang bersangkutan. Bahwa sifat demokratis telah terdapat dalam budaya kekuasaan dan kepemimpinan Sunda masa kerajaan, ditunjukkan dalam naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian. Naskah itu antara lain berisi ajaran kesusilaan (moral) dan gambaran birokrasi Kerajaan Sunda. Bagian awal naskah itu memuat dasar ajaran “Sanghyang Sasanakreta” (cara mencapai kesejahteraan), yaitu ajaran untuk melangsungkan pemerintahan. Dalam ajaran itu antara lain disebutkan bahwa “Siapa (penguasa) yang hendak menegakkan Sasanakreta, agar dapat lama hidup, lama berjaya, ternak berkembang biak, tanaman subur, selalu unggul dalam perang, sumbernya terletak pada orang banyak (rakyat)”. Disebutkan pula, bahwa apabila raja teguh dalam tugasnya sebagai penguasa, maka akan sejahteralah kerajaannya. Ajaran tersebut rupanya dilaksanakan oleh raja-raja Sunda. Hal itu antara lain ditunjukkan oleh Prasasti Kawali – yang bertuliskan huruf Sunda -- peninggalan Prabu Wastukancana atau Prabu Raja Wastu (1371 – 1475). Dalam Prasasti Kawali I antara lain dinyatakan “….. parebu raja wastu mangadeg di kuta kawali ….. nu najur sagala desa …..” (“….. Prabu Raja Wastu bertahta di kota Kawali ….. yang mensejahterakan seluruh negeri …..”). Melalui prasasti itu, ia juga berwasiat kepada para penerusnya agar “membiasakan diri berbuat kebajikan agar lama berjaya di dunia” (“pakena gawe rahayu pakeun heubeul jaya di buana”). Dalam Prasasti Kawali II, Prabu Wastukancana juga berwasiat agar “membiasakan diri berbuat kesejahteraan sejati agar tetap unggul dalam perang” (“pakena kereta bener pakeun nanjeur na juritan”). Data tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan raja-raja Sunda pada umumnya termasuk ke dalam tipe pemimpin ideal, seperti disebutkan dalam naskah Carita Parahiyangan. Secara garis besar, tipe raja yang ideal menurut naskah itu adalah raja yang taat menjalankan ajaran agama, memelihara tradisi leluhur,menghormati pemimpin agama, memakmurkan negeri, mensejahterakan dan menenteramkan kehidupan rakyat. Sifat dan sikap raja-raja Sunda tersebut, pada dasarnya terus terpelihara, paling tidak sampai dengan abad ke-19. Meskipun sejak akhir abad ke-16 kehidupan di Tatar Sunda mendapat pengaruh budaya luar (pengaruh Mataram, Belanda, dan pengaruh budaya asing lainnya), tetapi jati diri Ki Sunda pada masa kerajaan padasarnya diwarisi oleh para bupati Sunda umumnya pada masa kolonial. Hal itu ditunjukkan oleh sejumlah sumber sejarah yang cukup akurat, baik secara tersurat maupun secara tersirat. Itulah gambaran jati diri Ki Sunda yang pada hakekatnya mengacu pada sifat dan sikap yang baik. Sifat dan sikap itu pula yang menjadi pandangan hidup Ki Sunda, seperti tercermin dalam sejumlah ungkapan tradisional. Ungkapan itu menunjukan pandangan hidup Ki Sunda tentang sikap manusia : a) Manusia secara pribadi. b) Hubungan pribadi dengan masyarakat (kehidupan bermasyarakat). c) Sikap manusia yang mengacu pada alam. d) Hubungan manusia dengan Tuhan. e) Sikap manusia dalam mengejar kemajuan. Contoh ungkapan-ungkapan dimaksud antara lain sebagai berikut : a) Pandangan hidup manusia secara pribadi. • Kudu hadé gogog hadé tagog (Harus baik budi bahasa dan tingkah laku) • Teu busik bulu salambar (Pendirian yang kuat) b) Pandangan

Page 99: Catatan Facebook Teja Buwana

hidup mengenai hubungan pribadi dengan masyarakat. • Silih asih, silih asah, silih asuh (Saling mengasihi, saling bantu, saling jaga untuk kebaikan) • Ulah nyieun pucuk ti girang (Jangan mencari-cari bibit permusuhan) c) Sikap manusia yang mengacu pada alam • Manuk hiber ku jangjangna, jalma hirup ku akalna (Setiap mahluk memiliki cara untuk melangsungkan kehidupannya) d) Pandangan hidup mengenai hubungan manusia dengan Tuhan. • Mulih ka jati mulang ka asal (Kematian itu bermakna berasal dari Tuhan, kembali kepada Tuhan). e) Sikap manusia dalam mengejar kemajuan. • Ulah puraga tamba kadenda (Melakukan suatu pekerjaan harus sungguhsungguh, jangan asal-asalan). • Kudu tungkul ka jukut, tanggah ka sadapan (Dalam menghadapi suatu urusan/pekerjaan harus konsentrasi, jangan tergoda oleh hal lain). Ungkapan-ungkapan tersebut berasal dari masa lampau, kemudian diserap secara turun-temurun. Oleh karena itu, makna ungkapan-ungkapan itu pun merupakan unsur atau bagian dari jati diri Ki Sunda. III. PENUTUP Secara historis, jati diri Ki Sunda berakar dari masa lampau yang bertitik tolak dari masa kerajaan. Jati diri itu ditunjukkan oleh karakter yang tercermin dalam budaya kekuasaan, budaya kepemimpinan, dan budaya hidup pribadi dan bermasyarakat. Masa kerajaan di Tatar Sunda berlangsung sangat lama, lebih-kurang 13 abad (pertengahan abad ke-4 s.d. akhir abad ke-16). Oleh karena itu, jati diri Ki Sunda mengakar dengan kuat. Akan tetapi, dalam perjalanan sejarah Ki Sunda, jati diri itu cenderung berangsur-angsur luntur, bahkan sekarang banyak orang Sunda yang terkesan kehilangan jati diri. Kondisi tersebut kiranya disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, akibat pengaruh budaya lain (budaya deungeun). Unsur-unsur budaya lain, khususnya budaya barat, makin lama makin masuk dan meresap dalam kehidupan Ki Sunda, akibat perkembangan teknologi, antara lain media elektronik (televisi dan lain-lain). Dampaknya, “tontonan menjadi tuntunan”. Kedua, dari contoh-contoh kasus yang terjadi, terkesan adanya sikap yang cenderung kebablasan dalam mengartikan kemerdekaan dan reformasi. Kemerdekaan diartikan sebagai kebebasan, dan reformasi diterapkan pula terhadap jati diri (reformasi jati diri). Ketiga, secara umum, sekarang ini hampir tidak ada pemimpin yang benarbenar dapat menjadi panutan. Sejak Indonesia merdeka, lepas dari belenggu penjajahan sampai sekarang, Ki Sunda belum memiliki pemimpin yang menduduki jabatan tertinggi di tingkat nasional. Pemimpin Ki Sunda di tingkat daerah, terkesan kurang memelihara jati diri Ki Sunda khususnya dan budaya Sunda umumnya. Keempat, bangsa kita, termasuk Ki Sunda, umumnya kurang memiliki kesadaran sejarah. Padahal sejarah berisi akumulasi pengalaman penting manusia, yang maknanya baik untuk dipetik sebagai bahan pelajaran. Oleh karena itu, pikeun mulangkeun deui (untuk mengembalikan lagi) jati diri Ki Sunda, maka Ki Sunda harus mau belajar dari sejarah, dalam arti belajar dari pengalaman dan memahami makna kejadian/peristiwa yang telah terjadi dalam kehidupan Ki Sunda khususnya dan kehidupan bangsa Indonesia umumnya. Gentra Galuh, Edisi III/Oktober/2007 *) oleh Sobana Hardjasaputra Penulis adalah sejarawan dan pustakawan pada Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. Makalah disampaikan dalam seminar bertema ‘Ngaguar Budaya Sunda Pikeun Mulangkeun Jati Diri Ki Sunda”. Seminar diselenggarakan oleh Yayasan Wawangi Sunda bekerjasama dengan

Page 100: Catatan Facebook Teja Buwana

Pamanahan (Paguyuban Mahasiswa Tanah Pasundan, KPM Galuh Rahayu Yogyakarta, tanggal 25 September 2003 di Kampus UGM SUMBER ACUAN Alisjahbana, Samiati. 1954. A Preliminary Study of Class Structure Among the Sundanese in the Priangan. Master Thesis. Cornell University. Atja. 1981. Carita Parahiyangan; Transkripsi, Terjemahan dan Komentar. Bandung : Poyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat. --------. 1981. Sanghiang Siksa Kanda Ng Karesian. Bandung : Poyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat. Berg, L.W.C. van den. 1902. De Inlandsche Rangen en Titels op Java en Madoera. ‘s-Gravenhage : Martinus Nijhoff. Danasasmita, Saleh et al. 1983/1984. Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat. Jilid ke-2 dan ke-3. Bandung : Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat. --------. 1985. Siliwangi Sebagai Pangkal Silsilah Kebangsawanan. Makalah pada Seminar Sejarah dan Tradisi tentang Prabu Siliwangi. Bandung. --------. 1987. Sewaka Dharma, Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat dari Galunggung. Bandung : Proyek Sundanologi. Deenik, A.C. 1929. Aanvulingen op Babad Pasoendan Djeung Ringkesan Babad Hindia Belanda. Groningen : Wolters. Ekadjati, Edi S. 1997. Wawacan Sajarah Galuh. Bandung : EFEO. Hardjasaputra, A. Sobana. 1985. Bupati-Bupati Priangan; Kedudukan dan Peranannya Pada Abad Ke-19. Tesis. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. --------. 2003 Budaya Kekuasaan Sunda; Analisis Historis. Makalah dalam seminar dengan tema “Sunda dan Budaya Kekuasaan”. Bandung : IAIN Sunan Gunung Jati. Jawa Barat. Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I. 1993. Sejarah Pemerintahan di Jawa Barat. Bandung. Lubis, Nina H. 1998. Kehidupan Kaum Ménak Priangan 1800 – 1942. Bandung : Pusat Informasi Kebudayaan Sunda. Mayer, L.Th. 1889. Soerat Kandoengan Boeat Goenanja Segala Prijajie-Prijajie jang Memegang Pekerdjaan di Tanah Gouvernemennan di Poelo Djawa dan Madoera. I. Semarang : Van Dorp. Rusyana, Yus. 1985. Carita Pantun tentang Prabu Siliwangi dan Tedak Pakuan. Makalah pada Seminar Sejarah dan Tradisi tentang Prabu Siliwangi. Bandung. Sutaarga, Moh. Amir. 1984. Prabu Siliwangi. Jakarta :Pustaka Jaya. Warnaen, Suwarsi et al. 1987. Pandangan Hidup Orang Sunda Seperti Tercermin Dalam Tradisi Lisan dan Sastra Sunda. Bandung : Depdikbud. Dirjen Kebudayaan. Bagian Proyek Sundanologi.

Page 101: Catatan Facebook Teja Buwana

"Iqra" Antithesis "Cogito ergo sum"Wednesday, May 06, 2009, 6:38:51 AM | Herman AdriansyahKalau merunut jalan sejarah, Islam adalah jalan tengah, jalan lurus, setelah adanya pertarungan peradaban besar antara Persia dan Romawi. Dalam hal ini, kenyataannya budaya dua kubu banyak mempengaruhi spirit berdienul Islam. Dari Romawi, yang paling kuat dan mengakar sampai saat ini adalah konsep berfikir Yunani oleh Descartes dengan jargon "Cogito ergo sum - saya berfikir maka saya ada". Dari Persia yang paling berpengaruh adalah sebuah konsep kemutlakan kepemimpinan spiritual seperti guru, mursyid, Imam atau kemutlakan otorisasi sabda. Dengan adanya Muhammad, semua itu diluruskan dengan gebrakan konsep awal "Iqra ... bacalah ...", tetapi tidak hanya terhenti disitu melainkan "Bacalah dengan nama Tuhanmu ..." adalah konsep penolakan halus konsep cogito ergo sum dan kemutlakan guru. Dua hal ini didudukkan secara adil dan proporsional oleh beliau tanpa mengingkarinya sama sekali. Kalau Descartes ngomong saya berfikir maka saya ada, maka oleh Nabi Muhammad didudukkan persoalan yang sebenarnya menjadi antitesis saya tidak berfikir dan saya sesungguhnya tidak ada. Dan hal ini terangkum menjadi sebuah kalimat agung La ilaha ilallah .... tidak ada yang patut dibahas - dibesar - besarkan - disembah - dituju selain Allah sendiri ... karena semua la ... tidak, semu.

Page 102: Catatan Facebook Teja Buwana

MEMBUKA RAHASIA ILMU KASAMPURNAANSunday, May 03, 2009, 9:11:15 AM | Herman AdriansyahKetika selesai membangun pesantren, Raden Paku teringat salah satu bungkusan yg harus dibukanya. Ia ingat kata2 ayahnya kalau bingkisan itu berisi rahasia ilmu sejati yg harus dibacanya. Dengan hati2 dibukanya bungkusan tsb. Didalamnya ada beberapa lembar daun lontar bertuliskan huruf arab pegon. Segera dibacanya tulisan tsb. A. Tentang Macam Ilmu Manusia. Adalah suatu yg pasti terjadi anakku, ketahuilah ini, renungkan demi kasampurnaan ilmumu. Di dunia ini, entah kapan, sakit, dan mati pasti terjadi. Maka hendaklah waspada, tidak urung kita juga akan mati, jangan lupa pada sangkan paran dumadi. Untuk itu, di dunia ini hendaklah selalu prihatin. Agar benar2 sempurna engkau berilmu. Dalam memperbincangkan ilmu kasempurnaan ini, jangan lupa arti bahasanya jika engkau mempertanyakannya. Karena mengetahui arti bahasa adalah kuncinya. Kesungguhanlah yg pasti, itulah yg perlu benar2 engkau mengerti. Jangan takut pd biaya. Bukan emas, bukan dirham, dan bukan pula harta benda. Namun hanya niat ikhlas saja yg diperlukan. Adapun ilmu manusia itu ada 2, anakku. Yang pertama adalah ilmu kamanungsan yg lahir daru jalan indrawi dan melalui laku kamanungsan. Yang kedua adalah ilmu kasampurnaan yg lahir melalui pembelajaran langsung dari Sang Khalik. Untuk yg kedua ini, ia terjadi melalui 2 cara, yaitu dari luar dan dari dalam. Yang dari luar, dilalui dg cara belajar. Sedangkan yg dari dalam, dilalui dg cara menyibukan diri dg jalan bertapa ( bertafakur ). Adapun bertafakur secara batin itu sepadan dg belajar secara lahir. Belajar memilki arti pengambilan manfaat oleh seorang murid dari gerak seorang guru. Sedangkan tafakur memilki makna batin, yaitu suksma seorang murid yg mengambil manfaat dari suksma sejati, ialah jiwa sejati. Suksma sejati dalam olah ngelmu memilki pengaruh yg lebih kuat dibandingkan berbagai nasehat dari ahli ilmu dan ahli nalar. Ilmu2 seperti itu tersimpan kuat pada pangkal suksma, bagaikan benih yg tertanam dalam tanah, atau mutiara di dasar laut. Ketahuilah anakku, kewajiban orang hidup tidak lain adalah selalu berusaha menjadikan daya potensial yg ada di dalam dirinya menjadi suatu bentuk aksi (perbuatan) yg bermanfaat. Sebagaimana engkau juga wajib mengubah daya potensial yg ada dalam dirimu menjadi perbuatan, melalui belajar. Sejatinya dalam belajar, suksma sang murid menyerupai dan berdekatan dg suksma sang guru. Sebagai yg memberi manfaat, guru laksana petani. Dan sbg yg meminta manfaat, murid ibarat bumi atau tanah. Anakku ketahuilah, ilmu merupakan kekuatan seperti benih atau tepatnya seperti tumbuh2an. Apabila suksma sang murid sudah matang, ia akan menjadi seperti pohon yg berbuah, atau seperti mutiara yg sudah dikeluarkan dari dasar laut. Jika kekuatan badaniah mengalahkan jiwa, berarti murid masih harus terus menjalani laku prihatin dalam olah ngelmu dg menyelami kesulitan demi kesulitan dan kepenatan demi kepenatan, dalam rangka menggapai manfaat. Jika Cahaya Rasa mengalahkan macam2 indra, berarti murid lebih membutuhkan sedikit tafakur ketimbang banyak belajar. Sebab suksma yg cair atau dalam bahasa arab dsb nafs al-qabil akan berhasil menggapai manfaat walau hanya dg berfikir sesaat, ketimbang proses belajar setahun yg dilakukan oleh suksma yg beku nafs al-jamid. Jadi, engkau bisa meraih ilmu dg cara belajar, dan bisa juga

Page 103: Catatan Facebook Teja Buwana

mendapatkannya dg cara bertafakur. Walaupun sebenarnya dalam belajar itu juga memerlukan proses tafakur. Dan dg tafakur engkau tahu manusia hanya bisa mempelajari sebagian saja dari seluruh ilmu dan tidak bisa semuanya. Banyak ilmu2 mendasar atau yg dsb annazhariyyah dan penemuan2 baru, berhasil dikuak oleh orang2 yg memilki kearifan. Dg kejernihan otak, kekuatan daya fikir dan ketajaman batin, mereka berhasil menguak hal2 tsb tanpa proses belajar dan usaha pencapaian ilmu yg berlebihan. Dg bertafakur, manusia berhasil menguak ajaran sangkan paraning dumadi . Dg begitu terbukalah asumsi dasar dari keilmuan sehingga persoalan tidak berlarut2 dan segera tersingkap kebodohan yg menyelimuti kalbu. Seperti telah kuberitahukan sebelumnya anakku, suksma tidak bisa mempelajari semua yg di inginka, baik yg bersifat sebagian ( juz’i / parsial ) maupun yg menyeluruh ( kulli / universal ) dg cara belajar. Ia harus mempelajari dg induksi, sebagian dg deduksi sebagaimana umumnya manusia dan sebagian lagi dg analogi yg membutuhkan kejernihan berfikir. Berdasarkan hal ini, ahli ilmu terus membentangkan kaidah2 keilmuan. Ketahuilah anakku. Seorang ahli ilmu tidak bisa mempelajari apa yg dibutuhkan seluruh hidupnya. Ia hanya bisa mempelajari keilmuan umum dan beragam bentuk yg merupakan turunannya dan hal itu menjadi dasar untuk melakukan qiyas terhadap berbagi persoalan lainnya. Begitu pula para tabib, tidaklah bisa mempelajari seluruh unsur obat2an untuk orang lain. Meraka hanya mempelajari gejala2 umum. Dan setiap orang diobati menurut sifat masing2 Demikian juga para ahli perbintangan, mereka mempelajari hal2 umum yg berkaitan dg bintang, kemudian berfikir dan memutuskan berbagai hukum. Demikian juga halnya seorang ahli fikih dan pujangga. Begitu seterusnya, imajinasi dan karsa yg indah2 berjalan. Yang satu menggunakan tafakur sbg alat pukul, semacam lidi, sedangkan yg lain menggunakan alat bantu lain untuk merealisasikan. Anakku jika pintu suksma terbuka, ia akan tahu bagaimana cara bertafakur dg benar dan selanjutnya ia bisa memahami bagaimana merealisasikan apa yg diinginkan. Karena itu hati pun menjadi lapang, pikiran jadi terbuka dan daya potensial yg ada dalam diri akan lahir menjadi aksi (perbuatan) yg berkelanjutan dan tak mengenal lelah. B. Memahami Ilmu Kasampurnaan. Ketahuilah anakku bahwa ilmu kasampurnaan itu ada 2 macam, Pertama, diberikan melalui wahyu. Apabila suksma manusia telah sempurna, niscaya akan sirna segala sesuatu yg dapat mengotori watak, seperti halnya sikap rakus dan impian semu. Suksma akan menghadap Sang Pencipta, merengkuh cintaNya dan berharap manfaat serta limpahan cahayaNya. Allah akan menyambut suksma itu secara total. Tatapan Ketuhan memandanginya dan menjadikannya seperti papan. kemudian Allah akan menjadikan pena dari suskma sejati. Dan pena itu diukirkan ilmu pada papan tadi. Suksma sejati laksana guru, suksma manusia suci ibarat sang murid. Sehingga dicapailah seluruh ilmu, dan padanya semua bentuk terukir tanpa proses belajar maupun berfikir. Dalilnya : “Dan Dialah yg mengajarkanmu apa2 yg tidak kamu ketahui” (QS. An-Nisa:213). Ilmu para nabi lebih tinggi derajatnya dibandingkan ilmu mahluk2 yg lain. Karena ilmu tsb diperoleh langsung dari YME tanpa perantara. Kau bisa memahami dalam kisah para malaikat dg kanjeng Nabi Adam. Sepanjang usianya para malaikat terus belajar. Dan dg berbagi cara mereka berhasil mendapatkan banyak macam ilmu, sehingga mereka menjadi

Page 104: Catatan Facebook Teja Buwana

mahluk yg paling berilmu dan mahluk paling berpengetahuan. Sementara itu Adam tidaklah tergolong ahli ngelmu karena ia tidak pernah belajar dan berjumpa dg seorang guru. Malaikat bangga dan dg besar hati mereka berkata:” padahal kami Senantisa bertasbih dg memuji Engkau dan mensucikan Engkau.” (QS. Al-Baqarah:30). Kanjeng Nabi Adam kembali menuju Sang Pencipta. Lantas beberapa bagian dalam hati Kanjeng Nabi oleh Allah dikeluarkan ketika ia menghadap dan memohon pertolongan kepada Tuhan. Lalu Allah ajarkan seluruh nama2 benda. “Kemudian Dia mengemukakannya kepada para malaikat, lantas Allah berfirman: “Sebutkanlah kepadaku nama benda2 itu jika kamu memang orang2 yg benar” (QS. Al-Baqarah:31). Ketahuilah, malaikat menjadi kerdil dihadapan Adam. Ilmu mereka menjadi terlihat sempit. Mereka tak bisa berbangga dab besar hati, justru yg ada hanya rasa tak berdaya. “Maha Suci Engkau, tidak ada yg kami ketahui selain dari apa yg Engkau ajarkan kpd kami” (QS. Al-Baqarah:32). Maka kepada mereka Adam diberitahukan bbrp bagian ilmu dan hal2 yg masih tersembunyi. Akhirnya jelaslah bagi kaum berakal, bahwa ilmu gaib yg bersumber dari wahyu lebih kuat dan lebih sempurna dibandingkan ilmu yg diperoleh dg penglihatan langsung. Ilmu yg diperoleh melalui wahyu merupakan warisan dari hak para nabi. Namun mulai masa Kanjeng Nabi Muhammad pintu wahyu telah ditutup oleh Allah. Sebab Muhammad adalah penutup para nabi. Dia mewakili sosok paling berilmu dan paling fasih dikalangan manusia. Allah telah mendidiknya dg budi pekertinya menjadi baik. Ketahuilah anakku, Ilmu Rasul itu lebih sempurna, lebih mulia, dan kuat. Karena ilmu tsb diperoleh langsung dari Sang Khalik. Beliau sama sekali tidak pernah menjalankan proses belajar-mengajar insani. Ilmu Kasampurnaan yg Kedua, disampaikan sebagai ilham yaitu peringatan suksma sejati terhadap suksma manusia berdasarkan kadar kejernihan, penerimaan dan daya kesiapannya. Ilham boleh dikatakan mengiringi wahyu. Kalau wahyu merupakan penegasan perkara gaib, maka ilham merupakan penjelasannya. Ilmu yg diperoleh dg wahyu itulah sejatinya ilmu kenabian, sedangkan yg diperoleh dg ilham itulah sejatinya ilmu kewalian. Ilmu kewalian diperoleh secara langsung, tanpa perantara antara suksma dan Sang Pencipta. Ilmu Kasampurnaan itu laksana secercah cahaya dari alam gaib, yang datang menerpa hati yg jernih, hampa dan lembut. Semua ilmu merupakan produk pengetahuan yg diperoleh dari suksma sejati yg terdapat dalam inti sangkan paraning dumadi dg menisbatkan pada RASA SEJATI, seperti penisbatan Siti Hawa kepada Kanjeng Nabi Adam. Ketahuilah anakku, rasa sejati lebih mulia, lebih sempurna dan lebih kuat dari disisi Allah dibandingkan suksma sejati. Sedangkan suksma sejati lebih terhormat, lebih lembut dan lebih mulia dibandingkan mahluk2 lain. Adapun ilham itu terlahir dari melimpahnya rasa sejati dan juga terlahir dari melimpahnya pancaran sinar suksma sejati. Jika wahyu menjadi perhiasan para nabi, maka ilham menjadi perhiasan para wali. Adapun ilmu yg diperoleh dari wahyu adalah sebagaimana suksma tanpa rasa atau wali tanpa nabi. Begitu pula ilham tanpa wahyu akan menjadi lemah. Ilmu akan menjadi kuat jika dinisbatkan kepada wahyu yg bersandar pada penglihatan ruhani. Itulah ilmu para nabi dan wali Ketahuilah, ilmu yg diperoleh dg wahyu hanya khusus bagi para rasul, seperti diberikan kepada Adam, Musa, Ibrahim, Isa, Muhammad saw dan para rasul lain.

Page 105: Catatan Facebook Teja Buwana

Itulah yg menbedakan antara risalah dg nubuwwah . Adapun nubuwwah adalah perolehan hakikat dari ilmu dan rasionalitas2 oleh suksma yg suci kepada orang2 yg mengambil manfaat. Barangkali perolehan semacam itu didapat salah satu suksma, tetapi ia tidak berkewajiban menyebarkannya karena suatu alasan dan oleh sebab2 tertentu. Ilmu kasampurnaan menjadi milik seorang nabi dan wali, sebagaimana dimilki Khidir a.s. Hal itu terdapat pd dalil: “Dan yg telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami” (QS. Al-Kahfi:65). Ingatlah ketika khalifah Ali berujar: “Kumasukan lisanku kemulutku, hingga terbukalah dihatiku seribu pintu ilmu, yg pada setiap pintu terdapat seribu pintu yg lain”. Dan ia berkata: “Andai kuletakkan bantal dan aku duduk diatasnya, niscaya aku akan mengambil putusan hukum bagi penganut Taurat berdasarkan Taurat mereka, bagi penganut Injil berdasarkan Injil mereka, dan bagi penganut al-Quran berdasarkan al-Quran mereka”. Derajat seperti ini tidak bisa diterima dg melalui ilmu kemanungsa semata yg hanya dari pembelajaran insani. Pastilah seseorang yg telah mencapai derajat tsb telah dikarunia ilmu kasampurnaan. Jika Allah menghendaki kebaikan pada dirimu, Dia akan menyingkap tabir atau hijab yg menhalangi dirimu dg suksma yg menjadi papan itu. Dg demikian, sebagian rahasia dari apa2 yg tersembunyi akan ditampakan pdmu. segenap makna yg terkandung didalam rahasia tsb akan terpahat pd suksmamu. Dan suksma itupun mengungkapkan sebagaimana engkau ingin karena dikehendakiNya.. Sejatinya, kearifan bisa lahir dari ilmu kasampurnaan. Selama engkau belum mencapai derajat atau tingkatan ini, engkau tidak akan menjadi seorang arif. Karena kearifan merupakan pemberian Hyang Widi. Dalilnya : ” Allah menganugrahkan al-hikmah kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia benar2 telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang2 yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran ” (QS. Al-Baqarah:269). Hal itu karena orang2 yg berhasil mencapai ilmu kasampurnaan tidak perlu lagi banyak berusaha memahami ilmu secara induktif dan berpayah-payah belajar. Orang yg demikian sedikit belajar, banyak mengajar, sedikit capai, banyak istirahat. Ketahuilah anakku, setelah wahyu terputus dan sesudah pintu risalah ditutup, umat manusia tidak lagi membutuhkan kehadiran rasul atau utusan. Mereka tidak lagi memerlukan penampakan dakwah setelah penyempurnaan agama. Bukanlah termasuk kearifan menampakan nilai lebih tidak berdasarkan kebutuhan. Tapi ketahuilah anakku, pintu ilham itu tidak pernah ditutup. Pancaran cahaya suksma sejati tidak pernah terputus. Karena suksma terus membutuhkan arahan, pembaharuan dan peringatan. Umat manusia tidak memerlukan risalah dan dakwah, tetapi masih membutuhkan peringatan sebagai akibat dari tenggelamnya mereka pada rasa was-was dan terhanyut oleh gelombang syahwat. Karena itu Allah menutup pintu wahyu sebagai pertanda bagi hamba-Nya dan membuka pintu ilham sebagai rahmat serta menyiapkan segala sesuatu menyusun tingkatan2 supaya mereka tahu bahwa Allah Maha Lembut kepada hamba2-Nya, memberikan rezeki kepada siapa saja yg dikendaki tanpa perhitungan. Selesai sudah nasehatku tentang kawruh kesejatian yg kubeberkan padamu. Hendaklah engkau bisa menggunakan sebaik mungkin. Dengan sikap takzim, Raden Paku ( Sunan Giri ) menerawang ke depan membayangkan wajah ayahandanya mengucapkan

Page 106: Catatan Facebook Teja Buwana

sendiri kata2 yg barusan dibacanya. Digengamnya erat2 lembaran lontar itu, lalu didekapkan didada serasa hendak menggoreskan makna dalam hatinya. Suatu makna dari nasehat orang suci yg tak lain adalah ayahandanya sendiri Syeh Wali Lanang / Syeh Awallul Islam ( Maulana Ishak ), lelaki suci keturunan manusia utama. ____________________________________________________________________________________ Sumber : kutipan dari Buku Suluk Syeh Wali Lanang

Page 107: Catatan Facebook Teja Buwana

Wisdom akhir pekanSunday, April 26, 2009, 10:49:53 AM | Herman AdriansyahDiambil dari kumpulan kata-kata Wiyoso Hadi: "Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain, tapi carilah potensi-potensi kebaikan-kebaikan pada orang lain dan bantulah mereka untuk mengembangkannya sehingga berkuranglah sisi-sisi keburukan, yang terpancar tinggal Kebaikan-Kebaikan pada orang-orang itu.. Dan carilah keburukan-keburukan, kesalahan-kesalahan diri sendiri dan hapuskanlah dengan tobat dan amal-amal-kebajikan sebelum memudarnya Cahaya-Cahaya Kebaikan pada diri kita ini Dan bagaimana bisa melihat potensi-potensi kebaikan pada orang lain termasuk kepada orang-orang yang melawan kita jika hawa-hawa setani masih menguasai hati dan jiwa ini,yaitu hawa-hawa amarah, dengki, buruk sangka dan merasa benar sendiri? "Hai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebahagian dari prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu mengumpat sebahagian yang lain. sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang". (Al-Hujuraat, 49:12) *Sumber: dikutip dari kata-kata Wiyoso Hadi Penulis, Pegawai Departeman Keuangan R.I.

Page 108: Catatan Facebook Teja Buwana

KEPERCAYAAN/KETUHANANThursday, April 23, 2009, 10:45:00 AM | Herman AdriansyahPitudúh : # 1 Pangéran Kang Måhå Kuwåså (Gusti Allah, Tuhan) iku siji, angliputi ing ngêndi papan, langgêng, síng nganakaké jagad iki saisiné, dadi sêsêmbahan wóng saalam donyå kabèh, panêmbahan nganggo carané dhéwé-dhéwé.Pitudúh : # 2 Pangéran Kang Måhå Kuwåså iku anglimput ånå ing ngêndi papan, anèng sira ugå ånå Pangéran (maksudé : tajaliné Kang Múrbèng Dumadi).Pitudúh : # 3 Pangéran iki Måhå Kuwåså, pêpêsthèn såkå karsaning Pangéran ora ånå síng biså murúngaké.Pitudúh : # 4 Pangéran iku nitahaké sirå lantaran båpå lan biyúngirå, mulå kudu sirå ngurmati marang båpå lan biyúngirå.Pitudúh : # 5 Ing donyå iki ånå róng warnå síng diarani bêbênêr, yakuwi bênêr mungguhíng Pangéran lan bênêr såkå kang lagi kuwåså.Pitudúh : # 6 Kêtêmu Gusti (Pangéran) iku lamún sira tansah élíng. Pitudúh : # 7 Cåkrå manggilingan (uríp iku ibaraté rodhå kang tansah mubêng).Pitudúh : # 8 Åjå sirå wani-wani ngaku Pangéran, sênadyan kawrúhira wís tumêka "Ngadêg Sarirå Tunggal" utåwå bisa mêngêrtèni "Manunggaling Kawulå Gusti".Pitudúh : # 9 Åjå ndisiki kêrså.Wêwalêr : # 10 Åjå sirå wani marang wóng tuwanira, jalaran sirå bakal kênå bêndhu såkå Kang Múrbèng Dumadi.Wêwalêr : # 11 Åjå múng kèlingan lan migatèkaké barang kang katón baé, sêbab kang katón gumêlar iki anané malah ora langgêng.Wêwalêr : # 12 Åjå darbé pangirå yèn lêlêmbút iku mêsthi alané, jalaran síng apik iyå ånå, síng ålå iyå ånå, ora bédå karo manungså.Wêwalêr : # 13 Åjå lali sabên ari (dinå) éling marang Pangéranira, jalaran sêjatiné sirå iku tansah katunggón Pangéranirå.

Page 109: Catatan Facebook Teja Buwana

ANDHARAN PIWULANG KAUTAMANThursday, April 23, 2009, 10:40:00 AM | Herman AdriansyahAndharan Piwulang Kautaman

Falsafah Ajaran Hidup Jawa memiliki tiga aras dasar utama.Yaitu: aras sadar ber-Tuhan, aras kesadaran semesta dan aras keberadaban manusia. Aras keberadaban manusia implementasinya dalam ujud budi pekerti luhur. Maka di dalam Falsafah Ajaran Hidup Jawa ada ajaran keutamaan hidup yang diistilahkan dalam bahasa Jawa sebagai piwulang (wewarah) kautaman.Secara alamiah manusia sudah terbekali kemampuan untuk membedakan perbuatan benar dan salah serta perbuatan baik dan buruk. Maka peranan Piwulang Kautaman adalah upaya pembelajaran untuk mempertajam kemampuan tersebut serta mengajarkan kepada manusia untuk selalu memilih perbuatan yang benar dan baik menjauhi yang salah dan buruk.Namun demikian, pemilihan yang benar dan baik saja tidaklah cukup untuk memandu setiap individu dalam berintegrasi dalam kehidupan bersama atau bermasyarakat.Oleh karena itu, dalam Piwulang Kautaman juga diajarkan pengenalan budi luhur dan budi asor dimana pilihan manusia hendaknya kepada budi luhur. Dengan demikian setiap individu atau person menjadi terpandu untuk selalu menjalani hidup bermasyarakat secara benar, baik dan pener (tepat, pas).Cukup banyak piwulang kautaman dalam ajaran hidup cara Jawa. Ada yang berupa tembang-tembang sebagaimana Wulangreh, Wedhatama, Tripama, dll. Ada pula yang berupa sesanti atau unen-unen yang mengandung pengertian luas dan mendalam tentang makna budi luhur.Misalnya : tepa selira dan mulat sarira, mikul dhuwur mendhem jero, dan alon-alon waton kelakon.Filosofi yang ada dibalik kalimat sesanti atau unen-unen tersebut tidak cukup sekedar dipahami dengan menterjemahkan makna kata-kata dalam kalimat tersebut.Oleh karena itu sering terjadi ”salah mengerti” dari para pihak yang bukan Jawa. Juga oleh kebanyakan orang Jawa sendiri. Akibatnya ada anggapan bahwa sesanti dan unen-unen Jawa sebagai anti-logis atau dianggap bertentangan dengan logika umum. Akibat selanjutnya berupa kemalasan orang Jawa sendiri untuk mendalami makna sesanti dan unen-unen yang ada pada khasanah budaya dan peradabannya.Namun kemudian, sesanti dan unen-unen tersebut dijadikan olok-olok dalam kehidupan masyarakat.Mulat sarira dan tepa selira diartikan bahwa Jawa sangat toleran dengan perbuatan KKN yang dilakukan kerabat dan golongannya.Mikul dhuwur mendhem jero dimaknai untuk tidak mengadili orangtua dan pemimpin yang bersalah. Alon-alon waton kelakon dianggap mengajarkan kemalasan.Padahal ajaran sesungguhnya dari sesanti dan unen-unen tersebut adalah pembekalan watak bagi setiap individu untuk hidup bersama atau bermasyarakat. Tujuan utamanya adalah terbangunnya kehidupan bersama yang rukun, dami dan sejahtera. Bukan sebagai dalil pembenar perbuatan salah, buruk dan tergolong budi asor.

