BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR … · Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan...
Transcript of BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR … · Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan...
BUPATI JOMBANG
PROVINSI JAWA TIMUR
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG
NOMOR 5 TAHUN 2015
TENTANG
RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN
PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PLOSO
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI JOMBANG,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu dan aksesibilitas pelayanan kesehatan di RSUD Ploso, perlu didukung
kelangsungan pembiayaan dan sumberdaya kesehatan yang memadai;
b. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan ketentuan Pasal 50 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Umum
Daerah Ploso.
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor
19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
2
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
9. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
11. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256);
12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5587), sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
13. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5607);
14. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4585);
3
17. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 264, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5372);
19. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013;
20. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
582/MENKES/SK/VI/1997 tentang Pola Tarif Rumah Sakit Pemerintah;
22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011;
23. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit;
24. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 01 Tahun 2012
tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan;
25. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan
Nasional;
26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
27. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Ortetik dan Prostetik;
28. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional;
29. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional; 30. Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 14 Tahun
2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit
Umum Daerah Ploso (Lembaran Daerah Kabupaten Jombang Tahun 2011 Nomor 14/D);
4
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JOMBANG
dan
BUPATI JOMBANG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PLOSO.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Jombang.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten
Jombang.
3. Bupati adalah Bupati Jombang.
4. Direktur adalah Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Ploso.
5. Rumah Sakit Umum Daerah Ploso Kabupaten Jombang, yang selanjutnya disebut RSUD Ploso adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat inap dan rawat darurat.
6. Pelayanan Kesehatan adalah pelayanan kesehatan di RSUD Ploso yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
7. Pelayanan Rawat Jalan adalah pelayanan terhadap pasien untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan umum,
observasi, konsultasi, diagnosis, pengobatan, tindakan medik atau rehabilitasi medik tanpa harus menginap di RSUD Ploso.
8. Pelayanan Rawat Inap adalah pelayanan yang diberikan
terhadap pasien yang menurut dokter diperlukan untuk diagnosis, pengobatan, pencegahan dan rehabilitasi medik
dengan menempati tempat tidur di RSUD Ploso.
9. Pelayanan Kegawatdaruratan adalah pelayanan kesehatan tingkat lanjutan yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah atau menanggulangi risiko kematian atau
kecacatan.
10. Pelayanan Rawat Sehari adalah pelayanan pasien untuk observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi
medik, dan/atau pelayanan kesehatan lain yang menempati tempat tidur kurang dari 24 (dua puluh empat) jam.
5
11. Tarif Pelayanan Kesehatan adalah pembayaran atas pelayanan kesehatan dan pelayanan lain yang ada di
RSUD Ploso yang dibebankan kepada pasien/ masyarakat/badan/penjamin pemakai jasa pelayanan yang disusun berdasarkan biaya untuk menutup
sebagian atau seluruh biaya penyediaan pelayanan serta dengan mempertimbangkan daya saing dan kemampuan
masyarakat.
12. Jasa Pelayanan adalah imbalan yang diterima oleh pelaksana pelayanan atas jasa yang diberikan kepada
pasien dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, konsultasi, visite, rehabilitasi medik dan/atau pelayanan lainnya.
13. Jasa Sarana adalah imbalan yang diterima oleh RSUD Ploso atas pemakaian sarana dan fasilitas RSUD Ploso
yang digunakan langsung dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik, dan/atau pelayanan lainnya (tidak termasuk Bahan Habis Pakai
Dasar).
14. Pelayanan Medik adalah pelayanan yang bersifat individu yang diberikan oleh tenaga medik dan tenaga keperawatan
yang berupa pemeriksaan, konsultasi, tindakan medik dan tindakan radioterapi.
15. Pelayanan Penunjang Medik adalah pelayanan kepada pasien untuk menunjang penegakan diagnosis dan terapi.
16. Pelayanan Rehabilitasi Medik dan Mental adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien dalam bentuk pelayanan rehabilitasi medik, fisioterapi, terapi
okupasional, terapi wicara, ortotik atau prostestik, bimbingan sosial medik dan jasa psikologis dan rehabilitasi lainnya.
17. Pelayanan Medik Gigi dan Mulut adalah pelayanan paripurna meliputi tindakan medik gigi, penyembuhan,
dan pemulihan yang selaras dengan upaya pencegahan serta peningkatan kesehatan gigi dan mulut.
18. Pelayanan Penunjang Nonmedik adalah pelayanan yang
diberikan di RSUD Ploso yang secara tidak langsung berkaitan dengan pelayanan medik antara lain pelayanan gizi, pelayanan farmasi, pendidikan, pelatihan, penelitian,
administrasi, sterilisasi, pencucian dan lainnya.
19. Pelayanan Konsultasi adalah pelayanan saran dan
pertimbangan dalam bidang tertentu oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dalam bidangnya terhadap kondisi pasien untuk proses diagnosis, terapi, rehabilitasi
medik dan pelayanan kesehatan lainnya.
20. Pelayanan Konsultasi Khusus adalah pelayanan yang
diberikan dalam bentuk konsultasi psikologi, gizi, dan konsultasi lainnya.
21. Pelayanan Medico Legal adalah pelayanan kesehatan yang
berkaitan dengan kepentingan hukum.
6
22. Pelayanan Rekam Medik adalah pelayanan penyiapan, dan pengelolaan dokumen medik pasien yang bersifat rahasia
berisi data demografi, catatan riwayat perjalanan penyakit pasien, diagnosa dan terapi tindakan medik, penunjang medik, serta asuhan keperawatan selama menjalani rawat
jalan, rawat darurat dan/atau rawat inap.
23. Pelayanan Transfusi Darah adalah pelayanan medik
pemberian transfusi darah sesuai jenis dan golongan darah yang diperlukan meliputi penyiapan, pemasangan dan monitoring pemberian, tidak termasuk penyediaan
atau komponen darah.
24. Tindakan Medik Operatif adalah tindakan pembedahan kepada pasien yang disertai tindakan anastesi atau tanpa
tindakan anastesi, berdasarkan kriteria durasi waktu operasi, kompleksitas, risiko, penggunaan alat canggih
dan profesionalisme yang dikelompokkan dalam tindakan medik kecil, sedang, besar dan khusus.
25. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi
masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
26. Rawat Gabung adalah suatu bentuk pelayanan rawat inap bersama antara ibu dan bayinya.
27. Bahan Medik Habis Pakai yang selanjutnya disingkat BMHP adalah obat-obatan, bahan kimia, alat kesehatan habis pakai yang digunakan secara langsung dan bersifat
umum dalam rangka pencegahan, observasi, diagnosis, pengobatan dan konsultasi, rehabilitasi medik dan/atau
pelayanan lainnya.
28. Tarif Akomodasi adalah biaya penggunaan sarana prasarana rawat inap (tidak termasuk pemakaian BMHP,
tarif visite dokter/dokter spesialis, asuhan keperawatan, makan/diet pasien yang ditetapkan tersendiri).
29. Penjamin adalah orang atau badan sebagai penanggung
biaya pelayanan kesehatan dari seseorang yang menggunakan atau mendapatkan pelayanan dari RSUD
Ploso.
30. Visite adalah kunjungan tenaga medik ke ruang rawat inap dalam rangka proses observasi, diagnosis, terapi,
rehabilitasi medik dan/atau pelayanan kesehatan lainnya.
31. Pengujian Kesehatan adalah pemeriksaan kesehatan guna
menentukan status kesehatan seseorang untuk berbagai keperluan.
32. Dokter Spesialis Tamu adalah dokter spesialis yang status
kepegawaiannya di luar RSUD Ploso, yang diberikan izin khusus atau perjanjian kerja sama untuk melaksanakan
pelayanan.
7
33. Kerja sama Operasional (KSO) adalah bentuk perikatan kerja sama dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan,
pendidikan, penelitian, atau penyediaan sarana, prasarana, atau peralatan kesehatan dalam menunjang pelayanan di RSUD Ploso dengan pihak ketiga.
34. Kartu Pasien adalah kartu yang diberikan oleh RSUD Ploso kepada pasien pada saat pertama kali pasien menjadi
pasien RSUD Ploso, yang memuat identitas pasien.
35. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
36. Kartu Jombang Sehat yang selanjutnya disebut KJS adalah kartu atau bentuk lain yang dipersamakan yang
diberikan kepada penduduk miskin di Kabupaten Jombang dalam program Jaminan Kesehatan.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Peraturan Daerah ini dibuat dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan keterjangkauan, dan kelangsungan pelayanan
kesehatan yang bermutu di RSUD Ploso sesuai standar yang ditetapkan, agar masyarakat, pemberi pelayanan dan pengelola RSUD Ploso dapat terlindungi dengan baik.
Pasal 3
Tujuan dibuatnya Peraturan Daerah ini adalah:
a. terwujudnya masyarakat Jombang yang sehat dan produktif;
b. terselenggaranya pelayanan kesehatan di RSUD Ploso yang bermutu sesuai standar yang ditetapkan;
c. tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan di RSUD Ploso sesuai dengan perkembangan bidang ilmu kedokteran, keperawatan dan bidang manajemen pelayanan kesehatan
serta sesuai kebutuhan masyarakat;
d. terlaksananya program dan kegiatan operasional RSUD
Ploso sesuai dengan Rencana Strategis RSUD Ploso dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Jombang;
e. terwujudnya peran serta masyarakat dalam pembiayaan pelayanan kesehatan di RSUD Ploso.
BAB III
KEBIJAKAN RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN
Pasal 4
(1) Bagi masyarakat miskin yang dijamin dan/atau ditanggung Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan atau Pemerintah
Daerah di Kelas III dibebaskan dari seluruh Retribusi pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
8
(2) Pelayanan kesehatan tertentu bagi korban bencana dan/
atau korban bencana dan/atau korban langsung Kejadian
Luar Biasa yang dinyatakan secara resmi oleh Bupati, dibebaskan dari Retribusi dan dijamin oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Pelayanan pemeriksaan kesehatan bagi korban tindak
pidana dibebaskan dari Retribusi pelayanan dan dijamin oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(4) Penggantian pembebasan tarif Retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah dibebankan pada APBD sebagai subsidi bantuan sosial.
(5) Peraturan Pemberian Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
Daerah, KJS dan Jamkesda bagi masyarakat miskin di luar yang dibiayai APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
yang berlaku.
Pasal 5
(1) Retribusi pelayanan kesehatan yang diatur dan ditetapkan
dalam Peraturan Daerah ini adalah Kelas III, sedangkan pelayanan kesehatan Kelas II, Kelas I dan Kelas Utama diatur dalam Peraturan Bupati.
(2) Penetapan besaran tarif pelayanan penjaminan dengan BPJS Kesehatan disesuaikan dengan peraturan perundang-
undangan dan diatur dalam perjanjian kerja sama operasional jaminan kesehatan.
(3) Tarif pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan prinsip saling membantu dan saling
menguntungkan yang diatur dalam kontrak perjanjian kerja sama operasional.
Pasal 6
(1) Pelayanan kesehatan penyegeraan harus didasarkan pada
pertimbangan medik dan mendapat persetujuan pasien atau keluarganya.
(2) Jika pasien tidak sadar dan atau tidak ada keluarga yang bertanggung jawab maka tindakan kegawatdaruratan dapat
segera dilaksanakan tanpa persetujuan.
(3) Pelayanan penyegeraan dan kegawatdaruratan dikenakan
tambahan jasa pelayanan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen) dari tarif pelayanan medik dan/atau
penunjang medik elektif (terencana).
(4) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (3) harus mendapatkan persetujuan pasien dan/atau keluarganya.
9
BAB IV
KERJA SAMA OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN
Pasal 7
(1) Dalam melaksanakan fungsinya RSUD Ploso dapat mengadakan Kerja sama Operasional (KSO) yang dituangkan
dalam Perjanjian Kerja sama.
(2) Jenis kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. kerja sama pelayanan kesehatan;
b. kerja sama operasional alat kedokteran;
c. kerja sama operasional sarana prasarana;
d. kerja sama pendidikan, pelatihan dan penelitian;
e. kerja sama pelayanan dokter spesialis tamu;
f. kerja sama operasional lain yang sah.
(3) Besaran tarif pelayanan Kerja sama Operasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan kesepakatan bersama antara RSUD Ploso dengan pihak ketiga dan dilampirkan dalam Perjanjian Kerja sama
Operasional.
