case dhf

42
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Demam dengue dan demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue yang dapat ditularkan dari satu orang kepada orang lainnya melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. 1.2 Epidemiologi DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya, dengan 48 penderita. Sejak pertama kali ditemukan jumlah kasus DBD menunjukkan kecenderungan meningkat, baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit. Angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia mulai dari 0,05 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi 35,19 per 100.000 penduduk pada Kejadian Luar Biasa (KLB) terbesar tahun 1998 dengan jumlah kematian mencapai1.414 orang. Pada tahun 1999 Incidence Rate (IR) menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat lagi yaitu 15,99 (tahun 2000), 21,66 (tahun 2001), 19,24 (tahun 2002), dan 23,87 (tahun 2003). Program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlangsung lebih kurang 43 tahun dan berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi 0,87 % pada tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan. Jumlah penderita cenderung meningkat, 1

Transcript of case dhf

Page 1: case dhf

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi

Demam dengue dan demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang

disebabkan virus dengue yang dapat ditularkan dari satu orang kepada orang lainnya

melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.

1.2 Epidemiologi

DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya, dengan 48

penderita. Sejak pertama kali ditemukan jumlah kasus DBD menunjukkan

kecenderungan meningkat, baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit.

Angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia mulai dari 0,05 per 100.000 penduduk

pada tahun 1968 menjadi 35,19 per 100.000 penduduk pada Kejadian Luar Biasa

(KLB) terbesar tahun 1998 dengan jumlah kematian mencapai1.414 orang. Pada

tahun 1999 Incidence Rate (IR) menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun

berikutnya IR cenderung meningkat lagi yaitu 15,99 (tahun 2000), 21,66 (tahun

2001), 19,24 (tahun 2002), dan 23,87 (tahun 2003).

Program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlangsung lebih kurang

43 tahun dan berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun 1968

menjadi 0,87 % pada tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan.

Jumlah penderita cenderung meningkat, penyebarannya semakin luas, menyerang

tidak hanya anak-anak tetapi juga golongan umur yang lebih tua. Pada tahun 2011

sampai bulan Agustus tercatat 24.362 kasus dengan 196 kematian (CFR: 0,80 %)

1

Page 2: case dhf

Berdasarkan rekapitulasi data kasus yang ada sampai tanggal 22 Agustus 2011

tercatat hanya Provinsi Bali yang masih memiliki angka kesakitan DBD diatas target

nasional yaitu 55 per 100.000 penduduk sebagaimana tampak pada grafik dibawah

ini. Sedangkan angka kematian akibat DBD di beberapa wilayah masih cukup tinggi

di atas target nasional 1 % antara lain Provinsi Gorontalo, Riau, Sulawesi Utara

Bengkulu, Lampung, NTT, Jambi, Jawa Timur, Sumatra Utara dan Sulawesi Tengah

1.3 Patogenesis

Sejauh ini belum ada suatu teori yang dapat menerangkan secara tuntas pathogenesis

DBD. Imunopatogenesis terjadinya DBD dan Sindroma Syok Dengue (SSD) masih

merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang kini digunakan untuk

menjelaskan perubahan patogenesis DBD dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder

(secondary heterologous infection) dan hipotesis antibody dependent enhancement

(ADE). Lebih dari 90% kasus DBD terjadi karena infeksi sekunder. Beberapa

hipotesis telah dibuktikan untuk menjelaskan peningkatan insidens kasus yang berat

setelah terjadi infeksi virus dengan serotype yang berbeda. Penelitian secara in vitro

telah memperlihatkan bahwa ada cross reactive non neutralizing dari antibody dengue

berbentuk kompleks virus yang heterologous.

2

Page 3: case dhf

1.4 Manifestasi klinis

DBD merupakan penyakit sistemik dan dinamis. Penyakit ini mempunyai manifestasi

klinis yang luas yang dibagi pada keadaan berat dan tidak berat. Setelah masa

inkubasi, penyakit ini berlangsung tiba- tiba dan diikuti oleh tiga fase, yaitu: demam,

fase kritis dan fase penyembuhan.

Gambar 1. Kurva DBD

1.4.1 fase demam

Pada pasien secara khas terjadi demam yang tinggi tiba tiba. Fase ini berlangsung 2- 7

hari dan biasanya disertai wajah kemerah-merahan, skin eritema, sakit diseluruh

tubuh, myalgia, athralgia, sakit kepala. Beberapa pasien mengeluhkan nyeri

tenggorokan, faring yang hiperemis dan injeksi konjungtiva. Anoreksia, mual dan

muntah dapat terjadi. Pada fase awal demam sulit dibedakan antara demam karena

DBD dengan yang tidak. Tes tourniqet yang positif pada fase ini meningkatkan

kemungkinan DBD. Sebagai tambahan, tampilan klinis tidak dapat dibedakan antara

DBD yang berat dan tidak. Oleh sebab itu perlu memonitor tanda bahaya dan

parameter klnis yang lain untuk mengenali perkembangan ke fase kritis.

3

Page 4: case dhf

Tabel 1. Tanda bahaya

Manifestasi perdarahan yang ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa

(mis. hidung dan gusi) dapat terlihat. Perdarahan vagina yang masif (pada wanita usia

produktif) dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama fase ini tapi jarang.

Hepar sering membesar dan nyeri tekan setelah beberapa hari demam. Kelainan yang

mula mula terjadi pada pemeriksaan darah adalah penurunan progresif dari jumlah

leukosit (leukopenia), yang seharusnya menjadi pengingat bagi dokter untuk

kemungkinan DBD.

1.4.2 Fase kritis

Setalah demam tinggi reda, ketika suhu turun menjadi 37,5 – 38 0C atau lebih rendah

biasany pada hari ke 3-7 perjalanan penyakitnya, terjadi peningkatan permeabilitas

kapiler dan bersamaan dengan itu terjadi peningkatan hematokrit. Ini adalah tanda

dimulainya fase kritis. Periode klinis dari kebocoran plasma berlangsung biasanya 24-

48 jam.

