Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

download Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

of 19

Transcript of Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    1/19

    1

    BAB I

    LAPORAN KASUS

    IDENTITAS PASIEN

    Nama : An. Az Jenis Kelamin : Perempuan

    Umur : 12 tahun Agama : Islam

    Pekerjaan : Pelajar Pendidikan : SD

    Alamat : Jl. Udowo No.53 Dirgantara

    ANAMNESA

    Diambil Secara : auto-allo anamnesa

    Pada tanggal : 18 September 2012 Jam : 11.00 WIB

    Keluhan Utama : Nyeri menelan

    Keluhan tambahan: tidur mendengkur, rasa mengganjal ditenggorokan

    Riwayat Perjalanan Penyakit :

    Pasien datang ke poliklinik THT RSPAU dengan keluhan nyeri menelan yang

    dirasakan sejak 5 bulan yang lalu. Nyeri menelan dirasakan terus menerus dan

    semakin berat sejak 3 hari terakhir hingga pasien sulit menelan makanan. Pasien juga

    mengeluh rasa mengganjal ditenggorokan, dan saat tidur pasien mendengkur. Setiap

    bulan pasien merasakan demam terutama saat serangan. Kadang disertai batuk pilek.

    Saat ini pasien batuk pilek, tidak demam. Sebenarnya pasien pernah menderita

    penyakit amandel sejak usia 10 tahun. Keluhannya hilang timbul. Keluhan sering

    berulang 3-4 kali setahun. Keluhan hilang walaupun tanpa diberi obat.

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    2/19

    2

    Ibu pasien mengatakan keluhan-keluhan yang dirasakan saat serangan tersebut

    terutama setelah pasien mengkonsumsi es dan minuman dingin lainnya.

    Keluhan nyeri pada telinga, rasa penuh pada telinga, keluhan suara serak, sulit

    membuka mulut disangkal oleh pasien.

    Bila serangan, ibu pasien memberikan obat penurun panas, obat batuk pilek dan

    antibiotic yang didapatkan dari dokter spesialis anak. Spesialis anak pernah

    menganjurkan pasien untuk ke dokter spesialis THT tetapi baru saat ini pasien datang

    ke dokter spesialis THT.

    Riwayat Penyakit Dahu lu :

    Riwayat Asthma disangkal oleh pasien. Riwayat alergi obat, makanan,

    debu/udara dingin disangkal oleh pasien. Riwayat operasi sebelumnya disangkal oleh

    pasien.

    PEMERIKSAAN FISIK

    KEADAAN UMUM :

    Kesadaran : Compos mentis

    Tanda-tanda vital : TD : 110/80 mmHg Nadi : 80x/menit

    RR : 20x/menit Suhu : 36,3C

    Berat Badan : 37 Kg

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    3/19

    3

    TELINGA

    KANAN KIRI

    Bentuk daun telinga Normal Normal

    Kelainan congenital Tidak ada Tidak ada

    Radang, Tumor Tidak ada Tidak ada

    Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada

    Penarikan daun telinga Tidak ada Tidak ada

    Kelainan Pre- , dan Infra-

    aurikuler

    Tidak ada Tidak ada

    Region Mastoid /

    retroaurikuler

    Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

    Liang Telinga Lapang, serumen (+)

    sedikit

    Lapang, serumen (+)

    sedikit

    Membran tympani Intak, hiperemis(-), reflex

    cahaya (+) jam 5

    Intak, hiperemis(-), reflex

    cahaya (+) jam 7

    TES PENALA

    KANAN KIRI

    Rinne Positif Positif

    Weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi

    Swabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

    Penala yang dipakai 512 Hz 512 Hz

    Kesan : ADS dalam batas normal

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    4/19

    4

    HIDUNG

    Bentuk : Normal

    Tanda peradangan : tidak ada

    Daerah sinus Frontalis dan Maxillaris : Nyeri tekan (-/-)

    Vestibulum : Hiperemis (-/-), sekret (-/-)