Page 110: Catatan Facebook Teja Buwana

Makna dari mulat sarira dan tepa selira adalah untuk selalu mengoperasionalkan rasa pangrasa dalam bergaul dengan orang lain. Mulat sarira, mengajarkan untuk selalu instropeksi akan diri sendiri.”Aku ini apa? Aku ini siapa? Aku ini akan kemana? Aku ini mengapa ada?” Kesadaran untuk selalu instropeksi pada diri sendiri akan melahirkan watak tepa selira, berempati secara terus menerus kepada sesama umat manusia. Kebebasan individu akan berakhir ketika individu yang lain juga berkehendak atau merasa bebas. Maka pemahaman mulat sarira dan tepa selira merupakan bekal kepada setiap individu yang mencitakan kebebasan dalam hidup bersama-sama, bukan?Mikul dhuwur mendhem jero, meskipun dimaksudkan untuk selalu menghormat kepada orangtua dan pemimpin, namun tidak membutakan diri untuk menilai perbuatan orangtua dan pemimpin. Karena yang tua dan pemimpin juga memiliki kewajiban yang sama untuk selalu melakukan perbuatan yang benar, baik dan pener. Justru yang tua dan pemimpin dituntut ”lebih” dalam mengaktualisasikan budi pekerti luhur. Orangtua yang tidak memiliki budi luhur disebut tuwa tuwas lir sepah samun. Orangtua yang tidak ada guna dan makna sehingga tidak pantas ditauladani. Pemimpin yang tidak memiliki budi luhur juga bukan pemimpin.Alon-alon waton kelakon, bukan ajaran untuk bermalas-malasan. Namun merupakan ajaran untuk selalu mengoperasionalkan watak sabar, setia kepada cita-cita sambil menyadari akan kapasitas diri.Contoh yang mudah dipahami ada dalam dunia pendidikan tinggi.Normatif setiap mahasiswa untuk bisa menyelesaikan kuliah Strata I dibutuhkan waktu 8 semester. Namun kapasitas setiap mahasiswa tidaklah sama. Hanya sedikit yang memiliki kemampuan untuk selesai kuliah 8 semester tersebut. Sedikit pula yang prestasinya cum-laude dan memuaskan. Rata-rata biasa dan selesai kuliah lebih dari 8 semester. Dengan mengoperasionalkan ajaran alon-alon waton kelakon, maka mahasiswa yang kapasitas kemampuannya biasa-biasa akan selesai kuliah juga meskipun melebihi target waktu 8 semester.Makna positifnya mengajarkan kesabaran dan tidak putus asa ketika dirinya tidak bisa seperti yang lain. Landasan falsafahnya, hidup bukanlah kompetisi tetapi lebih mengutamakan kebersamaan.Banyak pula kita ketemukan Piwulang Kautaman yang berupa nasehat atau pitutur yang jelas paparannya.Sebagai contoh adalah sebagai berikut :“Ing samubarang gawe aja sok wani mesthekake, awit akeh lelakon kang akeh banget sambekalane sing ora bisa dinuga tumibane. Jer kaya unine pepenget, “menawa manungsa iku pancen wajib ihtiyar, nanging pepesthene dumunung ing astane Pangeran Kang Maha Wikan”.Mula ora samesthine yen manungsa iku nyumurupi bab-bab sing durung kelakon. Saupama nyumurupana, prayoga aja diblakakake wong liya, awit temahane mung bakal murihake bilahi.Terjemahannya:“Dalam setiap perbuatan hendaknya jangan sok berani memastikan, sebab banyak sambekala (halangan) yang tidak bisa diramal datangnya pada “perjalanan hidup” (lelakon) manusia.

Page 111: Catatan Facebook Teja Buwana

Sebagaimana disebut dalam kalimat peringatan “bahwa manusia itu memang wajib berihtiar, namun kepastian berada pada kekuasaan Tuhan Yang Maha Mengetahui”.Maka sesungguhnya manusia itu tidak semestinya mengetahui sesuatu yang belum terjadi. Seandainya mengetahui (kejadian yang akan datang), kurang baik kalau diberitahukan kepada orang lain, karena akan mendatangkan bencana (bilahi).”Piwulang Kautaman memiliki aras kuat pada kesadaran ber-Tuhan.Maka sebagaimana pitutur diatas, ditabukan mencampuri “hak prerogatif Tuhan” dalam menentukan dan memastikan kejadian yang belum terjadi.

Page 112: Catatan Facebook Teja Buwana

NGELMU URIP (SAJATINING URIP)Thursday, April 23, 2009, 10:36:00 AM | Herman AdriansyahNgelmu Urip #1

Anane tak wenehi irah-irahan ‘ngelmu urip' amarga ‘ngelmu Jawa' iku pancadane babagan nglakoni urip tumraping manungsa ana ing ngalam donya.Fokus utamane tumuju nglakoni urip sing bener, becik lan pener murih bisa ‘titis ing pati'.‘Titis ing pati' iku ora ngrembuk suwarga lan neraka.Nanging luwih tumuju bisowa ngulihake sakabehing ‘unsur-unsur' kang mangun wujuding ‘manungsa urip' marang sumbere dhewe-dhewe kanthi sampurna.Sing saka unsur alam (geni, lemah, angin, banyu) bali marang sumber-sumbere kang ‘azali'. Sing saka cahya lan teja ya bali marang sumber azaline.Dene suksma (dzat urip, ruh) ya bali marang Suksma Kawekas (Guruning Ngadadi, Dzat Sejatining Urip). Wondene kang maune ‘wujud' ninggala jeneng kang becik kang bisa tinulad dening turas (anak turune).Amarga piwulange ngenani ‘ngelmu urip', mulane piwulang Jawa luwih migatekake babagan urip bebarengan karo sakabehing titah.Kanyatan kang ora bisa dibantah, menawa manungsa ora bisa urip ijen, nanging kudu bebarengan karo manungsa liyane lan sakabehing titah kang manggon ing alam donya (Ngarcapada) kene iki.Holistik, mangkono anggone para ahli menehi tenger marang wawasan (falsafah) Jawa iki. Karepe, menawa sakabehing ‘kang ana' ing alam semesta iki ana sesambungane sacara ‘kosmis-magis'.Kang mangkene iki tumrape wong Jawa sejatine wis mbalung sungsum dadi otot bayu. Karepe, wis dadi ‘naluri dasar' kanggone wong Jawa.Piwulang Jawa kang wujud ngelmu lan laku tumangkare wiwit saka sumber asal biyen-biyene nganti tumekane jaman saiki ora sarana anane ‘sistim pendidikan'.Mung sarana gethok tular ing antarane ‘sesepuh' marang generasi bacute.Nanging pilih-pilih marang sing bias ditulari kawruh. Mulane saya auwe saya tipis lan terasing saka wong Jawa dhewe.Malah-malah saking ora ngertine lan kebacut nyecep kawruh saka kabudayan lan peradaban saka manca banjur nganggep ngelmu lan laku Jawa iku mung gegayutan karo olah kebatinan.Sing ekstrim banjur ngarani yen klenik, tahayul lan gugon tuhon.Kemajuan jaman ing wektu iki ndadekake manungsa mundhak pinter lan mulur nalare. Mula yen ngadhepi bab-bab sing kurang ‘nalar' padha ora tertarik.Kabeh-kabeh dianggep kudu logika penalaran kang klebu akal.Yen ora, dianggep omong kosong nggedebus adol abab.Apamaneh tuntutan kanggo ‘survive' ing jaman saiki butuh ‘segala daya'.Genahe, wektu iki ana ‘pergerakan' peradaban tumraping manungsa sak jagad.Owah-owahan kang dumadi rikat banget lan akeh wong sing ‘bengong' semlengeren ora gaduk nalare kanggo ‘memahami'.Sing operasional kari ‘naluri defensif' supaya tetep ‘survive'.Kabeh butuh urip kang underane (manut Wedhatama): kecukupan kebutuhan sandhang-pangan-papan (kerta utawa arta), kajen keringan ing tengahing bebrayan (wirya) lan pinunjul ngelmu lan kawruhe (winasis).Menawa salah siji bab tetelu mau ora diduweni banjur banget nisthane kang diupamakake ‘luwih aji godhong jati aking'.Senajan diskripsi underane kebutuhan urip wis cetha diterangake, nanging kanyatane ora saben uwong bisa nggayuh kanthi sampurna.Ing tengahing masyarakat ana sing sugih pol ning ya ana sing mlarat banget.Ana sing bisa dadi panutaning liyang (nggayuh kawiryan)

Page 113: Catatan Facebook Teja Buwana

nanging ana sing dadi ‘memalaning bebrayan'.Ana sing pinter, nanging ya akeh sing bodho lan bloon banget.Kabeh prabedaning manungsa sing siji lan liyane kanyatane ana ing tenghing masyarakat. Mula ana ‘potensi ketegangan' kang ora ana enteke.Mbok menawa bae sakabehing ajaran agama lan ideologi kang lair ing donya iki salah siji tujuwane kanggo ngawekani murih rukune manungsa.Potensi ketegangan diredam nganggo hukum negara, adat, ajaran agama lan etika moral liyane. Semono uga ngelmu lan laku Jawa uga duwe tujuwan kanggo gawe tata tentrem kerta raharjaning bebrayan.Mung bae, cara Jawa iku lueih tumuju marang rekadaya nata ‘kesadaran' batine manungsa katimbang gawe hukum-hukum kang ngatur tumindake saben manungsa ing bebrayane.Ya kanggo nata ‘kesadaran' iku anane ngelmu lan laku ana ing piwulang Jawa.Pitakone, apa ngelmu lan laku Jawa isih relevan kanggo ngadhepi persoalan urip ing jaman globalisasi wektu iki ?Nilai-nilai budaya lan peradabane manungsa pancen owah gingsir manut jaman kelakone. Ngelmu lan laku kang ana ing piwulang Jawa wernane akeh lan duwe piguna dhewe-dhewe. nanging umume, gunane kanggo kepentingan urip.Kamangka wateking manungsa urip uga werna-werna.Ana sing ‘becik-bener-pener' kanggo kepentingane urip bebarengan, nanging ya akeh sing ‘ala-salah-ngawur' sing ngrusak bebrayan.Anehe, kok ngelmu lan laku kanggo kekarone ya ana kabeh ing jagad Jawa. Kabeh pancadane kanggo sangu nglakoni urip.Kanthi mangkono pancen rada abot angone arep njlentrehake bab sakabehing ngelmu lan laku Jawa.Mulane, murih kepenake anggonku ngaturake ‘Ngelmu Urip' ing postingan iki tak rujukake marang serat-serat kapujanggan kayadene Wulangreh, Wedhatama, lan liya-liyane. Muga-muga Gusti Kang Murbeng Dumadi ngeparengake.

Ngelmu Urip #2Pancadane ‘Ngelmu Urip' iku ‘eling', yaiku eling marang ‘sejatining urip' utawa ‘hakekating urip' tumraping manungsa.Manungsa iku titah pinunjul katimbang titah liyane.Pinunjule amarga kaparingan ‘perangkat urip' kang ana ing khasanah Jawa disebut ‘cipta-rasa-karsa'. Tinengeran ana ing aksara Jawa:"ha-na-ca-ra-ka" kang tegese ‘utusan' (hananira hananing Hyang) kang diparingi cipta (ca), rasa (ra), lan karsa (ka).Ya peparing ‘cipta-rasa-karsa' iki kang mbedakake titah manungsa karo titah liyane.Kang lumrah siklus urip kang dilakoni manungsa iku:- ‘ana (lair)- dadi momongan wong tuwane- dhiwasa (bisa golek pangan dhewe)- kawin- duwe anak (momong)- ngentasake momongane- mati'.Siklus kang mangkene iki ora ming tumrape manungsa, nanging titah-titah liyane iya duwe siklus mangkene.Tegese, mung nglakoni naluri alamiah. Ora ngoperasionalake perangkat urip peparinging Gusti Kang Maha Kuwasa kang njalari manungsa iku disebut ‘titah utama'.Menawa miturut basa agama Islam manungsa iku dipapanake (diposisikan) dadi ‘Kalifatullah fil ardhi', wakile utawa utusane Gusti Allah neng ngalam donya.Nanging perlu dieling-eling menawa manungsa kang bisa dadi utusan utawa wakile Gusti Allah iku cetha sing bisa ngoperasionalake ‘cipta-rasa-karsa'-ne kang jumbuh karo kersane Gusti Kang Murbeng Dumadi.Dudu sing mung operasional naluri alamiahe kaya kang tak aturake ing ndhuwur.Kanggo bisa operasionalake ‘cipta-rasa-karsa' dibutuhake ‘ngelmu' lan

Page 114: Catatan Facebook Teja Buwana

‘laku'.Ngelmune kanggo mangerteni (memahami) babagan sejatining ‘cipta-rasa-karsa' iku. Dene lakune kanggo mapanake pangerten ngelmu dadi watak-wantu.Menawa dirembuk nganggo basa Inggris ‘watak-wantu' iku nglingkupi :- knowledge,- attitude,- skill,- aptitude, lan- habit kang bisa disingkat KASAH.Ya ing kene iki salah sijine cara kanggo mangerteni unen-unen "ngelmu iku kelakone kanthi laku".Tegese: ngelmu iku bisa manjing dadi watak wantune manungsa manawa dikantheni laku.Gandheng ‘cipta-rasa-karsa' iku manggone ana ing manungsa urip, mula ngelmune ya ngelmu urip, lakune ya laku nglakoni urip.Pitakonane, nek ana ‘ngelmu urip', mesthine ya ana ‘ngelmu mati'.Pancen ya ana,yaiku ‘ngelmu-ngelmu' sing mentingake kanggo persiapan mati. Sakabehing dayaning urip kanggo persiapan mati.Ana kang ‘tata lair', upamane petungan kanggo nyukupi kebutuhane ahli waris njur numpuk bandha kang perlu diwarisake.Ana kang ‘ranah kebatinan', umpamane ngelmu ‘mati sajroning urip' kang pakertine (cara nglakoni) kanthi nglereni obahing ‘cipta-rasa-karsa'.Yaiku tapa brata neng papan sepi nyingkir saka bebrayan (masyarakat).Ngelmu sing kaya mangkono iku ora salah lan ora kleru.Amarga subyektif banget, kaitane karo ‘persepsi' saben uwong babagan jejibahan urip kang beda-beda.Mulane ana ing khasanah Jawa, iya ana ngelmu-ngelmu sing mentingake ‘persiapan mati' iku.Nyuwun pangapunten, babagan ‘ngelmu mati' iki kareben diterangake sedulur liya sing luwih nguwasani.Jujur bae, KSM ora pati mudheng. Ngelmu urip iku ora mung ing babagan tata lair, nanging uga ana gegayutane karo kebatinan.Amarga manut filosofi Jawa, ana gegayutan (hubungan) ‘kosmis-magis' ing antarane jagad cilik (manungsa urip) karo jagad gedhe (alam semesta).Pangertene ndudut saka ‘kawruh sangkan paraning dumadi'.Menawa manungsa urip iku kawangun saka unsur telung perkara, yaiku: materi (bumi lan langit), cahya lan teja, sarta suksma sejati (dzat urip, roh).Katelune unsur-unsur iku asale saka ‘Guruning Ngadadi' kang uga disebut ‘Suksma Kawekas', kang ora liya iya Gusti Kang Murbeng Dumadi sing dadi sesembahane sagunging titah dumadi.Kanthi andaran kasebut ing nduwur, filosofi Jawa kanyatane kanthi cetha wela-wela nerangake anane ‘Sesembahan' kang disebut ‘Gusti Kang Murbeng Dumadi', ‘Hyang Agung", ‘Hyang Suksma Kawekas', ‘Guruning Ngadadi' lan sebutan-sebutan liyane kang akeh banget cacahe.Panjenengane R. Ng. Ranggawarsita ngumpulake sesebutan tumrap ‘Sesembahan' Jawa iku ana ing seratane, ‘Paramayoga'.

Ngelmu Urip #3Pokok baku dhedhasarane ‘ngelmu urip" iku ana 3 (telung) prekara :1) kesadaran anane Sesembahan (keber-Tuhan-an,2) kesadaran kesemestaan (hubungan kosmis-magis jagad cilik lan jagad gedhe),3) kesadaran kautamaning urip (keberadaban).Katelune ora bisa mlaku dhewe-dhewe, nanging kudu nyawiji dadi sawijining pangerten (kawruh). Lumrahe padha diarani ‘Kawruh Kejawen'.Aturku ing ndhuwur iku minangka pambukaning pangerten menawa ‘Kawruh Kejawen' iku sawijining kawruh babagan ‘Sejatining Urip' utawa ‘Hakekating Urip'.Dudu ajaran agama, wong ora duwe ‘kitab suci' lan ‘nabi' (utusan) kang piniji Gusti kanggo mulang-muruk manungsa kaya salumrahe ‘definisi' agama.Kawruh Kejawen pancadane saka olah ‘cipta-rasa-karsa' para

Page 115: Catatan Facebook Teja Buwana

empu lan pujangga Jawa (para jenius Jawa) wiwit jaman prasejarah nganti tumekaning peradaban lan kabudayan kang nga-Jawa.Ing kene banjur ana sintesa, asimilasi lan hybrid ing antarane pangerten-pangerten Jawa karo nilai-nilai budaya lan peradaban (klebu pangerten agama) sing tumeka ing tanah Jawa. Senajan ana sinergi lan sinkretisme, nanging pokok baku pancadane Kawruh Kejawen 3 (telung) perkara kasebut ing ndhuwur ora ilang lan kesilep, amarga mapan manggon ana ing bab ‘sejatining urip'.Bisa uga, malah aweh jembaring pangerten (melengkapi pemahaman) ajaran-ajaran agama. Nanging perkara iki becike ora digawe rembuk, amarga njur mlebu ana ing ‘Ilmu Perbandingan Agama' kaya kang diwulangake ing perguruan-perguruan agama.Kang tak aturake mligi ‘konsep-konsep pandangan Jawa', supaya bisa dimangerteni dening bebrayan masyarakat kareben ora ‘salah paham'.Ana ing jagad ngelmune wong Jawa, ana kang disebut Kawruh Kasampurnan.Yaiku sawijining ngelmu kanggo nggayuh kasampurnaning urip.Kang dikarepake ‘urip sampurna' iku nglingkupi tata lair lan kebatinan.Ing tata lair wis kacetha kaya kang disebut ing Wedhatama: "wirya arta tri winasis". Kajen keringan, cukup sandhang pangan papan, lan pinunjul ing kapinterane.Dene ing babagan ‘kebatinan' sing dikarepake ‘urip sempurna' iku lamun bisa ‘titis ing pati'.Yaiku bisa ngulihake (mbalekake) kanthi sampurna sakabehing ‘gadhuhan' marang sing kagungan.Menawa wujude manungsa urip iku kedadeyan saka unsur-unsur: bumi langit, cahya lan teja, sarta dzat urip (suksma, roh), sempurnane menawa bisa ngulihake unsur-unsur mau marang sumbere dhewe-dhewe.Unsur materi saka bumi lan langit sarta unsur cahya lan teja, bisa bali sampurna nalikane manungsa mati (pishing raga lan suksma).Nanging baline dzat urip (roh, suksma) marang Dzat Sejatining Urip, angel bisane sampurna.Manut keterangan ing kawruh sangkan paran (Wedaran Sang Wiku), angel sampunane iku jalaran ‘dzat urip' wis suda kasuciane.Sudane amarga kawoworan rereged saka asiling pakerti nalika nglakoni urip.Uga saka jalaran durung rampung anggone netepi wajib nindakake sabda dhawuhing Gusti Kang Maha Kuwasa.Akeh-akehe padha leren ana ing ‘alam pangrantunan' (suwarga pangrantunan).Utawa malah kesasar ana ing alaming lelembut, alaming sato kewan, utawa kesangsang dadi dhanyang neng kayu lan watu.Gandheng bisa sampurna lan orane ‘dzat urip' (suksma) bali marang sumbere (Dzat Sejatining Urip, Suksma Kawekas, Guruning Ngadadi) gumantung saka pakerti nalika nglakoni urip neng ngalam donya, mula banjur ana paugeran-paugeran kang tumuju marang kasampurnaning urip iku. Iya ing kene iki ‘ngelmu urip' kang dirembuk iki ana tegese.

Ngelmu Urip #4Menawa manungsa urip ijen, sejatine ora butuh ilmu lan ngelmu.Cukup naluri alamiahe wae. Nanging nalika urip bebarengan karo manungsa liyane lan karo titah dumadi liyane dibutuhake ilmu lan ngelmu.Dadine, ngelmu urip iku lumakune kanggo nuntun manungsa nglakoni urip bebarengan ing ngalam donya.Ilmu iku ngoperasionalake nalar utawa cipta, dene ngelmu sing dioperasionalake cipta-rasa-karsa.Mula ya beda tatacarane ngudi antarane ilmu lan ngelmu. Menawa ngudi ilmu iku lumrahe saka sekolahan lan pawiyatan-

Page 116: Catatan Facebook Teja Buwana

pawiyatan, dene ngudi ngelmu ora cukup semono, nanging kudu disranani laku murih bisa manjing ing sajroning batin.Ana ing khasanah Jawa kang luwih diudi iku ‘ngelmu', mulane kadhang kala lumrahe wong Jawa iku sok diarani ‘bodho' ana ing ‘ilmu pengetahuan'.Keladuking panganggep, Jawa iku kakehan klenik lan gugon tuhon.Rumit, mbulet, angel dinalar, lan ora duwe ‘greget' pepinginan marang kemajuwan.Sing diudi mung kasekten lan tapa brata.Panganggep sing mangkono iku pancene ana alasane. Contone, bisa gawe candhi Borobudur apadene Prambanan sing cetha butuh ilmu pengetahuan werna-werna tingkat tinggi, nanging kanyatane ora marisake ilmu matematika, ilmu fisika, mekanika, lan ilmu pengetahuan liyane.Kamangka lagi milih panggonan kanggo ngedegake candhi-cndhi iku wae wis kabukten pener banget.Uga ing babagan kalender (almanak) sing njlimet nganti bisa nemtokake wektu kang akurasine luar biasa, nanging kok ora ana tinggalan bab angka-angka pangetunge.Manut ngendikane para pakar, menawa ing bab petungan (ping, para, lan, suda, kuwadrat, lsp.) wong Jawa nganggo cara ‘awangan'.Panemu mangkene iki bisa uga pancen bener. Jalaran operasionale ‘cipta-rasa-karsa' iku mapan manggon ing ‘daya spiritual' kang diduweni manungsa.Ora bisa ditulis kayadene ilmu-ilmune wong Barat.Ora beda karo ilmu nalar, ngelmu ‘cipta-rasa-karsa' uga ana tataran cendhek lan dhuwure.Ana manungsa kang nalare dhedhel sing bodhone ora karu-karuwan, pijer nunggak sing sekolah.Semono uga ing bab ngelmu ‘cipta-rasa-karsa' ya ana sing maju lan ana singsendhet ora mundhak babar bisan senajan wis meguru neng pirang-pirang para sepuh.Malah-malah wis nglakoni laku pirang-pirang werna uga ora ana kaundhakane.Akeh-akehe padha nganggep menawa ngudi ngelmu ‘cipta-rasa-karsa' iku padha karo wong ngudi ilmu pengetahuan.Bakune karep sing kenceng thok. Kamangka banget bedane. Menawa ngudi ilmu sing dibutuhake pancen ‘kekarepan' utawa ‘cita-cita' (semangat).Dene ngudi ngelmu sing dibutuhake malah menebake ‘kekarepan' murih bisa ‘ênêng' lan ‘êning'.Bisane ‘ênêng' lan ‘êning' iku disranani ‘laku' lan butuh ‘kas kang nyantosani setya budya pangekesing dur angkara' (niat kang mantep nduweni budi luhur).Dadine, kang luwih dhisik kudu diduweni kanggo ngudi ngelmu iku ‘budi luhur'.Ngudi ngelmu ora bisa menawa mung kanggo ‘pelarian' jalaran semplah kelangan semangat ngadhepi urip.Upamane, rekasa golek pegaweyan (golek sandhang pangan) njur nekuni ‘ngelmu kebatinan'.Panganggepe, nek wis nglakoni ‘lakubrata' werna-werna njur gampang entuk pegaweyan utawa gampang rejekine. Modhel pelarian sing kaya mangkene iki akeh banget tinemu ing tengahing bebrayan.Salah kaprah panemu liyane, ‘ngelmu' iku bisa kanggo mrantasi pirang-pirang perkara. Ing antarane kanggo nylametake dhiri saka tumindak salah lan ala.Upamane, murih ora kena ‘jerat hukum' sawise korupsi njur nglakoni ‘lakubrata' utawa golek ‘backing spiritual' marang ‘sesepuh'.mBok menawa wae pancen ana kasekten-kasekten sing bisa kanggo kepentingan kang mangkono. Nanging kasekten kang mangkono iku dudu ‘ngelmu urip' kang ‘bener-becik-pener'.Ana ing Wedhatama, kasekten jinis mangkono iku diarani ‘ngelmu karang'.Kekerane (kekuwatane) saka asile kekarangan (bersekutu) karo bangsaning gaib.Ora rumasuk jroning daging (ora manjing ing jroning batin).Ngibarate mung manggon ing kulit kayadene boreh (wedhak pupur) alias apus-apus utawa palsu.Mula ora bisa

Page 117: Catatan Facebook Teja Buwana

diandelake kanggo nglakoni urip kang ‘bener-becik-pener'.Ewa semono, kanyatane ing tengahing bebrayan akeh pawongan kang bebudene seneng golek gampang.Samubarang apa wae dianggep bisa diprantasi nganggo kekuwatan spiritual silihan saka bangsaning gaib mau.

Ngelmu Urip #5Budi Luhur minangka dhedhasarane ‘ngelmu urip'. Ajaran Jawa nduweni konsep menawa urip bebarengan iku kudu tata (tertib), tentrem (aman tenteram), kerta (makmur) lan raharja (sejahtera). Bisane wujud menawa para manungsane iku nduweni budi luhur. Murih bisa duwe budi luhur kudu nyecep ‘piwulang kautaman'.Apa wae sing diwulangake ing ‘piwulang kautaman' iku ngandhut ‘kawruh' lan ‘laku'. Tegese ora mung bisa ngerti bab kawruhe, nanging uga kudu dilakoni apa kang diwulangake.Babon baku piwulang kautaman mulangake kawruh murih manungsa padha ‘eling' marang kajatene. Yaiku titah kang diparingi kaluwihan wujud ‘cipta-rasa-karsa'.Mula kaelingan sing ‘bener-becik-pener' yaiku :1. Eling menawa dadi titahing Gusti (Sangkan Paran, Manunggaling Kawula Gusti).2. Eling menawa dititahake manggon ing planet bumi kang ora ijen anane, nanging minangka bagian cilik saka ‘alam semesta'. (Jumbuhing jagad cilik lan jagad gedhe).3. Eling marang peparing ‘cipta-rasa-karsa' kang ukurane manungsa kudu ‘beradab'.4. Eling manwa kudu tansah ngutamakake kerukunan karo manungsa iyane lan titahe Gusti liyane.5. Eling menawa kudu tansah njaga ‘keselarasan' (kemarmonisan): melu memayu hayuning bawana.Dhasaring laku diarani ‘Panca Brata', yaiku lakubrata kanggo nguripake (ngoperasionalake) ‘cipta-rasa-karsa', yaiku:1. Nglatih bisane nduweni watak ‘narima', disranani laku kanthi ngengurangi mangan lan ngombe. Umpamane laku pasa, mutih, ngrowot lan sapiturute. Bedane pasa ing laku Jawa karo pasa tumrape ibadah agama, yaiku ana ing tujuwane. Nek pasa cara agama kanggo nggayuh suwarga, dene pasa laku Jawa amung kanggo nglatih bisane duwe watak narima. Ewa semono, kanyatane luwih abot syarat-syarate. Ing antarane, senajan bisa pasa sedina nutug, nanging yen ing batin isih durung bisa nrimakake pangan lan ngombe saanane nalika ‘buka' bakal njugarake gegayuhan. Ora bisa kanggonan watak ‘anarima'. Selagine kanggonan watak anarima wae ora bisa, lha kok kepingin nggayuh suwarga mesthi tangeh lamun.2. Nglatih bisane tansah ‘eling', disranani ngengurangi sare (turu). Syarate, anggone melek ora kena disambi apa wae. Apamaneh dislamur nganggo dolanan kertu utawa jagongan gayeng karo para kanca. Kang ditindakake, melek lan tansah eling marang kajatene manungsa.3. Nglatih urip kang tata utawa tertib, disranani laku ngengurangi sanggama. Nanging anggone ngurangi kudu kanthi pangerten babagan sanggama kang sejatine. Yaiku pangerten sanggama kang gegandhengan karo ‘titising wiji' kang mahanani ‘rasa sejati'. Yaiku ‘rasa nikmat mulya' kang ditampa manungsa nalika dadi saranane Gusti nyipta manungsa anyar. Rasa nikmat mulyane sanggama kang bisa nitisake wiji, dudu nikmat sanggama kang lumrah amung nuruti derenging birahi. Kanthi mangkono, sing dikurangi iku sanggama kang mung mburu kanikmataning birahi.4. Nglatih kesabaran, disranani kanthi laku ‘ora kena nesu'. Mula kang becik iku laku: "ing siyang ratri tansah amamangun karyenak tyasing sesama".5. Nglatih panalangsa utawa pasrah sakabehane marang Gusti

Page 118: Catatan Facebook Teja Buwana

Kang Maha Kuwasa. Srana lakune ‘mbisu'. Nanging ora mung ora guneman thok. Ing jroning batin tansah ngulati mobah-mosiking ati. Iya obah osiking ati iku kang bisa uga mujudake wisik utawa dhawuhing Gusti marang kita sowang-sowang (dhewe-dhewe). Bisane dimangerteni kudu dipêndêng utawa mêlêng temenan. Mêndêng utawa mêlêng ora bisa kelakon yen sinambi ngendika utawa omong-omong. Wohing pasrah iku antuk wisik utawa ‘sabda dhawuh' kang nuntun marang bebener, kabecikan sing pener.

Ngelmu Urip #6Filosofi Jawa mulangake menawa manungsa iku duwe sedulur-sedulur gaib kang njangkungi uripe, yaiku:1 Sedulur Marmarti, kedadeyan saka rasa kumesaring ati lan ngemar-emari awake biyung (ibu) nalika arep nglairake.2 Sedulur papat, yaiku rohe kawah (ketuban), ari-ari, getih, lan puser.3 Sedulur tungal dina kelairan, yaiku sakabehing anake titah dumadi kang bareng dina laire utawa kedadeyane.Filosofi Jawa iki pancen akeh sing ora percaya apa maneh mudheng karo karepe.Jalaran pancen arang kang kersa nerangake lan njlentrehake kanthi wijang. Embuh marga ora ngerti apa pancen angel dudutane.Kamangka sejatine baku banget kanggone ngelmu urip.Jalaran kanthi cetha mulangake bab hubungan kosmis-magis antarane jagad cilik (manungsa) karo jagad gedhe (alam semesta).Sedulur marmarti maringi pangerten bab sesambungan lair batine anak karo biyung kandhunge munggahe marang para leluhure.Sedulur papat (kalima pancer) nerangake menawa roh (suksma)-ne manungsa iku ‘wujud hubungan inti-plasma'.Pancer sing dadi ‘inti', dene sedulur papat ‘plasma'-ne.Dene anane sedulur tunggal dina kelairan, mulangake menawa sakabehing kang ana ing alam semesta iki ‘manunggal'.Miturut Kejawen, alam donya (ngarcapada) kang dipanggoni manungsa urip iki sejatine phase lanjutane alam kandhutane biyung.Nalika ing jero kandhutan, sing ngreksa urip lan dadi piranti sesambungane janin karo anggane biyung wujud ‘kawah, ari-ari, getih lan puser', mula nalika urip ing ngarcapada iya rohe ‘kawah, ari-ari, getih lan puser' sing ngreksa lan dadi ‘tali gaibe' manungsa urip karo alam ngarcapada (donya).Anane sedulur tunggal dina kelairan nerangake bab ‘panunggalan', sakabehing kang gumelar ing jagad iki miturut kepercayaan Jawa, manunggal utawa nyawiji.Kawangun kanthi hubungan kosmis-magis ‘inti-plasma': "Manunggaling Kawula Gusti". Kawula plasma, dene Gusti (Sesembahan) minangka ‘inti'. Sesembahan iku ora mung duwekke manungsa, nanging uga sesembahane sakabehing titah dumadi.Mula konsep Jawa nyedulurake sakabehing ‘titah'.Ora ana memungsuhan ing antarane titah. Kabeh duwe kewajiban ‘nyangga' maujude panunggalan.Gandheng kapercayaan anane sedulur gaib tumraping manungsa iku banget kanggone ngelmu urip, mula ana ritual Jawa kang khusus kanggo ‘memule' anane sedulur gaib iku. Memule dudu pekerti nyembah, nanging mung mulyakake lan ngelingi anane.Yaiku eling marang ‘hubungan gaib' dhirine manungsa karo alam semesta sak isine. Suksmane manungsa ora mung nguripi, nanging uga ngreksa lan ‘adeg' sesambungan karo suksmane sakabehing titah dumadi liyane.Bisa uga pangerten iki ora nyambung karo ajaran agama. Mula banjur akeh kang ora mathuk lan keladuke malah nganggep menawa memule sedulur gaib dianggep

Page 119: Catatan Facebook Teja Buwana

bersekutu karo setan.Ya sumangga wae, pancen kapercayan Jawa ngono anane. Dipercaya kena, ora percaya inggih kenging kemawon. Dilaras lan dinalar dhewe-dhewe sing kepenak wae.Ritual utawa laku kanggo memule sedulur gaib werna-werna. Gumantung marang abot enthenge jejibahan uripe dhewe-dhewe.Sing kuwagang lan duwe penggayuh dhuwur mesthine ya nganggo laku sing abot.Dene sing trima lugu lan sanane, lakune ya sing entheng-enthengan.Sing abot ya laku Pancabrata saben wetonane dhewe-dhewe.Dene sing entheng wujud sesaji ing saben dina wetonan kelairane dhewe-dhewe.Sing ora sreg karo sesaji, nindakake pasa saben wetonane dhewe-dhewe.Njur pikolehe apa? Mangkono pitakonan kang asring tak tampa.Gandheng bab iki nyangkut kapercayan, mula pikolehe ya dirasakake karo sing nglakoni. Sing percaya lan gelem nglakoni mesthine ya bisa ngrasakake oleh-olehane.Dene sing ora percaya mesthine ya ora gelem nglakoni, mula ya ora bisa ngrasakake oleh-olehane.Sing kudu dieling-eling, saben laku iku kudu disranani tekad sing mantep, ora kena gamang utawa was-was. Sumangga.

Ngelmu Urip #7Sedulur gaib manut ajaran Jawa (marmarti, sedulur papat kalima pancer, lan sedulur tunggal dina kelairan) konteks pengertiane anane hubungan kosmis-magis jagad cilik lan jagad gedhe.Tegese, adege manungsa urip iku duwe sesambungan karo jagad saiisine tata lair lan spirituil.Pangerten kesadaran kesemestaan lan holistik mangkene iki baku banget kanggo mangerteni lan nindakake ‘ngelmu urip' kanggo nggayuh katentreman lan kamulyan. Tentrem lan mulya kanggo pribadi lan bebrayan tumekaning hayining bawana (jagad).Paugeran urip mungguhing wong Jawa normatif uga kudu didhasari kesadaran kesemestaan.Mula ranah budaya lan peradaban Jawa mlakune ora ninggal kesadaran kesemestaan iki. Prasasat ora ana ‘kepentingan individu' tumrape para empu/pujangga/sarjana sujana anggone ngripta lan nyipta ‘seni budaya' Jawa.Contone, kaloka dikayangapa gendhing ‘Ketawang Puspawarna', kanyatane ora dipatenake lan nalika diproduksi wujud rekaman ora ana tuntutan ‘royalty' saka kang nyipta utawa ahli warise.Ing kene iki katon banget menawa ‘profesionalisme' Jawa ora gegayutan karo materi lan komersialisme, nanging wujud ‘persembahan' tumuju marang hayuning bebrayan.Adoh banget karo model Barat kang sarwa komersiil lan materialisme. Kabeh mau amarga kang wus ngrasuk Kejawen kanthi ‘bener-becik-pener' pancen wus kagungan‘kesadaran panunggalan' kang dhuwur tingkatane.Uripe dipasrahake kanggo ‘ngawula kawulaning Gusti'.Emane, amung sethithik manungsa kang bisa kanggonan ‘kesadaran panunggalan' iki. Nanging, senajan sethithik dibutuhake kanggo aweh ‘pencerahan' marang manungsa liyane.Banget sing mumet nalika diparingi piwulang bab ‘kesadaran kosmis' iki.Amarga istilahe medeni banget, "Manunggaling Kawula Gusti".Terus carane mulang tansah ana ing ranah spirituil sing lakune jan abot temenan.Ing antarane ana laku bisane ketemu karo para ‘sedulur papat' kang digambarake madha rupa karo awake dhewe mung beda cahyane.Ing kene iki KSM ngaku blaka menawa gagal, malah njur gumun dene kanca-kanca sing bareng sinau, jarene kasil bisa ketemu.Embuh kanyatane, amarga sing ngerti lan pana temenan ya sing

Page 120: Catatan Facebook Teja Buwana

nglakoni.Ing batin KSM ngudarasa, "Kanggo apa menawa wis bisa ketemu sedulur gaibe dhewe? "Ana sesepuh kang paring pangandikan menawa ‘sedulur papat' iku sejatine padha karo ‘empat nafsu' (Amarah, Luamah, Sufiah lan Mutmainah).Nanging KSM tambah bingung maneh. Lha wong sing dingerteni ‘sedulur papat' iku rohe ‘kawah-aruman (ari-ari)-getih-puser' kok njur dipadhakake karo ‘empat nafsu dasare manusia hidup', kepriye anggone nyambungake pangertene?Luwih kodheng maneh nalika entuk keterangan ing ‘Layang Djojoboyo' menawa kang disebut sedulur spirituale manungsa (cacahe papat) jenenge: Jâbârâlâ, Mâkâhâlâ, Hâjârâlâ, lan Hâsârâpâlâ.Kapapate utusane Gusti Kang Maha Kuwasa kang ing khasanah agama-agama saka Timur Tengah disebut Malaikat.Bisa ditarik kesimpulan mengkono jalaran jenenge utusan kasebut persis basa nglegena asmane Malaikat ing ranah agama Islam: Jibril, Mikail, Ijroil, lan Ishrofil.Ing ranah ajaran Jawa ora ana diskripsi ngenani anane ‘malaikat' lan ‘setan'.Amarga dasare ‘filosofi panunggalan' kang nerangake menawa kabeh kang ana ing jagad gumelar iki mujudake ‘Kesatuan Tunggal Semesta'.Manunggaling kawula Gusti, nerangake menawa sing disebut ‘utusan' iku ora liya ya suksma sejatine manungsa dhewe.Wondene suksma sejati iku derivasine ‘Suksma Kawekas (Guruning Ngadadi, Hyang Agung, Hyang Widdhi, Gusti Allah).Wacana ing ndhuwur iku tak aturake murih para kadang kang kepingin ngudi ‘nglemu urip' bisa mudheng temenan sesambungane sedulur gaibe manungsa karo ‘ngelmu urip'. Uga aja nganti ‘wor suh' karo pangerten-pangerten ‘ajaran agama'.Ngerti bedane lan diskripsine murih bisa ndudut hikmahe lan bisa milih lan milah kanthi becik, bener, lan pener.Bakune, ‘ngelmu urip' iku tuntunan nglakoni urip cara Jawa.Sinebut ing Wedhatama: "mrih kretarta pakartining ngelmu luhung kang tumrap ing tanah Jawi".Manungsa iku amung ‘kawula' utawa ‘titah' kang duwe kewajiban ‘memayu hayuning alam semesta'.Dene ‘titah' iku ora mung manungsa thok, lan kabeh padha kaparingan kewajiban sing padha "memayu hayuning bawana (alam semesta)".Iya kesadaran dasar ngrumangsani dadi titah kang wajib memayu hayuning bawana iku pancadan baku ‘ngelmu urip'.Kesadaran iki kang disebut ‘ngelmu luhung' ing Wedhatama kasebut ndhuwur.

