Case Report Diaabetic Foot (2)

45
BAB I PENDAHULUAN Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Laporan dari World Health Organization (WHO) mengenai studi populasi diabetes melitus di berbagai negara yaitu, pada tahun 2000 di Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8,4 juta jiwa. Urutan diatasnya adalah India (31,7 juta jiwa), China (20,8 juta jiwa), dan Amerika Serikat (17,7 juta jiwa). 1,2 Diabetes melitus memiliki berbagai macam komplikasi kronik dan yang paling sering ditemui adalah

description

test

Transcript of Case Report Diaabetic Foot (2)

Page 1: Case Report Diaabetic Foot (2)

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang

ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin

secara relatif maupun absolut. Laporan dari World Health Organization (WHO)

mengenai studi populasi diabetes melitus di berbagai negara yaitu, pada tahun 2000 di

Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes melitus

dengan prevalensi 8,4 juta jiwa. Urutan diatasnya adalah India (31,7 juta jiwa), China

(20,8 juta jiwa), dan Amerika Serikat (17,7 juta jiwa).1,2

Diabetes melitus memiliki berbagai macam komplikasi kronik dan yang

paling sering ditemui adalah kaki diabetik. Insiden ulkus diabetik setiap tahunnya

adalah 2% di antara semua pasien dengan diabetes dan 5 – 7,5% di antara pasien

diabetes dengan neuropati perifer. Meningkatnya prevalensi diabetes di dunia

menyebabkan peningkatan kasus amputasi kaki karena komplikasinya. Studi

epidemiologi melaporkan lebih dari satu juta amputasi dilakukan pada penyandang

diabetes setiap tahunnya, yang berarti setiap 30 detik ada kasus amputasi kaki karena

diabetik di seluruh dunia.2,3

Page 2: Case Report Diaabetic Foot (2)

Ulkus diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang

disebabkan karena kondisi hiperglikemia menyebabkan kelainan neuropati dan

gangguan vaskuler perifer. Neuropati akan mengakibatkan kerusakan serabut saraf

yang menyebabkan penurunan sensasi nyeri, kulit kering, kelemahan otot dan

deformitas. Gangguan vaskuler perifer menyebabkan iskemik kaki. Keadaan ini

memudahkan terjadinya ulkus kaki diabetik. Ulkus kaki diabetik mudah berkembang

menjadi infeksi karena masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah yang

tinggi menjadi tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman.4,5

Page 3: Case Report Diaabetic Foot (2)

BAB II

CASE REPORT

I. IDENTITY

Name : Ms. Arni

Age : 39 years old

Address : Ds. Daenggune, KecKinovaro

Date Of Examination : 7th September 2015

Time : 07.00 PM

Hospital : Anutapura

II. ANAMNESIS

Chief Complaint : Wound at the right foot

Clinical History :

Wound at the right foot since 3 months ago. Firstly, the wound

just like a bubble, after contacted fire when she was cooking. After

that she went to alternative treatment for her foot, but never healed.

The wound then increasingly widening in size like now. And the

foot become swelling and more pain full. The wound is fester and

very smelly. The wound is getting wider and the patient can’t

walking because of that wound. She also difficult to move herfoot

because of pain. She can’t do daily activities. She got fever three

Page 4: Case Report Diaabetic Foot (2)

days ago, before come to thr hospital, and decreased by antipiretik.

Headache (-), dizziness (-), chill (-). History of night sweat (-),

chronic cough (-), nausea (-), vomit (-). The patient often feel

hungry even though just take a meal, the patient often fell weak

and thirsty. Weight loss 10 kg in the last month. Patient complaint

of freaquent cramps, itching, numbness, and fell heat at the feet

and toes. Patient also admitted frequently suffered minor injury at

her foot without realizing it (no felt).

Past history of illness

History of diabetic mellitus since 3 years ago treated with

Glibenclamide but do not controlled.

History of illness in family

The patient have family history of diabetic mellitus (mother).

