Case.docx

29
PRESENTASI KASUS KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA RSPI PROF DR SULIANTI SAROSO IDENTITAS MAHASISWA Nama Lengkap : Irvandi NIM : 406138063 Periode : 29 Desember 2014 – 7 Maret 2015 Pembimbing : dr. Dyani Kusumowardhani, Sp.A Topik : Tonsilitis kronik IDENTITAS PASIEN Nama : An. M. Ragil Nasyath Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 7 tahun Agama : Islam Alamat : jl. Nangka 2, blok DJ4 no.29 Pendidikan : SD

Transcript of Case.docx

Page 1: Case.docx

PRESENTASI KASUS

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAAN UNIVERSITAS

TARUMANAGARA

RSPI PROF DR SULIANTI SAROSO

IDENTITAS MAHASISWA

Nama Lengkap : Irvandi

NIM : 406138063

Periode : 29 Desember 2014 – 7 Maret 2015

Pembimbing : dr. Dyani Kusumowardhani, Sp.A

Topik : Tonsilitis kronik

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. M. Ragil Nasyath

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 7 tahun

Agama : Islam

Alamat : jl. Nangka 2, blok DJ4 no.29

Pendidikan : SD

Page 2: Case.docx

IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Tn. Rasyid

Umur : 41 tahun

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Pendidikan terakhir : SMA

Alamat : jl. Nangka 2, blok DJ4 no.29

Agama : Islam

Nama Ibu : Ny. Eva

Umur : 41 tahun

Pekerjaan : PNS

Pendidikan terakhir : D3

Alamat : jl. Nangka 2, blok DJ4 no.29

Agama : Islam

Hubungan dengan orang tua : anak kandung.

ANAMNESA

Tanggal masuk rumah sakit : 27 Januari 2015, jam 17.45 WIB

Tanggal pemeriksaan : 28 Januari 2015

Diambil dari : Alloanamnesis dari Ibu pasien

Keluhan Utama : Demam 3 hari

Keluhan Tambahan : Mual, muntah, batuk dan pusing

Page 3: Case.docx

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke IGD RSPI dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS.

Demam bersifat menetap dan membaik setelah diberi obat. Pasien juga mengeluhkan

mual dan muntah setiap kali pasien makan sejak 3 hari SMRS. Ibu pasien juga

mengeluhkan pasien batuk sejak 2 hari SMRS, berdahak dan tidak sesak. Ibu pasien

juga mengeluhkan anaknya merasa pusing dan nyeri saat menelan. Sebelumnya

pasien telah berobat ke RS lain dan diberikan pengobatan (tempra, vometa, cefixime,

ranitidine) tetapi tidak ada perbaikan gejala.

Ibu pasien mengatakan ini kali kedua pasien mengalami sakit demam dengan

nyeri menelan dalam 1 tahun terakhir. Pasien memiliki kebiasaan mendengkur saat

tidur. Nafsu makan menurun dan frekuensi minum menurun. Buang air kecil sedikit,

BAB dan tidur tidak ada keluhan.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit karena keluhan demam dan nyeri menelan

pada bulan November 2014 dan mendapat diagnosa penyakit amandel.

Ibu pasien mengatakan bahwa pasien memiliki penyakit sinusitis

• Kejang : disangkal.

• Asma : disangkal.

• Alergi makanan : disangkal.

• Alergi obat : disangkal.

RIWAYAT KELUARGA

Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Ayah pasien bernama Tn.

Rasyid berusia 41 tahun, bekerja sebagai karyawan swasta. Ibu pasien bernama Ny.

Eva berusia 41 tahun, bekerja sebagai PNS.

DATA PERUMAHAN

Page 4: Case.docx

Pasien tinggal pada keadaan rumah yang cukup baik untuk menampung

seluruh anggota keluarga, keadaan rumah bersih dan pencahayaan cukup.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN

Kehamilan

Ibu pasien memeriksakan kehamilannya ke RSPI, tidak mengalami kelainan

atau gangguan selama kehamilan.

