C12dfs
-
Upload
rizky-febrian-satriani -
Category
Documents
-
view
90 -
download
0
Transcript of C12dfs
-
PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN NILA
Oreochromis niloticus UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILEM
Osteochilus hasselti DENGAN PADAT TEBAR YANG
BERBEDA
DIAPHENIA FAUSTINE SILITONGA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
-
PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN NILA
Oreochromis niloticus UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILEM
Osteochilus hasselti DENGAN PADAT TEBAR YANG
BERBEDA
DIAPHENIA FAUSTINE SILITONGA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
-
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN NILA
Oreochromis niloticus UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILEM
Osteochilus hasselti DENGAN PADAT TEBAR YANG
BERBEDA
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2012
DIAPHENIA FAUSTINE SILITONGA
C14070048
-
Judul Skripsi : Pemanfaatan limbah budidaya ikan nila Oreochromis
niloticus untuk pertumbuhan ikan nilem Osteochilus
hasselti dengan padat tebar yang berbeda
Nama Mahasiswa : Diaphenia Faustine Silitonga
Nomor Pokok : C14070048
Disetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc Ir. Lies Setijaningsih, M.Si
NIP. 19610625 198703 1 001 NIP. 19610203 198703 2 004
Diketahui
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc
NIP.19591222 198601 1 001
Tanggal Lulus :
-
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
penyertaanNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian ini
dilaksanakan pada Agustus sampai dengan September 2011 di Instalasi Riset
Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah Lingkungan, dengan judul Pemanfaatan
limbah budidaya ikan nila Oreochromis niloticus untuk pertumbuhan ikan nilem
Osteochilus hasselti dengan padat tebar yang berbeda
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc dan
Ir. Lies Setijaningsih, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan II yang selalu
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Drs. Sutrisno, Kepala Instalasi Riset
Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, tempat penelitian ini
dilakukan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Orangtua, Saudara
dan Rekan-rekan penulis atas segala doa dan bantuan yang telah diberikan.
Akhir kata, penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
semua pembaca.
Bogor, Juni 2012
Diaphenia Faustine Silitonga
-
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Situbondo, Jawa Timur pada 08 Februari 1989 dari
pasangan Ayah Drs. Anggiat Edward Silitonga dan Alm. Ibu Rusmini Siahaan.
Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Situbondo dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian
Bogor (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi dan
Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama perkuliahan, penulis pernah melakukan Praktek Lapangan
pembenihan tiram mutiara di Balai Budidaya Laut Lombok, pendederan nilem di
Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung,
Bogor. Penulis juga pernah menjadi Asisten Dosen pada mata kuliah Fisika Kimia
Perairan Semester Genap 2010/2011. Selain itu penulis aktif menjadi Bendahara
Persekutuan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan 2009/2010. Penulis juga
pernah mendapat beasiswa BBM Institut Pertanian Bogor. Tugas akhir di
perguruan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul
Pemanfaatan limbah budidaya ikan nila Oreochromis niloticus untuk
pertumbuhan ikan nilem Osteochilus hasselti dengan padat tebar yang
berbeda.
-
ABSTRAK
DIAPHENIA FAUSTINE SILITONGA. Pemanfaatan limbah budidaya ikan
nila Oreochromis niloticus untuk pertumbuhan ikan nilem Osteochilus hasselti
dengan padat tebar yang berbeda. Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan LIES
SETIJANINGSIH.
Pemanfaatan limbah ikan nila Oreochromis niloticus oleh fitoplankton untuk
budidaya ikan nilem Osteochilus hasselti diperlukan dalam efisiensi pemanfaatan
air, lahan dan pakan dalam proses budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan produksi ikan nilem yang optimum dari air limbah hasil budidaya
ikan nila. Ikan nilem yang digunakan berumur 4 minggu berjumlah 3.150 ekor
dengan ukuran panjang 5,65 0,62 cm dan bobot 2,24 0,65 g yang ditebar
dalam 9 bak beton dan dipelihara selama 40 hari. Sampling pertumbuhan, analisis
kualitas air, dan fitoplankton ikan nilem dilakukan setiap 10 hari sekali.
Peningkatan kepadatan budidaya 75 ekor/m3 dan FR 1,5% menghasilkan
pertumbuhan lebih baik dengan panjang 7,73 1,30 cm dan bobot 6,31 3,23 g
daripada kepadatan 50 dan 25 ekor/m3. Pemeliharaan ikan nilem pada kepadatan
75 ekor/m3 dengan pemanfaatan limbah lebih efektif dilakukan dalam budidaya.
Nilem dengan padat tebar 75 ekor/m3
menunjukkan peningkatan kelimpahan
fitoplankton yang lebih tinggi dibandingkan dengan padat tebar 50 ekor/m3
dan
25 ekor/m3. Kelimpahan fitoplankton mulai dari awal hingga akhir pemeliharaan
berkisar antara 0,76 x 106 11,46 x 10
6 sel/l. Sistem budidaya ikan nilem
Osteochilus hasselti dengan memanfaatkan limbah budidaya dapat mengurangi
pemberian pakan.
Kata Kunci : Limbah ikan nila Oreochromis niloticus, ikan nilem Osteochilus
hasselti, pertumbuhan, kelimpahan fitoplankton.
-
ABSTRACT
DIAPHENIA FAUSTINE SILITONGA. The usage of waste water of nila fish
Oreochromis niloticus culture on nilem fish Osteochilus hasselti growth cultured
with different spreading density. Supervised by KUKUH NIRMALA and LIES
SETIJANINGSIH.
The use of nila fish Oreochromis niloticus culture waste water by
phytoplankton for nilem fish Osteochilus hasselti culture is needed for the
efficiency of water use, land use and feeding in the culture process. This
study aims to obtain an optimum nilem fish production from nila fish culture
waste water. In this study we used 3.150 amounts of 4 week-old nilem fish,
5,65 0,62 cm in lenghts and 2,24 0,65 in weighs, cultured in 9 concrete
ponds for 40 days. Sampling of growth, analysis of water quality, and nilem
fish phytoplankton taken in every 10 days. Culture density increase to
75 fish/m3
and FR 1.5% resulting better growth with 7,73 1,30 cm in
lenghts and 6,31 3,23 g in weight from density 50 and 25 fish/m3. Nilem
fish culture in density 75 fish/m3 with the use of waste water is more
effective. Nilem fish with spreading density 75 fish/m3 shows higher increase
of phyplankton abundance than 50 and 25 fish/m3. Phytoplankton abundance
from the beginning until the end of culture range about
0,76 x 106 11,46 x 106 cell/l. Nilem fish Osteochilus hasselti culture with
the use of culture waste water can reduce feeding amounts.
Keywords : Nila fish Oreochromis niloticus waste water, nilem fish
Osteochilus hasselti, growth, abundance of phytoplankton.
-
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
II. BAHAN DAN METODE ............................................................................. 4
2.1 Bahan Penelitian ..................................................................................... 4
2.2 Metode Penelitian ................................................................................... 4
2.2.1 Rancangan penelitian ...................................................................... 4
2.2.2 Prosedur penelitian ......................................................................... 4
2.2.2.1 Persiapan wadah ................................................................. 4
2.2.2.2 Pemeliharaan ...................................................................... 5
2.2.3 Parameter Penelitian ....................................................................... 6
2.2.3.1 Laju pertumbuhan spesifik (specific growth rate) ................ 6
2.2.3.2 Pertambahan panjang mutlak .............................................. 7
2.2.3.3 Analisa fitoplankton............................................................ 7
2.2.3.3.1 Kelimpahan fitoplankton ...................................... 7
2.2.3.3.2 Indeks keanekaragaman ........................................ 8
2.2.3.3.3 Indeks keseragaman .............................................. 8
2.2.3.3.4 Indeks dominansi .................................................. 8
2.2.3.4 Kelangsungan hidup ............................................................ 9
2.2.3.5 Kualitas air ......................................................................... 9
2.2.4 Analisis data ................................................................................... 10
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 11
3.1 Hasil ...................................................................................................... 11
3.1.1 Laju pertumbuhan spesifik .............................................................. 11
3.1.2 Pertambahan panjang mutlak .......................................................... 12
3.1.3 Analisa fitoplankton ....................................................................... 12
3.1.4 Penggunaan pakan .......................................................................... 14
3.1.5 Tingkat kelangsungan hidup (survival rate) .................................... 14
3.1.6 Kualitas air ..................................................................................... 14
3.2 Pembahasan ............................................................................................ 20
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 29
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 29
4.2 Saran ....................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 30
LAMPIRAN ...................................................................................................... 32
-
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kandungan nutrisi pelet komersil nilem Osteochilus hasselti ....................... 4
2. Metode pengukuran fisika kimia media pemeliharaan nilem Osteochilus
hasselti dalam bak beton .............................................................................. 9
3. Jumlah pakan yang dihabiskan selama 40 hari pemeliharaan nilem .............. 14
-
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Sistem budidaya dengan prinsip resirkulasi ................................................. 5
2. Pengukuran bobot tubuh ikan nilem menggunakan timbangan digital............ 6
3. Pengukuran panjang total tubuh ikan nilem menggunakan penggaris .......... 6
4. Teknik pengambilan sampel fitoplankton yang disaring menggunakan
plankton net ................................................................................................. 7
5. Bobot (g) rata-rata tiap sampling ikan nilem dengan kepadatan 25, 50, dan
75 ekor/m3 selama 40 hari ............................................................................ 11
6. Laju pertumbuhan harian (%) ikan nilem dengan kepadatan 25, 50, dan
75 ekor/m3 selama 40 hari ............................................................................ 11
7. Panjang (cm) rata-rata tiap sampling ikan nilem dengan kepadatan 25, 50,
dan 75 ekor/m3 selama 40 hari ..................................................................... 12
8. Pertambahan panjang mutlak (cm) ikan nilem dengan kepadatan 25, 50,
dan 75 ekor/m3 selama 40 hari ..................................................................... 12
9. Kelimpahan fitoplankton (sel/l) media pemeliharaan nilem dengan padat
tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3dengan pemeliharaan selama 40 hari dalam
bak beton ..................................................................................................... 13
10. Histogram Keanekaragaman (H), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) fitoplankton pada media pemeliharaan nilem dengan padat tebar 25, 50,
dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton ...................... 13
11. Tingkat kelangsungan hidup (%) ikan nilem dengan kepadatan 25, 50, dan
75 ekor/m3 selama 40 hari ............................................................................ 14
12. Kadar suhu (0C) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25, 50,
dan 75 ekor/m3pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton ...................... 15
13. Kadar pH media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25, 50, dan
75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton ............................ 15
14. Kadar oksigen (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar
25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton .......... 16
15. Kadar alkalinitas (mg/l CaCO3) media pemeliharaan ikan nilem dengan
padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3
pemeliharaan selama 40 hari dalam bak
beton ............................................................................................................ 16
16. Kadar kesadahan (mg/l CaCO3) media pemeliharaan ikan nilem dengan
padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3
pemeliharaan selama 40 hari dalam bak
beton ............................................................................................................ 17
17. Kadar nitrit (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25,
50, dan 75 ekor/m3
pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton ................ 17
18. Kadar nitrat (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25,
50, dan 75 ekor/m3
pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton ................ 18
-
iv
19. Kadar fosfat (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25,
50, dan 75 ekor/m3
pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton ................ 18
20. Kadar amonia (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar
25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton .......... 19
21. Kadar TOM (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25,
50, dan 75 ekor/m3
pemeliharaan selama 40 hari .......................................... 19
-
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan
hidup (Survival Rate) benih ikan nilem ........................................................ 33
2. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap laju pertumbuhan
spesifik (Specific Growth Rate) benih ikan nilem ......................................... 34
3. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap pertambahan panjang
mutlak benih ikan nilem ............................................................................... 35
4. Hasil analisis kualitas air ikan nilem selama pemeliharaan 40 hari ................ 36
5. Analisis fitoplankton selama 40 hari masa pemeliharaan pada budidaya
nilem dengan kepadatan 25, 50, dan 75 ekor/m3 ........................................... 37
6. Analisis usaha ikan nila, nilem, dan lele selama 40 hari masa pemeliharaan .. 38
-
1
I. PENDAHULUAN
Kebutuhan pangan, salah satunya kebutuhan protein akan semakin
meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dunia. Ikan
merupakan sumber protein yang sangat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
akan protein, khususnya yang bersumber dari budidaya karena dapat dikontrol
jumlah dan ketersediaannya. Sementara disisi lain dengan semakin bertambahnya
jumlah penduduk dan perkembangan pembangunan menyebabkan ketersediaan
lahan dan air untuk proses akuakultur semakin terbatas. Untuk itu, dibutuhkan
berbagai teknologi budidaya yang lebih intensif dengan sumber lahan dan air
terbatas, salah satunya dengan menggunakan sistem resirkulasi dan akuaponik.