Ngelmu Urip #8Ditelisik lan dionceki sing nganti jero, filosofi Jawa iku mulangake menawa sakabehing kang ana (dumadi) iku ‘manunggal'.Panunggalane sinebut ing unen-unen: ‘Manunggaling Kawula Gusti'.Menawa diistilahake nganggo basa Indonesia: ‘Maha Kesatuan Tunggal Semesta'.Nanging perlu dimangerteni uga menawa ana ing jagad ngelmu kebatinan, ‘Manunggaling Kawula Gusti' mujudake tataran makrifat kang paling dhuwur dhewe. Yaiku tingkat kesadaran batin kang wus tekan ‘jumbuhing' kawula lan Gusti.Tegese kang gampang dimangerteni awam yaiku tataran kebatinan kang wis mangerteni ‘sejatining urip' utawa ‘hakekating urip'.Mengerteni ‘sejatining urip' iku kang dikarepake bisa nggayuh ‘Kawruh Kasampurnan'. Magerti wajibing kawula (titah):1. Marang Gustine (Sesembahane).2. Marang sesamaning titah manungsa.3. Marang jagad saisine.Pepunthoning pangerten werna telu kasebut ndhuwur ora wurunga uga tekan marang kesadaran panunggalan. ‘Sakabehing kang ana iku

Page 121: Catatan Facebook Teja Buwana

manunggal'.Wondene gegambarane panunggalan iku sinebut ing unen-unen ‘kadya kembang lan cangkoke' utawa ‘kadya sesotya lan embanane'.Menawa nganggo istilah moderen kadidene hubungan ‘inti' lan ‘plasma'. Gusti kang dadi intine, dene kawula dadi plasmane.Struktur hubungan inti pancer, jawa lan plasma (macapat, jawa) kanyatane dadi lelandhesane sakabehing ‘ide-ide' ing jagad Jawa,Contone, ‘roh alam semesta' disebut ‘Hyang Manikmaya'.Hyang Manik minangka inti, dene Hyang Maya dadi plasmane.Ing pewayangan Hyang Manik disebut uga Sang Hyang Jagad Girinata utawa Bathara Guru.Dene Hyang Maya disebut Hyang Ismaya utawa Hyang Taya alias Semar.Conto liyane, rohe manungsa disebut ‘Pancer lan Sedulur Papat', ‘Pancer' dadi inti lan ‘Sedulur Papat' dadi plasmane.Ide sistim ‘pancer-mancapat' uga dipigunakake kanggo ngadegake negara, mangun desa, percandian, keraton, kutha-kutha, persawahan, gawe giliran pasaran (ekonomi) tumekane gawe tumpeng sesaji.Dadi cethane, menawa ing jagading ilmu pengetahuan ditemokake sistim inti-plasma (pancer-mancapat) wiwit anane renaisans ing Eropa, Jawa wis mraktekake wiwit jaman kuna makuthi.Kang bisa kanggo conto, ide ‘pancer-mancapat' Jawa babagan adeg negara.Kang dadi pancer (inti, Gusti) yaiku ide (cita-cita, gegayuhan) didegake negara kang sinebut ing janturan/suluk pedalangan: "Negari adi dasa purwa, panjang-punjung pasir wukir gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja".Dene sakabehing warga negara tanpa mbedak-mbedakake antarane rakyat jelata lan pemimpin dadi mancapat (plasma, kawula).Kewajibane kawula negara njaga lan nyengkuyung madege negara.Nanging kanyatane, wiwit jaman kerajaan-kerajaan tumekane jaman republik wektu iki, ide ‘pancer-mancapat' babagan kenegaraan dienggokake.Raja (pemimpin) dadi pancer (gusti, inti) dene rakyat dadi mancapat (kawula, plasma). Wusanane ide Jawa kang ‘adiluhung' owah dadi sistim feodalisme kang kebak KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).Owahe sistim peradaban adiluhung Jawa dadi feodalisme wis lumaku atusan taun. Kawiwitan nalika mlebune budaya lan peradaban saka Asia Daratan.Mlebune budaya lan peradaban India kang ngenalake sistim kerajaan lan kasta liwat (numpang) agama Hindu lan Budha.Diterusake lumebune budaya lan peradaban Timur Tengah liwat lumebune agama Islam kang ngenalake sistim pemusatan kekuasaan (Imperium Turki lan Kekuasaan Ulama Mekah).Sabanjure lumebune penjajahan Landa kang ndadekake warga pribumi kelas telu, warga asing Asia (China, Arab, India, lsp.) kelas loro, dene wong Landa (Eropa) kelas sijine.Pribumi Jawa dening para penjajah asing dianggep kelas batur lan jongos.Marang wong Landa (Eropa) kudu nyebut ‘ndârâ tuwan', marang wong China nyebut ‘yuk' lan marang wong Arab nyebut ‘ayik'.Sebutan kabeh mau nandhakake menawa wong Jawa drajate asor. Ora kepenake maneh, para wong asing sing neneka neng Jawa padha nganggep wewatekane wong Jawa:‘nyadhong-nggemblong-nyolong-nggarong'.Awake dhewe, wong Jawa, mesthine suthik ora trima dianggep asor mengkono.Lha wong budayane ‘adiluhung' kok dianggep duwe wewatekan: ‘nyadhong' (mandho, ngemis, njaluk suap), ‘nggemblong' (nglengket neng panguwasa lan sing duwe dhuwit ben entuk cipratan rejeki), ‘nyolong' (ngunthet, korupsi kelas cilik-cilikan), ‘nggarong' (ngrampok bandhane negara, gawe proyek fiktif nggo ngentekne anggaran, lsp.).Nah, sok sintena kemawon menawa

Page 122: Catatan Facebook Teja Buwana

kepingin ngudi ‘ngelmu urip' kang ‘bener-becik-pener' kudu bisa ngilangi wewatekan ‘nyadhong-nggemblong-nyolong-nggarong' luwih dhisik.

Ngelmu Urip #9Ajaran Jawa akeh sing nganggep aliran kebatinan utawa aliran kepercayaan.Banjur saka kalangan agamawan dianggep ajaran kang durung mateng kang perlu dimatengake murih slamet ing ngalam akherat mbesuke.Alasan utamane, ajaran Jawa ora duwe kitab suci kayadene ajaran agama.Wusanane akeh panganggep menawa ajaran Jawa amung dianggep gaweyane manungsa kang ora bisa dianggo pandoming urip.KSM uga duwe penganggep mangkono dhek isih enom nganti umur seket.Lha wis, saben ketemu sesepuh Jawa ora nate entuk keterangan kang maremake bab ‘kitab suci' lan ‘utusan'.Kamangka para sepuh sing tak temoni padha ngendika menawa sing digilut iku ‘Agama Budi'.Dene keterangan bab kepriye sing dikersakake ‘Agama Budi' iku, wangsulane mbulet angel tak tampa.Gandheng senengane ngayam wana nemoni para sepuh lan ngulama, KSM entuk tepungan Kyai Bahrul Rondhi ing tlatah Jepara ing taun 1991.Mas Kyai iki dening para ulama dianggep ‘sesat' jalaran mulangake kebatinan Islam campur Kejawen.Ora marga kepilut karo ajarane, nanging kang penting tak critakake neng kene, amarga Mas Kyai ngendika menawa panjenengane asring ditekani ‘kitab gaib' ing saben semedi. Mas Kyai aweh bukti anggone nulis (ngutip) kitab gaib kang ngatoni panjenengane.Asil penulise iku kang ditontonake marang KSM. Wujude tulisan Arab Pegon kang KSM babar pisan ora bisa maca. Mas Kyai njur macakake sak kalimat tulisane: "Hananira sejatining wahananing Hyang".Lho kok basa Jawa, mengkono pangudarasane KSM. Lelakon sabanjure, KSM tuku buku karangane Ir. Sri Mulyono, "Apa dan Siapa Semar ?".Ing bukune iku dikutipake ‘Filsafat Nusantara' kang isine filosofi aksara Jawa ‘ha-na-ca-ra-ka'.Kalimat filosofi aksara (ha) unine: "Hananira sejatining wahananing Hyang".Persis karo kalimat ing kitab gaib Arab Pegon sing nemoni Kyai Rondhi.KSM bisane mung gumun, amarga ngakoni menawa ora duwe kabisan spiritual kanggo golek wangsulan kang gumathok.Ya mung ana pengaruh gedhe kang mlebu ing batin, menawa Carakan Aksara Jawa iku ngemot ajaran teologi Jawa. Kodhenge, kok ing aksara Arab Pegon ya ana tur gaib pisan, iki kepriye larah-larahe.Ya embuh kepriye kersane Gusti Kang Maha Wikan, lelakone KSM isih berlanjut. Nalikane KDP (Ki Denggleng Pagelaran) mulih saka Jepang (taun ?) ngajak KSM gresek buku neng lowakan mburi Sriwedari Solo, entuk fotocopian Kitab Darmagandhul, Gatholoco lan Walisanga.KDP sing maca kitab-kitab mau nganti kepingkel-pingkel gumun karo krenahe pujangga sing ngarang.Lha wong isine kawruh kang jero lan luhur kok dikemas nganggo crita porno saru banget senajan wujude sastra tembang.Saya kepingkel-pingkel KDP nalika maca angele Prabu Brawijaya arep pindhah agama. Saka Agama Buda menyang Agama Islam, bab kepingkel-pingkele KDP kareben adhi ragilku iku sing crita.Nek KSM pancen ora prigel ngguyu lan geguyon, bisane mung mesem rada nyureng serius.Nyureng seriuse KSM jalaran maca kitab Darmagandhul pupuh Megatruh kang ngrembuk ‘Sastra Urip', sebutane Ki Pujangga kanggo ‘ngelmune Gusti Allah'.Mangga tak kutipake sethithik :1. Sastraning Hyang mung

Page 123: Catatan Facebook Teja Buwana

sagulma cacahipun, pinencar ngebeki bumi, dadine saking sabda kun, aranira Sastra Urip, binagi dadi sawiyos.2. Kang rumiyin Sastra Rancang aranipun, kangge miyat sira kadim, ana aran tanpa wujud, wujude ginelar sepi, arane cinancang batos.3. Sastra Swarawangsit kaping kalihipun, ginadhuhke marang peksi, kang urip ing dharat laut, sikap peksi duwe uni, unine wangsit pasemon.4. Saunine iku sabdane Hyang Agung, peksi amung darma angling, dhawuh enget eling pemut, sasmita kang elok gaib, kang ngreti wong ahli kawroh.5. Sastra Arja Ayuningrat kaping telu, tanpa papan kretas mangsi, sastrane nglimput jro wujud, sipat wujud duwe nami, namane mawa pangretos.6. Sastra Endraprawata kaping patipun, dadi saking anggit janmi, kalam lantaraning wujud, cinorek ing dluwang mangsi, kang kena dinulu mring wong.7. Mata loro melolo kinarya ndulu, sipat janma doyan kuldi, manut cara bangsanipun, yen marsudi kawruh budi, sayekti bisa mangretos.

Ngelmu Urip #10Miturut ngendikane pujangga kang ngripta Serat Darmagandhul (Ki Kalamwadi), sastra suci (firman, sabda dhawuh) saka Gusti Kang Maha Agung iku tunggal sumebar sak jagad, arane Sastra Urip, kaperang ing tataran tumurune, bawarasane KSM:1. Kang sepisan disebut Sastra Rancang, sastra kang nglimputi sakabehing titah urip (kadim).2. Kapindho sinebut Sastra Swarawangsit, wujude unine manuk. Unine manuk iku sabdane Hyang Agung, manuk amung darma ngelingake dhawuh sasmita elok gaibe Hyang marang sakabehing titah dumadi.3. Katelu, sinebut Sastra Arja Ayuningrat kang gaib wujude, ora tinulis ing kertas nanging nglimput jroning wujud (titah).4. Kaping papat sinebut Sastra Endraprawata, yaiku sastra anggitane manungsa kang tinulis lan bisa disawang mata lahiriah. Saben bangsa manungsa duwe aksara dhewe-dhewe. Mula sastra (firman, sabda)-ne Gusti Allah kanggo saben bangsa tinulis mawa cara bangsane dhewe-dhewe. Dene bisane mangerti isining sastra (firman, sabda) kudu marsudi ing budi kawruh.5. Kaping lima disebut Sastra Swarasandi, swara (wisik) metu saking gaib.Kang ngrungu kuping pribadi, ngrungu swarane wong wadon.Amung titah pinilih kang bisa mangerti Sastra Rancang, Sastra Swarawangsit lan Sastra Arja Ayuningrat.Titah pinilih ya titah kang wus tumapak ing tataran ‘paramayoga', tingkat yoga (semedi, meditasi) kang paling dhuwur dhewe.Begjane tinitah Jawa, Gusti Allah ngeparengake para winasise kang wus ing tataran ‘paramayoga' medar sabda mbabar kawruh rungsit babagan sejatining urip (hakekating urip).Kawruh kang winedar nulad saka asiling nampa ‘pencerahan' maca Sastra Rancang, Sastra Swarawangsit, lan Sastra Arja Ayuningrat.Sastra gaib tetelune iki mbok menawa kang disebut "Sastra Jendra Hayuningrat".Babagan ‘sastra' iki tak aturake ana ing bawarasa Ngelmu Urip kanggo mengerteni prekara spiritualisme (kebatinan) Jawa.Bab iki perlu, amarga ing ranah ejawen akeh kang umyek ngrembuk bab "Sastra Jendra Hayuningrat", lan akeh uga kang wani ngaku wus bisa ndungkap kawruh ‘Sastra Jendra'. Kejaba iku, kanggo atur pangerten menawa ngelmu Sejatining Urip cara Jawa ora ngayawara lan dudu mistik keprimitifan kaya kang didakwakake sasuwene iki.Ngelmu Jawa iku bisa ditelusuri logika rasionale.Ana pitakon, Jawa iku sejatine duwe donga lan cara

Page 124: Catatan Facebook Teja Buwana

panembah marang Gusti Kang Maha Kuwasa apa ora?Ewuh aya anggone arep atur wangsulan. Menawa diwangsuli ana, sing kepriye donga lan tatacara panembahe? Menawa diwangsuli ora ana, lha kok aneh !Bab iki, sajake pancen wis dadi rembuk umyek duk jaman kapujanggan.Jaman nalika sebaran agama Islam lan sebaran ide rasionil Barat gencar-gencare ngisi ruang batine wong Jawa.Kahanan kang dening para pujangga Kraton ditengarani bakal gawe rusake pranatan Jawa.Mula menawa nyimak jero karya sastrane para pujangga, ngumunake.Diskusi antarane para pujangga adu penemu lan argumen banget narik kawigaten.Ana sastra kang isine ‘memantapkan' ajaran Islam, ana sastra kang samar-samar ngemot ‘perlawanan', ana uga sastra kang ‘mensinergikan' ajaran agama Islam, Hindhu, lan Buddha karo piwulang Jawa.Ana uga kang radikal menyerang doktrin dogma agama-agama.Kawicaksanan politik Kraton anggone ngemong diskusi aja nganti gawe dredah ing antarane para kawula banjur nganakake seleksi karya sastrane para pujangga.Ana kang dikeparengake lolos dikonsumsi kawula, ana kang kudu disimpen dadi kapustakan sinengkere Kraton.Elok temenan para intelektual Jawa jaman iku lan kawicaksanane pemerintahan Kraton anggone ngecakake ‘manajemen konflik' murih ora gawe dredahe bebrayan.Nanging, kang sinengker iku akeh kang didadekake ‘cindera mata' marang para warga Eropa, digawa mulih neng negarane, disinau lan dianggo studi pirang-pirang kepentingan.Sing cetha banjur kanggo pancadan ‘menjajah'.Saperangan karya sastra kang radikal ana sing lolos sensor utawa pancen disengaja dening pemerintah penjajahan murih kahanan para kawula Jawa kegawa ana ing suwasana ‘konflik' saengga lali menawa bumine diperes entek-entekan.

Ngelmu Urip #11Ditelisik saka literatur lan laku budaya Jawa pancen ora ditemokake donga lan tatacara panembah kang wujud laku ritual.Kang ana: mantra, sesaji, laku sesirih lan laku semedi (meditasi). Gandheng ora padha mudheng larah-larahe, banjur ana panganggep menawa mantra iku pada karo donga, sesaji, laku sesirih lan laku semedi padha karo ritual panembah.Mantra ora padha karo donga. Menawa donga iku panyuwun marang Gusti, dene mantra iku ngempakake daya uripe manungsa peparinge Gusti.Atur sesaji, laku sesirih lan laku semedi mujudake tatacara ndayakake dayaning urip murih bisa nindakake urip kang bener, becik lan pener.Yaiku nindakake urip melu memayu hayuning bawana.Daya uripe manungsa mahanani anane ‘aurora magis' kang nglingkupi anggane manungsa.Wateke aurora magis iku dhewe-dhewe amarga beda-bedane kahanan unsur-unsur kang mangun jasade manungsa.Unsur-unsur iku asale saka bumi, langit, cahya lan teja kang tansah owah gingsir kahanane ing saben wektune.Mula banjur ana ngelmu Jawa kanggo nengeri beda-bedane ‘aurora magis' nganggo dhasar wetonan lan wuku.Aurora magis uripe manungsa karo aurora alam semesta iku ana sesambungane lan daya-dinayan sacara kosmis-magis.Dinamika daya-dinayan ana kang jumbuh (nyambung, bersinergi), nanging uga ana kang tolak-menolak.Laku sesirih lan semedi mujudake pangrekadaya njumbuhake aurora magis uripe manungsa karo aurora alam semesta.nJumbuhake jagad cilik (manungsa) karo jagad gedhe (alam

Page 125: Catatan Facebook Teja Buwana

semesta).Dene sesaji minangka pangrekadaya njumbuhake aurora magise manungsa karo titah dumadi kang padha-padha manggon ing jagad, khususe titah gaib.Manungsa kang wus bisa nggayuh jumbuhing jagad cilik lan jagad gedhe disebut wus bisa nggayuh ‘wahyu dyatmika'.Yaiku manungsa kang kaparingan Gusti nduweni ‘daya linuwih' tumrap cipta rasa karsane kang sinebut ‘prana'.Pandayaning prana sinebut mantra. Jinising mantra werna-werna, kabeh mesthi ana syarat lakune.Bisa kanggo kabecikan nanging ora sethithik uga kang bisa kanggo laku ala lan nistha. Mulane ing piwulang Jawa banget ditekanake bab ‘eling'.Yaiku eling marang ‘aras kesadaran': ber-Tuhan, kesemestaan, keberadaban, kerukunan lan keselarasan.Operasionale ‘eling' mahanani manungsa bisa ndayakake pranane wujud mantra kang tumuju marang kabecikan urip bebarengan kang ‘tata tentrem kerta raharja'.Luwih utama lan dhuwur maneh, menawa mantra katujokake kanggo ‘nyengkuyung panunggalan semesta'.Nyengkuyung panunggalan semesta bisa diarani panembahe manungsa marang Gusti miturut piwulang Jawa.Kang mangkene iki dingendikakake dening pujangga R.Ng. Ranggawarsita ana ing Kitab Pustaka Raja Purwa: "Dene patrapipun angabekti ing Dewa (manembah dhumateng Kang Murbeng Dumadi) punika kalih prakawis, punika boten kenging pisah, karanten ing saestunipun boten wenang amumuja yen dereng anglampahi tapabrata."Panembah pribadi (perorangan) wujud operasionale budi luhur ing tengahing bebrayan. Sinebut ing unen-unen: "Hangawula kawulaning Gusti".Yaiku pekerti urip kang tansah eling marang jejibahan ‘nyengkuyung panunggalan semesta'.Panembah bebarengan ing tata lair nindakake ‘laku budaya' ngaturake kaendahan (Laku Kalangwan), kayata: upacara ruwat bumi (grebeg, suran, sadranan, apitan lsp.), upacara kidungan, ritual gamelan, bedhaya ketawang, lan sapanunggalane.Intine panembah bebarengan ing tata kebatinan, nyawijekake daya urip (prana urip) kanggo mujudake ‘mahamantra' kang bisa ndayani keselarasan sesambungan (harmonisasi hubungan) spirituale umat manungsa karo spirituale alam semesta saisine. Tujuwane golek slamet ing sakabehane.Emane, saka anane owah-owahan jaman, laku budaya kang sejatine luhur banget iku wis akeh wong Jawa kang ninggalake.Tradisi grebeg, suran, sadranan, apitan wis owah saka tujuwan nyawijekake ‘prana urip' lan mung dadi tradisi adat kang ‘kering tanpa makna'.Upacara kidungan lan ritual gamelan saya adoh saka nuansa sakral kang suci.Bedhaya ketawang dianggep amung Kraton kang wenang nganakake.Kawula alit ora diwenangake, mengko mundhak kuwalat.

Ngelmu Urip #12Piwulang Jawa kang ngrembuk babagan ‘Sejatining Urip' digelar ing ‘Wirid Wolung Pangkat' utawa ‘Wolung Martabat' kaya kasebut ing ngisor iki:1 Wejangan pituduh wahananing Pangeran : Sajatine ora ana apa-apa, awit duk maksih awang-uwung durung ana sawiji-wiji, kang ana dhihin iku Ingsun, ora ana Pangeran nanging Ingsun sajatining kang urip luwih suci, anartani warna, aran, lan pakartining-Sun (dzat, sipat, asma, afngal).2 Wejangan pambuka kahananing Pangeran : Satuhune Ingsun Pangeran Sejati, lan kawasa anitahake sawiji-wiji, dadi ana padha sanalika saka karsa lan pepesthening-Sun, ing kono

Page 126: Catatan Facebook Teja Buwana

kanyatahane gumelaring karsa lan pakartining-Sun kang dadi pratandha: Kang dhihin, Ingsun gumana ing dalem alam awang-uwung kang tanpa wiwitan tanpa wekasan, iya iku alaming-Sun kang maksih piningit. Kapindho, Ingsun anganakake cahya minangka panuksmaning-Sun dumunung ana ing alam pasenedaning-Sun. Kaping telu, Ingsun anganakake wawayangan minangka panuksma lan rahsaning-Sun, dumunung ana ing alam pambabaring wiji. Kaping pat, Ingsun anganakake suksma minangka dadi pratandha kauripaning-Sun, dumunung ana alaming herah. Kaping lima, Ingsun anganakake angen-angen kang uga dadi warnaning-Sun ana ing sajerone alam kang lagi kena kaupamakake. Kaping enem, Ingsun anganakake budi kang minangka kanyatahan pencaring angen-angen kang dumunung ana ing sajerone alaming badan alus. Kaping pitu, Ingsun anggelar warana (tabir) kang minangka kakandhangan paserenaning-Sun. Kasebut nem prakara ing ndhuwur mau tumitah ing donya, yaiku sejatining manungsa. (Dzat Urip kang ana ing manungsa, ksm).3 Wejangan gegelaran kahananing Pangeran : Sajatining manungsa iku rahsaning-Sun, lan Ingsun iki rahsaning manungsa, karana Ingsun anitahake wiji kang cacamboran dadi saka karsa lan panguwasaning-Sun, yaiku sasamaning geni bumi angin lan banyu, Ingsun panjingi limang prakara, yaiku: cahya, cipta, suksma (nyawa), angen-angen lan budi. Iku kang minangka embanan panuksmaning-Sun sumarambah ana ing dalem badaning manungsa.4 Wejangan kayektening Pangeran amurba ciptane manungsa : Sajatine Ingsun anata palenggahan parameyaning-Sun (baitul makmur) dumunung ana ing sirahing manungsa, kang ana sajroning sirah iku utek, kang gegandhengan ana ing antarane utek iku manik (telenging netra aran pramana), sajroning manik iku cipta (nalar), sajroning cipta iku budi, sajroning budi iku napsu (angen-angen), sajroning napsu iku suksma, sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun. Ora ana Pangeran anging Ingsun, Sejatining Urip kang anglimputi sagunging kahanan.5 Wejangan kayektening Pangeran amurba rasa pangrasaning manungsa : Sajatine Ingsun anata palenggahan laranganing-Sun (baitul haram) dumunung ana dhadhaning manungsa, ing sajroning dhadha iku ati lan jantung, kang gegandhengan ing antarane ati lan jantung iku rasa pangrasa, ing sajroning rasa pangrasa iku budi, ing sajroning budi iku jinem (angen-angen, napsu), sajroning jinem iku suksma, sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun. Ora ana Pangeran anging Ingsun, Sejatining Urip kang anglimputi sagunging kahanan.6 Wejangan kayektening Pangeran amurba tuwuhing wiji uripe manungsa: Sajatine Ingsun anata palenggahan pasucianing-Sun (baitul kudus) kang dumunung ana kontholing (wadon: baganing) manungsa, kang ana ing sajroning konthol (wadon: baga) iku pringsilan (wadon: purana), kang ana ing antaraning pringsilan (wadon: purana) iku mani (wadon: reta), sajroning mani (wadon: reta) iku madi, sajroning madi iku wadi, sajroning wadi iku manikem, sajroning manikem iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun. Ora ana Pangeran anging Ingsun, Sejatining Urip kang anglimputi sak liring tumitah, jumeneng dadi wiji kang piningit, tumurun mahanani sesotya kang dhingin kahanan kabeh maksih dumunung ana alaming wiji, laju manggon ana alam pambabaring wiji, laju tumurun ana alaming suksma, laju tumurun ana ing alam kang durung kahanan (alam kang ingaran upama), laju tumurun marang alam

Page 127: Catatan Facebook Teja Buwana

donya (alaming "manungsa urip"), iya iku sajatine warnaning-Sun.7 Wejangan panetepan santosaning pangandel : Yaiku bubukaning kawruh "manunggaling kawula-gusti" sing amangsit pikukuh anggone bisa angandel (yakin) menawa urip kita pribadi kayektene rinasuk dening dzate Pangeran (Dzat Urip, Sejatining Urip). Pangeran iku ya "jumenenge urip kita pribadi sing sejati". Roroning atunggal, sing sinebut ya sing anebut. Dene pangertene utusan iku cahya kita pribadi, karana cahya kita iku dadi panengeraning Pangeran. Dununge mangkene: "Sayekti temen kabeh tumeka marang sira utusaning Pangeran metu saka awakira, mungguh utusan iku nyembadani barang saciptanira, yen angandel yekti antuk sih pangapuraning Pangeran". Menawa bisa nampa pituduh sing mangkene diarah awas ing panggalih, ya urip kita pribadi iki jumenenging nugraha lan kanugrahan. Nugraha iku gusti, kanugrahan iku kawula. Tunggal tanpa wangenan ana ing badan kita pribadi.8 Wejangan paseksen : Yaiku wejangan jumenenge urip kita pribadi angakoni dadi "warganing Pangeran Kang Sejati" kinen aneksekake marang sanak sedulur kita, yaiku: bumi, langit, srengenge, rembulan, lintang, geni, angin, banyu, lan sakabehing dumadi kang gumelar ing jagad.

Ngelmu Urip #13Wejangan Wolung Pangkat (Martabat) medarake "konsep spiritual" Jawa menawa ‘sejatining uripe' manungsa "tunggal kahanan" karo sesembahane kang disebut Pangeran utawa Gusti.Yaiku: dzat mutlak suwung, abadi, tanpa arah tanpa papan, tanpa kantha (wujud) tanpa warna, sepi ing ganda-rasa-swara, asipat elok, ora lanang ora wadon ora wandu, rumasuk ing alam semesta saisine.Wejangan Wolung Pangkat ana ing serat-serat kapujanggan disebutake minangka kawruh Warisane para Wali.Wondene sumbere saka wejangane Kanjeng Nabi Muhammad marang Sayidina Ali. Pamejange kanthi cara diwisikake ing talingan kiwa.Bener lan orane krenahe para pujangga anggone nyantholake Wejangan Wolung Pangkat marang para Wali butuh ditelisik sing jero.Apa ya ana wejangan kaya ing wirid kasebut ana ing ajaran Islam.Utamane bab ketasawufan. Kanggo iku, becike para kadang kersa maos ‘Islam Kejawen' tulisane Prof. Simuh kang ngudhari "Serat Wirid Hidayat Jati' anggitane R.Ng. Ranggawarsita.Wejangan Wolung Pangkat diaturake ing bawarasa ‘Ngelmu Urip' kepentingane kanggo mangerteni ‘pokok baku' konsep spiritualisme Jawa.Keadiluhungan piwulang kebatinan Jawa kanyatane akeh kang sumbere saka literatur serat-serat kapujanggan (Kawiwitan jaman Sultan Agung).Menawa diunggahake ing literatur ing sadurunge (parwa lan kakawin) wis akeh kang ora mudheng basane.Mula perlu dikaji bener lan orane menawa basa Jawa kang saiki isih lumaku iki biyen-biyene saka basa Kawi (Jawa Kuna).Pandugane KSM, basa Jawa Kuna iku basa persatuan (lingua franca), dudu basa ibu kanggone wong Jawa.Mula ora merakyat lan ora dimudhengi dening umume wong Jawa.Menawa panduga iki bener, bisa didudut pangerten menawa sejatine Jawa iku sepanjang sejarahe dikooptasi (terjajah secara spiritual) dening budaya lan peradaban asing.Wiwit thukul kejatidhiriane maneh nalika Sultan Agung jumeneng nata ing Mataram. Wiwit jaman iku para intelektual Jawa (pujangga) nganggit sastra kang ngemot ilmu-ilmu Jawa kanggo ‘melawan' kooptasi budaya

Page 128: Catatan Facebook Teja Buwana

lan peradaban asing.Salah sijine kanggo ‘menjembatani' kutub religius agama lan kutub rasionalitas sekuler Barat kang digawa penjajah Landa.Kanyatane ing donya iki pancen ana kutub werna loro iku.Analisane para winasis Jawa, ngandhakake menawa kutub werna loro (religius agama lan rasionalitas sekuler) iku tansah regejegan kang gawe ora tentreme kahanan donya. Analisane digawe crita ‘carakan aksara Jawa':hanacaraka (piwulang urip: religius lan rasionalitas),datasawala (regejegan rebut bener),padhajayanya (padha dene duwe argumen dasar kang kuwat),magabathanga (tumuju konflik kang bisa gawe pepati).Hebate, para winasis Jawa banjur nemokake solusi kanggo ‘meredam konflik' kasebut tumrape bebrayan Jawa kanthi mulangake ‘hakekating urip'.Piwulange uga dimomotake ana ing nilai-nilai filosofis aksara Jawa.Ing antarane nerangake menawa sakabehing aksara Jawa iku dipapanake ana ing angganing manungsa urip:Ha : Endraprawata, dununge ing grana utawa irung.Na : Purwana, dununge ing netra (mripat).Ca : Sandipranata, dununge ing lesan (tutuk).Ra : Pujanggatarulata, dununge ing rema (rambut).Ka : Endradipa, dununge ing karna (kuping).Da : Pujanggataruresmi, dununge ing jangga (gulu).Ta : Tunjungresmi, dununge ing asta (tangan).Sa : Sekarsinom, dununge ing dhadha.Wa : Purwakanthi, dununge weteng.La : Purwaresmi, dununge ing lempeng antarane lambung lan ula-ula.Pa : Pratignya, dununge ing puser.Dha : Patista, dununge ing kempung, weteng perangan ngisor wudel.Ja : Baskara, dununge ing blegere manungsa disawang saka kadohan.Ya : Purwangka, dununge ing perji (wewadi).Nya : Pujanggamurdha, dununge ing pupuMa : Pustakajamus, dununge plawangan ngisor (silit).Ga : Krendha, dununge ing gantangan (pupu kekarone).Ba : Prawignyaadi, dununge ing bokong.Tha : Gendhingbarang, dununge ing thiklek (cecingklok, dhengkul mburi).Nga : Bonangrante, dununge ing dalamakan (tlapak sikil).A : Sunggingpurbakara, dununge ing titis, yaiku: wujud sawutuhe manungsa.

Ngelmu Urip #14Sing wis lumrah dimangerteni umum, carakan aksara Jawa iku disambungake karo dongeng ‘Ajisaka'.Kamangka figur Ajisaka iku misterius banget. Asale saka India kang teka ing tanah Jawa kira-kira abad 3-4 M.Kamangka penelitian bab aksara Jawa ‘hanacaraka' nemokake menawa panganggite lan digunakake wiwit jaman Sultan Agung (Abad 16).Malah-malah, bisa uga, nembe ing jaman kapujanggan.Jaman nalikane Jawa saperangan gedhe wis dijajah Landa kang nyebarake pemikiran rasionalitas lan aksara Latin.Dene umume wong Jawa wektu iku luwih akrab karo pemikiran religius Islam lan aksara Arab Pegon. Iya amarga kanggo ngawekani kemungkinan konflik iku, para winasis Jawa ngrekadaya ‘menjembatani' kanthi mulangake ‘hakekating urip' nganggo carakan aksara Jawa ‘hanacaraka' kasebut.Ana uga piwulang ‘hakekating urip' kang migunakake urut-urutane carakan aksara Jawa Piwulang kasebut dening suwargi Ir. Sri Mulyono ana ing bukune "Apa dan Siapa Semar' disebut ‘Filsafat Nusantara':Ha : Hananira sejatining wahananing Hyang.Na : Nadyan nora kasat mata pasti ana.Ca : Careming Hyang yekti tan cetha wineca.Ra : Rasakena rakete lan angganira.Ka : Kawruhana jiwanira kongsi kurang weweka.Da : Dadi sasar yen sira nora waspada.Ta : Tamatna prabaning Hyang sung sasmita.Sa :

Page 129: Catatan Facebook Teja Buwana

Sasmitane kang kongsi bisa karasa.Wa : Waspadakna wewadi kang sira gawa.La : Lalekna yen sira tumekeng lalis.Pa : Pati sasar tan wun manggya papa.Dha : Dhasar beda kang wus kalis ing godha.Ja : Jangkane mung jenak jenjeming jiwaraga.Ya : Yatnana liyep luyuting pralaya.Nya : Nyata sonya nyenyet labeting kadonyan.Ma : Madyeng ngalam pangrantunan aywa samar.Ga : Gayuhaning tanna liyan jung sarwa arga.Ba : Bali murba misesa ing njero njaba.Tha : Thakulane widadarja tebah nistha.Nga : Ngarah ing reh mardi-mardiningratNgelmu urip Jawa pancadane ana ing kesadaran religius, kesadaran kesemestaan lan kesadaran keberadaban (kemanusiaan).Mula bab spiritualisme Jawa penting banget dimangerteni kanggo menerake kesadaran telung perkara kasebut.Wirid Wolung Pangkat lan kandhungan nilai-nilai filosofis aksara Jawa bisa kanggo pancadan mangerteni spiritualisme Jawa kang ora liya wujud ‘piwulang sejatining urip'.Bisa uga akeh para kadang kang kurang bisa nampa wejangan Wirid Wolung Pangkat apadene Filsafat Nusantara.Wondene anggone maoni jalaran kang sinebut ing wejangan lan filosofi iku dudu sabda dhawuhing Gusti kang liwat utusan (mesias, nabi).Pancene Jawa ora kenal sing disebut utusan kayadene kang lumrah ing agama.Kang ana amung pangandikane para winasis kang lumrahe disebut ‘guru' utawa ‘panuntun'.Jejibahane guru iku mulang lan nuntun siswane mangerteni kawruh.Wondene kawruhe dhewe uga saka anggone ‘meguru'. Gurune ngerti kawruh uga saka meguru maneh.Ing kene banjur sapa guru kang sepisanan paring wedaran kawruh ?‘Guru Sejati' ora liya iya Pangeran utawa Gusti kang dadi sesembahane sakabehing titah dumadi.Mulane kawruh kang diwulangake para winasis amung nuduhake dalan supaya siswane gelem nglakoni ‘sinau' marang ‘Guru Sejati'.Wirid Wolung Pangkat apadene Filsafat Nusantara iku fungsine dadi kawruh panuntun marang kita kabeh (lajer Jawa) supaya meguru marang Guru Sejati.Mula ora salah anggone para pujangga ngendika "Durung wenang amumuja Bathara lamun durung nglakoni tapabrata".Wondene laku tapabrata wus diringkes wujud ‘Pancabrata' kang wus diaturake.Jutuling laku, utawa bisane rampung tapabratane sawuse nampa ‘wahyu dyatmika' kang ana ing basa ampange bisa diarani ‘pencerahan'.Pencerahane ya pencerahan bab ‘Ngelmu Urip'.

