CARA PENYELESAIAN PERKARA DEBITOR...
Transcript of CARA PENYELESAIAN PERKARA DEBITOR...
Hlm. 1 dari 11 hlm.
CARA PENYELESAIAN PERKARA DEBITOR WANPRESTASI
DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H.(Hakim PTA Mataram)
A. Pendahuluan:
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang kemudian
perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka
Pengadilan Agama berwenang mengadili sengketa ekonomi syariah yang meliputi
kegiatan ekonomi umat Islam atau masyarakat yang menundukan diri pada
ekonomi syariah bersengketa dengan perbankan syariah atau Lembaga
Keuangan syariah.
Telah banyak Pengadilan Agama yang telah menerima mengadili memutus
serta menyelesaikan sengketa ekonomi syariah antara lain Pengadilan Agama
Purbalingga (wilayah PTA Semarang), Pengadilan Agama Situbondo(wilayah PTA
Jawa Timur), Pengadilan Agama Bengkulu dan Pengadilan Agama Manna
(wilayah PTA Bengkulu) serta Pengadilan Agama Muara Enim (wilayah PTA
Palembang dan masih banyak Pengadilan Agama yang lain yang telah menerima,
memutus serta menyelesaikan perkara sengketa ekonomi syariah, dan ternyata
para Hakim Pengadilan Agama mampu memutus dan menyelesaikan dengan
baik.
Kemampuan para Hakim Pengadilan Agama dapat menepis anggapan
bahwa penempatan sengketa ekonomi syariah menjadi wewenang mengadili
Pengadilan Agama akan memperlambat pertumbuhan bisnis syariah, karena ada
kesan bahwa Pengadilan Agama hanya pengadilan bagi masyarakat yang
beragama Islam (asas personalitas), sedangkan banyak masyarakat non muslim
yang menggunakan jasa perbankan syariah.
Sebagai bukti bahwa Perbankan syariah hingga bulan Oktober 2014
pertumbuhannya sangat pesat dan tercatat 12 Bank Umum syariah, 22 Unit
Usaha Syariah dan 163 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, dan jaringan kanto
sebanyak 2.950 buah (menurut Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK Edy
Setiadi tanggal 7 Januari 2015).
Hlm. 2 dari 11 hlm.
Tentang kewenangan Pengadilan Agama untuk menyelesaikan sengketa
ekonomi syariah telah jelas dan tegas tercantum dalam Pasal 55 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, dan ditegaskan lagi dengan
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012, tanggal 29 Agustus 2013
Tentang Pembatalan Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 Tentang PerbankanSyariah yang amarnya menyatakan bahwa
Penjelasan Pasal 55 ayat (2) tersebut tidak mengikat, intinya apabila kedua belah
pihak tidak tercapai kesepakatan untuk damai atau penyelesaian non litigasi,
maka kedua belah pihak harus kembali menyelesaikan secara litigasi di
Pengadilan Agama bukan di Pengadilan Umum.
Judul tulisan ini berkenaan dengan “Cara penyelesaian perkara Debitor
wanprestasi dalam sengketa ekonomi syariah”, maksud tulisan ini sekedar
menambah kajian bagi para Hakim Agama yang tengah menyelesaikan sengketa
ekonomi syariah dibatasi pembahasannya tentang Debitor wanprestasi,
sedangkan Pihak piutang/Kreditor menuntut Debitor harus memenuhi
kewajibannya membayar utang sesuai yang telah disepakati dalam perjanjian.
Dalam utang piutang sudah sering dilakukan dalam kehidupan masyarakat
kita terutama dalam bidang usaha atau membeli suatu barang dengan cara
kredit/mengansur, untuk mendapatkan dana melalui kredit dengan mengadakan
perjanjian utang piutang yang secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dan secara khusus diatur dalam undang-undang perbankan serta
dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
Masyarakat sebagai pelaku dan pelaksana pembangunan dalam bidang
ekonomi khususnya, untuk mendapatkan kesejahteraan keluarga sangat
memerlukan dana untuk modal usaha, sedangkan Pemerintah sebagai penggerak
pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata berkewajiban mengarahkan serta
menciptakan suasana usaha yang memberikan kemudahan bagi masyarakat
melalui perkreditan.