Sistem air resirkulasi adalah suatu metode pemeliharaan ikan dalam wadah
terkontrol dengan menggunakan kembali air bekas setelah melalui proses
penyaringan secara fisik dan biologi. Sistem air resirkulasi ini telah dipraktikkan
secara komersial dalam pemeliharaan ikan mas di Jepang sejak 1951. Metode ini
dapat menghemat ruang dan air. Air bekas dipompakan ke bak penyaring sebelum
dipakai kembali. Bak saringan berfungsi menyaring material kasar dan material
halus secara fisik dan biologi (Jangkaru, 2002).
Satu sistem terpadu yang mulai dikembangkan sejak tahun 2000-an oleh
BRPBAT adalah sistem akuaponik. Akuaponik merupakan bio-integrasi yang
menghubungkan akuakultur berprinsip resirkulasi dengan produksi
tanaman/sayuran hidroponik (Diver, 2006), dimana ikan dan tanaman tumbuh
dalam satu sistem yang terintegrasi dan mampu menciptakan suatu simbiotik
diantara keduanya (Pramono, 2009). Sistem akuaponik dalam prosesnya
menggunakan air dari tangki ikan, kemudian disirkulasikan kembali melalui suatu
pipa tempat ditumbuhkannya tanaman. Jika dibiarkan di dalam tangki, air justru
akan menjadi racun bagi ikan-ikan di dalamnya. Kemudian tanaman ini akan
berfungsi sebagai filter vegetasi yang akan mengasimilasi nutrien dan suplai
oksigen pada air yang digunakan untuk memelihara ikan. Sistem ini sangat
menguntungkan karena selain panen ikan, petani juga dapat memanen sayuran
atau buah-buahan organik tanpa pupuk kimia (Nugroho, 2008).
Ikan nila merupakan jenis ikan yang tumbuh dengan baik dan paling umum
digunakan dalam sistem akuaponik (Rakocy, 2006). Ikan nila merupakan ikan
-
2
ekonomis penting di dunia karena cara budidaya yang mudah, rasa yang digemari,
harga relatif terjangkau, dan memiliki toleransi yang luas terhadap lingkungan
(Gustiano dan Arifin, 2010). Pada tahun 2004 di pasar internasional, produksi
ikan nila di Indonesia berada pada peringkat ke-4 dengan total produksi sebesar
139.651 mt ton (FAO, 2005), sedangkan pada tahun 2008 produksi ikan nila
Indonesia naik menjadi peringkat ke-2 setelah China dengan nilai sebesar 336.000
mt ton (FAO, 2009).
Budidaya ikan lele (Clarias batrachus) telah berkembang dengan pesat di
masyarakat. Selain pertumbuhannya yang cepat, ikan ini bisa hidup di lumpur
atau di perairan dengan kadar oksigen terlarut rendah hingga 3 ppm ( Khairuman
dan Amri 2003). Keistimewaan hal ini karena lele termasuk kelompok ikan air
breather. Organ insang tambahan (labyrinth) yang dimiliki lele memungkinkan
ikan tersebut dapat mengambil oksigen di udara. Lele dapat dipeliharan pada
bermacam-macam wadah, seperti kolam beton, bak fibre, kolam tanah dan lain-
lainnya. Selain keistimewaan tersebut kegiatan budidaya ikan lele seringkali
mendapat julukan budidaya ikan kotor. Diperlukan suatu pengembangan kegiatan
budidaya yang dapat mengeliminir julukan negatif terhadap ikan lele .
Meningkatnya produksi dari ikan nila dan lele tersebut, maka terdapat
banyak pula limbah-limbah dari hasil budidaya nila dan lele. Limbah budidaya
umumnya langsung dibuang ke perairan bebas dan sering dianggap mencemari
perairan karena mengandung bahan-bahan organik dan anorganik yang tinggi dan
dapat menyebabkan pengkayaan perairan (eutrofikasi). Bahan-bahan organik dan
anorganik yang tinggi sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan
mikroorganisme yang dapat dijadikan sumber makanan bagi ikan.
Mikroorganisme yang dihasilkan dari limbah budidaya dapat dimanfaatkan untuk
mengurangi penggunaan pakan komersial yang diberikan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pengolahan air limbah dengan sistem resirkulasi dan akuaponik
sehingga terbentuk nutrien yang akan diasimilasi oleh tanaman air dan
fitoplankton.
Pemilihan komoditas budidaya merupakan hal penting yang harus
dilakukan, khususnya dalam hal pemanfaatan fitoplankton sehingga air limbah
bersih kembali dan bisa digunakan untuk budidaya. Salah satu ikan yang cocok
-
3
digunakan dalam sistem budidaya ini ialah ikan nilem. Ikan nilem merupakan
komoditas asli Indonesia yang sudah dibudidayakan sejak lama, khususnya di
Priangan, Jawa Barat. Data statistik perikanan 2005 menunjukkan bahwa
produksi ikan nilem di Jawa Barat tercatat lebih dari 13.000 ton. Dari jumlah
tersebut; 94,20%-nya berasal dari Priangan. Selama 20 tahun terakhir dalam Pelita
IV tercatat kontribusi nilem sekitar 83%. Ikan ini mempunyai potensi yang cukup
besar dalam industri perikanan budidaya air tawar (ikan konsumsi dan produk-
produk olahan seperti pengolahan telur, pindang, ukuran 3-5 g diproduksi untuk
produk baby fish). Selain memiliki keunggulan komparatif, pasarnya pun terbuka
lebar (Nugroho, 2008). Harga anak ikan nilem berukuran 5-7 cm di Tasikmalaya
adalah Rp 18.000,00/kg (Trubus, 2009). Melihat kondisi dan peluang usaha yang
cukup prospektif maka perlu dikembangkan teknologi budidayanya. Selain itu,
ikan nilem merupakan jenis ikan yang dapat memanfaatkan mikroorganisme
seperti fitoplankton yang dihasilkan dari bahan-bahan organik limbah budidaya.
Dengan pemanfaatan ikan nilem dalam sistem budidaya ini dapat meningkatkan
produktivitas budidaya.
Kepadatan jumlah ikan budidaya nila dan lele yang berbeda dalam sistem
resirkulasi dan akuaponik akan berpengaruh terhadap jumlah limbah, sehingga
diperlukan penebaran jumlah ikan nilem yang berbeda agar pemanfaatan limbah
lebih efisien. Pada umumnya petani budidaya nilem menggunakan padat
penebaran 10-20 ekor/m3 sebagai padat penebaran dalam budidaya pendederan
ikan nilem tanpa pemanfaatan limbah (Nugroho, 2008). Oleh karena itu
dibutuhkan kajian untuk melihat produksi budidaya ikan nilem dengan
memanfaatkan hasil limbah budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
produksi ikan nilem yang optimum dari air limbah hasil budidaya ikan nila.
