C12dfs

download C12dfs

of 53

Transcript of C12dfs

  • PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN NILA

    Oreochromis niloticus UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILEM

    Osteochilus hasselti DENGAN PADAT TEBAR YANG

    BERBEDA

    DIAPHENIA FAUSTINE SILITONGA

    DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2012

  • PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN NILA

    Oreochromis niloticus UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILEM

    Osteochilus hasselti DENGAN PADAT TEBAR YANG

    BERBEDA

    DIAPHENIA FAUSTINE SILITONGA

    SKRIPSI

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

    Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

    Departemen Budidaya Perairan

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Institut Pertanian Bogor

    DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2012

  • PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

    DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

    PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN NILA

    Oreochromis niloticus UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILEM

    Osteochilus hasselti DENGAN PADAT TEBAR YANG

    BERBEDA

    adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun

    kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal

    atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

    telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

    akhir skripsi ini.

    Bogor, Juni 2012

    DIAPHENIA FAUSTINE SILITONGA

    C14070048

  • Judul Skripsi : Pemanfaatan limbah budidaya ikan nila Oreochromis

    niloticus untuk pertumbuhan ikan nilem Osteochilus

    hasselti dengan padat tebar yang berbeda

    Nama Mahasiswa : Diaphenia Faustine Silitonga

    Nomor Pokok : C14070048

    Disetujui

    Pembimbing I Pembimbing II

    Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc Ir. Lies Setijaningsih, M.Si

    NIP. 19610625 198703 1 001 NIP. 19610203 198703 2 004

    Diketahui

    Ketua Departemen Budidaya Perairan

    Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc

    NIP.19591222 198601 1 001

    Tanggal Lulus :

  • KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

    penyertaanNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian ini

    dilaksanakan pada Agustus sampai dengan September 2011 di Instalasi Riset

    Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Tema yang

    dipilih dalam penelitian ini adalah Lingkungan, dengan judul Pemanfaatan

    limbah budidaya ikan nila Oreochromis niloticus untuk pertumbuhan ikan nilem

    Osteochilus hasselti dengan padat tebar yang berbeda

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc dan

    Ir. Lies Setijaningsih, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan II yang selalu

    memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi. Penulis juga

    mengucapkan terima kasih kepada Drs. Sutrisno, Kepala Instalasi Riset

    Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, tempat penelitian ini

    dilakukan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Orangtua, Saudara

    dan Rekan-rekan penulis atas segala doa dan bantuan yang telah diberikan.

    Akhir kata, penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi

    semua pembaca.

    Bogor, Juni 2012

    Diaphenia Faustine Silitonga

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Situbondo, Jawa Timur pada 08 Februari 1989 dari

    pasangan Ayah Drs. Anggiat Edward Silitonga dan Alm. Ibu Rusmini Siahaan.

    Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

    Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah Sekolah Menengah Atas

    Negeri 1 Situbondo dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis

    lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian

    Bogor (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi dan

    Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas

    Perikanan dan Ilmu Kelautan.

    Selama perkuliahan, penulis pernah melakukan Praktek Lapangan

    pembenihan tiram mutiara di Balai Budidaya Laut Lombok, pendederan nilem di

    Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung,

    Bogor. Penulis juga pernah menjadi Asisten Dosen pada mata kuliah Fisika Kimia

    Perairan Semester Genap 2010/2011. Selain itu penulis aktif menjadi Bendahara

    Persekutuan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan 2009/2010. Penulis juga

    pernah mendapat beasiswa BBM Institut Pertanian Bogor. Tugas akhir di

    perguruan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul

    Pemanfaatan limbah budidaya ikan nila Oreochromis niloticus untuk

    pertumbuhan ikan nilem Osteochilus hasselti dengan padat tebar yang

    berbeda.

  • ABSTRAK

    DIAPHENIA FAUSTINE SILITONGA. Pemanfaatan limbah budidaya ikan

    nila Oreochromis niloticus untuk pertumbuhan ikan nilem Osteochilus hasselti

    dengan padat tebar yang berbeda. Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan LIES

    SETIJANINGSIH.

    Pemanfaatan limbah ikan nila Oreochromis niloticus oleh fitoplankton untuk

    budidaya ikan nilem Osteochilus hasselti diperlukan dalam efisiensi pemanfaatan

    air, lahan dan pakan dalam proses budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk

    mendapatkan produksi ikan nilem yang optimum dari air limbah hasil budidaya

    ikan nila. Ikan nilem yang digunakan berumur 4 minggu berjumlah 3.150 ekor

    dengan ukuran panjang 5,65 0,62 cm dan bobot 2,24 0,65 g yang ditebar

    dalam 9 bak beton dan dipelihara selama 40 hari. Sampling pertumbuhan, analisis

    kualitas air, dan fitoplankton ikan nilem dilakukan setiap 10 hari sekali.

    Peningkatan kepadatan budidaya 75 ekor/m3 dan FR 1,5% menghasilkan

    pertumbuhan lebih baik dengan panjang 7,73 1,30 cm dan bobot 6,31 3,23 g

    daripada kepadatan 50 dan 25 ekor/m3. Pemeliharaan ikan nilem pada kepadatan

    75 ekor/m3 dengan pemanfaatan limbah lebih efektif dilakukan dalam budidaya.

    Nilem dengan padat tebar 75 ekor/m3

    menunjukkan peningkatan kelimpahan

    fitoplankton yang lebih tinggi dibandingkan dengan padat tebar 50 ekor/m3

    dan

    25 ekor/m3. Kelimpahan fitoplankton mulai dari awal hingga akhir pemeliharaan

    berkisar antara 0,76 x 106 11,46 x 10

    6 sel/l. Sistem budidaya ikan nilem

    Osteochilus hasselti dengan memanfaatkan limbah budidaya dapat mengurangi

    pemberian pakan.

    Kata Kunci : Limbah ikan nila Oreochromis niloticus, ikan nilem Osteochilus

    hasselti, pertumbuhan, kelimpahan fitoplankton.

  • ABSTRACT

    DIAPHENIA FAUSTINE SILITONGA. The usage of waste water of nila fish

    Oreochromis niloticus culture on nilem fish Osteochilus hasselti growth cultured

    with different spreading density. Supervised by KUKUH NIRMALA and LIES

    SETIJANINGSIH.

    The use of nila fish Oreochromis niloticus culture waste water by

    phytoplankton for nilem fish Osteochilus hasselti culture is needed for the

    efficiency of water use, land use and feeding in the culture process. This

    study aims to obtain an optimum nilem fish production from nila fish culture

    waste water. In this study we used 3.150 amounts of 4 week-old nilem fish,

    5,65 0,62 cm in lenghts and 2,24 0,65 in weighs, cultured in 9 concrete

    ponds for 40 days. Sampling of growth, analysis of water quality, and nilem

    fish phytoplankton taken in every 10 days. Culture density increase to

    75 fish/m3

    and FR 1.5% resulting better growth with 7,73 1,30 cm in

    lenghts and 6,31 3,23 g in weight from density 50 and 25 fish/m3. Nilem

    fish culture in density 75 fish/m3 with the use of waste water is more

    effective. Nilem fish with spreading density 75 fish/m3 shows higher increase

    of phyplankton abundance than 50 and 25 fish/m3. Phytoplankton abundance

    from the beginning until the end of culture range about

    0,76 x 106 11,46 x 106 cell/l. Nilem fish Osteochilus hasselti culture with

    the use of culture waste water can reduce feeding amounts.

    Keywords : Nila fish Oreochromis niloticus waste water, nilem fish

    Osteochilus hasselti, growth, abundance of phytoplankton.

  • i

    DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL ............................................................................................. ii

    DAFTAR GAMBAR......................................................................................... iii

    DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v

    I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

    II. BAHAN DAN METODE ............................................................................. 4

    2.1 Bahan Penelitian ..................................................................................... 4

    2.2 Metode Penelitian ................................................................................... 4

    2.2.1 Rancangan penelitian ...................................................................... 4

    2.2.2 Prosedur penelitian ......................................................................... 4

    2.2.2.1 Persiapan wadah ................................................................. 4

    2.2.2.2 Pemeliharaan ...................................................................... 5

    2.2.3 Parameter Penelitian ....................................................................... 6

    2.2.3.1 Laju pertumbuhan spesifik (specific growth rate) ................ 6

    2.2.3.2 Pertambahan panjang mutlak .............................................. 7

    2.2.3.3 Analisa fitoplankton............................................................ 7

    2.2.3.3.1 Kelimpahan fitoplankton ...................................... 7

    2.2.3.3.2 Indeks keanekaragaman ........................................ 8

    2.2.3.3.3 Indeks keseragaman .............................................. 8

    2.2.3.3.4 Indeks dominansi .................................................. 8

    2.2.3.4 Kelangsungan hidup ............................................................ 9

    2.2.3.5 Kualitas air ......................................................................... 9

    2.2.4 Analisis data ................................................................................... 10

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 11

    3.1 Hasil ...................................................................................................... 11

    3.1.1 Laju pertumbuhan spesifik .............................................................. 11

    3.1.2 Pertambahan panjang mutlak .......................................................... 12

    3.1.3 Analisa fitoplankton ....................................................................... 12

    3.1.4 Penggunaan pakan .......................................................................... 14

    3.1.5 Tingkat kelangsungan hidup (survival rate) .................................... 14

    3.1.6 Kualitas air ..................................................................................... 14

    3.2 Pembahasan ............................................................................................ 20

    IV. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 29

    4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 29

    4.2 Saran ....................................................................................................... 29

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 30

    LAMPIRAN ...................................................................................................... 32

  • ii

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    1. Kandungan nutrisi pelet komersil nilem Osteochilus hasselti ....................... 4

    2. Metode pengukuran fisika kimia media pemeliharaan nilem Osteochilus

    hasselti dalam bak beton .............................................................................. 9

    3. Jumlah pakan yang dihabiskan selama 40 hari pemeliharaan nilem .............. 14

  • iii

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1. Sistem budidaya dengan prinsip resirkulasi ................................................. 5

    2. Pengukuran bobot tubuh ikan nilem menggunakan timbangan digital............ 6

    3. Pengukuran panjang total tubuh ikan nilem menggunakan penggaris .......... 6

    4. Teknik pengambilan sampel fitoplankton yang disaring menggunakan

    plankton net ................................................................................................. 7

    5. Bobot (g) rata-rata tiap sampling ikan nilem dengan kepadatan 25, 50, dan

    75 ekor/m3 selama 40 hari ............................................................................ 11

    6. Laju pertumbuhan harian (%) ikan nilem dengan kepadatan 25, 50, dan

    75 ekor/m3 selama 40 hari ............................................................................ 11