Sebagian masyarakat ingin berusaha atau membeli sebuah rumah/mobil
tetapi tidak cukup memiliki uang tunai/modal, sehingga untuk mendapatkan modal
harus melalui pinjam/kredit pada Bank, tentu dalam perjanjian kredit pada Bank
harus ada jaminan hal ini guna menghindari resiko pada Bank ketika Debitor
wanprestasi.
Hlm. 3 dari 11 hlm.
Disatu sisi pihak Bank/Kreditor telah memberikan kemudahan pada Debitor
untuk meminjam uang dengan jaminan, tetapi sering terjadi Debitor
menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh Kreditor, bahkan Debitor
melarikan diri sebelum melunasi hutangnya, namun disisi lain ada sebagian
petugas dari Bank yang sengaja mencari nasabah supaya mengajukan
kredit/pembiayaan guna memenuhi target yang telah ditentukan dari pihak Bank
sehingga Debitor yang didapat bukan yang berprilaku baik, padahal untuk
memberikan pinjaman kepada calon Debitor pihak Bank harus menilai tentang
kelayakan seorang nasabah untuk mendapatkan pinjaman.
Bagaimana jika Debitor wanprestasi?, hal inilah yang akan menjadi
pembahasan dalam tulisan ini.
B. Pembahasan :
Dalam pembahasan judul tulisan ini penulis akan membahas cara
penyelesaian perkara Debitor wanprestasi yang tidak memenuhi
prestasi/janjinya sesuai kesepakatan yang telah diperjanjikan oleh Debitor dan
Kreditor. Adapun kata kunci yang akan dibahas ini adalah : debitur, kreditur,
akad, agunan, margin dan wanprestasi. Untuk mendapatkan gambaran apa
yang akan dibahas ini, maka perlu terlebih dahulu diketahui arti kata kunci
tersebut.
Debitor/nasabah penerima fasilitas yang memperoleh fasilitas dana atau
yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan prinsip syariah.(Pasal 1 angka
19 UU No.21 Tahun 2008).
Kreditor ialah Bank atau lembaga keuangan yang menyediakan dana untuk
kepentingan Debitor diikat dengan perjanjian tertentu.
Akad adalah kesepakatan dalam suatu pejanjian antara dua pihak atau lebih
untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu (Pasal
20 Perma No.2 Tahun 2008 Tentang KHES).
Agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun
benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada Bank
syariah guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah penerima
fasilitas/Debitor (Pasal 1 angka 26 UU No.21 Tahun 2008).
Margin adalah keuntungan yang didapat atas usaha Debitor kemudian
dibagikan kepada Kreditor sesuai perjanjian yang telah ditentukan.
Hlm. 4 dari 11 hlm.
Wanprestasi adalah tidak terpenuhinya kewajiban Debitor terhadap
seseorang yang lain yaitu kreditur, namun wanprestasi itu tidak dengan
sendirinya ada melainkan harus dinyatakan dahulu bahwa Debitor lalai..
Pernyataan lalai itu diikuti dengan somasi, yaitu pemberitahuan atau
pernyataan dari Kreditor kepada Debitor yang berisi ketentuan bahwa
Kreditor menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka
waktu seperti yang ditentukan dalam waktu pemberitahuan itu
(Subekti,1984:147).
Cara penyelesaian perkara Debitor wanprestasi menurut penulis setidaknya
ada 3 (tiga) cara yaitu :
1. Penyelesaian melalui gugatan ke Pengadilan Agama;
a. Kreditor mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama untuk dinyatakan
bahwa Debitor wanprestasi;
b. Debitor mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama dengan alasan bahwa
proses pelelangan tidak sesuai dengan peraturan harus dibatalkan;
2. Penyelesaian melalui permohonan bantuan eksekusi ke Pengadilan
Agama;
3. Penyelesaian eksekusi lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang (KPKNL).
Ad.1. Penyelesaian melalui gugatan ke Pengadilan Agama;
a. Kreditor sebagai Penggugat :
Pihak kreditor/Bank sebagai penyedia/pemberi fasilitas dana pembiayaan
terhadap Debitor mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama apabila
Debitor wanprestasi atau tidak memenuhi isi perjanjian yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak baik sebagian atau keseluruhan,
umpamanya Debitor tidak membayar ansuran kreditnya terhadap Kreditor.
Kapan Debitor dinyatakan wanprestasi?.