-
4
II. BAHAN DAN METODE
2.1 Bahan Penelitian
Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini
digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran
panjang 5,65 0,62 cm dan bobot 2,24 0,65 g. Nilem uji ditebar pada masing-
masing bak pemeliharaan dengan tingkat kepadatan 25, 50, dan 75 ekor/m3 atau
175, 350, dan 525 ekor/bak dengan wadah budidaya ikan yang digunakan berupa
kolam beton berukuran 3x3,25x0,73 m3 sebanyak 9 buah. Air pada penelitian ini
bersumber dari air sungai yang mengalir langsung ke wadah budidaya. Pakan
yang diberikan berupa pelet apung komersial dengan kandungan protein 27%
(Tabel 1). Sumber pakan lain pada perlakuan padat tebar ikan nilem diharapkan
berasal dari sumber fitoplankton yang tumbuh di dalam media pemeliharaan.
Tabel 1. Kandungan nutrisi pelet komersil nilem Osteochilus hasselti
*) Sesuai dengan yang tercantum pada label pakan
2.2 Metode Penelitian
2.2.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan yang diterapkan yaitu
perbedaan padat tebar pada bak pemeliharaan ikan nilem yang terisi air limbah
dari hasil budidaya ikan nila. Padat tebar yang dilakukan yaitu 25, 50, dan
75 ekor/m3 dan dialirkan dengan prinsip resirkulasi, sehingga air buangan dari
proses budidaya ikan nila yang masuk ke dalam wadah pemeliharaan ikan nilem
selanjutnya digunakan kembali sebagai sumber air pada proses budidaya ikan lele
Clarias batrachus.
2.2.2 Prosedur Penelitian
2.2.2.1 Persiapan Wadah
Prosedur penelitian meliputi masa persiapan dan masa pemeliharaan. Masa
persiapan terdiri dari persiapan wadah dan bahan. Sebelum digunakan untuk
Jenis nutrien Kandungan (%)
Kadar protein 27
Kadar lemak 5
Karbohidrat 13
Kadar air 8
Serat 3
-
5
proses pemeliharaan, wadah-wadah tersebut dibersihkan dan dikeringkan terlebih
dahulu di bawah sinar matahari selama 1 hari. Sistem yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sistem akuaponik dengan prinsip resirkulasi. Pola aliran air
diawali dari kolam filter (kangkung), kemudian mengalir ke kolam pendederan
nila, selanjutnya mengalir ke kolam pendederan ikan nilem dan berakhir di kolam
pendederan ikan lele. Selanjutnya dengan menggunakan pompa dengan debit air
0,1 liter/detik yang diletakkan di dasar kolam pendederan lele, air dipompa
kembali menuju ke kolam filter (akuaponik kangkung). Sebelum dipelihara, ikan
diadaptasikan terlebih dahulu dalam kolam pemeliharaan selama 2 minggu.
Gambar 1. Sistem budidaya dengan prinsip resirkulasi
2.2.2.2 Pemeliharaan
Masa pemeliharaan terdiri dari pemberian pakan, sampling pertumbuhan,
analisis kualitas air, dan analisis fitoplankton. Masa pemeliharaan berlangsung
selama 40 hari. Pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari yaitu pada pukul 08.00,
12.00, dan 17.00 WIB dengan feeding rate (FR) 1,5% pada setiap perlakuan.
Pipa inlet
Pipa outlet
Pipa
inlet
Kangkung
Nilem
25 ekor/m3
Nila
50 ekor/m3
Lele 100 ekor/m
3
Nilem
50 ekor/m3
Nila
100 ekor/m3
Lele 150 ekor/m
3
Nilem
75 ekor/m3
Nila
150 ekor/m3
Kangkung
Kangkung
Lele 50 ekor/m
3
Pipa
outlet
-
6
Sampling pertumbuhan ikan dilakukan setiap 10 hari sekali dengan parameter
yang diukur berupa jumlah, bobot, dan panjang ikan nilem. Analisis kualitas air
juga dilakukan setiap 10 hari sekali dengan parameter berupa suhu, pH, DO,
alkalinitas, kesadahan, amonia, nitrit, nitrat, fosfat, dan total organic matter
(TOM). Sampel air yang dianalisis diambil dari tiga titik, yaitu saluran inlet,
outlet, dan air dalam kolam budidaya ikan nilem. Selain itu juga dilakukan
analisis fitoplankton yang dilakukan setiap 10 hari sekali. Sampel air yang
dianalisis diambil dari lima titik yaitu dua ujung atas, dua ujung bawah, dan di
tengah pada air kolam pemeliharaan ikan nilem untuk setiap perlakuan. Panen
ikan dilakukan setelah 40 hari masa pemeliharaan.
Berikut ini adalah gambar pada saat dilakukan sampling pertumbuhan ikan
yang meliputi pengukuran bobot dan panjang total tubuh ikan nilem.
Gambar 2. Pengukuran bobot tubuh Gambar 3. Pengukuran panjang total
ikan nilem menggunakan timbangan tubuh ikan nilem menggunakan
digital penggaris
2.2.3 Parameter Penelitian
Data yang dikumpulkan selama penelitian meliputi jumlah ikan nilem yang
hidup selama pemeliharaan, panjang tubuh total, bobot tubuh, jumlah pakan,
kelimpahan fitoplankton, serta kualitas air. Pengukuran jumlah nilem pada akhir
penelitian dilakukan dengan cara menghitung semua populasi nilem yang hidup
(sensus). Pengukuran panjang dan bobot tubuh nilem dilakukan setiap 10 hari
sekali dengan melakukan sampling pada 25 ikan nilem pada setiap bak perlakuan.
Pengukuran jumlah pakan dilakukan setiap hari dengan menggunakan timbangan
digital. Selanjutnya data hasil pengukuran parameter tersebut digunakan untuk
-
7
menghitung laju pertumbuhan spesifik, pertambahan panjang mutlak, analisa
fitoplankton, kelangsungan hidup, dan analisa kualitas air.
Parameter-parameter yang dihitung selama pemeliharaan ikan nilem antara
lain sebagai berikut.
2.2.3.1 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate)
Laju pertumbuhan spesifik dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (Huisman, 1987).
=
1 x 100%
Keterangan : = Laju pertumbuhan harian (%) Wt = Bobot rata-rata akhir (g)
Wo = Bobot rata-rata awal (g)
t = Waktu pemeliharaan (hari)
2.2.3.2 Pertambahan Panjang Mutlak
Ukuran panjang pada nilem adalah antara ujung kepala hingga ujung ekor
nilem. Pertambahan panjang mutlak dihitung dengan menggunakan rumus
Effendie (1997).
=
Keterangan : Pm = Pertambahan panjang mutlak
Lt = Rata-rata panjang individu pada hari ke-t (cm) Lo = Rata-rata panjang individu pada hari ke-0 (cm)
2.2.3.3 Analisa Fitoplankton
Pengamatan kelimpahan fitoplankton dilakukan setiap 10 hari sekali.
Perhitungan kelimpahan fitoplankton dilakukan untuk mengetahui total
kelimpahan setiap genus tertentu yang ditemukan selama pengamatan. Metode
pengamatan fitoplankton menggunakan Sedgwick-Rafter Cell dan menggunakan
mikroskop high power. Sedgwick-Rafter Cell adalah suatu alat yang memiliki
ukuran panjang 50 mm, lebar 20 mm, dan tinggi 1 mm. Volume Sedgwick-Rafter
Cell 1.000 mm3 atau 1 ml (Odum, 1998). Berikut ini gambar pengambilan sampel
fitoplankton.
-
8
Gambar 4. Teknik pengambilan sampel fitoplankton yang disaring menggunakan
plankton net.
2.2.3.3.1 Kelimpahan Fitoplankton
Nilai kelimpahan fitoplankton dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (Odum, 1998).
N =
1
Keterangan : N = Jumlah fitoplankton (sel/l)
Vd = Volume air yang disaring (l) Vt = Volume air tersaring (ml)
Vs = Volume air pada Sedgwick-Rafter Cell (ml)
n = Jumlah fitoplankton terhitung Fp = Faktor pengenceran
2.2.3.3.2 Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman digunakan untuk melihat tingkat stabilitas suatu
komunitas atau menunjukkan kondisi struktur komunitas dari keanekaragaman
jumlah jenis organisme yang terdapat dalam suatu area. Penentuan tingkat
keragaman organisme fitoplankton digunakan indeks keanekaragaman Shannon-
Weaner (Odum, 1998).
H = pi ln pi
=1
Keterangan : H = Indeks keanekaragaman Shannon-Weaner
Pi = ni/N
ni = Jumlah individu genus ke-i N = Jumlah total individu
n = Jumlah genus
i = 1,2,3,....,n
-
9
2.2.3.3.3 Indeks Keseragaman
Keseragaman adalah komposisi individu tiap genus yang terdapat dalam
suatu komunitas. Indeks keseragaman digunakan untuk mengetahui berapa besar
kesamaan penyebaran jumlah individu dalam suatu komunitas. Menurut Odum
(1998), untuk menentukan keseragaman (E) dapat diformulasikan sebagai berikut.
=
Keterangan : E = Indeks keseragaman (0-1)
H = Indeks keanekaragaman Shannon-Weaner
Hmax = Nilai indeks keseragaman maksimum Hmax = ln S
S = Jumlah genus
2.2.3.3.4 Indeks Dominansi
Nilai indeks dominansi (Odum, 1998) digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya genus tertentu yang mendominansi suatu komunitas. Kisaran nilai indeks
dominansi adalah antara 0-1. Nilai yang mendekati nol menunjukkan bahwa tidak
ada genus dominan dalam komunitas. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi
struktur komunitas dalam keadaan stabil. Sebaliknya, nilai yang mendekati 1
menunjukkan adanya genus yang dominan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi
struktur komunitas dalam keadaan labil dan terjadi tekanan ekologis. Nilai indeks
dominansi Simpson dihitung dengan rumus:
C = ni
N
2
=1
Keterangan : C = Indeks dominansi Simpson
ni = Jumlah jenis ke-i N = Jumlah total individu
S = Jumlah taksa/jenis
2.2.3.4 Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup (survival rate) ikan nilem dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut.
