EFEKTIVITAS PROPOLIS TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GUPPY Poecilia reticulata
OLEH
NAFISAH UMMATUL UKHROY
C14104033
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMNER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: EFEKTIVITAS PROPOLIS TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN
GUPPY Poecilia reticulata
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Desember 2008
Nafisah Ummatul Ukhroy
C14104033
RINGKASAN
NAFISAH UMMATUL UKHROY. Efektivitas Propolis Terhadap Nisbah
Kelamin Ikan Guppy Poecilia reticulata. Dibimbing oleh DINAR TRI
SOELISTYOWATI dan HARTON ARFAH.
Propolis memiliki komposisi bahan yang dapat digunakan untuk pengarahan kelamin ikan salah satunya adalah crysin dan berbagai macam mineral. Crysin merupakan salah satu bahan aktif yang terdapat di dalam madu sehingga bersifat lebih alami. Chrysin mengandung flovonoid salah satu bahan penghambat enzim aromatase atau lebih dikenal dengan aromatase inhibitor. Aromatase merupakan enzim yang berfungsi sebagai katalis konversi testosteron (androgen) menjadi estradiol (estrogen). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis efektif penggunaan propolis melalui pakan pada pengarahan kelamin jantan ikan guppy jantan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2008 di Laboratorium Pengembangan dan Genetika Ikan, Laboratorium Kesehatan Ikan dan Teaching Farm, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui dosis perlakuan yang akan diberikan. Sebanyak 6 ekor ikan betina ditempatkan ke dalam akuarium berukuran 20 x 20 x 20 cm dan diberi makan dengan pellet yang telah disemprot dengan larutan propolis dengan dosis 20,40,60,80,100,300,500 μL/kg pakan dalam alkohol teknis 70% sebanyak 250 ml/kg pakan. Pemberian pakan dilakukan hingga 10 hari. Dosis propolis penelitian berdasarkan lethal dosis adalah 0 (kontrol), 20, 40, dan 60 μl/ kg pakan. Pemeliharaan induk secara terpisah dilakukan sampai 2 bulan hingga induk betina siap untuk dikawinkan. Ikan jantan dan betina dipasangkan dalam satu akuarium dengan perbandingan jantan dan betina 1:2 selama 4 hari. Kemudian ikan jantan dipisahkan dari induk betina. Ikan betina kemudian diberi pakan dengan dosis propolis 0, 20, 40, 60 μL/kg pakan selama 10 hari. Selanjutnya, diberi pakan pelet tanpa pemberian propolis dan cacing sampai induk betina melahirkan anaknya. Larva kemudian dipelihara sampai menunjukkan ciri kelamin sekunder dan diberi makan pelet dan cacing. Sampling dilakukan pada umur anak 2 bulan. Parameter yang diukur adalah persentase jantan berdasarkan pengamatan karakter sekunder dan pemeriksaan jaringan gonad dengan menggunakan metode asetokarmin, SR dan kualitas air. Data persentase jantan dan kelangsungan hidup disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta dianalisis secara statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan dilanjutkan dengan analisis koefisien korelasi dengan metode statistik kualitatif khi-kuadrat, untuk menguji dependensi frekuensi jantan dengan perlakuan dalam bentuk tabel kontingensi.
Dari pelitian didapatkan hasil bahwa pada uji lethal dosis pada dosis propolis 20 dan 40 μl/kg pakan tingkat kelangsungan hidup 100%. Sedangkan pada dosis propolis 60 dan 80 μl/kg pakan menunjukkan kelangsungan hidup lebih rendah 33% dan 66 %. Pada dosis yang lebih tinggi mencapai 0%. Derajat kelangsungan hidup larva ikan yang telah berumur 2 bulan dengan perlakuan yang berbeda memiliki nilai mendekati 100% dari perlakuan dosis propolis 0, 20
hingga 40 μl/kg pakan. Pada perlakuan 60 μl/kg pakan menunjukkan nilai yang tinggi tetapi memiliki efek lethal. Perlakuan dosis propolis 20 μl/kg memiliki persentase jantan yang cukup tinggi sebesar 36.81% (± 21.53) tanpa menimbulkan efek lethal. Hasil perlakuan memberikan pengaruh nyata pada kelangsungan hidup larva ikan guppy (P < 0.05). Hasil perlakuan menunjukkan tidak ada kecenderungan peningkatan jantan dengan peningkatan dosis yang diberikan yang diberikan ( P < 0.05). Rata-rata persentase jantan tertinggi terdapat pada perlakuan dosis propolis 60 μl/kg pakan yaitu sebesar 55.17% dan terendah pada kontrol sebesar 24.30% (±3.73).
Berdasarkan analisis kontengensi menggunakan uji x2 menunjukkan perbedaan keempat dosis perlakuan terhadap perubahan nisbah kelamin, disimpulkan bahwa penggunaan dosis propolis yang berbeda menyebabkan perbedaan efektifitasnya dalam pengarahan kelamin jantan pada ikan guppy. Proporsi ikan jantan pada perlakuan 60 μL propolis/kg pakan lebih besar daripada perlakuan popolis 0, 20, dan 40 μL propolis/kg pakan. Hal ini menunjukkan perlakuan propolis 60 μL propolis/kg pakan signifikan berpengaruh terhadap nisbah kelamin jantan ikan guppy. Rata-rata pakan yang dikonsumsi induk ikan guppy untuk semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0.05). Hal ini berarti bahwa induk ikan guppy mengkonsumsi jumlah pakan yang hampir sama dan tidak terpengaruh oleh rasa pakan yang berbeda pada berbagai perlakuan dengan propolis. Pada pengamatan gonad dengan asetokarmin, ikan jantan (secara morfologi) memiliki jaringan gonad berupa bakal sperma.
EFEKTIFITAS PROPOLIS TERHADAP NISBAH KELAMIN
IKAN GUPPY Poecilia reticulata
NAFISAH UMMATUL UKHROY
SKRIPSI sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi : Efektivitas Propolis Terhadap Nisbah Kelamin
Ikan Guppy Poecilia reticulata
Nama Mahasiswa : Nafisah Ummatul Ukhroy
NRP : C14104033
Disetujui,
Pembimbing I
Dr. Ir. Dinar Tri Soelityowati NIP. 131413353
Pembimbing II
Ir. Harton Arfah M. Si NIP. 131953484
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indrajaya M. Sc NIP. 131578799
Tanggal Lulus : 5 Desember 2008
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dan puji syukur ke hadirat Alloh SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul Efektifitas
Propolis Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Guppy Poecilia reticulata ini dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya :
1. Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyawati, dan Ir. Harton Arfah, M. Si sebagai dosen
pembimbing skripsi, atas semua kesabarannya dalam memberikan bimbingan
dan pengarahan selama penelitian dan penulisan skripsi.
2. Ir. Mia Setiawati M. Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan
demi kesempurnaan penulis skripsi.
3. Prof. Dr. Komar Sumantadinata dan Dr. Alimmudin atas saran dan masukan
selama penelitian.
4. Ibu, Bapak, Mas Wawan, Auk, dan Waskita Adiguna atas semangat, doa, dan
kasih sayang yang telah dicurahkan.
5. Teman-teman seperjuangan BDP’41, Fiska, Deby, Sarah, Martha, Rissa dan
Salwa.
6. Teman-teman sedaerah Pati Rani, Ratna, Icha, dan Sunda Karya Crew serta
semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan
penyusunan skripsi.
Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu saran dan
kritik penulis harapkan. Semoga skrpsi ini dapat bermanfaat dan memberikan
informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Bogor, Desember 2008
Nafisah Ummatul Ukhroy
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 21 Mei 1986 dari
pasangan Bapak Masruri dan Ibu Sundari Sutji. Penulis merupakan anak kedua
dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN
Tambakromo 03 tahun 1998, SLTPN 1 Pati tahun 2001, SMUN 1 Pati tahun
2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Teknologi dan
Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi
Masuk IPB).
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi Asisten Dasar-Dasar
Akuakultur 2005/2006, Dasa-Dasar Mikrobiologi Akuatik 2005/2006, Fisiologi
dan Reproduksi Ikan 2006/2007, Dasar-dasar Gentika Ikan 2007/2008, Fisiologi
dan Reproduksi Biota Akuatik 2008/2009, Teknik Pembuatan dan Pemberian
Pakan Ikan 2008/2009. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Praktek Lapang
Pembenihan Udang Vanname Littopennaeus vannamei di PT. Tirta Mutiara
Makmur Situbondo dan Praktek Lapang Pembesaran Kerapu Macan Epinephelus
fuscoguttatus di UD. Sumber Kerapu Sejati. Selain itu, penulis juga aktif menjadi
Pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) BDP pada 2005-2006,
Divisi Pemberdayaan dan Pelayanan Publik BEM Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor periode 2006/2007, dan anggota Ikatan
Keluarga Mahasiswa Pati.
