C08nuu

54
EFEKTIVITAS PROPOLIS TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GUPPY Poecilia reticulata OLEH NAFISAH UMMATUL UKHROY C14104033 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

description

kromosom

Transcript of C08nuu

Page 1: C08nuu

EFEKTIVITAS PROPOLIS TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GUPPY Poecilia reticulata

OLEH

NAFISAH UMMATUL UKHROY

C14104033

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 2: C08nuu

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMNER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: EFEKTIVITAS PROPOLIS TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN

GUPPY Poecilia reticulata

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Desember 2008

Nafisah Ummatul Ukhroy

C14104033

Page 3: C08nuu

RINGKASAN

NAFISAH UMMATUL UKHROY. Efektivitas Propolis Terhadap Nisbah

Kelamin Ikan Guppy Poecilia reticulata. Dibimbing oleh DINAR TRI

SOELISTYOWATI dan HARTON ARFAH.

Propolis memiliki komposisi bahan yang dapat digunakan untuk pengarahan kelamin ikan salah satunya adalah crysin dan berbagai macam mineral. Crysin merupakan salah satu bahan aktif yang terdapat di dalam madu sehingga bersifat lebih alami. Chrysin mengandung flovonoid salah satu bahan penghambat enzim aromatase atau lebih dikenal dengan aromatase inhibitor. Aromatase merupakan enzim yang berfungsi sebagai katalis konversi testosteron (androgen) menjadi estradiol (estrogen). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis efektif penggunaan propolis melalui pakan pada pengarahan kelamin jantan ikan guppy jantan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2008 di Laboratorium Pengembangan dan Genetika Ikan, Laboratorium Kesehatan Ikan dan Teaching Farm, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui dosis perlakuan yang akan diberikan. Sebanyak 6 ekor ikan betina ditempatkan ke dalam akuarium berukuran 20 x 20 x 20 cm dan diberi makan dengan pellet yang telah disemprot dengan larutan propolis dengan dosis 20,40,60,80,100,300,500 μL/kg pakan dalam alkohol teknis 70% sebanyak 250 ml/kg pakan. Pemberian pakan dilakukan hingga 10 hari. Dosis propolis penelitian berdasarkan lethal dosis adalah 0 (kontrol), 20, 40, dan 60 μl/ kg pakan. Pemeliharaan induk secara terpisah dilakukan sampai 2 bulan hingga induk betina siap untuk dikawinkan. Ikan jantan dan betina dipasangkan dalam satu akuarium dengan perbandingan jantan dan betina 1:2 selama 4 hari. Kemudian ikan jantan dipisahkan dari induk betina. Ikan betina kemudian diberi pakan dengan dosis propolis 0, 20, 40, 60 μL/kg pakan selama 10 hari. Selanjutnya, diberi pakan pelet tanpa pemberian propolis dan cacing sampai induk betina melahirkan anaknya. Larva kemudian dipelihara sampai menunjukkan ciri kelamin sekunder dan diberi makan pelet dan cacing. Sampling dilakukan pada umur anak 2 bulan. Parameter yang diukur adalah persentase jantan berdasarkan pengamatan karakter sekunder dan pemeriksaan jaringan gonad dengan menggunakan metode asetokarmin, SR dan kualitas air. Data persentase jantan dan kelangsungan hidup disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta dianalisis secara statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan dilanjutkan dengan analisis koefisien korelasi dengan metode statistik kualitatif khi-kuadrat, untuk menguji dependensi frekuensi jantan dengan perlakuan dalam bentuk tabel kontingensi.

Dari pelitian didapatkan hasil bahwa pada uji lethal dosis pada dosis propolis 20 dan 40 μl/kg pakan tingkat kelangsungan hidup 100%. Sedangkan pada dosis propolis 60 dan 80 μl/kg pakan menunjukkan kelangsungan hidup lebih rendah 33% dan 66 %. Pada dosis yang lebih tinggi mencapai 0%. Derajat kelangsungan hidup larva ikan yang telah berumur 2 bulan dengan perlakuan yang berbeda memiliki nilai mendekati 100% dari perlakuan dosis propolis 0, 20

Page 4: C08nuu

hingga 40 μl/kg pakan. Pada perlakuan 60 μl/kg pakan menunjukkan nilai yang tinggi tetapi memiliki efek lethal. Perlakuan dosis propolis 20 μl/kg memiliki persentase jantan yang cukup tinggi sebesar 36.81% (± 21.53) tanpa menimbulkan efek lethal. Hasil perlakuan memberikan pengaruh nyata pada kelangsungan hidup larva ikan guppy (P < 0.05). Hasil perlakuan menunjukkan tidak ada kecenderungan peningkatan jantan dengan peningkatan dosis yang diberikan yang diberikan ( P < 0.05). Rata-rata persentase jantan tertinggi terdapat pada perlakuan dosis propolis 60 μl/kg pakan yaitu sebesar 55.17% dan terendah pada kontrol sebesar 24.30% (±3.73).

Berdasarkan analisis kontengensi menggunakan uji x2 menunjukkan perbedaan keempat dosis perlakuan terhadap perubahan nisbah kelamin, disimpulkan bahwa penggunaan dosis propolis yang berbeda menyebabkan perbedaan efektifitasnya dalam pengarahan kelamin jantan pada ikan guppy. Proporsi ikan jantan pada perlakuan 60 μL propolis/kg pakan lebih besar daripada perlakuan popolis 0, 20, dan 40 μL propolis/kg pakan. Hal ini menunjukkan perlakuan propolis 60 μL propolis/kg pakan signifikan berpengaruh terhadap nisbah kelamin jantan ikan guppy. Rata-rata pakan yang dikonsumsi induk ikan guppy untuk semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0.05). Hal ini berarti bahwa induk ikan guppy mengkonsumsi jumlah pakan yang hampir sama dan tidak terpengaruh oleh rasa pakan yang berbeda pada berbagai perlakuan dengan propolis. Pada pengamatan gonad dengan asetokarmin, ikan jantan (secara morfologi) memiliki jaringan gonad berupa bakal sperma.

Page 5: C08nuu

EFEKTIFITAS PROPOLIS TERHADAP NISBAH KELAMIN

IKAN GUPPY Poecilia reticulata

NAFISAH UMMATUL UKHROY

SKRIPSI sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Page 6: C08nuu

Judul Skripsi : Efektivitas Propolis Terhadap Nisbah Kelamin

Ikan Guppy Poecilia reticulata

Nama Mahasiswa : Nafisah Ummatul Ukhroy

NRP : C14104033

Disetujui,

Pembimbing I

Dr. Ir. Dinar Tri Soelityowati NIP. 131413353

Pembimbing II

Ir. Harton Arfah M. Si NIP. 131953484

Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indrajaya M. Sc NIP. 131578799

Tanggal Lulus : 5 Desember 2008

Page 7: C08nuu

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dan puji syukur ke hadirat Alloh SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul Efektifitas

Propolis Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Guppy Poecilia reticulata ini dapat

diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya :

1. Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyawati, dan Ir. Harton Arfah, M. Si sebagai dosen

pembimbing skripsi, atas semua kesabarannya dalam memberikan bimbingan

dan pengarahan selama penelitian dan penulisan skripsi.

2. Ir. Mia Setiawati M. Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan

demi kesempurnaan penulis skripsi.

3. Prof. Dr. Komar Sumantadinata dan Dr. Alimmudin atas saran dan masukan

selama penelitian.

4. Ibu, Bapak, Mas Wawan, Auk, dan Waskita Adiguna atas semangat, doa, dan

kasih sayang yang telah dicurahkan.

5. Teman-teman seperjuangan BDP’41, Fiska, Deby, Sarah, Martha, Rissa dan

Salwa.

6. Teman-teman sedaerah Pati Rani, Ratna, Icha, dan Sunda Karya Crew serta

semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan

penyusunan skripsi.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu saran dan

kritik penulis harapkan. Semoga skrpsi ini dapat bermanfaat dan memberikan

informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2008

Nafisah Ummatul Ukhroy

Page 8: C08nuu

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 21 Mei 1986 dari

pasangan Bapak Masruri dan Ibu Sundari Sutji. Penulis merupakan anak kedua

dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN

Tambakromo 03 tahun 1998, SLTPN 1 Pati tahun 2001, SMUN 1 Pati tahun

2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Teknologi dan

Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi

Masuk IPB).

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi Asisten Dasar-Dasar

Akuakultur 2005/2006, Dasa-Dasar Mikrobiologi Akuatik 2005/2006, Fisiologi

dan Reproduksi Ikan 2006/2007, Dasar-dasar Gentika Ikan 2007/2008, Fisiologi

dan Reproduksi Biota Akuatik 2008/2009, Teknik Pembuatan dan Pemberian

Pakan Ikan 2008/2009. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Praktek Lapang

Pembenihan Udang Vanname Littopennaeus vannamei di PT. Tirta Mutiara

Makmur Situbondo dan Praktek Lapang Pembesaran Kerapu Macan Epinephelus

fuscoguttatus di UD. Sumber Kerapu Sejati. Selain itu, penulis juga aktif menjadi

Pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) BDP pada 2005-2006,

Divisi Pemberdayaan dan Pelayanan Publik BEM Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan Institut Pertanian Bogor periode 2006/2007, dan anggota Ikatan

Keluarga Mahasiswa Pati.

Tugas akhir penelitian diselesaikan dengan menulis skripsi dengan judul

”Efektivitas Propolis Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Guppy Poecilia

reticulata”.