    Cavum nasi : Lapang (+/+), edema (-/-)

    Konka inferior : Eutrofi / Eutrofi

    Meatus nasi inferior : secret (-/-).hiperemis (-/-), edema (-/-)

    Konka medius : Eutrofi / Eutrofi

    Meatus nasi medius : secret (-/-).hiperemis (-/-), edema (-/-)

    Septum nasi : Deviasi (-/-)

    RHINOPHARYNX(Rhino sko pi po sterior)

    Koana : tidak dilakukan pemeriksaan

    Septum nasi posterior : tidak dilakukan pemeriksaan

    Muara tuba Eustachius : tidak dilakukan pemeriksaan

    Tuba Eustachius : tidak dilakukan pemeriksaan

    Torus tubariu s : tidak dilakukan pemeriksaan

    Post nasal drip : tidak dilakukan pemeriksaan

    TENGGOROKAN

    PHARYNX

    Dinding pharynx : merah muda, hiperemis (-)

    Arcus pharynx : Simetris, hiperemis (-), edema (-)

    Tonsil : T2B/T2B, hiperemis (+/+), kripta melebar (+/+),

    Detritus (+/+), perlengketan (-/-).

    Uvula : letak ditengah, hiperemis (-)

    Gigi : gigi geligi lengkap, caries (-)

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    5/19

    5

    LARYNX(lar ingoskopi)

    Epiglottis : Tidak dilakukan pemeriksaan

    Plica aryepiglottis : Tidak dilakukan pemeriksaan

    Arytenoids : Tidak dilakukan pemeriksaan

    Ventricular band : Tidak dilakukan pemeriksaan

    Pita suara : Tidak dilakukan pemeriksaan

    Rima glotidis : Tidak dilakukan pemeriksaan

    Cincin trachea : Tidak dilakukan pemeriksaan

    Sinus piriformis : Tidak dilakukan pemeriksaan

    LEHER : KGB tidak teraba membesar

    MAKSILO FACIAL : Deformitas (-), hematom (-), Parese Nervus cranial (-).

    PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Pemeriksaan laboratorium darah :

    Hb : 11,8 mg/dl Ht : 40 g%

    Leukosit : 8800/uL Trombosit : 273.000/uL

    Masa Perdarahan : 230 Masa Pembekuan : 510

    Kesan : Dalam batas normal

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    6/19

    6

    RESUME

    Pasien perempuan usia 12 tahun datang dengan keluhan nyeri menelan yang

    dirasakan sejak 5 bulan yang lalu, dirasakan terus menerus dan semakin berat sejak

    3 hari terakhir hingga pasien sulit menelan makanan. Rasa mengganjal

    ditenggorokan(+), dan tidur mendengkur(+), Demam sekali dalam sebulan, kadang

    disertai batuk pilek. Riwayat penyakit amandel (+) sejak usia 10 tahun. Keluhan sering

    berulan 3-4 kali dalam setahun. Pasien sering mengkonsumsi es dan minuman dingin

    lainnya. Riwayat pengobatan sebelumnya : antipiretik, obat batuk pilek dan antibiotic.

    Pada Pemeriksaan Fisik didapatkan Tonsil hipertrofi dengan ukuran T2B/T2B,

    hiperemis (+/+), kripta melebar (+/+), Detritus (+/+), perlengketan (-/-). Dari

    pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hasil dalam batas normal.

    DIAGNOSA KERJA ( WD/ ) :

    Tonsilitis hipertrofi kronis

    DIAGNOSA BANDING ( DD/ ) : tidak ada

    PENATALAKSANAAN

    Medikamentosa :

    1. Antibiotik : Cefixime syrup 2x1 cth , selama 7-10 hari

    2. Anti-inflamasi : methylprednisolon 3x 2 mg, selama 5 hari

    3. Analgetik : Asam mefenamat 3 x 500mg selama 5 hari bila nyeri

    4. Vitamin C : 2x 200 mg

    Diberikan sebelum pasien menjalani operasi

    Operatif : Tonsiloadenoidektomi

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    7/19

    7

    ANJURAN / EDUKASI

    Sebelum operasi disarankan untuk menghindari makan gorengan, minuman dingin/ es.

