Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

34
Pailit dapat diartikan debitor dalam keadaan berhenti membayar hutang karena tidak mampu. Kata Pailit dapat juga diartikan sebagai Bankcrupt. Kata Bankrupt sendiri mengandung arti Banca Ruta, dimana kata tersebut bermaksud memporak-porandakan kursi-kursi, adapun sejarahnya mengapa dikatakan demikian adalah karena dahulu suatu peristiwa dimana terdapat seorang debitor yang tidak dapat membayar hutangnya kepada kreditor, karena marah sang kreditor mengamuk dan menghancurkan seluruh kursi-kursi yang terdapat di tempat debitor. Menurut Siti Soemarti Hartono Pailit adalah mogok melakukan pembayaran. Sedangkan Pengertian Kepailitan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh seorang kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang. Kartono sendiri memberikan pengertian bahwa kepailitan adalah sita umum dan eksekusi terhadap semua kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditornya. Terminologi Kepailitan dalam Sistem hukum Anglo-Saxon dikenal dengan kata Bankrupct adapun hal itu berarti keadaan tidak mampu membayar hutan dimana semua harta kekayaan yang berhutang diambil oleh penagih atau persero-persero Sejarah Dan Perkembangan Aturan Kepailitan Di Indonesia Sejarah masuknya aturan-aturan kepailitan di Indonesia sejalan dengan masuknya Wetboek Van Koophandel (KUHD) ke Indonesia. Adapun hal tersebut dikarenakan Peraturan-peraturan mengenai Kepailitan sebelumnya terdapat dalam Buku III KUHD. Namun akhirnya aturan tersebut dicabut dari KUHD dan dibentuk aturan kepailitan baru yang berdiri sendiri. Aturan mengenai kepailitan tersebut disebut dengan Failistment Verordenning yang berlaku berdasarkan Staatblaads No. 276 Tahun 1905 dan Staatsblaad No. 348 Tahun 1906. Arti kata Failisment Verordenning itu sendiri diantara para sarjana Indonesia diartikan sangat beragam. Ada yang menerjemahkan kata ini dengan Peraturan-

Transcript of Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

Page 1: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

Pailit dapat diartikan debitor dalam keadaan berhenti membayar hutang karena tidak mampu. Kata Pailit dapat juga diartikan sebagai Bankcrupt. Kata Bankrupt sendiri mengandung arti Banca Ruta, dimana kata tersebut bermaksud memporak-porandakan kursi-kursi, adapun sejarahnya mengapa dikatakan demikian adalah karena dahulu suatu peristiwa dimana terdapat seorang debitor yang tidak dapat membayar hutangnya kepada kreditor, karena marah sang kreditor mengamuk dan menghancurkan seluruh kursi-kursi yang terdapat di tempat debitor. Menurut Siti Soemarti Hartono Pailit adalah mogok melakukan pembayaran.

Sedangkan Pengertian Kepailitan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh seorang kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang. Kartono sendiri memberikan pengertian bahwa kepailitan adalah sita umum dan eksekusi terhadap semua kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditornya.

Terminologi Kepailitan dalam Sistem hukum Anglo-Saxon dikenal dengan kata Bankrupct adapun hal itu berarti keadaan tidak mampu membayar hutan dimana semua harta kekayaan yang berhutang diambil oleh penagih atau persero-persero

Sejarah Dan Perkembangan Aturan Kepailitan Di Indonesia

Sejarah masuknya aturan-aturan kepailitan di Indonesia sejalan dengan masuknya Wetboek Van Koophandel (KUHD) ke Indonesia. Adapun hal tersebut dikarenakan Peraturan-peraturan mengenai Kepailitan sebelumnya terdapat dalam Buku III KUHD. Namun akhirnya aturan tersebut dicabut dari KUHD dan dibentuk aturan kepailitan baru yang berdiri sendiri.

Aturan mengenai kepailitan tersebut disebut dengan Failistment Verordenning yang berlaku berdasarkan Staatblaads No. 276 Tahun 1905 dan Staatsblaad No. 348 Tahun 1906. Arti kata Failisment Verordenning itu sendiri diantara para sarjana Indonesia diartikan sangat beragam. Ada yang menerjemahkan kata ini dengan Peraturan-peraturan Kepailitan(PK). Akan tetapi Subekti dan Tjitrosidibio melalui karyanya yang merupakan acuan banyak kalangan akademisi menyatakan bahwa Failisment Verordening itu dapat diterjemahkan sebagai Undang-Undang Kepailitan (UUPK).

Undang-Undang Kepailitan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda ini berlaku dalam jangka waktu yang relatif lama yaitu dari Tahun 1905 sampai dengan Tahun 1998 atau berlangsung selama 93 Tahun. Sebenarnya pada masa pendudukan Jepang Aturan ini sempat tidak diberlakukan dan dibuat UU Darurat mengenai Kepailitan oleh Pemerintah Penjajah Jepang untuk menyelesaikan Masalah-masalah Kepailitan pada masa itu. Akan tetapi setelah Jepang meninggalkan Indonesia aturan-aturan Kepailitan peninggalan Belanda diberlakukan kembali.

Pada tahun 1998 dimana Indonesia sedang diterpa krisis moneter yang menyebabkan banyaknya kasus-kasus kepailitan terjadi secara besar-besaran dibentuklah suatu PERPU No. 1 tahun 1998 mengenai kepailitan sebagai pengganti Undang-undang Kepailitan peninggalan Belanda. Meskipun begitu isi atau substansi dari PERPU itu sendiri masih sama dengan aturan kepailitan terdahulu. Selanjutnya PERPU ini diperkuat kedudukan hukumnya dengan diisahkannya UU No. 4 Tahun 1998. Dalam perkembangan selanjutnya dibentuklah Produk hukum yang baru

Page 2: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

mengenai Kepailitan yaitu dengan disahkannya UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran sebagai pengganti UU No. 4 tahun 1998.

Perkembangan Substansi Hukum

Terdapat sebahagian perubahan mengenai substansi hukum antara aturan kepailitan yang lama dengan aturan kepailitan yang baru. Substansi tersebut antara lain:

1. Pada Failisment Verordenning tidak dikenal adanya kepastian Frame Time yaitu batas waktu dalam penyelesaian kasus kepailitan sehingga proses penyelesaian akan menjadi sangat lama sebab Undang-undang tidak memberi kepastian mengenai batas waktu. Hal ini dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur sehingga dalam penyelesaiannya lebih singkat karena ditentukan masalah Frame Time.

2. Pada Failisment Verordening hanya dikenal satu Kurator yang bernama Weestcomer atau Balai Harta Peninggalan. Para kalangan berpendapat kinerja dari Balai Harta Peninggalan sangat mengecewakan dan terkesan lamban sehingga dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur adanya Kurator Swasta.

3. Upaya Hukum Banding dipangkas, maksudnya segala upaya hukum dalam penyelesaian kasus kepailitan yang dahulunya dapat dilakukan Banding dan Kasasi, kini dalam Perpu No. 1 Tahun 1998 hanya dapat dilakukan Kasasi sehingga Banding tidak dibenarkan lagi. Hal tersebut dikarenakan lamanya waktu yang ditempu dalam penyelesaian kasus apabila Banding diperbolehkan.

4. Dalam Aturan yang baru terdapat Asas Verplichte Proccurure stelling yang artinya yang dapat mengajukan kepailitan hanya Penasihat Hukum yang telah mempunyai/memiliki izin praktek.