III. PHYSICAL EXAMINATION

General condition : Mild Sickness

Vital Sign :

Blood Preasure : 100/60 MmHg

Respiration Rate : 20x/second

Heart rate : 88x/second

Page 5: Case Report Diaabetic Foot (2)

Temperature : 36,80C

Head :

Pupil : isokhor (+), light reflex +/+

Conjuctiva : anemis +/+

Sclera : Jaundice -/-

Thorax

Lung

Inspection : normochest, retraction intercosta (-)

Palpation : mass (-), tenderness (-)

Percusion : sonor, lung-liver limit intercostalis VI

Auscultation : Vesicular

Heart

Inspection : ictus cordis seen left ICS V midclavicularis line

Palpation : ictus cordis palpable left ICS V midclavicularis line

Percution : right border :intercostalis IV right parasternalis

Left Boundary :intercostalis V left midclavicularis

Auscultation : heart sound I/II Reguler

Abdomen

Inspection : flat

Auscultation : Bowel Peristaltic within normal

Percussion : Thympani

Page 6: Case Report Diaabetic Foot (2)

Palpation : Splenomegaly (-), hepatomegaly (-) Tenderness(-)

Genitalia : Normal

Superior Extremities : Normal

Inferior Extremities : see the local Status

Local Status

Right foot region

Look : swelling (+), ulcus (+), muscle expose (+), blood (+),

Necrotic tissue (+),Pus (+), Active Bleeding (-), Skin color

different with other location (+)

Fell : Tenderness (+), warm (+)

ROM : difficult to be evaluated in ankle joint due to of pain.

NVD : * pulse of dorsalispedis artery difficult to be evaluated

*CRT :< 2 second

* Acral : warm

* Sensoric decreased

- Motoric of right foot is limited because of pain

V. Treatment Modalities

Laboratory : whole Blood

WBC : 18,0 10^3uL

RBC : 2,94 10^6uL

HGB : 7,0 g/dl

Page 7: Case Report Diaabetic Foot (2)

HCT : 21,0 %

PLT : 597

HBSAG : non reactive

GDS : 336 mg/dl

VI. X-Ray

Right foot Ap/Lat

Soft tissue swelling with luscent at right foot.

Page 8: Case Report Diaabetic Foot (2)

Wound luscent at distal 2nd – 4th and destruction in 2ndtoe

Bone mineralitation : decreased

Joint space DIP + PIP normal

Impression

Gas Gangren in right plantar foot

Osteomyelitis acute proximal metatarsal II-IV and digiti II right foot

Osteoporosis senilis.

VII. Diagnose

Right foot diabetic

Osteomyelitis acute

Diabetes Mellitus type 2

VIII. Management

Medicamentous

Insulin

Loop diuretics

Anti hipertensi

Antibiotics

Analgetics

Page 9: Case Report Diaabetic Foot (2)

Non Medicamentous

Diet of DM

Diet low salt

Measure procedure

Debridement

Care of wound (morning-afternoon)

Transfusion

IX. Prognose

Dubia

BAB III

Page 10: Case Report Diaabetic Foot (2)

DISKUSI

Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis metabolik yang

berlangsung kronik, ditandai oleh adanya hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Diagnosis DM ditegakkan atas

dasar ada tidaknya gejala khas DM (poliuria, polidipsia, polifagia) dan pemeriksaan

kadar glukosa darah secara enzimatik dengan bahan darah plasma vera. Diagnosis

DM juga dapat ditegakkan melalui cara :

1. Gejala klasik DM + Glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari

tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7.0 mmol/L). Puasa

diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus

yang dilarutkan ke dalam air

4. A1C ≥ 6.5% 1,2,3

Pada pasien ini, kita dapat mendiagnosis sebagai DM karena terdapat gejala

klasik berupa pasien cepat lapar, cepat haus, dan sering buang air kecil. Dari hasil

laboratorium didapatkan glukosa plasma sewaktu adalah 336 mg/dL.

Pasien DM cenderung untuk mendapatkan komplikasi infeksi, sehingga

membuat pasien DM dirawat di Rumah Sakit. Pada negara berkembang seperti

Page 11: Case Report Diaabetic Foot (2)

indonesia kaki diabetes karena infeksi merupakan salah satu sebab utama rawat inap

pasien DM di rumah sakit. Kaki diabetes seringkali berakhir dengan kecacatan dan

kematian. Pada pasien ini komplikasi dari Diabetes Melitus Tipe 2 yang diderita

adalah Kaki Diabetik hal ini berdasarkan dari anamnesis dimana pasien mempunyai

luka dikaki yang tidak kunjung sembuh dan tambah meluas.

