BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN...

28
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS SERTA TUNA SUSILA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa gelandangan dan pengemis serta tuna susila merupakan bentuk penyimpangan perilaku sosial yang perlu ditanggulangi secara terarah dan terpadu; b. bahwa gelandangan dan pengemis serta tuna susila tidak sesuai dengan norma kehidupan masyarakat di daerah, karena itu perlu dilakukan usaha-usaha pelarangan dan penanggulangan dengan melibatkan seluruh masyarakat di daerah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis serta Tuna Susila; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht, Staatsblad 1915: 734); 3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820); 4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 214, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2273);

Transcript of BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN...

Page 1: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

BUPATI KOTABARUPROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU

NOMOR 09 TAHUN 2014

TENTANG

PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMISSERTA TUNA SUSILA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTABARU,

Menimbang : a. bahwa gelandangan dan pengemis serta tuna susilamerupakan bentuk penyimpangan perilaku sosialyang perlu ditanggulangi secara terarah danterpadu;

b. bahwa gelandangan dan pengemis serta tuna susilatidak sesuai dengan norma kehidupan masyarakatdi daerah, karena itu perlu dilakukan usaha-usahapelarangan dan penanggulangan dengan melibatkanseluruh masyarakat di daerah;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud pada huruf a dan huruf b, perlumenetapkan Peraturan Daerah tentangPenanggulangan Gelandangan dan Pengemis sertaTuna Susila;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945;

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek VanStrafrecht, Staatsblad 1915: 734);

3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentangPenetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II diKalimantan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-Undang(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 1820);

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentangPengumpulan Uang dan Barang (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1961 Nomor 214,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 2273);

Page 2: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 2 -

5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentangKesejahteraan Anak (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1974 Nomor 32, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143);

6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentangKesejahteraan Lanjut Usia (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1998 Nomor 190,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3796);

7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HakAsasi Manusia (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1984 Nomor 165, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 3886);

8. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2000 tentangPengesahan Ilo Convention Nomor 182 ConcerningThe Prohibition And Immediate Action For EliminationOf The Worst Forms Of Child Labour (Konvensi IloNomor 182 Mengenai Pelarangan Dan TindakanSegera Penghapusan Bentuk-Bentuk PekerjaanTerburuk Untuk Anak (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2000 Nomor 30, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3941);

9. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentangYayasan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2001 Nomor 112, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4132),sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4430);

10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentangPerlindungan Anak (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2002 Nomor 109, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 125, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhirdengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008tentang Perubahan Kedua Atas Undang-UndangNomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4844);

Page 3: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 3 -

12. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentangPengesahan International Covenant On Economic,Social And Cultural Rights (Kovenan InternasionalTentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya)(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4557);

13. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentangTindak Pidana Pemberantasan Perdagangan Orang(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4720);

14. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentangKesejahteraan Sosial (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2009 Nomor 12, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);

15.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentangPembentukan Peraturan Perundang-undangan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5234);

16.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentangSistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5332);

17.Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentangPenanggulangan Gelandangan dan Pengemis(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3177);

18.Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentangPengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4578);

19.Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentangPedoman Pembinaan dan PengawasanPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4593);

Page 4: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

-4-

20.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antaraPemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi danPemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor82, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4737);

21.Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentangOrganisasi Perangkat Daerah (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4741);

22.Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentangPenyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5294);

23.Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 1983 tentangKoordinasi Penanggulangan Gelandangan danPengemis;

24.Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentangPengesahan Convention on The Rights Of The Child(Konvensi Tentang Hak Anak) (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1990 Nomor 57);

25.Keputusan Menteri Sosial Nomor 28/HUK/1987tentang Pekerja Sosial Masyarakat;

26.Keputusan Menteri Sosial Nomor 20/HUK/1999tentang Rehabilitasi Sosial Bekas PenyandangMasalah Tuna Susila;

27.Keputusan Menteri Sosial Nomor 42/HUK/2004tentang Pelaksanaan Pemberdayaan WahanaKesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat;

28.Peraturan Menteri Sosial Nomor 50/HUK/2005tentang Pedoman Pelaksanaan Kerjasama LintasSektor dan Dunia Usaha;

29.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun2011 Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan SosialYang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan DanBelanja Daerah (Berita Negara Republik IndonesiaTahun 2011 Nomor 450) sebagaimana telah diubahdengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PeraturanMenteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan BantuanSosial Yang Bersumber Dari Anggaran PendapatanDan Belanja Daerah (Berita Negara RepublikIndonesia Tahun 2012 Nomor 540);

Page 5: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 5 -

30.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun2006 tentang Pedoman Pengelolaan KeuanganDaerah sebagaimana telah diubah beberapa kaliterakhir dengan Peraturan Menteri Dalam NegeriNomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan KeduaAtas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan KeuanganDaerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun2011 Nomor 310);

31.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014Nomor 32);

32.Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 19Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan YangMenjadi Kewenangan Pemerintah Daerah KabupatenKotabaru (Lembaran Daerah Kabupaten KotabaruTahun 2007 Nomor 19);

33.Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 11Tahun 2011 tentang Pembentukan, Organisasi danTata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Kotabaru(Lembaran Daerah Kabupaten Kotabaru Tahun 2011Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah KabupatenKotabaru Nomor 04);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KOTABARU

dan

BUPATI KOTABARU

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENANGGULANGANGELANDANGAN DAN PENGEMIS SERTA TUNA SUSILA.