5. Dalam UU No. 37 Tahun 2004 ditambah 1 pihak lagi yang dapat mengjaukan permohonan kepailitan.

Pertanyaan: UU Kepailitan melindungi siapa? apakah Melindungi Pihak Kreditor atau Debitor?Jawab: Melndungi hak kedua-dua pihak baik kreditor maupun debitor, hal tersebut terdapat dalam pasal-pasal UUK. Mengenai Pasal-pasal tersebut dapat dilihat dalam pembahasan mengenai Hukum Kepailitan selanjutnya.

Syarat-Syarat Untuk Mengajukan Permohonan Pailit Terdapat Lebih dari satu Kreditor, adapun dapat dikatakan lebih dari satu Hutang. Dari Hutang-utang tersebut terdapat salah satu Hutang yang sudah Jatuh Tempo dan

Dapat Ditagih.

Siapakah Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit?

Adapun Udang-undang mengatur pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan Pailiit, yaitu:1. Pihak Debitor itu sendiri2. Pihak Kreditor

3. Jaksa, untuk kepentingan umum

Page 3: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

4. Dalam hal Debitornya adalah Bank, maka pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah Bank Indonesia

5. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka pihak yang hanya dapat mengajukan permohonan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)

6. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Re-Asuransi, Dana Pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan Publik maka pihak yang mengajukan adalah Mentri Keuangan.

Yang perlu diingat sehubungan dengan para pihak-pihak yang mengajukan permohonan pailit harus dapat diketahui apabila seorang pemohon tersebut adalah Debitor orang-perorangan dalam prosesnya maka harus ditinjau terlebih dahulu apakah pihak tersebut masih terikat dalam suatu perkawinan dan apakah perkawinan tersebut mempunyai perjanjian pemisahan harta?. Hal sangat penting sekali sebab orang yang terikat dalam suatu perkawinan(baik suami maupun istri) yang tidak mempunyai perjanjian pemisahan harta (maka ada harta bersama/campuran) tidak dapat mengajukan permohonan pailit tanpa sepengetahuan pasangannya(suami /istri) , adapun alasannya arena pailit itu mempunyai akibat hukum terhadap harta.

Dasar Hukum (Pengaturan) Kepailitan di Indonesia

Adapun pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia dapat dilihat dalam beberapa ketentuan antara lain:

UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran; UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

UU No. 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fiducia

Pasal- Pasal yang Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu Pasal 1131-1134.

Dan beberapa Undang-Undang Lainnya yang mengatur Mengenai BUMN (UU No.19 Tahun 2003), Pasar Modal( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No.16 Tahun 2001 ) , Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992)

http://hukum-area.blogspot.com/2009/11/hukum-kepailitan-pengantar.html

HUKUM KEPAILITAN

Pailit  :  Tidak Sanggup Bayar Hutang

Pailit Biasa terjadi antara Debitur dengan kreditur

Page 4: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

Pengertian Kepailitan

Secara etimologi

Kepailitan  =  pailit

Pailit berasal dari bahas Belanda FAILLIET

Yang berarti ada sebagai kata benda dan ada yang berarti sebagai kata sifat

Sedang Faiiliet itu sendiri berasal dari bahasa perancis FAILLITE

Arti lain dari pailit adalah kemacetan pembayaran

Devinisi kepailitan tidak ada dalam Undang-Undang

Menurut SITI SOEMARTI HARTONO

Dalam Bukunya pengantar hokum kepailitan dan penundaan pembayaran menyatakan bahwa :

Kepailitan adalah suatu lembaga dlm hkm perdata eropah (BW) yang tercantum dalam pasal 1131 dan 1132

22 Maret 2008

Subjek Dari kepailitan

1. Sebelum dihapuskannya buku Ke III KUHD, Undang2 masih membedakan kepailitan pedagang dengan kepailitan bukan pedagang.

Untuk kepailitan para pedagang  :

Diatur dalam buku ke III KUHD.

Untuk Kepailitan bukan pedagang  :

Diatur dalam WVK atau peraturan tentang pailit

2.   Sesudah dihapuskannya Buku ke III KUHD dan dengan diundangkannya Undang2 kepailitan, maka Undang2 tidak lagi membedakan kepailitan untuk pedagang dan kepailitan bukan untuk pedagang.

Debitur  dalam pasal 1 peraturan kepailitan adalah  :

Setiap pribadi (person) maunpun Recht Person dapat dinyatakan pailit

Page 5: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

Yang dapat dinyatakan Pailit Adalah  :

1. wanita yang bersuami.

Pernyataan kepailitan disini karena dia telah menikah maka seluruh harta suami dan istri telah menjadi satu bila tidak ada perjanjian pisah harta.

Setiap perempuan yang bersuami yang melaksanakan pekerjaan tetap pada suatu perusahaan ia pun dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri tempat ia melakukan pekerjaan atau oleh pengadilan negeri tempat kediamannya.

Dalam Pasal 3 peraturan kepailitan dijelaskan bahwa  : “ kepailitan terhadap wanita yang bersuami hanya dapat dinyatakan pailit berdasarkan  :

a.      Hutang Istri itu sendiri secara pribadi harus bertanggung jawab karena adanya izin dari suaminya.

b.      Hutang Istri, dalam hal istri dengan izin yang tegas atau izin secara diam-diam dari suami.

c.      Hutang Istri dalam hal istri tersebut sebelum ia kawin dan hutang rumah tangga   

2. Kepailitan harta peninggalan

Mengenai harta peninggalan dari seorang yang telah meninggal dunia dapat pula dinyatakan pailit berdasarkan Pasal 197 peraturan Kepailitan. Untuk itu para ahli waris harus dipanggil melalui juru sita untuk didengar tentang adanya permohonan itu

3. Kepailitan Firma dan CV

Dalam Hal ini peraturan kepailitan menegaskan sebagai berikut  :

Bahwa terhadap suatu perseroan Firma, didalam pelaporan tersebut harus memuat nama, dan tempat kediaman masing2 Persero yang secara tanggung menanggung terikat untuk seluruh Hutang2 Firma.

4. Kepailitan PT

Dengan Dinyatakannya PT (badan Hukum ) Pailit maka organ-organ badan hokum tersebut kehilangan haknya untuk mengurus dan berbuat bebas terhadap kekayaan badan hokum itu

5 April 2008

Sejarah Hukum Kepailitan

Page 6: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

Sebagaimana kita ketahui sejak 1 october 1998 pemerintah Belanda telah memiliki hokum Dagang, karena dahulu Belanda menjajah Indonesia, secara korkodasi dinyatakan bahwa di Indonesia berlaku Hukum dagang Belanda

Peraturan tentang hokum kepailitan

Di dalam peraturan kepailitan yang tercantum pada buku ke III KUHD yang berjudul tentang peraturan2 mengenai ketidakmampuan perdagangan.

Dengan terdapatnya peraturan2 yang diberlakukan terhadap pedagang dan bukan pedagang yang menimbulkan keragu2an dan tidak praktis karena peraturannya terlalu banyak dan rumit. Maka pada tahun 1993 di negeri Belanda dikeluarkan peraturan baru yang menggantikan terhadap 2 peraturan terdahulu dalam bentuk Undang-Undang kepailitan (Failessment wet)yang tidak lagi membedakan pedagang dan bukan pedagang.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Undang-Undang kepalilitan yang dikenal dengan istilah peraturan kepailitan mulai berlaku di Indonesia sejak 1 nov 1986

Keadaan dan prosedur permohonan kepailitan

Sebagai seorang pengusaha atau pedagang yang membentuk Suatu perusahaan missal  :  PT,CV atau pun seseorang yng tidak punya usaha. Bisa terjadi pada suatu ketika menghadapi kenyataan bahwa dia tidak sanggup membayar hutangnya yang ditagih padanya.