Debitor dapat dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada teguran/somasi
dari Kreditor, bahwa Debitor telah lalai membayar kewajibannya dan
supaya segera memenuhi kewajibannya. Jadi kendatipun Debitor telah
nyata-nyata menunggak atau tidak membayar ansurannya, selama belum
ada teguran/somasi dari Kreditor maka belum dapat dikatakan bahwa
Debitor wanprestasi.
Hlm. 5 dari 11 hlm.
Berapa kali Kreditor menyampaikan teguran/somasi kepada Debitor?,
Penyampaian teguran kepada Debitor sebaikya dilaksanakan 3 kali dengan
harapan memberi waktu dan kesempatan kepada Debitor untuk berusaha
memenuhi kewajibannya tersebut.
Teguran/somasi kepada Debitor supaya dilaksanakan secara resmi dan
patut, resmi artinya teguran disampaikan langsung oleh petugas pihak
Kreditor/kuasanya kepada Debitor, sedangkan patut artinya teguran itu
disampaikan di tempat Debitor berdomisili.
Bagaimana bentuk atau contoh gugatan ke Pengadilan Agama ?.
Contoh gugatan wanprestasi:
1) Dasar gugatan, adalah menguraikan tentang adanya
kesepakatan/perjanjian Kreditor memberikan pinjaman/kredit kepada
Debitor sejumlah uang dalam jangka waktu berapa lama, dengan
margin/keuntungan berapa jumlahnya, dengan menyebutkan akad
Nomor, tanggal, untuk jenis usaha apa, dengan jaminan surat
pernyataan pelepasan hak atas tanah Nomor, tanggal, atas nama siapa,
sebidang tanah berapa luas dan terletak di mana dengan menyebutkan
batas-batas tanah tersebut.
2) Bahwa dari konsekwensi lahirnya akad/perjanjian antara Kreditor dan
Debitor tersebut, maka Debitor/Tergugat diwajibkan mengansur kredit
setiap bulan dan dibayarnya pada setiap tanggal………..sampai dengan
tanggal………………dengan perincian sebagai berikut :
Ansuran pokok dan margin/keuntungan Rp…………………………..;
3) Keterlambatan …….…% setiap tahun…………Rp……………….dari
jumlah ansuran yang tertunggak (sesuai akad Grosse Akta /Pengakuan
utang) ;
4) Bahwa terhitung tanggal……………sampai dengan tanggal
..………… Debitor /Tergugat tidak melaksanakan membayar ansuran
kredit;
5) Bahwa Kreditor/ Penggugat telah menegur/ mengingatkan Debitor/
Tergugat, pertama tanggal …………. kedua tanggal………… ketiga
tanggal……….
Yang intinya : Tunggakan ansuran pokok…… .Rp………….…………….;
Margin/keuntungan……………. Rp………………………..;
Hlm. 6 dari 11 hlm.
Jumlah…………………………… Rp……………………..…;
6) Bahwa Penggugat/Kreditur kawatir tanah jaminan kredit tersebut akan
dipindahtangankan kepada orang lain maka mohon Ketua Pengadilan
Agama berkenan meletakan sita atas sebidang tanah luas……….M2
yang terletak di…………………. dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara dengan …………..……………………………………..;
Sebelah Selatan dengan…………………..………………………… ;
Sebelah Barat dengan ………………………….….………………….. ;
Sebelah Timur dengan…………………………………….……………;
6). Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Kreditor/Penggugat mohon
kepada Majelis Hakim menjatuhan putusan sebagai berikut :
a). Mengabulkan gugatan Penggugat;
b). Menyatakan sita sah dan berharga ;
c). Menyatakan Tergugat/Debitor wanprestasi;
d).Menghukum Tergugat/Debitor membayar ansuran pokok dan
margin/keuntungan………………..…………………..Rp………………;
Sisa pokok pinjaman…….…………………………….Rp……………….;
Jumlah ………………………………………………… Rp……………….;
e). Menghukum Tergugat/Debitor membayar biaya perkara;
f). Dapat ditambah petitum lainnya sesuai kebutuhan;
Bagaimana bentuk putusan hakim tentang perkara wanprestasi?
Putusan perkara wanprestasi tidak berbeda dengan putusan perkara lainnya
dengan sistimatika sebagai berikut :
a) Kepala putusan;
Meliputi Judul Putusan, Nomor Putusan, Kalimat Basmallah dan Kalimat
Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;
b) Identitas para pihak dan kedudukannya;
c) Duduk Perkara;
Meliputi dasar/alasan gugatan, Jawaban, Replik, duplik, pembuktian dan
kesimpulan;
d) Pertimbangan Hukum;
Hlm. 7 dari 11 hlm.
