BURN OUT

84
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Peningkatan mutu pelayanan kesehatan menjadi salah satu tujuan utama dari berbagai tatanan pelayanan kesehatan saat ini. Menurut undang-undang kesehatan No : 23 tahun 1992, pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, keamanan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Di tengah era persaingan global, setiap industri dituntut untuk siap dan mampu bersaing untuk lebih maju, apabila ingin industrinya tetap bertahan. Sehingga hanya industri yang benar-benar siaplah yang dapat bertahan. Hal ini juga berlaku untuk industri perumahsakitan. Saat ini banyak rumah sakit yang berdiri dengan visi berbeda, melakukan sejumlah pembenahan dengan bertujuan untuk meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya yang ada agar mampu bersaing dengan rumah sakit lain. Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, diperlukan peningkatan unsur-unsur atau sumber daya yang terlibat didalamnya seperti manusia, 1

Transcript of BURN OUT

Page 1: BURN OUT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Peningkatan mutu pelayanan kesehatan menjadi salah satu tujuan utama

dari berbagai tatanan pelayanan kesehatan saat ini. Menurut undang-undang

kesehatan No : 23 tahun 1992, pembangunan kesehatan bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran, keamanan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi

setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.

Di tengah era persaingan global, setiap industri dituntut untuk siap dan

mampu bersaing untuk lebih maju, apabila ingin industrinya tetap bertahan.

Sehingga hanya industri yang benar-benar siaplah yang dapat bertahan. Hal ini

juga berlaku untuk industri perumahsakitan. Saat ini banyak rumah sakit yang

berdiri dengan visi berbeda, melakukan sejumlah pembenahan dengan bertujuan

untuk meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya yang ada agar mampu

bersaing dengan rumah sakit lain.

Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, diperlukan

peningkatan unsur-unsur atau sumber daya yang terlibat didalamnya seperti

manusia, metoda, lingkungan, peralatan dan dana. Tetapi unsur yang paling

penting untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit adalah

sumber daya manusia. Wijono (1999) menyatakan bahwa pelayanan keperawatan

merupakan salah satu penentu atau cerminan mutu pelayanan kesehatan di

rumah sakit secara keseluruhan.

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan

bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat

keperawatan, berbentuk pelayanan Bio-Psiko-Sosial-Spritual yang komprehensif.

Pelayanan keperawatan yang diberikan berupa bantuan karena adanya kelemahan

fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan menuju

kepada kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.

Untuk mencapai hal tersebut, maka sangat diperlukan tenaga keperawatan yang

1

Page 2: BURN OUT

memiliki kompetensi yang profesional dan sehat Bio-Psiko-Sosial-Spritual ,

iklim kerja yang kondusif serta manajemen yang baik ( Swansburg, 1999).

Menurut Swansburg (1999), banyak faktor yang mempengaruhi

kompetensi perawat dalam memberikan pelayanan /asuhan keperawatan di rumah

sakit, baik faktor dari dalam diri perawat maupun dari lingkungan kerjanya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ini dapat merupakan stresor bagi perawat, dan

jika dikelola dengan baik akan merupakan stimulus meningkatkan kompetensi

perawat.

Adapun faktor dari dalam diri perawat yang berhubungan dengan kepuasan kerja

adalah pencapaian, pekerjaan yang menantang, tanggung jawab, potensi

pengembangan, otonomi, wewenang, sedangkan dari lingkungan kerja adalah

lingkungan pekerjaan yang menyenangkan, jam yang disepakati, keamanan kerja,

upah, manajemen, pengawasan, komunikasi dan fasilitas (Gilmes, 1996).

Stres dalam pekerjaan dapat dilihat dari sisi individual maupun dari sisi

lingkungan kerjanya. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan stres kerja

perawat, antara lain kondisi klien kritis akan merupakan sumber stres yang besar

dibandingkan kondisi klien yang tenang dan juga pada saat klien menghadapi

kematian dan merawat klien dengan penyakit menular. Keadaan lain sebagai

sumber stres adalah jumlah tenaga perawat terbatas, beban kerja berlebihan,

pengorganisasian kerja kurang baik, konflik sesama teman kerja, dokter serta

administrator, keterbatasan fasilitas dan sarana serta merasa tidak mampu dalam

melakukan prosedur keperawatan, sehingga membuat ketidak puasan perawat

dalam bekerja (Tappen,1998). Dalam suatu survei terhadap perawat di Texas

(Wandelt et al, 1981) penyebab utama ketidakpuasan kerja bagi perawat adalah

kekurangan gaji, tulis menulis yang berlebihan, kurangnya reward/penghargaan,

dan kurangnya pendidikan lanjutan.

Sumber-sumber stres ini akan merupakan faktor yang menyebabkan

perawat bekerja dengan stres tinggi, sehingga perawat kurang mampu dalam

memberikan pelayanan/asuhan keperawatan dengan baik. Tidak jarang dijumpai

di lapangan klien, keluarga dan dokter mengeluh tentang kinerja perawat yang

tidak profesional, seperti lupa / lalai atau terlambat dalam memberikan tindakan

2

Page 3: BURN OUT

mandiri maupun melaksanakan program dokter. Bisa juga terjadi gangguan

mental ringan ditandai dengan mudah gugup, marah, tersinggung, tegang,

konsentrasi kurang, apatis ( Kompas Cyber Media). Menurut Mangkunegara

(2002) perawat yang bekerja dengan stres tinggi bila dibiarkan akan menyebabkan

terjadinya kelelahan kerja ( burn out ).

Burn out merupakan kondisi kelelahan kerja yang dialami oleh perawat,

yang disebabkan oleh faktor personal, keluarga dan lingkungan kerja. Jika terjadi

burn out, maka asuhan keperawatan tidak dapat terlaksana dengan baik, karena

burn out memberi dampak terhadap finansial, fisik, emosi dan sosial terhadap

profesi, klien dan organisasi ( Duquatte, Sandhu and Beaudeut,1994).

Hasil penelitian tentang burn out diantara staf keperawatan di 2 rumah sakit

Finish di Finlandia, dengan sampel sebanyak 723 perawat dapat menggambarkan

bahwa setengah dari jumlah perawat tersebut memperlihatkan indikasi frustasi

atau burn out, kejadiannya meningkat sesuai dengan pertambahan umur. Perawat

dengan pengalaman kerja pendek dan perawat yang mempunyai kesempatan

melanjutkan pendidikan mengalami burn out rendah, sedangkan perawat yang

bekerja di bangsal psikiatri mengalami kejadian burn out tinggi. Melanjutkan

pendidikan keperawatan baik vakosional maupun profesional merupakan faktor

mencegah burn out (Koivula, Paunonen dan Laippala, 1999).

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala bidang perawatan RS PGI

Cikini sistem karir belum ada, sistem karir masih pada tingkat struktural. Pada

tahun 2003 angka turn over 9,93 %, tahun 2004 turn over 7,85 % dan pada tahun

2005 mengalami turn over 5,31 %, tahun 2006 sampai bulan April mengalami

turn over 2,43 %, karena menurut Gillies, (1996) bahwa nilai turn over perawat

adalah 5 -10 %, dengan demikian angka turn over di RS PGI Cikini masih dalam

batas normal, angka ketidak hadiran perawat 48 % rata-rata tidak masuk 1- 2

hari dengan alasan sakit. Alasan tenaga perawat mengundurkan diri dari RS PGI

Cikini pada umumnya ingin mendapatkan upah/penghargaan yang lebih baik atas

kinerja yang mereka berikan, ingin suasana yang baru karena sudah jenuh dengan

rutinitas. Dari hasil evaluasi tentang persepsi klien terhadap mutu asuhan

keperawatan yang dilaksanakan oleh bidang keperawatan untuk 14 ruang rawat

3

Page 4: BURN OUT

inap April 2005 juga ditemukan nilai rata-rata 88 % menyatakan kinerja perawat

baik sedangkan 12 % menyatakan kinerja kurang baik dengan saran agar perawat

meningkatkan keterampilan dan keramahan, kepedulian terhadap klien dan

keluarga. Evaluasi terhadap pendokumentasian asuhan keperawatan ditemukan

nilai 70 %, nilai ini menunjukan mutu pendokumentasi asuhan keperawatan

masih dibawah standar yang ditetapkan akreditasi rumah sakit yaitu 80 %.

( Dokumen Bidang perawatan, 2005)

Berdasarkan keseluruhan uraian diatas dapat diasumsikan bahwa ada faktor-faktor

penyebab terjadinya burn out pada perawat pelaksana di RS PGI Cikini. Untuk

membuktikannya, penulis berminat melakukan penelitian faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian burn out pada perawat pelaksana di RS PGI Cikini.

B. Masalah penelitian

Kelelahan kerja ( Burn Out ) juga merupakan hasil akhir dari stres kerja

yang tidak dapat diselesaikan dengan baik. Beberapa faktor yang dapat

menyebabkan burn out adalah : stres kerja, personal perawat, jenis pekerjaan,

tuntutan yang menyebabkan konflik serta keseimbangan hidup yang kurang dalam

keluarga ( Tappen, 1998)

Berdasarkan hasil evaluasi bidang perawatan ,bahwa mutu pelayanan

keperawatan yang belum optimal yang ditandai adanya keluhan dari klien,

keluarga maupun dokter sebagai mitra kerja perawat serta gambaran kejadian

burn out pada perawat pelaksana yang ditandai terjadinya turn over perawat dan

seringnya perawat tidak masuk dengan alasan sakit. ( Bidang Perawatan, 2005).

Berdasarkan uraian tersebut maka masalah penelitian adalah : belum

diketahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kejadian burn out pada perawat

pelaksana di RS PGI Cikini.

4

Page 5: BURN OUT

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum :

Diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian burn out pada

perawat pelaksana di RS PGI Cikini.

2. Tujuan Khusus :

a. Diketahuinya gambaran karakteristik personal perawat pelaksana di RS PGI

Cikini

b. Diketahuinya gambaran kejadian burn out pada perawat pelaksana di RS PGI

Cikini

c. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan kerja dengan kejadian burn out

pada perawat pelaksana di RS PGI Cikini

D. Manfaat penelitian .

1. Bagi Institusi :

Memberikan masukan bagi Pimpinan rumah sakit maupun Manajer Keperawatan

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya burn out pada perawat

pelaksana di RS PGI Cikini, dalam rangka meningkatkan kinerja perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas.

2. Bagi Peneliti :

Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya wawasan pengetahuan dan sebagai

rujukan dalam pengembangan pelayanan keperawatan khususnya yang terkait

dengan kejadian burn out pada perawat pelaksana.

5

Page 6: BURN OUT

E. Ruang lingkup penelitian

Dengan belum diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian burn out

pada perawat pelaksana di RS PGI Cikini yang menyebabkan rendahnya mutu

pelayanan keperawataan yang diberikan, maka penelitian ini dilakukan di RS PGI

Cikini JL. Raden Saleh No 40 Jakarta Pusat , adapun respondennya adalah perawat

pelaksana, penelitian diharapkan selesai dalam waktu 4 bulan ( Agustus –

Nopember 2006 ).