Ngelmu Urip #15Spiritualisme Jawa kang intine kesadaran religius, kesadaran kesemestaan lan kesadaran keberadaban bisa kanggo pancadan dhudhah-dhudhah sakabehing Kawruh Kejawen.Uga kena kanggo milah-milahake endi kang ‘becik-bener-pener' lan endi kang mung ‘ngelmu karang'.Nanging, ora saben wong Jawa bisa kadunungan kabisan ing jagad spiritualisme. Saperangan gedhe malah awam lugu lan butuh dituntun.Mula ing tengahing bebrayan Jawa akeh tinemu anane sesepuh kang dipercaya dadi panuntun.Sesepuh kang dadi panuntun biyen-biyene uga mujudake tetungguling bebrayan (tetua adat).Sebutane werna-werna, upamane: Ki Ajar, Ki Buyut, Ki Gedhe, Ki Ageng, lan liya-liyane.Lumrahe uga dadi panguwasa ing tanah perdikan kang bebas mardika ora direh pemerintahan kerajaan.Nanging anane owah-owahan jaman, tanah-tanah perdikan dikuwasani para raja.Tetungguling bebrayan (tetua adat) didadekake ‘hirarki jabatan tata pemerintahan'.Ki Ajar, Ki Buyut, Ki Ageng lan Ki Gedhe diganti Bupati

Page 130: Catatan Facebook Teja Buwana

(Tumenggung), Wedana, Demang, lan sapiturute.Tata pemerintahan migunakake kukum (sistem) kang diadopsi saka budaya lan peradaban manca. (Asia Daratan lan Eropa).Peranane para tetua adat Jawa kesisih, wusanane mung kari para ‘sesepuh pinggiran' kang dianggep duwe kaluwihan.Marang sesepuh pinggiran mangkene iki wong Jawa awam padha golek ‘tuntunan' spiritualisme.Cilakane, para sesepuh pinggiran uga diarani dukun. Mula banjur ana anggepan negatif menawa wong Jawa seneng merdukun.Banjur tuwuh anggepan spiritualisme (kebatinan) Jawa dipadhakake karo ‘ngelmu perdukunan'.Wusanane nglairake panganggep menawa spiritualisme Jawa iku ‘aliran sesat' kang ‘bersekutu karo setan' lan sapiturute.Penyebaran agama saka manca lan lumebune modernisasi ala Barat kang ujung tombake ilmu pengetahuan lan teknologi ing tanah Jawa intensif banget tumekane wektu iki.Nilai-nilai Jawa kejepit ing antarane religiusitas agama lan rasionalitas moderen Barat. Kamangka wiwit saka sumber asale, antarane religiusitas lan rasionalitas ‘terperangkap perseteruan' kang ora ana enteke.Akibate, kejepite Jawa uga terus-terusan. Para pujangga Jawa kang waskitha banjur ngrekadaya bisane uwal saka ‘situasi kejepit' kasebut.Ing kene banjur lair ‘Kawruh Kejawen' kang intine nerangake ‘Sejatining Urip' (Hakekating urip, Ngelmu Urip).Iya wiwit jaman kapujanggan sejatine Kejawen kang adiluhung wiwit ditata diskripsine. Para pujangga nganggit tulisan-tulisan diskripsi babagan: kebatinan (spiritualisme), balsafah (filosofi lan etika), laku budaya (pertanian, ekonomi, sosial, ritus-ritus, lsp.), primbon, pranata mangsa, seni budaya (wayang, karawitan, tari, batik, keris, arsitektur, lsp.), basa lan sastra, sarta ngelmu-ngelmu liyane kang dibutuhake kanggo uripe manungsa Jawa.Diarani adiluhung jalaran sakabehing kawruh Jawa kasebut dimomoti konsep: religius, sadar semesta lan kesadaran berbudi luhur (beradab).Emane, perkembangan situasine akeh-akehe wong Jawa dhewe nganggep Kejawen iku rumit lan angel dimudhengi.Banjur padha golek gampange (pragmatisme) milih mengadopsi budaya lan peradaban manca kang luwih populer lan gampang.Sethithik mbaka sethithik Kejawen dilalekake kang wusanane ilang kesilep dening dominasine nilai-nilai religius agama lan rasionalitas Barat.Kodrat pepesthene Gusti Kang Maha Agung kanyatane ora gampang ilang musna. Semono uga kinodrat Jawa uga ora gampang ilange senajan kesilep dening dominasi tata nilai liya.Arepa ing tata lair wong Jawa malih ora Jawa maneh, kanyatane otot bayune tetep Jawa. Senajan ngelmu urip cara Jawa wektu iki dilalekake, nanging isih tetep ana ing sajroning batine saben wong Jawa.Kanthi mangkono isih bisa diuri-uri lan sawijining wektu ing mbesuke bakal dadi ideologine wong Jawa maneh.Apamaneh ing mengko sawise akeh sing mangerti menawa ngelmu urip Jawa iku piwulang luhur babagan ‘sejatining urip' tumraping manungsa.Lan cetha banget arase kanggo urip bebarengan.

Ngelmu Urip #16Ngelmu Urip cara Jawa sumber bakune filosofi Jawa, panunggalan.Wondene kang dituju kanggo nggayuh urip bebarengan kang tata tentrem kerta raharja.Menawa diringkes, kang dituju iku: slamet.Slamet kanggo pribadi, slamet kanggo kulawarga, slamet kanggo bebrayan, munggahe slamet utawa hayuning

Page 131: Catatan Facebook Teja Buwana

bawana.Kanggo nggayuh sakabehing slamet mau, ajaran Jawa mulangake cara pangati-ati. Sakabehing persoalan ditimbang-timbang lan dipetung mateng.Mula banjur ana ‘ngelmu petung'. Yaiku ngelmu pangati-ati anggone nemtokake tumindak murih bisa nggayuh slamet.Kang paling populer babagan ‘ngelmu petung' iki, yaiku petung owah gingsire kahanan ‘alam semesta' kang diarani Primbon Wuku lan Wetonan.Primbon Wuku lan Wetonan klebu ngelmu kang angel lan rumit, mula akeh kang banjur ora percaya pigunane.Malah-malah banjur ana sing nganggep gugon tuhon lan ngayawara.Kamangka sejatine mujudake sawijining sarana kanggo tumindak ngati-ati. Lan maneh uga nganggo landhesan kang maton, yaiku anane owah gingsire kahanan alam semesta.Para leluhur Jawa kanyatane bisa niteni babagan owah gingsire alam semesta miturut lakuning wektu.Bangsa liya, owah-owahan iku akeh-akehe amung kanggo nyatheti ‘perjalanan waktu'. Dene para leluhur Jawa kang nduweni ‘kesadaran semesta', owah gingsire kahanan alam semesta ana pengaruhe tumrap kahanan uripe manungsa.Salagine ubenge bumi ing sumbune, wis menehi owahing kahanan anane awan lan bengi. Naluri alamiah manungsa urip yen awan padha luru pangan dene bengine turu.Mula ora mokal menawa owah-owahan ‘posisine' bumi karo sakabehing ‘benda angkasa' ana daya pengaruhe marang uripe manungsa.Kesadaran semestane wong Jawa banjur bisa menehi tenger owah gingsire kahanan alam semesta. Ing antarane tenger owahing kahanan miturut perjalanan waktu :1 Pasaran (Pancawara), etungan dina cacah 5 (lima): Kliwon (Kasih), Legi (Manis), P

To see the complete text, please view the original source.

Page 132: Catatan Facebook Teja Buwana

PARARATONThursday, April 23, 2009, 9:56:00 AM | Herman Adriansyah

= 01 =

KITAB PARA DATU ATAU KISAH KEN ANGROK.

Tuhan, Pencipta, Pelindung dan Pengakhir Alam,Semoga tak ada halangan, Sudjudku sesempurna sempurnanya.

I. Demikian inilah kisah Ken Angrok. Asal mulanja, ia didjadikan manusia: Adalah seorang anak janda di Jiput, bertingkah laku tak baik, memutus - mutus tali kekang kesusilaan, menjadi gangguan Hyang yang bersifat gaib; pergilah ia dari Jiput, mengungsi ke daerah Bulalak.Nama yang dipertuan di Bulalak itu: Mpu Tapawangkeng, ia sedang membuat pintu gerbang asramanya, dimintai seekor kambing merah jantan oleh roh pintu.Kata Tapawangkèng: "Tak akan berhasil berpusing kepala, akhirnya ini akan menjebabkan diriku jatuh kedalam dosa, kalau sampai terjadi aku membunuh manusia, tak akan ada yang dapat menyelesaikan permintaan korban kambing merah itu."Kemudian orang yang memutus mutus tali kekang kesusilaan tadi berkata, sanggup mejadi korban pintu Mpu Tapawangkeng, sungguh ia bersedia dijadikan korban, agar ini dapat menjadi lantaran untuk dapat kembali ke surga dewa Wisnu dan menjelma lagi didalam kelahiran mulia, ke alam tengah lagi, demikianlah permintaannya.Demikianlah ketika ia direstui oleh Mpu Tapawangkeng, agar dapat menjelma, disetujui inti sari kematiannya, akan menikmati tujuh daerah.Sesudah mati, maka ia dijadikan korban oleh Mpu Tapawangkeng.Selesai itu, ia terbang ke surga Wisnu, dan tidak bolak inti perjanjian yang dijadikan korban, ia meminta untuk dijelmakan di sebelah timur Kawi.Dewa Brahma melihat lihat siapa akan dijadikan temanya bersepasang. Sesudah demikian itu, adalah mempelai baru, sedang cinta mencintai, yang laki laki bernama Gajahpara, yang perempuan bernama Ken Endok, mereka ini bercocok tanam.Ken Endok pergi ke sawah, mengirim suaminya, yalah: si Gadjahpara; nama sawah tempat ia: mengirim : Ayuga; desa Ken Endok bernama Pangkur.Dewa Brahma turun kesitu, bertemu dengan Ken Endok, pertemuan mereka kedua ini terdjadi di ladang Lalaten; dewa Brahma mengenakan perjanjian kepada isteri itu: "Jangan kamu bertemu dengan lakimu lagi, kalau kamu bertemu dengan suamimu, ia akan mati, lagi pula akan tercampur anakku itu, nama anakku itu: Ken Angrok, dialah yang kelak akan memerintah tanah Jawa".Dewa Brahma lalu menghilang. Ken Endok lalu ke sawah, berjumpa dengan Gajahpara.Kata Ken Endok: "Kakak Gajahpara, hendaknyalah maklumi, saya ditemani didalam pertemuan oleh Hyang yang tidak tampak di ladang Lalateng, pesan beliau kepadaku: jangan tidur dengan lakimu lagi, akan matilah lakimu, kalau ia memaksa tidur dengan kamu, dan akan tercampurlah anakku itu.Lalu pulanglah Gajahpara, sesampainya di rumah Ken Endok diajak tidur, akan ditemani didalam pertemuan lagi.

Page 133: Catatan Facebook Teja Buwana

Ken Endok segan terhadap Gajahpara. "Wahai, kakak Gajahpara putuslah perkawinanku dengan kakak, saya takut kepada perkataan Sang Hyang.Ia tidak mengijinkan aku berkumpul dengan kakak lagi."Kata Gadjahpara: "Adik, bagaimana ini, apa yang harus kuperbuat, nah tak berkeberatan saya, kalau saya harus bercerai dengan kamu; adapun harta benda pembawaanmu kembali kepadamu lagi, adik, harta benda milikku kembali pula kepadaku lagi".Sesudah itu Ken Endok pulang ke Pangkur di seberang utara, dan Gajahpara tetap bertempat tinggal di Campara di seberang selatan.Belum genap sepekan kemudian matilah Gajahpara.Kata orang yang mempercakapkan: "Luar biasa panas anak didalam kandungan itu, belum seberapa lama perceraian orang tua laki laki perempuan sudah diikuti, orang tua laki laki segera meninggal dunia". Akhirnja sesudah genap bulannya, lahirlah seorang anak laki-laki, dibuang di kuburan kanak kanak oleh Ken Endok. Selanjutnya ada seorang pencuri, bernama Lembong, tersesat di kuburan anak anak itu, melihat benda bernyala, didatangi oleh Lembong, mendengar anak menangis, setelah didekati oleh Lembong itu, nyatalah yang menyala itu anak yang menangis tadi, diambil diambin dan dibawa pulang diaku anak oleh Lembong.Ken Endok mendengar, bahwa Lembong memungut seorang anak, teman Lembonglah yang memberitakan itu dengan menyebut nyebut anak, yang didapatinya di kuburan kanak kanak, tampak bernyala pada waktu malam hari.Lalu Ken Endok datang kepadanya, sungguhlah itu anaknya sendiri.Kata Ken Endok: "Kakak Lembong, kiranya tuan tidak tahu tentang anak yang tuan dapat itu, itu adalah anak saya, kakak, jika kakak ingin tahu riwayatnya, demikianlah: Dewa Brahma bertemu dengan saya, jangan tuan tidak memuliakan anak itu, karena dapat diumpamakan, anak itu beribu dua berayah satu, demikian persamaannya."Lembong beserta keluarganya semakin cinta dan senang, lambat laun anak itu akhirnya menjadi besar, dibawa pergi mencuri oleh Lembong.Setelah mencapai usia sebaya dengan anak gembala, Ken Angrok bertempat tinggal di Pangkur.Habislah harta benda Ken Endok dan harta benda Lembong, habis dibuat taruhan oleh Ken Angrok.Kemudian ia menjadi anak gembala pada yang dipertuan di Lebak, menggembalakan sepasang kerbau, lama kelamaan kerbau yang digembalakan itu hilang, kerbau sepasang diberi harga delapan ribu oleh yang dipertuan di Lebak, Ken Angrok sekarang dimarahi oleh orang tua laki laki dan perempuan, kedua duanya: "Nah buyung, kami berdua mau menjadi hamba tanggungan, asal kamu tidak pergi saja, kami sajalah yang akan menjalani, menjadi budak tanggungan pada yang dipertuan di Lebak".Akhirnya tidak dihiraukan, Ken Angrok pergi, kedua orang tuanya ditinggalkan di Campara dan di Pangkur.Lalu Ken Angrok pergi mencari perlindungan di Kapundungan;Orang yang diungsi dan dimintai tempat berlindung tak menaruh belas kasihan.Ada seorang penjudi permainan Saji berasal dari Karuman, bernama Bango Samparan, kalah bertaruhan dengan seorang bandar judi di Karuman, ditagih tak dapat membayar uang, Bango Samparan itu pergi dari Karuman, berjiarah ke tempat keramat Rabut Jalu, mendengar kata dari

Page 134: Catatan Facebook Teja Buwana

angkasa, disuruh pulang ke Karuman lagi. "Kami mempunyai anak yang akan dapat menyelesaikan hutangmu ia bernama Ken Angrok."Pergilah Bango Samparan dari Rabut Jalu, berjalan pada waktu malam, akhirnya menjumpai seorang anak, dicocokkan oleh Bango Samparan dengan petunjuk Hyang, sungguhlah itu Ken Angrok, dibawa puIang ke Karuman, diaku anak oleh Bango Samparan.Dia itu lalu ketempat berjudi, bandar judi ditemui oleh Bango Samparan dilawan berjudi, kalahlah bandar itu, kembali kekalahan Bango Samparan, memang betul petunjuk Hyang itu, Bango Samparan pulang, Ken Angrok dibawa pulang oleh Bango Samparan.Bango Samparan berbayuh dua orang bersaudara, Genuk Buntu nama istri tuanja. dan Tirtaya nama isteri mudanja.Adapun nama anak anaknya dari isteri muda, yalah Panji Bawuk, anak tengah Panji Kuncang, adiknya ini Panji Kunal dan Panji Kenengkung, bungsu seorang anak perempuan bernama Cucu Puranti.Ken Angrok diambil anak oleh Genuk Buntu. Lama ia berada di Karuman, tidak dapat sehati dengan semua para Panji itu, Ken Angrok berkehendak pergi dari Karuman.Lalu ia ke Kapundungan bertermu dengan seorang anak gembala anak tuwan Sahaja, kepala desa tertua di Sagenggeng, bernama Tuwan Tita; ia bersahabat karib dengan Ken Angrok.Tuwan Tita dan Ken Angrok sangat cinta mencinta, selanjutnya Ken Angrok bertermpat tinggal pada Tuwan Sahaja, tak pernah berpisahlah Ken Angrok dan Tuwan Sahaja itu, mereka ingin tahu tentang bentuk huruf huruf, pergilah ke seorang guru di Sagenggeng, sangat ingin menjadi murid, minta diajar sastera.Mereka diberi pelajaran tentang bentuk bentuk bentuk dan penggunaan pengetahuan tentang huruf huruf hidup dan huruf huruf mati, semua perobahan huruf, juga diajar tentang sengkalan, perincian hari tengah bulan, bulan, tahun Saka, hari enam, hari lima, hari tujuh, hari tiga, hari dua, hari sembilan, nama nama minggu.Ken Angrok dan Tuwan Tita kedua duanya pandai diajar pengetahuan oleh Guru.Ada tanaman guru, menjadi hiasan halaman, berupa pohon jambu, yang ditanamnya sendiri.Buahnya sangat lebat, sungguh padat karena sedang musimnya, dijaga baik tak ada yang diijinkan memetik, tak ada yang berani mengambil buah jambu itu.Kata guru: "Jika sudah masak jambu itu, petiklah". Ken Angrok sangat ingin, melihat buah jambu itu, sangat dikenang kenangkan buah jambu tadi.Setelah malam tiba waktu orang tidur sedang nyenyak nyenyaknya, Ken Angrok tidur, kini keluarlah kelelawar dari ubun ubun Ken Angrok, berbondong bondong tak ada putusnya, semalam malaman makan buah jambu sang guru.Pada waktu paginya buah jambu tampak berserak serak di halaman, diambil oleh pengiring guru.Ketika guru melihat buah jambu rusak berserakan di halaman itu, maka rnendjadi susah.Kata guru kepada murid murid: "Apakah sebabnya maka jambu itu rusak." Menjawablah pengiring guru: "Tuanku rusaklah itu, karena bekas kelelawar makan jambu itu".Kemudian guru mengambil duri rotan untuk mengurung jambunya dan dijaga semalam malaman.Ken Angrok tidur lagi diatas balai balai sebelah selatan, dekat tempat daun ilalang kering, di tempat ini guru biasanya menganyam atap.Menurut penglihatan, guru melihat kelelawar penuh sesak berbondong bondong, keluar dari ubun ubun Ken Angrok, semuanya makan buah jambu guru,

Page 135: Catatan Facebook Teja Buwana

bingunglah hati guru itu, merasa tak berdaya mengusir kelelawar yang banyak dan memakan jambunya, marahlah guru itu, Ken Angrok diusir oleh guru, kira kira pada waktu tengah malam guru rnengusirnya.Ken Angrok terperanjat, bangun terhuyung huyung, lalu keluar, pergi tidur di tempat ilalang di luar.Ketika guru menengoknya keluar, ia melihat ada benda menyala di tengah ilalang, guru terperanjat mengira kebakaran, setelah diperiksa yang tampak menyala itu adalah Ken Angrok, ia disuruh bangun, dan pulang, diajak tidur di dalam rumah lagi, menurutlah Ken Angrok pergi tidur di ruang tengah lagi.Pagi paginya ia disuruh mengambil buah jambu oleh guru, Ken Angrok senang. katanya : "Aku mengharap semoga aku menjadi orang, aku akan membalas budi kepada guru."Lama kelamaan Ken Angrok telah menjadi dewasa, menggembala dengan Tuwan Tita, membuat pondok, bertempat di sebelah timur Sagenggeng, di ladang Sanja, dijadikan tempatnya untuk menghadang orang yang lalu lintas di jalan, dengan Tuwan Titalah temannya.Adalah seorang penyadap enau di hutan orang Kapundungan, mempunyai seorang anak perempuan cantik, ikut serta pergi ke hutan, dipegang oleh Ken Angrok, ditemani didalam pertemuan didalam hutan, hutan itu bernama Adiyuga. Makin lama makin berbuat rusuhlah Ken Angrok, kemudian ia memperkosa orang yang melalui jalan, hal ini diberitakan sampai di negara Daha, bahwasanya Ken Angrok berbuat rusuh itu, maka ia ditindak untuk dilenyapkan oleh penguasa daerah yang berpangkat akuwu, bernama Tunggul Ametung.Pergilah Ken Angrok dari Sagenggêng, mengungsi ke tempat keramat. Rabut Gorontol. "Semoga tergenang didalam air, orang yang akan melenyapkan saya" kutuk Ken Angrok, semoga keluar air dan tidak ada, sehingga terdjadilah tahun tak ada kesukaran di Jawa."Ia pergi dari Rabut Gorontol, mengungsi ke Wayang, ladang di Sukamanggala.Ada seorang pemikat burung pitpit, ia memperkosa orang yang sedang rnemanggil manggil burung itu, lalu menuju ke tempat keramat Rabut Katu. Ia heran, melihat tumbuh tumbuhan katu sebesar beringin, dari situ lari mengungsi ke Jun Watu, daerah orang sempurna, mengungsi ke Lulumbang, bertempat tinggal pada penduduk desa, keturunan golongan tentara, bernana Gagak Uget. Lamalah ia bertempat tinggal disitu, memerkosa orang yang sedang rnelalui jalan.Ia lalu pergi ke Kapundungan, mencuri di Pamalantenan, ketahuanlah ia, dikejar dikepung, tak tahu kemana ia akan mengungsi, ia memanjat pohon tal, di tepi sungai, setelah siang, diketahui, bahwasanya ia memanjat pohon tal itu, ditunggu orang Kepundungan dibawah, sambil dipukulkan canang, Pohon tal itu ditebang oleh orang-orang yang mengejarnya.Sekarang hi menangis, menyebut nyebut Sang Pentjipta Kebaikan atas dirinya, akhirnya ia mendengar sabda dari angkasa, ia disuruh memotong daun tal, untuk didjadikan sayapnya kiri kanan, agar supaya dapat melayang ke seberang timur, mustahil ia akan mati, lalu ia memotong daun tal mendapat dua helai, dijadikan sayapnya kiri kanan, ia melayang keseberang timur, dan mengungsi ke Nagamasa, diikuti dikejar, mengungsilah ia kedaerah Oran masih juga dikejar diburu, lari mengungsi ke daerah Kapundungan, yang dipertuan di daerah Kapundungan didapatinya sedang bertanam, Ken Angrok ditutupi dengan cara diaku anak oleh yang dipertuan itu.

Page 136: Catatan Facebook Teja Buwana

Anak yang dipertuan di daerah itu sedang bertanam, banyaknya enam orang, kebetulan yang seoarang sedang pergi mengeringkan empangan, tinggal 1ima orang; yang sedang pergi itu diganti menanam oleh ken Angrok, datanglah yang mengejarnya, seraya berkata kepada penguasa daerah: "Wahai, tuan kepala daerah, ada seorang perusuh yang kami kejar, tadi mengungsi kemari." meanjawablah penguasa daerah itu: "Tuan tuan, kami tidak sungguh bohong kami tuan, ia tidak disini; anak kami enam orang, yang sedang bertanam ini genap enam orang, hitunglah sendiri saja, jika lebih dari enam orang tentu ada orang lain disini"Kata orang-orang yang mengejar: "Memang sungguh, anak penguasa daerah enam orang, betul juga yang bertanam itu ada enam orang." Segera pergilah yang mengejar.Kata penguasa daerah kepada ken Angrok: "Pergilah kamu, buyung, jangan jangan kembali yang mengejar kamu, kalau kalau ada yang membicarakan kata kataku tadi, akan sia sia kamu berlindung kepadaku, pergilah mengungsi ke hutan". Maka kata ken Angrok: "Semoga berhenti lagilah yang mengejar, itulah sebabnya maka Ken Angrok bersembunyi di dalam hutan, Patangtangan nama hutan itu.Selanjutnya ia mengungsi ke Ano, pergi ke hutan Terwag. ia semakin merusuh.Adalah seorang kepala lingkungan daerah Luki akan melakukan pekerjaan membajak tanah, berangkatlah ia membajak ladang, mempesiapkan. tanahnya untuk ditanami kacang, membawa nasi untuk anak yang menggembalakan lembu kepala Lingkungan itu, dimasukkin kedalam tabung bambu, diletakkan diatas onggokan; sangat asyiklah kepala Lingkungan itu, selalu membajak ladang kacang saja, maka dirunduk diambil dan dicari nasinya oleh Ken Angrok, tiap tiap hari terdjadi demikian itu, kepala Lingkungan bingunglah, karena tiap tiap hari kehilangan nasi untuk anak gembalanya, kata kepala Lingkungan: "Apakah sebabnya maka nasi itu hilang".

= 02 =

Sekarang nasi anak gembala kepala Lingkungan di tempat membajak itu diintai, dengan bersembunyi, anak gembalanya disuruh membajak, tak lama kemudian Ken Angrok datang dari dalam hutan, maksud Ken Angrok akan mengambil nasi, ditegor oleh kepala lingkungan: "Terangnya, kamulah, buyung, yang nengambil nasi anak gembalaku tiap tiap hari itu,"Ken Angrok menjawab: "Betullah tuan kepala lingkungan, saya inilah yang mengambil nasi anak gembala tuan tiap-tiap hari, karena saya lapar, tak ada yang kumakan.."Kata kepala Lingkungan: "Nah buyung. datanglah ke asramaku, kalau kamu lapar, mintalah nasi tiap tiap hari, memang saya tiap tiap hari mengharap ada tamu datang".Lalu Ken Angrok diajak pergi ke rumah tempat tinggal kepala lingkungan itu, dijamu dengan nasi dan lauk pauk.Kata kepala lingkungan kepada isterinya: "Nini batari, saya berpesan kepadamu, kalau Ken Angrok datang kemari, meskipun saya tak ada di rumah juga, lekas lekas terima sebagai keluarga, kasihanilah ia"diceriterakan, Ken Angrok tiap tiap hari datang, seperginya dari situ menuju ke Lulumbang, ke banjar Kocapet.Ada seorang kepala lingkungan daerah Turyantapada, ia pulang dari Kebalon, bernama Mpu Palot, ia adalah tukang emas, berguru kepada kepala desa tertua di Kebalon yang seakan akan sudah berbadankan kepandaian membuat barang

Page 137: Catatan Facebook Teja Buwana

barang emas dengan sesempurna sesempurnanya,sungguh ia telah sempurna tak bercacad, Mpu Palot pulang dari Kebalon, membawa beban seberat lima tahil, berhenti di Lulumbang, Mpu Palot itu takut akan pulang sendirian ke Turyantapada, karena ada orang dikhabarkan melakukan perkosaan di jalan, bernama Ken Angrok.Mpu Palot tidak melihat orang lain, ia berjumpa dengan Ken Angrok di tempat beristirahat.Kata ken Angrok kepada Mpu Palot: ,,Wahai, akan pergi kemanakah tuanku ini,"Kata Mpu, menjawabnya: "Saya sedang bepergian dari Kebalon, buyung, akan pulang ke Turyantapada, saya takut di jalan, memikir mikir ada orang yang melakukan perkosaan dijalan, bernama Ken Angrok".Tersenyumlah Ken Angrok: "Nah Tuan, anaknda ini akan menghantarkan pulang tuan, anaknda nanti yang akan melawan kalau sampai terdjadi berjumpa dengan orang yang bernama ken Angrok itu, laju sajalah tuan pulang ke Turyantapada, jangan khawatir."Mpu di Tuyantapada itu merasa berhutang budi mendengar kesanggupan Ken Angrok. Setelah datang di Turyantapada, Ken Angrok diajar ilmu kepandaian membuat barang barang emas, lekas pandai, tak kalah kalau kesaktiannya dibandingkan dengan Mpu Palot, selanjutnya Ken Angrok diaku anak oleh Mpu Palot, itulah sebabnya asrama Turyantapada dinamakan daerah Bapa.Demikianlah Ken Angrok mengaku ayah kepada Mpu Palot, karena masih ada kekurangan Mpu Palot itu, maka Ken Angrok disuruhi pergi ke Kebalon oleh Mpu Palot, disuruh menyempurnakan kepandaiaan membuat barang barang emas pada orang tertua di Kebalon, agar dapat menyelesaikan bahan yang ditinggalkan oleh bapak kepala lingkungan. Ken Angrok berangkat menuju ke Kebalon, tidak dipercaya Ken Angrok itu oleh penduduk di Kebalon.Ken Angrok lalu marah : "Semoga ada lobang di tempat orang yang hidup menepi ini,"Ken Angrok menikam, orang lari mengungsi kepada kepala desa tertua di Kebalon, dipanggil berkumpul petapa petapa yang berada di Kebalon semua, para guru Hyang, sampai pada para punta, semuanya keluar, membawa pukul perunggu, bersama sama mengejar dan memukul Ken Angrok dengan pukulan perunggu itu, maksud para petapa itu akan memperlihatkan kehendaknya untuk membunuh Ken Angrok.Segera mendengar suara dari angkasa: "Jangan kamu bunuh orang itu, wahai para petapa, anak itu adalah anakku, masih jauh tugasnya di alam tengah ini." Demikan1ah suara dari angkasa, terdengar oleh para petapa.Maka ditolong Ken Angrok, bangun seperti sedia kala.Ken Angrok lalu mengenakan kutuk: "Semoga tak ada petapa di sebelah timur Kawi yang tidak sempurna kepandaianya membuat benda-benda emas".Ken Angrok pergi dari Kebalon, mengungsi ke Turyantapada, ke daerah lingkungan Bapa; sempurnalah kepandaiannya tentang emas.Ken Angrok pergi dari lingkungan Bapa menuju ke daerah desa Tugaran, Kepala tertua di Tugaran tidak menaruh belas digangguilah orang Tugaran oleh Ken Angrok, arca penjaga pintu gerbangnya didukung diletakkan di daerah lingkungan Bapa, kemudian dijumpai anak perempuan kepala tertua di Tugaran itu, sedang menanam kacang di sawah kering.Gadis ini lalu ditemani didalam pertemuan oleh Ken Angrok, lama kelamaan tanaman kacang menghasilkan

Page 138: Catatan Facebook Teja Buwana

berkampit kampit; inilah sebabnya pula maka kacang Tugaran benihnya mengkilat besar dan gurih.Ia pergi dari Tugaran pulang ke daerah Bapa lagi.Kata ken Angrok: "Kalau saja kelak menjadi orang, saya akan memberi perak kepada yang dipertuan di daerah Bapa ini. Di kota Daha dikabarkan tentang Ken Angrok, bahwa ia merusuh dan bersembunyi di Turyantapada, dan Daha,Diadakan tindakan untuk melenyapkannya, ia dicari oleh orang orang Daha, pergilah dari daerah Bapa menuju ke gunung Pustaka.Ia pergi dari situ, mengungsi ke Limbehan, kepala tertua di Limbehan menaruh belas kasihanlah dimintai perlindungan oleh Ken Angrok itu, akhirnya Ken Angrok berjiarah ke tempat keramat Rabut Gunung Panitikan.Kepadanya turun petunjuk dewa, disuruh pergi ke Rabut Gunung Lejar pada hari Rebo Wage, minggu Wariga pertama, para dewa bermusyawarah berrapat;Demikian ini kata seorang nenek kebayan di Panitikan: "Saya akan membantu menyembunyikan kamu, buyung, agar supaya tak ada yang akan tahu, saya akan menyapu di Gunung Lejar pada waktu semua dewa dewa bermusyawarah." Demikian kata nenek kebayan di Panitikan itu.Ken Angrok lari menuju ke Gunung Lejar, hari Rebo Wage, minggu Wariga pertama tiba, ia pergi ke tempat musyawarah.Ia bersembunyi di tempat sampah ditimbuni dengan semak belukar oleh nenek kebayan Panitikan.Lalu berbunyilah suara tujuh nada, guntur, petir, gempa guruh, kilat, taufan, angin ribut, hujan bukan masanya, tak ada selatnya sinar dan cahaya, maka demikian itu ia mendengar suara tak ada hentinya, berdengung dengung bergemuruh. Adapun inti musyawarah para dewa: "Yang rnemperkokoh nusa Jawa, daerah manalah mestinya."Demikianlah kata para dewa, saling mengemukakan pembicaraan: "Siapakah yang pantas menjadi raja di pulau Jawa," demikian pertanyaan para dewa semua.Menjawablah dewa Guru: "Ketahuilah dewa dewa semua, adalah anakku, seorang manusia yang lahir dari orang Pangkur, itulah yang memperkokoh tanah Jawa."Kini keluarlah Ken Angrok dari tempat sampah, dilihat, oleh para dewa; semua dewa menjetujui, ia direstui bernama nobatan Batara Guru, demikian itu pujian dari dewa dewa, yang bersorak sorai riuh rendah. Diberi petunjuklah Ken Angrok agar mengaku ayah kepada seorang brahmana yang bernama Sang Hyang Lohgawe. dia ini baru saja dari Jambudipa, disuruh menemuinya di Taloka. Itulah asal mulanja ada brahmana di sebelah timur Kawi.Pada waktu ia menuju ke Jawa, tidak berperahu. hanya menginjak rumput kekatang tiga potong, setelah mendarat dari air, lalu menuju ke daerah Taloka, dang Hyang Lohgawe berkeliling mencari Ken Angrok.Kata Dang Hyang Lohgawe: "Ada seorang anak, panjang tangannya melampaui lutut, tulis tangan kanannya cakera dan yang kiri sangka, bernana Ken Angrok. Ia tampak pada waktu aku memuja, ia adalah penjelmaan Dewa Wisnu, pemberitahuannya dahulu di Jambudwipa, demikian: "Wahai Dang Hyang Lohgawe, hentikan kamu memuja arca Wisnu, aku telah tak ada disini, aku telah menjelma pada orang di Jawa, hendaknya kamu mengikuti aku di tempat perjudian."Tak lama kemudian Ken Angrok didapati di tempat perjudian, diamat amati dengan baik baik, betul ia adalah orang yang tampak pada Dang Hyang Lohgawe sewaktu ia memuja.Maka ia ditanyai.

Page 139: Catatan Facebook Teja Buwana

Kata Dang Hyang Lohgawe: "Tentu buyunglah yang bernama Ken Angrok, adapun sebabnya aku tahu kepadamu, karena kamu tampak padaku pada waktu aku memuja".Menjawablah Ken Angrok: "Betul tuan, anaknda bernama Ken Angrok."Dipeluklah ia oleh brahmana itu. Kata Dang Hyang Lohgawe: "Kamu saya aku anak, buyung, kutemani pada waktu kesusahan dan kuasuh kemana saja kamu pergi."Ken Angrok pergi dari Taloka, menuju ke Tumapel, ikut pula brahmana itu.Setelah ia datang di Tumapel, tibalah saat yang sangat tepat, ia sangat ingin menghamba pada akuwu. kepala daerah di Tumapel yang bernama Tunggul Ametung.Dijumpainya dia itu, sedang dihadap oleh hamba hambanya, Kata Tunggul Ametung: "Selamatlah tuanku brahmana, dimana tempat asal tuan, saya baru kali ini melihat tuan."Menjawablah Dang Hyang Lohgawe: Tuan Sang Akuwu, saya baru saja datang dari seberang, saja ini sangat ingin menghamba kepada sang akuwu".Menjawablah Tunggul Ametung: "Nah, senanglah saya, kalau tuan Dang Hyang dapat bertempat tinggal dengan tenteram pada anaknda ini". Demikianlah kata Tunggul Ametung.Lamalah Ken Angrok menghamba kepada Tunggul Ametung yang berpangkat akuwu di Tumapel itu,Kemudian adalah seorang pujangga, pemeluk agama Budha, menganut aliran Mahayana, bertapa di ladang orang Panawijen, bernama Mpu Purwa.Ia mempunyai seorang anak perempuan tunggal, pada waktu ia belum menjadi pendeta Mahayana.Anak perempuan itu luar biasa cantik moleknja bernama Ken Dedes. Dikabarkan, bahwa ia ayu, tak ada yang menyamai kecantikannya itu, termasyur di sebelah timur Kawi sampai Tumapel.Tunggul Ametung mendengar itu, lalu datang di Panawijen, langsung menuju ke desa Mpu Purwa, bertemu dengan Ken Dedes; Tunggul Ametung sangat senang melihat gads cantik itu.Kebetulan Mpu Purwa tak ada di pertapaannya, sekarang Ken Dedes sekonyong konyong dilarikan oleh Tunggu1 Ametung.Setelah Mpu Purwa pulang dari bepergian, ia tidak rnenjumpai anaknya, sudah dilarikan oleh Akuwu di Tumapel; ia tidak tahu soal yang sebenarnya, maka Mpu Purwa menjatuhkan serapah yang tidak baik: "Nah, semoga yang melarikan anakku tidak lanjut mengenyam kenikmatan, semoga ia ditusuk keris dan diambil isterinya, demikian juga orang orang di Panawidjen ini, semoga menjadi kering tempat mereka mengambil air, semoga tak keluar air kolamnya ini, dosanya: mereka tak mau memberitahu, bahwa anakku dilarikan orang dengan paksaan.Demikian kata Mpu Purwa: ,,Adapun anakku yang menyebabkan gairat dan bercahaya terang, kutukku kepadanya, hanya: semoga ia mendapat keselamatan dan kebahagiaan besar."Demikian kutuk pendeta Mahayana di Panawidjen.Setelah datang di Tumapel, ken Dedes ditemani seperaduar oleh Tunggul Ametung, Tunggul Ametung tak terhingga cinta kasihnya, baharu saja Ken Dedes menampakkan gejala gejala mengandung, Tunggul Ametung pergi bersenang senang, bercengkerama berserta isterinya ke taman Boboji;Ken Dedes turun dari kereta kebetulan disebabkan karena nasib, tersingkap betisnya, terbuka sampai rahasianya, lalu kelihatan bernyala oleh Ken Angrok, terpesona ia melihat, tambahan pula kecantikannya memang sempurna, tak ada yang menyamai kecantikannya itu, jatuh cintalah Ken Angrok, tak tahu apa yang akan

Page 140: Catatan Facebook Teja Buwana

diperbuat.Setelah Tunggul Ametung pulang dari bercengkerama itu, Ken Angrok memberitahu kepada Dang Hyang Lohgawe, berkata: "Bapa Dang Hyang, ada seorang perempuan bernyala rahasianya, tanda perempuan yang bagaimanakah demikian itu, tanda buruk atau tanda baikkah itu".Dang Hyang menjawab: " Siapa itu, buyung".Kata Ken Angrok: " Bapa, memang ada seorang perempuan, yang kelihatan rahasianya oleh hamba".Kata Dang Hyang: "Jika ada perempuan yang demikian, buyung, perempuan itu namanya: Nawiswari, ia adalah perempuan yang paling utama, buyung, berdosa, jika memperisteri perempuan itu, akan menjadi maharaja."Ke Angrok diam, akhirnya berkata: "Bapa Dang Hyang, perempuan yang bernyala rahasianya itu yalah isteri sang akuwu di Tumapel, jika demikian akuwu, saya akan bunuh dan saya ambil isterinya, tentu ia akan mati, itu kalau tuan mengijinkan."Jawab Dang Hyang: " Ya, tentu matilah, buyung, Tunggul Ametung olehmu, hanya saja tidak pantas memberi ijin itu kepadamu, itu bukan tindakan seorang pendeta, batasnya adalah kehendakmu sendiri."Kata Ken Angrok: "Jika demikian, Bapa, hamba memohon diri kepada tuan."Sang Brahmana menjawab: "Akan kemana kamu buyung?"Ken Angrok menjawab: " Hamba pergi ke Karuman, ada seorang penjudi yang mengaku anak kepada hamba bernama Bango Samparan, ia cinta kepada hamba, dialah yang akan hamba mintai pertimbangan, mungkin ia akan menyetujuinya."Kata Dang Hyang: "Baiklah kalau demikian, kamu jangan tinggal terlalu lama di Karuman, buyung."Kata Ken Angrok: "Apakah perlunya hamba lama disana."Ken Angrok pergi dari Tumapel, sedatangnya Karuman, bertemu dengan Bango Samparan. "Kamu ini keluar dari mana, lama tidak datang kepadaku, seperti didalam impian saja bertemu dengan kamu ini, lama betul kamu pergi."Ken Angrok menjawab: "Hamba berada di Tumapel, Bapa, menghamba pada sang akuwu. Adapun sebabnya hamba datang kepada tuan, adalah seorang isteri akuwu, turun dari kereta, tersingkap rahasianya, kelihatan bernyala oleh hamba.Ada seorang brahmana yang baru saja datang di Jawa, bernama Dang Hyang Lohgawe, ia mengaku anak kepada hamba, hamba bertanya kepadanya: "Apakah nama seorang perempuan yang menyala rahasianya itu."Kata Sang Brahmana: "Itu yang disebut seorang perempuan ardana reswari, sungguh baik tanda itu, karena siapa saja yang memperisterinya, akan dapat menjadi maharaja."Bapa Bango, hamba ingin menjadi raja, Tunggul Ametung akan hamba bunuh, isterinya akan hamba ambil, agar supaya anaknda menjadi raja, hamba minta persetujuan Bapa Dang Hyang,Kata Dang Hyang: "Buyung Angrok, tidak dapat seorang brahmana memberi persetujuan kepada orang yang mengambil isteri orang lain, adapun batasnya kehendakmu sendiri."Itulah sebabnya hamba pergi ke Bapa Bango, untuk meminta ijin kepada bapa, sang akuwu akan hamba bunuh dengan rahasia, tentu akuwu mati oleh hamba."Menjawablah Bango Samparan: "Nah, baiklah kalau demikian, saya memberi ijin, bahwa kamu akan menusuk keris kepada Tunggul Ametung dan mengambil isterinya itu, tetapi hanya saja, buyung Angrok, akuwu itu sakti, mungkin tidak dapat luka, jika kamu tusuk keris yang kurang bertuah.Saya ada seorang teman,

Page 141: Catatan Facebook Teja Buwana

seorang pandai keris di Lulumbang, bernama Mpu Gandring, keris buatannya bertuah, tak ada orang sakti terhadap buatannya, tak perlu dua kali ditusukkan, hendaknyalah kamu menyuruh membuat keris kepadanya, jikalau keris ini sudah selesai dengan itulah hendaknya kamu membunuh Tunggul Ametung secara rahasia."Demikian pesan Bango Samparan kepada Ken Angrok.kata Ken Angrok: "Hamba memohon diri, Bapa, akan pergi ke Lulumbang."Ia pergi dari Karuman, lalu ke Lulumbang, bertemu dengan Gandring yang sedang bekerja di tempat membuat keris. Ken Angrok datang lalu bertanya: "Tuankah barangkali yang bernama Gandring itu, hendaknyalah hamba dibuatkan sebilah keris yang dapat selesai didalam waktu lima bulan, akan datang keperluan yang harus hamba lakukan."