    7. Panjang (cm) rata-rata tiap sampling ikan nilem dengan kepadatan 25, 50,

    dan 75 ekor/m3 selama 40 hari ..................................................................... 12

    8. Pertambahan panjang mutlak (cm) ikan nilem dengan kepadatan 25, 50,

    dan 75 ekor/m3 selama 40 hari ..................................................................... 12

    9. Kelimpahan fitoplankton (sel/l) media pemeliharaan nilem dengan padat

    tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3dengan pemeliharaan selama 40 hari dalam

    bak beton ..................................................................................................... 13

    10. Histogram Keanekaragaman (H), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) fitoplankton pada media pemeliharaan nilem dengan padat tebar 25, 50,

    dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton ...................... 13

    11. Tingkat kelangsungan hidup (%) ikan nilem dengan kepadatan 25, 50, dan

    75 ekor/m3 selama 40 hari ............................................................................ 14

    12. Kadar suhu (0C) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25, 50,

    dan 75 ekor/m3pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton ...................... 15

    13. Kadar pH media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25, 50, dan

    75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton ............................ 15

    14. Kadar oksigen (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar

    25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton .......... 16

    15. Kadar alkalinitas (mg/l CaCO3) media pemeliharaan ikan nilem dengan

    padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3

    pemeliharaan selama 40 hari dalam bak

    beton ............................................................................................................ 16

    16. Kadar kesadahan (mg/l CaCO3) media pemeliharaan ikan nilem dengan

    padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3

    pemeliharaan selama 40 hari dalam bak

    beton ............................................................................................................ 17

    17. Kadar nitrit (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25,

    50, dan 75 ekor/m3

    pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton ................ 17

    18. Kadar nitrat (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25,

    50, dan 75 ekor/m3

    pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton ................ 18

  • iv

    19. Kadar fosfat (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25,

    50, dan 75 ekor/m3

    pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton ................ 18

    20. Kadar amonia (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar

    25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton .......... 19

    21. Kadar TOM (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25,

    50, dan 75 ekor/m3

    pemeliharaan selama 40 hari .......................................... 19

  • v

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan

    hidup (Survival Rate) benih ikan nilem ........................................................ 33

    2. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap laju pertumbuhan

    spesifik (Specific Growth Rate) benih ikan nilem ......................................... 34

    3. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap pertambahan panjang

    mutlak benih ikan nilem ............................................................................... 35

    4. Hasil analisis kualitas air ikan nilem selama pemeliharaan 40 hari ................ 36

    5. Analisis fitoplankton selama 40 hari masa pemeliharaan pada budidaya

    nilem dengan kepadatan 25, 50, dan 75 ekor/m3 ........................................... 37

    6. Analisis usaha ikan nila, nilem, dan lele selama 40 hari masa pemeliharaan .. 38

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    Kebutuhan pangan, salah satunya kebutuhan protein akan semakin

    meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dunia. Ikan

    merupakan sumber protein yang sangat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan

    akan protein, khususnya yang bersumber dari budidaya karena dapat dikontrol

    jumlah dan ketersediaannya. Sementara disisi lain dengan semakin bertambahnya

    jumlah penduduk dan perkembangan pembangunan menyebabkan ketersediaan

    lahan dan air untuk proses akuakultur semakin terbatas. Untuk itu, dibutuhkan

    berbagai teknologi budidaya yang lebih intensif dengan sumber lahan dan air

    terbatas, salah satunya dengan menggunakan sistem resirkulasi dan akuaponik.

    Sistem air resirkulasi adalah suatu metode pemeliharaan ikan dalam wadah

    terkontrol dengan menggunakan kembali air bekas setelah melalui proses

    penyaringan secara fisik dan biologi. Sistem air resirkulasi ini telah dipraktikkan

    secara komersial dalam pemeliharaan ikan mas di Jepang sejak 1951. Metode ini

    dapat menghemat ruang dan air. Air bekas dipompakan ke bak penyaring sebelum

    dipakai kembali. Bak saringan berfungsi menyaring material kasar dan material

    halus secara fisik dan biologi (Jangkaru, 2002).

    Satu sistem terpadu yang mulai dikembangkan sejak tahun 2000-an oleh

    BRPBAT adalah sistem akuaponik. Akuaponik merupakan bio-integrasi yang

    menghubungkan akuakultur berprinsip resirkulasi dengan produksi

    tanaman/sayuran hidroponik (Diver, 2006), dimana ikan dan tanaman tumbuh

    dalam satu sistem yang terintegrasi dan mampu menciptakan suatu simbiotik

    diantara keduanya (Pramono, 2009). Sistem akuaponik dalam prosesnya

    menggunakan air dari tangki ikan, kemudian disirkulasikan kembali melalui suatu

    pipa tempat ditumbuhkannya tanaman. Jika dibiarkan di dalam tangki, air justru

    akan menjadi racun bagi ikan-ikan di dalamnya. Kemudian tanaman ini akan

    berfungsi sebagai filter vegetasi yang akan mengasimilasi nutrien dan suplai

    oksigen pada air yang digunakan untuk memelihara ikan. Sistem ini sangat

    menguntungkan karena selain panen ikan, petani juga dapat memanen sayuran

    atau buah-buahan organik tanpa pupuk kimia (Nugroho, 2008).

    Ikan nila merupakan jenis ikan yang tumbuh dengan baik dan paling umum

    digunakan dalam sistem akuaponik (Rakocy, 2006). Ikan nila merupakan ikan

  • 2

    ekonomis penting di dunia karena cara budidaya yang mudah, rasa yang digemari,

    harga relatif terjangkau, dan memiliki toleransi yang luas terhadap lingkungan

    (Gustiano dan Arifin, 2010). Pada tahun 2004 di pasar internasional, produksi

    ikan nila di Indonesia berada pada peringkat ke-4 dengan total produksi sebesar

    139.651 mt ton (FAO, 2005), sedangkan pada tahun 2008 produksi ikan nila

    Indonesia naik menjadi peringkat ke-2 setelah China dengan nilai sebesar 336.000

    mt ton (FAO, 2009).

    Budidaya ikan lele (Clarias batrachus) telah berkembang dengan pesat di

    masyarakat. Selain pertumbuhannya yang cepat, ikan ini bisa hidup di lumpur

    atau di perairan dengan kadar oksigen terlarut rendah hingga 3 ppm ( Khairuman

    dan Amri 2003). Keistimewaan hal ini karena lele termasuk kelompok ikan air

    breather. Organ insang tambahan (labyrinth) yang dimiliki lele memungkinkan

    ikan tersebut dapat mengambil oksigen di udara. Lele dapat dipeliharan pada

    bermacam-macam wadah, seperti kolam beton, bak fibre, kolam tanah dan lain-

    lainnya. Selain keistimewaan tersebut kegiatan budidaya ikan lele seringkali

    mendapat julukan budidaya ikan kotor. Diperlukan suatu pengembangan kegiatan

    budidaya yang dapat mengeliminir julukan negatif terhadap ikan lele .

    Meningkatnya produksi dari ikan nila dan lele tersebut, maka terdapat

    banyak pula limbah-limbah dari hasil budidaya nila dan lele. Limbah budidaya

    umumnya langsung dibuang ke perairan bebas dan sering dianggap mencemari

    perairan karena mengandung bahan-bahan organik dan anorganik yang tinggi dan

    dapat menyebabkan pengkayaan perairan (eutrofikasi). Bahan-bahan organik dan

    anorganik yang tinggi sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan

    mikroorganisme yang dapat dijadikan sumber makanan bagi ikan.

    Mikroorganisme yang dihasilkan dari limbah budidaya dapat dimanfaatkan untuk

    mengurangi penggunaan pakan komersial yang diberikan. Oleh karena itu, perlu

    dilakukan pengolahan air limbah dengan sistem resirkulasi dan akuaponik

    sehingga terbentuk nutrien yang akan diasimilasi oleh tanaman air dan

    fitoplankton.

    Pemilihan komoditas budidaya merupakan hal penting yang harus

    dilakukan, khususnya dalam hal pemanfaatan fitoplankton sehingga air limbah

    bersih kembali dan bisa digunakan untuk budidaya. Salah satu ikan yang cocok

  • 3

    digunakan dalam sistem budidaya ini ialah ikan nilem. Ikan nilem merupakan

    komoditas asli Indonesia yang sudah dibudidayakan sejak lama, khususnya di

    Priangan, Jawa Barat. Data statistik perikanan 2005 menunjukkan bahwa

    produksi ikan nilem di Jawa Barat tercatat lebih dari 13.000 ton. Dari jumlah

    tersebut; 94,20%-nya berasal dari Priangan. Selama 20 tahun terakhir dalam Pelita

    IV tercatat kontribusi nilem sekitar 83%. Ikan ini mempunyai potensi yang cukup

    besar dalam industri perikanan budidaya air tawar (ikan konsumsi dan produk-

    produk olahan seperti pengolahan telur, pindang, ukuran 3-5 g diproduksi untuk

    produk baby fish). Selain memiliki keunggulan komparatif, pasarnya pun terbuka

    lebar (Nugroho, 2008). Harga anak ikan nilem berukuran 5-7 cm di Tasikmalaya

    adalah Rp 18.000,00/kg (Trubus, 2009). Melihat kondisi dan peluang usaha yang

    cukup prospektif maka perlu dikembangkan teknologi budidayanya. Selain itu,

    ikan nilem merupakan jenis ikan yang dapat memanfaatkan mikroorganisme

    seperti fitoplankton yang dihasilkan dari bahan-bahan organik limbah budidaya.

    Dengan pemanfaatan ikan nilem dalam sistem budidaya ini dapat meningkatkan

    produktivitas budidaya.

    Kepadatan jumlah ikan budidaya nila dan lele yang berbeda dalam sistem

    resirkulasi dan akuaponik akan berpengaruh terhadap jumlah limbah, sehingga

    diperlukan penebaran jumlah ikan nilem yang berbeda agar pemanfaatan limbah

    lebih efisien. Pada umumnya petani budidaya nilem menggunakan padat

    penebaran 10-20 ekor/m3 sebagai padat penebaran dalam budidaya pendederan

    ikan nilem tanpa pemanfaatan limbah (Nugroho, 2008). Oleh karena itu

    dibutuhkan kajian untuk melihat produksi budidaya ikan nilem dengan

    memanfaatkan hasil limbah budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan

    produksi ikan nilem yang optimum dari air limbah hasil budidaya ikan nila.

