Case Tht Mateng
-
Upload
katherine-rinova -
Category
Documents
-
view
18 -
download
0
description
Transcript of Case Tht Mateng
STATUS PASIEN THT
Tanggal : 27 Juni 2013
No.Registrasi : 25-61-04
I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. T
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : Kp.Bojong RT 03/ RW 08
Kasus Ke : 1
Pemeriksa : Mohammad Fachri Ibrahim
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 25 Juni 2013 pukul 11.30 WIB
di ruang poliklinik THT RSMM
A. Keluhan Utama : Telinga kanan seperti mendengar suara bergemuruh sejak 1
minggu yang lalu
1
Keluhan Tambahan : Pasien mengeluhkan pilek sejak kurang lebih 2 minggu
SMRS sampai sekarang.
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik THT RSMM mengeluhkan telinga kanan seperti
mendengar suara bergemuruh. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala sejak 1 minggu
SMRS, pasien mengaku telinganya mengeluarkan cairan berwarna putih pada malam
sebelum datang ke poliklinik THT, gangguan pendengaran sedikit tetapi tidak terlalu
mengganggu. Pasien menyangkal adanya demam dan nyeri pada telinga.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami hal serupa ketika pasien masih kecil, tetapi pasien
lupa saat umur berapa tepatnya ketika pasien mengalami hal tersebut. Pasien mengaku
tidak melakukan pengobatan saat itu dan pasien mengaku telinganya sembuh, kembali
normal. Pasien menyangkal adanya riwayat alergi, mengalami trauma ataupun oprasi
pada telinga yang sakit. Kencing manis dan penyakit darah tinggi disangkal.
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga tidak ada yang mengalami hal serupa seperti yang dialami pasien.
E. Riwayat Pengobatan :
Pasien mengaku telah melakukan pengobatan terhadap telinga kirinya ke
klinik kesehatan Budi rahayu dan mendapatkan obat-obatan pereda gejala
(simptomatik) serta pasien diminta untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke
dokter spesialis THT oleh dokter yang memeriksa pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
1. Keadaan umum :
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan sakit : Tampak sakit ringan
Kesan gizi : Gizi cukup
2. Kepala : Normocephali, simetris, tidak ada deformitas
3. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
2
4. Leher : Tidak dilakukan pemeriksaan
5. Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Extremitas : Tidak dilakukan pemeriksaan
B. STATUS THT
1. PEMERIKSAAN TELINGA
Kiri Kiri
Normotia, nyeri tarik
(-), nyeri tekan tragus
(-)
Daun Telinga Normotia, nyeri tarik
(-), nyeri tekan tragus
(-)
Hiperemis (-),fistula (-),
oedema (-), nyeri tekan
(-), sikatriks (-)
Preaurikuler Hiperemis (-),fistula (-),
oedema (-), nyeri tekan
(-), sikatriks (-)
Hiperemis (-),fistula (-),
oedema (-), nyeri tekan
mastoid (-)
Retroaurikuler Hiperemis (-),fistula (-),
oedema (-), nyeri tekan
mastoid (-)
Lapang
Hiperemis (+)
Sekret (+), berwarna
putih, tidak berbau
Serumen (-)
(-)
Liang telinga
Lapang/Sempit
Warna
Sekret
Serumen
Kelainan lain
Lapang
Hiperemis (-)
Sekret (-)
Serumen (-)
(-)
Perforasi Sentral Membran Timpani Intak
Refleks cahaya (+) di
arah pukul 7
3
Pemeriksaan Pendengaran
Pemeriksaan fungsi
pendengaran dengan
garpu tala 523 Hz
Kanan Kiri
Rinne Negatif Positif
Weber Lateralisasi ke telinga kanan
Schwabach Memendek Memanjang
2. PEMERIKSAAN HIDUNG
Kanan Kiri
(-) Deformitas (-)
Dahi (-), pangkal
hidung (-), pipi (-)
Nyeri tekan Dahi (-), pangkal
hidung (-), pipi (-)
(-) Krepitasi (-)
Rhinoskopi Anterior
Kanan Kiri
Sekret (+), krusta (-) Vestibulum Sekret (-), Krusta (+)
Eutrofi Konka Inferior Eutrofi
Tidak terlihat Konka media Tidak terlihat
Tidak terlihat Konka superior Tidak Terlihat
Pus (-), Polip (-) Meatus nasi Pus (-), Polip (-)
Lapang Kavum nasi Lapang
Hiperemis (-) Mukosa Hiperemis (-)
(+) sedikit Sekret Sedikit (+)
Deviasi (-) Septum Deviasi (-)
Normal Dasar hidung Normal
Pemeriksaan Rhinoskopi Posterior : Tidak dilakukan Pemeriksaan
4
3. PEMERIKSAAN FARING
Arkus Faring : Simetris kanan dan kiri
Mukosa Faring : Hiperemis (-)
Dinding Faring : Hiperemis (-), PND (-)
Uvula : Simetris ditengah, hiperemis (-)
Tonsil Palatina : Besar : T1-T1
Warna : Hiperemis -/-
Detritus : -/-
Perlekatan : Tidak ada
Gigi geligi : Oral higine cukup baik
4. PEMERIKSAAN HIPOFARING
Tidak dilakukan pemeriksaan
5. PEMERIKSAAN LARING
Tidak dilakukan pemeriksaan
6. PEMERIKSAAN LEHER
Tidak dilakukan pemeriksaan
7. PEMERIKSAAN MAKSILO FASIALIS
Simetris, paralisis nervus kranialis (-), nyeri tekan dahi (-), nyeri tekan pangkal
hidung (-), nyerti tekan pipi (-).
IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan
V. RESUME
Seorang Perempuan berumur 48 tahun datang dengan keluhan terdengar suara
bergemuruh pada telinga kanan sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluhkan
kepala pusing, pendengaran berkurang pada telinga kanan. Pasien mengaku malam
5
sebelum datang ke poliklinik telinga kanan mengeluarkan cairan berwarna putih tidak
berbau. Pasien juga mengaku terkena pilek sejak kurang lebih 2 minggu SMRS. Pada
Pemeriksaan fisik ditemukan adanya sekret berwarna putih, liang telinga hiperemis, dan
adanya perforasi sentral berupa garis robekan dengan batas yang tidak begitu jelas pada
membrane timpani telinga kanan. Pada telinga kiri didapatkan hasil normal. Pada
pemeriksaan hidung didapatkan hasil adanya sekret pada vestibulum dan cavum nasi,
konka, mukosa, septum didapatkan hasil normal. Pada pemeriksaan tenggorokan
didapatkan hasil normal.
VI.ANALISIS KASUS
Pada anamnesis pasien ditemukan riwayat penyakit sekarang yaitu :
- Telinga terasa seperti bergemuruh kurang lebih 1 minggu SMRS
- Gangguan Pendengaran
- Keluar cairan berwarna putih, tidak berbau pada telinga kanan
- Telinga kurang nyaman
Interpretasi : gejala ini menunjukan bahwa adanya masalah pada telinga kanan dan
dengan adanya pengakuan pasien pernah keluar cairan kemungkinan adanya OMA
stadium perforasi, tetapi harus dilengkapi dengan pemeriksaan fisik.
- Pasien mengaku pilek dan hidung tersumbat kurang lebih 2 minggu SMRS dan
masih sedikit terasa sampai sekarang.
- Pasien menyangkal adanya alergi
Interpretasi : Batuk pilek merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya OMA,
hal ini dapat mendukung diagnosis OMA jika disambungkan dengan hal sebelumnya
kemungkinan etiologi penyakitnya adalah infeksi saluran napas atas dikarenakan
riwayat alergi disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan hasil :
- Membrane timpani yang perforasi pada bagian marginal berupa robekan yang
tidak jelas batasnya
- Sekret berwarna putih pada liang telinga pasien
- Hiperemis pada liang telinga pasien
6
Interpretasi : hasil dari pemeriksaan telinga di atas sangat mendukung diagnosis OMA
stadium perforasi dikarenakan adanya perforasi yang jelas pada telinga pasien serta
proses peradangan yang terlihat di telinga pasien serta sekret.
- Sekret pada vestibulum
- Sekret pada cavum nasi
Interpretasi : hasil pemeriksaan hidung pada pasien membuktikan bahwa pasien benar
mengalami flu dan belum sembuh sepenuhnya. Hal ini dapat dicurigai sebagai
peyebab OMA pada pasien karena infeksi saluran napas atas merupakan salah satu
penyebab utama terjadinya OMA.
- Rinne (-) pada telinga kanan
- Weber lateralisasi ke telinga kanan (telinga yang sakit)
Interpretasi : hasil pemeriksaan diatas dapat disimpulkan bahwa keluhan gangguan
pendengaran pada telinga kanan pasien merupakan tuli konduktif yang disebabkan
oleh perforasinya membrane timpani pada telinga kanan. Hasil ini bisa diperkuat
dengan pemeriksaan audiometri untuk mendapatkan hasil tuli konduktif.
VII. DIAGNOSA KERJA
Otitis Media Akut Stadium Perforasi Aurikula Dextra
Tuli Konduktif Aurikula Dextra
Rhinitis Akut
VIII. DIAGNOSA BANDING
Otitis Media Supuratif Kronis
IX.RENCANA PENGOBATAN
Tujuan terapi pada pasien adalah agar infeksi dapat teratasi, mencegah infeksi
berulang, dan telinga tetap dijaga sampai membrane timpani sembuh sempurna.
