CACING Ascaris suum, Goeze IN VITRO · askariasis menyebabkan gangguan gizi, ileus obstruktif yang...
Transcript of CACING Ascaris suum, Goeze IN VITRO · askariasis menyebabkan gangguan gizi, ileus obstruktif yang...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH INFUSA DAUN ALPUKAT
(Persea americana Mill.) TERHADAP WAKTU KEMATIAN
CACING Ascaris suum, Goeze IN VITRO
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
REZA HANDRY PRATAMA
G0007140
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Pengaruh Infusa Daun Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap Waktu Kematian Cacing Ascaris suum, Goeze In Vitro
Reza Handry Pratama, G0007140, Tahun 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada Hari Kamis, Tanggal 9 Desember 2010 Pembimbing Utama
Nama : Yulia Sari, S.Si, M.Si NIP : 19800715 200812 2 001
Pembimbing Pendamping
Nama : Riza Novierta Pesik, dr., M.Kes NIP : 19651117 199702 2 001
Penguji Utama
Nama : Cr. Siti Utari, Dra., M.Kes NIP : 19540505 198503 2 001
Anggota Penguji
Nama : Made Setiamika, dr., Sp.THT-KL NIP : 19550727 198312 1 002
Surakarta,........................... Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. AA Subijanto, dr., MS. NIP : 19660702 199802 2 001 NIP : 19481107 197310 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 12 Desember 2010 REZA HANDRY PRATAMA NIM. G0007140
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Reza Handry Pratama., G0007140, 2010. Pengaruh Infusa Daun Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap Waktu Kematian Cacing Ascaris suum, Goeze In Vitro. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh infusa daun alpukat (Persea americana Mill.) terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze in vitro. Metode Penelitian: Eksperimental laboratorik dengan post test only controlled group design, menggunakan cacing Ascaris suum, Goeze dewasa dibagi dalam 7 kelompok yaitu kelompok NaCl 0,9%, infusa daun alpukat 20%, infusa daun alpukat 40%, infusa daun alpukat 60%, infusa daun alpukat 80%, infusa daun alpukat 100%, dan kelompok pirantel pamoat 5 mg/ml. Teknik pengambilan sampel dengan metode purposive sampling. Cacing Ascaris suum, Goeze direndam dalam larutan uji dan diinkubasi pada suhu 370 C. Pengamatan dilakukan tepat setelah perlakuan hingga cacing mati. Data berupa rerata waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze dianalisis dengan uji One Way ANOVA yang kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc LSD dengan tingkat kemaknaan p < 0,05. Hasil Penelitian: Terdapat percepatan rerata waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze yang seiring dengan peningkatan konsentrasi infusa daun alpukat dari konsentrasi 20% hingga 100%. Pada uji One Way ANOVA yang kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc LSD didapatkan perbedaan yang bermakna pada rerata waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze untuk seluruh kelompok perlakuan. Simpulan Penelitian: Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa infusa daun alpukat (Persea americana Mill.) memiliki pengaruh terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze in vitro. Semakin tinggi konsentrasi infusa daun alpukat (Persea americana Mill.), semakin cepat waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze in vitro.
Kata kunci: infusa daun alpukat (Persea americana Mill.), waktu kematian cacing, Ascaris suum, Goeze.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Reza Handry Pratama., G0007140, 2010. Effect of Avocado Leaf Infusa (Persea americana Mill.) Toward Mortality Time of Worm Ascaris suum, Goeze In Vitro. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Objective: To understand the effect of avocado leaf infusa (Persea americana Mill.) toward mortality time of worm Ascaris suum, Goeze in vitro. Methods: Experimental laboratoric, with post test only control group design using adult worm Ascaris suum, Goeze divided into seven groups. NaCl 0,9%, avocado leaf infusa 20%, avocado leaf infusa 40%, avocado leaf infusa 60%, avocado leaf infusa 80%, avocado leaf infusa 100%, and pyrantel pamoat 5 mg/ml. Observation is done exactly after the intervention until worm die. Data is analyzed with One Way ANOVA test continued with Post Hoc LSD significant p < 0,05. Result: Mortality time of worm is faster in proportion to the increase of avocado leaf infusa concentration, start at 20% to 100%. After analyzed with One Way ANOVA and Post Hoc LSD data show there is significant differences among those group. Conclusion: From the research result, it can be concluded that avocado leaf infusa (Persea americana Mill.)has effect toward mortality time of worm Ascaris suum, Goeze in vitro. Keywords: avocado leaf infusa (Persea americana Mill.), mortality time of
worm, Ascaris suum, Goeze.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan nikmat, karunia, rahmat, hidayah, serta ridhonya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Infusa Daun Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap Waktu Kematian Cacing Ascaris suum, Goeze In Vitro”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan pengarahan, bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Yulia Sari, S.Si., M.Si selaku pembimbing utama yang telah berkenan
memberikan waktu bimbingan, saran dan motivasi bagi penulis. 4. Cr. Siti Utari, Dra., M.Kes sebagai penguji utama yang telah memberikan
nasehat, koreksi, kritik, dan saran untuk menyempurnakan penyusunan skripsi.. 5. Riza Novierta Pesik, dr., M.Kes sebagai pembimbing pendamping yang telah
berkenan memberikan waktu bimbingan, saran dan motivasi bagi penulis. 6. Made Setiamika, dr., Sp.THT-KL selaku anggota penguji yang telah
memberikan nasehat, koreksi, kritik, dan saran untuk menyempurnakan penyusunan skripsi.
7. Papa, mama, dan adik serta keluarga besar di Klaten tercinta yang selalu memberikan dukungan, doa, semangat, dan selalu mengorbankan segalanya demi kebahagiaan penulis.
8. Adelia, Galih, Haris, Ika, Okkie, Tri Budi, Anda, Indi, Risang atas bantuan yang diberikan untuk penyusunan skripsi ini.
9. Semua pihak yang telah memberi bantuan secara langsung maupun tidak langsung sehingga membantu selesainya skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kekurangan karena kerterbatasan waktu, tenaga dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, dibutuhkan saran dan masukan untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu kedokteran pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Surakarta, 12 Desember 2010
Reza Handry Pratama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
halaman
PRAKATA ........................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ .......vii
DAFTAR TABEL ... ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN .... ...................................................................... .............xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................... ...............4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
BAB II LANDASAN TEORI ... .......................................................................... 5
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 5
B. Kerangka Berpikir ............................................................................ 19
C. Hipotesis ........................................................................................... 20
BAB III METODE PENELITIAN........ ..............................................................21
A. Jenis Penelitian ................................................................................. 21
B. Lokasi Penelitian .............................................................................. 21
C. Subyek Penelitian ............................................................................. 21
D. Teknik Sampling .............................................................................. 21
E. Variabel Penelitian. .......................................................................... 22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
F. Skala Variabel ................................................................................... 22
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ......................................... 22
H. Rancangan Penelitian ....................................................................... 23
I. Bahan dan Instrumentalia Penelitian ................................................ 24
J. Cara Kerja ........................................................................................ 25
K. Teknik Analisis Data Statistik ......................................................... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN .......................................................................... 34
A. Data Hasil ......................................................................................... 34
B. Analisis Data .................................................................................... 37
BAB V PEMBAHASAN .................................................................................... 42
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ............................ .....................................46
A. Simpulan .......................................................................................... 46
B. Saran ................................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1. Kandungan Gizi Alpukat per 100 gram ................................................ 16
Tabel 2. Hasil Pengamatan Tahap Persiapan...................................................... 29
Tabel 3. Waktu Kematian Cacing Ascaris suum, Goeze pada
Penelitian Pendahuluan ........................................................................ 34
Tabel 4. Waktu Kematian Cacing Ascaris suum, Goeze pada
Penelitian Akhir .................................................................................... 35
Tabel 5. Nilai Probabilitas (p) Uji Normalitas ................................................... 38
Tabel 6. Nilai Probabilitas (p) Uji Homogenitas ................................................ 38
Tabel 7. Hasil Uji One Way ANOVA ................................................................ 39
Tabel 8. Hasil Uji Post Hoc LSD ....................................................................... 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1. Cacing Dewasa Ascaris suum, Goeze .............................................. 9
Gambar 2. Daun dan Buah Alpukat ................................................................... 14
Gambar 3. Skema Rancangan Penelitian ........................................................... 23
Gambar 4. Diagram Rerata Waktu Kematian Cacing Ascaris suum, Goeze
pada Penelitian Akhir ...................................................................... 36
Gambar 5. Diagram Prosentase Perbandingan Daya Antelmintik Infusa Daun
Alpukat terhadap Pirantel Pamoat 5 mg/ml ..................................... 37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Waktu Kematian Cacing Ascaris suum, Goeze
Lampiran 2. Uji One Way ANOVA
Lampiran 3. Uji Post Hoc LSD
Lampiran 4. Dokumentasi Alat, Bahan, dan Proses Penelitian
Lampiran 5. Surat Keterangan Permintaan Bahan Tanaman dari LPPT UGM
Lampiran 6. Surat Keterangan Pengambilan Sampel dari Dinas Pertanian Kota
Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus (Margono dkk.,
2003). Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan di
seluruh dunia seperti askariasis. Askariasis merupakan infeksi intestinal pada
manusia yang disebabkan oleh parasit cacing Ascaris lumbricoides, yang
merupakan nematoda usus terbesar (Lubis dan Pasaribu, 2002). Askariasis
diperkirakan menginfeksi sekitar 25% penduduk dunia atau 0,8-1,22 milyar
orang, dengan prevalensi terbesar berada di negara tropis yang lembab
(Haburchak, 2008; Chin, 2006; Williams-Blangero et al., 2002). Di
Indonesia, prevalensi askariasis tinggi antara 60-90%, tergantung pada lokasi
dan sanitasi lingkungan (Pohan, 2007).