    Setelah dilakukan operasi, pasien di sarankan untuk :

    - Jaga kebersihan mulut

    - Makan makanan lunak bertahap

    - Makan makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan

    mempercepat penyembuhan

    - Kontrol ke poliklinik THT

    PROGNOSIS

    Ad Vitam : Ad Bonam

    Ad Functionam : Ad malam

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    8/19

    8

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSIL

    Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin

    Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri

    dari tonsil palatine, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tuba Eustachius.2

    A. TONSIL PALATINA 1,2

    Tonsil palatine adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fose

    tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus)

    dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5

    cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan

    tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fose tonsilaris, daerah yang kosong

    diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di rateral orofaring.

    Dibatasi oleh:

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    9/19

    9

    - Lateral muskulus konstriktor faring superior

    - Anterior muskulus palatoglosus

    - Posterior muskulus palatofaringeus

    - Superior palatum mole

    - Inferior tonsil lingual

    Permukaan tonsil palatine ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi

    kripti tonsil. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar

    sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan

    jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme

    pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjangjalur pembulu limfatik.

    Fosa Tonsil1,2

    Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah

    otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral

    atau dingsing luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan

    dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX

    yaitu nervus glosofaringeal.

    Pendarahan 1,2,3

    Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,

    yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri

    tonsilaris dan arteri palatine asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan

    cabangnya arteri palatine desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya

    lingualisdorsal; 4) arteri faringeal asende. Kutub bawah tonsil bagian anterior

    diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatine

    asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub

    atas tonsil diberdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatine desenden.

    Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    10/19

    10

    daring faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah

    dan pleksus faringeal.

    Aliran getah bening 1,2

    Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening

    servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus

    sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju

    duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan

    sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.

    Persarafan 1,2

    Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus

    glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.

    Imunologi Tonsil

    Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B

    membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limposit T pada

    tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B

    berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen

    komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasidi jaringan tonsilar. Sel

    limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel

    reticular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal

    pada folikel ilmfoid,

    Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan

    proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama

    yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai

    organ utama produksi antibody dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen

    spesifik.

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    11/19

    11

    B. Tonsil Faringeal (Adenoid)1

    Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid

    yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun

    teraturseperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong

    diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian

    tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid

    terletak di dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller

    dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak.

    Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun

    kemudian akan mengalami regresi.

    C. Tonsil Lingual1,2

    Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum

    glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen

    sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.

    TONSILITIS KRONIK

    A. DEFINISI

    Tonsillitis kronis adalah peradangan kronis tonsila palatine lebih dari 3 bulan,

    setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis.

    Terjadinya perubahan histology pada tonsil, dan terdapat jaringan fibrotic

    yang menyelimuti mikroabses dan dikelilingi oleh zona sel-sel radang.2

    Mikroabses pada tonsillitis kronik menyebabkan tonsil dapat menjadi fokal

    infeksi bagi organ-organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain-lain. Fokal

    infeksi adalah sumber bakteri / kuman di dalam tubuh dimana kuman atau

    produk-produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan

    dapat menimbulkan penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    12/19

    12

    atau bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi

    atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi.