1. Medikamentosa
- Antibiotik : Golongan Penisilin (Amoxicilin 500 mg, diberikan 3 x 1
tablet sehari)
- Analgetik & Anti-inflamasi : Asam mefenamat 500 mg 3x 1 tablet sehari
7
- Mukolitik : Ambroxol 3 x 1 tablet sehari
- Dekongestan : Metilprednisolon 4mg 3 x 1 tablet sehari
- Pada kasus sekret massive dapat ditambahkan H2O2 3% 3x 2 tetes sehari untuk
membersihkan liang telinganya.
2. Non-Medikamentosa
- Istirahat yang cukup
- Makan-makanan yang tinggi karbohidrat dan tinggi protein
- Menjaga kedua telinga pasien agar tidak kemasukan air dan jangan mengorek
telinga
- Menjaga kebersihan mulut
- Jika terkena batuk flu, sebaiknya segera diobati.
X. RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN
Dapat dilakukan Audiometri untuk memastikan adanya tulli konduktif pada telinga
kanan pasien.
XI.PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Functionam : Dubia ad Bonam
DOKTER MUDA : Mohammad Fachri Ibrahim
DOKTER PENGAWAS : dr. Anna Maria Suciaty,Sp.THT
TANDA TANGAN :
PENILAIAN :
8
TINJAUAN PUSTAKA
TELINGA
ANATOMI
Telinga merupakan salah satu indra yang berfungsi untuk mendengar dan keseimbangan.
Telinga manusia terdiri atas tiga bagian ,yaitu :
1. Telinga luar, yang menerima gelombang suara
2. Telinga Tengah, tempat dimana gelombang suara dipindahkan dari udara ke tulang
lalu dari tulang ke telinga dalam.
3. Telinga dalam, tempat memproses gelombang suara menjadi impuls saraf spesifik
untuk pendengaran, selain itu ada organ vestibuler yang berfungsi untuk
mempertahankan keseimbangan.
Telinga Luar
Telinga luar meliputi daun telinga ( pinna ) dan liang telinga sampai membrane
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berliku
membentuk huruf S dengan rangkanya tulang rawan pada sepertiga bagian luarnya,
sedangkan dua pertiga bagian dalam terdiri dari tulang dengan panjangnya kurang lebih 2,5-
9
3 cm. Pada kasus otitis eksterna bagian ini merupakan tempat terjadinya proses infeksi dan
peradangan, selain pinna.
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen yang
dapat menghasilkan serumen sebagai proteksi bagi telinga dan kelenjar rambut, kelenjar
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga, sedangkan pada dua pertiga telinga bagian
dalam sedikit dijumpai kelenjar serumen.
Telinga Tengah
Telinga tengah merupakan suatu ruangan berbentuk seperti kubus enam sisi yang berisi
tulang-tulang pendengaran dengan batas-batasnya sebagai berikut :
- Batas luar : membran timpani
- Batas depan : tuba eustachius
- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : tegmen timpani
- Batas dalam :berturut-turut dari atas ke bawah yaitu kanalis semi sirkularis
horizontalis, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar, dan promontorium.
Pada telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang berjumlah 3 buah
berturut-turut dari membran timpani yaitu maleus, incus, dan stapes. Hubungan antar tulang
ini merupakan persendian yang dapat menjadi kaku pada proses degeneratif yang merupakan
salah satu penyebab tuli konduktif pada pasien geriatri.
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebt atik. Di tempat ini terdapat aditus ad
antrum yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastioid. Serta di
bagian depan terdapat saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga mulut
yang dinamakan tuba eustachius. Tuba ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan
udara di dalam cavum tymphani. Bagian lateral berupa dinding dari tulang dan selalu terbuka
lalu di dinding medialnya tersusun dari tulang rawan yang biasanya tertutup kecuali dalam
keadaan menguap, mengunyah, atau menelan.
10
Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari kokhlea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler
yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema
yang menghubungkan perlimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis
saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tdak lengkap. Pada
irisan melintang koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah,
dan skala media diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan
skalia media berisi endolimfa. Ion dan garam pweilimfa dan endolima berbeda. Hal ini sangat
penting untuk pendengaran. Dasar dari skala vestibule merupakan membrane vestibule atau
membrane reissner sedangkan dasar dari skala media adalah membrane basalis. Pada
membrane ini terdapat sel-sel rambut untuk pendengaran yang disebut organ corti.