Kelahiran

Tempat kelahiran : RSPI Prof DR Sulianti Saroso

Penolong persalinan : Dokter Spesialis Obstetrik dan Ginekologi

Cara persalinan : SC

Masa gestasi : Cukup bulan

Keadaan bayi

Berat badan lahir : 3200 gram

Panjang badan lahir : 51 cm

Lingkar kepala : Tidak tahu

Langsung menangis : Langsung menangis

Nilai APGAR : Tidak tahu

Kelainan bawaan : Tidak ada

RIWAYAT IMUNISASI DASAR

Pasien telah mendapatkan imunisasi :

BCG : +

Hepatitis B : +

Page 5: Case.docx

DPT : +

Polio : +

Campak : -

Ibu pasien mengaku imunisasi komplit namun ibu pasien tidak ingat kapan.

RIWAYAT PERTUMBUHAN

Ibu pasien rutin memeriksakan pasien ke RS Hermina untuk kontrol dan

pertumbuhan pasien tidak ada keluhan.

RIWAYAT PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi pertama : 14 bulan

Gangguan perkembangan mental dan emosi (-)

Psikomotor :

Tengkurap : saat usia 3 bulan

Duduk : Tidak ingat

Merangkak : Tidak ingat

Berdiri Sendiri : saat usia 11 bulan

Berjalan : saat usia 12 bulan

Berbicara : saat usia 12 bulan

RIWAYAT MAKANAN

Os mengkonsumsi ASI eksklusif sejak lahir hingga usia 6 bulan, setelah itu os

mengkonsumsi susu formula dan secara bertahap os mengkonsumsi buah/

biskuit, bubur susu, nasi tim, dan makanan untuk dewasa hingga kini.

Umur

(bln)

ASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0-2 √

2-4 √

Page 6: Case.docx

6-8 √

8-10 √

10-12 √ √

12-14 √

14-16 √ √

Umur lebih dari 1 tahun 2 bulan

Jenis makanan Frekuensi

Nasi 3x/hari

Sayur Sering

Daging Sering

Ikan Sering

Telur Sering

Tempe Sering

Tahu Sering

Susu Setiap hari

PEMERIKSAAN FISIK

Rabu, 28 Januari 2015

Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Tinggi badan : tidak tahu

Berat badan : 44,5 kg

Suhu : 36,5 °C

Nadi : 90 x/mnt

Pernafasan : 23 x/mnt

Page 7: Case.docx

Pemeriksaan Fisik

Kepala

Bentuk normal, ukuran normal, tidak teraba benjolan, rambut kecoklatan,

distribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan, ubun-ubun

besar sudah menutup.

Mata

Kelopak mata tidak ada kelainan, konjungtiva tidak anemis, tidak hiperemis,

sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor diameter 3 mm, Reflek cahaya +/+

Telinga

Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak terlihat sekret, tidak terlihat

serumen, tidak terlihat luka pasca trauma, tidak ada nyeri tekan tragus, tidak ada nyeri

tarik aurikuler, kelenjar getah bening pre dan retroauriculer tidak teraba membesar.

Hidung

Bentuk normal, sekret (-), septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-).

Tenggorokan

Faring tidak hiperemis, Tonsil T2-T2 tenang tidak hiperemis, kripta (+),

detritus (-)

Mulut

Mukosa bibir kering (+), tampak perioral sianosis (-), lidah kotor (-).

Leher

Trachea di tengah, kelenjar thyroid tidak teraba membesar, kelenjar getah

bening submental, submandibular, cervical, supra clavicular tidak teraba membesar.

Dada

Page 8: Case.docx

Bentuk normal, retraksi otot-otot intercostalis, supraclavicula, subcostal (-).

Paru - paru

Inspeksi : simetris dalam diam dan pergerakan nafas

Palpasi : stem fremitus kanan kiri, depan belakang sama kuat

Perkusi : Sonor, batas paru – hepar ICS VI midclavicular line dextra

Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi -/-, wheezing (-)

Jantung

o Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis

o Palpasi : Tidak dilakukan

o Perkusi : Tidak dilakukan

o Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni, murmur (-), gallop (-).