Tugas akhir penelitian diselesaikan dengan menulis skripsi dengan judul
”Efektivitas Propolis Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Guppy Poecilia
reticulata”.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI....................................................................................................vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xi
I. PENDAHULUAN ..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................1
1.2 Tujuan .....................................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................3
2.1 Ikan Guppy Poecilia reticulata...............................................................3
2.2 Perubahan Jenis Kelamin ........................................................................4
2.3 Propolis ..................................................................................................8
III. BAHAN DAN METODE .........................................................................12
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................12
3.2 Alat dan Bahan......................................................................................12
3.3 Metode Penelitian ................................................................................13 3.3.1 Pengujian Lethal Dosis ................................................................13 3.3.2 Penentuan Dosis Resin Pada Pakan .............................................13 3.3.3 Pembuatan Pakan .........................................................................13 3.3.4 Pemeliharaan Induk dan Larva ....................................................14 3.3.5 Sampling ......................................................................................14
3.4 Pengukuran Variabel.............................................................................15
3.5 Analisis data ..........................................................................................15
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................18
4.1 Hasil ......................................................................................................18 4.1.1 Penentuan Lethal Dosis.................................................................18 4.1. 2 Derajat Kelangsungan Hidup Larva.............................................18 4.1.3 Keberhasilan Pengarahan Kelamin....... ........................................19 4.1.4 Pengamatan Gonad Ikan Guppy Jantan dan Betina ......................20 4.1.5 Jumlah Intake per Hari ..................................................................21 4.1.6 Kualitas air ....................................................................................21
4.2 Pembahasan...........................................................................................22
V. KESIMPULAN...........................................................................................28
5.1 Kesimpulan ...........................................................................................28
5.2 Saran......................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................29
LAMPIRAN.....................................................................................................33
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Metode pengarahan kelamin pada ikan.........................................................6 2. Contoh jenis-jenis hormon ............................................................................7 3. Komposisi pakan buatan .............................................................................12 4. Dosis dan jumlah bahan untuk perlakuan ...................................................13 5. Derajat kelangsungan hidup induk ikan guppy pada uji lethal dosis..........18 6. Uji proporsi ikan guppy jantan pada perlakuan dosis propolis ..................20 7. Jumlah konsumsi pakan harian pada induk ikan guppy.............................21 8. Pengukuran parameter kualitas air selama penelitian .................................22
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Struktur kimia chrysin....................................................................................9 2. Persentase kelangsungan hidup (SR) larva ikan guppy ...............................19 3. Persentase ikan guppy jantan pada perlakuan propolis (0,20,40,60 μl/kg
pakan ............................................................................................................19 4. Ikan guppy jantan (kiri) dan betina (kanan).................................................20 5. Gonad ikan jantan (kiri) dan gonad ikan betina (kanan) dengan
pewarnaan asetokarmin................................................................................21 6. Diagram proses steroidogenesis dengan adanya kalium dan chrysin ..........23 7. Diagram biosintesis steroid ..........................................................................25
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Cara pembuatan larutan asetokarmin ...........................................................33 2. Derajat kelangsungan hidup larva ikan guppy umur 2 bulan (%) pada
perlakuan popolis .........................................................................................34 3. Analisis ragam pada perlakuan propolis/kg pakan terhadap nilai sintasan
kelangsungan hidup larva ikan guppy..........................................................35 4. Persentase jantan pada pengarahan kelamin dengan perlakuan propolis.....36 5. Analisis ragam pada perlakuan propolis/kg pakan persentase ikan guppy
jantan............................................................................................................37 6. Uji kontingensi khi kuadrat pada perlakuan propolis/kg pakan terhadap
persentase ikan guppy jantan .......................................................................38 7. Uji proporsi pada perlakuan propolis/kg pakan terhadap persentase ikan
guppy jantan.................................................................................................39 8. Analisis ragam pada pemberian pakan induk ikan guppy betina................40
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan guppy merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang
dibudayakan di Indonesia. Ikan guppy diminati masyarakat karena memiliki
variasi warna yang sangat menarik pada bagian ekor. Secara morfologis ikan
guppy jantan lebih diminati karena memiliki corak warna yang lebih indah,
menarik, dan tubuh lebih ramping dibandingkan dengan ikan guppy betina.
Sehingga budidaya ikan guppy jantan lebih menguntungkan daripada ikan guppy
betina.
Dalam budidaya ikan produksi kelamin tunggal jantan atau betina dengan
teknik pengarahan kelamin (sex reversal) dapat dilakukan dengan cara hormonal,
kromosonal, atau kombinasi keduanya (Sumantadinata, 1983). Pengarahan
kelamin memberikan keuntungan secara ekonomis dari berbagai segi misalnya
laju pertumbuhan, dan tujuan estetik.
Pengarahan kelamin bertujuan untuk mengarahkan kelamin ikan dari
betina genetik menjadi jantan fungsional ataupun sebaliknya dengan rangsangan
hormon steroid pada fase pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin
dan belum ada pembentukan steroid. Hormon steroid yang sering digunakan
diantaranya adalah androgen dan estrogen. Androgen merupakan hormon
perangsang sifat-sifat jantan sedangkan estrogen merupakan hormon-hormon
perangsang sifat-sifat betina (Zairin,2002).
Keberhasilan pengarahan kelamin menggunakan hormon ditentukan oleh
berbagai faktor yaitu jenis ikan, umur ikan, jenis dan dosis hormon, suhu serta
waktu, lama dan cara pemberian hormon. Pada ikan guppy diferensiasi kelamin
berlangsung pada saat ikan dilahirkan sehingga pemberian hormon sebaiknya
dilakukan pada tahap embrio di dalam tubuh induknya. Dalam aplikasinya
penggunaan hormon sintetis dapat menimbulkan stress sehingga kelangsungan
hidup ikan menjadi rendah, harganya cukup tinggi, dan dari segi kesehatan dapat
bersifat karsinogenik. Oleh karena itu dicari bahan alternatif yang memiliki bahan
aktif untuk pengarahan kelamin yang bersifat lebih alami sehingga ramah
lingkungan.
Bahan alternatif yang bersifat alami tersebut antara lain adalah propolis.
Propolis dilaporkan memiliki komposisi bahan yang dapat digunakan untuk
pengarahan kelamin ikan yaitu chrysin dan berbagai macam mineral. Chrysin
merupakan salah satu bahan aktif alami yang mengandung flovonoid sebagai
penghambat enzim aromatase atau lebih dikenal dengan aromatase inhibitor.
Aromatase merupakan enzim yang berfungsi sebagai katalis konversi testosteron
(androgen) menjadi estradiol (estrogen) (Dean, 2004).
Flavonoid juga terkandung dalam madu lebah yang digunakan untuk
pengarahan kelamin pada ikan nila GIFT Oreochromis niloticus yang diberikan
secara oral dengan dosis 200 ml/kg pakan dan tingkat keberhasilannya sebesar
93,33% (Syaifudin, 2004). Sebelumnya telah berhasil mengarahkan kelamin ikan
guppy menjadi jantan dengan perendaman induk selama 10 jam dengan dosis 60
ml/kg dan tingkat keberhasilan sebesar 59,5% (Martati, 2006). Sedangkan
Djaelani (2007) dan Sukmara (2007) yang melakukan dengan perendaman madu
larva ikan guppy, menghasilkan persentase jantan masing-masing 46,90% (dosis
10 ppt selama 10 jam) dan 46,99% (dosis 5 ppt selama 10 jam). Namun efektifitas
penggunaannya belum mencapai keberhasilan yang maksimal terkait dengan dosis
dan metode pemberiannya baik melalui perendaman maupun dicampurkan dengan
pakan. Kandungan glukosa dalam madu menyebabkan pH rendah sehingga
kualitas air budidaya menurun dan berdampak negatif terhadap kesehatan ikan
pada dosis tertentu (Sukmara, 2007). Propolis mengandung flavonoid dengan
kadar yang tinggi (kandungan bioflavonoid > 23.000 ppm/100ml) sehingga
diharapkan lebih efektif dan efisien berperan sebagai penghambat aromatase
namun ramah lingkungan.
1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui efektifitas propolis
dosis 0, 20, 40, 60 μL/kg pakan pada pengarahan kelamin terhadap nisbah
kelamin ikan guppy.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Guppy Poecilia reticulata
Sistematika ikan guppy (Poecilia reticulata) menurut Axelrod dan Schultz
(1993) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Craniata
Superkelas : Gnatastomata
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Actinopterygii
Superordo : Teleostei
Ordo : Cyprinodontoidei
Subordo : Poecilioidea
Famili : Poecilidae
Genus : Poecilia
Spesies : Poecilia reticulata
Ikan guppy memiliki habitat asli di perairan dangkal, sungai, parit dan
danau. Ikan guppy berasal dari daerah utara Amazon yaitu Trinidad, Barbados,
Venezzuela, Gunaya, dan Brazil. Ikan guppy juga dapat hidup di perairan payau
(Nelson, 1984).
Ikan guppy termasuk famili Poecilidae yang mudah berkembangbiak. Ikan
guppy merupakan jenis ikan yang bersifat ovovivipar yaitu telur yang dibuahi
sperma secara internal, embrio disimpan, dan terus berkembangbiak hingga
terbentuk anak. Embrio mendapatkan makanan dari kuning telur tanpa adanya
pemindahan makanan dari induk menuju embrio (Jollie, 1964).
Ikan guppy mampu menyimpan sperma dalam jangka waktu yang lama di
dalam oviduk. Kemampuan ikan guppy dalam melahirkan termasuk tinggi namun
bervariasi tergantung pada umur dan strain ikan. Pada umumnya induk betina
mampu menghasilkan anak sebanyak 30-80 ekor namun ada juga yang sampai
ratusan ekor dalam 1 kali perkawinan (Fernando dan Phang, 1985).
Calon induk yang baik biasanya minimal telah berumur 4-6 bulan dengan
perbandingan jantan dan betina 1: 2. Induk betina dipilih yang berukuran besar
dan berwarna cemerlang. Sedangkan induk jantan yang digunakan memiliki ciri-
ciri berwarna cerah dan ekornya mengembang lebar (Zairin, 2002).
Ikan guppy memiliki beberapa tahap dalam siklus hidupnya yaitu tahap
larva, tahap juvenil, tahap dewasa, dan masa pertumbuhan maksimum. Setelah
larva dilahirkan 3-4 minggu maka gonopodium (modifikasi sirip anal) pada ikan
jantan telah berkembang. Kemampuan berkembangbiak ikan guppy sudah sejak 3
minggu setelah ikan dilahirkan maka ikan guppy termasuk ke dalam ikan yang
cepat berkembangbiak. Sekali melakukan perkawinan dapat beranak sampai 3 kali
dengan jarak kelahiran 1 bulan kemudian dapat dikawinkan lagi selama masih
dalam kondisi produktif. Masa juvenil ikan berlangsung sampai ikan berumur 2
bulan ditandai dengan sirip ekor mulai melebar dan warna tubuh terlihat jelas.
Saat ikan berumur 3-4 bulan merupakan masa paling aktif dan penampakan warna
paling indah. Masa pertumbuhan maksimum dicapai pada saat ikan berumur lebih
dari 6 bulan. Setelah melewati masa pertumbuhan maksium maka terjadi
penurunan penampilan, sirip mulai robek, dan gerakan melambat (Iwasaki, 1989).
2.2 Perubahan Jenis Kelamin
Jenis kelamin ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Secara
genetik jenis kelamin terbentuk saat zigot yaitu sesuai dengan tipe pasangan
kromosom kelaminnya (homogametik atau heterogametik). Namun secara
fungsional perkembangan gonad dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang akan
mengarahkan diferensiasi kelamin sesuai produksi hormon testosteronnya
(Yamamoto, 1969 ).