Pasal 8
(1) Kerja sama pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, meliputi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA),
Kartu Jombang Sehat (KJS) dan asuransi kesehatan lainnya.
(2) Kerja sama operasional alat kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b berpedoman pada
peraturan perundang-undangan yang ditetapkan atas dasar saling menguntungkan dengan memperhatikan kemampuan
masyarakat.
(3) Penetapan besaran tarif pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menjamin mutu dan akses pelayanan
pada masyarakat miskin atau kurang mampu.
(4) Kerja sama Operasional sarana prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c dalam rangka
pemanfaatan aset Daerah harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Kerja sama Operasional dalam penyediaan fasilitas peserta pendidikan, pelatihan dan/atau penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d harus menjamin
keamanan dan kenyamanan pasien.
(6) Hal-hal teknis berkaitan Kerja sama Operasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4) dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Bupati.
Pasal 9
(1) Kerja sama Operasional lain yang sah sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) huruf f meliputi:
a. kerja sama operasional sterilisasi dan binatu;
b. kerja sama operasional pembakaran sampah medik;
c. kerja sama operasional pengolahan limbah cair klinik;
dan/atau
10
d. kerja sama operasional perpakiran.
(2) Kerja sama Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus menjamin kelangsungan dan kelancaran pelayanan di RSUD Ploso.
(3) Besaran tarif pelayanan Kerja sama Operasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Perjanjian Kerja sama Operasional.
(4) Setiap Pelaksanaan Perjanjian Kerja sama Operasional dengan pihak ketiga dilaporkan kepada Bupati.
Pasal 10
(1) Dalam melaksanakan fungsinya RSUD Ploso dapat mendatangkan dokter spesialis tamu guna meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.
(2) Setiap dokter spesialis tamu yang melaksanakan pelayanan medik di bidangnya di RSUD Ploso wajib mendapatkan surat
tugas dari Direktur dengan menyebutkan ruang lingkup jenis pelayanan medik yang boleh dilakukan.
(3) Pelayanan dokter spesialis tamu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didasarkan atas Perjanjian Kerja sama yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai peraturan perundang-undangan.
(4) Jasa medik dokter spesialis tamu diatur sebagai berikut:
a. besaran jasa medik ditetapkan atas dasar Perjanjian
Kerja sama;
b. untuk pelayanan tindakan medik operatif dimana dokter spesialis tamu bukan sebagai operator utama, maka
pengenaan tarif Retribusi tindakan medik operatif sesuai dengan jenis tindakan medik operatifnya ditambah jasa
medik dokter spesialis tamu paling tinggi 80% (delapan puluh persen) dari dokter jasa medik operator utama.
(5) Jasa medik dokter spesialis tamu dipotong pajak
penghasilan dan pos remunerasi RSUD Ploso yang besarannya ditetapkan sesuai perjanjian kerja sama.
BAB V
JENIS PELAYANAN YANG DIKENAKAN RETRIBUSI
Bagian Kesatu
Jenis Pelayanan
Pasal 11
(1) Jenis pelayanan di RSUD Ploso meliputi:
a. pelayanan kesehatan;
b. pelayanan pembimbingan praktek klinik dan penelitian klinik;
c. pelayanan lain-lain meliputi:
1. pelayanan transportasi pasien dan transportasi jenazah;
2. pelayanan rekam medik dan administrasi rawat inap;
3. pelayanan sterilisasi dan binatu;dan
4. pelayanan pengolahan limbah medik rumah sakit.
11
(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
a. berdasarkan kelompok, meliputi:
1. pelayanan rawat jalan;
2. pelayanan rawat darurat;
3. pelayanan rawat inap, terdiri dari:
a) rawat inap umum;
b) rawat inap isolasi;
c) rawat inap intermediate;
d) rawat inap intensif (ICU, ICCU, NICU/PICU);
e) rawat inap bersalin;
f) rawat inap bayi; dan
g) pelayanan rawat sehari.
b. berdasarkan jenis pelayanan, meliputi:
1. pelayanan medik;
2. pelayanan penunjang medik;
3. pelayanan keperawatan;
4. pelayanan kebidanan dan penyakit kandungan;
5. pelayanan medik gigi dan mulut;
6. pelayanan transfusi darah dan terapi oksigen;
7. pelayanan farmasi;
8. pelayanan gizi klinik;
9. pelayanan pengujian kesehatan;
10. pelayanan pemulasaran jenazah dan medico legal;
11. pelayanan rehabilitasi medik dan rehabilitasi mental;
12. pelayanan kesehatan tradisional komplementer (akupunktur) dan dapat dikembangkan sesuai kebutuhan; dan
13. pelayanan perawatan kesehatan masyarakat.
c. berdasarkan Kelas perawatan, meliputi:
1. Kelas III;
2. Kelas II;
3. Kelas I;
4. Kelas Utama; dan
5. Non Kelas (berlaku single tarif untuk rawat intensif
dan rawat isolasi).
d. berdasarkan kondisi pasien, meliputi:
1. pelayanan kegawatdaruratan;
2. pelayanan elektif (terencana); dan
3. pelayanan penyegeraan (cito).
Bagian Kedua
Pelayanan Rawat Jalan
Pasal 12
(1) Pemeriksaan umum di rawat jalan dikenakan Retribusi pelayanan yang meliputi jasa sarana dan jasa pelayanan.
12
(2) Pengenaan Retribusi pelayanan bagi pasien rawat jalan dikategorikan sebagai berikut:
a. membawa rujukan dari institusi pelayanan kesehatan Pemerintah;
b. tanpa membawa rujukan atau membawa rujukan dari
institusi pelayanan kesehatan swasta.
(3) Ketentuan pelayanan rawat jalan, diatur sebagai berikut:
a. dilaksanakan di poli klinik sesuai dengan penyakit yang dideritanya;
b. dalam hal pasien membutuhkan konsultasi antar poli
spesialis pada hari yang sama dikenakan Retribusi konsultasi antar poli spesialis;
c. dalam hal jumlah konsultasi antar poli spesialis lebih dari
satu sedangkan jam buka pelayanan sudah habis, maka konsultasi dilakukan pada hari berikutnya dan dikenakan
Retribusi pemeriksaan kesehatan umum (karcis harian) di poli spesialis yang bersangkutan;
d. dalam hal pelayanan poli spesialis dilayani dokter umum
maka jasa pelayanan maksimal 70 % (tujuh puluh persen) dari jasa dokter spesialis.