Page 9: C08nuu

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI....................................................................................................vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR.........................................................................................x

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xi

I. PENDAHULUAN ..........................................................................................1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................1

1.2 Tujuan .....................................................................................................2

II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................3

2.1 Ikan Guppy Poecilia reticulata...............................................................3

2.2 Perubahan Jenis Kelamin ........................................................................4

2.3 Propolis ..................................................................................................8

III. BAHAN DAN METODE .........................................................................12

3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................12

3.2 Alat dan Bahan......................................................................................12

3.3 Metode Penelitian ................................................................................13 3.3.1 Pengujian Lethal Dosis ................................................................13 3.3.2 Penentuan Dosis Resin Pada Pakan .............................................13 3.3.3 Pembuatan Pakan .........................................................................13 3.3.4 Pemeliharaan Induk dan Larva ....................................................14 3.3.5 Sampling ......................................................................................14

3.4 Pengukuran Variabel.............................................................................15

3.5 Analisis data ..........................................................................................15

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................18

4.1 Hasil ......................................................................................................18 4.1.1 Penentuan Lethal Dosis.................................................................18 4.1. 2 Derajat Kelangsungan Hidup Larva.............................................18 4.1.3 Keberhasilan Pengarahan Kelamin....... ........................................19 4.1.4 Pengamatan Gonad Ikan Guppy Jantan dan Betina ......................20 4.1.5 Jumlah Intake per Hari ..................................................................21 4.1.6 Kualitas air ....................................................................................21

4.2 Pembahasan...........................................................................................22

V. KESIMPULAN...........................................................................................28

5.1 Kesimpulan ...........................................................................................28

Page 10: C08nuu

5.2 Saran......................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................29

LAMPIRAN.....................................................................................................33

Page 11: C08nuu

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Metode pengarahan kelamin pada ikan.........................................................6 2. Contoh jenis-jenis hormon ............................................................................7 3. Komposisi pakan buatan .............................................................................12 4. Dosis dan jumlah bahan untuk perlakuan ...................................................13 5. Derajat kelangsungan hidup induk ikan guppy pada uji lethal dosis..........18 6. Uji proporsi ikan guppy jantan pada perlakuan dosis propolis ..................20 7. Jumlah konsumsi pakan harian pada induk ikan guppy.............................21 8. Pengukuran parameter kualitas air selama penelitian .................................22

Page 12: C08nuu

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Struktur kimia chrysin....................................................................................9 2. Persentase kelangsungan hidup (SR) larva ikan guppy ...............................19 3. Persentase ikan guppy jantan pada perlakuan propolis (0,20,40,60 μl/kg

pakan ............................................................................................................19 4. Ikan guppy jantan (kiri) dan betina (kanan).................................................20 5. Gonad ikan jantan (kiri) dan gonad ikan betina (kanan) dengan

pewarnaan asetokarmin................................................................................21 6. Diagram proses steroidogenesis dengan adanya kalium dan chrysin ..........23 7. Diagram biosintesis steroid ..........................................................................25

Page 13: C08nuu

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Cara pembuatan larutan asetokarmin ...........................................................33 2. Derajat kelangsungan hidup larva ikan guppy umur 2 bulan (%) pada

perlakuan popolis .........................................................................................34 3. Analisis ragam pada perlakuan propolis/kg pakan terhadap nilai sintasan

kelangsungan hidup larva ikan guppy..........................................................35 4. Persentase jantan pada pengarahan kelamin dengan perlakuan propolis.....36 5. Analisis ragam pada perlakuan propolis/kg pakan persentase ikan guppy

jantan............................................................................................................37 6. Uji kontingensi khi kuadrat pada perlakuan propolis/kg pakan terhadap

persentase ikan guppy jantan .......................................................................38 7. Uji proporsi pada perlakuan propolis/kg pakan terhadap persentase ikan

guppy jantan.................................................................................................39 8. Analisis ragam pada pemberian pakan induk ikan guppy betina................40

Page 14: C08nuu

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan guppy merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang

dibudayakan di Indonesia. Ikan guppy diminati masyarakat karena memiliki

variasi warna yang sangat menarik pada bagian ekor. Secara morfologis ikan

guppy jantan lebih diminati karena memiliki corak warna yang lebih indah,

menarik, dan tubuh lebih ramping dibandingkan dengan ikan guppy betina.

Sehingga budidaya ikan guppy jantan lebih menguntungkan daripada ikan guppy

betina.

Dalam budidaya ikan produksi kelamin tunggal jantan atau betina dengan

teknik pengarahan kelamin (sex reversal) dapat dilakukan dengan cara hormonal,

kromosonal, atau kombinasi keduanya (Sumantadinata, 1983). Pengarahan

kelamin memberikan keuntungan secara ekonomis dari berbagai segi misalnya

laju pertumbuhan, dan tujuan estetik.

Pengarahan kelamin bertujuan untuk mengarahkan kelamin ikan dari

betina genetik menjadi jantan fungsional ataupun sebaliknya dengan rangsangan

hormon steroid pada fase pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin

dan belum ada pembentukan steroid. Hormon steroid yang sering digunakan

diantaranya adalah androgen dan estrogen. Androgen merupakan hormon

perangsang sifat-sifat jantan sedangkan estrogen merupakan hormon-hormon

perangsang sifat-sifat betina (Zairin,2002).

Keberhasilan pengarahan kelamin menggunakan hormon ditentukan oleh

berbagai faktor yaitu jenis ikan, umur ikan, jenis dan dosis hormon, suhu serta

waktu, lama dan cara pemberian hormon. Pada ikan guppy diferensiasi kelamin

berlangsung pada saat ikan dilahirkan sehingga pemberian hormon sebaiknya

dilakukan pada tahap embrio di dalam tubuh induknya. Dalam aplikasinya

penggunaan hormon sintetis dapat menimbulkan stress sehingga kelangsungan

hidup ikan menjadi rendah, harganya cukup tinggi, dan dari segi kesehatan dapat

bersifat karsinogenik. Oleh karena itu dicari bahan alternatif yang memiliki bahan

aktif untuk pengarahan kelamin yang bersifat lebih alami sehingga ramah

lingkungan.

Page 15: C08nuu

Bahan alternatif yang bersifat alami tersebut antara lain adalah propolis.

Propolis dilaporkan memiliki komposisi bahan yang dapat digunakan untuk

pengarahan kelamin ikan yaitu chrysin dan berbagai macam mineral. Chrysin

merupakan salah satu bahan aktif alami yang mengandung flovonoid sebagai

penghambat enzim aromatase atau lebih dikenal dengan aromatase inhibitor.

Aromatase merupakan enzim yang berfungsi sebagai katalis konversi testosteron

(androgen) menjadi estradiol (estrogen) (Dean, 2004).

Flavonoid juga terkandung dalam madu lebah yang digunakan untuk

pengarahan kelamin pada ikan nila GIFT Oreochromis niloticus yang diberikan

secara oral dengan dosis 200 ml/kg pakan dan tingkat keberhasilannya sebesar

93,33% (Syaifudin, 2004). Sebelumnya telah berhasil mengarahkan kelamin ikan

guppy menjadi jantan dengan perendaman induk selama 10 jam dengan dosis 60

ml/kg dan tingkat keberhasilan sebesar 59,5% (Martati, 2006). Sedangkan

Djaelani (2007) dan Sukmara (2007) yang melakukan dengan perendaman madu

larva ikan guppy, menghasilkan persentase jantan masing-masing 46,90% (dosis

10 ppt selama 10 jam) dan 46,99% (dosis 5 ppt selama 10 jam). Namun efektifitas

penggunaannya belum mencapai keberhasilan yang maksimal terkait dengan dosis

dan metode pemberiannya baik melalui perendaman maupun dicampurkan dengan

pakan. Kandungan glukosa dalam madu menyebabkan pH rendah sehingga

kualitas air budidaya menurun dan berdampak negatif terhadap kesehatan ikan

pada dosis tertentu (Sukmara, 2007). Propolis mengandung flavonoid dengan

kadar yang tinggi (kandungan bioflavonoid > 23.000 ppm/100ml) sehingga

diharapkan lebih efektif dan efisien berperan sebagai penghambat aromatase

namun ramah lingkungan.

1.2 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui efektifitas propolis

dosis 0, 20, 40, 60 μL/kg pakan pada pengarahan kelamin terhadap nisbah

kelamin ikan guppy.

Page 16: C08nuu

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Guppy Poecilia reticulata

Sistematika ikan guppy (Poecilia reticulata) menurut Axelrod dan Schultz

(1993) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Craniata

Superkelas : Gnatastomata

Kelas : Osteichthyes

Subkelas : Actinopterygii

Superordo : Teleostei

Ordo : Cyprinodontoidei

Subordo : Poecilioidea

Famili : Poecilidae

Genus : Poecilia

Spesies : Poecilia reticulata

Ikan guppy memiliki habitat asli di perairan dangkal, sungai, parit dan

danau. Ikan guppy berasal dari daerah utara Amazon yaitu Trinidad, Barbados,

Venezzuela, Gunaya, dan Brazil. Ikan guppy juga dapat hidup di perairan payau

(Nelson, 1984).

Ikan guppy termasuk famili Poecilidae yang mudah berkembangbiak. Ikan

guppy merupakan jenis ikan yang bersifat ovovivipar yaitu telur yang dibuahi

sperma secara internal, embrio disimpan, dan terus berkembangbiak hingga

terbentuk anak. Embrio mendapatkan makanan dari kuning telur tanpa adanya

pemindahan makanan dari induk menuju embrio (Jollie, 1964).

Ikan guppy mampu menyimpan sperma dalam jangka waktu yang lama di

dalam oviduk. Kemampuan ikan guppy dalam melahirkan termasuk tinggi namun

bervariasi tergantung pada umur dan strain ikan. Pada umumnya induk betina

mampu menghasilkan anak sebanyak 30-80 ekor namun ada juga yang sampai

ratusan ekor dalam 1 kali perkawinan (Fernando dan Phang, 1985).

Page 17: C08nuu

Calon induk yang baik biasanya minimal telah berumur 4-6 bulan dengan

perbandingan jantan dan betina 1: 2. Induk betina dipilih yang berukuran besar

dan berwarna cemerlang. Sedangkan induk jantan yang digunakan memiliki ciri-

ciri berwarna cerah dan ekornya mengembang lebar (Zairin, 2002).

Ikan guppy memiliki beberapa tahap dalam siklus hidupnya yaitu tahap

larva, tahap juvenil, tahap dewasa, dan masa pertumbuhan maksimum. Setelah

larva dilahirkan 3-4 minggu maka gonopodium (modifikasi sirip anal) pada ikan

jantan telah berkembang. Kemampuan berkembangbiak ikan guppy sudah sejak 3

minggu setelah ikan dilahirkan maka ikan guppy termasuk ke dalam ikan yang

cepat berkembangbiak. Sekali melakukan perkawinan dapat beranak sampai 3 kali

dengan jarak kelahiran 1 bulan kemudian dapat dikawinkan lagi selama masih

dalam kondisi produktif. Masa juvenil ikan berlangsung sampai ikan berumur 2

bulan ditandai dengan sirip ekor mulai melebar dan warna tubuh terlihat jelas.

Saat ikan berumur 3-4 bulan merupakan masa paling aktif dan penampakan warna

paling indah. Masa pertumbuhan maksimum dicapai pada saat ikan berumur lebih

dari 6 bulan. Setelah melewati masa pertumbuhan maksium maka terjadi

penurunan penampilan, sirip mulai robek, dan gerakan melambat (Iwasaki, 1989).

