BUPATI NABIRE - hukum.papua.go.idhukum.papua.go.id/jdihpapua/files/docs/regulasi/#9# PERUBAHAN...

29
BUPATI NABIRE PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NABIRE, Menimbang : a. bahwa memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup akibat pengambilan air bawah tanah untuk tetap mendukung dan mengantisipasi tuntutan perkembangan pembangunan yang berkelanjutan serta berpihak kepada kepentingan masyarakat; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengeloaan Air Tanah. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonomi Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2907); 3.Undang-Undang......./2 SALINAN

Transcript of BUPATI NABIRE - hukum.papua.go.idhukum.papua.go.id/jdihpapua/files/docs/regulasi/#9# PERUBAHAN...

BUPATI NABIRE

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE

NOMOR 9 TAHUN 2013

TENTANG

PENGELOLAAN AIR TANAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NABIRE,

Menimbang : a. bahwa memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan

hidup akibat pengambilan air bawah tanah untuk tetap

mendukung dan mengantisipasi tuntutan perkembangan

pembangunan yang berkelanjutan serta berpihak kepada

kepentingan masyarakat;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengeloaan

Air Tanah.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum

Pidana Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang

Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946

tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik

Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 127,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan

Propinsi Otonomi Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten di

Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 2907);

3.Undang-Undang......./2

SALINAN

-2-

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus

Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4151), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang

Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884);

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

125, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 4437),

sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor

59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4959);

8. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5234);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin

Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012

Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5285);

11. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan

Cekungan Air Tanah;

12. Peraturan......./3

-3-

12. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor

02/T/101/M.PE/1994 tentang Pengurusan Administrasi Air

Bawah Tanah;

13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);

14. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor.

1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknik, Pengawasan

Pelaksanaan Konstruksi Air Bawah Tanah;

15. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor :1456

K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan KARS

16. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya Nomor 22

Tahun 1995 tentang Pengendalian, Pemboran dan Pemakaian Air

Bawah Tanah;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NABIRE

dan

BUPATI NABIRE

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Nabire;

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Nabire;

3. Bupati ialah Bupati Nabire;

4. Dinas adalah Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Nabire;

5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten

Nabire;

6. Air Bawah Tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan pengandung

air di bawah permukaan tanah, termasuk mata air yang muncul secara

alamiah di atas permukaan tanah;

7. Akuifer ……/4

-4-

7. Akuifer atau Lapisan Pembawa Air adalah lapisan batuan jenuh air di bawah

permukaan tanah yang dapat meyimpan dan meneruskan air;

8. Cekungan Air Bawah Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-

batas hidrogeologi dimana berlangsung semua kejadian hidrogelogi seperti

proses pengimbuhan, pengaliran, pelepasan air bawah tanah;

9. Pengelolaan Air Bawah Tanah adalah pengelolaan dalam arti luas mencakup

segala kegiatan inventarisasi, pengaturan pemanfaatan, perizinan, pembinaan,

pengendalian dan pengawasan serta konservasi air bawah tanah;

10. Pengambilan Air Bawah Tanah adalah setiap kegiatan pengambilan air bawah

tanah yang dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran, atau dengan cara

membuat bangunan penurap lainnya untuk dimanfaatkan airnya dan atau

tujuan lain;

11. Hak Guna Air Bawah Tanah adalah hak untuk memperoleh, menggunakan

dan memelihara air bawah tanah untuk keperluan tertentu;

12. Eksplorasi Air Bawah Tanah adalah penyelidikan air bawah tanah secara detail

untuk menetapkan lebih teliti/seksama tentang sebaran dan karakteristik

sumber air tersebut;

13. Inventarisasi Air Bawah Tanah adalah kegiatan pemetaan, penyelidikan,

penelitian, eksplorasi, evaluasi, pengumpulan dan pengolahan data air bawah

tanah;

14. Konservasi Air Bawah Tanah adalah pengelolaan air bawah tanah untuk

menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan

ketersediaannya, dengan tetap memelihara serta mempertahankan mutunya;

15. Pendayagunaan Air Bawah Tanah adalah pemanfaatan air bawah tanah secara

optimal dan berkelanjutan;

16. Rehabilitasi Air Bawah Tanah adalah usaha untuk memulihkan kembali serta

memperbaiki dan meningkatkan kondisi lingkungan air bawah tanah yang

sudah rawan dan kritis agar dapat berfungsi kembali secara optimal sebagai

media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan lingkungan;

17. Pembinaan adalah kegiatan yang mencakup pemberian pengarahan, petunjuk,

bimbingan, pelatihan dan penyuluhan dalam pelaksanaan pengelolaan air

bawah tanah;

18. Pengendalian adalah kegiatan yang mencakup pengaturan, penelitian dan

pemantauan pengambilan air bawah tanah untuk menjamin pemanfaatannya

secara bijaksana demi menjaga kesinambungan ketersediaan dan mutunya;

19. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin tegaknya

peraturan perundang-undangan pengelolaan air bawah tanah;

20. Persyaratan Teknik adalah ketentuan teknik yang harus dipenuhi untuk

melakukan kegiatan dibidang air bawah tanah;

21. Sumur Pantau adalah sumur yang dibuat untuk memantau muka dan atau

mutu air bawah tanah pada akuifer tertentu;

22. Jaringan Sumur Pantau adalah kumpulan sumur pantau yang tertata

berdasarkan kebutuhan pemantauan air bawah tanah pada suatu cekungan

air bawah tanah;

23. Sumur……/5

-5-

23. Sumur Bor adalah sumur yang pembuatannya dilakukan baik secara mekanis

maupun manual.

