Case Anestesi GBS New Print

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sindroma Guillain-Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. 1 Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. 2 Epidemiologi Penyakit SGB ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Dowling mendapatkan frekwensi tersering pada akhir musim panas dan musim gugur dimana terjadi peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao Baoxun didapatkan bahwa penyakit ini hampir terjadi pada setiap saat dari setiap bulan dalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa 60% kasus terjadi antara bulan Juli sampai dengan Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur. 3 Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang

Transcript of Case Anestesi GBS New Print

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DefinisiSindroma Guillain-Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut.1 Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.2

Epidemiologi

Penyakit SGB ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Dowling mendapatkan frekwensi tersering pada akhir musim panas dan musim gugur dimana terjadi peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao Baoxun didapatkan bahwa penyakit ini hampir terjadi pada setiap saat dari setiap bulan dalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa 60% kasus terjadi antara bulan Juli sampai dengan Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur.3

Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000 orang.2 Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik.3, 4Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II, III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan April sampai dengan Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.4,5Etiologi

mpenyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain: 5

Infeksi

Vaksinasi

Pembedahan

Penyakit sistematik:

keganasan

systemic lupus erythematosus

tiroiditis

penyakit Addison

Kehamilan atau dalam masa nifas

SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% -80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.5Infeksi akut yang berhubungan dengan SGB

InfeksiDefiniteProbablePossible

VirusCMVHIVInfluenza

EBVVaricella-zosterMeasles

Vaccinia/ smallpoxMumps

Rubella

Hepatitis

Coxsackie

Echo

BakteriCampylobacter JejeniTyphoidBorrelia B

Mycoplasma PneumoniaParatyphoid

Brucellosis

Chlamydia

Legionella

Listeria

Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi.6Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:81. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.

2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi. Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.

Peran imunitas seluler

Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid danperedaran.8Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limposit (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta alfa TNF.2, 8Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen.2, 8Klasifikasi

Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu: 21. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy

2. Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy

3. Acute motor axonal neuropathy

4. Acute motor sensory axonal neuropathy5. Fishers syndrome

6. Acute pandysautonomia

Gejala klinis dan kriteria diagnosa

Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.9Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:3, 9I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis: Terjadinya kelemahan yang progresif Hiporefleksi

II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:

a. Ciri-ciri klinis: Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu. Relatif simetris Gejala gangguan sensibilitas ringan Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain. Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan.

Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dangejala vasomotor.

Tidak ada demam saat onset gejala neurologis b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa: Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial

Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3 Varian: Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal

Diagnosa Banding

Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan dengan keadaan lain, seperti: 1 Mielitis akuta Poliomyelitis anterior akuta Porphyria intermitten akuta Polineuropati post difteri2.1 Tatalaksana

Penatalaksanaan untuk SGB diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu terapi suportif dan terapi imunomodulator.

Terapi suportif

Airway dan Breathing

Sekitar 30% pasien SGB membutuhkan pemakaian ventilator. Kelaianan pada sistem respirasi dapat terjadi dengan cepat, untuk itu penialain terhadap sistem respirasi harus diperhatikan. Petanda klinis untuk menilai kebutuhan terhadap pemasangan ventilator yaitu kelemahan bulbar, ketidakmampuan mengangkat kepala dan takipnea.2,3

Pemantauan ketat tes fungsi pernapasan sangat penting. Kapasitas vital harus diukur tiga kali per hari dan dapat dengan mudah dinilai di samping tempat tidur. Pengukuran kapasitas vital menyediakan informasi tentang kecukupan pernapasan. Tekanan inspirasi dan ekspirasi maksimal mungkin juga diukur dan memberikan informasi tentang kekuatan otot pernapasan. Pemantauan ini sulit untuk menilai pasien dengan kelemahan bulbar. Gas darah arteri dapat diukur untuk menilai fungsi pernafasan. Saturasi oksigen dengan mudah dipantau tetapi desaturasi bisa menjadi tanda akhir.2

Indikasi klinis untuk intubasi dan ventilasi meliputi:

Kapasitas vital kurang dari 1L atau kurang dari 15 ml.kg-1

tekanan inspirasi maksimum kurang dari 30cmH2O

Tekanan ekspirasi maksimum kurang dari 40cmH2O

Keterlibatan bulbar dengan ketidakmampuan untuk batuk, menelan dan melindungi jalan napas

Bukti kegagalan pernafasan pada gas darah arteri dan ketidakstabilan otonom.3

Trakeostomi harus dipertimbangkan jika dukungan pernapasan berkepanjangan kemungkinan akan diperlukan. Pernapasan fisioterapi dapat sangat diperlukan dalam membantu pembersihan sekresi dan pencegahan pneumonia.3