2.2 Perubahan Jenis Kelamin

Jenis kelamin ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Secara

genetik jenis kelamin terbentuk saat zigot yaitu sesuai dengan tipe pasangan

kromosom kelaminnya (homogametik atau heterogametik). Namun secara

fungsional perkembangan gonad dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang akan

mengarahkan diferensiasi kelamin sesuai produksi hormon testosteronnya

(Yamamoto, 1969 ).

Apabila pada awal perkembangan gonad ditemukan hormon testosteron

maka gonad akan berdeferensiasi menjadi testis. Sebaliknya jika tidak ada hormon

testosteron maka gonad akan menjadi ovari (Hunter dan Donaldson, 1983).

Diferensiasi kelamin merupakan proses perkembangan gonad ikan menjadi

jaringan yang definitif melalui serangkaian kejadian yang memungkinkan kelamin

genotip terekspresi menjadi seks fenotip. Pada kondisi normal, genotip betina

akan terekspresi menjadi fenotip betina begitu pula dengan genotip jantan yang

Page 18: C08nuu

akan terekspresi menjadi fenotip jantan dengan perbandingan 1:1. Tetapi apabila

proses diferensiasi kelamin mengalami intervensi dengan bahan-bahan seperti

hormon maka akan mengalami perkembangan gonad yang berlawanan. Proses

diferensisasi kelamin pada betina ditandai dengan meiosis oogonia dan

memperbanyak sel-sel somatik membentuk rongga ovari. Sedangkan difereniasi

kelamin pada jantan ditandai dengan munculnya spermatogonia serta

pembentukan sistem vaskuler pada testis (Zairin, 2002)

Perubahan lingkungan yang terjadi di dalam atau di luar tubuh akan

diterima oleh indra disampaikan ke sistem syaraf pusat, setelah itu dikirim ke

hypotalamus, kemudian memerintahkan kelenjar hipofisa untuk mengeluarkan

hormon gonadotropin yang masuk ke dalam darah dan dibawa kembali ke gonad

sebagai petunjuk untuk memulai pembentukan gonad. Perubahan jenis kelamin

secara buatan dimungkinkan karena pada saat fase pertumbuhan gonad belum

terjadi diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan steroid sehingga dapat

diarahkan dengan menggunakan hormon steroid (Fujaya, 2002).

Keberhasilan penggunaan hormon steroid dalam pengarahan kelamin

dipengaruhi oleh jenis, dosis, waktu pemberian, lama pemberian, cara pemberian,

dan suhu (Nagy et al., 1981). Perlakuan hormon steroid untuk mengarahkan

kelamin pada ikan secara eksogenus harus dimulai pada waktu yang tepat.

Yamazaki (1983) menyatakan bahwa waktu yang tepat untuk perlakuan tersebut

adalah sebelum diferensiasi kelamin dimulai yaitu pada saat stadia larva atau pada

saat ikan baru mulai makan. Menurut Kwon et al (2000) menyatakan bahwa masa

diferensiasi kelamin pada ikan bersifat spesifik tergantung spesies. Pada ikan

guppy deferensiasi kelamin terjadi sebelum ikan dilahirkan sampai beberapa saat

setelah menjadi larva. Maka untuk proses manipulasi dapat dilakukan pada fase

embrio ketika masih di dalam ovari induknya (Yamazaki dalam Anjastuti, 1995)

maupun pada fase larva. Sedangkan menurut Arfah (1997), bahwa fase

diferensiasi kelamin ikan poecilidae terjadi pada fase embrio sampai larva

berumur 12 hari.

Beberapa metode pemberian hormon pada rekayasa pengarahan kelamin

beserta kelemahan dan kelebihannya disajikan pada Tabel 1 (Zairin, 2002).

Page 19: C08nuu

Tabel 1. Metode pengarahan kelamin pada ikan Perlakuan Kelebihan Kelemahan 1. Oral pakan buatan - mudah menyiapkan bahan

dilarutkan dan disemprotkan ke pakan - efisien karena keperluan relatif sedikit sehingga biayanya murah

- intake ikan terbatas dalam (dosis perlu ditingkatkan) - kemungkinan bahan tercuci (leaching) di dalam air akan mencemari lngkungan - dalam saluran pencernaan kemungkinan terjadi degradasi bahan oleh enzim pencernaan sehingga rusak sebelum bekerja.

pakan alami -dapat diberikan pada ikan berukuran kecil (larva) - pencucian hormon oleh air lebih kecil - dosis bahan dapat dihitung (proksimat)

- bahan berdifusi dalam wadah budidaya lebih lama - kemungkinan terjadi degradasi hormon oleh enzim pencernaan - pakan alami (seperti artemia) memiliki senyawa yang menyerupai aromatase yang akan mengkonversi hormon androgen menjadi estrogen sehingga yang bekerja pada ikan adalah estrogen - biaya relatif mahal karena harga pakan alami (Artemia) mahal

2 Perendaman embrio - fase embrio (bintik mata) relatif lebih kuat menerima perlakuan - hemat dalam penggunaan hormon

- bahan terlalu jauh untuk mencapai organ target

larva -mudah menyiapkan perlakuan

- dosis tidak terlalu kuat dan disesuaikan dengan ketahanan ikan - kepadatan terlalu tinggi menimbulkan persaingan oksigen - dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (seperti 17α-metiltestosteron yang cepat terurai dalam air tetapi dalam lumpur dapat bertahan hingga beberapa bulan).

induk - tingkat keberhasilan tinggi - bahan lebih banyak pada perlakuan ikan berukuran besar

3. Penyuntikan - bahan yang masuk ke dalam tubuh ikan sesuai dengan dosis

-terbatas penggunaannya karena memerlukan waktu dan alat tertentu (contoh : penyuntikan di bawah mikroskop dengan bantuan mikromanipulator)

Pengarahan kelamin dengan cara perendaman, hormon akan masuk dalam

tubuh ikan melalui beberapa tempat pertukaran seperti insang, kulit, dan gurat sisi.

Dengan cara ini tidak semua hormon masuk ke dalam tubuh ikan. Jika hormon

diberikan melalui pakan (oral) baik pakan hidup maupun pakan buatan maka

hormon tersebut terlebih dahulu akan memasuki saluran pencernaan dan baru

kemudian diserap oleh tubuh. Dengan kata lain jika hormon diberikan melalui

Page 20: C08nuu

pakan buatan atau pakan alami maka akan terdapat resiko hormon menjadi kurang

efektif karena adanya enzim pencernaan (Zairin, 2002).

Dosis hormon yang diberikan sangat berkaitan dengan efisiensi dan

mempengruhi nilai ekonomisnya. Dari segi efisiensi dosis yang diinginkan adalah

dosis yang rendah dengan hasil yang maksimal. Terdapat kecenderungan

pemberian dosis yang terlalu rendah menyebabkan proses pengarahan kelamin

berlangsung kurang sempurna. Pemberian dosis tinggi akan menyebabkan

kecenderungan ikan menjadi steril, mematikan ikan, polusi dari limbah sisa

perlakuan yang dikhawatirkan mencemari lingkungan sehingga mempengaruhi

perbandingan kelamin ikan. Penggunaan dosis biasanya dikaitkan dengan lama

perlakuan. Dosis tinggi biasanya diberikan dalam waktu yang singkat sedangkan

dosis rendah diberikan dalam jangka panjang (Zairin, 2002).

Apabila ikan yang diberi perlakuan masih dapat bereproduksi maka

penggunaan dosis harus tepat dan tidak terlalu tinggi. Dosis yang terlalu tinggi

akan menimbulkan sterilitas dan abnormalitas dalam perkembangan gonad ikan.

Jenis hormon yang digunakan untuk pengarahan kelamin secara umum dapat

dikelompokkan menjadi androgen dan estrogen. Androgen digunakan dalam

proses maskulinisasi yaitu menghasilkan keturunan monoseks jantan. Sedangkan

estrogen digunakan dalam proses feminisasi yaitu menghasilkan keturunan

monoseks betina (Zairin, 2002).

Tabel 2. Contoh jenis-jenis hormon Jenis hormon Androgen (maskulinisasi) Estrogen (feminisasi) Alamiah - testosteron

- 11-ketotestosteron. - estradiol-17ß - esteron - estriol

Sinteti - 17α-metiltestosteron - testosteron propianat - 17α-metildihidrotestosteron

- Dietilbestrol - dietilbestrol difosfat - estradiol benzoat - estradiol butiril asetat - 17 α-etinilestradiol - estradiol propianat

Pemberian hormon memiliki efek paradok atau penyimpangan yaitu

pemberian androgen tetapi menghasilkan populasi yang banyak betinanya

sebaiknya dicoba dengan androgen yang tidak mengalami aromatasi menjadi

estrogen seperti 17α-metildihidrotestosteron (Zairin, 2002).

Hormon sintetis seperti 17α-metiltestosteron memiliki efektifitas yang

lebih tinggi daripada bahan alami karena dapat bereaksi lebih lama pada target sel

Page 21: C08nuu

dan lambat dieliminasi tetapi tidak ramah lingkungan. Pada individu jantan

hormon metiltestosteron dapat meningkatkan spermatogenesis. Sedangkan pada

individu betina menyebabkan munculnya karakter kelamin sekunder jantan yaitu

berupa perpanjangan sirip anal dan menyebabkan degenerasi ovari serta

reabsorbsi telur. Dosis dan lama pemberian hormon yang melewati batas dapat

menyebabkan gangguan perkembangan gonad dan pembentukan gamet. Bahkan

pada pengarahan kelamin jantan, maka testis akan mengecil dan terjadi

kemandulan akibat kerusakan sel-sel germinal (Zairin, 2002).

Terdapat senyawa selain steroid yang digunakan untuk pengarahan kelamin

yaitu senyawa non-steroid. Sebagai contoh penggunaan akrivlafin pada ikan

tilapia dan pemberian N-dimetilformamid selama 2 minggu pada ikan rainbow

trout untuk feminisasi. Stadia yang paling sensitif terhadap stimulasi hormon

untuk perubahan kelamin adalah pada saat gonad masih labil sesaat sebelum

terjadi deferensiasi secara alami berlangsung (Zairin, 2002).

Lama perlakuan berkorelasi dengan dosis yang digunakan. Untuk dosis yang

rendah biasanya memerlukan waktu yang lama dan sebaliknya untuk dosis tinggi

digunakan waktu pendek. Selain itu, lama perlakuan juga berkorelasi dengan

stadia perkembangan larva pada saat ikan diberi perlakuan serta cara pemberian

hormon. Pemberian melalui perendaman memerlukan waktu yang lebih pendek.