6

Page 7: BURN OUT

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pada BAB II akan dibahas mengenai pengertian burn out, faktor-faktor yang

mempengaruhi burn out, indikator seseorang mengalami burn out, perawat pelaksana dan

penelitian terkait.

A. Kelelahan kerja ( Burn Out )

Pengertian Menurut Tappen ( 1998 ) dan Marelli (1997 ), burn out atau kelelahan

kerja merupakan suatu kondisi kemunduran yang cepat dalam bekerja dan

penampilan lain. Kelelahan kerja juga merupakan hasil akhir dari stres kerja yang

tidak diselesaikan dengan baik.

Webster’s New World Pictionary burn out adalah sebagai kelelahan kerja dan

emosi yang mengakibatkan reaksi dan sikap yang negatif terhadap orang lain

maupun dirinya sendiri yang sangat nyata.

Burn out merupakan manifestasi perilaku yang kompleks akibat ketidak mampuan

koping terhadap stres yang berlangsung lama, khususnya burn out tenaga

professional, diperlihatkan dengan hilangnya simpati dan respek terhadap klien

(Lavendero, 1981)

Gejala burn out mencakup : frustasi, emosi yang kosong, marah, kelelahan,

hilangnya identitas dan kreativitas, bosan, tertekan, penurunan efektivitas dalam

berkomunikasi dan terlihat sendiri dalam mengatasi masalah – masalah pasien.

Abraham & Shanley F (1997) dalam Sunaryo (2004) menyatakan bahwa sumber

stres dalam keperawatan yaitu : beban kerja yang berlebihan, kesulitan menjalin

hubungan dengan staf lain, kesulitan dalam merawat pasien kritis, berurusan

dengan pengobatan/perawatan pasien, merawat pasien yang gagal untuk

membaik.

Menurut Tappen (1998), seseorang yang mempunyai daya tahan serta ketabahan

hati dapat sebagai penahan atau penyangga melawan terjadinya burn out, kondisi

ketabahan hati mencakup : pengawasan diri dari pada tidak berdaya, komitmen

pada kerja dan kualitifitas hidup dari pada mengasingkan diri serta melihat kedua-

7

Page 8: BURN OUT

duanya tuntunan dan perubahan-perubahan hidup sebagai tantangan dari pada

ancaman.

Dalam beberapa aspek, burn out merupakan reaksi-reaksi yang sangat sama

bentuknya (Marelli, 1977). Secara mendasar stres pekerjaan adalah reaksi

psikologi dihubungkan dengan persepsi-persepsi seseorang apakah kerja melebihi

kemampuan-kemampuannya (Cohen,1989). Dalam konteks praktek keperawatan,

stres adalah kondisi yang dihubungkan dengan kepuasan kerja yang diterima,

kualitas penampilan, ketidakhadiran karena sakit, komitmen terhadap karir dan

keluar/pindahnya perawat ( Wheeler and Riding, 1994 ).

Ada 6 (enam) sumber stres dalam batasan organisasi ( Ress and Cooper,

1992 ) yaitu : faktor instrinsik kerja, peran dalam organisasi, pengembangan karir

dan pencapaian , struktur dan iklim organisasi, hubungan dalam organisasi,

masalah-masalah rumah dan pekerjaan.

Gowell and Boverie (1992) menyatakan bahwa lingkungan kerja untuk perawat-

perawat sangat tinggi stresnya dan berhubungan dengan kondisi meningkatnya

absen, keluar/pindahnya perawat dan ketidakpuasan kerja. Dapat dilihat efek dari

stres pada perawat : tingginya angka ketidakhadiran, sakit, pindah/ keluar, ketidak

puasan, penampilan kerja yang menurun serta menurunnya efisiensi dan

efektivitas ( Stapley and Cleavely, 1995 ).

Terdapat beberapa penyebab stres kerja yaitu : tidak melakukan

pekerjaan seperti apa yang diinginkan, koping terhadap kerja yang baru, bekerja

terlalu berat, kolega di tempat kerja dan pemimpin yang sulit ( Robbins, 1998 )

beberapa faktor yang berhubungan dengan burn out adalah stres kerja, faktor

personal, lingkungan kerja, sifat pekerjaan melayani manusia, konflik terhadap

tuntutan dan tidak ada keseimbangan dalam kehidupan ( Tappen , 1998 ).

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat diidentifikasi beberapa penyebab stres

kerja yang juga dapat menyebabkan terjadinya burn out yaitu : faktor personal

perawat, faktor keluarga dan faktor lingkungan kerja.

Berdasarkan pendapat seperti yang diuraikan , maka burn our merupakan suatu

kondisi yang dialami oleh perawat yang tidak mampu mengatasi stres dengan

8

Page 9: BURN OUT

baik. Terdapat gejala-gejala kelelahan kerja yang dapat menurunkan semangat

kerja bahkan hilang dan tidak mempunyai energi untuk berkerja.

Goliszek (1992) dalam mengidentifikasi 4 tahap sindroma burn out yaitu :

1. Harapan tinggi dan idealisme. Pada tahap ini individu sangat antusias, berdedikasi

dan berkomitmen dengan pekerjaan serta memperlihatkan tingkat energi yang

tinggi dan bersikap positif.

2. Pesimis dan ketidakpuasan kerja awal, individu mengalami frustasi, kekecewaan

atau bosan dengan pengembangan kerja dan individu mulai memperlihatkan

gejala fisik dan psikologis terhadap stres.

3. Menarik diri dan sosial. Jika individu masuk ke tahap tiga timbul respon : marah,

bermusuhan serta memperlihatkan sikap negatif terhadap orang lain. Gejala stres

fisik dan psikologis menjadi lebih buruk.Terjadi perubahan awal dari tujuan kerja,

sikap dan perilaku, menunjukkan terjadinya kemunduran proses “burn out “

4. Kerusakan menetap dan hilangnya minat. Gejala stres fisik dan emosi menjadi

berat, individu memperlihatkan harga diri rendah, absen kronis, sinis dan semua

hal dianggap negatife, merugi atau tidak baik. Jika individu masuk pada tahap

ini dalam waktu panjang, maka burn out tidak dapat dihindarkan, selanjutnya

individu mengalami kelelahan fisik dan emosi yang berat dan menyeluruh.

Dampak burn out seperti stres, burn out adalah reaksi yang berkepanjangan

dan kesukaran yang menghabiskan energi. Stres kerja tidak hanya berpengaruh

terhadap invdividu misalnya kepuasan kerja, kesehatan mental, ketegangan,

ketidakhadiran, dan sering juga dihubungkan dengan kinerja tetapi juga terhadap

organisasi yaitu terjadinya disorganisasi, penurunan produktivitas dan penurunan

keuntungan dan jika hal ini terjadi maka mutu pelayanan keperawatan akan

menurun, akibatnya rumah sakit tidak mampu merebut jasa pelayanan kesehatan.

Menurut Lavendero, (1985) seorang perawat yang burn out

bersikap/menunjukkan kehilangan simpati dan respek terhadap pelanggan-

pelanggan.

9

Page 10: BURN OUT

B. Faktor – faktor penyebab kejadian burn out.

Berdasarkan uraian teori sebelumnya yaitu menurut Robbins (1998) terdapat 3 kategori

sumber-sumber potensial stres yaitu lingkungan, organisasi dan individu. Faktor

lingkungan mencakup : ekonomi, politik dan teknologi yang tidak menentu. Organisasi

mencakup : tugas, peran, hubungan interpersonal, struktur organisasi, kepemimpinan dan

tahap kehidupan organisasi, sedangkan faktor individu seperti masalah-masalah keluarga

dan ekonomi, dan menurut ( Tappen , 1998 ) beberapa faktor yang berhubungan dengan

burn out adalah stres kerja, faktor personal, lingkungan kerja, sifat pekerjaan melayani

manusia, konflik terhadap tuntutan dan tidak ada keseimbangan dalam kehidupan, maka

penyebab kejadian burn out dapat dikelompokkan menjadi karakteristik personal,

lingkungan kerja dan faktor keluarga.

1. Faktor Personal

Borman (1993) menyatakan bahwa faktor personal yang menyebabkan

burn out adalah umur, jenis kelamin, pendidikan dan pengalaman serta pola

koping.

Hasil penelitian Laipalla (1999), menggambarkan kejadian burn out meningkat

sesuai dengan bertambahnya umur. Pengalaman kerja yang pendek akan

menurunkan kejadian burn out serta meningkatkan pendidikan perawat

merupakan faktor kunci mencegah terjadinya burn out .

Robbins (1998) menambahkan bahwa situasi baru dan tidak menentu akan

menimbulkan stres, tetapi dengan bertambahnya pengalaman, stres akan menurun.

Pegawai senior dari suatu organisasi lebih mampu adaptasi dan sedikit mengalami

stres.

Menurut La Monica (1979), pendidikan adalah pengalaman berharga dan

merupakan integrasi antara pengetahuan, sikap, dan pengalaman masa lalu dan

masa kini dari individu dan akan terjadi suatu perubahan.

Dalam meningkatkan pendidikan memiliki kesempatan untuk menantang

kompetensi seseorang dan mengembangkan identitas profesional.

10

Page 11: BURN OUT

Faktor personal lain penyebab burn out adalah koping, yang maladaptive

yang merupakan pengelolaan keadaan sekitar, mengeluarkan upaya untuk

mengatasi masalah-masalah kehidupan dan dapat menurunkan stres. Sesuai

dengan jenis sumber stres, koping terhadap stres berbeda-beda untuk setiap

perawat dan bersifat individual. Menurut Robinson and Lewis (1989) mengatakan

terdapat beberapa mekanisme koping yaitu adaptif dan mal adaptif. Mekanisme

koping adaptif yaitu : cara mengatasi masalah yang sesuai dan tepat serta

mempergunakan beberapa jenis koping, sedangkan koping mal adaptif yaitu :cara

mengatasi masalah yang kurang tepat, masalah hanya teratasi sementara tetapi

tidak sesuai, cenderung mempergunakan satu jenis koping yang sama.

Menurut Vecchio (1995) beberapa bentuk mekanisme koping terhadap stres

yaitu : menghindar atau berjuang, latihan, dukungan sosial, rancang ulang

pekerjaan, tehnik relaksasi, membangun filosofi hidup yang baru, pengelolaan

waktu dengan baik dan program-program kesejahteraan. Bentuk-bentuk koping

ini dapat dipergunakan secara bervariasi untuk mengatasi stres kerja disesuaikan

dengan sumber-sumber stresnya. Duquette, Sandhu and Beaudeut (1994); Nowak

and Pentkowski (1994) menyatakan bahwa ketabahan hati dan daya tahan

seseorang akan sebagai penyangga melawan terjadinya burn out, yaitu jika

seseorang mempergunakan respon koping yang positif dan adaptif, seperti :

optimis, efektif mempergunakan sistem pendukung dan kebiasaan hidup sehat.