  • 4

    II. BAHAN DAN METODE

    2.1 Bahan Penelitian

    Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini

    digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran

    panjang 5,65 0,62 cm dan bobot 2,24 0,65 g. Nilem uji ditebar pada masing-

    masing bak pemeliharaan dengan tingkat kepadatan 25, 50, dan 75 ekor/m3 atau

    175, 350, dan 525 ekor/bak dengan wadah budidaya ikan yang digunakan berupa

    kolam beton berukuran 3x3,25x0,73 m3 sebanyak 9 buah. Air pada penelitian ini

    bersumber dari air sungai yang mengalir langsung ke wadah budidaya. Pakan

    yang diberikan berupa pelet apung komersial dengan kandungan protein 27%

    (Tabel 1). Sumber pakan lain pada perlakuan padat tebar ikan nilem diharapkan

    berasal dari sumber fitoplankton yang tumbuh di dalam media pemeliharaan.

    Tabel 1. Kandungan nutrisi pelet komersil nilem Osteochilus hasselti

    *) Sesuai dengan yang tercantum pada label pakan

    2.2 Metode Penelitian

    2.2.1 Rancangan Penelitian

    Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

    (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan yang diterapkan yaitu

    perbedaan padat tebar pada bak pemeliharaan ikan nilem yang terisi air limbah

    dari hasil budidaya ikan nila. Padat tebar yang dilakukan yaitu 25, 50, dan

    75 ekor/m3 dan dialirkan dengan prinsip resirkulasi, sehingga air buangan dari

    proses budidaya ikan nila yang masuk ke dalam wadah pemeliharaan ikan nilem

    selanjutnya digunakan kembali sebagai sumber air pada proses budidaya ikan lele

    Clarias batrachus.

    2.2.2 Prosedur Penelitian

    2.2.2.1 Persiapan Wadah

    Prosedur penelitian meliputi masa persiapan dan masa pemeliharaan. Masa

    persiapan terdiri dari persiapan wadah dan bahan. Sebelum digunakan untuk

    Jenis nutrien Kandungan (%)

    Kadar protein 27

    Kadar lemak 5

    Karbohidrat 13

    Kadar air 8

    Serat 3

  • 5

    proses pemeliharaan, wadah-wadah tersebut dibersihkan dan dikeringkan terlebih

    dahulu di bawah sinar matahari selama 1 hari. Sistem yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah sistem akuaponik dengan prinsip resirkulasi. Pola aliran air

    diawali dari kolam filter (kangkung), kemudian mengalir ke kolam pendederan

    nila, selanjutnya mengalir ke kolam pendederan ikan nilem dan berakhir di kolam

    pendederan ikan lele. Selanjutnya dengan menggunakan pompa dengan debit air

    0,1 liter/detik yang diletakkan di dasar kolam pendederan lele, air dipompa

    kembali menuju ke kolam filter (akuaponik kangkung). Sebelum dipelihara, ikan

    diadaptasikan terlebih dahulu dalam kolam pemeliharaan selama 2 minggu.

    Gambar 1. Sistem budidaya dengan prinsip resirkulasi

    2.2.2.2 Pemeliharaan

    Masa pemeliharaan terdiri dari pemberian pakan, sampling pertumbuhan,

    analisis kualitas air, dan analisis fitoplankton. Masa pemeliharaan berlangsung

    selama 40 hari. Pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari yaitu pada pukul 08.00,

    12.00, dan 17.00 WIB dengan feeding rate (FR) 1,5% pada setiap perlakuan.

    Pipa inlet

    Pipa outlet

    Pipa

    inlet

    Kangkung

    Nilem

    25 ekor/m3

    Nila

    50 ekor/m3

    Lele 100 ekor/m

    3

    Nilem

    50 ekor/m3

    Nila

    100 ekor/m3

    Lele 150 ekor/m

    3

    Nilem

    75 ekor/m3

    Nila

    150 ekor/m3

    Kangkung

    Kangkung

    Lele 50 ekor/m

    3

    Pipa

    outlet

  • 6

    Sampling pertumbuhan ikan dilakukan setiap 10 hari sekali dengan parameter

    yang diukur berupa jumlah, bobot, dan panjang ikan nilem. Analisis kualitas air

    juga dilakukan setiap 10 hari sekali dengan parameter berupa suhu, pH, DO,

    alkalinitas, kesadahan, amonia, nitrit, nitrat, fosfat, dan total organic matter

    (TOM). Sampel air yang dianalisis diambil dari tiga titik, yaitu saluran inlet,

    outlet, dan air dalam kolam budidaya ikan nilem. Selain itu juga dilakukan

    analisis fitoplankton yang dilakukan setiap 10 hari sekali. Sampel air yang

    dianalisis diambil dari lima titik yaitu dua ujung atas, dua ujung bawah, dan di

    tengah pada air kolam pemeliharaan ikan nilem untuk setiap perlakuan. Panen

    ikan dilakukan setelah 40 hari masa pemeliharaan.

    Berikut ini adalah gambar pada saat dilakukan sampling pertumbuhan ikan

    yang meliputi pengukuran bobot dan panjang total tubuh ikan nilem.

    Gambar 2. Pengukuran bobot tubuh Gambar 3. Pengukuran panjang total

    ikan nilem menggunakan timbangan tubuh ikan nilem menggunakan

    digital penggaris

    2.2.3 Parameter Penelitian

    Data yang dikumpulkan selama penelitian meliputi jumlah ikan nilem yang

    hidup selama pemeliharaan, panjang tubuh total, bobot tubuh, jumlah pakan,

    kelimpahan fitoplankton, serta kualitas air. Pengukuran jumlah nilem pada akhir

    penelitian dilakukan dengan cara menghitung semua populasi nilem yang hidup

    (sensus). Pengukuran panjang dan bobot tubuh nilem dilakukan setiap 10 hari

    sekali dengan melakukan sampling pada 25 ikan nilem pada setiap bak perlakuan.

    Pengukuran jumlah pakan dilakukan setiap hari dengan menggunakan timbangan

    digital. Selanjutnya data hasil pengukuran parameter tersebut digunakan untuk

  • 7

    menghitung laju pertumbuhan spesifik, pertambahan panjang mutlak, analisa

    fitoplankton, kelangsungan hidup, dan analisa kualitas air.

    Parameter-parameter yang dihitung selama pemeliharaan ikan nilem antara

    lain sebagai berikut.

    2.2.3.1 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate)

    Laju pertumbuhan spesifik dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

    berikut (Huisman, 1987).

    =

    1 x 100%

    Keterangan : = Laju pertumbuhan harian (%) Wt = Bobot rata-rata akhir (g)

    Wo = Bobot rata-rata awal (g)

    t = Waktu pemeliharaan (hari)

    2.2.3.2 Pertambahan Panjang Mutlak

    Ukuran panjang pada nilem adalah antara ujung kepala hingga ujung ekor

    nilem. Pertambahan panjang mutlak dihitung dengan menggunakan rumus

    Effendie (1997).

    =

    Keterangan : Pm = Pertambahan panjang mutlak

    Lt = Rata-rata panjang individu pada hari ke-t (cm) Lo = Rata-rata panjang individu pada hari ke-0 (cm)

    2.2.3.3 Analisa Fitoplankton

    Pengamatan kelimpahan fitoplankton dilakukan setiap 10 hari sekali.

    Perhitungan kelimpahan fitoplankton dilakukan untuk mengetahui total

    kelimpahan setiap genus tertentu yang ditemukan selama pengamatan. Metode

    pengamatan fitoplankton menggunakan Sedgwick-Rafter Cell dan menggunakan

    mikroskop high power. Sedgwick-Rafter Cell adalah suatu alat yang memiliki

    ukuran panjang 50 mm, lebar 20 mm, dan tinggi 1 mm. Volume Sedgwick-Rafter

    Cell 1.000 mm3 atau 1 ml (Odum, 1998). Berikut ini gambar pengambilan sampel

    fitoplankton.

  • 8

    Gambar 4. Teknik pengambilan sampel fitoplankton yang disaring menggunakan

    plankton net.

    2.2.3.3.1 Kelimpahan Fitoplankton

    Nilai kelimpahan fitoplankton dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

    berikut (Odum, 1998).

    N =

    1

    Keterangan : N = Jumlah fitoplankton (sel/l)

    Vd = Volume air yang disaring (l) Vt = Volume air tersaring (ml)

    Vs = Volume air pada Sedgwick-Rafter Cell (ml)

    n = Jumlah fitoplankton terhitung Fp = Faktor pengenceran

    2.2.3.3.2 Indeks Keanekaragaman

    Indeks keanekaragaman digunakan untuk melihat tingkat stabilitas suatu

    komunitas atau menunjukkan kondisi struktur komunitas dari keanekaragaman

    jumlah jenis organisme yang terdapat dalam suatu area. Penentuan tingkat

    keragaman organisme fitoplankton digunakan indeks keanekaragaman Shannon-

    Weaner (Odum, 1998).

    H = pi ln pi

    =1

    Keterangan : H = Indeks keanekaragaman Shannon-Weaner

    Pi = ni/N

    ni = Jumlah individu genus ke-i N = Jumlah total individu

    n = Jumlah genus

    i = 1,2,3,....,n

  • 9

    2.2.3.3.3 Indeks Keseragaman

    Keseragaman adalah komposisi individu tiap genus yang terdapat dalam

    suatu komunitas. Indeks keseragaman digunakan untuk mengetahui berapa besar

    kesamaan penyebaran jumlah individu dalam suatu komunitas. Menurut Odum

    (1998), untuk menentukan keseragaman (E) dapat diformulasikan sebagai berikut.

    =

    Keterangan : E = Indeks keseragaman (0-1)

    H = Indeks keanekaragaman Shannon-Weaner

    Hmax = Nilai indeks keseragaman maksimum Hmax = ln S

    S = Jumlah genus

    2.2.3.3.4 Indeks Dominansi

    Nilai indeks dominansi (Odum, 1998) digunakan untuk mengetahui ada

    tidaknya genus tertentu yang mendominansi suatu komunitas. Kisaran nilai indeks

    dominansi adalah antara 0-1. Nilai yang mendekati nol menunjukkan bahwa tidak

    ada genus dominan dalam komunitas. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi

    struktur komunitas dalam keadaan stabil. Sebaliknya, nilai yang mendekati 1

    menunjukkan adanya genus yang dominan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi

    struktur komunitas dalam keadaan labil dan terjadi tekanan ekologis. Nilai indeks

    dominansi Simpson dihitung dengan rumus:

    C = ni

    N

    2

    =1

    Keterangan : C = Indeks dominansi Simpson

    ni = Jumlah jenis ke-i N = Jumlah total individu

    S = Jumlah taksa/jenis

    2.2.3.4 Kelangsungan Hidup

    Tingkat kelangsungan hidup (survival rate) ikan nilem dapat dihitung

    menggunakan rumus sebagai berikut.