24. Izin Pemboran Air Bawah Tanah adalah izin untuk melakukan pemboran air

bawah tanah;

25. Izin Eksplorasi Air Bawah Tanah adalah izin untuk melakukan penyelidikan

air bawah tanah secara detail untuk menetapkan lebih teliti tentang sebaran

dan karakteristik sumber air tersebut;

26. Izin Pengambilan Mata Air adalah izin pengambilan dan atau pemanfaatan air

dari mata air untuk berbagai macam keperluan;

27. Izin Pengambilan Air Bawah Tanah adalah izin pengambilan dan atau

pemanfaatan air untuk berbagai macam keperluan;

28. Recharge Area atau Kawasan Imbuh adalah suatu daerah yang mempunyai

kemampuan tinggi dalam meresapkan air ke lapisan pengandung air di bawah

tanah;

29. Discharge Area atau Kawasan Lepasan adalah suatu daerah atau tempat

dimana air tanah muncul di atas permukaan tanah, baik terjadi secara

alamiah maupun oleh rekayasa manusia melalui kegiatan pengeboran.

BAB II

WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 2

(1) Bupati memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam pengelolaan air bawah

tanah pada cekungan air bawah tanah di Kabupaten dalam rangka

memberikan dukungan dan fasilitasi.

(2) Untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan kegiatan :

a. Untuk memberikan dukungan meliputi :

1) melakukan inventarisasi potensi;

2) merencanakan pendayagunaan air bawah tanah;

3) melakukan upaya konservasi;

4) menetapkan peruntukan pemanfaatan air bawah tanah;

5) melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan.

b. Untuk pemberian fasilitasi berupa pembuatan persyaratan teknis sebagai

dasar penerbitan izin.

(3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala

Dinas Pertambangan dan Energi.

(4) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi berkoordinasi dengan Instansi terkait.

BAB....../6

-6-

BAB III

KEGIATAN PENGELOLAAN

Bagian Pertama

Inventarisasi Potensi

Pasal 3

(1) Inventarisasi meliputi kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasi,

evaluasi, pengumpulan dan pengolahan data air tanah yang meliputi :

a. Sebaran cekungan air bawah tanah dan geometeri akuifer;

b. Kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (discharge area);

c. Karakteristik akuifer, dan potensi air bawah tanah;

d. Pengambilan air bawah tanah;

e. Evaluasi data neraca air bawah tanah;

f. Data lain yang berkaitan dengan air bawah tanah.

(2) Kegiatan inventarisasi air bawah tanah dilakukan dengan memperhatikan

kepentingan umum dan Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan

rencana atau pola pengelolaan terpadu, yang dituangkan dalam peta dengan

skala 1 : 10.000.

(3) Evaluasi potensi air bawah tanah dilakukan sebagai bahan dalam rangka

perencanaan pendayagunaan air bawah tanah.

Bagian Kedua

Perencanaan Pendayagunaan

Pasal 4

(1) Kegiatan perencanaan pendayagunaan air tanah dilaksanakan sebagai dasar

pengelolaan air tanah pada satuan wilayah cekungan air tanah.

(2) Kegiatan perencanaan pendayagunaan air tanah dilakukan dalam rangka

pengendalian, pengambilan dan pemanfaatan air tanah.

(3) Perencanaan pendayagunaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

didasarkan pada hasil pengolahan dan evaluasi data inventarisasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Daerah ini.

(4) Hasil perencanaan pendayagunaan air tanah sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), merupakan salah satu dasar dalam penyusunan dan penetapan

Rencana Tata Ruang Wilayah.

(5) Tata cara perencanaan pendayagunaan air tanah dalam rangka pengendalian

lebih lanjut diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga

Peruntukan Pemanfaatan

Pasal 5

(1) Peruntukan....../7

-7-

(1) Peruntukan pemanfaatan air bawah tanah diprioritaskan untuk keperluan air

minum dan air untuk rumah tangga.

(2) Peruntukan pemanfaatan untuk keperluan diluar ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, dapat menggunakan air bawah tanah dengan

pembatasan pengambilan yang ditentukan oleh Dinas teknis, apabila tidak

bisa dipenuhi dari sumber alternatif lain.

Bagian Keempat

Pelaksanaan

Pasal 6

(1) Pelaksanaan rencana pengelolaan air tanah meliputi kegiatan pelaksanaan

kontruksi, operasi dan pemeliharaan dalam kegiatan konservasi,

pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air tanah.

(2) Pelaksanaan kontruksi, operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan pada zona konservasi air tanah, akuifer dan lapisan

batuan lainnya yang berpengaruh terhadap ketersediaan air tanah pada

cekungan air tanah.

(3) Pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditujukan untuk

sarana dan prasarana pada cekungan air tanah.

Pasal 7

(1) Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

ayat (2) ditujukan untuk mengoptimalkan upaya konservasi, pendayagunaan

pengendalian daya rusak dan prasarana pada cekungan air tanah.

(2) Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

terdiri atas :

a. Pemeliharaan cekungan air tanah; dan

b. Operasi dan pemeliharaan prasarana pada cekungan air tanah.

(3) Pemeliharaan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf

a dilakukan melalui kegiatan pencegahan dan/atau perbaikan kerusakan

akuifer dan air tanah.

(4) Operasi dan pemeliharaan prasarana pada cekungan air tanah sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi :

a. Operasi prasarana pada cekungan air tanah yang terdiri atas kegiatan

pengaturan;

b. Pengalokasian serta penyediaan air tanah; dan

c. Pemeliharaan prasarana pada cekungan air tanah yang terdiri atas kegiatan

pencegahan kerusakan dan/atau penurunan fungsi prasarana air tanah.

Bagian....../8

-8-

Bagian Kelima

Pemantauan dan evaluasi

Pasal 8

(1) Pemantauan pelaksanaan pengelolaan air tanah dilakukan melalui :

a. Pengamatan;

b. Pencatatan;

c. Perekaman;

d. Pemeriksaan laporan; dan/atau

e. Peninjauan secara langsung.