Jika seseorang kurang mempunyai koping yang baik maka stres akan berlangsung

lama dan mengakibatkan burn out ( Santrock, 2000).

Kemampuan mempergunakan berbagai koping dalam mengatasi masalah kerja

sehari-hari merupakan faktor personal yang penting untuk mencegah burn out.

2. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja merupakan faktor eksternal di luar diri perawat yang

mempengaruhi perawat bersangkutan dalam melaksanakan pekerjaannya sehari-

hari. Menurut Swanburg (1999), lingkungan kerja perawat selalu pada tempat

yang padat, perawat juga harus berinteraksi secara konstan dengan anggota staf

11

Page 12: BURN OUT

yang lain, pengunjung dan dokter, hal ini akan menyebabkan stres yang tinggi dan

akhirnya terjadi burn out.

Soeroso (2003) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia di rumah sakit

mengatakan bahwa sumber daya manusia merupakan aset utama rumah sakit.

Manusia merupakan sumber daya yang paling penting dalam mencapai

keberhasilan organisai karena akan menunjang organisai dengan bakat,

kecakapan, keterampilan, kreatifitas dan karyanya. Betapun sempurnanya aspek

teknologi dan ekonomi suatu organisasi tanpa sumberdaya manusia sulit kiranya

tujuan organisasi akan terwujud (Stoner, 1996).

Aktivitas yang melelahkan di lingkungan kerja perawat yang akhirnya

menyebabkan burn out adalah sumber daya manusia atau keterbatasan jumlah

perawat, bersifat negatife terhadap sebagian staf, tidak ada waktu untuk istirahat

atau makan siang, melayani banyak klien, beban kerja tinggi, berhubungan

dengan klien yang sulit, pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien bersifat

rutin, serta selalu bekerja lembur dan berhubungan dengan pegawai yang

mengalami konflik ( Marelli, 1997).

Lingkungan kerja yang dikelola dengan baik adalah lingkungan yang disenangi

oleh manajer maupun pegawai, karakteristik lingkungan yang sehat mencakup,

ketersediaan sumberdaya minimal/standar, bila seseorang merasa bagian dari

organisasi, komunikasi jelas, setiap orang menyadari bekerja untuk mencapai

tujuan.

Menurut Tappen (1998), sistem penghargaan yaitu cara bagaimana setiap

perawat mendapat penghargaan dan hukuman, terutama jika tidak wajar, dan juga

adanya pengembangan staf. Penghargaan yang diberikan dalam bentuk insentif

semakin banyak yang bisa dihasilkan semakin besar imbalan yang akan diterima

(Gde Patra, 2006). Lingkungan kerja yang tidak dikelola dengan baik, akan

mengakibatkan pegawai keluar/berhenti dari pekerjaannya : dimana kondisi

pegawai tidak setuju dengan nilai-nilai dan kebijakan pimpinan serta dukungan

yang kurang dari pimpinan.

12

Page 13: BURN OUT

Menurut Swanburg (1999) beberapa pemimpin menciptakan budaya kerja

penuh tekanan, takut dan cemas, membangun tekanan tidak realistik, pengawasan

terlalu ketat dan rutin terhadap pegawai yang tidak baik.

Hal ini menyebabkan pegawai datang terlambat, pulang cepat serta menghilang

pada jam kerja dan pegawai memperlihatkan sikap tidak respek ( Marelli, 1997).

Pemimpin sangat menentukan budaya kerja suatu organisasi, sehingga pemimpin

diharapkan mampu menciptakan budaya kerja yang kondusif, keterbukaan,

memberikan dukungan, melibatkan bawahan, dapat menjadi pendengar yang baik

akan mengurangi stres kerja.

Borman (1993) menyatakan studi baru-baru ini menunjukkan tuntutan-

tuntutan kerja yang berbeda-beda menempatkan perawat pada lingkungan yang

berbeda pula. Sebagai contoh : organisasi yang baku dan birokrasi pada unit akut

dan pasien dirawat lama dapat menyebabkan lingkungan penuh stres bagi orang-

orang yang sulit mengatasi struktur.

Beban kerja lebih dari 40 jam setiap minggu, jumlah pasien yang besar

sehingga rasio perawat-klien tidak sesuai, dan dengan klasifikasi klien. Frekuensi

dan perubahan kondisi pasien yang tidak dapat diprediksi, kontribusi saat kritis

yang membutuhkan perawatan lebih, dapat menyebabkan beban kerja yang

berlebihan dan menurunkan kesabaran dalam perawatan, perawat tidak dapat

memberikan perawatan yang baik jika waktu terbatas untuk mengerjakan

pekerjaannya. Salah satu masalah beban kerja tersebut adalah jumlah staf yang

kurang, distribusi dan pemanfaatan staf yang tidak efisien dan masalah

penjadwalan (Zschoche,1986). Karena beban ini maka dalam menjalankan fungsi

asuhan keperawatan digunakan sistem penggantian kerja (shift) yang dibagi

dalam 3 group yaitu dinas pagi, sore, malam. Diketahui bahwa sistem shift kerja

lebih banyak menimbulkan stress bila dibandingkan dengan yang tidak mendapat

shift.

Banyak stres yang dialami perawat yang dihubungkan dengan sifat

pekerjaan melayani manusia. Orang yang bekerja pada organisasi melayani

manusia secara konsisten, dilaporkan mempunyai kepuasan kerja rendah

dibandingkan bekerja di tempat lain. Dimana perawat dihubungkan dengan sifat

13

Page 14: BURN OUT

kerjanya, intensif, sering kontak dengan orang yang serius, kadang-kadang

dengan masalah-masalah fisik, mental, emosi dan atau social yang fatal

( Tappen,1998), pekerjaan yang dilakukan setiap hari dengan jadwal dan jenis

yang relative sama setiap hari, tidak ada ide baru.

Dalam beberapa kejadian, profesi yang melayani manusia juga mengalami

pembayaran yang rendah, jam kerja yang panjang dan sangat luas peraturannya

daripada profesi lain. Tidak adekuatnya kesempatan promosi untuk wanita dan

sebagian kecil mempunyai status rendah, selalu pada posisi dibayar rendah,

merupakan gambaran kondisi pada beberapa area pelayanan kesehatan

( Marquirs, 2000).

Tuntutan-tuntutan interpersonal adalah tekanan-tekanan yang ditimbulkan

oleh orang lain. Dukungan sosial yang kurang dari kolega dan kurangnya

hubungan interpersonal akan menyebabkan stres khususnya bagi perawat dengan

kebutuhan sosial yang tinggi ( Robbins,1998).

Setelah diuraikan tentang faktor lingkungan penyebab burn out dapat

disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan kondisi yang berpengaruh

terhadap perawat dalam melaksanakan tugas sehari-hari yaitu memberikan asuhan

keperawatan kepada klien.

3. Faktor Keluarga

Faktor keluarga adalah hal-hal yang ada pada keluarga yang mempengaruhi

perawat sebagai anggota keluarga dalam melakukan pekerjaan sehari-hari.

Perawat dalam memenuhi tanggung jawab kerja dan mempertahankan keluarga

serta kehidupan personal dapat mengalami peningkatan kejadian stres jika tidak

mempunyai cukup waktu dan energi untuk melaksanakan semuanya.

Terlihat beberapa perbedaan cara pria dan wanita untuk mendapat keseimbangan

yang nyaman, masyarakat menilai perilaku-perilaku orang dewasa wanita dan pria

yang bekerja adalah berbeda. Menurut Borman (1993), jika seorang karyawan

laki-laki pekerjaannya terganggu untuk urusan keluarga maka ia dianggap

sebagai pria yang baik dalam keluarga, tetapi ketika seorang wanita terganggu

14

Page 15: BURN OUT

pekerjaannya karena keluarganya, maka karyawan wanita tersebut dianggap

kurang komitmen terhadap pekerjaannya /profesionalnya dipertanyakan.

Biddle dan Thomas (1996) menyatakan bahwa setiap individu menduduki banyak

posisi, setiap posisi mempunyai beberapa peran. Sebagai contoh, posisi ibu

mempunyai peran ibu rumah tangga, pengasuh anak, penanggung jawab

kesehatan keluarga, memasak dan lain-lain.

Friedmen (1998), menyatakan karena banyaknya peran untuk setiap posisi, maka

diperlukan kebersamaan untuk menanggung semua beban peran tersebut, seperti

peran mengasuh anak, saat ini menjadi tanggung jawab bersama bagi posisi ayah

dan ibu.

Bernard (1972), mengemukakan bahwa angka depresi pada wanita yang

menikah lebih tinggi dibandingkan dengan suami karena ketidakpuasan terhadap

perkawinan yang menuntut istri berperan tradisional yaitu lebih banyak

memenuhi kebutuhan suami dan anak-anak daripada kebutuhan diri sendiri .

Tenaga perawat sebagian besar adalah ibu rumah tangga yang mungkin karena

faktor budaya masih banyak berperan tradisional yaitu pengabdian sepenuhnya

untuk keluarga, sehingga hal ini mempengaruhi perannya dalam bekerja.

Dilema yang biasa terjadi antara karir dan peran dalam keluarga bagi wanita yang

bekerja disebabkan karena adanya perubahan-perubahan peran dalam keluarga.

Keluarga yaitu pasangan suami istri harus menganalisa bahwa ada keuntungan

tambahan bila istri bekerja, keuntungan tersebut dapat berupa peningkatan

pendapat keluarga jika istri bekerja, beban pada kondisi suami menjadi cemas

karena peran atau kekuatannya berkurang (Cronkita, 1997). Friedman (1998)

mengatakan istri yang bekerja selalu mengalami perasaan bersalah karena waktu

yang tidak cukup untuk anak dan untuk pelaksanaan fungsi-fungsi tradisional

sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga.

Kondisi ini menyebabkan konflik bagi wanita yang bekerja dan akan

mengakibatkan minat dan kepuasan dalam kerja menjadi terbatas, maka ia akan

lebih mudah terkena burn out, kesusahan dalam kerja akan menyebabkan

kesusahan dalam seluruh kehidupan.

15

Page 16: BURN OUT

C. Perawat pelaksana

Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan dalam UU No 23 tahun 1992

tentang kesehatan, pasal 50 dinyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas

menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang

keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan.

Perawat adalah individu yang sepakat untuk mengidentifikasi dan memenuhi

kebutuhan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, masyarakat dan

kelompok-kelompok ( Craven and Hirnle,1996).

Perawat adalah perawat yang langsung memberikan asuhan keperawatan kepada

klien. Di rumah sakit, selain memberikan suhan keperawatan langsung, perawat

juga berperan sebagai pendidik, manajer dan administrator juga supervisor

(Chetty,1997).