Leukopenia yang progresif diikuti penurunan yang cepat dari jumlah trombosit

biasanya mendahului kebocoran plasma. Pada tahap ini, pasien yang tidak mengalami

peningkatan permeabilitas kapiler akan mulai sembuh. Sementara itu, pasien dengan

peningkatan permeabilitas kapiler dapat memburuk akibat dari terjadi kehilangan

volume plasma. Derajat kebocoran plasma bermacam- macam. Secara klinis dapat

ditemukan efusi pleura dan asites tergantung kepada derajat kebocoran plasma dan

jumlah terapi cairan. Karena itu, rontgen thorak, USG abdomen dapat menjadi alat

4

Page 5: case dhf

yang menunjang untuk diagnosis. Peningkatan hematokrit sering mejadi cerminan

derajat keparahan dari kebocoran plasma.

Syok terjadi ketika volume plasma hilang melalui kebocoran tersebut. Hal ini

sering didahului oleh tanda-tanda bahaya. Suhu tubuh mungkin turun saat hal ini

terjadi. Dengan syok berkepanjangan, akibat dari terjadinya hipoperfusi ke organ

adalah kerusakan organ yang progresif, asidosis metabolik dan koagulasi

intravaskular diseminata. Dapat juga terjadi peningkatan jumlah sel darah putih pada

pasien dengan perdarahan hebat. Selain itu, kerusakan organ yang berat seperti

hepatitis berat, ensefalitis atau miokarditis dan / atau pendarahan hebat juga dapat

berkembang tanpa kebocoran plasma yang jelas atau syok.

Mereka yang membaik setelah penurunan suhu badan sampai yg normal

dikatakan memiliki non-dengue yang parah. Beberapa pasien maju ke fase kritis

kebocoran plasma tanpa penurunan suhu badan sampai yg normal dan, di pasien,

perubahan dalam hitung darah lengkap harus digunakan untuk memandu terjadinya

kritis fase dan kebocoran plasma. Mereka yang memburuk akan terwujud dengan

tanda-tanda peringatan. Ini disebut dengan demam berdarah tanda-tanda peringatan.

Kasus demam berdarah dengan tanda-tanda peringatan mungkin akan pulih dengan

rehidrasi intravena awal. Beberapa kasus akan memburuk menjadi dengue yang berat.

1.4.3 Fase pemulihan.

Jika pasien bertahan fase 24-48 jam kritis, reabsorpsi bertahap

cairan kompartemen ekstravaskuler terjadi dalam 48-72 jam berikutnya. Keadaan

umum membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal reda, status

hemodinamik stabil dan diuresis terjadi kemudian. Beberapa mungkin mengalami

pruritus generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi umum selama

tahap ini. Hematokrit stabil atau mungkin lebih rendah karena efek pengenceran dari

penyerapan cairan. Jumlah sel darah putih biasanya mulai naik segera setelah

penurunan suhu badan sampai yg normal tetapi pemulihan jumlah trombosit biasanya

lambat dibandingkan dengan jumlah sel darah putih.

Gangguan pernapasan akibat efusi pleura masif dan ascites akan terjadi pada

setiap waktu jika cairan intravena yang berlebihan telah diberikan. Selama fase

kritis / atau pemulihan , terapi cairan yang berlebihan berhubungan dengan edema

paru atau gagal jantung kongestif. Berbagai masalah klinis selama fase demam

berdarah berbeda- beda, dapat diringkas seperti tabel berikut.

5

Page 6: case dhf

Tabel 2. Fase demam, kritis, dan pemulihan

1 Fase Deman demam tinggi dapat menyebabkan gangguan neurologis dan

kejang demam pada anak-anak

2 Fase Kritis Syok akibat kebocoran plasma, perdarahan yang berat;

kerusakan organ

3 Fase Pemulihan Hypervolaemia (hanya jika terapi cairan intravena telah

berlebihan dan / atau telah diperluas ke periode ini)

1.4.4 Dengue berat

Demam berdarah yang berat ditentukan oleh satu atau lebih hal berikut: (i)

terjadi kebocoran plasma yang mungkin menimbulkan shock (shock dengue) dan /

atau akumulasi cairan, dengan atau tanpa distress pernapasan, dan / atau (ii)

pendarahan yang hebat, dan / atau (iii) kerusakan organ berat. Gangguan

permeabilitas vaskuler pada dengue menyebabkan hipovolemia, dan terjadilah syok.

Biasanya berlangsung ketika penurunan suhu badan sampai normal, biasanya pada

hari ke-4 atau 5 (kisaran hari 3-7) sakit, didahului oleh tanda-tanda peringatan.

Selama tahap awal syok, mekanisme kompensasi yang mempertahankan

tekanan darah sistolik normal adalah takikardia dan vasokonstriksi perifer dengan

perfusi kulit berkurang, sehingga ekstremitas dingin dan refilling kapiler tertunda.

Uniknya, tekanan diastolik naik menuju tekanan sistolik dan tekanan nadi menyempit

sebagai akibat dari peningkatan resistensi pembuluh darah perifer. Pasien syok

dengue sering tetap sadar. Dokter berpengalaman dapat mengukur tekanan sistolik

normal dan salah menilai keadaan kritis pasien. Akhirnya, ada dekompensasi dan

keduanya tekanan menghilang tiba-tiba. Dan terjadi syok hipotensi berkepanjangan

dan hipoksia dapat menyebabkan kegagalan multi-organ dan perjalanan klinis sangat

berat.

Pasien dianggap memiliki syok jika tekanan nadi (yaitu perbedaan antara

sistolik dan diastolik) adalah ≤ 20 mm Hg pada anak-anak atau pasien yang memiliki

tanda-tanda perfusi kapiler berkurang (ekstremitas dingin, pengisian kapiler tertunda,

atau frekuensi nadi cepat). Pada orang dewasa, tekanan nadi ≤ 20 mm Hg dapat

menunjukkan syok yang lebih parah. Hipotensi biasanya dikaitkan dengan syok

berkepanjangan yang sering dipersulit oleh perdarahan mayor. Pasien dengan demam

berdarah yang parah mungkin memiliki kelainan koagulasi, tetapi ini biasanya tidak

6

Page 7: case dhf

cukup untuk menyebabkan pendarahan besar. Ketika pendarahan besar tidak terjadi,

hampir selalu terkait dengan syok yang sangat serius yang dan kombinasi dengan

thrombocytopaenia, hipoksia dan asidosis, dapat mengakibatkan kegagalan organ

multiple dan DIC. Perdarahan masif bisa terjadi tanpa syok berkepanjangan pada

pasien dengan pemakaian asetilsalisilat (aspirin), ibuprofen atau kortikosteroid.

