Case box c.docx

download Case box c.docx

of 27

Transcript of Case box c.docx

STATUS PEDIATRIK

BAB ISTATUS PEDIATRIK

I. IDENTIFIKASIa. Nama: Christian Fernandob. Umur: 3 tahun 10 bulanc. Jenis Kelamin: Laki-lakid. Nama Ayah: Erwine. Nama Ibu: Mariaf. Agama: Budhag. Bangsa: Sumaterah. Alamat: Jln. Walang Lr. Kebun No. 89 RT 03 RW 02 Kelurahan 24 Ilir Kecamatan Ilir Barat I Kota Palembangi. Dikirim oleh: IGDj. MRS Tanggal: 28 Maret 2015

II. ANAMNESIS ( Subjektif / S)Tanggal: 31 Maret 2015Diberikan oleh: Ibu penderita

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG1. Keluhan Utama: Bengkak seluruh tubuh2. Keluhan tambahan: BAK sedikit3. Riwayat Perjalanan Penyakit: Sejak 7 hari SMRS OS mulai mengalami bengkak di kelopak mata, terutama saat bangun tidur pada pagi hari. Bengkak berkurang pada siang dan sore hari. Ibu penderita juga mengeluh BAK penderita sedikit, frekuensi jarang, banyaknya gelas belimbing, jernih, berwarna kuning muda, BAK berwarna merah (-), nyeri saat BAK (-), demam (-), pucat (-), mual (-), muntah (-), sakit tenggorokan (-), koreng di kulit (-), BAB cair (-).Sejak 6 hari SMRS bengkak juga terjadi di perut, wajah tampak sembab, BAK sedikit, demam (-), pucat (-), mual (-), muntah (-), sakit tenggorokan (-), koreng di kulit (-), BAB cair (-).Sejak 4 hari SMRS bengkak meluas ke kaki dan kemaluan, BAK sedikit, demam (-), sakit kepala (-), sakit tenggorokan (-), koreng di kulit (-), BAB cair (-). Kemudian, penderita dibawa ke dokter spesialis anak dan dilakukan pemeriksaan urin dan darah. Penderita kemudian dirawat selama 2 hari di RS Charitas. Selama perawatan di RS Charitas, penderita diberikan 2 jenis obat minum berbentuk serbuk, namun bengkak belum berkurang. Penderita dirujuk ke RSMH untuk tatalaksana lebih lanjut.

B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT1. Riwayat Kehamilan dan KelahiranMasa Kehamilan : Aterm (G1P1A0)Partus: Seksio CesariaDitolong oleh : Dokter Tanggal: 8 Mei 2011BB: 3000 grPB: 48 cmLingkar kepala: Ibu lupa

2. Riwayat Makanan:ASI: 0 sampai 2 bulanSusu formula: 3 bulan sampai sekarang Bubur Susu: 6 bulan sampai 9 bulanBubur Nasi: 9 bulan sampai 12 bulanNasi Biasa: 12 bulan sampai sekarangKesan: Kualitas kurang, kuantitas cukup

3. RIWAYAT IMUNISASI IMUNISASI DASARULANGAN

UmurUmurUmurUmur

BCGScar +

DPT 1+DPT 2+DPT 3+

HEPATITIS B 1+HEPATITIS B 2+HEPATITIS B 3+

Hib 1-Hib 2-Hib 3-

POLIO 1+POLIO 2+POLIO 3+

CAMPAK+POLIO 4+

Kesan : Imunisasi cukup

4. RIWAYAT KELUARGAPenyakit dalam keluarga : disangkalRiwayat penyakit yang sama dalam keluarga: disangkal

5. RIWAYAT PERKEMBANGANGigi Pertama: 5 bulanBerdiri: 1 tahunBerbalik: 3 bulanBerjalan: 1,5 tahunTengkurap: 3 bulanBerbicara: 9 bulanMerangkak: 5 bulanKesan: BaikDuduk: 8 bulan6. RIWAYAT PERKEMBANGAN MENTALIsap Jempol: -Ngompol: -Sering Mimpi: - Aktivitas: -Membangkang: -Ketakutan: -Kesan: -

8. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITADisangkal 11

III.PEMERIKSAAN FISIK ( Objektif / O)A. PEMERIKSAAN FISIK UMUMKeadaan Umum: BaikKesadaran: Compos mentisSuhu:36,5OCRespirasi:26x/menit, Tipe Pernapasan : AbdominotorakalTekanan Darah:100/60mmHgNadi:127x/ menit,Isi/kualitas: CukupRegularitas: RegulerBB: 15,8 kg (Awal MRS 16 kg)PB atau TB: 100 CmStatus gizi : BaikBB/U: BaikTB (PB)/U: Baik BB/TB (PB): Gizi BaikLingkar kepala: 49 cm