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Kotabaru.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkatdaerah sebagai unsur penyelenggara PemerintahanDaerah.

3. Bupati adalah Bupati Kotabaru.

Page 6: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 6 -

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnyadisingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan RakyatDaerah Kabupaten Kotabaru.

5. Dinas adalah Dinas Sosial, Tenaga Kerja danTransmigrasi Kabupaten Kotabaru.

6. Penyimpangan sosial adalah kegiatan/aktivitasoleh seseorang atau sekelompok orang yang tidaksesuai dengan norma agama, kesusilaan dan tataperilaku kehidupan masyarakat yang dapatberpengaruh pada orang lain seperti gelandangandan pengemis serta tuna susila.

7. Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalamkeadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yanglayak dalam masyarakat setempat, serta tidakmempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetapdi wilayah tertentu dan hidup mengembara ditempat umum.

8. Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkanpenghasilan dengan meminta-minta di muka umumdengan berbagai cara dan alasan untukmengharapkan belas kasihan dari orang lain.

9. Tuna Susila adalah seseorang yang melakukanhubungan seksual dengan sesama atau lawan jenisdiluar perkawinan yang sah dengan tujuanmendapatkan imbalan uang, materi atau jasa.

10. Tindakan preventif adalah tindakan secaraterorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan,latihan, dan pendidikan, pemberian bantuan,pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagaipihak yang ada hubungannya denganpergelandangan dan pengemisan, sehingga akantercegah terjadinya :

a. pergelandangan dan pengemisan oleh individuatau keluarga-keluarga terutama yang sedangberada dalam keadaan sulit penghidupannya;

b. meluasnya pengaruh dan akibat adanyapergelandangan dan pengemisan di dalammasyarakat yang dapat mengganggu ketertibandan kesejahteraan pada umumnya;

c. pergelandangan dan pengemisan kembali olehpara gelandangan dan pengemis yang telahdirehabilitir ataupun telah dikembalikan ketengah masyarakat.

11. Tindakan preventif terbatas adalah usaha secaraterorganisir yang meliputi penyuluhan, pengawasandan pemberian bantuan skala terbatas untukpembiayaan pengembalian ke daerah asal diluarwilayah Kabupaten Kotabaru.

Page 7: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 7 -

12. Tindakan represif adalah tindakan yang terorganisir,baik melalui lembaga maupun bukan denganmaksud menghilangkan pergelandangan danpengemisan serta tuna susila dan mencegahmeluasnya di dalam masyarakat.

13. Tindakan rehabilitatif adalah tindakan yangterorganisir meliputi penyantunan, pemberianlatihan dan pendidikan, pemulihan kemampuan danpenyaluran kembali baik ke daerah-daerahpemukiman baru melalui alokasi maupun ketengah-tengah masyarakat, pengawasan sertapembinaan lanjut, sehingga dengan demikian paragelandangan dan pengemis, kembali memilikikemampuan untuk hidup secara layak sesuaidengan martabat manusia sebagai WarganegaraRepublik Indonesia.

BAB IIMAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Maksud dilaksanakannya usaha penanggulangangelandangan dan pengemis serta tuna susila adalahmemberikan perhatian yang serius danbertanggungjawab oleh Pemerintah Daerah besertaseluruh elemen masyarakat di daerah.

(2) Tujuan dari usaha penanggulangan gelandangandan pengemis serta tuna susila adalah menciptakankehidupan masyarakat yang tertib berdasarkannorma dan kaidah hidup yang benar sesuai dengantuntunan agama dan keyakinan yang dianutnya.

BAB IIILARANGAN

Pasal 3

(1) Dilarang mengemis di depan umum dan di tempatumum di jalan raya, jalur hijau, persimpanganlampu merah dan jembatan penyeberangan.

(2) Dilarang bagi setiap orang memberikan sumbangandalam bentuk uang atau barang kepadagelandangan dan pengemis di jalan raya, jalurhijau, persimpangan lampu merah dan jembatanpenyeberangan atau di tempat-tempat umum.

Page 8: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 8 -

(3) Dilarang menggelandang tanpa pencaharianditempat umum dijalan raya, jalur hijau,persimpangan lampu merah dan jembatanpenyebarangan.

Pasal 4

(1) Setiap orang atau kelompok dilarang melakukanusaha penampungan, membentuk dan/ataumengorganisir gelandangan dan pengemis sertamengeksploitasi mereka yang bertujuan mencarikeuntungan materi semata dengan memanfaatkanmereka.