Para Pihak2 yang boleh mengajukan kepailitan

Orang yang tidak mampu membayar hutangnya yang sedang dalam keadaan berhenti membayarnya hutang2 tsb, baik atas permintaannya sendiri maupun atas permintaan seorang kreditur dapat diadakan putusan oleh hakim yang menyatakan bahwa Debitur yang bersangkutan dalam keadaan Pailit.

1.    Kepailitan terhadap Perseorangan

Adapun yang dimaksud dengan orang disini antara lain  :

a.    Orang yang cakap bertindak hokum

b.    Wanita yang telah bersuami

c.    Orang yang berada di bawah pengampuan

2.    Kepailitan terhadap suatu badan hokum

Adapun yang dimaksud dengan badan hokum disini adalah  :

Page 7: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

-   PT.

-   Koperasi

-   Yayasan

Tata cara mengajukan permohonan kepailitan

Permohonan kepailitan yang berhubungan dengan kepailitan boleh diajukan sendiri atau boleh dengan bantuan badan hokum.

Jika permohonan pailit tersebut tertulis maka permohonan itu harus disampaikan kepada panitera pengadilan Negara di wilayah hokum tempat tinggal Debitur, apabila Debitur bertempat tinggal diluar wilayah hokum pengadilan negeri yang memeriksa Permohonan kepailitan itu maka pengadilan negeri tersebut dapat mendelegasikannya kepada pengadilan negeri tempat kediaman debitur. Tetapi diperlukan suatu berita acara dan hasil pendelegasian wewenang itu.

12 April 2008

ISI PUTUSAN KEPAILITAN

Keputusan kepailitan disamping hal2 yang lazim ada dalam keputusan pengadilan antara lain   :

Identitas dari tergugat, penggugat, pertimbangan dan dictum juga memuat hal2 sebagai berikut  :

a.    Pengangkatan seorang Hakim Pengadilan Negeri sebagai Hakim Komisaris

b.    Pengangkatan panitia sementara, para kreditur jika diperlukan demi kepentingan BUDEL (Harta2 peninggalan)

Selanjutnya putusan tadi oleh panitera Pengadilan Negeri segera diberitahukan kepada pihak2 yang berkepentingan pada alamatnya masing2. Untuk kepentingan pihak ketiga keputusan tadi, minimal iktisarnya oleh BHP (Balai Harta Peninggalan) diumumkan seluas –luasnya.

Orang2 yang dapat mengajukan Upaya Hokum adalah  :

1. Debitur/Sipailit sendiri

Upaya hokum dapat diajukan oleh debitur/sipailit tadi berupa perlawanan atau banding, banding tersebut dapat diajukan 14 hari setelah diajukan putusan pailit tersebut

2. Kreditur

Page 8: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

Bilamana permohonan kepailitan itu diajukan oleh kreditur tetapi ditolak maka kreditur dapat naik banding dalam tenggang waktu 8 hari setelah permohonan itu

3. penuntut umum/jaksa

Jika penuntut umum yang naik banding maka ia menyatakan permohonan banding itu di kepaniteraan pengadilan negeri yang memeriksa permohonan kepailitan itu.

4. kreditur yang tidak memohonkan kepailitan dan orang2 lain yang berkepentingan

Setiap kreditur yang tidak memohonkan kepailitan terhadap seorang debitur mempunyai hak melawan terhadap keputusan kepailitan tersebut.

Bilamana karena perlawanana banding tadi atau keputusan kepailitian dibatalkan,maka pengumumam kepailitan yang sudah dilakukan itu ditiadakan/dicabut oleh Panitera PN yang menjatuhkan putusan tersebut serta diberitahukan kepada BHP (Balai Harta Peninggalan)

Jika ada pencabutan putusan kepailitan maka berakibat sebagai berikut  :

a.   Si Debitur berada kembali dalam keadaan seperti sebelum ia dijatuhi keputusa kepailitan

b.   Para kreditur memperoleh kembali hak2 mereka untuk mengadakan exekusi secara individual.

Selanjutnya pencabutan putusan kepailitan tidak akan mempengaruhi segala perbuatan2 yang telah dilakukan sebelum dicabutnya putusan kepailitan, dalam arti kata semua perbuatan yang dilakukan sebelumnya atau sebelum dicabutnya keputusan pengadilan itu tetap sah.

Tindakan-tindakan setelah pernyataan kepailitan

Ada 2 jenis tindakan yaitu  :

1.    Tindakan2 terhadap diri si pailit

Putusan pengadilan dapat memerintahkan penahanan si pailit sedangkan penahanan tersebut hanya selama 30 hari dan memungkinkan perpanjangan selama 30 hari pula

2.    Tindakan2 yang berkaitan dengan BUDEL si pailit tadi

Pengurusan dan penguasaan BUDEL dilaksanakan oleh BHP selanjutnya BHP diwajibkan menjaga atau mengusahakan agar barang itu tidak hilang utnuk itu BHP / TUGAS BHP diharuskan :

Page 9: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

a.    Mengusahakan tempat penyimpanan BUDEL raksio dari tindakan ini adalah agar barang2 yang mudah sekali dipindahkan tidak mudah diambil atau dipindahkan oleh orang lain.

b.    Menyegel BUDEL, penyegelan tersebut dapat juga dilakukan pengawalan oleh pemerintah atau orang2 yang dipercaya sebagai saksi

c.    Mengadakan Pencatatan BUDEL, jarang terjadi

d.    Membuat daftar keuntungan dan hutang2

e.    Melanjutkan usaha sipalit dengan maksud agar usaha itu akan mendapat penghasilan yang lebih tinggi dari barang2 itu

Note  :     batasan usahanya sepanjang tidak merugikan

f.     Tetap melakukan hubungan korespodensi

g.    Membayar biaya hidup bagi si pailit jika BHP memandang perlu

Note    :           Kalau iya batasannya sampai perkara itu selesai

19 April 2008

Akibat Keputusan Pailit

Keputusan kepailitan dapat berakibat bagi sipailit sendiri maupun terhadap harta kekayaannya, semenjak itu pula si pailit kehilangan terhadap pengurusan dan penguasaan atas budelnya

Harta kekayaan yang pengurusan dan penguasaannya berpindah kepada BHP dalam bidang hokum keluarga si pailit bebas berbuat seolah-olah tidak ada kepailitan.

Pengaruh putusan kepailitan atas tuntutan-tuntutan tertentu

Dari putusan kepailitan yang berpengaruh terhadap tuntutan tertentu. Tuntutan tersebut ada 2 jenis :

1. Tuntutan-tuntutan pokok hak dan kewajiban.2. Tuntutan untuk memenuhi suatu perikatan.

Sebaliknya tuntutan-tuntutan yang tidak secara langsung menyangkut BUDEL yaitu Tuntutan/bersifat keluarga tidak berpengaruh terhadap putusan pailit. Putusan-putusan kepailitan yang berpengaruh terhadap tuntutan tertentu, tuntutan itu ada 2 jenis yaitu :

1. Tuntutan pokok hak dan kewajiban

Page 10: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

Tuntutan yang langsung pada budel, diajukan langsung ke BHP.

2. Tuntutan untuk memenuhi suatu Budel

Tuntutan yang bertujuan untuk memenuhi dan mendapatkan yang ada dalam budel harus diajukan pada rapat ferifikasi

Pengaruh perbuatan pailit

Dari perbuatan si pailit yang merugikan para kreditur-krediturnya, BHP dapat mengungkapkan pembatalan pembuatan itu.