(2) Pemantauan pelaksanaan pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan oleh Bupati melalui Dinas Pertambangan dan Energi secara

berkala atau sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 9

Evaluasi pelaksanaan pengelolaan air tanah dilakukan melalui kegiatan analisis

dan penilaian terhadap hasil pemantauan.

Bagian keenam

Konservasi

Paragraf 1

Umum

Pasal 10

(1) Konservasi air tanah ditujukan untuk menjaga kelangsungan, keberadaan,

daya dukung dan fungsi air tanah.

(2) Konservasi air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara

menyeluruh pada cekungan air tanah, melalui :

a. Perlindungan dan pelestarian air tanah;

b. Pengawetan air tanah; dan

c. Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air tanah.

Pasal 11

(1) Untuk mendukung kegiatan konservasi air tanah dilakukan pemantauan air

tanah.

(2) Pemantauan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk

mengetahui perubahan kuantitas, kualitas dan/atau lingkungan air tanah.

(3) Pemantauan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada

sumur pantau atau sumur produksi dengan cara :

a. Mengukur dan merekam kedudukan muka air tanah;

b. Memeriksa....../9

-9-

b. Memeriksa sifat fisika, kandungan unsur kimia, biologi atau radioaktif

dalam air tanah;

c.

d. Mencatat jumlah volume air tanah yang dipakai atau diusahakan;

dan/atau;

e. Mengukur dan merekam perubahan lingkungan air tanah seperti amblesan

tanah.

(4) Sumur pantau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disediakan dan

dipelihara oleh Dinas Teknis.

(5) Hasil pemantauan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa

rekaman data yang merupakan bagian dari sistem informasi air tanah.

(6) Hasil pemantauan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan

sebagai bahan evaluasi pelaksanaan konservasi, pendayagunaan dan

pengendalian daya rusak air tanah.

Paragraf 2

Perlindungan dan Pelestarian Air Tanah

Pasal 12

Perlindungan dan pelestarian air tanah sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat

(2) huruf a, dilakukan dengan :

a. Menjaga daya dukung dan fungsi daerah imbuhan air tanah;

b. Menjaga daya dukung ekuiver; dan

c. Memulihkan kondisi dan lingkungan air tanah pada zona kritis dan zona rusak.

Paragraf 3

Pengawetan Air Tanah

Pasal 13

Pengawetan air tanah yang dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b,

dilaksanakan dengan cara :

a. Menghemat penggunaan air tanah;

b. Meningkatkan kapasitas imbuhan air tanah; dan

b. Mengendalikan penggunaan air tanah.

Pasal 14

Penghematan penggunaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf

a, dilakukan dengan cara :

a. menggunakan air tanah secara efektif dan efisien untuk berbagai macam

kebutuhan;

b. mengurangi penggunaan, menggunakan kembali dan mendaur ulang air tanah;

c. mengambil air tanah sesuai kebutuhan; dan

d. menggunakan air tanah sebagai alternatif terakhir.

Pasal....../10

-10-

Pasal 15

Peningkatan kapasitas imbuhan air tanah sebagaiman dimaksud dalam Pasal 13

huruf b, dilakukan dengan cara memperbanyak jumlah air permukaan menjadi air

resapan melalui imbuhan buatan.

Pasal 16

Pengendalian penggunaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf

c, dilakukan dengan cara :

a. menjaga keseimbangan antara pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air

tanah;

b. menerapkan perizinan dalam penggunaan air tanah;

c. membatasi penggunaan air tanah dengan tetap mengutamakan pemenuhan

kebutuhan pokok sehari-hari;

d. mengatur lokasi dan kedalaman penyadapan ekuifer;

e. mengatur jarak antara sumur pengeboran atau penggalian air tanah

f. mengatur kedalaman pengeboran atau penggalian air tanah; dan

g. menerapkan tarif pajak progresif dalam penggunaan air tanah sesuai dengan

tingkat komsumsi; dan

h. melarang melakukan kegiatan pengeboran, penggalian, kegiatan lain pada areal

radius 200 M (dua ratus meter) dari lokasi pemunculan mata air.

Paragraf 4

Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran

Pasal 17

Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air tanah sebagaimana

dimaksud pada Pasal 10 ayat (2) huruf c, dilakukan dengan cara :

a. Mencegah pencemaran air tanah;

b. Menanggulangi pencemaran air tanah ; dan

c. Memulihkan kualitas air tanah yang telah tercemar.

Bagian ketujuh

Pendayagunaan

Paragraf 1

Penggunaan

Pasal 18

(1) Penggunaan air tanah terdiri atas pemakaian air tanah dan pengusahaan air

tanah.

(2) Penggunaan……/11

-11-

(2) Penggunaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui

pengeboran atau penggalian dengan mengutamakan pemanfaatan air tanah

yang pengambilannya tidak melebihi daya dukung ekuifer.

(3) Debit pengambilan air tanah ditentukan paling sedikit didasarkan atas :

a. daya dukung ekuifer terhadap pengambilan air tanah;

b. kondisi dan lingkungan air tanah;

c. alokasi penggunaan air tanah bagi kebutuhan mendatang; dan

d. penggunaan air tanah yang telah ada.

Pasal 19

(1) Penggunaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) tidak

memerlukan izin apabila untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi

perseorangan dan pertanian rakyat.

(2) Penggunaan air tanah untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi

perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sebagai

berikut :

a. penggunaannya kurang dari 100 M³ (seratus meter kubik) perbulan per

kepala keluarga dengan tidak menggunakan sistem distribusi terpusat; dan

b. penggunaan air tanah dengan menggunakan tenaga manusia dari sumur

gali.

(3) Penggunaan air tanah untuk memenuhi kebutuhan pertanian rakyat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sebagai berikut :

a) debit pengambilan air tanah tidak mengganggu kebutuhan pokok sehar-hari

masyarakat setempat;

b) sumur diletakan di areal pertanian yang jauh dari pemukiman; dan

c) penggunaan tidak lebih dari 2 L (dua liter) per detik per kepala keluarga

dalam hal air permukaan tidak mencukupi.