(2) Setiap orang atau kelompok dilarangmenggunakan, menyediakan tempat/bangunanrumah/pertokoan/perkantoran untuk digunakansebagai tempat penampungan gelandangan danpengemis.

Pasal 5

(1) Dilarang setiap orang dengan sengajamenyebabkan atau memudahkan perbuatanasusila oleh orang lain dengan orang lain danmenjadikannya sebagai mata pencaharian.

(2) Dilarang setiap orang atau badan membentuk dan/atau mengadakan perkumpulan yang mengarahkepada perbuatan asusila dan secara normatiftidak bisa diterima oleh budaya masyarakat.

(3) Dilarang bagi setiap orang untuk menyuruh,memberi kesempatan, menganjurkan atau dengancara lain pada orang lain untuk melakukanperbuatan asusila/perzinahan di jalan, jalur hijau,taman dan tempat umum lainnya.

(4) Dilarang setiap orang yang berupaya berbuatasusila/perzinahan di rumah-rumah gedung, hotel,wisma, penginapan dan tempat-tempat usaha.

BAB IVPENANGGULANGAN

Bagian KesatuUmum

Pasal 6

(1) Pemerintah Daerah melaksanakan usahapenanggulangan gelandangan dan pengemis sertatuna susila diwilayah daerah secara terarah, terpadudan bertanggungjawab.

Page 9: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 9 -

(2) Bupati menunjuk Dinas untuk melaksanakan usahapenanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat(1).

(3) Dalam hal operasional penertiban dilapangan Dinasdibantu oleh Satuan Polisi Pamong Praja Daerah.

Bagian KeduaUsaha Penanggulangan

Pasal 7

Usaha penanggulangan gelandangan dan pengemis sertatuna susila diwilayah daerah meliputi:

a. usaha penanggulangan gelandangan dan pengemisserta tuna susila yang berasal dari daerah; dan

b. usaha penanggulangan gelandangan dan pengemisserta tuna susila yang berasal dari luar daerah.

Pasal 8

(1) Usaha penanggulangan gelandangan dan pengemisserta tuna susila yang berasal dari daerah dilakukandengan tindakan :

a. preventif;

b. represif; dan

c. rehabilitatif.

(2) Usaha penanggulangan gelandangan dan pengemisserta tuna susila yang berasal dari luar daerahdilakukan dengan tindakan :

a. preventif terbatas;

b. represif; dan

c. pemulangan ke daerah asalnya.

Pasal 9

(1) Usaha Penanggulangan gelandangan dan pengemisserta tuna susila oleh Dinas dengan melibatkan :

a. Camat;

b. Lurah/Kepala Desa;

c. RT/RW;

c. Tokoh/Pemuka Agama di masyarakat;

d. Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerakdalam bidang sosial; dan

e. Dunia Usaha di daerah.

Page 10: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 10 -

(2) Keterlibatan Camat, Lurah/Kepala Desa, RT/RWberdasarkan lokasi yang menjadi tempat gelandangandan pengemis melakukan aktivitasnya atau daerahyang dijadikan lokasi kegiatan/aktivitas para tunasusila.

Pasal 10

Dinas melakukan koordinasi dengan Kepolisian diWilayah Daerah dalam rangka pelaksanaan ketentuanPeraturan Daerah ini.

BAB VTINDAKAN

Bagian KesatuPreventif

Pasal 11

(1) Tindakan preventif dilakukan dalam bentukpencegahan timbulnya perilaku masyarakat daerahmenjadi gelandangan dan pengemis serta tuna susila.

(2) Tindakan preventif dapat ditujukan kepadaperorangan atau kelompok rentan terhadap perilakupenyimpangan sosial di daerah.

Pasal 12

(1) Tindakan preventif sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 meliputi:

a. penyuluhan dan bimbingan sosial;

b. pembinaan sosial;

c. bantuan sosial;

d. perluasan kesempatan kerja;

e. pemukiman lokal; dan /atau

f. peningkatan derajat kesehatan.

(2) Pelaksanaan tindakan preventif sebagaimanadimaksud pada ayat (1) berpedoman pada PeraturanMenteri.

Bagian KeduaPreventif Terbatas

Pasal 13

(1) Tindakan preventif terbatas dilakukan dalam bentukpencegahan timbulnya perilaku masyarakatpendatang menjadi gelandangan dan pengemis sertatuna susila.

Page 11: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 11 -

(2) Tindakan preventif terbatas dapat ditujukan kepadaperorangan atau kelompok masyarakat pendatangyang tidak memiliki identitas dan tanpa tujuan jelasserta rentan melakukan kegiatan/aktivitasgelandangan dan pengemis serta tuna susila.

Pasal 14

(1) Tindakan preventif terbatas sebagaimana dimaksuddalam Pasal 8 ayat (2) huruf a meliputi:

a. penyuluhan sosial; dan

b. pengembalian kedaerah asal.