Manifestasi yang tidak biasa, termasuk gagal hati akut dan ensefalopati,

mungkin hadir, bahkan tanpa adanya kebocoran plasma berat atau syok.

Cardiomyopathy dan encephalitis juga dilaporkan dalam beberapa kasus demam

berdarah. Namun, sebagian besar kematian akibat demam berdarah terjadi pada pasien

dengan shock yang sangat serius, terutama jika situasi diperumit oleh overload cairan.

Dengue yang parah harus dipertimbangkan jika pasien dari daerah risiko

demam berdarah menyajikan dengan demam 2-7 hari ditambah salah satu fitur

berikut:

- Ada bukti kebocoran plasma, seperti:

o Tinggi atau semakin meningkat hematokrit;

o Efusi pleura atau ascites;

o Kegagalan sirkulasi atau shock (takikardia, ekstremitas dingin dan

berkeringat, Waktu pengisian kapiler lebih dari tiga detik, denyut nadi

lemah atau tidak terdeteksi dan tekanan darah tidak terukur).

- Ada pendarahan yang signifikan.

- Ada penurunan tingkat kesadaran (lesu atau gelisah, koma,

kejang-kejang).

- Adanya gejala gastrointestinal berat (muntah terus menerus, meningkatnya

sakit perut, sakit kuning).

- Ada organ kerusakan parah (gagal hati akut, gagal ginjal akut, ensefalopati

atau ensefalitis, atau manifestasi lain yang tidak biasa, cardiomyopathy)

atau manifestasi yang tidak biasa lainnya.

1.4 Tatalaksana Demam Berdarah Dengue

Mengurangi angka kematian demam berdarah membutuhkan proses yang

terorganisil mulai dari pengenalan dini penyakit, manajemen dan rujukan bila

diperlukan. Komponen kunci dari proses ini adalah memberikan pelayanan klinis

7

Page 8: case dhf

yang baik di semua tingkat pelayanan kesehatan, dari tingkat primer sampai tersier.

Kebanyakan pasien dengue sembuh tanpa memerlukan dirawat di rumah sakit

sementara beberapa lagi mungkin berkembang menjadi penyakit yang parah. Prinsip

triase yang sederhana namun efektif dan pembuatan keputusan yang diterapkan pada

tingkat pelayanan kesehatan primer dan sekunder, di mana pasien pertama kali dilihat

dan dievaluasi, dapat membantu dalam mengidentifikasi mereka yang berisiko terkena

penyakit parah dan membutuhkan perawatan rumah sakit. Ini harus dilengkapi oleh

manajemen cepat dan tepat demam berdarah yang parah di pusat-pusat rujukan.

Kegiatan pada tingkat pelayanan kesehatan pertama harus fokus pada:

Mendeteksi pasien demam yang mungkin dengue

Memberitahukan lebih awal kepada otoritas kesehatan masyarakat bahwa

pasien adalah kasus dugaan demam berdarah;

Mengelola pasien dalam fase demam dengue awal;

Mendeteksi tahap awal kebocoran plasma atau fase kritis dan memulai

terapi cairan;

Mengenali pasien dengan tanda-tanda peringatan yang perlu dirujuk untuk

dirawat inap dan / atau terapi cairan intravena ke fasilitas layanan kesehatan

sekunder;

Mengenali dan mengelola kebocoran plasma berat, shock, pendarahan yang

berat dan gangguan organ berat dengan segera dan memadai.

1.5.1 Pusat pelayanan kesehatan primer dan sekunder

Pada tingkat dasar dan menengah, fasilitas perawatan kesehatan bertanggung

jawab untuk darurat / triase penilaian rawat inap dan pengobatan. Triase adalah proses

cepat skrining pasien segera setelah mereka tiba di rumah sakit atau fasilitas

kesehatan untuk mengidentifikasi orang-orang dengan demam berdarah yang parah

(yang membutuhkan langsung perawatan darurat untuk mencegah kematian), mereka

dengan tanda-tanda peringatan (yang harus diberikan prioritas sambil menunggu

dalam antrian sehingga mereka dapat dinilai dan diobati tanpa menunda), dan yang

tidak mendesak (yang tidak memiliki tanda-tanda perdarahan yang parah atau tanda

tanda peringatan).

8

Page 9: case dhf

Selama fase awal demam, sering tidak mungkin untuk memprediksi secara

klinis apakah pasien dengan demam berdarah akan berkembang menjadi penyakit

parah. Berbagai bentuk manifestasi parah dapat terungkap hanya sebagai penyakit

berlangsung melalui fase kritis, namun tanda-tanda peringatan adalah indikator yang

baik menilai risiko tinggi untuk terkena demam berdarah yang berat. Oleh karena itu,

pasien harus mendapatkan pemeriksaan kesehatan rawat jalan setiap hari untuk

perkembangan penyakit dengan cermat untuk memeriksa manifestasi demam berdarah

yang berat dan tanda-tanda peringatan.

Tenaga medis di pelayanan kesehatan tingkat pertama harus menerapkan

pendekatan bertahap, seperti yang disarankan dalam Tabel

1.5.2 Rekomendasi untuk pengobatan.

Pendekatan bertahap untuk pengelolaan dengue berdasarkan tabel diatas

Langka h I: penilaian yang menyeluruh.

Riwayat penyakit.

Riwayat penyakit harus mencakup:

Tanggal onset demam / sakit;

Kuantitas asupan oral;

Penilaian untuk tanda-tanda peringatan.

Diare;

Perubahan keadaan mental / kejang / pusing;

Buang air kecil (frekuensi, volume dan waktu berkemih terakhir);

9

Page 10: case dhf

Hal lain yang berhubungan dengan riwayat penyakit, seperti kondisi keluarga,

lingkungan, perjalanan ke daerah endemik DBD, terdapat kondisi khusus

(misalnya bayi, kehamilan, obesitas, diabetes mellitus, hipertensi), perjalanan

ke hutan dan berenang di air terjun (kemungkinan leptospirosis, tifus,

malaria), atau penyalahgunaan narkoba (mempertimbangkan serokonversi

penyakit akut HIV).