    B. ETIOLOGI

    Tonsilitis kronik yang mungkin terjqadi pada anak disebabkan oleh karena

    sering menderita ISPA atau karena tronsilitis akut yang tidak diobati dengan

    tepat atau dibiarkan saja. Tonsillitis kronik disebabkan oleh bakteri yang

    sama yang terdapat pada tonsillitis akut, dan yang paling sering adalah

    bakteri gram positif.1

    C. FAKTOR PREDISPOSISI

    Beberapa factor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu :1

    Rangsangan kronis (rokok, makanana)

    Hygiene mulut yang buruk

    Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)

    Alergi (iritasi kronis dari allergen)

    Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)

    Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat

    D. PATAFISIOLOGI

    Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke

    tubuh baik melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk di situ akan

    dihancurkan oleh makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika

    tonsil berulang kali terkena infeksi akibat dari penjagaan hygiene mulut yang

    tidak memadai serta adanya factor-faktor lain, maka pada suatu waktu tonsil

    tidak bisa membunuh kuman-kumansemuanya, akibat kuman yang bersarang

    di tonsil dan akan menimbulkan peradangan tonsil yang kronis. Pada

    keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang

    infeksi atau fokal infeksi.4

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    13/19

    13

    Proses peradangan di mulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena

    proses radang berulang, makan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis,

    sehingga pada proses penyembuhanjaringan limfoid akan diganti oleh

    jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripta akan melebar.

    Secara krinis kripta ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang

    mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripta berupa eksudat

    berwarna kekuning kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul

    dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris.

    Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada

    keadaan imun yang menurun.1

    Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan

    tonsillitis akut yang berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-

    menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelen atau ada

    sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan

    pernafasan berbau.1

    Tonsila akan memperlihatkan berbagai derajat hipertrofi dan dapat

    bertemu di garis tengah. Nafas penderita bersifat ofensif dan kalau terdapat

    hipertrofi yang hebat, mungkin terdapat obstruksi yang cukup besar pada

    saluran pernafasan bagian atas yang dapat menyebabkan hipertensi

    pulmonal.

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    14/19

    14

    F. PEMERIKSAAN FISIK

    Pada pemeriksaan pada tonsil

    akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi kadang-kadang atrofi, hiperemi dan

    odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus atau detritus baru tampak jika

    tonsil ditekan dengan spatula lida. Kelenjar leher dapat membesar tetapi tidak

    terdapat nyeri tekan.1,2

    Ukuran tonsil pada tonsillitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau atrofi.

    Pembesaran tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T1 T4 Cody & Thane

    (1993) membagi pembesaran tonsil dalam ukuran berikut :

    T1 = batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak pilar anterior

    uvula

    T2 = batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai 1/2

    jarak pilar anterior-uvulaT3 = batas medial tonsil melewati

    jarak pilar anterior-uvula

    T4 = batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula atau lebih.

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    15/19

    15

    G. DIAGNOSIS

    1. Anamnesa

    Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hamper

    50% diagnose dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering

    datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus,

    sakit waktu menelan, rasa mengganjal di tenggorok, nafas bau, malaise,

    sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.

    2. Pemeriksaan Fisik

    Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan

    parut, permukaan tonsil tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti

    terisi oleh detritus. Sebagian kripta mengalami stenosis, tepi eksudat

    (purulent) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Gambaran klinis

    yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat

    lekukan, tepinya hiperemis dan jumlah kecil secret purulen yang tipis

    terlihat pada kripta.

    3. Pemeriksaan penu njang

    Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari

    sedianapus tonsil. Biarkan swab sering menghasilkan beberapa macam

    kuman dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptococcus

    haemolitikus, Streptokokus viridians, Stafilokokus, atau Pneumokokus.

    H. DIAGNOSIS BANDING

    Terdapat beberapa diagnose banding dari tonsillitis kronis adalah sebagai

    berikut : 1,2,3

    1. Tonsilitis Membranosa

    a. Tonsillitis Difteri

    b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)

    c. Mononucleosis Infeksiosa

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    16/19

    16

    2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus

    a. Faringitis Tuberkulosa

    Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum

    pasien adalah buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien juga

    mengeluh nyeri hebat di tenggorokan, nyeri di telinga (otalgia) dan

    pembesaran kelenjar limfa leher.

    b. Faringitis Luetika

    gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, skunder atau

    tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superficial yang sembuh

    disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa

    mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil

    c. Lepra (Lues)

    Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian

    menyebuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan

    timbulnya jaringan ikat.

    d. Aktinomikosis Faring

    Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa

    mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat

    mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superficial, dengan dasar

    jaringan granulasi yang lunak.