Perawat berperan sebagai orang kunci untuk memonitor status kliennya dan

mencatat perubahan-perubahan yang terjadi disamping sebagai advokat bagi klien

dan keluarganya, hal ini disebabkaan karena perawatlah yang mengenal klien-

klien serta sistemnya. Untuk itu diperlukan keterampilan manajemen agar

segalanya berjalan sebaik mungkin (Rubenfeld and Scheffer,1991).

Sebagai pemberi pelayanan, perawat betanggung jawab membantu klien

meningkatkan, memelihara, dan mempertahankan kesehatan juga melindungi hak

pasien dengan menjaga privacy, menyimpan informasi-informasi yang

berhubungan dengan klien ( Craven and Himle, 1996). Perawat juga mempunyai

fungsi sebagai pemberi pelayanan, pembuat keputusan, advokasi klien, manajer,

komunikator dan pendidik. Standar ANA' (American Nurse Assosciation) tentang

pedoman praktek dan praktek keperawatan langsung menguraikan bahwa

tanggung jawab perawat mencakup pengumpulan data, membuat diagnosa

keparawatan, perencanaan dan implementasi asuhan serta menilai hasil dari

asuhan keperawatan yang telah diberikan.

Kemampuan berfikir kritis merupakan komponen penting dari tanggung gugat

dan tanggung jawab profesional dalam meningkatkan asuhan keperawatan yang

diberikan.

16

Page 17: BURN OUT

Sebagai perawat pelaksana yang mempunyai peran utama memberikan asuhan

keperawatan langsung kepada klien, perawat harus memiliki kemampuan berfikir

kritis, serta otonomi jelas sebagai profesi dan percaya diri, mempunyai pandangan

yang kontekstual kreatif, fleksibel, integritas intelektual, intuisi, tekun, gigih serta

selalu mencari dan ingin tahu ( Rubenfeld and Scheffer, 1999).

Perawat juga harus memiliki sikap asertif, dasar ilmu pengetahuan yang kuat,

mempunyai kemampuan membuat keputusan yang aman, kemampuan

berkomunikasi, semangat kolegalitas tim kesehatan ( Craven and Hirnle,1996 ).

D. Penelitian terkait

Laporan hasil penelitian Karo, R (2005) tentang : “Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Stres dengan Stres Kerja Perawat di unit Perawatan Kritis RS Pusat

Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta”, menyebutkan (n = 75 perawat) bahwa

perawat yang mengalami stres adalah 89,3 % dimana ada hubungan signifikan

antara faktor beban kerja, lingkungan kerja, konflik peran, pasien kritis, keluarga

pasien dengan stres kerja perawat, dan faktor konflik peran, pasien kritis, dan

keluarga pasien tidak ada hubungan signifikan dengan perubahan perilaku perawat

di unit perawatan kritis.

Hasil penelitian Yuniarti, E (2004) : “Hubungan Karakteristik Pekerjaan

dengan Stres Kerja pada Perawat di RS MH Thamrin Jakarta”, (n = 97 perawat)

perawat yang mengalami stres 51,5% dimana faktor hubungan interpersonal dengan

rekan kerja, pasien dan keluarga menunjukkan hubungan yang signifikan,

sedangkan faktor lain seperti beban kerja, promosi dan otonomi tidak mempunyai

hubungan yang signifikan.

17

Page 18: BURN OUT

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka konsep

Kerangka konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan landasan

berfikir yang dikembangkan berdasarkan teori yang sudah dibahas dalam tinjauan

pustaka tantang hal yang berhubungan dengan burn out, yaitu : faktor-faktor yang

berhubungan dengan burn out sebagai variabel independen dan kejadian burn out

sebagai variabel dependen.

Variabel Independen Variabel dependen

Faktor Personal

Umur

Pendidikan

Pengalaman kerja

Pola Koping

18

Faktor keluarga

Konflik peran

Tuntutan keluarga

Kejadian

BURN OUT

Pada Perawat Pelaksana

Faktor Lingkungan kerja

Beban kerja

Sifat pekerjaan

Kepemimpinan

Hubungan interpersonal

Sistem penghargaan

Sumber daya

Page 19: BURN OUT

Gambar 2.2

Kerangka konsep faktor-faktor yang berhubungan dengan burn out

pada perawat pelaksana

B. Hipotesis penelitian

Definisi Operasional variabel Penelitian

N

O

VARIABE

L

DEFINISI

OPERASIONAL

ALAT

UKUR

CARA

UKUR

HASIL

UKUR

SKALA

UKUR

1

Faktor

Personal

Umur Usia responden

sampai ulang tahun

terakhir saat

penelitian

kuesione

r

A : a

Mengajukan

pertanyaan

tanggal, bulan

tahun,

kelahiran

Angka dalam

tahun

Interval

2 Pendidikan Tingkat pendidikan

formal terakhir

responden

kuesione

r

A : b

Mengajukan

pertanyaan

tentang

pendidikan

formal

terakhir

Tingkat

pendidikan

1. S1

2. DIII

3. SPK/SPR

4. Bidan

Ordinal

3 Pengalaman

kerja

Merupakan lama

kerja di unit

sampai saat

penelitian, minimal

5 tahun

kuesione

r

A : c

Menanyakan

lama masa

kerja sampai

saat penelitian

Angka dalam

tahun

Rasio

4 Pola koping mekanisme koping

terhadap stres

yaitu : menghindar

atau berjuang,

kuesione

r

B, no:1-

4

Skala 1 – 5

1. tidak

menekan

2. sedikit

Beresiko jika

nilai > dari

median dan

tidak beresiko

Interval

19

Page 20: BURN OUT

latihan, dukungan

sosial, rancang

ulang pekerjaan,

tehnik relaksasi,

membangun filosofi

hidup yang baru,

pengelolaan waktu

dengan baik dan

program-program

kesejahteraan.

(Vecchio, 1995)

menekan

3. kadang-

kadang

menekan

4. sering

menekan

5. selalu

menekan

jika nilai <

dari median

5

Faktor

Keluarga

Konflik

peran

Merupakan kondisi

dilingkungan

rumah, dimana

responden dihadapi

dengan dua pilihan

yaitu: peran sebagai

profesi perawat dan

sebagai anggota

keluarga/ibu rumah

tangga.

kuesione

r

B, no:5-

8

Skala 1 – 5

1. tidak

menekan

2. sedikit

menekan

3. kadang-

kadang

menekan

4. sering

menekan

5. selalu

menekan

Beresiko jika

nilai > dari

median dan

tidak beresiko

jika nilai <

dari

Median

Interval

6 Tuntutan

keluarga

Kondisi didalam

keluarga dimana

responden dituntut

tinggi perannya

dalam

kuesione

r

B, no:9-

12

Skala 1 – 5

1. tidak

menekan

2. sedikit

menekan

Beresiko jika

nilai > dari

median dan

tidak beresiko

jika nilai <

Interval

20

Page 21: BURN OUT

melaksanakan tugas

rumah tangga

3. kadang-

kadang

menekan

4. sering

menekan

5. selalu

menekan

dari

Median

7

Faktor

Lingkunga

n Kerja

Beban kerja Jumlah dan jenis

pekerjaan yang

dipikul dan beban

kerja >40

jam/minggu

kuesione

r

B,

no:13-

16

Skala 1-5

1. tidak

menekan

2. sedikit

menekan

3. kadang-

kadang

menekan

4. sering

menekan

5. selalu

menekan

Beresiko jika

nilai > dari

median dan

tidak beresiko

jika nilai <

dari

Median

Interval

8 Sifat

pekerjaan

Dimana perawat

dihubungkan

dengan sifat

kerjanya, intensif,

sering kontak

dengan orang yang

serius, kadang-

kadang dengan

kuesione

r

B,

no:17-

20

Skala 1-5

1. tidak

menekan

2. sedikit

menekan

3. kadang-

kadang

menekan

Beresiko jika

nilai > dari

median dan

tidak beresiko

jika nilai <

dari

Median

Interval

21

Page 22: BURN OUT

masalah-masalah

fisik, mental, emosi

dan atau social

yang fatal

(Tappen,1998),

pekerjaan yang

dilakukan setiap

hari dengan jadwal

dan jenis yang

relative sama setiap

hari.

4. sering

menekan

5. selalu

menekan

9 Kepemimpi

nan

Karakteristik

pemimpin baik

kepala ruangan

maupun kepala

seksi mencakup :

keterbukaan,

memberikan

dukungan,

melibatkan

bawahan, dapat

sebagai pendengar

yang baik serta

tidak kaku dengan

birokrasi.

kuesione

r

B, no

21- 24

Skala 1 – 5

1. tidak

menekan

2. sedikit

menekan

3. kadang-

kadang

menekan

4. sering

menekan

5. selalu

menekan

Beresiko jika

nilai > dari

median dan

tidak beresiko

jika nilai <

dari

Median

Interval

10 Hubungan

interpersona

l

Merupakan bentuk

interaksi antar

responden dengan

teman kerja selama

melaksanakan tugas

sehari-hari

kuesione

r

B, no

25- 28

Skala 1-5

1. tidak

menekan

2. sedikit

menekan

3. kadang-

Beresiko jika

nilai > dari

median dan

tidak beresiko

jika nilai <

dari

Interval

22

Page 23: BURN OUT

kadang

menekan

4. sering

menekan

5. selalu

menekan

Median

11 Sistem

penghargaa

n

Memberikan

penghargaan dan

hukuman serta

umpan balik

terhadap

penampilan kerja

perawat dalam

melaksanakan tugas

sehari-hari dalam

memberikan asuhan

keperawatan

kuesione

r

B,

no:29-

32

Skala 1-5

1. tidak

menekan

2. sedikit

menekan

3. kadang-

kadang

menekan

4. sering

menekan

5. selalu

menekan

Beresiko jika

nilai > dari

median dan

tidak beresiko

jika nilai <

dari

Median

Interval

12 Sumber

daya

Sumber daya

manusia, fasilitas,

dan sarana

merupakan kondisi

lingkungan kerja

tentang

ketersediaan

sumber daya

minimal/standar

untuk

melaksanakan

kuesione

r

B,

no:33-

36

Skala 1-5

1. tidak

menekan

2. sedikit

menekan

3. kadang-

kadang

menekan

4. sering

menekan

5. selalu

Beresiko jika

nilai > dari

median dan

tidak beresiko

jika nilai <

dari

Median

Interval

23

Page 24: BURN OUT

asuhan keperawatan menekan

13 Kejadian

burn ou

Pada

perawat

pelaksana

Keadaan yang

dialami responden

dengan gejala

kelelahan kerja

yang dapat

mengganggu

pekerjaan

responden dalam

memberikan asuhan

keperawatan

kuesione

r C

Ya

Tidak

Respon

dikatakan

sudah

mengalami

burn out jika

50%

menjawab ya

(Tappen,1998

).