    =

    x 100%

    Keterangan : SR = Kelangsungan hidup /Survival Rate (SR)(%) Nt = Jumlah nilem yang hidup di akhir penelitian (ekor) No = Jumlah nilem yang hidup di awal penelitian (ekor)

  • 10

    2.2.3.5 Kualitas Air

    Pengukuran kualitas air dilakukan secara berkala, terdiri dari sifat fisika

    kimia air media selama pemeliharaan yaitu suhu, pH, DO, kesadahan, alkalinitas,

    nitrit, nitrat, fosfat, amonia, dan TOM (Total Organic Matter).

    Tabel 2. Metode pengukuran fisika kimia media pemeliharaan Osteochilus

    hasselti dalam bak beton

    No. Parameter Satuan Alat

    Pengukur Frekuensi

    Metode/Alat

    1. Suhu oC Termometer Harian Pembacaan skala 2. pH pH meter Per 10 hari pH meter 3. DO mg/l DO meter Per 10 hari Pembacaan skala 4. Kesadahan mg/l CaCO3 Biuret Per 10 hari Titrimetri 5. Alkalinitas mg/l CaCO3 Biuret Per 10 hari Titrimetri 6. Nitrit mg/l Biuret Per 10 hari Spektrofotometer 7. Nitrat mg/l Biuret Per 10 hari Spektrofotometer 8. Fosfat mg/l Biuret Per 10 hari Spektrofotometer 9. Amonia mg/l Biuret Per 10 hari Spektrofotometer 10. TOM mg/l KMnO4 Biuret Per 10 hari Spektrofotometer

    2.2.4 Analisis Data

    Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta dianalisis

    secara statistik menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0;

    Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F digunakan untuk menentukan apakah

    perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati pada masing-

    masing perlakuan. Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar

    perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan Uji Tukey pada selang

    kepercayaan 95%. Untuk parameter kualitas air dan pendukung lainnya dianalisis

    secara deskriptif. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah rancangan acak lengkap (RAL), dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan.

    Model rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

    Yij = + i + ij

    Keterangan : Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

    = Rataan umum

    i = Pengaruh perlakuan ke-i

    ij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

  • 11

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1 Hasil

    3.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate)

    Selama 40 hari masa pemeliharaan nilem terjadi peningkatan bobot dari

    2,24 0,65 g menjadi 6,31 3,23 g. Laju pertumbuhan spesifik pada masa

    pemeliharaan berkisar antara 1,56%-2,24% (Lampiran 2). Hasil analisis ragam

    menunjukkan peningkatan kepadatan memberikan pengaruh nyata terhadap laju

    pertumbuhan spesifik (p

  • 12

    3.1.2 Pertambahan Panjang Mutlak

    Selama 40 hari pemeliharaan ikan nilem mengalami pertambahan panjang

    dari 5,65 0,62 cm menjadi 7,73 1,30 cm. Pertambahan panjang mutlak

    berkisar antara 1,17 0,21 cm hingga 1,97 0,27 cm (Lampiran 3). Hasil analisis

    ragam menunjukkan peningkatan kepadatan memberikan pengaruh nyata terhadap

    pertambahan panjang mutlak (p

  • 13

    pemeliharaan berkisar antara 0,76 x 106-11,46 x 10

    6 sel/l (Lampiran 5). Nilem

    dengan padat tebar 75 ekor/m3 menunjukkan peningkatan kelimpahan

    fitoplankton yang lebih tinggi dibandingkan dengan padat tebar 50 ekor/m3 dan

    25 ekor/m3.

    Gambar 9. Kelimpahan fitoplankton (sel/l) media pemeliharaan nilem dengan

    padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3 dengan pemeliharaan selama 40

    hari.

    Gambar 10. Histogram Keanekaragaman (H), Keseragaman (E), dan Dominansi

    (C) fitoplankton pada media pemeliharaan nilem dengan padat tebar

    25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari.

    Indeks keanekaragaman (H), keseragaman (E), dan dominansi (C)

    merupakan indeks yang digunakan untuk menilai kestabilan komunitas biota suatu

    perairan dengan kondisi di perairan itu sendiri. Berdasarkan dari Gambar 10

    terlihat bahwa nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman paling tinggi

    terdapat pada kepadatan 50 ekor/m3 sebesar 1,74 dan 0,55, sedangkan nilai

    indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi paling rendah terdapat pada

    kepadatan 25 ekor/m3 berturut-turut adalah 1,26; 0,38; dan 0,16. Indeks dominansi

    tertinggi nilainya pada kepadatan 75 ekor/m3

    sebesar 0,29. Nilai indeks

    0

    5

    10

    15

    25 50 75

    Keli

    mp

    ah

    an

    Tota

    l

    (10

    6se

    l/l)

    Kepadatan (ekor/m3)

    H10

    H20

    H30

    H40

    1,26

    1,74 1,65

    0,380,55 0,52

    0,16 0,260,29

    0.00

    0.50

    1.00

    1.50

    2.00

    25 50 75

    Ind

    ek

    s

    Kepadatan (ekor/m3)

    H'

    E

    C

  • 14

    keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi secara berturut - turut berkisar

    antara 1,08-2,01; 0,14-0,61; 0,11-0,39 (Lampiran 5).

    3.1.4 Penggunaan Pakan

    Pemeliharaan nilem selama 40 hari, dilakukan pemberian pakan dengan

    feeding rate (FR) sebanyak 1,5 % pada padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3, serta

    memanfaatkan pakan alami dari setiap bak pemeliharaan tersebut. Semakin tinggi

    padat penebaran maka jumlah pakan yang dibutuhkan semakin banyak. Jumlah

    pakan yang dihabiskan dan nilai FCR (Feed Convertion Ratio) selama 40 hari

    pemeliharaan nilem ditunjukkan pada Tabel 3.

    Tabel 3. Jumlah pakan yang dihabiskan selama 40 hari pemeliharaan nilem

    Perlakuan Pakan (g)

    FCR Pelet

    25 ekor/m3

    661,35 2,21

    50 ekor/m3

    816,97 0,80

    75 ekor/m3

    1240,97 0,72

    3.1.5 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate)

    Tingkat kelangsungan hidup nilem selama 40 hari pemeliharaan mengalami

    penurunan pada masing-masing kepadatan dengan kisaran 86,86% - 88,57%. Nilai

    tertinggi diperoleh pada kepadatan 25 ekor/m3 sedangkan nilai terendah diperoleh

    pada kepadatan 50 ekor/m3. Setelah dilakukan analisis ragam, peningkatan

    kepadatan nilem tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan

    hidup (p>0,05) Lampiran 1.

    Gambar 11. Tingkat kelangsungan hidup (%) ikan nilem dengan kepadatan 25, 50,

    dan 75 ekor/m3 selama 40 hari.

    88,57 86,86 88,51

    50556065707580859095

    100

    25 50 75

    Tin

    gk

    at

    Kela

    ngsu

    nga

    n H

    idu

    p

    (%)

    Kepadatan (ekor/m3)

    a a a

  • 15

    3.1.6 Kualitas Air Pemeliharaan

    Pengukuran kualitas air dilakukan setiap 10 hari sekali. Kualitas air selama

    pemeliharaan nilem yang dihasilkan pada setiap padat tebar berfluktuasi, namun

    masih berada pada batasan yang dapat ditoleransi nilem. Suhu air selama

    pemeliharaan ikan nilem berada pada kisaran 25,00-31,30 0C (Lampiran 4).

    Pengukuran suhu dilakukan pada pagi hari. Gambar 12 menunjukkan grafik suhu

    pemeliharaan ikan nilem dari masing-masing kepadatan, dari grafik terlihat suhu

    cenderung meningkat. Peningkatan ini dipengaruhi oleh cuaca yaitu musim panas.

    Gambar 12. Kadar suhu (0C) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar

    25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak

    beton.

    Selama pemeliharaan nilem pH media pemeliharaan berkisar antara

    6,00-8,44 (Lampiran 4). Gambar 13 menunjukkan pH air pemeliharaan ikan nilem

    dari setiap kepadatan. Fluktuasi pH air terjadi selama pemeliharaan dan

    cenderung terjadi penurunan di awal pemeliharaan dan meningkat diakhir

    pemeliharaan.

    Gambar 13. Kadar pH media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25, 50,

    dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton.

    0

    10

    20

    30

    40

    HO H10 H20 H30 H40

    Su

    hu

    air

    (0

    C)

    Hari ke -

    25 ekor/m3

    50 ekor/m3

    75 ekor/m3

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    HO H10 H20 H30 H40

    pH

    Hari ke -

    25 ekor/m3

    50 ekor/m3

    75 ekor/m3

  • 16

    Kadar oksigen (DO) pemeliharaan ikan nilem dari semua kepadatan berada

    pada kisaran 5,80-7,80 mg/l (Lampiran 4). Selama pemeliharaan kadar oksigen

    berfluktuasi. Gambar 14 menunjukkan kadar oksigen dari setiap pemeliharaan

    ikan nilem yang cenderung menurun pada awal pemeliharaan dan meningkat di

    akhir pemeliharaan.

    Gambar 14. Kadar oksigen (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat

    tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak

    beton.

    Kadar alkalinitas media selama pemeliharaan ikan nilem dari setiap

    kepadatan berada pada kisaran 36-52 mg/l CaCO3 (Lampiran 4). Terjadi fluktuasi

    kadar alkalinitas air selama pemeliharaan seperti yang terlihat pada Gambar 15.

    Kadar alkalinitas media cenderung meningkat diakhir pemeliharaan.

    Gambar 15. Kadar alkalinitas (mg/l CaCO3) media pemeliharaan ikan nilem

    dengan padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40

    hari dalam bak beton.

    Kadar kesadahan media pemeliharaan ikan nilem dari setiap kepadatan

    berada pada kisaran 118,198-177,297 mg/l CaCO3 (Lampiran 4). Gambar 16

    0123456789

    HO H10 H20 H30 H40

    Kad

    ar O

    ksi

    gen

    (m

    g/l

    )

    Hari ke -

    25 ekor/m3

    50 ekor/m3

    75 ekor/m3

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    HO H10 H20 H30 H40

    Alk

    ali

    nit

    as

    (mg

    /l C

    aC

    o3

    )

    Hari ke -

    25 ekor/m3

    50 ekor/m3

    75 ekor/m3

  • 17

    menunjukkan fluktuasi kadar kesadahan dari tiap media pemeliharaan. Pada awal

    pemeliharaan ikan nilem kecenderungan kadar kesadahan air menurun kemudian

    meningkat pada hari ke-20 hingga akhir pemeliharaan.

