CAMELS vs ANGELS _ Analisis Kinerja Keuangan Yang Sesuai Bagi Perbankan Syariah Dalam Perspektif...
-
Upload
abank-doyok -
Category
Documents
-
view
487 -
download
29
Transcript of CAMELS vs ANGELS _ Analisis Kinerja Keuangan Yang Sesuai Bagi Perbankan Syariah Dalam Perspektif...
CAMELS VS ANGELS : ANALISIS KINERJA KEUANGAN YANG
SESUAI BAGI PERBANKAN SYARIAH DALAM PERSPEKTIF
SYARIAH ENTERPRISE THEORY
(Studi Empiris Pada Perbankan syariah yang Terdaftar di Bank Indonesia)
Oleh
Rahmat Hidayat1
Abstrak
Pengukuran tingkat kesehatan bank telah diatur berdasarkan ketentuan Bank
Indonesia dengan mengeluarkan SK No. 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang
metode penilaian tingkat kesehatan bank yang meliputi aspek-aspek Capital Adequacy Ratio
(Permodalan), Assets Quality (Kualitas Aktiva Produktif), Management Risk (Resiko
Manajemen), Earnings (Rentabilitas) dan Liquidity (Likuiditas) yang mana aspek-aspek
tersebut biasa dikenal dengan metode CAMEL. Analisis tersebut berlaku pada perbankan
konvensional dan juga dapat digunakan pada perbankan syariah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah penggunaan rasio CAMEL
yang selama ini dipakai untuk mengukur kinerja keuangan perbankan syariah sesuai dalam
perspektif syariah enterprise theory, ataukah perlu menggunakan alternatif pengukuran
kinerja keuangan yang lain yang sesuai bagi bank syariah seperti ANGELS, mengingat
adanya perbedaan prinsip pertanggungjawaban antara bank konvensional dan bank syariah.
Key words : CAMEL, ANGELS, syariah enterprise theory, prinsip pertanggungjawaban.
1 Mahasiswa Akuntansi Universitas Trunojoyo Madura
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengukuran tingkat kesehatan bank telah diatur berdasarkan ketentuan Bank
Indonesia dengan mengeluarkan SK No. 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang
metode penilaian tingkat kesehatan bank yang meliputi aspek-aspek Capital Adequacy
Ratio (Permodalan), Assets Quality (Kualitas Aktiva Produktif), Management Risk
(Resiko Manajemen), Earnings (Rentabilitas) dan Liquidity (Likuiditas) yang mana
aspek-aspek tersebut biasa dikenal dengan metode CAMEL. Analisis tersebut berlaku
pada perbankan konvensional dan juga dapat digunakan pada perbankan syariah.
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/11/KEP/DIR tanggal
30 April 1997 tentang cara penilaian tingkat kesehatan Bank Umum, pasal 2 dijelaskan
bahwa :
- Tingkat kesehatan bank pada dasarnya dinilai dengan pendekatan kualitatif atas
berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank.
- Pendekatan kualitatif sebagaimana dimaksud diatas dilakukan dengan penilaian
terhadap faktor-faktor seperti; permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen,
rentabilitas dan likuiditas.
Sedangkan Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 tanggal 24 Januari
2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 31, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4699), yang menyebutkan bahwa Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank mencakup penilaian terhadap faktor faktor yang terdiri dari:
1) Permodalan (Capital)
2) Kualitas aset (Asset quality)
3) Manajemen (Management)
4) Rentabilitas (Earnings)
5) Likuiditas (Liquidity)
2
6) Sensitivitas atas resiko pasar (Sensitivity to market risk)
Dari berbagai regulasi yang ada, tidak ada perbedaan dalam pengukuran tingkat
kesehatan antara bank syariah dan bank konvensional. Hal ini bertolak belakang dengan
konsep teoritis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan yang dijadikan
sebagai acuan penilaian tingkat kesehatan bank tersebut.