= 03 =

Kata Mpu Gandring: "Jangan lima bulan itu, kalau kamu menginginkan yang baik, kira – kira setahun baru selesai, akan baik dan matang tempaannya,"Ken Angrok berkata: "Nah, biar bagaimana mengasahnya, hanya saja, hendaknya selesai didalam lima bulan."Ken Angrok pergi dari Lulumbang, ke Tumapel bertemu dengan Dang Hyang Lohgawe yang bertanya kepada Ken Angrok: "Apakah sebabnya kamu lama di Tumapel itu."Sesudah genap lima bulan, ia ingat kepada perjanjiannya, bahwa ia menyuruh membuatkan keris kepada Mpu Gandring.Pergilah ia ke Lulumbang, bertemu dengan Mpu Gandring yang sedang mengasah dan memotong motong keris pesanan Ken Angrok.Kata Ken Angrok: "Manakah pesanan hamba kepada tuan Gandring."Menjawablah Gandring itu: "Yang sedang saya asah ini, buyung Angrok."Keris diminta untuk dilihat oleh Ken Angrok.Katanya dengan agak marah: "Ah tak ada gunanya aku menyuruh kepada tuan Gandring ini, bukankah belum selesai diasah keris ini, memang celaka, inikah rupanya yang tuan kerjakan selama lima bulan itu."Menjadi panas hati Ken Angrok, akhirnya ditusukkan kepada Gandring keris buatan Gandring itu.Lalu diletakkan pada lumpang batu tempat air asahan, lumpang berbelah menjadi dua, diletakkan pada landasan penempa, juga ini berbelah menjadi dua.Kini Gandring berkata: "Buyung Angrok, kelak kamu akan mati oleh keris itu, anak cucumu akan mati karena keris itu juga, tujuh orang raja akan mati karena keris itu."Sesudah Gandring berkata demikian lalu meninggal.Sekarang Ken Angrok tampak menyesal karena Gandring meninggal itu, kata Ken Angrok: "Kalau aku menjadi orang, semoga kemulianku melimpah, juga kepada anak cucu pandai keris di Lulumbang."Lalu pulanglah Ken Angrok ke Tumapel.Ada seorang kekasih Tunggul Ametung, bernama Kebo Hijo, bersahabat dengan Ken Angrok, cinta mencintai.Pada waktu itu Kebo Hijo melihat bahwa Ken Angrok menyisip keris baru, berhulu kayu cangkring masih berduri, belum diberi perekat, masih kasar, senanglah Kebo Hijo melihat itu.Ia berkata kepada Ken Angrok: " Wahai kakak, saya pinjam keris itu."Diberikan oleh Ken Angrok, terus dipakai oleh Kebo Hijo, karena senang memakai melihatnya itu.Lamalah keris Ken Angrok dipakai oleh Kebo Hijo, tidak orang Tumapel yang tidak pernah melihat Kebo Hijo menyisip keris baru dipinggangnya.Tak lama

Page 142: Catatan Facebook Teja Buwana

kemudian keris itu dicuri oleh Ken Angrok dan dapat diambil oleh yang mencuri itu.Selanjutnya Ken Angrok pada waktu malam hari pergi kedalam rumah akuwu, saat itu baik, sedang sunyi dan orang orang tidur, kebetulan juga disertai nasib baik , ia menuju ke peraduan Tunggul Ametung, tidak terhalang perjalanannya, ditusuklah Tunggul Ametung oleh Ken Angrok, tembus jantung Tunggul Ametung, mati seketika itu juga. Keris buatan Gandring ditinggalkan dengan sengaja.Sekarang sesudah pagi pagi keris yang tertanam didada Tunggul Ametung diamat amati orang, dan oleh orang yang tahu keris itu dikenal keris Kebo Hijo yang biasa dipakai tiap tiap hari kerja.Kata orang Tumapel semua: "Terangnya Kebo Hijolah yang membunuh Tunggul Ametung dengan secara rahasia, karena memang nyata kerisnya masih tertanam didada sang akuwu di Tumapel.Kini Kebo Hijo ditangkap oleh keluarga Tunggul Ametung, ditusuk dengan keris buatan Gandring, meninggallah Kebo Hijo.Kebo Hijo mempunyai seorang anak, bernama Mahisa Randi, sedih karena ayahnya meninggal, Ken Angrok menaruh belas kasihan kepadanya, kemana mana anak ini dibawa, karena Ken Angrok luar biasa kasih sayangnya terhadap Mahisa Randi.Selanjutnya Dewa memang telah menghendaki, bahwasanya Ken Angrok memang sungguh sungguh menjadi jodoh Ken Dedes, lamalah sudah mereka saling hendak menghendaki, tak ada orang Tumapel yang berani membicarakan semua tingkah laku Ken Angrok, demikian juga semua keluarga Tunggul Ametung diam, tak ada yang berani mengucap apa apa, akhirnya Ken Angrok kawin dengan Ken Dedes.Pada waktu ditinggalkan oleh Tunggul Ametung, dia ini telah mengandung tiga bulan, lalu dicampuri oleh Ken Angrok.Ken Angrok dan Ken Dedes sangat cinta mencintai. Telah lama perkawinannya.Setelah genap bulannya Ken Dedes melahirkan seorang anak laki laki, lahir dari ayah Tunggul Ametung, diberi nama Sang Anusapati dan nama kepanjangannya kepanjiannya Sang Apanji Anengah.Setelah lama perkawinan Ken Angrok dan Ken Dedes itu, maka Ken Dedes dari Ken Angrok melahirkan anak laki laki, bernama Mahisa Wonga Teleng, dan adik Mahisa Wonga Teleng bernama Sang Apanji Saprang, adik panji Saprang juga laki laki bernama Agnibaya, adik Agnibaya perempuan bernama Dewi Rimbu, Ken Angrok dan Ken Dedes mempunyai empat orang anak.Ken Angrok mempunyai isteri muda bernama Ken Umang, ia melahirkan anak laki laki bernama panji Tohjaya, adik panji Tohjaya, bernama Twan Wregola, adik Twan Wregola perempuan bernama Dewi Rambi.Banyaknya anak semua ada 9 orang, laki laki 7 orang, perempuan 2 orang.Sudah dikuasailah sebelah timur Kawi, bahkan seluruh daerah sebelah timur Kawi itu, semua takut terhadap Ken Angrok, mulailah Ken Angrok menampakkan keinginannya untuk menjadi raja, orang orang Tumapel semua senang, kalau Ken Angrok menjadi raja itu.Kebetulan disertai kehendak nasib, raja Daha, yalah raja Dandhang Gendis, berkata kepada para bujangga yang berada di seluruh wilayah Daha, katanya: "Wahai, tuan tuan bujangga pemeluk agama Siwa dan agama Budha, apakah sebabnya tuan tuan tidak menyembah kepada kami, bukanlah kami ini semata mata Batara Guru."Menjawablah para bujangga di seluruh daerah negara Daha: "Tuanku, semenjak jaman dahulu kala

Page 143: Catatan Facebook Teja Buwana

tak ada bujangga yang menyembah raja." demikianlah kata bujangga semua.Kata Raja Dandhang Gendis: "Nah, jika semenjak dahulu kala tak ada yang menyembah, sekarang ini hendaknyalah kami tuan sembah, jika tuan tuan tidak tahu kesaktian kami, sekarang akan kami beri buktinya."Kini Raja Dandhang Gendis mendirikan tombak, batang tombak itu dipancangkan kedalam tanah, ia duduk di ujung tombak, seraya berkata: "Nah, tuan tuan bujangga, lihatlah kesaktian kami."Ia tampak berlengan empat, bermata tiga, semata mata Batara Guru perwujudannya, para bujangga di seluruh daerah Daha diperintahkan menyembah, semua tidak ada yang mau, bahkan menentang dan mencari perlindungan ke Tumapel, menghamba kepada Ken Angrok.Itulah asal mulanya Tumapel tak mau tahu negara Daha.Tak lama sesudah itu Ken Angrok direstui menjadi raja di Tumapel, negaranya bernama Singasari, nama nobatannya Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi, disaksikan oleh para bujangga pemeluk agama Siwa dan Budha yang berasal dari Daha, terutama Dang Hyang Lohgawe, ia diangkat menjadi pendeta istana, adapun mereka yang menaruh belas kasihan kepada Ken Angrok, dahulu sewaktu ia sedang menderita, semua dipanggil, diberi perlindungan dan diberi belas balasan atas budi jasanya, misalnya Bango Samparan, tidak perlu dikatakan tentang kepala lingkungan Turyantapada, dan anak anak pandai besi Lulumbang yang bernama Mpu Gandring, seratus pandai besi di Lulumbang itu diberi hak istimewa di dalam lingkungan batas jejak bajak beliung cangkulnya.Adapun anak Kebo Hijo disamakan haknya dengan anak Mpu Gandring.Anak laki laki Dang Hyang Lohgawe, bernama Wangbang Sadang, lahir dari ibu pemeluk agama Wisnu, dikawinkan dengan anak Bapa Bango yang bernama Cucu Puranti, demikianlah inti keutamaan Sang Amurwabumi. Sangat berhasillah negara Singasari, sempurna tak ada halangan.Telah lama terdengar berita, bahwa Ken Angrok sudah menjadi raja, diberitahulah raja Dandhang Gendis, bahwa Ken Angrok bermaksud akan menyerang Daha.Kata Raja Dandhang Gendis: "Siapakah yang akan mengalahkan negara kami ini, barangkali baru kalah, kalau Batara Guru turun dari angkasa, mungkin baru kalah."Diberi tahulah Ken Angrok, bahwa raja Dandhang Gedis berkata demikian.Kata Sang Amurwabumi: "Wahai, para bujangga pemeluk Siwa dan Budha, restuilah kami mengambil nama nobatan Batara Guru."Demikianlah asal mulanya ia bernama nobatan Batara Guru, direstui oleh bujangga brahmana dan resi.Selanjutnya ia lalu pergi menyerang Daha. Raja Dandhang Gendis mendengar, bahwa Sang Amurwabumi di Tumapel datang menyerang Daha, Dandhang Gendis berkata: "Kami akan kalah, karena Ken Angrok sedang dilindungi Dewa."Sekarang tentara Tumapel bertempur melawan tentara Daha, berperang disebelah utara Ganter, bertemu sama sama berani, bunuh membunuh, terdesaklah tentara Daha.Adik Raja Dandhang Gendis gugur sebagai pahlawan, ia bernama Mahisa Walungan, bersama sama dengan menterinya yang perwira, bernama Gubar Baleman.Adapun sebabnya itu gugur, karena diserang bersama sama oleh tentara Tumapel, yang berperang laksana banjir dari gunung.

Page 144: Catatan Facebook Teja Buwana

Sekarang tentara Daha terpaksa lari, karena yang menjadi inti kekuatan perang telah kalah. Maka tentara Daha bubar seperti lebah, lari terbirit birit meninggalkan musuh seperti kambing, mencabut semua payung payungnya, tak ada yang mengadakan perlawanan lagi.Maka Raja Dandhang Gendis mundur dari pertempuran, mengungsi ke alam dewa, bergantung gantung di angkasa, beserta dengan kuda, pengiring kuda, pembawa payung, dan pembawa tempat sirih, tempat air minum, tikar, semuanya naik ke angkasa. Sungguh kalah Daha oleh Ken Angrok.Dan adik adik Sang Dandhang Gendis, yalah: Dewi Amisam, Dewi Hasin, dan Dewi Paja diberi tahu, bahwa raja Dandhang Gendis kalah berperang, dan terdengar, ia telah di alam dewa, bergantung gantung di angkasa, maka tuan dewi ketiga tiganya itu menghilang bersama sama dengan istananya juga.Sesudah Ken Angrok menang terhadap musuh, lalu pulang ke Tumapel, dikuasailah tanah Jawa olehnya, ia sebagai raja telah berhasil mengalahkan Daha pada tahun saka : 1144.Lama kelamaan ada berita, bahwa sang Anusapati, anak tunggal Tunggul Ametung bertanya tanya kepada pengasuhnya."Hamba takut terhadap ayah tuan", demikian kata pengasuh itu: "Lebih baik tuan berbicara dengan ibu tuan".Karena tidak mendapat keterangan, Nusapati bertanya kepada ibunya: "Ibu, hamba bertanya kepada tuan, bagaimanakah jelasnya ini?" Kalau ayah melihat hamba, berbeda pandangannya dengan kalau ia melihat anak anak ibu muda, semakin berbeda pandangan ayah itu."Sungguh sudah datang saat Sang Amurwabumi. Jawab Ken Dedes: "Rupa rupanya telah ada rasa tidak percaya, nah, kalau buyung ingin tahu, ayahmu itu bernama Tunggul Ametung, pada waktu ia meninggal, saya telah mengandung tiga bulan, lalu saya diambil oleh Sang Amurwabumi.:Kata Nusapati: "Jadi terangnya, ibu, Sang Amurwabumi itu bukan ayah hamba, lalu bagaimana tentang meninggalnya ayah itu?" "Sang Amurwabumi buyung yang membunuhnya."Diamlah Ken Dedes, tampak merasa membuat kesalahan karena memberi tahu soal yang sebenarnya kepada anaknya.Kata Nusapati: "Ibu, ayah mempunyai keris buatan Gandring. itu hamba pinta, ibu."Diberikan oleh Ken Dedes. Sang Anusapati memohon diri pulang ke tempat tinggalnya.Adalah seorang hambanya berpangkat pengalasan di Batil, dipanggil oleh Nusapati, disuruh membunuh Ken Angrok, diberi keris buatan Gandring, agar supaya dipakainya untuk membunuh Sang Amurwabumi, orang di Batil itu disanggupi akan diberi upah oleh Nusapati.Berangkatlah orang Batil masuk kedalam istana, dijumpai Sang Amurwabumi sedang bersantap, ditusuk dengan segera oleh orang Batil. Waktu ia dicidera, yalah: Pada hari Kamis Pon, minggu Landhep, saat ia sedang makan, pada waktu senjakala, matahari telah terbenam, orang telah menyiapkan pelita pada tempatnya.Sesudah Sang Amurwabumi mati, maka larilah orang Batil, mencari perlindungan pada Sang Anusapati, kata orang Batil: "Sudah wafatlah ayah tuan oleh hamba." Segera orang Batil ditusuk oleh Nusapati.Kata orang Tumapel: "Ah, Batara diamuk oleh pengalasan di Batil, Sang Amurwabumi wafat pada tahun saka 1168, dicandikan di Kagenengan.

= 04 =

Page 145: Catatan Facebook Teja Buwana

II. Sesudah demikian, sang Anusapati mengganti menjadi raja, ia menjadi raja pada tahun Saka 1170.Lama kelamaan diberitakan kepada Raden Tohjaya, anak Ken Angrok dari isteri muda, sehingga ia mendengar segala tindakan Anusapati, yang mengupahkan pembunuhan Sang Amurwabumi kepada orang Batil.Sang Apanji Tohjaya tidak senang tentang kematian ayahnya itu, meikir mikir mencari cara untuk membalas, agar supaya ia dapat membunuh Anusapati.Anusapati tahu, bahwasanya ia sedang direncana oleh Panji Tohjaya, berhati hatilah Sang Anusapati, tempat tidurnya dikelilingi kolam, dan pintunya selalu dijaga orang, sentosa dan teratur.Setelah lama kemudian Sang Apanji Tohjaya datang menghadap dengan membawa ayam jantan pada Batara Anuspati.Kata Apanji Tohjaya: "Kakak, ada keris ayah buatan Gandring, itu hamba pinta dari tuan."Sungguh sudah tiba saat Batara Anuspati. Diberikan keris buatan Gandring oleh Sang Anusapati, diterima oleh Apanji Tohjaya, disisipkan dipinggangnya, lalu kerisnya yang dipakai semula, diberikan kepada hambanya.Kata Apanji Tohjaya: "Baiklah, kakak mari kita menyiapkan ayam jantan untuk segera kita ajukan di gelanggang."Menjawablah Sang Adipati: "Baiklah, adik." Selanjutnya ia menyuruh kepada hamba pemelihara ayam mengambil ayam jantan, kata Anusapati: "Nah, adik mari mari kita sabung segera.", "Baiklah" kata Apanji Tohjaya.Mereka bersama sama memasang taji sendiri – sendiri, telah sebanding, Sang Anusapati asyik sekali.Sungguh telah datang saat berakhirnya, lupa diri, karena selalu asyik menyabung ayamnya, ditusuk keris oleh Apanji Tohjaya.Sang Anusapati wafat pada tahun Saka 1171, dicandikan di Kidal.

III. Apanji Tohjaya menjadi raja di Tumapel.Sang Anusapati mempunyai seorang anak laki laki bernama Ranggawuni, hubungan keluarganya dengan Apanji Tohjaya adalah kemenakan.Mahisa Wonga Teleng, saudara Apanji Tohjaya, sama ayah lain ibu, mempunyai anak laku laki, yalah: Mahisa Campaka, hubungan keluarganya dengan Apanji Tohjaya adalah kemenakan juga.Pada waktu Apanji Tohjaya duduk diatas tahta, disaksikan oleh orang banyak, dihadap oleh menteri menteri, semua terutama Pranaraja, Ranggawuni beserta Kebo Campak juga menghadap.Kata Apanji Tohjaya: "Wahai, menteri menteri semua, terutama Pranaraja, lihatlah kemenakanku ini, luar biasa bagus dan tampan badannya. Bagaimana rupa musuhku diluar Tumapel ini, kalau dibandingkan dengan orang dua itu, bagaimanakah mereka, wahai Pranaraja."Pranaraja menjawab sambil menyembah: "Betul tuanku, seperti titah tuanku itu, bagus rupanya dan sama sama berani mereka berdua, hanya saja tuanku, mereka dapat diumpamakan sebagai bisul di pusat perut tak urung akan menyebabkan mati akhirnya."Paduka batara itu lalu diam, sembah Pranaraja makin terasa, Apanji Tohjaya menjadi marah, lalu ia memanggil Lembu Ampal, diberi perintah untuk melenyapkan kedua bangsawan itu.Kata Apanji Tohjaya kepada Lembu Ampal: "Jika kamu tidak berhasil melenyapkan dua orang kesatriya itu, kamulah yang akan kulenyapkan."Pada waktu Apanji Tohjaya, memberi perintah kepada Lembu Ampal melenyapkan dua bangsawan itu, ada seorang brahmana yang sedang melakukan upacara agama sebagai pendeta istana untuk Apanji Tohjaya.

Page 146: Catatan Facebook Teja Buwana

Dang Hyang itu mendengar, bahwa kedua bangsawan itu disuruh melenyapkan. Sang Brahmana menaruh belas kasihan kepada dua bangsawan, lalu memberi tahu: "Lembu Ampal diberi perintah untuk melenyapkan tuan berdua, kalau tuan kalian dapat lepas dari Lembu Ampal ini, maka Lembu Ampallah yang akan dilenyapkan oleh Seri Maharaja."Kedua bangsawan itu berkata: "Wahai Dang Hyang, bukanlah kami tidak berdosa."Sang Brahmana menjawab: "Lebih baik tuan bersembunyi dahulu."Karena masih dibimbangkan, kalau kalau brahmana itu bohong, maka kedua bangsawan itu pergi ke Apanji Patipati.Kata bangsawan itu: "Panji Patipati, kami bersembunyi di dalam rumahmu, kami mengira, bahwa kami akan dilenyapkan oleh Batara, kalau memang akan terjadi kami dilenyapkan itu, kami tidak ada dosa."Setelah itu maka Apanji Patipati mencoba mendengar dengarkan: "Tuan, memang betul, tuan akan dilenyapkan, Lembu Ampal lah yang mendapat tugas."Keduanya makin baik cara bersembunyi, dicari, kedua duanya tak dapat diketemukan.Didengar dengarkan, kemana gerangan mereka pergi, tak juga dapat terdengar.Maka Lembu Ampal didakwa bersekutu dengan kedua bangsawan itu oleh Batara. Sekarang Lembu Ampal ditindak untuk dilenyapkan, larilah ia, bersembunyi di dalam rumah tetangga Apanji Patipati.Lembu Ampal mendengar, bahwa kedua bangsawan berada di tempat tinggal Apanji Pati Pati.Lembu Ampal pergi menghadap kedua bangsawan, kata Lembu Ampal kepada kedua bangsawan itu: "Hamba berlindung kepada tuan hamba, dosa hamba: disuruh melenyapkan tuan oleh Batara. Sekarang hamba minta disumpah, kalau tuan tidak percaya, agar supaya hamba dapat menghamba paduka tuan dengan tenteram."Setelah disumpah dua hari kemudian Lembu Ampal menghadap kepada kedua bangsawan itu: "Bagaimanakah akhirnya tuan, tak ada habis habisnya terus menerus bersembunyi ini, sebaiknya hamba akan menusuk orang Rajasa, nanti kalau mereka sedang pergi kesungai."Pada waktu sore Lembu Ampal menusuk orang Rajasa, ketika orang berteriak, ia lari kepada orang Sinelir.Kata orang Rajasa: "Orang Sinelir menusuk orang Rajasa. Kata orang Sinelir: "Orang Rajasa menusuk orang Sinelir."Akhirnya orang orang Rajasa dan orang orang Sinelir itu berkelahi, bunuh membunuh sangat ramainya, dipisah orang dari istana, tidak mau memperhatikan. Apanji Tohjaya marah, dari kedua golongan ada yang dihukum mati.Lembu Ampal mendengar, bahwa dari kedua belah pihak ada yang dilenyapkan, maka Lembu Ampal pergi ke Orang Rajasa.Kata Lembu Ampal: "Kalau kamu ada yang akan dilenyapkan hendaknyalah kamu mengungsi kepada kedua bangsawan, karena kedua bangsawan itu masih ada."Orang orang Rajasa menyatakan kesanggupannya: "Nah, bawalah kami hamba hamba ini menghadapnya, wahai Lembu Ampal."Maka ketua orang Rajasa dibawa menghadap kepada kedua bangsawan.Kata orang Rajasa itu: "Tuanku, hendaknyalah tuan lindungi hamba hamba Rajasa ini, apa saja yang menjadi tuan titah, hendaknyalah hamba tuan sumpah, kalau kalau tidak sungguh sungguh kami menghamba ini, kalau tidak jujur penghambaan kami ini."Demikian pula orang Sinelir, dipanggilah ketuanya, sama kesanggupannya dengan orang Rajasa, selanjutnya kedua belah pihak telah didamaikan dan telah disumpah semua, lalu dipesan: "Nanti sore hendaknya kamu datang kemari, dan bawalah

Page 147: Catatan Facebook Teja Buwana

temanmu masing masing, hendaknyalah kamu memberontak meluka lukai di dalam istana."Orang Sinelir dan orang Rajasa bersama sama memohon diri. Setelah sore hari orang orang dari kedua belah pihak datang membawa teman temannya, bersama sama menghadap kepada kedua bangsawan, mereka keduanya saling mengucap selamat datang, lalu berangkat menyerbu kedalam istana.Apanji Tohjaya sangat terperanjat, lari terpisah, sekali gus kena tombak. Sesudah huru hara berhenti, ia dicari oleh hamba hambanya, diusung dan dibawa lari ke Katanglumbang. Orang yang mengusung lepas cawatnya, tampak belakangnya.Kata Apanji Tohjaya kepada orang yang memikul itu: "Perbaikilah cawatmu, karena tampak belakangmu."Adapun sebabnya ia tidak lama menjadi raja itu, karena pantat itu.Setelah datang di Lumbangkatang, wafatlah ia, lalu dicandikan di Katanglumbang, ia wafat pada tahun Saka 1172.

IV. Kemudian Ranggawuni menjadi raja, ia dengan Mahisa Campaka dapat diumpamakan seperti dua ular naga didalam satu liang.Ranggawuni bernama nobatan Wisnuwardana, demikanlah namanya sebagai raja, Mahisa Campaka menjadi Ratu Angabhaya, bernama nobatan Batara Narasinga. Sangat rukunlah mereka, tak pernah berpisah.Batara Wisnuwardana mendirikan benteng di Canggu sebelah utara pada tahun Saka 1193.Ia berangkat menyerang Mahibit, untuk melenyapkan Sang Lingganing Pati. Adapun sebabnya Mahibit kalah, karena kemasukkan orang yang bernama Mahisa Bungalan.Sri Ranggawuni menjadi raja lamanya 14 tahun, ia wafat pada tahun 1194, dicandikan di Jajagu.Mahisa Campaka wafat, dicandikan di Kumeper, sebagian abunya dicandikan di Wudi Kuncir.V. Sri Ranggawuni meninggalkan seorang anak laki laki, bernama Sri Kertanegara, Mahisa Campaka meninggalkan seorang anak laki laki juga, bernama Raden Wijaya. Kertanegara menjadi Raja, bernama nobatan Batara Siwabuda. Adalah seorang hambanya, keturunan orang tertua di Nangka, bernama Banyak Wide, diberi sebutan Arya Wiraraja, rupa rupanya tidak dipercaya, dijatuhkan, disuruh menjadi Adipati di Sungeneb, bertempat tinggal di Madura sebelah timur.Ada Patihnya, pada waktu ia baru saja naik keatas tahta kerajaan, bernama Mpu Raganata, ini selalu memberi nasehat untuk keselamatan raja, ia tidak dihiraukan oleh Sri Kertanegara, karenanya itu Mpu Raganata lalu meletakkan jabatan tak lagi menjadi Patih, diganti oleh Kebo Tengah Sang Apanji Aragani.Mpu Raganata lalu menjadi Adiyaksa di Tumapel.Sri Kertanegara pada waktu memerintah, melenyapkan seorang kelana bernama Baya. Sesudah kelana itu mati, ia memberi perintah kepada hamba rakyatnya, untuk pergi menyerang Melayu.Apanji Aragani menghantarkan, sampai di Tuban ia kembali, sedatangnya di Tumapel Sang Apanji Aragani mempersembahkan makanan tiap tiap hari, raja Kertanegara bersenang senang.Ada perselisihannya dengan raja Jaya Katong, raja di Daha, ini menjadi musuh raja Kertanegara, karena lengah terhadap usaha musuh yang sedang mencari kesempatan dan ketepatan waktu, ia tidak memikir kesalahannya.Banyak Wide berumur 40 tahun pada peristiwa penyerangan Melayu itu, ia berteman dengan

Page 148: Catatan Facebook Teja Buwana

raja Jaya Katong, Banyak Wide yang bergelar Arya Wiraraja itu dari Madura, mengadakan hubungan dan berkirim utusan.Demikian juga raja Jaya Katong berkirim utusan ke Madura. Wiraraja berkirim surat kepada raja Jaya Katong, bunyi surat: "Tuanku, patik baginda bersembah kepada paduka raja, jika paduka raja bermaksud akan berburu di tanah lapang lama, hendaknyalah paduka raja sekarang pergi berburu, ketepatan dan kesempatan adalah baik sekali, tak ada bahaya, tak ada harimau, tak ada banteng, dan ularnya, durinya, ada harimau, tetapi tak bergigi."Patih tua Raganata itu yang dinamakan harimau tak bergigi, karena sudah tua.Sekarang raja Jaya Katong berangkat menyerang Tumapel. Tentaranya yang datang dari sebelah utara Tumapel terdiri dari orang orang yang tidak baik, bendera dan bunyi bunyian penuh, rusaklah daerah sebelah utara Tumapel, mereka yang melawan banyak yang menderita luka. Tentara Daha yang melalui jalan utara itu berhenti di Memeling.Batara Siwa Buda senantiasa minum minuman keras, diberi tahu bahwa diserang dari Daha, ia tidak percaya, selalu mengucapkan kata: "Bagaimana dapat raja Jaya Katong demikian terhadap kami, bukanlah ia telah baik dengan kami."Setelah orang membawa yang menderita luka, barulah ia percaya.Sekarang Raden Wijaya ditunjuk untuk berperang melawan tentara yang datang dari sebelah utara Tumapel, disertai oleh para arya terkemuka: Banyak Kapuk, Rangga Lawe, Pedang Sora, Dangdi Gajah Pangon, anak Wiraraja yang bernama Nambi, Peteng dan Wirot, semua prajurit baik, melawan tentara Daha di bagian utara itu, dikejar diburu oleh Raden Wijaya.Kemudian turunlah tentara besar besar dari Daha yang datang dari tepi sungai Aksa, menuju ke Lawor, mereka ini tak diperbolehkan membikin gaduh, tidak membawa bendera, apalagi bunyi bunyian, sedatangnya di Sidabawana langsung menuju Singasari.Yang menjadi prajurit utama dari tentara Daha sebelah selatan ini, yalah: Patih Daha Kebo Mundarang, Pudot dan Bowong.Ketika Batara Siwa Buda sedang minum minuman keras bersama sama dengan patih, maka pada waktu itu ia dikalahkan, semua gugur, Kebo Tengah yang melakukan pembalasan, meninggal di Manguntur.

= 06 =

VII. Sekarang Raden Wijaya menjadi raja pada tahun Saka: Rasa Rupa Dua Bulan atau 1216. Kemudian ia mempunyai seorang anak laki laki dari Dara Pethak, nama kesatriyannya: Raden Kalagemet. Adapun dua orang anak perempuan Batara Siwa Buda, yang dibayang bayangkan kepada orang Tatar, keduanya itu juga dikawin oleh Raden Wijaya, yang tua menjadi ratu di Kahuripan, yang muda menjadi ratu di Daha.Nama nobatan Raden Wijaya pada waktu menjadi raja: Sri Kertarajasa.Didalam tahun pemerintahannya ia mendapat penyakit bisul berbengkak.Ia wafat di Antapura, wafat pada tahun 1257.

VIII. Raden Kalagemet menggantikannya menjadi raja, nama nobatannya: Batara Jayanagara. Sri Siwa Buda dicandikan di Tumapel, nama resmi candi:

Page 149: Catatan Facebook Teja Buwana

Purwa Patapan. Berdiri candi itu berselat 17 tahun dengan peristiwa Ranggalawe.Ranggalawe akan dijadikan patih, tetapi urung, itulah sebabnya maka ia mengadakan pemberontakan di Tuban, dan mengadakan perserikatan dengan kawan kawannya.Telah terjadi orang orang Tuban di gunung sebelah utara dimasukkan didalam perserikatannya , mereka itu semua menaruh perhatian kepada Ranggalawe.Nama orang orang yang menyetujuinya, yalah: Panji Marajaya, Ra Jaran Waha, Ra Arya Sidi, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Galatik, Ra Tati, mereka itu teman teman Ranggalawe pada waktu berontak.Adapun sebabnya ia pergi dari Majapahit itu, merebut kedudukan, Mahapati menjalankan fitnah dengan bahan kata kata Ranggalawe: "Jangan banyak bicara, didalam kitab Partayadnya ada tempat untuk penakut penakut."Setelah terdengar, bahwa Ranggalawe berontak, Mahapatih-lah yang memberi memberi tahu hal itu, maka raja Jayanagara marah, semua teman teman Ranggalawe didalam pemberontakan itu mati, hanya Ra Gelatik yang masih hidup, karena ia disuruh berbalik hati.Peristiwa Ranggalawe itu pada tahun saka: Kuda Bumi Sayap Orang, atau 1217.Wiraraja memohon diri untuk bertempat tinggal di Lamajang, yang luasnya tiga daerah juru, karena Raden Wijaya telah berjanji akan membagi dua Pulau Jawa, dan akan menganugerahkan daerah lembah Lumajang sebelah selatan dan utara beserta daerah tiga juru.Telah lama itu dinikmati oleh Wiraraja, Nambi masih menjadi patih, Sora menjadi Demung dan Tipar menjadi Tumenggung.Tumenggung pada waktu itu lebih rendah dari pada Demung.Wiraraja tidak kembali ke Majapahit, ia tidak mau menghamba. Setelah berselat tiga tahun dari peristiwa Ranggalawe maka terjadilah peristiwa Sora.Sora difitnah oleh Mahapati, dan Sora ini dapat dilenyapkan, dibunuh oleh Kebo Mundarang, pada tahun saka: Baba Tangan Orang atau 1222.Juga Nambi difitnah oleh Mahapati, jasa jasa perangnya tidak diperhatikan, pada waktu ia melihat saat yang tepat dan baik, ia memohon diri untuk meninjau Wiraraja yang menderita sakit. Sri Jayanagara memberi ijin, hanya saja tidak diperkenankan pergi lama lama.Nambi tak datang kembali, menetap di Lembah, mendirikan benteng, menyiapkan tentara.Wiraraja meninggal dunia.Sri Jayanagara menjadi raja, lamanya dua tahun.Ada peristiwa gunung meletus, yalah gunung Lungge pada tahun saka: Api Api Tangan Satu atau : 1233.Selanjutnya terjadi peristiwa Juru Demung, berselat dua tahun dengan peristiwa Sora.Juru Demung mati pada tahun saka: Keinginan Sifat Sayap Orang, atau: 1235.Lalu terjadi peristiwa Gajah Biru pada tahun saka: Rasa Sifat Sayap Orang atau: 1236.Selanjutnya terjadi peristiwa Mandana, Jayanagara berangkat sendiri untuk melenyapkan orang orang Mandana.Sesudah itu ia pergi ke timur untuk melenyapkan Nambi.Nambi diberi tahu, bahwa Juru Demung sudah mati, demikian pula patih pengasuh, Tumenggung Jaran Lejong, menteri menteri pemberani semua sudah mati, gugur di medan perang.Nambi berkata: "Kakak Samara, Ki Derpana, Ki Teguh, Paman Jaran Bangkal, Ki Wirot, Ra Windan, Ra Jangkung, jika dibanding banding, orang orang disebelah timur ini, tak akan kalah, apalagi setelah mereka sudah rusak itu, siapa lagi yang menjadi teras orang orang sebelah barat, apakah Jabung Terewes, Lembu Peteng atau Ikal

Page 150: Catatan Facebook Teja Buwana

Ikalan Bang, saja tak akan gentar, biar selaksa semacam itu didepan dan dibelakang, akan kuhadapi pula seperti perang di Bubat."Setelah orang orang Majapahit datang, dan Nambi pergi ke selatan, maka Ganding rusak, piyagamnya dapat dirampas, Nambi dikejar kejar dan didesak, Derpana, Samara, Wirot Made, Windan, Jangkung mulai bertindak, terutama Nambi, ia mengadakan serangan pertama tama. seakan akan tercabutlah orang orang Majapahit, tak ada yang mengadakan perlawanan.Jabung Terewes, Lembu Peteng dan Ikal Ikalan Bang lalu bersama sama menyerang Nambi, Nambi gugur, demikian pula teman teman Nambi yang menyerang tadi gugur semua, patahlah perlawanan di Rabut Buhayabang, orang orang disebelah timur itu mencabut payung kebesarannya, daerah Lumajang kalah pada tahun saka: Ular Menggigit Bulan, atau: 1238.Peristiwa Wagal dan Mandana itu bersamaan waktunya.Berselat dua tahun Peristiwa Wagal dengan peristiwa Lasem. Semi dibunuh, ia mati dibawah pohon kapuk, pada tahun saka: Bukan Kitab Suci Sayap Orang, atau: 1240.Sesudah itu terjadi peristiwa Ra Kuti. Ada dua golongan Darmaputra Raja, mereka ini dahulunya adalah pejabat pejabat yang diberi anugerah raja, banyaknya tujuh orang, bernama: Kuti, Ra Pangsa, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Tanca dan Ra Banyak.Ra Kuti dan Ra Semi dibunuh, karena difitnah oleh Mahapati, akhirnya Mahapati diketahui melakukan fitnahan, ia ditangkap, dan dibunuh seperti seekor babi hutan, dosanya akan pergi sendiri ke Bedander. Ia pergi pada waktu malam, tak ada orang tahu, hanya orang orang Bayangkara mengiringkannya, semua yang kebetulan mendapat giliran menjaga pada waktu raja pergi itu, banyaknya 15 orang, pada waktu itu Gajah Mada menjadi Kepala Bayangkara dan kebetulan juga sedang menerima giliran menjaga, itulah sebabnya ia mengiring raja pada waktu raja pergi dengan menyamar itu. Lamalah raja tinggal di Bedander.Adalah seorang pejabat, ia memohon ijin akan pulang kerumahnya, tidak diperbolehkan oleh Gajah Mada, karena jumlah orang yang mengiring raja hanya sedikit, ia memaksa akan pulang, lalu ditusuk oleh Gajah Mada, maksud ia menusuk itu, yalah: "jangan jangan ia nanti memberi tahu, bahwa raja bertempat tinggal dirumah kepala desa Bedander, sehingga Ra Kuti, sehingga Ra Kuti dapat mengetahuinya.Kira kira lima hari kemudiannya Gajah Mada memohon ijin untuk pergi ke Majapahit.Sedatangnya di Majapahit, Gajah Mada ditanyai oleh para Amanca Negara tentang tempat raja, ia mengatakan, bahwa raja telah diambil oleh teman teman Kuti.Orang orang yang diberi tahu semuanya menangis, Gajah Mada berkata: "Janganlah menangis, apakah tuan tuan tidak ingin menghamba kepada Ra Kuti."Menjawablah yang diajak berbicara itu: "Apakah kata tuan itu, Ra Kuti bukan tuan kami."Akhirnya Gajah Mada memberi tahu bahwa raja berada di Bedander, Gajah Mada lalu mengadakan persetujuan dengan para menteri, mereka semua sanggup membunuh Ra Kuti, dan Ra Kuti mati dibunuh.Raja pulang dari Bedander, kepala desa ditinggalkan, selanjutnya ia menjadi orang yang terkenal pada waktu itu.Sesudah raja pulang, maka Gajah Mada tak lagi menjadi Kepala

Page 151: Catatan Facebook Teja Buwana

orang orang Bayangkara, dua bulan lamanya ia mendapat cuti dibebaskan dari kewajiban, ia dipindah menjadi Patih di Kahuripan, dua tahun lamanya menjadi patih itu.Sang Arya Tilam, patih di Daha meninggal dunia, Gajah Mada menggantinya, ditempatkan menjadi patih di Daha, patih Mangkubumi Sang Arya Tadah menyetujui, ialah yang menyokong Gajah Mada menjadi patih di Daha itu.Raja Jayanagara mempunyai dua orang saudara perempuan, lain ibu, mereka tak diperbolehkan kawin dengan orang lain, akan diambil sendiri.Pada waktu itu tak ada kesatriya di Majapahit, tiap tiap kesatriya yang tampak lalu dilenyapkan, jangan jangan ada yang mengingini adiknya itu, itulah sebabnya maka kesatriya kesatriya bersembunyi tidak keluar.Isteri Tanca menyiarkan berita, bahwa ia diperlakukan tidak baik oleh raja.Tanca dituntut oleh Gajah Mada. Kebetulan raja Jayanegara menderita sakit bengkak, tak dapat pergi keluar, Tanca mendapat perintah untuk melakukan pembedahan dengan taji, ia menghadap didekat tempat tidur. Raja ditusuk oleh Tanca dengan taji sekali dua kali, tidak makan tajinya, lalu raja

To see the complete text, please view the original source.