(2) Pelaksanaan tindakan preventif sebagaimanadimaksud pada ayat (1) berpedoman pada PeraturanMenteri.

Bagian KetigaTindakan Represif

Pasal 15

(1) Tindakan represif dilakukan dalam hal :

a. bermunculannya gelandangan dan pengemis yangdapat mengganggu ketertiban dan ketenanganmasyarakat di daerah; dan

b. munculnya aktivitas penyimpangan sosial dalambentuk menjajakan sex oleh para tuna susila padatempat tertentu dan waktu tertentu dalam wilayahdaerah.

(2) Tindakan represif dapat ditujukan kepada :

a. gelandangan dan pengemis secara perseoranganatau berkelompok;

b. Perseorangan atau kelompok yang berperansebagai pengorganisir gelandangan dan pengemisdidaerah;

c. kelompok tuna susila dalam satu kawasan atautempat yang sudah diteliti kebenarannya dandapat dipastikan keberadaan dan jamoperasionalnya dengan tindakan sesuai denganketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan

d. perseorangan atau kelompok yang berperansebagai organisator (mucikari) yang menawarkanatau menyediakan para tuna susila diwilayahdaerah tidak terkecuali kepada para penghantartuna susila kepada para awak kapal yang tambatdiperairan dalam wilayah daerah yang memintadisediakan/diantarkan para tuna susila kekepalnya.

Page 12: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 12 -

Pasal 16

Tindakan Refresif Tanggap Segera (RTS) dapat dilakukanoleh Satuan Polisi Pamong Praja terhadap :

a. gelandangan dan pengemis yang melakukan aktivitaspada badan jalan atau pada lampu pengatur kawasanperempatan jalan (traffic light) diwilayah daerahtermasuk tempat-tempat yang dianggap dapatmengganggu aktivitas warga masyarakat.

b. gelandangan dan pengemis yang meminta-mintakerumah-rumah warga atau tempat fasilitas publikdan atau memberikan/menaruh selebaran/bukuketempat warga dengan meminta imbalan;

c. pendatang baru yang tidak memiliki identifikasikependudukan dan diduga kuat akan melakukankegiatan/aktivitas gelandangan dan pengemisan diwilayah daerah.

Pasal 17

Tindakan represif meliputi :a. razia;

b. seleksi; dan

c. pelimpahan.

Pasal 18

(1) Razia dilakukan secara bersama-sama oleh Dinas danSatuan Polisi Pamong Praja dalam rangka penegakkanPeraturan Daerah ini.

(2) Diluar kewenangan dalam yuridiksi peraturan daerahini adalah kewenangan Kepolisian di wilayah Daerah.

(3) Terhadap adanya orang atau sekelompok orang yangdiduga sebagai pelaku penggerak aktivitaspenyimpangan sosial dikoordinasikan dengan pihakKepolisian untuk dilakukan proses hukum lebihlanjut sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 19

(1) Terhadap gelandangan dan pengemis yang terkenarazia dilakukan seleksi.

(2) Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dimaksudkan untuk menetapkan kualifikasi paragelandangan dan pengemis dan tuna susila.

(3) Materi kualifikasi meliputi :

a. pemilahan antara penduduk asli dan pendatangdari luar;

b. pemilahan antara yang baru dan yang pernahdirehabilitasi.

Page 13: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 13 -

Pasal 20

Berdasarkan hasil kualifikasi untuk pendatang dari luardaerah dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :

a. dimasukkan kedalam penampungan;

b. diberikan layanan kesehatan dalam hal yangbersangkutan sakit secara khusus diutamakan padaanak-anak;

c. didata dan diphoto untuk diarsipkan;

d. dikoordinasikan oleh Dinas kepada Dinas Sosialdaerah asalnya untuk dipulangkan segera; atau

e. diserahkan kepengadilan bagi yang pernah terdata.

Pasal 21

Berdasarkan hasil kualifikasi untuk penduduk dariwilayah daerah dapat dilakukan tindakan sebagaiberikut:

a. dilepaskan dengan syarat;

b. diberikan pelayanan kesehatan dalam hal yangbersangkutan sakit;

c. dikembalikan kepada orang tua/wali/keluarga/kampung halamannya melalui Lurah/Kepala Desasetempat;

d. dimasukkan dalam Panti Sosial; atau

e. diserahkan ke Pengadilan bagi yang mengulangiperbuatannya.

Pasal 22

(1) Dalam hal seseorang gelandangan dan atau pengemisdari wilayah daerah dikembalikan kepada orangtua/wali/keluarga/kampung halamannya atau karenaputusan pengadilan dapat diberikan bantuan sosialsesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan PeraturanBupati dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.

Page 14: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 14 -

Bagian KeempatTindakan Rehabilitatif

Pasal 23

(1) Tindakan rehabilitatif dilakukan terhadapgelandangan dan pengemis serta tuna susila dariwilayah daerah yang baru dan belum pernahdirehabilitasi.