B. PEMERIKSAAN KHUSUSKEPALA : MATA: Konjungtiva anemis (-)/(-), ikterik (-), bintik perdarahan (-),Edema palpebra (+)/(+) minimal HIDUNG: Epistaksis (-) LIDAH : Atropi papil (-) MULUT: Sakit gigi (-), sariawan (-), gangguan mengecap (-), gusi berdarah (-), sakit membuka mulut (-),Bibir pucat (-), Sianosis (-) TENGGOROKAN: Hiperemis (-), tonsil T1/ T1, sakit menelan (-), serak (-) TELINGA: Nyeri (-), sekret (-), gangguan pendengaran (-), tinnitus (-)LEHERINSPEKSI: SimetrisPALPASI: JVP (5-2), Pembesaran KGB (-)

THORAX INSPEKSI : Simetris, retraksi (-)PALPASI: Stem fremitus normal di kedua lapangan paru, kanan=kiri

A. PARU PERKUSI : Sonor di kedua lapangan paruAUSKULTASI Vesikuler: (+) normalRonkhi : (-)Wheezing: (-)

B. JANTUNGPERKUSI: Batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri lineamid klavikula ICS IVAUSKULTASI: Bunyi jantung IMitral: (+) NormalTrikuspid: (+) Normal

Bunyi jantung IIPulmonal: (+) NormalAorta: (+) NormalBising jantung: (-)

ABDOMENINSPEKSI: CembungPALPASI : Lemas, hepar dan lien sulit dinilai, nyeri tekan (-)PERKUSI: Shifting dulness (+)AUSKULTASI: BU (+) NormalLingkar perut maksimum: 54 cmLingkar perut umbilikus: 50 cm

EKSTREMITAS INSPEKSIBentuk: SimetrisDeformitas: (-)Edema: Pretibial (+/+) minimalTrofi: (-)Pergerakan: NormalTremor: (-)Pergerakan: NormalTremor: (-)Chorea: (-)Akral : Hangat Lain-lain: CRT < 3

INGUINALKelenjar Getah Bening: pembesaran (-)Lain-lain : (-)

GENITALIALAKI-LAKI :Phimosis : (-)Testis : (-)Scrotum: Edema (+)

STATUS PUBERTAS: Belum ada tanda-tanda

STATUS NEUROLOGISLenganTungkai KanankiriKananKiriFungsi motorik

Gerakan N N NN

Kekuatan 5 5 55

Tonus N N NN

Klonus - - --

Reflex fisiologis ++ ++

Reflex patologis -- --

Gejala rangsang meningeal -- --

Fungsi sensorikNN NN

Nervi cranialesNN NN

Reflex primitive -- --

V. RESUMEDari anamnesis, ditemukan bengkak di seluruh tubuh, bengkak terjadi mulai dari kelopak mata terutama saat bangun tidur pada pagi hari dan berkurang pada siang dan sore hari. Kemudian, bengkak meluas ke perut, wajah, kaki, dan kemaluan. Selain itu, ibu penderita juga mengeluh BAK penderita sedikit, frekuensi jarang, banyaknya gelas belimbing, jernih, berwarna kuning muda.Dari hasil pemeriksaan fisik, ditemukan keadaaan umum baik, sensorium compos mentis, BB 15,8 kg, TB 100 cm, dengan status gizi baik, tekanan darah 100/60 mmHg, suhu 36,5C, RR 26 x/menit, nadi 127 x/menit. Keadaan spesifik ditemukan edema palpebra (+/+) minimal, abdomen cembung, shifting dullness (+), edema pretibial (+/+) minimal, dan edema skrotal (+)

VI. DAFTAR MASALAH1. Bengkak seluruh tubuh 2. BAK sedikit

VII. DIAGNOSIS BANDING Sindrom nefrotik primer Sindrom nefrotik sekunder

VIII. DIAGNOSIS KERJAEdema anasarka et causa sindroma nefrotik primer/idiopatik

IX. TATALAKSANA (Planning / P)a. PEMERIKSAAN ANJURAN- Pemeriksaan darah perifer lengkap- Urinalisis- Kimia darah

b. TERAPI ( SUPORTIF SIMPTOMATIS-CAUSATIF) NON FARMAKOLOGIS- Tirah Baring- Diet FARMAKOLOGIS- Furosemid 2 x 15 mg IV- Metilprednisolon 3x10 mg per oralc. DIET- Kebutuhan kalori - Protein normal sesuai RDA 2g/KgBB/hari- Rendah Garam (1-2g/hr)d. MONITORING1. BB ( setiap hari )2. Balance cairan per 6 jam3. Lingkar perut ( setiap hari)4. Tekanan darah ( tiap hari )5. DPL ( 1x seminggu)6. Urinalisa, Kimia Darah, Elektrolit 2x/ minggue. EDUKASI1. Memberikan penjelasan tentang penyakit, dan komplikasi2. Memberikan penjelasan mengenai diet yang harus dilakukan3. Memberikan penjelasan mengenai tatalaksana agar kepatuhan pasien baikX. PROGNOSISa. Qua ad vitam : Dubia ad Bonamb.Qua ad functionam : Dubia ad Bonamc. Qua ad sanationam : Dubia ad Bonam