Konsep akuntansi yang dipakai bank konvensional sama halnya dengan konsep
akuntansi konvensional, yaitu entity theory. Berdasarkan teori tersebut prinsip
pertanggung jawabannya hanya pada stockholders, Sifat yang melekat pada entity theory
akan sulit mendukung akuntansi syari’ah yang bertujuan ”membangkitkan kesadaran
keTuhanan para penggunanya (Triyuwono : 2007). Sedangkan konsep akuntansi syariah
yang mendasari penyusunan laporan keuangan bank syariah menggunakan konsep syariah
enterprise theory, syariah enterprise theory memiliki cakupan akuntabilitas yang lebih
luas dibandingkan dengan entity theory. Akuntabilitas yang dimaksud adalah
akuntabilitas kepada Tuhan, manusia, dan alam (Triyuwono 2006a).
Penelitian terdahulu berfokus pada perbandingan kinerja keuangan perbankan
konvensional dengan perbankan syariah (Abustan, 2009), atau perbandingan kinerja
keuangan antara perbankan syariah dengan perbankan syariah lainnya (Nur Aeni
Wahyuni, 2009) dengan menggunakan rasio CAMELS. Tetapi belum ada yang menguji
ketepatan penggunaan rasio CAMELS berdasarkan perbedaan prinsip
pertanggungjawaban yang melekat pada bank syariah dan bank konvensional.
Kajian mengenai sistem penilaian tingkat kesehatan Perbankan syariah dilakukan
oleh Iwan Triyuwono dengan gagasannya yang disebut dengan ANGELS2 yang
merupakan singkatan dari Amanah management, Non-economic wealth, Give out,
Earnings, capital and assets, Liquidity and sensitivity to market, dan socio economic
wealth. Konsep ANGELS walaupun masih dalam taraf pemikiran awal dan belum bisa
dipraktikkan dalam dunia nyata, menawarkan kelebihan-kelebihan dalam mengukur
tingkat kesehatan bank syariah berdasarkan prinsip pertanggungjawabannya yang
meliputi tuhan, manusia, dan alam.
1.2. Identifikasi Masalah
2 Triyuwono, Angels: sistem penilaian tingkat kesehatan bank syariah (2011: vol 2)
3
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah :
1. Apakah pengukuran tingkat kesehatan bank syariah yang selama ini dilakukan
dengan menggunakan rasio CAMELS mampu menyajikan nilai yang sesuai
berdasarkan prinsip pertanggungjawaban yang melekat pada bank syariah ?
2. Apakah ANGELS mampu menggantikan fungsi CAMELS yang sudah biasa
digunakan dalam menilai tingkat kesehatan bank syariah ?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah berdasarkan prinsip pertanggungjawaban yang melekat
pada bank syariah, rasio CAMELS sesuai jika digunakan untuk mengukur tingkat
kesehatan bank syariah.
2. Untuk mengetahui apakah ANGELS yang muncul sebagai sistem penilaian
tingkat kesehatan bank syariah mampu menggantikan fungsi CAMELS yang
sudah biasa digunakan sebagai pengukur tingkat kesehatan bank syariah.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan terutama
dalam ilmu akuntansi (khususnya akuntansi syariah).
2. Memberikan masukan mengenai penggunaan rasio yang sesuai bagi bank syariah
3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi peneliti-
peneliti selanjutnya.
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Bank
Bank secara sederhana dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan
utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana
tersebut ke masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta
memberikan jasa Bank lainnya.
Pengertian bank menurut Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10
November 1998 tentang Perbankan adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga
kegiatan utama, yaitu:
1) Menghimpun dana
2) Menyalurkan dana
3) Memberikan jasa bank lainnya
Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok
perbankan, sedangkan kegiatan memberikan jasa-jasa bank lainnya hanyalah merupakan
pendukung dari kedua kegiatan diatas.