Perut

o Inspeksi : Tampak rata

o Palpasi

Hati : Teraba 1/3 – 1/3

Limpa : Tidak teraba

Ginjal : ballotemen (-)

Nyeri tekan epigastrium (+)

o Perkusi : Timpani

o Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat

Tulang belakang : bentuk normal, tidak skoliosis, tidak lordosis, tidak kifosis

Kulit :Turgor kulit normal

Petekie (-)

Page 9: Case.docx

Pemeriksaan Neurologis

•Rangsang meningeal

Kaku kuduk (-)

Brudzinski I dan II (-)

Kerniq (-)

Laseque (-)

•Refleks fisiologis

Biceps : Tidak dilakukan pemeriksaan

Triceps : Tidak dilakukan pemeriksaan

Lutut : +/+ normal

Tumit : +/+ normal

•Refleks patologis

Babinski : -/-

Klonus Paha & Kaki : -/-

Parese : (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tabel Pemeriksaan Laboratorium Darah (27 Januari 2015)

Kimia Lain Hasil Nilai normal

Natrium darah 136 135 – 147 mmol/L

Kalium darah 3,64 3,5 – 5,0 mmol/L

Chlorida 102 95-105 mmol/L

Page 10: Case.docx

Hematologi Hasil Nilai Normal

Leukosit 23,3 5,0 – 14,5 ribu/µL

Eritrosit 4,73 3,8 – 5,8 juta/µL

Hb 12,0 10,8 – 15,6 g/dL

Ht 36 33 – 45 %

Trombosit 258 181 – 521 ribu/µL

MCV 76 72 – 88 fL

MCH 25 22 –34 pq

MCHC 33 32– 36 g/dL

Tabel Pemeriksaan Laboratorium Darah (27 Januari 2015)

Hematologi Hasil Nilai normal

Leukosit 21,8 5,0 – 14,5 ribu/µL

Eritrosit 4,58 3,8 – 5,8 juta/µL

Hb 11,7 10,8 – 15,6 g/dL

Ht 35 33 – 45 %

Trombosit 274 181 – 521 ribu/µL

Page 11: Case.docx

MCV 76 72 – 88 fL

MCH 26 22 –34 pq

MCHC 33 32– 36 g/dL

LED 76 0 – 10 mm

Basofil 0 0-1

Eosinofil 1 1-5

Batang 2 3-6

Segmen 79 25-60

Limfosit 15 25-50

Monosit 3 1-6

Imunosero lain Hasil Nilai Normal

CRP (C – Reactive

Protein)

>5 <2,8

Page 12: Case.docx

Tabel Pemeriksaan Laboratorium Darah (28 Januari 2015)

Para

sitologi(makroskopis)

Hasil Nilai normal

Warna Cokelat -

Konsistensi Cair -

Lendir - -

Darah - -

Parasitologi(mikroskopis) Hasil Nilai normal

Lemak - -

Karbohidrat - -

Serat - -

Leukosit 0-2 0 – 1

Eritrosit 0-1 0 – 2

Parasit - -

Telur cacing - -

Jamur - -

Urinalisa Hasil Nilai normal

Berat jenis 1.015 1.015-1.025

pH 6,5 4,8-7,4

Page 13: Case.docx

Leukosit esterase - -

Nitrit - -

Albumin - -

Globulin - -

Keton - -

Urobilinogen + +

Bilirubin - -

Darah - -

Sedimen Mikroskopis Hasil Nilai Normal

Eritrosit 1 <3

Leukosit 2 -

Silinder - 0-1

Epitel - -

Bakteri - -

Kristal - -

Makroskopis Hasil Nilai Normal

Warna Kuning -

Page 14: Case.docx

Kejernihan Jernih -

Lain-lain - -

Tabel Pemeriksaan Laboratorium Darah (30 Januari 2015)

Imunosero lain Hasil Nilai normal

CRP (+) post titer 18,31

heCRP 5,0

<2.8

Hematologi Hasil Nilai normal

Leukosit 5,8 5,0 – 14,5 ribu/µL

Eritrosit 4,68 3,8 – 5,8 juta/µL

Hb 11,9 10,8 – 15,6 g/dL

Ht 36 33 – 45 %

Trombosit 257 181 – 521 ribu/µL

MCV 77 72 – 88 fL

MCH 25 22 –34 pq

MCHC 33 32– 36 g/dL

RESUME

Page 15: Case.docx

Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 7 tahun, datang dengan keluhan

demam sejak 3 hari SMRS. Demam bersifat menetap dan membaik setelah diberi

obat. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah setiap kali makan. Ibu pasien juga

mengeluhkan pasien mgenalami batuk sejak 2 hari SMRS, berdahak dan tidak sesak.

Ibu pasien juga mengatakan anaknya merasa pusing dan nyeri saat menelan.