=
x 100%
Keterangan : SR = Kelangsungan hidup /Survival Rate (SR)(%) Nt = Jumlah nilem yang hidup di akhir penelitian (ekor) No = Jumlah nilem yang hidup di awal penelitian (ekor)
-
10
2.2.3.5 Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dilakukan secara berkala, terdiri dari sifat fisika
kimia air media selama pemeliharaan yaitu suhu, pH, DO, kesadahan, alkalinitas,
nitrit, nitrat, fosfat, amonia, dan TOM (Total Organic Matter).
Tabel 2. Metode pengukuran fisika kimia media pemeliharaan Osteochilus
hasselti dalam bak beton
No. Parameter Satuan Alat
Pengukur Frekuensi
Metode/Alat
1. Suhu oC Termometer Harian Pembacaan skala 2. pH pH meter Per 10 hari pH meter 3. DO mg/l DO meter Per 10 hari Pembacaan skala 4. Kesadahan mg/l CaCO3 Biuret Per 10 hari Titrimetri 5. Alkalinitas mg/l CaCO3 Biuret Per 10 hari Titrimetri 6. Nitrit mg/l Biuret Per 10 hari Spektrofotometer 7. Nitrat mg/l Biuret Per 10 hari Spektrofotometer 8. Fosfat mg/l Biuret Per 10 hari Spektrofotometer 9. Amonia mg/l Biuret Per 10 hari Spektrofotometer 10. TOM mg/l KMnO4 Biuret Per 10 hari Spektrofotometer
2.2.4 Analisis Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta dianalisis
secara statistik menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0;
Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F digunakan untuk menentukan apakah
perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati pada masing-
masing perlakuan. Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar
perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan Uji Tukey pada selang
kepercayaan 95%. Untuk parameter kualitas air dan pendukung lainnya dianalisis
secara deskriptif. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rancangan acak lengkap (RAL), dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan.
Model rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Yij = + i + ij
Keterangan : Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
= Rataan umum
i = Pengaruh perlakuan ke-i
ij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
-
11
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate)
Selama 40 hari masa pemeliharaan nilem terjadi peningkatan bobot dari
2,24 0,65 g menjadi 6,31 3,23 g. Laju pertumbuhan spesifik pada masa
pemeliharaan berkisar antara 1,56%-2,24% (Lampiran 2). Hasil analisis ragam
menunjukkan peningkatan kepadatan memberikan pengaruh nyata terhadap laju
pertumbuhan spesifik (p
-
12
3.1.2 Pertambahan Panjang Mutlak
Selama 40 hari pemeliharaan ikan nilem mengalami pertambahan panjang
dari 5,65 0,62 cm menjadi 7,73 1,30 cm. Pertambahan panjang mutlak
berkisar antara 1,17 0,21 cm hingga 1,97 0,27 cm (Lampiran 3). Hasil analisis
ragam menunjukkan peningkatan kepadatan memberikan pengaruh nyata terhadap
pertambahan panjang mutlak (p
-
13
pemeliharaan berkisar antara 0,76 x 106-11,46 x 10
6 sel/l (Lampiran 5). Nilem
dengan padat tebar 75 ekor/m3 menunjukkan peningkatan kelimpahan
fitoplankton yang lebih tinggi dibandingkan dengan padat tebar 50 ekor/m3 dan
25 ekor/m3.
Gambar 9. Kelimpahan fitoplankton (sel/l) media pemeliharaan nilem dengan
padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3 dengan pemeliharaan selama 40
hari.
Gambar 10. Histogram Keanekaragaman (H), Keseragaman (E), dan Dominansi
(C) fitoplankton pada media pemeliharaan nilem dengan padat tebar
25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari.
Indeks keanekaragaman (H), keseragaman (E), dan dominansi (C)
merupakan indeks yang digunakan untuk menilai kestabilan komunitas biota suatu
perairan dengan kondisi di perairan itu sendiri. Berdasarkan dari Gambar 10
terlihat bahwa nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman paling tinggi
terdapat pada kepadatan 50 ekor/m3 sebesar 1,74 dan 0,55, sedangkan nilai
indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi paling rendah terdapat pada
kepadatan 25 ekor/m3 berturut-turut adalah 1,26; 0,38; dan 0,16. Indeks dominansi
tertinggi nilainya pada kepadatan 75 ekor/m3
sebesar 0,29. Nilai indeks
0
5
10
15
25 50 75
Keli
mp
ah
an
Tota
l
(10
6se
l/l)
Kepadatan (ekor/m3)
H10
H20
H30
H40
1,26
1,74 1,65
0,380,55 0,52
0,16 0,260,29
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
25 50 75
Ind
ek
s
Kepadatan (ekor/m3)
H'
E
C
-
14
keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi secara berturut - turut berkisar
antara 1,08-2,01; 0,14-0,61; 0,11-0,39 (Lampiran 5).
3.1.4 Penggunaan Pakan
Pemeliharaan nilem selama 40 hari, dilakukan pemberian pakan dengan
feeding rate (FR) sebanyak 1,5 % pada padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3, serta
memanfaatkan pakan alami dari setiap bak pemeliharaan tersebut. Semakin tinggi
padat penebaran maka jumlah pakan yang dibutuhkan semakin banyak. Jumlah
pakan yang dihabiskan dan nilai FCR (Feed Convertion Ratio) selama 40 hari
pemeliharaan nilem ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah pakan yang dihabiskan selama 40 hari pemeliharaan nilem
Perlakuan Pakan (g)
FCR Pelet
25 ekor/m3
661,35 2,21
50 ekor/m3
816,97 0,80
75 ekor/m3
1240,97 0,72
3.1.5 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate)
Tingkat kelangsungan hidup nilem selama 40 hari pemeliharaan mengalami
penurunan pada masing-masing kepadatan dengan kisaran 86,86% - 88,57%. Nilai
tertinggi diperoleh pada kepadatan 25 ekor/m3 sedangkan nilai terendah diperoleh
pada kepadatan 50 ekor/m3. Setelah dilakukan analisis ragam, peningkatan
kepadatan nilem tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan
hidup (p>0,05) Lampiran 1.
Gambar 11. Tingkat kelangsungan hidup (%) ikan nilem dengan kepadatan 25, 50,
dan 75 ekor/m3 selama 40 hari.
88,57 86,86 88,51
50556065707580859095
100
25 50 75
Tin
gk
at
Kela
ngsu
nga
n H
idu
p
(%)
Kepadatan (ekor/m3)
a a a
-
15
3.1.6 Kualitas Air Pemeliharaan
Pengukuran kualitas air dilakukan setiap 10 hari sekali. Kualitas air selama
pemeliharaan nilem yang dihasilkan pada setiap padat tebar berfluktuasi, namun
masih berada pada batasan yang dapat ditoleransi nilem. Suhu air selama
pemeliharaan ikan nilem berada pada kisaran 25,00-31,30 0C (Lampiran 4).
Pengukuran suhu dilakukan pada pagi hari. Gambar 12 menunjukkan grafik suhu
pemeliharaan ikan nilem dari masing-masing kepadatan, dari grafik terlihat suhu
cenderung meningkat. Peningkatan ini dipengaruhi oleh cuaca yaitu musim panas.
Gambar 12. Kadar suhu (0C) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar
25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak
beton.
Selama pemeliharaan nilem pH media pemeliharaan berkisar antara
6,00-8,44 (Lampiran 4). Gambar 13 menunjukkan pH air pemeliharaan ikan nilem
dari setiap kepadatan. Fluktuasi pH air terjadi selama pemeliharaan dan
cenderung terjadi penurunan di awal pemeliharaan dan meningkat diakhir
pemeliharaan.
Gambar 13. Kadar pH media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25, 50,
dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton.
0
10
20
30
40
HO H10 H20 H30 H40
Su
hu
air
(0
C)
Hari ke -
25 ekor/m3
50 ekor/m3
75 ekor/m3
0
2
4
6
8
10
HO H10 H20 H30 H40
pH
Hari ke -
25 ekor/m3
50 ekor/m3
75 ekor/m3
-
16
Kadar oksigen (DO) pemeliharaan ikan nilem dari semua kepadatan berada
pada kisaran 5,80-7,80 mg/l (Lampiran 4). Selama pemeliharaan kadar oksigen
berfluktuasi. Gambar 14 menunjukkan kadar oksigen dari setiap pemeliharaan
ikan nilem yang cenderung menurun pada awal pemeliharaan dan meningkat di
akhir pemeliharaan.
Gambar 14. Kadar oksigen (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat
tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak
beton.
Kadar alkalinitas media selama pemeliharaan ikan nilem dari setiap
kepadatan berada pada kisaran 36-52 mg/l CaCO3 (Lampiran 4). Terjadi fluktuasi
kadar alkalinitas air selama pemeliharaan seperti yang terlihat pada Gambar 15.
Kadar alkalinitas media cenderung meningkat diakhir pemeliharaan.
Gambar 15. Kadar alkalinitas (mg/l CaCO3) media pemeliharaan ikan nilem
dengan padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40
hari dalam bak beton.
Kadar kesadahan media pemeliharaan ikan nilem dari setiap kepadatan
berada pada kisaran 118,198-177,297 mg/l CaCO3 (Lampiran 4). Gambar 16
0123456789
HO H10 H20 H30 H40
Kad
ar O
ksi
gen
(m
g/l
)
Hari ke -
25 ekor/m3
50 ekor/m3
75 ekor/m3
0
10
20
30
40
50
60
HO H10 H20 H30 H40
Alk
ali
nit
as
(mg
/l C
aC
o3
)
Hari ke -
25 ekor/m3
50 ekor/m3
75 ekor/m3
-
17
menunjukkan fluktuasi kadar kesadahan dari tiap media pemeliharaan. Pada awal
pemeliharaan ikan nilem kecenderungan kadar kesadahan air menurun kemudian
meningkat pada hari ke-20 hingga akhir pemeliharaan.
Gambar 16. Kadar kesadahan media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar
25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak
beton.
Kadar nitrit dalam media pemeliharaan nilem 40 hari berada pada kisaran
0,015-0,212 mg/liter (Lampiran 4). Gambar 17 menunjukkan grafik kadar nitrit
pemeliharaan nilem dari masing-masing padat tebar, dari grafik terlihat kadar
nitrit semakin meningkat.