Follow up

FOLLOW UP (Subjektif/Objektif/Assestment/Planning)

(28 Maret 2015)S:Bengkak pada mata (+/+), bengkak pada kedua tungkai (+/+), perut membesar, bengkak pada skrotum (+), BAK sedikit

Keadaan UmumTampak sakit sedang

SensoriumCompos mentis

Tekanan Darah90/60 mmHg

Nadi100 kali/menit

Frekuensi Pernafasan24 kali/menit

Temperatur37oC

Keadaan Spesifik

KepalaNafas cuping hidung (-), edema palpebra (+/+),konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)

LeherPembesaran KGB (-)

ToraksSimetris, retraksi (-)

Cor:I : Ictus cordis tidak terlihat P : Ictus cordis tidak teraba, thrill tidak adaP : Batas atas jantung ICS II, kanan linea sternalis dextra, kiri linea midclavicularius sinistra A: HR 100 x/menit, reguler, murmur (-), gallop tidak ada.

Pulmo:I : Statis simetris kiri dan kanan sama.P : Stem fremitus kiri dan kanan sama.P : Sonor di kedua lapangan paru. A : Vesikuler normal/normal, ronki tidak ada, whezing tidak ada.

AbdomenI : cembung, venektasi tidak adaP : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, turgor kulit normal.P : redup, Shifting dullness (+) A : Bising usus ada, normal

EkstremitasAkral hangat, Capillary refill time < 3, edema pretibia (+/+)

GenitaliaEdema skrotum (+)

A:Edema anasarka ec sindroma nefrotik

P:- Furosemid 2 x 15 mg- Metilprednisolon 3 x 2 tab (3 x 10 mg)- Diet protein 30 gr dan garam 1-2 gr/hari- Balance cairan per 6 jam- Rencana mantoux test

Hasil LaboratoriumHemoglobin : 14,1 g/dl Eritrosit : 5,17x106/mm3Hematokrit : 42 % Trombosit : 63.900/LLeukosit : 11.700/mm3Diff Count : 0/0/55/43/2Albumin : 1,9 g/dlKolesterol total : 508 mg/dlUreum :18 mg/dlKreatinin : 0,24 mg/dlKalsium : 8,2 mg/dlMagnesium : 2,71 mEq/LNatrium : 140 mEq/LKalium : 5,2 mEq/LKlorida : 119 mmol/LCRP kuantitatif : < 5 mg/LWarna urin : kuning mudaKejernihan : jernihProtein : + 1Epitel urin : (+)Silinder urin : (-)

(29 Maret 2015)S:Bengkak pada mata (+/+), bengkak pada kedua tungkai (+/+), perut membesar, bengkak pada skrotum (+), BAK sedikit

Keadaan UmumTidak tampak sakit

SensoriumCompos mentis

Tekanan Darah90/60 mmHg

Nadi94 kali/menit

Frekuensi Pernafasan26 kali/menit

Temperatur36,6oC

Keadaan Spesifik

KepalaNafas cuping hidung (-), edema palpebra (+/+),konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)

LeherPembesaran KGB (-)

ToraksSimetris, retraksi (-)

Cor:I : Ictus cordis tidak terlihat P : Ictus cordis tidak teraba, thrill tidak adaP : Batas atas jantung ICS II, kanan linea sternalis dextra, kiri linea midclavicularius sinistra A: HR 94 x/menit, reguler, murmur (-), gallop tidak ada.

Pulmo:I : Statis simetris kiri dan kanan sama.P : Stem fremitus kiri dan kanan sama.P : Sonor di kedua lapangan paru. A : Vesikuler normal/normal, ronki tidak ada, whezing tidak ada.