Ascaris lumbricoides adalah cacing yang tersebar hampir di seluruh
dunia, terutama di daerah dengan sanitasi buruk (Lubis dan Pasaribu, 2002).
Cacing ini ditularkan melalui tanah dan disebut soil transmitted helminths
(Margono dkk., 2003). Infeksi askariasis terjadi terutama pada anak-anak
antara usia 3-8 tahun (Chin, 2006; Onggowaluyo, 2000). Infeksi awal
askariasis ditandai dengan keluarnya cacing bersama kotoran atau keluarnya
cacing dari mulut, hidung maupun anus (Chin, 2006). Gejala klinis yang
timbul akibat infeksi dapat disebabkan oleh larva atau cacing dewasa.
Gangguan karena larva biasanya terjadi di paru-paru yang menyebabkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
perdarahan kecil di alveolus disertai dengan batuk, demam, eosinofilia, dan
adanya infiltrat paru-paru. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler. Gangguan
karena cacing dewasa merupakan gejala gangguan usus seperti mual, nafsu
makan berkurang, diare atau konstipasi (Margono dkk., 2002). Infeksi berat
askariasis menyebabkan gangguan gizi, ileus obstruktif yang disebabkan oleh
gumpalan cacing, dan sumbatan pada organ yang berongga seperti saluran
empedu, saluran pankreas atau usus buntu akibat migrasi cacing dewasa
(Chin, 2006).
Infeksi askariasis dapat diterapi dengan obat antelmintik. Antelmintik
atau obat cacing adalah obat-obat yang dapat memusnahkan cacing dalam
tubuh manusia atau hewan. Mebendazol, albendazol, dan pirantel pamoat
merupakan obat-obat cacing pilihan pertama pada askariasis. Namun, ketiga
obat tersebut memiliki efek samping berupa gangguan saluran pencernaan
seperti sakit perut dan diare serta dikontraindikasikan pada wanita hamil
karena memiliki efek teratogen (Tjay dan Rahardja, 2002). Selain itu,
masyarakat juga belum banyak menggunakan obat cacing secara periodik
karena harganya yang cukup mahal (Kuntari, 2008). Oleh karena itu,
diperlukan pengobatan alternatif askariasis yang tidak memiliki efek samping
dan kontraindikasi serta terjangkau bagi masyarakat, di antaranya dengan
menggunakan obat alam.
Gerakan memanfaatkan obat alam timbul karena banyak dijumpainya
efek samping yang tidak dikehendaki akibat penggunaan obat kimia sintetik
(Nala, 2009). Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat alam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
adalah alpukat (Persea americana Mill.). Alpukat merupakan tanaman buah
yang termasuk dalam famili Lauraceae yang tumbuh di dataran dengan hawa
sejuk (Antia et al., 2005). Bagian tanaman alpukat yang memiliki banyak
khasiat adalah daun alpukat. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli
menyebutkan bahwa daun alpukat memiliki efek antifungi (Rahaju dan
Nurhidayat, 2009), antihipertensi (Koffi et al., 2009), antimikroba (Gomez-
Flores et al., 2008), kardioprotektor (Ojewole et al., 2007), antihiperlipidemia
(Brai et al., 2007), hepatoprotektor (Martins et al., 2006), antikonvulsan
(Ojewole dan Amabeoku, 2006), aktivitas hipoglikemia (Antia et al., 2005),
vasorelaksan (Owolabi et al., 2005), serta analgesik dan antiinflamasi
(Adeyemi et al., 2002).
Hasil penapisan fitokimia dari Sekolah Farmasi ITB menyatakan
bahwa daun alpukat mengandung senyawa flavonoid, tanin katekat, kuinon,
saponin, dan steroid/triterpenoid (Maryati dkk., 2007). Di samping itu, daun
alpukat juga mengandung tanin (Duke, 2010). Saponin dan tanin merupakan
senyawa aktif yang memiliki efek antelmintik. Saponin memiliki efek
menghambat kerja enzim kolinesterase (Kuntari, 2008), sedangkan tanin
merusak protein tubuh cacing (Najib, 2009).
Penelitian ilmiah mengenai daun alpukat di Indonesia masih terbatas.
Hal inilah yang menarik penulis untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang
khasiat daun alpukat, terutama sebagai antelmintik. Penulis ingin mengetahui
pengaruh infusa daun alpukat terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum,
Goeze in vitro. Penulis menggunakan cacing Ascaris suum, Goeze karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
sulit mengambil cacing Ascaris lumbricoides dalam keadaan hidup secara
langsung dari tubuh penderita askariasis. Selain itu, morfologi Ascaris suum,
Goeze hampir sama dengan Ascaris lumbricoides, Linn dan Ascaris suum,
Goeze juga dapat menginfeksi manusia (Miyazaki, 1991).
B. Perumusan Masalah
Adakah pengaruh infusa daun alpukat (Persea americana Mill.)
terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze in vitro?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh infusa daun
alpukat (Persea americana Mill.) terhadap waktu kematian cacing Ascaris
suum, Goeze in vitro.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang pengaruh infusa
daun alpukat (Persea americana Mill.) terhadap waktu kematian cacing
Ascaris suum, Goeze in vitro.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat
ilmiah pada khususnya dan masyarakat umum pada umumnya tentang
manfaat infusa daun alpukat (Persea americana, Mill.) sebagai terapi
antelmintik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Ascaris lumbricoides, Linn
a. Taksonomi
Subkingdom : Metazoa
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Subkelas : Scernentea (Phasmidia)
Bangsa : Ascaridia
Superfamili : Ascaridoidea
Famili : Ascarididae
Marga : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides, Linn (Utari, 2002).
b. Morfologi
Cacing jantan memiliki ukuran 10-30 cm, sedangkan yang betina
22-35 cm (Margono dkk., 2003). Pada cacing jantan ujung posteriornya
lancip dan melengkung ke arah ventral, sedangkan pada cacing betina
bagian posteriornya membulat dan lurus serta sepertiga anterior
tubuhnya terdapat cincin kopulasi (Onggowaluyo, 2002). Cacing
dewasa memiliki umur 1-2 tahun (Chin, 2006). Cacing dewasa hidup di
rongga usus halus dengan menempel di mukosa usus menggunakan
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
otot-otot somatik. Dua puluh ekor cacing dewasa yang hidup di rongga
usus halus dapat mengonsumsi karbohidrat sebanyak 2,8 gram dan 0,7
gram protein setiap harinya (Syamsu, 2007).