(4) Setiap pasien baru RSUD Ploso (kunjungan rawat jalan
maupun rawat darurat) dikenakan Retribusi kartu pasien yang berlaku seumur hidup.
(5) Dalam hal kunjungan ulang pasien tidak membawa kartu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4), maka dikenakan Retribusi kartu pasien dengan risiko rekam medik yang
berisi catatan riwayat penyakit, tindakan medik dan pengobatannya tidak dapat disajikan.
(6) Setiap pasien yang mendapatkan tindakan medik, pemeriksaan penunjang medik, pelayanan keperawatan, pelayanan rekam medik, dan/atau konsultasi rawat jalan
dikenakan Retribusi sesuai jenis pelayanan yang diterimanya.
Bagian Ketiga
Pelayanan Rawat Darurat
Pasal 13
(1) Pemeriksaan umum rawat darurat dikenakan Retribusi pelayanan yang diwujudkan dalam bentuk karcis harian yang meliputi jasa sarana dan jasa pelayanan.
(2) Setiap pelayanan tindakan medik, konsultasi, observasi intensif, penunjang medik dan/atau pemeriksaan khusus
dikenakan Retribusi pelayanan sesuai pelayanan yang diterima.
(3) Standar pelayanan rawat darurat dilaksanakan oleh dokter
umum, apabila membutuhkan konsultasi dokter spesialis, maka dikenakan Retribusi konsultasi dokter spesialis, baik melalui telepon maupun hadir di tempat.
(4) Pasien gawat darurat yang membutuhkan observasi lebih dari 6 (enam) jam harus dilakukan rawat inap, atau rawat
intermediate atau rawat intensif dan/atau dirujuk sesuai indikasi medik.
13
(5) Pasien yang dirawat di ruang rawat observasi intensif atau ruang rawat intermediate dikenakan Retribusi akomodasi
dihitung sesuai hari rawat inapnya.
(6) Retribusi layanan kegawatdaruratan dibedakan dengan Retribusi pelayanan nonkegawatdaruratan dengan
pertimbangan tingkat kesulitan, kompleksitas kondisi pasien, variabilitas risiko pada pasien, penyediaan peralatan
emergensi, dan tenaga kesehatan serta layanan penyelamatan jiwa pasien.
(7) Setiap pelayanan atau tindakan medik, konsultasi, observasi
intensif, penunjang medik dan/atau penggunakan peralatan medik khusus dikenakan Retribusi sesuai pelayanan yang
diterima.
(8) Jasa pelayanan umum yang dilakukan di IGD sebesar 1,2 (satu koma dua) kali jasa pelayanan tindakan umum.
Bagian Keempat
Pelayanan Rawat Inap
Pasal 14
(1) Jenis jenis rawat inap, di RSUD Ploso, meliputi pelayanan:
a. rawat inap umum;
b. rawat inap isolasi;
c. rawat inap intermediate;
d. rawat inap intensif (ICU, ICCU, NICU/PICU);
e. rawat inap bersalin;
f. rawat inap bayi; dan
g. pelayanan rawat sehari.
(2) Berdasarkan kelas perawatan, rawat inap diklasifikasikan sebagai berikut :
a. kelas utama;
b. kelas I;
c. kelas II;
d. kelas III; dan
e. nonkelas (berlaku untuk Rawat Intensif, Rawat
Intermediate, Rawat Isolasi, Rawat bersalin dan rawat bayi)
(3) Klasifikasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) tidak
membedakan mutu pelayanan;
(4) Standar klasifikasi pelayanan rawat inap sebagaimana dimaksud ayat (2) di RSUD Ploso ditetapkan lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Rawat Inap Umum
Pasal 15
Rawat inap umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, adalah pelayanan yang diberikan terhadap pasien yang menurut dokter diperlukan untuk diagnosis, pengobatan,
pencegahan dan rehabilitasi medik dengan menempati tempat tidur di RSUD Ploso.
14
Bagian Keenam
Rawat Inap Isolasi
Pasal 16
Rawat inap isolasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b, adalah perawatan di ruang isolasi bagi pasien yang
menderita atau diduga menderita penyakit menular yang membahayakan, atau memerlukan suasana tenang.
Bagian Ketujuh
Rawat Inap Intermediate
Pasal 17
Rawat inap intermediate sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c, adalah pelayanan rawat inap untuk observasi
dan terapi khusus sampai kondisinya stabil untuk dipindahkan ke ruang rawat inap atau ruang rawat intensif jika kondisinya memburuk dan membutuhkan observasi lebih intensif.
Bagian Kedelapan
Rawat Inap Intensif (ICU, ICCU, NICU/PICU)
Pasal 18
Rawat inap Intensif (ICU, ICCU, NICU/PICU) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf d, adalah pelayanan
rawat inap untuk observasi dan terapi yang dilaksanakan secara intensif untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah kegagalan fungsi organ utama.
Bagian Kesembilan
Rawat Inap Bersalin
Pasal 19
Rawat inap bersalin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e, adalah pelayanan yang diberikan terhadap pasien
yang menurut dokter diperlukan untuk diagnosis, pengobatan, pencegahan dan rehabilitasi medik dalam bidang kesehatan ibu hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir dengan
menempati tempat tidur di RSUD Ploso.
Bagian Kesepuluh
Rawat Inap Bayi
Pasal 20
Rawat inap bayi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
huruf f, adalah perawatan yang diberikan pada bayi baru lahir sampai usia 1 tahun.
Bagian Kesebelas
Pelayanan Rawat Sehari Pasal 21
(1) Rawat inap sehari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g, adalah pelayanan kesehatan dalam bentuk paket meliputi pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan
penunjang medik dan/atau tindakan medik baik operatif maupun non operatif yang dapat diselenggarakan dalam
waktu kurang dari 24 (dua puluh empat) jam dan tidak perlu rawat inap.
15
(2) Direktur dapat mengembangkan paket-paket pelayanan rawat sehari sesuai dengan ketersediaan sumberdaya
rumah sakit, perkembangan bidang ilmu kedokteran dan kebutuhan masyarakat.