Paragraf 2

Pemakaian

Pasal 20

(1) Pemakaian air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1)

merupakan kegiatan penggunaan air tanah yang ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat dan kegiatan bukan usaha.

(2) Pemakaian air tanah untuk pertanian rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) hanya dapat dilakukan apabila air permukaan tidak mencukupi.

(3) Pemakaian air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan

setelah memiliki hak guna pakai air dari pemamfaatan air tanah.

(4) Hak guna pakai air dari pemanfaatan air tanah untuk kegiatan bukan usaha

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dengan izin pemakaian air

tanah yang diberikan oleh Bupati.

(5) Izin....../12

-12-

(5) Izin pemakaian air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diberikan

kepada perseorangan, badan usaha, instansi pemerintah atau badan sosial.

Paragraf 3

Pengusahaan

Pasal 21

(1) Pengusahaan air tanah merupakan kegiatan penggunaan air tanah bagi usaha

yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan:

a. bahan baku produksi;

b. pememfaatan potensi;

c. media usaha; dan

d. bahan pembantu atau proses produksi.

(2) Pengusahaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan

sepanjang penyediaan air tanah memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan

pertanian rakyat masyarakat setempat terpenuhi.

(3) Pengusahaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk :

a. penggunaan air tanah pada suatu lokasi tertentu;

b. penyadapan ekuifer pada kedalaman tertentu; dan

c. pemanfaatan daya air tanah pada suatu lokasi tertentu.

(4) Pengusahaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib

memperhatikan :

a. rencana pengelolaan air tanah;

b. kelayakan teknis dan ekonomi;

c. fungsi sosial air tanah;

d. kelestarian kondisi dan lingkungan air tanah; dan

e. ketentuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 22

Izin pengusahaan air tanah tidak diperlukan terhadap air ikutan dan/atau

pengeringan (dewetring) untuk kegiatan ekplorasi dan eksploitasi dibidang

pertambangan dan energi.

Bagian kedelapan

Pengendalian daya rusak

Pasal 23

(1) Pengendalian daya rusak air tanah ditujukan untuk mencegah, menanggulangi

intrusi air asin, dan memulihkan kondisi air tanah akibat intrusi air asin, serta

mencegah, menghentikan, atau mengurangi terjadinya amblesan air tanah.

(2) Pengendalian....../13

-13-

(2) Pengendalian daya rusak air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan mengendalikan pengambilan air tanah dan meningkatkan

jumlah imbuhan air tanah untuk menghambat atau mengurangi laju

penurunan muka air tanah.

(3) Kewenangan menyelenggarakan pengendalian daya rusak air tanah

dilaksanakan oleh Dinas Pertambangan dan Energi.

Pasal 24

Dalam keadaan yang membahayakan lingkungan, Bupati dapat mengambil

tindakan darurat sebagai pengendalian daya rusak air tanah.

Pasal 25

Setiap pengguna air tanah wajib memperbaiki kondisi dan lingkungan air tanah

yang rusak akibat penggunaan air tanah yang dilakukan dengan tindakan

perbaikan kerusakan lingkungan akibat kegiatan pengeboran, atau penggalian

tanah, penanggulangan intrusi air asin dan pemuluhan akibat intrusi air asin

dan/atau melakukan tindakan penghentian dan pengurangan terjadinya amblesan

tanah sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 ayat (1).

BAB IV

PERIZINAN

Bagian kesatu

Umum

Pasal 26

Izin pemakaian dan pengusahaan air tanah yang diberikan oleh Bupati merupakan

izin yang mencakup kegiatan pengadaan sarana, prasarana dan/atau pengambilan

air tanah.

Bagian kedua

Tata Cara Memperoleh Izin

Pasal 27

(1) Untuk memperoleh izin pemakaian air tanah, pemohon wajib mengajukan

permohonan secara tertulis kepada Bupati dengan tembusan kepada Menteri

dan Gubernur.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri :

a. peruntukan dan kebutuhan air tanah;

b. rencana……/14

-14-

b. rencana pengeboran yang dilengkapi dengan laporan hasil pendugaan

geofisika atau rencana penggalian air tanah; dan

c. upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan

(UPL) atau analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 28

Bupati menerbitkan izin pengusahaan air tanah yang berada pada cekungan air

tanah dalam wilayah daerah setelah memperoleh rekomendasi teknis yang berisi

persetujuan dari Dinas Pertambangan dan Energi .

Pasal 29

(1) Rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, harus

berdasarkan zona konservasi air tanah.

(2) Rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, meliputi :

a. lokasi dan kedalaman pengeboran atau penggalian air tanah;

b. jenis dan kedalaman akuifer yang disadap;

c. debit pengambilan air tanah;

d. kualitas air tanah; dan

e. peruntukan penggunaan air tanah.

Pasal 30

Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus memuat paling sedikit :

a. nama dan alamat pemohon;

b. titik lokasi rencana pengeboran atau penggalian;

c. debit pemakaian atau pengusahaan air tanah; dan

d. ketentuan hak dan kewajiban.

Pasal 31

Bupati dapat menerima atau menolak permohonan izin berdasarkan rekomendasi

teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.

Pasal 32

Setiap pemohon izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah yang

disetujui, wajib membuat 4 (empat) buah lubang biopori dan/atau 1 (satu) buah

sumur resapan untuk setiap 1 (satu) titik sumur.

Pasal……/15

-15-

Pasal 33

(1) Setiap pemohon izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah

yang mengambil air tanah dalam jumlah lebih dari 2 L (dua liter) per detik atau

173 M³ (seratus tujuh puluh tiga meter kubik) per hari, wajib melakukan

eksplorasi air tanah.

(2) Hasil eksplorasi air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan

sebagai dasar perencanaan :

a. Kedalaman pengeboran dan penggalian air tanah;

b. Penempatan saringan pada pekerjaan konstruksi; dan

c. Debit dan kualitas air tanah yang akan dimamfaatkan.