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik harus meliputi:

Penilaian keadaan mental;

Penilaian status hidrasi;

Penilaian status hemodinamik

Memeriksa takipnea / asidosis pernapasan / efusi pleura;

Memeriksa nyeri perut / hepatomegali / asites;

Pemeriksaan untuk ruam dan manifestasi perdarahan;

Tes tourniquet (ulangi jika sebelumnya negatif atau jika ada pendarahan

manifestasi).

Investigasi

Hitung darah lengkap harus dilakukan pada kunjungan pertama. Tes

hematokrit pada awal fase demam menetapkan hematokrit dasar pasien. Jumlah sel

darah putih yang menurun juga mencerminkan dengue . Penurunan cepat dalam

jumlah trombosit bersamaan dengan peningkatan hematokrit dibandingkan dengan

baseline adalah tanda sugestif telah terjadinya kebocoran plasma / fase kritis dari

penyakit. Pada kondisi yang tidak diketahui nilai hematokrit baseline pasien, usia-

spesifik. Nilai hematokrit umum pada populasi dapat digunakan sebagai pengganti

selama fase kritis.

Uji laboratorium harus dilakukan untuk mengkonfirmasikan diagnosis.

Namun, tidak perlu untuk pengelolaan akut pasien, kecuali dalam kasus-kasus dengan

manifestasi yang tidak biasa. Pengujian tambahan harus dipertimbangkan seperti

yang ditunjukkan (dan jika tersedia). Ini harus mencakup tes fungsi hati, glukosa,

elektrolit serum, urea dan kreatinin, bikarbonat atau laktat, enzim jantung, EKG dan

gravitasi urin spesifik.

10

Page 11: case dhf

Langk a h II : Diagnosis yaitu penilaian fase penyakit dan tingkat keparahan

Berdasarkan evaluasi dari pemeriksaan, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik

dan / atau hitung darah lengkap dan hematokrit, dokter harus dapat menentukan

apakah penyakit ini benar demam berdarah dan fasenya (demam, kritis atau

pemulihan), apakah ada tanda-tanda peringatan, hidrasi dan status hemodinamik

pasien, dan apakah pasien membutuhkan rawatan atau tidak

Langkah III : Manajemen

Pemberitahuan Penyakit

Pada negara endemik DBD, kasus dugaan, demam berdarah kemungkinan dan

yang telah dikonfirmasi harus diberitahu sesegera mungkin sehingga dapat memulai

tindakan kesehatan masyarakat secara memadai. Konfirmasi laboratorium tidak

diperlukan sebelum pemberitahuan, tetapi harus diperoleh. Dalam non-endemik

negara, kasus biasanya hanya dikonfirmasi akan diberitahu. Kriteria Disarankan untuk

pemberitahuan awal kasus dugaan adalah bahwa pasien tinggal di atau telah

melakukan perjalanan ke daerah endemik DBD-, mengalami demam selama tiga hari

atau lebih, memiliki rendah atau penurunan jumlah sel darah putih, dan / atau

memiliki thrombocytopaenia ± uji tourniquet positif.

Dalam berdarah-negara endemik, yang kemudian pemberitahuan, semakin

sulit adalah untuk mencegah dengue transmisi. Keputusan manajemen

Tergantung pada manifestasi klinis dan keadaan lain, pasien mungkin dikirim

rumah (Grup A), dirujuk dalam manajemen rumah sakit (Grup B), atau memerlukan

daruratpengobatan dan rujukan mendesak (Grup C).

1.5.3 Pengobatan menurut kelompok A-C

Grup A: pasien yang dapat dikirimkan pulang

Ini adalah pasien yang mampu menambah asupan cairan oral yang memadai dan

buang air kecil setidaknya sekali setiap enam jam, dan tidak memiliki salah satu dari

tanda-tanda peringatan, terutama ketika demam reda. Pasien rawat jalan harus ditinjau

harian untuk perkembangan penyakit (penurunan putih jumlah sel darah, penurunan

suhu badan sampai yg normal dan tanda-tanda peringatan) sampai mereka keluar dari

fase kritis. Mereka dengan hematokrit yang stabil dapat dipulangkan setelah disarankan

11

Page 12: case dhf

untuk kembali ke rumah sakit segera jika mereka memiliki salah satu tanda-tanda

peringatan dan untuk mematuhi menyusul rencana aksi:

Mendorong asupan oral larutan rehidrasi oral (oralit), jus buah dan cairan

lainnya mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti kekurangan cairan

akibat demam dan muntah.

Asupan cairan yang cukup oral mungkin dapat mengurangi jumlah rawat inap

[Perhatian: cairan yang mengandung gula / glukosa dapat memperburuk

hiperglikemia stres fisiologis dari mellitus demam berdarah dan diabetes.]

Berikan parasetamol untuk demam tinggi jika pasien tidak nyaman. Interval

dosis parasetamol tidak boleh kurang dari enam jam. kompres hangat jika

pasien masih memiliki demam tinggi. Jangan memberikan asam asetilsalisilat

(aspirin), ibuprofen atau lainnya non-steroid anti-inflamasi agen (NSAID)

karena obat ini dapat memperburuk gastritis atau perdarahan. Asam

asetilsalisilat (aspirin) dapat dikaitkan dengan ini Syndrome Reye.

Anjurkan pada keluarga bahwa pasien harus dibawa ke rumah sakit segera

jika salah satu dari berikut terjadi: tidak ada perbaikan klinis, penurunan

sekitar waktu penurunan suhu badan sampai yg normal, sakit perut yang

parah, muntah terus menerus, dingin dan ekstremitas berkeringat, lesu atau

lekas marah / gelisah, perdarahan (misalnya tinja hitam atau muntah seperti

kopi), tidak buang air kecil selama lebih dari 4-6 jam.

Pasien yang dipulangkan harus dipantau setiap hari oleh penyedia layanan

kesehatan untuk suhu, pola asupan cairan, output urin (volume dan frekuensi) tanda-

tanda peringatan, tanda-tanda kebocoran plasma dan perdarahan, hematokrit, dan sel

darah putih dan jumlah trombosit.