Pertimbangan anestesi pada pasien SGB

Suksinilkolin merupakan kontraindikasi mutlak pada pasien dengan SGB. Ada sejumlah kasus laporan hiperkalemia berat, aritmia yang mengancam nyawa, dan serangan jantung setelah administrasinya.4

Kardiovaskular

Disfungsi otonom terjadi pada sekitar 70% pasien dan dapat mengancam jiwa. Dianjurkan untuk dilakukan pemantauan EKG, tekanan darah dan keseimbangan cairan. Aritmia yang paling umum terlihat adalah sinus takikardia namun berbagai perubahan EKG lain telah diamati termasuk atrium dan ventrikel takiaritmia, interval QT yang memanjang, blok atrioventrikular dan bahkan detak jantung.3

Tekanan darah dapat berfluktuasi antara hipertensi berat dan hipotensi. Hipotensi ortostatik sering terjadi pada pasien dengan SGB ini. Pemantauan harus dilakukan secara ketat dalam pengobatan tekanan darah dengan obat vasoaktif karena sebagian besar pasien sangat sensitif terhadap efek obat ini. Pasien yang diintubasi dengan disfungsi otonom

dapat mengalami ketidakstabilan setelah dilakukan suction padatrakea.3

Gastrointestinal

Nutrisi yang baik sangat penting terutama untuk pasien-pasien dengan kelemahan bulbar, dan orang-orang yang dibius dan menggunkan ventilasi mekanik. Asupan oral yang buruk memerlukan tambahan asupan enteral atau makan parenteral. Masukan ahli gizi ini berguna untuk memastikan cukup kalori, mikronutrien, cairan dan asupan elektrolit.3

Pasien dengan disfungsi otonom dapat mengalami ileus paralitik. Pada kasus ini dapat diberikan obat prokinetik seperti metoclopramide atau ertiromisin.3

Neurologi

Nyeri neuropati sering terjadi yaitu pada sekitar 50% pasien. Analgetik no opioid (paracetamol, NSAID) yang dikombinasi dengan analgetik opiod harus diberikan secara cepat. Terapi tambahan dengan anti konvulsan (Gabapentin, karbamazepin) dan anti depresan trisiklik merupakan terapi yang efektif.3

Profilaksis venous tromboemboli

Pasien yang immobile sangat beresiko tinggi terhadap terjadinya deep vein trombosis dan emboli paru. Low molecular weight heparin dengan kombinasi obat anti emboli yang lain dianjurkan sampai pasien dapat mobilisasi.3

Psikologi

Banyak kejadian depresi pada SGB. Perlu dilakukan konseling dan dukungan psikiatri untuk pasien dan keluarganya.3

Terapi imunomodulator

Kortikosteroid Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB. PlasmaparesisPlasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan factor autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).10

Pengobatan imunosupresan:

1. Imunoglobulin IV

Pengobatan dengan gammaglobulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh. 10

2. Obat sitotoksik

Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:10

6 merkaptopurin (6-MP)

azathioprine

cyclophosphamid

Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit

kepala.

Daftar Pustaka1. Parry G.J. 2009. Guillain-Barre Syndrome . New York : Theime Medical Publisher

2. Bosch E.P.. 2008. Guillain-Barre Syndrome : an update of acute immuno-mediated polyradiculoneuropathies. The Neurologist (4); 211-226

3. Guillain-Barre Syndrome, an overview for the Layperson, 9th ed. Guillain-Barre Syndrome Foundation International 2008.

4. Chandra B. 1983. Pengobatan dengan cara baru dari sindroma gullain-barre. Medika (11); 918-922

5. Arnason B.G.W. 2008. Inflammatory polyradiulopathy in Dick P.J. et al Peripheral neuropathy. Philadelphia : WB. Sounders.

6. Asbury A.K. 1990. Gullain-Barre Syndrome : Historical aspects. Annals of Neurology (27): S2-S6

7. Asbury A.K. and David R. Crnblath. 1990. Electrophysiology in Guillain-Barre Syndrome. Annals of Neurology (27): S178. Van Doom P.A. and Van der Meche. 2010. Guillain-Barre Syndrome, optimum management. Clin. Immunother. 2(2): 89-99

9. Morariu M.A. 2009. major Neurological syndrome. Illinois : Charles C. Thomas Publisher.

10. Sonya Daniel. 2011. Guillain-Barre sindrome Anaesthesia tutorial of the week.