Cacing ini mempunyai tiga bibir di ujung anterior dengan gigi-gigi
kecil di bagian pinggirnya. Bibirnya dapat ditutup atau dibuka untuk
memasukkan makanan. Pada potongan melintang, cacing mempunyai
kutikulum tebal yang berdampingan dengan hipodermis dan menonjol
ke dalam rongga badan sebagai korda lateral. Sel otot somatiknya
terletak di hipodermis (Syamsu, 2007). Cacing bernapas secara difusi
melalui permukaan tubuhnya (Wasetiawan, 2009).
Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000
butir sehari (Margono dkk., 2003). Telur yang dihasilkan tersebut terdiri
dari telur yang dibuahi dan tidak dibuahi. Telur yang dibuahi
panjangnya antara 60-75 mikron, sedangkan lebarnya berkisar antara
40-50 mikron. Telur ini memiliki lapisan albumin yang berwarna
cokelat karena menyerap zat warna empedu. Di dalam kulit telur cacing
terdapat selubung vitelin tipis. Telur yang dibuahi mengandung sel telur
(ovum) yang tidak bersegmen. Di setiap kutub telur yang berbentuk
lonjong atau bulat ini terdapat rongga udara yang tampak sebagai
daerah yang terang berbentuk bulan sabit (Utari, 2002). Telur yang
telah dibuahi dapat menginfeksi manusia apabila tertelan (Widoyono,
2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Telur yang tidak dibuahi dijumpai di dalam tinja, bila pada tubuh
hospes hanya terdapat cacing betina. Telur ini bentuknya lebih lonjong
dengan ukuran sekitar 80 x 55 mikron. Dindingnya tipis dan berwarna
cokelat dengan lapisan albumin yang tidak teratur. Sel telur mengalami
atrofi yang tampak dari banyaknya butir-butir refraktil. Pada telur yang
tidak dibuahi tidak dijumpai rongga udara (Utari, 2002).
c. Habitat dan siklus hidup
Tinja penderita askariasis dapat mengandung telur askaris yang
telah dibuahi. Telur ini akan matang dan menjadi bentuk infektif dalam
waktu 21 hari dalam lingkungan yang sesuai. Bentuk infektif ini, jika
tertelan oleh manusia akan menetas di usus halus menjadi larva dengan
ukuran 200-300 x 14 mikron. Larva ini dapat menembus dinding usus
halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, kemudian ke jantung.
Dari jantung, larva menuju ke paru-paru (Margono dkk., 2003).
Di paru-paru, larva akan menembus dinding pembuluh darah, lalu
dinding alveolus, masuk rongga alveolus kemudian naik ke trakea
melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea, larva ini menuju ke faring
sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena
rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esofagus serta menuju
ke usus halus. Di usus halus, larva berubah menjadi cacing dewasa
(Margono dkk., 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
d. Distribusi geografik
Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survei yang dilakukan di
Indonesia antara tahun 1970-1980 menunjukkan pada umumnya
prevalensi 70% atau lebih. Prevalensi tinggi sebesar 78,5% dan 72,6%
masih ditemukan pada tahun 1998 pada sejumlah murid dua sekolah
dasar di Lombok. Di Jakarta sudah dilakukan pemberantasan secara
sistematis terhadap cacing yang ditularkan melalui tanah sejak 1987 di
sekolah-sekolah dasar. Prevalensi askariasis sebesar 16,8% di beberapa
sekolah di Jakarta Timur pada tahun 1994 turun menjadi 4,9% pada
tahun 2000 (Margono dkk., 2003).
2. Ascaris suum, Goeze
a. Taksonomi
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Subkelas : Scernentea
Bangsa : Ascaridia
Superfamili : Ascaridoidea
Famili : Ascarididae
Marga : Ascaris
Spesies : Ascaris suum, Goeze (Wikipedia, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Gambar 1. Cacing Dewasa Ascaris suum, Goeze (Nolan, 2006)
b. Morfologi
Cacing Ascaris suum, Goeze merupakan cacing gelang parasit yang
hidup di usus halus babi. Cacing ini juga dapat menginfeksi manusia,
sapi, kambing, domba, anjing, dan sebagainya (Miyazaki, 1991).
Yoshihara (2008) menemukan bahwa pada ayam yang terinfeksi
Ascaris suum terjadi lesi hepatik karena migrasi larvanya.
Cacing Ascaris suum, Goeze memiliki panjang antara 12-50 cm,
tubuhnya simetris bilateral dan gilig (Subroto, 2001). Cacing ini secara
morfologi hampir sama dengan Ascaris lumbricoides, Linn. Perbedaan
morfologi terdapat pada deretan gigi dan bentuk bibirnya. Ascaris suum
memiliki siklus hidup dan cara infeksi yang sama dengan Ascaris
lumbricoides (Miyazaki, 1991).
3. Askariasis
a. Etiologi
Penyebab penyakit askariasis adalah cacing Ascaris lumbricoides.
Manusia merupakan hospes dari cacing ini (Margono dkk., 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
1) Aspek klinis
Patogenesis infeksi Ascaris lumbricoides berhubungan erat dengan
respons umum hospes, efek migrasi larva, efek mekanik cacing dewasa,
dan defisiensi gizi. Selama larva mengalami siklus dalam jumlah yang
besar dapat menimbulkan pneumonitis. Larva yang menembus jaringan
dan masuk ke dalam alveoli dapat mengakibatkan kerusakan epitel
bronkus (Onggowaluyo, 2002).
Apabila terjadi reinfeksi dan migrasi larva ulang maka jumlah larva
yang sedikit pun dapat menimbulkan reaksi jaringan yang hebat. Hal ini
terjadi dalam hati dan paru-paru disertai oleh infiltrasi eosinofil,
makrofag, dan sel-sel epitel. Keadaan ini disebut pneumonitis
askariasis. Selanjutnya, disertai reaksi alergik yang terdiri dari batuk
kering, mengi, dan demam (39,90-400 C). Adanya gambaran infiltrat
pulmoner yang bersifat sementara, akan hilang dalam beberapa minggu
dan berhubungan dengan eosinofilia perifer. Keadaan ini disebut
sindrom Loeffler. Selain ditemukan kristal Charcot-Leyden dan
eosinofil, spudium juga dapat mengandung larva. Hal ini penting untuk
keperluan diagnosis, yaitu dengan pemeriksaan bilas lambung. Cacing
dewasa yang ditemukan dalam jumlah besar (hiperinfeksi) dapat
mengakibatkan kekurangan gizi. Kasus ini biasanya terjadi pada anak-
anak. Cairan tubuh cacing dewasa dapat menimbulkan reaksi toksik
sehingga terjadi gejala mirip demam tifoid yang disertai alergi seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
urtikaria, edema di wajah, konjungtivitis, dan iritasi pada alat
pernapasan bagian atas (Onggowaluyo, 2002).
Cacing dewasa dalam usus, apabila jumlahnya banyak dapat
menimbulkan gangguan gizi. Kadang-kadang cacing dewasa bermigrasi
dan menimbulkan kelainan serius. Migrasi cacing dewasa bisa
disebabkan oleh adanya rangsangan. Efek migrasi ini dapat
menimbulkan obstruksi usus, masuk ke dalam saluran empedu, saluran
pankreas, dan organ-organ lainnya. Migrasi sering juga terjadi keluar
melalui anus, mulut, dan hidung (Onggowaluyo, 2002).
2) Diagnosis
Pada fase migrasi larva, diagnosis dapat dibuat dengan menemukan
larva dalam spudium atau bilas lambung. Sindrom Loeffler yang
spesifik sering terlihat. Di sisi lain, selama fase intestinal diagnosis
dapat dibuat dengan menemukan telur dan cacing dewasa dalam tinja.
Telur cacing ini dapat ditemukan dengan mudah pada sediaan basah
langsung atau sediaan basah dari sedimen yang sudah dikonsentrasikan.