Nominal

B. Hipotesis

Ho : tidak ada hubungan anatara variabel independen dengan variabel dependen

Ha : ada hubungan anatara variabel independen dengan variabel dependen

1. Ada pengaruh antara umur terhadap Burn Out

2. Tidak ada pengaruh antara umur terhadap Burn Out

3. Ada pengaruh antara pendidikan terhadap Burn Out

4. Tidak ada pengaruh antara pendidikan terhadap Burn Out

5. Ada pengaruh antara pengalaman kerja terhadap Burn Out

6. Tidak ada pengaruh antara pengalaman kerja terhadap Burn Out

7. Ada pengaruh antara pola koping terhadap Burn Out

8. Tidak ada pengaruh antara pola koping terhadap Burn Out

24

Page 25: BURN OUT

9. Ada pengaruh antara konflik peran terhadap Burn Out

10. Tidak ada pengaruh antara konflik peran terhadap Burn Out

11. Ada pengaruh antara tuntutan keluarga terhadap Burn Out

12. Tidak ada pengaruh antara tuntutan keluarga terhadap Burn Out

13. Ada pengaruh antara beban kerja terhadap Burn Out

14. Tidak ada pengaruh antara beban kerja terhadap Burn Out

15. Ada pengaruh antara sifat pekerjaan terhadap Burn Out

16. Tidak ada pengaruh antara sifat pekerjaan terhadap Burn Out

17. Ada pengaruh antara kepemimpinan terhadap Burn Out

18. Tidak ada pengaruh antara kepemimpinan terhadap Burn Out

19. Ada pengaruh antara hubungan interpersonal terhadap Burn Out

20. Tidak ada pengaruh antara hubungan interpersonal terhadap Burn Out

21. Ada pengaruh antara sistem penghargaan terhadap Burn Out

22. Tidak ada pengaruh antara sistem penghargaan terhadap Burn Out

23. Ada pengaruh antara sumber daya terhadap Burn Out

24. Tidak ada pengaruh antara sumber daya terhadap Burn Out

25

Page 26: BURN OUT

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan burn out pada

perawat pelaksana di RS PGI Cikini mempergunakan jenis penelitian

deskriptif kuantitatif rancangan Cross Sectionnal untuk memperoleh

gambaran pengaruh faktor resiko terjadinya burn out sebagai variabel

independen yaitu : faktor personal, faktor lingkungan kerja dan variabel

burn out sebagai variabel dependen . Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini adalah primer, dengan menggunakan kuesioner sebagai alat

pengumpul data.

B. Populasi dan sampel penelitian

Populasi yang dipergunakan pada penelitian ini adalah: perawat pelaksana

di RS PGI Cikini yang berjumlah 275 orang.

26

Page 27: BURN OUT

Pengambilan sampel mempergunakan rumus :

N n = ----------- 1+ N (d²)

dimana :

n = besarnya sampel

N = besarnya populasi

d = tingkat kesalahan sampling

( Notoadmojo,2002)

Jadi jumlah sampel yang didapat adalah

275n = -------------- = 162,96 orang 1+ 275 (0,05)²

Digenapkan menjadi 163 orang.

Jumlah sampel yang diambil adalah 163 orang (59 %) perawat pelaksana

yang bekerja di ruang rawat inap dan ruang rawat jalan yang dinas pagi,

sore dan malam pada saat pengumpulan data serta tidak sedang libur

dinas, cuti atau izin, atau sedang mengikuti pendidikan, dengan masa kerja

minimal 5 tahun.

C . Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di 15 ruang rawat inap dan ruang rawat jalan di RS

PGI CIKINI JL. Raden Saleh No 40 Jakarta Pusat. Diharapkan

selesai dalam waktu 4 bulan ( Agustus- Nopember 2006 ).

D. Etika penelitian

Sebelum responden diberi lembar angket untuk diisi, peneliti menjelaskan

maksud dan tujuan peneliti, selanjutnya dimohonkan kesediaannya untuk

ikut dalam penelitian. Kesediaan responden berbentuk penandatanganan

lembar informed consent dan juga memberikan hak kepada responden

27

Page 28: BURN OUT

untuk menolak dijadikan responden penelitian. Sebagai perlindungan

identitas pribadi seperti nama, tidak dicantumkan dalam penelitian ini.

E. Alat pengumpulan data

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yaitu sejumlah

pertanyaan dengan mengacu pada kerangka konsep, dimana pertanyaan –

pertanyaan yang dibuat dikembangkan dari variabel-variabel yang ada.

F. Metode pengumpulan data

Kuesioner ini merupakan kuesioner dengan angket tertutup yang

disediakan jawabannya, responden tinggal membubuhkan tanda check list

(√) pada kolom yang sesuai.

Sebelum dipergunakan pada penelitian dilakukan uji coba instrumen

dengan 10 orang perawat pelaksana di RS Pondok Indah Jakarta, dimana

kuesioner ini tidak disertakan dalam populasi penelitian. Kemudian

lembar kuesioner dibagikan satu persatu kepada responden. Kuesioner

yang telah didiisi dimasukkan kembali kedalam amplop bersama dengan

lembar persetujuan menjadi responden.

G. Tehnik analisis data

1. Editing

Tahapan ini untuk meneliti mengevaluasi kelengkapan, konsisten

dan kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan untuk menguji

jawaban pada setiap kuesioner yang telah diisi.

2. Coding

Mengkode data, pada setiap kuesioner diberi kode dengan

memberi pada kolom ini untuk menguantifikasi data kualitatif atau

membedakan aneka karakter.

3. Tabulasi data

Data yang telah diolah dicek kembali untuk memastikan bahwa

data telah bersih dari kesalahan.

28

Page 29: BURN OUT

4. Penetapan Skor

Untuk setiap variabel, masing-masing diberi skor sesuai dengan

kategori data dan jumlah item pertanyaan dari tiap-tiap variabel

5. Analisa data

a. Analisa Univariat

Analisa univariat dipergunakan untuk melakukan analisa

terhadap distribusi frekuensi dan porsentasi dari setiap variabel

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk melihat ada hubungan antara

variabel dependen dan variabel independen dengan

menggunakan rumus Chi-Square,derajat kemaknaan 95%, nilai p

value < 0,05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna

(signifikan), dan nilai value > 0,05 berarti hasil perhitungan

statistik tidak bermakna .

(0 – E) ² X² = ∑ ---------

E

Setelah didapat X² hitung, kemudian dicari nilai X², tabel dengan

derajat Uji Kebebasan → df : ( b – 1)( K – 1 )

Keterangan :

b : Jumlah baris dalam tabel silang atau kontigensi

K : Jumlah kolom dalam tabel silang atau kontigensi

Ho ditolak bila X² hitung lebih besar dari X² tabel untuk α = 0,05

dan df : ( b - 1)( K – 1 ). Dengan uji ini dapat diketahui

kemaknaan pengaruh antara variabel independen dan variabel

dependen.

29

Page 30: BURN OUT

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian burn out pada perawat pelaksana di RS PGI Cikini. Pengumpulan

data menggunakan sampel yang berjumlah 163 orang yaitu perawat pelaksana

di ruang rawat inap dan rawat jalan. Hasil analisa dalam bentuk univariat yang

menggambarkan distribusi frekuensi dari semua variabel, kemudian dianalisa

secara bivariat untuk mengatahui ada hubungan antara variabel independen

yaitu personal, keluarga, lingkungan kerja dan variabel dependen yaitu burn

out.

Hasil Analisa

30

Page 31: BURN OUT

I. Analisa Univariat

Analisa Univariat pada penelitian ini akan melihat frekuensi dari seluruh

variabel independen (variabel bebas) dimana mencakup variabel personal

yang terdiri dari : umur, pendidikan, pengalaman kerja, pola koping, variabel

keluarga mencakup : konflik peran, tuntutan keluarga serta variabel

lingkungan kerja mencakup : beban kerja, sifat pekerjaan, kepemimpinan,

hubungan interpersonal, sistem penghargaan dan sumber daya.

Juga distribusi frekuensi kejadian burn out pada perawat pelaksana sebagai

variabel dependen (terikat).

A. Variabel Bebas (Independen)

1. Gambaran Karakteristik Personal

Karakteristik personal pada penelitian ini mencakup : umur,

pendidikan, pengalaman kerja, pola koping

Hasil analisa univariat dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut :

Tabel 3.1Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Personal

Pada perawat pelaksana RS PGI Cikini JakartaTahun 2006

n = 163

No KARAKTERISTIKPERSONAL

n %

1 Umur1. 26-33 tahun2. 34-41 tahun3. 42-49 tahun4. ≥ 50 tahun

78413311

47,925,220,26,7

2 Pendidikan1. S12. D33. SPK/SPR4. BIDAN

287722

1,253,444,21,2

3 Lama Kerja

31

Page 32: BURN OUT

1. 5-12 tahun2. 13-20 tahun3. 21-28 tahun4. ≥ 29 tahun

8640361

52,824,522,10,6

4 Pola Koping1. Beresiko2. Tidak beresiko

12151

7,492,6

a). Umur Responden

Hasil analisa data dari 163 perawat pelaksana di RS PGI Cikini yang menjadi

responden berada pada rentang umur 26 tahun sampai dengan 51 tahun. Selanjutnya data

umur responden dikelompokkan menjadi 26 tahun sampai 33 tahun, 34 tahun sampai 41

tahun, 42 tahun sampai 49 tahun dan lebih dari 50 tahun.

Responden yang paling banyak bekerja di RS PGI Cikini adalah perawat kelompok umur

26 tahun sampai 33 tahun yaitu sebanyak 47,9%.

b).Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat Pendidikan merupakan latar belakang pendidikan perawat terakhir yang diikuti

responden. Dari segi latar belakang pendidikan ini menunjukkan bahwa responden yang

bekerja sebagai perawat pelasana di ruang rawat inap dan unit rawat jalan di RS PGI

Cikini paling banyak yang berlatar belakang D3 (53,4%), hanya sedikit perbedaannya

dengan latar belakang pendidikan SPK/SPR (44,2%).

c). Pengalaman Kerja Responden

Dari segi pengalaman kerja responden minimal 5 tahun. Selanjutnya dikelompokkan

menjadi 5 tahun sampai 12 tahun, 13 tahun sampai 20 tahun, 21 tahun sampai 28 tahun,

dan lebih dari 29 tahun.

Pada tabel 3.1 dapat dilihat bahwa responden yang bekerja sebagai perawat pelaksana di

RS PGI Cikini paling banyak adalah dengan pengalaman kerja 5 sampai 12 tahun

32

Page 33: BURN OUT

(52,8%). Sedangkan masa kerja 13 tahun sampai 20 tahun dan 21 tahun sampai 28 tahun

hampir sama.

d).Pola Koping

Untuk mengetahui pola koping responden dilakukan penilaian yang menggambarkan

jenis dan cara koping serta kemampuan mengunakan koping. Setiap jawaban diberi nilai

1 sampai 5, kemudian dikelompokkan menjadi beresiko dan tidak beresiko dengan

menggunakan nilai median sebagai nilai batas. Hasil pengelompokkan menunjukkan

bahwa pola koping beresiko 7,4 % dan tidak beresiko 92,6 %. (Tabel 3.1).