(3) Setiap pelayanan rawat invasif dan/atau rawat sehari
dipungut tarif Retribusi meliputi komponen jasa sarana dan jasa pelayanan.
Pasal 22
(1) Setiap pemberian pelayanan rawat inap dikenakan Retribusi pelayanan kesehatan yang meliputi jasa sarana
dan jasa pelayanan.
(2) Retribusi jasa sarana kelas perawatan adalah tarif akomodasi tidak termasuk makan/diet pasien.
(3) Retribusi pelayanan tindakan medik nonoperatif, konsultasi, visite, observasi intensif, penunjang medik
dan/atau pemeriksaan khusus dikenakan Retribusi pelayanan sesuai pelayanan yang diterima.
(4) Setiap pasien rawat inap dikenakan biaya administrasi 1
(satu) kali selama dirawat.
(5) Setiap pasien yang menempati tempat tidur kurang dari 24 (dua puluh empat) jam karena berbagai sebab, dihitung 1
(satu) hari rawat inap.
Pasal 23
(1) Pasien bayi rawat gabung dengan ibunya dikenakan tarif akomodasi sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif akomodasi ibunya sesuai dengan kelas perawatan yang
ditempati.
(2) Pasien bayi dengan penyulit atau sakit yang dirawat di
ruang perinatologi atau di ruang rawat intensif neonatal (NICU) dikenakan Retribusi akomodasi penuh.
Pasal 24
(1) Pasien miskin yang dijamin program BPJS dan KJS berhak ditempatkan di kelas III.
(2) Dalam hal kelas III kapasitas tempat tidur yang tersedia
penuh, maka untuk sementara ditempatkan di kelas II paling lama 2 (dua) hari sampai tempat tidur kelas III
tersedia dan segera dipindahkan.
(3) Dalam hal tempat tidur di kelas III belum tersedia, maka pasien tersebut tetap dikenakan tarif kelas III.
(4) Pasien tahanan Kepolisian atau Kejaksaan ditempatkan di kelas III dan keamanan maupun pembiayaannya dijamin
oleh pihak Kepolisian atau Kejaksaan.
(5) Pasien dengan penjaminan di luar sebagaimana dimaksud ayat (5) dapat memilih kelas perawatan atau pindah kelas
perawatan yang telah ditetapkan haknya sepanjang diatur dalam perjanjian kerja sama pelayanan dengan pihak penjamin.
16
(6) Perubahan kelas perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam hal berakibat selisih Retribusi akomodasi
maupun Retribusi pelayanan medik, keperawatan, dan penunjang medik menjadi beban pasien yang bersangkutan.
(7) Pelayanan tindakan medik non operatif, asuhan/tindakan
keperawatan, konsultasi, visite, observasi, penunjang medik, dikenakan Retribusi pelayanan tersendiri sesuai
pelayanan yang diterima.
(8) Dalam hal pelayanan pasien membutuhkan rawat bersama, membutuhkan konsultasi bidang spesialisasi lain, maka
dokter spesialis yang merawat pertama (utama) wajib menyampaikan rencana konsultasi atau rawat bersama
dimaksud kepada pasien atau keluarganya untuk mendapatkan persetujuan.
(9) Retribusi visite dan konsultasi medik pasien rawat inap
berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. besaran Retribusi visite dibedakan sesuai dokter yang
merawat, meliputi dokter umum, dokter spesialis, dan/atau dokter spesialis tamu;
b. visite rawat bersama sebagaimana dimaksud pada ayat
(8) dikenakan Retribusi visite dengan jumlah dokter spesialis yang merawat dan jumlah visite masing-
masing;
c. Retribusi konsultasi medik di tempat dipersamakan
dengan besaran Retribusi visite sebagaimana dimaksud pada huruf a;
d. besaran Retribusi konsultasi melalui telepon paling
tinggi sebesar 50% (lima puluh persen) dari Retribusi konsultasi medik di tempat;
e. setiap konsultasi melalui telepon harus tercatat dalam Rekam Medik Pasien.
Bagian Keduabelas
Pelayanan Medik
Pasal 25
(1) Jenis pelayanan medik terdiri dari:
a. pelayanan atau tindakan medik operatif;
b. pelayanan atau tindakan medik non operatif;
c. pelayanan atau tindakan medik psikiatrik;
d. pelayanan atau tindakan medik anestesi;
e. pelayanan konsultasi medik dan visite;
f. pelayanan rehabilitasi medik; dan
g. pelayanan penunjang medik.
(2) Klasifikasi tindakan medik dan penunjang medik meliputi :
a. berdasarkan kondisi pasien, diklasifikasikan dalam :
1) pelayanan medik elektif (terencana, kondisi normal);
atau
2) pelayanan medik kegawatdaruratan.
17
b. berdasarkan kategori pasien, diklasifikasikan :
1) pelayanan medik pasien umum (Kelas II dan Kelas
III); atau
2) pelayanan medik pasien privat (Kelas I dan Utama).
c. berdasarkan kriteria durasi waktu pelayanan/tindakan,
kompleksitas, risiko terhadap pasien atau tenaga medik, penggunaan alat canggih dan profesionalisme, tindakan
medik dikelompokkan dalam :
1) tindakan medik kecil;
2) tindakan medik sedang;
3) tindakan medik besar; atau
4) tindakan medik khusus.
(3) Tindakan medik anestesi diklasifikasikan dalam :
a. tindakan anestesi di Kamar Operasi; atau
b. tindakan anestesi di luar Kamar Operasi.
(4) Pelayanan rawat pulih sadar pasca tindakan medik operatif merupakan bagian dari tindakan medik anestesi pembiusan dan tidak dapat dikenakan tarif Retribusi akomodasi.
(5) Dalam hal pasien rawat pulih sadar lebih dari 2 (dua) jam belum pulih kesadarannya, maka harus dipindahkan ke rawat intensif.
(6) Dalam hal pasien di ruang rawat pulih sadar membutuhkan tindakan anestesi atau tindakan medik khusus, maka
dikenakan tambahan biaya tindakan anestesi atau tindakan medik sesuai yang diterimanya.
(7) Pengelompokan jenis-jenis kategori tindakan medik sesuai
klasifikasinya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(8) Tindakan medik operatif apabila didampingi operator bidang spesialisasi berbeda dan/atau didampingi non operator bidang spesialisasi lain, dikenakan tambahan jasa
medik operator atau jasa medik spesialis non operator paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen) dari jasa medik operator utama.