Cacing dewasa dapat ditemukan dengan pemberian antelmintik atau
keluar dengan sendirinya melalui mulut karena muntah atau melalui
anus bersama dengan tinja (Onggowaluyo, 2002).
3) Penatalaksanaan
Menurut Pohan (2007), obat-obat yang digunakan untuk membasmi
cacing ini antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
a) Piperazin
Satu tablet obat ini mengandung 250 atau 500 mg piperazin. Efek
sampingnya adalah pusing, rasa melayang, gangguan penglihatan,
dan gangguan saluran cerna.
b) Heksilresorsinol
Obat ini baik untuk infestasi Ascaris lumbricoides dalam usus.
Obat ini diberikan setelah pasien dipuasakan terlebih dahulu, baru
kemudian diberikan 1 gram hekselresorsinol dengan pemberian
laksans sebanyak 30 mg MgSO4, yang diulangi lagi 3 jam
kemudian dengan tujuan mengeluarkan cacing.
c) Pirantel pamoat
Pirantel pamoat memiliki efek menghambat enzim kolinesterase.
Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat
badan, maksimum 1 gram. Efek sampingnya adalah rasa mual,
diare, pusing, ruam kulit, dan demam.
d) Levamisol
Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis tunggal 150 mg.
e) Albendazol
Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis tunggal 400 mg.
f) Mebendazol
Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis tunggal 100 mg.
(Pohan, 2007)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
4) Komplikasi
Selama larva sedang bermigrasi dapat menyebabkan terjadinya
reaksi alergi yang berat dan pneumonitis, bahkan dapat menyebabkan
pneumonia (Pohan 2007).
5) Prognosis
Selama tidak terjadi obstruksi oleh cacing dewasa yang bermigrasi,
prognosis askariasis baik (Pohan, 2007).
4. Alpukat
a. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Laurales
Famili : Lauraceae
Marga : Persea
Spesies : Persea americana Mill. (Rukmana, 1997).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Gambar 2. Daun dan Buah Alpukat (Gardenology, 2010)
b. Nama daerah
Jawa Tengah : alpokat
Jawa Barat : alpuket, jambu wolanda
Lampung : advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat
Batak : boah pokat, jamboo pokat
(Yana, 2010; Dalimartha, 2008)
c. Nama asing
Inggris : advocaat, avocatier, alligator pear, avocado pear
Prancis : poire d’avocat
Portugal : abacate
Spanyol : aguacate palta (Dalimartha, 2008).
d. Morfologi tumbuhan
1) Akar
Tumbuhan alpukat mempunyai akar tunggang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2) Batang
Batang alpukat berbentuk bulat, berkayu, berwarna coklat kotor,
dan banyak bercabang ranting.
3) Daun
Daun alpukat tunggal, simetris, bertangkai dengan panjang antara
1-1,5 cm dan letaknya berdesakan di ujung ranting. Daun bentuknya
jorong sampai bundar telur atau ovalis memanjang, tebal seperti
kertas. Pangkal dan ujung daun meruncing, tepi rata, kadang-kadang
agak menggulung ke atas permukaan daun gundul. Pertulangan daun
menyirip, dengan panjang 10-20 cm dan lebar 3-10 cm. Daun
alpukat muda berwarna kemerahan, sedangkan daun tua berwarna
hijau.
4) Bunga
Bunganya bunga majemuk, berbentuk bintang, berkelamin dua,
tersusun dalam malai yang keluar dekat ujung ranting, dan berwarna
kuning kehijauan.
5) Buah
Buah alpukat merupakan buah buni, berbentuk bola atau bulat telur
dengan panjang 5-20 cm. Buah berwarna hijau atau hijau
kekuningan dan berbiji satu di mana biji berbentuk bulat seperti bola
dengan diameter 2,5-5 cm. Daging buah jika sudah masak lunak dan
berwarna hijau kekuningan. Berat buah alpukat antara 0,3-0,4 kg.
(Yana, 2010; Dalimartha, 2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
e. Kandungan Kimia
Daun alpukat (Persea americana Mill.) mengandung senyawa
flavonoid, tanin katekat, kuinon, saponin, dan steroid/triterpenoid
(Maryati dkk., 2007). Duke (2010) juga menyatakan bahwa daun
alpukat mengandung tanin. Penelitian yang dilakukan para ahli
menyebutkan bahwa daun alpukat memiliki efek antifungi (Rahaju dan
Nurhidayat, 2009), antihipertensi (Koffi et al., 2009), antimikroba
(Gomez-Flores et al., 2008), kardioprotektor (Ojewole et al., 2007),
antihiperlipidemia (Brai et al., 2007), hepatoprotektor (Martins et al.,
2006), antikonvulsan (Ojewole dan Amabeoku, 2006), aktivitas
hipoglikemia (Antia et al., 2005), vasorelaksan (Owolabi et al., 2005),
serta analgesik dan antiinflamasi (Adeyemi et al., 2002).
Buah alpukat mengandung sekitar 75% lemak, yang kebanyakan
terdiri dari monounsaturated fat. Alpukat juga mengandung potassium
yang kadarnya 60% lebih tinggi daripada pisang. Alpukat merupakan
buah yang kaya vitamin B, E, dan K (Naveh et al., 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Tabel 1. Kandungan Gizi Alpukat per 100 gram
Zat Gizi Kadar per 100 gram Air 73,23 g
Energi 670 kJol (160 kcal) Karbohidrat 8,53 g
Serat 6,7 g Lemak 14,66 g Protein 2 g
Thiamin ( Vitamin B1) 0,067 mg (5%) Vitamin C 10 mg (17%) Vitamin E 2,07 mg Vitamin K 21,0 mcg
Sumber: USDA National Nutrient Database for Standard Reference
5. Kandungan Daun Alpukat yang Mempunyai Efek Antelmintik
Hasil penapisan fitokimia dari Sekolah Farmasi ITB menyatakan
bahwa daun alpukat mengandung senyawa flavonoid, tanin katekat,
kuinon, saponin, dan steroid/triterpenoid (Maryati dkk., 2007). Duke
(2010) menyatakan bahwa daun alpukat juga mengandung tanin. Saponin
dan tanin merupakan senyawa kimia daun alpukat (Persea americana
Mill.) yang memiliki efek antelmintik.
Saponin adalah glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan,
terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin.
Saponin mempunyai karakteristik berupa buih karena ketika direaksikan
dengan air dan dikocok dapat membentuk buih. Saponin diklasifikasikan
menjadi dua tipe, yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid. Saponin
steroid tersusun atas inti steroid dengan molekul karbohidrat, sedangkan
saponin triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
karbohidrat. Saponin memiliki efek antijamur dan bersifat racun bagi
binatang berdarah dingin (Hartono, 2009).
Saponin memiliki efek antelmintik dengan menghambat kerja
enzim kolinesterase (Kuntari, 2008). Enzim kolinesterase merupakan
enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis asetilkolin, suatu
neurotransmiter di berbagai sinaps serta akhiran saraf simpatis,
parasimpatis, dan saraf motor somatik. Penghambatan kerja enzim
kolinesterase menyebabkan penumpukan asetilkolin pada reseptor
nikotinik neuromuskular. Akibatnya, akan terjadi stimulasi terus-menerus
reseptor nikotinik yang menyebabkan peningkatan kontraksi otot.
Kontraksi ini lama-kelamaan akan menimbulkan paralisis otot hingga
berujung pada kematian cacing (Pappano dan Watanabe, 1998).
Di samping saponin, tanin juga memiliki efek antelmintik. Tanin
merupakan polifenol tanaman yang larut dalam air dan dapat
menggumpalkan protein. Tanin memiliki beberapa sifat, yaitu: 1)
mengendapkan protein dan bersenyawa dengan protein tersebut, 2) sukar
mengkristal karena merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran
polifenol, dan 3) memiliki efek adstrigensia serta antiseptik. Efek
antelmintik tanin berupa perusakan protein tubuh cacing (Najib, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
B. Kerangka Pemikiran
Keterangan:
= mengandung
= mempengaruhi secara langsung
= mempengaruhi secara tidak langsung
Infusa Daun Alpukat (Persea americana Mill.)