Apabila pada awal perkembangan gonad ditemukan hormon testosteron
maka gonad akan berdeferensiasi menjadi testis. Sebaliknya jika tidak ada hormon
testosteron maka gonad akan menjadi ovari (Hunter dan Donaldson, 1983).
Diferensiasi kelamin merupakan proses perkembangan gonad ikan menjadi
jaringan yang definitif melalui serangkaian kejadian yang memungkinkan kelamin
genotip terekspresi menjadi seks fenotip. Pada kondisi normal, genotip betina
akan terekspresi menjadi fenotip betina begitu pula dengan genotip jantan yang
akan terekspresi menjadi fenotip jantan dengan perbandingan 1:1. Tetapi apabila
proses diferensiasi kelamin mengalami intervensi dengan bahan-bahan seperti
hormon maka akan mengalami perkembangan gonad yang berlawanan. Proses
diferensisasi kelamin pada betina ditandai dengan meiosis oogonia dan
memperbanyak sel-sel somatik membentuk rongga ovari. Sedangkan difereniasi
kelamin pada jantan ditandai dengan munculnya spermatogonia serta
pembentukan sistem vaskuler pada testis (Zairin, 2002)
Perubahan lingkungan yang terjadi di dalam atau di luar tubuh akan
diterima oleh indra disampaikan ke sistem syaraf pusat, setelah itu dikirim ke
hypotalamus, kemudian memerintahkan kelenjar hipofisa untuk mengeluarkan
hormon gonadotropin yang masuk ke dalam darah dan dibawa kembali ke gonad
sebagai petunjuk untuk memulai pembentukan gonad. Perubahan jenis kelamin
secara buatan dimungkinkan karena pada saat fase pertumbuhan gonad belum
terjadi diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan steroid sehingga dapat
diarahkan dengan menggunakan hormon steroid (Fujaya, 2002).
Keberhasilan penggunaan hormon steroid dalam pengarahan kelamin
dipengaruhi oleh jenis, dosis, waktu pemberian, lama pemberian, cara pemberian,
dan suhu (Nagy et al., 1981). Perlakuan hormon steroid untuk mengarahkan
kelamin pada ikan secara eksogenus harus dimulai pada waktu yang tepat.
Yamazaki (1983) menyatakan bahwa waktu yang tepat untuk perlakuan tersebut
adalah sebelum diferensiasi kelamin dimulai yaitu pada saat stadia larva atau pada
saat ikan baru mulai makan. Menurut Kwon et al (2000) menyatakan bahwa masa
diferensiasi kelamin pada ikan bersifat spesifik tergantung spesies. Pada ikan
guppy deferensiasi kelamin terjadi sebelum ikan dilahirkan sampai beberapa saat
setelah menjadi larva. Maka untuk proses manipulasi dapat dilakukan pada fase
embrio ketika masih di dalam ovari induknya (Yamazaki dalam Anjastuti, 1995)
maupun pada fase larva. Sedangkan menurut Arfah (1997), bahwa fase
diferensiasi kelamin ikan poecilidae terjadi pada fase embrio sampai larva
berumur 12 hari.
Beberapa metode pemberian hormon pada rekayasa pengarahan kelamin
beserta kelemahan dan kelebihannya disajikan pada Tabel 1 (Zairin, 2002).
Tabel 1. Metode pengarahan kelamin pada ikan Perlakuan Kelebihan Kelemahan 1. Oral pakan buatan - mudah menyiapkan bahan
dilarutkan dan disemprotkan ke pakan - efisien karena keperluan relatif sedikit sehingga biayanya murah
- intake ikan terbatas dalam (dosis perlu ditingkatkan) - kemungkinan bahan tercuci (leaching) di dalam air akan mencemari lngkungan - dalam saluran pencernaan kemungkinan terjadi degradasi bahan oleh enzim pencernaan sehingga rusak sebelum bekerja.
pakan alami -dapat diberikan pada ikan berukuran kecil (larva) - pencucian hormon oleh air lebih kecil - dosis bahan dapat dihitung (proksimat)
- bahan berdifusi dalam wadah budidaya lebih lama - kemungkinan terjadi degradasi hormon oleh enzim pencernaan - pakan alami (seperti artemia) memiliki senyawa yang menyerupai aromatase yang akan mengkonversi hormon androgen menjadi estrogen sehingga yang bekerja pada ikan adalah estrogen - biaya relatif mahal karena harga pakan alami (Artemia) mahal
2 Perendaman embrio - fase embrio (bintik mata) relatif lebih kuat menerima perlakuan - hemat dalam penggunaan hormon
- bahan terlalu jauh untuk mencapai organ target
larva -mudah menyiapkan perlakuan
- dosis tidak terlalu kuat dan disesuaikan dengan ketahanan ikan - kepadatan terlalu tinggi menimbulkan persaingan oksigen - dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (seperti 17α-metiltestosteron yang cepat terurai dalam air tetapi dalam lumpur dapat bertahan hingga beberapa bulan).
induk - tingkat keberhasilan tinggi - bahan lebih banyak pada perlakuan ikan berukuran besar
3. Penyuntikan - bahan yang masuk ke dalam tubuh ikan sesuai dengan dosis
-terbatas penggunaannya karena memerlukan waktu dan alat tertentu (contoh : penyuntikan di bawah mikroskop dengan bantuan mikromanipulator)
Pengarahan kelamin dengan cara perendaman, hormon akan masuk dalam
tubuh ikan melalui beberapa tempat pertukaran seperti insang, kulit, dan gurat sisi.
Dengan cara ini tidak semua hormon masuk ke dalam tubuh ikan. Jika hormon
diberikan melalui pakan (oral) baik pakan hidup maupun pakan buatan maka
hormon tersebut terlebih dahulu akan memasuki saluran pencernaan dan baru
kemudian diserap oleh tubuh. Dengan kata lain jika hormon diberikan melalui
pakan buatan atau pakan alami maka akan terdapat resiko hormon menjadi kurang
efektif karena adanya enzim pencernaan (Zairin, 2002).
Dosis hormon yang diberikan sangat berkaitan dengan efisiensi dan
mempengruhi nilai ekonomisnya. Dari segi efisiensi dosis yang diinginkan adalah
dosis yang rendah dengan hasil yang maksimal. Terdapat kecenderungan
pemberian dosis yang terlalu rendah menyebabkan proses pengarahan kelamin
berlangsung kurang sempurna. Pemberian dosis tinggi akan menyebabkan
kecenderungan ikan menjadi steril, mematikan ikan, polusi dari limbah sisa
perlakuan yang dikhawatirkan mencemari lingkungan sehingga mempengaruhi
perbandingan kelamin ikan. Penggunaan dosis biasanya dikaitkan dengan lama
perlakuan. Dosis tinggi biasanya diberikan dalam waktu yang singkat sedangkan
dosis rendah diberikan dalam jangka panjang (Zairin, 2002).
Apabila ikan yang diberi perlakuan masih dapat bereproduksi maka
penggunaan dosis harus tepat dan tidak terlalu tinggi. Dosis yang terlalu tinggi
akan menimbulkan sterilitas dan abnormalitas dalam perkembangan gonad ikan.
Jenis hormon yang digunakan untuk pengarahan kelamin secara umum dapat
dikelompokkan menjadi androgen dan estrogen. Androgen digunakan dalam
proses maskulinisasi yaitu menghasilkan keturunan monoseks jantan. Sedangkan
estrogen digunakan dalam proses feminisasi yaitu menghasilkan keturunan
monoseks betina (Zairin, 2002).
Tabel 2. Contoh jenis-jenis hormon Jenis hormon Androgen (maskulinisasi) Estrogen (feminisasi) Alamiah - testosteron
- 11-ketotestosteron. - estradiol-17ß - esteron - estriol
Sinteti - 17α-metiltestosteron - testosteron propianat - 17α-metildihidrotestosteron
- Dietilbestrol - dietilbestrol difosfat - estradiol benzoat - estradiol butiril asetat - 17 α-etinilestradiol - estradiol propianat
Pemberian hormon memiliki efek paradok atau penyimpangan yaitu
pemberian androgen tetapi menghasilkan populasi yang banyak betinanya
sebaiknya dicoba dengan androgen yang tidak mengalami aromatasi menjadi
estrogen seperti 17α-metildihidrotestosteron (Zairin, 2002).
Hormon sintetis seperti 17α-metiltestosteron memiliki efektifitas yang
lebih tinggi daripada bahan alami karena dapat bereaksi lebih lama pada target sel
dan lambat dieliminasi tetapi tidak ramah lingkungan. Pada individu jantan
hormon metiltestosteron dapat meningkatkan spermatogenesis. Sedangkan pada
individu betina menyebabkan munculnya karakter kelamin sekunder jantan yaitu
berupa perpanjangan sirip anal dan menyebabkan degenerasi ovari serta
reabsorbsi telur. Dosis dan lama pemberian hormon yang melewati batas dapat
menyebabkan gangguan perkembangan gonad dan pembentukan gamet. Bahkan
pada pengarahan kelamin jantan, maka testis akan mengecil dan terjadi
kemandulan akibat kerusakan sel-sel germinal (Zairin, 2002).
Terdapat senyawa selain steroid yang digunakan untuk pengarahan kelamin
yaitu senyawa non-steroid. Sebagai contoh penggunaan akrivlafin pada ikan
tilapia dan pemberian N-dimetilformamid selama 2 minggu pada ikan rainbow
trout untuk feminisasi. Stadia yang paling sensitif terhadap stimulasi hormon
untuk perubahan kelamin adalah pada saat gonad masih labil sesaat sebelum
terjadi deferensiasi secara alami berlangsung (Zairin, 2002).
Lama perlakuan berkorelasi dengan dosis yang digunakan. Untuk dosis yang
rendah biasanya memerlukan waktu yang lama dan sebaliknya untuk dosis tinggi
digunakan waktu pendek. Selain itu, lama perlakuan juga berkorelasi dengan
stadia perkembangan larva pada saat ikan diberi perlakuan serta cara pemberian
hormon. Pemberian melalui perendaman memerlukan waktu yang lebih pendek.
Pemberian hormon melalui pakan memerlukan waktu yang panjang dan dosis
rendah (Zairin, 2002).