Perbuatan si pailit yang dapat merugikan para krediturnya pada pokoknya adalah perbuatan yang berakibat berkurangnya budel.

Pengaruh terhadap pelaksanaan hokum atas harta kekayaan debitur/failit.

Pelaksanaan-pelaksanaan hokum tersebut dimaksudkan adalah :

1. Penyitaan2. Disandera

3. Uang pemaksa

4. Penjualan Barang-barang untuk melunasi hutang

5. Pembalik namaan/pindah tangan

6. Lewat waktu/Verjarig

Kepailitan tadi juga berpengaruh terhadap perjanjian timbal balik dan demikian juga terhadap kewenangan berbuat si pailit dalam hokum harta kekayaan.

Demikian juga keputusan kepailitan berpengaruh terhadap harta perkawinan, maksudnya adalah bahwa harta perkawinan di mulai sejak dilangsungkan perkawinan, kecuali tidak ada diperjanjikan sebelumnya.

Kepailitan tidak menyebabkan perubahan-perubahan yang mendalam terhadap hubungan suami istri dalam bidang harta kekayaan tetapi penyelesaian budel akan membawa ikut serta beberapa peraturan yang terkait dengan hubungan suami istri.

Pengurusan Budel pailit

A.  Lembaga-lembaga yang terlibat dalam pengurusan dan penguasaan Budel pailit kepada BHP.

Page 11: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

      Dalam BHP tersebut diawasi oleh hakim komisaris, dalam hal tertentu dapat saja pengadilan negeri mengangkat panitia dari kreditur untuk melakukan pengawasan terhadap BHP.

3 Mei 2008

Lembaga2 yang terkait dalam kepengurusan Budel

Ada beberapa lembaga yang terlibat dalam pengurusan budel, lembaga2 tersebut adalah sebagai berikut  :

1. hakim komisaris

Tugas dan kewenangannya adalah Sbb :

1. mengawasi balai harta peninggalan.2. Memberi keterangan kepada PN dalam perkara2 yang berhubungan

dengan kepailitan.

3. Mendengar saksi-saksi dan para ahli untuk memperoleh penjelasan yang dipandang perlu.

2. BHP Balai harta peninggalan

Batas kewenangan BHP  :

BHP dia tidak berdiri sendiri oleh karena itu perbuatan-perbuatan tertentu ada kalanya diperlukan kuasa dari hakim komisaris maupun saran dari panitia para kreditur.

Pengawasan Hakim komisaris atas BHP untuk perbuatan-perbuatan tertentu diperlukan kuasa Hakim Komisaris, tetapi Hal ini tidak berarti bahwa jika tidak ada kuasa hokum akan mengakibatkan tidak sahnya perbuatan tersebut.

3. Panitia para kreditur

Dari kepanitiaan para kreditur ini sifatnya adalah Fakultatif (tidak Mutlak)sebab panitia para kreditur tersebut hanya dibentuk bilamana keadaan kepentingan Budel dikehendaki.

4. Rapat para kreditur 

Yang mungkin diadakan oleh para kreditur adalah sebagai berikut  :

1. Rapat Ferifikasi.2. Rapat untuk membicarakan sesuatu yang belum sempat dibicarakan

dalam rapat verifikasi.

Page 12: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

3. Rapat-rapat luar biasa, hal ini terlaksana bila dikehendaki Hakim Komisaris

4. Rapat untuk melanjutkan perusahaan si pailit

5. Rapat untuk membicarakan pemberesan BUDEL

6. Untuk memverifikasi tagihan-tagihan yang terlambat masuk.

RENVOI

Diperlukan apabila ada tagihan-tagihan yang tetap dibantah dikembalikan pada hakim yang menjatuhkan keputusan kepailitan. Untuk itu tidak perlu diadakan gugatan tersendiri hanya hakim komisaris cukup dengan menunjuk pihak-pihak untuk hadir di persidangan hal tersebut disebut juga dengan “renvoi procedure”.

Berakhirnya kepailitan

Ada 2 cara kepailitan berakhir yaitu  :

1. Akur

Kepailitan yang berakhir dengan akur sisebut juga berakhir tanpa perantaraan hakim. Akur Lazimnya berisi Hal-hal sebagai berikut  :

a.      Sipailit menawarkan kepada para kreditur2nya untuk membayar dengan system persentase dan sisanya dianggap lunas

b.      Sipailit menyediakan BUDELnya bagi para kreditur dengan mengangkat seorang untuk menjual Budel itu dan hasilnya untuk dibagi-bagikan kepada kreditur

c.      Debitur minta penundaan pembayaran dan minta diperbolehkan mengangsur hutangnya (ini jarang dilakukan).

d.      Debitur menawarkan pembayaran secara tunai (ini sangat jarang terjadi)

Cara Penawaran Akur

Rencana akur harus juga dikirimkan kepada panitia para kreditur.

Panitian Para kreditur beserta BHP diwajibkan memberikan saran tertulis mengenai akur itu pada rapat verifikasi, Bila akur sudah diterima agar dia mempunyai kekuatan hokum harus disyahkan oleh Hakim, pengesahan oleh hakim ini disebut HOMOLOGASI , homologasi akan ditolak oleh hakim bilamana  :

1.    Aktiva Budel secara menyolok mata melebihi jumlah diperjanjikan dalam akur.

Page 13: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

2.    Penetapan akur tidak cukup dijamin

3.    Akur terjadi karena penipuan (pembohongan)

2. Insolvensi

Insolvensi terjadi bila dalam suatu kepailitan tidak ditawarkan akur, dengan timbulnya insolvensi ini maka dimulailah penjualan barang-barang yang masih ada yang hasilnya untuk dibagi-bagikan kepada kreditur, lazimnya penjualan ini dilakukan dimuka umum (lelang).

10 Mei 2008

Bapak Tidak masuk

17 Mei 2008

Mid semester

24 mei 2008

Kepailitan suatu harta warisan

Mengenai kepailitan sebuah harta warisan hanya diatur secara ringkas, yang diatur hanya mengenai kepailitan harta warisan itu sepanjang yang diatur dalam UU kepalitan yang nyata2 dilarang atau tidak mungkin dilakukan.

Kapan harta warisan itu dinyatakan kepailitannya ? Bila Budel seorang yang sudah meninggal dapat dinyatakan dalam keadaan pailit bilamana seorang yang meninggal tadi dapat menunjukkan bahwa orang yang meninggal itu dalam keadaan berhenti membayar atau bahwa harta warisan itu pada hari meninggalnya tidak cukup untuk membayar hutang-hutang yang sudah meninggal tersebut.

Akibat putusan kepailitan harta warisan

Kepailitan harta warisan akibatnya menurut hokum pemisahan Budel dari orang yang meninggal itu dengan harta kekayaan ahli warisnya. Pemisahan itu penting bilamana ahli warisan itu menerima warisan itu secara murni dan mereka sendiri mempunyai banyak hutang.

REHABILITASI

Setelah kepailitan berakhir si bekas pailit atau ahli warisnya dapat mengajukan permohonan rehabilitasi kepada pengadilan negeri yang memeriksa kepailitan itu.

Page 14: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

Permohonan tersebut harus tertulis dan harus disertai dengan bukti2 yang mengatakan bahwa semua kreditur yang diakui telah dilunasi tgihannya (semua hutang piutang telah dibayar) .

Sebaliknya setiap kreditur yang diakui dapat melawan permohonan rehabilitas itu secara resmi dan menyebutkan alasan2 nya

Misalnya  :

Debitur belum selesai dalam menyelesaikan pembayaran hutangnya.