Page 152: Catatan Facebook Teja Buwana

BABAD TANAH DJAWIThursday, April 23, 2009, 9:47:00 AM | Herman AdriansyahBabad Tanah DjawiGubahanipunL. VAN RIJCKEVORSELDirecteur Normaalschool MuntilanKabantuR.D.S. HADIWIDJANAGuru Kweekschool MuntilanPangecapan J.B. Wolters U.M.Groningen - Den Haag - Weltervreden - 1925

Pérangan Kang KapisanBabad Jawa Wiwit Jaman Indhu tumekanéRusaking Karajan MajapahitAbad 2 utawa 3 - Abad 16

01 Pérangan Kang KapisanBab 1Karajan Indhu ing Tanah Jawa Kulon(wiwit abad 2 utawa 3)

Kang wus kasumurupan, karajané bangsa Indhu ana ing Tanah Jawa, kang dhisik dhéwé, diarani karajan "Tarumanagara" (Tarum = tom. kaliné jeneng Citarum).Karajan iku mau dhèk abad kaping 4 lan 5 wis ana, déné titi mangsaning adegé ora kawruhan.Ratu ratuné darah Purnawarman. Mirit saka gambar gambar kembang tunjung kang ana ing watu watu patilasan, darah Purnawarman iku padha nganggo agama Wisnu.

Ing tahun 414 ana Cina aran Fa Hien, mulih saka enggoné sujarah menyang patilasané Resi Budha, ing tanah Indhu Ngarep mampir ing Tanah Jawa nganti 5 sasi.Ing cathetané ana kang nerangaké mangkéné :1. Ing kono akèh wong ora duwé agama (wong Sundha), sarta oraana kang tunggal agama karo dhèwèkné: Budha.2. Bangsa Cina ora ana, awit ora kasebut ing cathetané.3. Barengané nunggang prahu saka Indhu wong 200, ana singdedagangan, ana kang mung lelungan, karepé arep padhamenyang Canton.

Yèn mangkono dadi dalané dedagangan saka tanah Indhu Ngarep menyang tanah Cina pancèn ngliwati Tanah Jawa.

Page 153: Catatan Facebook Teja Buwana

Ing Tahun 435 malah wis ana utusané Ratu Jawa Kulon menyang tanah Cina, ngaturaké pisungsung menyang Maharaja ing tanah Cina, minangka tandhaning tetepungan sarta murih gampang lakuning dedagangan.Karajan Tarumanagara mau ora kasumurupan pirang tahun suwéné lan kepriyé rusaké.Wong Indhu ana ing kono ora ngowahaké adat lan panguripané wong bumi, awit pancèn ora gelem mulangi apa apa, lan wong bumi uga durung duwé akal niru kapinterané wong Indhu.Ewa déné meksa ana kaundhakaning kawruhé, yaiku mbatik lan nyoga jarit.

02 Pérangan Kang KapisanBab 2Karajan Indhu ing Jawa Tengah(abad kaping 6)Mirit saka:1. Cathetané bangsa Cina2. Unining tulisan tulisan kang ana ing watu watu lan candhi3. Cathetané sawijining wong Arab, wis bisa kasumurupansathithik sathithik mungguh kaananing wong Indhu ana ingTanah Jawa Tengah dhèk jaman samono.

Nalika wiwitané abad kang kanem ana wong Indhu anyar teka ing Tanah Jawa Kulon.Ana ing kono padha kena ing lelara, mulané banjur padha nglèrèg mangétan, menyang Tanah Jawa Tengah.Wong Jawa wektu samono, isih kari banget kapinterané, yèn ditandhing karo wong Indhu kang lagi neneka mau; mulané banjur dadi sor-sorané.Wong Indhu banjur ngadegaké karajan ing Jepara.Omah omah padunungané wong Jawa, ya wis mèmper karo omah omahé wong jaman saiki, apayon atep utawa eduk lan wis nganggo képang.Enggoné dedagangan lelawanan karo wong Cina; barang dedagangané kayata: emas, salaka, gading lan liya liyané.Cina cina ngarani nagara iku Kalinga, besuké, ya diarani: Jawa.Karajan mau saya suwé saya gedhé, malah nganti mbawahaké karajan cilik cilik 28 (wolu likur).Wong Cina uga nyebutaké asmané sawijining ratu putri: Sima; dikandakaké becik banget enggoné nyekel pangrèhing praja (tahun 674).Tulisaning watu kang ana ciriné tahun 732, dadi kang tuwa dhéwé, katemu ana sacedhaké Magelang, nyebutaké, manawa ana ratu kang jumeneng, jejuluk Prabu Sannaha, karajané gedhé, kang klebu jajahané yaiku tanah tanah Kedhu, Ngayogyakarta, Surakarta lan bokmenawa Tanah Jawa Wétan uga klebu dadi wewengkoné karajan iku.

Mirit caritané, karajan kang kasebut iku tata tentrem banget kaya kang kasebut ing tulisan kang katemu ana ing patilasan: Nadyan wong wong padha turu ana ing dalan dalan, ora sumelang, yèn ana bégal utawa bebaya liyané.

Page 154: Catatan Facebook Teja Buwana

Mirit kandhané sawijining wong Arab, dhèk tengah tengahané abad kang kaping sanga, ratu ing Tanah Jawa wis mbawahaké tanah Kedah ing Malaka (pamelikan timah).

Karajan ing dhuwur iki sakawit ora kawruhan jenengé, nanging banjur ana karangan kang katulis ing watu kang titi mangsané tahun 919, nyebutaké karajan Jawa ing Mataram.Jembar jajahané, mungguha saiki tekan Kedhu, Ngayogyakarta, Surakarta; mangloré tekan sagara; mangétané tekan tanah tanah ing Tanah Jawa Wétan sawatara.Kuthané karan : Mendhangkamulan.

Wong Arab ngandhakaké, ana ratu Jawa mbedhah karajan Khamer (Indhu Buri).Sing kasebut iki ayaké iya karajan Mataram mau. Kajaba Khamer, karajan Jawa iya wis mbawahaké pulo pulo akèh. Pulo pulo iku mawa gunung geni.Karajan Jawa mau sugih emas lan bumbu crakèn. Wong Arab iya akèh kang lelawanan dedagangan.

Sabakdané tahun 928 ora ana katrangan apa apa ing bab kaanané karajan Mataram.Kang kacarita banjur ing Tanah Jawa Wétan. Ayaké baé karajan Mataram mau rusak déning panjebluge gunung Merapi (Merbabu), déné wongé kang akèh padha ngungsi mangétan.Ing abad 17 karajan Mataram banjur madeg manèh, gedhé lan panguwasané irib iriban karo karajan Mataram kuna.

Agamané wong Indhu sing padha ngejawa rupa rupa. Ana ing tanah wutah getihe dhéwé ing kunané wong Indhu ngèdhep marang Brahma, Wisnu lan Syiwah, iya iku kang kaaranan Trimurti. Kejaba saka iku uga nembah marang déwa akèh liya liyané, kayata: Ganésya, putrané Bethari Durga.Manut piwulangé agama Indhu pamérangé manungsa dadi patang golongan, yaiku:- para Brahmana (bangsa pandhita)- para Satriya (bangsa luhur)- para Wesya (bangsa kriya)- para Syudra (bangsa wong cilik)Piwulangé agama lan padatané wong Indhu kaemot ing layang kang misuwur, jenengé Wedha.Kira kira 500 tahun sadurungé wiwitané tahun Kristen, ing tanah Indhu ana sawijining darah luhur peparab Syakya Muni, Gautama utawa Budha.Mungguh piwulangé gèsèh banget karo agamané wong Indhu mau.Resi Budha ninggal marang kadonyan, asesirik lan mulang muruk marang wong.Kajaba ora nembah dewa dewa, piwulangé: sarèhné wong iku mungguhing kamanungsané padha baé, dadiné ora kena dipérang patang golongan.Para Brahmana Indhu mesthi baé ora seneng pikire, mulané kerep ana pasulayan gedhé.

Page 155: Catatan Facebook Teja Buwana

Ana ing tanah Indhu wong Budha mau banjur peperangan karo wong agama Indhu.Wusana bangsa Budha kalah lan banjur ngili menyang Ceylon sisih kidul, Indu Buri, Thibet, Cina, Jepang.Mungguh wong agama Indhu iku pangèdêpé ora padha. Ana sing banget olèhe memundhi marang Syiwah yaiku para Syiwaiet (ing Tanah Jawa Tengah); ana sing banget pangèdêpé marang Wisynu, yaiku para Wisynuiet (ing Tanah Jawa Kulon).Kajaba saka iku uga akèh wong agama Budha, nanging ana ing Tanah Jawa agama agama iku bisa rukun, malah sok dicampur baé.Petilasané agama Indhu mau saikiné akèh banget, kayata:- Candhi candhi ing plato Dieng (Syiwah), iku bokmenawa yasanératu darah Sanjaya.- Candhi ing Kalasan ana titi mangsané tahun 778, ayaké ikicandhi tuwa dhéwé (Budha), yasané ratu darah Syailendra.- Candhi Budha kang misuwur dhéwé, yaiku Barabudhur lanMendut.- Candhi Prambanan (Syiwah). Ing sacedhaké Prambanan anacandhi campuran Budha lan Syiwah.

03 Pérangan Kang KapisanBab 3Karajan Ing Tanah Jawa Wétan(wiwitané abad 10 - tahun 1220)

Ing dhuwur wus kasebutaké yèn Tanah Jawa Wétan, kabawah karajan Indhu ing Mataram; nanging wong Indhu kang manggon ana ing Tanah Jawa Wétan ora pati akèh, yèn katimbang karo kang manggon ing Tanah Jawa Tengah (Kedhu).Marga saka iku wong Indhu kudu kumpul karo wong bumi, prasasat tunggal dadi sabangsa.Ing wiwitané abad 10 ana pepatihing karajan Tanah Jawa Tengah aran Empu Sindhok lolos mangétan. Let sawatara tahun empu Sindhok mau jumeneng ratu ing Tanah Jawa Wétan, karajané ing Kauripan (Paresidhènan Surabaya sisih kidul).

Ambawahaké: Surabaya, Pasuruwan, Kedhiri, Bali bok manawa iya kabawah.Enggoné jumeneng ratu tekan tahun 944 lan iya jejuluk Nata ing Mataram.Nata ing Mataram mau banget pangèdêpé marang agama Budha.Empu Sindhok misuwur wasis enggoné ngerèh praja. Ana cathetan kang muni mangkéné: "Awit saka suwéning enggoné jumeneng ratu, marcapada katon tentrem; wulu wetuning bumi nganti turah turah ora karuhan kèhé."

Ing tahun 1010 Erlangga tetep jumeneng ratu, banjur nerusaké enggoné mangun paprangan lan ngelar jajahan.

Page 156: Catatan Facebook Teja Buwana

Ing tahun 1037 enggoné paprangan wis rampung, negara reja, para kawula padha tentrem. Déné karatoné iya ana ing Kauripan.Sang Prabu Erlangga ora kesupèn marang kabecikaning para pandhita lan para tapa, kang gedhé pitulungané nalika panjenengané lagi kasrakat.

Minangka pamalesing kabecikané para pandhita, Sang Nata yasa pasraman apik banget, dumunung ing sikile gunung Penanggungan.Pasraman mau kinubeng ing patamanan kang luwih déning asri, lan rerenggané sarwa peni sarta endah. Saka ediné, nganti misuwur ing manca praja, saben dina aselur wong kang padha sujarah mrono.

Pangadilané Sang Nata jejeg. Wong désa kang nrajang angger angger nagara padha kapatrapan paukuman utawa didhendha.Kècu, maling, sapanunggalané kapatrapan ukum pati.Sang Prabu enggoné nindakaké paprentahan dibantu ing priyagung 4, padha oleh asil saka pametuning lemah lenggahè.Saka enggoné manggalih marang tetanèn yaiku pagawéyaning kawula kang akèh, Sang Nata yasa bendungan gedhé ana ing kali Brantas.Sang Nata uga menggalih banget marang panggaotan lan dedagangan.Kutha Tuban nalika samono panggonan sudagar, oleh biyantu akèh banget saka Sang Prabu murih majuning dedagangan lan lelayaran.

Sang Nata yèn sinéwaka lenggah dhampar (palenggahan cendhèk pesagi), ngagem agem ageman sarwa sutra, remané diukel lan ngagem cênéla.Yèn miyos nitih dwipangga utawa rata, diarak prajurit 700.Punggawa lan kawula kang kapethuk tindaké Sang Nata banjur padha sumungkem ing lemah (ndhodhok ngapurancang?).Para kawula padha ngoré rambut, enggoné bebedan tekan ing wates dhadha.Omahè kalebu asri, nganggo payon gendhèng kuning utawa abang.Wong lara padha ora tetamba mung nyuwun pitulunganing para dewa baé, utawa marang Budha.Wong wong padha seneng praon lan lelungan turut gunung, akèh kang nunggang tandhu utawa joli.Dhèk samono wong wong iya wis padha bisa njogèt, gamelané suling, kendhang lan gambang.

Karsané Sang Prabu besuk ing sapengkeré kang gumanti jumeneng Nata putrané loro pisan, mulané kratoné banjur diparo: Jenggala (sabageyaning: Surabaya sarta Pasuruwan) lan Kedhiri.Déné kang minangka watesé: pager témbok kang sinebut "Pinggir Raksa", wiwit saka puncaking Gunung Kawi, mangisor, nurut kali Leksa banjur urut ing brangloré kali Brantas saka wétan mangulon tekan ing désa kang saiki aran "Juga", nuli munggah mangidul, terusé kira kira nganti tumeka ing pasisir.Gugur gugurané tembok iku saiki isih ana tilasé, kayata ing sacedhaking kali Leksa, sakulon lan sakiduling kali Brantas, ing watesing afd. Malang lan Blitar.

Page 157: Catatan Facebook Teja Buwana

Mungguhing babad Jawa jumenengé Prabu Erlangga kaanggep minangka pepadhang sajroning pepeteng, awit rada akèh caritané kang kasumurupan.Kawruh kasusastran wis dhuwur. Layang layangé ing jaman iku tekané ing jaman saiki isih misuwur becik lan dadi teturutaning crita crita wayang.Layang layang mau basané diarani: Jawa Kuna, kayata:1. Layang Mahabarata2. Layang Ramayana lan Arjuna Wiwaha.

Karajan Jenggala ora lestari gedhé, awit pecah pecah dadi karajan cilik cilik, marga saka diwaris marang putraning Nata; yaiku praja Jenggala (Jenggala anyar); Tumapel utawa Singasari lan Urawan.Karajan cilik cilik kang cedhak wates Kedhiri or suwé banjur ngumpul mèlu Kedhiri, liyané isih terus madeg dhéwé nganti tekan abad 13.Kerajan Kedhiri (Daha, Panjalu) mungguha saiki mbawahaké paresidhènan Kedhiri, sapérangané Pasuruwan lan Madiyun.Kuthané ana ing kutha Kedhiri saiki. Karajan mau bisa dadi kuncara.Ing wektu iku kasusastran Jawa dhuwur banget, nalika jamané Jayabaya (abad 12) ngluwihi kang uwis uwis lan tumekané jaman saiki isih sinebut luhur, durung ana kang madhani.

Ing tahun 1104 ing kedhaton ana pujangga jenengé: Triguna utawa Managocna.Pujangga iku sing nganggit layang Sumanasantaka lan Kresnayana.Radèn putra utawa Panji kang kacarita ing dongèng kae, bokmenawa iya ratu ing Daha, kang jejuluk Prabu Kamesywara I. Jumeneng ana wiwitané abad kang kaping 12. Garwané kekasih ratu Kirana (Candra Kirana) putrané ratu Jenggala.Ing mangsa iki ana pujangga jenengé Empu Dharmaja nganggit layang Smaradhana. Radèn Panji nganti saiki tansah kacarita ana lakoné wayang gedhog lan wayang topeng.

Pujanggané Jayabaya aran Empu Sedah lan Empu Panuluh.Empu Sedah ing tahun Saka 1079 (= 1157) methik sapéranganing layang Mahabarata, dianggit lan didhapur cara Jawa, dijenengaké layang Bharata Yudha.Wong Jawa ing wektu iku wis pinter, wong Indhu kesilep, karajan Indhu wis dadi karajan Jawa.

04 Pérangan Kang KapisanBab 4Ken Angrok Nelukaké Karajan Karajan Cilik(1220 - 1247)

Ing tahun 1222 ana ratu ing Tumapel utawa Singasari, jenengé Ken Angrok.

Critané Ken Angrok iki saka layang Pararaton. Ketemuné layang iki ana ing Bali dhèk tahun 1891.

Page 158: Catatan Facebook Teja Buwana

Ken Angrok lair ana ing sacedhaké Tumapel (Singasari), asal wong tani lumrah baé.Ken Angrok kacarita bagus rupané lan bisa nenarik katresnaning wong, nanging banget kareme marang pangaji aji lan wani marang penggawé luput.Ing sawijining dina ana Brahmana ketemu karo dhéwékné, kandha yèn dhéwékné titising Wisnu.Anggoné kandha mangkono iku, awit Brahmana mau ngerti yèn Ken Angrok iku wong kang gedhé karepe lan kenceng budiné.Brahmana banjur golèk dalan bisané Ken Angrok kacedhak karo adipati ing kono, Sang Tunggul Ametung.Ora antara suwé kelakon Ken Angrok kaabdèkaké. Bareng wis mangkono, Ken Angrok banjur tansah golèk dalan kapriyé enggoné bisa ngendhih Sang Adipati, nggentèni jumeneng.Ketemuning nalar Ken Angrok banjur ndandakaké keris becik marang Empu Gandring.Sawisé keris dadi, katon becik temenan, nganti mitrané Ken Angrok aran Keboijo kepéncut kepéngin nganggo, banjur nembung nyilih: oleh.Saka senengé, keris mau saben dina dianggo sarta dipamèr pamèraké, dikandhakaké duwèké dhéwé.Bareng wis sawatara dina Ken Angrok banjur nyolong kerisé dhéwé kang lagi disilih ing mitrané mau dianggo nyidra Sang Adipati.Kelakon séda, keris ditinggal ing sandhingé layon. Urusaning prakara: mitrané Ken Angrok sing kena ing dakwa, diputus ukum pati.Ken Angrok banjur bisa oleh Sang putri randaning Tunggul Ametung lan gumanti madeg adipati: Sang Putri asmané Ken Dhedhes.

Sasuwéné dicekel Ken Angrok negarané tata, reja, wong cilik banget sungkemé.Sawisé mbedhah karajan cilik cilik ing Jenggala, Ken Angrok banjur emoh kebawah Kedhiri, malah ing tahun 1222 mbedhah praja Kedhiri nganti kelakon menang, Ratu ing Kedhiri Prabu Kertajaya séda nggantung sabalané kang padha tuhu.Kedhiri banjur ditanduri adipati kabawah Singasari.Bareng para ratu darah Empu Sindhok wis kalah kabèh karo Ken Angrok, Ken Angrok banjur jumeneng Ratu gedhé, jejuluk Prabu Rejasa, yaiku kang nurunaké para ratu ing Majapait.

Kacarita Sang Retna Dhedhes nalika sédané adipati Tunggul Ametung wis ambobot. Bareng wis tekan mangsané, Sang Retna mbabar putra kakung, diparingi peparab Radèn Anusapati.Wiwit timur nganti diwasa Sang Pangéran ora ngerti yèn satemené dudu putrané Prabu Rejasa, nanging rumangsa yèn ora ditresnani ing Sang Prabu, béda banget karo rayi rayiné.Ing sawijining dina Anusapati kelair marang ibuné mangkéné: "Ibu, punapa, déné Kangjeng rama punika teka boten remen dhateng kula?"

Page 159: Catatan Facebook Teja Buwana

Sang Retna banget trenyuhing galih mireng atur sasambaté kang putra, wasana banjur keprojol pangandikané; kang putra dicritani lelakoné wiwitan tekan wekasan.Anusapati banget ing pangunguné, sanalika banjur duwé sedya males ukum, nanging isih sinamun ing semu.Keris yasané Empu Gandring disuwun, pawatané mung kepingin banget anganggo.Kang ibu lamba ing galih, keris diparingaké.

Anusapati banjur nimbali abdiné kekasih, diparingi keris mau lan diweruhaké ing wewadiné. Benginé Sang Prabu séda kaprajaya ing duratmaka.Layoné Sang Prabu dicandhi ana ing Kagenengan (cedhak Malang).Anusapati nggentèni jumeneng Nata.Anusapati jumeneng ora suwé, awit Radèn Tohjaya ngerti yèn Anusapati kang nyédani ramané, mulané sumedya males ukum lan iya kelakon.Tohjaya jumeneng Nata, nanging iya ora suwé. Tohjaya utusan mantriné aran Lembu Ampal, didhawuhi nyirnakaké kalilipé loro, yaiku: Ranggawuni, putrané Anusapati, lan nakdulure kang aran Narasingamurti; yèn ora bisa kelakon, Lembu Ampal dhéwé bakal kena ukum pati.

Dumadakan ana sawijining Brahmana kang welas marang radèn loro, banjur wewarah saperluné.Satriya loro banjur ndhelik ana ing panggonané Panji Patipati.Lembu Ampal nggolèki radèn loro ora ketemu, banjur ora wani mulih, ngungsi marang Panji Patipati.Bareng ana ing kono mbalik ngiloni radèn loro, malah ngrembugi para punggawa kang ora cocog karo Tohjaya diajak ngraman, wasana kelakon, Sang Prabu nganti nemahi séda.

Ranggawuni jumeneng Nata ajejuluk Syri Wisynuwardhana nganti nakdhèrèké Narasinga.Nganti tekan ing séda priyagung loro mau rukun banget, nganti dibasakaké: "Kaya Wisynu lan kang raka Bathara Endra".Karatoné mundhak gedhé pulih kaya dhèk jamané Prabu Erlangga, malah jajahané wuwuh Madura.Sang Nata séda ing tahun 1268, layoné diobong kaya adat, awuné sing separo dicandhi ana ing Welèri, ditumpangi reca Syiwah, sing separo dipethak ana candhi Jago (Tumpang) nganggo reca Budha.Dadi tetéla ing wektu iku agama Syiwah karo Budha campur.

05 Pérangan Kang KapisanBab 5Jumenengé Kartanagara ing Tumapel(1268 - 1292)

Page 160: Catatan Facebook Teja Buwana

Ratu Singasari kang Kaping V, jumeneng mekasi. Sasédané Syri Wisynuwardhana pangéran pati jumeneng Nata, ajejuluk Prabu Kartanagara.Sang Prabu manggalih marang kawruh kagunan, lan kasusastran, lan iya manggalih marang undhaking jajahan, nanging kurang ngatos atos, lan kersa ngunjuk nganti dadi wuru.Ana nayakaning praja aran Banyak Widhe utama Arya Wiraraja, tepung becik lan Jayakatwang, adipati ing Daha.Satriya iku ora sungkem marang ratuné, malah wis sekuthon karo Jayakatwang, arep mbaléla.Dumadakan ana punggawa kang matur prakara iku, nanging Sang Prabu ora menggalih, Wiraraja malah diangkat dadi adipati ana ing Madura.

Pepatihe Sang Nata aran Raganatha rumeksa banget marang ratuné, nganti sok wani ngaturi pènget marang Sang Prabu ing bab kang ora bener, nanging Sang Prabu ora rena ing galih, ora nimbangi rumeksaning patih setya iku, malah banjur milih patih liya kang bisa ngladèni karsané.Patih wredha diundur, winisuda dadi: nayaka pradata, dadi wis ora campur karo prakara pangrèh praja.Patih anyar senengé mung ngalem marang ratuné lan ngladosi unjuk unjukan.

Ana utusan saka ratu agung ing nagara Cina (Chubilai) dhawuh supaya Prabu Kartanagara nyalirani dhéwé utawa wakilsuwana marang nagara Cina perlu caos bekti (tahun 1289).Sang Prabu duka banget. Bathuking Cina utusan digambari pasemon kang ora apik, nelakaké dukané Sang Prabu.Bareng tekan ing nagara Cina patrape ratu Jawa kang mangkono iku mau njalari dukané ratu binathara ing Cina,Ing tahun1292 ana prajurit gedhé saka ing Cina arep ngukum ing kuwanéné wong Jawa.Wiraraja sasuwéné ana ing Madura isih ngrungok ngrungokaké apa kang kalakon ana ing Singasari, lan iya weruh uga yèn ing wektu iku prajurit Singasari dilurugaké menyang Sumatra.Wiraraja ngajani Jayakatwang akon nangguh mbedhah Singasari, mumpung nagara lagi kesisan bala.Jayakatwang ngleksanani, lan Singasari kelakon bedhah. Ratu lan patihé katungkep ing mungsuh isih terus unjuk unjukan baé (wuru), mulané ora rekasa pinurih sédané.

Radèn Wijaya, wayahè Narasinga, nuli umangsah ngetog kaprawiran mbelani nagara lan ratuné, nanging wis kaslepek karoban wong Daha, mulané banjur kepeksa ngoncati, mung kari nggawa bala 12, genti genti nggéndhong Sang Putri garwané Radèn Wijaya, putrané Prabu Kartanagara.Lampahè Radèn Wijaya sasentanané nusup angayam alas.Kalebu wilangan 12 iku ana satriyané loro, putrané Wiraraja, duwè atur marang Gustiné supaya ngungsi menyang Madura.

Page 161: Catatan Facebook Teja Buwana

Sang Pangéran mauné ora karsa, nanging suwé suwé nuruti. Ana ing Madura ditampani kalawan becik.Rembugé Wiraraja, Radèn Wijaya diaturi suwita menyang Daha. Wiraraja sing arep nglantaraké.Yèn wis kelakon suwita Radèn Wijaya diaturi nyetitèkaké para punggawa ing Daha, sapa sing kendel utawa jirih, tuhu utawa lamis.Yèn wis antara suwé diaturi nyuwun tanah tanah Trik, dibabada banjur dienggonana.Radèn Wijaya nurut ing pitudhuh, lan iya kelakon suwita ing Daha.Kacarita pasuwitané kanggep banget, amarga saka pinteré nuju karsa, lan saka pinteré olah gegaman; wong sa Daha ora ana sing bisa ngalahaké.Kabèh piwulangé Wiraraja ditindakaké, dilalah Sang Prabu teka dhangan baé, malah bareng tanah Trik wis dibabad, Radèn Wijaya nyuwun manggon ing kono iya dililani.Kacarita nalika babade tanah Trik mau, ana wong kang methik woh maja dipangan, nanging rasané pait. Awit saka iku désa ingkono mau banjur dijenengaké Majapait.Bareng Radèn Wijaya wis manggon ing Majapait, rumangsa wis wayahè tata tata males ukum, ngrusak kraton Daha, ananging Wiraraja akon sabar dhisik, awit isih ngenteni prajurit saka nagara Cina kang arep ngukum wong Singasari.Karepe Wiraraja arep ngréwangi Cina baé dhisik, besuké arep mbalik mungsuh Cina. Wiraraja banjur boyong sakulawargané lan saprajurite menyang Majapait ngumpul dadi siji karo Radèn Wijaya.

06 Pérangan Kang KapisanBab 6Karajan Melayu

Ing Bab 5 ana critané Prabu Kartanagara enggoné anjangka undhaking jajahané.Ana ing tanah Sumatra kelakon bisa oleh jajahan.Ing ngisor iki crita sathithik tumraping karajan karajan ing tanah Melayu.Kacarita ratu ing Funan, kira kira ing sajroning abad 3 ngelar jajahan, ngelun tanah Sumatra, Jawa lan liya liyané, ayaké ratu iku kang yasa reca reca ing tanah Pasémah.Ing abad kapitu ana golonganing para pangéran saka ing Indhu Buri, padha manggon ing sakiwa tengening Palembang, banjur ngedegaké nagara gedhé, jenengé karajan çrivijaya (= Syriwijaya, sinebut ing bangsa Cina nagara: Sambotsai).Ratu ratuné padha darah Warman, isih dumunung sanak karo darah Purnawarman ing Tanah Jawa dhèk abad 4 - 5, apadéné darah Mulawarman ing Kutai lan Bornéo dhèk watara tahun 400.Nagara çrivijaya jajahané kira kira Sumatra sisih kidul lan tengah, Malaka, Kamboja lan malah tekan Tanah Jawa.Ing tahun 686 ratu agung ing negara çrivijaya nglurugi Tanah Jawa, awit Tanah Jawa ora tuhu pangèdhêpé marang çrivijaya.

Page 162: Catatan Facebook Teja Buwana

Sajroning abad 10 prajurit Jawa genti nglurugi çrivijaya, menang, nanging ora suwé çrivijaya bisa kombul manèh.Praja iku ajeg enggoné nglakokaké utusan marang Naréndra ing Cina.Ing sajroning abad 12 lan 13 nagara gedhé çrivijaya pecah dadi karajan cilik cilik.Darah Warman jumeneng ana ing tanah kang sinebut tanah: "Melayu" yaiku saikiné Jambi.Rèhning pasisiré tanah Melayu kono akèh rerusuh, wongé akèh kang padha ngungsi marang tanah pagunungan kang loh, ana ing kono padha dedhukuh.Bareng Tanah Jawa gedhé panguwasané, Prabu Kartanagara (1268 - 1292) kalakon bisa ngrusak kutha Paséi, lan ngejegi Jambi, Palembang, Riouw sarta kutha kutha akèh ing Bornéo apadéné pulo pulo ing Moloko.Ing saantaraning tahun 1275 lan 1293 wong Jawa nglurugi tanah pagunungan Jambi mau yaiku tanah kang besuké aran Menangkabau. Lurugan iku diarani: Pamalayu.Ing tahun 1268 Prabu Kartanagara angganjar reca marang ratu ing Dharmmaçraya (Darmasraya) uga dumunung ing tanah Jambi, ing saikiné ora adoh karo Sungai Lansat.Karajan iku ing besuké kalebu jajahan Majapait, rajané darah Warman jejuluk Tribuwana (Mauliwarman) kagungan garwa bangsa Melayu, kang putriné (putrané putri) ayaké dai garwané Radèn Wijaya biyèn.Sang Raja Tribhuwana mèlu karo bangsa Jawa nglurugi tanah Padhang Hulu.Miturut carita Melayu, lurugan mau ora oleh gawé, mung marga saka klebu ing gelar, kalah enggoné adu kebo, mulané kuthané banjur jeneng Menangkabau iku.Ana raja wewengkoné karajan Dharmmaçraya jejuluk Adityawarman nagarané ing Malayupura, kang ing tahun 1347 wus merdika, ambawa pribadhi, iku nglurugi Menangkabau, nanging ora nganti dadi perang, malah banjur diangkat dadi raja ing kono, awit pancèn dianggep bangsa Melayu.Jumenengé ana ing Menangkabau wiwit tahun 1347 tekan 1375, kecrita ing kawicaksanané lan pinteré nyekel praja.

Tumeka sapréné Sang Adityawarman sarta nayakané loro kang aran Papatih Sabatang lan Kyai Katumanggungan isih dipundhi pundhi marang bangsa Menangkabau.Sapungkuré Sang Aditya wis ora ana raja ing Menangkabau kang kecrita.Negarané pecah pecah, ing saiki isih akèh titiké, mungguh ing kaluhuraning para raja Jawa asal Indhu, ana ing tanah Menangkabau kono, luwih luwih tumraping basa lan sastrané.Darah raja raja kuna ing Menangkabau mau enteke durung lawas, kang pungkas pungkasan putri, sédané lagi saiki baé.

Ing tahun 1377 kutha Sanbotsai ing tanah Palembang rinusak ing balané Prabu Ayamwuruk.Kang kuwasa ing tanah Palembang kasebut jeneng Arya Damar nurunaké Radèn Patah (+/- tahun 1500).

Page 163: Catatan Facebook Teja Buwana

Awit saka ambruking karaton Majapait, Palembang iya katut apes, besuké kalah karo Banten.Kaluhuraning Tanah Jawa ana ing Sumatra sisih kidul kono tumekané dina iki uga iya isih akèh tilas tilasé.

Régol patilasan bètèng Majapait, jenengé Bajang Ratu

07 Pérangan Kang KapisanBab 7Perang Cina lan Adegé Karajan Majapait (1292)

Ing tengah tengahané tahun 1292 Maharaja Choebilai sida ngangkataké wadya bala menyang ing Tanah Jawa perlu arep ngukum Prabu Kartanagara.Ana ing pacekan (Surabaya) prau Jawa kalah, nuli bala Cina arep nglurugi9 Daha, kang dikira panggonané Kartanagara (kang nalika iku wis séda).Kacarita Radèn Wijaya dhèk jaman samono wus wiwit mbalela marang Jayakatwang ratu ing Daha.Sarèhné duwè pangarep arep bisaa ditulungi ing Cina numpes ratu ing Daha, mulané Radèn Wijaya banjur gawé gelar ethok ethok arep teluk marang sénapati Cina.Kabeneran ora let suwé Majapait, panggonané Radèn Widjaya ditempuh ing wong Daha, Radèn Wijaya éntuk pitulungané wong Cina bisa menang.Wasana ing tahun 1293 kutha Daha dikepung ing balané Shih Pih lan Radèn Wijaya, Daha bedhah, ratuné kacekel, pèni pèni raja pèni dijarah rayah, Radèn Wijaya nulungi putri putri, putrané Prabu Kartanagara digawa oncad menyang Majapait.Ora antara suwé, marga saka akalé Wiraraja, Radèn Wijaya bisa ngusir prajurit Cina.Wondéné prajurit mau, senadyan kesusu susu meksa isih bisa anggawa barang rayahan, pengaji mas satengah yuta tail lan tawanan wong satus saka Daha.Radèn Wijaya banjur jumeneng Nata ing Majapait, jejuluk Kertarejasa Jayawardhana utawa Brawijaya I (tahun 1294 - 1309)

Sawisé jumeneng Nata, Sang Prabu anggeganjar marang sakabèhing kawula kang mauné labuh, marang panjenengané. Wiraraja dibagèhi tanah Lumajang sauruté.Putriné Kartanagara papat pisan dadi garwané Sang Prabu, lan isi ana garwa paminggir siji saka tanah Melayu aran Sri Indresywari.Saka garwa paminggir iki Sang Prabu kagungan putra R. Kaligemet, kang besuké nggentos kaprabon, ajejuluk Jayanégara, saka Prameswari Sang Prabu peputra putri loro.Ing tahun 1295 R. Kalagemet lagi yuswa sataun wis diangkat dadi pangéran pati lan dadi ratu ing Kedhiri, ibuné kang ngembani nyekel praja Kedhiri.Ing nalika panjenengané Prabu Kertarejasa Jayawardhana iku, Tanah Jawa karo Cina becik manèh, perdagangané gedhé, wong Cina teka ing Tanah Jawa

Page 164: Catatan Facebook Teja Buwana

nggawa mas, salaka, merjan, sutra biru, sutra kembang kembangan, bala pecah lan dandanan wesi.Saka ing Tanah Jawa, Cina kulak: beras, kopi kapri, rami, bumbon crakèn luwih luwih mrica, barang barang mas utawa salaka, bangsa dandanan kuningan utawa tembaga, tenunan kapas lan sutra, welirang, gading, cula warak, kayu warna warna, manuk jakatuwa lan barang nam naman.