Menurut Zairin (2002), kondisi lingkungan khususnya suhu air akan
mempengaruhi metabolisme tubuh yang selanjutnya akan mengendalikan kerja
hormon dan berpengaruh juga terhadap stadia perkembangan larva (masa
sensitivitas gonad terhadap stimulasi hormon).
2.3 Propolis
Propolis adalah sejenis balsam yang dikumpulkan oleh lebah dari tunas
dan daun dari berbagai pohon dan tanaman. Lebah membuat campuran balsam ini
dengan bahan turunan dari pollen dan beberapa tipe enzim yang aktif. Enzim
tersimpan dalam kelenjar di bagian kepala dan thorax. Propolis terdapat pada
sarang lilin dengan jumlah yang kecil dan pembungkus sarang lebah. Ratu lebah
akan meletakkan telur pada bagian yang telah dilapisi dengan propolis sehingga
larva terlindungi dari serangan penyakit saat menetas (Kartal et al., 2002).
Greenaway et al. (1990) menyatakan bahwa komposisi propolis sangat
bervariasi secara kuantitatif, tetapi secara kualitatif terdiri dari resin dan
balsam55%, wax7,5-35%, volatil oil 10%, pollen 5%, asam lemak 5%, terpen,
tannin dan 4,4-19% bahan lainnya. Propolis sangat kaya dengan lemak, asam
amino, asam organik, campuran dari univalen alkohol, dan trace elemen seperti
natrium, kalium, besi, tembaga, mangan, seng, dan asam tannic, phyroncides, dan
antibiotik. Selain itu, propolis mengandung vitamin khususnya kelompok vitamin
B, 5-10% vitamin E, C, H, P dan Provitamin A. Bahan aktif yang diisolasi dari
propolis adalah flavon, flavonol, flavon (flavonoid), dan berbagi phenol serta
aromatik. Chrysin merupakan bagian dari flavon memiliki struktur kimia 5,7-
dihidroxyflavon (Gambar 1).
Gambar 1.Struktur kimia chrysin
Chrysin merupakan salah satu jenis flavonoid yang diakui sebagai salah
satu penghambat dari aromatase atau disebut aromatase inhibitor (Dean, 2004).
Aromatase merupakan enzim P-450 yang mengubah androgen menjadi estrogen.
Aktivitas aromatase terletak di dalam otak yang berpengaruh terhadap
pengendalian tingkah laku serta terjadi pada ovari yang berpengaruh terhadap
maturasi folikel dan tingkat ovulasi (Silverine, et al., 2000).
Aktivitas aromatase berkorelasi dengan struktur gonad karena aktivitas
aromatase larva rendah akan mengarah pada pembentukan testis dan akan
mengarah pada pembentukan ovari saat aktivitas aromatase tinggi (Scholz dan
Gutzeit, 2000). Aromatase inhibitor berfungsi menghambat kerja aromatase dalam
sintesis estrogen. Proses penghambatan ini mengakibatkan terjadinya penurunan
konsentrasi estrogen yang mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari gen
aromatase sebagai feedbacknya (Balthazart dan Ball, 1989 dalam Server et al.,
1999). Penurunan rasio estrogen terhadap androgen menyebabkan terjadinya
perubahan penampakan dari betina menjadi menyerupai jantan atau dengan kata
lain terjadi maskulinisasi karakteristik seksual sekunder (Davis et al., 1999).
Mekanisme kerja aromatase inhibitor yaitu menghambat proses transkripsi
gen-gen aromatase sehingga mRNA tidak terbentuk dan enzim aromatase tidak
ada, juga bersaing dengan substrat alami (testosteron) sehingga aktivitas
aromatase tidak berjalan (Brodie, 1991).
Propolis mengandung kalium yang befungsi untuk pengarahan kelamin
pada ikan. Menurut Syaifuddin (2004) menyatakan bahwa pemberian suplemen
madu pada ikan nila GIFT berpengaruh yang sangat nyata terhadap perubahan
jenis kelamin dari betina menjadi jantan diduga disebabkan oleh kandungan
kalium yang tinggi pada madu. Kalium berpengaruh terhadap pembentukan
pregnenolon dan kortikosteron menjadi aldosteron. Pregnenolon yaitu sumber
biosintesis hormon-hormon steroid oleh kelenjar adrenal berfungsi dalam
pembentukan hormon-hormon streoid dalam mitokondria yang membantu proses
perubahan dari 17 hidroksi progesterone yang akan membentuk testosterone.
Testosteron berfungsi sebagai hormon androgen dalam spesies jantan. Apabila
hormon androgen yang dihasilkan banyak akan menyebabkan testosterone dalam
tubuh ikan maka akan mengarahkan pembentukan sel kelamin jantan. Hal ini
sama seperti cara kerja dari 17α-metiltestosteron (MT), yaitu dengan menambah
jumlah hormon testosteron menyebabkan jumlah hormon androgen akan lebih
unggul dari estrogen sehingga merangsang perkembangan testis yang
mengarahkan diferensiasi menjadi kelamin jantan.
Mineral (natrium, kalium, besi, tembaga, mangan, seng) yang terdapat
dalam propolis menyebabkan reaksi alkalis pada saluran ekstraseluler pada
mencit. Reaksi ini menyebabkan androsperma (Y) bergerak lebih cepat daripada
gynosperma (X) sehingga akan menghasilkan anakan jantan lebih banyak
(Winarno, 1995 dalam Riyanto, 2001).
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2008 di
Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan, Laboratorium Kesehatan
Ikan dan Teaching Farm, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu
Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah satu buah akuarium ukuran 100x50x50
cm untuk aklimatisasi induk, satu buah akuarium ukuran 25cmx25cmx25cm
untuk pemijahan, 15 buah akuarium ukuran 20cmx20cmx20cm untuk
pemeliharaan larva, 24 buah akuarium ukuran 15cmx15cmx15cm untuk induk
yang akan melahirkan, serokan, 6 buah akuarium untuk memisahkan jantan dan
betina , perlengkapan aerasi, syrring, thermometer, seser, mikroskop, kamera
digital, alat bedah, pipet tetes, gelas objek, cover glass, dan alat-alat untuk
mengukur kualitas air.
Bahan-bahan yang digunakan adalah ikan guppy 12 ekor jantan dan 24
ekor betina, pakan pelet Mangalindo, cacing, Metilen blue, air tawar, dan propolis
(resin lebah) mengandung ekstrak propolis sebesar 20 % dan kandungan
bioflavonoid lebih dari 23000 ppm untuk setiap 100 ml
(http://propolisdiamond.net/index.php?propolis=produk). Pakan yang digunakan
memiliki komposisi yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi pakan buatan
Kandungan Jumlah (%)
Protein 42
Lemak 6
Serat kasar 3
Kadar abu 16
Ca 4,5
Phosphor 1,5
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pengujian Lethal Dosis
Sebanyak 6 ekor ikan betina ditempatkan ke dalam akuarium berukuran 20
x 20 x 20 cm. Ikan betina diberi makan dengan pellet yang telah disemprot
propolis lebah dengan dosis 20,40,60,80,100,300,500 μL/kg pakan yang telah
dilarutkan dengan alkohol teknis 70% sebanyak 250 ml/kg pakan. Pemberian
pakan dilakukan hingga 10 hari pemeliharaan ikan. Pengujian ini dilakukan
berdasarkan pengamatan kematian total ikan secara gradual dari dosis terbesar ke
dosis terkecil.
3.3.2 Penentuan Dosis Propolis Pada Pakan
Berdasarkan lethal dosis yang telah diujikan selama 10 hari, maka dosis
propolis perlakuan ditentukan yaitu 20, 40, dan 60 μl/ kg pakan dan kontrol (tanpa
propolis).
3.3.3 Pembuatan Pakan
Dosis propolis yang digunakan untuk penelitian adalah 0 (kontrol), 20, 40,
dan 60 μl/ kg pakan. Pakan ditimbang untuk masing-masing perlakuan adalah 20
gram. Alkohol 70% sebagai pelarut dimasukkan ke dalam botol semprot dengan
pipet 250 ml/kg pakan, sehingga untuk semua perlakuan menggunakan alkohol
sebanyak 5 mL. Propolis dimasukkan ke dalam alkohol dengan menggunaan
mikropipet sebanyak masing-masing 0 μL, 0,40 μL, 0,60 μL dan 0,80 μL untuk
perlakuan 0, 20,40,dan 60 μl/ kg pakan. Botol semprot ditutup dan dihomogenkan
dengan vortex. Pakan disemprot hingga rata dan dikering udarakan hingga
alkoholnya menguap. Pakan siap untuk disimpan dan digunakan. Pemberian
pakan perlakuan dilakukan secara ad satiation (sekenyangnya).
Tabel 4. Dosis dan jumlah bahan untuk perlakuan Dosis Jumlah pakan (gram) Propolis (μL) Alkohol (ml)
0 20 0 5
20 20 0,40 5
40 20 0,60 5
60 20 0,80 5
3.3.4 Pemeliharaan Induk dan Larva
Persiapan untuk perakitan alat-alat yang digunakan dilakukan selama satu
bulan yaitu meliputi penyiapan akuarium dan pemasangan aerasi. Air yang akan
digunakan diberi treatment Metilen blue sebanyak 10 ppt untuk menghindari
tumbuhnya mikroba yang mnyebabkan penyakit pada ikan dan diaerasi kuat
selama 3 hari sebelum digunakan. Masa adaptasi ikan dilakukan selama 4 hari
dengan pemberian pakan berupa pelet Mangalindo 2-3 kali perhari dan cacing
beku pada siang hari. Pemeliharaan induk dilakukan sampai 2 bulan hingga induk
betina hamil siap memijah. Ikan jantan dan betina kemudian dipasangkan dalam
satu akuarium dengan perbandingan jantan dan betina 1:2 selama 4 hari. Untuk
proses fertilisasi, ikan jantan segera dipisahkan pasca perkawinan dari induk
betina agar tidak memakan larva yang akan lahir. Ikan betina kemudian diberi
pakan yang mengandung propolis dengan dosis 0, 20, 40, 60 μL/kg pakan selama
10 hari dalam pengarahan kelamin dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
Pasca perlakuan, pakan pelet dan cacing diberikan tanpa perlakuan propolis
sampai induk betina melahirkan anaknya (larva).