Sebelumnya pasien pernah berobat ke RS lain dan tidak ada perbaikan. Nafsu makan

menurun dan frekuensi minum menurun. Buang air kecil sedikit, BAB dan tidur tidak

ada keluhan.

Pemeriksaan umum (saat datang ke IGD)

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tinggi badan : tidak tahu

Berat badan : 44,5 kg

Suhu : 37,5 °C

Nadi : 92 x/mnt

Pernafasan : 24 x/mnt

Pemeriksaan Fisik (saat datang ke IGD)

mulut : bibir kering, mukosa faring hiperemis (+), tonsil T2-T2, hiperemis (-), kripta (+), detritus (-)

Pemeriksaan Penunjang (setelah dirawat)

Leukosit : 21.800

CRP : >5

DIAGNOSA

Diagnosa : Tonsilofaringitis akut

Diagnosa Banding : Abses peritonsil

HFMD

Page 16: Case.docx

PENGOBATAN

Non Medikamentosa :

Tirah baring

Asupan makanan dan minuman yang adekuat

Medikamentosa :

IVFD KaEN 3B 2000cc/24 jam

Cefotaxime 2 x 1 gr drip

Paracetamol 2 x cth 2 (bila suhu > 38,5o c)

Lapisiv 3x cth 1

PROGNOSA

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

RIWAYAT RAWAT INAP

Kamis, 29 Januari 2015

S : Demam (-), batuk (+) berkurang, dahak (-), pilek (-), nyeri menelan (+)

berkurang, mual (-), muntah (-), nyeri perut (+), BAB (+) normal , BAK normal,

makan minum tidak ada keluhan.

O : KU : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Suhu : 36o c

Page 17: Case.docx

Nadi : 90x/menit

RR : 24x/menit

Mata : KA (-/-) , SI (-/-), cekung (-/-)

Mulut : Mukosa bibir basah, Tonsil T2-T2 tenang, kripta (+),

detritus (-), mukosa faring merah muda

Pulmo : Vesikular (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor : BJ I dan II normal, Gallop (-), murmur (-)

Abdomen : Datar, supel, timpani, bising usus (+) normal, hepar tidak

teraba, nyeri epigastrium (+)

Extremitas : Akral hangat, nadi kuat angkat

Kulit : Turgor kulit normal, CRT <2 detik, petechaie (-)

A : Tonsilofaringitis akut

P : IVFD KaEN 3B 2.000cc/24 jam

Cefotaxime 2 x 1 gr

Lapisiv 3x cth 1

Paracetamol 2x2 cth prn

Jumat, 30 Januari 2015

S : Demam (-), batuk (+) berkurang, pilek (-), nyeri menelan (+) berkurang, mual

(-), muntah (-),nyeri perut (-), BAB (+) normal, BAK normal, makan minum tidak

ada keluhan.

O : KU : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Suhu : 36o c

Page 18: Case.docx

Nadi : 95x/menit

RR : 23x/menit

Mata : KA (-/-) , SI (-/-), cekung (-/-)

Mulut : Mukosa bibir basah, Tonsil T2-T2 tenang, kripta (+),

detritus (-), mukosa faring merah muda

Pulmo : Vesikular (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor : BJ I dan II normal, Gallop (-), murmur (-)

Abdomen : Datar, supel, timpani, bising usus (+) normal, hepar tidak

teraba, nyeri epigastrium (-)

Extremitas : Akral hangat, nadi kuat angkat

Kulit : Turgor kulit normal, CRT <2 detik, petechaie (-)

A : Tonsilofaringitis kronik

P : Boleh Pulang

Page 19: Case.docx

Analisis KasusDiagnosa banding dari patogen faringitis biasanya jarang terjadi dan,

khususnya tidak ada petunjuk yang berhubungan dengan GABHS. Pada penyakit

yang jarang dihubungkan dengan beberapa tanda tertentu, seperti membran tebal

keabuan pada difteri, yang sulit untuk diangkat. Pada anamnesa biasa didapatkan

nyeri menelan, demam, menggigil, malaise, nyeri kepala, anorexia, nyeri perut

merupakan bagian dari anamnesa yang biasanya ditemukan, tetapi nyeri menelan

biasanya yang menjadi keluhan yang paling dikeluhkan. Sulit untuk membedakan

penyebab dari nyeri menelan antara bakteri dengan virus. Beberapa studi

menunjukkan perbedaan antara keduanya berdasar kompleks gejala termasuk eksudasi

tonsil, limfadenopati cervical, tidak batuk, eritema pada faring, level dari demam dan

nyeri, dan sebagainya. Tetapi hasilnya tidak menyimpulkan dan banyak perdebatan.