PATOFISIOLOGI KAKI DIABETIK

Terjadinya kaki diabetik diawali dengan adanya hiperglikemi yang

menyebabkan gangguan saraf dan gangguan aliran darah. Perubahan ini

menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki. Kerentanan

terhadap infeksi meluas ke jaringan sekitar. Faktor aliran darah yang kurang

membuat ulkus sulit sembuh. Jika sudah terjadi ulkus, infeksi akan mudah sekali

terjadi dan meluas ke jaringan yang lebih dalam sampai ke tulang. Di bawah ini

adalah etiologi dari kaki diabetik:3,11

a. Neuropati perifer

Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan

terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan

syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan

akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek

otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila tidak

hati-hati dapat terjadi trauma yang akan menjadi ulkus diabetika.

Ada tiga tipe neuropati yaitu neuropati sensorik, neuropati motorik dan

neuropati otonom. Kondisi pada neuropati sensorik yang terjadi adalah kerusakan

saraf sensoris pertama kali mengenai serabut akson yang paling panjang, yang

menyebabkan distribusi stocking dan gloves. Kerusakan pada serabut saraf tipe A

akan menyebabkan kelainan propiseptif, sensasi pada sentuhan ringan, tekanan,

vibrasi dan persarafan motorik pada otot. Secara klinis akan timbul gejala seperti

Page 12: Case Report Diaabetic Foot (2)

kejang dan kelemahan otot kaki. Serabut saraf tipe C berperan dalam analisis

sensari nyeri dan suhu. Kerusakan pada saraf ini akan menyebabkan kehilangan

sensasi protektif. Ambang nyeri akan meningkat dan menyebabkan trauma

berulang pada kaki.

Neuropati motorik terjadi karena demyelinisasi serabut saraf dan

kerusakan motor end plate. Serabut saraf motorik bagian distal yang paling

sering terkena dan menimbulkan atropi dan otot-otot intrinsik kaki. Atropi dari

otot intraosseus menyebabkan kolaps dari arcus kaki. Metatarsal-phalangeal

joint kehilangan stabilitas saat melangkah. Hal ini menyebabkan gangguan

distribusi tekanan kaki saat melangkah dan dapat menyebabkan kallus pada

bagian-bagian kaki dengan tekanan terbesar. Jaringan di bawah kallus akan

mengalami iskemia dan nekrosis yang selanjutnya akan menyebabkan ulkus.

Neuropati motorik menyebabkan kelainan anatomi kaki berupa claw toe, hammer

toe, dan lesi pada nervus peroneus lateral yang menyebabkan foot drop.

Neuropati otonom menyebabkan keringat berkurang sehingga kaki

menjadi kering. Kaki yang kering sangat beresiko untuk pecah dan terbentuk

fisura pada kallus. Neuropati otonom juga menyebabkan gangguan pada saraf-

saraf yang mengontrol distribusi arteri-vena sehingga menimbulkan arteriolar-

venular shunting. Hal ini menyebabkan distribusi darah ke kaki menurun

sehingga terjadi iskemi pada kaki.

Page 13: Case Report Diaabetic Foot (2)

Gambar 1. Patomekanisme kaki diabetik11

b. Kelainan vaskuler

Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena

kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini

disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga

sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut

nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin

dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga

timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.

Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan

menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah.

Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena

berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak

nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan

yang akan berkembang menjadi ulkus diabetik.

Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan

HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di

jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang

Page 14: Case Report Diaabetic Foot (2)

mengganggu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian

jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetik.

Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit

menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah

menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding

pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah.

Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL,

trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan

menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang

akan merangsang terjadinya aterosklerosis.

Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi

penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (highdensity-

lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain

yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosis.

Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga

kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi

nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki

atau tungkai.

c. Infeksi

Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali

menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang

terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga

bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem

phlagositosis-bakterisid intra selluler. Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan

mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan

media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus

diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman

anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium

Page 15: Case Report Diaabetic Foot (2)

septikum. Infeksi akut pada penderita yang belum mendapatkan antibiotik

biasanya monomikrobial sedangkan pasien dengan ulkus kronis, gangrene dan

osteomyelitis bersifat polimikrobial. Jika penderita sudah mendapat antibiotik

sebelumnya atau pada ulkus kronis, biasanya dijumpai juga bakteri batang gram

negatif (Enterobactericeae, enterococcus, dan pseudomonas aeruginosa).