2. Gambaran Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga merupakan aspek keluarga yang berhubungan dengan burn out

terdiri dari konflik peran dan tuntutan keluarga. Analisa data karakteristik keluarga

dengan menilai jawaban responden tentang pertanyaan yang berhubungan dengan konflik

keluarga dan dan tuntutan keluarga. Setiap jawaban diberi nilai 1 sampai 5, kemudian

dikelompokkan menjadi beresiko dan tidak beresiko dengan menggunakan nilai median

sebagai nilai batas. Hasil analisa dapat dilihat pada tabel 3.2

Tabel 3.2Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Keluarga

Pada perawat pelaksana RS PGI Cikini JakartaTahun 2006

n = 163

No KARAKTERISTIKKELUARGA

n %

1 Konflik Peran1. Beresiko2. Tidak beresiko

10153

6,193,9

2 Tuntutan Keluarga1. Beresiko2. Tidak beresiko

7156

4,395,7

a. Konflik Peran

33

Page 34: BURN OUT

Hasil analisa data menunjukkan bahwa perawat pelaksana yang mengalami

konflik peran yaitu bingung memilih peran keluarga atau profesi sehingga

kemungkinan beresiko terjadinya burn out adalah 6,1 % jauh lebih rendah dari

yang tidak beresiko yaitu 93,9 %.

b. Tuntutan Keluarga

Hasil analisa data tentang tuntutan keluarga terhadap tugas-tugas rumah

tangga menunjukkan kemungkinan beresiko burn out 4,3 % dan yang tidak

beresiko 95,7 %.

3. Gambaran Karakteristik Lingkungan Kerja

Karakteristik lingkungan kerja responden mencakup : beban kerja, sifat

pekerjaan, kepemimpinan, hubungan interpersonal, sistem penghargaan dan

sumber daya.

Gambaran tentang karakteristik lingkungan kerja ini diperoleh dengan

menganalisa pilihan dari pertanyaan masing-masing karakteristik. Setiap

pertanyaan diberi nilai 1 sampai 5, selanjutnya dikelompokkan menjadi

beresiko dan tidak beresiko dengan mempergunakan nilai median sebagai

nilai batas. Hasil analisa dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Lingkungan Kerja

Pada perawat pelaksana RS PGI Cikini JakartaTahun 2006

n = 163

No KARAKTERISTIKLINGKUNGAN KERJA

N %

1 Beban Kerja1. Beresiko2. Tidak beresiko

27136

16,683,4

2 Sifat Pekerjaan1. Beresiko2. Tidak beresiko

13150

8,092,0

3 Kepemimpinan

34

Page 35: BURN OUT

1. Beresiko2. Tidak beresiko

12151

7,492,6

4 Hubungan Interpersonal1. Beresiko2. Tidak beresiko

26137

16,084,0

5 Sistem Penghargaan1. Beresiko2. Tidak beresiko

44119

27,073,0

6 Sumber Daya1. Beresiko2. Tidak beresiko

26137

16,084,0

a. Beban Kerja

Beban kerja perawat pelaksana yang mencakup : jumlah dan jenis pekerjaan yang

dipikul dan beban kerja relatif lebih besar yang tidak beresiko terjadi burn out yaitu

83,4 % dibandingkan dengan yang kemungkinan beresiko (16,6 %).

b. Sifat Pekerjaan

Sifat pekerjaan yang digambarkan dengan sifat kerjanya, intensif, sering kontak

dengan orang lain yang serius, masalah dengan fisik, mental, emosi dan atau sosial,

jenis dan jadual yang relative sama setiap hari, kemungkinan terjadi burn out 8,0 %

lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak beresiko 92,0 %.

c. Kepemimpinan

Kepemimpinan yang menciptakan budaya kerja penuh tekanan, takut dan cemas,

membangun tekanan tidak reslistik, pengawasan terlalu ketat dan rutin terhadap

pegawai yang tidak baik, menunjukkan kemungkinan beresiko burn out 7,4%, dan

yang tidak beresiko 92,6%.

d. Hubungan Interpersonal

35

Page 36: BURN OUT

Untuk hubungan interpersonal mencakup tekanan yang timbul dari orang lain,

kurangnya kolega, kurangnya hubungan interpersonal, kemungkinan beresiko

terhadap kejadian burn out sebanyak 16,0% dan tidak beresiko 84,0%.

e. Sistem Penghargaan

Sistem penghargaan yang mencakup memberikan penghargaan dan hukuman serta

Umpanbalik terhadap penampilan kerja terutama jika tidak wajar, tidak adanya

pengembangan staf, memberi gambaran kemungkinan beresiko terhadap kejadian

burn out sebanyak 27,0%.

f. Sumber Daya

Dari segi sumber daya yang mencakup ketersediaan fasilitas, sarana, dan jumlah

tenaga perawat menunjukkan kemungkinan beresiko terhadap kejadian burn out

sebanyak 16,0% dan tidak beresiko 84,0%.

B. Variabel Terikat ( Dependen)

Variabel kejadian burn out adalah variabel dependen, merupakan kondisi burn out yang

terjadi pada perawat pelaksana. Terdapat 4 tahap sindroma burn out ( Goliszek,1992)

yaitu : harapan tinggi dan idealisme, pesimis dan ketidak puasan kerja awal, menarik diri

dan isolasi serta kerusakan menetap dan hilangmya minat.

Jika gambaran kejadian burn out dikelompokkan menjadi 4 tahap seperti tersebur, maka

dari 163 responden diperoleh gambaran bahwa 33 orang (20,2%) berada pada tahap 1

yaitu masih memiliki harapan tinggi dan idealisme kerja, 104 orang (63,8%) berada pada

tahap 2 dan 3 yaitu mulai pesimis dan ketidak puasan kerja awal, dan 3 orang (1,8%)

berada pada tahap 4 yaitu burn out. Selanjutnya kejadian burn out ini dikelompokkan

berdasarkan pilihan responden terhadap 21 item pilihan tentang kondisi yang

menggambarkan kejadian burn out . Setiap pernyataan mempunyai jawaban ”ya” dan

”tidak”.

36

Page 37: BURN OUT

Untuk responden yang memilih > 50% pilihan benar disebut sudah mengalami burn out

dan < 50% benar disebut belum mengalami burn out (Tappen,1998).

Berdasarkan hal tersebut diperoleh gambaran seperti terlihat pada tabel 3.4 berikut ini :

Tabel 3.4Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Burn Out

Pada perawat pelaksana RS PGI Cikini JakartaTahun 2006

n = 163

No KEJADIAN BURN OUT N %

1

2

Sudah mengalami Burn Out

Belum mengalami Burn Out

29

134

17,8

82,2

Jumlah 163 100

Hasil menunjukkan bahwa responden yang sudah mengalami burn out dan

perlu mendapat perhatian, relatif rendah 3 orang (1,8%) dan responden yang

belum mengalami burn out yaitu 160 orang (98,2%).

II. Analisa Bivariat

Penyajian analisa bivariat akan memberikan gambaran ada atau tidaknya

hubungan antara variabel independen (bebas) dan sebagai variabel dependen

(terikat) dengan menggunakan uji statistik chi-square dengan tingkat

kemaknaan 5% sehingga dikatakan hubungan bermakna jika p-value < 0,05

dan tidak bermakna jika p-value > 0,05.

1. Hubungan Karakteristik Personal Perawat Pelaksana dengan Kejadian

Burn out pada Perawat Pelaksana.

Karakteristik personal yang terdiri dari : umur, pendidikan, pengalaman

kerja, pola koping.

Tabel 3.5 Hubungan Karakteristik Personal dengan Kejadian Burn Out

Perawat Pelaksana pelaksana RS PGI Cikini

37

Page 38: BURN OUT

tahun 2006

NO

KARAKTERISTIK PERSONAL

BURN OUTTOTAL P

VALUEOR dengan

95% CISudah Belumn % N % n %

1 Umur                

  26 – 33 22.6 76

97.4 78

100 0,292 2,256

  34 – 41 12,4 40

97,6 41

100   (0,378-13,447)

  42 – 44 0 0 33 100 33100    

  >= 50 0 0 11 100 11100    

                   2 Pendidikan              

  S1 0 0 2 100 2100 0,282 6,542

  D3 33,4 84

96,6 87

100   (0,492-86,978)

  SPK 0 0 72 100 72100    

  BIDAN 0 0 2 100 2100    

                   3 Lama Kerja              

  5- 12 22,3 84

97,7 86

100 0,399 2,022

  13 – 20 12,5 39

97,5 40

100   (0,323-12,674)

  21 – 28 0 0 36 100 36100    

  >= 29 0 0 1 100 1100    

                   4 Pola Koping                

  Beresiko 18,3 11

91,7 12

100 0,533 6,773

  Tidak Beresiko 21,2

149

98,7

151

100   (0,569-80,66)

     a. Hubungan Umur dengan Kejadian Burn Out

Pada tabel 3.5 hubungan variabel umur dengan kejadian burn out mempunyai nilai

38

Page 39: BURN OUT

p = 0,292 (p> 0,05). Dengan demikian dapat diartikan tidak ada hubungan yang

bermakna antara umur dengan kejadian burn out, walaupun secara prosentase

tampak kelompok umur 26 - 33 tahun ( 2,6%) sudah mengalami burn out dan

hanya sedikit bedanya dengan umur 34 - 41 tahun yang sudah mengalami

burn out yaitu 2,4%.

b. Hubungan Pendidikan Dengan Kejadian Burn Out

Pada uji hubungan antara variabel ini menghasilkan nilai p = 0,282 (p>0,05) berarti

tidak ada hubungan bermakna antara variabel pendidikan dengan kejadian burn out,

secara prosentase yang sudah mengalami burn out adalah tingkat pendidikan DIII

Keperawatan yaitu 3,4 %. Tingkat pendidikan S1, SPK, Bidan belum mengalami

burn out.

c. Hubungan Pengalaman Kerja dengan Kejadian Burn Out

Hasil uji menggambarkan tidak terdapat hubungan bermakna antara pengalaman kerja

dengan kejadian burn out dimana nilai p = 0,399 (p>0,05).

Secara prosentase masa kerja 13-20 tahun memiliki persontase lebih besar 2,5 % yang

sudah mengalami burn out dibandingkan masa kerja 5-12 tahun (2,3%).

d. Hubungan Pola Koping dengan Kejadian Burn Out

Hasil uji memberi gambaran tidak ada hubungan pola koping dengan kejadian burn

out dimana nilai p = 0,533 (p>0,05).