Pemberian hormon melalui pakan memerlukan waktu yang panjang dan dosis

rendah (Zairin, 2002).

Menurut Zairin (2002), kondisi lingkungan khususnya suhu air akan

mempengaruhi metabolisme tubuh yang selanjutnya akan mengendalikan kerja

hormon dan berpengaruh juga terhadap stadia perkembangan larva (masa

sensitivitas gonad terhadap stimulasi hormon).

2.3 Propolis

Propolis adalah sejenis balsam yang dikumpulkan oleh lebah dari tunas

dan daun dari berbagai pohon dan tanaman. Lebah membuat campuran balsam ini

dengan bahan turunan dari pollen dan beberapa tipe enzim yang aktif. Enzim

tersimpan dalam kelenjar di bagian kepala dan thorax. Propolis terdapat pada

sarang lilin dengan jumlah yang kecil dan pembungkus sarang lebah. Ratu lebah

Page 22: C08nuu

akan meletakkan telur pada bagian yang telah dilapisi dengan propolis sehingga

larva terlindungi dari serangan penyakit saat menetas (Kartal et al., 2002).

Greenaway et al. (1990) menyatakan bahwa komposisi propolis sangat

bervariasi secara kuantitatif, tetapi secara kualitatif terdiri dari resin dan

balsam55%, wax7,5-35%, volatil oil 10%, pollen 5%, asam lemak 5%, terpen,

tannin dan 4,4-19% bahan lainnya. Propolis sangat kaya dengan lemak, asam

amino, asam organik, campuran dari univalen alkohol, dan trace elemen seperti

natrium, kalium, besi, tembaga, mangan, seng, dan asam tannic, phyroncides, dan

antibiotik. Selain itu, propolis mengandung vitamin khususnya kelompok vitamin

B, 5-10% vitamin E, C, H, P dan Provitamin A. Bahan aktif yang diisolasi dari

propolis adalah flavon, flavonol, flavon (flavonoid), dan berbagi phenol serta

aromatik. Chrysin merupakan bagian dari flavon memiliki struktur kimia 5,7-

dihidroxyflavon (Gambar 1).

Gambar 1.Struktur kimia chrysin

Chrysin merupakan salah satu jenis flavonoid yang diakui sebagai salah

satu penghambat dari aromatase atau disebut aromatase inhibitor (Dean, 2004).

Aromatase merupakan enzim P-450 yang mengubah androgen menjadi estrogen.

Aktivitas aromatase terletak di dalam otak yang berpengaruh terhadap

pengendalian tingkah laku serta terjadi pada ovari yang berpengaruh terhadap

maturasi folikel dan tingkat ovulasi (Silverine, et al., 2000).

Page 23: C08nuu

Aktivitas aromatase berkorelasi dengan struktur gonad karena aktivitas

aromatase larva rendah akan mengarah pada pembentukan testis dan akan

mengarah pada pembentukan ovari saat aktivitas aromatase tinggi (Scholz dan

Gutzeit, 2000). Aromatase inhibitor berfungsi menghambat kerja aromatase dalam

sintesis estrogen. Proses penghambatan ini mengakibatkan terjadinya penurunan

konsentrasi estrogen yang mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari gen

aromatase sebagai feedbacknya (Balthazart dan Ball, 1989 dalam Server et al.,

1999). Penurunan rasio estrogen terhadap androgen menyebabkan terjadinya

perubahan penampakan dari betina menjadi menyerupai jantan atau dengan kata

lain terjadi maskulinisasi karakteristik seksual sekunder (Davis et al., 1999).

Mekanisme kerja aromatase inhibitor yaitu menghambat proses transkripsi

gen-gen aromatase sehingga mRNA tidak terbentuk dan enzim aromatase tidak

ada, juga bersaing dengan substrat alami (testosteron) sehingga aktivitas

aromatase tidak berjalan (Brodie, 1991).

Propolis mengandung kalium yang befungsi untuk pengarahan kelamin

pada ikan. Menurut Syaifuddin (2004) menyatakan bahwa pemberian suplemen

madu pada ikan nila GIFT berpengaruh yang sangat nyata terhadap perubahan

jenis kelamin dari betina menjadi jantan diduga disebabkan oleh kandungan

kalium yang tinggi pada madu. Kalium berpengaruh terhadap pembentukan

pregnenolon dan kortikosteron menjadi aldosteron. Pregnenolon yaitu sumber

biosintesis hormon-hormon steroid oleh kelenjar adrenal berfungsi dalam

pembentukan hormon-hormon streoid dalam mitokondria yang membantu proses

perubahan dari 17 hidroksi progesterone yang akan membentuk testosterone.

Testosteron berfungsi sebagai hormon androgen dalam spesies jantan. Apabila

hormon androgen yang dihasilkan banyak akan menyebabkan testosterone dalam

tubuh ikan maka akan mengarahkan pembentukan sel kelamin jantan. Hal ini

sama seperti cara kerja dari 17α-metiltestosteron (MT), yaitu dengan menambah

jumlah hormon testosteron menyebabkan jumlah hormon androgen akan lebih

unggul dari estrogen sehingga merangsang perkembangan testis yang

mengarahkan diferensiasi menjadi kelamin jantan.

Mineral (natrium, kalium, besi, tembaga, mangan, seng) yang terdapat

dalam propolis menyebabkan reaksi alkalis pada saluran ekstraseluler pada

Page 24: C08nuu

mencit. Reaksi ini menyebabkan androsperma (Y) bergerak lebih cepat daripada

gynosperma (X) sehingga akan menghasilkan anakan jantan lebih banyak

(Winarno, 1995 dalam Riyanto, 2001).

Page 25: C08nuu

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2008 di

Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan, Laboratorium Kesehatan

Ikan dan Teaching Farm, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu

Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah satu buah akuarium ukuran 100x50x50

cm untuk aklimatisasi induk, satu buah akuarium ukuran 25cmx25cmx25cm

untuk pemijahan, 15 buah akuarium ukuran 20cmx20cmx20cm untuk

pemeliharaan larva, 24 buah akuarium ukuran 15cmx15cmx15cm untuk induk

yang akan melahirkan, serokan, 6 buah akuarium untuk memisahkan jantan dan

betina , perlengkapan aerasi, syrring, thermometer, seser, mikroskop, kamera

digital, alat bedah, pipet tetes, gelas objek, cover glass, dan alat-alat untuk

mengukur kualitas air.

Bahan-bahan yang digunakan adalah ikan guppy 12 ekor jantan dan 24

ekor betina, pakan pelet Mangalindo, cacing, Metilen blue, air tawar, dan propolis

(resin lebah) mengandung ekstrak propolis sebesar 20 % dan kandungan

bioflavonoid lebih dari 23000 ppm untuk setiap 100 ml

(http://propolisdiamond.net/index.php?propolis=produk). Pakan yang digunakan

memiliki komposisi yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi pakan buatan

Kandungan Jumlah (%)

Protein 42

Lemak 6

Serat kasar 3

Kadar abu 16

Ca 4,5

Phosphor 1,5

Page 26: C08nuu

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengujian Lethal Dosis

Sebanyak 6 ekor ikan betina ditempatkan ke dalam akuarium berukuran 20

x 20 x 20 cm. Ikan betina diberi makan dengan pellet yang telah disemprot

propolis lebah dengan dosis 20,40,60,80,100,300,500 μL/kg pakan yang telah

dilarutkan dengan alkohol teknis 70% sebanyak 250 ml/kg pakan. Pemberian

pakan dilakukan hingga 10 hari pemeliharaan ikan. Pengujian ini dilakukan

berdasarkan pengamatan kematian total ikan secara gradual dari dosis terbesar ke

dosis terkecil.

3.3.2 Penentuan Dosis Propolis Pada Pakan

Berdasarkan lethal dosis yang telah diujikan selama 10 hari, maka dosis

propolis perlakuan ditentukan yaitu 20, 40, dan 60 μl/ kg pakan dan kontrol (tanpa

propolis).

3.3.3 Pembuatan Pakan

Dosis propolis yang digunakan untuk penelitian adalah 0 (kontrol), 20, 40,

dan 60 μl/ kg pakan. Pakan ditimbang untuk masing-masing perlakuan adalah 20

gram. Alkohol 70% sebagai pelarut dimasukkan ke dalam botol semprot dengan

pipet 250 ml/kg pakan, sehingga untuk semua perlakuan menggunakan alkohol

sebanyak 5 mL. Propolis dimasukkan ke dalam alkohol dengan menggunaan

mikropipet sebanyak masing-masing 0 μL, 0,40 μL, 0,60 μL dan 0,80 μL untuk

perlakuan 0, 20,40,dan 60 μl/ kg pakan. Botol semprot ditutup dan dihomogenkan

dengan vortex. Pakan disemprot hingga rata dan dikering udarakan hingga

alkoholnya menguap. Pakan siap untuk disimpan dan digunakan. Pemberian

pakan perlakuan dilakukan secara ad satiation (sekenyangnya).

Tabel 4. Dosis dan jumlah bahan untuk perlakuan Dosis Jumlah pakan (gram) Propolis (μL) Alkohol (ml)

0 20 0 5

20 20 0,40 5

40 20 0,60 5

60 20 0,80 5

Page 27: C08nuu

3.3.4 Pemeliharaan Induk dan Larva

Persiapan untuk perakitan alat-alat yang digunakan dilakukan selama satu

bulan yaitu meliputi penyiapan akuarium dan pemasangan aerasi. Air yang akan

digunakan diberi treatment Metilen blue sebanyak 10 ppt untuk menghindari

tumbuhnya mikroba yang mnyebabkan penyakit pada ikan dan diaerasi kuat

selama 3 hari sebelum digunakan. Masa adaptasi ikan dilakukan selama 4 hari

dengan pemberian pakan berupa pelet Mangalindo 2-3 kali perhari dan cacing

beku pada siang hari. Pemeliharaan induk dilakukan sampai 2 bulan hingga induk

betina hamil siap memijah. Ikan jantan dan betina kemudian dipasangkan dalam

satu akuarium dengan perbandingan jantan dan betina 1:2 selama 4 hari. Untuk

proses fertilisasi, ikan jantan segera dipisahkan pasca perkawinan dari induk

betina agar tidak memakan larva yang akan lahir. Ikan betina kemudian diberi

pakan yang mengandung propolis dengan dosis 0, 20, 40, 60 μL/kg pakan selama

10 hari dalam pengarahan kelamin dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

Pasca perlakuan, pakan pelet dan cacing diberikan tanpa perlakuan propolis

sampai induk betina melahirkan anaknya (larva).