    Gambar 16. Kadar kesadahan media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar

    25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak

    beton.

    Kadar nitrit dalam media pemeliharaan nilem 40 hari berada pada kisaran

    0,015-0,212 mg/liter (Lampiran 4). Gambar 17 menunjukkan grafik kadar nitrit

    pemeliharaan nilem dari masing-masing padat tebar, dari grafik terlihat kadar

    nitrit semakin meningkat.

    Gambar 17. Kadar nitrit (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat

    tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak

    beton.

    0

    50

    100

    150

    200

    HO H10 H20 H30 H40

    Kesa

    dah

    an

    (m

    g/l

    CaC

    o3)

    Hari ke -

    25 ekor/m3

    50 ekor/m3

    75 ekor/m3

    0.000

    0.050

    0.100

    0.150

    0.200

    HO H10 H20 H30 H40

    Ka

    da

    r N

    itrit

    (m

    g/l

    )

    Hari ke-

    25 ekor/m3

    50 ekor/m3

    75 ekor/m3

  • 18

    Kadar nitrat pemeliharaan nilem dari setiap padat tebar berada pada kisaran

    0,123-1,143 mg/l (Lampiran 4). Selama pemeliharaan kadar nitrat berfluktuasi.

    Gambar 18 menunjukkan kadar nitrat dari setiap pemeliharaan nilem yang

    cenderung meningkat pada awal pemeliharaan dan menurun diakhir pemeliharaan.

    Gambar 18. Kadar nitrat (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat

    tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak

    beton.

    Selama pemeliharaan ikan nilem kadar fosfat pemeliharaan berkisar antara

    0,020-0,086 mg/liter (Lampiran 4). Gambar 19 menunjukkan kadar fosfat

    pemeliharaan nilem dari setiap padat tebar. Fluktuasi kadar nitrat terjadi selama

    pemeliharaan dan cenderung terjadi peningkatan hingga diakhir pemeliharaan.

    Gambar 19. Kadar fosfat (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat

    tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak

    beton.

    Kadar amonia media selama pemeliharaan nilem dari setiap padat tebar

    berada pada kisaran 0,006-0,019 mg/l (Lampiran 4). Terjadi fluktuasi kadar

    0.000

    0.200

    0.400

    0.600

    0.800

    1.000

    1.200

    HO H10 H20 H30 H40

    Ka

    da

    r N

    itra

    t (m

    g/l

    )

    Hari ke-

    25 ekor/m3

    50 ekor/m3

    75 ekor/m3

    0.000

    0.020

    0.040

    0.060

    0.080

    0.100

    HO H10 H20 H30 H40

    Ka

    da

    r F

    osf

    at

    (mg

    /l)

    Hari ke-

    25 ekor/m3

    50 ekor/m3

    75 ekor/m3

  • 19

    amonia air selama pemeliharaan seperti yang terlihat pada Gambar 20. Pada awal

    pemeliharaan kadar amonia media pemeliharaan cenderung meningkat kemudian

    menurun pada akhir pemeliharaan.

    Gambar 20. Kadar amonia (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat

    tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak

    beton.

    Kadar total organik meter (TOM) media pemeliharaan nilem dari setiap

    padat tebar berada pada kisaran 27,647-123,619 mg/l KMnO4 (Lampiran 4).

    Gambar 21 menunjukkan fluktuasi kadar TOM dari tiap media pemeliharaan

    nilem. Pada awal pemeliharaan nilem kecenderungan kadar TOM mengalami

    peningkatan hingga diakhir pemeliharaan.

    Gambar 21. Kadar TOM (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat

    tebar g25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam

    bak beton.

    0.000

    0.005

    0.010

    0.015

    0.020

    HO H10 H20 H30 H40

    Kad

    ar A

    mon

    ia (

    mg/l

    )

    Hari ke-

    25 ekor/m3

    50 ekor/m3

    75 ekor/m3

    0.000

    20.000

    40.000

    60.000

    80.000

    100.000

    120.000

    140.000

    HO H10 H20 H30 H40

    Ka

    da

    t T

    OM

    (m

    g/l

    KM

    nO

    4)

    Hari ke-

    25 ekor/m3

    50 ekor/m3

    75 ekor/m3

  • 20

    3.2 Pembahasan

    Limbah budidaya ikan yang merupakan hasil aktivitas metabolisme banyak

    mengandung amonia (Effendi, 2003). Pada sistem budidaya tanpa pergantian air

    (zero water exchange) seperti pada kolam air tenang, konsentrasi limbah budidaya

    seperti amonia (NH3), nitrit (NO2-), dan CO2 akan meningkat sangat cepat dan

    bersifat toksik bagi organisme budidaya (Surawidjaja, 2006). Ikan mengeluarkan

    80-90% amonia (N-anorganik) melalui proses osmoregulasi, sedangkan dari feses

    dan urine sekitar 10-20% dari total nitrogen (Sumoharjo, 2010). Akumulasi

    amonia pada media budidaya merupakan salah satu penyebab penurunan kualitas

    perairan yang dapat berakibat pada kegagalan produksi budidaya ikan. Pada

    penelitian ini dilakukan pemanfaatan limbah yang telah diurai oleh bakteri

    sehingga dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton dan ikan akan memanfaatkan

    fitoplankton tersebut untuk pertumbuhannya.

    Pertumbuhan ikan nilem diukur berdasarkan bobot dan panjang tubuh total

    ikan. Hasil penelitian selama 40 hari masa pemeliharaan menunjukkan bahwa

    ikan nilem yang diberi pakan komersil dengan FR 1,5% pada kepadatan

    75 ekor/m3 memberikan bobot dan laju pertumbuhan spesifik yang lebih tinggi

    dibandingkan dengan 25 dan 50 ekor/m3 dengan FR yang sama. Namun, hasil uji

    lanjut Tukey menunjukkan bahwa laju pertumbuhan spesifik pada kepadatan 50

    dan 75 ekor/m3 tidak berbeda nyata (Lampiran 2). Dalam penelitian ini,

    pertumbuhan yang tinggi dapat disebabkan oleh tersedianya makanan yang

    dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan nilem tersebut.

    Menurut Effendie (1997), pertumbuhan dipengaruhi dua faktor, yaitu faktor

    internal (sifat genetik dan kondisi fisiologis) dan faktor eksternal yang berkaitan

    dengan lingkungan pemeliharaan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi

    pertumbuhan ikan antara lain berupa jenis makanan yang dimakan, ukuran

    makanan yang dimakan, kondisi oseanografi perairan suhu, oksigen, konsentrasi

    unsur nitrogen dan pH (Sukimin et al, 2002). Ikan nilem dikelompokkan sebagai

    ikan omnivora (pemakan segala). Pakannya terdiri dari detritus, jasad-jasad

    penempel, peripiton, dan epipiton, sehingga ikan ini lebih sering hidup di bagian

    dasar perairan. Selain itu, nilem juga pemakan lumut-lumutan dan tumbuhan air.

    Nilem memakan udang renik dan akar-akar tanaman air seperti hydrilla. Pada

  • 21

    stadia benih atau larva, ikan ini memakan fitoplankton dan zooplankton

    (Khairuman dan Khairul, 2008). Oleh karena itu, laju pertumbuhan spesifik yang

    tidak berbeda nyata pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m3 salah satunya dapat dilihat

    dari parameter kelimpahan fitoplankton. Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa

    pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m3 kelimpahan fitoplankton tidak berbeda jauh

    jumlahnya pada tiap sampling yaitu sekitar 3 x 106

    sel/l (Lampiran 5). Berbeda

    dengan kepadatan 25 ekor/m3 yang memiliki kelimpahan fitoplankton lebih

    rendah dibandingkan keduanya. Artinya, pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m3

    terjadi pemanfaatan fitoplankton oleh ikan nilem tersebut akibat besarnya

    kelimpahan fitoplankton dari keduanya sehingga dapat mendukung pertumbuhan

    dari ikan nilem. Pemanfaatan fitoplankton dapat dilihat dari nilai FCR pada

    masing-masing kepadatan. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai FCR

    kepadatan 25 ekor/m3

    lebih tinggi dibanding 50 dan 75 ekor/m3

    yaitu sebesar 2,21

    sedangkan nilai FCR kepadatan 50 dan 75 ekor/m3 relatif mendekati yaitu 0,80

    dan 0,72. Hal ini berarti pada kepadatan 25 ekor/m3

    lebih banyak memanfaatkan

    pakan komersil dibandingkan dengan pakan alami sehingga pertumbuhannya

    lebih rendah, selain itu karena ketersediaan pakan alami yang lebih sedikit pada

    kepadatan 25 ekor/m3 dibandingkan dengan 50 dan 75 ekor/m

    3. Namun, dapat

    juga dikarenakan jumlah FR yang sedikit digunakan dalam penelitian ini yaitu

    1,5% sehingga pakan komersil yang tersedia belum mencukupi kebutuhan ikan

    nilem tersebut dan mengakibatkan pertumbuhan yang rendah. Biasanya petani

    menggunakan FR antara 2-3% untuk pemeliharaan ikan air tawar (Nugroho,

    2008). Nilai FCR yang relatif sama pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m3 dapat

    disebabkan karena keseimbangan antara pemanfaatan pakan komersial dengan

    pakan alami sehingga laju pertumbuhan keduanya relatif sama.

    Selama 40 hari masa pemeliharaan benih nilem terjadi peningkatan bobot

    dari 2,24 0,65 g menjadi 6,31 3,23 g. Laju pertumbuhan bobot harian selama

    masa pemeliharaan berkisar antara 1,56%-2,24% (Lampiran 2). Hasil analisis

    ragam menunjukkan peningkatan kepadatan memberikan pengaruh nyata

    terhadap laju pertumbuhan spesifik (p

  • 22

    hingga 1,97 0,27 cm. Hasil analisis ragam menunjukkan peningkatan kepadatan

    memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak (p

  • 23

    dibandingkan kepadatan 25 ekor/m3. Hal ini dapat disebabkan oleh tersedianya

    nutrien-nutrien yang dibutuhkan oleh fitoplankton dalam bak pemeliharaan

    tersebut. Pada umumnya fitoplankton memanfaatkan nitrogen dalam bentuk

    senyawa anorganik seperti nitrat dan amonia (Kennish, 1990). Dalam

    memanfaatkan nitrogen, umumnya fitoplankton mempunyai kecenderungan untuk

    secara berturut-turut mengambil nitrat dan amonium. Nitrat adalah bentuk utama

    dari nitrogen di perairan alami. Nitrat merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan

    tanaman alga. Nitrat sangat mudah larut di dalam air dan bersifat stabil, dihasilkan

    dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2003).