FISIOLOGI
Mekanisme manusia dapat mendengar dimulai dari penerimaan getaran atau
gelombang suara oleh daun teliinga masuk ke dalam liang teling Menekan membrane
timpani melintas melalui tulang-tulang menekan tingkap lonjong menimbulkan
gelombang pada jaringan perilimfe gelombang perilimgemenekan membrane vestibularis
dan skala basilaris menekan sel-sel rambut sehingga terjadi depolarisasi pada sel rambut
timbul impuls yang dihantarkan ke otak.
OTITIS MEDIA AKUT
Otitis media akut biasanya terjadi karena faktor pertahanan tubuh terganggu. Sumbatan tuba
eustachius merupakan faktor penyebab utama terjadinya OMA. Karena fungsi tuba
eustachius terganggu maka kuman dapat masuk ke dalam ruang telinga tengah dan
menyebabkan peradangan di sana. Selain itu infeksi saluran napas atas juga salah satu
penyebab utama OMA pada anak. Karena tuba eustachius yang masih pendek dan lebih
mendatar dari pada orang dewasa, kuman yang menyebabkan ISPA pada anak dapat
menginvasi masuk ke dalam telinga tengah sehingga terjadi OMA pada anak tersebut.
11
Patologi
kuman penyebab utama terjadinya OMA adalah bakteri piogenik seperti streptococcus
hemolitikus, stafilokokus aureus, pneumokokus. Selain itu sering juga ditemuka haemofilus
influenza, Eschercia coli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris, dan Psudomonas
aurugenosa. Terjadinya OMA sebagai berikut :
Etiologi (perubahan tekanan udara, alergi, infeksi, sumbatan-sumbatan lain) gangguan
tuba tekanan negative telinga tengah efusi akibat transudasi penumpukan transudate
di telinga tengah merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi kuman menginfeksi
terjadi OMA.
Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah dapat dibagi menjadi 5 stadium yaitu :
1. Stadium Oklusi
2. Stadium Hiperemis
3. Stadium Supurasi
4. Stadium Perforasi
5. Stadium Resolusi.
Stadium Oklusi
Pada stadium ini, terjadi gangguan pada tuba yang menyebabkan tekanan negative di dalam
ruang telinga tengah. Pada saat ini membrane timpani bisa normal atau sedikit keruh dan
mungkin sudah terjadi transudasi tetapi tidak terlihat.
Stadium Hiperemis
Pada stadium ini sudah terjadi peradangan dimana terjadi pelebaran pembuluh darah melebar
dan membrane timpani terlihat hiperemis serta edema.
Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah, hancurnya eptiel superficial, dan terjadi
proses eksudasi di dalam telinga tengah mengakibatkan membrane timpani menjadi bulging,
jika tekanan ini tidak hilang maka akan terjadi iskemia pada bagian dari membrane timpani
yang paling besar menerima tekanan dan mengakibatkan nekrosis jaringan yang terlihat
12
sebagai bagian berwarna kuning pada membrane timpani. Pada pasien anak, stadium ini kan
memberikan rasa nyeri yang hebat serta demam yang cukup tinggi.
Stadium Perforasi
Jika tekanan di telinga tengah tidak kunjung mereda maka membrane timpani akan robek,
lalu pus yang berada di telinga tengah akan mengalir keluar. Pada pasien anak, yang tadinya
nyeri dan demam, semua gejala itu turun dan anak menjadi tenang kembali.
Stadium Resolusi
Jika daya tahan tubuh baik, maka virulensi kuman akan minimal. Sekret akan mongering dan
akhirnya membrane timpani dapat beresolusi secaran spontan.
Gejala klinik OMA
Gejala klinik pada OMA bergantung pada stadium penyakitnya. Pada anak dapat
menimbulkan gejala nyeri pada telinga, demam tinggi, tidak bisa tidur. Pada orang dewasa
tidak separah seperti pada anak, dan biasanya mengeluhkan telinga seperti tertutup atau
terdengar bunyi pada telinga yang sakit, dan sedikit ada yang mengeluhkan telinganya nyeri
atau kurang nyaman.
Komplikasi
Jika terjadi kegagalan resolusi dari membrane timpani maka OMA akan menjadi otitis media
supuratif kronik atau OMSK. Selain itu jika sekret masih terdapat di dalam telinga tengah
makan akan dapat timbul komplikasi berupa otitis media serosa.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA. Kelainan Telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku
ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi keenam. Jakarta:
FKUI, 2001. H. 49-62.
2. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam
Effendi H, Santoso K, Ed BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6 Jakarta: EGC,
1997: 88-118
3. Soetirto I, Hendarmin H, Bashirudin J. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga.
Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2001.h. 10-13
4. Berman S. Otitis Media in developing countries. Pediatrics. June 2013. Available
from URL: http://www.pediatrics.org/
14