31 Juni 2008

Ke Jakarta kebetulan bp tidak mengajar Cuma memberitahukan nilai

07 Juni 2008

Tujuan rehabilitasi

Adalah untuk mengembalikan seseorang ke keadaan semula seperti sebelum jatuh pailit sebenarnya dengan berakhirnya kepailitan dengan sendirinya si bekas pailit kembali ke keadaan semula tanpa perlu adanya permohonan rehabilitasi, tetapi mungkin dengan adanya rehabilitasi secara resmi itu si bekas pailit akan memperoleh kepercayaan umum kembali.

Dari peraturan kepailitan ternyata bahwa kepailitan itu sebagai eksekusi dengan perantaraan pengadilan yang hanya mengenai harta kekayaan si pailit bukan orang.

Penundaan Pembayaran (Surseauce van betaling)

Penundaan pembayaran dimaksudkan untuk memungkinkan seorang debitur meneruskan perusahaannya, meskipun ada kesukaran pembayaran untuk menghindari kepailitan.

Penundaan pembayaran dibolehkan hanya bilamana  :

a.    Harapan akan dapat bisa memuaskan para kreditur itu

b.    Untuk menjaga jangan sampai debitur menyalahgunakan penundaan pembayaran dan merugikan para krediturnya.

Maka diangkatlah Bewind Folder sama2 dengan debitur mengurus usaha2 debitur itu.

Bewind Volder Adalah  :

Orang yang melakukan Bewind

Page 15: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

Bewind adalah  :

Penarikan harta kekayaan tertentu dari penguasaan pemilik dengan penunjukan seorang wali (Bewin Folder). Pengertian tersebut diatas adalah menurut Scholten.

Kemudian pengertian lain Bewind Tidak selalu sama tergantung dari penunjukan UU, pada akhirnya penundaan pembayaran sebenarnya memberikan bantuan kepada debitur yang masih tetap memegang pengurusannya. Jadi Bewind Folder itu hanya merupakan wakil bilamana ia bertindak terhadap debitur.

Yang dapat minta penundaan pembayaran

Adalah Debitur yang menggugat bahwa ia akan tidak dapat meneruskan pembayaran hutang2 nya yang sudah dapat di tagih.

Cara Permohonan Penundaan Pembayaran

Surat permohonan penundaan pembayaran beserta surat2 yang perlu diserahkan ke PN, Selanjutnya PN segera mengambil Tindakan2 Sbb  :

1. Memberikan penundaan sementara dan mengangkat seorang atau lebih bewind folder.

2. Memerintahkan atau memanggil semua kreditur yang di ketahui dan si Debitur sendiri dengan surat Dinas oleh panitera PN.

Syarat2 untuk dapat dinyatakan pailit

1. Keadaan berhenti membayar yaitu seorang debitur tidak mampu untuk membayar hutang.

2. Seorang atau lebih kreditur.

3. Memiliki satu atau lebih hutang yang telah jatuh tempo.

Siapakah yang memintakan kepailitan bagi seorang debitur

1. Debitur itu sendiri.2. Seorang atau lebih kreditur.

3. Jaksa Atas kepentingan umum

Siapa yang hadir dalam siding penundaan

1. debitur2. Kreditur

3. Kuasa hakim berdasarkan surat kuasa.

Page 16: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

Akhir lengkap

Note

1. aktifitas kepailitan ini berada pada pihak kreditur, Contoh seseorang meminjam uang di Suatu Bank dan kemudian dinyatakan pailit karena tidak mampu lagi membayar.

2. Beda badan Hukum dan orang

Orang              :           Subjek Hukum

Badan Hukum :           Subjek hokum yang bukan orang

http://vanplur.wordpress.com/2011/04/23/hukum-kepailitan/

Pengertian kepailitan dan Dasar hukum kepailitan

Pailit dapat diartikan debitor dalam keadaan berhenti membayar hutang karena tidak mampu. Kata Pailit dapat juga diartikan sebagai Bankcrupt. Kata Bankrupt sendiri mengandung arti Banca Ruta, dimana kata tersebut bermaksud memporak-porandakan kursi-kursi, adapun sejarahnya mengapa dikatakan demikian adalah karena dahulu suatu peristiwa dimana terdapat seorang debitor yang tidak dapat membayar hutangnya kepada kreditor, karena marah sang kreditor mengamuk dan menghancurkan seluruh kursi-kursi yang terdapat di tempat debitor. Menurut Siti Soemarti Hartono Pailit adalah mogok melakukan pembayaran.

Sedangkan Pengertian Kepailitan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh seorang kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang. Kartono sendiri memberikan pengertian bahwa kepailitan adalah sita umum dan eksekusi terhadap semua kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditornya.

Terminologi Kepailitan dalam Sistem hukum Anglo-Saxon dikenal dengan kata Bankrupct adapun hal itu berarti keadaan tidak mampu membayar hutan dimana semua harta kekayaan yang berhutang diambil oleh penagih atau persero-persero

Sejarah Dan Perkembangan Aturan Kepailitan Di Indonesia

Sejarah masuknya aturan-aturan kepailitan di Indonesia sejalan dengan masuknya Wetboek Van Koophandel (KUHD) ke Indonesia. Adapun hal tersebut dikarenakan Peraturan-peraturan mengenai Kepailitan sebelumnya terdapat dalam Buku III KUHD. Namun akhirnya aturan tersebut dicabut dari KUHD dan dibentuk aturan kepailitan baru yang berdiri sendiri.

Page 17: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

Aturan mengenai kepailitan tersebut disebut dengan Failistment Verordenning yang berlaku berdasarkan Staatblaads No. 276 Tahun 1905 dan Staatsblaad No. 348 Tahun 1906. Arti kata Failisment Verordenning itu sendiri diantara para sarjana Indonesia diartikan sangat beragam. Ada yang menerjemahkan kata ini dengan Peraturan-peraturan Kepailitan(PK). Akan tetapi Subekti dan Tjitrosidibio melalui karyanya yang merupakan acuan banyak kalangan akademisi menyatakan bahwa Failisment Verordening itu dapat diterjemahkan sebagai Undang-Undang Kepailitan (UUPK).

Undang-Undang Kepailitan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda ini berlaku dalam jangka waktu yang relatif lama yaitu dari Tahun 1905 sampai dengan Tahun 1998 atau berlangsung selama 93 Tahun. Sebenarnya pada masa pendudukan Jepang Aturan ini sempat tidak diberlakukan dan dibuat UU Darurat mengenai Kepailitan oleh Pemerintah Penjajah Jepang untuk menyelesaikan Masalah-masalah Kepailitan pada masa itu. Akan tetapi setelah Jepang meninggalkan Indonesia aturan-aturan Kepailitan peninggalan Belanda diberlakukan kembali.

Pada tahun 1998 dimana Indonesia sedang diterpa krisis moneter yang menyebabkan banyaknya kasus-kasus kepailitan terjadi secara besar-besaran dibentuklah suatu PERPU No. 1 tahun 1998 mengenai kepailitan sebagai pengganti Undang-undang Kepailitan peninggalan Belanda. Meskipun begitu isi atau substansi dari PERPU itu sendiri masih sama dengan aturan kepailitan terdahulu. Selanjutnya PERPU ini diperkuat kedudukan hukumnya dengan diisahkannya UU No. 4 Tahun 1998. Dalam perkembangan selanjutnya dibentuklah Produk hukum yang baru mengenai Kepailitan yaitu dengan disahkannya UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran sebagai pengganti UU No. 4 tahun 1998.