Grup B: Pasien yang harus dirujuk dalam manajemen rumah sakit

Pasien mungkin perlu dirawat di pusat layanan kesehatan sekunder untuk

pengamatan dekat, terutama ketika mereka mendekati fase kritis. Ini termasuk pasien

dengan tanda tanda peringatan, mereka dengan kondisi khusus yang dapat membuat

dengue atau manajemen yang lebih rumit (seperti kehamilan, bayi, usia tua, obesitas,

diabetes mellitus, ginjal kegagalan, penyakit hemolitik kronik), dan mereka dengan

kondisi sosial tertentu (seperti seperti hidup sendiri, atau hidup jauh dari fasilitas

12

Page 13: case dhf

kesehatan tanpa sarana yang sarana transportasi). Jika pasien memiliki dengue dengan

tanda-tanda peringatan, rencana aksi harus sebagai berikut:

- Nilai hematokrit sebagai referensi sebelum terapi cairan. Hanya memberikan

larutan isotonic seperti NaCl 0,9%, ringer laktat, atau larutan Hartmann. Mulailah

dengan 5-7 ml / kg / jam selama 1-2 jam, kemudian berkurang menjadi 3-5 ml /

kg / jam selama 2-4 jam, dan kemudian mengurangi sampai 2-3 ml / kg / jam atau

kurang sesuai dengan respon klinis.

- Menilai kembali status klinis dan ulangi hematokrit. Jika hematokrit tetap

sama atau naik hanya sedikit, lanjutkan dengan tingkat yang sama (2-3 ml / kg /

jam) selama 2-4 jam. Jika tanda-tanda vital memburuk dan hematokrit meningkat

cepat, meningkatkan tingkat ke 5-10 ml / kg / jam selama 1-2 jam. Nilai kembali

status klinis, ulangi hematokrit dan memantau pemberian cairan infuse.

- Berikan volume cairan intravena yang minimal yang diperlukan untuk

mempertahankan perfusi yang baik dan urin output dari sekitar 0,5 ml / kg / jam.

Cairan intravena biasanya diperlukan hanya 24-48 jam. Kurangi cairan intravena

secara bertahap ketika tingkat kebocoran plasma menurun menjelang akhir fase

kritis. Hal ini diindikasikan dengan output urine dan / atau asupan cairan oral

yang memadai, atau hematokrit menurun di bawah nilai dasar pada pasien yang

stabil.

- Pasien dengan tanda-tanda peringatan harus dipantau oleh penyedia layanan

kesehatan sampai periode risiko berakhir. Keseimbangan cairan secara rinci harus

dipertahankan. Parameter yang harus dipantau meliputi tanda-tanda vital dan

perfusi perifer (1-4 jam sampai pasien keluar dari fase kritis), urin output (4-6

jam), hematokrit (sebelum dan setelah penggantian cairan, kemudian 6-12 jam),

darah glukosa, dan fungsi organ lainnya (seperti profil ginjal, profil hati,faktor

koagulasi)

Jika pasien memiliki dengue tanpa tanda-tanda peringatan, rencana aksi harus sebagai

berikut:

- Mendorong cairan oral. Jika tidak ditoleransi, mulai terapi cairan intravena 0,9%

NaCl atau Ringer laktat dengan atau tanpa dekstrosa pada tingkat pemeliharaan.

Untuk pasien obesitas dan kelebihan berat badan, gunakan berat badan ideal

13

Page 14: case dhf

untuk perhitungan infus cairan. Pasien mungkin dapat mengambil cairan oral

setelah beberapa jam terapi cairan intravena. Dengan demikian, perlu untuk

sering merevisi cairan infus. Berikan volume minimal yang diperlukan untuk

mempertahankan perfusi yang baik dan output urin. Cairan intravena biasanya

diperlukan hanya untuk 24-48 jam.

- Pasien harus dipantau oleh penyedia layanan kesehatan untuk pola temperatur,

volume asupan cairan dan kerugian, urin output (volume dan frekuensi),

peringatan tanda-tanda, hematokrit, dan sel darah putih dan jumlah trombosit.

Lain tes laboratorium (seperti hati dan ginjal fungsi tes) dapat dilakukan,

tergantung pada gambaran klinis dan fasilitas dari rumah sakit atau pusat

kesehatan.

Kelompok C - pasien yang memerlukan perawatan darurat dan rujukan mendesak

ketika mereka memiliki demam berdarah yang parah

Pasien memerlukan perawatan darurat dan rujukan mendesak ketika mereka berada di

kritis fase penyakit, yaitu ketika mereka memiliki:

- Kebocoran plasma yang parah yang mengarah ke dengue shock dan / atau

akumulasi cairan dengan gangguan pernapasan;

- Pendarahan yang parah;

- Kerusakan organ yang parah (hati kerusakan, gangguan ginjal,

kardiomiopati, ensefalopati atau ensefalitis).

Semua pasien dengan demam berdarah yang parah harus dirawat di rumah

sakit dengan akses ke perawatan fasilitas intensif dan transfusi darah. Pemberian

cairan resusitasi intravena adalah intervensi penting dan biasanya satu-satunya

yang diperlukan. Solusi kristaloid harus menjadi isotonik dan volume hanya cukup

untuk mempertahankan sirkulasi yang efektif selama periode kebocoran plasma.

Kerugian Plasma harus segera diganti dan cepat dengan larutan kristaloid

isotonik atau, dalam kasus syok hipotensi, koloid Jika mungkin, nilai tingkat

hematokrit sebelum dan sesudah resusitasi cairan. Harus ada pengganti kerugian

lanjutan dari plasma lanjut untuk mempertahankan sirkulasi efektif selama 24-48

jam. Untuk pasien kelebihan berat badan atau obesitas, berat badan ideal harus

digunakan untuk menghitung tingkat infus cairan. Crossmatch harus dilakukan

14

Page 15: case dhf

untuk semua pasien syok. Transfusi darah harus diberikan hanya dalam kasus

dengan perdarahan dicurigai / parah.

Resusitasi cairan harus dipisahkan secara jelas dari pemberian cairan yang

sederhana. Ini adalah strategi di mana volume yang lebih besar dari cairan

(misalnya 10-20 ml bolus) yang diberikan untuk jangka waktu terbatas di bawah

pengawasan dekat untuk mengevaluasi respon pasien dan untuk menghindari

perkembangan edema paru. Tujuan dari resusitasi cairan untuk meningkatkan

sirkulasi pusat dan perifer (Penurunan takikardia, peningkatan tekanan darah,

volume denyut nadi, ekstremitas hangat dan merah muda, dan waktu pengisian

kapiler <2 detik) dan meningkatkan perfusi end-organ, tingkat kesadaran yang

stabil (lebih waspada atau kurang gelisah), output urin ≥ 0,5 ml / kg / jam,

penurunan asidosis metabolik.