Walau secara prosentase pola koping yang beresiko lebih besar (8,3%) sudah

mengalami burn out dibandingkan tidak beresiko (1,2%).

2. Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Kejadian Burn Out

Karakteristik Keluarga mencakup konflik peran, tuntutan keluarga.

Tabel 3.6Hubungan Karakteristik Keluarga Responden dengan Kejadian Burn Out

39

Page 40: BURN OUT

Pada Perawat Pelaksana RS PGI Cikinitahun 2006

NO

KARAKTERISTIK KELUARGA

BURN OUT TOTAL

P VALU

E

OR dengan 95%

CISudah Belumn % n %

1 Konflik Peran          A. Beresiko 0 0 10 100 10 1,000 1,020

  B. Tidak Beresiko 32,0

150

98,0 153  

(0,997-1,043)

                 2 Tuntutan Keluarga          A. Beresiko 0 0 7 100 7 1,000 1,020

  B. Tidak Beresiko 31,9

153

98,1 156  

(0,997-1,043)

a. Hubungan Konflik Peran dengan Kejadian Burn Out.

Hasil uji menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara konflik peran dengan

burn out dimana p = 1,000 ( p > 0,05) dimana beresiko mengalami burn out tidak ada

(0%), walaupun beresiko burn out tetapi belum belum mengalami burn out ada 10

responden (100%).

b. Hubungan Tuntutan Keluarga dengan Kejadian Burn Out.

Hasil uji menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara tuntutan keluarga

dengan burn out dimana p = 1,000 ( p > 0,05). Gambaran prosentase memperlihatkan

responden beresiko sudah mengalami burn out tidak ada (0%) tetapi yang beresiko

burn out tetapi belum mengalami ada n = 7 ( 100%).

3. Hubungan Karakteristik Lingkungan Kerja dengan Kejadian Burn Out

pada Perawat Pelaksana.

Karakteristik lingkungan kerja terdiri dari : beban kerja, sifat pekerjaan,

kepemimpinan, hubungan interpersonal, sistem penghargaan dan sumber

40

Page 41: BURN OUT

daya. Masing-masing variabel akan dianalisis hubujngannnya dengan

kejadian burn out. Hasilnyan dapat dilihat pada tabel 3.7

Tabel 3.7Hubungan Karakteristik Lingkungan Kerja dengan Kejadian Burn Out

Pada Perawat Pelaksana RS PGI Cikini Tahun 2006

NO KARAKTERISTIK LINGKUNGAN KERJA

BURN OUT TOTAL P VALUE

OR dengan 95% CISudah Belum

n % n %1 Beban Kerja          

  A. Beresiko 1 3,7 2696,3 27 0,996 2,577

  B. Tidak Beresiko 2 1,5 13498,5 136   (0,285-2,947)

                 2 Sifat Pekerjaan        

  A. Beresiko 2 15,4 1184,6 13 0,007 27,09

  B. Tidak Beresiko 1 7 14999,3 150   (2,275-322,63)

                 3 Kepemimpinan        

  A. Beresiko 0 0 12 100 12 1,000 1,020  B. Tidak Beresiko 3 2 148 98 151   (0,997-1,044)                  4 Hubungan Interpersonal        

  A. Beresiko 1 3,8 2596,2 26 0,973 2,70

  B. Tidak Beresiko 2 1,5 13598,5 137   (0,236-30,91)

                 5 Sistem penghargaan        

  A. Beresiko 1 2,3 4397,7 44 1,000 1,36

  B. Tidak Beresiko 2 1,7 11798,3 119   (0,120-15,38)

                 6 Sumber Daya        

  A. Beresiko 1 3,8 2596,2 26 0,973 2,70

  B. Tidak Beresiko 2 1,5 13598,5 137   (0,236-30,91)

41

Page 42: BURN OUT

a. Hubungan Beban Kerja dengan Kejadian Burn Out

Hasil uji menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara beban kerja dengan

kejadian burn out, dimana nilai p > 0,05 yaitu p = 0,996. Secara prosentase beban

kerja yang berlebihan memiliki prosentase lebih besar 3,7% (n=1) dibandingkan

dengan beban kerja yang rendah 1,5% (n=2).

b. Hubungan Sifat Pekerjaan dengan Kejadian Burn Out

Uji hubungan antara variabel sifat pekerjaan dengan kejadian burn out

menggambarkan ada hubungan bermakna, dimana secara prosentase sifat pekerjaan

beresiko lebih besar ( 15,4%) sudah mengalami burn out dibandingkan dengan yang

tidak beresiko (7%). Dengan nilai Odd Rasio 27,09 mempunyai arti bahwa sifat

pekerjaan yang beresiko akan mengalami burn out 27,09 kali lebih besar dari pada

sifat pekerjaan yang tidak beresiko.

c. Hubungan Kepemimpinan dengan Kejadian Burn Out

Hasil uji antar variabel ini menunjukkan nilai p =1,000. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kepemimpinan dengan

kejadian burn out, dimana beresiko sudah burn out tidak terjadi 0%, tetapi yang sudah

burn tidak beresiko ada 2% (n=3).

d. Hubungan Hubungan Interpersonal dengan Kejadian Burn Out

Uji hubungan antar variabel ini menunjukkan nilai p = 0,973 (p>0,05). Dengan

demiokinian dapat disimpulkan bahwa tidak hubungan bermakna antara hubungan

interpersonal dengan kejadian burn out, walaupun secara prosentase hubungan

interpersonal yang beresiko yaitu hubungan interpersonal yang adanya tekanan dan

kurangnya dukungan sosial dari teman kerja mempunyai prosentase lebih besar 3,8%

sudah mengalami burn out dibandingkan dengan yang tidak beresiko (1,5%).

42

Page 43: BURN OUT

e. Hubungan Sistem Penghargaan dengan Kejadian Burn Out

Secara prosentase sistem penghargaan yang beresiko sebanyak 2,3% mengalami burn

out dan hanya 1,7% yang tidak beresiko mengalami burn out. Uji hubungan antar

variabel ini menghasilkan nilai p = 1,000 (p>0,05). Dengan demikian dapat

disimpulkan tidak ada hubungan bermakna antara sistem penghargaan dengan

kejadian burn out.

f. Hubungan Sumber Daya dengan Kejadian Burn Out

Hasil uji menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna dengan nilai p = 0,973

(p>0,05), walaupun gambaran prosentase sumber daya terbatas mempunyai prosentase

lebih besar 3,8% dibandingkan dengan sumber daya yang cukup tersedia 1,5%.

43

Page 44: BURN OUT

BAB VI

PEMBAHASAN

Dalam bab ini, penulis akan melakukan pembahasan berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan berdasarkan variabel yang ada pada kerangka konsep

dimana variabel independen yaitu personal, keluarga dan lingkungan kerja

variabel dependen yaitu burn out dan yang telah diuji dan dianalisa secara

univariat dan bivariat.

A. KETERBATASAN PENELITI

Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan cross sectional

dimana variabel independen dan variabel dependen dikumpulkan dalam waktu

bersamaan. Penelitian ini dilakukan analisis

B. HASIL PENELITIAN

Pembahasan hasil penelitian akan diuraikan untuk setiap karakteristik pada variabel

independen dan dependen

1. Karakteristik Personal

a. Umur Perawat Pelaksana

Hasil univariat menggambarkan jumlah responden kelompok umur 26

tahun sampai 33 tahun yaitu sebanyak 47,9% dan kelompok umur 34-41

tahun 41%. Hasil analisa bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang

bermakna antara umur dengan kejadian burn out. Gambaraan hasil analisis

ini bertentangan dengan pendapat Borman (1993) bahwa faktor personal

yang menyebabkan burn out antara lain adalah umur.

Namun demikian jika diamati analisa berdasarkan prosentase diperoleh

44

Page 45: BURN OUT

responden pada usia 26-33 tahun mengalami burn out 2,6% diikuti usia 34-

41 tahun (2,4%) , umur 42-44 dan ≥ 50 tidak mengalami burn out (0%).

Gambaran hasil analisis prosentase ini juga tidak sesuai dengan hasil

penelitian bahwa kejadian burn out meningkat dengan bertambahnya umur

(Laipalla,1999).

b. Pendidikan Perawat Pelaksana

Sebagian besar responden (53%) adalah berpendidikan D III Keperawatan

dan SPKR/SPR 44,2%. Dari hasil analisis bivariat menggambarkan bahwa

pendidikan DIII Keperawatan mengalami burn out 3,4%, sedangkan

S1,SPR/SPR,Bidan tidak mengalami burn out (0%).

Gambaran prosentase ini bertentangan dengan hasil penelitian bahwa

meningkat pendidikan perawat merupakan faktor mencegah terjadinya burn

out ( Laipalla,1999). Dan hasil analisa bivariat juga menggambarkan tidak

adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dan kejadian

burn out. Hasil ini bertentangan dengan pendapat Borman (1999)

menyatakan bahwa faktor personal yang menyebabkan burn out antara lain

pendidikan.

c. Pengalaman Kerja Perawat Pelaksana

Hasil analisis univariat dapat disimpulkan bahwa prosentase lama kerja

perawat yang terbesar adalah lama kerja 5-12 tahun (52,8%), kemudian

lama kerja 13-20 tahun yaitu 24,5%.

Dari hasil analisis bivariat yang mengalami burn out paling tinggi adalah

lama kerja 13-20 tahun 2,5% tidak jauh beda dengan lama kerja 5-12 tahun

yaitu 2,3%.

Gambaran kondisi ini sesuai dengan penelitian Laipalla (1999) bahwa

penagalamn kerja yang pendek akan menurunkan kejadian burn out. Dan

lama kerja 21-28 tahun dan ≥ 29 tahun tidak terjadi burn out . Hal ini

sesuia dengan pendapat Robbins (1998) mengatakan pengalaman

45

Page 46: BURN OUT

merupakan guru yang terbaik juga faktor yang menyebabkan stres akan

turun.

Hasil penelitian bivariat tidak terdapat hubungan yang bermakna antar

penagalaman kerja dengan kejadian burn out, hal ini bertentangan dengan

pendapat Borman (1993) bahwa faktor personal yang menyebabkan burn

out antara lain adalah pengalaman kerja.

d. Pola Koping Perawat Pelaksana

Dari hasil analisis univariat dapat disimpulkan bahwa kemampuan koping

perawat yang beresiko lebih kecil dari koping yang tidak beresiko.

Hasil analisis bivariat menunjukkan pola koping yang beresiko sudah

mengalami burn out lebih besar dibandingkan dengan pola koping yang

tidak beresiko, dari analisis hubungan tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara pola koping dengan kejadian burn out.

Hasil analisis ini tidak sesuai dengan pernyataan Borman (1993) yang

mengatakan bahwa faktor personal yang menyebabkan burn out antara lain

adalah pola koping yang dimiliki seseorang.