    Kadar nitrat akan semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Pada

    penelitian ini, Gambar 18 dan 20 menunjukkan bahwa kadar nitrat dan amonia

    dalam bak pemeliharaan dengan kepadatan 50 dan 75 ekor/m3 memiliki kisaran

    yang relatif sama pada setiap sampling dibandingkan kepadatan 25 ekor/m3.

    Kelimpahan fitoplankton memiliki hubungan yang positif dengan kesuburan suatu

    perairan, apabila kelimpahan fitoplankton tinggi maka suatu perairan itu

    cenderung memiliki produktivitas yang tinggi pula.

    TOM (total organic matter) merupakan salah satu parameter yang

    digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui kandungan bahan organik

    dalam suatu perairan. Kandungan total bahan organik media pemeliharaan nilem

    dari masing-masing padat tebar antara 27,647-123,619 mg/l KMnO4 (Lampiran

    4). Pada awal pemeliharaan nilem kecenderungan kadar TOM mengalami

    peningkatan hingga diakhir pemeliharaan. Artinya, terjadi penggunaan bahan-

    bahan organik oleh fitoplankton untuk pertumbuhannya. Cara analisa TOM

    hampir sama dengan COD (Chemical Oxygen Demand) karena sama-sama

    menggunakan pengoksidator berupa bahan kimia, sehingga dapat disimpulkan

    bahwa nilai TOM hampir mendekati nilai COD. Nilai COD pada perairan yang

    tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan yang

    tercemar dapat lebih dari 200 mg/l (Effendi, 2003). Pada penelitian ini nilai TOM

    masih dapat ditoleransi karena tidak melebihi batas yang ditentukan (Lampiran 4).

    Nilai TOM yang relatif sama dan lebih tinggi pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m3

    dibandingkan kepadatan 25 ekor/m3 merupakan salah satu faktor yang

    mempengaruhi tersedianya kebutuhan nutrien untuk pertumbuhan fitoplankton.

  • 24

    Jumlah TOM yang tinggi pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m3

    dalam penelitian ini

    dapat disebabkan oleh jumlah limbah yang masuk ke dalam bak pemeliharaan dan

    kepadatan ikan nila serta lele yang dapat mempengaruhi buangan limbah tersebut.

    Pada penelitian ini digunakan kepadatan ikan nila dan lele yang berbeda-beda

    pada masing-masing padat tebar. Namun, dalam penelitian ini air buangan limbah

    yang dialirkan ke bak pemeliharaan ikan nilem dengan sistem resirkulasi dan

    akuaponik tetap dalam kepadatan yang sama antara ikan nila dan lele.

    Limbah dapat berasal dari feses, sisa pakan, dan hasil metabolisme ikan

    budidaya. Limbah-limbah tersebut mengandung nitrogen yang tidak dapat

    dimanfaatkan langsung oleh organisme akuatik sehingga diperlukan proses

    penguraian. Nitrogen terdiri atas bahan organik dan anorganik. Nitrogen organik

    yaitu urea, protein, dan asam amino, sedangkan nitrogen anorganik terdiri dari

    amonia (NH3), amonium (NH4), nitrit (NO2), nitrat (NO3), dan molekul nitrogen

    dalam bentuk gas (N2). Limbah yang tidak diurai akan menjadi toksik bagi

    lingkungan perairan tersebut. Limbah nitrogen diurai oleh bantuan bakteri

    Nitrosomonas untuk mengubah amonia menjadi nitrit dan Nitrobacter mengubah

    nitrit menjadi nitrat sehingga dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton (Effendi,

    2003). Dalam penelitian ini, pakan yang paling banyak digunakan yaitu pada

    kepadatan 75 ekor/m3 sehingga terdapat banyak buangan limbah pakan dan

    limbah dari ikan nilem di dalam bak pemeliharaan dengan padat tebar yang tinggi,

    serta perbedaan padat tebar pada ikan nila dan lele sehingga bahan-bahan organik

    maupun anorganik yang tersedia besar jumlahnya dan kemudian diurai oleh

    bakteri menyebabkan tersedianya nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

    fitoplankton dalam jumlah besar.

    Kelas fitoplankton yang ditemukan pada penelitian ini adalah

    Cyanophyceae (Oscillatoria sp., Phormodium sp., Microcystis sp., Merismopedia

    sp., Coelosphaerium sp., Aphanocapsa sp., Anabaena sp.), Euglenophyceae

    (Euglena sp., Phacus sp., Trachelomonas sp., Lepocinclis sp.), Chlorophyceae

    (Scenedesmus sp., Gloeocystis sp., Dictyosphaerium sp., Pediastrum sp.,

    Coelastrum sp., Botryococcus sp., Ankristrodesmus sp., Selenastrum sp.,

    Actinastrum sp., Chlorella sp., Kirchneriella sp., Micractinium sp., Crucigenia

    sp., Tetraedron sp., Golenkinia sp., Pandorina sp., Closterium sp., Sphaerocystis

  • 25

    sp., Westella sp.), Bacillariophyceae (Cyclotellas sp., Navicula sp., Nitszchia sp.,

    Fragilaria sp., Melosira sp., Gomphonema sp., Pinnularia sp.), Dinophyceae

    (Glenodinium sp.). Kelas yang memiliki kelimpahan fitoplankton terbanyak dalam

    penelitian ini yaitu kelas Bacillariophyceae (Lampiran 5). Fitoplankton dalam

    pertumbuhan dan perkembangannya sangat membutuhkan nutrien, menurut Basmi

    (1999) nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah banyak adalah makro nutrien yaitu

    C, H, O, N, S, P, K, Mg, Ca, Na, dan Cl, sedangkan yang dibutuhkan dalam

    jumlah sedikit adalah mikro nutrien yang terdiri dari Fe, Mn, Cu, Zn, B, Mo, Si,

    V, dan Co. Unsur P dan N sering menjadi faktor pembatas bagi fitoplankton di

    dalam suatu perairan karena kedua unsur ini dibutuhkan dalam jumlah yang besar,

    namun bila kedua unsur tersebut ketersediaannya di habitat bersangkutan di

    bawah kebutuhan minimum akan mengakibatkan pertumbuhan fitoplankton

    terganggu atau populasinya akan menurun (Basmi, 1999). Unsur P digunakan

    untuk kebutuhan energi dan unsur N digunakan untuk kebutuhan protein.

    Indeks keanekaragaman (H), keseragaman (E), dan dominansi (C)

    merupakan indeks yang digunakan untuk menilai kestabilan komunitas biota suatu

    perairan dengan kondisi di perairan itu sendiri. Nilai indeks keanekaragaman dan

    keseragaman paling tinggi terdapat pada kepadatan 50 ekor/m3 sebesar 1,74 dan

    0,55; sedangkan nilai indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi

    paling rendah terdapat pada kepadatan 25 ekor/m3 berturut-turut adalah 1,26;

    0,38; dan 0,16. Indeks dominansi tertinggi nilainya pada kepadatan 75 ekor/m3

    sebesar 0,29. Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi secara

    berturut - turut berkisar antara 1,08-2,01; 0,14-0,61; 0,11-0,39 (Lampiran 5).

    Batasan nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman sekitar < 0,75 (Odum,

    1998). Kisaran nilai indeks dominansi adalah antara 0-1 (Odum, 1998). Nilai yang

    mendekati nol menunjukkan bahwa tidak ada genus dominan dalam komunitas.

    Hal ini menunjukkan bahwa kondisi struktur komunitas dalam keadaan stabil.

    Sebaliknya, nilai yang mendekati 1 menunjukkan adanya genus yang dominan.

    Hal ini menunjukkan bahwa kondisi struktur komunitas dalam keadaan labil dan

    terjadi tekanan ekologis. Hasil dari nilai indeks dominansi dari masing-masing

    kepadatan nilem menunjukkan nilai mendekati 0, artinya tidak ada genus dominan

    dalam komunitas. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi struktur komunitas dalam

  • 26

    keadaan stabil (Odum, 1998). Selain nutrien, suhu sangat mempengaruhi

    keberadaan fitoplankton. Umumnya fitoplankton dapat berkembang dengan baik

    pada suhu 250C. Pada penelitian ini, suhu selama pemeliharaan 40 hari berkisar

    antara 25,00-31,30oC.

    Tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate) nilem selama 40 hari

    pemeliharaan pada masing-masing perlakuan memiliki kisaran 86,86%-88,57%.

    Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan, peningkatan kepadatan nilem tidak

    memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup (p>0,05)

    Lampiran 1. Nilai tingkat kelangsungan hidup yang tidak berbeda jauh dalam

    penelitian ini pada masing-masing kepadatan menunjukkan bahwa dengan ruang

    yang sama namun berbeda padat tebar ternyata dengan padat tebar yang semakin

    tinggi, ikan nilem masih dapat bertahan hidup dan memiliki pertumbuhan yang

    lebih baik. Kecenderungan penurunan nilai tingkat kelangsungan hidup di awal

    pemeliharaan dapat disebabkan karena ikan nilem membutuhkan waktu untuk

    melakukan adaptasi terhadap lingkungannya. Kondisi lingkungan masih dapat

    mendukung pemeliharaan ikan nilem hingga kepadatan 75 ekor/m3 sehingga lebih

    baik dilakukan karena lebih efektif. Parameter kualitas air merupakan salah satu

    faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan budidaya. Kualitas air yang

    berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan nilem antara lain nitrit,

    nitrat, amonia, oksigen terlarut, pH dan suhu (Benlu dan Ksal, 2005; Abbas,

    2006). Beberapa parameter kualitas air yang berpengaruh langsung pada ikan

    antara lain suhu, amonia (NH3), oksigen (O2), dan derajat keasaman (pH).

    Kondisi kualitas air yang buruk dapat menyebabkan stress sampai kematian

    pada ikan yang dibudidayakan. Pengamatan kualitas air selama penelitian seperti

    nitrit, nitrat, amonia, pH, oksigen terlarut,kesadahan, alkalinitas, fosfat, dan suhu

    pada pemeliharaan benih ikan nilem di kolam air tawar tersaji pada Lampiran 4.

    Jika mengacu dari ketentuan peraturan tentang kualitas air untuk budidaya ikan,

    maka kisaran parameter yang diamati masih berada pada kondisi yang optimal

    atau masih memenuhi nilai ambang batas baku mutu. Namun yang harus

    diwaspadai adalah perubahan suhu yang drastis, karena hal ini dapat memicu

    stress pada ikan, sehingga laju metabolisme ikan juga akan meningkat (Effendi,

    2003).