Gambar 2. Infeksi pada kaki diabetik11

Page 16: Case Report Diaabetic Foot (2)

Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil,arteriola,

kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia menyebabkan reaksi

enzimatik dan nonenzimatik glukosa kedalam membrana basalis. Penebalan

membrana basalis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah. 7

Gambar diatas menunjukkan beberapa proses patologis yang terjadi pada penderita DM yang meyebabkan munculnya kaki diabetes

Page 17: Case Report Diaabetic Foot (2)

KLASIFIKASI KAKI DIABETES

Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana

seperti klasifikasi Edmonds dari king collage hospital London, klasifikasi Liverpool

yang sedikit lebih ruwet, sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait dengan

pengelolaan kaki diabetes, dan klasifikasi texas yang lebih kompleks. Yang paling

sering dipakai dalam mengklasifikasikan dan pengelolaan kaki diabetes adalah

klasifikasi Wagner, yaitu1 :

Tingkat 0 : Tidak ada ulserasi tetapi beresiko tinggi untuk menjadi kaki

diabetik. Penderita dalam kelompok ini perlu mendapat perhatian

khusus. Pengamatan berkala dan perawatan kaki yang baik serta

penyuluhan penting untuk mencegah ulserasi.

Tingkat 1 : Ulkus superfisial tanpa infeksi disebut juga ulkus Neuropatik.

Oleh karena itu lebih sering ditemukan pada daerah kaki yang banyak

mengalami tekanan berat badan yaitu didaerah ibu jari kaki dan

plantar. Sering terlihat adalnya kallus.

Tingkat 2 : Ulkus dalam disertai sellulitis tanpa absess atau kelainan tulang.

Adanya ulkus dalam sering disertai infeksi tetapi tanpa adanya

kelainan tulang.

Tingkat 3 : Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luar yang dalam

Tingkat 4 : Gangren terbatas. Yaitu hanya pada ibu jari kaki, tumit.

Penyebab utama adalah iskemik. Oleh karena itu, ulkus iskemi

terbatas pada daerah tertentu.

Tingkat 5 : Gangren seluruh kaki. Biasanya oleh karena sumbatan arteri besar

tetapi juga ada kelainan neuropati dan infeksi.

Page 18: Case Report Diaabetic Foot (2)

Pasien kaki diabetes mungkin memiliki kaki yang tidak sensitiv dan sering

merasakan gejala nyeri. Gejala nyeri dirasakan pada 33% penderita ulkus kaki

diabetes. Nyeri dan gangguan sensorik tidak selalu muncul bersamaan, tetapi nyeri

yang dirasakan secara tiba-tiba pada pasien kaki diabetes yang sudah terbentuk ulkus

mengindikasikan adanya infeksi yang memburuk8.

Klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan sangat erat dengan pengelolaan

kaki diabetes adalah yang berdasarkan pada perjalanan alamiah kaki diabetes

(Edmonds 2004-2005) :

Stadium 1 : Kaki Normal

Stadium 2 : Kaki beresiko tinggi

Stadium 3 : Kaki dengan ulkus

Stadium 4 : Kaki dengan manifestasi infeksi

Page 19: Case Report Diaabetic Foot (2)

Stadium 5 : Kaki yang telah mengalami nekrosis

Stadium 6 : Unsolvable Foot

Pada pasien ini berdasarkan pemeriksaan fisis didapatkan luka pada kaki kanan

pasien ada nanah, bau, darah. Sedangkan dari hasil foto xray ditemukan gas gangren,

destruksi tulang (osteomyelitis) sehingga dari pemeriksaan fisis dan hasil foto pedis

ini kaki diabetik pada pasien dapat dikategorikan sebagai Wagner 3

PENGELOLAAN KAKI DIABETES

Tujuan utama dari penatalaksanaan kaki diabetes adalah penutupan luka secepat

mungkin, menghilangkan ulkus, mengurangi kemungkinan rekurensi dan

menurunkan kemungkinan amputasi pada pasien DM. Prinsip perawatan kaki

diabetes meliputi beberapa hal, yaitu :

Tujuan utama dari penatalaksanaan kaki diabetes adalah penutupan luka secepat

mungkin, menghilangkan ulkus, mengurangi kemungkinan rekurensi dan

menurunkan kemungkinan amputasi pada pasien DM. Prinsip perawatan kaki

diabetes meliputi beberapa hal, yaitu :3,11,12,13

1. Kontrol Metabolik

Pengendalian keadaan metabolik sebaik mungkin seperti pengendalian kadar

glukosa harian (GDS premeal dan GDP) sangat penting untuk mengamati

efektifitas terapi yang diberikan. American diabetes association membuat

guideline tentang algoritma terapi pasien DM sebagai berikut :