AbdomenI : cembung, venektasi tidak adaP : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, turgor kulit normal.P : redup, Shifting dullness (+) A : Bising usus ada, normal

EkstremitasAkral hangat, Capillary refill time < 3, edema pretibia (+/+)

GenitaliaEdema skrotum (+)

A:Edema anasarka ec sindroma nefrotik

P:- Rencana mantoux test- Furosemid 2 x 15 mg IV- Metilprednisolon 3 x 2 tab (3 x 10 mg)- Observasi vital sign (TD, nadi, RR, T)- Balance cairan & diuresis per 6 jam

(30 Maret 2015)S:Bengkak pada mata (+/+), bengkak pada kedua tungkai (+/+), perut membesar, bengkak pada skrotum (+), BAK sedikit

Keadaan UmumTidak tampak sakit

SensoriumCompos mentis

Tekanan Darah100/60 mmHg

Nadi92 kali/menit

Frekuensi Pernafasan28 kali/menit

Temperatur36,7oC

Keadaan Spesifik

KepalaNafas cuping hidung (-), edema palpebra (+/+),konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)

LeherPembesaran KGB (-)

ToraksSimetris, retraksi (-)

Cor:I : Ictus cordis tidak terlihat P : Ictus cordis tidak teraba, thrill tidak adaP : Batas atas jantung ICS II, kanan linea sternalis dextra, kiri linea midclavicularius sinistra A: HR 94 x/menit, reguler, murmur (-), gallop tidak ada.

Pulmo:I : Statis simetris kiri dan kanan sama.P : Stem fremitus kiri dan kanan sama.P : Sonor di kedua lapangan paru. A : Vesikuler normal/normal, ronki tidak ada, whezing tidak ada.

AbdomenI : cembung, venektasi tidak adaP : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, turgor kulit normal.P : redup, Shifting dullness (+) A : Bising usus ada, normalLP max: 56,5 cmLP umbilikus: 51,5 cm

EkstremitasAkral hangat, Capillary refill time < 3, edema pretibia (+/+)

GenitaliaEdema skrotum (+)

A:Edema anasarka ec sindroma nefrotik

P:- Rencana mantoux test- Furosemid 2 x 15 mg IV- Metilprednisolon 3 x 2 tab (3 x 10 mg)- Observasi vital sign (TD, nadi, RR, T)- Balance cairan & diuresis per 6 jam

Balance dan DiuresisBalance cairan 24 jam:I: 1100 O: 1200 IWL: 325 B:-425 D: 3,1

(31 Maret 2015) S:Bengkak di mata berkurang, bengkak kedua tungkai berkurang, bengkak kemaluan (+), perut membesar (+), BAK banyak

Keadaan UmumTidak tampak sakit

SensoriumCompos mentis

Tekanan Darah110/60 mmHg

Nadi96 kali/menit

Frekuensi Pernafasan26 kali/menit

Temperatur36,5oC

Keadaan Spesifik

KepalaNafas cuping hidung (-), edema palpebra (+/+) minimal, konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)

LeherPembesaran KGB (-)

ToraksSimetris, retraksi (-)

Cor:I : Ictus cordis tidak terlihat P : Ictus cordis tidak teraba, thrill tidak adaP : Batas atas jantung ICS II, kanan linea sternalis dextra, kiri linea midclavicularius sinistra A: HR 94 x/menit, reguler, murmur (-), gallop tidak ada.

Pulmo:I : Statis simetris kiri dan kanan sama.P : Stem fremitus kiri dan kanan sama.P : Sonor di kedua lapangan paru. A : Vesikuler normal/normal, ronki tidak ada, whezing tidak ada.

AbdomenI : cembung, venektasi tidak adaP : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, turgor kulit normal.P : redup, Shifting dullness (+) A : Bising usus ada, normalLP max: 54 cmLP umbilikus: 50 cm

EkstremitasAkral hangat, Capillary refill time < 3, edema pretibia (+/+) minimal

GenitaliaEdema skrotum (+)

A:Edema anasarka ec sindroma nefrotik

P:- Rencana mantoux test- Furosemid 2 x 15 mg IV- Metilprednisolon 3 x 2 tab (3 x 10 mg)- Observasi vital sign (TD, nadi, RR, T)- Balance cairan & diuresis per 6 jam

Balance dan DiuresisBalance cairan 24 jam:I: 1050 O: 750 IWL: 325 B:-25 D: 1,9

Hasil LaboratoriumProtein urin : +3Silinder : Granular (+)/LPBBakteri : Positif (+)

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

I.PENDAHULUANSindroma nefrotik (SN) merupakan kumpulan gejala yang terdiri atas edema, proteinuria massif ( 40 mg/m2/jam atau proteinuria +3 atau lebih), hipoalbuminemia ( 2,5 mg), hiperkolesterolemia ( 200 mg/dl), dan kadang-kadang disertai dengan hipertensi, hematuria, dan azotemia.SN dapat terjadi pada semua usia, dengan perbandingan pria dan wanita 1:1 pada orang dewasa. SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui kausanya dan SN sekunder yang dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit sistemik, metabolik, obat-obatan, dan lain-lain.1,2,3,4Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada SN.Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali pada sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lagi dapat berkembang menjadi kronik.1,2, 3