(3) Kegiatan eksplorasi air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilakukan setelah mendapatkan izin pengeboran ekplorasi air tanah dari

Bupati.

Pasal 34

(1) Pemegang izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah hanya

dapat melakukan pengeboran atau penggalian air tanah di lokasi yang telah

ditetapkan.

(2) Pengeboran dan penggalian air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

hanya dapat dilakukan oleh instansi pemenrintah, perseorangan atau badan

usaha yang memenuhi kulaifikasi dan klasifikasi untuk melakukan

pengeboran dan penggalian air tanah.

(3) Kualifikasi dan klasifikasi untuk melakukan pengeboran dan penggalian air

tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperoleh melalui :

a. Sertifikasi instalasi bor air tanah; dan

b. Sertifikasi keterampilan juru bor pengeboran air tanah.

Pasal 35

Jangka waktu izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah dapat

diberikan paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang.

Pasal 36

(1) Permohonan perpanjangan izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air

tanah diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum berakhirnya izin.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan

persyaratan sebagai berikut :

a. fotocopi izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah;

b. neraca air 12 (dua belas) bulan terakhir;

c. hasil pengujian kualitas dan kuantitas air; dan

d. berita acara pemasangan meter air.

Pasal……./16

-16-

Pasal 37

(1) Perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 diberikan oleh

Bupati setelah memperoleh rekomendasi teknis berisi persetujuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.

(2) Rekomendasi teknis untuk perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), harus memperhatikan :

a. ketersediaan air tanah;

b. kondisi dan lingkungan air tanah;

c. syarat administratif permohonan izin;

d. pelaksanaan ketentuan kewajiban pemegang izin yang tercantum dalam

perizinan.

Pasal 38

(1) Dinas Teknis melakukan evaluasi terhadap izin pemakaian air tanah atau izin

pengusahaan air tanah yang telah diterbitkan.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan mulai dari kegiatan

pengeboran dan penggalian, pemasangan konstruksi, uji pemompaan,

eksploitasi, dan terhadap dampak lingkungan.

(3) Evaluasi terhadap dampak lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilakukan bersama-sama dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang

membidangi lingkungan hidup.

Pasal 39

(1) Evalusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dilakukan terhadap debit dan

kualitas air tanah yang dihasilkan guna menetapkan kembali debit yang akan

dipakai atau diusahakan sebagaimana tercantum dalam izin.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan laporan

hasil pelaksanaan pengeboran atau penggalian air tanah, pemasangan

konstruksi, uji pemompaan, ekploitasi dan dampak lingkungan.

(3) Laporan hasil pelaksanaan pengeboran atau penggalian air tanah, pemasangan

konstruksi, uji pemompaan, ekploitasi dan dampak lingkungan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat :

a. gambar penampang litologi dan penampangan sumur;

b. hasil análisis fisika dan kimia air tanah;

c. hasil análisis uji pemompaan terhadap akuifer yang disadap; dan

d. gambar konstruksi sumur berikut bangunan di atasnya.

Bagian……/17

-17-

Bagian Ketiga

Hak dan Kewajiban Pemegang Izin

Pasal 40

Setiap pemegang izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah berhak

untuk memperoleh dan menggunakan air tanah sesuai dengan ketentuan yang

tercantum dalam izin.

Pasal 41

Setiap pemegang izin pemakaian air tanah dan pemegang izin pengusahaan air

tanah wajib :

a. menyampaikan pemberitahuan/laporan secara tertulis kepada Bupati melalui

Dinas paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum masing-masing tahapan

pengeboran atau penggalian air tanah kepada Bupati melalui Dinas

Pertambangan dan Energi.

b. menyampaikan laporan hasil kegiatan pengeboran atau penggalian air tanah

kepada Bupati melalui Dinas Pertambangan dan Energi;

c. menyampaikan laporan volume pemakaian atau pengusahaan air tanah setiap

bulan kepada Bupati melalui Dinas Pertambangan dan Energi;

d. memasang meterán air yang telah diuji kelayakannyaoleh badan/lembaga

terakreditasi pada setiap sumur produksi untuk pemakaian atau pengusahaan

air tanah;

e. memastikan meterán air yang dipasang telah disegel oleh Dinas sebelum

menggunakan air tanah;

f. menguji kelayakan operasi meter air setiap tahunnya sesuai periode / jangka

waktu tera di badan/lembaga yang terakreditasi;

g. membangun sumur resapan dan lubang biopori di lokasi yang ditentukan oleh

Dinas Pertambangan dan Energi;

h. berperan serta dalam penyediaan sumur pantau air tanah;

i. melaporkan kepada Bupati melalui Dinas Pertambangan dan Energi apabila

dalam pelaksanaan pengeboran atau penggalian air tanah, serta pemakaian dan

pengusahaan air tanah ditemukan hal-hal yang dapat membahayakan

lingkungan;

j. membayar pajak air tanah.

Pasal 42

Setiap pemegang izin pemakaian air tanah dan pemegang izin pengusahaan air

tanah dilarang :

a. melakukan aktifitas pengeboran/penggalian, pemasangan konstruksi dan uji

pemompaan tanpa diawasi oleh Dinas Pertambangan dan Energi;

b. Memindahkantangankan izin yang dimiliki kecuali dengan terlebih dahulu

mendapat persetujuan Bupati;

c. Membuka dan merusak segel pada meter air; dan

d. Mengangkut……/18

-18-

d. Mengangkut atau menjual air tanah dalam bentuk Bahan mentah keluar daerah

kecuali mendapat izin dari Bupati.

Pasal 43

Setiap pemegang izin pengusahaan air tanah wajib memberikan air paling sedikit

10% (sepuluh persen) dari batassan debit pemakaian atau pengusahaan air tanah

yang ditetapkan dalam izin bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari

masyarakat setempat.