Larva dipelihara selama ± 2 bulan sampai menunjukkan ciri kelamin
sekunder dan diberi makan pelet serta cacing. Air yang dimasukkan ke dalam
akuarium adalah air yang berasal dari tandon pengendapan. Aerator dipasang
pada setiap akuarium untuk meningkatkan difusi udara. Pembuangan kotoran pada
dasar akuarium dengan menggunakan selang (penyifonan) dilakukan sekali setiap
hari.
3.3.5 Sampling
Sampling larva dilakukan setelah 2 bulan pasca melahirkan. Parameter
pengamatan meliputi banyaknya larva yang hidup (SR) dan jenis kelamin jantan
atau betina berdasarkan pengamatan karakter kelamin sekunder secara morfologis,
serta pemerikasaan jaringan gonad menggunakan metode asetokarmin.
Karakter sekunder pada ikan jantan terlihat adanya gonopodium, warna
yang lebih terang, dan bentuk tubuh yang lebih indah (Gambar 2). Metode
asetokarmin digunakan untuk melihat jaringan gonad yaitu dilakukan pada sampel
sebanyak 30% populasi masing-masing perlakuan dari jumlah jantan dan betina
yang teridentifikasi. Metode ini dilakukan dengan cara membedah ikan, kemudian
dilakukan pengambilan gonad. Untuk gonad jantan berwarna putih, berukuran
kecil, dan jumlahnya sepasang. Sedangkan untuk gonad betina berwarna
kekuningan, dan tertutup oleh lemak. Gonad yang telah diambil dicincang pada
gelas obyek dan ditetesi dengan larutan asetokarmin (Lampiran 1). Preparat
diamati dengan menggunakan mikroskop. Untuk gonad ikan jantan, sel bakal
sperma akan terlihat seperti bintik-bintik yang banyak. Pada gonad betina, sel
bakal telur akan terlihat bulat besar dan terdapat bagian inti yang dikelilingi
sitoplasma yang berwarna merah.
3.4 Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel meliputi persentase jantan, tingkat kelangsungan
hidup (SR), dan kualitas air. Pengukuran kualitas air media pemelihaan dilakukan
4 kali yaitu pada saat pemeliharaan induk, sebelum diberi perlakuan (awal),
selama perlakuan (tengah), dan akhir perlakuan di media pemeliharaan. Parameter
kualitas air yang diamati adalah suhu, DO, pH, dan amonia.
- Persentase Ikan Jantan = Jumlah Ikan jantan X 100 %
Jumlah Ikan yang diamati
- Survival Rate = Σ ikan yang lahir dan hidup sampai akhir penelitian X 100%
Jumlah total ikan
3.5 Analisis Data
Data proporsi kelamin jantan dan kelangsungan hidup disajikan dalam
bentuk tabel serta dianalisis secara statistik menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) (Steel dan Torrie, 1981) untuk mengetahui perbedaan parameter
rerata dan dispersi keberhasilan pengarahan kelamin pada dosis propolis yang
berbeda (0, 20, 40, 60 μL/kg pakan).
Model persamaan : Yij = µ + ٢i + ٤ ij
Keterangan ;
Yij : data perlakuan ke-I ulangan ke-j
µ : nilai tengah data
٢i : pengaruh perlakuan ke-i
٤ ij : galat perlakuan percobaan pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
Selanjutnya untuk menguji dependensi proporsi jantan terkait dengan
perlakuan maka dilakukan analisis ketergantungan Y (variabel terikat) terhadap X
(variabel bebas) menggunakan tabel kontingensi dan diuji dengan metode statistik
khi-kuadrat (Hasan, 2004).
Dalam hal ini , hipotesis yang akan diuji adalah :
Ho : Jenis kelamin dan kategori perlakuan adalah independen P1=P2=P3=Pn
( tidak ketergantungan antara kategori perlakuan dengan nisbah kelamin ).
H1 : Jenis kelamin dan kategori perlakuan adalah dependen P1≠P2≠Pn
( Ada ketergantungan antara kategori perlakuan dengan nisbah kelamin).
Statistik Uji :
= xhit
2 ΣΣ==
r
i
n
j 11 EijEijnij 2)( −
nnn
Eij ojio=
nx
xC+
= 2
2
(Rumus koefisien korelasi kontingensi)
))()()((
)2/1( 22
dcdbcabanbcadn
x++++
−−= (nilai ) 2
0x
Keterangan :
memiliki derajat bebas (df) sebesar (γ-1) (n-1) x2
α
r = baris
n = kolom
nij = fo (frekuensi terukur)
Eij = fe (frekuensi harapan)
Menentukan kriteria pengujian dalam uji khi kuadrat dua sampel :
H0 diterima (H1 ditolak) apabila ≤ 20x x2
α
H1 diterima (H0 ditolak) apabila ≥ 20x x2
α
Apabila hasil pengujian menunjukkan ada ketergantungan Y terhadap X,
maka dilanjutkan dengan uji proporsi (nisbah kelamin) untuk menentukan
kategori perlakuan yang memberikan hasil yang berbeda (signifikan).
Uji antara dua nilai proporsi dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Walpole, 1982) :
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
−=
21
11
21
nnpq
ppZ
dimana:
2121
xnxx
++
=p
pq = 1−
111
nxp =
222
nxp =
Keterangan :
p1 dan p2 : nilai proporsi dari kedua perlakuan
x : jumlah ikan berkelamin jantan
n : jumlah sampel
p : nilai dugaan gabungan proporsi
q : nilai dugaan gabungan bagi sisa proporsi
Dengan hipotesa :
Ho: p1 = p2
H1 : Alternatifnya adalah salah satu diantara p1< p2, p1>p2 atau p1≠ p2
dan wilayah kritik :
Z < -Zα bila alternatifnya p1< p2
Z > Zα bila alternatifnya p1>p2
Z > -Zα/2 dan Z > Zα bila alternatifnya p1 ≠ p2
Sedangkan pengukuran parameter kualitas air dianalisis secara deskriptif
dan disajikan dalam bentuk tabel.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Penentuan Lethal Dosis
Pada uji pendahuluan untuk menentukan interval lethal dosis
menunjukkan bahwa perlakuan dosis propolis 20 dan 40 μl/kg pakan
menghasilkan kelangsungan hidup ikan 100%. Sedangkan pada dosis propolis 60
dan 80 μl/kg pakan menunjukkan penurunan hingga 33% dan 66 %. Pada dosis
propolis yang lebih tinggi ≥ 100 μl/kg pakan derajat kelangsungan hidup ikan
menurun sampai 0% (Tabel 5).
Tabel 5. Derajat kelangsungan hidup induk ikan guppy pada uji lethal dosis dengan propolis(%)
Dosis Propolis (μl/Kg Pakan)
Jumlah Ikan Awal
Jumlah Ikan Akhir
SR (%)
20 6 6 100
40 6 6 100
60 6 2 33,33
80 6 4 66,66
100 6 0 0
300 6 1 16,66
500 6 0 0
Berdasarkan tabel kelangsungan hidup pada uji lethal dosis, maka
interval dosis tertinggi yang digunakan dalam perlakuan adalah 60 μl/kg pakan
dan terendah adalah 20 μl/kg pakan.
4.1.2 Kelangsungan Hidup Larva
Derajat kelangsungan hidup larva ikan umur 2 bulan dengan perlakuan
dosis propolis 0, 20, 40, 60 μl/kg pakan berkisar antara 36,9% sampai 100%
(Gambar 2). Pada perlakuan dosis propolis 60 μl/kg pakan terdapat kematian
induk ikan guppy saat perlakuan sehingga tidak menghasilkan anak (Lampiran 2).
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan popolis memberikan
pengaruh nyata pada kelangsungan hidup larva ikan guppy (P < 0.05).
95.39 100 98.79
36.9
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
0 20 40 60
Dosis propolis dalam pakan (μl/Kg Pakan)
SR (%
)
Gambar 2. Persentase kelangsungan hidup (SR) larva ikan guppy
4.1.3 Keberhasilan Pengarahan Kelamin
Rata-rata persentase jantan tertinggi terdapat pada perlakuan dosis
propolis 60 μl/kg pakan yaitu sebesar 55.17% dan terendah pada perlakuan
propolis 0 μl/kg pakan yaitu sebesar 24.30% (Lampiran 4). Hasil analisis statistik
bahwa kecenderungan peningkatan persentase jantan dengan peningkatan dosis
yang diberikan tidak berbeda nyata (P < 0.05).
24.3
36.8127.2
55.17
010
203040
5060
0 20 40 60
Dosis propolis (μL/kg pakan)
Pers
enta
se ja
ntan
(%)
Gambar 3. Persentase ikan guppy jantan pada perlakuan propolis (0,20,40,60 μl/kg pakan) Pada gambar 3 menunjukkan terdapat peningkatan persentase jantan dari
perlakuan dosis propolis 0 μl/kg pakan (24,35%) menjadi 36, 81% (20 μl/kg
pakan). Kemudian nilai persentase jantan menurun pada perlakuan dosis propolis
40 μl/kg pakan sebesar 27.2% dan meningkat kembali pada perlakuan dosis
propolis 60 μl/kg pakan sebesar 55.17%.
Berdasarkan analisis kontingensi menggunakan uji khi kuadrat
menunjukkan bahwa efektivitas keempat dosis perlakuan berpengaruh terhadap
perubahan nisbah kelamin jantan ikan guppy (Lampiran 5).
Uji proporsi nisbah kelamin jantan menegaskan bahwa dosis perlakuan
propolis memberikan hasil yang berbeda dibandingkan dengan kontrol (Tabel 6).
Tabel 6. Uji proporsi ikan guppy jantan pada perlakuan dosis propolis
Perlakuan Kontrol 20 40 60
Kontrol -1.49 -0.49 -3.7
20 1.49 1.19 -1.65
40 0.49 -1.19 -3.5
60 3.7* 1.65* 3.5*
Proporsi ikan jantan pada perlakuan 60 μL propolis/kg pakan lebih besar
daripada perlakuan popolis 0, 20, dan 40 μL propolis/kg pakan. Hal ini
menunjukkan perlakuan propolis 60 μL propolis/kg pakan signifikan berpengaruh
terhadap nisbah kelamin jantan ikan guppy.