Larva dipelihara selama ± 2 bulan sampai menunjukkan ciri kelamin

sekunder dan diberi makan pelet serta cacing. Air yang dimasukkan ke dalam

akuarium adalah air yang berasal dari tandon pengendapan. Aerator dipasang

pada setiap akuarium untuk meningkatkan difusi udara. Pembuangan kotoran pada

dasar akuarium dengan menggunakan selang (penyifonan) dilakukan sekali setiap

hari.

3.3.5 Sampling

Sampling larva dilakukan setelah 2 bulan pasca melahirkan. Parameter

pengamatan meliputi banyaknya larva yang hidup (SR) dan jenis kelamin jantan

atau betina berdasarkan pengamatan karakter kelamin sekunder secara morfologis,

serta pemerikasaan jaringan gonad menggunakan metode asetokarmin.

Karakter sekunder pada ikan jantan terlihat adanya gonopodium, warna

yang lebih terang, dan bentuk tubuh yang lebih indah (Gambar 2). Metode

asetokarmin digunakan untuk melihat jaringan gonad yaitu dilakukan pada sampel

sebanyak 30% populasi masing-masing perlakuan dari jumlah jantan dan betina

Page 28: C08nuu

yang teridentifikasi. Metode ini dilakukan dengan cara membedah ikan, kemudian

dilakukan pengambilan gonad. Untuk gonad jantan berwarna putih, berukuran

kecil, dan jumlahnya sepasang. Sedangkan untuk gonad betina berwarna

kekuningan, dan tertutup oleh lemak. Gonad yang telah diambil dicincang pada

gelas obyek dan ditetesi dengan larutan asetokarmin (Lampiran 1). Preparat

diamati dengan menggunakan mikroskop. Untuk gonad ikan jantan, sel bakal

sperma akan terlihat seperti bintik-bintik yang banyak. Pada gonad betina, sel

bakal telur akan terlihat bulat besar dan terdapat bagian inti yang dikelilingi

sitoplasma yang berwarna merah.

3.4 Pengukuran Variabel

Pengukuran variabel meliputi persentase jantan, tingkat kelangsungan

hidup (SR), dan kualitas air. Pengukuran kualitas air media pemelihaan dilakukan

4 kali yaitu pada saat pemeliharaan induk, sebelum diberi perlakuan (awal),

selama perlakuan (tengah), dan akhir perlakuan di media pemeliharaan. Parameter

kualitas air yang diamati adalah suhu, DO, pH, dan amonia.

- Persentase Ikan Jantan = Jumlah Ikan jantan X 100 %

Jumlah Ikan yang diamati

- Survival Rate = Σ ikan yang lahir dan hidup sampai akhir penelitian X 100%

Jumlah total ikan

3.5 Analisis Data

Data proporsi kelamin jantan dan kelangsungan hidup disajikan dalam

bentuk tabel serta dianalisis secara statistik menggunakan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) (Steel dan Torrie, 1981) untuk mengetahui perbedaan parameter

rerata dan dispersi keberhasilan pengarahan kelamin pada dosis propolis yang

berbeda (0, 20, 40, 60 μL/kg pakan).

Model persamaan : Yij = µ + ٢i + ٤ ij

Keterangan ;

Yij : data perlakuan ke-I ulangan ke-j

µ : nilai tengah data

٢i : pengaruh perlakuan ke-i

Page 29: C08nuu

٤ ij : galat perlakuan percobaan pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j

Selanjutnya untuk menguji dependensi proporsi jantan terkait dengan

perlakuan maka dilakukan analisis ketergantungan Y (variabel terikat) terhadap X

(variabel bebas) menggunakan tabel kontingensi dan diuji dengan metode statistik

khi-kuadrat (Hasan, 2004).

Dalam hal ini , hipotesis yang akan diuji adalah :

Ho : Jenis kelamin dan kategori perlakuan adalah independen P1=P2=P3=Pn

( tidak ketergantungan antara kategori perlakuan dengan nisbah kelamin ).

H1 : Jenis kelamin dan kategori perlakuan adalah dependen P1≠P2≠Pn

( Ada ketergantungan antara kategori perlakuan dengan nisbah kelamin).

Statistik Uji :

= xhit

2 ΣΣ==

r

i

n

j 11 EijEijnij 2)( −

nnn

Eij ojio=

nx

xC+

= 2

2

(Rumus koefisien korelasi kontingensi)

))()()((

)2/1( 22

dcdbcabanbcadn

x++++

−−= (nilai ) 2

0x

Keterangan :

memiliki derajat bebas (df) sebesar (γ-1) (n-1) x2

α

r = baris

n = kolom

nij = fo (frekuensi terukur)

Eij = fe (frekuensi harapan)

Menentukan kriteria pengujian dalam uji khi kuadrat dua sampel :

H0 diterima (H1 ditolak) apabila ≤ 20x x2

α

H1 diterima (H0 ditolak) apabila ≥ 20x x2

α

Page 30: C08nuu

Apabila hasil pengujian menunjukkan ada ketergantungan Y terhadap X,

maka dilanjutkan dengan uji proporsi (nisbah kelamin) untuk menentukan

kategori perlakuan yang memberikan hasil yang berbeda (signifikan).

Uji antara dua nilai proporsi dilakukan dengan menggunakan rumus

sebagai berikut (Walpole, 1982) :

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛

−=

21

11

21

nnpq

ppZ

dimana:

2121

xnxx

++

=p

pq = 1−

111

nxp =

222

nxp =

Keterangan :

p1 dan p2 : nilai proporsi dari kedua perlakuan

x : jumlah ikan berkelamin jantan

n : jumlah sampel

p : nilai dugaan gabungan proporsi

q : nilai dugaan gabungan bagi sisa proporsi

Dengan hipotesa :

Ho: p1 = p2

H1 : Alternatifnya adalah salah satu diantara p1< p2, p1>p2 atau p1≠ p2

dan wilayah kritik :

Z < -Zα bila alternatifnya p1< p2

Z > Zα bila alternatifnya p1>p2

Z > -Zα/2 dan Z > Zα bila alternatifnya p1 ≠ p2

Sedangkan pengukuran parameter kualitas air dianalisis secara deskriptif

dan disajikan dalam bentuk tabel.

Page 31: C08nuu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Penentuan Lethal Dosis

Pada uji pendahuluan untuk menentukan interval lethal dosis

menunjukkan bahwa perlakuan dosis propolis 20 dan 40 μl/kg pakan

menghasilkan kelangsungan hidup ikan 100%. Sedangkan pada dosis propolis 60

dan 80 μl/kg pakan menunjukkan penurunan hingga 33% dan 66 %. Pada dosis

propolis yang lebih tinggi ≥ 100 μl/kg pakan derajat kelangsungan hidup ikan

menurun sampai 0% (Tabel 5).

Tabel 5. Derajat kelangsungan hidup induk ikan guppy pada uji lethal dosis dengan propolis(%)

Dosis Propolis (μl/Kg Pakan)

Jumlah Ikan Awal

Jumlah Ikan Akhir

SR (%)

20 6 6 100

40 6 6 100

60 6 2 33,33

80 6 4 66,66

100 6 0 0

300 6 1 16,66

500 6 0 0

Berdasarkan tabel kelangsungan hidup pada uji lethal dosis, maka

interval dosis tertinggi yang digunakan dalam perlakuan adalah 60 μl/kg pakan

dan terendah adalah 20 μl/kg pakan.

4.1.2 Kelangsungan Hidup Larva

Derajat kelangsungan hidup larva ikan umur 2 bulan dengan perlakuan

dosis propolis 0, 20, 40, 60 μl/kg pakan berkisar antara 36,9% sampai 100%

(Gambar 2). Pada perlakuan dosis propolis 60 μl/kg pakan terdapat kematian

induk ikan guppy saat perlakuan sehingga tidak menghasilkan anak (Lampiran 2).

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan popolis memberikan

pengaruh nyata pada kelangsungan hidup larva ikan guppy (P < 0.05).

Page 32: C08nuu

95.39 100 98.79

36.9

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

0 20 40 60

Dosis propolis dalam pakan (μl/Kg Pakan)

SR (%

)

Gambar 2. Persentase kelangsungan hidup (SR) larva ikan guppy

4.1.3 Keberhasilan Pengarahan Kelamin

Rata-rata persentase jantan tertinggi terdapat pada perlakuan dosis

propolis 60 μl/kg pakan yaitu sebesar 55.17% dan terendah pada perlakuan

propolis 0 μl/kg pakan yaitu sebesar 24.30% (Lampiran 4). Hasil analisis statistik

bahwa kecenderungan peningkatan persentase jantan dengan peningkatan dosis

yang diberikan tidak berbeda nyata (P < 0.05).

24.3

36.8127.2

55.17

010

203040

5060

0 20 40 60

Dosis propolis (μL/kg pakan)

Pers

enta

se ja

ntan

(%)

Gambar 3. Persentase ikan guppy jantan pada perlakuan propolis (0,20,40,60 μl/kg pakan) Pada gambar 3 menunjukkan terdapat peningkatan persentase jantan dari

perlakuan dosis propolis 0 μl/kg pakan (24,35%) menjadi 36, 81% (20 μl/kg

pakan). Kemudian nilai persentase jantan menurun pada perlakuan dosis propolis

40 μl/kg pakan sebesar 27.2% dan meningkat kembali pada perlakuan dosis

propolis 60 μl/kg pakan sebesar 55.17%.

Page 33: C08nuu

Berdasarkan analisis kontingensi menggunakan uji khi kuadrat

menunjukkan bahwa efektivitas keempat dosis perlakuan berpengaruh terhadap

perubahan nisbah kelamin jantan ikan guppy (Lampiran 5).

Uji proporsi nisbah kelamin jantan menegaskan bahwa dosis perlakuan

propolis memberikan hasil yang berbeda dibandingkan dengan kontrol (Tabel 6).

Tabel 6. Uji proporsi ikan guppy jantan pada perlakuan dosis propolis

Perlakuan Kontrol 20 40 60

Kontrol -1.49 -0.49 -3.7

20 1.49 1.19 -1.65

40 0.49 -1.19 -3.5

60 3.7* 1.65* 3.5*

Proporsi ikan jantan pada perlakuan 60 μL propolis/kg pakan lebih besar

daripada perlakuan popolis 0, 20, dan 40 μL propolis/kg pakan. Hal ini

menunjukkan perlakuan propolis 60 μL propolis/kg pakan signifikan berpengaruh

terhadap nisbah kelamin jantan ikan guppy.