(2) Rehabilitasi dilakukan untuk mengembalikan fungsisosial gelandangan dan/atau pengemis serta tunasusila untuk berperan kembali sebagai wargamasyarakat.

Pasal 24

Tindakan rehabilitatif terhadap gelandangan danpengemis meliputi usaha-usaha :

a. penampungan;

b. seleksi;

c. penyantunan/Bimbingan ;

d. penyaluran; dan

e. tindak lanjut.

Pasal 25

(1) Pemerintah Daerah melalui Dinas wajib menyediakansarana dan prasarana Panti Sosial sebagai tempatpenampungan untuk melaksanakan tindakanrehabilitatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24huruf a dalam hal belum terdapat Panti Sosial yangresmi dikelola oleh masyarakat.

(2) Tata cara dan bentuk pengelolaan Panti Sosial didaerah berpoman pada Peraturan Menteri.

Pasal 26

(1) Bupati dapat menetapkan penempatan paragelandangan dan/atau pengemis serta tuna susilayang telah diberikan pendidikan, pelatihan danketerampilan secara berkelompok melalui jalurpembentukan kawasan produksi usaha pertanian danperkebunan dan atau bentuk lainnya dalam sebuahpermukiman lokal.

(2) Bupati menunjuk Dinas atau Instansi Daerah untukmelaksanakan pengawasan pada perkembangankawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Dalam hal secara perorangan dianggap mampuuntuk mandiri dan telah mampu mencari penghasilandari usaha yang dilakukannya, diperkenankan untukberada di Panti Sosial sampai dengan dianggapmampu memperoleh tempat tinggal ditengahmasyarakat lainnya.

Page 15: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 15 -

Pasal 27

(1) Dinas berkewajiban untuk melakukan evaluasi danpengawasan terhadap para rehabilitir yang sudahkeluar dari Panti Sosial.

(2) Evaluasi dan pengawasan sebagai tindak lanjut daripenyaluran menitik beratkan pada :

a. peningkatan kesadaran berswadaya;b. memelihara, memantapkan dan meningkatkan

kemampuan sosial ekonomi; danc. menumbuhkan kesadaran hidup bermasyarakat.

BAB VIPERAN SERTA MASYARAKAT

Bagian KesatuUmum

Pasal 28

Masyarakat di daerah berkewajiban untuk turut sertaberperan dalam penanggulangan gelandangan danpengemis serta tuna susila.

Pasal 29

(1) Setiap orang dalam wilayah daerah berkewajibanuntuk mendukung terlaksananya penanggulangangelandangan dan pengemis serta tuna susila.

(2) Kewajiban dukungan sebagaimana dimaksud padaayat (1) meliputi:

a. tidak memberikan dalam bentuk uang ataumateri lainnya kepada para gelandangan danpengemis diwilayah daerah melainkan denganmenyalurkan bantuan secara benar melaluipemerintah daerah atau badan/lembaga resmiyang diakui keberadaannya oleh PemerintahDaerah;

b. memberikan laporan kepada Dinas atau SatuanPolisi Pamong Praja minimal ketua RT/RWsetempat tentang adanya kegiatan atau aktivitaspenyimpangan sosial sebagaimana dimaksuddalam Peraturan Daerah ini; dan

Page 16: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 16 -

c. memperingatkan dan memberikan nasehat hidupagar para gelandangan dan pengemis serta tunasusila agar kembali kedalam fungsi sosialkemasyarakatan secara benar.

Pasal 30

(1) Setiap RT/RW yang telah mengetahui adanyakegiatan /aktivitas penyimpangan sosial didaerahnya wajib melaporkan kepada Lurah/KepalaDesa setempat.

(2) Dalam fungsi Pemerintahan Daerah Lurah/KepalaDesa wajib melanjutkan laporan kepada Camat danoleh Camat dilanjutkan kepada Dinas untukditindaklanjuti sebagaimana ketentuan peraturanperundang-undangan.

Bagian KeduaPeran Ulama/Umara atau Tokoh Agama

Pasal 31

Setiap orang yang berprofesi sebagai Ulama/Umara atauTokoh Agama diharapkan dapat memberikan masukandan pandangan kepada warga masyarakat tentang :

a. adanya larangan agama untuk menjadikan dirisebagai gelandangan dan pengemis serta tunasusila;

b. pemberian bantuan untuk kemaslahatan umatharus sesuai dengan norma agama dimana lebihdiutamakan melalui penyaluran yangbertanggungjawab dan tidak menjadikan paragelandangan dan pengemis sebagai orang yangmalas bekerja kecuali dalam keadaan tertentudimana orang kelaparan atau sakit yang tak mampudirinya untuk melakukan usaha apapun maka wajibditolong segera dan dilaporkan kepada pemangkujabatan pemerintahan di daerah; dan/atau

c. mendorong masyarakat yang lemah untuk giatberusaha, bekerja dan berpikir serta mencari jalanyang baik dan mendorong masyarakat yang mampuuntuk memberikan bantuan usaha atau lapanganpekerjaan.