  • 27

    Suhu sangat berpengaruh pada pertumbuhan. Suhu yang optimal untuk

    pertumbuhan ikan nilem antara 27,50 oC-32,50

    oC. Pada suhu 35

    oC pertumbuhan

    akan berlangsung lambat, dan akan terjadi deformasi pada suhu yang lebih tinggi

    lagi. Hargreaves dan Tucker (2004) menyatakan, bahwa pemeliharaan ikan di atas

    suhu 27,50 oC dapat mencegah terjadinya infeksi penyakit bakteri dan virus. Nilai

    suhu selama pemeliharaan 40 hari berkisar antara 25,00-31,30 oC. Ikan tumbuh

    cukup lambat pada kisaran pH antara 5 sampai 6,5 (Boyd, 1990). Menurut Mays

    (1996), nilai pH air yang optimal untuk pertumbuhan ikan berdasarkan adalah

    antara 6 sampai 9 Selama penelitian ini kisaran nilai pH berkisar antara 6,00-8,44.

    Konsentrasi oksigen terlarut selama pemeliharaan berkisar antara 5,8-7,8 mg/l.

    Kondisi tersebut masih berada pada kondisi optimum untuk pemeliharaan ikan.

    Pillay (1993) menyatakan konsentrasi oksigen terlarut untuk pemeliharaan ikan

    sebaiknya tidak kurang dari 3 mg/l. Selama pemeliharaan nilai konsentrasi amonia

    berkisar antara 0,006-0,019 mg/l. Kondisi tersebut masih dapat di toleransi oleh

    ikan, karena menurut Wedemeyer (2001), kadar amonia sebaiknya berkisar

    < 0,1 mg/l, namun Pillay (1993) menyebutkan ambang batas maksimum

    konsentrasi amonia untuk kegiatan budidaya adalah 0,02 mg/l meskipun tingkat

    toleransi ikan terhadap amonia berkisar antara 0-2,0 mg/l.

    Kadar alkalinitas media selama pemeliharaan ikan nilem dari setiap

    perlakuan kepadatan berada pada kisaran 36-52 mg/l CaCO3. Nilai alkalinitas

    perairan hampir tidak pernah melebihi 500 mg/l CaCO3. Perairan dengan nilai

    alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena

    biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium

    yang tinggi. Nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30-500 mg/l CaCO3

    (Effendi, 2003). Kadar kesadahan media pemeliharaan ikan nilem pada penelitian

    ini memiliki kisaran 118,198-177,297 mg/l CaCO3. Nilai kisaran kesadahan ini

    masih dapat ditoleransi karena menurut Effendi (2003), kadar kesadahan yang

    baik untuk perairan alami adalah 120-500 mg/l CaCO3. Kadar nitrit selama

    pemeliharaan nilem berada pada kisaran 0,015-0,212 mg/liter. Menurut Effendi

    (2003), perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001-0,060 mg/l, namun di

    perairan kadar nitrit jarang melebihi 1 mg/l. Kadar nitrat pemeliharaan nilem dari

    setiap padat tebar berada pada kisaran 0,123-1,143 mg/l. Selama pemeliharaan

  • 28

    kadar nitrat berfluktuasi. Kadar nitrat yang baik untuk perairan tawar berkisar 0-1

    mg/l (Effendi, 2003). Kadar fosfat berkisar antara 0,020-0,086 mg/liter. Kadar

    fosfat untuk perairan tawar berkisar antara 0,051-0,100 mg/l (Effendi, 2003).

    Secara umun kondisi lingkungan masih dapat mendukung kehidupan dan

    pertumbuhan ikan nilem dengan peningkatan kepadatan dan pemanfaatan limbah

    budidaya, sehingga melalui sistem ini produktivitas dapat lebih ditingkatkan.

    Hasil analisis usaha pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa ikan nila pada

    kepadatan 50 ekor/m2 mengalami kerugian sebesar Rp 21.650,00. Hal ini diduga

    akibat banyaknya ikan nila yang mati pada awal pemeliharaan sehingga hasil ikan

    yang dipanen juga sedikit. Namun, pada ikan nila kepadatan 100 dan 150 ekor/m2

    mengalami keuntungan sebesar Rp 34.460,00 dan Rp 51.850,00. Berbeda dengan

    ikan nila, ikan nilem dan lele pada masing-masing padat tebar mengalami

    keuntungan. Pada ikan nilem kepadatan 25, 50, dan 75 ekor/m3 keuntungan yang

    diperoleh dalam budidaya ini secara berturut-turut adalah sebesar Rp 4.354,00;

    Rp 12.454,00; dan Rp 17.150,00. Sedangkan pada ikan lele dengan kepadatan 50,

    100, dan 150 ekor/m2 secara berturut-turut memperoleh keuntungan

    Rp 108.919,00; Rp 153.557,00; Rp 241.578,00. Secara keseluruhan, nilai

    keuntungan yang besar terdapat pada kepadatan ikan yang lebih tinggi dalam

    budidaya sistem resirkulasi dan akuaponik ini, namun keuntungan yang diperoleh

    nilainya masih kecil sehingga dalam sistem ini perlu dilakukan peningkatan

    kepadatan agar keuntungan yang diperoleh dapat maksimal.

  • 29

    IV. KESIMPULAN DAN SARAN

    4.1 Kesimpulan

    Sistem budidaya ikan nilem dengan memanfaatkan limbah budidaya dapat

    mengurangi pemberian pakan. Peningkatan kepadatan budidaya 75 ekor/m3 dan

    FR 1,5% menghasilkan pertumbuhan lebih baik dari kepadatan 50 dan

    25 ekor/m3. Pemeliharaan ikan nilem pada kepadatan 75 ekor/m

    3 dengan

    pemanfaatan limbah lebih efektif dilakukan dalam budidaya.

    4.2 Saran

    Penelitian selanjutnya perlu dilakukan peningkatan kepadatan untuk

    mengetahui batas maksimum kepadatan dalam budidaya dengan penggunaan air

    yang terbatas.

  • 30

    DAFTAR PUSTAKA

    Abbas, H.H., 2006. Acute toxicity of ammonia to common carp fingerlings

    (Cyprinus carpio) at different pH levels. Pakistan J. Bio. Sci. 9 (12): 2215-

    2221.

    Basmi, J., 1999. Planktonologi: plankton sebagai bioindikator kualitas perairan.

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Benlu, A.C.K., and Ksal G.I.K., 2005. The acute toxicity of ammonia on tilapia

    (Oreochromis niloticus L.) Larvae and Fingerlings. Turk J Vet Anim Sci 29:

    339-344.

    Boyd, C.E., 1990. Water quality in ponds for aquaculture. Auburn Universirty.

    Alabama.

    Diver, S., 2006. Aquaponic-integration hydroponic with aquaculture. National

    Centre of Appropriate Technology. Department of Agricultures Rural Bussiness Cooperative Service. P. 28

    Effendie, M.I., 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta.

    Effendi, H., 2003. Telaah kualitas air: bagi pengelolaan sumber daya dan

    lingkungan perairan. Kanisius, Yogyakarta.

    FAO. 2005. The state of world fisheries and aquaculture 2004.

    FAO. 2009. The state of world fisheries and aquaculture 2008.

    Gustiano, R. dan Arifin, Z.O., 2010. Budidaya ikan nila BEST. IPB Press, Bogor.

    Hargreaves, A. dan Tucker, S.C., 2004. Biology and culture of channel catfish,

    pond water quality. Elsivier, USA.

    Huisman, E.A., 1987. The principles of fish culture production. Departement of

    Aquaculture. Wageningen University, Netherland.

    Jangkaru, Z., 2002. Pembesaran ikan air tawar di berbagai lingkungan

    pemeliharaan. Penebar Swadaya, Jakarta.

    Kennish, M.J., 1990. Ecology of estuaries., Vol II : Biological aspects. CRC Press

    Inc. Boca Raton. USA.391p.

    Khairuman dan Amri, K., 2003. Budidaya lele dumbo secara intensif. Agro Media

    Pustaka, Jakarta.

    Makmur, S., 2010. Ikan nilem (Osteochilus hasselti Val.) di danau mooat sulawesi

    utara. Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Palembang.

  • 31

    Mays, L.W., 1996. Water recources handbook. Mc Graw-Hill, New York. 33.35h.

    Nugroho, E., 2008. Panduan lengkap ikan konsumsi air tawar populer. Penebar

    Swadaya, Jakarta.

    Odum, E.P., 1998. Dasar-dasar ekologi (Alih bahasa oleh T. Samingan). T. Edisi

    Ketiga. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

    Parsons, T.R., Hargrave B., dan Takahashi, M., 1984. Biological oceanographic

    process. Third Edition. Pergamon Press. Oxford. 330 h.

    Pramono, T.B., 2009. Budidaya ikan di lahan dan air terbatas. Suara Merdeka.

    April. 2009.

    Pillay, T.V.R., 1993. Aquaculture principles and practices. Fishing News (Books)

    Ltd., London.

    Rakocy. 2006. Recirculating aquaculture tank production systems: aquaponicsintegrating fish and plant culture. Southern Regional Aquaculture Center,

    United States Department of Agriculture, Cooperative State Research,

    Education, and Extension Service.

    Setijaningsih, L., Subagja, J., Sutrisno. 2010. Optimalisasi produksi dengan

    meningkatkan sintasan melalui penundaan usia tebar larva pada pendederan

    pertama ikan nilem (Osteochillus hasselti CV). [Riset]. Instalasi Riset

    Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung. Bogor.

    Sukimin, S., Isdrajat S., dan Vitner Yon. 2002. Petunjuk praktikum biologi

    perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

    Bogor.

    Sumoharjo. 2010. Penyisihan limbah nitrogen pada pemeliharaan ikan nila

    Oreochromis niloticus dalam sistem akuaponik : konfigurasi desain

    bioreaktor. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Surawidjaja, E.H., 2006. Akuakultur berbasis trophic level: revitalisasi untuk ketahanan pangan, daya saing ekspor, dan kelestarian lingkungan. Orasi

    Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Akuakultur.

    Trubus. 2009. Nilem: Diolah naik derajat. http://www.trubus.com [15 Oktober

    2011].

  • 32

    LAMPIRAN

  • 33

    Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat

    kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem

    Sumber Keragaman JK DB KT F-hit Sig.

    Perlakuan 5,662 2 2,831 1,469 0,302

    Sisa 11,562 6 1,927

    Total 17,224 8

    Keterangan: P>0,05 berarti kepadatan tidak berpengaruh terhadap kelangsungan

    hidup benih ikan nilem.