4.1.4 Pengamatan Gonad Ikan Guppy Jantan dan Betina

Secara morfologis, ikan guppy dapat dibedakan antara jantan dan betina

berdasarkan ukurannya yaitu ikan jantan lebih kecil dan ramping daripada ikan

betina. Ikan guppy jantan memiliki corak warna yang lebih indah dan bervariasi

daripada betina. Pada induk jantan terdapat gonopodium yaitu modifikasi sirip

anal berbentuk panjang dan runcing pada bagian ujung yang berfungsi sebagai

tempat pengeluaran sperma. Sedangkan induk betina diidentifikasi dengan adanya

bintik hitam pada bagian urogenital atau pada sirip analnya bulat (Gambar 4).

Gonopodium Urogenital

Gambar 4. Ikan guppy jantan (kiri) dan betina (kanan)

Page 34: C08nuu

Pengamatan jaringan gonad menggunakan metode pewarnaan asetokarmin.

Gonad ikan guppy jantan (secara morfologi) memiliki jaringan gonad berupa

bakal sperma. Sedangkan pada larva ikan guppy betina memiliki jaringan gonad

berupa bakal sel telur. Pengamatan secara morfologi dan jaringan gonad tidak

berbeda pada satu jenis kelamin ikan. Hasil pewarnaan gonad dengan asetokarmin

disajikan pada gambar 5.

Bakal sel sperma Bakal sel telur

Gambar 5. Gonad ikan jantan (kiri) dan gonad ikan betina (kanan) dengan

pewarnaan asetokarmin

4.1.5 Jumlah Intake per Hari

Rata-rata konsumi pakan per hari ikan guppy berkisar antara 0.037-0.046

gram (Tabel 7). Rata-rata pakan yang dikonsumsi induk ikan guppy untuk semua

perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0.05). Hal ini berarti

bahwa induk ikan guppy mengkonsumsi jumlah pakan yang hampir sama dan

tidak terpengaruh oleh rasa pakan yang berbeda pada berbagai perlakuan dengan

propolis.

Tabel 7.Jumlah konsumsi pakan harian pada induk ikan guppy Σ konsumsi pakan perhari (g)

Ulangan 0 20 40 60 1 0.032 0.04 0.05 0.036 2 0.040 0.05 0.04 0.049 3 0.039 0.04 0.04 0.037

Rata-rata 0.037 0.042 0.046 0.040 SD 0.004 0.006 0.002 0.007

4.1.6 Kualitas Air

Pengukuran kualitas air dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada awal

pemeliharaan induk, dan selama perlakuan yaitu awal perlakuan, saat perlakuan,

Page 35: C08nuu

serta akhir perlakuan. Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, pH,

oksigen terlarut (DO), dan amonia disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengukuran parameter kualitas air selama penelitian Parameter kualitas air

Waktu pengukuran Suhu (0C) pH DO (mg/L) Amonia (mg/L) Pemeliharaan induk 26.5-26.7 7.44-7.56 3.59-4.83 0.045-0.05 Awal perlakuan 25.8 7.42 3.46 0.073 Saat Perlakuan 25.9-26.3 8.02-8.12 6.03-6.19 0.014-0.45 Akhir perlakuan 27.1-27.6 7.64-8.47 3.14-4.06 0.02-0.07 Referensi 25- 27 * 6.5-9 * > 3 * < 1**

* Swingel, 1969 dalam Boyd, 1990 ** Wardoyo, 1975 dalam Zakaria, 2003

Selama penelitian suhu berkisar antara 25.8-27.6 0C, pH berkisar antara

7.42-8.47, DO berkisar antara 3.14-6.19 mg/L, dan amonia berkisar antara 0.014-

0.073 mg/L.

4.2 Pembahasan

Penentuan jenis kelamin atau ekspresi seks pada ikan ditentukan oleh faktor

genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik merupakan penentu kelamin pada

awal perkembangan embrio yaitu pasangan kromosom kelaminnya saat zigot..

Gonad berfungsi untuk menghasilkan sel gamet dan hormon kelamin sesuai

dengan kelamin yang ditentukan secara genetik. Hormon kelamin kemudian

mengatur perkembangan karakter kelamin sekunder dan mempengaruhi fungsi

reproduksi (Yatim, 1983).

Genotip betina XX akan terekspresi menjadi fenotip betina begitu pula

dengan genotip jantan XY yang akan terekspresi menjadi fenotip jantan dengan

perbandingan 1:1 untuk kondisi normal tanpa pengaruh dari luar (Zairin, 2002).

Dalam penelitian ini, jumlah ikan guppy jantan yang dihasilkan pada

perlakuan propolis dosis 60 μL propolis/kg pakan, lebih tinggi mencapai 55.17%

dibandingkan dengan kontrol 24,3 %. Hal ini terjadi diduga karena faktor penentu

kelamin betina dan jantan tidak seimbang sebagaimana dilaporkan Yamamoto

(1969) bahwa terdapat perbedaan persentase jumlah keturunan berkelamin jantan

dan betina pada ikan guppy dan beberapa ikan-ikan lain seperti ikan platis,

kongotetra, cupang, dan jenis ikan hias tidak normal. Jenis kelamin suatu individu

ditentukan oleh faktor genetis dan lingkungan. Jenis kelamin pada zigot secara

Page 36: C08nuu

genetis merupakan hasil dari keseimbangan gen penentu jantan dan betina di

dalam kromosom kelamin, serta sebagian kecil gen yang berada di dalam

autosom). Kirpichnikov (1981) menyatakan perubahan jenis kelamin dapat terjadi

apabila keseimbangan gen penentu jantan dan betina didalam autosom berubah.

Proporsi ikan guppy berkelamin jantan pada perlakuan dosis propolis 20,40,

60 μl/kg pakan lebih tinggi dibandingkan kontrol. Dalam hal ini perlakuan dosis

propolis 60 μl/kg pakan menghasilkan proporsi jantan tertinggi (55,17%), namun

kedua ulangannya mati sebelum beranak. Hal ini menunjukkan bahwa metode

pengarahan kelamin dengan propolis melalui pakan pada perlakuan dosis propolis

20 μl/kg pakan dibandingkan dengan dosis yang lebih tinggi karena perlakuan

dosis propolis 60 μl/kg pakan dapat meningkatkan proporsi jumlah anak ikan

guppy jantan tetapi memiliki efek lethal atau mematikan. Peningkatan perlakuan

dosis propolis berbanding lurus dengan peningkatan persentase jumlah ikan guppy

jantan. Hal ini diduga terkait dengan bahan aktif chrysin, mineral, dan kalium

yang terkandung dalam propolis. Namun rendahnya penyerapan chrysin disinyalir

karena adanya membran sel yang berfungsi sebagai penghalang pertama dalam

menghambat kemampuan kerja chrysin pada sistem hewan menyebabkan

efektivitasnya kurang optimal (Campbell and Kurzer, 1993).

Gambar 6. Diagram proses steroidogenesis dengan adanya kalium dan chrysin

(Djaelani, 2007)

Page 37: C08nuu

Kemampuan propolis dalam peningkatan proporsi ikan guppy jantan

berhubungan dengan bahan aktif biovlavonoid yang terdapat dalam chrysin, yang

berfungsi sebagai aromatase inhibitor (Gambar 6). Aromatase inhibitor bekerja

dengan cara manghambat aktivitas aromatase. Penghambatan ini mengakibatkan

terjadinya penurunan konsentrasi estrogen yang mengarah pada tidak aktifnya

transkripsi dari aromatase sebagai feedbacknya (Sever et al., 1999).

Mekanisme kerja aromatase inhibitor yaitu bersaing dengan substrat alami

enzim dan berinteraksi dengan sisi aktif enzim, mengikatnya dan tidak kembali

lagi sehingga mengakibatkan ketidakaktifan enzim (Brodie, 1991). Namun

penyerapan chrysin oleh tubuh ikan masih relatif kecil karena salah satu masalah

dari chrysin adalah penyerapan chrysin oleh aliran darah sangat kecil (Dean,

2002).

Pengarahan kelamin jantan pada ikan guppy juga diduga terkait dengan

adanya kadar kalium dan mineral yang terdapat dalam propolis. Syaifuddin

(2004) dan Martati (2006) menyatakan bahwa tingginya kandungan kalium yang

diberikan dalam madu pada pakan larva ikan nila GIFT menyebabkan perubahan

kolesterol yang terdapat dalam jaringan tubuh larva menjadi pregnenolon.

Pregnenolon merupakan sumber biosintesis hormon-hormon steroid (testosteron)

oleh kelenjar adrenal.

Dalam diagram biosintesis steroid (Matty, 1985) menunjukkan pregnenolon

diubah dalam sitosol menjadi progesteron oleh dehidrogenase atau menjadi 17

hidroksi pregnenolon oleh 17 hidroksilase spesifik, dua steroid ini diubah menjadi

berbagai macam hormon aktif dalam retikulum endoplasma dan mitokondria oleh

oksigenase dan dehidrogenase spesifik yang memerlukan molekul oksigen dan

NADPH (Nikotinamida adenin Dinukleutida Pospat). Kemudian androgen

adrenal utama, dehidroepiandrosteron dihasilkan dengan pembelahan rantai

samping 17 hidroksipregnolon oleh enzim C-17 dan 20-liase. Selanjutnya

dehidroepiandrosteron atau 17 hidroksi progesteron akan membentuk testosteron.

Hormon testosteron akan mempengaruhi perkembangan genital jantan,

karakteristik seks sekunder jantan dan spermatogenesis (Gambar 7).

Page 38: C08nuu

Gambar 7. Diagram biosintesis steroid (Matty, 1985)

Pemberian propolis secara oral melalui pakan buatan diduga kurang efektif

karena perubahan feeding habit yaitu ikan guppy biasanya lebih menyukai pakan

alami, atau kemungkinan terjadi pencucian bahan aktif (leaching) di dalam air

sehingga mengurangi efektifitas bahan yang diberikan selain kemungkinan

degradasi oleh enzim pencernaan sehingga rusak sebelum bekerja (Zairin, 2002).

Pada dosis propolis 60 μl/kg pakan menunjukkan persentase ikan guppy

jantan yang tinggi yaitu mencapai 55.17 % tetapi menyebabkan kematian ikan.

Sehingga dosis propolis efektif adalah 20 μl/kg pakan karena menunjukkan rata-

rata persentase ikan guppy jantan lebih tinggi daripada kontrol tanpa

menimbulkan efek lethal dan derajat kelangsungan hidup larva mencapai 100%.

