Caring

download Caring

of 43

description

analisa hukum keperawatan

Transcript of Caring

  • 8

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Konsep Caring

    2.1.1 Pengertian Caring Secara Umum

    Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

    berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, menunjukkan

    perhatian, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi

    yang merupakan kehendak keperawatan (Potter & Perry, 2005). Selain itu, caring

    mempengaruhi cara berpikir seseorang, perasaan dan perbuatan seseorang. Caring

    juga mempelajari berbagai macam philosofi dan etis perspektif.

    Caring adalah sentral untuk praktik keperawatan karena caring merupakan

    suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih

    meningkatkan kepeduliannya kepada klien (Sartika & Nanda, 2011). Dalam

    keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik

    keperawatan.

    Ada beberapa definisi caring yang diungkapkan para ahli keperawatan:

    Watson (1979) yang terkenal dengan Theory of Human Caring, mempertegas

    bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara

    pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien sebagai

    manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh.

    Marriner dan Tomey (1994) menyatakan bahwa caring merupakan

    pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan

    filosofikal. Caring bukan semata-mata perilaku. Caring adalah cara yang

  • 9

    memiliki makna dan memotivasi tindakan. Caring juga didefinisikan sebagai

    tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi

    sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et al., 1999).

    Griffin (1983) membagi konsep caring ke dalam dua domain utama. Salah

    satu konsep caring ini berkenaan dengan sikap dan emosi perawat, sementara

    konsep caring yang lain terfokus pada aktivitas yang dilakukan perawat saat

    melaksanakan fungsi keperawatannya. Griffin menggambarkan caring dalam

    keperawatan sebagai sebuah proses interpersonal esensial yang mengharuskan

    perawat melakukan aktivitas peran yang spesifik dalam sebuah cara dengan

    menyampaikan ekspresi emosi-emosi tertentu kepada resepien. Aktivitas tersebut

    menurut Griffin meliputi membantu, menolong, dan melayani orang yang

    mempunyai kebutuhan khusus. Proses ini dipengaruhi oleh hubungan antara

    perawat dengan pasien.

    Hall (1969) mengemukakan perpaduan tiga aspek dalam teorinya. Sebagai

    seorang perawat, kemampuan care, core, dan cure harus dipadukan secara

    seimbang sehingga menghasilkan asuhan keperawatan yang optimal untuk klien.

    Care merupakan komponen penting yang berasal dari naluri seorang ibu. Core

    merupakan dasar dari ilmu sosial yang terdiri dari kemampuan terapeutik, dan

    kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain. Sedangkan cure

    merupakan dasar dari ilmu patologi dan terapeutik. Dalam memberikan asuhan

    keperawatan secara total kepada klien, maka ketiga unsur ini harus dipadukan

    (Julia, 1995).

  • 10

    2.1.2 Perbedaan Caring dan Curing

    Perawat memerlukan kemampuan khusus saat melayani orang atau pasien

    yang sedang menderita sakit. Kemampuan khusus tersebut mencakup

    keterampilan intelektual, teknikal, dan interpersonal yang tercermin dalam

    perilaku caring (Johnson, 1989). Caring merupakan fenomena universal yang

    berhubungan dengan bagaimana seseorang berpikir, berperasaan, dan bersikap

    terhadap orang lain. Dalam teori caring, human care merupakan hal yang

    mendasar. Human care terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan

    menjaga atau mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain,

    mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaannya serta membantu orang

    lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri (Pasquali dan

    Arnold, 1989 dan Watson, 1979). Di samping itu, Watson dalam Theory of

    Human Care mempertegas bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi

    yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan

    melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi

    kesanggupan pasien untuk sembuh.

    Dari sini kita tahu, caring bukan semata-mata perilaku. Sikap caring

    dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat menggunakan keahlian, kata-

    kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada di samping

    klien, dan bersikap sebagai media pemberi asuhan (Carruth et al., 1999). Caring

    dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam

    merawat pasien. Perilaku caring perawat menjadi jaminan apakah perawat

    bermutu atau tidak. Caring sebagai inti profesi keperawatan dan fokus sentral

  • 11

    dalam praktik keperawatan, bersifat universal dan terdiri dari perilaku-perilaku

    khusus yang ditentukan oleh dan terjadi dalam konteks budaya. Di dalamnya

    memiliki makna yang bersifat aktifitas, sikap (emosional) dan kehati-hatian

    (Barnum, 1994).

    Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984),

    Benner (1989) menempatkan caring sebagai dasar dalam praktek keperawatan.

    Diperkirakan bahwa sekitar pelayanan kesehatan merupakan caring sedangkan

    -nya merupakan curing. Sebagai seorang perawat, kemampuan care dan cure

    harus dipadukan secara seimbang sehingga menghasilkan asuhan keperawatan

    yang optimal untuk klien. Curing sendiri memiliki pengertian yaitu upaya

    kesehatan dari kegiatan dokter dalam prakteknya untuk mengobati pasien. Selain

    itu juga dapat dipahami bahwa curing merupakan ilmu yang empirik, mengobati

    berdasarkan bukti/data dan mengobati dengan patofisiologi yang bisa

    dipertanggungjawabkan.

    Hall (1969) mengemukakan perpaduan kedua aspek tersebut. Menurutnya,

    care merupakan komponen penting yang berasal dari naluri seorang ibu.

    Sedangkan cure merupakan dasar dari ilmu patologi dan terapeutik. Dalam

    memberikan asuhan keperawatan secara total kepada klien, maka kedua aspek ini

    harus dipadukan (Julia, 1995). Namun, tetap ada perbedaan yang jelas diantara

    keduanya. Dalam UU no. 23 tahun 1992 menyebutkan bahwa penyembuh

    penyakit dilaksanakan oleh tenaga dokter dan perawat melalui kegiatan

    pengobatan dan/ atau keperawatan berdasarkan ilmu keperawatan. Dari situ

    terlihat bahwa antara caring dan curing terdapat perbedaan. Caring merupakan

  • 12

    tugas primer perawat dan curing adalah tugas sekundernya. Begitu pula curing,

    curing merupakan tugas primer dokter dan caring sebagai tugas sekundernya.

    Curing merupakan komponen dalam caring. Karena di dalam caring termasuk

    salah satunya adanya kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk membantu

    penyembuhan klien. Jadi, tetap mempunyai hubungan yang saling melengkapi.

    Perbedaan antara caring dan curing dapat lebih jelas jika dilihat dari

    diagnosis, intervensi, dan tujuannya. Di dalam caring terdapat diagnosis

    keperawatan yang merupakan suatu kegiatan mengidentifikasi masalah dan

    penyebab berdasarkan kebutuhan dan respon klien. Sedangkan di dalam curing

    terdapat diagnosis medis yaitu suatu bentuk kinerja yang mengungkapkan

    penyakit yang diderita klien. Dengan kata lain dapat disebut diagnosa penyakit.

    Dalam caring lebih dititik-beratkan pada kebutuhan dan respon klien untuk

    ditanggapi dengan pemberian perawatan. Berbeda dengan curing lebih

    memperhatikan penyakit yang diderita serta penanggulangannya.

    Selain itu, dapat juga dilihat dari intervensinya. Intervensi keperawatan

    (caring) yaitu membantu klien memenuhi masalah klien baik fisik, psikologis,

    sosial, dan spiritual dengan tindakan keperawatan yang meliputi intervensi

    keperawatan, observasi, pendidikan kesehatan, dan konseling. Sedangkan

    intervensi kedokteran (curing) lebih ke melakukan tindakan pengobatan dengan

    obat (drug) dan tindakan operatif. Dari sini dapat dipahami bahwa caring

    memperhatikan klien dari aspek fisik, psikologi, sosial, serta spiritualnya

    sedangkan curing menekankan pada aspek kesehatan dan fisik kliennya.

  • 13

    Satu hal lagi yang dapat dipahami dari perbedaan caring dan curing yaitu

    dari aspek tujuan. Tujuan dari perilaku caring, yaitu:

    1. Membantu pelaksanaan rencana pengobatan atau terapi.

    2. Membantu pasien/ klien beradaptasi dengan masalah kesehatan, mandiri

    memenuhi kebutuhan dasarnya, mencegah penyakit, meningkatkan

    kesehatan, dan meningkatkan fungsi dari tubuh pasien.

    Sedangkan tujuan dari kegiatan curing adalah menentukan dan

    menyingkirkan penyebab penyakit atau mengubah problem penyakit dan

    penanganannya.

    Dari berbagai penjelasan tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa

    caring lebih kompleks daripada curing. Karena caring memberikan pelayanan

    yang menyangkut seluruh kebutuhan pasien baik fisik, psikologi, sosial maupun

    spiritual. Curing hanya bagian dari caring. Sebagai seorang perawat, kita harus

    mampu membedakannya dan melakukan caring dengan sebaik-baiknya.