(9) Dalam hal terjadi perluasan operasi dengan melibatkan operator dari bidang lain, maka jasa medik operatornya
sesuai dengan jenis klasifikasi operasinya sedangkan jasa sarananya dihitung sesuai kelompok operasinya.
(10) Dalam hal tindakan medik operatif memerlukan sejumlah
tindakan medik operatif yang berbeda, sepanjang dilakukan oleh operator yang sama, pada waktu yang sama, jasa
sarananya dihitung satu tindakan medik operatif sesuai klasifikasinya, sedangkan jasa medik operatornya sesuai dengan jumlah tindakan operatif yang dilakukan.
(11) Tindakan operatif yang dilaksanakan oleh dokter spesialis tamu, jasa medik operatornya disesuaikan dengan perjanjian kerja sama, sedangkan jasa sarana sesuai jenis
dan klasifikasi operasi yang dilaksanakan.
18
Pasal 26
(1) Jasa pelayanan tindakan anestesi diperhitungkan tersendiri
sesuai kewajaran atas tanggung jawab, kondisi pasien, beban kerja dan risiko profesi.
(2) Jasa medik tindakan anestesi untuk pembedahan paling
tinggi sebesar 40% (empat puluh persen) dari jasa medik operator sesuai klasifikasi tindakan operatifnya.
(3) Jasa medik tindakan anestesi dilakukan oleh penata anestesi atau perawat anestesi, paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen) dari jasa tenaga medik operatornya dan
tanggung jawab medik tindakan anestesi ada pada tenaga medik operator.
(4) Tarif retribusi pelayanan konsultasi medik melalui telepon
dikenakan paling tinggi sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif layanan konsultasi di tempat.
(5) Tindakan medik yang membutuhkan alat kesehatan habis pakai di luar komponen jasa sarana tarif retribusi, seperti implant, infus set, transfusi set, kateter set, alat
kontrasepsi dan sejenisnya, dihitung tersendiri sesuai jenis BMHP yang digunakan.
Bagian Ketigabelas
Pelayanan Penunjang Medik
Pasal 27
(1) Pelayanan penunjang medik terdiri dari:
a. pelayanan laboratorium:
1) patologi klinik;
2) patologi anatomi;
3) mikrobiologi klinik;
4) laboratorium reproduksi; dan
5) laboratorium jaringan.
b. pelayanan radio diagnostik meliputi:
1) radiodiagnostik dengan kontras;
2) radiodiagnostik tanpa kontras; atau
3) radiodiagnostik imaging.
c. pelayanan diagnostik khusus elektromedik;
d. pelayanan khusus transfusi darah; dan
e. Pelayanan farmasi.
(2) Setiap pelayanan penunjang medik dikenakan Retribusi pelayanan yang meliputi biaya jasa sarana, jasa pelayanan
dan bahan habis pakai dasar.
(3) Pelayanan penunjang medik dikelompokkan dalam kategori
pelayanan penunjang medik kegawatdaruratan, penyegeraan (cito) dan terencana (elektif).
(4) Tarif pelayanan penunjang medis dengan kontras tidak
termasuk biaya bahan kontras.
(5) Tarif pelayanan penunjang medis untuk pasien dari luar
rumah sakit dikenakan tarif kelas I.
19
Bagian Keempatbelas Pelayanan Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Pasal 28
(1) Pelayanan kebidanan dan penyakit kandungan terdiri dari:
a. pelayanan kebidanan:
1) persalinan normal;
2) persalinan dengan tindakan berupa :
a) pervaginam;
b) operatif.
b. pelayanan penyakit kandungan.
(2) Setiap tindakan kebidanan dan penyakit kandungan dikenakan Retribusi pelayanan yang meliputi biaya jasa sarana, jasa pelayanan dan jasa tindakan anastesi.
(3) Retribusi pelayanan kebidanan dan penyakit kandungan terdiri dari persalinan normal dan persalinan dengan
penyulit.
(4) Tarif jasa pelayanan dokter spesialis anak yang datang menolong bayi pada saat operasi SC adalah sebesar 25%
(dua puluh lima persen) dari jasa pelayanan dokter spesialis kebidanan dan kandungan dengan operasi SC (tanpa tindakan tambahan).
(5) Tarif jasa pelayanan dokter umum yang datang menolong bayi pada saat operasi SC adalah sebesar 70% (tujuh puluh
persen) dari jasa pelayanan dokter spesialis anak dengan operasi SC (tanpa tindakan tambahan).
(6) Retribusi kelas perawatan bayi baru lahir dengan rawat
gabung ditetapkan sebesar setengah dari Retribusi kelas perawatan ibu.
(7) Retribusi kelas perawatan bayi baru lahir dengan tidak rawat gabung ditetapkan sesuai dengan kelas perawatan yang ditempati.
(8) Retribusi pemeriksaan dan tindakan perawatan bayi baru lahir disesuaikan dengan kelas perawatan yang ditempati.
Bagian Kelimabelas Pelayanan Penunjang Non Medik
Pasal 29
(1) Jenis pelayanan penunjang nonmedik terdiri dari:
a. pelayanan gizi;
b. pelayanan farmasi;
c. pelayanan fasilitasi praktek klinik dan/atau praktek
manajemen kesehatan;
d. pelayanan pelatihan;
e. pelayanan fasilitasi penelitian klinik dan/atau praktek
manajemen kesehatan;
f. pelayanan sterilisasi dan laundry; dan
g. pelayanan ambulance dan mobil jenazah.
20
(2) Setiap pelayanan penunjang non medik dikenakan Retribusi pelayanan yang meliputi biaya jasa sarana dan jasa
pelayanan.
Bagian Keenambelas
Pelayanan Rehabilitasi
Pasal 30
(1) Jenis pelayanan rehabilitasi terdiri dari:
a. pelayanan rehabilitasi medik dan mental;
b. pelayanan ortotik dan/atau prostetik;
c. pelayanan rehabilitasi psikososial;
d. pelayanan terapi wicara; dan
e. pelayanan fisioterapi.
(2) Setiap pelayanan rehabilitasi medik dan mental dikenakan
Retribusi pelayanan yang meliputi biaya jasa sarana dan jasa pelayanan.