2.1.1. Kesehatan Bank
Budisantoso dan Triandaru (2005:51) mengartikan kesehatan bank sebagai
“kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara
normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara
yang sesuai dengan peraturan yang berlaku”.
Pengukuran tingkat kesehatan bank telah diatur berdasarkan ketentuan Bank
Indonesia dengan mengeluarkan SK No. 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997
tentang metode penilaian tingkat kesehatan bank yang meliputi aspek-aspek yang
biasa disebut dengan CAMELS, yaitu :
5
a) Capital (Permodalan)
b) Asset Quality (Kualitas Aset)
c) Management (Manajemen)
d) Earnings (Rentabilitas)
e) Liquidity (Likuiditas)
f) Sensitivity to Market Risk (Sensitivitas terhadap Risiko Pasar)
2.2. Rasio Keuangan (CAMELS)
Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu bank maka dapat dilihat laporan
keuangan yang disajikan oleh suatu bank secara periodik. Laporan ini juga sekaligus
menggambarkan kinerja bank selama periode tersebut (Kasmir, 2004). Di dalam laporan
keuangan terdapat hasil analisis dari rasio keuangan. Analisis rasio keuangan
menunjukkan hubungan di antara pos-pos yang terpilih dari data laporan keuangan.
Rasio memperlihatkan hubungan matematis di antara satu kuantitas dengan
kuantitas lainnya. Hubungan ini dinyatakan dalam presentase, tingkat, maupun proporsi
tunggal (Gamayuni, 2006). Rasio keuangan yang biasa digunakan dalam menilai tingkat
kesehatan bank untuk menentukan suatu bank bermasalah atau tidak adalah rasio
keuangan CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earning, Liquidity dan
Sensitivibility). Beberapa rasio CAMEL yang paling sering digunakan adalah rasio CAR,
NPL, ROA, ROE, NIM, BOP, dan LDR.
2.2.1. Capital Adequacy Ratio (CAR)
CAR merupakan salah satu indikator kesehatan permodalan bank. Penilaian
permodalan merupakan penilaian terhadap kecukupan modal bank untuk mengcover
eksposur risiko saat ini dan mengantisipasi eksposur risiko dimasa mendatang. CAR
memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung resiko
(kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal
sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank (Almilia
dan Herdiningtyas, 2005).
CAR =Modal Bank
x 100%Total ATMR
6
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tentang
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, semakin tinggi nilai CAR
menunjukkan semakin sehat bank tersebut.
2.2.2. Non Performing Loans (NPL)
NPL merupakan salah satu indikator kesehatan kualitas aset bank. NPL yang
digunakan adalah NPL neto yaitu NPL yang telah disesuaikan. Kuncoro (dalam
Mulyaningrum, 2008) mengatakan penilaian kualitas aset merupakan penilaian
terhadap kondisi aset Bank dan kecukupan manajemen risiko kredit. Kredit dalam hal
ini adalah kredit bermasalah.Kredit bermasalah digolongkan menjadi kredit dengan
kualitas kurang lancar, diragukan dan macet (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).
Almilia dan Herdiningtyas (2005) menyatakan bahwa semakin buruk kualitas
kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Rasio ini
dirumuskan sebagai berikut (Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31
Mei 2004) :
NPL =Kredit Bermasalah
x 100%Total Kredit
2.2.3. Return On Asset (ROA)
Rasio ini merupakan salah satu dari rasio yang digunakan untuk menilai aspek
earning. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari rata-rata total aset
bank yang bersangkutan (Almilia dan Herdiningtyas, 2005)
Riyadi (dalam Mulyaningrum, 2008) menyatakan semakin besar ROA,
semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan
suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil Rasio ini dirumuskan sebagai
berikut (Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004) :
ROA = Laba Sebelum Pajak x 100%
7
Rata-Rata Total Aset
2.2.4. Return On Equity (ROE)
Menurut Riyadi (dalam Mulyaningrum, 2008), Return on Equity adalah rasio
profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba (setelah pajak) dengan
modal (modal inti) bank, rasio ini menunjukkan tingkat % (persentase) yang dapat
dihasilkan. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai
bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil
(Almilia dan Herdiningtyas, 2005). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (Surat
Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004) :
ROE =Laba Setelah Pajak
x 100%Rata-Rata Total Ekuitas
2.2.5. Net Interest Margin (NIM)
NIM merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap rata-
rata aktiva produktif. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga
dikurangi beban bunga. Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aktiva produktif
yang menghasilkan bunga (interest bearing assets) (Prasnanugraha, 2007).