Page 17: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 17 -

Bagian KetigaPendirian Panti Sosial

Pasal 32

(1) Dalam rangka pemberdayaan sosial, setiap orang ataubadan termasuk organisasi sosial masyarakat dapatmenyelenggarakan usaha rehabilitasi gelandangandan pengemis serta tuna susila.

(2) Usaha rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dalam bentuk mendirikan Panti Sosial.

(3) Penyelenggaraan Panti Sosial sebagaimana dimaksudpada ayat (2) sesuai dengan ketentuan PeraturanPerundang-undangan.

BAB VIIIDENTIFIKASI TEMPAT/LOKASI TUNA SUSILA

Pasal 33

(1) Diwilayah daerah tidak diperkenankan adanyalokasi untuk dijadikan sebagai sarana prasaranakegiatan/aktivitas penyediaan tuna susila.

(2) Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi:

a. tempat hiburan/Hotel dan sejenisnya;

b. perkampungan warga;

c. pembukaan lokasi pada daerah sepi hunianpenduduk atau area dekat pertambangan olehsekelompok orang; atau

d. Warung/Kios atau sejenisnya.

BAB VIIISANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 34

(1) Sanksi administratif dapat diberlakukan terhadap :

a. penyelenggara Panti Sosial non pemerintah yangmenyalahgunakan hak dan kewajibannya ataumenggunakan tempatnya untuk kegiatan yangdilarang oleh Undang-Undang;

b. pemilik hotel atau tempat hiburan yangmelanggar ketentuan perizinannya; atau

Page 18: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 18 -

c. perorangan atau kelompok masyarakat yangmenjadikan tempat/kawasan tertentu sebagaitempat praktek prostitusi para tuna susila.

(2) Bentuk sanksi administratif dapat berupa :

a. untuk Panti Sosial Non Pemerintah berupateguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali sampaidengan Pencabutan izin;

d. untuk hotel dan tempat hiburan mengacu padaPeraturan Daerah tentang Izin Hotel dan IzinPenyelenggaraan Tempat Hiburan; dan

c. untuk perorangan atau kelompok masyarakatsebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf cberupa teguran tertulis, penutupan area danpenghancuran bangunan.

BAB IXPENDANAAN

Pasal 35

(1) Pemerintah Daerah menganggarkan dalam AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah terhadappelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalamPeraturan Daerah ini sesuai dengan kemampuandaerah dan kebutuhan di sektor lainnya.

(2) Selain dari Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah, Pemerintah Daerah dapat mencarikansumber-sumber lainnya yang berasal daripenerimaan lain yang sah dan sesuai denganketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BAB XPENYIDIKAN

Pasal 36

(1) Selain oleh Pejabat Penyidik Umum, Penyidikan atastindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah inidilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)di lingkungan Pemerintah Daerah yangpengangkatannya sesuai dengan PeraturanPerundang-Undangan.

(2) Dalam melakukan Tugas Penyidikan, PenyidikPegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (1)pasal ini berwenang :

Page 19: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 19 -

a. menerima laporan atau pengaduan dariseseorang adanya tindak pidana pelanggaran;

b. melakukan tindakan pertama pada kejadian danmelakukan pemeriksaan saat itu ditempat:

c. menyuruh berhenti seseorang tersangka danmemeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. melakukan penyitaan benda dan/atau surat;

e. memanggil seseorang untuk didengar dandiperiksa sebagai tersangka atau saksi;

f. mendatangkan orang ahli yang dipergunakandalam hubungannya dengan pemeriksaanperkara; dan

g. mengadakan penghentian Penyidikan setelahmendapat petunjuk dari Penyidik bahwa tidakterdapat bukti atau peristiwa tersebut bukanmerupakan tindak pidana dan selanjutnyamelalui Penyidik memberitahukan hal tersebutkepada Penuntut Umum, tersangka dankeluarganya.

BAB XIKETENTUAN PIDANA

Pasal 37

(1) Setiap orang yang berasal dari daerah lain, baikperseorangan atau berkelompok yang melakukanpengulangan masuk kedalam wilayah daerah danmelakukan kegiatan/aktivitas gelandangan danpengemisan serta tuna susila dipidana denganpidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dandipulangkan kedaerah asalnya setelah habismenjalani masa hukuman.

(2) Setiap orang dari wilayah daerah yang pernahdirehabilitasi dari penyimpangan sosial sebagaigelandangan dan pengemis yang kembali melakukankegiatan/aktivitas sebagai gelandangan danpengemis dipidana dengan pidana kurungan palinglama 6 (enam) bulan dan ditambah kerja sosialdalam bentuk membersihkan kawasan kota denganpengawasan dari Dinas Sosial dengan dititipkan diPanti Sosial dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan.