Ing Tanah Jawa ing wektu iku akèh palabuhan ramé, kayata: Tuban, Sedayu; Canggu.Nalika jamané ratu iki ing bawah karaton Majapait kena dibasakaké ungsum kraman.Para satriya kang mèlu lara lapa dhèk jamané Radèn Wijaya saiki ora oleh ati, awit Sang Prabu mung anggega aturing nayakané kang aran Mahapati, wasana para satriya mau banjur genti genti padha ngraman, nanging temahan asor jurite.Ing tahun 1328 Sang Prabu séda, dicidra ing dukun kang didhawuhi ambedhel salirané.Sasédané Prabu Jayanégara kang gumanti sadhèrèké putri, kang sesilih Bhreng Kauripan banjur jejuluk Jayawisynuwardhani.Sang nata dewi krama oleh satriya, kekasih Kartawardhana, misuwur pinter, sregep lan jejeg penggalihé.Sang Pangéran diangkat dadi panggedhéning jaksa lan oleh lungguh bumi Singasari sawewengkoné.Gajahmada dadi warangkaning ratu. Karepe Gajahmada arep nungkulaké satanah Jawa kabèh lan pulo pulo sakiwatengené.Ora let suwé yaiku tahun 1334 Sumbawa lan Bali bedhah banjur kabawah marang Majapait, mangka Bali nalika samana wis mbawahaké Lombok, Madura, Blambangan lan Sélebes sabagéyan.Sénapatining prajurit kang ngelar jajahan ing sajabaning Jawa aran Nala.Ing tahun 1334 Sang Raja putri mbabar miyos kakung diparabi Ayam Wuruk, kang banjur dijumenengaké Nata, nanging isih diembani kang ibu nganti tekan tahun 1350.

08 Pérangan Kang KapisanBab 8Ayam Wuruk, Syri Rajasanagara,Ratu kang kaping IV ing Majapait (tahun 1350 - 1389)

Awit saking gedhéné lelabuhané Patih Gajahmada, nagara Majapait saya suwé saya misuwur kuwasané.Prabu Ayam Wuruk tetep jumeneng ratu agung binathara ngerèh sapepadhaning ratu.Sang Nata krama oleh nakdhèrèke piyambak kang wewangi Retna Susumnadewi.

Page 165: Catatan Facebook Teja Buwana

Para santanané padha ginadhuhan tanah dhéwé dhéwé ing samurwaté. Déné kuwajibané para santana utawa adipati mau ing mangsa kang wus ditamtokaké kudu ngadhep ing panjenengané Nata, mulané kabèh padha duwè dalem becik becik ana ing Majapait, muwuhi asrining nagara.Ing jaman iku ana pujangga kraton aran "Prapanca" (Budha).Ing tahun 1365 pujangga iki nganggit layang kang aran Nagarakertagama.Ana manèh pujangga aran Empu Tantular nganggit layang Arjunawiwaha.Majapait ing wektu iku emèh mbawahaké satanah Indhiya Wétan kabèh, kayata: Tanah Jawa Wétan lan Tengah, Sumatra, wiwit Lampung tekan Acih (Perlak), Bornéo (Banjarmasin), Sélebes (Banggawai, Salaiya, Bantaiyan), Florès (Larantuka), Sumbawa (Dompo), saparoning Malaka lan sabageyaning Nieuw Guinéa.

Tanah Sundha ora ditelukaké. Kang jumeneng ratu ana ing tanah Sundha mau ajejuluk Prabu Wangi, putrané putri dilamar Prabu Ayam Wuruk iya dicaosaké, ananging Prabu Wangi banjur pasulayan karo Patih Gajahmada, nganti dadi perang.Prabu Wangi séda ing paprangan lan akèh punggawané kang mati ana paprangan; ewadéné tanah Sundha ora dibawah Majapait, isih madeg dhéwé ing saterusé.

Ing Jaman samono paro ajar utawa pandhita (agama Budha utawa Syiwah) mèlu nindakaké paprentahan nagara, mulané padha diparingi lungguh bumi dhéwé dhéwé kang diarani bumi: Pradikan.Padésan ing sakubenging candhi utawa padhépokaning para pandhita lumrahè uga dadi bumi pradikan, wongé diwajibaké jaga lan ngopèni candhi padhépokan mau.Kawula liyané padha kena pajeg prapuluhan (saprapuluhing pametuning buminé), lan kena ing pagawéyan gugur gunung lan sapepadhané.Pajeg rajakaya, pajeg panggaotan lan tambangan ing wektu samono iya wis ana.Pametoning praja gedhé banget, perlu kanggo ragad perang lan kanggo kapraboning Sang Nata sarta kanggo yeyasan nagara, kayata: kraton, gedhong gedhong, pasanggrahan pasanggrahan lan liya liyané.

Ing nagara Majapait wis akèh omah kang becik becik, payoné sirap, déné omah kang lumrah padha apager gedhég, ananging ing jero racaké ana pethiné watu kang santosa perlu kanggo nyimpen barangé kang pangaji.Wong wong dhèk jaman samono padha doyan nginang, senengané padha tuku bala pecah saka juragan Cina, pambayare nganggo dhuwit sing diarani Kèpèng.Wong lanang padha ngoré rambut, wong wadon gelungan kondhé. Wiwit enom wong wong padha nganggo gegaman keris, lan gegaman iku kerep diempakaké.Wong yèn mati jisime diobong, yèn sing mati iku bangsa luhur utawa wong sugih bojo bojoné (randha randhané) padha mèlu obong.Ora adoh saka nagara ana papan kanggo adu adu kéwan utawa uwong utawa kanggo karaméyan liya liyané. Papan iku arané "Bubat"Sang Nata kerep lelana tinggal nagara, ing Blambangan sauruté iya tau dirawuhi.

Page 166: Catatan Facebook Teja Buwana

Prakara perdagangan iya dadi gedhé banget, awit saka majuning lelayaran kagawa saka kèhing nagara nagara kang kabawah ing Majapait sing kelet letan sagara.Bab kagunan, kayata: ngukir ukir sapepadhané, kombule ing Tanah Jawa Wétan dhèk pungkasané abad kang katelulas, lan ing wiwitané abad kang pat belas, mung baé panggawéné reca reca kang apik apik iku nganggo tuntunaning wong Indhu utawa nurun kagunan Indhu.Cekaking carita: Nalika panjenengané Prabu Ayam Wuruk iku, Majapait lagi unggul unggule, samubarang lagi sarwa onjo.Prabu Ayam Wuruk tilar putra kakung miyos saka selir asma "Bhre Wirabhumi" jumeneng Nata ana ing bagéyan kang wétan.Déné kang nggentèni keprabon Majapait putra mantuné Sang Nata, ajejuluk Wikramawardhana (tahun 1389 - 1400).Ing tahun 1400 Sang Prabu sèlèh keprabon, kersané arep mandhita, ananging sapengkeré Sang nata, putra lan sentanané padha rebutan nggentèni keprabon.Prabu Wikramawardhana banjur kapeksa kundur jumeneng ratu manèh nganti tekan tahun 1428.Sajroning jumeneng sing kèri iki Sang Prabu nerusaké merangi santanané kang wus kabanjur ngraman nalika Sang Prabu jengkar saka kraton.Rèhning perang iki nganti suwé dadi nganakaké kapitunan akèh lan karusakan gedhé, awit teluk telukan ing tanah sabrang banjur padha wani mbangkang wus ora gelem kabawah Majapait.Tataning kawula iya banjur rusak. Prakara patèn pinatèn wis dadi lumrah.Akèh wong main lan adu jago totohané gedhéni.Ing tahun 1428 - 1447 kang jumeneng nata ratu putri jejuluk Retna Dewi Suhita, putrané Prabu Wikramawardhana saka garwa paminggir.Terusé banjur banjur Prabu Kertawijaya (1447 - 1452) lan manèh Prabu Bhra Hiyang Purwawisyesa (1456 - 1466), Pandan Salas (1446 - 1468), banjur Prabu Bhrawijaya V (1468 - 1478).Mungguh babade ratu ratu kang wekasan iki ora terang, mulané ora disebutaké.Ana ratu ing nagara Keling (salor wétané Kedhiri, sakidul kuloné Surabaya) jejuluk Prabu Ranawijaya Giridrawardhana ngelar jajahan nelukaké Jenggala, Kedhiri lan uga mbedhah Majapait (tahun 1478).Bedhahè Majapait iku kuthané ora dirusak, awit ing tahun 1521 lan 1541 nagara Majapait isih kecrita kutha kang gedhé.Suwé suwé kutha Majapait dadi rusak, awit wong wongé kang ora seneng kaerèh ing kraton liya, padha genti genti ninggal negarané, nglèrèg marang tanah Bali.Saiki Majapait mung kari patilasan baé, awujud pager bata tilas mubeng lan tilas gapura (Candhi Tikus, Bajang Ratu).Isih sajroning jaman Majapait, agama Islam wis mlebu saka sathithik, saya suwé saya bisa ngalahaké dayaning agama Indhu ana ing Jawa Wétan.

Mungguh kaananing tanah Sundha ing wektu iku ora pati kasumurupan.

Page 167: Catatan Facebook Teja Buwana

Sawisé krajan Tarumanagara dhèk abad 4 lan 5, mung ana kang kacarita krajan Sundha ing tahun 1030 nagarané kira kira ing Cibadhak.Enggoné ora ana wong manca kang mlebu mrono, marga saka kèhing bajag kang padha nganggu gawé ing sauruting pasisir.Ing Priyangan sisih wétan ana krajané aran Galuh, kang ngadegaké ayaké ratu aran Pusaka, ratu liyané jejuluk Wastukencana lan Prabu Wang(g)i.ing tahun 1433 Sang Ratu Dewa iya Raja Purana, ngadegaké kutha anyar aran Pakuan (Batutulis).Karajan iki aran Pajajaran. Tulisan kang ana ing watu kono nerangaké manawa Sang Prabu yasa segaran.Pajajaran semuné krajan rada gedhé lan ngerèhaké Cirebon barang.

Pérangan Kang Kaping PindhoBabad Tanah Jawa Wiwit AdegéKarajan Karajan Islam lan Tekané Bangsa Europa tumekané Gempale Karajan Mataram lan Ambruké Vereenig de Oost indische Compagenie (VOC)tahun 1500 - 1799

09 Pérangan Kang Kaping PindhoBab 1Karajan Demak lan Karajan Pajang+/- tahun 1500 - 1582

Wiwitané ing Tanah Jawa ana agama Islam ing antarané tahun 1400 - 1425.Ing tahun 1292 ing tanah Perlak ing pulo Sumatra wis ana wong Islam; ing tahun 1300 ana wong Islam manggon Samudra Paséi. Ing pungkasané abad kang ping 14 ing Malaka iya wis ana wong Islam.Tekané padha saka Gujarat. Saka Malaka kono agama Islam mencar marang Tanah Jawa, tanah Cina, Indhiya Buri lan Indhiya Ngarep.Kang mencaraké agama Islam ing Tanah Jawa dhisike yaiku sudagar Jawa saka Tuban lan Gresik, kang padha dedagangan ing Malaka, padha sinau agama Islam, dadiné Islam terkadhang sok kepeksa.Sudagar sudagar jawa mau padha bali marang Tanah Jawa Wétan, sudagar Indhu lan Pèrsi uga ana sing teka ing kono lan nuli mencaraké agama Islam marang wong wong.Sing misuwur yaiku: Maulana Malik Ibrahim (wong Persi?), séda ana ing Gresik ing tahun 1419, nganti saiki pasareané isih.

Bareng kuwasané karaton Majapait saya suwé saya suda, para bupati ing pasisir rumangsa gedhé panguwasané, wani nglakoni sakarep karep.Para bupati mau lumrahè wis padha Islam wiwit tumapaking abad kaping 16 (tahun 1500 - 1525),Jalaran saka iku kerep baé perang karo para raja agama Indhu kang manggon ing tengahing Tanah Jawa.

Page 168: Catatan Facebook Teja Buwana

Miturut carita: Sang Prabu Kertawijaya ing Majapait iku wis tau krama karo putri saka ing Cempa (tanah Indhiya Buri).Putri mau kapernah ibu alit karo Radèn Rahmat utawa Sunan Ngampel (sacedhaké Surabaya).Sunan Ngampel kagungan putra kakung siji, asma Sunan Bonang, lan putra putri siji, asma Nyai Gedhé Malaka.Nyai Gedhé Malaka iku marasepuhé Radèn Patah utawa Panémbahan Jimbun, yaiku kang sinebut: Sultan Demak kang kapisan.Sunan Ngampel lan Sunan Bonang iku dadi panunggalané para wali.Para wali mau kang misuwur: Sunan Giri (sakidul Gresik), ana ing kono yasa kedhaton lan mesjid; Ki Pandan Arang (ing Semarang) lan Sunan Kali Jaga (ing Demak).Ing tahun 1458 ing Demak wis ana mesjid becik.

Padha padha bupati ing pasisir pati Unus iku kang kuwasa dhéwé.Pati Unus uga kasebut Pangéran Sabrang Lor.Iku putrané Radèn Patah utawa Panémbahan Jimbun.Ing tahun 1511 Pati Unus mbedhah Jepara,Ing tahun 1513 nglurugi Malaka.Enggoné tata tata arep nglurug mau nganti pitung tahun lawasé.Lan bisa nglumpukaké prau kèhé nganti sangang puluh lan prajurit 12.000, apadéné mriyem pirang pirang.Nanging panémpuhé bangsa Portegis ing Malaka nggegirisi, nganti Pati Unus kapeksa bali lan ora oleh gawé.Pati Unus ing tahun 1518 uga ngalahaké Majapait nanging Majapait dhèk samana pancèn wis ora gedhé. Kuthané ora dirusak, mung pusaka kraton banjur digawa menyang Demak sarta Pati Unus ngaku nggentèni ratu Majapait.Ing tahun 1521 Pati Unus séda isih enèm lan ora tinggal putra.Kang gumanti rayi let siji yaiku Radèn Trenggana, jalaran rayiné tumuli: Pangéran Sekar Séda Lèpèn, wis disédani putrané radèn Trenggana, kang aran Pangéran Mukmin.Sajroning jumenengé Sultan Trenggana (tahun 1521 - 1550) karaton Demak kuwasa banget, nguwasani Tanah Jawa Kulon, ngerèh kutha kutha ing pasisir lor lan uga mbawahaké jajahan Majapait, sarta karaton Supit Urang (Tumapel) uga banjur kapréntah ing Demak. Déné Blambangan iku bawah Bali.Pelabuhan bawah Demak akèh sing ramé, kayata: Jepara, Tuban, Gresik lan Jaratan.Gresik lan Jaratan iku sing ramé dhéwé, wong kang manggon ing kono luwih 23.000.Ing tahun 1546 Sunan Gunung Jati kalawan Sultan Trenggana arep mbedhah Pasuruwan.Kutha Pasuruwan banjur kinepung ing wadya bala, nanging durung nganti bedhah, pangepungé diwurungaké, jalaran Sultan Trenggana séda cinidra déning sawijining punakawan santana, kang mentas didukani.Putrané Sultan Trenggana akèh. Putra putriné padha krama oleh priyayi gedhé gedhé.

Page 169: Catatan Facebook Teja Buwana

Ana sing krama oleh bupati ing Pajang, kang asma: Adiwijaya, yaiku Mas Krèbèt, Ki Jaka Tingkir utawa Panji Mas.Putrané Sultan Trenggana loro: Pangéran Mukmin utawa Sunan Prawata, lan Pangéran Timur, kang ing besuké dadi adipati ing Madura.Sunan Prawata iku kang nyedani Pangéran Sekar Séda Lèpèn.Ing semu putrané Pangéran Sekar Séda Lèpèn kang asma Arya Panangsang arep malesaké sédané kang rama.Sakawit Arya Panangsang nyedani Pangéran Mukmin sagarwané, nuli putra mantuné Sultan Trenggana, ora oleh gawé, malah Arya Panangsang bareng dipapagaké perang, kalah nemahi pati.Adiwijaya banjur nguwasani Tanah Jawa: amboyong pusaka kraton menyang Pajang lan nuli dijumenengaké Sultan déning Sunan Giri.Nalika Adiwijaya jumeneng ratu ana ing Pajang, blambangan lan Panarukan kabawah ratu agama Syiwah ing Blambangan, kang uga mbawahaké Bali lan Sumbawa (tahun 1575).Jajahan jajahan ing Pajang kapréntah ing pangéran (adipati) yaiku: Surabaya, Tuban, Pati, Demak, Pemalang (Tegal), Purbaya (Madiyun), Blitar (Kedhiri), Selarong (Banyumas), Krapyak (Kedhu sisih kidul kulon, sakuloné bengawan Sala.Ana ing tanah Pasundhan karaton Pajang mèh ora duwè panguwasa, jalaran ing tahun +/- 1568 tanah Banten dimerdikakaké déning Hasanuddin, dadi tanah kasultanan.

10 Pérangan Kang Kaping PindhoBab 2Karajan Mataram Nalika Jumenengé Sénapati(tahun 1582 - 1601)

Ana wong linuwih sinebut Kyai Gedhé Pamanahan, asalé mung wong lumrah baé.Jalaran saka akèh lelabuhané marang Sultan Pajang, banjur didadèkaké patinggi ing Mataram.Nalika iku tanah Mataram durung reja lan Pasar Gedhé, padunungané Kyai Pamanahan mau isih awujud désa.

Putrané Kyai Gedhé Pamanahan kang asma Sutawijaya utawa Radèn Bagus, utawa Pangéran Ngabèhi Loring Pasar iku dipundhut putra angkat déning Sultan Pajang lan nganti diwasa tansah ana ing kraton , dadi mitrané Pangéran Pati yaiku Pangéran Banawa.Ing tahun 1575 Sutawijaya gumanti kang rama ana ing Mataram, oleh jejuluk Sénapati Ing Ngalaga Sahidin Panatagama.Panémbahan Sénapati (Sutawijaya) mau banget ing pangarahé supaya bisa jumeneng ratu.Ing sasi Mulud ora ngadhep marang Pajang, lan Pasar Gedhé didadèkaké bètèng, ndadèkaké kuwatiré Sultan Adiwijaya.

Page 170: Catatan Facebook Teja Buwana

Kelakon ora suwé banjur peperangan, Adiwijaya kalah lan ing tahun 1582 séda jalaran karacun.Pangéran Banawa ora wani nglawan Sénapati.Sénapati banjur ngaku jumeneng Sultan, sarta pusakaning kraton kaelih marang Mataram.Sénapati ngerèhaké Mataram ing tahun 1586 - 1601.Jajahan jajahan karaton Pajang kang wis kasebut ndhuwur kaerèhaké ing Mataram kanthi ngrekasa banget.Sénapati kepeksa kudu kerep perang, kayata: perang karo Panaraga, Madiyun, Pasuruwan lan luwih luwih karo Blambangan.Ewadéné Blambangan iku ora bisa kalah babar pisan. Karo Sénapati memitran.Banten arep ditelukaké, nanging ora bisa kalakon.Galuh pineksa karèh Mataram.Ing nalika iku akèh kutha kutha pelabuhan kang ramé, padha ditekani wong Portegis, ora lawas wong Walanda iya padha nekani ing kono.Dedagangané mrica, pala, cengkèh, kapas lan barang barang liyané akèh, nanging bab kawruh lan kagunan ora pati diperduli.Ing tahun 1601 Sénapati séda, kang gumanti putra Mas Jolang. Pasaréyan Sénapati nunggal kang rama ana ing Pasar Gedhé sarta padha pinundi pundhi.

11 Pérangan Kang Kaping PindhoBab 3Karajan Banten lan Cirebon wiwit jumenengéSunan Gunung Jati (+/- tahun 1527) tumekaSédané maulana Mohamad (tahun 1596)

Ing wiwitané abad kang ping 16 ing Tanah Jawa Kulon ana nagara aran Pajajaran, Kutha aran Pakuan. Kutha pelabuhan iya duwè, yaiku Banten lan Sundha Kalapa, nanging dedagangané durung ramé.Awit saka Malaka ing tahun 1511 kacekel ing bangsa Portegis, para sudagar Islam padha dedagangan ana ing pasisiré lor Tanah Jawa Kulon.Ing Banten nuli ana pedagangan gedhé, dagangané mrica.Ing nalika iku ana wong Paséi (Sumatra), agamané Islam, teka ing Tanah Jawa Kulon merangi ratu ing Pejajaran nganggo prajurit saka ing Demak.Wong Paséi mau ing tembéné aran Sunan Gunung Jati, mauné bok menawa aran Falètèhan.Iku ipéné Radèn Trenggana. Marga saka pitulungané Radèn Trenggana ing tahun 1527 bisa mbedhah Sundha Kalapa (Jayakarta utawa Jakarta) lan Cirebon.Ing tahun 1552 Sunan Gunung Jati ing Banten digentèni kang putra Hasanuddin.Déné putra liyané kang asma Pangéran Pasaréan, iku kang nurunaké para Sultan ing Cirebon.Falètèhan séda ing tahun 1570 ana ing Cirebon lan disarèkaké ana ing punthuk Gunung Jati.

Page 171: Catatan Facebook Teja Buwana

Kutha Pakuan bedhahè sawisé tahun 1570. Para wong ing Tanah Jawa Kulon banjur dipeksa manjing agama Islam.Nalika Falètèhan séda kang jumeneng Sultan ing Cirebon Panémbahan Batu, yaiku buyute Falètèhan mau.Hasanuddin iku krama oleh putriné Pangéran Trenggana.Bareng Pangéran Trenggana séda, karaton Banten banjur madeg dhéwé (tahun 1568).Hasanuddin uga nelukaké Lampung, sarta raja Indrapura ngaturaké putrané putri minangka garwa.

Kutha Banten dadi ramé lan pelabuhané gedhé. Ananging kutha urut pasisir ana 750 M, déné ujuré marang dharatan +/- 1600 M.Prau prau bisa lumebu ing kutha metu ing kali kang nrajang kutha mau; saiki kaliné wis waled, jalaran wedhi.Kutha mau kang sasisih dipageri lan ana gerdhu gerdhuné panggonan prajurit jaga tuwin panggonan mriyem.

Hasanuddin séda ing tahun 1570, banjur kasarèkaké ing Sabakingking.Kang gumanti kaprabon Pangéran Yusup.

Nalika iku wong Banten yèn nandur pari lumrahè ana ing pategalan (ladhang).Sawisé dienèni pariné banjur ora ditanduri manèh, wong wongé banjur golèk panggonan liya digawé ladhang, yèn wus panèn iya diberakaké manèh, enggoné nanduri iya kaya kang wis mau.Sing kaya mangkono iku tumraping lemahé mesthi baé ora becik.Bareng Pangéran Yusup jumeneng Sultan, wong wong padha didhawuhi sesawah.Jalaran saka iku wong tani iya kapeksa milih panggonan sing tetep, ora pijer ngolah ngalih, iku njalari anané désa désa.Pangéran Yusup uga dhawuh yasa bendungan lan susukan susukan perlu kanggo ngelebi sawah.

Sing mbedhah kutha Pakuan iku iya Pangéran Yusup.Ratu ing Pakuan séda, para luhur ing kono kapeksa mlebu Islam.Sawènèh ana sing ngungsi marang pagunungan ing Banten Kidul; wong Beduwi iku turuné wong wong sing padha ngungsi mau.Pangéran Yusup lumrahè karan Pangéran Pasaréyan (tunggal jeneng karo kang paman ing Cirebon).Ing sasédané Pangéran Yusup, Pangéran Jepara utawa Pangéran Arya anjaluk jumeneng Sultan, nanging ora bisa kelakon, jalaran saka setyané Mangkubumi (Patih) ing Banten marang Pangéran Yusup.Kang gumanti Pangéran Yusup, putra kang sisilih Maulana Mohamad.Nalika iku yuswané lagi 9 tahun, mulané nganggo diembani ing Mangkubumi.

Page 172: Catatan Facebook Teja Buwana

Sing maréntah kutha Jakarta sebutan Pangéran, dhisike Ratu Bagus Angké lan tumurun marang putra. Kutha mau kinubeng ing pager, ing jeroné pager ana mesjidé omah gedhé sing didalemi sang Pangéran, alun alun lan pasar.Iku mau kabèh dumunung ing pusering kutha. Dagangané ora pati ramé kaya ing Banten. Tanah tanah sakubengé kutha isih kebak buron alas.

Cirebon iku uga ngréka daya bisané mardika saka Banten.Sultan Cirebon mbawahaké sapérangané tanah Priyangan.Watesé kang wétan Banyumas, kang kulon Cimanuk (Citarum),.Bareng sepuhé, Pangéran Mohamad ditresnani ing kawula, jalaran saka mursid lan wasis.Sang papatih Jayanagara banget setya marang ratuné.Nalika iku Sultan Mohamad diaturi nglurugi Palembang déning Pangéran Mas, wayahè Sunan Prawata,Sandyan patihé malangi, nanging Sultan Mohamad ngrujuki; kalakon ing tahun 1596 Palembang dilurugi.Wadyabala ing Banten wis ngira bakal menang, dumadakan nalika Sultan Mohamad pinuju dhahar, kataman ing mimis, ndadèkaké sédané.Sédané mau digawé wadi, mung wadyabala diundangi bali marang Banten.Bareng layon arep disarèkaké, ing kono wong wong lagi ngerti yèn Sultan séda, lan ing wektu iku uga Pangéran Abulmafachir dijumenengaké Sultan, nanging yuswané lagi sawatara sasi, mulané pamaréntahing nagara kacekel ing Mangkubumi, manèh dibantoni ing Nyai Emban Rangkung, kang jalaran saka wicaksanané karan: Ratu Putri Ing Banten.Ing pungkasané abad kang ping 16 Banten iku dadi kutha pedagangan kang ramé dhéwé ing saTanah Jawa.

Wong manca kang ana ing kono: wong Persi, wong Indhu saka Gujarat, wong Turki, Arab, Portegis, Melayu lan wong Keling.Wong wong ngamanca mau lumrahè ngingu batur tukon lan juru basa.Luwih luwih wong Cina, ing Banten akèh banget.Bangsa Cina manggoné ana sajabaning temboking kutha, lan omahè apik apik.Panggaotané wong manca padha kulak mrica.Sing nganakaké dhuwit timbel (kètèng, gobang) ing Banten iya wong wong ngamanca mau. Dhuwit timbel 1.00 pengajiné +/- 20 sèn.Pangan ing Banten murah banget, dhuwit 20 sèn baé tumraping wong ngamanca, wis turah turah. Hawané ing kutha ora becik, jalaran kali Banten ing biyèné becik, banjur dadi cethèk lan reged.Dalan dalan padha kurugan ing wedhi, omah omahè isih gedhég, mung senthongé pasimpenan wis tembok.Para priyayi padha duwè pakarangan isi wit krambil, sangarepé omah ana pendhapané lan ing pojoking latar sok ana langgaré.Kejaba mesjid gedhé lan pamulangan, ing Banten mung ana omah gedhong siji, yaiku omahè Syahbandar.Kajaba para luhur, wong kang ngibadah ing Banten ora akèh.

Page 173: Catatan Facebook Teja Buwana

Para luhur padha ngagem sarung sutra, (terkadhang sinulam ing benang emas) serban lan keris, kenakané diingu dawa, wajané dipasahi lan tinrètès ing mas utawa disisigi.Ngagemé sepatu utawa selop mung yèn ana ing dalemé baé.Pandèrèké ana sing ngampil wadhah kinang, kendhi, payung, lampit lan tumbak.Para luhur mau (para punggawa) padha milu ngerèh praja.Ing mangsa perang para prajurit olèh keré, sandhangan lan pangan.Para punggawa mau padha ngingu batur tukon akèh.Ing Banten sing nyambut gawé temenan mung para batur tukon, wong cilik liyané mèh ora nyambut gawé, mulané padha ora kacukupan.Yèn ana wong ora bisa mbayar utangé, iku banjur dadi batur tukon saanak bojoné.Wong kemalingan ing Banten akèh; maling kang kacekel, kena nuli dipatèni.Wong kang dosa pati, kena nebus dosané sarana mbayar dhendha marang Sultané.Yèn ana wong lanang mati, Sultan wenang mundhut anak bojoné wong mau.Jalaran saka iku akèh wong isih kenomen padha omah omah.Kuwasané Sultan Banten gedhé banget, nanging prakara nagara lumrahè dirembug karo para luhur; pangrembugé wayah bengi ana ing alun alun.Para luhur mau kang kuwasa banget Mangkubumi (patih), laksamana (panggedhéné prau lautan) lan sénapati.

Ing jaman samana kaanané kutha kutha ing Tanah Jawa kurang luwih iya mèmper karo kutha Banten iku.

prau_vasco_de_gamaPrauné Vasco de Gama

12 Pérangan Kang Kaping PindhoBab 4Wong Portegis lan Sepanyol(tahun 1513)Wiwit jaman Rum mula wong Asia iku wis wiwit lawanan dedagangan lan wong Europa. Dagangan saka Asia Wétan, kayata: Tanah Indhu, Cina, apadéné kapulowan Moloko digawa ing kafilah, metu ing Afganistan, Persi, Syrie (Sam), banjur menyang Egypte (Mesir), jujugé ing Alexandrie.Dagangan mau saka kono banjur dikirimaké menyang kutha kutha pelabuhan ing sapinggire Sagara Tengah, kayata: Rum, Vénétie lan Genua; banjur disebaraké ing nagara liya ing Europa.Lakuné kafilah saka Hindustan ngrekasa banget, jalaran ana ing dalan kesuwèn, mangka kerep diadhang ing bégal.Marga saka iku pametuné tanah Asia ana ing Europa dadi larang banget, samono uga bumbon saka kapulowan Moloko.

Page 174: Catatan Facebook Teja Buwana

Bareng wong Turki mèlu mèlu gawé kasusahaning kafilah mau, bangsa bangsa Europa liyané banjur arep mbudi akal bisané oleh dagangan saka tanah Asia dhéwé ora nganggo metu dharatan, dadi arep ngambah sagara baé.Nalika abad kang kaping 15 ing tanah Europa wus ana bangsa kang kendel banget lelayaran, yaiku bangsa Portegis.

Bangsa iku enggoné lelayaran saya suwé saya mangidul, nganti nemu pulo lan tanah pirang pirang enggon, wasana pasisiré tanah Afrika kang sisih lor kulon wus kawruhan kabèh.Ing tahun 1486 ana nakoda bangsa Portegis aran Bartholomeus Dias, bisa tekan ing pongole buwana Afrika kang sisih kidul dhéwé.

Ing Tahun 1498 kelakon ana nakoda Portegis aran Vasco de Gama tekan ing Kalikut kutha ing tanah Indhu.

Wong Portegis nuli miwiti lelawanan dedagangan lan wong Indhu, lan nenelukaké kutha pelabuhan kang ramé ramé ing tanah Indhu kono.d'Albuquerque kang wus katetepaké jumeneng Prabu anom ing Asia nuli ngumpulaké prau perang kanggo merangi kutha kutha pelabuhan; Goa, Ormus lan Malaka genti genti dikalahaké.Iya jamané d'Alburquerque (tahun 1509 - 1515), iku mumbul mumbule wong Portegis nguwasani tanah tanah pasisir ing Samodra Indhiya tekan Macao.

Bareng wong Portegis wis bisa manggon lan duwè panguwasa ana ing Malaka, ing tahun 1513 nuli nakoda aran d'abreu, layar menyang Moloko.Lakuné nganggo mampir mampir, kayata: menyang Gresik.Ing wektu samono Gresik wis dadi kutha padagangan gedhé, wong wongé wis Islam.Wong Portegis mau ana ing Tanah Jawa Tengah lan Wétan sasat tansah dimungsuh baé, mung ana ing Panarukan bisa mimitran lan wong bumi, jalaran wong ing kono isih mardika, durung Islam lan durung kaerèh marang Demak.Rèhné wong Portegis ana ing Tanah Jawa Tengah lan Wétan tansah ngrekasa banget, mulané banjur ana kang nyoba arep lelawanan dedagangan lan Banten.Ing sakawit ana ing Banten ditampani becik, nanging nuli wong Portegis lan wong Banten kerep cecongkrahan, jalaran padha déné ora percayané.Wasana enggoné dedagangan wong Portegis kang dipeng ana ing Moloko lan pulo Timur.Nalika wong Portegis teka ana ing tanah Indhiya kang anggedhéni laku dagang ing kepulowan Moloko bangsa Jawa, nanging bareng Malaka bedhah, wong Jawa kadhesuk soko kono lan saka kapulowan Moloko, banjur karingkes pasabané, kang anggedhéni genti wong Portegis, malah ing tahun 1522 ing Ternate wis didegi bètèng, sarta wong Portegis wis prajangjian lelawanan dedagangan ijèn ijènan (monopolie) lan Sultan ing kono.Ing tembéné kang dadi dhok dhokané wong Portegis ing Ambon lan Bandha.Ana ing pulo pulo Moloko lan ing pulo pulo Sundha Cilik sisih wétan wong Portegis padha mencaraké agama Kristen.

Page 175: Catatan Facebook Teja Buwana

Bareng wong Portegis nemu dalané menyang tanah Indhiya, wong Sepanyol iya banjur arep nyoba uga menyang tanah Indhiya dhéwé.Wong Genua aran Christophorus Columbus layar saka Sepanyol mangulon atas asmané Sang nata ing Sepanyol.Saka panémuné Chr. Columbus wus tetéla yèn jagad iku bunder kepleng, dadi yèn saka Sepanyol terus layar mangulon mesthi banjur tekan ing jagad sisih wétan yaiku enggoné tanah Indhiya.Yèn saka Indhiya diterusaké mangulon baé, mesthi banjur bali tekan ing Sepanyol manèh.Ing tahun 1492 kelakon Chr. Columbus nemu kepulowan kang diarani kapulowan Indhiya, jalaran pametuné akèh emperé lan tanah Indhiya, nanging ora antara suwé tetéla yèn kepulowan mau dudu Indhiya, mulané mung banjur diarani kepulowan Indhiya Kulon.Mungguh satemené kepulowan Indhiya Kulon iku wewengkoné buwana Amerika.Saking kepenginé marang kauntungan lan misuwuring jeneng, banjur akèh baé wong Sepanyol kang napak dalané Chr. Columbus padha layar mangulon ketug ing Amerika.Sawisé buwana Amerika kawruhan, nuli ana wong Portegis kang aran Magelhaen kang nedya menyang Indhiya metu Amerika atas asmané ratu Sepanyol.Mangkaté Magelhaen sakancané wong Sepanyol ing tahun 1519 lakuné nurut pasisiré Amerika sisih kidul, njedul supitan ing saantarané pongol Amerika kang kidul dhéwé lan pulo Vuurland, saka kono terus ngalor ngulon nrajang Samodra gedhé, anjog ing kapulowan Filipina.

Wong Sepanyol nuli layar menyang Moloko, anjog ing Tidore.Sultan Tidore bungah banget, awit bakal olèh lengganan bangsa Europa, mangka nalika d'Abreu teka ing Ambon diajak lengganan ora gelem, gelemé mung karo Sultan Ternate.

Sarèhné wong Sepanyol, kancané Magelhaen, kalah santosa karo wong Portegis, mulané bareng dimungsuh, banjur kapeksa mlayu menyang Jilolo, saka kono terus layar mangulon, nutugaké enggoné ngubengi bumi, tekané ing Sepanyol manèh tahun 1522.Iya wong Sepanyol kang dipanggedhéni Magelhaen iku kang ngubengi bumi sapisan.

Wong Portegis bareng sumurup ana wong Sepanyol teka, banget panasé, ngudi, lungané wong Sepanyol saka tanah Indhiya, dadi bangsa loro mau padha memungsuhan.Nanging ing tahun 1529 padha bedhami, jalaran watesing jajahan dipastèkaké déning Kangjeng Paus.

Wiwit tahun 1542 bangsa Sepanyol neluk nelukaké pulo pulo Filipina.Jeneng Filipina iku kapirit asmané ratu ing Sepanyol (Filips II).

Page 176: Catatan Facebook Teja Buwana

Lan ana ing pulo pulo mau banjur padha mencaraké agama Kristen.

13 Pérangan Kang Kaping PindhoBab 5Tekané Wong Walanda( tahun 1596)Ing abad kang kaping 15 ing nagara Walanda bab misaya iwak maju banget ( iwak haring). Iwaké didol sumrambah ing tanah Europa.Jalaran saka iku lelayarané prau prau momot barang dadi ramé.Prau prau momotan mau kejaba momot iwak, uga nggawa barang barang liyané, kayata: mertega, kèju lan laken saka Nederland didol menyang Europa sisih lor lan kidu

To see the complete text, please view the original source.