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (Surat Edaran Bank Indonesia
No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004) :
NIM =Pendapatan Bunga Bersih
x 100%Aktiva Produktif
2.2.6. Biaya Operasi dibanding dengan Pendapatan Operasi (BOPO)
8
Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap
pendapatan operasional (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).
Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka
menjalankan aktivitas usaha utamanya seperti biaya bunga, biaya pemasaran, biaya
tenaga kerja dan biaya operasi lainnya Sedangkan pendapatan operasi merupakan
pendapatan utama bank yaitu pendapatan yang diperoleh dari penempatan dana dalam
bentuk kredit dan pendapatan operasi lainnya (Prasnanugraha, 2007).
Riyadi (dalam Mulyaningrum, 2008) mengatakan semakin rendah rasio BOPO
berarti semakin baik kinerja manajemen bank tersebut, karena lebih efisien dalam
menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan.
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (Surat Edaran Bank Indonesia
No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004) :
BOPO =Biaya Operasional
x 100%Pendapatan Operasional
2.2.7. Loans to Deposit Ratio (LDR)
Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara
membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Kredit
yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain sedangkan untuk dana pihak
ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito (Almilia dan
Herdiningtyas, 2005).
Santoso (1996) mengatakan bahwa semakin tinggi rasio LDR maka semakin
tinggi probabilitas dari sebuah bank mengalami kebangkrutan. Rasio ini dirumuskan
sebagai berikut (SE BI No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004) :
LDR = Total Kredit x 100%
9
Total DPK
2.3. Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Syariah (ANGELS)
ANGELS adalah suatu bentuk sistem penilaian tingkat kesehatan bank syariah
yang diajukan oleh Iwan Triyuwono (2011 : 1-118). Sistem penilaian ini mencakup nilai,
proses, hasil, dan stakeholders. Nilai yang dimaksud disini adalah nilai etika syariah.
Nilai ini mendasari konstruksi sistem penilaian tingkat kesehatan bank syariah.
Sedangkan proses, hasil, dan stakeholders merupakan struktur komponen dari tujuan
filosofis bank syariah. Ketiga struktur ini tetap melekat pada sistem penilaian tingkat
kesehatan bank syariah agar bank syariah tidak kehilangan jati dirinya dalam melakukan
bisnisnya. Sistem penilaian tingkat kesehatan bank syariah yang dimaksud disini adalah
ANGELS (Triyuwono : 2011).
Sistem penilaian tingkat kesehatan bank syariah tidak semerta-merta begitu saja
dibuat. Tetapi sistem ini dibuat dengan tujuan yang sangat jelas, yaitu (Triyuwono : 2011)
:
1) Memastikan tercapainya tujuan bank syariah
2) Mendorong implementasi strategic management system berbasis etika syariah
3) Memicu implementasi praktik etika syariah dalam operasi sehari-hari bank
syariah
4) Mengendalikan dinamika pertumbuhan dan pengembangan bank syariah
5) Menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah
ANGELS merupakan singkatan dari Amanah management, Non-economic wealth,
Give out, Earnings, capital and assets, Liquidity and sensitivity to market, dan socio
economic wealth.
2.3.1. Amanah Management
Amanah management adalah faktor utama dari ANGELS, merupakan faktor
penilaian yang sangat penting. Dikatakan penting, karena amanah management
merupakan bentuk konkrit dari penerapan etika syariah dalam bisnis perbankan.