Page 20: Case Report Diaabetic Foot (2)

Pada pasien kaki diabetik umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi

kadar glukosa darah, dimulai dari dosis keci dan perlahan-lahan dinaikkan

hingga mencapai kadar glukosa darah yang disarankan. Status nutrisi harus

diperhatikan dan diperbaiki, oleh karena asupan nutrisi yang adekuat dapat

mempercepat proses penyembuhan luka. 1

Lembaga studi diabetes eropa “ The Diabetes Education Study Group of the

European Association for the Study of Diabetes” juga memberikan pedoman

dalam pemilihan dan tatalaksana penggunaan obat hiperglikemi oral untuk

perbaikan kadar glukosa plasma penderita DM sebagai berikut :4

Page 21: Case Report Diaabetic Foot (2)

2. Debridement

Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam

perawatan luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan

nekrosis, callus dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3

mm dari tepi luka ke jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran

faktor pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka. 3

Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp),

autolitik, enzimatik, kimia, mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik

dan kimia hanya membuang jaringan nekrosis (debridement selektif),

sedangkan metode mekanis membuang jaringan nekrosis dan jaringan hidup

(debridement non selektif). 6

Page 22: Case Report Diaabetic Foot (2)

Surgical debridement merupakan standar baku pada ulkus diabetes dan

metode yang paling efisien, khususnya pada luka yang banyak terdapat

jaringan nekrosis atau

terinfeksi. Pada kasus dimana infeksi telah merusak fungsi kaki atau

membahayakan jiwa pasien, amputasi diperlukan untuk memungkinkan

kontrol infeksi dan penutupan luka selanjutnya. Debridement enzimatis

menggunakan agen topikal yang akan merusak jaringan nekrotik dengan

enzim proteolitik seperti papain, colagenase, fibrinolisin-Dnase, papainurea,

streptokinase, streptodornase dan tripsin. Agen topikal diberikan pada luka

sehari sekali, kemudian dibungkus dengan balutan tertutup. Penggunaan agen

topikal tersebut tidak memberikan keuntungan tambahan dibanding dengan

perawatan terapi standar. Oleh karena itu, penggunaannya terbatas dan secara

umum diindikasikan untuk memperlambat ulserasi dekubitus pada kaki dan

pada luka dengan perfusi arteri terbatas. Debridement mekanis mengurangi

dan membuang jaringan nekrotik pada dasar luka. Teknik debridement

mekanis yang sederhana adalah pada aplikasi kasa basah-kering (wet-to-dry

saline gauze). Setelah kain kasa basah dilekatkan pada dasar luka dan

dibiarkan sampai mengering, debris nekrotik menempel pada kasa dan secara

mekanis akan terkelupas dari dasar luka ketika kasa dilepaskan.

Page 23: Case Report Diaabetic Foot (2)

3. Offloading

Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu

komponen penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area

telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu cara

yang ideal untuk mengurangi

tekanan tetapi sulit untuk dilakukan Total Contact Casting (TCC)

merupakan metode offloading yang paling efektif. TCC dibuat dari gips yang

dibentuk secara khusus untuk menyebarkan beban pasien keluar dari area

ulkus. Metode ini memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan

dan bermanfaat untuk mengontrol adanya edema yang dapat mengganggu

penyembuhan luka. Meskipun sukar dan lama, TCC dapat mengurangi

tekanan pada luka dan itu ditunjukkan oleh penyembuhan 73-100%. Kerugian

TCC antara lain membutuhkan ketrampilan dan waktu, iritasi dari gips dapat

menimbulkan luka baru, kesulitan untuk menilai luka setiap harinya.

Karena beberapa kerugian TCC tersebut, lebih banyak digunakan Cam

Walker, removable cast walker, sehingga memungkinkan untuk inspeksi luka

setiap hari, penggantian balutan, dan deteksi infeksi dini.

4. Penanganan Infeksi

Ulkus diabetes memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan

infeksi pada luka. Karena angka kejadian infeksi yang tinggi pada ulkus

diabetes, maka diperlukan pendekatan sistemik untuk penilaian yang lengkap.