4.1.4 Pengamatan Gonad Ikan Guppy Jantan dan Betina
Secara morfologis, ikan guppy dapat dibedakan antara jantan dan betina
berdasarkan ukurannya yaitu ikan jantan lebih kecil dan ramping daripada ikan
betina. Ikan guppy jantan memiliki corak warna yang lebih indah dan bervariasi
daripada betina. Pada induk jantan terdapat gonopodium yaitu modifikasi sirip
anal berbentuk panjang dan runcing pada bagian ujung yang berfungsi sebagai
tempat pengeluaran sperma. Sedangkan induk betina diidentifikasi dengan adanya
bintik hitam pada bagian urogenital atau pada sirip analnya bulat (Gambar 4).
Gonopodium Urogenital
Gambar 4. Ikan guppy jantan (kiri) dan betina (kanan)
Pengamatan jaringan gonad menggunakan metode pewarnaan asetokarmin.
Gonad ikan guppy jantan (secara morfologi) memiliki jaringan gonad berupa
bakal sperma. Sedangkan pada larva ikan guppy betina memiliki jaringan gonad
berupa bakal sel telur. Pengamatan secara morfologi dan jaringan gonad tidak
berbeda pada satu jenis kelamin ikan. Hasil pewarnaan gonad dengan asetokarmin
disajikan pada gambar 5.
Bakal sel sperma Bakal sel telur
Gambar 5. Gonad ikan jantan (kiri) dan gonad ikan betina (kanan) dengan
pewarnaan asetokarmin
4.1.5 Jumlah Intake per Hari
Rata-rata konsumi pakan per hari ikan guppy berkisar antara 0.037-0.046
gram (Tabel 7). Rata-rata pakan yang dikonsumsi induk ikan guppy untuk semua
perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0.05). Hal ini berarti
bahwa induk ikan guppy mengkonsumsi jumlah pakan yang hampir sama dan
tidak terpengaruh oleh rasa pakan yang berbeda pada berbagai perlakuan dengan
propolis.
Tabel 7.Jumlah konsumsi pakan harian pada induk ikan guppy Σ konsumsi pakan perhari (g)
Ulangan 0 20 40 60 1 0.032 0.04 0.05 0.036 2 0.040 0.05 0.04 0.049 3 0.039 0.04 0.04 0.037
Rata-rata 0.037 0.042 0.046 0.040 SD 0.004 0.006 0.002 0.007
4.1.6 Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada awal
pemeliharaan induk, dan selama perlakuan yaitu awal perlakuan, saat perlakuan,
serta akhir perlakuan. Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, pH,
oksigen terlarut (DO), dan amonia disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengukuran parameter kualitas air selama penelitian Parameter kualitas air
Waktu pengukuran Suhu (0C) pH DO (mg/L) Amonia (mg/L) Pemeliharaan induk 26.5-26.7 7.44-7.56 3.59-4.83 0.045-0.05 Awal perlakuan 25.8 7.42 3.46 0.073 Saat Perlakuan 25.9-26.3 8.02-8.12 6.03-6.19 0.014-0.45 Akhir perlakuan 27.1-27.6 7.64-8.47 3.14-4.06 0.02-0.07 Referensi 25- 27 * 6.5-9 * > 3 * < 1**
* Swingel, 1969 dalam Boyd, 1990 ** Wardoyo, 1975 dalam Zakaria, 2003
Selama penelitian suhu berkisar antara 25.8-27.6 0C, pH berkisar antara
7.42-8.47, DO berkisar antara 3.14-6.19 mg/L, dan amonia berkisar antara 0.014-
0.073 mg/L.
4.2 Pembahasan
Penentuan jenis kelamin atau ekspresi seks pada ikan ditentukan oleh faktor
genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik merupakan penentu kelamin pada
awal perkembangan embrio yaitu pasangan kromosom kelaminnya saat zigot..
Gonad berfungsi untuk menghasilkan sel gamet dan hormon kelamin sesuai
dengan kelamin yang ditentukan secara genetik. Hormon kelamin kemudian
mengatur perkembangan karakter kelamin sekunder dan mempengaruhi fungsi
reproduksi (Yatim, 1983).
Genotip betina XX akan terekspresi menjadi fenotip betina begitu pula
dengan genotip jantan XY yang akan terekspresi menjadi fenotip jantan dengan
perbandingan 1:1 untuk kondisi normal tanpa pengaruh dari luar (Zairin, 2002).
Dalam penelitian ini, jumlah ikan guppy jantan yang dihasilkan pada
perlakuan propolis dosis 60 μL propolis/kg pakan, lebih tinggi mencapai 55.17%
dibandingkan dengan kontrol 24,3 %. Hal ini terjadi diduga karena faktor penentu
kelamin betina dan jantan tidak seimbang sebagaimana dilaporkan Yamamoto
(1969) bahwa terdapat perbedaan persentase jumlah keturunan berkelamin jantan
dan betina pada ikan guppy dan beberapa ikan-ikan lain seperti ikan platis,
kongotetra, cupang, dan jenis ikan hias tidak normal. Jenis kelamin suatu individu
ditentukan oleh faktor genetis dan lingkungan. Jenis kelamin pada zigot secara
genetis merupakan hasil dari keseimbangan gen penentu jantan dan betina di
dalam kromosom kelamin, serta sebagian kecil gen yang berada di dalam
autosom). Kirpichnikov (1981) menyatakan perubahan jenis kelamin dapat terjadi
apabila keseimbangan gen penentu jantan dan betina didalam autosom berubah.
Proporsi ikan guppy berkelamin jantan pada perlakuan dosis propolis 20,40,
60 μl/kg pakan lebih tinggi dibandingkan kontrol. Dalam hal ini perlakuan dosis
propolis 60 μl/kg pakan menghasilkan proporsi jantan tertinggi (55,17%), namun
kedua ulangannya mati sebelum beranak. Hal ini menunjukkan bahwa metode
pengarahan kelamin dengan propolis melalui pakan pada perlakuan dosis propolis
20 μl/kg pakan dibandingkan dengan dosis yang lebih tinggi karena perlakuan
dosis propolis 60 μl/kg pakan dapat meningkatkan proporsi jumlah anak ikan
guppy jantan tetapi memiliki efek lethal atau mematikan. Peningkatan perlakuan
dosis propolis berbanding lurus dengan peningkatan persentase jumlah ikan guppy
jantan. Hal ini diduga terkait dengan bahan aktif chrysin, mineral, dan kalium
yang terkandung dalam propolis. Namun rendahnya penyerapan chrysin disinyalir
karena adanya membran sel yang berfungsi sebagai penghalang pertama dalam
menghambat kemampuan kerja chrysin pada sistem hewan menyebabkan
efektivitasnya kurang optimal (Campbell and Kurzer, 1993).
Gambar 6. Diagram proses steroidogenesis dengan adanya kalium dan chrysin
(Djaelani, 2007)
Kemampuan propolis dalam peningkatan proporsi ikan guppy jantan
berhubungan dengan bahan aktif biovlavonoid yang terdapat dalam chrysin, yang
berfungsi sebagai aromatase inhibitor (Gambar 6). Aromatase inhibitor bekerja
dengan cara manghambat aktivitas aromatase. Penghambatan ini mengakibatkan
terjadinya penurunan konsentrasi estrogen yang mengarah pada tidak aktifnya
transkripsi dari aromatase sebagai feedbacknya (Sever et al., 1999).
Mekanisme kerja aromatase inhibitor yaitu bersaing dengan substrat alami
enzim dan berinteraksi dengan sisi aktif enzim, mengikatnya dan tidak kembali
lagi sehingga mengakibatkan ketidakaktifan enzim (Brodie, 1991). Namun
penyerapan chrysin oleh tubuh ikan masih relatif kecil karena salah satu masalah
dari chrysin adalah penyerapan chrysin oleh aliran darah sangat kecil (Dean,
2002).
Pengarahan kelamin jantan pada ikan guppy juga diduga terkait dengan
adanya kadar kalium dan mineral yang terdapat dalam propolis. Syaifuddin
(2004) dan Martati (2006) menyatakan bahwa tingginya kandungan kalium yang
diberikan dalam madu pada pakan larva ikan nila GIFT menyebabkan perubahan
kolesterol yang terdapat dalam jaringan tubuh larva menjadi pregnenolon.
Pregnenolon merupakan sumber biosintesis hormon-hormon steroid (testosteron)
oleh kelenjar adrenal.
Dalam diagram biosintesis steroid (Matty, 1985) menunjukkan pregnenolon
diubah dalam sitosol menjadi progesteron oleh dehidrogenase atau menjadi 17
hidroksi pregnenolon oleh 17 hidroksilase spesifik, dua steroid ini diubah menjadi
berbagai macam hormon aktif dalam retikulum endoplasma dan mitokondria oleh
oksigenase dan dehidrogenase spesifik yang memerlukan molekul oksigen dan
NADPH (Nikotinamida adenin Dinukleutida Pospat). Kemudian androgen
adrenal utama, dehidroepiandrosteron dihasilkan dengan pembelahan rantai
samping 17 hidroksipregnolon oleh enzim C-17 dan 20-liase. Selanjutnya
dehidroepiandrosteron atau 17 hidroksi progesteron akan membentuk testosteron.
Hormon testosteron akan mempengaruhi perkembangan genital jantan,
karakteristik seks sekunder jantan dan spermatogenesis (Gambar 7).
Gambar 7. Diagram biosintesis steroid (Matty, 1985)
Pemberian propolis secara oral melalui pakan buatan diduga kurang efektif
karena perubahan feeding habit yaitu ikan guppy biasanya lebih menyukai pakan
alami, atau kemungkinan terjadi pencucian bahan aktif (leaching) di dalam air
sehingga mengurangi efektifitas bahan yang diberikan selain kemungkinan
degradasi oleh enzim pencernaan sehingga rusak sebelum bekerja (Zairin, 2002).
Pada dosis propolis 60 μl/kg pakan menunjukkan persentase ikan guppy
jantan yang tinggi yaitu mencapai 55.17 % tetapi menyebabkan kematian ikan.