Bagian keempat

Berakhirnya Izin

Pasal 44

(1) Izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah berakhir karena :

a. habis masa berlakunya dan tidak diajukan perpanjangan;

b. izin dikembalikan; dan

c. izin dicabut.

(2) Berakhirnya izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak membebaskan kewajiban pemegang

izin untuk memenuhi kewajiban yang belum terpenuhi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V

PEMBERDAYAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu

Pemberdayaan

Pasal 45

(1) Bupati menyelenggarakan pemberdayaan kepada para pemilik kepentingan

untuk meningkatkan kinerja dalam pengelolaan air tanah.

(2) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam

bentuk penyuluhan, pendidikan, pelatihan, pembimbingan dan pendampingan.

(3) Kelompok masyarakat atas prakarsa sendiri dapat melaksanakan upaya

pemberdayaan untuk kepentingan masing-masing.

(4) Pemberdayaan dapat diselenggarakan dalam bentuk kerjasama yang

terkoordinasi antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

Kabupaten/Kota.

Bagian……/19

-19-

Bagian Kedua

Pengendalian

Pasal 46

Bupati melakukan pengendalian penggunaan air tanah melalui Dinas

Pertambangan dan Energi.

Pasal 47

Bupati dapat menghentikan seluruh kegiatan dan menutup sarana prasarana

pengambilan air tanah bagi perseorangan, badan usaha, instansi pemerintah atau

badan sosial yang melakukan pemakaian atau pengusahaan air tanah tanpa ijin.

Bagian Ketiga

Pembinaan dan Pengawasan

Pasal 48

(1) Pengawasan Pengelolaan air tanah ditujukan untuk menjamin kesesuaian

antara penyelenggara pengelola air tanah dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku terutama menyangkut ketentuan administratif dan

teknis pengelolaan air tanah.

(2) Bupati melalui Dinas Teknis melakukan pembinaan dan pengawasan atas

penyelenggaraan pengelolaan air tanah terutama berkaitan dengan ketentuan

dalam ijin pemakaian air tanah atau ijin pengusahaan air tanah.

(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan

terhadap :

a. melaksanakan pengeboran atau penggalian air tanah, pemasangan

konstruksi, uji pemompaan serta pemakaian dan/atau pengusahaan air

tanah;

b. kegiatan yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan air tanah; dan

c. pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan.

Pasal 49

(1) Pengawasan pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Dinas

Pertambangan dan Energi bersama-sama dengan Kantor Polisi Pamong Praja,

Dinas Kesehatan, Lembaga teknis terkait lainnya.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini meliputi

pengawasan preventif dan pengawasan represif.

Pasal 50

Pengawasan preventif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) Peraturan

Daerah ini meliputi :

a. pembinaan kesadaran hukum bagi aparatur dan masyarakat;

b. Peningkatan profesionalisme aparatur pelaksana;

c. Peningkatan……/20

-20-

c. Peningkatan peran dan fungsi pelaporan.

Pasal 51

Pengawasan represif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) Peraturan

Daerah ini meliputi :

a. tindakan penertiban terhadap perbuatan-perbuatan warga masyarakat yang

tidak melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Daerah dan peraturan

pelaksana lainnya;

b. pengenaan sanksi administratif dan hukuman disiplin kepada para pegawai

yang melanggar Peraturan Daerah.

BAB VI

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 52

(1) Bupati mengenakan sanksi administratif pada pemegang izin yang melanggar

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, Pasal 20, Pasal

21, Pasal 23 dan Pasal 25.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara seluruh kegiatan; dan

c. pencabutan izin.

(3) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dapat dikenakan sebanyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut masing-

masing untuk jangka waktu 1 (satu) bulan.

(4) Pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajibannya setelah berakhirnya

jangka waktu peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3),

dikenakan sanksi penghentian sementara seluruh kegiatan.

(5) Sanksi administratif berupa penghentian sementara seluruh kegiatan

sabagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan jangka waktu 3 (tiga) bulan.

(6) Pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajibannya setelah berakhirnya

jangka waktu penghentian sementara seluruh kegiatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (5), dikenakan sanksi pencabutan izin.

BAB VII

PENYIDIKAN

Pasal 53

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu dilingkungan pemerintah daerah

diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak

pidana di bidang pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik……/21

-21-

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri

sipil tertentu di lingkungan pemerintah daerah yang diangkat oleh pejabat

yang berwenang.

(3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan

berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengelolaan air tanah agar

keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi

atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan

dengan tindak pidana pengelolaan air tanah tersebut;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan

sehubungan dengan tindak pidana di bidang pengelolaan air tanah;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain

berkenaan dengan tindak pidana dibidang pengelolaan air tanah;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,

pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan

bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melakukan tugas penyidikan

tindak pidana dibidang pengelolaan air tanah;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan

atau tempat pemeriksaan pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan

memeriksa identitas orang, benda dan/atau dokumen yang dibawa;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang

pengelolaan air tanah;

i. memanggil orang yang didengar keterangannya dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan; dan/atau

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak

pidana dibidang pengelolaan air tanah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya

penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum,

sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB VIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 54

(1) Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

(19), Pasal (20) ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 21 dan Pasal 26,

Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana paling lama 6 (enam) bulan atau

denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah);

(2) Tindak……/22

-22-

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 55

Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah ini, semua perizinan yang berkaitan

dengan pengelolaan air tanah yang telah diterbitkan sebelum ditetapkan Peraturan

Daerah ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir atau

saat pendaftaran ulang.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 56

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam peraturan daerah ini sepanjang mengenai

teknis pelaksanaannya akan diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 57

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten

Nabire.