II.ETIOLOGISindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik.Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik didasarkan pada penyebab primer ( gangguan glomerular karena umur), dan sekunder (penyebab sindrome nefrotik). 1,5a.Penyebab PrimerUmumnya tidak diketahui kausnya dan terdiri atas sindrome nefrotik idiopatik (SNI) atau yang sering disebut juga SN primer yang bila berdasarkan gambaran dari histopatologinya, dapat terbagi menjadi ;1.Sindroma nefrotik kelainan minimal2.Nefropati membranosa3.Glomerulonephritis proliferative membranosa4.Glomerulonephritis stadium lanjut1,3,5b. Penyebab Sekundera.Infeksi : malaria, hepatitis B dan C, GNA pasc infeksi, HIV, sifilis, TB, lepra, skistosoma1b.Keganasan : leukemia, Hodgkins disease, adenokarsinoma :paru, payudara, colon, myeloma multiple, karsinoma ginjal1,3,5c.Jaringan penghubung : SLE, artritis rheumatoid, MCTD (mixed connective tissue disease)1d.Metabolik : Diabetes militus, amylodosis5e.Efek obat dan toksin : OAINS, preparat emas, penisilinami, probenesid, kaptopril, heroin1f.Berdasarkan respon steroid, dibedakan respon terhadap steroid (sindrom nefrotik yang sensitive terhadap steroid (SNSS) yang lazimnya berupa kelainan minimal, tidak perlu biopsy), dan resisten steroid atau SNRS yang lazimnya bukan kelainan minimal dan memerlukan biopsy.5

III.EPIDEMIOLOGIInsidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai pada usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki : perempuan= 2:1, sedangkan pada masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. Biasanya 1 dari 4 penderita sindrom nefrotik adalah penderita dengan usia>60 tahun. Namun secara tepatnya insiden dan prevalensi sindrom nefrotik pada lansi tidak diketahui karena sering terjadi salah diagnosa2

IV.PATOFISIOLOGIa.ProteinuriaProteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus ( kebocoran glomerulus) yang ditentukan oleh besarnya molekul dan muatan listrik, dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Proteinuria sebagian berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dahn hanya sebagaian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Perubahan integritas membrane basalis glomerulus menyebabkan peingkatan permeabilitas glomerulus terhadap perotein plasma dan protein utama yang dieksresikan dalam urin adalah albumin1,2,6

b.HipoalbuminemiaHipoalbumin disebabka oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat ( namun tidak memadai untuk mengganti kehilagan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal menurun. Peningkatan permeabilitas glomerulus menyebabkan albuminuria dan hipoalbumineia. Sebagai akibatnya hipoalbuminemia menurunkan tekanan onkotik plasma koloid, meyebabkan peningkatan filtrasi transkapiler cairan keluar tubuh dan menigkatkan edema.2c.HiperlipidemiaKolesterol serum, VLDL (very low density lipoprotein), LDL (low density lipoprotein), trigliserida meningkat sedangkan HDL (high density lipoprotein) dapat meningkat, normal atau meningkat.Hal ini disebabkan sintesis hipotprotein lipid disintesis oleh penurunan katabolisme di perifer.Peningkatan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.2,4d.HiperkoagulabilitasKeadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C, dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya factor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya factor zymogen.2,4

V.TANDA DAN GEJALAGejala pertama yang muncul meliputi anorexia,rasa lemah, urin berbusa (disebabkan oleh konsentrasi urin yang tinggi). Retensi cairan menyebabkan sesak nafas (efusi pleura), oligouri, arthralgia, ortostatik hipotensi, dan nyeri abdomen (ascites).Untuk tanda dan gejala yang lain timbul akibat komplikasi dari sindromnefrotik.5,6

VI.DIAGNOSISDiagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium berupa proteinuria massif >3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemia 2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak 3g.2,8Albumin serum- kualitatif: ++ sampai ++++- kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologisUSG renalTerdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.2Biopsi ginjalBiopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN congenital, onset usia> 8 tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik signifikan.Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis.Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.2