2. Karakteristik Keluarga

a. Konflik Peran

Hasil penelitianunivariat meberi gambaran bahwa 6,1% responden

mengalami konflik peran yang beresiko terhadap kejadian burn out dan

tidak beresiko 93,9%.

Analisa bivariat menunjukkan konflik peran yang tidak beresiko lebih

besar dibandingkan yang beresiko mengalami burn out. Juga dari analisis

hubungan konflik dengan kejadian burn out menunjukkan tidak hubungan

yang bermakna diantara kedua variabel.

Hasil analisis ini tidak sesuai dengan penelitian Biddle dan Thomas (1996)

yang mengatakan perawat dalam posisi sebagai ibu mempunyai peran

sebagai ibu rumah tangga, pengasuh anak, pengaggung jawab kesehatan

keluarga, memasak.

46

Page 47: BURN OUT

Menurut Friedman (1998) istri yang bekerja selalu mengalami perasaan

bersalah karena waktu yang tidak cukup untuk anak dan untuk pelaksanaan

fungsi-fungsi tradisional sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga.

b. Tuntutan Keluarga

Hasil penelitian menunjukkan prosentase faktor tuntutan keluarga yang

beresiko 4,3% dan yang tidak beresiko 95,7%. Dari prosentase ini ternyata

tuntutan keluarga yang beresiko mengalami burn out tidak ada (0%) dan

yang tidak beresiko 2,0%. Hasil analisa hubungan tuntutan keluarga

dengan kejadian burn out tidak ada hubungan yang bermakna.

Hasil ini bertolak belakang dengan berbagai pendapat yang menyatakan

Friedmen (1998) menyatakan bahwa banyak peran untuk setiap posisi,

maka diperlukan untuk menanggung semua beban peran tersebut, seperti

peran pengasuh anak, saat ini menjadi tanggung jawab bersama bagi posisi

ayah dan ibu.

Keluarga yaitu pasangan suami istri harus menganaliosa bahwa ada

keuntungan tambahan bila istri bekerja, keuntungan tersebut dapat berupa

peningkatan pendapatan keluarga jika istri bekerja, beban pada kondisi

suami menjadi cemas karena peran atau kekuatannya berkurang

(Cronkita,1997).

3. Karakteristik Lingkungan Kerja

a. Beban Kerja

Hasil analisa univariat menggambarkan 83,4% beban kerja tidak beresiko

dan 16,6% beresiko mengalami burn out. Dan dari hasil analisis bivariat

beban kerja berlebihan mengalami burn out lebih besar dari beban kerja

tidak beresiko. Hasil dari analisis hubungan beban kerja dengan kejadian

burn out menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna.

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan pendapat yang mengatakan

bahwa beban kerja yang berlebihan dapat menyebabkan stres kerja yang

selanjutnya dapat terjadi burn out (Robbins, 1998, Tappen,1998).

47

Page 48: BURN OUT

Beban kerja berlebihan jika bekerja lebih dari 40 jam tiap minggu dan

sistem shift kerja lebih banyak menimbulkan stres.

Marelli (1997) melayani banayk pasien, beban kerja yang tinggi dapat

menyebabkan burn out.

b. Sifat Pekerjaan

Hasil penelitian menggambarkan prosentase berdasarkan sifat pekerjaan

beresiko 8,0% dan yang tidak beresiko 92,0%.

Dan dari hasil prosentase sifat pekerjaan beresiko yang sudah mengalami

burn out lebih besar dari sifat pekerjaan yang tidak beresiko. Analisis

hubungan sifat pekerjaan dengan kejadian burn out menunjukkan ada

hubungan yang bermakna.

Hasil analisis tersebut sesuai dengan pendapat Tappen (1998) beberapa

faktor yang berhubungan dengan burn out diantaranya sifat pekerjaan

melayani manusia, jadwal dan jenis pekerjaan yang relativ sama setiap

hari.

Swanburg,(1999) menyatakan penyebab stres tinggi dan

dapat menimbulkan burn out pada perawat antara lain adalah berinteraksi

dengan anggota staf lain, pengunjung dan dokter.

Menurut Marelli (1997) berhubungan dengan klien yang sulit, pekerjaan

yang rutin dapat menyebabkan burn out.

c. Kepemimpinan

Hasil penelitian univariat menggambarkan variabel kepemimipinan yang

Beresiko terjadi burn out 7,4% lebih kecil dari yang tidak beresiko yaitu

92,6%. Dari prosentase analisa bivariat terdapat kepemimpinan yang

tidak beresiko mengalami burn out lebih besar dari pada yang beresiko

mengalami burn out.

Analisis hubungan antara kepemimpinan dengan kejadian burn out

Menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna.

Hasil ini bertentangan dengan pernyataan Marelli,(1997) dan Tappen

48

Page 49: BURN OUT

(1998) bahwa sumber stres kerja antar lain kepemimpinan yaitu cara

bagaimana menajer berhubungan dengan stafnya, khususnya jika tidak

realistik, tidak perhatian dan tidak wajar.

Menurut Swanburg (1999) menyatakan beberapa pemimpin menciptakan

budaya kerja penuh tekanan, takut dan cemas, membangun tekanan tidak

realistik, pengawasan terlalu ketat dan rutin terhadap pegawai yang tidak

baik.

d. Hubungan Interpersonal

Hasil analisis univariat tentang hubungan interpersonal menggambarkan

bahwa terdapat 84,0% tidak beresiko lebih besar dari pada yang beresiko

mengalami burn out 16,0%. Dari prosentase ini terdapat hubungan

interpersonal beresiko sudah mengalami burn out lebih besar dari

hubungan interpersonal yang tidak beresiko.

Hasil analisis hubungan antara hubungan interpersonal dengan

kejadian burn out menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna.

Gambaran hasil analisis ini bertentangan dengan pendapat Robbins

(1998) yang menyatakan tuntutan-tuntutan interpersonal adalah tekanan-

tekanan yang ditimbulkan oleh orang lain. Dukungan sosial yang kurang

dari kolega dan kurangnya hubungan interpersonal akan menyebabkan

stres. Marelli (1997) menyatakan bersifat negatif terhadap sebagian staf

dapat menyebabkan burn out. Namun demikian secara prosentase

hubungan interpersonal cenderung beresiko terhadap kejadian burn out

perlu perhatian, karena perawat berperan sebagai pemberi pelayanan.

perawat bertanggung jawab membantu klien meningkatkan, memelihara

dan mempertahankan kesehatan juga melindungi hak pasien dengan

menjaga privacy, menyimpan informasi-informasi yang berhubungan

dengan klien (Craven and Himle,1996).

e. Sistem Penghargaan

Dari hasil analisis univariat varabel sistem penghargaan memberikan

49

Page 50: BURN OUT

gambaran beresiko terhadap kejadian burn out 27,0% lebih kecil dari yang

tidak beresiko yaitu 73,0%. Dari prosentasi ini terdapat sistem

penghargaan yang beresiko lebih besar dari sistem penghargaan yang tidak

beresiko.

Analisis hubungan anatar sistem penghargaan dengan kejadian burn out

menunjukkan tidak ada hubungan yang makna.

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan beberapa pendapat yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara sistem penghargaan dengan

kejadian burn out.

Menurut Wandelt et al (19981), penyebab utama ketidakpuasan kerja bagi

perawat adalah kurangnya sistem penghargaan/reward.

Tappen (1998), sistem penghargaan yaitu cara bagaimana setiap perawat

mendapat penghargaan dan hukuman, dan penghargaan yang diberikan

dalam bentuk insentif semakin banyak yang bisa dihasilkan semakin besar

imbalan yang akan diterima, terutama jika tidak wajar akan menyebabkan

burn out.

f. Sumber Daya

Hasil analisis terhadap responden sumber daya diperoleh gambaran 16,0%

beresiko dan 84,0% tidak beresiko terhadap kejadian burn out. Dari

prosentase ini terdapat sumber daya beresiko mengalami burn out lebih

besar dari yang tidak beresiko. Analisis hubungan sumber daya dengan

kejadian burn out menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna.

Hasil penelitian ini bertentang dengan pernyataan yang mengatakan bahwa

Salah satu menyebabkan stres adalah keterbatasan fasilitas dan saran serta

finansial (Tappen,1998).

Menurut Marelli (1997) keterbatasan jumlah perawat yang akhirnya

menyebabkan burn out. Namun demikian sacara prosentase, sumber daya

terbatas cenderung beresiko terhadap kejadian burn out.

4. Kejadian Burn Out

50

Page 51: BURN OUT

Berdasarkan hasil dari analisis univariat, dapat disimpulkan bahwa 98,2%

perawat pelaksana tidak mengalami burn out, dengan kata lain 20,2% berada

pada tahap masih memiliki harapan tinggi dan idealisme kerja, 63,8% belum

mengalami burn out tetapi sudah memiliki gejala-gejala yaitu mulai pesimis

dan ketidak puasan kerja awal, dan 1,8% berada pada tahap burn out.

Kondisi ini tidak jauh beda dengan hasil penelitian di 2 rumah sakit Finish di

Finlandia, dengan sampel 723 perawat terdapat setengah dari jumlah perawat

tersebut memperlihatkan indikasi frustasi atau burn out.(Koivula, Paunonen

dan Laippala,1999).

Kondisi yang meunjang terjadinya burn out pada perawat pelaksana di RS

PGI Cikini adalah sifat pekerjaan.

Sesuai dengan pendapat Tappen (1998) beberapa faktor yang berhubungan

dengan burn out diantaranya sifat pekerjaan melayani manusia, jadwal dan

jenis pekerjaan yang relativ sama setiap hari.

Swanburg,(1999) menyatakan penyebab stres tinggi dan dapat menimbulkan

burn out pada perawat antara lain adalah berinteraksi dengan anggota staf

lain, pengunjung dan dokter.

Menurut Marelli (1997) berhubungan dengan klien yang sulit, pekerjaan

yang rutin dapat menyebabkan burn out.

Berdasarkan paparan tersebut diatas, maka perawat pelaksana di rumah sakit

yang bertanggung jawab meberikan asuhan keperawatan langsung kepada

pasien juga berperan sebagai pendidik, menajer administrator dan supervisor

(Chetty,1997) cenderung atau beresiko mengalami burn out.

Dampak burn out sperti stres, burn out adalah reaksi yang berkepanjangan

dan kesukaran yang menghabiskan energi. Stres kerja tidak hanya

berpengaruh terhadap individu misalnya kepuasan kerja, kesehatan mental,

ketegangan, ketidak hadiran, dan sering juga dihubungkan dengan kinerja

tetapi juga terhadap organisasi yaitu terjadinya diorganisasi, penurunan

produktivitas dan penurunan keuntungan dan jika ini terjadi maka mutu

pelayanan keperawatan akan menurun, akibatnya rumah sakit tidak mampu

merebut jasa pelayanan kesehatan.

51

Page 52: BURN OUT

52