Gambar 17. Kadar nitrit (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat
tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak
beton.
0
50
100
150
200
HO H10 H20 H30 H40
Kesa
dah
an
(m
g/l
CaC
o3)
Hari ke -
25 ekor/m3
50 ekor/m3
75 ekor/m3
0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
HO H10 H20 H30 H40
Ka
da
r N
itrit
(m
g/l
)
Hari ke-
25 ekor/m3
50 ekor/m3
75 ekor/m3
-
18
Kadar nitrat pemeliharaan nilem dari setiap padat tebar berada pada kisaran
0,123-1,143 mg/l (Lampiran 4). Selama pemeliharaan kadar nitrat berfluktuasi.
Gambar 18 menunjukkan kadar nitrat dari setiap pemeliharaan nilem yang
cenderung meningkat pada awal pemeliharaan dan menurun diakhir pemeliharaan.
Gambar 18. Kadar nitrat (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat
tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak
beton.
Selama pemeliharaan ikan nilem kadar fosfat pemeliharaan berkisar antara
0,020-0,086 mg/liter (Lampiran 4). Gambar 19 menunjukkan kadar fosfat
pemeliharaan nilem dari setiap padat tebar. Fluktuasi kadar nitrat terjadi selama
pemeliharaan dan cenderung terjadi peningkatan hingga diakhir pemeliharaan.
Gambar 19. Kadar fosfat (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat
tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak
beton.
Kadar amonia media selama pemeliharaan nilem dari setiap padat tebar
berada pada kisaran 0,006-0,019 mg/l (Lampiran 4). Terjadi fluktuasi kadar
0.000
0.200
0.400
0.600
0.800
1.000
1.200
HO H10 H20 H30 H40
Ka
da
r N
itra
t (m
g/l
)
Hari ke-
25 ekor/m3
50 ekor/m3
75 ekor/m3
0.000
0.020
0.040
0.060
0.080
0.100
HO H10 H20 H30 H40
Ka
da
r F
osf
at
(mg
/l)
Hari ke-
25 ekor/m3
50 ekor/m3
75 ekor/m3
-
19
amonia air selama pemeliharaan seperti yang terlihat pada Gambar 20. Pada awal
pemeliharaan kadar amonia media pemeliharaan cenderung meningkat kemudian
menurun pada akhir pemeliharaan.
Gambar 20. Kadar amonia (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat
tebar 25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak
beton.
Kadar total organik meter (TOM) media pemeliharaan nilem dari setiap
padat tebar berada pada kisaran 27,647-123,619 mg/l KMnO4 (Lampiran 4).
Gambar 21 menunjukkan fluktuasi kadar TOM dari tiap media pemeliharaan
nilem. Pada awal pemeliharaan nilem kecenderungan kadar TOM mengalami
peningkatan hingga diakhir pemeliharaan.
Gambar 21. Kadar TOM (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat
tebar g25, 50, dan 75 ekor/m3 pemeliharaan selama 40 hari dalam
bak beton.
0.000
0.005
0.010
0.015
0.020
HO H10 H20 H30 H40
Kad
ar A
mon
ia (
mg/l
)
Hari ke-
25 ekor/m3
50 ekor/m3
75 ekor/m3
0.000
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
HO H10 H20 H30 H40
Ka
da
t T
OM
(m
g/l
KM
nO
4)
Hari ke-
25 ekor/m3
50 ekor/m3
75 ekor/m3
-
20
3.2 Pembahasan
Limbah budidaya ikan yang merupakan hasil aktivitas metabolisme banyak
mengandung amonia (Effendi, 2003). Pada sistem budidaya tanpa pergantian air
(zero water exchange) seperti pada kolam air tenang, konsentrasi limbah budidaya
seperti amonia (NH3), nitrit (NO2-), dan CO2 akan meningkat sangat cepat dan
bersifat toksik bagi organisme budidaya (Surawidjaja, 2006). Ikan mengeluarkan
80-90% amonia (N-anorganik) melalui proses osmoregulasi, sedangkan dari feses
dan urine sekitar 10-20% dari total nitrogen (Sumoharjo, 2010). Akumulasi
amonia pada media budidaya merupakan salah satu penyebab penurunan kualitas
perairan yang dapat berakibat pada kegagalan produksi budidaya ikan. Pada
penelitian ini dilakukan pemanfaatan limbah yang telah diurai oleh bakteri
sehingga dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton dan ikan akan memanfaatkan
fitoplankton tersebut untuk pertumbuhannya.
Pertumbuhan ikan nilem diukur berdasarkan bobot dan panjang tubuh total
ikan. Hasil penelitian selama 40 hari masa pemeliharaan menunjukkan bahwa
ikan nilem yang diberi pakan komersil dengan FR 1,5% pada kepadatan
75 ekor/m3 memberikan bobot dan laju pertumbuhan spesifik yang lebih tinggi
dibandingkan dengan 25 dan 50 ekor/m3 dengan FR yang sama. Namun, hasil uji
lanjut Tukey menunjukkan bahwa laju pertumbuhan spesifik pada kepadatan 50
dan 75 ekor/m3 tidak berbeda nyata (Lampiran 2). Dalam penelitian ini,
pertumbuhan yang tinggi dapat disebabkan oleh tersedianya makanan yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan nilem tersebut.
Menurut Effendie (1997), pertumbuhan dipengaruhi dua faktor, yaitu faktor
internal (sifat genetik dan kondisi fisiologis) dan faktor eksternal yang berkaitan
dengan lingkungan pemeliharaan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan ikan antara lain berupa jenis makanan yang dimakan, ukuran
makanan yang dimakan, kondisi oseanografi perairan suhu, oksigen, konsentrasi
unsur nitrogen dan pH (Sukimin et al, 2002). Ikan nilem dikelompokkan sebagai
ikan omnivora (pemakan segala). Pakannya terdiri dari detritus, jasad-jasad
penempel, peripiton, dan epipiton, sehingga ikan ini lebih sering hidup di bagian
dasar perairan. Selain itu, nilem juga pemakan lumut-lumutan dan tumbuhan air.
Nilem memakan udang renik dan akar-akar tanaman air seperti hydrilla. Pada
-
21
stadia benih atau larva, ikan ini memakan fitoplankton dan zooplankton
(Khairuman dan Khairul, 2008). Oleh karena itu, laju pertumbuhan spesifik yang
tidak berbeda nyata pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m3 salah satunya dapat dilihat
dari parameter kelimpahan fitoplankton. Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa
pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m3 kelimpahan fitoplankton tidak berbeda jauh
jumlahnya pada tiap sampling yaitu sekitar 3 x 106
sel/l (Lampiran 5). Berbeda
dengan kepadatan 25 ekor/m3 yang memiliki kelimpahan fitoplankton lebih
rendah dibandingkan keduanya. Artinya, pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m3
terjadi pemanfaatan fitoplankton oleh ikan nilem tersebut akibat besarnya
kelimpahan fitoplankton dari keduanya sehingga dapat mendukung pertumbuhan
dari ikan nilem. Pemanfaatan fitoplankton dapat dilihat dari nilai FCR pada
masing-masing kepadatan. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai FCR
kepadatan 25 ekor/m3
lebih tinggi dibanding 50 dan 75 ekor/m3
yaitu sebesar 2,21
sedangkan nilai FCR kepadatan 50 dan 75 ekor/m3 relatif mendekati yaitu 0,80
dan 0,72. Hal ini berarti pada kepadatan 25 ekor/m3
lebih banyak memanfaatkan
pakan komersil dibandingkan dengan pakan alami sehingga pertumbuhannya
lebih rendah, selain itu karena ketersediaan pakan alami yang lebih sedikit pada
kepadatan 25 ekor/m3 dibandingkan dengan 50 dan 75 ekor/m
3. Namun, dapat
juga dikarenakan jumlah FR yang sedikit digunakan dalam penelitian ini yaitu
1,5% sehingga pakan komersil yang tersedia belum mencukupi kebutuhan ikan
nilem tersebut dan mengakibatkan pertumbuhan yang rendah. Biasanya petani
menggunakan FR antara 2-3% untuk pemeliharaan ikan air tawar (Nugroho,
2008). Nilai FCR yang relatif sama pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m3 dapat
disebabkan karena keseimbangan antara pemanfaatan pakan komersial dengan
pakan alami sehingga laju pertumbuhan keduanya relatif sama.
Selama 40 hari masa pemeliharaan benih nilem terjadi peningkatan bobot
dari 2,24 0,65 g menjadi 6,31 3,23 g. Laju pertumbuhan bobot harian selama
masa pemeliharaan berkisar antara 1,56%-2,24% (Lampiran 2). Hasil analisis
ragam menunjukkan peningkatan kepadatan memberikan pengaruh nyata
terhadap laju pertumbuhan spesifik (p
-
22
hingga 1,97 0,27 cm. Hasil analisis ragam menunjukkan peningkatan kepadatan
memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak (p
-
23
dibandingkan kepadatan 25 ekor/m3. Hal ini dapat disebabkan oleh tersedianya
nutrien-nutrien yang dibutuhkan oleh fitoplankton dalam bak pemeliharaan
tersebut. Pada umumnya fitoplankton memanfaatkan nitrogen dalam bentuk
senyawa anorganik seperti nitrat dan amonia (Kennish, 1990). Dalam
memanfaatkan nitrogen, umumnya fitoplankton mempunyai kecenderungan untuk
secara berturut-turut mengambil nitrat dan amonium. Nitrat adalah bentuk utama
dari nitrogen di perairan alami. Nitrat merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan
tanaman alga. Nitrat sangat mudah larut di dalam air dan bersifat stabil, dihasilkan
dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2003).
Kadar nitrat akan semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Pada
penelitian ini, Gambar 18 dan 20 menunjukkan bahwa kadar nitrat dan amonia
dalam bak pemeliharaan dengan kepadatan 50 dan 75 ekor/m3 memiliki kisaran
yang relatif sama pada setiap sampling dibandingkan kepadatan 25 ekor/m3.