Perkembangan Substansi Hukum

Terdapat sebahagian perubahan mengenai substansi hukum antara aturan kepailitan yang lama dengan aturan kepailitan yang baru. Substansi tersebut antara lain:

1. Pada Failisment Verordenning tidak dikenal adanya kepastian Frame Time yaitu batas waktu dalam penyelesaian kasus kepailitan sehingga proses penyelesaian akan menjadi sangat lama sebab Undang-undang tidak memberi kepastian mengenai batas waktu. Hal ini dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur sehingga dalam penyelesaiannya lebih singkat karena ditentukan masalah Frame Time.

2. Pada Failisment Verordening hanya dikenal satu Kurator yang bernama Weestcomer atau Balai Harta Peninggalan. Para kalangan berpendapat kinerja dari Balai Harta Peninggalan sangat mengecewakan dan terkesan lamban sehingga dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur adanya Kurator Swasta.

3. Upaya Hukum Banding dipangkas, maksudnya segala upaya hukum dalam penyelesaian kasus kepailitan yang dahulunya dapat dilakukan Banding dan Kasasi, kini dalam Perpu No. 1 Tahun 1998 hanya dapat dilakukan Kasasi sehingga Banding tidak dibenarkan lagi. Hal tersebut dikarenakan lamanya waktu yang ditempu dalam penyelesaian kasus apabila Banding diperbolehkan.

Page 18: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

4. Dalam Aturan yang baru terdapat Asas Verplichte Proccurure stelling yang artinya yang dapat mengajukan kepailitan hanya Penasihat Hukum yang telah mempunyai/memiliki izin praktek.

5. Dalam UU No. 37 Tahun 2004 ditambah 1 pihak lagi yang dapat mengjaukan permohonan kepailitan.

Pertanyaan: UU Kepailitan melindungi siapa? apakah Melindungi Pihak Kreditor atau Debitor?Jawab: Melndungi hak kedua-dua pihak baik kreditor maupun debitor, hal tersebut terdapat dalam pasal-pasal UUK. Mengenai Pasal-pasal tersebut dapat dilihat dalam pembahasan mengenai Hukum Kepailitan selanjutnya.

Syarat-Syarat Untuk Mengajukan Permohonan Pailit

Terdapat Lebih dari satu Kreditor, adapun dapat dikatakan lebih dari satu Hutang. Dari Hutang-utang tersebut terdapat salah satu Hutang yang sudah Jatuh Tempo dan

Dapat Ditagih.

Siapakah Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit?

Adapun Udang-undang mengatur pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan Pailiit, yaitu:

1. Pihak Debitor itu sendiri2. Pihak Kreditor

3. Jaksa, untuk kepentingan umum

4. Dalam hal Debitornya adalah Bank, maka pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah Bank Indonesia

5. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka pihak yang hanya dapat mengajukan permohonan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)

6. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Re-Asuransi, Dana Pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan Publik maka pihak yang mengajukan adalah Mentri Keuangan.

Yang perlu diingat sehubungan dengan para pihak-pihak yang mengajukan permohonan pailit harus dapat diketahui apabila seorang pemohon tersebut adalah Debitor orang-perorangan dalam prosesnya maka harus ditinjau terlebih dahulu apakah pihak tersebut masih terikat dalam suatu perkawinan dan apakah perkawinan tersebut mempunyai perjanjian pemisahan harta?. Hal sangat penting sekali sebab orang yang terikat dalam suatu perkawinan(baik suami maupun istri) yang tidak mempunyai perjanjian pemisahan harta (maka ada harta bersama/campuran) tidak dapat mengajukan permohonan pailit tanpa sepengetahuan pasangannya(suami /istri) , adapun alasannya arena pailit itu mempunyai akibat hukum terhadap harta.

Dasar Hukum (Pengaturan) Kepailitan di Indonesia

Page 19: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

Adapun pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia dapat dilihat dalam beberapa ketentuan antara lain:

UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran; UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

UU No. 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fiducia

Pasal- Pasal yang Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu Pasal 1131-1134.

Dan beberapa Undang-Undang Lainnya yang mengatur Mengenai BUMN (UU No.19 Tahun 2003), Pasar Modal( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No.16 Tahun 2001 ) , Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992)

http://ayusuliestya.wordpress.com/2011/02/26/1-pengertian-kepailitan-dan-dasar-hukum-kepailitan/

HUKUM KEPAILITAN

Seorang teman saya termasuk dalam golongan orang yang anti-utang. Menurutnya, utang bisa menghimpit dada, bisa sesak kita dibuatnya. Tapi dalam bisnis, adakah pengusaha yang tidak terlibat utang? Pertanyaan ini rasanya hampir mirip dengan “akankah matahari besok pagi terbit?” Jadi pengusaha tentu saja harus siap dililit utang. Tapi apapun permainannya, yang terpenting adalah berhati-hati di medan ranjau: memahami segala resiko dan konsekwensinya supaya maut tidak menjemput bangkrut karena, misalnya, pengadilan tiba-tiba menyatakan pailit. Bukankah krisis keuangan yang melanda dunia saat ini seperti bom curah yang jatuh ketika penduduk kota sedang lelap-lelapnya tidur? Dunia dikagetkan dengan pengumuman sang Presiden, “Yes, we are bankrupt. But don`t wory, we can believe in… change.” Seketika, besoknya, berita-berita bunuh diri para CEO yang kecewa atau depresi akibat bangkrut menghiasi halaman muka koran-koran besar.

Perikatan

Hukum nasional kita, khusunya hukum perdata, tidak mengenal istilah “utang” secara definitif. Istilah utang tidak dirumuskan dalam satu pasal pengertian, sehingga untuk mendefinisikannya istilah tersebut dikembangkan dalam doktrin. Istilah “utang” lahir bersamaan dangan istilah “piutang” sebagai lawannya, seperti juga hak dan kewajiban yang berlawanan jika ditinjau dari arah kedua sisinya. Namun, apakah kewajiban sama dengan utang dan hak sama dengan piutang? Sebelumnya, ada baiknya kita menjenguk dulu pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer):

Page 20: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

“Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang.”

Dalam pasal diatas jelas tersurat: undang-undang hendak menegaskan bahwa setiap hak dan kewajiban perdata, yang merupakan substansi dari hubungan perikatan, dapat timbul baik karena persetujuan/perjanjian yang dikehendaki oleh para pihak maupun karena undang-undang memang menetukannya demikian. Dalam persetujuan, yang kita sebut saja perjanjian, para pihak yang terlibat memang menghendaki adanya suatu perikatan. Bahkan perikatan tersebut merupakan alat untuk memperoleh seperangkat hak dan kewajiban hukum. Jadi, dalam perjanjian para pihak menegaskan lewat persetujuannya, bahwa ia mengakui hak-hak dan kajiban-kewajiban yang tertuang di dalam perikatan. Misalnya, Pasal 3, Penjual menyetujui bahwa Pembeli akan melakukan pembayaran barang secara mencicil sebanyak tiga kali dalam rentang waktu satu bulan.