Ditetapkan di Nabire

pada tanggal 12 Desember 2013

BUPATI NABIRE,

ttd

ISAIAS DOUW

Diundangkan di Nabire

pada tanggal 13 Desember 2013

Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN NABIRE,

ttd

Drs. JOHNY PASANDE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NABIRE TAHUN 2013 NOMOR 9

Salinan……/23

-23-

Salinan sesuai dengan aslinya;

KEPALA BAGIAN HUKUM,

SIMON PAKAGE, SH

PEMBINA

NIP. 19730305 200012 1 005

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE

NOMOR 9 TAHUN 2013……….

TENTANG

PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

I. UMUM

A. Latar Belakang

Air bawah tanah merupakan Karunia Tuhan Yang Maha Kuasa yang

sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu menjadi kewajiban

kita bersama untuk memanfaatkan sumber daya alam tersebut secara

bijaksana bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana

diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3.

Pengambilan air bawah tanah dalam rangka memenuhi kebutuhan air

minum, rumah tangga maupun pembangunan akan semakin meningkat

sejalan dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan kegiatan

pembangunan. Hal ini berpotensi menimbulkan berbagai masalah yang dapat

merugikan apabila tidak dilakukan pengelolaan secara bijaksana.

Air bawah tanah tersimpan dalam lapisan tanah pengandung air yang

terbentuk melalui daur hidrologi. Secara teknis air bawah tanah termasuk

sumber daya alam yang dapat diperbaharui namun demikian waktu yang

diperlukan sangat lama. Pengambilan air bawah tanah yang melampaui

kemampuan pengimbuhannya telah mengakibatkan pada beberapa daerah

terjadi kritis air bawah tanah terutama air tanah dalam. Bahkan pada

beberapa daerah telah dijumpai gejala kemerosotan lingkungan antara lain

penurunan muka air tanah dan penurunan permukaan tanah serta

penyusupan air laut pada daerah pantai. Apabila kondisi tersebut tidak

segera diatasi sangat memungkinkan timbulnya kerugian lain yang lebih

besar, misalnya kelangkaan air, terhentinya kegiatan industri secara tiba-

tiba, kerusakan bangunan dan meluasnya daerah banjir.

.

B. Pengelolaan

1. Asas Pengelolaan

Ketersedian air bawah tanah pada lapisan tanah berupa cekungan air

bawah tanah. Cekungan air bawah tanah meliputi daerah-daerah dimana

berlangsung kejadian Hidrologis. Berdasarkan cakupan luasnya, maka batas

cekungan air bawah tanah tidak selalu sama dengan batas administrasi,

bahkan pada satu wilayah cekungan air bawah tanah dapat meliputi lebih

dari satu daerah adminitrasi Kabupaten, oleh karena itu pengelolaan air

-2-

bawah tanah pada satu cekungan harus dilakukan secara terpadu yaitu

mencakup kawasan pengimbuhan, pengaliran dan pengambilan. Oleh

karena itu pengaturannya dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi agar

terwujud kebijakan yang utuh dan terpadu dalam satu satuan cekungan air

bawah tanah.

2. Kegiatan Pengelolaan

Pada prinsipnya kegiatan pengelolaan air bawah tanah terbagi dalam

kegiatan inventarisasi, perencanaan dan pendayagunaan, pengawasan dan

pengendalian serta konservasi dan rehabilitasi.

Inventarisasi dimaksudkan untuk mengetahui kondisi potensi air bawah

tanah pada setiap cekungan di Papua, serta mengetahui kondisi para

pengelola air bawah tanah diseluruh cekungan.

Perencanaan dan pendayagunaan bertujuan untuk melaksanakan

perencanaan terhadap pengambilan air bawah tanah, pemanfaatan lahan di

daerah resapan, daerah pengaliran dan daerah pengambilan.

Pengawasan dan pengendalian bertujuan untuk mengawasi dan

mengendalikan terhadap kegiatan pengambilan air bawah tanah, baik dari

aspek teknis maupun kualitas dan kuantitas.

Konservasi dan rehabilitasi bertujuan untuk melakukan perlindungan

terhadap seluruh tatanan hidrologis air bawah tanah serta melakukan

kegiatan pemantauan muka air bawah tanah serta rehabilitasi terhadap

wilayah cekungan yang sudah dinyatakan rawan atau kritis.

3. Perijinan

Perijinan pengambilan air bawah tanah merupakan salah satu alat

pengendali dalam pengelolaan air bawah tanah. Pemberian perijinan

pengambilan air bawah tanah dikeluarkan oleh Bupati. Agar pelaksanaan

pengelolaan secara terpadu dalam suatu cekungan air bawah tanah yang

meliputi lebih dari satu wilayah Kabupaten, maka perlu ditetapkan

kebijakan yang sama. Dalam hal ini ijin pengambilan air diberikan oleh

Bupati setelah mempertimbangan persyaratan teknis dari Pemerintah

Provinsi.

Sesuai dengan fungsinya, maka ijin pengambilan air bawah tanah

merupakan dasar ditetapkannya pajak pengambilan air bawah tanah.

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan pengelolaan air bawah tanah dilaksanakan secara

terkoordinasi antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten.

Sepanjang menyangkut hal-hal bersifat teknis Pemerintah Provinsi

memberikan dukungan dan fasilitasi sebagai dasar pelaksanaan pengelolaan

administratif oleh Pemerintah Kabupaten.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, serta mengingat

bahwa peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 9 Tahun 1995 tentang

Pengendalian Pengambilan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan sebagaimana telah

-3-

dirubah untuk pertama kalinya dengan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 15

Tahun 1998 dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan

dewasa ini, oleh karenanya harus dicabut dan diganti dengan Peraturan Daerah

yang lebih dapat memenuhi harapan kita.

Pengaturan kembali Peraturan Daerah ini adalah dalam rangka

melaksanakan kewenangan bidang Pertambangan dan Energi sesuai yang

diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan

Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Pasal 2 ayat (1)

ayat (2)

ayat (3)

ayat (4)

Pasal 3 ayat (1)

ayat (2)

ayat (3)

ayat (4)

Pasal 4

Pasal 5 ayat (1)

ayat (2)

Cukup jelas.

