Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

25
cara pendiskripsian sistem kristal BAB III TATA CARA PENDISKRIPSIAN 3.1. Proyeksi 3.1.1 Proyeksi Orthogonal Digunakan untuk mendapatkan gambar tiga dimensional dari suatu bentuk kristal diatas bidang kertas. Pelukisan (penggambaran) tersebut dapat dilakukan dengan cara berikut : 1. Penggambaran Salib Sumbu Salib sumbu digambarkan berdasarkan tabel 3.1. Tabel 3.1 : Pengambaran Salib Sumbu Sistem Kristal No System Kristal Perbandingan Sumbu Sudut antar Sumbu 1 Isometric a : b : c = 1 : 3 : 3 a + ^ b’ = 30 0 2 Tetragonal a : b : c = 1 : 3 : 6 a + ^ b’ = 30 0 3 Hexagonal a : b : c = 1 : 3 : 6 a + ^ 20’ = 20 0 ; d + ^ b’ = 40 0

Transcript of Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

Page 1: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

cara pendiskripsian sistem kristal

BAB III

TATA CARA PENDISKRIPSIAN3.1. Proyeksi

3.1.1  Proyeksi Orthogonal

Digunakan untuk mendapatkan gambar tiga dimensional dari suatu

bentuk kristal diatas bidang kertas. Pelukisan (penggambaran)

tersebut dapat dilakukan dengan cara berikut :

1. Penggambaran Salib Sumbu

Salib sumbu digambarkan berdasarkan tabel 3.1.Tabel 3.1 : Pengambaran Salib Sumbu Sistem Kristal

No System Kristal Perbandingan

Sumbu

Sudut antar Sumbu

1 Isometric a : b : c = 1 : 3 : 3 a+ ^ b’ = 300

2 Tetragonal a : b : c = 1 : 3 : 6 a+ ^ b’ = 300

3 Hexagonal a : b : c = 1 : 3 : 6 a+ ^ 20’ = 200; d+^ b’

= 400

4 Trigonal a : b : c = 1 : 3 : 6 a+ ^ 20’ = 200; d+^ b’

= 400

5 Orthorombik a : b : c =

sembarang

a+ ^ b’ = 300

6 Monoklin a : b : c = a+ ^ b’ = 450

Page 2: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

sembarang

7 Triklin a : b : c =

sembarang

a+ ^ b’ = 450; ^ c’ =

800

2. Penggambaran Bentuk Kristal

−        Cari semua symbol bentuk kristal (Indsches Miller) yang ada

pada octanct I, yaitu semua bidang yang memotong sumbu a+, b+, c+

.

−        Untuk symbol tersebut ke Indische Weisz.

−        Plotkan seluruh parameter kesusunan salib sumbu, dan

hubungan semua titik yang bersesuaian sehingga membentuk

garis-garis. Upayakan penarikan garis dari semua garis dapat

terkombinasikan sehingga titik potongnya menghasilkan bidang-

bidang semu dari bentuk yang diinginkan.

−        Bidang yang terbentuk diproyeksikan dengan cara simetri

keberbagai octant.

−        Perjelas garis-garis rusuk kristal dan hilangkan garis bantu

yang dibuat sebelumnya.

−        Lengkapi gambar tersebut dengan Indiches dan unsur-unsur

simetrinya.

3.1.2. Proyeksi Stereografis.

Untuk mendapatkan ciri-ciri simetri yang lengkap pada suatu

kristal maka bentuk perspektif harus dikombinasikan dengan

berbagai cara, salah satunya adalah proyeksi sterografis.

Proyeksi stereografis dianggap sebagai proyeksi yang paling baik

karena ini mencakup proyeksi dari setengah bola. Bidang

Page 3: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

proyeksinya berupa lingkaran equatorial yang mempunyai jari-jari

sama panjang dengan jari-jari bola. Setelah bidang datar proyksi

diambil seperti bidang datar equatorial bola, garis khayal

digambarkan pada ujung-ujung proyeksi bola ke ujung selatan

bola.

Selanjutnya titik-titik yang dihasilkan oleh pertemuan garis

proyeksi bidang Kristal dengan bidang equatorial disebut sebagai

Proyeksi Stereografis Pengkonstruksian proyeksi stereografis

dalam bentuk tersendiri (keluar dari proyeksi bola), dapat

dilakukan dengan menggunakan Wulf Net, paku payung, kalkir

dan jangka yaitu dengan cara sebagai berikut :

−        Letakkan kalkir diatas Wulf Net dan ikuti/lukis lingkarannya

diatas kalkir.