Darah:Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:2- Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml)- Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml)- 1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml)- 2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml)- globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml)- globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml)- rasio albumin/globulin 3 g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar dan edema hilang. Remisi parsial jika proteinuria2,5 g/dl, kolesterol serum 2 kali dalam periode 6 bulan pertama setelah respons awal atau > 4 kali dalam periode 12 bulan. Sindrom nefrotik dependen steroid bila dua relaps terjadi berturut-turut pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam waktu 14 hari setelah pengobatan dihentikan.5,7Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid dapat diberikan dengan steroid jangka panjang, yaitu setelah remisi dengan prednison dosis penuh dilanjutkan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan bertahap sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kg secara alternating. Dosis ini disebut sebagai dosis treshold, diberikan minimal selama 3-6 bulan, kemudian dicoba untuk dihentikan.5,7 Pengobatan lain adalah menggunakan terapi nonsteroid yaitu:Siklofosfamid, Klorambusil, Siklosporin A, Levamisol, obat imunosupresif lain, dan ACE inhibitor.Obat-obat ini utamanya digunakan untuk pasien-pasien yang non-responsif terhadap steroid.5

Terapi suportif/simtomatikProteinuriaACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah sistemik dan glomerular serta proteinuria. Obat ini mungkin memicu hiperkalemia pada pasien dengan insufisiensi ginjal moderat sampai berat.Restriksi protein tidak lagi direkomendasikan karena tidak memberikan progres yang baik.1,4EdemaDiuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan SN yang disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena pemberian diuretik dapat memperburuk gejala tersebut.Pada edema sedang atau edema persisten, dapat diberikan furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per hari.Pemberian spironolakton dapat ditambahkan bila pemberian furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2 mg/kg per hari.Bila edema menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik dengan infus albumin.Pemberian infus albumin diikuti dengan pemberian furosemid 1-2 mg/kg intravena.Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk menjamin pergeseran cairan ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan cairan (overload).Penderita yang mendapat infus albumin harus dimonitor terhadap gangguan napas dan gagal jantung.1,2,5,7DietetikJenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan kalori yang adekuat. Kebutuhan protein anak ialah 1,5 2 g/kg, namun anak-anak dengan proteinuria persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein 2 2,25 g/kg per hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak.Karbohidrat diberikan dalam bentuk kompleks seperti zat tepung dan maltodekstrin.Restriksi garam tidak perlu dilakukan pada SNSS, namun perlu dilakukan pada SN dengan edema yang nyata.1,2,5,7InfeksiPenderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering ialah selulitis dan peritonitis.Hal ini disebabkan karena pengeluaran imunoglobulin G, protein faktor B dan D di urin, disfungsi sel T, dan kondisi hipoproteinemia itu sendiri.Pemakaian imunosupresif menambah risiko terjadinya infeksi.Pemeriksaan fisis untuk mendeteksi adanya infeksi perlu dilakukan.Selulitis umumnya disebabkan oleh kuman stafilokokus, sedang sepsis dapa SN sering disebabkan oleh kuman Gram negatif.Peritonitis primer umumnya disebabkan oleh kuman Gram-negatif dan Streptococcus pneumoniae sehingga perlu diterapi dengan penisilin parenteral dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke-tiga, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari. Di Inggris, penderita SN dengan edema anasarka dan asites masif diberikan antibiotik profilaksis berupa penisilin oral 125 mg atau 250 mg, dua kali sehari sampai asites berkurang.1,2,5,7HipertensiHipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi sebagai akibat efek samping steroid.Pengobatan hipertensi pada SN dengan golongan inhibitor enzim angiotensin konvertase, calcium channel blockers, atau beta adrenergic blockers.1,2,5,7HipovolemiaKomplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala dan tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk, peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi keluhan nyeri abdomen.Hipovalemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak 15-20 ml/kg dengan cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan.1,2,5,7TromboemboliRisiko untuk mengalami tromboemboli disebabkan oleh karena keadaan hiperkoagulabilitas. Selain disebabkan oleh penurunan volume intravaskular, keadaan hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan faktor pembekuan darah antara lain faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan dikarenakan oleh penurunan konsentrasi antitrombin III yang keluar melalui urin. Risiko terjadinya tromboemboli akan meningkat pada kadar albumin plasma < 2 g/dL, kadar fibrinogen > 6 g/dL, atau kadar antitrombin III < 70%. Pada SN dengan risiko tinggi, pencegahan komplikasi tromboemboli dapat dilakukan dengan pemberian asetosal dosis rendah dan dipiridamol. Heparin hanya diberikan bila telah terhadi tromboemboli, dengan dosis 50 U/kg intravena dan dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap 4 jam secara intravena.1,2,5,7HiperlipidemiaHiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat, namun kadar trigliserida, fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar kolesterol berbanding terbalik dengan kadar albumin serum dan derajat proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini disebabkan oleh karena penurunan tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria merangsang hepar untuk melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di samping itu katabolisme lipid pada SN juga menurun. Hiperlipidemia pada SNSS biasanya bersifat sementara, kadar lipid kembali normal pada keadaan remisi, sehingga pada keadaan ini cukup dengan pengurangan diit lemak. Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas dan mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler pada anak penderita SN masih belum jelas.Manfaat pemberian obat-obat penurun lipid seperti kolesteramin, derivat asam fibrat atau inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) masih diperdebatkan.1,2,5,7