Page 24: Case Report Diaabetic Foot (2)

Diagnosis infeksi terutama berdasarkan keadaan klinis seperti eritema, edema,

nyeri, lunak, hangat dan keluarnya nanah dari luka.

Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut The

Infectious Diseases Society of America membagi infeksi menjadi 3 kategori,

yaitu:

Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2 cm

Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm

Infeksi berat : apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.

Ulkus diabetes yang terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

Non-limb threatening : selulitis < 2cm dan tidak meluas sampai tulang atau

sendi.

Limb threatening : selulitis > 2cm dan telah meacapai tulang atau sendi,

serta adanya infeksi sistemik.

Penelitian mengenai penggunaan antibiotika sebagai terapi ulkus

diabetes masih sedikit, sehingga sebagian besar didasarkan pada pengalaman

klinis. Terapi antibiotik harus didasarkan pada hasil kuftur bakteri dan

kemampuan toksistas antibiotika tersebut. Pada infeksi yang tidak

membahayakan (non-limb threatening) biasanya disebabkan oleh

staphylokokus dan streptokokus. Infeksi ringan dan sedang dapat dirawat

poliklinis dengan pemberian antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-

clavulanic, moxifloxin atau clindamycin.

Page 25: Case Report Diaabetic Foot (2)

Sedangkan pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba,

seperti staphylokokus, streptokokus, enterobacteriaceae, pseudomonas,

enterokokus dan bakteri anaerob misalnya bacteriodes, peptokokus,

peptostreptokokus. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan

pemberian antibiotika yang mencakup gram posistif dan gram negatif, serta

aerobik dan anaerobik. Pilihan antibiotika intravena untuk infeksi berat

meliputi imipenem-cilastatin, B-lactam B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan

piperacilintazobactam), dan cephalosporin spektrum luas.

5. Pembedahan

Debridement

Debridement dilakukan untuk membuang jaringan mati dan terinfeksi dari

ulkus, callus hipertropik. Pada debridement juga ditentukan kedalaman dan

adanya tulang atau sendi yang terinfeksi.

Pembedahan Revisional

Pembedahan revisional dilakukan pada tulang untuk memindahkan titik

beban. Tindakan tersebut meliputi reseksi metatarsal atau ostektomi

Pembedahan Vaskuler

Indikasi pembedahan vaskuler apabila ditemukan adanya gejala dari

kelainan pembuluh darah, yaitu nyeri hebat, luka yang tidak sembuh,

adanya gangren.

Autologous skin graft merupakan ukuran standar penutupan luka partial

thickness.

Page 26: Case Report Diaabetic Foot (2)

Skin allograft memungkinkan penutupan luka yang luas dan dalam dimana

dasar luka tidak mencukupi untuk dilakukannya autologus skin graft

Jaringan pengganti kulit

o Dermagraft

o Apligraft

Penutupan dengan flap

6. Perawatan Luka

Penggunaan balutan yang efeklif dan tepat menjadi bagian yang

penting untuk memastikan penanganan ulkus diabetes yang optimal. Pendapat

mengenai lingkungan sekitar luka yang bersih dan lembab telah diterima luas.

Keuntungan pendekatan ini yaitu mencegah dehidrasi jaringan dan kematian

sel, akselerasi angiogenesis, dan memungkinkan interaksi antara faktor

pertumbuhan dengan sel target. Pendapat yang menyatakan bahwa keadaan

yang lembab dapat meningkatkan kejadian infeksi tidak pernah ditemukan.

Beberapa jenis balutan telah banyak digunakan pada perawatan luka

serta didesain untuk mencegah infeksi pada ulkus (antibiotika), membantu

debridement (enzim), dan mempercepat penyembuhan luka. Balutan basah-

kering dengan normal salin menjadi standar baku perawatan luka. Selain itu

dapat digunakan Platelet Derived Growth Factor (PDGF), dimana akan

meningkatkan penyembuhan luka, PDGF telah menunjukan dapat

Page 27: Case Report Diaabetic Foot (2)

menstimulasi kemotaksis dan mitogenesis neutrofil, fibroblast dan monosit

pada proses penyembuhan luka.

Penggunaan pengganti kulit/dermis dapat bertindak sebagai balutan

biologis, dimana memungkinkan penyaluran faktor pertumbuhan dan

komponen matrik esktraseluler. Recombinant Human Platelet Derived Growth

Factors (rhPDGF-BB) (beclpermin) adalah satu-satunya faktor pertumbuhan

yang disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA). Living skin

equivalen (LSE) merupakan pengganti kulit biologis yang disetujui FDA

untuk penggunaan pada ulkus diabetes.