Disamping perjanjian, alat untuk menimbulkan hak dan kewajiban lainnya adalah undang-undang. Dalam hal ini para pihak terikat secara hukum bukan karena adanya persetujuan, melainkan karena hukum telah menentukannya demikian. Misalnya, Undang-undang Perseroan Terbatas menentukan bahwa hanya Direktur yang dapat mewakili perbuatan hukum suatu perusahaan. Dengan demikian, undang-undang telah memberikan hak kepada Direktur perusahaan untuk dapat mewakili perusahaannya dalam berhubungan hukum dengan orang atau perusahaan lain. Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, suatu perikatan sekurang-kurangnya membawa serta di dalamnya empat unsur:

Pertama, Perikatan adalah suatu hubungan hukum. Hubungan hukum ini, seperti telah disampaikan diatas, dapat lahir baik karena perjanjian maupun karena undang-undang. Suatu perikatan yang lahir dari perjanjian mengikuti aturan-aturan hukum perjanjian seperti yang dimaksud dalam Buku III KUHPer maupun peraturan lainnya. Menurut pasal 1313 KUHPer, Perjanjian adalah:

“Suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”.

Menurut pasal diatas perjanjian merupakan suatu “perbuatan”. Hal ini berbeda dengan perikatan yang merupakan suatu “hubungan”. Kedua perbuatan dan hubungan itu adalah perbuatan dan hubungan dalam bidang hukum, dan secara kausalitas mempunyai akibat hukum. Agar melahirkan perikatan, suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yang menurut pasal 1320 KUHPer meliputi syarat subyektif dan syarat obyektif. Syarat subyektif meliputi  “kata sepakat dari para pihak” dan “kecakapan para pihak untuk bertindak hukum”. Syarat kedua, syarat obyektif, meliputi syarat “adanya suatu pokok persoalan tertentu” dan “suatu sebab yang halal (Tidak terlarang)”.

Prinsip penting lainnya dari suatu perjanjian adalah asas “kebebasan berkontrak”. Menurut pasal 1338 KUHPer, semua perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Hal ini berarti setiap orang, siapapun, bebas membuat suatu perjanjian tentang apapun selama memenuhi syarat subyektif dan obyektif. Setelah memenuhi syarat, maka perjanjian tersebut akan berlaku layaknya undang-undang, tapi terbatas hanya pada pihak-pihak yang memberikan persetujuannya.

Page 21: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

Kedua, perikatan melibatkan dua atau lebih orang (Pihak). Suatu perikatan melibatkan dua orang atau lebih yang merupakan para pihak dalam perikatan tersebut. Kedua pihak itu terdiri dari pihak yang berkewajiban memenuhi isi perjanjian pada satu sisi (Debitur) dan pihak yang berhak atas pemenuhan kewajiban tersebut pada sisi lain (Kreditur). Dalam hal terjadi pelanggaran, misalnya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya sehingga menimbulkan kerugian pada pihak lain, pihak yang dirugikan itu dapat menuntut pemenuhan haknya sekaligus ganti rugi karena ingkar janji (Wanprestasi). Demikian pula dengan hubungan hukum perikatan yang berasal dari undang-undang, maka pihak yang menimbulkan kerugian itu dapat dituntut berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

Ketiga, perikatan termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan. Hal ini berarti hubungan hukum dalam perikatan harus mempunyai pengaruh terhadap harta kekayaan para pihak. Konsekwensi logis dari masuknya perikatan ke dalam lapangan hukum harta kekayaan adalah bahwa perikatan tersebut membawa para pihak kedalam suatu prestasi yang dapat dinilai dengan uang. Jika hubungan hukum tersebut tidak memberi pengaruh atau akibat terhadap harta kekayaan para pihak, maka hubungan hukum tersebut tidak masuk dalam batasan hukum perikatan.

Keempat, Perikatan melahirkan hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak. Hak tersebut meliputi hak Kreditur untuk menerima prestasi dari Debitur, sedangkan Debitur menjadi pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi tersebut kepada Kreditur. Bagi Debitur, kewajiban tersebut adalah utang yang memberikan Kreditur hak tagih. Menurut Gunawan Widjaja, berdasarkan perikatan yang lahir karena perjanjian dan para pihak yang menerima prestasi, perjanjian dapat digolongkan kedalam perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik. Perjanjian sepihak hanya melahirkan kewajiban pada salah satu pihak, sedangkan dalam perjanjian timbal balik kewajiban itu lahir bagi kedua belah pihak.

Utang

Suatu perikatan telah menimbulkan hak dan kewajiban, maka dapat kita katakan bahwa perikatan menimbulkan utang-piutang diantara Debitur dan Kreditur. KUHPer sangat menekankan terutama pada unsur kewajiban, sehingga kewajiban merupakan sisi penting dari suatu perikatan. Namun, apakah kewajiban ini sama dengan utang?

Menurut Lee A Weng, utang merupakan kewajiban yang terbit dari adanya hubungan hukum pinjam-meminjam atau perikatan utang-piutang, dimana pihak Debitur berkewajiban melakukan pembayaran utangnya kepada Kreditur yang berupa utang pokok ditambah bunga. Pendapat ini sejalan dengan putusan Mahkamah Agung RI tanggal 2 Desember 1998 No. O3/KN/1998 dalam perkara kepailitan PT. Modernland Reality v.s Drs. Husein Saini dan Johan Subekti. Pendapat Lee A Weng, demikian juga Putusan Mahkamah Agung RI No. 03/KN/1998, dengan demikian telah menempatkan kewajiban sebagai utang. Putusan itu juga telah memberikan pengertian utang yang hanya semata-mata lahir dari suatu perjanjian pinjam-meminjam uang.

Terhadap pendapat tersebut, yang mendasarkan utang hanya pada pinjaman uang, Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja tidak menerimanya. Menurut mereka, dalam kasus tersebut Mahkamah Agung RI telah salah menafsirkan utang yang hanya terbatas pada pinjaman uang

Page 22: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

saja. Mahkamah Agung RI telah menilai sempit pengertian utang. Menurut mereka, “utang” adalah “perikatan, yang merupakan prestasi atau kewajiban dalam lapangan harta kekayaan yang harus dipenuhi oleh setiap Debitur dan bila tidak dipenuhi, kreditur berhak mendapat pemenuhannya dari harta Debitur”. Dalam pengertian tersebut, pengertian utang yang sempit telah diperluas, sehingga utang tidak hanya mengenai pinjam-meminjam uang, tapi juga segala macam perikatan dalam lapangan hukum harta kekayaan.

Dengan demikian, dapatlah kita simpulkan bahwa “kewajiban” adalah “utang”. Kewajiban sama dengan utang. Utang adalah suatu prestasi di dalam lapangan hukum harta kekayaan yang berupa kewajiban Debitur untuk melunasinya kepada Kreditur. Utang tersebut dapat berupa utang untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu, serta berada di lapangan hukum perikatan.

Kepailitan

Semula lembaga hukum kepailitan diatur undang-undang tentang Kepailitan dalam Faillissements-verordening Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348. Karena perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi, serta modal yang dimiliki oleh para pengusaha umumnya berupa pinjaman yang berasal dari berbagai sumber, undang-undang tersebut telah menimbulkan banyak kesulitan dalam penyelesaian utang-piutang. Penyeleseaian utang-piutang juga bertambah rumit sejak terjadinya berbagai krisis keuangan yang merembet secara global dan memberikan pengaruh tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional. Kondisi tidak menguntungkan ini telah menimbulkan kesulitan besar terhadap dunia usaha dalam menyelesaikan utang piutang untuk meneruskan kegiatannya. Undang-undang tentang Kepailitan (Faillissements verordening, Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348), sebab itu, telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998. Perubahan tersebut juga ternyata belum memenuhi perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat, sehingga pada tahun 2004 pemerintah memperbaikinya lagi dengan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Undang-undang Kepailitan dan PKPU).