Page 177: Catatan Facebook Teja Buwana

NASEHAT SUKMOJATIThursday, April 09, 2009, 3:38:00 AM | Herman Adriansyah

Sumber : http://sang-rajawali.blogspot.com/search/label/Nasehat%20SukmoJati

Empat jenis golongan manusia

Wahai para cucuku semua.Sesuai wangsit yang kuterima secara waskita,Sang Hyang Esa memberitahuku tentang empat jenis golongan manusia yang hidup di jagad raya ini.

yaitu :1. Orang yang tahu dengan semua yang diketahuinya. Ini tergolong manusia Istimewa. Surganya adalah bertemu Allah dan menjadi wakil Allah di dunia.2. Orang yang tahu dengan semua yang tidak diketahuinya. Ini tergolong manusia yang mau belajar dan sedang belajar tentang hidup dan siapa Tuhannya. Surganya adalah surga yang telah dijanjikan sejauh yang dipelajarinya.3. Orang yang tidak tahu dengan semua yang diketahuinya. Ini tergolong manusia Selamat. Sepanjang hidupnya dia hanya tahu untuk menjalankan hidup ini sesuai dengan aturan yang berlaku. Surganya ada di halaman Surga.4. Orang yang tidak tahu dengan semua yang tidak diketahuinya. Ini tergolong manusia Sok Tahu. Surganya adalah hidup berdampingan dengan Iblis.

Selemah-lemahnya kamu semua, pilihlah golongan yang ketiga.Jika kamu ternyata termasuk golongan ke empat, cepat-cepatlah sadar diri dan bertaubat. Karena jika tidak, bahkan lalatpun enggan untuk mendekat.

Waspadalah ……. !!!

Kesesatan yang nyata

Suatu kali, lewatlah seorang pengelana di depan pondokan sang Panembahan SukmoJati. Badannya tinggi, tegap, dan tampak guratan-guratan di wajahnya yang menampakkan sosok manusia yang penuh dengan semangat dan optimis yang tinggi.

Bertanyalah dia kepada Sang Panembahan.Pengelana :“Wahai Panembahan, apakah engkau tahu dimana letak desa TUJUAN ?”SukmoJati :

Page 178: Catatan Facebook Teja Buwana

“Bila engkau mengikuti jalan yang kau lalui niscaya akan sampai di desa TUJUAN.”Pengelana :“Sudah berapa lama engkau berada di pondokanmu ini ?”SukmoJati :“Tujuh belas tahun “Pengelana :“Bagaimana aku percaya dengan kamu, sedangkan engkau tidak pernah meninggalkan pndokanmu selama tujuh belas tahun ?”

Dengan tersenyum Sang Panembahan SukmoJati pun menjawab :“Wahai angger yang baik rupa. Aku mengenal ada orang yang sangat percaya pada dirinya, maka dia tidak begitu mudah untuk percaya pada orang lain. Ada orang yang tidak percaya pada dirinya, maka biasanya dia mudah sekali mempercayai orang lain. Akan halnya engkau, ternyata engkau sendiri tidak pernah yakin dengan tujuan perjalananmu. Padahal jalan yang kau lalui hanya satu arah. Apa lagi yang membuatmu ragu ? Biasanya orang yang tidak percaya dengan dirinya sendiri, akan mudah percaya dengan orang lain. Sedangkan engkau tidak. Sesungguhnya engkau tergolong orang yang berada di jalan kesesatan yang nyata.”

Maka menangislah si pengelana. Lantas ia berkata,"Siapakah engkau wahai panembahan ?". "Namaku SukmoJati. Carilah arti kata namaku maka engkau akan mengenal siapa diriku"

Tiga pemuda bertanya, manakah yang sombong ?Sang Panembahan SukmoJati kedatangan tiga orang pemuda yang bermaksud untuk menimba "kaweruh" (ilmu hikmah).

Pemuda 1 :“Wahai Panembahan, siapakah di antara kami yang lebih sombong ?”

Panembahan :“Aku tak tahu. Mengapa engkau bertanya seperti itu ?”

Pemuda 2 :“Tak mungkin engkau tidak tahu. Mestinya engkau menjelaskan terlebih dahulu arti sombong itu apa kepada kami bertiga.”

Panembahan :“Apakah engkau tahu, anak muda ?”, sambil wajahnya menghadap ke Pemuda 2.

Pemuda 2 :

Page 179: Catatan Facebook Teja Buwana

“Ya, pasti. Sombong adalah dengan sengaja menunjukkan dan memberitahukan kemampuannya kepada orang lain untuk menampakkan betapa ia memiliki kelebihan.”

Panembahan :“Bagaimana dengan kamu, anak muda ?”, sambil memandang pemuda 1.

Pemuda 1 :“Aku tidak tahu. Yang jelas, aku selalu melakukan apa yang harus kulakukan dan aku mampu melakukannya. Aku tidak akan melakukan sesuatu selama aku tidak mampu melakukannya. Apakah aku sombong ?”

Pertapa tersenyum, lalu bertanya kepada pemuda 3 :“Bagaimana dengan kamu, anak muda ?”

Pemuda 3 tidak menjawab hanya tersenyum kecil.

Panembahan :“Sekarang aku tahu siapa yang lebih sombong di antara kalian bertiga. Dia adalah yang berlagak tidak tahu apa-apa, tetapi di dalam hatinya merasa lebih tahu dan lebih mampu di antara yang lain. Inilah kesombongan yang nyata….!!!”

Kawan dan Musuh Sang SukmoJatiSang Panembahan SukmoJati sedang terlibat diskusi serius di pondokannya yang tampak sangat reot walau sebenarnya kokoh luar biasa dalam hal menghadapi keganasan alam di sekitarnya. Kawan diskusinya adalah Kyai Resik Rogo.

“SukmoJati, bagaimana engkau memenuhi kebutuhan hidupmu selama ini ?”.SukmoJati menjawab,”Dengan apa yang ada di seluruh anggota tubuhku pemberian Sang Hyang Esa untuk dapat mengambil manfaat apapun yang ada di sekitarku, sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia”.

“Bagaimana engkau hidup sendirian di rimba belantara ini ?”, kata Kyai Resik Rogo melanjutkan. Sambil tersenyum SukmoJati meneruskan,”Aku tidak sendirian. Aku selalu dikelilingi oleh kawan-kawan dan musuh-musuhku”. “Siapakah gerangan mereka ?”, lanjut Kyai Resik Rogo penasaran.

Seketika suasana menjadi hening, mencekam, baik SukmoJati maupun Resik Rogo sama-sama terdiam. Tiba-tiba terdengarlah suara tanpa diketahui asalnya yang mengulas bait-bait seperti berikut :

Duhai Sang Hyang Esa

Page 180: Catatan Facebook Teja Buwana

Tiada mampu satu ruh-pun mengelak dari janji atas-Mu di alam arwah

Di dalam rahim sang ibu, aku ditemani oleh keempat pengiringku …..• Keselamatan• Keyakinan• Ketuhanan• PengenalanSetiap dua darinya bisa menjadi kawan atau musuhku kelak, entah yang mana

Sebelum aku dikeluarkan dari gua garba sang bunda,Sang Hyang Esa pun memberiku empat bekal hidup di dunia,…..• Rejeki yang dibagikan• Rejeki yang dijamin• Rejeki yang dicari• Rejeki yang diutamakanSetiap dua darinya bisa menjadi kawan atau musuhku kelak, entah yang mana

Saat aku dikeluarkan dari gua garba sang bunda,Sang Hyang Esa pun menghantarkan diriku dengan empat pengiring :• Air ketuban• Air seni• Ari-ari• Darah segarSetiap dua darinya bisa menjadi kawan atau musuhku kelak, entah yang manaDan setiap bagiannya, terkandunglah empat unsur alam :• Air• Api• Angin• TanahSetiap dua darinya bisa menjadi kawan atau musuhku kelak, entah yang mana

Selama aku berkelana di dunia fana ini, Sang Hyang Esa selalu mengutus empat pengiring utama bagiku :• Petunjuk• Kesejahteraan• Peringatan• KematianSetiap dua darinya bisa menjadi kawan atau musuhku kelak, entah yang mana

Selama aku menempuh jalan ketuhanan untuk dapat pulang kembali ke kampung halaman yang abadi, Sang Hyang Esa juga membekali diriku dengan empat mustika :• Akal• Hati• Pancaindera• Jiwa

Page 181: Catatan Facebook Teja Buwana

Setiap dua darinya bisa menjadi kawan atau musuhku kelak, entah yang mana

Sungguh dunia ini tiada pernah sepi dari mereka semua, bahkan lebih ramai dibandingkan dengan hiruk pikuk kesibukan seluruh manusia di bumi ini.

Panembahan Sukmojati tersenyumSang Panembahan Sukmojati sedang beradu pengetahuan dengan seorang anak muda dari “negeri seberang”. Mereka berdua sangat serius terlibat di perdebatan seputar makna “pemimpin”. Entah apa tujuan mereka berdua. Saling mengukur pengetahuan, saling mengalahkan, saling bertukar pengetahuan, atau hanya sekedar mengisi waktu luang mereka. Yang jelas mereka berdua benar-benar serius melakukannya, hingga di kening mereka mengucur deras keringat seperti banjir.

Anak muda :Ki Sukmo, menurutku tidak satupun di dunia ini sekarang yang pantas menjadi pemimpin.

Sukmojati :Mengapa begitu ? Tidakkah Allah telah mengutus manusia untuk menjadi pemimpin bagi jagadraya beserta isinya ini ?

Anak muda :Itu memang benar. Tetapi manusia mana yang pantas untuk memimpin jagadraya sekarang ini. Sedangkan memimpin diri mereka sendiri saja mereka seolah hampir tak sanggup.

Sukmojati :Mengapa begitu ? Perlukah manusia memimpin dirinya sendiri ? Padahal yang namanya pemimpin pastilah ada yang dipimpin. Akan halnya dengan manusia terhadap dirinya sendiri, siapa yang memimpin siapa yang dipimpin ?

Anak muda :Menurut Ki Sukmo sendiri bagaimana ?

Sukmojati :Hmm…menurutku, pemimpin mestilah yang memiliki kemampuan untuk memimpin, dan yang dipimpin mestilah yakin dan percaya dengan yang memimpinnya. Akan halnya manusia terhadap dirinya sendiri, tergantung bagaimana manusia itu sendiri yang harus mampu melihat dirinya sendiri, bagian mana dari dirinya yang layak untuk memimpin dirinya sendiri, dan bagian mana dari dirinya yang harus direlakan untuk dipimpin oleh bagian diri yang lain.

Anak muda :

Page 182: Catatan Facebook Teja Buwana

Ringkasnya bagaimana Ki Sukmo ? Menurut sampeyan, bagian mana dari diri kita yang layak untuk memimpin dan yang harus rela untuk dipimpin ?

Sukmojati :Hmm…agak sukar aku menjawabnya. Karena setiap orang akan berbeda-beda jawabannya untuk hal ini.

Anak muda :Begitu susahnya kah Ki Sukmo untuk menentukan siapa pemimpin dan siapa yang dipimpin dari diri Ki Sukmo sendiri ? Tidak kah dengan begitu sesungguhnya adalah cermin bagi Ki Sukmo sendiri bahwa tidak ada satupun dari diri Ki Sukmo yang berhak menjadi pemimpin dan yang harus dipimpin ?

Sukmojati :Hmmm….anak muda. Jika memang begitu adanya, maka sia-sialah aku ini dilahirkan ke bumi. Andai tidak ada di bagian diriku ini yang pantas menjadi pemimpin bagi bagian diriku yang lain, maka pastilah seluruh bagian diriku ini wajib menyatakan diri untuk siap dipimpin, jika aku masih berguna. Dan secara hakiki, mestilah pemimpin itu berawal dari yang sudah terbiasa dipimpin.

Anak muda :Nah….ini yang aku suka. Diri kita ini, jika tidak ada yang pantas untuk memimpin maka pastilah wajib untuk siap dipimpin, jika masih ingin berguna. Dan pemimpin, pastilah bermula dari yang terbiasa untuk dipimpin. Dengan alasan itulah Ki Sukmo, aku berani mengatakan bahwa sekarang ini tidak ada lagi manusia yang pantas menjadi pemimpin bagi yang lain, apalagi bagi seluruh isi jagadraya ini. Karena manusia sekarang, apapun alasannya, mereka tidak siap bahkan tidak mau untuk dipimpin. Apalagi menjadi pemimpin ?

Sukmojati :Bagaimana dengan dirimu sendiri anak muda ?

Anak muda :(Sambil menangis …..). Ki Sukmo, aku kemari untuk berdebat denganmu, sesungguhnya adalah wujud dari kegundah-gulanaan diriku selama ini. Aku merasa gagal untuk menjadi manusia yang siap dipimpin dan diperintah oleh Sang Pencipta. Setiap aku mengkaji diriku, kemudian aku mencoba melakukannya, setiap itu pula aku sedih. Apakah yang kulakukan ini sudah benar-benar yang dikehendaki oleh Sang Pencipta.

Ki Sukmojati terdiam seribu bahasa. Tidak berapa lama ia tersenyum. Tanpa satu patah katapun yang keluar dari mereka berdua. Sisa waktu di malam itu dihabiskan oleh mereka berdua dengan menikmati satu ceret kopi panas dan sepanci pisang goreng. Hingga waktu memerintahkan mereka berdua untuk saling berpisah.

Page 183: Catatan Facebook Teja Buwana

Jenis pemimpin menurut Ki SukmojatiSukmojati sedang asyik duduk di beranda padepokannya menjelang tengah malam tiba. Entah darimana asalnya, tiba-tiba terdengar suara memanggilnya. “Sukmojati…!!! Bicaralah engkau dengan dirimu sendiri. Sampaikan apapun pengetahuanmu tentang manusia. Pantaskah engkau menjadi manusia, hingga engkau harus menerima amanah Allah untuk menjadi khalifah bagi jagad-Nya “.

Sukmojati tersentak. Ia terdiam sejenak. Kemudian tanpa basa-basi lagi, tanpa mencari siapa dan darimana sumber suara itu, maka berbicaralah Sukmojati sendirian seperti orang gila.

Pemimpin, pastilah ada yang dipimpinnya. Manusia, selama belum mampu memimpin dirinya sendiri, mestilah sadar dan siap untuk dipimpin oleh sesamanya.Menurutku, ada berbagai jenis pemimpin di dunia ini.

Pemimpin GilaManusia yang merasa menjadi pemimpin, padahal tidak ada satupun di sekitarnya yang sedang dipimpinnya. Dia memimpin seolah ada yang dipimpinnya, seolah ada yang mau dipimpinnya, seolah ada yang menuruti apapun perintahnya. Padahal tidak ada sama sekali.

Pemimpin AmbisiDia menjadi pemimpin oleh karena keinginan dirinya dan didukung oleh segala kekuatan yang dimilikinya. Maka dia hanya menjadi pemimpin bagi kekuatannya. Orang-orang yang ada di sekitarnya hanyalah sekedar makhluk hidup yang menerima akibat apapun dari kekuatan yang dimilikinya.

Pemimpin Lupa DiriDia dinyatakan sebagai pemimpin, tetapi lebih banyak melakukan segala sesuatu sesuka dirinya. Dia lupa bahwa ada orang-orang di sekitarnya yang perlu diperhatikan dan dipimpinnya. Dia lupa bahwa dirinya masih ada dan dilihat dengan jelas oleh banyak orang apapun yang dilakukannya.

Pemimpin BodohDia dinyatakan sebagai pemimpin, tetapi lebih banyak menyerahkan tugas-tugas kepemimpinannya kepada orang-orang yang dipimpinnya. Dia hanyalah seperti boneka yang dipajang di etalase untuk hanya sekedar dilihat dan dikomentari cara penampilannya.

Pemimpin LemahDia dinyatakan sebagai pemimpin, tetapi selalu ragu dalam melakukan segala sesuatu sehingga selalu tergantung pada orang-orang yang dipimpinnya. Dia seperti seorang pelayan bagi pelayannya. Sedangkan pelayanlah yang jadi jurangannya.

Page 184: Catatan Facebook Teja Buwana

Pemimpin TerpaksaDia dinyatakan sebagai pemimpin oleh karena situasi dan kondisi yang memaksanya untuk mau tidak mau menjadi pemimpin. Dalam perjalannya, bisa jadi rasa tanggungjawab dirinya sebagai pemimpin akan selalu bertabrakan dengan penyebab dirinya menjadi pemimpin.

Pemimpin SejatiDia tidak memerlukan pengakuan orang lain sebagai pemimpin. Dia selalu diperlukan pada waktu dan keadaan yang memang seharusnya. Dia mengutamakan orang lain pada saat sedang memimpin, dan mengurus dirinya sendiri pada saat sedang tidak memimpin.

“Sukmojati ….!!!”, terdengar lagi suara misterius itu. “Menurutmu, jenis pemimpin mana sekarang ini yang lebih banyak ….!!!!”.

“Pemimpin Gila….!!!”, jawab Ki Sukmojati.

Wallahu a’lam bissawaab.

Sukmojati mengulas "Ilmu"Panembahan Sukmojati sedang duduk di ruang pendopo Kelurahan. Ki Sukmo diminta oleh Ki Lurah untuk memberikan sedikit wejangan kepada para pamong desa tentang apapun yang berguna bagi mereka dalam mengemban amanat rakyat. Tampak di situ Jogoboyo, Carik, Jogotirto, Kepetengan, dan lain-lain petinggi desa. Sejenak Ki Sukmojati berdiam diri. Para pamong pun berdiam diri, menunggu dengan sabar keluarnya petuah dari Ki Sukmo, yang dikenal sebagai "sesepuh" Desa Langitan.

"Assalaamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh", Ki Sukmo membuka pembicaraan. Kontan dijawab oleh semua yang hadir,"Wa alaikum salaam warahmatullaahi wabarakaatuh". Lanjut Ki Sukmo,"Sang Hyang Murbhen Dhumadhi menciptakan alam semesta ini adalah agar Dia dikenal oleh semua ciptaan-Nya. Maka jadilah jagad raya ini beserta isinya. Manusia sebagai ciptaan yang paling sempurna, mendapat titah untuk memerintah di Kerajaan jagad Raya ini atas amanah Sang Hyang Welas Asih, agar menjadi rahmat bagi alam jagadnata ini. Diberilah manusia bekal berupa AKAL, yang mengandung segala bekal yang diperlukan manusia untuk memerintah Kerajaan Jagadraya ini." Kemudian Ki Sukmo terdiam.

Seluruh yang hadir pun ikut terdiam. Begitu lamanya Ki Sukmo terdiam, hingga tampak beberapa dari yang hadir mulai tak sabar. Sepertinya Ki Rogosukmo, petinggi keamanan desa yang dikenal digdaya dan berkanuragan tinggi, adalah yang paling tidak sabar. Kontan saja dia berkata,"Maaf Ki Sukmo. Mengapa tidak

Page 185: Catatan Facebook Teja Buwana

dilanjutkan ?". Ki Sukmo tersenyum. Terjadilah percakapan antar keduanya dengan disaksikan seluruh yang hadir.

Ki Sukmo :"Mengapa engkau bertanya seperti itu Ki Rogosukmo ?"

Ki Rogosukmo :"Ki Sukmo telah membuka wejangan, maka wajarlah kami menanti lanjutannya".

Ki Sukmo :"Inilah awal hidup manusia di bumi. BERTANYA untuk TAHU, kemudian MENGERTI"Mendengar penuturan Ki Sukmo lantas Ki Carik bersuara :

"Ki Sukmo, apakah hidup itu hanya sekedar untuk mengerti ?"

Jawab Ki Sukmo :"Saat kita mengerti maka berilmulah kita. Wajiblah bagi siapapun yang mengerti untuk mengamalkannya."

Ki Carik :"Mengapa kita harus mengamalkan apapun yang kita mengerti ?"

Ki Sukmo :"Agar kita menjadi beradab. Menjadi manusia yang berbudi luhur dan ber-etika serta ber-estetika. Maka jadilah kita manusia yang sesungguhnya, yang layak untuk menjadi pemimpin bagi Kerajaan Jagadraya ini"

Tiba-tiba Ki Lurah pun ikut bertanya :"Ki Sukmo, aku ini adalah pemimpin desa. Wajarlah bila aku harus lebih mendalami apa yang engkau wejangkan kepada kami. BERTANYA, lalu tahu, kemudian MENGERTI adalah proses tercurahnya ILMU. MENGAMALKAN ILMU adalah agar kita menjadi MANUSIA BERADAB yang ber-ETIKA dan ber-ESTETIKA. Hanya MANUSIA yang mampu memanusiakan dirinya dengan ILMU dan AMAL. Apakah seperti itu Ki Sukmo ?"

Ki Sukmo tersenyum sambil berkata :"Benar Ki Lurah. Itulah yang membedakan kita dengan ciptaan Hyang Jagatnata yang lain."

Lantas terdiamlah semua yang hadir. Sesaat kemudian seorang pemuda yang dari tadi ikut mengamati dengan duduk paling belakang, berkata :Ki Sukmo ...!!! Seperti apakah seharusnya seorang pemimpin yang manusiawi ?"Ki Sukmo kaget, tapi kemudian menjawab :"Dia harus ber LOGIKA, ber-ETIKA, dan ber-ESTETIKA ..."Pemuda :

Page 186: Catatan Facebook Teja Buwana

"Seperti apa pemimpin yang ber-LOGIKA ?"Ki Sukmo :"Berpikir sederhana dengan menggunakan akal jernih dan hati bersih. Sebagai indikatornya adalah mewujudnya perilaku yang ber-etika dan ber-estetika yang murni. Tidak dibuat-buat ....."

Semua yang hadir manggut-manggut dengan beragam pemahaman yang ditangkap oleh masing-masing yang hadir........................................................

Page 187: Catatan Facebook Teja Buwana

PRABU JAYA BAYA DAN RAMALANNYAThursday, April 09, 2009, 12:58:00 AM | Herman Adriansyah

Prabu Jayabaya raja Kediri bertemu pendita dari Rum yang sangat sakti, Maulana Ali Samsujen (Maulana Ali Samsuddin). Ia pandai meramal serta tahu akan hal yang belum terjadi. Jayabaya lalu berguru padanya, sang pendeta menerangkan berbagai ramalan yang tersebut dalam kitab Musaror dan menceritakan penanaman orang sebanyak 12.000 keluarga oleh utusan Sultan Galbah di Rum.

Orang-orang itu lalu ditempatkan di pegunungan Kendenag, lalu bekerja membuka hutan tetapi banyak yang mati karena gangguan makhluk halus, jin dsb, itu pada th rum 437, lalu Sultan Rum memerintahkan lagi di Pulau Jawa dan kepulauan lainnya dgn mengambil orang dari India, Kandi, Siam.

Sejak penanaman orang-orang ini sampai hari kiamat kobro terhitung 210 tahun matahari lamanya atau 2163 tahun bulan, Sang pendeta mengatakan orang di Jawa yang berguru padanya tentang isi ramalan hanyalah Hajar Subroto di G. Padang. Beberapa hari kemudian Jayabaya menulis ramalan Pulau Jawa sejak ditanami yang kedua-kalinya hingga kiamat, lamanya 2.100 th matahari.

Ramalannya menjadi Tri-takali, yaitu :I. Jaman permulaan disebut KALI-SWARA, lamanya 700 th matahari (721 th bulan). Pada waku itu di jawa banyak terdengar suara alam, gara-gara geger, halintar, petir, serta banyak kejadian-kejadian yang ajaib dikarenakan banyak manusia menjadi dewa dan dewa turun kebumi menjadi manusia.

II. Jaman pertengahan disebut KALI-YOGA, banyak perobahan pada bumi, bumi belah menyebabkan terjadinya pulau kecil-kecil, banyak makhluk yang salah jalan, karena orang yamg mati banyak menjelma (nitis).

III. Jaman akhir disebut KALI-SANGARA, 700 th. Banyak hujan salah mangsa dan banyak kali dan bengawan bergeser, bumi kurang manfaatnya, menghambat datangnya kebahagian, mengurangi rasa-terima, sebab manusia yang yang mati banyak yang tetap memegang ilmunya.

Tiga jaman tsb. Masing-masing dibagi menjadi Saptama-kala, artinya jaman kecil-kecil, tiap jaman rata-rata berumur 100 th. Matahari (103 th. bulan), seperti dibawah ini :

I. JAMAN KALI-SWARA dibagi menjadi :Kala-kukila 100 th, (th. 1-100): Hidupnya orang seperti burung, berebutan mana yang kuat dia yang menang, belum ada raja, jadi belum ada yang mengatur/memerintah.

Page 188: Catatan Facebook Teja Buwana

Kala-buddha (th. 101-200): Permulaan orang Jawa masuk agama Buddha menurut syariat Hyang agadnata (Batara Guru).

Kala-brawa (th. 201 - 300): Orang-orang di Jawa mengatur ibadahnya kepada Dewa, sebab banyak Dewa yang turun kebumi menyiarkan ilmu.

Kala-tirta (th. 301-400): Banjir besar, air laut menggenang daratan, di sepanjang air itu bumi menjadi belah dua. Yang sebelah barat disebut pulau Sumatra, lalu banyak muncul sumber-sumber air, disebut umbul, sedang, telaga, dsb.

Kala-swabara (th. 401-500): Banyak keajaiban yang tampak atau menimpa diri manusia.

Kala-rebawa (th. 501-600): Orang Jawa mengadakan keramaian2-kesenian dsb.Kala-purwa (th. 601-700): Banyak tumbuh2an keturunan orang2 besar yang sudah menjadi orang biasa mulai jadi orang besar lagi.

II. JAMAN KALA-YOGA dibagi menjadi :Kala-brata (th. 701-800): Orang mengalami hidup sebagai fakir.Kala-drawa (th. 801-900): Banyak orang mendapat ilham, orang pandai menerangkan hal-hal yang gaib.Kala-dwawara (th. 901-1.000): Banyak kejadian yang mustahil.Kala-praniti (th. 1.001- 1.101): Banyak orang mementingkan ulah pikir.Kala-teteka (th. 1.101 - 1.200): Banyak oran g datang dari negeri-negeri lain.Kala-wisesa (th. 1.201 - 1.300): Banyak orang yang terhukum.Kala-wisaya (th. 1.301 - 1.400): Banyak orang memfitnah.

III. JAMAN KALA-SANGARA dibagi menjadi :Kala-jangga (th. 1.401 - 1.500): Banyak orang ulah kehebatan.Kala-sakti (th. 1.501 - 1.600): Banyak orang ulah kesaktian.Kala-jaya (th. 1.601 - 1.700): Banyak orang ulah kekuatan untuk tulang punggung kehidupannya.Kala-bendu (th. 1.701 - 1.800): Banyak orang senang berbantahan, akhirnya bentrokkan.Kala-suba (th. 1.801 - 1.900 ) : Pulau Jawa mulai sejahtera, tanpa kesulitan, orang bersenang hati.Kala-sumbaga (th. 1.901 - 2.000) : Banyak orang tersohor pandai dan hebat.Kala-surasa (th. 2.001 - 2.100): Pulau Jawa ramai sejahtera, serba teratur, tak ada kesulitan, banyak orang ulah asmara.

Ramalan yang ditulis Jayabaya itu disetujui oleh pendeta Ali Samsujen, kemudian sang pendeta pulang ke negerinya, diantar oleh Jayabaya dan putera mahkotanya Jaya-amijaya di Pagedongan, sampai di perbatasan. Jayabaya diiringi oleh puteranya pergi ke Gunung Padang, disambut oleh Ajar Subrata dan diterima di sanggar semadinya. Sang Ajar hendak menguji sang Prabu yang

Page 189: Catatan Facebook Teja Buwana

terkenal sebagai pejelmaan Batara Wisnu, maka ia memberi isyarat kepada endang-nya (pelayan wanita muda) agar menghidangkan suguhan yang terdiri dari :• Kunir (kunyit) satu akar• Juadah satu takir (mangkok dibuat dari daun pisang)• Geti (biji wijen bergula) satu takir• Kajar (senthe sebangsa ubi rasanya pahit memabokkan satu batang)• Bawang putih satu takir• Kembang melati satu takir• Kembang seruni (serunai; tluki) satu takir

Ajar Subrata menyerahkan hidangan itu kepada sang prabu. Seketika Prabu Jayabaya menjadi murka dan menghunus kerisnya, sang Ajar ditikamnya hingga mati, jenazahnya muksa hilang. Endangnya yang hendak laripun ditikamnya pula dan mati seketika.

Sang putera mahkota sangat heran melihat murkanya Sang Prabu yang membunuh mertuanya (Ajar Subrata) tanpa dosa. Melihat putera mahkotanya sedih, sesudah pulang Prabu Jayabaya berkata dengan lemah lembut.

"Ya anakku putera mahkota, janganlah engkau sedih karena matinya mertuamu, sebab sebenarnya ia berdosa terhadap Kraton. Ia bermaksud mempercepat berakhirnya para raja di tanah Jawa yang belum terjadi. Hidangan sang Ajar menjadi perlambang akan hal-hal yang belum terjadi. Kalau kusambut (hidangan itu) niscaya tidak akan ada kerajaan melainkan hanya para pendeta yang menjadi orang-orang yang dihormati oleh orang banyak, sebab menurut guruku Baginda Ali Samsujen, semua ilmu Ajar itu sama dengan semua ilmuku".

Sang prabu anom bertunduk kepala memahami, kemudian mohon penjelasan tentang hidangan-hidangan sang pendeta dalam hubungannya dengan kraton-kraton yang bersangkutan.

Sabda Prabu Jayabaya, "Ketahuilah anakku, bahwa aku ini penjelmaan Wisnu Murti, berkewajiban mendatangkan kesejahteraan kepada dunia, sedang penjelmaanku itu tinggal dua kali lagi. Sesudah penjelmaan di Kediri ini, aku akan menjelma Malawapati dan yang terakhir di Jenggala, sesudah itu aku tidak akan lagi menjelma di pulau Jawa, sebab hal itu tidak menjadi kewajibanku lagi. Tata atau rusaknya jagad aku tidak ikut-ikut, serta keadaanku sudah gaib bersatu dengan keadaan di dalam kepala-tongkat guruku. Waktu itulah terjadinya hal-hal yang dilambangkan dengan hidangan Sang Ajar tadi. Terdapat pada 7 tingkat kerajaan, alamnya bergantian, berlainan peraturannya. Wasiatkanlah hal itu kepada anak cucumu di kemudian hari".

Page 190: Catatan Facebook Teja Buwana

Adapun keterangan tentang 7 (tujuh) kraton itu sbb:

1. Jaman Anderpati dalam jaman Kalawisesa, ibukotanya Pajajaran, tanpa adil dan peraturan. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa emas. Itulah yang diperlambangkan dalam suguhan si Ajar berupa kunyit. Lenyapnya kerajaan karena pertengkaran di antara saudara. Yang kuat menjadi-jadi kesukaanya akan perang dalam tahun rusaknya negara.

2. Jaman Srikala Rajapati Dewaraja, ibukotanya Majapahit, ada peraturan negara sementara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa perak. Itulah diperlambangkan suguhan Ajar berupa juadah. Dalam 100 th. Kraton itu sirna, karena bertengkar dengan putera sendiri.

3. Jaman Hadiyati dalam jaman Kalawisaya. Disanalah mulai ada hukum keadilan dan peraturan negara, ibukota kerajaan di Bintara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa tenaga kerja. Itulah yang diperlambangkan dalam suguhan berupa geti. Kraton sirna karena bertentangan dengan yang memegang kekuasaan peradilan.

4. Jaman Kalajangga, bertakhtalah seorang raja bagaikan Batara, ibukotanya di Pajang. Disanalah mulai ada peraturan kerukunan dalam perkara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa segala macam hasil bumi di desa. Itulah yang diperlambangkan dalam suguhan Ajar berupa kajar sebatang. Sirnanya kerajaan karena bertengkar dengan putera angkat.

5. Jaman Kala-sakti yang bertakhta raja bintara, ibukotanya Mataram. Disanalah mulai ada peraturan agama dan peraturan negara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa uang perak. Itulah yang dilambangkan dalam suguhan Ajar berupa bawang putih.

6. Jaman Kala-jaya dalam pemerintahan raja yang angkara murka, semua orang kecil bertabiat sebagai kera karena sulitnya penghidupan, ibukotanya di Wanakarta. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa uang real. Itulah lambang suguhan yang berupa kembang melati. Kedudukan raja diganti oleh sesama saudara karena terjadi kutuk. Hilanglah manfaat bumi, banyak manusia menderita, ada yang bertempat tinggal di jalanan, ada yang di pasar. Sirnanya Karaton karena bertengkar dengan bangsa asing.

7. Jaman Kala-bedu di jaman raja hartati, artinya yang menjadi tujuan manusia hanya harta, terjadilah Karaton kembali di Pajang-Mataram. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa macam-macam, ada yang berupa emas-perak, beras, padi dsb. Itulah yang dilambangkan Ajar dengan suguhannya yang berupa bunga serunai. Makin lama makin tinggi pajak orang kecil, berupa senjata dan hewan ternak dsb, sebab negara bertambah rusak, kacau, sebab pembesar-pembesarnya bertabiat buruk, orang kecil tidak menghormat. Rajanya tanpa

Page 191: Catatan Facebook Teja Buwana

paramarta, karena tidak ada lagi wahyunya, banyak wahyu setan, tabiat manusia berubah-ubah.

Perempuan hilang malunya, tiada rindu pada sanak saudara, tak ada berita benar, banyak orang melarat, sering ada peperangan, orang pandai kebijaksanaannya terbelakang, kejahatan menjadi-jadi, orang-orang yang berani kurangajar tetap menonjol, tak kena dilarang, banyak maling menghadang di jalanan, banyak gerhana matahari dan bulan, hujan abu, gempa perlambang tahun, angin puyuh, hujan salah mangsa, perang rusuh, tak ketentuan musuhnya.

Itulah semua perlambang si Ajar yang mengandung berbagai maksud yang dirahasiakan dengan endangnya ditemukan dengan Prabu Jayabaya. Saat itu sudah dekat dengan akhir jaman Kalabendu. Sirnanya raja karena bertentangan dengan saingannya (maru=madu). Lalu datanglah jaman kemuliaan raja.

Di saat inilah pulau Jawa sejahtera, hilang segala penyakit dunia, karena datangnya raja yang gaib, yaitu keturunan utama disebut Ratu Amisan karena sangat hina dan miskin, berdirinya tanpa syarat sedikitpun, bijaksanalah sang raja. Kratonnya Sunyaruri, artinya sepi tanpa sesuatu sarana tidak ada sesuatu halangan. Waktu masih dirahasiakan Tuhan membikin kebalikan keadaan, ia menjadi raja bagaikan pendeta, adil paramarta, menjauhi harta, disebut Sultan Herucakra.

Datangnya ratu itu tanpa asal, tidak mengadu bala manusia, prajuritnya hanya Sirullah, keagungannya berzikir, namun musuhnya takut. Yang memusuhinya jatuh, tumpes ludes menyingkir, sebab raja menghendaki kesejahteraan negara dan keselamatan dunia seluruhnya.

Setahun bukannya dibatasi hanya 7.000 real tak boleh lebih. Bumi satu jung (ukuran lebar. kl. 4 bahu) pajaknya setahun hanya satu dinar, sawah seribu (jung?) hasilnya (pajaknya) hanya satu uwang sehari, bebas tidak ada kewajiban yang lain. Oleh karena semuanya sudah tobat, takut kena kutuk (kuwalat) ratu adil yang berkerajaan di bumi Pethikat dengan kali Katangga, di dalam hutan Punhak. Kecepit di Karangbaya. Sampai kepada puteranya ia sirna, karena bertentangan dengan nafsunya sendiri.

Lalu ada Ratu (raja) Asmarakingkin, sangat cantik rupanya, menjadi buah tutur pujian wadya punggawa, beribukota di Kediri. Keturunan ketiganya pindah ke tanah Madura. Tak lama kemudian Raja sirna karena bertentangan dengan kekasihnya.

Lalu ada 3 orang raja disatu jaman, yaitu :1. Ber-ibukota di bumi Kapanasan2. Ber-ibukota di bumi Gegelang3. Ber-ibukota di bumi Tembalang.

Page 192: Catatan Facebook Teja Buwana

Sesudah 30 th. mereka saling bertengkar, akhirnya ketiganya sirna semua. Pada waktu itu tidak ada raja, para bupati di Mancapraja berdiri sendiri-sendiri, karena tidak ada yang dianggap (disegani).

Beberapa tahun kemudian ada seorang raja yang berasal dari sabrang (lain negeri). Nusa Srenggi menjadi raja di Pulau Jawa ber-ibukotadi sebelah timur Gunung Indrakila, di kaki gunung candramuka. Beberapa tahun kemudian datang prajurit dari Rum memerangi raja dari Nusa Srenggi, raja dari Nusa Srenggi kalah, sirna dengan bala tentaranya. Para prajurit Rum mengangkat raja keturunan Herucakra, ber-ibukota di sebelah timur kali opak, negaranya menjadi lebih sejahtera, disebut Ngamartalaya. Sampai pada keturunanya yang ke tiga, sampailah umur Pulau jawa genap 210 matahari. Ramalan di atas disambung dengan "Lambang Praja" yang dengan kata-kata indah terbungkus melukiskan sifat keadaan kerajaan kerajaan di bawah ini

1. JANGGALA2. PAJAJARAN3. MAJAPAHIT4. DEMAK5. PAJANG6. MATARAM KARTASURA7. SURAKARTA8. JOGJAKARTA.

Yang terakhir mengenai hal yang belum terjadi ialah :1. Negara Ketangga Pethik tanah madiun2. Negara Ketangga kajepit Karangboyo3. Kediri4. Bumi Kepanasan, Gegelang (Jipang), Tembilang (Dekat Tembayat)5. Ngamartalaya

Perlu diterangkan bahwa tidak semua naskah Ramalan Jayabaya memuat "Lambang Praja". Maka hal ini banyak menimbulkan dugaan, bahwa ini sebuah tambahan belaka. Demikianlah pokok inti ramalan Jayabaya.

Show all items

Displaying39 / 39 All39New29Sort by:

Page 193: Catatan Facebook Teja Buwana

List OrderDateTitleAuthor

Filter by category:http://id-id.facebook.com/agus.suprijanto2http://id-id.facebook.com/armasa1http://id-id.facebook.com/bkristanto3http://www.facebook.com/lisa.rahadi1http://www.facebook.com/people/Saut-Tango/17585363502http://www.facebook.com/people/Tuti-Sudiarti/14162832522http://www.facebook.com/tuti.sudiarti1Mark feed as readView feed properties...