Perlakuan dilakukan selama 10 hari karena perkembangan masih berada

pada masa diferensiasi kelamin sehingga masih dapat dipengaruhi oleh faktor luar.

Pada ikan guppy masa diferensiasi terjadi pada fase embrio sampai larva berumur

12 hari (Arfah, 1997). Menurut Baroiler et al (1995) perlakuan pengarahan

kelamin pada ikan guppy diberikan pada hari ke-9 sampai 13 hari setelah

pembuahan. Sedangkan menurut Hunter dan Donalson (1983) masa diferensiasi

pada ikan guppy terjadi 8 hari sebelum atau pada saat fase bintik mata dimana

Page 39: C08nuu

perkembangan otak pada fase tersebut masih labil untuk melepaskan hormon-

hormon yang berfungsi untuk mengarahkan kelamin.

Parameter kualitas air merupakan salah satu faktor yang terkait dengan

kelangsungan hidup ikan. Kualitas yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan

biologis (biological requierement) ikan atau masih dalam toleransi untuk hidup

ikan. Selama penelitian parameter kualitas air masih berada dalam kisaran yang

layak untuk kebutuhan hidup ikan guppy (Tabel 11).

Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proporsi

ikan guppy. Proporsi betina meningkat secara gradual seiring dengan penurunan

suhu dan proporsi jantan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu

lingkungan (Karayˇcel, 2006). Proporsi anak jantan yang dihasilkan oleh induk

yang dipelihara pada suhu 30 0C lebih banyak dibandingkan pad suhu 27 0C.

Peningkatan jumlah ikan jantan diduga karena adanya peningkatan hormon jantan

testosteron dan ketotestosteron sejalan dengan meningkatnya suhu inkubasi

(Arfah, 2005). Menurut Durham (2004) peningkatan proporsi jantan ikan tilapia

pada suhu tinggi terjadi karena adanya transkipsi DNA komplemen (cDNA) yaitu

MM20C memiliki ekspresi yang berbeda. Gen ini berekpresi minimal pada

temperatur normal tetapi akan berekspresi secara kuat pada kedua jenis kelamin

pada suhu maskulinisasi yang tinggi lebih khususnya berekspresi pada jenis

kelamin jantan. MM20C merupakan gen yang menstimulasi perkembangan

testikular pada ikan tilapia dan meningkat seiring peningkatan suhu. Suhu berkisar

antara 25,8 – 27,6 oC masih termasuk kisaran normal sesuai dengan kebutuhan

ikan pada umumnya (menurut Swingel, 1969 dalam Boyd, 1990) dan kisaran suhu

normal pada ikan guppy khususnya (26±1 oC menurut Karayˇcel, 2006 ).

Nilai pH berkisar antara 7.42-8.47 masih termasuk dalam kisaran pH 6.5-9

yang baik untuk pertumbuhan dan reproduksi ikan (Swingel, 1969 dalam Boyd,

1990). Nilai pH berpengaruh terhadap karbondioksida dan alkalinitas. Semakin

tinggi pH maka semakin tinggi nilai alkalinitas dan semakin rendahnya

karbondioksida bebas. Toksisitas senyawa kimia kimia seperti amonia yang tidak

terionisasi pada pH tinggi bersifat toksik (membunuh) dan lebih mudah terserap

ke dalam tubuh organisme akuatik (Effendi, 2003).

Page 40: C08nuu

DO (dissolve oksigen) merupakan kadar oksigen yang terlarut di dalam

air. Organisme akuatik memerlukan oksigen dalam jumlah yang cukup agar tidak

terjadi stress, hypoxia pada jaringan, anoreksia, ketidaksadaran, mudah terserang

penyakit dan parasit. Bahkan dalam kondisi ekstrim menyebabkan kematian

secara mendadak dan masal.

Amonia di perairan dihasilkan dari pemecahan nitrogen organik (protein

dan urea) dan nitrogen organik yang berasal dari dekomposisi bahan organik

melalui proses amonifikasi. Amonia yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap

organisme akuatik. Toksisitas meningkat seiring dengan penurunan kadar oksign

terlarut, pH dan suhu. Menurut Wardoyo (1975) dalam Zakaria (2003) konsentrasi

amonia dalam air yang ideal bagi kehidupan ikan tidak boleh melebihi 1 ppm

(mg/L). Amonia yang tinggi akan menghambat daya serap haemoglobin dalam

darah.

Page 41: C08nuu

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Propolis mampu meningkatkan persentase ikan guppy jantan hingga

55.17% pada dosis propolis 60 μl/kg pakan buatan dengan sintasan 36,90%,

namun efektif pada dosis propolis 20 μl/kg pakan buatan dengan keberhasilan

36.8% dan sintasan 100%.

5.2 Saran

Penggunaan propolis untuk pengarahan kelamin melalui pakan pada dosis

propolis ≤ 60 μl/kg pakan buatan tidak optimal sehingga disarankan pemberian

dengan metode lain, seperti perendaman atau bioenkapsulasi melalui pakan alami.

Page 42: C08nuu

DAFTAR PUSTAKA

Anjastuti SA.1995. Pengaruh dosis hormon 17 α-Metiltestosteron 1,2,4 dan 8 mg/l

dengan Cara Perendaman Induk Terhadap Nisbah Kelamin Ikan

Gapi (Poicilia reticulata, Peters). Teis. Program Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor.

Anonimous. 2007. Usaha Yang Menyehatkan dan Menghasilkan Income Dari

Lebah Untuk Berbagai Penyakit.

http://propolisdiamond.net/index.php?propolis=produk.(12

September 2008)

Axelrod HR dan LP Schultz. 1983. Aquarium Fishes. mcGraw-Hill Book

Company, Inc., New York. P. 655-656

Arfah H. 1997. Efektivitas Hormon 17α-metiltestosteron dengan metode

Perendaman Induk Terhadap Nisbah Kelamin dan Fertilitas

Keturunan Ikan Gapi (Poecilia reticulata). Tesis. Program

Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor, 43 hal.

Arfah H, S Mariam, Alimuddin. 2005.Pengaruh Suhu TerhadapReproduksi dan

Nisbah Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulata). Jurnal

Akuakultur Indonesia, 4(1): 1-4

Baroiller JF, D Chorrout, A Fostier, and B Jalabert. 1995. Temperature and Sex

Cromosome govern Sex Ratio af the mouthbrooding cichlid fish

Oreochromis niloticus. Journal of Eksperimental zoology.,273,

216-223

Boyd CE. 1982. Water Management For Pond Fish Culture. New York. Elsevier

Scientific Publishing Co.

Boyd CE. 1990. Water Quality Pond For Aquaculture. Alabama: Birmingham

Publishing Co.

Brodie A. 1991. Aromatase and Its Inhibitor-An Overview. J. Steroid. Biochem.

Molec. Biol. 40:225-261

Campbell DR and Kurzer MS. 1993. Flavonoid Inhibition of Aromatase Enzyme

Activity in Human Preadipocytes. J Steroid Biochemistry and

Molecular Biology, 46:381-388.

Page 43: C08nuu

Davis RB, BA Simco, CA Groudie, NC Parker, W Couldwell, and P

Snellgrove.1990. Hormonal Sex Manipulation and Evidence for

Female Homogamety in Channel Catfish. Gen. Comp. Endocr.

78:219-223.

Dean W. 2004. Chrysin : Is It An Effectif Aromatase Inhibitor? Vitamin Research

News. Vol. 18. Number 4,

http://www.vrp.com/articles.aspx?page=LIST&ProdID=1208&qi

d=&zTYPE=2. (12 September 2008)

Djaelani F. 2007. Pengaruh Dosis Madu Terhadap Pengarahan Kelamin Jantan

Pada Ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters) Dengan Metode

Perendaman Larva. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Durham RA. Aquaculture and Fisheries Biotechnology Genetic Approach. CAB

International Wallingford. UK

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Perairan

dan Ligkungan. Kanisius. Yogyakarta

Fernando AA. and VP Phang. 1985. Culture of the Guppy, Poecilia reticulata, in

Singapore. Aquaculture, 51 : 49-63

Fujaya Y. 2002. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan Proyek

Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi. Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. 201 hal

Greenaway W, English S, Whatley FR. 1990. Phenolic Composition of Bud

Exudates of Populus deltoides, in Zeithschriff fur Naturforschung

45c, p. 587-93. UK

Hasan I. 2004. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta : Bumi Aksara.

Hunter GA. and EM Donaldson. 1983. Hormonal sex control and it Its Aplication

to Fish culture. Pp.: 223-291. In : Fish fisiology. Vol. IX B

Academic Press. New York.

Karayˇcel, Orhan Ak, dan Sedat Karayˇcel. 2006. Effect of temperature on sex

ratio in guppy Poecilia reticulata (Peters 1860). Aquaculture

Research, 2006, 37, 139-150

Page 44: C08nuu

Iwasaki N. 1989. Guppies, Francy Strain and How To Produce Them. Singapura.

139 p.

Iwasaki N. 1989. Guppies, Fancy Strain and How to Produce Them. Singapura.

139p.

Jollie WP and LG Jollie. 1964. The Fine Structure of the Ovarian Follicle of the

Ovoviviparus Poecillied Fish., Lebistes reticulates. Journal of

Morphology. 114 ; 479-502

Kartal M, Sendar Kaya, dan Semra Kurucu. 2002. GC-MS Analysis of Propolis

Sample from Two Regions of Turkey. Ankara University,Faculty

Pharmacy, Departemen of Pharmacognosy, Turkey.

Kirpichnikov VS. 1981. Genetic Bases of Fish Selection. Springer Veerlag. Berlin

Heidelberg. New York. 410p.

Kwon JY, Haspanah, LM Hurtado, B McAndrew and D Penman. 2000.

Maskulinization of Genetic Female Nile Tilapia (Oreochromis

niloticus) by Dietary Administration of An Aromatase Inhibitor

During Sexual Differentiation. Journal of Experimental Zoology.

287: 46-53. Willey-Liss Inc.

Martati E. 2006. Efektivitas Madu Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Gapi ( Poecilia

reticulata Peters). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Institut Pertanian Bogor.

Matty AJ. 1985. Fish Endicronology. Timber Press Portland. USA.

Nagy A, M Beresenyi and V Canyi. 1981. Sex Reversal in Carp (Cyprinus carpio)

by Oral Administration of Methyltestosteron. Canadian Journal

Fish Aquaculture Science. 38: 725-728.

Nelson JS. 1984. Fishes of The World. John Willey and Sons. Inc. New York.