    Kesejahteraan klien didapat dari totalitas kita dalam melakukan caring. Caring

    tidak akan pernah lepas dari profesi keperawatan. Karena caring merupakan esensi

    keperawatan itu sendiri.

    2.1.3. Konsep Caring menurut Beberapa Ahli Keperawatan

    2.1.3.1 Teori Caring Menurut Watson

    Caring merupakan sentral praktik keperawatan, tetapi hal ini lebih penting

    dalam kekacauan lingkungan pelayanan kesehatan saat ini. Kebutuhan, tekanan,

    batas waktu dalam waktu pelayanan kesehatan saat ini. Kebutuhan, tekanan, batas

    waktu dalam lingkungan pelayanan kesehatan berada dalam ruang kecil praktik

  • 14

    caring yang membuat perawat dan profesi kesehatan klien (Watson, 2006 dalam

    Potter dan Perry, 2006). Watson menjelaskan bahwa konsep dia didefinisikan

    untuk membawa arti baru untuk paradigma keperawatan adalah berasal dari

    pengalaman empiris klinis dilantik dikombinasikan dengan latar belakang filsafat

    saya, intelektual dan experiental : dengan demikian pekerjaan awal saya muncul

    dari nila sendiri-sendiri, keyakinan, dan persepsi tentang kepribadian, kehidupan,

    kesehatan, dan persepsi tentang kepribadian, kehidupan, kesehatan, dan

    penyembuhan ( Watson, 1997 dalam Tomey & Alligood, 2006).

    Dalam pandangan keperawatan Jean Watson, manusia diyakini sebagai

    person as a whole, as a fully functional integrated self. Jean Watson

    mendefinisikan sehat sebagai kondisi yang utuh dan selaras antara badan, pikiran,

    dan jiwa, ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian antara diri yang dipersepsikan

    dan diri yang diwujudkan. Dari beberapa konsep sehat sakit di atas dapat

    dikemukakan beberapa hal prinsip, antara lain:

    1. Sehat menggambarkan suatu keutuhan kondisi seseorang yang sifatnya

    multidimensional, yang dapat berfluktuasi tergantung dari interrelasi antara

    faktor-faktor yang mempengaruhi.

    2. Kondisi sehat dapat dicapai, karena adanya kemampuan seseorang untuk

    beradaptasi terhadap lingkungan baik internal maupun eksternal.

    3. Sehat tidak dapat dinyatakan sebagai suatu kondisi yang terhenti pada titik

    tertentu, tetapi berubah-ubah tergantung pada kapasitasnya untuk berfungsi

    pada lingkungan yang dinamis.

  • 15

    Fokus keperawatan ditujukan pada promosi kesehatan dan penyembuhan

    penyakit dan dibangun dari sepuluh faktor karatif, yang meliputi :

    a. Pembentukan sistem humanistic dan altruistic

    Nilai-niai humanistic dan altruistic dipelajari sejak awal kehidupan tetapi

    dapat dipengaruhi dengan sangat oleh para pendidik perawat. Faktor ini dapat

    didefinisikan sebagai kepuasan melalui pemberian dan perpanjangan dari

    kesadaran diri.

    b. Penanaman (melalui pendidikan) Faith-Hope

    Merupakan hal yang sangat penting dalam caratif dan curatif. Perawat perlu

    selalu memiliki berpikir positif sehingga dapat menularkan kepada klien yang

    akan membantu meningkatkan kesembuhan dan kesejahteraan klien.

    c. Pengembangan sensisitifitas atau kepekaan diri kepada orang lain

    Karena pikiran dan emosi seseorang adalah jendela jiwa.

    d. Pengembangan hubungan yang bersifat membantu dan saling percaya

    Sebuah hubungan saling percaya digambarkan sebagai hubungan yang

    memfasilitasi untuk penerimaan perasaan positif dan negatif yang termasuk

    dalam hal ini, kejujuran, empati, kehangatan dan komunikasi efektif

    e. Meningkatkan dan saling menerima pengungkapan ekspresi perasaan baik

    ekpresi perasaan positif maupun negatif

    f. Menggunakan metode ilmiah dan menyelesaikan masalah dan pengambilan

    keputusan

    g. Meningkatkan dan memfasilitasi proses belajar mengajar yang bersifat

    interpersonal

  • 16

    h. Menciptakan lingkungan yang mendukung, melindungi dan meningkatkan

    atau memperbaiki keadaan mental, sosial, kultural dan lingkungan spiritual

    i. Membantu pemenuhan kebutuhan dasar manusia dengan antusias (kebutuhan-

    kebutuhan survival, fungsional, integratif dan grup)

    j. Mengembangkan kekuatan faktor excistensial phenomenologic

    Dalam praktik keperawatan caring ditujukan untuk perawatan kesehatan

    yang holistik dalam meningkatkan kontrol, pengetahuan dan promosi kesehatan

    (Tomey & Alligood, 2006).

    Asumsi dasar teori watson terletak pada 7 asumsi dasar yang menjadi

    kerangka kerja dalam pengembangan teori, yaitu:

    a. Caring dapat dilakukan dan dipraktikan secara interpersonal.

    b. Caring meliputi faktor-faktor karatif yang dihasilkan dari kepuasan terhadap

    pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

    c. Caring yang efektif akan menigkatkan status kesehatan dan perkembangan

    individu dan keluarga.

    d. Respon caring adalah menerima seseorang tidak hanya sebagai seseorang

    berdasarkan saat ini tetapi seperti apa dia mungkin akan menjadi dimasa

    depannya.

    e. Caring environment, menyediakan perkembangan potensi dan memberikan

    keluasan memilih kegiatan yang terbaik bagi diri seseorang dalam waktu

    yang telah ditentukan.

    f. Caring bersifat healthogenic daripada sekedar curing. Praktek caring

    mengitegrasikan pengetahuan biopisikal dan perilaku manusia untuk

  • 17

    meningkatkan kesehatan. Dan untuk membantu pasien yang sakit, dimana

    caring melengkapi curing.

    g. Caring merupakan inti dari keperawatan (Tomey & Alligood, 2006).

    Nilai-nilai yang mendasari konsep caring menurut Jean Watson (1979,

    dalam Tomey & Alligood, 2006) meliputi:

    1. Konsep tentang manusia

    Manusia merupakan suatu fungsi yang utuh dari diri yang terintegrasi

    (ingin dirawat, dihormati, mendapatkan asuhan, dipahami dan dibantu) Manusia

    pada dasarnya ingin merasa dimiliki oleh lingkungan sekitarnya merasa dimiliki

    dan merasa menjadi bagian dari kelompok atau masyarakat, dan merasa dicintai

    dan merasa mencintai.

    2. Konsep tentang kesehatan

    Kesehatan merupakan kuutuhan dan keharmonisan pikiran fungsi fisik dan

    fungsi sosial. Menekankan pada fungsi pemeliharaan dan adaptasi untuk

    meningkatkan fungsi dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kesehatan

    merupakan keadaan terbebas dari keadaan penyakit, dan Jean Watson

    menekankan pada usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut.

    3. Konsep tentang lingkungan

    Berdasarkan teori Jean Watson, caring dan nursing merupakan konstanta

    dalam setiap keadaan di masyarakat. Perilaku caring tidak diwariskan dari

    generasi ke generasi berikutnya, akan tetapi hal tersebut diwariskan dengan

    pengaruh budaya sebagai strategi untuk melakukan mekanisme koping terhadap

    lingkungan tertentu.

  • 18

    4. Konsep tentang keperawatan

    Keperawatan berfokus pada promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan

    caring ditujukan untuk klien baik dalam keadaan sakit maupun sehat.

    2.1.3.2. Dimensi Caring Menurut K.M.Swanson

    Menurut Swanson (1991 dalam Monica, 2008) ada lima asumsi yang

    mendasari konsep caring. 5 konsep tersebut adalah :

    a. Maintaining belief

    Maintaining belief adalah mempertahankan iman dalam kapasitas orang

    lain, untuk mendapatkan melalui suatu peristiwa atau transisi dan menghadapi

    masa depan dengan bermakna. Tujuannya adalah untuk memungkinkan yang lain

    sehingga dalam batas-batas kehidupannya, ia mampu menemukan makna dan

    mempertahankan sikap yang penuh harapan.

    b. Knowing

    Knowing adalah berjuang untuk memahami peristiwa seperti yang

    memiliki makna dalam kehidupan yang lain. Mengetahui melibatkan untuk

    menghindari asumsi tentang makna dari suatu peristiwa dengan yang merawat,

    yang berpusat pada kebutuhan lain, melakukan kajian mendalam, mencari

    petunjuk verbal dan nonverbal, dan mengikutsertakan dari keduanya.

    c. Being with

    Being with adalah secara emosional hadir untuk yang lain dengan

    menyampaikan ketersediaan berkelanjutan, perasaan berbagi, dan pemantauan

    yang peduli memberikan tidak membebani orang dirawat.

  • 19

    d. Doing for

    Doing for adalah melakukan untuk yang lain apa yang dia akan lakukan

    untuk diri sendiri jika hal itu mungkin. Melakukan untuk yang lain berarti

    memberikan perawatan yang nyaman, protektif, dan antisipatif, serta menjalankan

    tugasnya terampil dan kompeten sambil menjaga martabat orang tersebut.

    e. Enabling

    Enabling adalah memfasilitasi bagian yang lain melalui transisi kehidupan

    dan peristiwa asing dengan memberi informasi, menjelaskan, mendukung, dengan

    fokus pada masalah yang relevan, berfikir melalui masalah, dan menghasilkan

    alternatif, sehingga meningkatkan penyembuhan pribadi klien, pertumbuhan, dan

    perawatan diri.

    2.1.4 Komponen Caring Menurut Beberapa Ahli Keperawatan

    2.1.4.1 Komponen Caring Menurut Simon Roach

    Menurut Roach (1995 dalam Kozier, Barbara, et.al, 2007) ada lima

    komponen caring. 5 komponen tersebut adalah:

    a. Compassion (kasih sayang)

    Compassion adalah kepekaan terhadap kesulitan dan kepedihan orang lain

    dapat berupa membantu seseorang untuk tetap bertahan, memberikan kesempatan

    untuk berbagi, dan memberi ruang bagi orang lain untuk berbagi perasaan, serta

    memberikan dukungan secara penuh.

  • 20

    b. Competence (kemampuan)

    Competence adalah memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan,

    pengalaman, energi dan motivasi sebagai rasa tanggung jawab terhadap profesi.

    Compassion tanpa competence akan terjadi kelalaian klinis, sebaliknya

    competence tanpa compassion menghasilkan suatu tindakan.

    c. Confidence (kepercayaan diri)

    Confidence adalah suatu keadaan untuk memelihara hubungan antar

    manusia dengan penuh percaya diri. Confidence dapat berupa ekpresi caring yang

    meningkatkan kepercayaan tanpa mengabaikan kemampuan orang lain

    d. Concience (suara hati)

    untuk

    tumbuh dan menyampaikan kebenaran.

    Perawat memiliki standar moral yang tumbuh dari sistem nilai

    humanistik altruistik (peduli kesejahteraan orang lain) yang dianut dan

    direfleksikan pada tingkah lakunya.

    e. Commitment

    Melakukan tugas secara konsekuen dan berkualitas terhadap tugas, orang,

    karier yang dipilih.

    2.1.4.2 Komponen Caring Menurut K. M. Swanson

    Swanson (1991) dalam Middle Theory of Caring mendeskripsikan 5

    proses caring menjadi lebih praktis, yaitu (1) Komponen Mempertahankan

    Keyakinan, mengaktualisasi diri untuk menolong orang lain, mampu menolong

    orang lain dengan tulus, memberikan ketenangan kepada klien, dan memiliki

  • 21

    sikap yang positif. (2) Komponen Pengetahuan, memberikan pemahaman klinis

    tentang kondisi dan situasi klien, melakukan setiap tindakan berdasarkan aturan,

    dan menghindari terjadinya komplikasi. (3) Komponen Kebersamaan, hadir

    secara emosional dengan orang lain, mampu berbagi dengan klien secara tulus,

    dan membangun kepercayaan dengan klien. (4) Komponen Tindakan yang

    Dilakukan, tindakan terapeutik seperti membuat nyaman, antisipasi bahaya, dan

    intervensi yang kompeten. (5) Komponen Memungkinkan, memberikan

    informed consent pada setiap tindakan, memberikan respon yang positif terhadap

    keluhan klien (Monica, 2008).

    2.1.5 Manfaat Caring

    Pemberian pelayanan keperawatan yang didasari oleh perilaku caring

    perawat mampu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Penerapan caring

    yang diintegrasikan dengan pengetahuan biofisikal dan pengetahuan mengenai

    perilaku manusia akan dapat meningkatkan kesehatan individu dan memfasilitasi

    pemberian pelayanan kepada pasien. Watson (1979 dalam Tomey & Alligod,

    2006) menambahkan bahwa caring yang dilakukan dengan efektif dapat

    mendorong kesehatan dan pertumbuhan individu. Selain itu, William (1997)

    dalam penelitiannya, menemukan adanya hubungan yang signifikan antara

    persepsi mengenai perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien terhadap

    pelayanan keperawatan. Dengan demikian, perilaku caring yang ditampilkan oleh

    seorang perawat akan mempengaruhi kepuasan klien.

  • 22

    Perilaku caring perawat tidak hanya mampu meningkatkan kepuasan

    klien, namun juga dapat menghasilkan keuntungan bagi rumah sakit. Godkin dan

    Godkin (2004) menyampaikan bahwa perilaku caring dapat mendatangkan

    manfaat finansial bagi industri pelayanan kesehatan. Issel dan Khan (1998)

    menambahkan bahwa perilaku caring staf kesehatan mempunyai nilai ekonomi

    bagi rumah sakit karena perilaku ini berdampak bagi kepuasan pasien. Dengan

    demikian, secara jelas dapat diketahui bahwa perilaku caring perawat dapat

    memberikan kemanfaatan bagi pelayanan kesehatan karena dapat meningkatkan

    kesehatan dan pertumbuhan individu serta meningkatakan kepuasan pasien

    sehingga akan meningkatkan kunjungan pasien ke rumah sakit dan pada akhirnya

    memberikan keuntungan finansial bagi rumah sakit.

    2.1.6 Perilaku Caring

    Daftar dimensi caring (Caring Dimensions Inventory = CDI) yang

    didesain oleh Watson dan Lea (1997 dalam Muchlisin & Ichsan, 2008) merupakan

    instrumen yang dikembangkan untuk meneliti perilaku perawat (perilaku caring).

    Daftar dimensi caring tersebut antara lain:

    CDI 1. Membantu klien dalam ADL.

    CDI 2. Membuat catatan keperawatan mengenai klien.

    CDI 3. Merasa bersalah /menyesal kepada klien

    CDI 4. Memberikan pengetahuan kepada klien sebagai individu

    CDI 5. Menjelaskan prosedur klinik

    CDI 6. Berpakaian rapi ketika bekerja dengan klien

  • 23

    CDI 7. Duduk dengan klien

    CDI 8. Mengidentifikasi gaya hidup klien

    CDI 9. Melaporkan kondisi klien kepada perawat senior

    CDI 10. Bersama klien selama prosedur klinik

    CDI 11. Bersikap manis dengan klien

    CDI 12. Mengorganisasi pekerjaan dengan perawat lain untuk klien

    CDI 13. Mendengarkan klien

    CDI 14. Konsultasi dengan dokter mengenai klien

    CDI 15. Menganjurkan klien mengenai aspek self care

    CDI 16. Melakukan sharing mengenai masalah pribadi dengan klien

    CDI 17. Memberikan informasi mengenai klien

    CDI 18. Mengukur tanda vital klien

    CDI 19. Menempatkan kebutuhan klien sebelum kebutuhan pribadi

    CDI 20. Bersikap kompeten dalam prosedur klinik

    CDI 21. Melibatkan klien dalam perawatan

    CDI 22. Memberikan jaminan mengenai prosedur klinik

    CDI 23. Memberikan privacy kepada klien

    CDI 24. Bersikap gembira dengan klien

    CDI 25. Mengobservasi efek medikasi kepada klien

    Hasil penelitian Amanda et al (1998 dalam Muchlisin & Ichsan, 2008)

    menjelaskan bahwa semua item pada CDI mempunyai korelasi positif dengan

    item lainnya kecuali CDI no. 3 dan 16.

  • 24

    2.1.6.1 Perilaku Caring dalam Praktik Keperawatan

    Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

    berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, perasaan empati pada

    orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi. Caring adalah sentral untuk

    praktik keperawatan karena caring merupakan suatu cara pendekatan yang

    dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan kepeduliannya

    kepada klien. Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting

    terutama dalam praktik keperawatan (Sartika, 2010).

    Tindakan caring bertujuan untuk memberikan asuhan fisik dan

    memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien.

    Kemudian caring juga menekankan harga diri individu, artinya dalam melakukan

    praktik keperawatan, perawat senantiasa selalu menghargai klien dengan

    menerima kelebihan maupun kekurangan klien sehingga bisa memberikan

    pelayanan kesehatan yang tepat.

    Tiga aspek penting yang mendasari keharusan perawat untuk care

    terhadap orang lain. Aspek ini adalah aspek kontrak, aspek etika, dan aspek

    spiritual dalam caring terhadap orang lain yang sakit.

    1. Aspek kontrak

    Telah diketahui bahwa, sebagai profesional, kita berada di bawah

    kewajiban kontrak untuk care. Radsma (1994) mengatakan, perawat memiliki

    tugas profesional untuk memberikan care. Untuk itu, kita sebagai perawat yang

    profesional diharuskan untuk bersikap care sebagai kontrak kerja kita.

  • 25

    2. Aspek etika

    Pertanyaan etika adalah pertanyaan tentang apa yang benar atau salah,

    bagaimana membuat keputusan yang tepat, bagaimana bertindak dalam situasi

    tertentu. Jenis pertanyaan ini akan memengaruhi cara perawat memberikan

    asuhan. Seorang perawat harus care karena hal itu merupakan suatu tindakan yang

    benar dan sesuatu yang penting. Dengan care perawat dapat memberikan

    kebahagiaan bagi orang lain.

    3. Aspek spiritual

    Di semua agama besar di dunia, ide untuk saling caring satu sama lain

    adalah ide utama. Oleh karena itu, berarti bahwa perawat yang religious adalah

    orang yang care, bukan karena dia seorang perawat tetapi lebih karena dia adalah

    anggota suatu agama atau kepercayaan, perawat harus care terhadap klien.

    Caring dalam praktik keperawatan dapat dilakukan dengan

    mengembangkan hubungan saling percaya antara perawat dan klien.

    Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan bentuk komunikasi untuk

    menjalin hubungan dalam keperawatan. Perawat bertindak dengan cara yang

    terbuka dan jujur. Empati berarti perawat memahami apa yang dirasakan klien.

    Ramah berarti penerimaan positif terhadap orang lain yang sering diekspresikan

    melalui bahasa tubuh, ucapan tekanan suara, sikap terbuka, ekspresi wajah, dan

    lain-lain (Kozier & Erb, 1985 dalam Nurachmah, 2001).

    Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif yaitu kebutuhan

    biofisik, psikososial, psikofisikal dan interpersonal klien. Pemenuhan kebutuhan

    yang paling mendasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat yang selanjutnya.

  • 26

    Perawat juga harus memberikan informasi kepada klien. Perawat

    bertanggungjawab akan kesejahteraan dan kesehatan klien.

    Caring mempuyai manfaat yang begitu besar dalam keperawatan dan

    seharusnya tercermin dalam setiap interaksi perawat dengan klien, bukan

    dianggap sebagai sesuatu yang sulit diwujudkan dengan alasan beban kerja yang

    tinggi, atau pengaturan manajemen asuhan keperawatan ruangan yang kurang

    baik. Pelaksanaan caring akan meningkatkan mutu asuhan keperawatan,

    memperbaiki image perawat di masyarakat dan membuat profesi keperawatan

    memiliki tempat khusus di mata para pengguna jasa pelayanan kesehatan.

    2.1.7 Proses Keperawatan Dalam Teori Caring

    Watson (1979 dalam Muchlisin & Ichsan, 2008) menekankan bahwa proses

    keperawatan memiliki langkah-langkah yang sama dengan proses riset ilmiah,

    karena kedua proses tersebut mencoba untuk menyelesaikan masalah dan

    menemukan solusi yang terbaik. Lebih lanjut Watson menggambarkan kedua

    proses tersebut sebagai berikut:

    a. Pengkajian

    Meliputi observasi, identifikasi, dan review masalah; menggunakan

    pengetahuan dari literature yang dapat diterapkan, melibatkan pengetahuan

    konseptual untuk pembentukan dan konseptualisasi kerangka kerja yang

    digunakan untuk memandang dan mengkaji masalah danpengkajian juga meliputi

    pendefinisian variabel yang akan diteliti dalam memecahkan masalah Watson

  • 27

    (1979 dalam Julia, 1995) menjelaskan kebutuhan yang harus dikaji oleh perawat

    yaitu:

    1. Lower order needs (biophysical needs) yaitu kebutuhan untuk tetap hidup

    meliputi kebutuhan nutrisi, cairan, eliminasi, dan oksigenisasi.

    2. Lower order needs (psychophysical needs) yaitu kebutuhan untuk

    berfungsi, meliputi kebutuhan aktifitas, aman, nyaman, seksualitas.

    3. Higher order needs (psychosocial needs), yaitu kebutuhan integritas yang

    meliputi kebutuhan akan penghargaan dan beraffiliasi.

    4. Higher order needs (intrapersonalinterpersonal needs), yaitu kebutuhan

    untuk aktualisasi diri.

    b. Perencanaan:

    Perencanaan membantu untuk menentukan bagaimana variable-variabel

    akan diteliti atau diukur, meliputi suatu pendekatan konseptual atau desain untuk

    memecahan masalah yang mengacu pada asuhan keperawatan serta meliputi

    penentuan data apa yang akan dikumpulkan dan pada siapa dan bagaimana data

    akan dikumpulkan.

    c. Implementasi:

    Merupakan tindakan langsung dan implementasi dari rencana serta

    meliputi pengumpulan data.

    d. Evaluasi

    Merupakan metode dan proses untuk menganalisa data, juga untuk

    meneliti efek dari intervensi berdasarkan data serta meliputi interpretasi hasil,

  • 28

    tingkat dimana suatu tujuan yang positif tercapai, dan apakah hasil tersebut dapat

    digeneralisasikan.

    2.1.8 Persepsi Perawat Tentang Perilaku Caring

    Berlawanan dengan perspektif pasien, Ford (1981 dalam Morrison &

    Burnard, 2009) menggunakan sampel terdiri dari hampir 200 orang perawat

    untuk mendefinisikan caring dalam kata-kata mereka sendiri dan untuk

    menggambarkan perilaku caring yang mereka lakukan. Sebuah kuesioner

    digunakan untuk mengumpulkan data. Analisis data mengungkapkan dua kategori

    mayor yang merefleksikan: (1) perhatian tulus terhadap terhadap kesejahteraan

    orang lain, dan (2) mempersembahkan diri sendiri.

    Beberapa contoh perilaku caring yang dijelaskan oleh perawat dalam

    penelitian adalah mendengarkan, menolong, menunjukan rasa hormat, dan

    mendukung tindakan orang lain. Sudut pandang perawat gagal menitikberatkan

    dimensi tugas yang ditekankan dalam penelitian lain yang melibatkan persepsi

    pasien, seperti yang dilaporkan oleh Brown (1982) sebagaimana yang telah

    dijelaskan di atas.

    Forrest (1989, dalam Morrison & Burnard, 2009) memberikan analisis

    fenomenologis mengenai pengalaman perawat dalam caring terhadap pasien.

    Pendekatan fenomenologis dikarakteristikkan dengan penekanannya pada

    pengalaman hidup. Pendekatan tersebut berupaya memahami fenomena (dalam

    hal ini caring terhadap orang lain) dari perspektif individu yang sedang diteliti.

    Aksennya adalah pada kedalaman bukan kuantitas dari data yang dikumpulkan,

  • 29

    dan prosedur analisis yang sangat ketat juga harus dipatuhi. Dalam studi ini hanya

    17 informan yang terlibat. Dua kategori mayor teridentifikasi, yaitu: (1) definisi

    caring dan (2) faktor yang mempengaruhi caring.

    Kategori pertama definisi caring dibagi lagi menjadi dua sub-kategori:

    keterlibatan dan interaksi. Kategori kedua faktor yang mempengaruhi caring,

    dibagi lagi menjadi lima tema: diri sendiri, pasien, frustasi, koping, dan

    kenyamanan, serta dukungan. Sekali lagi perhatikan bagaimana perbedaan

    pendekatan terhadap masalah mempengaruhi tipe data yang muncul dari riset.

    Dengan strategi yang sangat kualitatif dan mendalam, muncul gambaran detail

    yang menyampaikan beberapa faktor kompleks yang mempengaruhi caring dalam

    keperawatan.

    2.1.9 Persepsi Pasien Tentang Perilaku Caring

    Penilaian terhadap seorang perawat dapat terlihat dari perilaku Caring

    yang dimiliki perawat. Teori Caring Swanson menyajikan permulaan yang baik

    untuk memahami kebiasaan dan proses karakteristik pelayanan. Teori Caring

    Swanson (1991 dalam Monica, 2008) menjelaskan tentang proses Caring yang

    terdiri dari bagaimana perawat mengerti kejadian yang berarti di dalam hidup

    seseorang, hadir secara emosional, melakukan suatu hal kepada orang lain sama

    seperti melakukan terhadap diri sendiri, memberi informasi dan memudahkan

    jalan seseorang dalam menjalani transisi kehidupan serta menaruh kepercayaan

    seseorang dalam menjalani hidup (Potter & Perry, 2005).

  • 30

    Mengenali kebiasaan perawat yang dirasakan klien sebagai Caring

    menegaskan apa yang klien harapkan dari pemberi pelayanan. Kemudian, klien

    menilai efektivitas perawat dalam menjalankan tugasnya. Klien juga menilai

    pengaruh dari pelayanan keperawatan. Sikap pelayanan yang dinilai klien terdiri

    dari bagaimana perawat menjadikan pertemuan yang bermakna bagi klien,

    menjaga kebersamaan, dan bagaimana memberikan perhatian penuh.