Page 20: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 20 -

(3) Setiap orang dari wilayah daerah yang pernahdirehabilitasi dari penyimpangan sosial sebagai tunasusila yang kembali melakukan kegiatan/aktivitassebagai tuna susila dipidana dengan pidanakurungan paling lama 6 (enam) bulan atau dendapaling banyak Rp. 50.000.000,-(lima puluh jutarupiah).

(4) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, dipidanadengan pidana kurungan paling lama 6 (enam)bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,-(lima puluh juta rupiah).

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)sampai dengan ayat (4) adalah pelanggaran.

Pasal 38

(1) Setiap orang atau sekelompok orang yangmenggerakkan atau mengkoordinir kegiatan/aktivitas gelandangan dan pengemis dengan caraapapun dipidana sesuai dengan ketentuanPeraturan Perundang-undangan.

(2) Setiap orang atau sekelompok orang yangmenggerakkan atau mengkoordinir kegiatan/aktivitas tuna susila dengan cara apapun baikkesediaan dari para tuna susila atau berdasarkanpaksanaan dipidana sesuai dengan ketentuanPeraturan Perundang-undangan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)adalah delik umum dan pada ayat (2) adalah delikkhusus.

BAB XIIKETENTUAN KHUSUS

Pasal 39

Dalam hal tingkat kenaikan jumlah penyandangpenyimpangan sosial di daerah meningkat pesat, Bupatidapat melaksanakan rencana aksi daerah berdasarkanrapat musyawarah pimpinan daerah terhadappenanggulangan gelandangan dan pengemis serta tunasusila secara serentak.

Page 21: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 21-

BAB XIIIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 40

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

Agar setiap orang mengetahui, memerintahkanPengundangan Peraturan Daerah ini denganmenempatkannya dalam Lembaran Daerah KabupatenKotabaru.

Ditetapkan di Kotabarupada tanggal 06 Juni 2014

BUPATI KOTABARU,

ttd

H. IRHAMI RIDJANI

Diundangkan di Kotabarupada tanggal 06 Juni 2014

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KOTABARU,

ttd

H. SURIANSYAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTABARUTAHUN 2014 NOMOR 09

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU, PROVINSIKALIMANTAN SELATAN : (40/2014)

Page 22: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 1 -

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARUNOMOR TAHUN 2014

TENTANG

PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMISSERTA TUNA SUSILA

I. UMUM

Masalah gelandangan dan pengemis serta tuna sosial merupakanmasalah penyimpangan sosial yang harus dipahami dengan cermat danbertanggungjawab dan tidak menyeluruh aspek persoalan itu berkaitanlangsung dengan hak asasi manusia. Karena fitrah manusia yang hidupadalah untuk berusaha mencukupi kehidupannya dan menjauh dariperbuatan yang tidak dibenarkan oleh hukum agama.

Hukum agama jelas melarang seseorang untuk menjadi seoranggelandangan dan pengemis serta tuna susila. Persoalannya adalah sifatmental manusia itu tidak sama sebagian menjadi lunak dan pasrah hanyadengan mencari belas kasihan orang lain atau menjual diri kepada oranglain. Dapat dikatakan penyimpangan sosial ini sebuah penyakitmasyarakat yang terjadi karena dukungan masyarakat lainnya kurangmenyadari dari segi pembinaan mental dimana masyarakat yang acuhcukup dengan memberikan uang kecil atau membayar jasa pelayananseksual semata tanpa memikirkan dampak dan kerusakan yang akanditimbulkannya. Dengan demikian penanggulangan gelandangan danpengemis serta tuna susila bukan hanya pada pelaku tetapi juga padaperan masyarakat sendiri untuk meluruskan kehidupan yang salahkejalan yang benar.

Kondisi sosial masyarakat di Kabupaten Kotabaru belumsepenuhnya dapat mencapai taraf kehidupan ekonomi yang baik,menyeluruh dan merata. Kedatangan pendatang baru yang melakukankegiatan/aktivitas gelandangan dan pengemis serta tuna susila sangatrentan menjadi pemicu bagi masyarakat di daerah untuk menjalankanprofesi yang sama, sehingga keadaan ini mengakibatkan bermunculannyagelandangan dan pengemis serta tuna susila.

Masalah gelandangan dan pengemis adalah merupakan salah satumasalah sosial, yang antara lain sebagai akibat sampingan dari prosespembangunan, maka penanggulangan perlu dikoordinasikan dalamprogram-program lintas sektoral, regional, dengan pendekatan yangmenyeluruh baik antar profesi maupun antar instansi disertai pertisipasiaktif dari masyarakat (koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi).

Maksud Pemerintah daerah mengikut sertakan partisipasimasyarakat, agar dapat ditingkatkan rasa kesadaran dan tanggung jawab,sosial masyarakat, sehingga potensi yang ada dalam masyarakat dapatberperan untuk menanggulangi masalah gelandangan dan pengemis sertatuna susila.