Walaupun tidak ada penemuan fisik baik tunggal maupun kombinasi yang dapat

membedakan GABHS dengan etiologi viral, beberapa hal yang bisa menunjukkan

seperti : pembesaran tonsil, eritema faring, kripta pada tonsil dengan nekrotik atau

eksudat purulen, petechiae palatum, limfadenopati cervical, demam dan rash biasanya

menunjukkan GABHS. Gejala infeksi viral biasanya memiliki karakterisitik

konjungtivitis biasanya karena infeksi adenovirus, faringitis viral juga biasanya

dihubungkan dengan bersin, rinorhea dan batuk; infeksi mononukleosis biasanya

eksudat dan dihubungkan dengan membran palsu yang luas; herpangina (biasanya

cokxsackievirus A atau virus herpes) dihubungkan dengan lesi papulovesikular.

Vesikel kontaminan pada tangan dan kaki biasanya dihubungkan dengan

coxsackievirus (hand, foot and mouth disease). Tonsilofaringealpalatal petekiae

biasanya dijumpai pada GABHS dan mononukleosis. Eksudat pada tonsilofaringeal

biasanya menunjukkan infeksi streptokokus, mononukleosis. Tetapi eksudat tidak

membedakan antara penyebab virus dan bakteri. Nyeri tekan limfadenopati cervical

anterior biasanya menunjukkan infeksi streptokokal, sementara adenopati general

biasanya dihubungkan dengna infeksi mononukleosis atau sindroma limfoglandular

sindrom pada HIV. Faringitis dengan infeksi saluran pernafasan bawah biasanya

dihubungkan dengan M. Pneumoniae atau C. Pneumoniae, terutama jika batuk

nonproduktif yang persisten muncul. Diagnosa banding yang memungkinkan adalah

Page 20: Case.docx

difteri, gonorrhoea, demam rematik, mononukleosis, herpes simplex, HFMD, candida,

epiglotitis, trakeitis, abses peritonsil, retrofaringeal dan parafaringeal abses dan

mycoplasma pneumonia. Penyebab nonfinfeksi dari faringitis mencakup intubasi

endotrakeal, inhalasi rokok, sumber panas dalam ruangan dan penggunaan AC

berlebihan. Penyebab lain yang perlu dipertimbangkan rhinitis alergi dengan PND,

GERD, obstruksi saluran nafas, neoplasma pada leher dan kepala dan selulitis

peritonsil.

Pada anamnesa pasien ini, didapatkan :

Demam sejak 3 hari SMRS, bersifat menetap dan membaik setelah diberi obat.

Mual dan muntah setiap kali makan. Batuk sejak 2 hari SMRS, berdahak dan

tidak sesak. Pusing dan nyeri saat menelan. Nafsu makan menurun dan frekuensi

minum menurun.

Mulut : bibir kering, mukosa faring hiperemis (+), tonsil T2-T2, hiperemis (-), kripta (+), detritus (-)

Penyebab bakteri ataupun virus masih belum dapat ditegakkan

DIAGNOSIS

Tujuan dari diagnosa spesifik adalah untuk menemukan infeksi GABHS.

Presentasi klinis dari streptokokus dan faringitis viral biasanya saling tumpang tindih.

Praktisi menggunakan tampilan klinis yang seringkali mengabaikan etiologi

streptokokal, sehingga pemeriksaan laboratorium sangat berguna untuk

mengidentifikasi anak yang bermanfaat untuk diberikan terapi antibiotik. Kultur

tenggorok masih merupakan gold standard yang belum sempurna untuk diagnosa

faringitis streptokoka. Positif palsu pada kultur bisa disebabkan jika organisme lain

tidak terdeteksi misalnya GABHS, dan pada anak yang merupakan karier streptokokal

mungkin memiliki hasil kultur yang positif. Negatis palsu pada kultur dapat

disebabkan karena penyebab yang luas seperti inadekuatnya spesimen swab

tenggorok dan penggunaan antibiotik pada pasien. Spesifitias pada pemeriksaan rapid

untuk mendeteksi streptokokus group A tinggi, jadi jika dengan rapid test positif,

kultur tenggorok tidak diperlukan dan terapi yang sesuai diindikasikan. Rapid test