Tata laksana syok.

Rencana aksi untuk mengobati pasien dengan syok terkompensasi adalah sebagai

berikut:

- Mulai resusitasi cairan intravena dengan larutan kristaloid isotonik pada 5-10

ml / kg / jam selama satu jam. Kemudian tinjau kembali kondisi pasien (tanda

vital, refilling kapiler, hematokrit, jumlah urin). Langkah berikutnya

tergantung pada Situasi.

- Jika kondisi pasien membaik, cairan infus harus bertahap dikurangi menjadi 5-

7 ml / kg / jam selama 1-2 jam, kemudian ke 3-5 ml / kg / jam selama 2-4 jam,

kemudian ke 2-3 ml / kg / jam, dan kemudian lebih lanjut tergantung pada

hemodinamik status, yang dapat dipertahankan hingga 24-48 jam. (perkiraan

yang lebih tepat kebutuhan pemeliharaan normal berdasarkan berat badan

ideal).

15

Page 16: case dhf

- Jika tanda-tanda vital masih tidak stabil (tetap syok), periksa hematokrit

setelah bolus yang pertama. Jika hematokrit meningkat atau masih tinggi (>

50%), mengulangi bolus kedua larutan kristaloid 10-20 ml / kg / jam selama

satu jam. Setelah Bolus kedua ini, jika ada perbaikan, kurangi menjadi 7-10 ml

/ kg / jam selama 1-2 jam, dan kemudian terus mengurangi seperti di atas. Jika

hematokrit menurun dibandingkan dengan hematokrit awal (<40% pada anak-

anak dan perempuan dewasa, <45% pada pria dewasa), ini mengindikasikan

perdarahan dan kebutuhan untuk cross-match dan transfusi darah sesegera

mungkin (lihat pengobatan untuk haemorrhagic komplikasi).

- Bolus lebih lanjut dari larutan kristaloid atau koloid mungkin perlu diberikan

selama 24-48 jam berikutnya.

16

Page 17: case dhf

Pasien dengan syok hipotensi harus dikelola lebih keras.

Rencana aksi untuk mengobati pasien dengan syok hipotensi adalah sebagai

berikut (Textboxes D dan N, Gambar 2.3):

17

Page 18: case dhf

- Lakukan resusitasi cairan intravena dengan kristaloid atau larutan koloid (jika

tersedia) pada 20 ml / kg sebagai bolus diberikan lebih dari 15 menit untuk

membawa pasien keluar dari syok secepat mungkin.

- Jika kondisi pasien membaik, memberikan infus kristaloid / koloid dari 10 ml /

kg/ jam selama satu jam. Kemudian lanjutkan dengan infus kristaloid dan

berkurang secara bertahap mulai dari ml 5-7 / kg / jam selama 1-2 jam, kemudian

ke 3-5 ml / kg / jam selama 2-4 jam, dan kemudian untuk 2-3 ml / kg / jam atau

kurang, yang dapat dipertahankan hingga 24-48 jam(Textbox H).

- Jika tanda-tanda vital masih tidak stabil (syok tetap), terlihat dari nilai hematokrit

yang diperoleh sebelum bolus pertama. Jika hematokrit rendah (<40% pada anak-

anak dan dewasa perempuan, <45% pada pria dewasa), ini menunjukkan

perdarahan dan kebutuhan untuk crossmatch dan transfusi darah sesegera

mungkin (lihat pengobatan untuk perdarahan dengan komplikasi).

- Jika hematokrit itu tinggi dibandingkan dengan nilai dasar (jika tidak tersedia,

gunakan populasi dasar), tukar cairan infus dengan larutan koloid pada 10-20

ml / kg sebagai bolus kedua selama lebih dari 30 menit sampai satu jam. Setelah

bolus kedua, lihat kembali keadaan pasien. Jika kondisi membaik, kurangi

menjadi 7-10 ml / kg / jam selama 1-2 jam, kemudian tukar kembali ke cairan

kristaloid dengan tahap pengurangan seperti diatas. Jika kondisi masih tidak

stabil, ulangi cek hematokrit setelah bolus kedua.

- Jika hematokrit menurun dibandingkan dengan nilai sebelumnya (<40% pada

anak-anak dan perempuan dewasa, <45% pada pria dewasa), ini mengindikasikan

perdarahan dan kebutuhan untuk cross-match dan transfusi darah sesegera

mungkin (lihat pengobatan untuk perdarahan komplikasi). Jika hematokrit

meningkat dibanding dengan nilai sebelumnya atau tetap sangat tinggi (> 50%),

lanjutkan dengan koloid pada 10-20 ml / kg sebagai bolus ketiga lebih dari satu

jam. Setelah dosis ini, kurangi menjadi 7-10 ml / kg / jam selama 1-2 jam,

kemudian berubah kembali ke cairan kristaloid dan kurangi secara bertahap infus

seperti yang disebutkan di atas bila kondisi pasien membaik.

- Bolus lanjut cairan mungkin perlu diberikan selama 24 jam berikutnya. Tingkat

dan volume masing-masing infus bolus harus dititrasi dengan respon klinis.

Pasien dengan demam berdarah yang parah harus dirawat ketergantungan tinggi

atau perawatan intensif daerah.

18

Page 19: case dhf

Pasien dengan syok dengue harus sering dipantau sampai periode bahaya atas

berakhir. Perhitungan keseimbangan cairan secara rinci dari semua input dan output

harus dipertahankan. Parameter yang harus dipantau meliputi tanda-tanda vital dan

perfusi perifer (setiap 15-30 menit sampai pasien keluar dari shock, kemudian 1-2

jam). Secara umum, semakin tinggi laju infus cairan, semakin sering pasien harus

dipantau dan dikaji untuk menghindari overload cairan sambil memastikan

penggantian volume yang memadai.