7. Terapi Tekanan Negatif dan Terapi Oksigen Hiperbarik

Penggunaan terapi tekanan negatif berguna pada perawatan diabetic ulkus

karena dapat mengurangi edema, membuang produk bakteri dan mendekatkan

tepi luka sehingga mempercepat penutupan luka. Terapi oksigen hiperbarik

juga dapat dilakukan, hal itu dibuktikan dengan berkurangnya angka amputasi

pada pasien dengan ulkus diabetes.

Page 28: Case Report Diaabetic Foot (2)
Page 29: Case Report Diaabetic Foot (2)

Penanganan yang diberikan pada pasien ini dengan cara mengontrol gula

darah setiap hari, baik gula darah sewaktu (GDS premeal) sebanyak 3 kali sehari.

Pasien juga diberikan disuntikan insulin. Insulin yang diberikan insulin propandial

yaitu Novorapid. Dosis Novorapid disuntikan sebanyak 6 unit sebanyak 3 kali sehari,.

Page 30: Case Report Diaabetic Foot (2)

Dan levemir yang merupakan long acting insulin sebanyak 8 unit 1 kali sehari, pada

malam hari.

Penanganan lainnya untuk luka di kaki diberikan antibiotik berupa

cefoperazone (golongan sefalosprorin : untuk bakteri gram positif dan negatif).

Penanganan luka lainnya adalah merawat luka dengan cara mengganti verban

dua kali sehari, pada pagi dan sore hari. Pasien juga diberikan edukasi untuk

mengontrol makanan yang dimakan sehingga gula darah dapat terkontrol dengan

baik, edukasi mengenai latihan fisik ringan untuk pasien, edukasi tentang perawatan

luka yang berkala, dan edukasi mengenai pemantauan gula darah secara mandiri.

Pada pasien ini dilakukan debridement. Debridement dapat mencegah

pertumbuhan kuman pada luka terbuka, mengangkat jaringan nekrotik dan kallus,

mengurangi beban pada jaringan kaki, serta untuk mengevaluasi perkembangan

perawatan luka. Debridement tidak dianjurkan pada ulkus arteri. Debridement yang

adekuat harus dikombinasikan dengan pemberian obat luka topikal (seperti cairan

salin, yodin encer), dressing dengan senyawa silver dan prosedur penutupan luka.

Page 31: Case Report Diaabetic Foot (2)

DAFTAR PUSTAKA

1. PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di

Indonesia. 2011.

2. Waspadji S. Kaki Diabetes. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. 5th

ed.Jakarta: InternaPublishing; 2009.

3. Reynold F. The Diabetic Food, ABC of Diabetic. 2007. Available from:

http:/www. Japmoanline.org/search.dtl.

4. Diabetes Care. Diagnosis and classification of diabetes mellitus.American

Diabetes Association;C Diabet J 35: S64-S70, 2012.

5. Kohei K. Patophysiology of type 2 diabetes and its treatment policy. JMAJ

53: 41–46, 2010.

6. Ozougwu JC, Obimba KC, Belonwu CD, Unakalamba CB.The pathogenesis

and pathophysiology of type 1 and type 2 diabetes mellitus. J Physiol

Pathophysiol 4: 46-57, 2013.

7. WHO. Diabetes [serial online]. Available from:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/

8. Colagiuri S. Clinical guideline task for Global guideline for type 2 diabetes.

IDF: 2012.

9. Standiford CJ, Vijan S. Management of type 2 diabetes mellitus-Guideline for

clinical care. 2014.

10. Guyton AC. Fisiologi kdokteran. 11th ed. Jakarta: EGC; 2008. P961-976

11. JJ Mendes. Et al. Diabetic Foot Infections; Current Diagnosis and Treatment.

The journal of diabetics foot complications. Volume 4. Issue 2. Number 1.

Page 26-45.2012.

12. Edgar J.G.et al. Diagnosis and Management of Infection in the Diabetic Foot.

Medical Clinics of North America.2013

13. Simerjit S,et al. Diabetic Foot Ulcer-Diagnosis and Management. The Journal

clinical Research on foot and ankle Volume 1, 2013

Page 32: Case Report Diaabetic Foot (2)