Dalam pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Undang-undang Kepailitan dan PKPU), “kepailitan” diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Menurut kamus, pailit berarti “bangkrut” atau “jatuh miskin”. Dengan demikian maka kepailitan adalah keadaan atau kondisi dimana seseorang atau badan hukum tidak mampu lagi membayar kewajibannya (Dalam hal ini utangnya) kepada si piutang. Dalam Black’s Law Dictionary, pailit atau bankrupt diartikan sebagai: “The state or condition of a person (Individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due. The term includes a person againts whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt”.

Page 23: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

Dalam hal terjadi kepailitan, yaitu Debitur tidak dapat membayar utangnya, maka jika Debitur tersebut hanya memiliki satu orang Kreditur dan Debitur tidak mau membayar utangnya secara sukarela, maka Kreditur dapat menggugat Debitur ke Pengadilan Negeri dan seluruh harta Debitur menjadi sumber pelunasan utangnya kepada Kreditur. Namun, dalam hal Debitur memiliki lebih dari satu Kreditur dan harta kekayaan Debitur tidak cukup untuk melunasi semua utang kepada para Kreditur, maka akan timbul persoalan dimana para Kreditur akan berlomba-lomba dengan segala macam cara untuk mendapatkan pelunasan piutangnya terlebih dahulu. Kreditur yang belakangan datang kemungkinan sudah tidak mendapatkan lagi pembayaran karena harta Debitur sudah habis. Kondisi ini tentu sangat tidak adil dan merugikan Kreditur yang tidak menerima pelunasan. Karena alasan itulah, muncul lembaga kepailitan dalam hukum. Lembaga hukum kepailitan muncul untuk mengatur tata cara yang adil mengenai pembayaran tagihan-tagihan para Kreditur dengan berpedoman pada KUHPer, terutama pasal 1131 dan 1132, maupun Undang-undang Kepailitan dan PKPU.

Pasal 1131 KUHPer:

“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitur itu.”

Pasal 1132 KUHPer:

“Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya; hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.”

Dari dua pasal tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pada prinsipnya pada setiap individu memiliki harta kekayaan yang pada sisi positif di sebut kebendaan dan pada sisi negatif disebut perikatan. Kebendaan yang dimiliki individu tersebut akan digunakan untuk memenuhi setiap perikatannya yang merupakan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan. Selanjutnya, pasal 2 ayat (1) Undang-undang Kepailitan dan PKPU, mengatur bahwa:

“Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.

Menurut pasal 2 ayat (1) Undang-undang Kepailitan dan PKPU di atas, supaya pasal 1131 dan 1132 KUHP berlaku sebagai jaminan pelunasan utang Kreditur, maka pernyataan pailit tersebut harus dilakukan dengan putusan Pengadilan yang terlebih dahulu dimohonkan kepada Pengadilan Niaga. Menurut Gunawan Widjaja, maksud dari permohonan dan putusan pailit tersebut kepada Pengadilan adalah untuk memenuhi asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar Debitur. Asas tersebut dimaksudkan untuk memberitahukan kepada khalayak umum bahwa Debitur dalam keadaan tidak mampu membayar, dan hal tersebut memberi kesempatan kepada Kreditur lain yang berkepentingan untuk melakukan tindakan. Dengan demikian, dari pasal tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa dikabulkannya suatu pernyataan pailit jika dapat terpenuhinya persyaratan kepailitan sebagai berikut:

Page 24: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

(1)         Debitur tersebut mempunyai dua atau lebih Kreditur.

(2)         Debitur tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Debitur mempunyai dua atau lebih Kreditur

Untuk melaksanakan Pasal 1132 KUHPer yang merupakan jaminan pemenuhan pelunasan utang kepada para Kreditur, maka pasal 1 ayat (1) Undang-undang Kepailitan dan PKPU mensyaratkan adanya dua atau lebih Kreditur. Syarat ini ditujukan agar harta kekayaan Debitur Pailit dapat diajukan sebagai jaminan pelunasan piutang semua Kreditur, sehingga semua Kreditur memperoleh pelunasannya secara adil. Adil berarti harta kekayaan tersebut harus dibagi secara Pari passu dan Prorata. Pari Passu berarti harta kekayaan Debitur dibagikan secara bersama-sama diantara para Kreditur, sedangkan Prorata berarti pembagian tersebut besarnya sesuai dengan imbangan piutang masing-masing Kreditur terhadap utang Debitur secara keseluruhan.

Dengan dinyatakannya pailit seorang Debitur, sesuai pasal 22 jo. Pasal 19 Undang-undang Kepailitan dan PKPU, Debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan ke dalam kepailitan. Terhitung sejak tanggal putusan Pengadilan, Pengadilan melakukan penyitaan umum atas seluruh harta kekayaan Debitur Pailit, yang selanjutnya akan dilakukan pengurusan oleh Kurator yang diawasi Hakim Pengawas. Dan bila dikaitkan dengan pasal 1381 KUHPer tentang hapusnya perikatan, maka hubungan hukum utang-piutang antara Debitur dan Kreditur itu hapus dengan dilakukannya “pembayaran” utang melalui lembaga kepailitan.

Debitur tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Gugatan pailit dapat diajukan apabila Debitur tidak melunasi utangnya kepada minimal satu orang Kreditur yang telah jatuh tempo, yaitu pada waktu yang telah ditentukan sesuai dalam perikatannya. Dalam perjanjian, umumnya disebutkan perihal kapan suatu kewajiban itu harus dilaksanakan. Namun dalam hal tidak disebutkannya suatu waktu pelaksanaan kewajiban, maka hal tersebut bukan berarti tidak dapat ditentukannya suatu waktu tertentu. Pasal 1238 KUHPer mengatur sebagai berikut:

“Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”

Berdasarkan pasal tersebut, mengenai utang yang jatuh waktu dan dapat ditagih adalah ketika Debitur melakukan kelalaian dalam perjanjian, dan berdasarkan ketepatan waktu kelalaian tersebut dapat dibedakan atas:

1.  Dalam hal terdapat ketetapan waktu dalam perjanjian.

Page 25: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu

Jika dalam perjanjian telah ditetapkan suatu waktu tertentu tentang kapan Debitur harus melaksanakan kewajibannya melunasi utang, maka dengan lewatnya jangka waktu tersebut dan Debitur tidak melaksanakan kewajiban utangnya, Debitur sudah dapat dianggap lalai. Mulai sejak saat itu Debitur dianggap lalai karena tidak melaksanakan kewajibannya, dan sejak saat itu pula muncul hak Kreditur untuk melakukan penagihan pelunasan utang melalui lembaga kepailitan.

2.  Dalam hal tidak terdapat ketetapan waktu dalam perjanjian.

Selain oleh Kreditur dan Debitur sendiri, suatu permohonan pailit dapat diajukan oleh pihak-pihak lain seperti yang disebutkan dalam pasal 2 Undang-undang Kepailitan dan PKPU. Mereka adalah:

1.  Kejaksaan untuk kepentingan umum.

Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.

2.  Bank Indonesia dalam hal Debitur adalah bank

Pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap suatu bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia. Pengajuan tersebut semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan kewenangan Bank Indonesia terkait dengan ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan perundang-undangan.

3.  Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM) dalam hal Debitur adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian

Permohonan pailit juga dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM) karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk instansi-instansi yang berada di bawah pengawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia terhadap bank.

4.  Menteri Keuangan dalam hal Debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik

(legalakses.com).

http://dadangsukandar.wordpress.com/2010/08/02/80/

Page 26: Pailit Dapat Diartikan Debitor Dalam Keadaan Berhenti Membayar Hutang Karena Tidak Mampu