Page 21: Case.docx

secara umum kurang sensitif dibandingkan kultur, walaupun begitu, jika telah

dipastkan dengan negatif pada rapid test dengan, kultur tenggorok direkomendasikan,

terutama jika kecurigaan klinis terhadap GABHS sangat tinggi. Kultur viral biasanya

tidak tersedia dan secara umum terlalu mahal dan lama jika digunakan untuk

kepentingan klinis. Pemeriksaan darah lengkap biasanya menunjukkan limfosit

atipikal. Leukositosis biasanya menunjukkan adanya infeksi bakteri.

Pada pasien ini didapatkan :

Leukosit : 21.800

CRP : >5

Pada pasien ini penyebab infeksi tidak dapat disingkirkan. Pemeriksaan darah

lengkap menunjukkan adanya leukositosis yang menunjukkan adanya infeksi yang

mengarah ke bakteri dan CRP >5 menunjukkan adanya infeksi tetapi etiologi pasti

masih belum dapat ditegakkan karena memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

TATALAKSANA

Penggunaan antibiotik sangat efektif. GABHS secara umum masih dapat diobati

dengan penisilin, yang memiliki spektrum luas dan efek samping minimal. Penisilin V

tidak mahal dan dapat diberikan hingga 10 hari: 250mg/ dosis untuk anak-anak dan

250-500mg/ dosis untuk dewasa. Amoxicillin oral biasanya dipilih untuk anak-anak

karena memiliki rasa dan ketersediaan bentuk tablet kunyah. Studi menunjukkan

bahwa dengan penggunaan 1x/hari amoxicillin dosis 750mg yang diberikan secara

oral untuk 10 hari sama efektifnya dengan 250mg penisilin yang diberikan selama 10

hari. Sebuah studi menunjukkan penggunaan yang lebih singkat, 6 hari dari

amoxicillin oral (50mg/kg/hari dosis terbagi) sama efektifnya dengan penggunaan 10

hari dari penicillin V. Jika dikonfirmasi, keuntungan ini akan membuat amoxicillin

lebih populer untuk digunakan. Dosis tunggal IM dari benzathine penisilin (600.000

U untuk anak-anak <27kgl 1,2 juta U untuk anak yang lebih besar dan dewasa), atau

kombinasi benzathine-procaine penisilin G, biasanya nyeri namun menjamin

kepatuhan dan membuat dosis adekuat di dalam darah untuk 10 hari. Eritromisin

(eritromisin etil suksinat 40mg/kg/hari dosis terbagi selama 10 hari; atau eritromisin

estolate 20-40mg/kg/hari dosis terbagi untuk 10 hari) direkomendasikan untuk pasien

Page 22: Case.docx

yang alergi dengan golongan antibiotik β-laktam. Bukti menunjukkan penggunaan

cefalosporin untuk terapi rutin saat ini tidak direkomendasikan. Tidak ada terapi

khusus pada faringitis viral. Terapi simptomatik yang penting diberikan seperti oral

antipiretik atau analgesik (seperti ibuprofen atau paracetamol) dapat digunakan untuk

mengurangi demam dan nyeri tenggorokan. Berkumur degan air garam hangat

biasanya membantu untuk meredakan gejala dan anestesi semprot atau lozenges

(biasanya mengandung benzokain, phenol, atau mentol) biasanya meredakan gejala

lokal.

Pasien mendapatkan terapi :

o IVFD KaEN 3B 2.000cc/24 jam

o Cefotaxime 2 x 1 gr

o Lapisiv 3x cth 1

o Paracetamol 2x2 cth prn

KESIMPULAN

Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau

nyeri sendi yang disertai leukopeni, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis

hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

Dengue shock syndrome adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh

renjatan/shock.

Terapi cairan pada DBD diberikan dengan tujuan substitusi kehilangan cairan

akibat kebocoran plasma. Dalam terapi cairan, hal terpenting yang perlu diperhatikan

adalah jenis cairan, jumlah serta kecepatan, dan pemantauan baik secara klinis

maupun laboratoris untuk menilai respon kecukupan cairan.