Bagian Ketujuhbelas
Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Pasal 31
(1) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut terdiri dari:
a. pelayanan medik dasar;
b. pelayanan medik spesialistik;
c. pelayanan asuhan keperawatan gigi; dan
d. pelayanan prostetik gigi dan/atau konservasi gigi.
(2) Jenis pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b meliputi:
a. pemeriksaan dan/atau tindakan medik gigi dan mulut;
atau
b. pemeriksaan dan/atau tindakan bedah mulut.
(3) Setiap pelayanan kesehatan gigi dan mulut dikenakan Retribusi pelayanan yang meliputi biaya jasa sarana dan jasa pelayanan.
(4) Dalam hal RSUD Ploso belum mempunyai laboratorium teknik gigi dapat dilakukan kerja sama dengan pihak ketiga.
Bagian Kedelapanbelas Pelayanan Konsultasi Khusus dan Medico Legal
Pasal 32
(1) Pelayanan konsultasi khusus merupakan pelayanan yang diberikan dalam bentuk konsultasi psikologi, konsultasi
pelayanan farmasi, gizi dan konsultasi psiko sosial.
(2) Setiap pelayanan konsultasi khusus dikenakan Retribusi
pelayanan yang terdiri dari jasa sarana dan jasa pelayanan.
Pasal 33
(1) Pelayanan medico legal merupakan pelayanan yang
diberikan pada institusi, badan hukum atau perorangan untuk memperoleh informasi medik bagi kepentingan
hukum.
21
(2) Pelayanan medico legal meliputi:
a. pelayanan visum hidup atau visum mati;
b. pelayanan salinan rekam medik; atau
c. pelayanan keterangan medik.
(3) Setiap pelayanan medico legal dikenakan Retribusi
pelayanan yang meliputi biaya jasa sarana dan jasa pelayanan.
Bagian Kesembilanbelas
Pemulasaran Jenazah
Pasal 34
(1) Jenis pemulasaran atau perawatan jenazah terdiri dari:
a. perawatan jenazah;
b. penyimpanan jenazah;
c. konservasi jenazah; atau
d. bedah jenazah.
(2) Setiap jenis pemulasaran atau perawatan jenazah dikenakan Retribusi pelayanan yang meliputi biaya jasa sarana dan
jasa pelayanan.
Bagian Keduapuluh
Pelayanan Obat dan Alat Kesehatan Habis Pakai
Pasal 35
(1) RSUD Ploso dapat memberikan pelayanan obat dan/atau alat kesehatan melalui pelayanan Instalasi Farmasi RSUD
Ploso.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengadaan obat
dan/atau alat kesehatan habis pakai dan penetapan harga jualnya diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB VI
NAMA, OBJEK, DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 36
Dengan nama Retribusi pelayanan kesehatan dikenakan pungutan Retribusi jasa umum bagi setiap orang, badan hukum
atau penjamin yang mendapatkan kemanfaatan atas pelayanan kesehatan yang diberikan Pemerintah Daerah pada RSUD Ploso.
Pasal 37
(1) Objek Retribusi adalah semua jenis dan klasifikasi pelayanan pada RSUD Ploso yang meliputi pelayanan
kesehatan, pelayanan fasilitasi praktek klinik dan/atau praktek manajemen kesehatan serta pelayanan penunjang lainnya.
(2) Dikecualikan sebagai objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pelayanan pendaftaran; dan/atau
b. pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, BUMN, BUMD dan/atau pihak
swasta.
22
Pasal 38
Subjek Retribusi adalah orang pribadi yang menggunakan/
menikmati pelayanan RSUD Ploso.
BAB VII
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 39
Retribusi pelayanan kesehatan termasuk golongan Retribusi jasa umum.
BAB VIII
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN PELAYANAN KESEHATAN
Pasal 40
Tingkat penggunaan pelayanan kesehatan dihitung berdasarkan
frekuensi dan jenis pelayanan kesehatan.
BAB IX
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN
Pasal 41
(1) Prinsip penetapan besaran Retribusi untuk meningkatkan mutu dan akses pelayanan kesehatan pada RSUD Ploso.
(2) Sasaran penetapan besaran tarif pelayanan guna menutup sebagian dan/atau seluruh biaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan di RSUD Ploso.
BAB X
STRUKTUR DAN BESARAN RETRIBUSI
Pasal 42
(1) Struktur tarif pelayanan kesehatan dan pelayanan lainnya
terdiri atas komponen jasa sarana dan komponen jasa pelayanan.
(2) Komponen jasa pelayanan terdiri dari jasa pelayanan profesi
(pelayanan langsung) dan jasa pelayanan umum (pelayanan tidak langsung).
(3) Jasa pelayanan tindakan medik operatif, meliputi jasa medik operator, jasa medik anastesi dan jasa pelayanan asisten operator dan asisten anastesi.
(4) Struktur dan besarnya tarif Retribusi kelas III per jenis dan klasifikasi pelayanan kesehatan RSUD Ploso sebagaimana
tercantum pada Lampiran, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(5) Pembagian jasa pelayanan dengan sistem remunerasi
ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
23
BAB XI
WILAYAH DAN TATA CARA PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 43
(1) Pemungutan Retribusi pada RSUD Ploso menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah atau dokumen yang
dipersamakan.
(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa karcis.
(3) Surat Keterangan Retribusi Daerah atau dokumen yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicetak
oleh SKPD yang membidangi percetakan surat berharga.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pemungutan retiribusi diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XII
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN
Pasal 44
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan kepada Bupati.
(2) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan penagihan Retribusi.
(3) Keringanan dan pembebasan Retribusi ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XIII
PENGELOLAAN KEUANGAN
Pasal 45
(1) Seluruh pendapatan dari tarif pelayanan kesehatan disetor
ke Kas Umum Daerah sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Seluruh pendapatan fungsional yang bersumber dari tarif
pelayanan RSUD Ploso dapat digunakan secara langsung sesuai ketentuan SKPD.
(3) Pemanfaatan pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) untuk menutup biaya operasional dan peningkatan mutu pelayanan sesuai peraturan perundang-undangan.
(4) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) direncanakan dalam dokumen Rencana Kerja anggaran (RKA) dan dikonsolidasikan dalam Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA) APBD.