Cekungan air bawah tanah lintas Kabupaten /

Kota mengacu pada ketentuan teknis yang

ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber

Daya Mineral.

Cukup jelas

Cukup jelas

Cukup jelas

Cukup jelas

Kegiatan inventarisasi yang dilaksanakan oleh

Provinsi dituangkan dalam peta dengan skala

paling besar 1 : 100.000.

Dalam hal Kabupaten tidak atau belum dapat

menyelenggarakan kegiatan inventarisasi, maka

Bupati melaksanakan kegiatan inventarisasi

dengan skala lebih besar dari 1 : 100.000.

Cukup jelas

Cukup jelas

Cukup jelas

Mengingat kondisi air bawah tanah di Papua

sudah semakin kritis, maka pemanfaatannya

diprioritaskan untuk air minum dan air untuk

rumah tangga, sebagai kebutuhan dasar

manusia.

Yang dimaksud dengan keperluan di luar air

minun dan air untuk rumah tangga adalah

keperluan air untuk peternakan dan pertanian,

air untuk industri, air untuk pertambangan, air

untuk usaha perkotaan dan air untuk

kepentingan lainnya. Sedangkan yang

dimaksud sumber alternatif lain adalah sumber

air permukaan yang terdapat disungai, waduk,

Telaga, Danau, Rawa dan sejenisnya dan

sumber air dari Perusahaan Daerah Air Minum.

Pasal 6 ayat (1)

ayat (2)

ayat (3)

ayat (4)

ayat (5)

Pasal 7

Pasal 8

Pasal 9

Pasal 10 ayat (1)

huruf a

huruf b

huruf c

huruf d

huruf e

ayat (2)

Pasal 11 ayat (1)

ayat (2)

ayat (3)

Pasal 12 ayat (1)

ayat (2)

ayat (3)

Pasal 13 ayat (1)

Cukup jelas.

Cukup jelas

Pengambilan air bawah tanah dari sumur gali

dan sumur bor dengan debit pengambilan

paling besar 100 m3/bulan tidak diperlukan

persyaratan teknis, dimaksudkan untuk

kelancaran pelayanan terhadap para pengambil

air bawah tanah yang dilakukan oleh

pengusaha kecil.

Surat Ijin Perusahaan Pemboran Air Bawah

Tanah diberikan oleh Bupati sesuai dengan

tempat domisili, yang berlaku di seluruh

wilayah Republik Indonesia.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas

Cukup jelas

Pemulihan interbasin adalah upaya rehabilitasi

sumber air bawah tanah melalui kegiatan

pengisian air ke dalam lapisan pengandung air

yang berasal dari sumber air permukaan yang

dilakukan baik secara alamiah maupun

rekayasa teknis melalui sumur-sumur injeksi.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas

Yang dimaksud dengan daerah resapan adalah

suatu wilayah yang mempunyai sifat/

kemampuan pengisian air tanah baik yang

secara alamiah terbentuk maupun yang

ditetapkan berdasarkan persyaratan teknis.

Yang dimaksud dengan lembaga teknis terkait

diantaranya Badan pengelola Lingkungan Hidup

Daerah Provinsi Papua.

Cukup jelas.

Cukup jelas

Pemasangan meter air atau alat pengukur debit

air harus sesuai dengan spesifikasi teknis

sebagai berikut :

ayat (2)

ayat (3)

Pasal 14 ayat (1)

ayat (2)

ayat (3)

ayat (4)

ayat (5)

Pasal 15

Pasal 16

Pasal 17

Pasal 18 ayat (1)

ayat (2)

ayat (3)

Pasal 19

Pasal 20

Pasal 21

Pasal 22

Pasal 23

Pasal 24

Pasal 25

a. memiliki akurasi pencatatan diatas 95%;

b. menggunakan system pencatatan digitasi

minimal 6 (enam) angka;

c. memiliki daya tahan terhadap turbulensi;

d. memiliki daya tahan tekanan sampai dengan

20 bar baik insert maupun housing.

Berkoordinasi dengan Kabupaten dimaksudkan

untuk menjamin kebenaran teknis pemasangan

meter air, sehingga pencatatan volume

pengambilan air sebagai dasar penetapan pajak

pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah

tingkat akurasinya dapat dipertanggung

jawabkan

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas

Pemegang izin yang dimaksudkan adalah

pemegang izin baik secara sendiri-sendiri

maupun bersama-sama yang jumlah

pengambilan airnya cukup besar terutama

untuk kegiatan industri.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

- Yang dimaksud dengan lembaga teknis terkait

diantaranya Badan Pengelola Lingkungan

Hidup Daerah Provinsi Papua.

- Yang dimaksud dengan Forum Koordinasi

adalah Dewan Sumber Daya Air Wilayah

Sungai yang merupakan forum koordinasi

kebijakan dan strategi yang bersifat teknis

operasional, yang berkedudukan dibawah dan

bertanggungjawab kepada Bupati atau para

Bupati.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Yang dimaksud dengan masih tetap berlaku

sampai dengan berakhirnya izin adalah pada

saat jatuh tempo daftar ulang izin yang

bersangkutan.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Pasal 26

Pasal 27

Pasal 28

Pasal 29

Pasal 30

Pasal 31

Pasal 32

Pasal 33

Pasal 34

Pasal 35

Pasal 36

Pasal 37

Pasal 38

Pasal 39

Pasal 40

Pasal 41

Pasal 42

Pasal 43

Pasal 44

Pasal 45

Pasal 46

Pasal 47

Pasal 48

Pasal 49

Pasal 50

Pasal 51

Pasal 52

Pasal 53

Pasal 54

Pasal 55

Pasal 56

Pasal 57

Cukup jelas

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.

Cukup jelas.