Urin harus diperiksa secara teratur (tiap jam sampai pasien keluar dari syok,

kemudian 1-2 jam). Pemasangan kateter urin memungkinkan pemantauan ketat

output urin (nilai normal: 0,5 ml / kg / jam). Hematokrit harus dipantau (sebelum

dan sesudah bolus cairan sampai stabil, kemudian 4-6 jam). Selain itu, harus ada

pemantauan gas darah arteri atau vena, laktat, total karbon dioksida / bikarbonat

(setiap 30 menit sampai satu jam sampai stabil), glukosa darah (sebelum resusitasi

cairan dan ulangi seperti yang ditunjukkan), dan fungsi organ (seperti profil ginjal,

profil hati, profil koagulasi, sebelum resusitasi).

Perubahan hematokrit adalah panduan yang berguna untuk pengobatan. Namun,

perubahan harus tafsirkan secara paralel dengan status hemodinamik, respons klinis

terhadap cairan terapi dan keseimbangan asam-basa. Misalnya, hematokrit meningkat

atau terus-menerus tinggi bersama dengan tanda-tanda vital yang tidak stabil

(terutama penyempitan tekanan nadi) menunjukkan kebocoran plasma yang aktif dan

kebutuhan untuk bolus sebagai penggantian cairan. Namun, peningkatan hematokrit

atau terus-menerus tinggi bersama-sama dengan status hemodinamik stabil dan

Output urin yang memadai tidak memerlukan cairan intravena ekstra. Dalam kasus

terakhir, lanjutkan untuk memantau secara ketat dan kemungkinan bahwa hematokrit

akan mulai turun dalam 24 berikutnya jam sebagai kebocoran plasma berhenti.

Penurunan hematokrit bersama dengan tanda-tanda vital yang tidak stabil

(terutama penyempitan tekanan nadi, takikardia, asidosis metabolik, output urin yang

sedikit) menunjukkan terjadinya perdarahan yang hebat dan kebutuhan transfusi

darah yang mendesak. Namun penurunan hematokrit bersama-sama dengan status

hemodinamik stabil dan output urin yang memadai menunjukkan hemodilusi dan /

atau reabsorpsi cairan ekstravaskuler, sehingga dalam kasus ini intravena cairan

harus dihentikan segera untuk menghindari edema paru.

19

Page 20: case dhf

Pengobatan komplikasi perdarahan .

Perdarahan mukosa dapat terjadi pada setiap pasien demam berdarah tetapi,

jikapasien tetap stabil dengan cairan resusitasi / pengganti, itu harus dianggap sebagai

perdarahan minor. Dan perdarahan tersebut biasanya membaik dengan cepat selama

fase pemulihan. Pada pasien dengan thrombocytopaenia berat, pastikan pasien

istirahat tidur yang ketat dan perlindungan dari trauma untuk mengurangi risiko

perdarahan. Jangan memberikan suntikan intramuskular untuk menghindari

hematoma. Harus dicatat bahwa pemberian transfusi trombosit sebagai profilaksis

pada thrombocytopaenia berat jika pasien hemodinamik stabil belum terbukti efektif,

dan tidak diperlukan.

Jika pendarahan besar terjadi, biasanya dari saluran pencernaan, dan / atau

vagina . Perdarahan internal mungkin tidak menjadi jelas selama berjam-jam sampai

feses berwarna hitam diketahui.

Pasien yang memiliki risiko pendarahan hebat adalah mereka yang:

- Syok menetap/ berulang

- Syok hipotensi dan gagal ginjal atau hati dan / atau berat dan

asidosis metabolik persisten;

- Mengkonsumsi obat non-steroid anti-inflamasi agen;

- Mempunyai ulkus peptikum;

- Mendapatkan terapi antikoagulan;

- Mendapat trauma, termasuk injeksi intramuskular.

Pasien dengan kondisi hemolitik beresiko hemolisis akut dengan haemoglobinuria

dan akan membutuhkan transfusi darah.

Pendarahan yang hebat dapat dikenali oleh:

- Perdarahan terbuka yang persisten dan / atau berat dengan tampilan

hemodinamik yang tidak stabil hemodinamik, terlepas dari tingkat hematokrit;

- Penurunan hematokrit setelah resusitasi cairan bersama dengan keadaan

hemodinamik yang tidak stabil.

- Syok yang gagal merespon dengan resusitasi cairan berturut-turut 40-60 ml /

kg;

- Shock hipotensi dengan hematokrit yang rendah / normal sebelum resusitasi

cairan;

20

Page 21: case dhf

- Asidosis metabolik persisten atau memburuk dengan tekanan sistolik yang

terpelihara, terutama pada mereka dengan distensi abdomen

Transfusi darah harus diberikan segera pada pendarahan hebat yang dicurigai atau

telah terdeteksi. Namun, transfusi darah harus diberikan dengan hati-hati karena risiko

overload cairan. Jangan menunggu hematokrit turun terlalu rendah sebelum

memutuskan transfusi darah. Perhatikan bahwa penurunan hematokrit <30% sebagai

acuan untuk tranfusi darah.

Rencana aksi untuk pengobatan komplikasi perdarahan adalah sebagai berikut:

- Berikan 5-10ml/ kg PRC atau 10-20 ml / kg Whole blood pada tingkat yang

tepat dan mengamati respon klinis.

- Pertimbangkan mengulangi transfusi darah jika ada kehilangan darah lebih

lanjut atau tidak sesuai kenaikan hematokrit setelah transfusi darah. Adanya

sedikit bukti untuk mendukung pemberian transfusi trombosit dan / atau PRC

untuk perdarahan hebat. Hal ini sedang dilakukan atas pertimbangan bahwa

perdarahan masif tidak dapat dikelola dengan PRC / WB saja, karena dapat

memperburuk overload cairan.

- Perawatan yang hati hati harus dilakukan seperti ketika pemasangan NGT

yang dapat menyebabkan perdarahan parah dan dapat menghalangi jalan

napas.

21

Page 22: case dhf

BAB II

LAPORAN KASUS

Anamnesis

Identitas pasien :

Nama : M Rizki

Umur : 12 tahun

Jenis kelamin : laki laki

Alamat : Padang Jopang

MR : 057867

Seorang anak laki- laki umur 12 tahun datang ke IGD RSUD Achmad Darwis

dengan :

Keluhan utama :

Demam tinggi sejak 4 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

Demam sejak 4 hari yang lalu, demam tinggi, terus menerus, tidak

berkeringat, tidak mengggigil, dan tidak disertai kejang.