(5) Pengalokasian kebutuhan anggaran jasa pelayanan di
RKA/DPA paling besar 50% (lima puluh persen) dari rencana pendapatan yang ditetapkan.
(6) Pengalokasian jasa sarana untuk biaya/belanja program dan
kegiatan mengacu pada pemenuhan komponen jasa sarana serta rencana pengembangan mutu pelayanan.
(7) RSUD Ploso wajib melakukan pencatatan dan pelaporan
tentang semua kegiatan penyelenggaraan rumah sakit sesuai peraturan perundang-undangaan.
24
(8) Dalam hal RSUD Ploso sudah ditetapkan menjadi BLUD maka pengelolaan keuangannya mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XIV
PENINJAUAN
Pasal 46
(1) Tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Penetapan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB XV
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 47
Jika Wajib Retribusi tidak membayar Retribusi tepat waktu atau kurang membayar, maka Wajib Retribusi dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 2% (dua persen) setiap bulan
dari Retribusi yang terutang.
BAB XVI
KEDALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 48
(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun
terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah.
(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika:
a. diterbitkan surat teguran dan/atau surat paksa; atau
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan surat teguran dan surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian surat paksa
tersebut.
(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah
Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari
pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib
Retribusi.
25
Pasal 49
(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena
hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang
Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XVII PENYIDIKAN
Pasal 50
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai
Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lebih lengkap dan lebih jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi
atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi;
d. memeriksa buku, catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan
bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang
meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
26
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XVIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 51
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan
SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga
merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang dibayar.
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap
atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Pasal 52
Tindak pidana di bidang Retribusi Daerah tidak dituntut setelah
melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya Retribusi atau berakhirnya masa Retribusi atau berakhirnya bagian tahun Retribusi atau berakhirnya tahun Retribusi yang
bersangkutan.
BAB XIX KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan
Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah Ploso dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
(2) Ketentuan mengenai teknis Retribusi Pelayanan Kesehatan pada RSUD Ploso ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun
setelah diundangkannya Peraturan Daerah ini.
27
Pasal 54
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Jombang.
Ditetapkan di Jombang Pada tanggal 29 Juni 2015
BUPATI JOMBANG,
ttd
NYONO SUHARLI WIHANDOKO Diundangkan di Jombang Pada tanggal 1 September 2015
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN JOMBANG, ttd
ITA TRIWIBAWATI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 NOMOR 5/B
NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 130-5/2015
28
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG
NOMOR 5 TAHUN 2015
TENTANG
RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PLOSO
I. UMUM
Tujuan pembangunan kesehatan di Kabupaten Jombang sesuai
dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif. Dalam rangka upaya peningkatan mutu dan aksesibilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat
khususnya masyarakat tidak mampu dan masyarakat miskin di Rumah Sakit, maka diperlukan peningkatan kapasitas dan kapabilitas Rumah
Sakit dengan jaringannya melalui pemenuhan sumber daya kesehatan yang memadai.
Dengan semakin berkembangan sosial ekonomi dan daya beli
masyarakat terhadap belanja kesehatan dan semakin berkembangnya jenis pelayanan kesehatan dengan dukungan dokter spesialis organik maupun dokter spesialis tamu serta peralatan kesehatan dan sarana-prasarana
yang memadai di Rumah Sakit Kabupaten, maka diperlukan tambahan Rumah Sakit baru yang mempunyai maksud untuk menampung
kekurangan pelayanan dari Rumah Sakit yang ada. Untuk itu diperlukan tarif yang disesuaikan kebutuhan tersebut.
Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, serta Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, maka Retribusi Pelayanan Kesehatan perlu diatur dengan Peraturan Daerah.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas.
Pasal 2
Maksud Pengaturan dalam Peraturan Daerah ini diharapkan juga memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum, bagi semua pihak terutama pasien, provider dan pengelola, agar masing-masing
mengetahui hak-kewajiban masing-masing.
Pasal 3
Tujuan utama pengaturan Retribusi pelayanan kesehatan di RSUD Ploso adalah untuk mewujudkan masyarakat Jombang wilayah utara (wilayah Ploso) yang sehat dan produktif. Jika masyarakatnya sehat
dan produktif maka akan menjadi penggerak perekonomian masyarakat sehingga kesejahteraan akan meningkat. Disisi lain pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan sarana kesehatan yang
memadai seiringperkembangan sosial ekonomi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
29
Pengaturan Retribusi pada dasarnya ditujukan untuk menjamin kelangsungan pembiayaan penyelenggaraan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit yang bermutu, dan terjangkau (aksesibilitas), tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan sesuai perkembangan bidang ilmu & teknologi kedokteran dan perkembangan sosial
ekonomi masyarakat sehingga terwujud masyarakat Jombang yang sehat dan produktif. Jika masyarakatnya sehat dan produktif sebagai
penggerak ekomomi Daerah, maka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) akan meningkat pula.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup Jelas.
Pasal 6
Cukup Jelas.
Pasal 7
Cukup Jelas.
Pasal 8
Cukup Jelas.
Pasal 9
Cukup Jelas.
Pasal 10
Cukup Jelas.
Pasal 11
Cukup Jelas.
Pasal 12
Cukup Jelas.
Pasal 13
Cukup Jelas.
Pasal 14
Cukup Jelas.
Pasal 15
Cukup Jelas.
Pasal 16
Cukup Jelas.
Pasal 17
Cukup Jelas.
Pasal 18
Cukup Jelas.
Pasal 19
Cukup Jelas.
30
Pasal 20
Cukup Jelas.
Pasal 21
Cukup Jelas.
Pasal 22
Cukup Jelas.
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup Jelas.
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup Jelas.
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas.
Pasal 34
Cukup Jelas.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup Jelas.
31
Pasal 39
Cukup Jelas.
Pasal 40
Cukup Jelas.
Pasal 41
Cukup Jelas.
Pasal 42
Cukup Jelas.
Pasal 43
Cukup Jelas.
Pasal 44
Cukup Jelas.
Pasal 45
Cukup Jelas.
Pasal 46
Cukup Jelas.
Pasal 47
Cukup Jelas.
Pasal 48
Cukup Jelas.
Pasal 49
Cukup Jelas.
Pasal 50
Cukup Jelas.
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup Jelas.
Pasal 53
Cukup Jelas.
Pasal 54
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015
NOMOR 5/B