−        Setelah pusat kedua lingkaran dihimpitkan dengan paku

payung, letakkan posisi sumbu b (bidang 010 dan 010) pada

diameter horizontal (kutup E-W Wulf Net).

−        Hitung sudut antar pedion plane atau basalt pinacold,

kemudian plotkan kedalam kalkir sesuai dengan busur Wulf Net.

−        Hitung sudut antar bidang terhadap seluruh pedion plane,

selanjutnya plotkan dengan cara yang sama seperti point 3.

−        Bidang lainnya akan ditemukan berdasarkan “Hukum

Kompilasi” , yang merupakan perpotongan masing-masing garis

busur lingkaran vertical dan horizontal.

−        Sempurnakanlah proyeksi tersebut dengan melengkapi nilai-

nilai simetri kristalnya.

3.2. Sistem Kristal

  Sistem isometrik

Page 4: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

−     Bagian 1     :    Menerangkan nilai sumbu utama, mungkin

bernilai 2, 4, atau 4

−     Bagian 2     :    Menerangkan sumbu tambahan pada arah (111),

apakah

                            bernilai bernilai 3 atau 3.

−     Bagian 3     :    Menerangkan sumbu tambahan bernilai dua atau

tidak

bernilai, yang memiliki arah (110) atau arah lainnya terletak

tepat diantara dua buah sumbu utama.

  Sistem Tetragonal

−        Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c (mungkin bernilai 4

atau 4).

−        Bagian 2 : Menerangkan nilai sumbu horizontal.

−        Bagian 3 : Menerangkan nilai tambahan yang terletak diantara

dua sumbu

Utama lateral

  Sistem Heksagonal dan Trigonal

−        Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, mungkin bernilai 6, 6,

3 atau 3.

−        Bagian 2 : Menerangkan nilai sumbu utama horizontal (sumbu

a, b dan d)

−        Bagian 3 : Menerangkan ada tidaknya nilai sumbu tambahan

yang tepat

                                   diantara dua sumbu utama horizontal berarah

(1010).

  Sistem Orthorombik

Terdiri atas tiga bagian yang dimulai dengan menerangkan nilai

Page 5: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

sumbu a,b dan c.

  Sistem monoklin

Terdiri dari satu bagian yaitu hanya menerangkan nilai sumbu b.

  Sistem Triklin

Sistem triklin hanya mempunyai dua kelas simetri yang

menerangkan ada tidaknya pusat simetri.

3.3 Jumlah unsur Simetr

Jumlah unsur simetri adalah notasi-notasi yang digunakan untuk

menjelaskan nilai-nilai yang ada dalam sebuah kristal, nilai sumbu-

sumbunya, jumlah bidang simetrinya, serta titik pusat dari kristal

tersebut. Dengan menentukan nilai jumlah unsur simetri, kita akan

dapat mengetahui dimensi-dimensi yang ada dalam kristal tersebut,

yang selanjutnya akan menjadi patokan dalam penggambarannya.

Unsur simetri yang diamati adalah sumbu, bidang, dan pusat

simetri. Cara penentuannya adalah sebagai berikut:

  Pada posisi kristal dengan salah satu sumbu utamanya, lakukan

pengamatan terhadap nilai sumbu simetri yang ada. Pengamatan

dapat dilakukan dengan cara memutar kristal dengan poros pada

sumbu utamanya.

  Perhatikan keterdapatan sumbu simetri tambahan, jika ada

tentukan jumlah serta nilainya. Menentukan nilainya sama dengan

pada sumbu utama.

  Amati keterdapatan bidang simetri pada setiap pasangan sumbu

simetri yang ada pada kristal.

  Amati bentuk kristal terhadap susunan persilangan sumbunya,

kemudian tentukan ada tidaknya titik pusat kristal.

  Jumlahkan semua sumbu dan bidang simetri (yang bernilai

Page 6: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

sama) yang ada.

3.4. Kelas Simetri

Dalam pembagian kelas Sistem kristal, ada 2 simbolisasi yang

sering digunakan. Yaitu Herman-Mauguin dan Schoenflish.

Simbolisasi tersebut adalah simbolisasi yang dikenal secara umum

(simbol Internasional).

3.4.1. kelas simetri menurut Herman-Mauguin

Simbol Herman-Mauguin adalah simbol yang menerangkan ada

atau tidaknya bidang simetri dalam suatu kristal yang tegak lurus

terhadap sumbu-sumbu utama dalam kristal tersebut. Hal ini dapat

dilakukan dengan mengamati sumbu dan bidang yang ada pada

kristal tersebut.