    Penyakit-penyakit diatas umumnya memiliki keluhan berhubungan dengan

    nyeri tenggorokan (odinofagi) dan kesulitan menelan (disfagi). Diagnose pasti

    berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, foto X-ray

    dan biopsy jaringan.

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    17/19

    17

    I. PENATALAKSANAAN

    Medikamentosa

    Tonsillitis yang disebabkan oleh virus harus ditangani secara simptomatik.

    Obat kumur, analgetik, dan antipiretik biasanya dapat membantu. Gejala-

    gejala yang timbul biasanya akan hilang sendiri. Tonsilitis yang disebabkan

    oleh streptokokus perlu diobati dengan penisilin V secara oral, cephalosporin,

    makrolid, klindamicin, atai injeksi secara intramuscular penisilin benzatin

    antibiotic tambahan mungkin akan berguna.1,2,3

    Operati f

    Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan

    pasa pasien dengan tonsilaris kronik, yaitu berupa tindakan pengangkatan

    jaringan tonsila palatine dari fossa tonsilaris Tetapi tonsilektomi dapat

    menimbulkan berbagai masalah dan berisiko menimbulkan komplikasi seperti

    perdarahan, syok, nyeri pasca tonsilektomi, maupun infeksi.2

    Indikasi Tonsilektomi

    Menurut Americn Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery

    (AAO-HNS) (1995), Indikator klinis untuk prosedur surgical adalah seperti

    berikut:

    Indikasi Abs olut

    o Pembengkakakn tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas,

    disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner

    o Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan

    drainase

    o Tonsillitis yang menimbulkan kejang demam

    o Tonsillitis yang membutuhkan biopsy untuk menetukan patologi anatomi

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    18/19

    18

    Indikasi Ralati f

    o Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi

    antibiotic adekuat

    o Halitosis akibat tonsillitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian

    terapi medis

    o Tonsillitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak

    membaik dengan pemberian antibiotic beta-laktamase resisten

    o Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan

    o Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus

    dibedakan apakah mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau

    hanya sebagai kandidat. Dugaan keganasan dan obstruksi saluran napas

    merupakan indikasi absolute untuk tonsilektomi.

    o Obstruksi nasofaringeal yang berat sehingga boleh mengakibatkan

    terjadinya gangguan apnea ketika tidur merupakan indikasi absolute untuk

    surgery.

  • 7/30/2019 Case Tonsilitis Kronik Hipertrofi

    19/19

    19

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Soepardi.E.A, et all. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

    Kepala & Leher. Edisi Ke-6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

    2007. Pg: 212-225.

    2. Adams.G.L, Boies.L.R, Higler.P.A. Boies Fundamentals Of Otolaryngology a

    Textbook of Ear, Nose and Throat Diseases. 6th Edition.Philadelphia : WB

    Sunders Company.1989. pg: 340-355.

    3. Ballenger Jacob John. Penyakit Telinga,Hidung,Tenggorokan, Kepala,& Leher.

    Jilid Satu.Edisi 13. Jakarta : Staf Ahli Bagian THT RSCM-FKUI Indonesia.1994.

    pg: 346-357

    4. Pracy.R, Siegier.J, Stell.P.M. Pelajaran Ringkasan Telinga, Hidung, &

    Tenggorokan. Cetakan ke-3. Jakarta : PT.Gramedia Indonesia. 1989. pg: 114-

    125.

    5. Feenstra.L, Van den Broek.P. Buku Saku Ilmu Kesehatan Telinga,Hidung,&

    Tenggorokan. Edisi 12. Jakarta : EGC Indonesia. 2010. Pg: 181-188.