Penerapan etika syariah tidak dapat diartikan secara sempit dalam pengertian bahwa
bank syariah mengeluarkan produk-produk yang sesuai dengan syariah, seperi
10
mudharabah, musyarakah, murabahah, dan lain-lainnya. Tetapi lebih fundamental
adalah penerapan syariah dalam bentuk syariah strategic management system.
Syariah strategic management system merupakan sistem manajemen yang
secara sistematis dan fleksibel megnarahkan tercapainya tujuan bank syariah, yang
sekaligus menjamin dipraktikkannya etika syariah. Dengan penerapan syariah
strategic management system, etika syariah tidak saja tampak pada simbol, tetapi juga
yang lebih penting adalah substansi yang membumi dalam praktik. Jika demikian,
maka corporate culture bank yang berdasarkan pada etika syariah menjadi berbentuk
dan hidup dinamis dalam operasi bank sehari-hari.
Disamping itu, dalam amanah management dituntut adanya inovasi. Inovasi
dalam pengertian ini tidak terbataas pada inovasi produk, tetapi juga meliputi inovasi
pada sistem manajemen secara keseluruhan, misalnya inovasi pada manajemen
pelayanan, manajemen pemasaran, manajemen keuangan, dan lain-lainnya. Inovasi ini
diperlukan karena dua alasan penting, yaitu persaingan dan perubahan lingkungan.
Inovasi merupakan sebuah tuntutan dari syariah, karena dengan inovasi tersebut
sebuah perubahan dapat dilakukan. Oleh karena itu inovasi menjadi sebuah
keniscayaan bagi bank syariah untuk merespon lingkungannya dan untuk melakukan
perubahan.
Bagian lain yang tidak kalah pentingnya dengan inovasi adalah akuntabilitas
(accountability). Dengan sistem profit loss sharing, sebenarnya bank syariah dituntut
lebih transparan dibandingkan dengan bank konvensional. Akuntabilitas dalam
konteks ini meliputi tiga macam, yaitu : akuntabilitas kepada tuhan, akuntabilitas
kepada stakeholders, dan akuntabilitas terhadap alam.
Amanah management adalah bagian yang sangat penting dan fundamental dari
model sistem penilaian ini. Karena pada dasarnya keberhasilan sebuah bank sangat
bergantung pada best management practice nya. Amanah management adalah
“proses”.
2.3.2. Non-Economic Wealth
Non-economic wealth adalah faktor kedua dari ANGELS. Faktor ini adalah
faktor yang perlu diperhitungkan sebagai salah satu bagian yang tidak bisa
ditinggalkan un tu menilai tingkaat kesehatan bank syariah. Ketiadaan faktor ini
11
mengindikasikan kurang sempurnanya sistem penilaian. Kesehatan bank tidak akan
terdeteksi secara baik dan utuh jika faktor ini tidak ada.
Faktor ini muncul dan harus ada dalam model sebagai konsekuensi
menjadikan etika syariah sebagai basis nilai dari perbankan syariah. Tanpa dasar nilai
etika ini, faktor non-economic wealth tidak akan pernah ada, sebagaimana misalnya
terlihat pada CAMELS atau model laiinya.
Non-economic wealth dalam hal ini terdiri dari kesejahteraan mental dan
kesejahteraan spiritual. Untuk menciptakan jenis kesejahteraan ini diperlukan daya
“akal” mental dan spiritual yang kuat dari manajemen bank syariah
Dengan faktor ini manajemen bank syariah dituntut untuk menciptakan
kesejateraan mental dan spiritual. Kesejahteraan ini merupakan salah satu “hasil” dari
“proses” praktik amanah management.