Kelimpahan fitoplankton memiliki hubungan yang positif dengan kesuburan suatu
perairan, apabila kelimpahan fitoplankton tinggi maka suatu perairan itu
cenderung memiliki produktivitas yang tinggi pula.
TOM (total organic matter) merupakan salah satu parameter yang
digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui kandungan bahan organik
dalam suatu perairan. Kandungan total bahan organik media pemeliharaan nilem
dari masing-masing padat tebar antara 27,647-123,619 mg/l KMnO4 (Lampiran
4). Pada awal pemeliharaan nilem kecenderungan kadar TOM mengalami
peningkatan hingga diakhir pemeliharaan. Artinya, terjadi penggunaan bahan-
bahan organik oleh fitoplankton untuk pertumbuhannya. Cara analisa TOM
hampir sama dengan COD (Chemical Oxygen Demand) karena sama-sama
menggunakan pengoksidator berupa bahan kimia, sehingga dapat disimpulkan
bahwa nilai TOM hampir mendekati nilai COD. Nilai COD pada perairan yang
tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan yang
tercemar dapat lebih dari 200 mg/l (Effendi, 2003). Pada penelitian ini nilai TOM
masih dapat ditoleransi karena tidak melebihi batas yang ditentukan (Lampiran 4).
Nilai TOM yang relatif sama dan lebih tinggi pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m3
dibandingkan kepadatan 25 ekor/m3 merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tersedianya kebutuhan nutrien untuk pertumbuhan fitoplankton.
-
24
Jumlah TOM yang tinggi pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m3
dalam penelitian ini
dapat disebabkan oleh jumlah limbah yang masuk ke dalam bak pemeliharaan dan
kepadatan ikan nila serta lele yang dapat mempengaruhi buangan limbah tersebut.
Pada penelitian ini digunakan kepadatan ikan nila dan lele yang berbeda-beda
pada masing-masing padat tebar. Namun, dalam penelitian ini air buangan limbah
yang dialirkan ke bak pemeliharaan ikan nilem dengan sistem resirkulasi dan
akuaponik tetap dalam kepadatan yang sama antara ikan nila dan lele.
Limbah dapat berasal dari feses, sisa pakan, dan hasil metabolisme ikan
budidaya. Limbah-limbah tersebut mengandung nitrogen yang tidak dapat
dimanfaatkan langsung oleh organisme akuatik sehingga diperlukan proses
penguraian. Nitrogen terdiri atas bahan organik dan anorganik. Nitrogen organik
yaitu urea, protein, dan asam amino, sedangkan nitrogen anorganik terdiri dari
amonia (NH3), amonium (NH4), nitrit (NO2), nitrat (NO3), dan molekul nitrogen
dalam bentuk gas (N2). Limbah yang tidak diurai akan menjadi toksik bagi
lingkungan perairan tersebut. Limbah nitrogen diurai oleh bantuan bakteri
Nitrosomonas untuk mengubah amonia menjadi nitrit dan Nitrobacter mengubah
nitrit menjadi nitrat sehingga dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton (Effendi,
2003). Dalam penelitian ini, pakan yang paling banyak digunakan yaitu pada
kepadatan 75 ekor/m3 sehingga terdapat banyak buangan limbah pakan dan
limbah dari ikan nilem di dalam bak pemeliharaan dengan padat tebar yang tinggi,
serta perbedaan padat tebar pada ikan nila dan lele sehingga bahan-bahan organik
maupun anorganik yang tersedia besar jumlahnya dan kemudian diurai oleh
bakteri menyebabkan tersedianya nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
fitoplankton dalam jumlah besar.
Kelas fitoplankton yang ditemukan pada penelitian ini adalah
Cyanophyceae (Oscillatoria sp., Phormodium sp., Microcystis sp., Merismopedia
sp., Coelosphaerium sp., Aphanocapsa sp., Anabaena sp.), Euglenophyceae
(Euglena sp., Phacus sp., Trachelomonas sp., Lepocinclis sp.), Chlorophyceae
(Scenedesmus sp., Gloeocystis sp., Dictyosphaerium sp., Pediastrum sp.,
Coelastrum sp., Botryococcus sp., Ankristrodesmus sp., Selenastrum sp.,
Actinastrum sp., Chlorella sp., Kirchneriella sp., Micractinium sp., Crucigenia
sp., Tetraedron sp., Golenkinia sp., Pandorina sp., Closterium sp., Sphaerocystis
-
25
sp., Westella sp.), Bacillariophyceae (Cyclotellas sp., Navicula sp., Nitszchia sp.,
Fragilaria sp., Melosira sp., Gomphonema sp., Pinnularia sp.), Dinophyceae
(Glenodinium sp.). Kelas yang memiliki kelimpahan fitoplankton terbanyak dalam
penelitian ini yaitu kelas Bacillariophyceae (Lampiran 5). Fitoplankton dalam
pertumbuhan dan perkembangannya sangat membutuhkan nutrien, menurut Basmi
(1999) nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah banyak adalah makro nutrien yaitu
C, H, O, N, S, P, K, Mg, Ca, Na, dan Cl, sedangkan yang dibutuhkan dalam
jumlah sedikit adalah mikro nutrien yang terdiri dari Fe, Mn, Cu, Zn, B, Mo, Si,
V, dan Co. Unsur P dan N sering menjadi faktor pembatas bagi fitoplankton di
dalam suatu perairan karena kedua unsur ini dibutuhkan dalam jumlah yang besar,
namun bila kedua unsur tersebut ketersediaannya di habitat bersangkutan di
bawah kebutuhan minimum akan mengakibatkan pertumbuhan fitoplankton
terganggu atau populasinya akan menurun (Basmi, 1999). Unsur P digunakan
untuk kebutuhan energi dan unsur N digunakan untuk kebutuhan protein.
Indeks keanekaragaman (H), keseragaman (E), dan dominansi (C)
merupakan indeks yang digunakan untuk menilai kestabilan komunitas biota suatu
perairan dengan kondisi di perairan itu sendiri. Nilai indeks keanekaragaman dan
keseragaman paling tinggi terdapat pada kepadatan 50 ekor/m3 sebesar 1,74 dan
0,55; sedangkan nilai indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi
paling rendah terdapat pada kepadatan 25 ekor/m3 berturut-turut adalah 1,26;
0,38; dan 0,16. Indeks dominansi tertinggi nilainya pada kepadatan 75 ekor/m3
sebesar 0,29. Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi secara
berturut - turut berkisar antara 1,08-2,01; 0,14-0,61; 0,11-0,39 (Lampiran 5).
Batasan nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman sekitar < 0,75 (Odum,
1998). Kisaran nilai indeks dominansi adalah antara 0-1 (Odum, 1998). Nilai yang
mendekati nol menunjukkan bahwa tidak ada genus dominan dalam komunitas.
Hal ini menunjukkan bahwa kondisi struktur komunitas dalam keadaan stabil.
Sebaliknya, nilai yang mendekati 1 menunjukkan adanya genus yang dominan.
Hal ini menunjukkan bahwa kondisi struktur komunitas dalam keadaan labil dan
terjadi tekanan ekologis. Hasil dari nilai indeks dominansi dari masing-masing
kepadatan nilem menunjukkan nilai mendekati 0, artinya tidak ada genus dominan
dalam komunitas. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi struktur komunitas dalam
-
26
keadaan stabil (Odum, 1998). Selain nutrien, suhu sangat mempengaruhi
keberadaan fitoplankton. Umumnya fitoplankton dapat berkembang dengan baik
pada suhu 250C. Pada penelitian ini, suhu selama pemeliharaan 40 hari berkisar
antara 25,00-31,30oC.
Tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate) nilem selama 40 hari
pemeliharaan pada masing-masing perlakuan memiliki kisaran 86,86%-88,57%.
Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan, peningkatan kepadatan nilem tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup (p>0,05)
Lampiran 1. Nilai tingkat kelangsungan hidup yang tidak berbeda jauh dalam
penelitian ini pada masing-masing kepadatan menunjukkan bahwa dengan ruang
yang sama namun berbeda padat tebar ternyata dengan padat tebar yang semakin
tinggi, ikan nilem masih dapat bertahan hidup dan memiliki pertumbuhan yang
lebih baik. Kecenderungan penurunan nilai tingkat kelangsungan hidup di awal
pemeliharaan dapat disebabkan karena ikan nilem membutuhkan waktu untuk
melakukan adaptasi terhadap lingkungannya. Kondisi lingkungan masih dapat
mendukung pemeliharaan ikan nilem hingga kepadatan 75 ekor/m3 sehingga lebih
baik dilakukan karena lebih efektif. Parameter kualitas air merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan budidaya. Kualitas air yang
berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan nilem antara lain nitrit,
nitrat, amonia, oksigen terlarut, pH dan suhu (Benlu dan Ksal, 2005; Abbas,
2006). Beberapa parameter kualitas air yang berpengaruh langsung pada ikan
antara lain suhu, amonia (NH3), oksigen (O2), dan derajat keasaman (pH).
Kondisi kualitas air yang buruk dapat menyebabkan stress sampai kematian
pada ikan yang dibudidayakan. Pengamatan kualitas air selama penelitian seperti
nitrit, nitrat, amonia, pH, oksigen terlarut,kesadahan, alkalinitas, fosfat, dan suhu
pada pemeliharaan benih ikan nilem di kolam air tawar tersaji pada Lampiran 4.
Jika mengacu dari ketentuan peraturan tentang kualitas air untuk budidaya ikan,
maka kisaran parameter yang diamati masih berada pada kondisi yang optimal
atau masih memenuhi nilai ambang batas baku mutu. Namun yang harus
diwaspadai adalah perubahan suhu yang drastis, karena hal ini dapat memicu
stress pada ikan, sehingga laju metabolisme ikan juga akan meningkat (Effendi,
2003).