Page 23: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 2 -

Agar pelaksanaannya tidak menimbulkan kesimpang siuran dandapat berjalan dengan lancar, maka perlu untuk memberikan penegasanaparat (instansi) yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalambidang penanggulangan gelandangan dan pengemis serta tuna susila.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1Cukup jelas

Pasal 2Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 3Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 4Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 5Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas

Pasal 6Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Page 24: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 3 -

Pasal 7Cukup jelas

Pasal 8Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 9Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 10Cukup jelas

Pasal 11Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 12Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 13Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 14Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 15Ayat (1)

Tindakan Represif adalah kegiatan yang bertujuan untukmengurangi/meniadakan kegiatan gelandangan dan ataupengemis serta Tuna Susila dengan memberdayakan merekasehingga dapat hidup mandiri secara ekonomi dan sosial.

Ayat (2)Cukup jelas

Page 25: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 4 -

Pasal 16Upaya tanggap segera dilakukan dalam rangka menghindariterjadinya tabrakan antar pengemudi atau tertabrak pengemudikenderaan bermotor yang mengancam keselamatan jiwa, selain ituadanya gelandangan dan pengemis yang mendatangi kerumah wargadan berkeliaran di fasilitas publik harus segera ditertibkan karenaakan mengganggu aktivitas dan hak warga lainnya untuk istirahatdan dapat mengakibatkan ketidaktertiban dilingkungan warga sertakekhawatiran munculnya contoh perilaku yang tidak baik bagi wargalainnya.

Pasal 17Huruf a

Razia adalah kegiatan penertiban pada satu kawasan ataubeberapa kawasan untuk para gelandangan dan/atau pengemisserta tuna susila tidak melakukan aktivitas kegiatan mereka lagidan taat pada aturan di daerah (dengan tetap mengedepankanaspek hak asasi manusia.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cCukup jelas

Pasal 18Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam yuridiksinyamemiliki kewenangan untuk penegakan UU Pidana dengankebijakannya ”Perpolisian Masyarakat” dimana pihak polisidapat bersama-sama dengan Pemerintah Daerah dalamrangka pengamanan wilayah dari tindak-tindak yangmelanggar aturan UU Pidana dan menjaga ketertiban wilayah.Selain itu pihak Kepolisian dapat melimpahkan kepadaPemerintah Daerah untuk penanganan rehabilitasi terhadappara pengemis dan tuna susila yang terjaring razia olehKepolisian, demikian pula sebaliknya pihak PemerintahDaerah yang menduga ada indikasi tindak pidana dalamaktivitas pengemis dan tuna susila dapat bersama-samadengan Pihak Kepolisian dalam wilayah yuridiksinya masing-masing.

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 19Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Page 26: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 5 -

Pasal 20Penampungan sementara adalah tempat pelayanan yang memilikitugas dan fungsi tempat tinggal sementara dan memberikan rasaaman sebelum mendapat rujukan dan Pendampingan adalah suatuproses menjalin relasi antara pendamping dengan Gelandangan danPengemis serta Tuna Susila dalam rangka memecahkan masalah,memperkuat dukungan, mendayagunakan sumber dan potensinyauntuk memenuhi kebutuhan hidup, lapangan kerja, dan fasilitaspublik lainnya.

Pasal 21Cukup jelas

Pasal 22Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 23Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 24Huruf a

Usaha penampungan ditujukan untuk meneliti/menseleksigelandangan dan pengemis yang dimasukkan dalam Panti Sosial.

Huruf bSeleksi bertujuan untuk menentukan kualifikasi pelayanansosial yang akan diberikan.

Huruf cUsaha penyantunan ditujukan untuk mengubah sikap mentalgelandangan dan pengemis dari keadaan yang non produktifmanjadi keadaan yang produktif dengan diberikan bimbingan,pendidikan dan latihan baik fisik, mental maupun sosial sertaketrampilan kerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

Huruf dUsaha penyaluran ditujukan kepada gelandangan dan pengemisyang telah mendapatkan bimbingan, pendidikan, latihan danketrampilan kerja dalam rangka pendayagunaan merekaterutama ke sektor produksi dan jasa, melalui jalur-jalurtransmigrasi swakarya, dan pemukiman lokal.

Huruf eTindak lanjut merupakan kebijakan Pemerintah Daerah untukmengupayakan adanya perolehan finasial bagi para rehabilitiryang sudah dilakukan pembinaan dan memiliki keterampilankerja agar mereka tidak kembali menjadi gelandangan danpengemis.

Page 27: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 6 -

Pasal 25Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 26Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 27Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 28Cukup jelas

Pasal 29Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 30Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 31Cukup jelas

Pasal 32Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 33Ayat (1)

Cukup jelas

Page 28: BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2014/KAB_KOTA_BARU_09_2014.pdf7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

- 7 -

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 34Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 35Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 36Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Pasal 37Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Cukup jelas.

Ayat (5)Cukup jelas.

Pasal 38Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)Cukup jelas

Ayat (3)Cukup jelas

Pasal 39Cukup jelas

Pasal 40Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTABARUNOMOR 06