P:221-222.

Riyanto. 2001. Pengaruh Pemberian Suplemen Madu Pada Induk Mencit

Terhadap Rasio Jenis Kelamin Anaknya. Berita Biologi. 5 (4).

Scholz S and HO Gutzeit. 2000. Affect Reproduction Sexual Diferentiation and

Aramatase Gene expression of medaka (Oryzias latipes). Aquatic

Toxycology 50:51-70

Page 45: C08nuu

Sever DM, Halliday, V Waight, J Brown, HA Davies, and EC Moriarty. 1999.

Sperm Storage In Female of The Smooth News (Triturus vulgaris

L)I Ultrastructure of the Spermathecal during the breeding season.

Journal of the Experimental Zoology. 283: 51-70 : Wiley-Liss

inc.

Silverine B, M Braillen, A Foiidart, dan J Balthazart. 2000. Distribution of

Aromatase Activity in the Brain and Peripheral Tissue of

Passerine and Non Passerine Avian Species. Gen. Comp.

Endocrinal. 117 : 34-35

Steel RGD, and JH Torrie. 1981. Principles and Prosedures of Statistics, A

Biometrical Approach. McGraw-Hill Kogasuka, Ltd. 633p

Sumantadinata K. 1983. Pengembangbiakan Ikan-ikan Peliharaan di Indonesia.

Penerbit Sastra Budaya, Bogor. 129 hal

Sukmara. 2007. Sex Reversal Pada Ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters) Secara

Perendaman Larva Dalam Larutan Madu 5 ml/L. Skripsi. Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Syaifuddin A. 2004. Pengaruh Pemberian Suplemen Madu Pada Pakan Larva Ikan

Nila GIFT (Oreochromis niloticus) Terhadap Rasio Jenis

Kelaminnya. Skripsi. Universitas Brawijaya. Fakultas Perikanan.

Malang.

Yamamoto. 1969. Sex Diferentiation. Fish Physiology. Vol III. P :117-158.

In:W.S Hoar and D.J. Randal (Eds). Academic Press. New York.

Yamazaki R. 1983. Sex Control and Manipulation in Fish, Aquaculture, 33:329-

354.

Yatim W. 1983. Genetika. Penerbit Tarsito. Bandung. 397 hal

Zakaria MW. 2003. Pengaruh Suhu Media yang Berbeda Terhadap Kelangsungan

Hidup dan Laju Pertumbuhan Benih Ikan Nilem, Osteochylus

Hasselti, Hingga Umur 35 hari. (Skripsi). Departemen Budidaya

Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian

Bogor. Bogor. 9 hal.

Zairin M. 2002. Sex reversal : Memproduksi Benih Ikan Jantan atau Betina.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 46: C08nuu

LAMPIRAN

Page 47: C08nuu

Lampiran 1. Cara pembuatan larutan asetokarmin

Cara pembuatan larutan asetokarmin :

0,6 gram bubuk karmin + 400 mL asam asetat 45% ( 45 mL asam asetat + 55

mL akuades)

Didihkan 2-4 menit, didinginkan dan disaring dengan kertas saring untuk memisahkan partikel

kasar

Tambahkan larutan asetokarmin pada gonad di atas gelas obyek

Setelah beberapa menit ditutup gelas obyek dan diamati

Page 48: C08nuu

Lampiran 2. Derajat kelangsungan hidup larva ikan guppy umur 2 bulan (%) pada

perlakuan popolis

Perlakuan propolis (μl/kg pakan) Jumlah anak Jumlah yang hidup SR Rata-rata Stdev

Kontrol 24 23 95.83

31 28 90.32

31 31 100.00 95.39 4.85

20 9 9 100.00

13 13 100.00

15 15 100.00 100.00 0

40 45 45 100.00

55 53 96.36

22 22 100.00 98.79 2.1

60 84 31 36.90

nd nd nd

nd nd nd 36,90 - nd : Tidak ada data (induk mati saat perlakuan sehingga tidak melahirkan anakan)

Page 49: C08nuu

Lampiran 3. Analisis ragam pada perlakuan propolis/kg pakan terhadap nilai

sintasan kelangsungan hidup larva ikan guppy

Analisis Anova

Groups Count Sum Average Variance

Column 1 3 286.1559 95.3853 23.56366

Column 2 3 300 100 0

Column 3 3 296.3636 98.78788 4.407713

Column 4 1 36.90476 36.90476

ANNOVA

Source of Variation SS df MS F P-value F crit

Between Groups 3400.059 3 1133.353 121.555 9.22E-06 4.757063

Within Groups 55.94274 6 9.323791

Total 3456.002 9

Karena F hitung > F tabel

Keputusan : tolak Ho

Pada selang kepercayaan 95% peningkatan perlakuan dosis propolis dalam pakan

berpengaruh terhadap peningkatan persentase SR (survival rate) larva ikan guppy

Page 50: C08nuu

Lampiran 4. Persentase jantan pada pengarahan kelamin dengan perlakuan propolis

Proporsi jantan (%) pada perlakuan propolis(μl/Kg Pakan)

Ulangan 0 20 40 60

1 21.74 22.22 40.00 55.17

2 28.57 61.54 18.87 nd

3 22.58 26.67 22.73 nd

Rata-rata 24.30 36.81 27.20 55.17

SD 3.73 21.53 11.25 - nd : Tidak ada data (induk mati saat perlakuan sehingga tidak melahirkan anakan)

Page 51: C08nuu

Lampiran 5. Analisis ragam pada perlakuan propolis/kg pakan persentase ikan

guppy jantan

Analisis Anova

Groups Count Sum Average Variance

Column 1 3 72.8912 24.29707 13.87966

Column 2 3 110.4274 36.80912 463.5936

Column 3 3 81.5952 27.1984 126.6344

Column 4 1 55.17241 55.17241

ANOVA

Source of Variation SS df MS F P-value F crit

Between Groups 853.5144 3 284.5048 1.412851 0.327989591 4.757063

Within Groups 1208.215 6 201.3692

Total 2061.73 9 Karena F hitung < F tabel

Keputusan : gagal tolak Ho

Pada selang kepercayaan 95% peningkatan perlakuan dosis propolis dalam pakan

tidak berpengaruh terhadap peningkatan persentase jumlah ikan guppy jantan

Page 52: C08nuu

Lampiran 6. Uji kontingensi khi kuadrat pada perlakuan propolis/kg pakan

terhadap persentase ikan guppy jantan

nij eij (nij-eij) (nij-eij)2/eij

5 11.5152 -6.5152 3.69

8 5.2525 2.7475 1.44

7 3.2323 3.7677 4.39

2 8.0606 -6.0606 4.56

8 3.6768 4.3232 5.08

4 2.2626 1.7374 1.33

18 19 -1.0000 0.05

10 8.666667 1.3333 0.21

5 5.333333 -0.3333 0.02

32 18.4242 13.5758 10.00

nd 8.4040 -8.4040 8.40

nd 5.1717 -5.1717 5.17

Jumlah 44.35

alfa 0.05

x2 tabel > 12.592

x2 44.35

Keputusan :

Karena x2 lebih besar daripada x2 tabel maka tolak Ho dan disimpulkan bahwa

perbedaan proporsi jantan dipengaruhi oleh perlakuan propolis (ada

ketergantungan antara kategori perlakuan dengan nisbah kelamin jantan).

Page 53: C08nuu

Lampiran 7. Uji proporsi pada perlakuan propolis/kg pakan terhadap persentase

ikan guppy jantan

Uji proporsi p1 p2 p q z

kontrol dan 20 0.243902 0.378378 0.285714 0.714286 -1.49

kontrol dan 40 0.243902 0.275 0.262376 0.737624 -0.49

kontrol dan 60 0.243902 0.551724 0.371429 0.628571 -3.7

20 dan 40 0.378378 0.275 0.299363 0.700637 1.19

20 dan 60 0.378378 0.551724 0.484211 0.515789 -1.65

40 dan 60 0.275 0.551724 0.365169 0.634831 -3.5

Uji proporsi p2 p1 p q z 20 dan kontrol 0.243902 0.378378 0.268657 0.731343 1.49 40 dan kontrol 0.243902 0.275 0.262376 0.737624 0.49 60 dan kontrol 0.243902 0.551724 0.371429 0.628571 3.7 40 dan 20 0.378378 0.275 0.299363 0.700637 -1.19 60 dan 20 0.378378 0.551724 0.484211 0.515789 1.65 60 dan 40 0.275 0.551724 0.365169 0.634831 3.5

α = 0.05 z = >1.645

Perlakuan Kontrol 20 40 60

Kontrol -1.49 -0.49 -3.7 20 1.49 1.19 -1.65

40 0.49 -1.19 -3.5 60 3.7* 1.65* 3.5*

*1 Keputusan : tolak Ho dan kita setuju dengan pendapat bahwa proporsi ikan

jantan pada perlakuan 60 μL propolis/Kg pakan lebih besar daripada perlakuan

kontrol

*2 Keputusan : tolak Ho dan kita setuju dengan pendapat bahwa proporsi ikan

jantan pada perlakuan 60 μL propolis/Kg pakan lebih besar daripada perlakuan 20

μL propolis/Kg pakan;

*3 Keputusan : tolak Ho dan kita setuju dengan pendapat bahwa proporsi ikan

jantan pada perlakuan 60 μL propolis/Kg pakan lebih besar daripada perlakuan 40

μL propolis/Kg pakan

Page 54: C08nuu

Lampiran 8. Analisis ragam pada pemberian pakan induk ikan guppy betina

Kisaran pemberian pakan per hari (gr) :

Kisaran pemberian pakan perhari (g) Ulangan 0 20 40 60

1 0.032 0.04 0.05 0.036 2 0.040 0.05 0.04 0.049 3 0.039 0.04 0.04 0.037

Rata-rata 0.037 0.042 0.046 0.040 SD 0.004 0.006 0.002 0.007

Analisis Anova

Groups Count Sum Average Variance Column 1 3 0.111 0.037 0.000019 Column 2 3 0.13 0.04333333 3.333E-05 Column 3 3 0.13 0.04333333 3.333E-05 Column 4 3 0.122 0.04066667 5.233E-05

ANNOVA

Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups 8.09167E-05 3 2.6972E-05 0.7818035 0.536624 4.066181 Within Groups 0.000276 8 0.0000345 Total 0.000356917 11

F hit <F tabel

Keputusan : Pada selang kepercayaan 95 % tidak terdapat perbedaan yang nyata

antara perlakuan yang diberikan dengan tingkat konsumsi pakan