-
27
Suhu sangat berpengaruh pada pertumbuhan. Suhu yang optimal untuk
pertumbuhan ikan nilem antara 27,50 oC-32,50
oC. Pada suhu 35
oC pertumbuhan
akan berlangsung lambat, dan akan terjadi deformasi pada suhu yang lebih tinggi
lagi. Hargreaves dan Tucker (2004) menyatakan, bahwa pemeliharaan ikan di atas
suhu 27,50 oC dapat mencegah terjadinya infeksi penyakit bakteri dan virus. Nilai
suhu selama pemeliharaan 40 hari berkisar antara 25,00-31,30 oC. Ikan tumbuh
cukup lambat pada kisaran pH antara 5 sampai 6,5 (Boyd, 1990). Menurut Mays
(1996), nilai pH air yang optimal untuk pertumbuhan ikan berdasarkan adalah
antara 6 sampai 9 Selama penelitian ini kisaran nilai pH berkisar antara 6,00-8,44.
Konsentrasi oksigen terlarut selama pemeliharaan berkisar antara 5,8-7,8 mg/l.
Kondisi tersebut masih berada pada kondisi optimum untuk pemeliharaan ikan.
Pillay (1993) menyatakan konsentrasi oksigen terlarut untuk pemeliharaan ikan
sebaiknya tidak kurang dari 3 mg/l. Selama pemeliharaan nilai konsentrasi amonia
berkisar antara 0,006-0,019 mg/l. Kondisi tersebut masih dapat di toleransi oleh
ikan, karena menurut Wedemeyer (2001), kadar amonia sebaiknya berkisar
< 0,1 mg/l, namun Pillay (1993) menyebutkan ambang batas maksimum
konsentrasi amonia untuk kegiatan budidaya adalah 0,02 mg/l meskipun tingkat
toleransi ikan terhadap amonia berkisar antara 0-2,0 mg/l.
Kadar alkalinitas media selama pemeliharaan ikan nilem dari setiap
perlakuan kepadatan berada pada kisaran 36-52 mg/l CaCO3. Nilai alkalinitas
perairan hampir tidak pernah melebihi 500 mg/l CaCO3. Perairan dengan nilai
alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena
biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium
yang tinggi. Nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30-500 mg/l CaCO3
(Effendi, 2003). Kadar kesadahan media pemeliharaan ikan nilem pada penelitian
ini memiliki kisaran 118,198-177,297 mg/l CaCO3. Nilai kisaran kesadahan ini
masih dapat ditoleransi karena menurut Effendi (2003), kadar kesadahan yang
baik untuk perairan alami adalah 120-500 mg/l CaCO3. Kadar nitrit selama
pemeliharaan nilem berada pada kisaran 0,015-0,212 mg/liter. Menurut Effendi
(2003), perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001-0,060 mg/l, namun di
perairan kadar nitrit jarang melebihi 1 mg/l. Kadar nitrat pemeliharaan nilem dari
setiap padat tebar berada pada kisaran 0,123-1,143 mg/l. Selama pemeliharaan
-
28
kadar nitrat berfluktuasi. Kadar nitrat yang baik untuk perairan tawar berkisar 0-1
mg/l (Effendi, 2003). Kadar fosfat berkisar antara 0,020-0,086 mg/liter. Kadar
fosfat untuk perairan tawar berkisar antara 0,051-0,100 mg/l (Effendi, 2003).
Secara umun kondisi lingkungan masih dapat mendukung kehidupan dan
pertumbuhan ikan nilem dengan peningkatan kepadatan dan pemanfaatan limbah
budidaya, sehingga melalui sistem ini produktivitas dapat lebih ditingkatkan.
Hasil analisis usaha pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa ikan nila pada
kepadatan 50 ekor/m2 mengalami kerugian sebesar Rp 21.650,00. Hal ini diduga
akibat banyaknya ikan nila yang mati pada awal pemeliharaan sehingga hasil ikan
yang dipanen juga sedikit. Namun, pada ikan nila kepadatan 100 dan 150 ekor/m2
mengalami keuntungan sebesar Rp 34.460,00 dan Rp 51.850,00. Berbeda dengan
ikan nila, ikan nilem dan lele pada masing-masing padat tebar mengalami
keuntungan. Pada ikan nilem kepadatan 25, 50, dan 75 ekor/m3 keuntungan yang
diperoleh dalam budidaya ini secara berturut-turut adalah sebesar Rp 4.354,00;
Rp 12.454,00; dan Rp 17.150,00. Sedangkan pada ikan lele dengan kepadatan 50,
100, dan 150 ekor/m2 secara berturut-turut memperoleh keuntungan
Rp 108.919,00; Rp 153.557,00; Rp 241.578,00. Secara keseluruhan, nilai
keuntungan yang besar terdapat pada kepadatan ikan yang lebih tinggi dalam
budidaya sistem resirkulasi dan akuaponik ini, namun keuntungan yang diperoleh
nilainya masih kecil sehingga dalam sistem ini perlu dilakukan peningkatan
kepadatan agar keuntungan yang diperoleh dapat maksimal.
-
29
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Sistem budidaya ikan nilem dengan memanfaatkan limbah budidaya dapat
mengurangi pemberian pakan. Peningkatan kepadatan budidaya 75 ekor/m3 dan
FR 1,5% menghasilkan pertumbuhan lebih baik dari kepadatan 50 dan
25 ekor/m3. Pemeliharaan ikan nilem pada kepadatan 75 ekor/m
3 dengan
pemanfaatan limbah lebih efektif dilakukan dalam budidaya.
4.2 Saran
Penelitian selanjutnya perlu dilakukan peningkatan kepadatan untuk
mengetahui batas maksimum kepadatan dalam budidaya dengan penggunaan air
yang terbatas.
-
30
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, H.H., 2006. Acute toxicity of ammonia to common carp fingerlings
(Cyprinus carpio) at different pH levels. Pakistan J. Bio. Sci. 9 (12): 2215-
2221.
Basmi, J., 1999. Planktonologi: plankton sebagai bioindikator kualitas perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Benlu, A.C.K., and Ksal G.I.K., 2005. The acute toxicity of ammonia on tilapia
(Oreochromis niloticus L.) Larvae and Fingerlings. Turk J Vet Anim Sci 29:
339-344.
Boyd, C.E., 1990. Water quality in ponds for aquaculture. Auburn Universirty.
Alabama.
Diver, S., 2006. Aquaponic-integration hydroponic with aquaculture. National
Centre of Appropriate Technology. Department of Agricultures Rural Bussiness Cooperative Service. P. 28
Effendie, M.I., 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta.
Effendi, H., 2003. Telaah kualitas air: bagi pengelolaan sumber daya dan
lingkungan perairan. Kanisius, Yogyakarta.
FAO. 2005. The state of world fisheries and aquaculture 2004.
FAO. 2009. The state of world fisheries and aquaculture 2008.
Gustiano, R. dan Arifin, Z.O., 2010. Budidaya ikan nila BEST. IPB Press, Bogor.
Hargreaves, A. dan Tucker, S.C., 2004. Biology and culture of channel catfish,
pond water quality. Elsivier, USA.
Huisman, E.A., 1987. The principles of fish culture production. Departement of
Aquaculture. Wageningen University, Netherland.
Jangkaru, Z., 2002. Pembesaran ikan air tawar di berbagai lingkungan
pemeliharaan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kennish, M.J., 1990. Ecology of estuaries., Vol II : Biological aspects. CRC Press
Inc. Boca Raton. USA.391p.
Khairuman dan Amri, K., 2003. Budidaya lele dumbo secara intensif. Agro Media
Pustaka, Jakarta.
Makmur, S., 2010. Ikan nilem (Osteochilus hasselti Val.) di danau mooat sulawesi
utara. Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Palembang.
-
31
Mays, L.W., 1996. Water recources handbook. Mc Graw-Hill, New York. 33.35h.
Nugroho, E., 2008. Panduan lengkap ikan konsumsi air tawar populer. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Odum, E.P., 1998. Dasar-dasar ekologi (Alih bahasa oleh T. Samingan). T. Edisi
Ketiga. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Parsons, T.R., Hargrave B., dan Takahashi, M., 1984. Biological oceanographic
process. Third Edition. Pergamon Press. Oxford. 330 h.
Pramono, T.B., 2009. Budidaya ikan di lahan dan air terbatas. Suara Merdeka.
April. 2009.
Pillay, T.V.R., 1993. Aquaculture principles and practices. Fishing News (Books)
Ltd., London.
Rakocy. 2006. Recirculating aquaculture tank production systems: aquaponicsintegrating fish and plant culture. Southern Regional Aquaculture Center,
United States Department of Agriculture, Cooperative State Research,
Education, and Extension Service.
Setijaningsih, L., Subagja, J., Sutrisno. 2010. Optimalisasi produksi dengan
meningkatkan sintasan melalui penundaan usia tebar larva pada pendederan
pertama ikan nilem (Osteochillus hasselti CV). [Riset]. Instalasi Riset
Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung. Bogor.
Sukimin, S., Isdrajat S., dan Vitner Yon. 2002. Petunjuk praktikum biologi
perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Sumoharjo. 2010. Penyisihan limbah nitrogen pada pemeliharaan ikan nila
Oreochromis niloticus dalam sistem akuaponik : konfigurasi desain
bioreaktor. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Surawidjaja, E.H., 2006. Akuakultur berbasis trophic level: revitalisasi untuk ketahanan pangan, daya saing ekspor, dan kelestarian lingkungan. Orasi
Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Akuakultur.
Trubus. 2009. Nilem: Diolah naik derajat. http://www.trubus.com [15 Oktober
2011].
-
32
LAMPIRAN
-
33
Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat
kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem
Sumber Keragaman JK DB KT F-hit Sig.
Perlakuan 5,662 2 2,831 1,469 0,302
Sisa 11,562 6 1,927
Total 17,224 8
Keterangan: P>0,05 berarti kepadatan tidak berpengaruh terhadap kelangsungan
hidup benih ikan nilem.