IX.PROGNOSISSebelum era antibiotik, infeksi merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada SN.Pengobatan SN dan komplikasinya saat ini telah menurunkan morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan sindrom.Saat ini, prognosis pasien dengan SN bergantung pada penyebabnya. Remisi sempurna dapat terjadi dengan atau tanpa pemberian kortikosteroid.2Hanya sekitar 20 % pasien dengan glomerulosklerosis fokal mengalami remisi proteinuria, 10 % lainnya membaik namun tetap proteinuria. Banyak pasien yang mengalami frequent relaps, menjadi dependen-steroid, atau resisten-steroid. Penyakit ginjal kronik dapat muncul pada 25-30 %pasien dengan glomerulosklerosis fokal segmental dalam 5 tahun dan 30-40 % muncul dalam 10 tahun.2Orang dewasa dengan minimal-change nephropathymemiliki kemungkinan relaps yang sama dengan anak-anak. Namun, prognosis jangka panjang pada fungsi ginjal sangat baik, dengan resiko rendah untuk gagal ginjal.2Pemberian kortikosteroid memberi remisi lengkap pada 67% kasus SN nefropati lesi minimal, remisi lengkap atau parsialpada 50% SN nefropati membranosa dan 20%-40% pada glomerulosklerosis fokal segmental.Perlu diperhatikan efek samping pemakaian kortikosteroid jangka lama di antaranya nekrosis aseptik, katarak, osteoporosis, hipertensi, diabetes mellitus.2,4Respon yang kurang terhadap steroid dapat menandakan luaran yang kurang baik. Prognosis dapat bertambah buruk disebabkan (1) peningkatan insidens gagal ginjal dan komplikasi sekunder dari SN, termasuk episode trombotik dan infeksi, atau (2) kondisi terkait pengobatan, seperti komplikasi infeksi dari pemberian imunosupressive.2Penderita SN non relaps dan relaps jarang mempunyai prognosis yang baik, sedangkan penderita relaps sering dan dependen steroid merupakan kasus sulit yang mempunyai risiko besar untuk memperoleh efek samping steroid. SN resisten steroid mempunyai prognosis yang paling buruk.2,8Pada SN sekunder, prognosis tergantung pada penyakit primer yang menyertainya.Pada nefropati diabetik, besarnya proteinuria berhubungan langsung tingkat mortalitas.Biasanya, ada respon yang baik terhadap blockade angiotensin, dengan penurunan proteinuria, dan level subnefrotik.Jarang terjadi remisi nyata. Resiko penyakit kardiovaskular meningkat seiring penurunan fungsi ginjal, beberapa pasienakan membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal.2