Sehingga dosis propolis efektif adalah 20 μl/kg pakan karena menunjukkan rata-
rata persentase ikan guppy jantan lebih tinggi daripada kontrol tanpa
menimbulkan efek lethal dan derajat kelangsungan hidup larva mencapai 100%.
Perlakuan dilakukan selama 10 hari karena perkembangan masih berada
pada masa diferensiasi kelamin sehingga masih dapat dipengaruhi oleh faktor luar.
Pada ikan guppy masa diferensiasi terjadi pada fase embrio sampai larva berumur
12 hari (Arfah, 1997). Menurut Baroiler et al (1995) perlakuan pengarahan
kelamin pada ikan guppy diberikan pada hari ke-9 sampai 13 hari setelah
pembuahan. Sedangkan menurut Hunter dan Donalson (1983) masa diferensiasi
pada ikan guppy terjadi 8 hari sebelum atau pada saat fase bintik mata dimana
perkembangan otak pada fase tersebut masih labil untuk melepaskan hormon-
hormon yang berfungsi untuk mengarahkan kelamin.
Parameter kualitas air merupakan salah satu faktor yang terkait dengan
kelangsungan hidup ikan. Kualitas yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan
biologis (biological requierement) ikan atau masih dalam toleransi untuk hidup
ikan. Selama penelitian parameter kualitas air masih berada dalam kisaran yang
layak untuk kebutuhan hidup ikan guppy (Tabel 11).
Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proporsi
ikan guppy. Proporsi betina meningkat secara gradual seiring dengan penurunan
suhu dan proporsi jantan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu
lingkungan (Karayˇcel, 2006). Proporsi anak jantan yang dihasilkan oleh induk
yang dipelihara pada suhu 30 0C lebih banyak dibandingkan pad suhu 27 0C.
Peningkatan jumlah ikan jantan diduga karena adanya peningkatan hormon jantan
testosteron dan ketotestosteron sejalan dengan meningkatnya suhu inkubasi
(Arfah, 2005). Menurut Durham (2004) peningkatan proporsi jantan ikan tilapia
pada suhu tinggi terjadi karena adanya transkipsi DNA komplemen (cDNA) yaitu
MM20C memiliki ekspresi yang berbeda. Gen ini berekpresi minimal pada
temperatur normal tetapi akan berekspresi secara kuat pada kedua jenis kelamin
pada suhu maskulinisasi yang tinggi lebih khususnya berekspresi pada jenis
kelamin jantan. MM20C merupakan gen yang menstimulasi perkembangan
testikular pada ikan tilapia dan meningkat seiring peningkatan suhu. Suhu berkisar
antara 25,8 – 27,6 oC masih termasuk kisaran normal sesuai dengan kebutuhan
ikan pada umumnya (menurut Swingel, 1969 dalam Boyd, 1990) dan kisaran suhu
normal pada ikan guppy khususnya (26±1 oC menurut Karayˇcel, 2006 ).
Nilai pH berkisar antara 7.42-8.47 masih termasuk dalam kisaran pH 6.5-9
yang baik untuk pertumbuhan dan reproduksi ikan (Swingel, 1969 dalam Boyd,
1990). Nilai pH berpengaruh terhadap karbondioksida dan alkalinitas. Semakin
tinggi pH maka semakin tinggi nilai alkalinitas dan semakin rendahnya
karbondioksida bebas. Toksisitas senyawa kimia kimia seperti amonia yang tidak
terionisasi pada pH tinggi bersifat toksik (membunuh) dan lebih mudah terserap
ke dalam tubuh organisme akuatik (Effendi, 2003).
DO (dissolve oksigen) merupakan kadar oksigen yang terlarut di dalam
air. Organisme akuatik memerlukan oksigen dalam jumlah yang cukup agar tidak
terjadi stress, hypoxia pada jaringan, anoreksia, ketidaksadaran, mudah terserang
penyakit dan parasit. Bahkan dalam kondisi ekstrim menyebabkan kematian
secara mendadak dan masal.
Amonia di perairan dihasilkan dari pemecahan nitrogen organik (protein
dan urea) dan nitrogen organik yang berasal dari dekomposisi bahan organik
melalui proses amonifikasi. Amonia yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap
organisme akuatik. Toksisitas meningkat seiring dengan penurunan kadar oksign
terlarut, pH dan suhu. Menurut Wardoyo (1975) dalam Zakaria (2003) konsentrasi
amonia dalam air yang ideal bagi kehidupan ikan tidak boleh melebihi 1 ppm
(mg/L). Amonia yang tinggi akan menghambat daya serap haemoglobin dalam
darah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Propolis mampu meningkatkan persentase ikan guppy jantan hingga
55.17% pada dosis propolis 60 μl/kg pakan buatan dengan sintasan 36,90%,
namun efektif pada dosis propolis 20 μl/kg pakan buatan dengan keberhasilan
36.8% dan sintasan 100%.
5.2 Saran
Penggunaan propolis untuk pengarahan kelamin melalui pakan pada dosis
propolis ≤ 60 μl/kg pakan buatan tidak optimal sehingga disarankan pemberian
dengan metode lain, seperti perendaman atau bioenkapsulasi melalui pakan alami.
DAFTAR PUSTAKA
Anjastuti SA.1995. Pengaruh dosis hormon 17 α-Metiltestosteron 1,2,4 dan 8 mg/l
dengan Cara Perendaman Induk Terhadap Nisbah Kelamin Ikan
Gapi (Poicilia reticulata, Peters). Teis. Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Anonimous. 2007. Usaha Yang Menyehatkan dan Menghasilkan Income Dari
Lebah Untuk Berbagai Penyakit.
http://propolisdiamond.net/index.php?propolis=produk.(12
September 2008)
Axelrod HR dan LP Schultz. 1983. Aquarium Fishes. mcGraw-Hill Book
Company, Inc., New York. P. 655-656
Arfah H. 1997. Efektivitas Hormon 17α-metiltestosteron dengan metode
Perendaman Induk Terhadap Nisbah Kelamin dan Fertilitas
Keturunan Ikan Gapi (Poecilia reticulata). Tesis. Program
Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor, 43 hal.
Arfah H, S Mariam, Alimuddin. 2005.Pengaruh Suhu TerhadapReproduksi dan
Nisbah Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulata). Jurnal
Akuakultur Indonesia, 4(1): 1-4
Baroiller JF, D Chorrout, A Fostier, and B Jalabert. 1995. Temperature and Sex
Cromosome govern Sex Ratio af the mouthbrooding cichlid fish
Oreochromis niloticus. Journal of Eksperimental zoology.,273,
216-223
Boyd CE. 1982. Water Management For Pond Fish Culture. New York. Elsevier
Scientific Publishing Co.
Boyd CE. 1990. Water Quality Pond For Aquaculture. Alabama: Birmingham
Publishing Co.
Brodie A. 1991. Aromatase and Its Inhibitor-An Overview. J. Steroid. Biochem.
Molec. Biol. 40:225-261
Campbell DR and Kurzer MS. 1993. Flavonoid Inhibition of Aromatase Enzyme
Activity in Human Preadipocytes. J Steroid Biochemistry and
Molecular Biology, 46:381-388.
Davis RB, BA Simco, CA Groudie, NC Parker, W Couldwell, and P
Snellgrove.1990. Hormonal Sex Manipulation and Evidence for
Female Homogamety in Channel Catfish. Gen. Comp. Endocr.
78:219-223.
Dean W. 2004. Chrysin : Is It An Effectif Aromatase Inhibitor? Vitamin Research
News. Vol. 18. Number 4,
http://www.vrp.com/articles.aspx?page=LIST&ProdID=1208&qi
d=&zTYPE=2. (12 September 2008)
Djaelani F. 2007. Pengaruh Dosis Madu Terhadap Pengarahan Kelamin Jantan
Pada Ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters) Dengan Metode
Perendaman Larva. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Durham RA. Aquaculture and Fisheries Biotechnology Genetic Approach. CAB
International Wallingford. UK
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Perairan
dan Ligkungan. Kanisius. Yogyakarta
Fernando AA. and VP Phang. 1985. Culture of the Guppy, Poecilia reticulata, in
Singapore. Aquaculture, 51 : 49-63
Fujaya Y. 2002. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan Proyek
Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. 201 hal
Greenaway W, English S, Whatley FR. 1990. Phenolic Composition of Bud
Exudates of Populus deltoides, in Zeithschriff fur Naturforschung
45c, p. 587-93. UK
Hasan I. 2004. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta : Bumi Aksara.
Hunter GA. and EM Donaldson. 1983. Hormonal sex control and it Its Aplication
to Fish culture. Pp.: 223-291. In : Fish fisiology. Vol. IX B
Academic Press. New York.
Karayˇcel, Orhan Ak, dan Sedat Karayˇcel. 2006. Effect of temperature on sex
ratio in guppy Poecilia reticulata (Peters 1860). Aquaculture
Research, 2006, 37, 139-150
Iwasaki N. 1989. Guppies, Francy Strain and How To Produce Them. Singapura.
139 p.
Iwasaki N. 1989. Guppies, Fancy Strain and How to Produce Them. Singapura.
139p.
Jollie WP and LG Jollie. 1964. The Fine Structure of the Ovarian Follicle of the
Ovoviviparus Poecillied Fish., Lebistes reticulates. Journal of
Morphology. 114 ; 479-502
Kartal M, Sendar Kaya, dan Semra Kurucu. 2002. GC-MS Analysis of Propolis
Sample from Two Regions of Turkey. Ankara University,Faculty
Pharmacy, Departemen of Pharmacognosy, Turkey.
Kirpichnikov VS. 1981. Genetic Bases of Fish Selection. Springer Veerlag. Berlin
Heidelberg. New York. 410p.
Kwon JY, Haspanah, LM Hurtado, B McAndrew and D Penman. 2000.
Maskulinization of Genetic Female Nile Tilapia (Oreochromis
niloticus) by Dietary Administration of An Aromatase Inhibitor
During Sexual Differentiation. Journal of Experimental Zoology.
287: 46-53. Willey-Liss Inc.
Martati E. 2006. Efektivitas Madu Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Gapi ( Poecilia
reticulata Peters). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor.
Matty AJ. 1985. Fish Endicronology. Timber Press Portland. USA.
Nagy A, M Beresenyi and V Canyi. 1981. Sex Reversal in Carp (Cyprinus carpio)
by Oral Administration of Methyltestosteron. Canadian Journal
Fish Aquaculture Science. 38: 725-728.