-
34
Lampiran 2. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap laju
pertumbuhan spesifik (specific growth rate) benih ikan nilem
a. Pertumbuhan bobot benih ikan nilem dari masing masing perlakuan
Parameter Perlakuan
25 ekor/m3 50 ekor/m
3 75 ekor/m
3
Bobot awal (g) 2,24 0,65 2,39 0,67 2,60 0,76
Bobot akhir (g) 4,17 1,30 5,75 2,08 6,31 3,23
Laju pertumbuhan spesifik (%bt/hr) 1,56 0,02 2,21 0,12 2,24 0,21
b. Analisis ragam specific growth rate (SGR) benih ikan nilem
Sumber Keragaman JK DB KT F-hit Sig.
Perlakuan 0,869 2 0,434 22,904 0,002
Sisa 0,114 6 0,019
Total 0,983 8
Keterangan: P
-
35
Lampiran 3. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap pertambahan
panjang mutlak benih ikan nilem
a. Pertambahan panjang benih ikan nilem
Parameter Perlakuan
25 ekor/m3 50 ekor/m3 75 ekor/m3
Panjang awal (cm) 5,65 0,62 5,62 0,59 5,76 0,67
Panjang akhir (cm) 6,82 0,90 7,55 1,15 7,73 1,30
Pertambahan panjang mutlak (cm) 1,17 0,21 1,93 0,13 1,97 0,27
b. Analisis ragam panjang mutlak benih ikan nilem
Sumber Keragaman JK DB KT F-hit Sig.
Perlakuan 1,203 2 0,602 13,178 0,006
Sisa 0,274 6 0,046
Total 1,477 8
Keterangan: P
-
36
Lampiran 4. Hasil analisis kualitas ikan nilem selama pemeliharaan 40 hari
No. Parameter Kisaran Ketentuan
Peraturan
1. Suhu (oC) 25,00-31,30 27,50-32,50
2. Ph 6,00-8,44 6,00-9,00
3. DO (mg/l) 5,80-7,80 > 3,00
4. Alkalinitas (mg/l CaCO3) 36-52 30-500
5. Kesadahan (mg/l CaCO3) 118,198-177,297 120-500
6. Nitrit (mg/l) 0,015-0,212 0,001-0,060
7. Nitrat (mg/l) 0,123-1,143 0-1
8. Fosfat (mg/l) 0,020-0,086 0,051-0,100
9. Amonia (mg/l) 0,006-0,019 < 0,1
10. TOM (mg/l KMnO4) 27,647-123,619 < 200
-
37
Lampiran 5. Analisis fitoplankton selama 40 hari masa pemeliharaan pada
budidaya nilem dengan kepadatan 25, 50, dan 75 ekor/m3
a. Hasil analisis fitoplankton pada budidaya nilem dengan kepadatan 25 ekor/m3
Nama Kelas
Kelimpahan (sel/l)
25 ekor/m3
H10
25 ekor/m3
H20
25 ekor/m3
H30
25 ekor/m3
H40
Cyanophyceae 245.586 896.650 997.436 1.061.438
Euglenophyceae 1.287 2.563 3.458 3.975
Chlorophyceae 564.826 866.547 2.673.775 3.776.873
Bacillariophyceae 765.858 976.857 1.238.776 609.845
Dinophyceae 0 216 457 0
Kelimpahan Total (sel/l) 0,76 x106 0,96 x 106 0,98 x 106 1,25 x 106
Jumlah Taksa (S) 14 16 17 19
Indeks Keanekaragaman
(H') 1,08 1,18 1,23 1,56
Indeks Keseragaman (E) 0,14 0,33 0,47 0,56
Indeks Dominasi (C) 0,11 0,15 0,18 0,20
b. Hasil analisis fitoplankton pada budidaya nilem dengan kepadatan 50 ekor/m3
Nama Kelas
Kelimpahan (sel/l)
50 ekor/m3
H10
50 ekor/m3
H20
50 ekor/m3
H30
50 ekor/m3
H40
Cyanophyceae 1.337.255 342.157 1.673.203 721.242
Euglenophyceae 41.830 6.536 36.275 6.536
Chlorophyceae 689.216 2.132.026 1.351.634 3.643.791
Bacillariophyceae 349.346 1.290.523 758.170 64.706
Dinophyceae 327 0 0 654
Kelimpahan Total (sel/l) 2,42 x 106 3,77 x 106 3,82 x 106 4,44 x 106
Jumlah Taksa (S) 24 26 20 28
Indeks Keanekaragaman
(H') 1,94 1,34 1,77 1,93
Indeks Keseragaman (E) 0,61 0,41 0,59 0,58
Indeks Dominasi (C) 0,21 0,36 0,23 0,22
c. Hasil analisis fitoplankton pada budidaya nilem dengan kepadatan 75 ekor/m3
Nama Kelas
Kelimpahan (sel/l)
75 ekor/m3
H10
75 ekor/m3
H20
75 ekor/m3
H30
75 ekor/m3
H40
Cyanophyceae 445.752 1.420.915 2.567.320 7.676.471
Euglenophyceae 3.268 12.092 35.294 79.085
Chlorophyceae 984.314 2.780.392 907.190 1.866.340
Bacillariophyceae 711.765 80.065 1.058.497 1.836.275
Dinophyceae 980 4.902 327 0
Kelimpahan Total (sel/l) 2,15 x 106 4,30 x 106 4,57 x 106 11,46 x 106
Jumlah Taksa (S) 22 28 23 24
Indeks Keanekaragaman
(H') 1,61 2,01 1,55 1,43
Indeks Keseragaman (E) 0,52 0,60 0,50 0,45
Indeks Dominasi (C) 0,26 0,19 0,33 0,39
-
38
Lampiran 6. Analisis usaha ikan nila, nilem, dan lele selama 40 hari masa
pemeliharaan
a. Hasil analisis usaha ikan nila pada masing-masing kepadatan
IKAN NILA
50 ekor/m2
Ukuran: Konsumsi Benih 10-12 cm
Media Pemeliharaan: (350 ekor x Rp 200,00) Rp 70.000,00
Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan
Waktu Pemeliharaan: 40 hari (4,30 kg x Rp 5.500,00) Rp 23.650,00
Total Pengeluaran Rp 93.650,00
PANEN (4,50 kg x Rp 16.000,00) Rp 72.000,00
Keuntungan -Rp 21.650,00
100 ekor/m2
Ukuran: Konsumsi Benih 10-12 cm
Media Pemeliharaan: (700 ekor x Rp 200,00) Rp 140.000,00
Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan
Waktu Pemeliharaan: 40 hari (8,60 kg x Rp 5.500,00) Rp 47.300,00
Total Pengeluaran Rp 187.300,00
PANEN (13,86 kg x Rp 16.000,00) Rp 221.760,00
Keuntungan Rp 34.460,00
150 ekor/m2
Ukuran: Konsumsi Benih 10-12 cm
Media Pemeliharaan: (1050 ekor x Rp 200,00) Rp 210.000,00
Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan
Waktu Pemeliharaan: 40 hari (12,90 kg x Rp 5.500,00) Rp 70.950,00
Total Pengeluaran Rp 280.950,00
PANEN (20,80 kg x Rp 16.000,00) Rp 332.800,00
Keuntungan Rp 51.850,00
-
39
b. Hasil analisis usaha ikan nilem pada masing-masing kepadatan
IKAN NILEM
25 ekor/m3
Ukuran: Konsumsi Benih 5 cm
Media Pemeliharaan: (175 ekor x Rp 50,00) Rp 8.750,00
Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan
Waktu Pemeliharaan: 40 hari (0,66 kg x Rp 5.500,00) Rp 3.635,00
Total Pengeluaran Rp 12.385,00
PANEN (0,93 kg x Rp 18.000,00) Rp 16.740,00
Keuntungan Rp 4.354,00
50 ekor/m3
Ukuran: Konsumsi Benih 5 cm
Media Pemeliharaan: (325 ekor x Rp 50,00) Rp 16.250,00
Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan
Waktu Pemeliharaan: 40 hari (0,82 kg x Rp 5.500,00) Rp 4.488,00
Total Pengeluaran Rp 20.738,00
PANEN (1,83kg x Rp 18.000,00) Rp 32.832,00
Keuntungan Rp 12.454,00
75 ekor/m3
Ukuran: Konsumsi Benih 5 cm
Media Pemeliharaan: (525 ekor x Rp 50,00) Rp 26.250,00
Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan
Waktu Pemeliharaan: 40 hari (1,24 kg x Rp 5.500,00) Rp 6.820,00
Total Pengeluaran Rp 33.070,00
PANEN (2,79kg x Rp 18.000,00) Rp 50.220,00
Keuntungan Rp 17.150,00
-
40
c. Hasil analisis usaha ikan lele pada masing-masing kepadatan
IKAN LELE
50 ekor/m2
Ukuran: Konsumsi Benih 10 - 12 cm
Media Pemeliharaan: (500 ekor x Rp 250,00) Rp 125.000,00
Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan
Waktu Pemeliharaan: 40 hari (14,30 kg x Rp 5.500,00) Rp 78.923,00
Total Pengeluaran Rp 130.500,00
PANEN (29,90 kg x Rp 8.000,00) Rp 239.419,00
Keuntungan Rp 108.919,00
100 ekor/m2
Ukuran: Konsumsi Benih 10 - 12 cm
Media Pemeliharaan: (1000 ekor x Rp 250,00) Rp 250.000,00
Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan
Waktu Pemeliharaan: 40 hari (34,14 kg x Rp 5.500,00) Rp 187.700,00
Total Pengeluaran Rp 437.700,00
PANEN (73,90 kg x Rp 8.000,00) Rp 591.257,00
Keuntungan Rp 153.557,00
150 ekor/m2
Ukuran: Konsumsi Benih 10 - 12 cm
Media Pemeliharaan: (1500 ekor x Rp 250,00) Rp 375.000,00
Bak Beton 3x3,25x0,73 m3 Pakan
Waktu Pemeliharaan: 40 hari (59,40 kg x Rp 5.500,00) Rp 326.688,00
Total Pengeluaran Rp 701.688,00
PANEN (117,90 kg x Rp 8.000,00) Rp 943.266,00
Keuntungan Rp 241.578,00