BAB IIIANALISIS KASUS

Pada kasus ini, An. CF, usia 3 tahun 10 bulan, datang ke RSMH dengan keluhan bengkak di seluruh tubuh. Bengkak di seluruh tubuh bisa disebabkan oleh berbagai etiologi, seperti adanya gangguan jantung, paru, hepar, dan ginjal. Dari anamnesis, tidak terdapat keluhan sesak nafas, hal ini dapat menyingkirkan adanya gangguan pada jantung dan paru, serta tidak ditemukan juga riwayat sakit kuning yang dapat menyingkirkan adanya gangguan pada hepar. Pada anamnesis, didapatkan BAK sedikit, dimana hal ni sering terjadi pada gangguan pada ginjal.Sindrom nefrotik (SN) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria masif (40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin urin >2 atau dipstik 2+), hipoalbuminemia (2,5 g/dL), edema dan atau hiperkolesterolemia. Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare.1Penyakit ini dapat terjadi pada usia pertama kehidupan dengan onset tiba-tiba, namun biasanya bermula pada usia 2-7 tahun dengan rasio laki-laki:perempuan adalah 2:1.2Sindrom nefrotik idiopatik merupakan bentuk terbanyak dari sindrom nefrotik pada anak yang tidak diketahui penyebabnya. Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein, dan lain lain.Dalam kasus, kemungkinan penyebab SN pada penderita adalah idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya dan setelah dianamnesis tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti sakit tenggorokan atau koreng-koreng dikulit yang bisa menjurus ke arah glomerulonefritis dan tidak ditemukan riwayat dalam keluarga yang mempunyai penyakit yang sama. Pada kasus ini, ditemukan adanya keluhan bengkak di seluruh tubuh dan BAK sedikit. Timbulnya gejala-gejala ini secara tiba-tiba, yakni pada usia penderita 3 tahun. Bengkak atau edema pada SN terjadi karena hipoalbuminemia, dengan penurunan tekanan osmotic koloid, membantu cairan transudat untuk keluar dari ruang vaskuler ke dalam interstitium. Mekanisme ini hampir secara langsung menyebabkan edema. Selain itu, hipovolemia juga mengakibatkan penuruanan aliran plasma ke ginjal dan GFR, serta mengaktifkan mekanisme rennin-angiotensin. Hipovolemia juga mengaktifkan reseptor volume dalam atrium kiri. Akibatnya, peningkatan produksi aldosteron dan hormone antidiuretik (ADH). Ginjal tersebut menahan garam dan air, yang selanjutntya akan memperburuk edema dan urin yang dikeluarkan sedikit.3Dari keadaan spesifik ditemukan edema palpebral, perut cembung dan shifting dullness (+), dan edema pretibial. Diagnosis sementara yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang adalah sindrom nefrotik. Diagnosis SN ditegakan bila ditandai dengan gejala Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala: proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik 2+), hipoalbuminemia < 2,5 g/dL, edema, dan dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL. Penatalaksanaan penderita ini dari nonfarmakologis adalah tirah baring dan diet rendah garam untuk menurunkan kadar protein pada urin. Penatalaksanaan farmakologis pada penderita ini adalah furosemid 2 x 15 mg IV. Diuretika lebih dari 1 minggu periksa ulang natrium dan kalium plasma. Selain itu, penderita diberikan metilprednisolon 3x10 mg selama 4 minggu. Jika remisi (+) pada 4 minggu pertama, dosis alternating 2/3 dosis inisial selang sehari pada pagi hari sesudah makan selama 4 minggu lalu di stop. Jika remisi terjadi antara minggu ke 5 sampai dengan akhir minggu ke 8, steroid alternating dilanjutkan 4 minggu lagi. Apabila remisi tidak ada sampai akhir minggu ke 8, maka dikatakan sindroma nefrotik resisten steroid.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta, 2002.2. Hanafi,Idrus Alwi, Muin Rahman,S Harun. Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Jakarta: FKUI, 2006, hal 1606-1633.3. Panggabean MM. Gagal Jantung.Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Pusat Penerbitan IPD FK UI: Jakarta, 2006, 1503-1504.4. Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta, 2005.5. Gray, HH., Dawkins, KD., Morgan, JM., Simpson, IA. Lecture Notes Kardiologi. Alih bahasa : Azwar Agoes & Asri Dwi Rachmawati. Edisi 4. Jakarta. Penerbit Erlangga. 2005. 6. Madiyono, B. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik pada Anak di Akhir Milenium Kedua dalam Penyakit Kardiovaskular dari Pediatrik Sampai Geriatrik. Editor : Kaligis RWM., Kalim H., Yusak M., et al. Jakarta. Balai Penerbit Rumah Sakit Jantung Harapan Kita. 2001.7. Harimurti, GM. Demam Reumatik dalam Buku Ajar Kardiologi. Editor : Lily Ismudiati Rilantono, Faisal Baraas, Santoso Karo Karo, & Poppy Surwianti Roebiono. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2001. 8. Mycek, MJ., Harvey, RA., Champe, PC. Farmakologi Ulasan Bergambar. Alih bahasa: Azwar Agoes. Edisi 2. Jakarta. Widya Medika. 2001.9. Prabowo, P. Gagal Jantung dalam Ilmu Penyakit Jantung. Editor : Boedi Soesetyo Joewono. Surabaya. Airlangga University Press. 2003.10. Price, SA. & Wilson, LM. Patofisologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 1. Edisi 6. Alih bahasa : Brahm U. Pendit, dkk. Jakarta. EGC. 2006.11. Soemantri, D. & Atmoko, R. Demam Rheuma Akut dalam Ilmu Penyakit Jantung. Editor : Boedi Soesetyo Joewono. Surabaya. Airlangga University Press. 2003.12. Stollerman GH. Rheumatic Fever As We Enter The 21st Century. Available from: http://www/rheumatic%20fever%20as%20we%20enter%20the%2021st% 20century.htm13. Yusak, M. Stenosis Mitral dan Insufisiensi Mitral dalam Buku Ajar Kardiologi. Editor : Lily Ismudiati Rilantono, Faisal Baraas, Santoso Karo Karo, & Poppy Surwianti Roebiono. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2001.