2.3.3. Give Out
Faktor ketiga adalah give out. Faktor ini erat kaitannya dengan distribusi
kesejahteraan yang telah berhasil diciptakan oleh bank syariah. Faktor give out, dalam
model sistem penilaian bank konvensional (CAMELS), tidak muncul (sebagaimana
juga non-economic wealth), karena dasar nilai model pada bank konvensional tidak
menaruh perhatian pada distribusi kesejahteraan selain kepada shareholders.
Sebaliknya, etika syariah memberikan perhatian yang cukup besar pada aspek
distribusi kesejahteraan (Mannan 1986, 113-42). Etika syariah tidak menghendaki
bahwa kekayaan (kesejahteraan) hanya beredar dari golongan tertentu saja.
Kemampuan bank syariah mendistribusikan kesejahteraan (yang berhasil
diciptakannya) merupakan indikator bahwa bank syariah telah memiliki “organ” yang
baik untuk menunjang tingkat kesehatannya.
Kesejahteraan menurut perspektif syariah harus didistribusikan kepada pihak
yang berhak menerimanya. Pihak yang menerima adalah pihak yang lebih luas
dibandingkan dengan yang konvensional yaitu direct participants, indirect participant,
dan alam. Dengan distribusi yang lebih luas ini diharapkan akan mampu memberikan
multiplier effects yang jauh lebih besar bila dibanding dengan distribusi kepada
shareholders saja.
12
2.3.4. Earnings, Capital, and Assets Quality
Faktor keempat adalah earnings, capital, and assets quality. Faktor ini adalah
faktor “hasil”, yaitu hasil dalam pengertian kesejahteraan materi. Meskipun istilahnya
sama dengan istilah yang ada di CAMELS, tetapi esensinya berbeda. Earnings dalam
versi ANGELS lebih cenderung pada pengertian nilai tambah (value-added),
sedangkan earnings dalam versi CAMELS lebih cenderung pada pengertian profit.
Kecenderungan ANGELS pada nilai tambah disebabkam karena perbankan syariah
berorientasi pada distribusi kesejahteraan kepada stakeholders yang lebih luas.
Sementara itu, profit selalu berkonotasi pada hak yang hanya dimiliki oleh
shareholders atas kesejahteraan yang diciptakan perusahaan.
Tentang assets quality, ditinjau dari akuntansi syariah secara ideal assets
dinilai dengan menggunakan current cost accounting. Salah satu alasan mengapa
akuntansi syariah cenderung menggunakan current cost accounting adalah agar
informasi tentang zakat yang menjadi kewajiban bank menunjukkan informasi yang
lebih aktual. Implikasinya adalah bahwa akuntansi syariah menyajikan informasi
yang lebih aktual dibanding dengan akuntansi konvensional yang menggunakan
historical cost accounting.
Jadi dengan menggunakan informasi yang berdasarkan pada current cost
accounting, informasi tentang assets quality menjadi lebih baik. Demikian juga
informasi lainnya. Pada akhirnya, informasi tingkat kesehatan bank syariah juga lebih
nyata.
2.3.5. Liquidity and Sensitivity to Market
faktor kelima adalah liquidity and sensitivity to market. Faktor ini juga
termasuk faktor “hasil” dalam pengetian kesejahteraan materi. Liquidity merupakan
aspek penting bagi perbankan, baik bank konvensional maupun bank syariah.
Likuiditas yang rendah akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bank.
Sensitivity to market juga merupakan bagian yang sangat penting. Bagian ini
menunjukkan kedinamisan bank dalam merespon perubahan pasar yang ada di
sekelilingnya. Dalam kaitannya dengan bank syariah, mungkin akan terlihat berbeda
aspek liquidity to market nya dengan bank konvensional terutama karena bank syariah
menggunakan profit loss sharing.
13
2.3.6. Socio-Economic Wealth
Faktor yang keenam adalah socio-economic wealth. Faktor ini termasuk
“hasil” khusunya pada tingkat kesejahteraan materi. Perbedaan dengan faktor
keempat dan kelima adalah bahwa kesejahteraan materi ini tidak semata-mata bersifat
ekonomi, tetapi juga bersifat sosial. Contoh konkrit dari faktor keenam ini adalah
dana infaq, zakat, dan shadaqah serta pendistribusiannya dalam bentuk al-qardhul
hasan kepada indirect participants.