Saponin Tanin
Cacing Gelang Babi Ascaris suum, Goeze
Variabel luar terkendali
Suhu Percobaan
Panjang Cacing
Jenis Cacing
Waktu Kematian Cacing
Menghambat kerja enzim kolinesterase
Merusak protein tubuh cacing
Variabel luar tidak terkendali
Kepekaan cacing terhadap zat
Umur cacing
Umur tanaman alpukat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
C. Hipotesis
Infusa daun alpukat (Persea americana Mill.) memiliki pengaruh
terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze in vitro. Semakin
tinggi konsentrasi infusa daun alpukat, semakin cepat waktu kematian cacing
Ascaris suum, Goeze in vitro.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan rancangan
penelitian the post test only controlled group design.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat MIPA Sub Lab Biologi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah cacing Ascaris suum, Goeze yang masih aktif
bergerak yang diperoleh dari usus babi dari tempat penyembelihan
”Radjakaja” Kota Surakarta. Cacing dikelompokkan menjadi tujuh kelompok
yaitu kelompok kontrol negatif dengan larutan NaCl 0,9%, kelompok kontrol
positif dengan larutan pirantel pamoat 5 mg/ml, serta kelompok perlakuan
infusa daun alpukat konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%. Tiap
kelompok terdiri dari enam ekor cacing dan mengalami empat kali replikasi.
D. Teknik Sampling
Penelitian ini menggunakan teknik sampling purposive sampling
dengan cara mengambil cacing kemudian menyamakan ukuran panjang cacing
dan tidak membedakan jenis kelamin cacing. Teknik sampling purposive
sampling merupakan pemilihan subjek secara berdasarkan ciri-ciri atau sifat
tertentu (Arief TQ, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
E. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas penelitian ini adalah infusa daun alpukat (Persea
americana Mill.).
2. Variabel terikat
Variabel terikat penelitian ini adalah waktu kematian cacing pada
setiap kelompok perlakuan.
3. Variabel luar
Variabel luar penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan: jenis cacing, ukuran cacing,
dan suhu udara percobaan.
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan: umur cacing, kepekaan
cacing, dan umur tanaman.
F. Skala Variabel
1. Infusa Daun Alpukat : skala ordinal
2. Waktu Kematian Cacing : skala rasio
G. Definisi Operasional Variabel
1. Infusa daun alpukat
Infusa daun alpukat adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari
simplisia (serbuk daun alpukat) dengan air pada suhu 900 C selama 15
menit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2. Waktu kematian cacing
Waktu kematian cacing adalah waktu matinya semua cacing dalam
tiap larutan infusa setelah pemberian perlakuan yang dihitung dalam
menit.
H. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah the post test only controlled group
design (Arief TQ, 2004).
Gambar 3. Skema Rancangan Penelitian
Kelompok NaCl 0,9%
Uji One Way Anova
Ascaris suum, Goeze
Kelompok Infusa Daun Alpukat
Kelompok Pirantel Pamoat 5 mg/ml
Inkubasi pada suhu 370C
Inkubasi pada suhu 370C
Inkubasi pada suhu 370C
Pengamatan tepat setelah perlakuan hingga cacing mati
Dihitung waktu kematian semua cacing
Dihitung waktu kematian semua cacing
Dihitung waktu kematian semua cacing
Pengamatan tepat setelah perlakuan hingga cacing mati
Pengamatan tepat setelah perlakuan hingga cacing mati
Replikasi 4 kali
Uji Post Hoc LSD
Replikasi 4 kali
Replikasi 4 kali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
I. Bahan dan Instrumentasi Penelitian
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Cacing Ascaris suum, Goeze
b. Daun alpukat
c. Larutan NaCl 0,9%
d. Larutan uji infusa daun alpukat (Persea americana Mill.)
e. Larutan Pirantel pamoat
f. Air mineral
2. Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Cawan petri
b. Batang pengaduk kaca
c. Gelas ukur
d. Pinset anatomis
e. Labu takar
f. Toples untuk menyimpan cacing
g. Inkubator
h. Timbangan kue
i. Oven
j. Panci infusa
k. Penggaris
l. Sarung tangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
m. Penghitung waktu
n. Alat tulis
J. Cara Kerja
1. Pembuatan infusa daun alpukat
Daun alpukat yang dibuat menjadi infusa didapat dari LPPT UGM
Yogyakarta. Daun alpukat tersebut dicuci bersih pada air mengalir
dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 400 C sampai kering untuk
mencegah terjadinya pembusukan oleh bakteri atau cendawan dan lebih
mudah dihaluskan untuk diserbuk. Daun alpukat yang sudah kering
selanjutnya dihaluskan menjadi serbuk halus dan diayak dengan ayakan
nomor 40 lalu serbuk halus ditimbang (Depkes RI, 1986).
Infudasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk
menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan
nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil
dan mudah tercemar oleh kuman sehingga sari yang diperoleh dengan
cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Depkes RI, 1986).
Cara pembuatan infusa yaitu simplisia yang telah dihaluskan
dicampur dengan air secukupnya dalam sebuah panci. Selanjutnya
dipanaskan selama 15 menit, dihitung sampai suhu di dalam panci
mencapai 900 C. Infusa diserkai selagi masih panas dengan kain flanel
(Depkes RI, 1986). Infusa dengan konsentrasi 100% dibuat dengan cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
serbuk sebanyak 10 gram dicampurkan dengan air sebanyak 100 ml
(Gunawan, 2010).
2. Penentuan konsentrasi larutan uji yang akan digunakan
Kuntari (2008) telah membuktikan daya antelmintik senyawa
saponin dan tanin melalui penelitian yang berjudul daya antihelmintik
air rebusan daun ketepeng (Cassia alata L.) terhadap cacing tambang
anjing secara in vitro. Uji tahap I dilakukan dengan mengamati jumlah
cacing tambang anjing yang mati pada perendaman berbagai
konsentrasi air rebusan daun ketepeng selama 6 jam. Hasil uji tahap I
didapatkan serial konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian cacing
kira-kira 10% sampai 60%, sehingga pada penelitian tahap II ditentukan
serial konsentrasi dengan konsentrasi terendah 11,2% dan konsentrasi
tertinggi 39,2% dengan harapan konsentrasi tertinggi air rebusan dapat
menyebabkan kematian cacing hingga hampir 90%. Penentuan
konsentrasi infusa daun alpukat yang digunakan pada tahap penelitian
ini ditentukan berdasarkan tahap persiapan (melalui percobaan air
rebusan daun alpukat).
3. Penentuan jumlah sampel cacing Ascaris suum, Goeze
Penelitian ini menggunakan tujuh kelompok perlakuan sehingga
merupakan penelitian yang multivariat. Pada penelitian multivariat,
rasio jumlah subjek tiap kelompok perlakuan tidak boleh kurang dari
5:1, artinya tidak kurang dari lima subjek tiap kelompok perlakuan
(Murti, 2006). Oleh karena itu, peneliti menggunakan sampel sebanyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
enam cacing Ascaris suum, Goeze untuk tiap kelompok perlakuan agar
memenuhi ketentuan tersebut.
4. Penentuan jumlah replikasi penelitian
Penentuan jumlah replikasi untuk penelitian ini dihitung dengan
rumus Federer (Sutyarso, 2009).
Keterangan:
r = jumlah replikasi
t = jumlah kelompok perlakuan
Penelitian ini menggunakan tujuh kelompok perlakuan, sehingga:
(r-1) (t-1) ≥ 15
(r-1) (7-1) ≥ 15
6r ≥ 21
r ≥ 3,5
Jadi, tiap kelompok perlakuan penelitian ini direplikasi
sebanyak empat kali.
5. Langkah penelitian
a. Tahap persiapan
1) Menyiapkan satu kelompok perlakuan yang terdiri dari tujuh
ekor cacing Ascaris suum, Goeze.
2) Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan, terdiri dari:
a) Toples untuk tempat cacing
b) Timbangan kue
( r -1) ( t -1) ≥ 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
c) Beker glass 1000 ml
d) Blender
e) Oven
f) Pinset anatomis
g) Penggaris 30 cm
h) Timer
i) Cacing Ascaris suum, Goeze sebanyak 7 ekor
j) Larutan NaCl 0,9%
k) Daun alpukat 400 gram
l) Air mineral 200 ml
3) Mengambil satu toples kemudian mengisinya dengan larutan
NaCl 0,9% dan setelah itu memasukkan cacing ke dalam
toples.
4) Mengambil daun alpukat yang selanjutnya dibagi menjadi dua
kelompok (I dan II) dengan berat masing-masing sebanyak 200
gram.
5) Menyiapkan air mineral yang akan direbus.
6) Mencari berat kering daun alpukat dengan kelompok I
Berat kering adalah berat kering tanaman ditimbang setelah
tanaman dikeringkan dalam oven pada suhu 60˚C sampai
diperoleh berat yang konstan. Hendriyani (2009) menyatakan
bahwa berat kering dapat diperoleh dengan rumus:
Berat setelah di oven x 100% Berat sebelum di oven
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Didapatkan berat setelah di oven menjadi 40 gram, sehingga
berat kering:
7) Menghaluskan 200 gram daun alpukat (kelompok II) dengan
blender.
8) Merebus 200 gram daun alpukat (kelompok II) dalam 200 ml
air mineral hingga mendidih.
9) Menunggu hingga air rebusan dingin.
10) Memasukkan air rebusan ke dalam toples yang sudah berisi
cacing dan kemudian mengamatinya selama 6 jam.
11) Hasil pengamatan
Tabel 2. Hasil Pengamatan Tahap Persiapan
Waktu (jam) Jumlah Cacing Mati (ekor) Total I 1 1 II 1 2 III - 2 IV 1 3 V - 3 VI 1 4
(Data Primer, 2010)
12) Dari hasil pengamatan, didapatkan cacing mengalami
kematian. Disimpulkan bahwa dengan konsentrasi air rebusan
sebesar 20% menyebabkan kematian cacing, sehingga
40 gram x 100% = 20% 200 gram
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
konsentrasi 20% diambil sebagai konsentrasi awal untuk tahap
penelitian.
b. Penelitian pendahuluan
1) Membuat larutan pirantel pamoat 5 mg/ml dengan cara
melarutkan satu tablet pirantel pamoat 125 mg ke dalam 25 ml
air mineral.
2) Menyiapkan cawan petri, kemudian mengisi larutan NaCl
0,9% dan larutan pirantel pamoat sebanyak 25 ml ke dalam
masing-masing cawan petri, serta menghangatkannya terlebih
dahulu pada suhu 370 C di dalam inkubator selama 15 menit.
3) Memasukkan satu ekor Ascaris suum, Goeze ke dalam satu
buah cawan petri.
4) Menginkubasi cawan petri yang berisi cacing Ascaris suum ,
Goeze pada suhu 370 C.
5) Menentukan kematian cacing dengan cara disentuh
menggunakan pinset anatomis. Jika sudah tidak bergerak,
maka cacing dinyatakan mati. Pengamatan dilakukan tepat
setelah perlakuan diberikan hingga semua cacing mati.
6) Melakukan pengamatan dan mencatat hasil yang diperoleh.
c. Penelitian akhir
1) Berdasarkan hasil tahap persiapan, konsentrasi 20% sudah
didapatkan kematian cacing. Oleh karena itu, konsentrasi 20%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
dijadikan sebagai tolak ukur untuk menentukan konsentrasi
tahap penelitian.
2) Menyiapkan cawan petri, kemudian ke dalam masing-masing
cawan petri, diisi larutan larutan uji dalam 5 konsentrasi
sebanyak 25 ml dan dihangatkan terlebih dahulu pada suhu
370C di dalam inkubator selama kurang lebih 15 menit.
Untuk konsentrasi infusa daun alpukat yang digunakan pada
tahap penelitian yaitu sebesar 20%, 40%, 60%, 80%, dan
100%, diuraikan sebagai berikut:
a) Kelompok I
Cacing Ascaris suum, Goeze direndam dalam larutan
infusa daun alpukat dengan konsentrasi 20% diperoleh
dari 2 gram serbuk daun alpukat ditambah 100 ml air
mineral.
b) Kelompok II
Cacing Ascaris suum, Goeze direndam dalam larutan
infusa daun alpukat dengan konsentrasi 40% diperoleh
dari 4 gram serbuk daun alpukat ditambah 100 ml air
mineral.
c) Kelompok III
Cacing Ascaris suum, Goeze direndam dalam larutan
infusa daun alpukat dengan konsentrasi 60% diperoleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
dari 6 gram serbuk daun alpukat ditambah 100 ml air
mineral.
d) Kelompok IV
Cacing Ascaris suum, Goeze direndam dalam larutan
infusa daun alpukat dengan konsentrasi 80% diperoleh
dari 8 gram serbuk daun alpukat ditambah 100 ml air
mineral.
e) Kelompok V
Cacing Ascaris suum, Goeze direndam dalam larutan
infusa daun alpukat dengan konsentrasi 100% diperoleh
dari 10 gram serbuk daun alpukat ditambah 100 ml air
mineral.
3) Membuat larutan pirantel pamoat 5 mg/ml dengan cara
melarutkan satu tablet pirantel pamoat 125 mg ke dalam 25 ml
air mineral.
4) Menghangatkan cawan petri yang telah berisi larutan pada
suhu 370C di dalam inkubator selama 15 menit.
5) Memasukkan satu ekor Ascaris suum, Goeze ke dalam satu
buah cawan petri.
6) Menginkubasi cawan petri yang berisi cacing Ascaris suum ,
Goeze pada suhu 370 C
7) Menentukan kematian cacing dengan cara disentuh
menggunakan pinset anatomis. Jika sudah tidak bergerak,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
maka cacing dinyatakan mati. Pengamatan dilakukan tepat
setelah perlakuan diberikan hingga semua cacing mati.
8) Melakukan pengamatan dan mencatat hasil yang diperoleh.
9) Mereplikasi penelitian sebanyak empat kali.
K. Teknik Analisis Data Statistik
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini berupa waktu kematian
cacing dianalisis secara statistik dengan program Statistical Product and
Service Solution (SPSS) 16 for Windows menggunakan uji statistik One
Way Anova dan Post Hoc LSD dengan α = 0,05.
1. Uji analisis varian satu jalan (One Way ANOVA)
Uji analisis ini digunakan untuk membandingkan perbedaan mean
pada lebih dari dua kelompok perlakuan. Nilai p (probabilitas) yang
diperoleh dari uji One Way ANOVA kurang atau sama dengan 0,05
diinterpretasikan terdapat perbedaan yang bermakna sehingga uji
dilanjutkan dengan uji Post Hoc LSD (Arief TQ, 2004).