Nelson JS. 1984. Fishes of The World. John Willey and Sons. Inc. New York.
P:221-222.
Riyanto. 2001. Pengaruh Pemberian Suplemen Madu Pada Induk Mencit
Terhadap Rasio Jenis Kelamin Anaknya. Berita Biologi. 5 (4).
Scholz S and HO Gutzeit. 2000. Affect Reproduction Sexual Diferentiation and
Aramatase Gene expression of medaka (Oryzias latipes). Aquatic
Toxycology 50:51-70
Sever DM, Halliday, V Waight, J Brown, HA Davies, and EC Moriarty. 1999.
Sperm Storage In Female of The Smooth News (Triturus vulgaris
L)I Ultrastructure of the Spermathecal during the breeding season.
Journal of the Experimental Zoology. 283: 51-70 : Wiley-Liss
inc.
Silverine B, M Braillen, A Foiidart, dan J Balthazart. 2000. Distribution of
Aromatase Activity in the Brain and Peripheral Tissue of
Passerine and Non Passerine Avian Species. Gen. Comp.
Endocrinal. 117 : 34-35
Steel RGD, and JH Torrie. 1981. Principles and Prosedures of Statistics, A
Biometrical Approach. McGraw-Hill Kogasuka, Ltd. 633p
Sumantadinata K. 1983. Pengembangbiakan Ikan-ikan Peliharaan di Indonesia.
Penerbit Sastra Budaya, Bogor. 129 hal
Sukmara. 2007. Sex Reversal Pada Ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters) Secara
Perendaman Larva Dalam Larutan Madu 5 ml/L. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Syaifuddin A. 2004. Pengaruh Pemberian Suplemen Madu Pada Pakan Larva Ikan
Nila GIFT (Oreochromis niloticus) Terhadap Rasio Jenis
Kelaminnya. Skripsi. Universitas Brawijaya. Fakultas Perikanan.
Malang.
Yamamoto. 1969. Sex Diferentiation. Fish Physiology. Vol III. P :117-158.
In:W.S Hoar and D.J. Randal (Eds). Academic Press. New York.
Yamazaki R. 1983. Sex Control and Manipulation in Fish, Aquaculture, 33:329-
354.
Yatim W. 1983. Genetika. Penerbit Tarsito. Bandung. 397 hal
Zakaria MW. 2003. Pengaruh Suhu Media yang Berbeda Terhadap Kelangsungan
Hidup dan Laju Pertumbuhan Benih Ikan Nilem, Osteochylus
Hasselti, Hingga Umur 35 hari. (Skripsi). Departemen Budidaya
Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 9 hal.
Zairin M. 2002. Sex reversal : Memproduksi Benih Ikan Jantan atau Betina.
Penebar Swadaya. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Cara pembuatan larutan asetokarmin
Cara pembuatan larutan asetokarmin :
0,6 gram bubuk karmin + 400 mL asam asetat 45% ( 45 mL asam asetat + 55
mL akuades)
Didihkan 2-4 menit, didinginkan dan disaring dengan kertas saring untuk memisahkan partikel
kasar
Tambahkan larutan asetokarmin pada gonad di atas gelas obyek
Setelah beberapa menit ditutup gelas obyek dan diamati
Lampiran 2. Derajat kelangsungan hidup larva ikan guppy umur 2 bulan (%) pada
perlakuan popolis
Perlakuan propolis (μl/kg pakan) Jumlah anak Jumlah yang hidup SR Rata-rata Stdev
Kontrol 24 23 95.83
31 28 90.32
31 31 100.00 95.39 4.85
20 9 9 100.00
13 13 100.00
15 15 100.00 100.00 0
40 45 45 100.00
55 53 96.36
22 22 100.00 98.79 2.1
60 84 31 36.90
nd nd nd
nd nd nd 36,90 - nd : Tidak ada data (induk mati saat perlakuan sehingga tidak melahirkan anakan)
Lampiran 3. Analisis ragam pada perlakuan propolis/kg pakan terhadap nilai
sintasan kelangsungan hidup larva ikan guppy
Analisis Anova
Groups Count Sum Average Variance
Column 1 3 286.1559 95.3853 23.56366
Column 2 3 300 100 0
Column 3 3 296.3636 98.78788 4.407713
Column 4 1 36.90476 36.90476
ANNOVA
Source of Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 3400.059 3 1133.353 121.555 9.22E-06 4.757063
Within Groups 55.94274 6 9.323791
Total 3456.002 9
Karena F hitung > F tabel
Keputusan : tolak Ho
Pada selang kepercayaan 95% peningkatan perlakuan dosis propolis dalam pakan
berpengaruh terhadap peningkatan persentase SR (survival rate) larva ikan guppy
Lampiran 4. Persentase jantan pada pengarahan kelamin dengan perlakuan propolis
Proporsi jantan (%) pada perlakuan propolis(μl/Kg Pakan)
Ulangan 0 20 40 60
1 21.74 22.22 40.00 55.17
2 28.57 61.54 18.87 nd
3 22.58 26.67 22.73 nd
Rata-rata 24.30 36.81 27.20 55.17
SD 3.73 21.53 11.25 - nd : Tidak ada data (induk mati saat perlakuan sehingga tidak melahirkan anakan)
Lampiran 5. Analisis ragam pada perlakuan propolis/kg pakan persentase ikan
guppy jantan
Analisis Anova
Groups Count Sum Average Variance
Column 1 3 72.8912 24.29707 13.87966
Column 2 3 110.4274 36.80912 463.5936
Column 3 3 81.5952 27.1984 126.6344
Column 4 1 55.17241 55.17241
ANOVA
Source of Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 853.5144 3 284.5048 1.412851 0.327989591 4.757063
Within Groups 1208.215 6 201.3692
Total 2061.73 9 Karena F hitung < F tabel
Keputusan : gagal tolak Ho
Pada selang kepercayaan 95% peningkatan perlakuan dosis propolis dalam pakan
tidak berpengaruh terhadap peningkatan persentase jumlah ikan guppy jantan
Lampiran 6. Uji kontingensi khi kuadrat pada perlakuan propolis/kg pakan
terhadap persentase ikan guppy jantan
nij eij (nij-eij) (nij-eij)2/eij
5 11.5152 -6.5152 3.69
8 5.2525 2.7475 1.44
7 3.2323 3.7677 4.39
2 8.0606 -6.0606 4.56
8 3.6768 4.3232 5.08
4 2.2626 1.7374 1.33
18 19 -1.0000 0.05
10 8.666667 1.3333 0.21
5 5.333333 -0.3333 0.02
32 18.4242 13.5758 10.00
nd 8.4040 -8.4040 8.40
nd 5.1717 -5.1717 5.17
Jumlah 44.35
alfa 0.05
x2 tabel > 12.592
x2 44.35
Keputusan :
Karena x2 lebih besar daripada x2 tabel maka tolak Ho dan disimpulkan bahwa
perbedaan proporsi jantan dipengaruhi oleh perlakuan propolis (ada
ketergantungan antara kategori perlakuan dengan nisbah kelamin jantan).
Lampiran 7. Uji proporsi pada perlakuan propolis/kg pakan terhadap persentase
ikan guppy jantan
Uji proporsi p1 p2 p q z
kontrol dan 20 0.243902 0.378378 0.285714 0.714286 -1.49
kontrol dan 40 0.243902 0.275 0.262376 0.737624 -0.49
kontrol dan 60 0.243902 0.551724 0.371429 0.628571 -3.7
20 dan 40 0.378378 0.275 0.299363 0.700637 1.19
20 dan 60 0.378378 0.551724 0.484211 0.515789 -1.65
40 dan 60 0.275 0.551724 0.365169 0.634831 -3.5
Uji proporsi p2 p1 p q z 20 dan kontrol 0.243902 0.378378 0.268657 0.731343 1.49 40 dan kontrol 0.243902 0.275 0.262376 0.737624 0.49 60 dan kontrol 0.243902 0.551724 0.371429 0.628571 3.7 40 dan 20 0.378378 0.275 0.299363 0.700637 -1.19 60 dan 20 0.378378 0.551724 0.484211 0.515789 1.65 60 dan 40 0.275 0.551724 0.365169 0.634831 3.5
α = 0.05 z = >1.645
Perlakuan Kontrol 20 40 60
Kontrol -1.49 -0.49 -3.7 20 1.49 1.19 -1.65
40 0.49 -1.19 -3.5 60 3.7* 1.65* 3.5*
*1 Keputusan : tolak Ho dan kita setuju dengan pendapat bahwa proporsi ikan
jantan pada perlakuan 60 μL propolis/Kg pakan lebih besar daripada perlakuan
kontrol
*2 Keputusan : tolak Ho dan kita setuju dengan pendapat bahwa proporsi ikan
jantan pada perlakuan 60 μL propolis/Kg pakan lebih besar daripada perlakuan 20
μL propolis/Kg pakan;
*3 Keputusan : tolak Ho dan kita setuju dengan pendapat bahwa proporsi ikan
jantan pada perlakuan 60 μL propolis/Kg pakan lebih besar daripada perlakuan 40
μL propolis/Kg pakan
Lampiran 8. Analisis ragam pada pemberian pakan induk ikan guppy betina
Kisaran pemberian pakan per hari (gr) :
Kisaran pemberian pakan perhari (g) Ulangan 0 20 40 60
1 0.032 0.04 0.05 0.036 2 0.040 0.05 0.04 0.049 3 0.039 0.04 0.04 0.037
Rata-rata 0.037 0.042 0.046 0.040 SD 0.004 0.006 0.002 0.007
Analisis Anova
Groups Count Sum Average Variance Column 1 3 0.111 0.037 0.000019 Column 2 3 0.13 0.04333333 3.333E-05 Column 3 3 0.13 0.04333333 3.333E-05 Column 4 3 0.122 0.04066667 5.233E-05
ANNOVA
Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups 8.09167E-05 3 2.6972E-05 0.7818035 0.536624 4.066181 Within Groups 0.000276 8 0.0000345 Total 0.000356917 11
F hit <F tabel
Keputusan : Pada selang kepercayaan 95 % tidak terdapat perbedaan yang nyata
antara perlakuan yang diberikan dengan tingkat konsumsi pakan