Kesejahteraan ini bersifat sosial dan ekonomi pada dasarnya kesejahteraan ini
diberikan kepada indirect participants, diman indirect participants disini sebenarnya
tidak memberikan kontribusi ekonomi pada bank syariah, tetapi sebaliknya bank
memiliki kewajiban untuk memberikan hak ekonomi mereka, karena bank syariah
beroperasi berdasarkan pada etika syariah. Tindakan mendistribusikan kesejahteraan
ini merupakan fitrahnya sebagai penyebar rahmat.
Karena sebuah fitrah, maka proses menciptakan dan menyebarkan socio-
economic wealth ini secara alami melekat pada diri bank syariah. Meniadakan socio-
economic ini berarti menghilangkan jati diri bank syariah.
2.4. Entity Theory
Entity merupakan turunan dari teori kepemilikan, teori ini sudah mengasumsikan
terjadinya pemisahan antara kepentingan pribadi pemilik ekuitas (owners) dengan entitas
bisnisnya (perusahaan). Pendekatan ini kemudian yang paling banyak dirujuk oleh
praktik-praktik bisnis secara umum. Dalam entity theory, kesejahteraan hanya semata-
mata dikonsentrasikan pada stockholders (Kam 1990, 315). Teori ini didasarkan pada
persamaan :
Aktiva – Kewajiban = Modal
2.5. Syariah Enterprise Theory
Shari’ah Enterprise Theory (SET) (Triyuwono 2006a, 350-56 ) yang
dikembangkan berdasarkan pada metafora zakat pada dasarnya memiliki karakter
14
keseimbangan. Konsekuensi dari nilai keseimbangan ini menyebabkan SET tidak hanya
peduli pada kepentingan individu (dalam hal ini pemegang saham), tetapi juga pihak-
pihak lainnya. Oleh karena itu, SET memiliki kepedulian yang besar pada stakeholders
yang luas. Menurut SET, stakeholders meliputi Tuhan, manusia, dan alam.
2.5.1. Tuhan
Tuhan merupakan pihak paling tinggi dan menjadi satu-satunya tujuan hidup
manusia. Dengan menempatkan Tuhan sebagai stakeholder tertinggi, maka tali
penghubung agar akuntansi syari’ah tetap bertujuan pada “membangkitkan kesadaran
keTuhanan” para penggunanya tetap terjamin. Konsekuensi menetapkan Tuhan
sebagai stakeholder tertinggi adalah digunakannya sunnatuLlah sebagai basis bagi
konstruksi akuntansi syari’ah. Intinya adalah bahwa dengan sunnatuLlah ini,
akuntansi syari’ah hanya dibangun berdasarkan pada tata-aturan atau hukum-hukum
Tuhan.
2.5.2. Manusia
Stakeholder kedua dari SET adalah manusia. Di sini dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu direct-stakeholders dan indirect–stakeholders. Direct-stakeholders
adalah pihak-pihak yang secara langsung memberikan kontribusi pada perusahaan,
baik dalam bentuk kontribusi keuangan (financial contribution) maupun non-
keuangan (non-financial contribution). Karena mereka telah memberikan kontribusi
kepada perusahaan, maka mereka mempunyai hak untuk mendapatkan kesejahteraan
dari perusahaan. Sementara, yang dimaksud dengan indirect-stakeholders adalah
pihak-pihak yang sama sekali tidak memberikan kontribusi kepada perusahaan (baik
secara keuangan maupun non-keuangan), tetapi secara syari’ah mereka adalah pihak
yang memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan dari perusahaan.