Nyeri kepala (+), nyeri diseluruh persendian (+)

Nyeri ulu hati (+)

Mual (+) , muntah tidak ada

Riwayat perdarahan dari hidung (+) 1 hari yang lalu, darah berhenti sendiri,

perdarahan pada hidung sekarang (-)

Riwayat perdarahan dari gusi (-), bintik perdarahan dikulit (-)

Batuk pilek tidak ada

Sesak nafas tidak ada

Buang air kecil jumlah dan warna biasa

Buang air besar warna dan konsistensi biasa.

Anak belum pernah dibawa berobat sebelumnya

Riwayat penyakit dahulu :

Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

Ada tetangga pasien yang menderita keluhan yang sama dengan pasien

22

Page 23: case dhf

Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit demam berdarah di rumah.

Pemeriksaan fisik

Status Generalis :

- Keadaan umum : sedang

- Kesadaran : sadar

- Frekuensi nadi : 84 x/mnt

- Frekuensi nafas : 20 x/menit

- Tekanan Darah : 110/70 mmHg

- Suhu : 37.80C

- BB : 35 kg

Pemeriksaan sistemik :

Kulit : teraba hangat, turgor baik, ptekie (-)

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Tenggorok : tonsil T1 – T1 tidak hiperemis dan faring tidak hiperemis

Leher : kelenjar getah bening regio colli tidak membesar

Thorak

Paru

- Inspeksi : pergerakan simetris kiri = kanan, retraksi (-)

- Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan

- Perkusi : sonor

- Auskultrasi : suara nafas vesikuler normal, rhonki (-), wheezing (-)

Jantung :

- Inspeksi : iktus cordis terlihat 1 jari medial LMCS RIC V

- Palpasi : iktus teraba satu jari medial LMCS RIC V

- Perkusi : Batas jantung normal

- Auskultasi : irama jantung teratur, bising tidak ada

Abdomen :

- Inspeksi : distensi (-)

- Palpasi : NTE (+), hepar dan lien tidak teraba

- Perkusi : timpani

23

Page 24: case dhf

- Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik

Pemeriksaan rumple lead (+)

Diagnosis kerja: DHF Grade II

Pemeriksaan Anjuran:

Pemeriksaan Hb, Ht, Leukosit dan trombosit

Hb : 14, 8 g/dl

Leukosit : 2.800/ mm3

Ht : 44,4 %

Trombosit :103.000/ mm3

Terapi

- Istirahat, Diet MLTKTP

- IVFD RL 8 jam/ kolf

- Paracetamol 3 x 1 tab

- Inj Ranitidine 2 x 35 mg (1,4 cc)

- Curcuma 2 x 1 tab

- Vit K 2x 1 tab

- Vit C 3 x 1 tab

- Banyak minum

Follow up

24

Page 25: case dhf

Hari/ Tanggal Pemeriksaan Terapi

Selasa/

8Oktober 2013

s/ Demam (-)

Nyeri Ulu hati (-)

Mimisan (-)

BAB hitam (-)

BAK sudah sering

o/ KU: Baik

TD: 100/70 mmHg

T: 37,2 o C

Thorak: vesikuler, rh -/-, wh -/-

Abdomen: NTE (-) distensi (-),

BU (+) N

Pp/ Laboratorium

Hb: 14,6

Ht: 43 %

Trombosit: 111.000

Dx/ DHF grade II

- Istirahat, Diet MLTKTP

- IVFD RL 26 tts/ menit/makro

- Paracetamol 3 x 1 tab

- Inj Ranitidine 2 x 35 mg (1,4 cc)

- Curcuma 2 x 1 tab

- Vit K aff

- Vit C aff

- Banyak minum

R/ cek hb, ht, trombosit/ 12 jam

Rabu/ 9

oktober 2013

s/ Demam (-)

Nyeri Ulu hati (-)

Mimisan (-)

BAB hitam (-)

o/ KU: Baik

TD: 110/70 mmHg

T: 36,5 o C

Thorak: vesikuler, rh -/-, wh -/-

Abdomen: NTE (-) distensi (-),

BU (+) N

Pp/ Laboratorium

- Istirahat, Diet MBTKTP

- IVFD RL 26 tts/ menit/makro

- Paracetamol 3 x 1 tab

- Inj Ranitidine 2 x 35 mg (1,4 cc)

- Curcuma 2 x 1 tab

- Banyak minum

R/ boleh pulang setelah cek hb, ht,

trombosit siang.

25

Page 26: case dhf

Hb: 13,5

Leukosit: 4200/mm3

Ht: 40,2 %

Trombosit: 111.000

Dx/ DHF grade II

BAB III

26

Page 27: case dhf

DISKUSI

Seorang anak laki laki umur 12 tahun datang ke IGD RSUD Achmad Darwis

Payakumbuh, tanggal 7 oktober 2013 dengan diagnosis DHF Grade II. Diagnosis

DHF ditegakkan berdasarkan 2 kriteria klinis pertama. Berdasarakan anamnesis

didapatkan demam tinggi yang berlangsung terus menerus selama 4 hari dan tidak

terdapat tanda tanda bahaya/ peringatan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

hemodinamik stabil dan uji bendung positif. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan

trombositopenia peningkatan relatif hematokrit.

Penatalaksanaan DHF disesuaikan dengan pengklasifikasian derajat DHF.

Pada pasien dilakukan pemberian asupan cairan intravena (Ringer lactat) sesuai

kebutuhan cairan, anjuran tetap mempertahankan asupan cairan oral, pemberian obat

anti demam dan anti mual. Penilaian status hidrasi setelah pemberian cairan melaui

output urin. Pada paien juga direncanakan penilaian hematokrit dan tombosit per 12

jam. Kondisi pasien mengalami perbaikan dihari kedua dinilai berdasarkan keluhan ,

tanda tanda vital, output urin dan nilai hematokrit mulai turun mencapai nilai normal.

Pasien dipulangkan pada hari ke 3 perawatan.

DAFTAR PUSTAKA

27

Page 28: case dhf

1. World Health Organization. Demam. Buku SakuPelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit. 2009: 163-5.

2. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. 2009.

3. Ilmu Penyakit Tropik dan Infeksi. Dalam :Demam Berdarah Dengue. Jakarta :

IDAI, 2008 : 173.

4. Informasi Umum DBD 2011.Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis. Dit

PPBB. Ditjen PP dan PL. Kementerian Kesehatan RI

28