Pemberian simbol Herman-Mauguin ini akan berbeda pada

masing-masing kristal. Dan cara penentuannya pun berbeda pada

tiap Sistem Kristal.

1.Sistem Isometrik

−       Bagian 1       :    Menerangkan nilai sumbu utama, mungkin

bernilai 2, 4, atau 4

−       Bagian 2       :    Menerangkan Sumbu tambahan pada arah

111,apakah bernil 3atau3   

−       Bagian 3       :    Menerangkan sumbu tambahan bernilai 2 atau

tidak bernilai.yang memilikiah 110 atau arah lainnya yang terletak

tepat diantara dua buah sumbu utama.

2. Sistem Tetragonal

−       Bagian 1       :    Menerangkan nilai sumbu c, mungkin

mungkin bernilai 4 atau 4.

−       Bagian 2       :    Menerangkan nilai sumbu utama horizontal.

Page 7: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

−       Bagian 3       :    Menerangkan nilai sumbu tambahan yang

terletak tepat diantara dua sumbu utama lateral.

3. Sistem Hexagonal dan Trigonal

−       Bagian 1       :    Menerangkan nilai sumbu c, mungkin bernilai

6 atau 3.

−       Bagian 2       :    Menerangkan nilai sumbu utama horizontal.

−       Bagian 3       :    Menerangkan ada tidaknya nilai sumbu

tambahan yang terletak tepat diantara dua sumbu utama horizontal,

berarah 1010.

4. Sistem Orthorhombik

Terdiri atas tiga bagian, yaitu dengan menerangkan nilai sumbu-

sumbu utama dimulai dari sumbu a, b, dan kemudian c.

5. Sistem Monoklin

Pada sistem ini hanya terdiri dari satu bagian, yaitu hanya

menerangkan nilai sumbu b.

6. Sistem Triklin

Untuk sistem ini hanya mempunyai dua kelas simetri yang

menerangkan keterdapatan pusat simetri kristal. Keseluruhan

bagian tersebut diatas harus diselidiki ada tidaknya bidang simetri

yang tegak lurus terhadap sumbu yang dianalisa. Jika ada, maka

penulisan nilai sumbu diikuti dengan huruf “m” (bidang simetri)

dibawahnya. Kecuali untuk sumbu yang bernilai satu ditulis

dengan “m” saja.

Berikut ini adalah beberapa contoh penulisan simbol Herman-

Mauguin dalam pendeskripsian kristal :

           6/m    :    Sumbu simetri bernilai 6 dan terhadapnya terdapat

Page 8: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

bidang simetri yang tegak lurus.

           6        :    Sumbu simetri bernilai 3, namun tidak ada bidang

simetri yang tegak lurus terhadapnya.

           m       :    Sumbu simetri bernilai 1 atau tidak bernilai dan

terhadapnya terdapat bidang simetri yang tegak lurus.

3.4.2. Kelas Simetri menurut Schoenflish.

Schoenflish

Simbolisasi Scoenflish digunakan untuk menandai atau memberi

simbol pada unsur-unsur simetri suatu kristal. Seperti sumbu-

sumbu dan bidang-bidang simetri. Simbolisasi Schoenflish akan

menerangkan unsur-unsur tersebut dengan menggunakan huruf-

huruf dan angka yang masing-masing akan berbeda pada setiap

kristal.       

Berbeda dengan Herman-Mauguin yang pemberian simbolnya

berbeda-beda pada masing-masing sistemnya, pada Schoenflish

yang berbeda hanya pada sistem Isometrik. Sedangkan system-

sistem yang lainnya sama cara penentuan simbolnya.

1. Sistem Isometrik

Pada sistem ini, simbolisasi yang dilakukan hanya terdiri dari 2

bagian, yaitu :

−       Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, apakah bernilai 2 atau

4.Bila bernilai 4, maka dinotasikan dengan huruf O (Octaheder)

Bila bernilai 2, maka dinotasikan dengan huruf T (Tetraheder)

−       Bagian 2 :  Menerangkan keterdapatan bidang simetri. Jika

mempunyai bidang simetri horizontal, vertical dan diagonal. Maka

diberi notasi huruf h. Jika mempunyai bidang simetri horizontal

dan vertical. Maka diberi notasi huruf h. Jika mempunyai bidang

Page 9: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

simetri vertical dan diagonal. Maka diberinotasi huruf v. Jika

hanya mempunyai bidang simetri diagonal. Maka diberi notasi

huruf d.