Pertimbangan hakim tentang kewenangan Pengadilan Agama
Mengadili perkara ekonomi syariah dengan mengetengahkan dasar
hukum peraturan perundang-undangan;
Pertimbangan hakim tentang upaya damai melalui mediasi;
Pertimbangan dasar adanya perikatan/perjanjian atau akad
pembiayaan;
Pertimbangan perlunya meletakan sita;
Pertimbangan alat bukti dari kedua belah pihak;
Pertimbangan tentang adanya surat teguran/ somasi/ pemeberitahuan
bahwa Tergugat/debitur telah menunggak membayar ansuran;
Pertimbangan tentang adanya surat pernyataan pelepasan hak atas
tanah;
Pertimbangan Grosse Akta/Surat pengakuan utang;
Pertimbangan tentang perbuatan wanprestasi;
Pertimbangan tentang jumlah kewajiban Tergugat/debitur harus
membayar ansuran dan jumlah pokok utang;
Pertimbangan dasar-dasar hukum yang dijadikan menetapkan hukum;
Pertimbangan-pertimbangan lain yang dianggap perlu;
Pertimbangan tentang biaya perkara;
d). Amar putusan:
Apakah gugatan dikabulkan/ditolak/tidak diterima;
Apabila gugatan dikabulkan maka sita dinyatakan sah dan berharga,
jika ditolak maka memerintahkan sita supaya diangkat;
Apabila terbukti Tergugat /Debitor wanprestasi harus dinyatakan
dengan tegas bahwa Debitor wanprestasi, jika tidak terbukti juga harus
dinyatakan bahwa gugatan Penggugat ditolak, jika gugatan Penggugat
tidak berdasar hukum, maka gugatan Penggugat tidak diterima;
Menghukum Tergugat/Debitor membayar sejumlah uang sebagai
pelunasan utang;
Membuat amar sesuai yang diperlukan;
Menghukum Tergugat/Debitor membayar biaya perkara;
b. Debitor sebagai Penggugat :
Debitor/Kuasanya dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama:
Hlm. 8 dari 11 hlm.
Apabila pihak kreditor melalui KPKNL dalam melaksanakan proses
pelelangan terhadap agunan/hak tanggungan berupa harta benda yang
diagunkan oleh Bank/kreditor ternyata tidak sesuai prosedur sebagaimana
ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Bagaimana proses penyelesaian perkara di Pengadilan Agama atas
gugatan tersebut?.
Debitor/kuasanya mengajukan gugatan dengan alasan bahwa pelaksanaan
lelang atas benda hak tanggungan atau benda yang menjadi jaminan atas
utang terhadap kreditor tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku antara lain :
Debitor belum dinyatakan wanprestasi, karena debitor belum pernah
ada teguran/somasi dari Kreditor;
Dalam pelaksanaan lelang Debitor tidak pernah diberitahukan tentang
akan adanya lelang atau tidak diberi kesempatan sebagai peserta
lelang;
Debitor dapat meminta Pengadilan Agama supaya Lelang yang
dilaksanakan KPKNL tersebut dibatalkan.
Bagaimana tahapan persidangan di Pengadilan Agama?.
Tahapan persidangan di Pengadilan Agama sebagaimana perkara- perkara
lainnya yakni diawali dengan proses perdamaian melalui mediasi dengan
mediator ( Pasal 130 HIR/154 R.Bg.Jo.Perma Nomor 1 Tahun 2008).
Kemudian jika terjadi kesepakatan perdamaian akan terdapat dua
kemungkinan yakni Debitor sebagai Penggugat akan mencabut gugatanya
atau Majelis Hakim akan menjatuhkan putusan yang isinya memerintahkan
kepada kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian.
Jika perdamaian tidak tercapai, maka proses pemeriksaan dilanjutkan dan
apabila gugatan terbukti bahwa pelelangan tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang belaku maka gugatan Penggugat dikabulkan
dengan membatalkan pelaksanaan lelang yang telah dilaksanakan oleh
KPKNL, dan jika gugatan tidak terbukti, maka gugatan ditolak. Dan dengan
demikian pelaksanaan lelang oleh KPKNL dinyakan sah.
Hlm. 9 dari 11 hlm.
Ad.2 Penyelesaian melalui permohonan bantuan eksekusi ke Pengadilan
Agama:
Apabila Debitor telah nyata-nyata melakukan wanprestasi, antara lain
pihak Kreditor/Bank telah 3 kali menyampaikan teguran dan Debitor tetap
tidak memenuhi kewajibannya, maka Kreditor/Bank dapat mengajukan
permohonan bantuan eksekusi agunan berupa hak tanggungan ke
Pengadilan Agama, tanpa proses persidangan, karena pada dasarnya
agunan sebagai hak tanggungan telah didaftarkan di PPAT dan didaftarkan
di Kantor Pertanahan dengan sertipikat hak tanggungan dengan irah-irah
Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sertipikat tersebut
sebagai pengganti Grosse Akta sebagaimana Pasal 14 ayat (1), ayat (2)
dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan
Tanah, dan juga berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang tersebut di atas
sebagai berikut :
(1) “Apabila Debitur wanprestasi maka berdasarkan :
a. Hak Pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UU. No.4 Tahun
1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
Yang Berkaitan Dengan Tanah;
b. Titel eksekutorial dalam sertipikat Hak Tanggungan, objek Hak
Tanggungan dijual melalui pelelangan umum untuk pelunasan
piutang pemegang Hak Tanggungan”.
Ad.3 Kreditur dapat langsung memohon bantuan ke KPKNL untuk
melaksanakan eksekusi lelang atas Agunan/hak tanggungan:
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan Dengan
Tanah adalah menjamin Hak Kreditor dari etikat buruk Debitor untuk
memenuhi prestasinya dengan membayar utang dan bunganya,
keuntungannya dengan memberi hak Kreditor untuk mengeksekusi menjual
lelang benda jaminan tanpa melalui pengadilan, hal ini sebagai trobosan
penghematan waktu dan biaya apabila harus melalui proses pengadilan;
Hlm. 10 dari 11 hlm.
Adapun prosesnya sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang
No.4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan Dengan Tanah sebagai berikut :
(1) Apabila Debitor cidera janji, maka berdasarkan :
a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
b. Title eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), objek Hak
Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan
piutang pemegang Hak Tanggungan dengan Hak mendahulukan
daripada Kreditor-Kreditor lainnya;
(2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan
objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika
dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan semua pihak;
(3) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud ayat (2) hanya dapat
dilaksanakan setelah lewat waktu 1(satu) bulan sejak diberitahukan
secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya
dalam 2(dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan
dan/atau media massa setempat serta tidak ada pihak yang
menyatakan keberatan.
(4) Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan
cara yang bertentangan dengan ketentuan pada ayat (1),ayat (2), dan
ayat (3) batal demi hukum.
(5) Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihindarkan dengan
pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beserta
biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.
C. Kesimpulan :
1. Penyelesaian perkara wanprestasi diajukan ke Pengadilan Agama ada
beberapa keuntungan antara lain dapat tercapai perdamaian win-win solotion,
Hlm. 11 dari 11 hlm.
atau jika tidak tercapai perdamaian, Kreditor dapat menuntut ganti rugi dan
dwangsom atas keterlambatan pelunasan;
2. Penyelesaian melalui permohonan bantuan eksekusi ke Pengadilan Agama
ada beberapa keuntungan antara lain tidak memerlukan waktu lama,
perdamaian dimungkinkan ketika pada tahap aan maning;
3. Penyelesaian langsung dari Kreditor ke KPKNL, dapat menghemat waktu
tetapi tidak dimungkinkan adanya perdamaian, dan berakhir putusnya
hubungan / kemitraan bisnis antara Kreditor dengan Debitor;
D. Harapan
Para Hakim Agama hendaknya menghargai atas kepercayaan para pihak
selaku pelaku/ usaha ekonomi syariah yang memilih Pengadilan Agama sebagai
tempat menyelesaikan permasalahannya, maka hendaknya memutus perkara
secara profesional, cepat, sederhana dan biaya ringan akan lebih menumbuhkan
kepercayaan masyarakat khususnya pelaku usaha ekonomi syariah.
Demikian semoga bermanfaat.
Wasalam,
Mataram, Januari 2016,
H. SARWOHADI, S.H.,M.H.