2. Uji Post Hoc LSD
Uji analisis ini digunakan untuk membandingkan mean antar
kelompok perlakuan. Nilai p (probabilitas) yang diperoleh dari uji
Post Hoc LSD kurang atau sama dengan 0,05 diinterpretasikan
terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan
(Djarwanto dan Pangestu, 1993).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitan pendahuluan dilakukan dengan mengamati waktu
kematian cacing Ascaris suum, Goeze pada perendaman dalam larutan
NaCl 0,9% dan pirantel pamoat 5 mg/ml. Hasil penelitian pendahuluan
disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 3. Waktu Kematian Cacing Ascaris suum, Goeze pada Penelitian Pendahuluan
Replikasi Waktu Kematian Cacing Ascaris suum, Goeze (menit) NaCl 0,9 % Pirantel Pamoat 5 mg/ml
I 5713,3 63,3 II 5646,6 58,3 III 5683,3 66,6 IV 5818,3 61,6 V 5696,6 65
Rerata 5717,6 62,9 (Data Primer, 2010)
Pada penelitian pendahuluan didapatkan hasil rerata waktu
kematian cacing Ascaris suum, Goeze pada kelompok NaCl 0,9% adalah
5711,6 menit, sedangkan pada kelompok pirantel pamoat 5 mg/ml adalah
62,9 menit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
2. Penelitian Akhir
Penelitan akhir dilakukan dengan mengamati waktu kematian
cacing Ascaris suum, Goeze pada perendaman dalam larutan NaCl 0,9%,
infusa daun alpukat 20%, infusa daun alpukat 40%, infusa daun alpukat
60%, infusa daun alpukat 80%, infusa daun alpukat 100%, dan pirantel
pamoat 5 mg/ml. Hasil penelitian akhir adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Waktu Kematian Cacing Ascaris suum, Goeze pada Penelitian Akhir
Replikasi Waktu Kematian Cacing Ascaris suum, Goeze (menit) Pirantel
Pamoat 5mg/ml NaCl 0,9%
Infusa Daun Alpukat 20% 40% 60% 80% 100%
I 5706,6 3158,3 2296,6 1368,3 710 256,6 56,6 II 5631,3 3231,6 2376,6 1323,3 678,3 201,6 61,6 III 5688,3 3098,3 2428,3 1441,6 756,6 223,3 65 IV 5621,3 3051,6 2311,6 1400 698,3 243,3 58,3 V 5891,6 3193,3 2388,3 1301,6 816,6 298,3 68,3
Rerata 5707,8 3146,6 2360,2 1366,9 731,9 244,6 61,9 (Data Primer, 2010)
Hasil penelitian akhir pada tabel 4 memperlihatkan rerata waktu
kematian cacing Ascaris suum, Goeze pada kelompok NaCl 0,9% adalah
5707,8 menit. Selanjutnya, rerata waktu kematian cacing Ascaris suum,
Goeze pada kelompok infusa daun alpukat 20% adalah 3146,6 menit,
kelompok infusa daun alpukat 40% adalah 2360,2 menit, kelompok infusa
daun alpukat 60% adalah 1366,9 menit, kelompok infusa daun alpukat
80% adalah 731,9 menit, dan kelompok infusa daun alpukat 100% adalah
244,6 menit. Pada kelompok pirantel pamoat 5 mg/ml rerata waktu
kematian cacing Ascaris suum, Goeze adalah 61,9 menit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Dari tabel 4 dapat dibuat diagram sebagai berikut:
Gambar 4. Diagram Rerata Waktu Kematian Cacing Ascaris suum, Goeze pada Penelitian Akhir
Gambar 4 di atas memperlihatkan perbedaan rerata waktu kematian
cacing Ascaris suum, Goeze pada masing-masing kelompok perlakuan.
Pada kelompok infusa daun alpukat tampak adanya percepatan rerata
waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze seiring dengan meningkatnya
konsentrasi infusa. Pada kelompok pirantel pamoat 5 mg/ml menunjukkan
rerata waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze yang paling cepat. Di
sisi lain, kelompok perlakuan NaCl 0,9% menunjukkan rerata waktu
kematian cacing Ascaris suum, Goeze yang paling lama.
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
NaCl0,9%
20% 40% 60% 80% 100% Pirantelpamoat5 mg/ml
Rer
ata
wak
tu k
emat
ian
caci
ngA
scar
is s
uum
, Goe
ze(m
enit
)
5707,8
3146,6
2360,2
1366,9
731,9
244,6 61,9
Infusa daun alpukat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Dari hasil penelitian pada tabel 4 dapat diketahui besar prosentase
daya antelmintik infusa daun alpukat dibanding pirantel pamoat 5 mg/ml
sebagai berikut:
Gambar 5. Diagram Prosentase Perbandingan Daya Antelmintik Infusa Daun Alpukat terhadap Pirantel Pamoat 5 mg/ml
Gambar 5 menyatakan bahwa efek antelmintik pirantel pamoat lebih
kuat daripada efek antelmintik infusa daun alpukat mulai dari konsentrasi
20% sampai dengan konsentrasi 100%.
B. Analisis Data
Data hasil penelitian akhir pada tabel 4 berupa waktu kematian cacing
Ascaris suum, Goeze dianalisis dengan menggunakan uji One Way ANOVA
apabila memenuhi syarat uji.
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
20% 40% 60% 80% 100% Pirantelpamoat5 mg/ml
Pro
sent
ase
daya
ant
elm
inti
k (%
)
Infusa daun alpukat
100
25
8,5 2,6 4,5 1,9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
1. Uji One Way ANOVA
Sebelum melakukan uji One Way ANOVA terdapat syarat yang harus
dipenuhi, yaitu distribusi data normal dan varians data homogen (Dahlan,
2008). Pada uji normalitas dan uji homogenitas didapatkan nilai probabilitas
(p) sebagai berikut:
Tabel 5. Nilai Probabilitas (p) Uji Normalitas
Kelompok Kolmogorov-Smirnov Saphiro-Wilk NaCl 0,9% 0,145 0,124 Infusa 20% 0,200 0,889 Infusa 40% 0,200 0,590 Infusa 60% 0,200 0,989 Infusa 80% 0,200 0,503 Infusa 100% 0,200 0,973
Pirantel Pamoat 5 mg/ml 0,200 0,823
Tabel 6. Nilai Probabilitas (p) Uji Homogenitas
Tabel uji Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro Wilk menyatakan bahwa
nilai probabilitas (p) pada semua kelompok perlakuan > 0,05. Hal ini berarti
bahwa data berdistribusi normal. Selanjutnya, pada tes homogenitas varians,
didapatkan nilai probabilitas (p) 0,105 atau p > 0,05, sehingga dapat
diartikan bahwa varians data adalah homogen. Dapat disimpulkan bahwa
distribusi data normal dan varians data homogen sehingga syarat
penggunaan uji One Way ANOVA terpenuhi.
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.965 6 28 .105
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Perbedaan rerata waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze dalam
kelompok perlakuan secara statistik diuji menggunakan uji One Way
ANOVA dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil Uji One Way ANOVA
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 119.886 4 19.981 48.497 .000
Within Groups 11.536 28 .412
Total 131.422 34
Hipotesis untuk uji One Way ANOVA adalah sebagai berikut:
a. H0 : Infusa daun alpukat tidak mempunyai pengaruh terhadap
kematian cacing Ascaris suum, Goeze.
b. H1 : Infusa daun alpukat mempunyai pengaruh terhadap kematian
cacing Ascaris suum, Goeze.
Pengambilan keputusan uji One Way ANOVA:
a. Jika nilai probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak
b. Jika nilai probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
Nilai probabilitas (p) pada uji One Way ANOVA tersebut adalah
0,000 atau p < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima.
2. Uji Post Hoc LSD
Pada uji One Way ANOVA terdapat perbedaan yang sigfinikan
sehingga dilanjutkan dengan uji Post Hoc LSD. Uji Post Hoc LSD
digunakan untuk mengetahui letak perbedaan antar kelompok perlakuan
(Dahlan, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Hasil uji Post Hoc LSD adalah sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil Uji Post Hoc LSD
(I) Kelompok (J) Kelompok Sig.
NaCl 0,9% Infusa 20% .000
Infusa 40% .000
Infusa 60% .000
Infusa 80% .000
Infusa 100% .000
Pirantel Pamoat
.000
Infusa 20% NaCl 0,9% .000
Infusa 40% .000
Infusa 60% .000
Infusa 80% .000
Infusa 100% .000
Pirantel Pamoat
.000
Infusa 40% NaCl 0,9% .000
Infusa 20% .000
Infusa 60% .000
Infusa 80% .000
Infusa 100% .000
Pirantel Pamoat
.000
Infusa 60% NaCl 0,9% .000
Infusa 20% .000
Infusa 40% .000
Infusa 80% .000
Infusa 100% .000
Pirantel Pamoat
.000
Infusa 80% NaCl 0,9% .000
Infusa 20% .000
Infusa 40% .000
Infusa 60% .000
Infusa 100% .000
Pirantel Pamoat
.000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Infusa 100% NaCl 0,9% .000
Infusa 20% .000
Infusa 40% .000
Infusa 60% .000
Infusa 80% .000
Pirantel Pamoat
.000
Pirantel Pamoat NaCl 0,9% .000
Infusa 20% .000
Infusa 40% .000
Infusa 60% .000
Infusa 80% .000
Infusa 100% .000
Hipotesis untuk uji Post Hoc LSD adalah sebagai berikut:
a. H0 : rerata waktu kematian cacing antara kelompok yang
dibandingkan memiliki perbedaan yang tidak signifikan
b. H1 : rerata waktu kematian cacing antara kelompok yang
dibandingkan memiliki perbedaan yang signifikan.