2.5.3. Alam
Golongan stakeholder terakhir dari SET adalah alam. Alam adalah pihak yang
memberikan kontribusi bagi mati-hidupnya perusahaan sebagaimana pihak Tuhan dan
manusia. Perusahaan eksis secara fisik karena didirikan di atas bumi, menggunakan
energi yang tersebar di alam, memproduksi dengan menggunakan bahan baku dari
alam, memberikan jasa kepada pihak lain dengan menggunakan energi yang tersedia
di alam, dan lain-lainnya. Namun demikian, alam tidak menghendaki distribusi
15
kesejahteraan dari perusahaan dalam bentuk uang sebagaimana yang diinginkan
manusia. Wujud distribusi kesejahteraan berupa kepedulian perusahaan terhadap
kelestarian alam, pencegahan pencemaran, dan lain-lainnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
16
3.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian
3.1.1. Jenis Data
Data yang dipergunakan untuk penelitian ini merupakan data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung atau merupakan data
keuangan yang telah dipublikasikan. Data yang digunakan untuk penelitian ini terdiri
atas :
1) Laporan tahunan 2010 PT. Bank Muamalat Indonesia
2) Laporan tahunan 2010 PT. Bank Syariah Mandiri
3.1.2. Sumber Data
Data yang diperlukan untuk diolah dalam penelitian ini diambil dari website
resmi PT. Bank Muamalat Indonesia dan PT. Bank Syariah Mandiri, yaitu:
1) www.bankmuamalat.com
2) www.bsm.co.id
3.2. Metode Pengumpulan Data
3.2.1. Metode Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yang dilakukan
dengan cara mengumpulkan data laporan tahunan (annual report) dari masing masing
perbankan syariah yang dipublikasikan, untuk mengetahui rasio keuangan dari
masing-masing perbankan tersebut.
3.2.2. Metode Kepustakaan
Metode penelitian yang dilakukan dengan mempelajari buku-buku, referensi,
laporan-laporan, peraturan-peraturan, catatan-catatan kuliah, jurnal dan sumber
lainnya yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini.
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan terutama dalam
pembahasan dan untuk membandingkan dengan permasalahan yang sebenarnya
sehingga penulis memiliki landasan teori yang cukup kuat dalam menarik kesimpulan.
17
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi
Pada dasarnya obyek penelitian ini adalah laporan tahunan yang
dipublikasikan oleh perbankan syariah, dengan demikian populasi dalam penelitian ini
adalah laporan tahunan (annual report) perbankan syariah yang sudah terdaftar di
Bank Indonesia (selaku otoritas perbankan syariah).
3.3.2. Sampel
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, yaitu metode
pemilihan sampel dengan kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dalam penelitian
ini adalah :
1) Laporan tahunan (annual report) perbankan syariah yang dipublikasikan tahun
2011.
2) Perbankan syariah (sebagaimana poin pertama) yang sudah terdaftar di Bank
Indonesia
3) Perbankan syariah yang memiliki track record tingkat kesehatan bank yang
baik.
Berdasarkan kriteria di atas, maka diperoleh dua perbankan syariah sebagai
sampel dari lima perbankan syariah populasinya.
3.4. Metode Analisis Data
3.3.1. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif yaitu suatu cara untuk menghitung yang digambarkan
dengan angka dan jumlah tertentu atau dengan perhitungan angka yang diproses.
Dalam penelitian ini analisis dilakukan pada :
1) Rasio CAMELS
2) ANGELS (sistem penilaian tingkat kesehatan bank syariah)
3.3.2. Analisis Deskriptif
18
Metode analisis deskriptif adalah suatu cara analisis langsung melalui
penyajian tabel, grafik, dan diagram dengan memanfaatkan data-data yang tersedia
seperti persentase, rata-rata, dan ukuran statistik lainnya. Analisis deskriptif yang
digunakan dalam penelitian ini untuk memberikan gambaran umum tentang kinerja
keuangan perbanakan syariah dengan menggunakan pendekatan CAMELS dan
ANGELS.
19