    Perbedaan persepsi klien dapat terlihat dari contoh berikut. Contoh

    pertama, perawat masuk ke kamar klien dengan memberi salam dan senyuman,

    lalu melakukan kontak mata, kemudian duduk, menyentuh klien dan bertanya

    tentang apa yang ada dipikiran klien lalu mendengarkannya, kemudian memeriksa

    cairan intravena, mengkaji, dan memeriksa rangkuman tanda vital klien sebelum

    meninggalkan ruangan. Contoh kedua, perawat masuk ke kamar klien kemudian

    memeriksa cairan intravena, memeriksa rangkuman tanda vital, melakukan salam

    tanpa duduk dan menyentuh klien, perawat bertanya tentang keadaan klien

    kemudian pergi.

    Pada contoh pertama terlihat kepedulian dan keramahan perawat sehingga

    klien merasa nyaman. Contoh kedua mengekspresikan ketidakpedulian terhadap

    masalah klien sehingga klien merasa kurang nyaman. Persepsi klien dapat

    berbeda-beda karena semua klien memiliki ciri khas. Persepsi klien menjadi hal

    yang penting bagi perawat dalam meningkatkan kemampuan.

    Penelitian terhadap persepi klien penting karena pelayanan merupakan

    fokus terbesar dari tingkat kepuasan klien. Tingkat kepuasan klien dapat dinilai

  • 31

    dari bagaimana klien menggunakan sistem pelayanan kesehatan. Apa keuntungan

    yang klien dapat juga sebagai indikator tingkat kepuasan klien.

    Jika perawat memili sikap sensitif, simpatik, melindungi klien, memberi

    kenyamanan, menunjukkan kemampuan, maka klien merasa lebih dekat serta

    mudah berbagi perasaan yang dimilikinya. Klien merasa semakin puas saat

    perawat melakukan tindakan Caring. Pelayanan keperawatan yang baik terdiri

    dari perhatian yang penuh, hubungan kerja yang baik, serta perilaku Caring.

    Kepuasan klien tidak hanya terlihat dari kepuasan pelayanan kesehatan tetapi juga

    kepuasan terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.

    Kepuasan klien juga merupakan faktor penting dalam memutuskan

    kembali untuk berobat atau menjalani tindakan keperawatan. Tindakan Caring

    membangun kepercayaan klien terhadap kemampuan perawat dalam memberikan

    pelayanan. Kepercayaan pada tindakan keperawatan juga memunculkan

    kepercayaan terhadap institusi kesehatan.

    Hal yang penting adalah mengetahui bagaimana klien menerima Caring

    dan pendekatan apa yang paling baik dalam menyelenggarakan pelayanan. Sikap

    Caring merupakan permulaan yang baik. Hal ini juga penting untuk menjelaskan

    persepsi dan harapan khusus klien. Membangun suatu hubungan yang baik

    terhadap klien dapat membantu perawat mengetahui apa yang penting bagi klien.

    Sikap ini juga membantu perawat mengatasi perbedaan antara persepsi perawat

    dan klien tentang Caring. Perawat harus mengetahui siapa klien dan mengenali

    klien agar suatu hubungan yang baik terwujud dan perawat mampu memilih

    pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan klien.

  • 32

    2.1.10 Cara Mengukur Perilaku Caring

    Perilaku caring dapat diukur dengan beberapa alat ukur (tools) yang telah

    dikembangkan oleh para peneliti yang membahas ilmu caring. Beberapa

    penelitian tentang caring bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Watson (2009)

    menyatakan bahwa pengukuran caring merupakan proses mengurangi

    subyektifitas, fenomena manusia yang bersifat invisible (tidak terlihat) yang

    terkadang bersifat pribadi, ke bentuk yang lebih obyektif. Oleh karena itu,

    penggunaan alat ukur formal dapat mengurangi subyektifitas pengukuran perilaku

    caring.

    Tujuan pemakaian alat ukur formal pada penelitian keperawatan tentang

    perilaku caring antara lain: untuk memperbaiki caring secara terus menerus

    melalui penggunaan hasil (outcomes) dan intervensi yang berarti untuk

    memperbaiki praktik keperawatan; sebagai studi banding (benchmarking)

    struktur, setting, dan lingkungan yang lebih menujukkan caring; mengevaluasi

    konsekuensi caring dan non caring pada pasien maupun perawat. Alat ukur

    formal caring dapat menghasilkan model pelaporan perawatan pada area praktik

    tertentu, mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan proses caring dan melakukan

    intervensi untuk memperbaiki dan menghasilkan model praktik yang lebih

    sempurna. Selain itu, penggunaan alat ukur formal dapat meningkatkan

    pengetahuan dan pemahaman tentang hubungan caring, kesehatan dan proses

    kesembuhan dan sebagai validasi empiris untuk memperluas teori caring serta

    memberikan petunjuk baru bagi perkembangan kurikulum, keilmuan

    keperawatan, dan ilmu kesehatan termasuk penelitian (Watson, 2009).

  • 33

    Pengukuran perilaku caring perawat dapat dilakukan melalui pengukuran

    persepsi pasien terhadap perilaku caring perawat. Penggunaan persepsi pasien

    dalam pengukuran perilaku caring perawat dapat memberikan hasil yang lebih

    sensitif karena pasien adalah individu yang menerima langsung perilaku dan

    tindakan perawat termasuk perilaku caring (Rego, Godinho, McQueen, 2008).

    Beberapa alat ukur formal yang mengukur perilaku caring perawat

    berdasarkan persepsi pasien antara lain caring behaviors assesment tool

    (digunakan oleh Cronin dan Harrison, 1988), caring behavior checklist and client

    perception of caring (digunakan oleh McDaniel, 1990), caring professional scale

    (digunakan oleh Swanson, 2000), caring assesment tools (digunakan oleh Duffy,

    1992, 2001), caring factor survey (digunakan oleh Nelson, Watson, dan

    Inovahelath, 2008).

    Caring behaviors assesment tool (CBA) dilaporkan sebagai salah satu alat

    ukur pertama yang dikembangkan untuk mengkaji caring. CBA dikembangkan

    berdasarkan teori Watson dan menggunakan 10 faktor karatif. CBA terdiri dari 63

    perilaku caring perawat yang dikelompokkan menjadi 7 subskala yang

    disesuaikan 10 faktor karatif Watson. Tiga faktor karatif pertama dikelompokkan

    menjadi satu subskala. Enam faktor karatif lainnya mewakili semua aspek dari

    caring. Alat ukur ini menggunakan skala Likert (5 poin) yang merefleksikan

    derajat perilaku caring menurut persepsi pasien (Watson, 2009).

    Validitas dan reliabilitas alat ukur ini telah diuji oleh empat ahli

    berdasarkan teori Watson. Cronin dan Harrison (1988 dalam Watson, 2009)

    meneliti 22 pasien infark miokard, kemudian Huggins et.al (1993 dalam Watson,

  • 34

    2009) meneliti 288 pasien ruang emergensi. Mereka menggunakan Alpa Cronbach

    pada 7 subskala yang berkisar antara 0,66 sampai 0.90.

    Selain itu, Schultz, et.al. (1999 dalam Watson 2009) menggunakan alat

    ukur ini dengan tes reliabilitas dengan kisaran 0.71 sampai 0,88 pada subskala,

    dan Alpa Cronbach 0.93 pada skala total. Penelitian terbaru oleh Manogin,

    Bechtel, dan Rami (2000 dalam Watson, 2009) menggunakan CBA, mereka

    melaporkan reliabilitas Alpa Cronbach tiap subskala berkisar dari 0,66 sampai

    0.90. Cronin dan Harrison (1988 dalam Watson 2009) menemukan dua perilaku

    caring paling penting menurut pasien yaitu membuat saya merasa sebagai

    seseorang jika saya membutuhkan mereka, dan tahu apa yang mereka lakukan.

    Sedangkan perilaku caring yang paling tidak penting menurut pasien adalah

    mendatangi saya ketika saya pindah ke rumah sakit lain dan menanyakan

    kepada saya apa nama panggilan kesukaan saya. Ini menunjukan bahwa perilaku

    caring yang paling penting menurut pasien yaitu bagaimana perawat

    menampilkan kemampuan profesionalnya.

    Alat ukur caring behavior checklist (CBC) and client percepstion of

    caring (CPC) dikembangkan oleh McDaniel (1990 dalam Watson 2009) dengan

    dua jenis pengukuran. McDaniel membedakan caring for dan caring about.

    CBC didesain untuk mengukur ada tidaknya perilaku caring (observasi). CPC

    merupakan kuesioner yang mengukur respon pasien terhadap perilaku caring

    perawat. Dua alat ukur ini digunakan bersama-sama untuk melihat proses caring.

    CBC terdiri dari 12 item perilaku caring. Alat ukur ini membutuhkan seorang

    observer yang menilai interaksi perawat-pasien selama 30 menit. Rentang nilai 0

  • 35

    (nol) sampai 12 (dua belas), nilai tertinggi menunjukkan ada perilaku caring yang

    ditampilkan. CPC ditunjukkan kepada pasien setelah diobservasi. Alat ukur ini

    terdiri dari 10 item dengan 6 rentang skala. Rentang skor 10 sampai 60, dimana

    skor tertinggi menunjukkan derajat perilaku caring yang ditunjukkan yang

    dipersepsikan pasien bernilai tinggi, begitu juga sebaliknya (McDaniel, 1990

    dalam Watson, 2009).

    Validitas CBC menggunakan Content Validity Index (CVI) yakni sebesar

    0,80. Reliabilitas CPC menggunakan konsistensi internal yakni alpa sebesar 0.81.

    reliabilitas CBC menggunakan pernyataan interater dan dihasilkan nilai rentang

    0,76 sampai1,00, dimana 8 dari 12 item adalah 0,90 atau di atas rata-rata

    (McDaniel, 1990 dalam Watson, 2009).

    Alat ukur caring professional scale (CPS) dikembangkan oleh Swanson

    (2000, dalam Watson 2009) dengan menggunakan teori caring Swanson (suatu

    middle range theory yang dikembangkan berdasarkan penelitiannya pada 185 ribu

    yang mengalami keguguran). CPS terdiri dari dua subskala analitik yaitu

    Compassoionate Healer dan Competent Practitioner, yang berasal dari 5

    komponen caring Swanson yakni mengetahui, keberadaan, melakukan tindakan,

    memampukan, dan mempertahankan kepercayaan.

    CPS terdiri dari 14 item dengan 5 skala Likert. Validitas dan reliabilitas

    CPS dikembangkan dengan menghubungkan alat ukur CPS dengan subskala

    empati The Barret-Lenart Relationship Inventory (r=0,61, p

  • 36

    membandingkan beberapa tenaga kesehatan advance practice nurse (0,74 sampai

    0,96), nurse (0,97), dan dokter (0.96).

    Alat ukur caring assesment tools (CAT) dikembangkan oleh Duffy (1990

    dalam Watson, 2009) pada program doktoralnya. Alat ukur ini didesain untuk

    penelitian deskriptif korelasi. CAT menggunakan konsep teori Watson dan

    mengukur 10 faktor kuratif. Alat ukur ini terdiri dari 100 item dengan

    menggunakan skala Likert dari 1 (caring rendah) sampai 5 (caring tinggi),

    sehingga kemungkinan skor total berkisar antara 100 samapai 500. Sampel

    penilitian yang digunakan saat itu dalah 86 pasien medikal bedah.

    Duffy (1993 dalam Watson 2009) mengembangkan CAT versi admin

    (CAT-admin) yang mengukur persepsi perawat tentang manajer mereka untuk

    administrasi riset keperawatan. Alat ukur ini menambahkan pertanyaan kualitatif

    pada versi CAT original, dan masih menggunakan 10 faktor karatif. CAT-admin

    diuji pada 56 perawat part-time dan full-time, dan diperoleh nilai Alpa Cronbach

    sebesar 0,98. Kemudian pada tahun 2001, CAT dikembangkan oleh Duffy ke

    versi CAT-edu yang didesain menggunakan pendidikan keperawatan, dengan

    sampel 71 siswa program sarjana dan magister. CAT-edu terdiri dari 95 item

    pertanyaan dengan 5 poin skala Likert. Nilai Alpa Cronbach sebesar 0,98.

    Caring factor survey (CFS) merupakan alat ukur terbaru yang menguji

    hubungan caring dan cinta universal (caritas). Caritas merupakan merupakan

    pandangan baru Watson tentang caring (2008). CFS mengkaji penggunaan caring

    fisik, mental, dan spiritual yang dilaporkan oleh pasien yang mereka lewat. CFS

    dikembangkan oleh Karen Drenkard, John Nelson, Gene Rigotti dan Jean Watson

  • 37

    dengan bantuan program riset dari Inovahealth di Virginia. Alat ukur ini awalnya

    terdiri 20 item kemudian direduksi menjadi 10 item pertanyaan, tiap pernyataan

    mewakili satu proses caritas. CFS menggunakan skala Likert dari 1 sampai 7.

    Skala terendah (1-3) mengindikasi tidak setuju, 7 sangat setuju, dan 4 netral.

    Semua item berupa pernyataan positif, ditujukan kepada pasien atau keluarga

    pasien. Nilai Alpa Cronbach pada 20 pernyataan adalah 0,70 kemudian 20 item

    tersebut direduksi menjadi 10 item untuk menaikkan nilai Alpa Cronbach

    (Watson, 2009).

    Beberapa alat ukur di atas merupakan instumen yang dapat digunakan

    untuk mengukur perilaku caring perawat menurut persepsi pasien. Penilaian ini

    tentunya sangat bergantung dari persepsi pasien terhadap tindakan atau pelayanan

    yang diterimanya dari perawat.

    2.2 Keperawatan Perioperatif

    2.2.1 Pengertian

    Keperawatan perioperatif adalah hasil dari perkembangan keperawatan

    kamar operasi. Fokus keperawatan perioperatif sekarang adalah pasien, bukan

    prosedur atau teknik (patient-oriented, bukan task-oriented). Pembedahan dibagi

    atas tiga fase atau tahap, yaitu pra operatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. Ketiga

    tahap ini disebut ini periode perioperatif (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

    Fase praoperatif dimulai ketika keputusan diambil untuk melaksanakan

    intervensi pembedahan. Termasuk dalam kegiatan perawatan dalam tahap ini

    adalah pengkajian praoperasi mengenai status fisik, psikologis, dan sosial pasien,

  • 38

    rencana keperawatan mengenai persiapan pasien untuk pembedahannya, dan

    implementasi intervensi keperawatan yang telah direncanakan. Tahap ini berakhir

    ketika pasien diantar ke kamar operasi dan diserahkan ke perawat bedah untuk

    perawatan selanjutnya (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

    Fase intraoperatif dimulai ketika pasien dipindahkan ke meja operasi.

    Tahap ini berakhir ketika pasien dipindahkan ke post anesthesia care unit (PACU)

    atau yang dahulu disebut ruang pemulihan (recovery room, RR). Dalam tahap ini,

    tanggung jawab perawat terfokus pada kelanjutan dari pengkajian fisiologis,

    psikologis dan mengimplementasikan intervensi untuk keamanan dan privasi

    pasien, mencegah infeksi luka, dan mempercepat penyembuhan. Termasuk

    intervensi keperawatan yang spesifik adalah memberi dukungan emosional ketika

    anestesia dimulai (induksi anestesia) dan selama prosedur pembedahan

    berlangsung, mengatur dan mempertahankan posisi tubuh yang fungsional,

    mempertahankan asepsis, melindungi pasien dari bahaya arus listrik (dan alat-alat

    yang dipakai seperti electrocautery), membantu mempertahankan keseimbangan

    cairan dan elektrolit, menjamin ketepatan hitungan kasa dan instrumen, membantu

    dokter bedah, mengadakan komunikasi dengan keluarga pasien dan anggota tim

    kesehatan yang lain.

    Fase pascaoperatif dimulai dengan pemindahan pasien ke PACU dan

    berakhir pada waktu pasien dipulangkan dari rumah sakit. Termasuk dalam

    kegiatan perawatan adalah mengkaji perubahan fisik dan psikologis; memantau

    kepatenan jalan napas, tanda-tanda vital, dan status neurologis secara teratur;

  • 39

    mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit; mengkaji secara akurat serta

    haluaran dari semua drain (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

    2.2.2 Penatalaksanaan Keperawatan

    Pada pertemuan pertama dengan pasien, perawat sudah mulai melakukan

    pengkajian dan diteruskan selama periode perioperatif. Pengkajian yang dibuat

    harus holistik, yaitu menyangkut kebutuhan fisiologis, psikologis, spiritual, dan

    sosial pasien dan keluarga atau orang penting bagi pasien. Riwayat kesehatan

    yang lengkap harus dikaji agar faktor yang menjadi risiko pembedahan dapat

    diketahui dan dicegah atau dikurangi (Gruendemann & Fernsebner, 2006).

    2.2.3. Pengkajian

    2.2.3.1 Riwayat Keperawatan/Kesehatan

    Pengumpulan data subjektif praoperasi meliputi usia, alergi (iodin, medikasi,

    lateks, larutan antiseptik, atau larutan pencuci kulit, plester), obat dan zat lain

    yang sedang dipakai (obat dari dokter, obat dibeli sendiri tanpa resep dari dokter,

    rokok, lakohol), tinjauan sistem tubuh, pengalaman pembedahan yang dulu dan

    yang sekarang, latar belakang kebudayaan (termasuk kepercayaan, keyakinan,

    agama), dan psikososial (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

    a. Usia.

    Usia bisa mempengaruhi pembedahan dan hasil pascaoperasi. Pada usia 30-40

    tahun, kapasitas fungsional dari sistem tubuh menurun sekitar 1% setiap tahunnya.

  • 40

    b. Alergi.

    Pasien harus dikaji untuk mengetahui adanya alergi terhadap iodin, lateks,

    obat-obatan, larutan antiseptik, atau larutan pencuci kulit, plester. Informasi

    mengenai alergi penting sekali karena hampir semua bahan tersebut dipakai dalam

    pembedahan.

    c. Obat dan zat yang digunakan.

    Data mengenai pemakaian obat-obatan (yang dibeli sendiri) atau zat tertentu,

    rokok, dan alkohol harus dikaji. Data ini penting sekali karena zat atau obat-

    obatan ini dapat menimbulkan efek yang tidak baik pada anestesia dan berisiko

    menimbulkan komplikasi intraoperasi dan pascaoperasi. Penyalahgunaan obat

    tertentu atau alkohol dapat mengubah efek anestetik dan analgesik.

    d. Riwayat medis.

    Pemeriksaan ulang terhadap sistem tubuh sangat penting untuk mengetahui

    status imunologis, endokrin, kardiovaskular, pernapasan, ginjal, gastrointestinal,

    neurologis, muskuloskeletal, dam dermatologis. Perawat menggali riwayat

    penyakit sistemik atau kronis yang perrnah dialami pasien. Pasien kronis atau

    sistemik bisa meningkatkan potensi komplikasi intraoperasi dan pascaoperasi.

    e. Status nutrisi.

    Pasien dengan gangguan nutrisi berisiko tinggi mengalami komplikasi karena

    pembedahan atau anestesi. Individu yang cenderung memiliki nutrisi yang tidak

    adekuat adalah mereka yang lanjut usia, yang mengalami gangguan

    gastrointestinal atau malignansi.

  • 41

    f. Pengalaman pembedahan terdahulu dan sekarang.

    Pengertian pasien mengenai pembedahan yang akan dilaksanakan dan rutinitas

    praoperasi dan pascaoperasi harus dikaji. Perawat perlu juga mengkaji harapan

    pasien terhadap pembedahan yang akan dijalaninya. Di samping itu, perlu juga

    informasi dari pasien mengenai pengalamannya tentang pembedahan dan anestesi

    yang pernah dialaminya.. data ini bisa membuat dokter bedah, ahli anestesi, dan

    perawat sadar akan respons pasien dan komplikasi yang mungkin bisa timbul.

    g. Latar belakang budaya dan agama.

    Kebudayaan dan kepercayaan bisa mempengaruhi respons seorang terhadap

    kesehatan, sakit, pembedahan, dan kematian. Perawat harus sadar akan perbedaan

    kebudayaan agar ia bisa mengerti respons pasien dan keluarganya terhadap

    pembedahan dan nyeri yang dialami pasien. Ajaran agama dan iman bisa menjadi

    sumber kekuatan dan penghiburan untuk pasien dan keluarga. Perbedaan ajaran

    agama perlu juga diperhatikan dan dihargai.

    h. Psikososial.

    Pengkajian psikososial, yaitu data subjektif dan objektif. Pengetahuan dan

    persepsi pasien tentang pembedahannya dapat ditanyakan langsung pada pasien.

    Pengetahuan pasien mengenai pembedahannya perlu diketahui oleh perawat agar

    perawat dapat memberi penjelasan lebih lanjut. Perawat juga perlu mengetahui

    bagaimana persepsi pasien mengenai pembedahannya karena biasanya berespons

    sesuai persepsinya (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

  • 42

    2.2.4 Pemeriksaan fisik dan diagnostik

    Perawat melakukan pemeriksaan head to toe (dari kepala sampai ke ibu

    jari kaki). Pada tahap praoperatif, data objektif dikumpulkan dengan dua tujuan,

    yaitu memperoleh data dasar (baseline data) untuk digunakan sebagai pembanding

    data pada tahap intraoperatif dan tahap pascaoperatif dan mengetahui masalah

    potensial yang memerlukan penanganan sebelum pembedahan dilaksanakan

    (Gruendemann & Fernsebner, 2006).

    Pengkajian praoperasi mengenai status sistem pernapasan perlu dikaji

    dengan teliti. Terganggunya ventilasi karena efek dari anestesia serta

    meningkatnya sekresi mukus bisa mengakibatkan atelektasis dan pneumonia.

    Untuk menghindari komplikasi dan mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi,

    perlu dilakukan pengkajian praoperasi terhadap status pernapasan. Pasien yang

    berisiko tinggi ini adalah:

    1. Pasien yang akan menjalani pembedahan pada abdomen atas dan pembedahan

    toraks

    2. Pasien yang akan menerima anestetik inhalasi

    3. Pasien obesitas

    4. Pasien perokok

    5. Pasien dengan penyakit paru kronis

    6. Pasien lansia

    Pengkajian praoperasi untuk sistem kardiovaskular dilaksanakan guna

    mengetahui apakah ada penyakit jantung. Tanda vital harus dikaji, auskultasi

    jantung dilakukan dengan memerhatikan adanya murmur atau iregularitas.

  • 43

    Ekstremitas juga diperiksa kualitas dan pola perifernya, pengisian kapiler, warna,

    dan suhu kulit serta adanya edema.

    Fungsi ginjal yang adekuat sangat diperlukan untuk mempertahankan

    keseimbangan cairan dan elektrolit. Perawat memantau jumlah urine, warna, bau,

    kekeruhan atau kejernihan. Infeksi saluran kemih perlu diobati sebelum

    pembedahan dilaksanakan.

    Pengkajian muskuloskeletal dilakukan. Abnormalitas pada struktur sendi

    atau keterbatasan gerak sendi menjadi masalah dalam memosisikan tubuh saat

    pembedahan. Termasuk dalam pengkajian neurologis adalah tingkat kesadaran,

    orientasi, fungsi motorik, dan sensorik. Data mengenai status neurologis ini

    diperlukan sebagai data dasar untuk mendeteksi apabila ada kelainan yang timbul

    selam periode perioperatif.

    Gangguan pada intregitas kulit dapat menyulitkan dalam mengatur posisi

    tubuh intraoperasi atau meletakkan alat selama pembedahan berlangsung. Status

    nutrisi dapat mempengaruhi hasil pembedahan.

    Status hidrasi perlu dikaji karena ada kemungkinan terjadi perubahan

    keseimbangan cairan dan elektrolit akibat status puasa, pemberian cairan

    intravena, perdarahan intraoperasi dan pascaoperasi, dan keluarnya banyak

    drainase dari luka.

    Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik lainnya perlu dilaksanakan

    sebelum pembedahan dapat dilakukan. Luasnya pemeriksaan laboratorium

    ditentukan oleh usia dan keadaan fisik pasien, jenis pembedahan, anestetik yang

    dipakai, dan kebijakan atau protokol rumah sakit tempat pasien dirawat. Protokol

  • 44

    yang lazim dilakukan adalah EKG dan cardiac clearance untuk pasien berusia 40

    tahun ke atas, dan pemeriksaan darah lengkap (hitung darah lengkap), elektrolit,

    dan urinalisis rutin untuk semua pasien. Pemeriksaan tambahan dilakukan sesuai

    riwayat medis pasien dan faktor risiko. Apabila diantisipasi kemungkinan adanya

    perdarahan intraoperasi, golongan darah dan pencocokan silang harus dilakukan.

    Pengkajian ansietas pra operasi perlu dilaksanakan sebelum pembedahan

    dapat dilakukan. Pengkajian ansietas ini terdiri dari:

    1. Data subjektif

    a. Pengetahuan dan pengertian tentang pembedahan yang dilakukan

    1) Area yang dibedah

    2) Jenis pembedahan

    3) Informasi dokter bedah tentang kamar bedahnya, lamanya perawatan

    di rumah sakit, dan pembatasan pasca operasi

    4) Rutinitas pra operasi

    5) Rutinitas pasca operasi

    6) Pemeriksaan laboratorium

    b. Pengalaman mengenai pembedahan terdahulu

    1) Jenis dan sifat pembedahan

    2) Jarak waktu pembedahan terdahulu dan sekarang

    c. Keprihatinan atau perasaan yang spesifik mengenai pembedahan yang

    sekarang

    d. Arti agama dalam hidup pasien

    e. Individu yang berarti bagi pasien

  • 45

    1) Jarak geografis

    2) Persepsi pasien tentang dukungan yang bisa diberikan orang berarti

    baginya

    f. Perubahan pola tidur

    2. Data objektif

    a. Pola bicara

    1) Topik yang sama diulang

    2) Terus-menerus mengubah pembicaraan

    3) Menghindari pembicaraan yang menyangkut perasaan

    b. Kemampuan berinteraksi dengan orang lain

    c. Fisik

    1) Kecepatan nadi dan pernapasan meningkat

    2) Keringat di telapak tangan

    3) Kedua tangan tak bisa diam

    4) Sering berkemih (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

    2.2.5 Persiapan Akhir Pembedahan

    Pada tahap akhir praoperatif, perawat bertanggung jawab atas kesiapan

    dan keamanan pemindahan pasien ke ruang bedah. Semua barang milik pasien

    harus diidentifikasi dan diamankan. Pasien memakai pakaian rumah sakit dan

    semua pakaian pribadinya dilepas. Apabila pasien memakai cat kuku, cat kukunya

    harus dihapus agar dapat mengkaji lapisan kapiler dengan akurat. Perhiasan juga

    dilepas, kecuali cincin kawin. Kaca mata dan semua prostesis (gigi, bola mata,

  • 46

    tangan/kaki palsu, dan sebagainya) dilepas, diidentifikasi, dan diamankan.

    Perawat harus memeriksa apakah pasien memakai gigi palsu. Gigi palsu yang

    tidak dilepas bisa membahayakan saluran napas karena bisa menghambat saluran

    napas apabial terlepas ketika induksi anestesia. Pasien yang ingin membawa

    benda religius biasanya diizinkan (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

    a. Premedikasi

    Sebelum premedikasi diberikan, perawat harus memeriksa kembali apakah

    formulir informed consent telah diisi dan ditandatangani. Formulir informed

    consent diletakkan paling depan pada status pasien. Tujuan dari premedikasi

    adalah mengurangi rasa cemas dan memberiakn sedatif atau hipnotik, mengurangi

    sekresi saliva dan sekresi gaster, mengurangi nyeri dan rasa tidak nyaman

    (narkotik). Premedikasi bisa diberikan on call to the O.R (kamar operasi

    memberi tahu untuk diberikan premedikasi) atau bisa juga diberikan di kamar

    operasi sebelum induksi anestesia. Premedikasi bisa juga tidak diberikan sesuai

    keinginan ahli anestesi. Setelah premedikasi diberikan, pasien tidak boleh lagi

    turun dari tempat tidur. Keamanan pasien harus diperhatikan dengan cara

    memasang pagar tempat tidur (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

    b. Daftar periksa praoperasi (checklist praoperatif).

    Daftar periksa praoperasi adalah ringkasan persiapan pasien sebelum

    pembedahan. Tanda-tanda vital praoperasi harus didokumentasikan. Data ini bisa

    dijadikan sebagai data dasar untuk mengidentifikasi perubahan yang dapat timbul

    pada tahap intraoperatif dan pascaoperatif. Apabila kateter Foley tidak dipasang,

    pasien diminta untuk berkemih, dan jumlah urine dicatat pada statusnya. Pasien

  • 47

    dipindahkan ke kamar operasi bersama dengan statusnya yang lengkap dan

    dokumen lain yang diperlukan (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

    2.2.6 Pengendalian Infeksi

    Kebijakan dan prosedur untuk mengendalikan infeksi harus memberi

    petunjuk mengenai teknik aseptik di kamar operasi. Kebijakan dan prosedur harus

    didasarkan pada prinsip mikrobiologi dan bakteriologi. Semua anggota tim bedah

    mempyunyai tangguag jawab untuk mempertahankan teknik aseptik yang ketat.

    Sangat penting bagi setiap perawat bedah (perawat kamar operasi) untuk memiliki

    surgical conscience (hati nurani bedah). Perawat bedah yang mempunyai

    surgical conscience akan mengikuti dan melakasanakan semua prosedur kamar

    operasi dengan memperhatikan secara ketat teknik aseptik bedah. Pelanggaran

    atau kelalaian betapa pun kecilnya terhadap teknik aseptik dapat membuat ia

    merasa bersalah. Perawat bedah yang memiliki surgical conscience juga

    mengamati dan mengevaluasi pasien, lingkungan kamar operasi, dan personel. Ia

    juga mengerti prinsip aseptik dan teknik steril, serta berani menegur personel yang

    tidak memperhatikan prinsip aseptik dan teknik steril (Baradero, Dayrit, Siswadi,

    2009).

    2.2.7 Caring di Keperawatan Perioperatif

    Keperawatan adalah profesi pelayanan yang didasarkan pada kebutuhan

    ilmiah untuk penyelidikan yang efektif dan seni mengomunikasikan sensitivitas

    pada aktivitas fisik, psikososial, dan ekonomi perawatan klien. Etik adalah cabang

  • 48

    dari filosofi, yang mengacu pada proses pemikiran rasional dalam upaya

    menentukan tindakan yang benar. Etik terapan mengarah pada pertanyaan tentang

    apa yang sebaiknya individu perbuat dalam situasi tertentu. Individu yang

    menghadapi masalah etis tidak mengetahui apakah tindakan yang dilakukannya

    benar atau salah (Curtin, 1994 dalam Gruendemann & Fernsebner, 2006).

    Persoalan moral timbul pada semua aspek keperawatan, dari ruang

    kedaruratan sampai fasilitas perawatan tingkat lanjut dan perawatan kesehatan di

    rumah. Area perioperatif dinilai lebih nyata dibandingkan area lain karena perawat

    merawat klien yang cenderung mengalami ketidaksadaran selama anestesia dan

    pembedahan. Berbagai masalah etis antara lain: respek yang kurang terhadap

    martabat klien; melakukan tes atau tindakan yang tidak perlu; berbohong pada

    klien; kekhawatiran mengenai benar tidaknya klien diberi persetujuan tindakan;

    tidak menghormati instruksi do not resuscitate klien; menunda dan

    menghentikan hidrasi dan nutrisi; dan menghentikan pada mereka yang tidak lagi

    mau mengusahakannya. Kebutuhan akan reformasi perawatan kesehatan telah

    meningkatkan kesadaran terhadap persoalan alokasi dan distribusi sumber yang

    diperlukan untuk merawat klien dengan aman dan adekuat. Sering kali sumber ini

    meliputi waktu perawatan, keterampilan, pengetahuan, dan keahlian, dan ketika

    sumber ini kurang, keamanan dan kesejahteraan klien terancam (Reilly &

    Behrens-Hanna, 1991 dalam Gruendemann & Fernsebner, 2006).

    Konsep caring dalam keperawatan adalah fundamental. Perawat dikatakan

    bermoral, jika mereka bertindak menurut aturan yang benar. Caring adalah ide

    moral keperawatan yang menghasilkan perlindungan, peningkatan, dan

  • 49

    pemeliharaan martabat manusia (Reilly & Behrens-Hanna, 1991 dalam

    Gruendemann & Fernsebner, 2006).

    Caring pada keperawatan perioperatif di departemen operasi adalah suatu

    model perawatan kesehatan yang penting dan meskipun sudah banyak penelitian

    yang berfokus pada kualitas perawatan perioperatif tetapi masih dibutuhkan

    pengembangan alat ukur pada caring di keperawatan perioperatif (Donmez &

    Ozbayr, 2010).

    Terdapat banyak sumber yang dapat membantu perawat perioperatif dalam

    membuat keputusan. American Nurses Association Code for Nurses with

    Interpretative Statements-Explication for Perioperative Nurse (1993) memberikan

    dukungan kepada perawat sebagai advokat dari keseluruhan contoh yang

    mewakili sebelas pernyataan kode. American Nurses Association Statement

    Regarding Risk and Responsibilty in Providing Nursing Care (1986) juga

    membantu perawat untuk menentukan risiko bahaya yang lebih besar bagi dirinya

    dibandingkan bagi klien jika perawatan diberikan. Karena setiap perawat

    menentukan risiko mereka sendiri, ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan

    dalam profesi tersebut. Sumber lain adalah komite etik rumah sakit. Komite

    keperawatan atau komite interdisipliner merupakan komite etik rumah sakit yang

    dibentuk untuk mengembangkan rekomendasi kebijakan, mendidik, dan

    berpartisipasi dalam tinjauan kasus retrospektif atau prospektif (Hamblet, 1994

    dalam Gruendemann & Fernsebner, 2006).

    Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keperawatan perioperatif dapat

    membantu intervensi dan implementasi dari proses keperawatan dengan cara

  • 50

    memberikan sebuah kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan

    ekspekrasi mereka dan menerima informasi. Hal ini dapat mengurangi kecemasan

    dan stres yang dialami pasien pada fase perioperatif. Meskipun ekspresi pasien

    dan perawat dalam proses ini belum dipelajari sebelumnya (Lindwall, Post,

    Bergbom, 2003).

    Berdasarkan beberapa penelitian, satu dari alasan mengapa klien dan

    perawat memiliki perbedaan persepsi tentang perilaku caring perawat perioperatif

    adalah ketidakadekuatan komunikasi (Donmez & Ozbayr, 2010).