  • 34

    Lampiran 2. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap laju

    pertumbuhan spesifik (specific growth rate) benih ikan nilem

    a. Pertumbuhan bobot benih ikan nilem dari masing masing perlakuan

    Parameter Perlakuan

    25 ekor/m3 50 ekor/m

    3 75 ekor/m

    3

    Bobot awal (g) 2,24 0,65 2,39 0,67 2,60 0,76

    Bobot akhir (g) 4,17 1,30 5,75 2,08 6,31 3,23

    Laju pertumbuhan spesifik (%bt/hr) 1,56 0,02 2,21 0,12 2,24 0,21

    b. Analisis ragam specific growth rate (SGR) benih ikan nilem

    Sumber Keragaman JK DB KT F-hit Sig.

    Perlakuan 0,869 2 0,434 22,904 0,002

    Sisa 0,114 6 0,019

    Total 0,983 8

    Keterangan: P

  • 35

    Lampiran 3. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap pertambahan

    panjang mutlak benih ikan nilem

    a. Pertambahan panjang benih ikan nilem

    Parameter Perlakuan

    25 ekor/m3 50 ekor/m3 75 ekor/m3

    Panjang awal (cm) 5,65 0,62 5,62 0,59 5,76 0,67

    Panjang akhir (cm) 6,82 0,90 7,55 1,15 7,73 1,30

    Pertambahan panjang mutlak (cm) 1,17 0,21 1,93 0,13 1,97 0,27

    b. Analisis ragam panjang mutlak benih ikan nilem

    Sumber Keragaman JK DB KT F-hit Sig.

    Perlakuan 1,203 2 0,602 13,178 0,006

    Sisa 0,274 6 0,046

    Total 1,477 8

    Keterangan: P

  • 36

    Lampiran 4. Hasil analisis kualitas ikan nilem selama pemeliharaan 40 hari

    No. Parameter Kisaran Ketentuan

    Peraturan

    1. Suhu (oC) 25,00-31,30 27,50-32,50

    2. Ph 6,00-8,44 6,00-9,00

    3. DO (mg/l) 5,80-7,80 > 3,00

    4. Alkalinitas (mg/l CaCO3) 36-52 30-500

    5. Kesadahan (mg/l CaCO3) 118,198-177,297 120-500

    6. Nitrit (mg/l) 0,015-0,212 0,001-0,060

    7. Nitrat (mg/l) 0,123-1,143 0-1

    8. Fosfat (mg/l) 0,020-0,086 0,051-0,100

    9. Amonia (mg/l) 0,006-0,019 < 0,1

    10. TOM (mg/l KMnO4) 27,647-123,619 < 200

  • 37

    Lampiran 5. Analisis fitoplankton selama 40 hari masa pemeliharaan pada

    budidaya nilem dengan kepadatan 25, 50, dan 75 ekor/m3

    a. Hasil analisis fitoplankton pada budidaya nilem dengan kepadatan 25 ekor/m3

    Nama Kelas

    Kelimpahan (sel/l)

    25 ekor/m3

    H10

    25 ekor/m3

    H20

    25 ekor/m3

    H30

    25 ekor/m3

    H40

    Cyanophyceae 245.586 896.650 997.436 1.061.438

    Euglenophyceae 1.287 2.563 3.458 3.975

    Chlorophyceae 564.826 866.547 2.673.775 3.776.873

    Bacillariophyceae 765.858 976.857 1.238.776 609.845

    Dinophyceae 0 216 457 0

    Kelimpahan Total (sel/l) 0,76 x106 0,96 x 106 0,98 x 106 1,25 x 106

    Jumlah Taksa (S) 14 16 17 19

    Indeks Keanekaragaman

    (H') 1,08 1,18 1,23 1,56

    Indeks Keseragaman (E) 0,14 0,33 0,47 0,56

    Indeks Dominasi (C) 0,11 0,15 0,18 0,20

    b. Hasil analisis fitoplankton pada budidaya nilem dengan kepadatan 50 ekor/m3

    Nama Kelas

    Kelimpahan (sel/l)

    50 ekor/m3

    H10

    50 ekor/m3

    H20

    50 ekor/m3

    H30

    50 ekor/m3

    H40

    Cyanophyceae 1.337.255 342.157 1.673.203 721.242

    Euglenophyceae 41.830 6.536 36.275 6.536

    Chlorophyceae 689.216 2.132.026 1.351.634 3.643.791

    Bacillariophyceae 349.346 1.290.523 758.170 64.706

    Dinophyceae 327 0 0 654

    Kelimpahan Total (sel/l) 2,42 x 106 3,77 x 106 3,82 x 106 4,44 x 106

    Jumlah Taksa (S) 24 26 20 28

    Indeks Keanekaragaman

    (H') 1,94 1,34 1,77 1,93

    Indeks Keseragaman (E) 0,61 0,41 0,59 0,58

    Indeks Dominasi (C) 0,21 0,36 0,23 0,22

    c. Hasil analisis fitoplankton pada budidaya nilem dengan kepadatan 75 ekor/m3

    Nama Kelas

    Kelimpahan (sel/l)

    75 ekor/m3

    H10

    75 ekor/m3

    H20

    75 ekor/m3

    H30

    75 ekor/m3

    H40

    Cyanophyceae 445.752 1.420.915 2.567.320 7.676.471

    Euglenophyceae 3.268 12.092 35.294 79.085

    Chlorophyceae 984.314 2.780.392 907.190 1.866.340

    Bacillariophyceae 711.765 80.065 1.058.497 1.836.275

    Dinophyceae 980 4.902 327 0

    Kelimpahan Total (sel/l) 2,15 x 106 4,30 x 106 4,57 x 106 11,46 x 106

    Jumlah Taksa (S) 22 28 23 24

    Indeks Keanekaragaman

    (H') 1,61 2,01 1,55 1,43

    Indeks Keseragaman (E) 0,52 0,60 0,50 0,45

    Indeks Dominasi (C) 0,26 0,19 0,33 0,39

  • 38

    Lampiran 6. Analisis usaha ikan nila, nilem, dan lele selama 40 hari masa

    pemeliharaan

    a. Hasil analisis usaha ikan nila pada masing-masing kepadatan

    IKAN NILA

    50 ekor/m2

    Ukuran: Konsumsi Benih 10-12 cm

    Media Pemeliharaan: (350 ekor x Rp 200,00) Rp 70.000,00

    Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan

    Waktu Pemeliharaan: 40 hari (4,30 kg x Rp 5.500,00) Rp 23.650,00

    Total Pengeluaran Rp 93.650,00

    PANEN (4,50 kg x Rp 16.000,00) Rp 72.000,00

    Keuntungan -Rp 21.650,00

    100 ekor/m2

    Ukuran: Konsumsi Benih 10-12 cm

    Media Pemeliharaan: (700 ekor x Rp 200,00) Rp 140.000,00

    Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan

    Waktu Pemeliharaan: 40 hari (8,60 kg x Rp 5.500,00) Rp 47.300,00

    Total Pengeluaran Rp 187.300,00

    PANEN (13,86 kg x Rp 16.000,00) Rp 221.760,00

    Keuntungan Rp 34.460,00

    150 ekor/m2

    Ukuran: Konsumsi Benih 10-12 cm

    Media Pemeliharaan: (1050 ekor x Rp 200,00) Rp 210.000,00

    Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan

    Waktu Pemeliharaan: 40 hari (12,90 kg x Rp 5.500,00) Rp 70.950,00

    Total Pengeluaran Rp 280.950,00

    PANEN (20,80 kg x Rp 16.000,00) Rp 332.800,00

    Keuntungan Rp 51.850,00

  • 39

    b. Hasil analisis usaha ikan nilem pada masing-masing kepadatan

    IKAN NILEM

    25 ekor/m3

    Ukuran: Konsumsi Benih 5 cm

    Media Pemeliharaan: (175 ekor x Rp 50,00) Rp 8.750,00

    Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan

    Waktu Pemeliharaan: 40 hari (0,66 kg x Rp 5.500,00) Rp 3.635,00

    Total Pengeluaran Rp 12.385,00

    PANEN (0,93 kg x Rp 18.000,00) Rp 16.740,00

    Keuntungan Rp 4.354,00

    50 ekor/m3

    Ukuran: Konsumsi Benih 5 cm

    Media Pemeliharaan: (325 ekor x Rp 50,00) Rp 16.250,00

    Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan

    Waktu Pemeliharaan: 40 hari (0,82 kg x Rp 5.500,00) Rp 4.488,00

    Total Pengeluaran Rp 20.738,00

    PANEN (1,83kg x Rp 18.000,00) Rp 32.832,00

    Keuntungan Rp 12.454,00

    75 ekor/m3

    Ukuran: Konsumsi Benih 5 cm

    Media Pemeliharaan: (525 ekor x Rp 50,00) Rp 26.250,00

    Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan

    Waktu Pemeliharaan: 40 hari (1,24 kg x Rp 5.500,00) Rp 6.820,00

    Total Pengeluaran Rp 33.070,00

    PANEN (2,79kg x Rp 18.000,00) Rp 50.220,00

    Keuntungan Rp 17.150,00

  • 40

    c. Hasil analisis usaha ikan lele pada masing-masing kepadatan

    IKAN LELE

    50 ekor/m2

    Ukuran: Konsumsi Benih 10 - 12 cm

    Media Pemeliharaan: (500 ekor x Rp 250,00) Rp 125.000,00

    Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan

    Waktu Pemeliharaan: 40 hari (14,30 kg x Rp 5.500,00) Rp 78.923,00

    Total Pengeluaran Rp 130.500,00

    PANEN (29,90 kg x Rp 8.000,00) Rp 239.419,00

    Keuntungan Rp 108.919,00

    100 ekor/m2

    Ukuran: Konsumsi Benih 10 - 12 cm

    Media Pemeliharaan: (1000 ekor x Rp 250,00) Rp 250.000,00

    Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan

    Waktu Pemeliharaan: 40 hari (34,14 kg x Rp 5.500,00) Rp 187.700,00

    Total Pengeluaran Rp 437.700,00

    PANEN (73,90 kg x Rp 8.000,00) Rp 591.257,00

    Keuntungan Rp 153.557,00

    150 ekor/m2

    Ukuran: Konsumsi Benih 10 - 12 cm

    Media Pemeliharaan: (1500 ekor x Rp 250,00) Rp 375.000,00

    Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan

    Waktu Pemeliharaan: 40 hari (59,40 kg x Rp 5.500,00) Rp 326.688,00

    Total Pengeluaran Rp 701.688,00

    PANEN (117,90 kg x Rp 8.000,00) Rp 943.266,00

    Keuntungan Rp 241.578,00