Pengambilan keputusan uji Post Hoc LSD:
a. Jika nilai probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak
b. Jika nilai probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
Hasil uji Post Hoc LSD menunjukkan bahwa nilai probabilitas (p) dari
semua data kelompok perlakuan adalah 0,000 atau p < 0,05 sehingga H0
ditolak dan H1 diterima.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian tentang pengaruh infusa daun alpukat terhadap kematian cacing
Ascaris suum, Goeze, dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap penelitian
pendahuluan dan tahap penelitian akhir. Tahap penelitian pendahuluan dilakukan
dengan perendaman cacing dalam larutan NaCl 0,9% yang bertujuan untuk
mengetahui lama hidup cacing Ascaris suum, Goeze di luar tubuh babi sebagai
hospes utamanya. Hasil penelitian pendahuluan pada tabel 3 diketahui bahwa
rerata waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze pada larutan NaCl 0,9%
adalah 5711,6 menit. Hasil ini digunakan sebagai waktu maksimal pengujian
larutan infusa daun alpukat.
Selanjutnya, tahap penelitian akhir dilakukan dengan perendaman cacing
dalam larutan NaCl 0,9%, infusa daun alpukat 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%,
serta pirantel pamoat 5 mg/ml. Hasil penelitian akhir pada tabel 4 memperlihatkan
bahwa rerata waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze pada kelompok infusa
daun alpukat 20% adalah 3146,6 menit, kelompok infusa daun alpukat 40%
adalah 2360,2 menit, kelompok infusa daun alpukat 60% adalah 1366,9 menit,
kelompok infusa daun alpukat 80% adalah 731,9 menit, dan kelompok infusa
daun alpukat 100% adalah 244,6 menit. Hal ini menunjukkan bahwa infusa daun
alpukat memang memiliki efek antelmintik. Efek antelmintik infusa daun alpukat
semakin besar pada konsentrasi infusa yang semakin tinggi. Hal ini terlihat dari
percepatan rerata waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Pada kelompok kontrol positif yang menggunakan pirantel pamoat dengan
konsentrasi 5 mg/ml didapatkan rerata waktu kematian cacing adalah 61,9 menit.
Hasil rerata waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze pada kelompok pirantel
pamoat 5 mg/ml yaitu 61,9 menit merupakan rerata waktu kematian cacing
Ascaris suum, Goeze tercepat dalam penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa
pirantel pamoat memiliki efek antelmintik terkuat.
Hasil penelitian diuji dengan uji One Way ANOVA untuk menguji adanya
perbedaan yang signifikan antara ketujuh kelompok perlakuan. Distribusi data
menunjukkan distribusi yang normal dan varians data menujukkan data yang
homogen sehingga syarat untuk uji One Way ANOVA terpenuhi. Pada uji One
Way ANOVA didapatkan nilai probabilitas (p) 0,000 atau p < 0,05 yang berarti
terdapat pengaruh infusa daun alpukat terhadap kematian Ascaris suum, Goeze.
Setelah diketahui adanya perbedaan yang signifikan pada ketujuh kelompok
perlakuan, uji One Way ANOVA dilanjutkan dengan uji Post Hoc LSD untuk
mengetahui kelompok perlakuan mana yang mempunyai perbedaan yang
signifikan.
Hasil uji Post Hoc LSD menyatakan bahwa perbandingan rerata waktu
kematian cacing antara kelompok perlakuan NaCl 0,9%, kelompok infusa daun
alpukat konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% serta kelompok pirantel
pamoat memiliki nilai probabilitas (p) 0,000 yang berarti p < 0,05. Hal ini
mengandung makna bahwa rerata waktu kematian cacing antar kelompok tersebut
memiliki perbedaan yang signifikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Dari hasil penelitian, terbukti bahwa infusa daun alpukat memiliki efek
antelmintik. Untuk konsentrasi infusa daun alpukat yang berbeda menunjukkan
efek antelmintik yang berbeda pula. Hal ini tampak pada rerata waktu kematian
cacing yang semakin cepat pada konsentrasi infusa yang semakin tinggi. Efek
antelmintik dari infusa daun alpukat disebabkan oleh kandungan zat aktif saponin
dan tanin pada daun alpukat. Senyawa saponin memiliki efek antelmintik dengan
menghambat kerja enzim kolinesterase (Kuntari, 2008). Enzim kolinesterase
merupakan enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis asetilkolin. Asetilkolin
merupakan neurotransmiter di berbagai sinaps serta akhiran saraf simpatis,
parasimpatis, dan saraf motor somatik. Penghambatan kerja enzim kolinesterase
menyebabkan penumpukan asetilkolin pada reseptor nikotinik neuromuskular.
Akibatnya, akan terjadi stimulasi terus-menerus reseptor nikotinik yang
menyebabkan peningkatan kontraksi otot. Kontraksi ini lama-kelamaan akan
menimbulkan paralisis otot hingga berujung pada kematian cacing (Pappano dan
Watanabe, 1998). Selain senyawa saponin, daun alpukat juga mengandung
senyawa tanin yang memiliki kemampuan merusak protein tubuh cacing sehingga
permukaan tubuh cacing menjadi tidak permeabel lagi terhadap zat di luar tubuh
cacing (Najib, 2009).
Efek antelmintik pirantel pamoat sudah banyak diketahui karena pirantel
pamoat merupakan obat standar pada penatalaksanaan askariasis. Pirantel pamoat
menghambat enzim kolinesterase yang menyebabkan penumpukan asetilkolin
sehingga otot cacing mengalami hiperkontraksi (Pohan, 2007). Dari penelitian ini,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
diketahui bahwa pirantel pamoat memiliki efek antelmintik yang lebih kuat
daripada infusa daun alpukat pada semua konsentrasi.
Perbandingan daya antelmintik infusa daun alpukat berbagai konsentrasi
dengan pirantel pamoat 5 mg/ml dinyatakan dalam tabel 5. Pada konsentrasi
100%, infusa daun alpukat memiliki daya antelmintik 25% dibandingkan pirantel
pamoat 5 mg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa sampai pada konsentrasi 100%
infusa daun alpukat mempunyai daya antelmintik yang lebih lemah jika
dibandingkan dengan pirantel pamoat. Pirantel pamoat memiliki efek samping
berupa gangguan pencernaan dan sakit kepala, (Tjay dan Rahardja, 2002),
sedangkan infusa daun alpukat secara tradisional digunakan untuk mengobati
gangguan pencernaan dan sakit kepala (Yana, 2010), sehingga dapat dikatakan
bahwa infusa daun alpukat tidak mempunyai efek samping seperti pirantel
pamoat. Infusa daun alpukat juga mempunyai kelebihan seperti murah dan cara
pembuatannya mudah. Dengan kelebihan dan daya antelmintik yang dimilikinya,
infusa daun alpukat mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai pengobatan
alternatif alami dalam penatalaksanaan askariasis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Infusa daun alpukat (Persea americana Mill.) memiliki pengaruh
terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze in vitro. Semakin tinggi
konsentrasi infusa daun alpukat (Persea americana Mill.), semakin cepat
waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze in vitro.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan konsentrasi
infusa daun alpukat (Persea americana Mill.) yang lebih efektif untuk
mematikan cacing Ascaris suum, Goeze in vitro.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh infusa daun
alpukat (Persea americana Mill.) terhadap waktu kematian cacing Ascaris
suum, Goeze in vivo.