2. Sistem Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik,

Monoklin dan

Triklin

Pada sistem-sistem ini, simbolisasi Schoenflish yang dilakukan

terdiri dari 3 bagian, yaitu :

−        Bagian 1:  Menerangkan nilai sumbu lateral atau sumbu

tambahan,ada2

                              Kemungkinan:

      Kalau bernilai 2, maka dinotasikan dengan huruf D (Diedrish)

      Kalau tidak bernilai, maka dinotasikan dengan huruf C

(Cyklich)

−        Bagian 2 :  Menerangkan nilai dari sumbu c. penulisan

dilakukan dengan

 menuliskan nilai angka nilai sumbu c tersebut didepan huruf D

atau C (dari bagian 1) dan ditulis agak kebawah.

−        Bagian 3 :  Menerangkan keterdapatan bidang simetri.

Penulisan dilakukan

       Dengan menuliskan huruf yang sesuai sejajar dengan huruf

dari bagian 1. Jika mempunyai bidang simetri horizontal, vertical

dan diagonal.

       Maka dinotasikan dengan hruf h

       Jika mempunyai bidang simetri horizontal dan vertical. Maka

       dinotasikan dengan huruf h.

       Jika mempunyai bidang simetri vertical dan diagonal. Maka

Page 10: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

       dinotasikan dengan huruf v.

       Jika hanya mempunyai bidang simetri diagonal saja. Maka

       dinotasikan dengan huruf d.

Tabel 3.2.  Contoh Simbolisasi Schoenflish

No Kelas Simetri Notasi (Simbolisasi)

1 Hexotahedral Oh

2 Ditetragonal Bipyramidal D4h

3 Hexagonal Pyramidal D6h

4 Trigonal Pyramidal C3v

5 Rhombik Pyramidal C2v

6 Rhombik Dipyramidal C2h

7 Rhombik Disphenoidal C2

8 Domatic Cv

Page 11: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

9 Pinacoidal C

10 Pedial C

3.5 Penentuan bentuk Kristal

3.5.1. Sistem Isometrik

Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula

dengan sistem kristal  kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya

ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan

perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial

ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu

a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga

memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada

sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu

sama lain (90˚).

Gambar.3.1 Sistem Isometrik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,

sistem Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3.

Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b

ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan

nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar

sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu

a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas  yaitu :

• Tetaoidal

Page 12: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

• Gyroida

• Diploida

• Hextetrahedral

• Hexoctahedral

3.5.2. Sistem Tetragonal

Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3

sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan

b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan,

dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih

panjang.

Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio

(perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a

sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga

memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada

sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus

satu sama lain (90˚).

Gambar.3.2 Sistem Tetragonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,

sistem kristal Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c =

1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada

sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis

dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan

sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa

antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas yaitu:

• Piramid

Page 13: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

• Bipiramid

• Bisfenoid

• Trapezohedral

• Ditetragonal Piramid

• Skalenohedral

• Ditetragonal Bipiramid

3.5.3. Sistem Hexagonal

Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak

lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-

masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a,

b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda,

dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial

ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang

sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi

tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi

α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan

β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar 3.3 Sistem Hexagonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,

sistem Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 :

6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu

b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan

nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar

sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa

antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu

Page 14: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

Sistem  ini dibagi menjadi 7 yaitu :

• Hexagonal Piramid

• Hexagonal Bipramid

• Dihexagonal Piramid

• Dihexagonal Bipiramid

• Trigonal Bipiramid

• Ditrigonal Bipiramid

• Hexagonal Trapezohedral

3.5.4. Sistem Trigonal

Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai

nama lain yaitu Rhombohedral, selain itu beberapa ahli

memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal.

Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya,

bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang

terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan

menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.

Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio

(perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu

a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama

dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚

; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling

tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Page 15: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

Gambar.3. 4 Sistem Trigonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,

sistem kristal Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 :

3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada

sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis

dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan

sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini

menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap

sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas yaitu :

• Trigonal piramid

• Trigonal Trapezohedral

• Ditrigonal Piramid

• Ditrigonal Skalenohedral

• Rombohedral

3.5.5. Sistem Orthorhombik

Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu

simetri kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.

Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki

axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang

sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu

sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚.

Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus

(90˚).

Gambar 3.5 Sistem Orthorhombik

Page 16: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,

sistem Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c =

sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran

panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar

sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu

a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem ini dibagi menjadi 3 kelasyaitu yaitu :

• Bisfenoid

• Piramid

• Bipiramid

3.5.6. Sistem Monoklin

Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari

tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu

n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus

terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang

yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan

sumbu b paling pendek.

Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio

(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-

sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama

lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini

berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚),

sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).

Gambar 3.6 Sistem Monoklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,

sistem kristal Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c =

Page 17: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran

panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar

sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu

a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas yaitu :

• Sfenoid

• Doma

• Prisma

3.5.7. Sistem Triklin

Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang

lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-

masing sumbu tidak sama.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio

(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-

sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama

lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini

berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus

satu dengan yang lainnya.

Gambar 3.7 Sistem Triklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,

Triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang.

Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada

sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya

a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu

a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut

80˚ terhadap c+.

Page 18: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas yaitu :

• Pedial

• Pinakoidal

3.6 indeks miller dan weiss

Indeks Miller dan Weiss adalah salah satu indeks yang sangat

penting, karena indeks ini digunakan pada ancer semua ilmu

matematika dan struktur kristalografi. Indeks Miller dan Weiss

pada kristalografi menunjukkan adanya perpotongan sumbu-sumbu

utama oleh bidang-bidang atau sisi-sisi sebuah kristal. Nilai-nilai

pada indeks ini dapat ditentukan dengan menentukan salah satu

bidang atau sisi kristal dan memperhatikan apakah sisi atau bidang

tersebut memotong sumbu-sumbu utama (a, b dan c) pada kristal

tersebut.

Selanjutnya setelah mendapatkan nilai perpotongan tersebut,

langkah yang harus dilakukan selanjutnya adalah menentukan nilai

dari indeks Miller dan Weiss itu sendiri. Penilaian dilakukan

dengan mengamati berapa nilai dari perpotongan sumbu yang

dilalui oleh sisi atau bidang tersebut. Tergantung dari titik dimana

sisi atau bidang tersebut memotong sumbu-sumbu kristal.

Pada dasarnya, indeks Miller dan Weiss tidak jauh berbeda.

Karena apa yang dijelaskan dan cara penjelasannya sama, yaitu

tentang perpotongan sisi atau bidang dengan sumbu simetri kristal.

Yang berbeda hanyalah pada penentuan nilai indeks. Bila pada

Miller nilai perpotongan yang telah didapat sebelumnya dijadikan

penyebut, dengan dengan nilai pembilang sama dengan satu. Maka

pada Weiss nilai perpotongan tersebut menjadi pembilang dengan

nilai penyebut sama dengan satu. Untuk indeks Weiss,

Page 19: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

memungkinkan untuk mendapat nilai indeks tidak terbatas, yaitu

jika sisi atau bidang tidak memotong sumbu (nilai perpotongan

sumbu sama dengan nol). Dalam praktikum laboratorium

Kristalografi dan Mineralogi jurusan Teknik Geologi, ITM,

disepakati bahwa nilai tidak terbatas ( ~ ) tersebut digantikan

dengan atau disamakan dengan tidak mempunyai nilai (0). Indeks

Miller-Weiss ini juga disebut sebagai ancer bentuk. Hal ini adalah

karena indeks ini juga akan mencerminkan bagaimana bentuk sisi-

sisi dan bidang-bidang yang ada pada kristal terhadap sumbu-

sumbu utama kristalnya.

3.7 contoh mineral

3.7.1. Sistem Kristal Isometrik

Beberapa contoh mineral pada system kristal Isometrik ini adalah

gold, pyrite, galena, halite, Fluorite.

3.7.2. Sistem Kristal Tetragonal

Beberapa contoh mineral pada sistem kristal Tetragonal ini adalah

rutil, autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite.

3.7.3. Sistem Kristal Hexagonal

Beberapa contoh mineral pada sistem kristal Hexagonal ini adalah

quartz, corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite

3.7.4. Sistem Kristal Trigonal

Beberapa contoh mineral pada sistem kristal Trigonal ini adalah 

tourmaline dan cinnabar.

3.7.5. Sistem Kristal Orthorhombik

Beberapa contoh mineral pada sistem kristal Orthorhombik ini

adalah stibnite, chrysoberyl, aragonite dan witherite.

3.7.6. Sistem Kristal Monokli

Page 20: Cara Pendiskripsian Sistem Kristal

Beberapa contoh mineral pada Sistem kristal Monoklin ini adalah

azurite,  malachite, colemanite, gypsum, dan epidot

3.7.7. Sistem Kristal Triklin.

Beberapa contoh mineral pada Sistem kristal Triklin ini adalah

albite, anorthite, labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase