Buku Studi Islam 3 (Dr. Ahmad Alim, LC. MA.)

195

description

Download Buku Studi Islam 3 (Bahan Referensi Kuliah Pendidikan Agama Islam Universitas)

Transcript of Buku Studi Islam 3 (Dr. Ahmad Alim, LC. MA.)

| S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

STUDI ISLAM III

Wawasan Islam Menyaring Pemikiran Menyimpang Dari Agama Islam

Dr. Akhmad Alim

Dr. Adian Husaini

Pusat Kajian Islam

Universitas Ibn Khladun Bogor

| S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) ALIM, Akhmad

STUDI ISLAM III: Wawasan Islam, Penulis, Dr. Akhmad Alim & Dr. Adian Husaini;

Penyunting, Bahrum Subagia, --Cet. 1-Bogor: Pusat Kajian Islam Universitas Ibn

Khaldun, 2012. 187 hlm.; 25,7 cm.

ISBN: 978-979-1324-15-1

STUDI ISLAM III: Wawasan Islam

Penulis:

Dr. Akhmad Alim, M.A

Penyunting :

Bahrum Subagia

Penata Letak:

Irfan Habibie

Desain Sampul:

Fathurrohman Saifuddin

Penerbit:

Pusat Kajian Islam Universitas Ibn Khaldun

Jl. K.H. Sholeh Iskandar Km. 2 Kedung Badak Bogor

Telp./Fax. (0251) 8356884

Cetakan Pertama, Shafar 1435 H- Januari 2014 M

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Ketentuan Pidana (1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal

49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara palling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 72 UU No.19 Tahun 2002

i | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

KATA PENGANTAR

Islam adalah agama yang sudah sempurna sejak awal, tidak berkembang

dalam sejarah. Konsep tajdid (pembaharuan) dalam Islam, bukanlah membuat-

buat hal yang baru dalam Islam, melainkan upaya untuk mengembalikan

kemurnian Islam. Ibarat cat mobil, warna Islam adalah abadi. Jika sudah mulai

tertutup debu, maka tugas tajdid adalah mengkilapkan cat itu kembali, sehingga

bersinar cerah seperti asal-mulanya. Bukan mengganti dengan warna baru yang

berbeda dengan warna sebelumnya.

Buku Studi Islam 3 ini berbicara tentang wawasan Islam yang mendasar,

yang formulasinya disesuaikan dengan tantangan zaman yang sedang dihadapi

oleh kaum Muslimin. Karena saat ini yang sedang menghegemoni umat

manusia—termasuk umat Islam—adalah pemikiran Barat yang sekuler-liberal,

maka konsep wawasan Islam ini pun dirumuskan agar kaum Muslim tidak

terjebak atau terperosok ke dalam pemikiran-pemikiran yang dapat merusak

keimanannya.

Setiap Muslim pasti akan diuji keimanannya. Iman tidak akan dibiarkan

begitu saja, tanpa ada ujian (QS. 29:2-3). Maka, setiap zaman dan setiap waktu

akan selalu ada ujian iman. Ada yang lulus, ada yang gagal dalam ujian iman.

Oleh karena itulah, setiap Muslim diwajibkan agar selalu menuntut ilmu setiap

waktu agar dapat mengetahui mana yang salah dan mana yang benar, mana

yang Tauhid dan mana yang syirik.

Dalam kitab Sullamut-Tawfîq karya Syaikh Abdullah bin Husain bin Thahir

bin Muhammad bin Hisyam—yang biasa dikaji di madrasah-madrasah diniyah

dan pondok-pondok pesantren—disebutkan bahwa merupakan kewajiban setiap

Muslim untuk menjaga Islamnya dari hal-hal yang membatalkannya, yakni

murtad (riddah). Dijelaskan juga dalam kitab ini bahwa riddah ada tiga jenis, yaitu

murtad dengan keyakinan (i„tiqâd), murtad dengan lisan, dan murtad dengan

perbuatan. Contoh murtad dari segi i„tiqâd, misalnya, ragu-ragu terhadap wujud

Allah, atau ragu terhadap kenabian Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, atau

ragu terhadap Al-Qur‘an, atau ragu terhadap Hari Akhir, surga, neraka, pahala,

siksa, dan sejenisnya.

Ulama India Syaikh Abu Hasan Ali An-Nadwi pernah menyebutkan

bahwa tantangan terbesar yang dihadapi umat Islam saat ini, sepeninggal

ii | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam adalah tantangan yang diakibatkan oleh

serangan-serangan pemikiran yang datang dari peradaban Barat. Sebab,

tantangan ini sudah menyangkut aspek yang sangat mendasar dalam pandangan

Islam, yaitu masalah iman dan kemurtadan. Menurut An-Nadwi, serangan

modernisme peradaban Barat ke dunia Islam merupakan ancaman terbesar

dalam bidang pemikiran dan keimanan. Dia mengungkapkan: “Di saat sekarang

ini selama beberapa waktu dunia Islam telah dihadapkan pada ancaman kemurtadan yang

menyelimuti bayang-bayang di atasnya dari ujung ke ujung. Inilah kemurtadan yang telah

melanda Muslim Timur pada masa dominasi politik Barat, dan telah menimbulkan

tantangan yang paling serius terhadap Islam sejak masa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam.”

Saat ini, di era globalisasi, harusnya kaum Muslim sadar, bahwa setiap saat

keimanan mereka sedang dalam kondisi diperangi habis-habisan oleh nilai-nilai

sekular-liberal yang dapat mengikis dan menghancurkan pemikiran Islam dan

keimanan mereka. Globalisasi, misalnya, bukan hanya melahirkan penjajahan

ekonomi tetapi juga penjajahan pemikiran dan budaya.

Akhirnya, materi buku ini memang dirancang untuk memberikan

wawasan yang mendasar tentang wawasan Islam. Diharapkan umat Islam akan

memiliki kerangka (framework) pemikiran Islam yang kokoh, sehingga mampu

menilai dan menyaring berbagai bentuk pemikiran yang dinilai menyimpang dari

ajaran Islam. Dengan kata lain, diharapkan, setelah menerima materi buku ini,

seseorang tidak lagi terombang-ambing dalam pemikiran keagamaan, melainkan

makin bersemangat dalam mendalami keilmuwan Islam lebih jauh lagi,dan lebih

penting lagi ia semakin terdorong untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah

Subhanahu wa Ta'ala.

Bogor, 13 Oktober 2012

Dr. Akhmad Alim & Dr. Adian Husaini

iii | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

DAFTAR ISI

Daftar Isi ......................................................................................................... iii

Bab I Hakikat Islam Dan Karakteristiknya .................................................... 1

Bab II Konsep Wahyu Dan Nabi Dalam Islam ............................................ 34

Bab III Islam Dan Peradaban ........................................................................ 58

Bab IV Tantangan Peradaban Barat ............................................................. 73

Bab V Masalah Orientalisme ........................................................................ 80

Bab VI Pluralisme Agama ............................................................................. 87

Bab VII Masalah Kristenisasi ....................................................................... 96

Bab VIII The Clash Of Cilvization .............................................................. 106

Bab IX Pengaruh Ateisme Terhadap Pikiran Umatislam ............................ 124

Bab X Liberalisasi Islam ............................................................................. 136

Bab XI Paham Kesetaraan Gender .............................................................. 147

Bab XII Kritik Terhadap Hermeneutika ..................................................... 155

Bab XIII Neoliberalisme Dan Kapitalisme ................................................. 168

Daftar Pustaka .............................................................................................. 176

Riwayat Hidup Penulis ................................................................................. 184

1 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

BAB I

HAKIKAT ISLAM DAN KARAKTERISTIKNYA

A. Hakikat Islam

Hakikat Islam adalah bertauhid, yakni tunduk patuh kepada Allah dan

menjauhkan diri dari segala bentuk kesyirikan. Hal itu sebagaimana digambarkan

dalam ayat berikut ini,

أض زب ي ت يسب ايعايني إ٢ذ قا أض قا

“(Ingatlah) ketika Rabb-nya berfirman kepadanya (Ibrahim), „Berserahdirilah!‟ Dia

menjawab: „Aku berserah diri kepada Rabb seluruh alam.‟” (QS. Al-Baqarah: 131)

Hakikat Islam tersebut dapat dijabarkan dalam lima pilar yang terdapat

dalam hadist berikut ini,

اهلل : ضعت زض ا قا اهلل ع ٤اب زض ٢ ايد س ب ٢ ع ٢ عبد اهلل ب أب عبد ايسذ ص٢ ع

اإل٢ضال ع٢ خ : ب إ٢قا اهلل ض ك اهلل دا زض ر أ إ٢ال٤ اهلل ال إ٢ي ظ٣: غاد٠ أ

. ص زطا ذخ ايبت إ٢تا٤ ايصنا٠ ايصال٠

―Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Khattab Radhiyallahu

'anhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

bersabda: Islam dibangun di atas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Ilah yang

berhak disembah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah,

menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa

Ramadhan.‖ (HR.Tirmidzi dan Muslim)

Adapun tingkatan Islam, sebagaimana dijelaskan secara tuntas dalam

hadist yag diriwayatkan oleh Umar bin Khattab berikut ini,

2 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

ض٤ ٢ اهلل ص٢٤ اهلل ع ع عد زض ج ا ر : ب أطا قا اهلل ع س زض ع ذا ع

اد ايػعس٢، ال س٣ ع أثس ايط غدد باض٢ ايثاب غدد ض ٣ إ٢ذ طع عا زج ال عس٢ؾ ؿس٢،

ضع نؿ٤ ص٢ اهلل ع ض ؾأضد زنبت إ٢ي٢ زنبت ع٢ ا أذد، ذت٢ جظ إ٢ي٢ ايب

اهلل ص٢ اهلل ع زض ٢ اإل٢ضال٢، ؾكا د أخبس ع : ا ر قا ؾدر ض: اإل٢ضال أ

تص ايصنا٠ تؤت ايصال٠ تك اهلل دا زض ر أ إ٢ال٤ اهلل ال إ٢ي ترخ تػد أ زطا

ط : صدقت، ؾعحبا ي عت إ٢ي ضبال قا ٢ اضت ٢ ايبت إ٢ ا ٢ اإل٢ : ؾأخبس ع ، قا صدق أي

غس بايكدز٢ خس٢ تؤ ٢ اآلخس٢ اي زض نتب ال٥هت باهلل تؤ : أ صدقت، قا . قا

: أ ٢، قا ٢ اإل٢ذطا ؾأخبس ع : ؾأخبس قا ساى. قا تسا ؾإ٢ ته ي تعبد اهلل نأو تسا ؾإ٢

أ ا، قا ازات أ ؾأخبس ع ٢. قا ايطا٥ عا بأع طؤ : ا اي ٢ ايطاع١، قا تد اأ١ ع

ل ؾبثتزبت ا ٢، ث ؾ ايبا ي ا تس٣ ايرؿا٠ ايعسا٠ ايعاي١ ز٢عا٤ ايػا٤ ت أ : ا قا ا، ث

أت جبس٢ ؾإ٢ . قا أع ي زض ٢ ؟ قت: اهلل ٢ ايطا٥ س أتدز٢ .ا ع ده ه ع ـان

―Dari Umar Radhiyallahu 'anhu juga dia berkata: Ketika kami duduk-duduk

disisi Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam suatu hari tiba-tiba datanglah

seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat

hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada

seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk

dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya

(Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam) seraya berkata: ―Ya Muhammad,

beritahukan aku tentang Islam?‖, maka bersabdalah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi

wa Sallam: ―Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang

disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah,

engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji

jika mampu‖, kemudian dia berkata: ―anda benar‖. Kami semua heran, dia yang

bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: ―Beritahukan

aku tentang Iman‖. Lalu beliau bersabda: ―Engkau beriman kepada Allah,

3 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan

engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk‖, kemudian dia

berkata: ―anda benar―. Kemudian dia berkata lagi: ―Beritahukan aku tentang

ihsan‖. Lalu beliau bersabda: ―Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah

seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat

engkau‖. Kemudian dia berkata: ―Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan

kejadiannya)‖. Beliau bersabda: ―Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang

bertanya‖. Dia berkata:―Beritahukan aku tentang tanda-tandanya‖, beliau

bersabda:―Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat

seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba,

(kemudian)berlomba-lomba meninggikan bangunannya‖, kemudian orang itu

berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya:

―Tahukah engkau siapa yang bertanya?‖. aku berkata: ―Allah dan Rasul-Nya

lebih mengetahui.‖ Beliau bersabda: ―Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian

(bermaksud) mengajarkan agama kalian.‖ (HR. Muslim)

Hadist di atas secara rinci menjelaskan tentang tingkatan-tingkatan

keIslaman seseorang yang terdiridari dari tiga tingkatan, sebagaimana berikut ini,

Tingkatan Pertama: Islam, yang memiliki lima rukun, yaitu: 1) Bersaksi

bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah,

dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam adalah utusan

Allah. 2) Menegakkan shalat. 3)Membayar zakat. 4) Puasa di bulan Ramadhan. 5)

Menunaikan haji ke Baitullah bagi yang mampu.

Tingkatan Kedua: Iman yang memiliki enam tigkatan, yaitu: 1) Iman

kepada Allah. 2) Iman kepada Malaikat-Malaikat-Nya. 3) Iman kepada Kitab-

Kitab-Nya. 4) Iman kepada Rasul-Rasul-Nya. 5) Iman kepada hari Akhir. 6)

Iman kepada takdir yang baik dan buruk.

Tingkatan Ketiga: Ihsan yangmemiliki satu rukun yaitu engkau beribadah

kepada Allah Azza wa Jalla seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak

melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.

Berkaitan dengan rincian hadits di atas imam Bukhari mentatakan: fa‟jaala

dzalika kullahu dinan; beliu (nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam) menjadikan semua

itu menjadi agama. Maksudnya, agama itu adalah iman(aqidah), islam(syari‘ah),

dan ihsan(akhlaq).1

1 Buhari,Shahih Al-Buhari, Kitab Al-Iman, no.50

4 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Secara lebih sederhana, bisa ditegaskan bahwa iman orientasinya

keyakinan atau aqidah, Islam orientasinya pengalaman ibadahatau syari‘at,

sedangkan ihsan orientasinya manajemen diri atau akhlak. Oleh karenanya, jika

hanya percaya adanya Allah (iman) tapi tidak mau mengikuti syari‘at Nabi

(Islam) sebagimana halnya musyrikin jahiliyah, maka itu tidak bisa disebut

beragama Islam. Atau, dengan hanya mengikuti syari‘at Nabi (Islam) tanpa

menyakininya (iman) seperti halnya orang munafiq, itupun tidak beragama

Islam. Demikian juga, jika hanya percaya dan beribadah(iman dan Islam),tetapi

tidak berakhlak mulia (ihsan) tidak dapat dikatagorikan beragama Islam yang

benar. Yang dua pertama (tidak iman-Islam) dikatagorikan kafir, sementara yang

terakhir (tidak ihsan) dikatagorikan fasiq, tidak sampai kafir. Islam sebagai agama

dengan demikain harus mencakup iman ,Islam, dan ihsan.2

B. Keutamaan Islam dan Karakteristiknya

1. Keutamaan Islam

Islam adalah agama yang memiliki banyak keutamaan yang agung yang

telah disebutkan dalam Al-Qur‘an dan Sunah. Di antara keutamaan itu adalah

sebagaimana berikut ini:3

Islam menghapus seluruh dosa dan kesalahan bagi orang kafir yang

masuk Islam. Dalilnya adalah firman Allah Azza wa Jalla:

نؿسا إ٢ تا ينيق ي٤ر إ٢ عدا ؾكد طت ضت ايأ ـ ػؿس ي ا قد ض

“Katakanlah kepada orang-orang kafir itu, (Abu Sufyan dan kawan-kawannya)

„Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa

mereka yang telah lalu; dan jika mereka kembali lagi (memerangi Nabi), sungguh akan

berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang terdahulu (dibinasakan).”

(QS. Al-Anfaal: 38)

‗Amr bin al-‗Ash Radhiyallahu 'anhu yang menceritakan kisahnya ketika

masuk Islam, Ia berkata,

2 Nashruddin Syarif, Menangkal Virus Islam Liberal, Bandung: Persispers,2011, hlm.121 3 Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih,Bogor:

Pustaka At-Taqwa.

5 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

ؾكت: ابطط ض ع ص٢ اي اهلل اإل٢ضال ؾ٢ قب أتت ايب ا جع و ؾـألباعو. ؾ

أغ قت: أزد أ س ؟(( قا ))ا يو ا ع ؾكبطت د٣ قا . قا ؾبطط تس٢ط قا

؟ قب اإل٢ضال د ا نا ت أ ا ع ))أ ػؿسي٢. قا اذا ؟(( قت: أ اي٢حس٠ ))تػتس٢ط ب أ

؟ قب ايرخ د ا نا أ قبا؟ تد انا

―Ketika Allah menjadikan Islam dalam hatiku, aku mendatangi Nabi

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, dan aku berkata, ‗Bentangkanlah tanganmu, aku akan

berbai‘at kepadamu.‘ Maka Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam membentangkan

tangan kanannya. Dia (‗Amr bin al-‗Ash Radhiyallahu 'anhu) berkata, ‗Maka aku

tahan tanganku (tidak menjabat tangan Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam).‘ Maka

Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya, ‗Ada apa wahai ‗Amr?‘ Dia berkata,

‗Aku ingin meminta syarat!‘ Maka, Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya,

‗Apakah syaratmu?‘ Maka aku berkata, ‗Agar aku diampuni.‘ Maka Nabi

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam berkata, ‗Apakah engkau belum tahu bahwa

sesungguhnya Islam itu menghapus dosa-dosa yang dilakukan sebelumnya,

hijrah itu menghapus dosa-dosa sebelumnya, dan haji itu menghapus dosa-dosa

sebelumnya?‘‖ (HR.Muslim)

Apabila seseorang masuk Islam kemudian baik keIslamannya, maka ia

tidak disiksa atas perbuatannya pada waktu dia masih kafir, bahkan Allah Azza

wa Jalla akan melipatgandakan pahala amal-amal kebaikan yang pernah

dilakukannya. Dalam sebuah hadits dinyatakan:

إ٢ أذدن : إ٢ذا أذط ض ع اهلل ص٢ اي زض قا اهلل ع سس٠ زض أب ع ضال

ا إ٢ي٢ ا تهتب بعػس٢ أثاي ذط١ ع ا تهتب بثا ذت٢ ؾه ض١٦ ع ن ـ. ضبعا١٥ ضع

.ك٢ اهلل

―Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

bersabda: ―Jika baik keIslaman seseorang di antara kalian, maka setiap kebaikan

yang dilakukannya akan ditulis sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat.

Adapun keburukan yang dilakukannya akan ditulis satu kali sampai ia bertemu

Allah.‖ (HR.Muslim)

6 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Islam tetap menghimpun amal kebaikan yang pernah dilakukan

seseorang baik ketika masih kafir maupun ketika sudah Islam.

ا اهلل، أزأت أغا٤ نت أترث ب قت: ا زض قا اهلل ع ٢ ذصا٣ زض ٢ ب ذه ؾ ع

ص٢ اي ايب أجس٣؟ ؾكا ا ؾ ٣ ، ؾ عتاق١ أ ص١ زذ صدق١ أ ١ : ايحا ض ع

خس٣ ـ ت ع٢ ا ض .أض

―Dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, ―Wahai Rasulullah,

apakah engkau memandang perbuatan-perbuatan baik yang aku lakukan sewaktu

masa Jahiliyyah seperti shadaqah, membebaskan budak atau silaturahmi tetap

mendapat pahala?‖ Maka Nabi Saw halallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, ―Engkau

telah masuk Islam beserta semua kebaikanmu yang dahulu.‖ (HR.Buhari)

Islam sebagai sebab terhindarnya seseorang dari siksa Neraka.

أظ٣ زض ع س٢ض ؾأتا ايب ؾ ض ع ص٢ اي دد ايب غال د نا قا اهلل ع

(( ؾعس إ٢ي٢ أب : ))أض ي عد، ؾكعد عد زأض ؾكا ض ع : ص٢ اي ي عد ؾكا

ض ع ص٢ اي ؾدسد ايب ؾأض ض ع ٢ ص٢ اي د هلل أطع أبا ايكاض : اير ك

اياز٢ اي٤ر أكر

―Dari Anas Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, ―Ada seorang anak Yahudi

yang selalu membantu Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, kemudian ia sakit. Maka,

Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam datang menengoknya, lalu duduk di dekat

kepalanya, seraya mengatakan, ‗Masuk Islam-lah!‘ Maka anak Yahudi itu melihat

ke arah ayahnya yang berada di sampingnya, maka ayahnya berkata, ‗Taatilah

Abul Qasim (Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam).‘ Maka anak itu akhirnya masuk

Islam. Kemudian Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam keluar seraya mengatakan,

‗Segala puji hanya milik Allah yang telah menyelamatkannya dari siksa Neraka.‘‖

(HR.Buhari)

Dalam hadits lain yang berasal dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu

'anhu, Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

7 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

ا إ٢ ٠١ ايح١ إ٢ال٤ ؿظ ط الدخ ٢ ايؿاجس٢إ٢ بايسج را ايد .هلل يؤد

―Sesungguhnya tidak akan masuk Surga melainkan jiwa muslim dan

sesungguhnya Allah menolong agama ini dengan orang-orang fajir.‖ (HR.

Bukhari)

Kemenangan, kesuksesan dan kemuliaan terdapat dalam Islam.

أ : قد أؾح قا ض ع اهلل ص٢ اي زض س٢ ب ايعاصأ ٢ ع عبد اهلل ب زش٢م ع ، ض

ا آتا اهلل ب قع .نؿاؾا،

Dari Shahabat ‗Abdullah bin ‗Amr bin al-‗Ash Radhiyallahu 'anhu,

bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, ―Sungguh telah

beruntung orang yang masuk Islam, dan diberi rizki yang cukup dan Allah

memberikan sifat qana‘ah (merasa cukup) atas rizki yang ia terima.‖

(HR.Muslim)

Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu berkata,

حن ق أعصا اهلل باإلضال ؾإ إبتػا ايعص٠ يف غري٠ أذيا اهلل

―Kami adalah suatu kaum yang telah dimuliakan oleh Allah Azza wa Jalla

dengan Islam, maka bila kami mencari kemuliaan dengan selain cara-cara Islam

maka Allah akan menghinakan kami.‖ 4

Kebaikan seluruhnya terdapat dalam Islam. Tidak ada kebaikan baik di

kalangan orang Arab maupun non Arab, melainkan dengan Islam. Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

خسا، أ ٢ أزاد اهلل ب٢ ايعح ايعسب ٢ بت ا أ أ تكع ايؿت اإل٢ضال، ث ع٢ ا دخ نأ

.ايع٥

―Setiap penghuni rumah baik dari kalangan orang Arab atau orang Ajam

(non Arab), jika Allah menghendaki kepada mereka kebaikan, maka Allah

4 Riwayat al-Hakim dalam al-Mustadrak, ia berkata shahih dan disetujui oleh adz-Dzahabi dari Thariq bin

Syihab rahimahullah.

8 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

berikan hidayah kepada mereka untuk masuk ke dalam Islam, kemudian akan

terjadi fitnah-fitnah seolah-olah seperti naungan awan.‖ (HR. Ahmad)

Islam membuahkan berbagai macam kebaikan dan keberkahan di dunia

dan akhirat. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

اهلل ال ع إ٢ ع أا ايهاؾس ؾ ا ؾ اآلخس٠. حص٣ ب ا ؾ ايدا ٢ ب ؤا ذط١، ع

ذط٠١ حص٣ ي ه ا ي٤ ؾ ايدا، ذت٢ إ٢ذا أؾط٢ إ٢ي٢ اآلخس٠ ي ب ابرطا ا ع .ب

―Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menzhalimi satu kebaikan pun

dari seorang mukmin, diberi dengannya di dunia dan dibalas dengannya di

akhirat. Adapun orang kafir diberi makan dengan kebaikan yang dilakukannya

karena Allah di dunia sehingga jika tiba akhirat, kebaikannya tersebut tidak akan

dibalas.‖ (HR. Muslim)

Suatu amal shalih yang sedikit dapat menjadi amal shalih yang banyak

dengan sebab Islam yang shahih, yaitu tauhid dan ikhlas. Beramal sedikit saja

namun diberikan ganjaran dengan pahala yang melimpah. Dalam sebuah hadits

dinyatakan:

كع بايردد زج ض ع ص٢ اي : أت٢ ايب ك اهلل ع ٢ ايبسا٤ زض : ع ؾكا

ق ث ، ؾأض قات ث أض ؟ قا أض أ اهلل أقات اهلل ص٢ ا زض زض ، ؾكا ؾكت ات

أجس نثسا قال : ع ض ع .اي

Dari al-Bara‘ Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, ―Seorang laki-laki yang

memakai pakaian besi mendatangi Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam kemudian ia

bertanya, ‗Wahai Rasulullah, apakah aku boleh ikut perang ataukah aku masuk

Islam terlebih dahulu?‘ Maka, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab,

‗Masuk Islamlah terlebih dahulu, baru kemudian ikut berperang.‘ Maka, laki-laki

tersebut masuk Islam lalu ikut berperang dan akhirnya terbunuh (dalam

peperangan). Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pun bersabda: ‗Laki-laki

tersebut beramal sedikit namun diganjar sangat banyak.‘‖ (HR. Bukhari)

9 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Islam mendatangkan cahaya bagi penganutnya di dunia dan akhirat.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

ع٢ صدز يإ٢ضا٢ ؾ غسح اي٤ زب ز٣ أؾ ذنس٢اي٤ قب يكاض١ ؾ

٣ ؾ ٥و أ بني٣ ضا

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima)

agama Islam lalu dia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang membatu

hatinya)? Maka, celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah.

Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Az-Zumar: 22)

Islam menyuruh kepada setiap kebaikan dan melarang dari setiap

keburukan. Tiada satu pun kebaikan, baik yang kecil maupun yang besar,

melainkan Islam telah membimbingnya dan menunjukinya, sebaliknya tidak ada

satu pun keburukan melainkan Islam telah memperingatkan dan melarangnya.

٤ غ صيا عو ايهتاب تباا يه

“Dan Kami turunkan kepadamu al-kitab untk menjelaskan segala sesuatu.”

(QS.Al-Nahl: 89)

أ ري بحاذ إ٢ي٤ا أ يا طا٥س٣ داب١ ؾ ايأزض٢ ا ا ؾسطا ؾ ايهتاب ثايه

إ٢ي٢ ٤ث غ رػس زب٢

“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang

dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan

sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (QS. Al-

An'am: 38)

2. Karakteristik Islam

Islam memiliki banyak karakteristik yang mendasar, yang menjadi pilar

keagungan Islam sebagai agama samawi yang diridhai. Karakteristik tersebut,

diantaranya sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Yusuf Qardhawi ada tujuh yaitu

rabbaniyah (ketuhanan), insaniah (kemanusiaan), syumuliyah (universal), wasatiyyah

(keseimbangan), waqi‟iyyah (realistik), wudhuh (jelas), menyatukan antara tathawwur

10 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

(transformatif) dan tsabat (konsisten).5 Sementara menurut Dr. Abdul Aziz Ibn

Muhammad Ibn Ibrahim Al-Awid ada tiga belas karakteristik Islam, yaitu al-din

ar-rabbani (agama yang berketuhanan), al-din al-haq (agama yng benar), al-din al-

wadhih (agama yang jelas), dinul fitrah (agama yang sesuai fitrah), din al-aql (agama

yang sesuai akal sehat), al-din al-ma‟shum (agama yang terjaga), din al-rahmah

(agama kasih sayang), al-din al-wasath (agama yang seimbang), din al-mashalih

(agama untuk kemaslahatan), din al-yusr wa al-samahah (agama yang memberikan

kemudahan-kemudahan), din al-adl (agama keadilan), din al-akhlak (agama

akhlak).6 Dari karakteristik tersebut, hanya akan dijelaskan sebagian saja

sebagaimana dalam uraian berikut ini.

1. Islam sebagai agama yang benar (din al-haq)

Islam adalah agama yang sempurna, yang diturunkan di muka bumi ini.

Dengannya Allah memerintahkan kepada manusia agar menjadikannya sebagai

pedoman hidup (way of life), supaya terwujud kebahagian di dunia dan akhirat.7

ت يٱ ت عه أمتت ده يه أن زضت ع ٱ يه دا إل٢ض

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-

cukupkan kepadamu nikmat Ku, dan telah Ku-ridhai islam itu jadi agama bagimu.‖ (QS.

Al-Ma'idah: 3)

Kesempurnaan Islam tersebut sebagai bukti bahwa Islam adalah agama

wahyu yangbenar dan telah diridhai oleh Allah Jalla wa 'alaa, sebagaimana yang

Allah Ta'ala firmankan dalam kitab-Nya:

ٱإ٢ ي٤ اإلضالٱ عد يد

―Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” ( QS. al-

Imran: 19)

Sebagai agama yang diridhai, Islam mendakwahkan kepada seluruh alam

agar berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya dengan

taat dan berlepas diri dari segala perbuatan syirik.

5 Lihat Yusuf al-Qardhawi, Karakteristik Islam: Kajian Analitik (terjemahan), Surabaya: Risalah Gusti,

1995. 6 Lihat Abdul Aziz Ibn Muhammad Al-Awid, Al-Islam Al-Din Al-Adzim, Riyadh: Al-Maktab Al-Taawuni Li

Adda’wah wa All-Irsyad,1432 7 Abdul Aziz Ibn Muhammad Al-Awid, Al-Islam Al-Din Al-Adzim, Riyadh: Al-Maktab Al-Taawuni Li

Adda’wah wa All-Irsyad,1432,hlm.11

11 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

ايداضس٢ ؾ اآلخس٠ كب بتؼ٢ غس اإلضال٢ دا ؾ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan

diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang rugi.”

(QS. Ali Imron: 85)

Dari Abu Hurairahdari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, bahwasanya

beliau bersabda:

ث ال صسا د ر اأ١ ع ب أذد د بد ال ط اي٤ر ؿظ ر ي

أصراب اياز٢ باي٤ر أزضت ب إ٢ال٤ نا ؤ

―Demi yang jiwa Muhammad ada di Tangan Nya, tidaklah seseorang dari

umat ini baik Yahudi atau Nashroni yang mendengar tentang aku, kemudian ia

mati sementara dirinya tidak beriman dengan risalah yang aku bawa, maka ia

termasuk penghuni neraka.‖ (HR. Muslim)

2. Islam sebagai agama rabbaniyah

Rabbaniyah berasal dari kata Rabb (Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha

Pencipta dan Pemelihara). Kata ini terulang sebanyak 3 kali dalam Al-Qur`ān,

yaitu QS. al-Maidah ayat 44 & 63, QS. Ali `Imran ayat 79. Rabbaniyah dalam

tiga ayat tersebut dimaksudkan untuk penisbatan sesuatu yang bersumber dari

Allah yang berupawahyu. Islam sebagai agama rabbaniyah berarti Islam selalu

berorientasi kepada wahyu Allah dalam segala hal, baik duniawi maupun

ukhrawi.

٢ اي باي٤ تؤ نت ٢ إ٢ ايسض ٤ ؾسد إ٢ي٢ اي٤ ؾ غ تاشعت ؾإ٢

٢ا ذ ايآخس٢ أذطتأ يهدس

“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia

kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada

Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnya” (QS. Al-Nisâ: 59)

12 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

زبو يا ؤ ا ؾا ذسجا يا حدا ؾ أؿط٢ ث ا غحس ب ى ؾ ذت٢ ره

ا تطا ط قطت

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka

menjadikan engkau hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka

tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang engkau berikan,

dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. Al-Nisaa’: 65)

Dua ayat di atas secara tegas memerintahkan kepada kita agar senantiasa

kembali kepada Al-Qur‘an dan As-Sunah dalam menangani segala urusan, baik

yang sifatnya duniawi maupun ukhrawi. Hal itu menunjukkan bahwa Islam

selalu berorientasi kepada wahyu dan inilah yang dimaksud karakter rabbaniyah

yang melekat pada agama Islam.

Rabbaniyah meliputi dua hal, yaitu Rabbaniyah Al-Masdar dan Rabbaniyah Al-

Ghayah.

Rabbaniyah Al-Masdar: (Rabbaniyah dalam sumber ajaran). Maksudnya

adalah sumber teologi Islam adalah wahyu, bukan produk budaya, bukan pula

rekayasa manusia, Ia tidak bersumber dari ilmu-ilmu dari Timur dan

pengetahuan dari Barat. Tapi sesungguhnya ia adalah mukjizat yang bersumber

langsung dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah berfirman,

زا با أصيا إ٢يه زبه ا بس ا اياع قد جا٤ن ا أ

―Wahai manusia,sunguh telah dating kepada kalian wahyu dri Rabb kalian, dan

kami telah menurunkan pada kalian cahaya yang terang.‖ (QS. An-Nisa: 174)

إ٢ يراؾع إ٢ا ي صيا ايرنس ا ر

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Qur‟an dan pasti Kami (pula) yang

memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)

ذ٢ ذ إ٢ال ٣ إ٢ ٢ اي ل ع ا

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya

itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan.” (QS.An-Najm: 04)

13 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

ا: نتاب اهلل ب٢ طهت ا ا ت تط٥ ٢ ي أس يتسنت ؾه ض١ زض

―Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat

selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.‖

(HR. Baihaqi)

Rabbaniyah Al-Ghayah: (Rabbaniyah dalam tujuan). Maksudnya, tujuan

semua ibadah dalam Islam hanya untuk mencari ridha Allah Subhanahu wa Ta'ala,

bukan karena kepentingan selain Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hal itu sebagaimana

dijelaskan dalam Al-Qur‘an dan As-Sunah sebagai berikut:

ع سجا يكآ٤ زب ؾع نا الػس٢ى بعباد٠ زب أذداؾ ال صايرا

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah dia

mengerjakan amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun dengan Rabb-

nya.” (QS. Al Kahfi: 110)

ا أسا إ٢ي٤ ذيو د ؤتا ايصنا٠ ا ايصا٠ ك ذؿا٤ ايد دصني ي ا يعبدا اي٤

١ ايك

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan

memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

ق ايد دصا ي أعبد اي إ٢ أس أ

“Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan

memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.” (QS. Al-Zumar: 11)

١ ا يأذد عد ع ج زب ايأع٢ تحص٣ إي٤ا ابتػا٤

14 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

“Padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus

dibalasnya, Tetapi (Dia memberikan itu semata-mata) Karena mencari keridhaan Tuhannya

yang Maha Tinggi.” (QS. Al-Lail: 19–20)

يا غهزاإ جصا٤ ج اي٤ يا س٢د ه ي ه ع ا

“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan

keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan)

terima kasih.” (QS. Al-Insan: 9)

ا ي س٢د ذسث ايدا ؤت ا نا ؾ ذسث س٢د ذسث ايآخس٠ ص٢د ي ؾ نا

ايآخس٠ صب

“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah

keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami

berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu

bahagianpun di akhirat.” (QS. Asy-Syuuraa: 20)

أ ف إ٢ي٢ ش٢تا س٢د ايرا٠ ايدا نا أي٦و اي٤ر ؾا ال بدط ؾا اي ع

ا ناا ع باط ذبط ا صعا ؾا ؾ اآلخس٠ إ٢ال اياز يظ ي

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami

berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di

dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat,

kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu.” (QS. Hud: 15-16)

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

ج ب ابتػ خايصا ي ٢ إ٢ال٤ ا نا ايع اهلل ال كب إ٢

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima amal perbuatan, kecuali yang

ikhlas dan dimaksudkan (dengan amal perbuatan itu) mencari wajah Allah.” (HR.

Nasa’i)

15 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Dari Amirul Mu‘minin, Abi Hafs Umar Khattab, dia berkata: Saya

mendengar Rasulullah bersabda:

زضي إ٢ي٢ اهلل نات حست ٣. ؾ اس٢ئ٣ ا ا يه إ٢ بايا ا ا اأع إ٢ ؾ٢حست

زض اجس إ٢يإ٢ي٢ اهلل إ٢ي٢ ا اسأ٠ هرا ؾ٢حست يدا صبا أ نات حست ي،

―Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya

setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang

hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka

hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya

karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya

maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.‖ (HR.Muslim)

Di dalam Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah, sesungguhnya

Rasulallah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, Allah berfirman (hadits qudsi):

غسن ال أغسى ؾ ع غس٢ تسنت ع ٢ ايػسى, ع أا أغ٢ ايػسنا٤ ع

―Aku tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa yang melakukan suatu amal

ibadah yang ia menyekutukan selain-ku bersama-Ku, niscaya Aku

meninggalkannya dan sekutunya.‖ (HR.Muslim)

3. Islam sebagai agama yang berimbang (wasatiyah)

Islam merupakan agama yang memiliki konsep wasatiyah, yakni selalu

berada pada jalan tengah diantaradua jalan ekstrim, tidak tasaddud (memperberat

diri) dan tidak pula tasahhul (meringankan diri),tidak berlebih-lebihan (israf),

tidak pula melampaui batas (ghuluw), sehingga tercapaisikap adil dan lurus, yang

akan menjadi saksi atas seluruh manusia.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

غ٢دا عه ايسض ه ا غدا٤ ع٢ اياع٢ ا يته ض أ١ نريو جعان

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil

dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul

(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. Al-Baqarah: 143)

16 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Dalam menafsiri ayat ini, Ibn Katsir berkata bahwayang dimaksud dengan

“ummatan wasatha” pada ayat tersebut adalah umat pilihan (akhyar) dan umat

terbaik (ajwad), karena karakter wasatiyah yang melekat pada umat ini.8

Wasatiyah dalam Islam dapat dilihat dari konsep beribadah di dalamnya.

Islam mengajarkan umatnya agar senantiasa berada pada sikap pertengahan,

yakni tidak ghuluw (berlebih-lebihan), tidak pula tasahhul (meringankan diri).

Karena sikap ghuluw akan menjadikan pelakunya pada kerusakan, sementara

sikap tasahhul akan membawa pelakunya pada kemalasan.

Adapun hadits-hadits yang menjelaskan dalam masalah ini, diantaranya

adalah hadits dari Abdullah bin Mas‘ud, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

bersabda:

ع ت ا ثالثا-و اي قاي

“Benar-benar binasa orang-orang yang bersikap tanaththu‟.” Beliau mengulangi

pernyataan ini sebanyak tiga kali.” (HR. Muslim)

Yang dimaksud orang-orang yang bersikap tanaththu‟ dalam hadist tersebut

adalah mereka yang berlebih-lebihan, bersikap ghuluw, dan melampaui batas dari

yang telah ditentukan. Baik di dalam ucapan ataupun perbuatan. Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah meluruskan tiga orang laki-laki yang berlebih-

lebihan dalam masalah ibadah, orang pertama berkata:―Aku akan puasa terus

menerus dan tidak akan berbuka.‖ Yang kedua berkata: ―Aku akan shalat

malam, tidak akan tidur.‖ Dan orang ketiga berkata: ―Aku tak akan menikah

dengan wanita.‖ Ketiganya menyangka bahwa berpuasa terus menerus, tidak

menikah dan tidak tidur di malam hari untuk mengerjakan shalat akan

mendatangkan maslahat bagi mereka, namun hal ini ditolak oleh Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melalui hadits beliau:

اهلل إ٢ ا نرا، أ نرا قت اير أص أت س أؾ يه أص ي أتكان ي يأخػان

ضت ؾظ زغب ع د ايطا٤، ؾ أتص أزقد

8 Ibn Katsir,Tafsir Ibn Katsir, Vol.1,hlm.455

17 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

―Kalian yang berkata demikian dan demikian, ketahuilah aku adalah orang

yang paling takut di antara kalian kepada Allah dan paling bertakwa. Akan tetapi

aku shalat malam dan tidur, aku berpuasa serta berbuka, dan aku menikahi

wanita. Barangsiapa yang membenci sunnahku maka, maka ia tidak termasuk

golonganku.‖ (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

أذد إ٢ال غب ػاد ايد ي طس ايد إ٢

―Sesungguhnya agama Islam ini mudah. Tidak ada seorang pun yang

memberat-beratkan dirinya dalam beragama melainkan dia tidak mampu

menjalankannya.‖ (HR. Al-Bukhari)

Hadist tersebut secara tegas menerangkan bahwa sikap berlebih-lebihan

dalam Ibadahakan mengantarkan pelakunya kepada kejenuhan. Tidak hanya

itu,berlebih-lebihan (ghuluw) juga merupakan penyebab rusaknya umat

terdahulu. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

٢إ٢ا ٢ ؾ ايد بايػ قبه نا و ا ٢ ؾإ٢ ؾ ايد ايػ ن

―Waspadalah dan berhati-hatilah kalian dari sikap ghuluw dalam

beragama. Karena sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kalian

disebabkan ghuluw yang mereka perbuat di dalam beragama.‖ (HR. Ibnu

Hibban)

بكا ضتحد ع٢ أؿط٢ بتػدد قبه و ا ؾإ٢ ال تػددا ع٢ أؿطه ا

ايدازا اع٢ ؾ ايص

―Janganlah kalian memberat-beratkan diri kalian. Karena sesungguhnya

kehancuran orang-orang sebelum kalian hanyalah disebabkan mereka memberat-

beratkan diri. Dan kalian akan menemukan sisa-sisa mereka di dalam pertapaan

dan biara.‖ (HR. Bukhari)

Selain wasatiyah dalam beribadah,Islam juga menyerukan wasatiyah dalam

segala hal, termasuk semua aspek penunjang ibadah, seperti mengkonsumsi

makanan, minuman, pakaian, dan lain sebagainya, seperti yang terdapat dalam

nash berikut ini,

18 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

طس٢ؾني يا رب اي يا تطس٢ؾا إ٢ اغسبا نا

―Makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya

Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan‖ (QS. Al-A’raf: 31)

١ ال ضسف نا اغسبا ايبطا تصدقا ، يف غري خم

―Makanlah, minumlah, berpakaianlah, bersedekahlah, tanpa berlebih-

lebihan.‖ (HR. Ahmad)

Nash di atas secara jelas menggambarkan konsep wasatiyah dalam Islam,

yang mana Islam melarang sikap hidup yang berlebih-lebihan dalam segala hal,

termasuk dalam masalah makan, minum, dan berpakaian. Kaidah ini menurut

Ibn Katsir mencakup seluruh kebaikan dalam Islam.9 Hal itu sebagaimana

firman Allah,

اا ذيو ق ب نا كتسا ي طس٢ؾا إ٢ذا أؿكا ي اير

“Dan orang-orang yang jika membelanjakan harta mereka tidak berlebih-lebihan

dan tidak pula kikir dan pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian” (QS.

Al-Furqon:67)

4. Islam sebagai agama yang komprehensip (Syumuliyah)

Islam merupakan agama yang komprehensip (syumuliyah) yang mencakup

seluruh aspek kehidupan umat manusia, mulai dari urusan individu, keluarga,

sosial kemasyarakatan sampai pada persoalan-persoalan berbangsa dan

bernegara, baik yang sifatnya duniawi, maupun ukhrawi.

٤ غ صيا عو ايهتاب تباا يه

“Dan Kami turunkan kepadamu al-kitab untuk menjelaskan segala sesuatu.”

(QS.Al-Nahl: 89)

أثايه ري بحاذ إ٢ي٤ا أ يا طا٥س٣ داب١ ؾ ايأزض٢ ا اؾسط ا ؾ ايهتاب

٤ إ٢ي٢ غ ث رػس زب٢

9 Ibn Katsir,Tafsir Ibn Katsir, Vol.III,hlm.407

19 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang

dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan

sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (QS. Al-

An'am: 38)

Kesempurnaan Islam ini ditandai dengan hal-hal berikut ini,

a) Syumuliyah li As-Tsaqalain (mencakup untuk jin dan manusia), artinya

risalah Islam ditujukan kepada bangsa jin dan manusia.

ا خ ايأظ إ٢ي٤ا يعبد كت ايح

“Tidak Aku ciptakan jin dan Manusia melainkan hanya untuk beribadah

kepada-Ku.” (QS. Adz –Dzariyat: 56 )

b) Syumuliyah az-zaman (sepanjang masa), yaitu Islam berlaku sepanjang

masa hingga hari kiamat.

جابس٢ ٢ ع ث ايأبا٤ ن ث : " ث قا ض٤ ع ص٢٤ اي٤ ٢ ايب ٢ عبد اي٤ ، ع ب

تعحب ا اياع دخ ضع يب١ ؾحع ا إي٤ا أن ا ٣ ب٢ دازا ؾأت زج : ا كي

ضع اي٤ب١ ج٦ت ؾ : ؾأا ض٤ ع اي٤ ص٢٤ اي٤ زض ضع اي٤ب١ ، قا يا ت ي دت

.ايأبا٤

Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'anhu dia berkata Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, perumparnaan diriku dan para

nabi seperti seorang yang membangun sebuah rumah. Dia

menyelesaikannya dan memperindahnya kecuali tersisa pemasangan

sebuah bata. Lalu orang yang masuk ke dalamnya dan melihatnya

berkata, 'Alangkah bagusnya rumah ini. Sayang bata ini belum

dipasang.' Akulah pemasang bata tersebut. Aku dijadikan penutup

bagi seluruh nabi.‖ (HR. Ahmad)

c) Syumuliyah al‑makan (semua tempat), yaitu risalah Islam tidak hanya

untuk masyarakat lokal seperti bahasa Arab saja, tetapi mencakup

seluruh alam.

20 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

١ يعايني ا أزضاى إ٢ال٤ زذ

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai

rahmat bagi alam semesta.” (QS. Al Anbiya: 107)

d) Syumuliyah al‑manhaj (pedoman hidup)

ي ايصايرا أ ع ني اي٤ر ؤ بػس اي أق د ي٤ت را ايكسآ أجسا نبريا إ٢

“Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih

lurus, dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yag beriman, yang

mengerjakan amal shaleh, bahwa bai mereka pahala yang besar.” (QS.Al-

Isra’: 9)

e) Syumuliyah al-Daraini (mencakup dunia dan akhirat)

ا إ٢يو ابتؼ٢ ؾ اي٤ ا أذط ن أذط ايدا ال تظ صبو ايداز اآلخس٠ آتاى اي٤

ؿطد ال رب اي اي٤ ال تبؼ٢ ايؿطاد ؾ اأزض٢ إ٢

“Dan carilah pada apa yg telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri

akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu di dunia dan berbuat

baikklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah

kamu berbuat kerusakan di muka bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yg berbuat kerusakan.‖ (QS. Al-Qashas: 77)

5. Islam sebagai agama fitrah

Islam adalah agama fitrah, karena Islam datang untuk menjaga dan

melindungi fitrahmanusia. Hal itu tampak jelas dari tujuan ditetapkannya syari‘at

Islam (maqasid al-syari‟ah) yaitu untuk mewujudkan kebaikan sekaligus

menghindarkan keburukan, atau menarik manfaat dan menolak mudharat, atau

dengan kata lain adalah untuk mencapai kemaslahatan, karena tujuan penetapan

hukum dalam Islam adalah untuk menciptakan kemaslahatan dalam rangka

memelihara tujuan-tujuan syara. Fitrah Islam tersebut sebagaimana dijelaskan

oleh Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya:

21 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

يدل٢ اي ذيو س اياع عا ال تبد س٠ اي ايت ؾ ٢ ذؿا ؾ جو يد ؾأق ايك ايد

أنثس اياع٢ ال ع يه

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah

Allah disebabkan. Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada

perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak

mengetahui.” (Ar-Ruum: 30)

Ayat di atas secara tegas menyandingkan antara fitrah dengan Islam. Itu

artinya fitrah merupakan salah satu karakter Islam yang asasi yang tak

terpisahkan antara keduanya. Karena fitrah pada asalnya diletakkan untuk makna

tauhid, yang mana tauhid ini merupakan inti ajaran Islam. Ibn Katsir berkata:

ايتطو بايػسع١ ايؿس٠ ايط١ ايد ايك املطتك

Berpegang teguh atas syariah dan fitrah yang selamat merupakan inti

agama yang lurus.10

Islam sebagai agama fitrah ini sesuai dengan fitrah bawaan lahir manusia.

Manusia pada fitrahnya adalah suci dan bertauhid, tidak membawa warisan dosa

dari ayah ibunya dan tidak pula bercampur dengan kesyirikan. Ibn Katsir

berkata,

Sesugguhnya Allah telah menjadikan fitrah manusia atas makrifat dan

tauhid, dan keaksian bahwa tiada tuhan selain Allah.11

Pendapat Ibn Katsir tersebut didasarkan atas firman Allah daam (QS. Al-

A`raf: 172), bahwa dalam azali Allah telah mengambil sumpah terhadap manusia

yang berbunyi “Bukankah Aku ini Tuhan kamu”; maka mereka menjawab: “Betul

(Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.”

10 Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, Dar Al-Thaibah,2002. 11 Ibid

22 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

أيطت بسبه ع٢ أؿط٢ أغد ذز٢ت ظز٢ ب آد قايا إ٢ذ أخر زبو

را غاؾني ايكا١ إ٢ا نا ع تكيا ب٢ غ٢دا أ

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari

sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):

“Bukankah Akui ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami),

kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak

mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap

ini (keesaan Tuhan)” (QS. Al-A`raf: 172)

Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan

membawa baiat fitrah keagamaan yang hanif, yang benar, dan lurus di atas sirath

al-mustaqim. Keadaan ini diakui oleh manusia atau tidak, yang pasti ayat ini

menghubungkan makna fitrah dengan agama Allah (din) yang saling melengkapi

diantara keduanya.

س ير ؾ ج٢ جت ػس٢ننيإ٢ اي ا أا اأزض ذؿا ا ا ايط

“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku dengan lurus (hanif), kepada Dzat yang

menciptakan (fithara) langit dan bumi, dan aku bukanlah orang-orang yang menyekutukan

(Tuhan).‖ (QS. Al-An’am: 79)

Kata fitrah dalam konteks ayat ini (fathara) dikaitkan dengan pengertian

hanif, yang memiliki pengertian kecenderungan kepada agama yang benar.

Istilah ini dipakai Al-Qur‘an untuk menggambarkan sikap tauhid Nabi Ibrahim

Alahisallam yang menolak menyembah berhala, binatang, bulan atau matahari,

karena semua itu tidak patut untuk disembah. Yang patut disembah hanyalah

Dzat pencipta langit dan bumi. Inilah agama yang benar.

Dalam kajian hadist, fitrah yang hanif disandang oleh setiap manusia yang

dilahirkan di muka bumi ini. Adapun penyimpangan-penyimpangan yang terjadi,

diakibatkan pengaruh syahwat dan syubhat yang mendominasi pada diri

manusia. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

ا س٠ ؾأب يد ع٢ ايؿ د ـ ي ا حطا أ صسا أ .٢دا

23 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

―Tidaklah dilahirkan seorang anak melainkan dalam keadaan fitrah. Maka

kedua ibu bapanyalah yang meyahudikannya atau menasranikan-nya atau

memajusikannya.‖ (HR.Muslim)

يد ع٢ ايؿ د ـ ي ١ -س٠ن ر اي ا١: ع٢ -ؾ٢ ز٢ صسا أ ٢دا ا ؾأب

جدعا٤؟ ا ؾ ترط عا٤، ٠١ ج يد ب٢ ا ت ، ن حطا أ

―Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah‖—dalam riwayat lain

disebutkan: ―Dalam keadaan memeluk agama ini—Maka kedua orang tuanyalah

yang menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi sebagaimana seekor binatang

dilahirkan dalam keadaan utuh (sempurna), apakah kalian mendapatinya dalam

keadaan terpotong (cacat)‖ (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, yang ia

terima dari Ismail, dan Ismail menerimanya dari Yunus bin Al-Hasan dan ia

menerimanya dari Al-Aswad bin Sarii`, ia berkata:

اياع ذت ؾأصبت ظؿسا، ؾكات ع غص ض اهلل ص٢ اهلل ع ٣ أتت زض

٢، قتا ٢يدا يو ذ ؾبؼ اي ع اهلل ص٢ اهلل زض ض : ابا ا٣ ؾكا أق ش جا ايكت

ذت ايرز١٢؟ قتا ٣ اي ؾكا : ازض اهلل زج ا أ ،ث ا أبـا٤املػس٢ن : التكت قا

ا ذز١٢،التكت : ن قا يدع٢ ذز١٢، ١تـ س٠ذت ط عسب ٣ ايؿ ٢داا عا يطا ا ا، ؾأب

صساا .أ

Aku datang kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, lalu aku pergi

berperang bersama beliau, maka aku pun mendapat kemenangan. Orang-orang

pun hebat berperang di hari itu, sampai ada yang membunuh anak-anak. Maka

sampailah berita itu kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Lalu beliau

bersabda: ―Apa namanya perbuatan kaum itu. Mereka telah melampaui batas

dalam hal membunuh di hari ini, sampai keturunan mereka (anak-anak) pun

dibunuhi.‖ Seorang laki-laki berkata: ―Ya Rasulullah, bukankah anak-anak yang

dibunuh itu adalah anak-anak musyrikin?‖ Rasulullah bersabda: ―Jangan begitu!

24 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Ingatlah bahwa yang terkemuka di antara kamu sekarang ini adalah anak-anak

dari orang-orang musyrikin. Jangan dibunuh keturunan, jangan dibunuh

keturunan. Ingatlah bahwa tiap-tiap orang dilahirkan dalam keadaan fitrah,

sampai lidahnya bisa berucap. Ayah bundayalah yang meyahudikan atau

menasranikan.‖ (HR. An-Nasa’i).

Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari `Iyadh bin Himar, ia berkata,

Rasulullah Saw bersabda:

ذس د٢ ع ؾاجتايت ايػـاط ذؿا٤ ؾـحا٤ت اهلل: إ٢٢ خكت عباد ك ت ع٢

اأذت ي

Allah berfirman: ―Sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hamba-

Ku dalam keadaan hanif (lurus). Maka datanglah setan-setan kepada mereka, lalu

menyimpangkan mereka dari agamanya dan mengharamkan bagi mereka apa

yang telah Aku halalkan bagi mereka.‖

Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, dari

Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, beliau bersabda:

٤ أن غ يو اع٢ اأزض٢ نا ايكا١: أزأت ي ٢ اياز٢ ـ أ ٢ يسج ت ؿتداب؟ كا

ذ : قد أزد و أ ، ؾك : ع ، ؾك أال آد س٢ظ ؾ٢ عو يو،قدأخر قا

تػس٢ى ب تػس٢ى ب غ٦ا، ؾأبت إ٢ال أ

―Ditanyakan kepada salah seorang penghuni neraka pada hari Kiamat

kelak: ‗Bagaimana pendapatmu jika engkau mempunyai sesuatu di atas bumi,

apakah engkau bersedia untuk menjadikannya sebagai tebusan?‘ Maka ia

menjawab: ‗Ya, bersedia.‘ Kemudian Allah berfirman: ‗Sesungguhnya Aku telah

menghendaki darimu sesuatu yang lebih ringan dari itu. Aku telah mengambil

perjanjian darimu ketika masih berada di punggung Adam, yaitu agar engkau

tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu pun, tetapi engkau menolak, dan tetap

mempersekutukan Aku.‘‖ (HR. Bukhari dan Muslim)

Ada hadist lain, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Muslim bin Yasar

Al-Juhani, bahwa Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu pernah ditanya

25 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

mengenai ayat ini, „Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-

anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka

(seraya berfirman): “Bukankah Akui ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau

Tuhan kami), kami menjadi saksi‟(QS. Al-A`raf: 172). Maka, Umar pun menjawab,

aku mendengar Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ditanya mengenai ayat

tersebut, kemudian beliau menjawab:

: خ ذز١٢، قا ، ؾاضتدسد طح ظس ب اهلل خل آد ع ايطال ث ؤال٤ يح١ إ٢ كت

: ذز١٢، قا طح ظس ؾاضتدسد ، ث ٢ ايح١ ع ٢ أ ٢ بع ٢ أ بع ؤال٤ ياز٢ خكت

اهلل ص٢ اهلل ع زض ؟ قا ايع اهلل ؾؿ : ازض ايسج . ؾـكا : إ٢ذا اياز٢ ع ض

٢ أ ا بأع ٣ ٢ ايح١، ذتخل اهلل ايعبد يح١، اضتع ٣ ع٢ ع ٢ ا ٢ أع أ

ايح١، إ٢ذا ب ؾدخ ياز٢، ايعبد خل ايح١. ٢ اضتع ا ٢ بأع ٣ ذت اياز٢، أ ع٢

٣ ٢ ع ا ٢ أع ب ايازؾدخ اياز٢، أ

―Sesungguhnya Allah menciptakan Adam Alaihisallam, lalu Allah

mengusap punggungnya dengan tangan kanan-Nya, maka keluarlah darinya

keturunannya dan Allah berfirman, ‗Aku telah menciptakan mereka sebagai ahli

surga dan dengan amalan ahli surga mereka beramal.‘ Lalu mengusap lagi

punggungnya dan mengeluarkan darinya keturunan yang lain, Allah pun

berfirman, ‗Aku telah menciptakan mereka ahli neraka dan dengan amalan ahli

neraka mereka beramal.‘ Kemudian ada seseorang yang bertanya, ‗Ya Rasulullah,

lalu untuk apa kita beramal?‘ Beliau menjawab, ‗Sesungguhnya, jika Allah

menciptakan seorang hamba sebagai penghuni surga, maka Allah menjadikannya

berbuat dengan amalan penghuni surga sehingga ia meninggal dunia di atas

amalan-amalan penghuni surga lalu ia dimasukkan ke dalam surga karenanya.

Dan jika Allah menciptakan seorang hamba sebagai penghuni neraka, maka Dia

akan menjadikannya berbuat dengan amalan penghuni neraka sehingga ia

meninggal dunia di atas amalan dari amalan-amalan penghuni neraka lalu ia

dimasukkan ke dalam neraka karenanya.‘‖(HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, At-

Turmidzi, dan Ibnu Hibban).

6. Islam untuk kemaslahatan umat (din al-mashalih)

26 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Islam tidak bisa lepas dari konsep tentang maqasid al-syariah yaitu tujuan

dan maksud dari adanya sebuah syariah. Konsep ini berfungsi untuk menjaga

kemaslahatan bagi manusia, baik duniawi maupun ukhrawi. Maqasid al-syari‟ah

terebut diwujudkan dalam lima pilar agung, yaitu menjaga agama (hifdz al-din),

jiwa (hifdz al-nafs), akal (hifdz al-aql), keturunan (hifdz al-nasl), dan harta (hifdz al-

mal).

a) Menjaga agama (hifdz al-din),

Menjaga agama merupakan pilar tertinggi dalam Islam. Hal itu

sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta‟ala:

٢ ايإ٢ظ إ٢ي٤ا يعبد ا خكت ايح

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka

menyembah-Ku.‖ (QS. Adz-Dzâriyat: 56)

Ayat ini secara tegas menjelaskan, bahwa hakikat inti penciptaan makhluk

adalah untuk beribadah kepada Allah.Untuk mencapai tujuan ini, maka Allah

mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya, agar kegiatan beribadah

terjaga dan sesuai dengan prosedur syariat. Sebagaimana firman-Nya,

ي ي٤٦ا ه رز٢ ٢زضا بػس٢ اع٢ ع٢ اي٤ ذح٠١ بعد ايسض

“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi

peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya

rasul-rasul itu.” (QS.An-Nisa: 165)

٤اغ يكد بعثا ؾ اجتبا اي ٢ اعبدا اي٤ أ١ زضيا أ ن

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk

menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.” (QS. An-Nahl: 36)

Selain itu, Agar din (agama) terjaga dari kerusakan, maka syari‘at juga

mengharamkan perbuatan riddah (murtad), dan memberikan hukuman kepada

pelakunya. Hal itu, karena riddah merupakan perbuatan yang amat bahaya yang

dapat merobohkan agama. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam:

27 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

ؾاقت د بد

―Barangsiapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia‖ (HR

Bukhari)

ؿاز٢م يد اي ايثب ايصا ٣ إ٢ي٤ا بإ٢ذد٣ ثاث ايؿظ بايؿظ٢ د اس٢ئ٣ ط ايتاز٢ى يا ر

اع ١يح

―Tidak halal darah seorang muslim (tidak boleh dibunuh), kecuali dengan

salah satu di antara tiga sebab yaitu jiwa dengan jiwa, orang tua yang berzina,

orang yang murtad meninggalkan agamanya dan jama‘ahnya.‖ (HR. Bukhari)

b) Menjaga jiwa (hifdz al-nafs)

Islam memerintahkan umatnya agar senantiasa menjaga jiwanya, dan

mengharamkan segala hal yang dapat menghilangkan jiwa, seperti membunuh

orang lain tanpa jalan yang haq, atau membunuh dirinya sendiri (bunuh diri). Hal

itu sebagaimana dijelaskan dalam nash berikut ini,

يا ص إ٢ي٤ا بايرل ايؿظ اي٤ت ذس اي٤ يا كت

“(Di antara sifat hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang yaitu) tidak

membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan (alasan) yang

benar, dan tidak berzina.” (QS. Al-Furqan: 68)

تسد٣ خايدا د٤دا ؾا أبدا ؾ از٢ ج ؾ ؿط ٣ ؾكت جب تسد٣

―Barangsiapa yang menjatuhkan dirinya dari gunung lalu dia membunuh

dirinya (mati), maka dia akan berada dalam Neraka Jahannam dalam keadaan

melemparkan diri selama-lamanya.‖ (HR. Bukhari)

Kedua nash di atas tampak jelas bahwa Islam senantiasa melindugi

kelestarian jiwa umatnya, yaitu dengan menjaganya dan menjauhkannya dari

segala hal yang dapat merusaknya.Untuk merealisasikan itu semua, maka Islam

membuat suatu aturan yang disebut dengan “qishas”, agar kelestarian jiwa tetap

terjaga dan lestari. Allah Azza wa Jalla berfirman:

28 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

تتك ؾ ايكصاص٢ ذا٠٠ ا أي ايأيباب يع٤ه يه

“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang

yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah:179)

Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla menjadikan qishash sebagai salah satu

sebab kelestarian kehidupan, padahal qishash itu merupakan bentuk hukuman

mati. Mengapa bisa demikian? Karena, dengan keberadaan hukum qishash, maka

bagi para pelaku kriminal menjadi jera, kehidupan pun menjadi aman. Jadi,

qishash merupakan salah satu aturan yang dapat menghentikan segala tindakan

kriminal yang akan merenggut nyawa manusia, sehingga terwujud kehidupan

yangaman, damai, tenang, dan dalam naungan hukum Allah.

c) Menjaga akal (hifdz al-aql)

Akal merupakan karunia Allah yang diberikan kepada manusia agar dapat

berfikir, memahami perintah dan larangan Allah. Oleh karenanya akal harus

dijaga, agar tidak rusak. Maka dari itu, Islam memberikan aturan hukum tentang

keharaman khamr, karena khamr merupakan faktor utama yang dapat

menghilangkan, dan merusak akal serta dapat menjatuhkan pelakunya kedalam

perbuatan haram dan keji serta terhalang dari jalan Allah.

٢ ا ٢ ايػ ع ايأشيا ز٢جظ ايأصاب طس اي س ا ايد ا إ٢ آ ا اير ا أ ؾاجتب

ايبػطا٤ ؾ ايد ٠ ايعدا قع به أ ا ا س٢د ايػ إ٢ تؿر طس٢ يعه اي س٢

ت أت ٢ ايصا٠ ؾ ع ذنس٢ اي ع صدن

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,

(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk

perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat

keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan

kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi

kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan

pekerjaan itu)." (QS. Al-Maaidah: 90-91)

29 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

اي زض » -ص٢ اهلل ع ض-قا ٢ اي كب ا ي غس٢ب س أ ايدبا٥ث ايد

١ ا ت١ جا ٢ ؾ٢ ب ا ا ؾإ٢ «. صال٠ أزبعني

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Khamr itu adalah induk

keburukan (ummul khobaits) dan barangsiapa meminumnya maka Allah tidak

menerima sholatnya 40 hari. Maka apabila ia mati sedang khamr itu ada di dalam

perutnya maka ia mati dalam keadaan bangkai jahiliyah." (HR Thabrani,

Daraquthni dan lainnya, dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahihul

Jami’)

اي زض : قا س ، قا ٢ ع ٢ اب ا :» -ص٢ اهلل ع ض-ع غاز٢ب س ايد اي يع

إ٢ي ر اي ا ذا ا عتصس ا عاصس بتاعا با٥عا ا شاد جعؿس ؾ٢ «. ضاق

ات: ا آ» ز٢ ث «. ن

Dari Ibnu Umar, ia berkata, ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

bersabda: Allah melaknat khamr (minuman keras), peminumnya, penuangnya

(pengedarnya), penjualnya, pembelinya, pemerasnya (pemroses membuatnya),

orang yang minta diperaskannya (minta dibuatkannya), pembawanya, dan orang

yang dibawakan kepadanya.‖ Ja‘far dalam riwayatnya menambahkan: ―dan

pemakan harganya.‖ (HR. Abu Dawud)

ذدث عبد اي ب ك ضع س أ ٢ ع ٢ عبد اي ب ٢ ب ضاي اي ص٢ ع زض س أ ع

س٢ ايد ايح١ د تعاي٢ ع٢ تبازى ثاث٠١ قد ذس اي قا ض ع ايعام اي

ايدبث ايدث اير كس ؾ أ

Dari Salim bin Abdillah bin Umar bahwa dia mendengar (bapak)nya

berkata, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, ―Tiga golongan yang Allah mengharamkan

surga atas mereka: pecandu khamr, anak yang durhaka kepada orang tua, dan

Dayyuts, yaitu seorang yang merelakan keluarganya berbuat kekejian.‖ (HR.

Ahmad)

30 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

d) Menjaga keturunan (hifdz al-nasl)

Islam mensyariat pernikahan sebagai upaya untuk menjaga dan

melestarikan keturunan, agareksistensi manusia tidak punah di muka bumi ini.

ايطا٤ ث٢ زباع ثاث ؾاهرا ا طاب يه

“Maka kawinilah wanita wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat.”

(QS. An-Nisa: 3)

Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam juga bersabda:

اضت ٢جا٤ا عػس ايػباب ي ع ؾع بايص٢ ؾإ٢ طت ي د ايبا٠٤ ؾتص اع ه

―Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah,

maka hendaklah dia menikah. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka

hendaklah dia melakukan puasa (sunat). Karena sesungguhnya puasa itu menjadi

obat bagi dia.‖ (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain mensyariatkan nikah, Islam juga mengharamkan zina, karena zina

dapat merusaknasab keturunan. Allah berfirman,

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu

perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32)

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah masing-masing

seorang dari keduanya seratus kali dera dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya

mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan

hari Akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan

dari orang-orang beriman.” (QS. An-Nuur: 2)

Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam juga bersabda:

ؤ يا ص ايصا ذني ص

“Seorang pezina tidak akan melakukan perbuatan zina, sedangkan dia dalam

keadaan beriman.” (HR.Bukhari dan Muslim)

e) Menjagaharta (hifdz al-mal)

31 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Harta merupakan sarana untuk beribadah, oleh karenanya Islam datang

dengan aturan-aturan yang berhubungan dengan harta, sehingga hak-hak yang

berkaitan dengan harta tidak terdzalimi.Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:

ازشق قاا يه اي٤ اي٤ت جع ايه يا يا تؤتا ايطؿا٤ أ ق قيا ي انط ؾا

عسؾا

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya,

harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai penopang

kehidupan, berikanlah rezeki mereka darinya, dab juga pakaian mereka, dan berkatalah

kepada mereka dengan perkataan yang baik.” (QS.An-Nisa: 5)

Di sisi lain, Islam juga berperan aktif dalam memerangi segala hal yang

merusak harta. Dalam hal ini, Islam mengharamkan mencuri dan sejenisnya,

karena perbuatan ini dapan menghilangkan harta dari pemiliknya, dan berpindah

ketangan orang lain tanpa jalan yang benar. Allah berfirman,

اي٤ ا نطبا هايا ا جصا٤ ب عا أد ايطاز٢ق١ ؾاق ايطاز٢م اي٤عص٢صذه

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya

(sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah.

Dan Allah Maha Perkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Al-Maidah: 38)

7. Islam sebagai agama yang jelas (din al-wudhuh)

Salah satu karakteristik dari Islam adalah „al wudhuh‟ atau jelas. Jelas dalam

arti semua yang terkandung di dalam ajaran Islam mudah dipahami, dan tidak

mengandung sedikit pun keraguan dan kerancuan di dalamnya. 12

بني٢ ايس تو آا ايهتاب اي

“Alif, laam, raa. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al Quran) yang jelas.” (QS. Yusuf:

1)

Menurut Ibn Katsir ayat di atas secara tegas menjelaskan bahwa Al-Qur‘an

datang di tengah-tengan manusia dengan membawa ajaran yang amat jelas dan

terang (al-wadhih al-jali), menyibak segala sesuatu yang sukar, dan menghilangkan

12 Abdul Aziz Ibn Muhammad Al-Awid, Al-Islam Al-Din Al-Adzim, hlm.17

32 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

segala kerumitan. Ini menunjukkan bahwa Islam mudah dipelajari dan dipahami. 13

Dalam hadist, Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam juga telah menjelaskan

pada kita, bahwa terangnya ajaran Islam seperti terangnya matahari, siangnya

seperti malamnya. Beliau bersabda:

ايو٠ ا يا ص٢ؼ عا بعد إ٢ي٤ا ا ناز٢ ع٢ ايبطا٤ ي تسنته

―Aku tinggalkan kalian dalam suatu keadaan terang-benderang, siangnya

seperti malamnya. Tidak ada yang berpaling dari keadaan tersebut kecuali ia pasti

celaka.‖ (HR. Ahmad)

يه ٢ اياز٢ إ٢ال٤ قد ب تاعد ع ايح١ ٤ ك١س٢ب غ ا بك

―Tidaklah ada sesuatu yang mendekatkan diri kepada surga dan

menjauhkan dari neraka melainkan telah dijelaskan kepada kalian.‖ (HR.

Thabrani)

Sahabat Abu Dzar al-Ghifari berkata:

ر ا٤ إ٢ال٤ ا طا٥س كب جاذ ؾ اي ض٤ اهلل ص٢٤ اهلل ع نس يا تسنا زض

ا ع

―Rasulullah wafat meninggalkan kami dalam keadaan tidak ada seekor

burung pun yang terbang di udara melainkan beliau telah mengajarkan ilmunya

kepada kami.‖ (HR. Thabrani)

Nash hadist tersebut begitu detail menerangkan, bahwa ajaran Islam telah

jelas dan tuntas, sehingga tidak ada masalah yang tak terjawab oleh Islam.

Bahkan hal-hal yang paling kecil pun telah dijelaskan oleh Islam. Itu

menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sempurna.

Ada satu riwayat yang menceritakan dialog antara seorang yahudi dengan

Salman Al-Farisi. Berkata Yahudi kepada Salman Al-Farisi (dengan nada

mengejek): ―Nabi kalian mengajarkan kepada kalian segala sesuatu hingga cara

buang hajat!‖. Salman menjawab (dengan penuh bangga): ―Benar, beliau telah

13 Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, Vol.4,hlm.364

33 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

melarang kami untuk menghadap kiblat ketika buang air besar atau buang air

kecil, dan beliau melarang kami untuk istinja‘ dengan menggunakan tangan

kanan dan istinja‘ dengan kurang dari tiga batu atau istinja‘ dengan kotoran atau

tulang.‖ (HR. Muslim)

34 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

BAB II

KONSEP WAHYU

DAN NABI DALAM ISLAM

Hampir semua agama besar dunia, khususnya yang sering disebut ―agama-

agama semitik‖ (Yudaisme, Kristianisme, dan Islam) yang memang disebabkan

latar-belakang sejarah dan ―nasab‖ yang sama, secara fundamental bertumpu

pada ―wahyu‖ dan ―nabi‖ untuk menegaskan ekistensinya baik secara ontologis

maupun legalistiknya. Oleh karena itu, ―wahyu‖ menjadi salah satu dari tiga pilar

utama epistemologi dalam Islam.14 Namun dapat dikatakan bahwa dalam hal

yang menyangkut konsep dan detail tentang ―wahyu‖ dan ―nabi‖, terdapat

perbedaan yang sangat mendasar di antara ketiga agama tersebut. Bagaimana

konsep ―Wahyu‖ dan ―kenabian‖ dalam Islam, dengan merujuk sumber-sumber

utama Islam dan analisis-analisis rasional yang dikembangkan para sarjana atau

ilmuwan, baik klasik maupun modern?15

A. Definisi Wahyu dan Nabi

―Wahyu‖ dan ―Nabi‖ adalah istilah yang berbahasa Arab. Oleh karena itu

untuk mendapatkan definisi yang akurat dan definitif tentang kedua istilah ini,

haruslah merujuk kepada arti lughawi (dictionary meaning)nya yang diberikan dalam

kamus-kamus bahasa Arab, dan bukan yang lain.

1. Wahyu

Dari sisi kebahasaan, dapat disimpulkan secara umum dari para penyusun

kamus bahasa Arab bahwa arti ―Wahy‖ ini berkisar sekitar: al-isyarah al-sari‟ah

(isyarat yang cepat), al-kitabah (tulisan), al-maktub (tertulis), al-risalah (pesan), al-

ilham (ilham), al-i‟lam al-khafi (pemberitahuan yang bersifat tertutup dan tidak

diketahui pihak lain) al-kalam al-khafi al-sari‟ (pembicaraan yang bersifat tertutup

14Lihat, misalnya, Sa’d al-Din al-Taftazani, Syarh al-Aqa’id al-Nasafiyyah (Karachi: Maktabah Khair Katsir,

t.t.), hal.8-23. 15 - Pembahasan ini diambil dari Anis Malik Thoha, Konsep Wahyu dan Nabi Dalam Islam, Bogor: Univ. Ibn

Khaldun,2011

35 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

dan tidak diketahui pihak lain dan cepat).16 Arti-arti ini didasarkan pada teks-teks

dasar bahasa Arab, terutama Al-Qur‘an dan hadits, misalnya:

ا عس٢غ ايػحس٢ ٢ بتا ايحبا ٢ اتدر ٢ أ ذ٢ زبو إ٢ي٢ اير أ

Kata-kata ―wa-auha‖ dalam ayat 68 surat al-Nahl ini berarti ―memberi

ilham‖

ضبرا أ ذ٢ إي٢ عػا ؾأ بهس٠

Kata-kata ―fa auha‖ dalam ayat 11 surat Maryam ini berarti ―memberi

isyarat‖

يحادين يآ٢٥ إ٢ي٢ أ ايػاطني يذ إ٢

(QS. Al-An’am: 121)

ا غاطني اإل٢ظ٢ ٣ عد ٢ ب ٢ نريو جعا يه إ٢ي٢ بعض٣ شخسف ايك ٢ ذ بعط ايح

غسزا

(QS. Al- An’am: 112)

Kata-kata ―layuhun‖ dan ―yuhi‖ dalam kedua ayat di atas juga mempunyai

arti ―memberi isyarat atau ilham‖

عس إيـا ـعس٠ ؾـتـرس دقا٥ل ؾهس يف بدع صؿاتا

إيا ايـسف أ أذبـاؾأثس ذاى ايذ يف جـاتاؾأذ

Kata-kata fa-auha dan al-Wahy dalam bait di atas mempunyai arti

―memberi isyarat‖.

Dengan demikian dapat dikatakan secara konklusif bahwa dalam arti

lughawinya, ―Wahy‖ adalah, sebagaimana disimpulkan oleh Rasyid Ridha dalam

16Lihat, misalnya, al-Fayruz Abadi, al-Qamus al-Muhith; atau Ibn Manzhur, Lisan al-‘Arab; Al-Raghib al-

Ashfihani, Mufradat Alfazh al-Qur’an; Al-Tahanawi, Kasysyaf Ishthilahat al-Funun wa al-‘Ulum, dll., entry: “al-wahy”.

36 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

al-Wahy al- Muhammadi, ―pemberitahuan yang bersifat tertutup, tidak diketahui

pihak lain, cepat dan khusus hanya kepada yang dituju.‖ 17

Kemudian dari arti kebahasaan ini, para ulama membangun definisi kata

Wahy secara teknis (terminologis) atau istilah, yakni ―pemberitahuan Allah

Subhanahu wa Ta'ala kepada seorang nabi tentang berita-berita gaib, syari‟at, dan

hukum tertentu.‖ Dari definisi ini jelas bahwa konsep ―Wahy‖ dalam Islam harus

mengandung dua unsur utamanya, yaitu (1) pemberi berita (Allah Subhanahu wa

Ta'ala) dan (2) penerima berita (nabi), sehingga tidak dimungkinan terjadinya

wahyu tanpa keduanya atau menafikan salah satunya. Dari sini jelas pula bahwa

―wahyu‖ harus dibedakan dengan ―ilham‖ yang memancar dari akal tingkat

tinggi, atau dari apa yang sering disebut-sebut para orientalis (yang sebetulnya

mengikuti kaum musyrik dan kafir pada zaman Nabi Muhammad Shalallahu

'Alaihi wa Sallam) sebagai ―daya imajinasi dan khayalan kreatif‖ (creative

imagination), dan ―kondisi kejiwaan tertentu di mana seseorang seakan-akan

melihat Malaikat kemudian mendengar atau memahami sesuatu darinya,‖ atau al-

Wahy al-nafsi yang sering dituduhkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi

wa Sallam, dulu maupun kini. Oleh karenanya, kemudian sebagian diantara

mereka menyebutnya sebagai ―imajinasi penyair (sya‟ir), halusinasi mimpi

(adhghatsu ahlam), dukun dan tukang sihir.‖ Bahkan ada sebagian lagi dari mereka

yang secara kasar mengatakan bahwa kondisi tersebut adalah semacam

―gangguan jiwa‖ yang mereka sebut dengan berbagai macam sebutan, seperti

―epilepsi‖ (al-Shar‟) dan ―gila‖ (al-junun), sebagaimana yang direkam dengan jelas

dalam Al-Qur‘an sendiri.18

Tentunya tuduhan-tuduhan semacam ini sangat lemah,19 tidak berdasar

(baseless), dan hanya bertujuan menolak serta menggugat kesucian dan otoritas

Wahyu yang diterima Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Dengan menafikan

adanya unsur di luar diri seorang nabi, yakni Allah Subhanahu wa Ta'ala, mereka

ingin menegaskan bahwa apa yang diklaimnya sebagai ―wahyu‖ tidak lain

hanyalah: (i) hasil produksi olah-pikir/imajinasi dirinya sendiri, yang dengan

17Rasyid Ridha, al-Wahy al-Muhammadi (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah: 2005), hal.25 18Al-Qur'an mengisahkan pandangan mereka sebagai berikut: Bahkan mereka berkata (pula): (Al Qur’an

itu adalah) mimpi-mimpi yang kalut, malah diada-adakannya, bahkan dia sendiri seorang penyair..(QS. al-Anbiya’: 5); dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?" (QS.al-Shaffat: 36); Bahkan mereka mengatakan: "Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya" (QS. al-Thur: 30)

19Selain al-Qur’an sendiri, sudah banyak ulama yang menangkis tuduhan-tuduhan tersebut dengan dalil-dalil yang sangat solid, baik secara scientific, historis maupun logis, dalam karya-karya mereka. Lihat, misalnya: Rasyid Ridha, ibid, hal.59-93; dan Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi, Kubra al-Yaqiniyyat al-Kawniyyah (Dimasyq: Dar al-Fikr, [1982] 1985), hal.186-95.

37 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

demikian secara substansial tidak beda dengan umumnya produk pemikiran

manusia yang lain; dan (ii) sesuatu yang dapat diusahakan secara sungguh-

sungguh untuk dihasilkan (muktasab) oleh siapa saja yang mampu. Maka dari itu,

untuk mementahkan tuduhan-tuduhan miring tersebut, begitu juga untuk

mengantisipasi munculnya tuduhan-tuduhan serupa di masa mendatang, sejak

dini Allah Subhanahu wa Ta'ala sendiri dalam Al-Qur‘an telah menyatakan, bahwa

Al-Qur‘an itu ―diturunkan‖, atau Allah Subhanahu wa Ta'ala ―menurunkannya‖,

dan proses pewahyuannya dengan menggunakan kata kerja bentuk ―anzala‖ dan

―nazzala‖ dengan berbagai variasinya, seperti ―anzalna‖, ―anzaltu‖ ―nazzalna‖,

―tanzil‖ dan sebagainya.

Bagi siapa saja yang faham kaedah bahasa Arab dengan benar, secara

otomatis akan faham bahwa dalam proses pewahyuan ini ada unsur di luar

Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam yang aktif sebagai pemberi atau sumber

utama yang otoritatif, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Harus segera disusulkan di sini bahwa memang ada dua ayat dalam Al-

Qur‘an yang berkaitan dengan turunnya wahyu kepada Nabi Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam yang menggunakan kata kerja bentuk ―nazala‖, yaitu dalam surah Al-Isra‘:

105 dan Al-Syu‘ara‘: 92, yang seakan-akan jika difahami secara terpisah atau out of

context mengindikasikan wahyu datang sendirinya tanpa ada pihak yang

bertanggung jawab sebagi sumbernya. Namun dengan memahami dua ayat

tersebut dalam konteks (siyaq dan sibaq)nya, maka anggapan ini segera gugur

dengan sendirinya.

2. Nabi

Adapun kata-kata ―al-nabi‖ secara kebahasaan (lughawi) berasal dari kata-

kata al-naba‘ yang berarti ―berita yang berarti dan penting‖. Dengan demikian

―al-nabi‖ adalah ―orang yang membawa berita penting.‖ Dan seseorang disebut

“al-nabi” karena membawa berita dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.20 Sedangkan arti

“al-nabi” secara teknis atau terminologis adalah ―seseorang yang diberi wahyu

oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik diperintahkan untuk menyampaikan

(tabligh) atau tidak.‖ Jika ia diperintahkan untuk menyampaikan kepada yang

lain, maka ia disebut “rasul”.

Sebetulnya ada banyak pendapat seputar perbedaan antara nabi dan rasul

ini. Di samping yang disebutkan di atas tadi, ada sebagian ulama yang

20 Ibn Manzhur, Lisan Al-Arab, entry: “al-nabi”.

38 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

berpendapat bahwa rasul adalah seseorang yang diwahyukan ―syari‘at‖ baru,

sedangkan nabi tidak. Sebagian yang lain lagi mengatakan bahwa rasul adalah

yang diutus dengan kitab suci, sedangkan nabi tidak. Namun terlepas dari

perbedaan yang menyangkut masalah perincian ini, dapat dikatakan dengan tegas

bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa setiap rasul adalah nabi dan tidak

sebaliknya. Namun di samping pendapat mayoritas ini masih ada lagi satu

pendapat yang nampaknya layak dipertimbangkan juga, yaitu bahwa semua nabi

adalah rasul, dan semua rasul adalah nabi. Menurut mazhab ini, masalahnya

adalah terletak pada relativitas sudut pandang, yaitu jika dilihat dari sisi

hubungannya dengan audience atau umat manusia, maka ia adalah rasul (“alaqat al-

irsal wa al-ba‟ts); dan jika dilihat dari sisi hubungannya dengan Allah Subhanahu wa

Ta'ala, maka ia adalah nabi (“alaqat al-Wahy wa al-inba‟). Dari sini jadi jelas bahwa

masalah definisi ini adalah masalah ijtihadiyyah dan tidak tergolong masalah yang

dilarang berbeda atau qath‟iyyat dalam agama. Apalagi masing-masing pendapat

di atas juga memiliki dalil-dalil pijakan yang kuat dari Al-Qur‘an maupun sunnah.

1. Universalitas Fenomena Wahyu dan Nabi

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang berakal. Dengan akalnya, ia

bisa berfikir dari yang paling sederhana sampai yang sangat fantastis dan

sophisticated, untuk tujuan apa saja, baik yang konstruktif maupun destruktif,

sejauh yang menyangkut alam fisik yang nyata dan empiris. Namun begitu

masuk ke wilayah alam non-fisik dan meta-fisik, khususnya yang menyangkut

prinsip ketuhanan-peribadatan (penuhanan-penghambaan atau uluhiyyah-

‟ubudiyyah) dan pernik-perniknya, track record akal yang terekam dalam lembaran-

lembaran sejarah peradaban manusia sangat buram dan merisaukan. Bagaimana

tidak! Ada sekelompok manusia yang menghamba, menyembah dan

menuhankan sesama manusia, bahkan ada sekelompok yang lain yang

menghamba, menyembah dan menuhankan makhluk yang lebih rendah daripada

manusia. Bahkan di alam yang ultra modern ini ada kelompok-kelompok

manusia yang sibuk ―mengatur-atur‖ Tuhan dan getol sekali melakukan

kontestasi melawannya untuk kemudian menggeser dan merebut posisi-Nya

(dari God-centredness menuju human- centredness).

Yang perlu dicermati secara seksama, adalah bahwa praktik-praktik

penuhanan-peribadatan semacam ini begitu meluber (pervasive), universal dan

tidak mengenal sekat-sekat ruang dan waktu. Oleh para pakar perbandingan

agama fenomena ini biasa dikenali sebagai sensus numinis (naluri keberagamaan)

yang jamak ditemukan di semua lapisan komunitas manusia, dan oleh karenanya

39 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

juga sering disebut sui generis, sensus communis, dan religio naturalis.21 Namun

pertanyaan yang segera mencuat ke permukaan dan mengusik kesadaran kritis

kita adalah bagaimana dan dari mana naluri yang demikian pervasive dan universal

ini muncul? Adakah ia lahir dan muncul dengan begitu saja, atau ada sebab-

sebab di belakangnya? Para sarjana modern berusaha mencoba menjelaskan

fenomena ini dengan mengajukan beberapa teori yang disebut-sebut ―ilmiah‖,

yang paling menonjol di antaranya adalah (i) psikoanalitis ala Freudian, yang

menunjuk kepada faktor psikologis individu manusia yang lemah dan powerless

sebagai peyebab utamanya;22 dan (ii) sosioantropologis ala Durkhemian yang

mengidentifikasi faktor sosiologis sebagai penyebab utamanya.23Tapi dalam

kenyataannya, di samping gagal menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, justru

kedua teori ini malah menyisakan sejumlah pertanyaan baru yang tentu saja tak

mudah dijawab. Logikanya sebetulnya sangat sederhana, oleh karena masalah ini

adalah masalah agama, maka sebetulnya yang berkompeten menjelaskannya

adalah agama itu sendiri, dan bukan pihak-pihak yang sejak semula memang

tidak berkepentingan dengan agama atau netral agama (sekular), bahkan tidak

ada niat baik terhadap agama. Namun sejauh yang dapat ditelisik dari agama-

agama yang ada, hanya Islam yang memiliki konsep yang jelas dan sejalan

dengan logika untuk menjelaskan masalah ini secara meyakinkan. Dalam

perspektif Islam, sensus numinis ini memang sudah ditanamkan oleh Allah

Subhanahu wa Ta'ala kepada setiap individu semenjak masih berada di alam ruh,

ketika manusia masih jauh berada dalam blueprint (perencanaan) ilahi atau yang

bisa disebut juga archetypal world, sebagaimana yang termaktub dalam surat al-

A‘raf: 172 yang berbunyi:

أيطت بسبه ع٢ أؿط٢ أغد ذز٢ت ظز٢ ب آد قايا إ٢ذ أخر زبو

ب٢ غ٢دا

21 Lihat misalnya: Rudolf Otto, The Idea of the Holy: An Inquiry into the non-Rational Factor in the Idea of

the Divine and Its Relation to the Rational, trld. into the English by John W. Harvey (Harmondsworth, Middlesex, Victoria: Penguin Books, [1917] 1959); Isma’il R. Al-Faruqi, Islam and Other Faiths, diedit oleh Ataullah Siddiqui (Leicester: The Islamic Foundation, 1998M./1419H).

22 Lihat: Sigmund Freud, The Future of An Illusion, trld. into English and edited by James Stracey, with a biographical introduction by Peter Gay. (New York: Norton, c1989), dan Totem and Taboo, trld. into English by James Stracey (London: Ark Paperbacks, 1960).

23 Lihat: Emile Durkheim, The Elementary Forms of Religious Life, trld. into English by Carol Cosman (Oxford: Oxford University Press, c2001).

40 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari

sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):

"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami

menjadi saksi.”

Dari ayat ini jelas bahwa naluri keberagamaan, bahkan peng-esa-an Tuhan

(tauhid) ini berasal dari sebuah perjanjian primordial (primordial covenant) yang

diteken setiap individu di depan Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang isinya adalah

pengakuan seorang hamba atas rububiyyah Allah Subhanahu wa Ta'ala semata

bagi dirinya sendiri dan sekalian alam. Sehingga ketika ia benar-benar dilahirkan

ke alam dunia nyata, naluri ini sudah melekat secara fitrah pada sang jabang bayi

secara otomatis. Inilah yang dinyatakan secara tegas dalam sebuah hadits Nabi:

يد إ٢ال٤ يد ع حطاا صسا أ دا أ ا س٠، ؾأب ٢ ايؿ

―Tidaklahanak adam dilahirkan kecuali dalam keadaan suci (fithrah), maka

orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi‖. (HR.

Bukhari)

Namun seperti disebut secara kategoris dalam hadits ini pula bahwa

berbagai bentuk penyimpangan sensus numinis dari yang tauhidi atau fitri ini

menjadi praktik-praktik penuhanan-peribadatan semacam di atas tadi sangat

mungkin terjadi; dan itu semua terjadi akibat faktor-faktor kesejarahan dan

lingkungan sosial seseorang, dimulai dari kedua orang tua (di atas) atau pihak-

pihak yang mewakili orang tua, sampai jaringan sosio-kultural yang sangat

kompleks.

Tentu saja praktik-praktik penuhanan-peribadatan semacam itu sangat

mencoreng harkat dan martabat manusia atau nilai-nilai kemanusiaan, yang

sekaligus merendahkan martabat Tuhan itu sendiri yang maha transenden. Dan

tentu saja pula praktik-praktik seperti ini tidak hanya telah melenceng jauh dari,

tapi bahkan berlawanan secara diametris dengan, blueprint ilahi ketika pertama

kali menciptakan makhluk yang bernama manusia. Sebab sesuai dengan blueprint

ilahi ini, manusia diciptakan untuk tujuan yang sangat agung dan suci, yang tiada

lain adalah untuk mengemban amanah melaksanakan ―kehendak ilahi‖ pada diri

mereka sebagai khalifah Allah Subhanahu wa Ta'ala di bumi jagat raya.24 Tujuan

keberadaan (raison d‟itre) manusia ini lebih jauh menyangkut tugas-tugas

24 Lihat: al-Baqarah: 30.

41 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

membangun dan membina kemakmuran dan peradaban di bumi („imarat al-ardh),

atau tatanan dunia yang makmur, adil dan beradab yang sesuai dengan harkat

dan martabat manusia, sebagaimana diungkap dalam surat Hud: 61:

ؾا ؾاضتػؿس سن اضتع اأزض٢ أػأن

“Dialah yang menjadikan kalian dari bumi dan menghendaki kalian

memakmurkannya.”

Dan kesemuanya itu tiada lain adalah sebagai pengejawantaan

penghambaan („ubudiyyah) sepenuhnya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala saja.

"Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah-

Ku".25

Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala, Tuhan dan Pencipta sekalian

alam, dengan kebijakan-Nya yang maha luas, tak terbatas dan maha meliputi

serta universal, telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (fi

ahsani taqwim);26 dan membekali mereka dengan segala potensi yang

memungkinkan mereka melaksanakan tugas suci tersebut dengan sebaik-

baiknya; serta menyisipkan dalam diri mereka apa yang bisa disebut di atas

sebagai sensus numinis (naluri keberagamaan), yang dengannya mampu

mencapai hakikat relijiusitas yang benar, yang pada dasarnya telah ditanamkan

oleh Allah pada dirinya semenjak lahir, yaitu ―agama fitrah‖ atau ―agama alami‖.

Bahkan dikarenakan begitu melekatnya naluri ini dalam fitrah manusia, Al-

Faruqi menganggap sensus numinis ini sebagai ―prerogatif‖ manusia.27

Kemudian logika seterusnya yang sealur dengan konsep ini adalah, untuk

menjaga dan mengawal kontinuitas sensus numinis yang tauhidi, fitri lagi

universal ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala kemudian mengutus serangkaian para

nabi dan rasul dengan Wahyu dan risalah sepanjang zaman.

Perspektif tauhidi ini, secara logis meniscayakan kesatuan perantara atau

sarana bagi manusia yang dengannya dimungkinkan mengenal Allah Subhanahu

wa Ta'ala termasuk kehendak dan iradah-Nya serta sunnah-sunnah-Nya di alam

semesta ini, begitu juga yang dengannya dimungkinkan mengenal sebab-sebab

atau faktor-faktor yang menjamin kebahagiaan, ketenteraman, kesejahteraan, dan

keselamatan (salvation) bagi manusia. Sarana tersebut baik yang langsung lewat

25 Al-Dzariyat: 56 26 Lihat Al-Tin: 4; juga Ghafir: 64; Al-Taghabun: 3; Al-Sajdah: 9. 27Isma’il R. Al-Faruqi, Islam and Other Faiths, hlm. 137.

42 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Wahyu (dalam arti teknis) ataupun tidak langsung lewat ilmu pengetahuan atau

observasi ilmiah (Wahyu dalam arti generik). Dengan demikian, Wahyu langit

tidak menjadi monopoli kelompok atau umat tertentu, melainkan merupakan

suatu rahmat yang dihadiahkan kepada seluruh manusia. Dengan kata lain

fenomena Wahyu dan kenabian adalah umum dan universal atau berlaku di

seluruh masyarakat manusia tanpa kecuali. Sebab, menurut perspektif tauhidi,

Tuhan-nya manusia (Allah ) tidak mungkin membiarkan suatu golongan manusia

hidup dalam kesesatan, tetapi dengan rahmat-Nya yang menyeluruh Ia telah

menurunkan kepada mereka, melalui para nabi dan rasul, sebuah petunjuk

keimanan yang menyelamatkan mereka dari kesesatan dan api neraka. Allah

berfirman:

أ١ إ٢يا خا ؾا رس إ٢

“Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi

peringatan.” (QS. Fathir:24)

juga Allah berfirman:

اجتبا ٢ اعبدا اي ٢ أ١ زضيا أ اغ يكد بعثا ؾ ن اي

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul kepada tiap-tiap umat (untuk

menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhi Thaghut.” (QS. Al-Nahl: 36)

Juga Allah berfirman:

أزضا زضا تتسا ث

“Kemudiaan Kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul Kami berturu-turut.‖

(QS. Al-Mu’minun: 44)

juga Allah berfirman:

٢ أ١ زض يه

“Dan bagi tiap-tiap satu umat ada seorang Rasul.‖ (QS. Yunus: 47)

Alasan logis di balik pengutusan seorang rasul atau nabi kepada mereka

tersebut tidak lain agar manusia tidak lagi berargumentasi dan membantah Allah

untuk tidak beriman kepada-Nya serta tidak menyembah-Nya. Allah berfirman:

43 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

“Mereka Kami utus selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar

supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu.

Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(Al-Nisa’: 165). Maka dari

itu, sebagai konsekwensi logis juga, suatu kaum yang belum diturunkan seorang

rasul kepada mereka tidaklah dituntut tentang ketersesatan mereka, dan mereka

tidak akan mendapat siksaan di hari kemudian.28

Kemudian, oleh karena Allah Subhanahu wa Ta'ala juga tidak menyebutkan

jumlah rasul yang diturunkan-Nya kepada manusia secara definitif,29 maka

perspektif tauhidi Islami ini telah membuka pintu universalitas dengan seluas-

luasnya, untuk bisa mengakomodasi seluruh komunitas manusia, baik yang

dikisahkan dalam Al-Qur‘an maupun tidak.30 Dengan demikian, semua manusia,

baik Muslim maupun non-Muslim, mempunyai jatah yang sama dalam hal

Wahyu ilahi. Mereka semuanya sama bahwa suatu ketika, dalam penggalan

sejarah tertentu, pernah menjadi obyek dari, meminjam istilah Al-Faruqi,

“ittishalat samawiyyah” (komunikasi-komunikasi langit).31 Dengan demikian,

perspektif tauhidi Islami telah meletakkan fondasi universal yang lebih jauh bagi

Wahyu ilahi yang tak ada bandingannya sepanjang sejarah.32-

Ini yang berkenaan dengan sarana langsung (Wahyu verbal) untuk

mengenal Allah, kehendak dan sunnah-sunnah-Nya di dalam kosmos. Adapun

yang berkenaan dengan sarana yang tidak langsung (Wahyu non verbal), yakni

yang beroperasi melalui daya nalar dan observasi ilmiah, maka sejatinya Allah

Subhanahu wa Ta'ala , dengan kasih sayang-Nya yang Mahaluas, telah

menyediakan kepada setiap manusia, tanpa kecuali, segala sesuatu yang

memungkinkannya melakukan hal tersebut, berupa potensi-potensi alamiah dan

segala pranata dan prakondisi fundamental yang diperlukannya. Yaitu panca

indera, intellectual curiosity, keinginan kuat untuk meneliti dan eksplorasi,

tersedianya data yang melimpah, termungkinkannya pemindahan eksperimen,

daya ingatan, akal, pemahaman atau kemampuan mencerna untuk melahirkan

ilmu dan mengembangkannya, dan sebagainy. Semua manusia, secara individu

maupun kolektif mempunyai potensi-potensi tersebut, dan tidak satupun umat

28 Lihat: Al-Isra’: 15. 29 Lihat: Al-Nisa’: 164 dan Ghafir: 78. 30 Cf. Adnan Aslan, Religious Pluralism in Christian and Islamic Philosophy, hal.188. Dari sini nampaknya

diperlukan meninjau kembali beberapa terminologi yang tidak sesuai dengan perspektif tauhidi tentang wahyu di atas, seperti istilah “ahl al-kitab” dan “agama samawi”, yaitu dengan memberikan pengertian yang lebih luas atau merombaknya.

31 Isma’il R. Al-Faruqi, Huquq Ghair al-Muslimin fi al-Dawlah al-Islamiyyah: Al-Awjuh al-Ijtima’iyyah wa al-ThaqAfiyyah, dalam Al-Muslim al-Mu’ashir, 264, 1981, hal.23; Cf. ---------, Islam and Other Faiths, hal.135.

32Isma’il R. Al-Faruqi, Huquq Ghayr al-Muslimin, hal.23.

44 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

atau golongan yang dapat mengklaim dirinya lebih berhak memilikinya secara

eksklusif dibanding yang lain. Bahkan setiap manusia, semenjak saat

kelahirannya, telah dibekali dengan kesiapan-kesiapan dan potensi-potensi yang

diperlukan untuk pengetahuan tersebut. Jika memang demikian, maka

seharusnya manusia menggunakan potensi-potensi tersebut sesuai dengan

fungsinya yang benar dan cara-cara yang semestinya. Yakni untuk sampai pada

ilmu yang benar (Haqq) dan menguak rahasia-rahasia atau hukum-hukum yang

diletakkan Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam alam semesta atau kosmos ini.33

Sebab hakikat substansi ilmu pengetahuan sejatinya tiada lain adalah hukum-

hukum ini, yang kini dikenal dengan hukum-hukum alam.

Dalam hal pengetahuan ilmu alam ini, tampak dengan gamblang bahwa

semua manusia persis sama posisinya. Perbedaan yang mungkin ada hanyalah

dalam hal-hal yang berhubungan dengan bakat-bakat pribadi yang fitri yang bisa

saja berbeda di antara kaum Muslimin sendiri, dari orang satu ke orang lain,

sebagaimana keberbedaan yang ada di antara individu-individu non-Muslim.

Namun dari segi potensi dasar semuanya sepenuhnya sama. Maka jelas sekali,

bahwa perbedaan di sini sama sekali tak ada hubungannya dengan memeluk atau

tidak memeluk Islam, meskipun memeluk Islam tentu ada nilai tambahnya.

Bukankah mereka adalah yang dimaksudkan dalam ayat-ayat seperti:

ـ بسبو أ ه ي ايرل أ أ ي ذت٢ تب ؾ أؿط٢ آاتا ؾ ايآؾام٢ ع٢ضس٢٢ ٢ ن

٤ غ٢د غ

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di

segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur‟an

itu benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia

menyaksikan segala sesuatu?‖ (QS. Fushshilat: 53)

ا ايؿو اي٤ت تحس٢ ؾ ايبرس٢ ب اياز٢ ٢ اختالف اي٤ اأزض٢ ا ا ؾ خل٢ ايط إ٢

ا٤ ؾأذا ا٤ ايط اي٤ ا أص داب١ ؿع اياع ن بث ؾا ا ت ب اأزض بعد

٣ عك اأزض٢ آلا يك ا٤ ايط طدس٢ ب ايطراب اي ـ ايساح٢ تصس٢

33 Mengenai hukum-hukum alam ini, lebih lanjut cermati ayat-ayat al-Qur’an berikut: Al-Qamar:49;Al-

Thalaq:3;Al-Furqan: 2;Al-Muzzammil:20; Al-Mursalat: 23; Fushshilat: 10; Yasin: 39.

45 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang,

bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah

turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati

(kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan

awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan

dan kebesaran Allah ) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al-Baqarah: 164)

ـ ا٤ ن إ٢ي٢ ايط ـ خكت ٢ ن إ٢ي٢ ايإ٢ب إ٢ي٢ أؾا عس ـ صبت ٢ ن إ٢ي٢ ايحبا زؾعت

رت ـ ض ايأزض٢ ن

“(Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana dia diciptakan.

Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan. Dan

bumi, bagaimana dihamparkan?)‖ (QS. Al-Ghasyiyah: 17-20)

Persamaan universal dalam hal kemampuan atau potensi alami manusia

untuk mengenal dan mengungkap kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam

ciptaanNya, sebetulnya adalah merupakan suatu hal yang diniscayakan kehendak

Allah itu sendiri. Mengapa demikian? Karena kehendak ilahi yang di luar

jangkauan pemahaman dan persepsi manusia, maka nasibnya, kata Al-Faruqi,

satu di antara dua: ditolak sama sekali atau diterima dengan buta. Kedua-duanya

jelas menunjukkan bahwa dalam kondisi seperti itu kehendak ilahi tidak atau

belum terwujud, atau terwujud tapi tidak sampai pada tingkat yang semestinya.34

Dan hal ini tentu berseberangan atau tidak sejalan dengan kesempurnaan Allah

Subhanahu wa Ta'ala.35

Berdasarkan tinjauan di atas dapat disimpulkan bahwa perspektif tauhidi

Islami telah meluaskan konsep wahyu ilahi hingga menjadi universal dan bersifat

komprehensif yang mencakup seluruh manusia, dan tidak khusus hanya pada

golongan-golongan tertentu saja. Dengan demikian, semua manusia sebenarnya

dari segi fitrah dan tabiatnya bertemu dalam satu agama yang sama yaitu ―agama

alami‖ (natural religion),36 ―agama fitrah‖ atau agama ―Islam universal‖, yaitu yang

akan kita bicarakan dalam bagian berikut ini.

2. Substansi Wahyu Samawi atau Risalah Para Nabi dan Rasul

34Isma’il R. Al-Faruqi, Islam and Other Faiths, hal.136-7. 35Cermati firman-firman Allah swt. Berikut: (Al-Ra’d: 41); juga (Al-Buruj: 16); juga (Al-Ahzab: 37). Lihat:

Isma’il R. Al-Faruqi, Islam and Other Faiths, hal.136-7. 36Al-Faruqi, Isma’il R., Huquq Ghair al-Muslimin, hal.23.

46 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Perspektif tauhidi Islami di atas tadi, pada gilirannya, berimplikasi

kesatuan substansi dasar semua wahyu itu sendiri, sesuai dengan yang ditegaskan

dalam Al-Qur‘an:

ض٢ صا ب إ٢بسا ا ذا إ٢يو اير أ ص٢ ب ذا ٢ ا ايد غسع يه

ال تتؿسقا ا ايد أق عط٢ أ

"Dia telah menshariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-

Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami Wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami

wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan “Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah

kamu berpecah belah tentangnya.” (QS. Al-Syura: 13)

Dan yang ditegaskan pula dalam hadits. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam bersabda:

إا عػس اأبا٤ دا اذد إ أىل اياع باب س أا إ يظ بين ب يب

―Kami semua nabi-nabi, agama kami sama, aku orang yang paling dekat

kepada putera Maryam, karena tidak ada satu pun nabi antara aku dan dia.‖

(HR. Bukhari dan Muslim)

dalam hadits yang lain, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam juga

bersabda:

اأبا٤ إخ٠ يعال د اذد أات غت٢

Nabi-nabi adalah bersaudara, agama mereka satu meskipun ibu-ibu mereka

berlainan.‖ ( HR. Abu Dawud )

Teks-teks suci ini secara kategoris menegaskan kesatuan wahyu seperti

dijelaskan di atas yang berujung pada kesatuan substansi dan kesatuan agama

yang diturunkan, yaitu Islam, yang oleh Ibnu Taymiyyah dalam bukunya Al-

Jawab al-Shahih li-man Baddala Din al-Masih disebut sebagai Al-Islam al-”Amm

(Islam Universal).37 Oleh karena itulah, kenapa hanya agama ini saja yang

sejatinya mendapat pengakuan sebagai satu-satunya agama yang Haqq di sisi

Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagaimana yang ditegaskan dalam ayat-ayat berikut:

37Ibn Taymiyyah, Al-Jawab al-Shahih li-man Baddala Din al-Masih, diedit oleh Dr. Ali ibn hasan et al.

(Riyadh: Dar al-‘Ashimah: 1414H.), jilid 5, hal.341.

47 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

عد اي اإل٢ضال ايد إ٢

―(Sesungguhnya agama (yang diridlai) di sisi Allah adalah Islam).‖ (QS. Ali

“Imran: 19); dan firman Allah,

ايداضس٢ ؾ اآلخس٠ بتؼ٢ غس اإل٢ضال٢ دا ؾ كب

“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan

diterima (agama ini) dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali

“Imran: 85).

Maka, Islam adalah merupakan agama semua nabi dan rasul beserta

pengikut-pengikut mereka. Lebih jelas dan detailnya bisa disebutkan berikut ini:

a. Islam adalah agama Nuh Alaihissallam seperti dijelaskan ayat:

ترنري٢ بآا كا نبس عه نا ٢ إ٢ ا ق يك بأ ح٣ إ٢ذ قا ع٢ اي٤ ؾع٢ ات

اق ١ ث غ عه أسن يا ه ث غسنا٤ن ن٤ت ؾأجعا أسن ٢ اي٤ ت يا تعس طا إ٢ي

أجس٣ ا ضأيته ؾ ي٤ت ت إ٢ي٤ا ع٢ اي٤ ؾإ٢ أجس٢ طني إ٢ اي أن أس أ

“Dan bacakanlah kepada mereka berita penting tentang Nuh di waktu dia

berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, jika terasa berat bagimu tinggal

(bersamaku) dan peringatanku (kepadamu) dengan ayat-ayat Allah, maka

kepada Allah-lah aku bertawakkal, karena itu bulatkanlah keputusanmu

dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku).

Kemudian janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah

terhadap diriku dan janganlah kamu menangguhkannya. Jika kamu

berpaling (dari peringatanku) aku tidak meminta upah sedikitpun dari

padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka dan aku disuruh

supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (Muslim).”

(QS. Yunus: 71-72)

b. Islam adalah agama nabi Ibrahim Alaihissallam dan anak cucunya

(Isma‘il, Ishaq, dan Ya‘qub) seperti dijelaskan ayat:

ذ ٢ يو اجعا ط ١ يوزبا ز٢تا أ١ ط

48 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

"Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh

kepada Engkau (Muslim) dan jadikanlah di antara anak cucu kami umat

yang tunduk patuh kepada Engkau (Muslim).‖ (QS. Al-Baqarah:128)

dan dalam ayat yang lain:

عكب ا ب ا إ٢بسا ص٢ ب ت يسب ايعايني. أض قا أض زب ي إ٢ذ قا إ٢ ب

إ٢ي و . قايا عبد إ٢ي ط أت إ٢ي٤ا ت ؾا ت ايد ؿ٢ يه اص اي٤ آبا٥و إ٢بسا

ط ي ر اذدا إ٢ضرام إ٢يا اع إ٢ض

“Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah

(berIslamlah)!” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh (berIslam) kepada

Tuhan semesta alam”. Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan ini kepada

anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. Ibrahim berkata: “Hai anak-

anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka

janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” Adakah

kamu hadir ketika Ya‟qub kedatangan (tanda-tanda maut), ketika ia

berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”

Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek

moyangmu, Ibrahim, Isma‟il dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan

kami hanya tunduk patuh kepadaNya (Muslim).” (QS. Al-Baqarah:

131-133)

dan dalam ayat yang lain:

ػس٢نني اي ا نا ا ذؿا ط نا يه ال صساا دا إ٢بسا ا نا

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan

tetapi dia adalah seorang yang lurus dan muslim dan sekali-kali bukanlah

dia termasuk golongan orang-orang musyrik.‖ (QS. Ali “Imran: 67)

c. Islam adalah agama nabi Yusuf Alaihissallam seperti dijelaskan ayat:

49 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

ع و اي ي زب قد آتت ايأزض٢ أت ا ا ٢ ايأذادث ؾاطس ايط ٢ تأ ت

أيرك بايصايرني ا ؾ ط ايآخس٠ ت ؾ ايدا

“Ya Tuhanku, sesungguhnya Englau telah menganugerahkan kepadaku

sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta‟bir mimpi.

Ya Tuhan Pencipta langit dan bumi. Engkaulah pelindungku di dunia dan

akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gAbungkanlah aku

dengan orang-orang yang saleh.‖ (QS. Yusuf: 101)

d. Islam agama Nabi Musa Alaihissallam dan kaumnya seperti

dijelaskan ayat:

نا إ٢ نت طني آت باي١ ؾع ت ٢ إ٢ نت ض٢ ا ق قا

“Berkata Musa: “Hai kaumku, jika kamu beriman kapada Allah, maka

bertawakkAllah kepadaNya saja, jika kamu benar-benar muslim”. (QS.

Yunus: 84)

Dan dalam ayat lain yang mengisahkan do‘a para tukang sihir

(penentang nabi Musa) yang telah bertaubat:

ؾا طني ت زبا أؾس٢ؽ عا صبسا

“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah

kami dalam keadaan Muslim.” (QS. Al-A’raf: 126)

e. Islam adalah agama nabi Sulaiman Alaihissallam dan kaumnya

seperti dijelaskan ayat berikut yang mengisahkan Bilqis, Ratu

Saba‘:

ي زب ايعايني ا ت ع ض أض ت ؿط زب إ٢ ظ

“Tuhanku sesungguhnya aku telah berbuat aniaya terhadap diriku. Dan

aku berserah diri (muslim) bersama Sulaiman kepada Allah Tuhan semesta

alam.‖ (QS. Al-Naml: 44)

f. Islam adalah agama nabi-nabi Bani Isra‘il seperti dijelaskan ayat:

50 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

ز د٣ زا٠ ؾا ادا إا أصيا ايت ا ير أض اير ا ايب ب ره

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada)

petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan

perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada

Allah (Muslim).‖ (QS. Al-Ma’idah: 44)

dan dalam ayat lain:

أصاز اي١ آ ر از٢ اير أصاز٢ إ٢ي٢ اي١ قا ايهؿس قا ا أذظ عط٢ ا ؾ

اغد بأا ط باي١

“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israil) berkatalah

dia: “Siapakah yang akan menjadi penolong untuk menegakkan agama

Allah?” Para Hawariyyin (sahabat setia) menjawab: “Kamilah penolong-

penolong agama Allah. Kami beriman kepada Allah dan saksikanlah

bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang muslim.” (Ali “Imran: 52)

dan dalam ayat lain:

اغد بأا ط ا ا آ بسضي قاي آا ب از٢ني أ ذت إ٢ي٢ اير إ٢ذ أ

“Dan (ingatlah) ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia:

“Beimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku!” Mereka menjawab:

“Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya

kami adalah orang-orang yang muslim.‖ (QS. Al-Ma’idah: 111)

g. Islam adalah agama Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

seperti dijelaskan ayat:

أ أن إ٢ أس أ ػس٢ننيق اي ال ته أض

“Katakanlah (wahai Muhammad): Sesungguhnya aku diperintahkan supaya

menjadi orang yang pertama sekali menyerah diri kepada Allah (berIslam),

dan (aku diperinathkan dengan firmanNya): Jangan sekali-kali engkau

menjadi dari golongan orang-orang musyrik.‖ (QS. Al-An’am:14)

dan dalam ayat lain:

51 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

أا بريو أس ات ي١ زب ايعايني، ال غس٢و ي را طه صالت إ٢ ق أ

طني اي

“Katakanlah (wahai Muhammad): Sesungguhnya sembahyangku dan

ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan seru sekalian

alam. Tiada sekutu bagiNya, dan dengan yang demikian saja aku

diperintahkan dan aku adalah orang yang pertama kali berIslam.‖ (QS.

Al-An’am:162-163)

Jadi jelas sekali, ayat-ayat dan hadits tersebut di atas secara explisit

menegaskan kesatuan agama semua nabi dan rasul. Dalam mendeskripsikan

agama para nabi dan rasul, Al-Qur‘an menggunakan kata-kata atau istilah

redaksional yang baku dan sama yang sangat tidak memungkinkan adanya tafsir

yang berbeda. Coba perhatikan kata-kata atau istilah berikut dengan seksama

yang semuanya diambil dari ayat-ayat di atas: min al-muslimin, muslimaini

muslimatan, aslama, aslamtu, muslimun, musliman, aslamu semuanya standar dan tidak

ada yang membedakan antara nabi yang satu dengan yang lain, atau ummat nabi

yang satu dengan ummat nabi yang lain. Hatta perintah ber-Islam kepada Nabi

Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pun menggunakan redaksi yang sama

dengan nabi-nabi terdahulu. Tidak ada indikasi Islam dengan ―I‖ (huruf kapital)

–sebagai agama yang terlembagakakan (institutionalized religion) atau ―i‖ (huruf

kecil) –sebagai sikap spiritual peribadi (private spiritual attitude) sebagaimana yang

coba diperkenalkan oleh W. C. Smith dalam bukunya The Meaning and End of

Religion38 dan kemudian dicoba tawarkan dengan getol oleh Nurcholish Madjid di

Indonesia.

Kemudian kesatuan substansi wahyu samawi tersebut semakin menjadi

gamblang dan terang-benderang manakala kita mengikuti alur nalar Qur‘ani

lebih lanjut yang menegaskan bahwa mendustakan atau mengingkari seorang

nabi atau rasul saja berarti sama dengan mendustakan atau mengingkari seluruh

utusan Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ح٣ املسض نينربت ق

38Lihat: Wilfred C. Smith, The Meaning and End of Religion (London: SPCK, [1962] 1978), bab 3 “Islam As

Special Case”.

52 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

“Kaum nabi Nuh telah mendustakan para rasul.‖ (QS. Al-Syu’ara’: 108)39

سضني نربت عاد اي

“Kaum “Ad telah mendustakan para rasul.‖ (QS. Al-Syu’ara’: 123)

سضني د اي نربت ث

“Kaum Tsamud telah mendustakan para rasul.‖ (QS. Al-Syu’ara’: 141)

سضني يط اي نربت ق

“Kaum Luth telah mendustakan para rasul.‖ (QS. Al-Syu’ara’: 160)

نرب أصراب اأه١ املسضني

“Penduduk Aikah (Madyan) telah mendustakan rasul-rasul.‖ (QS. Al-Syu’ara’:

176)

Ayat-ayat di atas secara eksplisit dan kategoris menyatakan bahwa kaum-

kaum para nabi terdahulu dianggap telah mendustakan semua nabi dan rasul

secara keseluruhan, padahal sebagaimana diketahui bersama bahwa

kenyataannya yang diutus kepada mereka hanyalah seorang nabi atau rasul saja.

Kepada kaumnya nabi Nuh hanya diutus seorang nabi saja, dan yang mereka

dustakan pun hanya seorang nabi saja, yaitu nabi Nuh. Begitu juga kepada kaum

―Ad, kaum Tsamud, kaum Luth, dan penduduk Madyan; kepada mereka

masing-masing hanya diutus seorang nabi saja, dan yang mereka dustakan pun

hanya seorang nabi saja, yakni Hud, Shalih, Luth, dan Shu‘ayb. Tapi kenapa Al-

Qur‘an mengatakan mereka telah mendustakan semua rasul? Alasan yang paling

logis dan rasional adalah karena semua rasul dan nabi membawa pesan langit

yang sama, agama yang sama dan dari sumber yang sama pula. Oleh karena itu,

Al-Qur‘an memandang sikap yang tidak membeda-bedakan para nabi dan rasul,

antara satu dan lainnya, sebagai satu sebab hidayah (petunjuk) dan

menjadikannya sebagai salah satu rukun tauhid. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa

Ta'ala berfirman:

39Lihat juga ayat yang senada: (Al-FurqAn: 37).

53 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

ا عكب إ٢ضرام اع إ٢ض إ٢ي٢ إ٢بسا ا أص٢ إ٢يا ا أص٢ ا باي أضباط قيا آ

ا أت عط٢ ض٢ ا أت ي ر أذد ال ؿس٢م ب زب٢ ايب

ؾ غكام٣ ؾط ا ا ؾإ٢ ي إ٢ ت تدا ٢ ا آت ب ؾكد ا ا بث آ . ؾإ٢ ط هؿه

ايطع ايع اي١

“Katakanlah (hai orang-orang beriman): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang

diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma‟il, Ishaq,

Ya‟qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan “Isa serta apa yang

diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun

diantara mereka dan kami hanya tunduk peNuh kepada-Nya (Muslim).” Maka jika

mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah

mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam

permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan

Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.‖ (QS. Al-Baqarah: 136-137)

اي زب إ٢ي ا أص٢ ب ايسض آ زض ال ؿس٢م ب نتب ال٥هت باي آ ن ؤ

صري إ٢يو اي أطعا غؿساو زبا قايا ضعا زض أذد

―Rasul telah beriman kepada Al-Qur‟an yang diturunkan kepadanya dari

Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah,

malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan)

“Kami tidak membeda-bedakan antara seorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasulNya.”

(QS. Al-Baqarah: 285)

Lebih lanjut, substansi Wahyu samawi yang dikomunikasikan kepada

manusia lewat para nabi dan rasul sepanjang sejarah, yang oleh Ibn Taymiyyah

disebut Al-Islam al-„Amm (Islam Universal) tadi, pada dasarnya menurut

perspektif tauhidi adalah ―agama fitrah‖, religio naturalis, atau Ur-Religion itu

sendiri. Dengan adanya konsep ―agama fitrah‖ ini, berarti Islam telah

meletakkan landasan universal yang lebih kuat dan luas bagi humanisme yang

sebenarnya yang memungkinkan untuk mengakomodasi seluruh manusia,

dengan berbagai latar belakang keagamaan dan keyakinanya, sebagai saudara di

bawah payung kemanusiaan; sebagaimana memungkinkan untuk menarik garis

54 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

demarkasi yang tegas antara ―agama alami‖ yang dimiliki setiap manusia sejak

kelahirannya, di satu pihak, dengan agama-agama historis yang berevolusi dari

―agama alami‖ tersebut akibat faktor-faktor kesejarahan atau lingkungan, di

pihak lain.

Lalu, Islam menamakan ―agama fitrah‖ ini dengan nama agama Islam itu

sendiri. Hal ini didasarkan pada sebuah ayat dimana Allah Subhanahu wa Ta'ala

berfirman:

يدل٢ اي ذيو س اياع عا ال تبد س٠ اي ايت ؾ ٢ ذؿا ؾ جو يد ؾأق ايك ايد

أنثس اياع٢ ال ع .يه

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah ); (tetaplah atas)

fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fithrah itu. Tidak ada perubahan

pada fithrah Allah, itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak

mengetahui.‖ (QS. Al-Rum: 30-32)

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan Nabi

Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam untuk menghadapkan wajahnya dengan

tegap dan lurus (Hanif) kepada agama yang lurus, yang tiada lain adalah Islam.

Oleh karenanya agama ini disebut juga dengan ―Hanifisme‖ (al-Hanifiyyah), yakni

agama yang lurus, lempang dan jauh dari kebatilan dan kesesatan, sebagaimana

dalam hadits Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.

ر١ ٢ إىل اي ايرؿ١ ايط أذب ايد

―Agama yang paling dicintai Allah adalah Hanifiyyah (agama yang lurus) yang

lapang.‖ (HR. Bukhari)

Dan memanggil pengikut agama ini sebagai Hunafa” (bentuk jamak dari

Hanif: orang yang berpaling dari kesesatan), dalam penalaran bahwa mereka

pernah menerima wahyu dari Allah yang mengukuhkan fitrah mereka dan sesuai

dengan ―agama alami‖ mereka.40

Maka atas dasar penalaran ini, Islam adalah agama par excellence yang oleh

Allah SWT dimaksudkan sebagai kalimatun sawa” (kalimat yang sama atau

40Lebih lanjut simak: Ali ‘Imran: 67; Al-An’Am: 79; Al-Baqarah: 135; Ali ‘Imran: 95; Yunus: 105; Al-Nahl:

120,123; Al-Bayyinah: 5; Al-hajj: 31.

55 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

penyelaras) antara semua manusia, karena mereka semua pada suatu ketika

pernah menjadi umat seorang nabi atau rasul yang diutus oleh Tuhan yang sama.

Oleh karena itu, kita diperintahkan (mengikuti perintah yang diterima oleh

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam) untuk mengajak mereka kepada kalimatun

sawa” setiap kali mereka keluar atau melenceng darinya, Allah Subhanahu wa

Ta'ala berfirman:

به ا٤ با ١ ض ا إ٢ي٢ ن ايهتاب تعاي ا أ ق أال عبد إ٢ال اي٤ ال ال ػس٢ى ب غ٦ا

ا ؾكيا اغدا بأا ط تدر بعطا بعطا ي٤ ت ٢ اي٤ ؾإ٢ د أزبابا

―Katakanlah: “Hai ahli kitab, marilah berpegang kepada suatu kalimat (ketetapan)

yang sama antara antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan

tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu apapun dan tidak (pula) sebagian kita

menjadikan sebagian yang yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling

maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang

berserah diri kepada Allah.‖ (QS. Ali “Imran: 64)

Dari uraian kesatuan Wahyu samawi di atas dapat disimpulkan secara

meyakinkan bahwa agama samawi adalah tunggal. Dengan demikian, istilah

―agama-agama samawi‖ atau ―al-adyAn al-samawiyyah‖ atau ―revealed religions‖ yang

sering beredar secara luas mutlak perlu ditinjau ulang, kecuali jika yang

dimaksudkan adalah syari‟ah-syari‟ah samawiyyah (syari‘at-syari‘at samawi).

3. Wahyu dan Nabi Pamungkas

Substansi Wahyu samawi atau al-Islam al-„Amm (Islam Universal) tadi,

dalam operasionalnya di panggung sejarah senantiasa disesuaikan dengan kondisi

ke-kini-an dan ke-di-sini-an. Sebab sangatlah tidah logis jika, misalnya,

komunitas masyarakat zaman kapak diberlakukan kepada mereka sebuah aturan

atau syari‟ah yang berlaku pada zaman informatika sekarang ini. Maka karena

kondisi obyektif dan faktual komunitas masyarakat manusia yang berkembang

dari masa ke masa dengan berbagai masalah dan tuntutan yang berbeda-beda

dan beragam ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala kemudian mengutus serangkaian

utusan (nabi dan rasul) sepanjang sejarah dengan membawa wahyu (di samping

yang universal tadi) yang lebih spesifik dan relevan dengan masalah dan tuntutan

ruang dan waktu masing-masing (tempo-local). Sehingga dalam khazanah hukum

yang dikenal dalam sejarah manusia terdapat berbagai macam kodifikasi hukum

atau syari‟ah. Kombinasi wahyu universal dengan wahyu tempo-local ini secara

56 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

implisit, mengikuti klassifikasi Ibn Taimiyyah, dapat disebut sebagai al-Islam al-

Khash karena sifat-sifatnya yang terbatas.

Oleh karena keterbatasannya ini, maka adalah sesuatu yang niscaya belaka

jika syari‟ah-syari‟ah temporal-lokal ini dengan sendirinya berakhir (mansukhah)

atau batal dan kedaluwarsa dengan datangnya syari‟ah baru yang dibawakan oleh

nabi berikutnya, dan begitu seterusnya. Kalau pun syari‟ah-syari‟ah tempo-local

yang sudah obsolete dan expired ini masih tetap dipaksakan ingin diterapkan, maka

sudah barang tentu akan menimbulkan berbagai masalah. Sekedar contoh yang

paling dekat dan konkrit adalah syari‟ah Musawiyyah (yang kemudian lebih dikenal

dengan Yudaisme) dan syari‟ah „Isawiyyah (yang kemudian lebih dikenal dengan

Kristen) yang masih ingin dipertahankan oleh para pengikut kedua agama ini.

Paling kurang ada dua efek yang luar biasa negatif buat agama secara umum

akibat pemaksaan ini. Pertama, adalah meluasnya sikap penolakan terhadap

agama di abad modern, baik secara parsial (sekularisme) atau pun total (ateisme).

Dan kedua, adalah efek domino dari yang pertama tadi, yaitu dekonstruksi atau

pembongkaran bangunan agama secara total yang dimulai dari dekonstruksi

teks-teks sucinya yang memang sudah tak relevan dengan semangat zaman atau

zeitgeist.41 Dekonstruksi ini menjadi sebuah kemestian karena memang sejak

semula dalam blueprint ilahi syar‟ah agama ini tidak dimaksudkan untuk berlaku

universal dan abadi.

Lain halnya dengan wahyu pamungkas yang dibawakan oleh Nabi

pamungkas, Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Wahyu ini sejak semula

memang dimaksudkan sebagai pamungkas dari seluruh rangkaian ―komunikasi

langit verbal‖. Oleh karena itu, ia memang telah didesain sedemikian rupa dan

fleksibel sehingga, dengan prinsip ijtihad yang dimiliki, mampu mengakomodasi

(memberikan solusi untuk) segala bentuk perubahan dan perkembangan

masyarakat modern sampai akhir zaman. Barangkali bagi kaum liberal dan

pluralis agama, hal ini kedengaran amat sangat apologetik. Tapi yang penting

diketahui bersama bahwa logika wahyu pamungkas ini dibangun dari premis-

premis yang telah didiskusikan di atas secara analitis dan masih dikuatkan lagi

dengan Hujjah-hujjah naqliyyah (teks-teks Wahyu dalam Al-Qur‘an maupun

sunnah) dan ijma” (konsensus) ummat Islam. Di antaranya adalah firman Allah

Subhanahu wa Ta'ala:

41Setidaknya ada 2 faktor utama yang menyebabkan hal ini: i) faktor kesejarahan yang memang tidak

memungkinkan terpeliharanya otentisitas teks-teks Bible; dan ii) faktor kebahasaan (istilah, ungkapan, idiom dsb) yang terasa janggal bagi nalar modern

57 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

ايبني خات اي زض يه ز٢جايه د أبا أذد ر ا نا

―Bukanlah Muhammad itu menjadi bapak bagi seseorang dari lelaki kalian,

melainkan dia adalah Rasul Allah dan pamungkas nabi-nabi.‖ (QS. Al- Ahzab: 40)

dan sebuah hadits Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam:

ي ايػا٥ صس بايسعب أذت جاع ايه ؾطت ع٢ اأبا٤ بطت أعت

ب ايب ي اأزض طزا طحدا أزضت إىل اخلل ناؾ١ خت جعت

“Aku diutamakan di atas nabi-nabi (terdahulu) dengan enam perkara: aku diberi

Wahyu yang komprehensif, dan aku ditolong (dalam peperangan) dengan (senjata) ketakutan

(yang dimasukkan ke hati musuh), dan dihalalkan bagiku harta pampasan perang, dan

dijadikan bagiku tanah sebagai masjid dan menyucikan, dan aku diutus kepada seluruh

manusia, dan denganku dipungkasi (mata rantai) nabi-nabi.‖ (HR. Muslim dari Abu

Hurairah)

تطض اأبا٤ نا و يب خؿ يب إ ال يب بعد ضه خؿا٤ ب إضسا٥

ؾهثس

―Banu Isra‟il dulu diperintah oleh nabi-nabi, setiap kali gugur seorang nabi maka

diganti nabi lain, dan sesungguhnya tak ada nabi satu pun setelah saya, dan akan ada para

khalifah yang banyak jumlahnya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Di samping teks-teks tersebut dan banyak lagi lainnya, logika kesatuan

Wahyu samawi yang dibentangkan di atas juga semakin menegaskan

pamungkasnya al-Wahy al-Muhammadi. Lebih lanjut dalam logika ini

meniscayakan kesinambungan mata rantai wahyu dari langit, berupa

pembenaran, kesaksian dan pengukuhan atau konfirmasi (tashdiq) yang diberikan

seorang nabi terhadap wahyu dan kenabian nabi sebelumnya, dan pemberitaan

profetik (tanabbu‟)-nya akan kedatangan wahyu dan nabi berikutnya (bisyarah),

dan demikian seterusnya. Kitab-kitab dalam Bibel banyak mengungkap hal ini,

khususnya kabar profetik tentang datangnya Jesus (‗Isa Alaihissallam) serta

Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam . Al-Qur‘an bahkan mengungkap tashdiq

58 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

dan bisyarah ini di beberapa tempat dalam surat-suratnya,42 namun tak ada

satupun ayat yang mengabarkan akan datangnya wahyu dan nabi setelah Nabi

Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Dengan demikian jelas bahwa al-Wahy

al-Muhammadi adalah wahyu pamungkas dan Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi

wa Sallam sebagai pembawanya adalah nabi pamungkas.

Sebagai wahyu pamungkas, al-Wahy al-Muhammadi ini memiliki

keistimewaan yang karakteristik dibanding dengan wahyu-wahyu sebelumnya.

Keistimewaan ini adalah bahwa ia disebutkan dalam Al-Qur‘an sebagai muhaymin

(pengawas, saksi, refree) bagi kitab-kitab suci sebelumnya:

BAB III

ISLAM DAN PERADABAN

A. Islam dan Adab

42Lihat, misalnya, surat: Al-Baqarah: 41, 91, 97; Ali ‘Imran: 3, 39, 50; Al-Nisa’: 47; Al-Ma’idah: 46, 48;

Fathir: 31; Al-Ahqaf: 30; Al-Shaff: 6.

59 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Masalah yang mendasar yang sedang dihadapi umat sekarang ini adalah

masalah ilmu dan adab. Ilmu sudah mulai dijauhkan, bahkan dihilangkan dari

nilai-nilai adab dalam arti luas. Akibatnya, terjadilah suatu keadaan yang oleh Al-

Attas disebut the loss of adab (hilangnya adab). Efek buruk dari fenomena ini

adalah terjadinya kebingungan dan kekeliruan persepsi mengenai ilmu

pengetahuan, yang selanjutnya menciptakan ketiadaan adab dari masyarakat.

Hasil akhirnya adalah ditandai dengan lahirnya para pemimpin yang bukan saja

tidak layak memimpin umat, melainkan juga tidak memiliki akhlak yang luhur

dan kapasitas intelektual dan spiritual mencukupi, sehingga itu semua akan

membawa kerusakan dipelbagai sektor kehidupan, baik kerusakan individu,

masyarakat, bangsa dan negara.43

Dalam Islam, ilmu dan adab adalah dua hal yang saling terintegrasi, yang

saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya. Keduanya ibarat sebuah

koin yang tak terpisahkan, di mana kebermaknaan yang satu tergantung pada

yang lainnya.44 Ilmu tanpa adab ibarat pohon tanpa buah, adab tanpa ilmu ibarat

orang yang berjalan tanpa petunjuk arah.45 Dengan demikian ilmu dan adab

harus bersinergi, tidak boleh dipisah-pisahkan. Berilmu tanpa adab adalah

dimurkai (al-maghdhubi alaihim), sementara beradab tanpa ilmu adalah kesesatan

(al-Dhallin). Oleh karena itu, Islam selalu mendorong umatnya agar senantiasa

menjadi manusia berilmu dan beradab. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam

hadist berikut ini,

إ را ايكسآ أدب١ اهلل ؾ٢ اأزض ؾتعا أدبت

―Sesungguhnya Al-Qur‘an ini adalah hidanganAllah di muka bumi, oleh

karena itu belajarlah kalian pada sumber peradaban-Nya.‖46

43 Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, hlm. 117-118. Bandingkan dengan

terjemahan Karsidjo Djowosuwarno, Islam dan Sekularisme SMN Al-Attas, Bandung: Penerbit Pustaka, 1981 hlm. 148-149, dan terjemahan Institute Pemikiran Islam dan Pembangunan Islam, Islǎm dan Sekularisme, Bandung: PIMPIN, 2010, hlm. 132. Al-Attas mengatakan sebagai berikut:

1. Confusion and error in knowledge, creating the condition for: 2. The loss of adab within the Community. The condition arising out of (1) and (2) is: 3. The rise of leaders who are not qualifield for valid leadership of the Muslim community, who do not

possess the high moral, intellectual and spiritual standards required for Islamic leadership, who perpetuate the condition in (1) above and ensure the continued control of the affairs of the Community by leaders like them who dominate in all field.

44 Hasan Asari, Etika Akademis Dalam Islam, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,2000,hlm.1 45 Hisyam Ibn Abd Malik, Al-A’laqah Baina Al-Ilm Wa Al-Suluk, Riyadl: Jami’ah Muhammad Ibn

Sa’ud,2009,hlm.21 46 HR. Al-Baihaqi, no.1985, Ad-Darimi, no.3315

60 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

أدبين زب ؾأذط تأديب

―Tuhanku telah mendidikku, dan telah membuat pendidikanku itu sebaik-

baiknya.‖47

أ ؤدب ايسج يد خري أ تصدم بصاع

―Sungguh jika seorang ayah mendidik anaknya, maka hal itu lebih baik

baginya dari pada sedekah satu sho‘.‖48

أذطا أدب أنسا أالدن

―Muliakan anak-anak kalian, dan perbaiki adab mereka.‖49

ػأ ؾ٢ ب٢ ضعد أدب٢ زب٢

―Tuhanku telah mengajariku dan aku tumbuh besar di kalangan Bani

Sa‘ad.‖50

٣ أدب ذط يدا خسا ايد زث ا

‗Tidak ada warisan yang lebih baik daripada pendidikan adabyang baik.‘‖

(HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jam al-Ausath)51

ؾال تحس أدب اهلل ايكسآ إ٢ أدبت تؤت ؤدب رب أ ن

‖Setiap pendidik akan menyukai diberikan alat mendidik, dan

sesungguhnya pendidikan dari Allah itu adalah Al-Qur‘an, maka janganlah kalian

menjauhinya.‖52

47 Lihat Al-Suythí, al-Jâmi’ al- Shaghír fí Ahâdís al-Basyír al-Nazír Cet. I; al-Qâhirah: Dâr al-Fikr, t.t, hlm.

14 48 HR.Tirmidzi, no.1951 49 HR. Ibn Majah, no. 1763 50 Jami’ al-Ahadits, Vol. II, hlm. 88, hadits no. 960 (dalam Maktabah Syamilah) 51 Al-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Ausath, Vol. XIII, hlm. 335, hadits no. 38000 (dalam Maktabah Syamilah) 52 Jami’ al-Ushul, Vol. XV, hal.354, hadits no. 15688 (dalam Maktabah Syamilah)

61 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Dari keterangan hadist-hadist di atas tampak jelas urgensi adab dalam

kehidupan, karena pada dasarnya adab merupakan pilar dari segala kebaikan.

Lebih dari itu, adab juga merupakan inti dari ilmu nafi‘ yakni ilmu yang

bermanfaat. Ilmu nafi‟ ini adalah ilmu yang pernah diperintahkan oleh Allah

kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam agar diminta dan dicari

setiap saat. Allah Jalla wa „Alaa berfirman kepada Nabi-Nya,

ا زب ش٢د ع ق

“Dan katakanlah, wahai Robbku tambahkanlah ilmu kepadaku.” (QS. Thoha:

114)

Melalui ayat ini, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam diperintahkan untuk

senantiasa memohon kepada Allah tambahan ilmu yang bermanfaat. Ibn

Uyainah berkata: ―Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam tidak henti-hentinya

memohon tambahan ilmu nafi‘ kepada Allah sampai beliau wafat‖.53 Ibn Katsir

menambahkan, bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam tidak pernah

diperintahkan untuk meminta tambahan apapun kecuali tambahan ilmu nafi‟ ini,

oleh karena itu Rasulullah senantiasa istiqamah melantunkan do‘a ilmu nafi

sebagaimana berikut ini:

: " اي٤ ك ض٤ ع اي٤ ص٢٤ اي٤ زض : نا ، قا ع اي٤ سس٠ ، زض أب ع

٣ ذا د ي٤ ع٢ ن اير ا ، ش٢د ع ا ؿع ، ع ت ، ا ع٤ أعذ اؿع ب

٢ اياز٢ ٢ أ ذا باي٤

―Dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi

wa Sallam senantiasa membaca do‘a: ―ya Allah berikanlah manfaat terhadap apa

yang telah engkau jarkan kepadaku, dan ajari aku apa yang bermanfaat bagiku,

dan tambahilah aku ilmu, segala puji hanya milikmu atas segala keaadaan, dan

aku berlindung dari perilaku ahli neraka.‖ (HR. Tirmidzi dan Bazzar)54

Ilmu yang bermanfaat (ilmu nafi‟) akan mendatangkan iman. Realisasi iman

akan membawa pada amal shaleh. Integrasi keduanya akan membawa ke jalan

yang lurus (sirath mustaqim). Dengan demikian, bila ilmu didapatkan akan tetapi

53 Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, Dar Al-Thaibah, 2002, Vol.5, hlm.319 54 Ibid

62 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

tidak diikuti dengan amal shaleh, bisa digolongkan kepada ilmu yang tidak

bermanfaat (ghairu nafi‟) dan bahkan termasuk dalam perbuatan munafik atau

seperti perbuatan Yahudi yang dilaknat (al-maghdub alaihim).

Amal tanpa ilmu akan mendatangkan kesesatan sebagaimana orang-orang

Nasrani (al-dhallin). Inilah makna dari firman Allah: Ihdinasshirathal mustaqim,

shirathalladzina an‟amta alaihim ghairil maghdhubi alaihim waladhallin. (Ya Allah

tunjukkan kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-arang yang telah engkau beri

nikmat, bukan jalan orang yang dimurkai, dan bukan pula jalan orang yang

sesat). Dan juga firman Allah: “Bahwasanya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka

ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu

mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.” (QS. Al-An’am: 153).55

Oleh karena itu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam memerintahkan

kepada umatnya agar belajar ilmu nafi‟ (ilmu bermanfaat) dan meninggalkan ilmu

yang ghairu nafi‘ (tidak manfaat), sebagaimana terdapat dalam sabdanya:

٣ يا ؿع ع ذا باي٤ تع ا اؾعا ع ضا اي٤

Mintalah kepada Allah ilmu yang bermanfaat, dan berlindunglah kepada

Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat.56

Ilmu yang bermanfaat selanjutnya akan mendatangkan rasa takut kepada

Allah (khasyah) sehingga dapat mendekatkan pemiliknyakepada Allah Subhanahu

wa Ta‟ala dan pemiliknya disebut alim atau ulama.Hal ini sesuai dengan firman

Allah dalam QS.Al-Fathir: 28

عص٢ اي٤ ا٤ إ٢ عباد ايع ا دػ٢ اي٤ ص غؿز إ٢

“Sesungguhnya hanyalah yang takut kepada Allah dari hambanya adalah para

ulama (orang yang berilmu), sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha pengampun.”

(QS. Al-Fathir: 28)

Menurut Ibn Jauzi ayat ini mengindikasikan bahwa ilmu yang bermanfaat

akan mendatangkan khasyah (takut) kepada Allah, di mana pemiliknya senantiasa

mengakui keagungan Allah, sehingga melahirkan tahqiq ubudiyah yaitu

ketundukan dan penghambaan kepada-Nya. Sebaliknya ilmu yang tidak

55 Ibn Jauzi, Zad Al-Masir, Vol.I, hlm. 16, 56 HR. Ibn Majah , no. 3843

63 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

mendatangkan khasyah, tidak bisa disebut sebagai ilmu yang bermanfaat, dan

pemiliknya tidak masuk dalam kategori alim. 57

Imam Syafi‘i, lebih lanjut membuat sebuah kaedah yang terkenal yaitu

“laisal ilm makhufidza walakin Al-Ilm ma nafa‟a”. Artinya, tidaklah disebut ilmu, apa

yang hanya dihapal, tetapi ilmu adalah apa yang diaktualisasikan dalam bentuk

adab yang akan memberikan manfaat.58

Kaedah Imam Syafi‘i tersebut senada dengan apa yang dikatakan oleh

Hubaib ibn Syahid ketika memberikan nasihat kepada putranya:

نثري ابين ، اصرب ايؿكا٤ ايعا٤ تع خر أدب، ؾإ ذيو أذب إي

احلدث.

―Hai anakku, bergaullah (ikuti dan temani terus) dengan para ahli fiqih dan

ulama, belajarlah dari mereka, dan ambil adab (pendidikan akhlak) dari mereka!

Karena hal itu lebih aku sukai daripada hanya sekedar memperbanyak hadits.‖59

Hasyim Asy‘ari dalam karyanya “Adab Al-Alim Wa Al-Muta‟allim”

merumuskankaedah penting akan urgensinya ilmu dan adab ”at-Tawhidu yujibul

imana, faman la imana lahula tawhida lahu;wal-imanu yujibu al-syari‟ata, faman la

syari‟ata lahu, la imana lahu wa la tawhida lahu; wa al-syari‟atu yujibu al-adaba, faman

laadaba lahu, la syari‟ata lahu wa la imana lahu wa la tawhida lahu.” Tauhid

mewajibkan wujudnya iman. Barangsiapa tidak beriman, maka dia tidak

bertauhid; dan iman mewajibkan syariat, maka barangsiapa yang tidak ada syariat

padanya, maka dia tidak memiliki iman dan tidak bertauhid; dan syariat

mewajibkan adanya adab; maka barangsiapa yang tidak beradab maka (pada

hakikatnya) tiada syariat, tiada iman, dan tiada tauhid padanya.60

Pentingnya ilmu dan adab dalam tradisi intelektual Islam, telah

mendorong perhatian para ulama salaf untuk melahirkan sebuah karya abadi

tentang konsep ilmu dan adab, dengan kajian yang mendalam dan

komprehensip. Misalnya, Imam Al-Bukhari (194-256) menulis tentang Adab Al-

Mufrad, Ibn Sahnun (202-256H) menulis Risalah Adab Al-Mua‟llimin, Al-

57 Ibn Jauzi, Zad Al-Masir, Vol.VI, hlm.486 58 Ibn Jama’ah, Tadzkirah Al-Sami’ Wa Al-Mutakallim Fii Adab Al-A’lim Wa Al-Muta’alim, Beirut: Dar Al-

Basyair Al-Islamiyah, 1983, hlm.48 59 Abd al-Amir Syams ad-Din, Al-Madzhab at-Tarbawiy ‘inda Ibn Jama’ah, Beirut: Dar Iqra`, 1984, hlm. 62 60 Hasyim Asy’ari, Adab Al-Alim Wa Al-Muta’allim , Jombang: Maktabah Turats Islamiy, 1415 H. hlm. 11

64 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Rummani (w. 384 H) menulis tentang adab Al-Jadal, Al-Qabisi (324-403 H)

menulis tentang Risalah Al-Mufashilah Li Ahwal Al-Muta‟allimin Wa Ahkam Al-

Mu‟Allimin Wa Muta‟allimin, Al-Mawardi (w.450 H) menulis tentang Adab Al-

Dunya Wa Al-Din dan Adab Al-Wazir, Al-Khatib Al-Baghdadi (w. 463H)

menulis tentang Al-faqih Wa Al-Mutafaqih, Al-Ghazali (450-505 H) menulis

Kitab Al-Ilm, Fatihah Al-Ulum dalam Ihya Ulum Al-Din, Al-Sam‘ani (506-562 H)

menulis Adab Al-Imla‟ Wa Al-Istimla‟, Nashir Al-Din Al-Thusi (597-672 H)

menulis Kitab Adab Al-Muta‟allimin, Al-Zarnuji (penghujung abad ke-6 H) telah

menulis Ta‟lim Al-Muta‟allim, Muhyiddin Al-Nawawi (w. 676) menulis tentang

Adab Al-Daris Wa Al-Mudarris, Ibn Jama‘ah (w. 733 H) menulis Tadzkirah Al-

Sami‟ Wa Al-Mutakallim Fii Adab Al-A‟lim Wa Al-Muta‟allim, Al-Syirazi (w. 756

H) menulis tentang Adab Al-Bahs, Abd Lathif Al-Maqdisi (w. 856 H) menulis

tentang Syifa‟ Al-Muta‟allim Fii Adab Al-Muta‟allimin, Al-Marsifi (w. 981 H)

menulis tentang Ahsan Al-titlab Fiima yalzam Al-Syaikh Wa Al-Mudarris Min Al-

Adab, Ibn Hajar Al-Haysami (w. 974 H) menulis Tahrir Al-Maqal Fii Adab Wa

Ahkam Wa Fawa‟id Yahtaj Ilaiha Mua‟ddib Al-Athfal, Al-Almawi (w. 981 H)

menulis Al-Mu‟id Fii Adab Al-Mufid Wa Al-Mustafid, Badr Al-Din Al-Ghazzi (w.

984 H) menulis tentang Al-Dur Al-Nadid Fii Adab Al-Mufid Wa Al-Mustafid, Al-

Astarabazi (w. 984 H) menulis tentang Adab Al-Munadzarah, Taj Al-Din Ibn

Zakariyya Al-Utsmani (w. 1050) menulis tentang Adab Al-Muridin, Al-Syaukani

(1173-1250 H) menulis Adab Al-Thalab, dan lain-lain.

Dari kajian para ulama tersebut menyimpulkan bahwa adab memiliki

peran sentral dalam dunia pendidikan, tanpa adab dunia pendidikan berjalan

tanpa ruh dan makna. Lebih dari itu, salah satu penyebab utama hilangnya

keberkahan dalam dunia pendidikan adalah kurangnya perhatian civitas

akademikanya dalam masalah adab.

Az-Zarnuji mengatakan: ―Banyak dari para pencari ilmu yang sebenarnya

mereka sudah bersungguh-sungguh menuntut ilmu, namun mereka tidak

merasakan nikmatnya ilmu, hal ini disebabkan mereka meninggalkan atau kurang

memperhatikan adab dalam menuntut ilmu.‖61

Oleh karena itu, adab harus menjadi perhatian utama bagi pencari ilmu,

agar ilmu yang didapat kelak bermanfaat dan mendapat keberkahan. Ibn Jama‘ah

mengatakan, ―Mengamalkan satu bab adab itu lebih baik daripada tujuh puluh

61 Ibrahim bin Isma’il, Syarh Ta’lim al-Muta’allim ‘ala Thariiqa Ta’allum, Semarang: Karya Toha Putra, hlm. 3

65 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

bab ilmu yang hanya sekedar dijadikan sebagai pengetahuan‖.62 Artinya, ilmu

sedikit yang diiringi dengan adab itu lebih baik daripada ilmu yang banyak tetapi

kosong dari adab ( lost of adab).

Dengan demikian, sudah saatnya dunia pendidikan menekankan proses

ta‟dib, sebuah proses pendidikan yang mengarahkan para peserta didiknya

menjadi orang-orang yang beradab. Sebab, jika adab hilang dari diri seseorang,

maka hilang pulalah fitrah kemanusiaanya. Jika fitrah telah hilang, maka akan

mengakibatkan penyimpangan, kedzaliman, kebodohan, dan menuruti hawa

nafsu yang merusak.

B. Ilmu dan Peradaban

Dalam Islam, ilmu merupakan perkara yang amat penting dan memiliki

kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Hal itu bisa kita lihat dengan jelas dalam Al-

Qur‘an, bahwaayat Al-Qur‘an yang pertama kali diturunkan kepada umat ini

adalahberkaitan dengan ilmu. Yaitu sebuah ayat yang diawali dengan kata “Iqra”

yang mengandung perintah untuk membaca dan menulis, karena membaca dan

menulis merupakan kunci utama untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

اقسأ باض زبو اير خل، خل اإلطا عل ، اقسأ زبو اأنس، اير ع اإلطا

بايك، ع اإلطا امل ع

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,Dia telah

menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha

Pemurah,Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada

manusia apa yang tidak diketahuinya.” ( QS. Al-Alaq: 1-5 )

Dalam menafsirkan kelima ayat di atas, Ibn Katsir menyoroti pentingnya

ilmu bagi manusia. Ibn Katsir menulis:

٢ ابتدا٤ خل اإلطا عك١، أ نس تعاىل أ ع١ اإلطا ا مل ؾا ايتب ع

ع، ؾػسؾ نس بايع، ايكدز اير اتاش ب أب ايرب١ آد ع٢ املال٥ه١

62 Ibn Jama’ah, Tadzkirah Al-Sami’ wa Al-Mutakallim fii Adab Al-A’lim wa Al-Muta’alim, Beirut: Dar Al-

Basya’ir Al-Islamiyah, 2008, hlm.28

66 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

―Dalam ayat-ayat ini terdapat peringatan bahwasanya manusia diciptakan

dari segumpal darah. Dan di antara bentuk anugerah Allah ta‘ala adalah

mengajarkan manusia apa yang semula tidak diketahuinya. Maka kemuliaan dan

keagungan manusia terletak pada ilmu. Dan inilah kemampuan yang membuat

bapak manusia, Adam lebih istimewa daripada malaikat.‖63

Imam Ibn Katsir, dalam penafsirannya di atas, mengingatkan kepada kita

bahwa dari sejak awal penciptaan manusia, status kemuliaan manusia terletak

pada ilmunya. Hal tersebutlah yang menjadi penjelas atas pertanyaan malaikat

yang sempat menyangsikan keberadaan manusia di bumi untuk dijadikan

khalîfah oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hal tersebut jugalah yang menjadi

penyebab selanjutnya kenapa malaikat diintsruksikan oleh Allah Subhanahu wa

Ta'ala untuk sujud kepada Adam selaku bapak manusia. Semua itu disebabkan

oleh ilmu.64

Maka dari itu, mencari Ilmu dalam pandangan Islam adalah keharusan

yang tidak mungkin untuk dipisahkan dari kehidupan seorang muslim. Pelbagai

keterangan menjelaskan wajibnya mencari ilmu. Mulai hadits sampai nash Al-

Qur‘an, sudah cukup dijadikan landasan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh

Imam Muslim dan Baihaqi misalnya, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

menegaskan:

٣ ط ٢ ؾس٢ط٠١ ع٢ ن طب ايع

―Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.‖ (HR. Muslim dan

Baihaqi)

Firman Allah, juga secara tegas memerintahkan nabi-Nya untuk berdoa

memohon tambahan ilmu, sebagaimana firmanNya,

ق زب ش٢د عا

“Dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”

(QS. Thaha: 114)

63 Abu al-Fida` Isma'il ibn Katsir, Tafsîr al-Qur`ân al-‘Azîm, Kairo: Dar al-Hadits, 1423 H/2003 M, hlm. 647-

648. 64 Dialog seputar pengukuhan Adam sebagai khalîfah di bumi dapat dilihat di antaranya dalam al-Qur`an

surat al-Baqarah [2]: 30-34.

67 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Al hafidz Ibnu Hajar berkata: ―Firman Allah Azza wa Jalla

sangat jelas menunjukkan tentangkeutamaan ilmu.Karena Allah tidak pernah

memerintahkan nabi-Nya untuk meminta (berdoa) atas tambahan sesuatu

kecuali ilmu‖.

Bahkan, mencari ilmu disamakan kedudukannya dengan orang yang

berjihad di jalan Allah.

ا نا املؤ يؿسا ناؾ١، ؾال ؿس ن ؾسق١ طا٥ؿ١ يتؿكا يف ايد يرزا

ق إذا زجعا إي يع حيرز

―Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).

Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang

untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi

peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya

mereka itu dapat menjaga dirinya.‖

Dalam rentang sejarah umat Islam, tradisi ―Iqra‖ menginspirasikan

lahirnya peradaban ilmu pengetahun dalam berbagai aspek kehidupan. Kitab dan

buku-bukupun lahir dengan jumlah sangat fantastis jika dibandingkan dengan

peradaban lain yang muncul di kancah dunia pada saat itu.Ulama seperti Imam

Jalal ad-Dîn as-Suyuthi (w. 911H), telah menulis lebih dari 300 kitab dalam

berbagai bidang, Karena itu, dia memperoleh gelar Ibn al-Kutub (Anak Buku);

demikian juga Ibn Jauzi (w. 597H) telah menulis lebih dari 500 kitab, karena itu

Ia mendapat julukan Syaihk Al-Ummah (Guru Umat).Ibn Sina menuliskan hasil

penelitian filosofisnya dalam ratusan karya, di antaranya al-Syifâ` yang terdiri dari

15 jilid yang membahas ilmu-ilmu metafisika, matematika, fisika, dan logika.

Karya-karya filosofis lainnya dapat dilihat dari komentar-komentar Ibn Rusyd

(w. 1198 M) atas karya-karya Aristoteles dan Plato. Sementara Ibn Haitsam yang

di Barat dikenal dengan Alhazen (dari kata al-Hasan, nama depannya) telah

menulis sebuah karya besar di bidang optik sebanyak tujuh jilid dengan judul al-

Manâzir. Karya-karya tersebut telah banyak menyumbang khazanah intelektual

Muslim.65

Ini semua mengisaratkan bahwa peradaban Islam dibangun di atas tradisi

keilmuan yang sangat kuat, melalui buah karya yang telah dihasilkan oleh para

65 Nasrudin Syarief, Konsep Ilmu, Bogor: UIKA,hlm.20

68 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

ulama. Maka benar ketika Rasulallah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menegaskan,

bahwa ulama itulah pewaris para Nabi, dan warisan itu tidak lain adalah berupa

warisan ilmu.

ا، إمنا .إ ايعا٤ زث١ اأبا٤ زثا دازا ال دز زثا ايع، ؾ إ اأبا٤ مل

.أخر أخر حبغ اؾس

―Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak

mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka

barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang

banyak.” (HR. At-Tirmidi, Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Hakim

dan Ibnu Hibban)

Tradisi keilmuwan telah mengantarkan umat Islam pada masa keemasan.

Eropa menjadi saksi bisu dari kemajuan peradaban Islam kala itu. Renaissance

(kebangkitan) Eropa setelah berabad-abad berada dalam kegelapan, tak

dipungkiri telah diantar oleh kemajuan sains ilmuan-ilmuan Muslim sebelumnya.

Hal itu sebagaimana diakui oleh Sigrid Honka (1913-1999), seorang orientalis

Jerman yang moderat. Dia mengatakan: "Setiap rumah sakit dengan

management dan labolatoriumnya; setiap apotek dengan sistem penyimpanan

obatnya di hari ini, pada hakikatnya adalah cenderamata kejeniusan Arab

(Islam).‖ Lebih lanjut Ia mengatakan: "Islam dengan universitas-iniversitas

mereka telah menyuguhkan kepada Barat contoh yang hidup dalam

mempersiapkan para sarjana yang terlatih dalam berbagi keahlian hidup dan

penelitian ilmiah. Universitas-universitas itu dengan strata-strata ilmiah dan

pembagian kepakarannya kedalam berbagai fakultas dengan berbagai

konsentrasinya telah menyuguhkan kepada Barat percontohan yang sangat

mengagumkan‖. Hal yang sama juga dikemukakan oleh George Sarton yang

melalui karyanya, Introduction to the History of Science menyebutkan beberapa

ilmuwan Muslim yang tidak tertandingi di masa itu oleh seorang pun di Barat.

Mereka adalah Jabir ibn Hayyan, al-Kindi, al-Khawarizmi, al-Farghani, al-Razi,

Sabit ibn Qurra, al-Battani, al-Farabi, Ibrahim ibn Sinan, al-Mas‘udi, al-Tabari,

al-Biruni, Ibn Sina, Ibn Haitam, dan Umar Khayyam. Menurut George Sarton,

jika seseorang mengatakan kepada anda bahwa abad pertengahan sama sekali

steril dari kegiatan ilmiah, kutiplah nama-nama ilmuwan di atas. Mereka semua

69 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

hidup dan berkarya dalam periode yang amat singkat, dari 750 hingga 1100 M.66

Ilmuwan lainnya yang secara jujur mengakui konstribusi peradaban Islam ini

adalah Tim Wallace-Murphy lewat karyanya What Islam Did for Us: Understanding

Islam‟s Contribution to Western Civilization. Ilmuwan Barat tersebut dalam salah satu

bab karyanya itu menuliskan The West‟s Debt to Islam (utang Barat terhadap

Islam). Dalam tulisannya, Murphy banyak memaparkan data tentang bagaimana

transfer ilmu pengetahuan dari dunia Islam ke Barat pada Zaman Pertengahan.

Transfer ilmu pengetahuan itu terjadi dengan usaha belajar Barat kepada Islam

di antaranya melalui penerjemahan. Sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa apa

yang dicapai Barat hari ini dengan keunggulan sains dan ipteknya adalah berkat

konstribusi umat Islam kepada mereka.67

Perlu dicatat bahwa tradisi intelektual dalam Islam juga memiliki medium

transformasi sejak awal sekali dalam bentuk institusi pendidikan yang disebut al-

Suffah dan komunitas intelektualnya disebut Ashab al-Shuffah. Dari sinilah dan

dari murid-murid ashab al-Suffah kemudian lahir generasi ulama dan

cendekiawan, baik kalangan sahabat dan tabi‘in yang ahli dalam berbagai disiplin

ilmu. Menurut Hamid Zarkasy, kelahiran ilmu dalam Islam dibagi ke dalam

empat periode. Pertama, turunnya wahyu dan lahirnya pandangan hidup Islam.

Turunnya wahyu pada periode Makkah merupakan pembentukan struktur

konsep dunia dan akhirat sekaligus yang merupakan sebuah struktur konsep

tentang dunia (world structure) yang baru. Seperti konsep-konsep tentang Tuhan

dan keimanan kepada-Nya, hari kebangkitan, penciptaan, akhirat, surga dan

neraka, hari pembalasan, konsep 'ilm, nubuwwah, dîn, 'ibâdah, dan lain-lain.

Sementara turunnya wahyu pada periode Madinah merupakan konfigurasi

struktur ilmu pengetahuan yang berperan penting dalam menghasilkan kerangka

konsep keilmuan (scientific conceptual scheme). Itu ditandakan dengan tema-tema

umum yang merupakan penyempurnaan ritual peribadatan, rukun Islam, dan

sistem hukum yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.

Periode kedua adalah lahirnya kesadaran bahwa wahyu yang turun tersebut

mengandung struktur ilmu pengetahuan. Seperti struktur konsep tentang

kehidupan, struktur konsep tentang dunia, tentang ilmu pengetahuan, tentang

etika dan tentang manusia, yang kesemuanya itu sangat potensial bagi timbulnya

kegiatan keilmuan. Istilah-istilah konseptual yang terdapat dalam wahyu seperti

66 Armahedi Mahzar dan Yuliani Liputo, Tradisi Sains dan Teknologi dalam Taufik Abdulah, et. al.,

Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, t.th., hlm. 237. 67 Tim Wallace-Murphy, What Islam Did for Us: Understanding Islam’s Contribution to Western

Civilization, London: Watkins Publishing, 2006, hlm. 115-127.

70 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

'ilm, îmân, ushûl, kalâm, nazar, wujûd, tafsîr, ta`wîl, fiqh, khalq, halâl, harâm, irâdah,

dan lain-lain mulai dipahami secara intens. Konsep-konsep ini telah memadai

untuk dianggap sebagai kerangka awal konsep keilmuan, yang juga berarti

lahirnya elemen-elemen epistemologis yang mendasar.

Atas dasar framework ini, Hamid menegaskan, maka dapat diklaim bahwa

embrio ilmu (sains) dan pengetahuan ilmiah dalam Islam adalah struktur

keilmuan dalam worldview Islam yang terdapat dalam Al-Qur`an. Hal ini

bertentangan secara diametris dengan klaim para penulis sejarah Islam kawakan

dari Barat, seperti De Boer, Eugene Myers, Alfrend Gullimaune, O'Leary, dan

banyak lagi yang menganggap sains dalam Islam tidak ada asal-usulnya. Dari

kalangan penulis modern mereka adalah Radhakrishnan, Majid Fakhry, W.

Montgomery Watt, dan lain-lain.

Periode ketiga adalah lahirnya tradisi keilmuan dalam Islam yang

ditunjukkan dengan adanya komunitas ilmuwan. Bukti adanya masyarakat

ilmuwan yang menandai permulaan tradisi keilmuan dalam Islam adalah

berdirinya kelompok belajar atau sekolah Ashhâb al-Shuffah di Madinah. Di sini

kandungan wahyu dan hadits-hadits Nabi dikaji dalam kegiatan belajar-mengajar

yang efektif, yang tentunya tidak dapat disamakan dengan materi diskusi

spekulatif di Ionia yang melahirkan tradisi intelektual Yunani. Hasil dari kegiatan

ini adalah munculnya para pakar hadits seperti Abu Hurairah, Abu Dzar al-

Ghifari, Salman al-Farisi, 'Abdullah ibn Mas'ud, yang kemudian diikuti oleh

generasi berikutnya seperti Qadi Syuraih (w. 699), Muhammad ibn al-Hanafiyyah

(w. 700), Ma'bad al-Juhani (w. 703), 'Umar ibn 'Abd al-'Aziz (w. 720), Wahb ibn

Munabbih (w. 719/723), Hasan al-Bashri (w. 728), Ghailan al-Dimasyqi (w.

740), Ja'far al-Shadiq (w. 765), Abu Hanifah (w. 767), Malik ibn Anas (w. 796),

Abu Yusuf (w. 799), al-Syafi'i (w. 819), dan lain-lain.

Menurut Hamid, framework yang dipakai pada awal lahirnya tradisi

keilmuan ini sudah tentu adalah kerangka konsep keilmuan Islam (Islamic scientific

conceptual scheme). Indikasi adanya kerangka konseptual ini adalah usaha-usaha

para ilmuwan untuk menemukan beberapa istilah teknis keilmuan yang rumit

dan canggih. Istilah-istilah yang diderivasi dari kosakata Al-Qur`an dan hadits

Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam termasuk di antaranya: 'ilm, fiqh, ushûl, ijtihâd,

ijmâ', qiyâs, 'aql, idrâk, wahm, tadabbur, tafakkur, hikmah, yaqîn, wahy, tafsîr, ta`wîl,

'âlam, kalâm, nutq, zann, haqq, bâtil, haqîqah, 'adam, wujûd, sabab, khalq, khulq, dahr,

sarmad, zamân, azal, abad, fitrah, kasb, khair, ikhtiyâr, syarr, halâl, harâm, wâjib,

71 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

mumkin, irâdah, dan lain sebagainya, menunjukkan adanya kerangka konsep

keilmuan.

Periode keempat adalah lahirnya disiplin ilmu-ilmu Islam. Dalam hal ini,

Hamid dengan mengutip Alparslan, mengemukakan bahwa kelahiran disiplin

ilmu-ilmu Islam tersebut melalui tiga tahap, yaitu: (1) Tahap problematik

(problematic stage) yaitu tahap di mana berbagai problem subjek kajian dipelajari

secara acak dan berserakan tanpa pembatasan pada bidang-bidang kajian

tertentu. (2) Tahap disipliner (disciplinary stage) yaitu tahap di mana masyarakat

yang telah memiliki tradisi ilmiah bersepakat untuk membicarakan materi dan

metode pembahasan sesuai dengan bidang masing-masing. (3) Tahap penamaan

(naming stage), pada tahap ini bidang yang telah memiliki materi dan metode

khusus itu kemudian diberi nama tertentu.68

Seperti telah dijelaskan di atas oleh Hamid Fahmy Zarkasyi berkaitan

dengan framework Islam yang mampu melahirkan embrio ilmu (sains), dalam

praktik nyatanya umat Islam memang tidak hanya melakukan pengkajian dan

pengembangan dalam bidang al-„ulûm al-syar‟iyyah saja, akan tetapi juga dalam

bidang ilmu pengetahuan secara umum. Hal ini dapat juga dipahami karena Al-

Qur`an memberikan perhatian yang banyak pada hal-hal yang berkenaan dengan

fenomena alam, sejarah, sosial dan hidup bermasyarakat, politik dan masalah

kenegaraan.69

Dapat ditegaskan bahwa peradaban Islam di masa lalu dibangun di atas

tradisi ilmu yang berdasarkan konsep-konsep seminal dalam Al-Qur‘an dan

Sunnah. Konsep-konsep itu kemudian ditafsirkan, dijelaskan dan dikembangkan

menjadi tradisi intelektual yang mampu melahirkan berbagai disiplin ilmu

pengetahuan. Oleh sebab itu untuk membangun kembali peradaban Islam ke

depan, kata kuncinya adalah dengan ilmu pengetahuan, yakni dengan

membangun tradisi Iqra yang dipandu dengan wahyu, karena tradisi ilmu yang

tidak dipandu oleh wahyu akan melahirkan peradaban yang sekuler, sedangkan

tradisi ilmu yang dipandu oleh wahyu akan melahirkan peradaban Islami yang

kaffah. Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur‘an surat Ibrahim

ayat 24-25.

68 Hamid Fahmy Zarkasyi, Worldview sebagai Asas Epistemologi Islam dalam Majalah Pemikiran dan

Peradaban Islam Islamia, Thn. II No. 5, April-Juni 2005, hlm. 9-18. 69 Nasrudin Syarief, Konsep Ilmu, Bogor: UIKA,hlm.20

72 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

آ٤ ؾسعا ؾ ايط ا ثابت ١ طب١ نػحس٠ طب١ أص ـ ضسب اهلل ثال ن تس ن تؤت أي

ذني٣ ب ا ن أن ترن٤س ياع٢ يع٤ طس٢ب اهلل اأثا ا ٢ زب إ٢ذ

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan

kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke

langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah

membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.”

(QS. Ibrahim: 24-25)

Dalam ayat di atas, tampak jelas dan nyata bahwa peradaban Islam

disimbolkan dengan sebuah pohon yang kokoh. Yang didasarkan atas kalimat

thoyyibah (kalimat yang baik) yang merupakan epistemologi Islam yang menjadi

sumber kajian peradaban Islam. Sedangkan ashluha tsabitun (akarnya teguh)

bersifat absolut, artinya peradaban Islam tidak berubah-ubah dan akan selalu

kokoh, dan far‘uha fissama‘ (cabangnya ke langit) sebagai gambaran bahwa tidak

ada yang mampu menandingi ketinggian peradaban Islam.

73 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

BAB IV

TANTANGAN PERADABAN BARAT

“I venture to maintain that the greatest challenge that has surreptitiously arisen in our

age is the challenge of knowledge, indeed, not as against ignorance; but knowledge as conceived

and disseminated throughout the world by Western civilization.” (Prof. Syed Muhammad

Naquib al-Attas).

Mengapa kaum Katolik, pada 19 April 2005, memilih Kardinal Joseph

Razinger sebagai Paus baru yang menggantikan Paus Yohanes Paulus II?

Menurut Kardinal Francis George dari Chicago, terpilihnya Kardinal Ratzinger

sebagai Paus di awal abad ke-21 sangatlah tepat, sebab, setelah Komunis runtuh,

saat ini tantangan terbesar dan tersulit justru datang dari peradaban Barat.

Ratzinger yang memilih nama Benediktus XVI adalah orang yang datang

dari Barat dan memahami sejarah dan kebudayaan Barat. (Today the most difficult

challenge comes from the West, and Benedict XVI is a man who comes from the West, who

understands the history and the culture of the West). Tahun 1978, saat terpilihnya Paus

Yohannes Paulus II, tantangan terberat yang dihadapi Katolik adalah

Komunisme. Dan tahun 2005, para Kardinal telah memilih seorang Paus yang

tepat untuk menghadapi apa yang disebut oleh Paus Benediktus XVI sebagai

“dictatorship of relativism in the West”. 70

Jauh sebelum Paus Benediktus menyebutkan bahwa paham relativisme

iman produk peradaban Barat sebagai tantangan terbesar kaum Katolik, banyak

cendekiawan Muslim sudah mengkaji secara serius tentang hakekat peradaban

Barat. Ulama besar India Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi, berpendapat, bahwa

peradaban Barat adalah kelanjutan peradaban Yunani dan Romawi yang telah

mewariskan kebudayaan politik, pemikiran, dan kebudayaan. Kebudayaan

Yunani, yang menjadi inti kebudayaan Barat, memiliki sejumlah keistimewaan,

yaitu: (1) kepercayaan yang berlebihan terhadap kemampuan panca indera

70 Pembahasan ini diambil dari Adian Husaini, Tantangan Peradaban Barat, dalam Tasawwur Islam,

Singapura : Darul Andalus, 2012.

74 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

dengan meremehkan hal-hal yang di luar panca sindera, (2) kelangkaan rasa

keagamaan dan kerohanian, (3) sangat menjunjung tinggi kehidupan duniawi dan

menaruh perhatian yang berlebihan terhadap manfaat dan kenikmatan hidup,

dan (4) memiliki rasa patriotisme. Semua itu dapat diringkas dalam satu kata:

materialisme.

Peradaban Romawi yang menggantikan peradaban Yunani memiliki

keunggulan dalam hal kekuatan, tata pemerintahan, luasnya wilayah, dan sifat-

sifat kemiliteran. Romawi kemudian mewarisi peradaban Yunani sampai ke akar-

akarnya, sehingga Bangsa Romawi tidak lagi berbeda dengan Yunani dalam

karakteristik dasar. Keduanya memiliki persamaan besar: mengagungkan hal

duniawi, skeptis terhadap agama, lemah iman, meremehkan ajaran dan praktik

keagamaan, fanatik kebangsaan, serta patriotisme yang berlebihan. Sejarah

menunjukkan bahwa bangsa Romawi tidak memiliki kepercayaan keagamaan

yang mantap. Sejak semula mereka telah mengembangkan paham sekularisme

yang menganggap Tuhan tidak berhak memasuki urusan politik maupun urusan

keduniaan lainnya.71

Karena itulah, menurut an-Nadwi, gelombang modernisme peradaban

Barat ke dunia Islam, merupakan ancaman terbesar dalam bidang pemikiran dan

keimanan. Dia mengungkapkan:

―Di saat sekarang ini selama beberapa waktu dunia Islam telah dihadapkan

pada ancaman kemurtadan yang menyelimuti bayang-bayang di atasnya dari

ujung ke ujung. Inilah kemurtadan yang telah melanda muslim Timur pada masa

dominasi politik Barat, dan telah menimbulkan tantangan yang paling serius

terhadap Islam sejak masa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam… Filsafat

materialistis Barat ini tak diragukan lagi adalah agama terbesar yang diajarkan di

dunia setelah Islam. Ia adalah agama terbesar dipandang dari sudut keluasan

bidangnya; agama yang paling mendalam dipandang dari sudut kedalaman

tancapan akarnya… bahwa kemurtadan-kemurtadan macam inilah yang pada

masa sekarang melanda dunia Islam dari ujung satu ke ujung yang lain. Ia telah

melancarkan serangan gencarnya dari rumah ke rumah dan dari keluarga ke

keluarga. Sekolah-sekolah dan universitas semua telah dibanjiri dengannya.

71 Abul Hasan Ali an Nadwi, Islam Membangun Peradaban Dunia, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1988), hal.227-

235.

75 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Hampir tak ada keluarga yang masih beruntung tak memiliki anggota yang

menganut kepercayaan ini. 72

Secara hakiki, peradaban Barat memiliki perbedaan yang fundamental

dengan Islam. Barat adalah sebuah peradaban yang berdasarkan nilai-nilai

sekular-liberal, yang kini dipaksakan untuk dianut oleh seluruh umat manusia,

melalui berbagai cara. Sejak awal, peradaban yang tumbuh dari tradisi Yunani-

kuno dan Romawi ini sebenarnya memiliki tradisi yang berakar pada nilai-nilai

materialistik, hedonistik, dan juga mistik. Banyak sarjana Muslim yang sudah

mengkaji dengan cermat hakekat peradaban Barat ini, dan menjelaskan apa

karakteristik negatif dan positif yang ada pada peradaban yang sedang menang

ini. 73

Muhammad Asad (Leopold Weiss) mencatat, bahwa Peradaban Barat

modern hanya mengakui penyerahan manusia kepada tuntutan-tuntutan

ekonomi, sosial, dan kebangsaan. Tuhannya yang sebenarnya bukanlah

kebahagiaan spiritual melainkan keenakan, kenikmatan duniawi. Mereka

mewarisi watak nafsu untuk berkuasa dari peradaban Romawi Kuno. Konsep

keadilan bagi Romawi, adalah keadilan bagi orang-orang Romawi saja. Sikap

semacam itu hanya mungkin terjadi dalam peradaban yang berdasarkan pada

konsepsi hidup yang sama sekali materialistik. Asad menilai, sumbangan agama

Kristen terhadap peradaban Barat sangatlah kecil. Bahkan, saripati peradaban

Barat itu sendiri sebenarnya irreligious„. (So characteristic of modern Western

Civilization, is as unacceptable to Christianity as it is to Islam or any other religion, because it

is irreligious in its very essence). 74

Sarjana dan penyair Muslim terkenal, Dr. Muhammad Iqbal pun dikenal

sangat tajam dalam menyorot peradaban Barat dan banyak menulis puisi tentang

kebobrokannya. Iqbal sendiri merupakan produk pendidikan Barat‗. Ia meraih

PhD di Eropa dengan tesis berjudul ―The Development of Metaphisics in Persia‖.

Dalam kumpulan puisinya, Jawid Namah, Iqbal nengungkap ketamakan

peradaban Barat modern yang kurang mempedulikan aspek kemanusiaan: “Her

eyes lack of the tears of humanity, because of the love of gold and silver.” Dalam puisinya

72 Abul Hasan Ali An-Nadwi, Ancaman Baru dan Pemecahannya, dalam Haidar Bagir (ed), Benturan Barat

dengan Islam, (Bandung: Mizan, cetakan ke-4,1993), hal.13-19. 73 Lebih jauh tentang peradaban Barat, lihat Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat: dari Hegemoni Kristen

ke Dominasi Sekular-Liberal, (Jakarta: GIP, 2005). 74 Muhammad Asad, Islam at The Crossroads, (Kuala Lumpur: The Other Press), hal.26-29. Edisi pertama

buku ini dicetak tahun 1934 oleh Arafat Publications Delhi and Lahore.

76 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Bal-e-Jibril, Iqbal juga mengingatkan bahaya pendidikan Barat modern yang

berdampak terhadap hilangnya keyakinan kaum muda Muslim terhadap

agamanya. Padahal, menurut Iqbal, keyakinan adalah aset yang sangat penting

dalam kehidupan seorang manusia. Jika keyakinan hilang dari diri seorang

manusia, maka itu lebih buruk ketimbang perbudakan. Dikatakan Iqbal dalam

puisinya: “Conviction enabled Abraham to wade into the fire; conviction is an intoxicant

which makes men self-sacrificing; Know you, oh victims of modern civilization! Lack of

conviction is worse than slavery.” 75

Dalam bukunya Islam versus the West, Maryam Jemeela – seorang keturunan

Yahudi Amerika yang sebelum memeluk Islam bernama Margareth Marcus –

memaparkan bahwa antara Islam dan Barat terdapat perbedaan yang

fundamental. Sehingga, menurutnya, tindakan imitatif atau penjiplakan terhadap

pandangan hidup Barat yang berbasiskan materialisme, pragmatisme, dan filsafat

sekular, akan berujung pada pemusnahan Islam. (The imitation of Western ways of

life based on their materialistic, pragmatic, and secular philosophies can only lead to the

abandonment of Islam).76

Cendekiawan Muslim dari Malaysia, Prof. Syed Muhammad Naquib al-

Attas, pendiri International Institute of Islamic Thought and Civilization

(ISTAC), juga banyak menulis tentang hakekat peradaban Barat. Pada tahun

1970-an, dia sudah menulis buku “Risalah Untuk Kaum Muslimin” dan juga buku

terkenalnya “Islam and Secularism” yang sudah diterjemahkan ke dalam puluhan

bahasa. Secara sederhana, hakikat peradaban Barat dijelaskan al-Attas dalam

buku “Risalah untuk Kaum Muslimin”:

“Biasanya yang disebutkan orang sebagai Kebudayaan Barat itu adalah hasil warisan

yang telah dipupuk oleh bangsa-bangsa Eropah dari Kebudayaan Yunani Kuno yang

kemudian diadun pula dengan campuran Kebudayaan Rumawi dan unsur-unsur lain dari

hasil cita-rasa dan gerak-daya bangsa-bangsa Eropah sendiri, khususnya dari suku-suku

bangsa Jerman, Inggris dan Perancis. Dari Kebudayaan Yunani Kuno mereka telah

meletakkan dasar-dasar falsafah kenegaraan serta pendidikan dan ilmu pengatahuan dan

75 Mazheruddin Siddiqi, The Image of the West in Iqbal, (Lahore: Baz-i-Iqbal, 1964), hal.51,71-72.

Peringatan Iqbal yang banyak mengkaji filsafat Barat modern ini penting untuk dicermati, sebab dalam aliran relativisme yang kini banyak dikembangkan dalam studi agama-agama, pemeluk agama diminta untuk meninggalkan keyakinan tentang kebenaran agama dan kitab sucinya. Mereka beralasan, bahwa akal manusia adalah relatif dan sebab itu, tidak pernah sampai kepada kebenaran yang hakiki. Padahal, dengan statusnya sebagai manusia, Allah memberi anugerah kepada manusia untuk sampai pada keyakinan tertentu. Manusia meyakini sesuatu dalam kapasitasnya sebagai manusia, dan bukan sebagai Tuhan, karena ia memang bukan Tuhan.

76 Maryam Jameela, Islam versus The West, (Saudi Arabia: Abul Qasim Publishing House, 1994), hal.57.

77 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

kesenian; dari Kebudayaan Rumawi Purbakala mereka telah merumuskan dasar-dasar

undang-undang dan hukum serta ketatanegaraan. Agama Kristian, sungguhpun berjaya

memasuki benua Eropah, namun tiada juga meresap ke dalam kalbu Eropah. Justru

sesungguhnya agama yang berasal dari Asia Barat dan merupakan, pada tafsiran aslinya,

bukan agama baharu tetapi suatu terusan dari agama Yahudi itu, telah diambil- alih dan

dirobah-ganti oleh Kebudayaan Barat demi melayani ajaran-ajaran dan kepercayaan yang

telah lama dianutnya sebelum kedatangan ‗agama Kristian„. Mereka telah

mencampuradukkan ajaran-ajaran yang kemudian menjelma sebagai agama Kristian dengan

kepercayaan-kepercayaan kuno Yunani dan Rumawi, dan Mesir dan Farsi dan juga

anutan-anutan golongan Kaum Biadab.77

Dengan memahami hakikat peradaban Barat yang tidak berdasarkan

agama dan hanya berdasarkan spekulasi semacam itu, Al-Attas sampai pada

kesimpulan bahwa problem terberat yang dihadapi manusia dewasa ini adalah

hegemoni dan dominasi keilmuan Barat yang mengarah pada kehancuran umat

manusia. Satu fenomena yang belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia.

Al-Attas memulai tulisannya dalam ―Dewesternization of Knowledge” dengan

ungkapan, bahwa sepanjang sejarahnya, manusia telah menghadapi banyak

tantangan dan kekacauan. Tetapi, belum pernah, mereka menghadapi tantangan

yang lebih serius daripada yang ditimbulkan oleh peradaban Barat saat ini. (Many

challenges have arisen in the midst of man‟s confusion throughout the ages, but none perhaps

more serious and destructive to man than today‟s challenge posed by Western Civilization).

Kekacauan itu, menurut al-Attas, bersumber dari sistem keilmuan Barat itu

sendiri. Al-Attas mencatat: “I venture to maintain that the greatest challenge that has

surreptitiously arisen in our age is the challenge of knowledge, indeed, not as against ignorance;

but knowledge as conceived and disseminated throughout the world by Western civilization.”

Knowledge yang disebarkan Barat itu, menurut al-Attas, pada hakekatnya

telah menjadi problematik, karena kehilangan tujuan yang benar; dan lebih

menimbulkan kekacauan (chaos) dalam kehidupan manusia, ketimbang membawa

perdamaian dan keadilan; knowledge yang seolah-olah benar, padahal

memproduksi kekacauan dan skeptisisme (confusion and scepticism); bahkan

knowledge yang untuk pertama kali dalam sejarah telah membawa kepada

kekacauan dalam “The Three Kingdom of Nature” yaitu dunia binatang, tumbuhan,

dan mineral. Menurut al-Attas, bagi Barat, kebenaran fundamental dari agama,

dipandang sekedar teoritis. Kebenaran absolut dinegasikan dan nilai-nilai relatif

diterima. Tidak ada satu kepastian. Konsekuensinya, adalah penegasian Tuhan

77 Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, (Kuala Lumpur: ISTAC, 2001), hal.18.

78 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

dan Akhirat dan menempatkan manusia sebagai satu-satunya yang berhak

mengatur dunia. Manusia akhirnya dituhankan dan Tuhan pun dimanusiakan.

(Man is deified and Deity humanised). 78

Sejak zaman kolonial klasik, misi kolonialisme di dunia Islam telah

dijalankan dengan mengambil bentuk „trologi imperialisme‘ (gold, gospel, and glory),

yang mengambil bentuk aksi ‗misi Kristen‘, ‗kolonialisme/ imperialisme‘ dan

orientalisme. Hingga kini, dengan segala bentuk perubahan modus dan

teknisnya, ketiga misi itu tetap berjalan. Dalam tulisan ini, akan dibahas dua

tantangan bagi umat Islam, masalah Kristenisasi dan Orientalisme.

78 Jennifer M. Webb (ed.), Powerful Ideas: Perspectives on the Good Society, (Victoria, The Cranlana

Program, 2002), vol 2, hal.231-240.

79 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

BAB V

MASALAH ORIENTALISME

Sebenarnya, telah beratus tahun lalu, kaum Yahudi dan Nasrani di Barat

telah melakukan pengkajian terhadap Islam, dengan tujuan untuk memahami

seluk beluk Islam dan kaum Muslim. Sejak lama mereka telah mengumpulkan

kitab-kitab dan manuskrip karya ulama Islam, mendirikan pusat-pusat studi

Islam di Barat. Tujuan mereka pada umumnya sangat jelas, yaitu untuk

memahami Islam, sehingga mereka lebih mudah dapat menaklukkan kaum

Muslim.

Dalam bukunya, Al-Mustasyriquna wa al-Tarikhul Islam, Prof. Dr. Ali Husny

al-Kharbuthly, Guru Besar di Universitas Ain Syams, Mesir, mencatat, ada tiga

tujuan kaum Orientalis dalam melakukan studi Islam, yaitu: (1) Untuk

penyebaran agama Kristen ke negeri-negeri Islam, (2) Untuk kepentingan

penjajahan, (3) Untuk kepentingan ilmu pengetahuan semata. 79

Sejak Perang Salib berlangsung mulai tahun 1095, ada sebagian tokoh

Kristen yang menilai Perang Salib merupakan cara yang tidak tepat untuk

menaklukkan kaum Muslim. Salah satu tokoh terkenal adalah Peter The

Venerable atau Petrus Venerabilis (1094-1156M). Peter adalah tokoh misionaris

Kristen pertama di dunia Islam, yang merancang bagaimana menaklukkan umat

Islam dengan pemikiran, bukan dengan senjata. Ketika itu, ia seorang kepala

Biara Cluny, Perancis – sebuah biara yang sangat berpengaruh di Eropa Abad

Pertengahan.

Sekitar tahun 1141-1142, Peter mengunjungi Toledo, Spanyol. Di situ ia

menghimpun sejumlah cendekiawan untuk menerjemahkan karya-karya kaum

Muslim ke dalam bahasa Latin. Terjemahan itu akan digunakan sebagai bahan

untuk misionaris Kristen terhadap dunia Islam. Salah satu sukses usaha Peter

adalah terjemahan Al-Qur‘an dalam bahasa Latin oleh Robert of Ketton (selesai

tahun 1143), yang diberi judul, ‗Liber Legis Saracenorum quem Alcorant Vocant‟

(Kitab Hukum Islam yang disebut Al-Qur‘an). Inilah terjemahan pertama Al-

Qur‘an dalam bahasa Latin, yang selama beratus-ratus tahun menjadi rujukan

79 Dikutip dari Hamka, Studi Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), hal.12.

80 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

kaum Kristen di Eropa dalam melihat Islam. Barulah pada tahun 1698,

Ludovico Maracci, melakukan kritik terhadap terjemahan Robert of Ketton dan

menerjemahkan Al-Qur‘an sekali lagi ke dalam bahasa Latin dengan judul

“Alcorani Textus Receptus”.

Menurut Peter Venerabilis, pengkajian Islam (Islamic Studies) perlu

dilakukan oleh kaum Kristen, agar mereka dapat membaptis pemikiran kaum

Muslimin. Jadi, kaum Muslim bukan saja perlu dikalahkan dengan ekspedisi

militer, melainkan juga harus dikalahkan dalam pemikiran mereka. Di tengah

berkecamuknya Perang Salib, Peter membuat pernyataan: ―...aku menyerangmu,

bukan sebagaimana sebagian dari kami [orang-orang Kristen] sering melakukan, dengan

senjata, tetapi dengan kata-kata, bukan dengan kekuatan, namun dengan pikiran; bukan

dengan kebencian, namun dengan cinta.” (But I attack you not, as some of us [Christians]

often do, by arms, but by words; not by force, but by reason; not in hatred, but in love…).

Petrus Venerabilis mengajak orang Islam ke jalan keselamatan Kristen

dengan cara mengalahkan pemikiran Islam. Ia berangkat dari kepercayaan

Kristen bahwa di luar Gereja tidak ada keselamatan (extra ecclesiam nulla salus).

Islam, menurutnya, adalah sekte kafir terkutuk sekaligus berbahaya (execrable and

noxious heresy), doktrin berbahaya (pestilential doctrine), ingkar (impious) dan sekte

terlaknat (a damnable sect); dan Muhammad adalah orang jahat (an evil man).

Selain menugaskan para sarjana Kristen menerjemahkan naskah-naskah

bahasa Arab ke dalam bahasa Latin, Peter juga menulis dua buku yang

menyerang pemikiran Islam. Tentang Al-Qur‘an, Peter menyatakan, bahwa Al-

Qur‘an tidak terlepas dari para setan. Setan telah mempersiapkan Muhammad,

orang yang paling nista, menjadi anti-Kristus. Setan telah mengirim informan

kepada Muhammad, yang memiliki kitab setan (diabolical scripture). 80

Strategi Peter Venerabilis ini kemudian menjadi rujukan kaum misionaris

Kristen terhadap kaum Muslimin. Henry Martyn, tokoh misionaris berikutnya,

juga membuat pernyataan,

“Aku datang untuk menemui ummat Islam, tidak dengan senjata tapi dengan kata-

kata, tidak dengan kekuatan tapi dengan logika, tidak dalam benci tapi dalam cinta.”

Hal senada dikatakan tokoh misionaris lain, Raymond Lull, “Saya melihat

banyak ksatria pergi ke Tanah Suci, dan berpikir bahwa mereka dapat menguasainya

80 Riset yang serius tentang Peter Venerabilis ini bisa dibaca dalam buku Adnin Armas, Metodologi Bibel

dalam Studi al-Quran, (Jakarta: GIP, 2005).

81 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

dengan kekuatan senjata, tetapi pada akhirnya semua hancur sebelum mereka mencapai apa

yang mereka pikir bisa diperoleh.‖

Lull mengeluarkan resep: Islam tidak dapat ditaklukkan dengan darah dan

air mata, tetapi dengan cinta kasih dan doa. Ungkapan Lull dan Martyn itu ditulis

oleh Samuel M Zwemmer, misionaris Kristen terkenal di Timur Tengah, dalam

buku Islam: A Challenge to Faith (edisi pertama tahun 1907). Buku yang berisi

resep untuk menaklukkan dunia Islam itu disebut Zwemmer sebagai beberapa

kajian tentang kebutuhan dan kesempatan di dunia para pengikut Muhammad

dari sudut pandang missi Kristen. Zwemmer menyebut bukunya sebagai,

―Studies on the Mohammedan religion and the needs and opportunities of the Mohammedan

World From the standpoint of Christian Missions”.

Di akhir penjelasannya tentang Al-Qur‘an, Zwemmer mencatat: “In this

respect the Koran is inferior to the sacred books of ancient Egypt, India, and China, though,

unlike them, it is monotheistic. It can not be compared with the Old or the New Testament.”

(Dalam masalah ini, Al-Qur‘an adalah inferior dibandingkan dengan buku-buku

suci Mesir Kuno, India, Cina. Meskipun, tidak seperti mereka, Al-Qur‘an adalah

monoteistik. Ini tidak bisa dibandingkan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian

Baru).81

81Samuel M. Zwemmer, Islam: A Challenge to Faith (London: Darf Publisher Limited, 1985), hal.91.

82 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Strategi penaklukan Islam melalui pemikiran ini kemudian dikembangkan

oleh para orientalis Barat. Sebagian dari mereka memang membawa semangat

lama kaum misionaris, sebagian lagi melakukannya untuk kepentingan

penjajahan (kolonialisme) dan sebagian lagi bermotifkan semata-mata untuk

kajian ilmiah. Kini, setelah beratus-ratus tahun, kaum Orientalis telah berhasil

meraih sukses besar dalam bidang studi Islam. Bukan saja mereka berhasil

mendirikan pusat-pusat studi Islam di Barat dan menerbitkan ribuan buku

tentang Islam, tetapi mereka juga berhasil menghimpun literatur-literatur Islam

dalam jumlah yang sangat besar. Usaha-usaha mereka selama berabad-abad ini

bisa dipahami, sebab Islam adalah satu-satunya agama yang secara tegas

memberikan kritik-kritik yang mendasar terhadap basis kepercayaan Yahudi dan

Nasrani. Hanya Al-Qur‘an-lah, satu-satunya Kitab Suci yang memberikan kritik-

kritik tajam dan mendasar terhadap dasar-dasar kepercayaan agama Yahudi dan

Kristen. 82

Tantangan besar yang diakibatkan oleh kaum orientalis diantaranya juga

dalam bidang studi agama-agama, dengan mengembangkan epistemologi

relativisme dalam memandang kebenaran agama-agama. Selama ratusan tahun,

para ulama Islam telah mengembangkan studi perbandingan agama, yang

berangkat dari keimanan Islam, bahwa hanya Islam satu-satunya agama yang

benar dan yang diterima Allah Subhanahu wa Ta'ala. (QS 3:19, 85).

Metodologi studi semacam itu kini digugat, dipandang subjektif,

menerapkan standar ganda, dan tidak objektif. Sarjana Muslim kini banyak yang

mengambil metodologi para orientalis dalam studi agama-agama dengan

menempatkan Islam sebagai objek kajian dan penelitian yang sejajar dengan

semua agama yang ada.

Prof. Jacques Waardenburg menyatakan: ―Saya ingin menunjuk dua

problem mendasar bagi berkembangnya studi agama-agama di dunia Islam.

Problem yang pertama adalah sebuah adagium bahwa Islam adalah agama yang

final dan benar.‖ Prof. Wilfred Cantwell Smith, pendiri Islamic Studies di McGill

82 Prof. SMN al-Attas mencatat dalam buku terkenalnya, Islam and Secularism: ―The confrontation

between Western culture and civilization and Islam, from the historical religious and military levels, has now moved on to the intellectual level; and we must realize, then, that this confrontation is by nature a historically permanent one. Islam is seen by the West as posing a challenge to its very way of life; a challenge not only to Western Christianity, but also to Aristotelianism and the epistemological and philosophical principles deriving from Graeco-Roman thought which forms the dominant component integrating the key elements in dimensions of the Western worldview.‖ (Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, (Kuala Lumpur, ISTAC, 1993), hal.105.

83 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

University menyatakan: ―Pernyataan tentang suatu agama tidaklah valid kecuali

benar-benar diakui oleh pemeluk agama tersebut.‖83

Perubahan metodologi studi agama-agama di Perguruan Tinggi dengan

memasukkan metode orientalis sudah dilakukan sejak tahun 1973. Berdasarkan

hasil rapat rektor IAIN se-Indonesia pada Agustus 1973 di Ciumbuluit

Bandung, Departemen Agama RI memutuskan: buku “Islam Ditinjau dari Berbagai

Aspeknya (IDBA) karya Prof. Dr. Harun Nasution direkomendasikan sebagai

buku wajib rujukan mata kuliah Pengantar Agama Islam, mata kuliah komponen

Institut yang wajib diambil oleh setiap mahasiswa IAIN. Tokoh utama dalam hal

ini adalah Prof. Dr. Harun Nasution. Karena ada instruksi dari pemerintah

(Depag) yang menjadi penaung dan penanggung jawab IAIN-IAIN, maka

materi dalam buku Harun Nasution itu pun dijadikan bahan kuliah dan bahan

ujian untuk perguruan swasta yang menginduk kepada Departemen Agama.

Pada tanggal 3 Desember 1975, mantan guru besar di McGill University

Prof. HM Rasjidi, yang juga Menteri Agama pertama, sudah menulis laporan

rahasia kepada Menteri Agama dan beberapa eselon tertinggi di Depag. Dalam

bukunya, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang “Islam Ditinjau dari Berbagai

Aspeknya, Prof. Rasjidi menceritakan isi suratnya:

―Laporan Rahasia tersebut berisi kritik terhadap buku Sdr. Harun

Nasution yang berjudul Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Saya menjelaskan

kritik saya fasal demi fasal dan menunjukkan bahwa gambaran Dr. Harun

tentang Islam itu sangat berbahaya, dan saya mengharapkan agar Kementerian

Agama mengambil tindakan terhadap buku tersebut, yang oleh Kementerian

Agama dan Direktorat Perguruan Tinggi dijadikan sebagai buku wajib di seluruh

IAIN di Indonesia.84

Selama satu tahun lebih surat Prof. Rasjidi tidak diperhatikan. Rasjidi

akhirnya mengambil jalan lain untuk mengingatkan Depag, IAIN, dan umat

Islam Indonesia pada umumnya. Setelah nasehatnya tidak diperhatikan, ia

menerbitkan kritiknya terhadap buku Harun. Maka, tahun 1977, lahirlah buku

Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tersebut.

83 Dikutip dari artikel Dr. Anis Malik Thoha, ―Religionswisenschaft, antara Obyektivitas dan

Subyektivitas Praktisinya‖, Majalah Islamia edisi 8/2006) 84 HM Rasjidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang ‗Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya‘,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hal 13.

84 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Nasehat Prof. Rasjidi sangat penting untuk direnungkan saat ini,

mengingat buku IDBA karya Harun Nasution itu memang penuh dengan

berbagai kesalahan fatal, baik secara ilmiah maupun kebenaran Islam. Misalnya,

tentang hadis Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, Harun menulis:

―Berlainan halnya dengan Al-Qur‘an, hadis tidak dikenal, dicatat, tidak dihafal di

zaman Nabi… Karena hadis tidak dihafal dan tidak dicatat dari sejak semula,

tidaklah dapat diketahui dengan pasti mana hadits yang betul-betul berasal dari

Nabi dan mana hadits yang dibuat-buat… tidak ada kesepakatan kata antara

umat Islam tentang keorisinilan semua hadis dari Nabi.‖85

Sekilas saja mencermati kata-kata tersebut, jelas sangat keliru, sebab

banyak sahabat yang sejak awal sudah mencatat dan menghafal hadis Nabi

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Juga, tidak benar, bahwa umat Islam tidak pernah

bersepakat tentang otentisitas hadits Nabi. Kata-kata Harun itu jelas hanya

upaya meragu-ragukan hadis Nabi sebagai pedoman kaum Muslim setelah Al-

Qur‘an. Sebenarnya, tidaklah benar, hadis Nabi sejak awal tidak dicatat oleh para

sahabat. Prof. Musthafa Azhami, dalam disertasinya di Cambridge, berjudul

―Studies in Early Hadith Literature‖ membuktikan proses pencatatan hadis sejak

zaman Nabi, disamping proses hafalannya.

Kesalahan yang sangat fatal dari buku IDBA karya Harun adalah dalam

menjelaskan tentang agama-agama. Di sini, Harun menempatkan Islam sebagai

agama yang posisinya sama dengan agama-agama lain, sebagai evolving religion

(agama yang berevolusi). Padahal, Islam adalah satu-satunya agama wahyu, yang

berbeda dengan agama-agama lain, yang merupakan agama sejarah dan agama

budaya (historical dan cultural religion). Harun menyebut agama-agama monoteis –

yang dia istilahkan juga sebagai ‗agama tauhid‘ ada empat, yaitu Islam, Yahudi,

Kristen, dan Hindu. Ketiga agama pertama, kata Harun, merupakan satu

rumpun. Agama Hindu tidak termasuk dalam rumpun ini. Tetapi, Harun

menambahkan, bahwa kemurnian tauhid hanya dipelihara oleh Islam dan

Yahudi. Kemurnian tauhid agama Kristen dengan adanya faham Trinitas, sudah

tidak terpelihara lagi.86

Apakah benar agama Yahudi merupakan agama dengan tauhid murni

sebagaimana Islam? Jelas pendapat Harun itu sangat tidak benar. Kalau agama

Yahudi merupakan agama tauhid murni, mengapa dalam Al-Qur‘an dia

dimasukkan kategori kafir Ahlul Kitab? Kesimpulan Harun itu jelas sangat

85 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, cet. ke-6, 1986), Jld 1, hal.29. 86 Ibid, hal.15-22.

85 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

mengada-ada. Sejak lama Prof. HM Rasjidi sudah memberikan kritik keras,

bahwa: ―Uraian Dr. Harun Nasution yang terselubung uraian ilmiyah

sesungguhnya mengandung bahaya bagi generasi muda Islam yang ingin

dipudarkan keimanannya.‖87

Tetapi, kritik-kritik tajam Prof. Rasjidi seperti itu tidak digubris oleh

petinggi Depag dan IAIN, sehingga selama 32 tahun, buku IDBA dijadikan

buku wajib dalam mata kuliah pengantar Studi Islam di perguruan-perguruan

tinggi Islam di Indonesia. Padahal, kesalahannya begitu jelas dan fatal. Malah,

bukannya bersikap kritis, banyak ilmuwan yang memuji-muji Harun Nasution

secara tidak proporsional.88

Kini, metode kajian agama yang berbasis pada epistemologi relativisme

kebenaran dikembangkan di berbagai kampus Islam. Sadar atau tidak. Sebagai

contoh, sebuah buku berjudul ―Ilmu Studi Agama‖ untuk mahasiswa Fakultas

Ushuluddin di UIN Bandung, ditulis:

―Setiap agama sudah pasti memiliki dan mengajarkan kebenaran.

Keyakinan tentang yang benar itu didasarkan kepada Tuhan sebagai satu-satunya

sumber kebenaran. (hal. 17)…Keyakinan bahwa agama sendiri yang paling benar

karena berasal dari Tuhan, sedangkan agama lain hanyalah konstruksi manusia,

merupakan contoh penggunaan standar ganda itu. Dalam sejarah, standar ganda

ini biasanya dipakai untuk menghakimi agama lain, dalam derajat keabsahan

teologis di bawah agamanya sendiri. Melalui standar ganda inilah, terjadi perang

dan klaim-klaim kebenaran dari satu agama atas agama lain. (hal. 24) … Agama

adalah seperangkat doktrin, kepercayaan, atau sekumpulan norma dan ajaran

Tuhan yang bersifat universal dan mutlak kebenarannya. Adapun keberagamaan,

adalah penyikapan atau pemahaman para penganut agama terhadap doktrin,

kepercayaan, atau ajaran-ajaran Tuhan itu, yang tentu saja menjadi bersifat

relatif, dan sudah pasti kebenarannya menjadi bernilai relatif. (hal. 20).89

Dampak penggunaan epistemologi relativisme dalam pendekatan studi

agama – dengan menghilangkan aspek keyakinan pada kebenaran agamanya

sendiri – sangatlah besar dalam cara pikir dan cara pandang terhadap kebenaran.

Epistemologi relatif ini telah cukup luas menyebar, sehingga banyak yang

menyatakan bahwa semua agama adalah sama, semuanya jalan menuju

kebenaran, dan jalan yang berbeda-beda menuju Tuhan yang sama. Padahal,

87 HM Rasjidi, op.cit, hal.24. 88 Lihat, Abdul Halim (ed), Teologi Islam Rasional, (Ciputat Press, 2005), hal.xvi-xvii. 89 Adeng Muchtar Ghazali, Ilmu Studi Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2005)

86 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

sebagaimana telah dikutip pernyataan penyair terkenal Pakistan, Moh. Iqbal,

bahwa jika manusia kehilangan keyakinan, maka itu lebih buruk dari perbudakan

(Lack of conviction is worse than slavery).

Karena itu, di tengah tantangan dan arus besar studi agama-agama yang

berbasiskan pada relativisme epistemologis ini, para sarjana Muslim perlu

mengkaji masalah ini dengan serius. Apalagi, kini berbagai negara-negara Barat –

baik secara langsung maupun melalui LSM-LSM-nya seperti The Asia Foundation

dan Ford Foundation– sangat bersemangat untuk melakukan reformasi Islam,

mengubah Islam, membentuk Islam baru, dengan memberikan dukungan

kepada usaha-usaha liberalisasi Islam, penyebaran paham Pluralisme Agama,

dekontsruksi Islam, dekontsruksi syariah, dan sebagainya.90

90 David E. Kaplan menulis, bahwa sekarang AS menggelontorkan dana puluhan juta dollar dalam rangka

kampenye untuk –bukan hanya mengubah masyarakat Muslim – tetapi juga untuk mengubah Islam itu sendiri. Menurut Kaplan, Gedung Putih telah menyetujui strategi rahasia, yang untuk pertama kalinya AS memiliki kepentingan nasional untuk mempengaruhi apa yang terjadi di dalam Islam. Sekurangnya di 24 negara Muslim, AS secara diam-diam telah mendanai radio Islam, acara-acara TV, kursus-kursus di sekolah Islam, pusat-pusat kajian, workshop politik, dan program-program lain yang mempromosikan Islam moderat (versi AS). (Washington is plowing tens of millions of dollars into a campaign to influence not only Muslim societies but Islam itself…The white house has approved a classified strategy, dubbed Muslim world Outreach, that for the first time states that the US has a national security interest in influencing what happens within Islam… In at least two dozen countries, Washington has quietly funded Islamic radio, tv shows, coursework in Muslim schools, Muslim think tanks, political workshops, or other programs that promote moderate Islam). (David E. Kaplan, Hearts, Minds, and Dollars, www.usnews.com, 4-25-2005).

87 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

BAB VI

PLURALISME AGAMA

Pluralisme Agama didasarkan pada pada satu asumsi bahwa semua agama

adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama. Jadi, menurut

penganut paham ini, semua agama adalah jalan yang berbeda-beda menuju

Tuhan yang sama. Atau, mereka menyatakan, bahwa agama adalah persepsi

relatif terhadap Tuhan yang mutlak, sehingga –karena kerelativannya– maka

setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim atau meyakini, bahwa agamanya

sendiri yang lebih benar atau lebih baik dari agama lain; atau mengklaim bahwa

hanya agamanya sendiri yang benar. Bahkan, menurut Charles Kimball, salah

satu ciri agama jahat (evil) adalah agama yang memiliki klaim kebenaran mutlak

(absolute truth claim) atas agamanya sendiri.91

Salah satu teolog Kristen yang terkenal sebagai pengusung paham ini,

Ernst Troeltsch, mengemukakan tiga sikap populer terhadap agama-agama, yaitu

(1) semua agama adalah relatif. (2) Semua agama, secara esensial adalah sama. (3)

Semua agama memiliki asal-usul psikologis yang umum. Yang dimaksud dengan

relatif, ialah bahwa semua agama adalah relatif, terbatas, tidak sempurna, dan

merupakan satu proses pencarian. Karena itu, kekristenan adalah agama terbaik

untuk orang Kristen, Hindu adalah terbaik untuk orang Hindu. Motto kaum

Pluralis ialah: pada intinya, semua agama adalah sama, jalan-jalan yang berbeda

yang membawa ketujuan yang sama. (Deep down, all religions are the same – different

paths leading to the same goal).”92

Pemikiran ini kemudian berkembang pesat di Barat dan menjadi

komoditas pemikiran global. Di Indonesia, penyebaran paham ini sudah sangat

meluas, baik dalam tataran wacana publik maupun buku-buku di perguruan

tinggi.93 Ketika semua agama dipandang sebagai jalan yang sama-sama sah untuk

91 - Lihat pembahasan ini Adian Husaini, Tasawwur Islam, Singapura : Darul Andalus,2012

92 Paul F. Knitter, No Other Name?, dikutip dari Stevri I. Lumintang, Theologia Abu-Abu: Tantangan dan Ancaman Racun Pluralisme dalam Teologi Kristen Masa Kini, (Malang: Gandum Mas, 2004), hal.67.

93 Sebagai contoh, Prof. Dr. Nurcholish Madjid, menyatakan, bahwa ada tiga sikap dialog agama yang dapat diambil. Yaitu, pertama, sikap eksklusif dalam melihat Agama lain (Agama-agama lain adalah jalan yang salah, yang menyesatkan bagi pengikutnya). Kedua, sikap inklusif (Agama-Agama lain adalah bentuk implisit agama kita). Ketiga, sikap pluralis – yang bisa terekspresi dalam macam-macam rumusan, misalnya: ―Agama-Agama lain adalah jalan yang sama-sama sah untuk mencapai Kebenaran yang Sama‖, ―Agama-Agama lain

88 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

menuju Tuhan – siapa pun Dia, apa pun nama dan sifat-Nya – maka muncullah

pemikiran bahwa untuk menuju Tuhan bisa dilakukan dengan cara apa saja.

Karena itulah, cara ibadah kepada Tuhan dianggap sebagai masalah teknis‗,

soal/cara‗, yang secara eksoterik memang berbeda-beda, tetapi substansinya

dianggap sama. 94

Yang perlu diperhatikan oleh umat Islam, khususnya kalangan lembaga

pendidikan Islam, adalah bahwa hampir seluruh LSM dan proyek yang dibiayai

oleh LSM-LSM Barat, seperti The Asia Foundation, Ford Foundation, adalah

mereka-mereka yang bergerak dalam penyebaran paham Pluralisme Agama. Itu

misalnya bisa dilihat dalam artikel-artikel yang diterbitkan oleh Jurnal Tashwirul

Afkar (Diterbitkan oleh Lakpesdam NU dan The Asia Foundation), dan Jurnal

Tanwir (diterbitkan oleh Pusat Studi Agama dan Peradaban Muhammadiyah dan

The Asia Foundation). Mereka bukan saja menyebarkan paham ini secara asongan,

tetapi memiliki program yang sistematis untuk mengubah kurikulum pendidikan

Islam yang saat ini masih mereka anggap belum inklusif-pluralis.

Sebagai contoh, Jurnal Tashwirul Afkar edisi No 11 tahun 2001,

menampilkan laporan utama berjudul ―Menuju Pendidikan Islam Pluralis. Di

tulis dalam Jurnal ini:

―Filosofi pendidikan Islam yang hanya membenarkan agamanya sendiri,

tanpa mau menerima kebenaran agama lain mesti mendapat kritik untuk

selanjutnya dilakukan reorientasi. Konsep iman-kafir, muslim-nonmuslim, dan

baik-benar (truth claim), yang sangat berpengaruh terhadap cara pandang Islam

terhadap agama lain, mesti dibongkar agar umat Islam tidak lagi menganggap

berbicara secara berbeda, tetapi merupakan Kebenaran-kebenaran yang sama sah‖, atau ―Setiap agama mengekspresikan bagian penting sebuah Kebenaran‖. Lalu, tulis Nurcholish lagi, ―Sebagai sebuah pandangan keagamaan, pada dasarnya Islam bersifat inklusif dan merentangkan tafsirannya ke arah yang semakin pluralis. Sebagai contoh, filsafat perenial yang belakangan banyak dibicarakan dalam dialog antar agama di Indonesia merentangkan pandangan pluralis dengan mengatakan bahwa setiap agama sebenarnya merupakan ekspresi keimanan terhadap Tuhan yang sama. Ibarat roda, pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari itu adalah jalan dari berbagai Agama. Filsafat perenial juga membagi agama pada level esoterik (batin) dan eksoterik (lahir). Satu Agama berbeda dengan agama lain dalam level eksoterik, tetapi relatif sama dalam level esoteriknya. Oleh karena itu ada istilah "Satu Tuhan Banyak Jalan".‖ Nurcholish Madjid juga menulis: "Jadi Pluralisme sesungguhnya adalah sebuah Aturan Tuhan (Sunnat Allah, "Sunnatullah") yang tidak akan berubah, sehingga juga tidak mungkin dilawan atau diingkari." (Lihat, buku Tiga Agama Satu Tuhan, (Bandung: Mizan, 1999), hal.xix., dan Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1995), hal.lxxvii.)

94 Dr. Luthfi Assyaukanie, dosen Universitas Paramadina, menulis di Harian Kompas: ―Seorang fideis Muslim, misalnya, bisa merasa dekat kepada Allah tanpa melewati jalur shalat karena ia bisa melakukannya lewat meditasi atau ritus-ritus lain yang biasa dilakukan dalam persemedian spiritual. Dengan demikian, pengalaman keagamaan hampir sepenuhnya independen dari aturan-aturan formal agama. Pada gilirannya, perangkat dan konsep-konsep agama seperti kitab suci, nabi, malaikat, dan lain-lain tak terlalu penting lagi karena yang lebih penting adalah bagaimana seseorang bisa menikmati spiritualitas dan mentransendenkan dirinya dalam lompatan iman yang tanpa batas itu.‖ (Kompas, 3/9/2005)

89 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

agama lain sebagai agama yang salah dan tidak ada jalan keselamatan. Jika cara

pandangnya bersifat eksklusif dan intoleran, maka teologi yang diterima adalah

teologi eksklusif dan intoleran, yang pada gilirannya akan merusak harmonisasi

agama-agama, dan sikap tidak menghargai kebenaran agama lain. Kegagalan

dalam mengembangkan semangat toleransi dan pluralisme agama dalam

pendidikan Islam akan membangkitkan sayap radikal Islam.95

Menghadapi serbuan paham Pluralisme Agama ini, maka para tokoh

agama-agama tidak tinggal diam. Paus Yohannes Paulus II, tahun 2001,

mengeluarkan Dekrit Dominus Jesus‗. Berikut ini kita kutipkan pendapat Frans

Magnis Suseno tentang Pluralisme Agama, sebagaimana ditulis dalam bukunya,

Menjadi Saksi Kristus Di Tengah Masyarakat Majemuk.96

Pluralisme agama, kata Magnis, sebagaimana diperjuangkan di kalangan

Kristen oleh teolog-teolog seperti John Hick, Paul F. Knitter (Protestan) dan

Raimundo Panikkar (Katolik), adalah paham yang menolak eksklusivisme

kebenaran. Bagi mereka, anggapan bahwa hanya agamanya sendiri yang benar

merupakan kesombongan. Agama-agama hendaknya pertama-pertama

memperlihatkan kerendahan hati, tidak menganggap lebih benar daripada yang

lain-lain. Teologi yang mendasari anggapan itu adalah, kurang lebih, dan dengan

rincian berbeda, anggapan bahwa agama-agama merupakan ekspresi religiositas

umat manusia. Para pendiri agama, seperti Buddha, Yesus, dan Muhammad

merupakan genius-genius religius, mereka menghayati dimensi religius secara

mendalam. Mereka mirip dengan orang yang bisa menemukan air di tanah,

berakar dalam sungai keilahian mendalam yang mengalir di bawah permukaan

dan dari padanya segala ungkapan religiositas manusia hidup. Posisi ini bisa

sekaligus berarti melepaskan adanya Allah personal. Jadi, yang sebenarnya diakui

adalah dimensi transenden dan metafisik alam semesta manusia. Namun, bisa

juga dengan mempertahankan paham Allah personal.

Masih menurut penjelasan Frans Magnis Suseno, pluralisme agama itu

sesuai dengan semangat zaman. Ia merupakan warisan filsafat Pencerahan 300

tahun lalu dan pada hakikatnya kembali ke pandangan Kant tentang agama

sebagai lembaga moral, hanya dalam bahasa diperkaya oleh aliran-aliran New Age

yang, berlainandengan Pencerahan, sangat terbuka terhadap segala macam

dimensi metafisik, kosmis, holistik, mistik, dan sebagainya. Pluralisme sangat

95 Khamami Zada, Membebaskan Pendidikan Islam: Dari Eksklusivisme menuju Inklusivisme dan

Pluralisme, Jurnal Tashwirul Afkar, edisi No 11 tahun 2001. 96 Frans Magnis Suseno, op.cit., hal.138-141.

90 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

sesuai dengan anggapan yang sudah sangat meluas dalam masyarakat sekuler

bahwa agama adalah masalah selera, yang termasuk budaya hati individual, mirip

misalnya dengan dimensi estetik, dan bukan masalah kebenaran. Mengkliam

kebenaran hanya bagi diri sendiri dianggap tidak toleran. Kata dogma menjadi

kata negatif. Masih berpegang pada dogma-dogma dianggap ketinggalan zaman.

Paham Pluralisme agama, menurut Frans Magnis, jelas-jelas ditolak oleh

Gereja Katolik. Pada tahun 2001, Vatikan menerbitkan penjelasan Dominus

Jesus‗. Penjelasan ini, selain menolak paham Pluralisme Agama, juga

menegaskan kembali bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara

keselamatan Ilahi dan tidak ada orang yang bisa ke Bapa selain melalui Yesus. Di

kalangan Katolik sendiri, Dominus Jesus‗ menimbulkan reaksi keras. Frans

Magnis sendiri mendukung Dominus Jesus‗ itu, dan menyatakan, bahwa

Dominus Jesus‗ itu sudah perlu dan tepat waktu. Menurutnya, Pluralisme Agama

hanya di permukaan saja kelihatan lebih rendah hati dan toleran daripada sikap

inklusif yang tetap meyakini imannya. Bukan namanya toleransi apabila untuk

mau saling menerima dituntut agar masing-masing melepaskan apa yang mereka

yakini. Ambil saja sebagai contoh Islam dan kristianitas. Pluralisme mengusulkan

agar masing-masing saling menerima karena masing-masing tidak lebih dari

ungkapan religiositas manusia, dan kalau begitu, tentu saja mengklaim

kepenuhan kebenaran tidak masuk akal. Namun yang nyata-nyata dituntut kaum

pluralis adalah agar Islam melepaskan klaimnya bahwa Allah dalam Al-Qur‘an

memberi petunjuk definitif, akhir dan benar tentang bagaimana manusia harus

hidup agar ia selamat, dengan sekaligus membatalkan petunjuk-petunjuk

sebelumnya. Dari kaum Kristiani, kaum pluralis menuntut untuk

mengesampingkan bahwa Yesus itu Sang Jalan‗, Sang Kehidupan‗ dan Sang

Kebenaran‗, menjadi salah satu jalan, salah satu sumber kehidupan dan salah

satu kebenaran, jadi melepaskan keyakinan lama yang mengatakan bahwa hanya

melalui Putera manusia bisa sampai ke Bapa.

Terhadap paham semacam itu, Frans Magnis menegaskan: Menurut saya

ini tidak lucu dan tidak serius. Ini sikap menghina kalau pun bermaksud baik.

Toleransi tidak menuntut agar kita semua menjadi sama, bari kita bersedia saling

menerima. Toleransi yang sebenarnya berarti menerima orang lain, kelompok

lain, keberadaan agama lain, dengan baik, mengakui dan menghormati

keberadaan mereka dalam keberlainan mereka. Toleransi justru bukan asimilasi,

melainkan hormat penuh identitas masing-masing yang tidak sama.

91 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Dari kalangan Protestan, Dr. Stevri I. Lumintang menulis buku yang

sangat serius berjudul Theologia Abu-Abu: Tantangan dan Ancaman Racun Pluralisme

dalam Teologi Kristen Masa Kini, (Malang: Gandum Mas, 2004). Dalam buku

setebal 700 halaman lebih ini, Stevri menulis:

―Theologia abu-abu (Pluralisme) yang kehadirannya seperti serigala

berbulu domba, seolah-olah menawarkan teologi yang sempurna, karena itu

teologi tersebut mempersalahkan semua rumusan Teologi Tradisional yang

selama ini dianut dan sudah berakar dalam gereja. Namun sesungguhnya

Pluralisme sedang menawarkan agama baru.‖ 97

Dari kalangan Hindu juga muncul penolakan keras terhadap paham

Pluralisme Agama. Pada tahun 2006, penerbit Media Hindu menerbitkan sebuah

buku berjudul Semua Agama Tidak Sama. Buku ini diberi kata pengantar oleh

Parisada Hindu Dharma. Editor buku ini, Ngakan Made Madrasuta menulis kata

pengantarnya dengan judul Mengapa Takut Perbedaan? Ngakan mengkritik

pandangan yang menyamakan semua agama, termasuk yang dipromosikan oleh

sebagian orang Hindu yang mengutip Bagawad Gita IV: 11: ―Jalan mana pun

yang ditempuh manusia ke arah-Ku, semuanya Aku terima. Menurut Ngakan:

―Yang disebut ‗Jalan‘ dalam Gita adalah empat yoga yaitu Karma Yoga,

Jnana Yoga, Bhakti Yoga, dan Raja Yoga. Semua yoga ini ada dalam agama

Hindu, dan tidak ada dalam agama lain. Agama Hindu menyediakan banyak

jalan, bukan hanya satu bagi pemeluknya, sesuai dengan kemampuan dan

kecenderungannya.‖98

Dr. Frank Gaetano Morales, seorang cendekiawan Hindu, mengecam

keras orang-orang Hindu yang menyama-nyamakan agamanya dengan agama

lain:

―Ketika kita membuat klaim yang secara sentimental menenangkan,

namun tanpa pemikiran bahwa semua agama adalah sama, kita sedang tanpa

sadar mengkhianati kemuliaan dan integritas dari warisan kuno ini, dan

membantu memperlemah matrix filosofis/kultural agama Hindu sampai pada

intinya yang paling dalam. Setiap kali orang Hindu mendukung Universalisme

Radikal, dan secara bombastik memproklamasikan bahwa semua agama adalah

97 Stevri I. Lumintang, op.cit, hal.18-19. 98 Ngakan Made Madrasuta (ed), Semua Agama Tidak Sama, (Media Hindu, 2006) hal.xxx.

92 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

sama, dia melakukan itu atas kerugian besar dari agama Hindu yang dia katakan

dia cintai.99

Majelis Ulama Indonesia(MUI), melalui fatwanya tanggal 29 Juli 2005 juga

telah menyatakan bahwa paham Pluralisme Agama bertentangan dengan Islam

dan haram umat Islam memeluk paham ini. MUI mendefinisikan Pluralisme

Agama sebagai suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama

dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap

pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar

sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua

pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga. Dr. Anis Malik

Thoha, pakar Pluralisme Agama, yang juga Rois Syuriah NU Cabang Istimewa

Malaysia, mendukung fatwa MUI tersebut dan menyimpulkan bahwa Pluralisme

Agama memang sebuah agama baru yang sangat destruktif terhadap Islam dan

agama-agama lain. 100

Jadi, meskipun sejumlah agama dan tokoh agama telah membuat

pernyataan dan sikap resmi tentang paham Pluralisme Agama, tetapi masalah ini

perlu dikaji secara komprehensif. Kalangan akademisi Muslim perlu mencermati

benar apa dan bagaimana sebenarnya paham Pluralisme Agama dengan

mengambil studi komparatif dengan kasus serupa pada agama-agama lain.

Sebab, sebagai salah satu isu global yang mendapat sokongan kekuatan-kekuatan

global, isu Pluralisme Agama akan terus menjadi isu penting dalam berbagai

wacana sosial dan politik pada level nasional maupun global.

Respon Intelektual

Islam adalah nama sebuah agama yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Makna Islam itu sendiri digambarkan

oleh Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dalam berbagai sabda beliau.

Imam Nawawi dalam Kitab hadits-nya yang terkenal, al-Arba‟in al-Nawawiyah,

menyebutkan definisi Islam pada hadits kedua:

“Islam adalah bahwasanya engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain

Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, engkau menegakkan

99 Ibid, hal.106. 100 Lihat, pengantar Dr. Anis Malik Thoha pada buku Adian Husaini, Pluralisme Agama: Haram (Jakarta:

Pustaka Kautsar, 2005). Disertasi Dr. Anis Malik Thoha tentang Pluralisme Agama di Universitas Islam Internasional Islamabad juga telah diterbitkan oleh GIP dengan judul ‗Tren Pluralisme Agama. Edisi bahasa Arab buku ini mendapatkan penghargaan Faruqi Award oleh Internastional Islamic University Malaysia. Diskusi lebih jauh tentang Pluralisme Agama dalam Islam bisa dilihat di Majalah ISLAMIA edisi 3 dan 4.

93 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji

ke Baitullah -- jika engkau berkemampuan melaksanakannya.” (HR. Muslim)

Pada hadits ketiga juga disebutkan, bahwasanya Nabi Muhammad

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

“Islam ditegakkan di atas lima hal: persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah

dan Muhammad adalah utusan Allah, penegakan shalat, penunaian zakat, pelaksanaan

haji ke Baitullah, dan shaum Ramadhan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam Kitab Sullamut Tawfiq –yang biasa dikaji di madrasah Ibtidaiyah dan

pondok pesantren-, disebutkan, bahwa adalah kewajiban setiap muslim untuk

menjaga Islamnya dari hal-hal yang membatalkannya, yakni murtad (riddah).

Dijelaskan juga dalam Kitab ini, bahwa ada tiga jenis riddah, yaitu murtad dengan

I‗tiqad, murtad dengan lisan, dan murtad dengan perbuatan. Contoh murtad dari

segi I„tiqad, misalnya, ragu-ragu terhadap wujud Allah, atau ragu terhadap Nabi

Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, atau ragu terhadap Al-Qur‘an, atau ragu

terhadap Hari Akhir, sorga, neraka, pahala, siksa, dan sejenisnya.101

Seperti disebutkan sebelumnya, Ulama India Syekh Abul Hasan Ali an-

Nadwi menyebutkan, bahwa tantangan terbesar yang dihadapi oleh umat Islam

saat ini, sepeninggal Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, adalah tantangan

yang diakibatkan oleh peradaban Barat. Sebab, tantangan ini sudah menyangkut

aspek yang sangat mendasar dalam pandangan Islam, yaitu masalah iman dan

kemurtadan. Dalam pandangan Islam, murtad (batalnya keimanan) seseorang,

bukanlah hal yang kecil. Jika iman batal, maka hilanglah pondasi keislamannya.

Banyak ayat Al-Qur‘an yang menyebutkan bahaya dan resiko pemurtadan bagi

seorang Muslim.

”Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam

kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan

mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217)

“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah

yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu

Dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu

Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah

sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. An-Nur: 39)

101 Lihat Syaikh Abdullah bin Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim, Sullamut Tawfiq, (cetakan

Toha Putra, Semarang, tanpa tahun), hal.5-6.

94 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Di samping itu, sebagai satu agama dan peradaban yang masih eksis -yang

memiliki worldview yang khusus- maka Islam juga sedang menghadapi tantangan

yang serius yang diakibatkan oleh hegemoni peradaban Barat dalam berbagai

bidang kehidupan. Membanjirnya istilah-istilah yang berasal dari tradisi

pemikiran Barat ke dalam khazanah pemikiran Islam kontemporer – seperti

Islam fundamentalis, Islam radikal, Islam militan, Islam moderat, Islam inklusif,

Islam eksklusif, Islam pluralis, dan sebagainya – merupakan satu contoh yang

nyata.

Tantangan pemikiran kontemporer itu tidak mungkin dihindarkan. Para

sarjana dan cendekiawan muslim kini ditantang untuk memberikan respon

intelektual berkualitas. Mereka harus merumuskan‗anatomi tantangan‗ yang

dihadapi kaum muslim dengan tepat dengan melakukan kajian serius terhadap

hakekat peradaban Barat dan peradaban-peradaban lain, dan sekaligus

mereformulasi ―bukan reformasi‖ konsep-konsep Islam dengan tepat, sesuai

dengan tantangan pemikiran yang dihadapi umat Islam saat ini.

Apalagi, saat ini westernisasi (pembaratan) studi Islam di perguruan tinggi

telah dilakukan semakin intensif dan diresmikan dengan cara mengadopsi

metode studi agama ala Barat dalam studi Islam. Sebuah buku berjudul

Paradigma Baru Pendidikan Islam, yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan

Tinggi Islam – Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI

(2008) menulis:

”Melalui pengiriman para dosen IAIN ke McGill dalam jumlah yang sangat masif

dari seluruh Indonesia, berarti juga perubahan yang luar biasa dari titik pandang tradisional

studi Islam ke arah pemikiran modern ala Barat. Perubahan yang paling menyolok terjadi

pada tingkat elit. Tingkat elit inilah yang selalu menggerakkan tingkat grass root.”

Pemikiran modern ala Barat—yang memiliki metode tersendiri dalam

memandang agama—justru diadopsi dan diresmikan. Hal ini telah dan akan

terus membawa dampak serius dalam perkembangan pemikiran Islam di

Indonesia. Untuk itulah, umat Islam harus mampu menjawab tantangan ini

secara akademis dan intelektual. Problem keilmuan inilah yang sejatinya menjadi

problema mendasar umat Islam, yang harus dipecahkan dan dicarikan solusinya,

jika umat Islam ingin bangkit menjadi umat yang besar dan disegani,

sebagaimana dinyatakan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas: “I venture

to maintain that the greatest challenge that has surreptitiously arisen in our age is the challenge

95 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

of knowledge, indeed, not as against ignorance; but knowledge as conceived and disseminated

throughout the world by Western civilization‟.

96 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

BAB VII

MASALAH KRISTENISASI

Masalah Kristenisasi adalah persoalan laten bagi kaum Muslim dan

pemeluk agama-agama lain, termasuk di Indonesia.102 Tokoh-tokoh Kristen

Indonesia -seperti Dr. W.B. Sidjabat dan TB Simatupang-biasanya berusaha

mengelak bahwa kekuasaan kolonial Belanda ikut membantu penyebaran agama

Kristen di Indonesia. Menurut mereka, kaum misionaris sama sekali tidak ada

kaitannya dengan ambisi duniawi kaum kolonialis. Penyebaran agama Kristen,

lebih disebabkan oleh kuasa Alkitab dan bukan terutama disebabkan oleh orang-

orang Kristen. Tetapi, bukti-bukti sejarah sangat sulit menerima argumentasi

tokoh-tokoh Kristen semacam itu. Bantuan dan campur tangan kaum kolonialis

dalam Kristenisasi sulit dipungkiri dalam sejarah.103

Mengutip tulisan sejarawan KM Panikkar dalam bukunya Asia and Western

Dominance, Prof. Dr. Bilveer Singh mencatat, ―Yang mendorong bangsa Portugal

(untuk menjajah di Asia adalah) strategi besar melawan kekuatan politik Islam,

melakukan Kristenisasi, dan keinginan untuk memonopoli perdagangan rempah-

rempah.‖

Sebagaimana ditunjukkan oleh Panikkar, sementara bagi negara-negara

Eropa Barat lainnya Islam hanyalah ancaman yang jauh, bagi orang-orang yang

tinggal di kepulauan Iberia, Castile, Aragon, dan Portugal, Islam mewakili

sesuatu yang mengancam, perkasa, dan selalu siap siaga di depan beranda rumah

mereka. Dari sudut pandang ini, kata Panikkar,―Islam adalah musuh dan harus

diperangi di mana-mana. Banyak tindakan Portugal di Asia tidak akan dapat

dipahami kecuali fakta ini selalu diperhatikan. Jadi, disamping untuk Kristenisasi

atas 'wilayah kafir', Islam harus dilawan di jantungnya, dengan menyerangnya

dari belakang. Hal ini juga diharapkan akan menguntungkan secara ekonomis.‖

Dalam kaitan ini, Pangeran Henry Sang Pelaut (1394-1460) melancarkan

"strategi besar" dengan tujuan untuk mengepung kekuatan Muslim dan

102 - Adian Husaini, Masalah Kristenisasi, dalam Tasawwur Islam, Singapura : Darul Andalus,2012. 103 Alwi Shihab, Membendung Arus: Repons Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di

Indonesia, Mizan, Bandung, 1998, hal.202.

97 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

membawa agama Kristen langsung ke wilayah Samudera Hindia. Ketika berhasil

menduduki Malaka, D'albuquerqe berpidato, ―Tugas besar yang harus kita

abdikan kepada Tuhan kita dalam mengusir orang-orang Moor (Muslim) dari

negara ini dan memadamkan api Sekte Muhammad sehingga ia tidak muncul lagi

sesudah ini… Saya yakin, jika kita berhasil merebut jalur perdagangan Malaka ini

dari tangan mereka (orang-orang Moor), Kairo dan Mekkah akan hancur total

dan Venice tidak akan menerima rempah-rempah kecuali para pedagangnya

pergi dan membelinya di Portugal.‖104

Karena itu, bukan hal aneh, jika penjajahan (kolonialisme) Barat di dunia

Islam, selalu bekerjasama dengan misionaris Kristen untuk melanggengkan

kekuasaannya. Mengutip pengakuan Alb C. Kruyt (tokoh Nederlands

bijbelgenootschap) dan OJH Graaf van Limburg Stirum, Dr. Aqib Suminto

mencatat:

―Bagaimanapun juga Islam harus dihadapi, karena semua yang

menguntungkan Islam di Kepulauan ini akan merugikan kekuasaan pemerintah

Hindia Belanda. Dalam hal ini diakui bahwa kristenisasi merupakan faktor

penting dalam proses penjajahan dan zending Kristen merupakan rekan

sepersekutuan bagi pemerintah kolonial, sehingga pemerintah akan membantu

menghadapi setiap rintangan yang menghambat perluasan zending.105

Keterkaitan erat antara gerakan Kristenisasi dengan pemerintah kolonial

banyak diungkap oleh para ilmuwan Indonesia, seperti Aqib Suminto (Politik

Islam Hindia Belanda), Deliar Noer (Gerakan Islam Modern) dan juga Alwi Shihab

(Membendung Arus - Respons Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di

Indonesia). Politik netral agama yang dikumandangkan oleh pemerintah Belanda

terbukti tidak benar, sebab dalam kenyataannya, mereka sangat mendukung

gerakan misi Kristen di Indonesia.

Sejumlah dekrit kerajaan Belanda dikeluarkan untuk mendukung

misionaris Kristen di Indonesia. Pada tahun 1810, Raja William I dari Belanda

mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa para misionaris akan diutus ke

Indonesia oleh dan atas biaya pemerintah. Pada 1835 dan 1840, ada dekrit lain

yang dikeluarkan, yang menyatakan bahwa administrasi gereja di Hindia Belanda

ditempatkan di bawah naungan Gubernur Jenderal pemerintah kolonial. Pada

104 Bilveer Singh, Timor Timur, Indonesia dan Dunia, Mitos dan Kenyataan, (Jakarta: IPS, 1998), hal.299-

300. 105 Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, LP3ES, Jakarta, 1985, hal.26.

98 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

1854, sebuah dekrit lain dikeluarkan, yang mencerminkan bahwa kedua badan di

atas saling berkaitan. Dekrit itu menyebutkan bahwa administrasi gereja antara

lain berfungsi mempertahankan doktrin agama Kristen. Karena itu, sejumlah

fasilitas diberikan kepada para misionaris, termasuk subsidi pembangunan gereja,

biaya pulang pergi misionaris Indonesia-Belanda, dan pembayaran gaji para

pendeta, disamping subsidi untuk sekolah, rumah sakit, dan rumah yatim-piatu,

serta berbagai keringanan pajak. Pada tahun 1888, Menteri Urusan Kolonial,

Keuchenis, menyatakan dukungannya terhadap semua organisasi misionaris dan

menyerukan agar mereka menggalang kerjasama dengan pemerintah Belanda

untuk memperluas pengaruh Kristen dan membatasi pengaruh Islam. J.T.

Cremer, Menteri untuk Urusan Kolonial lain, dengan semangat yang sama, juga

menganjurkan agar kegiatan-kegiatan misionaris dibantu, karena hal itu -- dalam

pandangannya -- akan melahirkan "peradaban, kesejahteraan, keamanan, dan

keteraturan.106

Pada 1901, Abraham Kuyper, pemimpin Partai Kristen, ditunjuk sebagai

Perdana Menteri, menyusul kekalahan Partai Liberal oleh koalisi partai-partai

kanan dan agama. Alexander Idenburg, yang di masa mudanya pernah bercita-

cita sebagai misionaris, mengambil alih kantor pemerintah kolonial. Kebijakan

selama 50 tahun yang kurang lebih bersifat "netral agama" diubah menjadi

kebijakan yang secara terang-terangan mendukung misi Kristen. Berbagai subsidi

terhadap sekolah Kristen dan lembaga misi yang semua ditolakkarena

dikhawatirkan memancing reaksi keras kaum Muslim, mulai diberikan secara

besar-besaran. Kebijakan ini menunjukkan bahwa netralitas dalam agama adalah

ilusi belaka. Idenburg yang menjabat Gubernur Jenderal dari 1906-1916, terang-

terangan menyatakan dukungannya terhadap kegiatan misi di Indonesia. Dalam

salah satu laporannya kepada pemerintah pusat, ia mengatakan, "Saya cukup

sibuk dengan Kristenisasi atas daerah-daerah pedalaman." Bagi pemerintah

kolonial, ancaman dari mereka yang sudah masuk Kristen akan lebih kecil

dibandingkan dari kaum Muslim, karena kaum Kristen lebih dapat diajak

kerjasama. Tujuan pemerintah kolonial dan misionaris dapat dikerjasamakan. Di

satu pihak, pemeritah kolonial memandang koloni mereka sebagai tempat

mengeruk keuntungan finansial. Di sisi lain, misionaris memandang koloni

mereka sebagai tempat yang diberikan Tuhan untuk memperluas "Kerajaan

Tuhan".

106Alwi Shihab, op.cit., hal.147

99 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Kaum Kristen biasanya merujuk kepada sejumlah ayat dalam Bibel sebagai

legitimasi kewajiban menjalankan misi Kristen kepada bangsa-bangsa non-

Kristen. Kitab Markus, 16:15, misalnya, menyerukan: ‗Pergilah ke seluruh dunia

dan beritakanlah Injil kepada segala makhluk.‗‗ Maka, baik Kristen Protestan

maupun Katolik di Indonesia, sama-sama menegaskan, bahwa misi Kristen

harus tetap dijalankan. Dari kalangan Protestan, Ketua Umum Persekutuan

Gereja-gereja Indonesia (PGI), Dr. AA Yewangoe, menegaskan: ―Setiap agama

mengklaim diri sebagai yang mempunyai misi dari Tuhan, yang mesti diteruskan

kepada manusia.

Klaim ini adalah klaim imaniah yang tidak dapat diganggu gugat. Memang,

tidak dapat dibayangkan sebuah agama tanpa misi, sebab dengan demikian, tidak

mungkin agama itu eksis. Agama tanpa misi bukanlah agama… Tanpa misi,

gereja bukan lagi gereja. Meskipun begitu, Yewangoe mengimbau agar misi

Kristen dilakukan cara-cara yang santun, dan menyesuaikan dengan kondisi

masyarakat. Ia, misalnya, tidak setuju dengan penggunaan cara mendatangi

rumah orang Islam dan mengajak orang Islam masuk Kristen. (Suara Pembaruan,

26/12/2005).

Tahun 1962, H. Berkhof dan I.H. Enklaar, menulis buku berjudul Sedjarah

Geredja, (Djakarta: Badan Penerbit Kristen, 1962), yang menggariskan urgensi

dan strategi menjelankan misi Kristen di Indonesia. Berikut ini ungkapan

mereka:

―Boleh kita simpulkan, bahwa Indonesia adalah suatu daerah Pekabaran

Indjil yang diberkati Tuhan dengan hasil yang indah dan besar atas penaburan

bibit Firman Tuhan. Djumlah orang Kristen Protestan sudah 13 juta lebih, akan

tetapi jangan kita lupa.... di tengah-tengah 150 juta penduduk! Djadi tugas

Sending gereja-gereja muda di benua ini masih amat luas dan berat. Bukan sadja

sisa kaum kafir yang tidak seberapa banyak itu, yang perlu mendengar kabar

kesukaan, tetapi juga kaum Muslimin yang besar, yang merupakan benteng

agama yang sukar sekali dikalahkan oleh pahlawan2 Indjil. Apalagi bukan saja

rakyat djelata, lapisan bawah, yang harus ditaklukkan untuk Kristus, tetapi djuga

dan terutama para pemimpin masjarakat, kaum cendikiawan, golongan atas dan

tengah. Pelaksanaan tugas raksasa itu selajaknya djangan hanya didjalankan

dengan perkataan sadja tetapi djuga dengan perbuatan. Segala usaha Pekabaran

Indjil jang sudah dimulai pada masa lalu, hendaknya dilandjutkan, bahkan harus

ditambah. Penerbitan dan penjiaran kitab2 kini mendapat perhatian istimewa.

Penterdjemahan Alkitab kedalam bahasa daerah oleh ahli2 bahasa Lembaga

100 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Alkitab, yang sudah mendjadi suatu berkat rohani jang tak terkatakan besarnya,

harus terus diusahakan dengan radjin. Perawatan orang sakit tetap mendjadi

suatu djalan jang indah untuk menjatakan belas-kasihan dan pertolongan Tuhan

Jesus terhadap segala jang tjatjat tubuhnya. Pengadjaran dan pendidikan Kristen

pun sekali2 tak boleh diabaikan oleh Geredja… Dengan segala djalan dan daja

upaja ini Geredja Jesus Kristus hendak bergumul untuk merebut djiwa-raga

bangsa Indonesia dari tjengkeraman kegelapan rohani dan djasmani, supaja

djalan keselamatan jang satu2nya dapat dikenal dan ditempuh oleh segenap

rakYat.107

Dalam buku Panggilan Kita di Indonesia Dewasa Ini (1964), tokoh Kristen Dr.

W.B. Sidjabat menulis bab khusus tentang tantangan Islam Bagi Misi Kristen di

Indonesia: ―Saudara2, kenjataan2 jang saja telah paparkan ini telah

menundjukkan adanya suatu tantangan jang hebat sekali untuk ummat

Kristen… Dalam hubungan ini saja hendak menundjukkan kepada ummat

Kristen bahwa sekarang ini djumlah jang menunggu2 Indjil Kristus Jesus djauh

lebih banyak daripada djumlah jang dihadapi oleh Rasul2 pada abad pertama

tarich Masehi…Pekabaran Indjil di Indonesia, kalau demikian, masih akan terus

menghadapi ‗challenge‘ Islam di negara gugusan ini… Seluruhnya ini

menundjukkan bahwa pertemuan Indjil dengan Islam dalam bidang-tjakup jang

lebih luas sudah dimulai. Saja bilang ‗dimulai‘, bukan dengan melupakan

Pekabaran Indjil kepada ummat Islam sedjak abad jang ketudjuh, melainkan

karena kalau kita perhatikan dengan seksama maka konfrontasi Indjil dan

Agama2 didunia ini dalam bidang-tjakup jang seluas2nya, dan dalam hal ini

dengan Islam, barulah ‗dimulai‘ dewasa ini setjara mendalam. Dan bagi orang2

jang berkejakinan atas kuasa Allah Bapa, jesus Kristus dan Roch Kudus, setiap

konfrontasi seperti ini akan selalu dipandangnja sebagai undangan untuk turut

mengerahkan djiwa dan raga memenuhi tugas demi kemuliaan Allah. 108

Di kalangan Katolik, misi Kristen juga sangat ditekankan, meskipun pasca

Konsili Vatikan II, Gereja Katolik mengubah doktrin eksklusifnya menjadi

doktrin (teologi) inklusif. Semula, Gereja menganut doktrin ‟extra ecclesiam nulla

salus‟ (di luar Gereja tidak ada keselamatan). Kemudian Konsili Vatikan II (1962-

1965), menetapkan satu dokumen Nostra Aetate yang bersifat cukup simpatik

terhadap Islam:

107 H. Berkhof dan I.H. Enklaar, Sedjarah Geredja, (Djakarta: Badan Penerbit Kristen, 1962), hal.276-277. 108 W.B. Sidjabat, Panggilan Kita di Indonesia Dewasa Ini, (Badan Penerbit Kristen, 1964), hal.133-135.

101 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

―Dengan penghargaan, Gereja memandang juga kepada umat Islam, yang

menyembah Allah yang Mahaesa, Yang hidup dan ada, Yang Mahapengasih dan

Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi… Mengingat bahwa dalam peredaran

jaman, telah timbul pertikaian dan permusuhan yang tidak sedikit antara orang

Kristen dan Islam, maka Konsili Suci mengajak semua pihak untuk melupakan

yang sudah-sudah, dan mengusahakan dengan jujur saling pengertian dan

melindungi lagi memajukan bersama-sama keadilan sosial, nilai-nilai moral serta

perdamaian dan kebebasan untuk semua orang.109

Dalam buku Kuliah Agama Katolik di Perguruan Tinggi Umum juga

dinyatakan bahwa hal yang mempersatukan orang Katolik dengan orang Islam

adalah bahwa di dalam Islam, Kristus tidak dilawan sedangkan Kristus

mengatakan: ―Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita. (Markus

9:40). Dalam dokumen Terang Bangsa-bangsa disebutkan:

―Namun rencana keselamatan juga merangkum mereka, yang mengakui

Sang Pencipta, di antara mereka terdapat terutama kaum Muslimin, yang

menyatakan, bahwa mereka berpegang kepada iman Abraham, dan bersama kita

bersujud menyembah Allah yang tunggal dan maharahim, yang akan

menghakimi manusia pada hari kiamat. Pun juga dari umat lain yang mencari

Allah yang tak mereka kenal dalam bayangan dan gambaran tidak jauhlah Allah

karena Ia memberi semua kehidupan dan nafas dan segalanya (Lihat Kisah

17:25-28) dan sebagai Penyelamat menghendaki keselamatan semua orang (Lihat

1 Tim 2:4). Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta

Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah dan berkat pengaruh rahmat

berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati

dengan perbuatan nyata dapat memperoleh keselamatan kekal. Penyelenggaraan

ilahi juga tidak menolak memberi bantuan yang diperlukan untuk keselamatan

kepada mereka yang tanpa bersama belum sampai pada pengetahuan yang jelas

tentang Allah, namun berkat rahmat ilahi berusaha menempuh hidup yang

benar. Sebab apapun yang baik dan benar yang terdapat pada mereka, oleh

Gereja dipandang sebagai persiapan Injil dan sebagai karunia Dia, yang

menerangi setiap orang supaya akhirnya memperoleh kehidupan.(Terang

Bangsa-bangsa, no. 16). Tetapi, pada saat yang sama, dalam Konsili Vatikan II

juga ditetapkan satu Dekrit “ad gentes” yang mewajibkan aktivitas misi Katolik ke

109Tonggak Sejarah Pedoman Arah: Dokumen Konsili Vatikan II (Oleh Dr. J. Riberu), Jakarta, Dokpen

MAWI, 1983, hal.289. Naskah dalam bahasa Inggris bisa dilihat: Abbot, Walter M. (gen.ed.), The Documents of Vatican II, (America Press, 1966).

102 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

seluruh umat manusia. Pada dokumen Ad Gentes, Konsili tetap menekankan

kewajiban melakukan pembaptisan pada seluruh umat manusia. Jadi, pada satu

sisi, Gereja Katolik mendeklarasikan bahwa kebenaran dan keselamatan dapat

diraih bukan hanya pada dan dengan Gereja Katolik, bahwa penyelamatan Jesus

adalah untuk semua manusia, bukan hanya untuk kaum Kristen saja. Bahkan,

Paus Yohannes Paulus II, dalam Redemptor Hominis (1979), mendeklarasikan:

“Man – every man without exception whatever – has been redeemed by Christ, … because

with man – with each man without any exception whatever – Christ is in a way united, even

when man is unaware of it.” 110

Tetapi, pada saat yang sama, Konsili juga menekankan kewajiban aksi misi

Kristen. Dalam dokumen ―The Decree on the Missionary Activity of the Church (ad

gentes), disebutkan: „The Church has been divinely sent to all nations that she might be “the

universal sacrament of salvation”, dan “to proclaim the gospel to all men”. 111 Dokumen

Ad Gentes juga mendesak:

“This missionary activity derives its reason from the will of God, who wishes all men to

be saved and to come to the knowledge of the truth. For there is one God, and one mediator

between God and men, Himself a man, Jesus Christ, who gave Himself as a ransom for all"

(1 Tim. 2:4-6), "neither is there salvation in any other" (Acts 4:12). Therefore, all must be

converted to Him, made known by the Church's preaching, and all must be incorporated into

Him by baptism and into the Church which is His body… And hence missionary activity

today as always retains its power and necessity.” (Landasan karya misioner ini diambil

dari kehendak Allah, Yang menginginkan bahwa semua manusia diselamatkan

dan mengakui kebenaran. Karena Allah itu esa dan esa pula Perantara antara

Allah dengan menusia yaitu Manusia Kristus Yesus, Yang menyerahkan diri-Nya

sebagai tebusan bagi semua orang (1 Tim 2:4-6), dan tidak ada keselamatan

selain Dia (Kisah 4:12). Maka haruslah semua orang berbalik kepada Dia, Yang

dikenal lewat pewartaan Injil, lalu menjadi anggota Dia dan Anggota Gereja,

yang adalah Tubuhnya, melalui pemandian… Oleh sebab itu, karya misioner

dewasa ini seperti juga selalu, tetap mempunyai keampuhannya dan tetap

diperlukan seutuhnya)112 Tahun 1990, induk Gereja Katolik di Indonesia, yaitu

KWI (Konferensi Waligereja Indonesia) menerjemahkan dan menerbitkan

110John Hick, ―The Non-Absoluteness of Christianity‖, dalam John Hick dan Paul F. Knitter, (ed., The

Myth of Christian Uniqueness: Toward a Pluralistic Theology of Religions, (New York: Orbis Book, 1987), hal.21. 111 Walter M. Abbott (gen.ed.), The Documents of Vatican II, hal.585. 112 Walter M. Abbott (gen.ed.), The Documents of Vatican II, hal.593. Naskah terjemah di kutip dari

Tonggak Sejarah Pedoman Arah: Dokumen Konsili Vatikan II, hal.377-478.

103 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

naskah imbauan apostolik Paus Paulus VI tentang Karya Pewartaan Injil dalam

Jaman Modern (Evangelii Nuntiandi), yang disampaikan 8 Desember 1975. Di

katakan dalam dokumen ini:

―Pewartaan pertama juga ditujukan kepada bagian besar umat manusia

yang memeluk agama-agama bukan Kristen….Agama-agama bukan kristen

semuanya penuh dengan ‗benih-benih Sabda‘ yang tak terbilang jumlahnya dan

dapat merupakan suatu persiapan bagi Injil yang benar... Kami mau

menunjukkan, lebih-lebih pada zaman sekarang ini, bahwa baik penghormatan

maupun penghargaan terhadap agama-agama tadi, demikian pula kompleksnya

masalah-masalah yang muncul, bukan sebagai suatu alasan bagi Gereja untuk

tidak mewartakan Yesus Kristus kepada orang-orang bukan Kristen. Sebaliknya

Gereja berpendapat bahwa orang-orang tadi berhak mengetahui kekayaan

misteri Kristus.

Dalam pidatonya pada 7 Desember 1990, yang bertajuk Redemptoris Missio

(Tugas Perutusan Sang Penebus), yang diterbitan KWI tahun 2003, Paus

Yohanes Paulus II mengatakan: ―Tugas perutusan Kristus Sang Penebus, yang

dipercayakan kepada Gereja, masih sangat jauh dari penyelesaian. Tatkala Masa

Seribu Tahun Kedua sesudah kedatangan Kristus hampir berakhir, satu

pandangan menyeluruh atas umat manusia memperlihatkan bahwa tugas

perutusan ini masih saja di tahap awal, dan bahwa kita harus melibatkan diri kita

sendiri dengan sepenuh hati…Kegiatan misioner yang secara khusus ditujukan

kepada para bangsa (Ad Gentes) tampak sedang menyurut, dan kecenderungan ini

tentu saja tidak sejalan dengan petunjuk-petunjuk Konsili dan dengan

pernyataan-pernyataan Magisterium sesudahnya. Kesulitan-kesulitan baik yang

datang dari dalam maupun yang datang dari luar, telah memperlemah daya

dorong karya misioner Gereja kepada orang-orang non-Kristen, suatu kenyataan

yang mestinya membangkitkan kepedulian di antara semua orang yang percaya

kepada Kristus. Sebab dalam sejarah Gereja, gerakan misioner selalu sudah

merupakan tanda kehidupan, persis sebagaimana juga kemerosotannya

merupakan tanda krisis iman. Jadi, misi Kristen untuk mewartakan Kristus

kepada umat Islam dan agama-agama lain, adalah ajaran pokok dalam Gereja.

Karena itu, kaum Kristen merasa wajib menjalankan perintah itu, dengan cara

apa pun, sesuai situasi dan kondisi; ada yang secara terang-terangan membagi-

bagikan Bibel kepada umat Islam, melakukan manipulasi dengan penerbitan

104 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

buku-buku Kristen berkedok Islam, melalui cara pelayanan sosial, dengan cara

menujukkan keteladanan, dan sebagainya.113

Masalah Kristenisasi adalah problem riil yang ada di Indonesia. Tidak

perlu ditutup-tutupi dan disembunyikan di bawah karpet‗. Semuanya jelas,

sebagaimana kewajiban dakwah bagi kaum Muslim. Masalah ini perlu dikaji

secara akademis, secara ilmiah, agar diperoleh gambaran yang komprehensif dan

proporsional. Apalagi, sejak dulu, kaum misionaris Kristen sudah menyadari dan

merasakan, bagaimana beratnya melaksanakan tugas misinya ke dunia Islam.

Jurnal Misi Kristen The Moslem World edisi Oktober 1946 mengutip ungkapan J.

Christy Wilson, seorang Misionaris Kristen: “Evangelism for Mohammedans is

probably the most difficult of all missionary tasks.”

Indonesia, yang dikenal sebagai sebuah negeri muslim terbesar di dunia,

tentu saja menjadi target dari misi Kristen. Penduduk Indonesia kini sekitar 210

juta jiwa. Data Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) tahun 1990 yang

dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan prosentase umat beragama di

Indonesia sebagai berikut: Islam (87,2%), Kristen Protestan (6,0%), Katolik

(3,6%), Hindu (1,8%), Budha (1,0%), lain-lain (0,3%). Merujuk pada prosentase

itu, maka jumlah umat Islam Indonesia kini mencapai 183,12 juta jiwa.

Namun, kaum Kristen menolak jumlah tersebut. Menurut Ketua

Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Dr. Yewangoe, jumlah orang Protestan

sudah mencapai lebih dari 20 persen (40 juta jiwa lebih). Data ini juga diperkuat

oleh Global Evangelization Movement Database, yang menyatakan, jumlah

orang Kristen di Indonesia sudah mencapai angka spektakuler, yaitu lebih dari

40 juta jiwa.114

113Sebuah metode menjalankan misi Kristen yang ‗agak berbeda‘ dari yang lain, dijelaskan oleh Prof.

Frans Magnis Suseno, dengan menyatakan: ―Tidak perlu kita sembunyikan bahwa agama Kristen adalah agama misionaris, sama seperti agama Islam. Kita tahu diri diutus oleh Yesus untuk menjadi saksi-Nya sampai ke batas dunia. Itu yang dimaksud dengan istilah ―agama universal‖. Akan tetapi, sifat ―misionaris‖ tidak berarti bahwa kita menganggu orang yang beragama lain. Kadang-kadang saudara-saudara kita dari umat-umat beragama lain mengkhawatirkan apa yang mereka sebut sebagai ―kristenisasi‖. Namun memberikan kesaksian itu lain sama sekali daripada ―mengkristenkan‖. Kata ―kristenisasi‖ memberikan kesan bahwa ada orang yang diperlakukan sebagai objek. Akan tetapi kita tidak mengkristenkan siapa-siapa. Yesus sendiri tidak pernah mendesakkan diri pada orang lain, ia selalu menghormati suara hati setiap orang.‘‘ (Lihat, Frans Magnis Suseno, Menjadi Saksi Kristus Di Tengah Masyarakat Majemuk, (Jakarta: Obor, 2004), hal.65).

114 Victor Silaen dkk., Gereja dan Reformasi, (Jakarta: Yakoma PGI, 1999), dan majalah Kristen BAHANA,

September 2002). Dalam tulisannya, Yewangoe mengatakan: ―Saya sendiri tidak percaya statistik itu. Masa dalam sekian tahun tidak pernah jumlah orang Kristen bertambah, padahal kita tahu betul bahwa di banyak tempat terjadi baptisan-baptisan masal. Kalau sungguh-sungguh jujur, sebaiknya diadakan sensus dengan cara yang terbuka pula. Saya menaksir jumlah orang Kristen di Indonesia sekarang ini antara 16-17%, kalau lebih optimis 20%. Malah bisa lebih. Agar kita mempunyai "counter data", sebaiknya gereja-gereja mengadakan sensus sendiri, lalu

105 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Jadi, meskipun agama Kristen sendiri menghadapi masalah yang sangat

serius dari hegemoni peradaban Barat, tetapi mereka tetap menjadikan kaum

non-Kristen sebagai target dan sasaran gerakan misi Kristen.

data-data itu dikirim kepada Balitbang PGI. Kalau kita punya data-data yang akurat, maka kita dapat menolak penyajian data yang tidak tepat yang dilakukan oleh lembaga apa saja. Tetapi memang persentase yang kecil itu dengan sengaja dikemukakan berulang-ulang agar kita dirasuki "sikap mental minoritas".

106 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

BAB VIII

THE CLASH OF CILVIZATION

“Islam is the only civilization which has put the survival of the West in doubt, and it

has done at least twice.”(Huntington)

Pasca runtuhnya komunisme, wacana ―Islam-Barat‖115 kembali mencuat

dan memicu perdebatan luas dan tajam di berbagai belahan dunia. Kebijakan

politik negara-negara Barat yang sebelumnya menempatkan komunisme sebagai

musuh utama, mulai mencari bentuk baru, dan mengarahkan ―musuh utama‖

kepada Islam. Diskusi-diskusi tentang ―ancaman Islam‖ atau ―bahaya Islam‖

(Islamic Threat) bermunculan di media massa. Para ilmuwan Barat sendiri

berdebat keras tentang wacana ini. Hanya saja, pada awal dekade 1990-an,

seorang ilmuwan politik dari Harvard, Samuel P. Huntington menjadi sangat

terkenal dengan mempopulerkan wacana ―the clash of civilizations‖ (benturan

antar peradaban). Sebab, melalui bukunya, The Clash of Civilizations and the

Remaking of World Order (1996), Huntington mengarahkan Barat untuk

memberikan perhatian khusus kepada Islam. Menurutnya, di antara berbagai

peradaban besar yang masih eksis hingga kini, hanya Islamlah satu-satunya

peradaban yang berpotensi besar menggoncang peradaban Barat, sebagaimana

dibuktikan dalam sejarah. Di antara berbagai tawaran alternatif hubungan Islam-

Barat, tema ―clash of civilizations‖ kemudian menjadi yang paling populer dan

menjadi kenyataan dalam kebijakan politik internasional.

Tahun 1998, Presiden Iran sempat mengajukan tema ―dialog peradaban‖

(dialogue among civilizations) ketimbang “clash among civilizations”, dan disambut

secara luas di dunia internasional. Tetapi, gagasan alternatif Khatami ini

kemudian memudar menyusul terjadinya peristiwa WTC 11 September 2001.

Lalu, menyusul kemudian serangan AS atas Afghanistan dan Irak. Proyek besar-

besaran AS untuk menjadikan agenda “Perang Melawan Terorisme” sebagai agenda

utama dalam politik internasional, terbukti kemudian lebih diarahkan untuk

mengejar apa yang mereka sebut sebagai “Teroris Islam” yang mereka nilai

membahayakan kepentingan Barat, dan AS khususnya. Perkembangan politik

internasional kemudian seperti bergerak menuju ―tesis‖ benturan peradaban

115 - Lihat Adian Husaini, The Clash of Civilizations, dalam Tasawwur Islam, Singapura : Darul Andalus,2012.

107 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

yang dipopulerkan Huntington. Dunia diseret untuk terbelah menjadi dua kutub

utama: Barat dan Islam. Barat dicitrakan sebagai pemburu teroris, sedangkan

Islam adalah teroris atau yang pro-teroris. Mengapa bisa demikian?

Seperti ditekankan Huntington, saat berdialog dengan Anthony Giddden,

pada late spring 2003, bahwa militan Islam adalah ancaman terhadap Barat. Kata

Huntington, harus dibedakan antara Islam militan dengan Islam secara umum.

Islam militan adalah ancaman nyata terhadap Barat. (We must distinguish between

militant Islam and Islam in general, but militant Islam is clearly a threat to the West-through

terrorists and rogue states that are trying to develop nuclear weapons, and through a variety of

other ways).

Wacana benturan peradaban antara Islam dengan Barat, pasca Tragedi

WTC, 11 September 2001, semakin menghangat. Huntington mengklaim, bahwa

peristiwa itu menunjukkan kebenaran dari apa yang selama ini dipopulerkannya

tentang konflik peradaban. Dalam tulisannya di Majalah Newsweek Special Davos

Edition (2001) yang berjudul “The Age of Muslim Wars”, Huntington mencatat:

“The making of a possible “clash of civilization” are present.” Ia juga menyebut:

“Contemporary global politics is the age of Muslim wars”. Sebuah kesimpulan yang

sebenarnya sangat terburu-buru, karena hanya didukung data-data kuantitatif

yang sederhana. Huntington misalnya, menunjuk fakta bahwa frekuensi

peperangan kaum Muslim yang berperang satu sama lain atau perang melawan

non-Muslim, jauh lebih banyak dibandingkan masyarakat dalam peradaban lain.

―Peristiwa-peristiwa kekerasan Muslim itu dapat mengkristal menjadi suatu

konflik peradaban utama antara Islam dengan Barat atau selain Barat,‖ tulis

Huntington.

Tulisan Huntington di Newsweek itu meneguhkan kembali tesis lamanya

(clash of civilizations), di mana ia menekankan, bahwa konflik antara Islam dan

Kristen – baik Kristen Ortodoks maupun Kristen Barat -- adalah konflik yang

sebenarnya. Sedangkan konflik antara Kapitalis dan Marxis, hanyalah konflik

yang sesaat dan superfisial. "The twentieth-century conflict between liberal democracy and

Marxist-Leninism is only a fleeting and superficial historical phenomenon compared to the

continuing and deeply conflictual relation between Islam and Christianity." 116

Data kuantitatif yang dipaparkan Huntington, tentang banyaknya konflik

yang melibatkan, memang sebuah fakta. Tetapi, Huntington tidak menyebut,

116 Samuel P. Huntington, The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order, (New York:

Touchtone Books, 1996), hal.209.

108 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

mengapa kaum Muslim itu terlibat konflik, dan darah siapakah yang banyak

tertumpah? Darah kaum Muslimkah atau justru kaum Muslim yang banyak

menjadi korban pembantaian di mana-mana? Analisis model Huntington

semacam ini yang tidak menonjolkan peran Barat sebagai akar dan sebab dari

berbagai konflik di dunia internasional muncul karena posisi Huntington sebagai

penasehat politik luar negeri AS dan menujukan analisisnya sebagai bahan

pengambilan kebijakan politik luar negeri negara adidaya itu. Dalam dialog

dengan Anthony Giddens tersebut, Huntington menyebut data dari Majalah The

Economist, yang memaparkan, bahwa dari 32 konflik besar yang terjadi pada

tahun 2000, lebih dari dua pertiganya adalah konflik antara Muslim dengan non-

Muslims. Karena itu, kata Huntington, Eropa dan Amerika perlu menerapkan

strategi bersama untuk menghadapi ancaman-ancaman terhadap masyarakat dan

keamanan mereka dari militan Islam. (Hence it seems to me a high priority for Europe

and America is to recognize what they have in common and to try to work out a common

strategy for dealing with the threats to their society and security from militant Islam). Ia

menekankan perlunya dilakukan preemptive-strike (serangan dini) terhadap

ancaman dari kaum militan Islam itu. Kata Huntington: ―Saya perlu

menambahkan bahwa satu strategi yang memungkinkan dilakukannya serangan

dini terhadap ancaman serius dan mendesak adalah sangat penting bagi AS dan

kekuatan-kekuatan Barat pada saat ini. Musuh kita yang utama adalah Islam

militan. (I would add that a strategy which allows for preemptive war against urgent,

immediate and serious threats is absolutely essential for the US and other Western powers in

this period. Our enemies-primarily the militant Islam).

Nasehat Huntington itu terbukti efektif, dan telah diaplikasikan oleh

pemerintah AS. Pada awal Juni 2002, doktrin preemptive strike (serangan dini) dan

defensive intervention (intervensi defensif) secara resmi diumumkan. Harian

Kompas, (14 Juni 2002), menulis tajuk rencana berjudul ―AS Kembangkan

Doktrin Ofensif, Implikasinya Luas‖. Melalui doktrin ofensifnya yang baru ini,

AS telah mengubah secara radikal pola ―peperangan‖ melawan ―musuh‖.

Sebelumnya, di masa Perang Dingin saat menghadapi komunis, AS

menggunakan pola containtment (penangkalan) dan deterrence (penangkisan). Kini

menghadapi musuh baru – yang diberi nama teroris – AS menggunakan pola

preemptive strike dan defensive intervention. ―Meski metode containtment dan

deterrence tidak akan dihapus, strategi preemptive attack dan defensive

intervention pertama-tama akan digunakan untuk menghadapi kaum teroris atau

negara-negara musuh, yang memiliki senjata kimia, biologis, dan nuklir. Dengan

109 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

doktrin keamanan yang baru itu, AS akan merasa leluasa menyerang orang atau

organisasi yang dipersepsikan sebagai teroris, atau negara yang dipersepsikan

sebagai musuh yang memiliki senjata berbahaya seperti senjata kimia, biologis,

atau nuklir,‖ demikian tulis Kompas. Dalam bahasa yang lebih lugas, doktrin

―serangan dini‖ ini ibarat ―membunuh tikus di lobangnya‖. Jadi, tidak

membiarkan dan memberi kesempatan tikus untuk berkembang dan menyerang.

Dari kasus doktrin “preemptive strike” ini tampak bagaimana pola pikir

―bahaya Islam‖ yang dikembangkan ilmuwan –dan sekaligus penasehat politik

Barat– seperti Huntington, berjalan cukup efektif. Dengan doktrin itu, AS dapat

melakukan berbagai serangan ke sasaran langsung, yang dikehendaki, meskipun

tanpa melalui persetujuan atau mandat PBB. Pola pikir Huntington, bahwa

―Islam‖ lebih berbahaya dari ―komunis‖ juga tampak mewarnai kebijakan politik

dan militer AS tersebut. Padahal, jika dipikirkan dengan serius, manakah yang

lebih hebat kekuatannya, apakah Osama bin Laden atau Uni Soviet? Mengapa

untuk menghadapi negara adikuasa yang memiliki kekuatan persenjataan hebat

setanding dengan AS, hanya digunakan kebijakan “containtment” dan “deterrence”,

sedangkan untuk menghadapi – istilah Huntington –―militan Islam‖ harus

digunakan strategi “preemptive strike?” Bahkan, saat melawan Uni Soviet dan

sekutu-sekutunya yang memiliki persenjataan dan tentara sebanding dengan AS

dan sekutu-sekutunya, hanya digunakan istilah ―Perang Dingin‖ (Cold War).

Sedangkan untuk menghadapi ―Islam militan‖ yang tidak memiliki persenjataan

dan negara seperti Uni Soviet dan kawan-kawan, digunakan istilah ―Perang‖

(War) tanpa ‖Dingin‖.

Di sini tampak, bahwa ―Ancaman Islam‖ secara fisik – bukan dari segi

pemikiran dan budaya -- telah dimitoskan oleh para ilmuwan garis keras seperti

Huntington, sehingga gejala paranoid terhadap Islam dan kaum Muslim, tampak

dalam berbagai kebijakan negara-negara Barat. Sikap Islamofobia merebak

dengan mudah di kalangan masyarakat Barat. Pasca peristiwa 11 September

2001, gejala ini makin menjadi-jadi. Masalahnya bukanlah terletak pada aspek

kajian ilmiah yang fair dan adil, tetapi kajian dan analisis yang memunculkan

―Islam militan sebagai musuh utama Barat, dimanfaatkan untuk memberikan

legitimasi berbagai kebijakan politik dan militer AS dan negara-negara Barat

lainnya, yang ujungnya adalah mengejar kepentingan-kepentingan (interests)

politik, ekonomi, dan sebagainya, dengan menggunakan jargon-jargon

demokrasi, liberalisasi, dan Hak Asasi Manusia.

110 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Memang, dalam buku The Clash of Civilizations… Huntington sudah

memaparkan dengan cukup gamblang bagaimana sejarah, perjalanan, dan masa

depan hubungan Islam dan Barat. Islam dan Barat adalah dua peradaban yang

memang berbeda secara fundamental. Di samping, tentu saja, banyak persamaan

antara keduanya. Huntington menekankan, bahwa Barat adalah peradaban yang

unik, yang berbeda dengan peradaban lain, yang memiliki unsur-unsur yang unik

pula, seperti Kristen, pluralisme, dan individualisme. Ia menulis: “The West differs

from other civilizations not in the way it has developed but in the distinctive character of its

values and institutions. These include most notably its Christianity, pluralism, individualism,

and rule of law, which made it possible for the West to invent modernity, expand throughout

the world, and become the envy of other societies.‖117

Karena itu, Huntington mengkritik orang-orang Barat yang menganggap

bahwa antara Islam dan Barat tidak memiliki persoalan, kecuali dengan

kelompok Islam ekstrim.

Menurut Huntington: “Fourteen hundred years of history demonstrate otherwise.

The relation between Islam and Christianity, both Orthodox and Western, have often been

stormy.” Mengutip Bernard Lewis, Huntington mencatat: “For almost a thousand

years, from the first Moorish landing in Spain to the second Turkish siege of Vienna in 1529,

Europe was under constant threat from Islam.” Karena itu, tulisnya, Islam adalah satu-

satunya peradaban yang telah menempatkan keselamatan Barat dalam keraguan,

setidaknya dua kali dalam sejarah. (Islam is the only civilization which has put the

survival of the West in doubt, and it has done at least twice).118

Pernyataan Huntington ini secara umum menggambarkan betapa Barat

perlu mewaspadai kebangkitan Islam, sebab hanya Islamlah satu-satunya

peradaban yang pernah mengancam eksistensi Barat. Ini agak berbeda dengan

pernyataannya, yang seolah-olah hanya Islam militan saja yang perlu diwaspadai

Barat. Itulah pernyataan yang disampaikannya saat berdialog dengan Anthony

Giddens: ―We must distinguish between militant Islam and Islam in general, but militant

Islam is clearly a threat to the West-through terrorists and rogue states that are trying to

develop nuclear weapons, and through a variety of other ways.”

Dalam bukunya, The Clash of Civilization,,, Huntington pun menyebutkan,

bahwa pada penghujung abad ke-20, berbagai faktor telah meningkatkan konflik

antara Islam dengan Barat. Diantaranya ialah: Pertama, pertumbuhan penduduk

117 Samuel P. Huntington, The Clash of Civilizations…, hal.311. 118 -Huntington, The Clash of Civilization … hal.209-210.

111 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Muslim yang cepat telah memunculkan pengangguran dalam jumlah besar,

sehingga menimbulkan ketidakpuasan di kalangan kaum muda Muslim. Kedua,

Kebangkitan Islam (Islamic Resurgence) telah memberikan keyakinan baru kepada

kaum Muslim akan keistimewaan dan ketinggian nilai dan peradaban Islam,

dibanding nilai dan peradaban Barat. Ketiga, secara bersamaan, Barat berusaha

mengglobalkan nilai dan institusinya, untuk menjaga superior militer dan

ekonominya, dan turut campur dalam konflik di dunia Muslim. Hal ini telah

memicu kemarahan diantara kaum Muslim. Keempat, runtuhnya komunisme telah

menggeser musuh bersama di antara Islam dan Barat dan masing-masing merasa

sebagai ancaman utama bagi yang lain. Kelima, meningkatnya interaksi antara

Muslim dan Barat telah mendorong perasaan baru pada masing-masing pihak

akan identitas mereka sendiri, dan bahwa mereka berbeda dengan yang lain.

Bahkan, papar Huntington, dalam kedua masyarakat – Islam dan Barat – sikap

toleran terhadap yang lain telah merosot tajam pada dekade 1980-an dan 1990-

an. 119

―Langgengnya‖ konflik antara Islam dan Barat, lanjut Huntington,

disebabkan adanya perbedaan hakekat dari Islam dan Barat serta peradaban yang

dibangun atas dasar keduanya. Pada satu sisi, konflik antara Islam dan Barat,

merupakan produk dari perbedaan, terutama konsep Muslim yang memandang

Islam sebagai ―way of life‖ yang menyatukan agama dan politik. Konsep ini

bertentangan dengan konsep Kristen tentang pemisahan kekuasaan Tuhan dan

kekuasaan Raja (sekularisme). Pada sisi lain, konflik itu juga merupakan produk

dari persamaan. Keduanya merasa sebagai agama yang benar; keduanya sama-

sama agama misionaris yang mewajibkan pengikutnya untuk mengajak ―orang

kafir‖ agar mengikuti ajaran yang dianutnya; Islam disebarkan dengan

penaklukan-penaklukan wilayah dan Kristen pun juga demikian; keduanya juga

mempunyai konsep ―jihad‖ dan “crusade” sebagai perang suci. 120

Sikap Muslim terhadap Barat, lanjut Huntington, juga cenderung melihat

Barat sebagai ancaman. Mohammed Sid-Ahmed, seorang wartawan terkemuka

Mesir, mencatat, ―Tidak diragukan lagi, kini sedang terjadi benturan (clash) yang

semakin membesar antara Etik Judheo-Kristen Barat dengan gerakan

kebangkitan Islam, yang kini membentang dari Samudera Atlantik di sisi Barat

sampai Cina di sisi Timur.‖ Tahun 1992, seorang tokoh Islam India menyatakan,

119 Samuel P. Huntington, The Clash of Civilizations…, hal.211-212. 120 Samuel P. Huntington, The Clash of Civilizations…, hal.210-211.

112 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

―Dapat dipastikan, konfrontasi terhadap Barat akan datang dari dunia Islam.

Dan itu adalah perjalanan dunia Islam, dari Maroko sampai Pakistan, bahwa

perjuangan menuju pembentukan Tata Dunia Baru akan dimulai.‖ Tetapi,

seperti dinyatakan seorang lawyer Tunisia, perjuangan itu sedang berlangsung.

―Kolonialisme mencoba meruntuhkan seluruh tradisi kultural Islam. Saya bukan

seorang Islamis. Saya tidak berpikir apa yang terjadi adalah konflik antar-agama,

tetapi yang terjadi adalah konflik antar-peradaban,‖ ujarnya seperti dikutip

Huntington. Di mata Muslim, yang moderat sekali pun, Barat bukanlah hal yang

harus dicontoh. Di masa lalu, kata Huntington, hampir tidak ada pemimpin

Muslim yang menyatakan, “We must westernize.” Ia mencontohkan buku Islam and

Democracy karya seorang feminis asal Maroko Fatimah Mernisi yang oleh Barat

dipuji sebagai karya modern dan liberal. Di berbagai bagian buku itu, Barat tetap

digambarkan sebagai “militeristik”, “imperialistik”, dan menimbulkan trauma bagi

negara lain melalui ―teror kolonial‖. Individualisme, yang menjadi simbol utama

budaya Barat, adalah sumber dari seluruh persoalan. 121

Dengan cara pandang Huntington seperti itu, bisa dipahami, bagaimana

sensitifnya Barat dalam melihat perkembangan dunia Islam, dalam berbagai

bidang. Sikap Barat yang begitu sengit terhadap program nuklir dan senjata-

senjata berat di dunia Islam, dibandingkan dengan isu nuklir di negara Yahudi

atau komunis, menunjukkan, sensitivitas yang sangat tinggi terhadap dunia

Islam. Maka, logis, jika seorang Huntington jauh-jauh hari mengingatkan Barat

agar mewaspadai Dunia Islam, termasuk perkembangan ekonominya, khususnya

yang berpotensi menggoyang dominasi Barat.

Tahun 1996, Huntington mengingatkan Barat: “If Malaysia and Indonesia

continue their economic progress, they might provide an “Islamic model” for development to

compete with the Western and Asian Models”. Huntington membuat ramalan, bahwa

jika pada dekade-dekade mendatang, pertumbuhan ekonomi Asia akan

memberikan afek yang besar terhadap tatanan internasional yang didominasi

Barat, dengan pertumbuhan Cina. Jika proses ini berlanjut, maka akan terjadi

pergeseran besar dalam soal ―power‖ di antara peradaban-peradaban. Sementara

itu, pertumbuhan penduduk Muslin akan merupakan kekuatan destabilisasi, baik

bagi masyarakat Muslim maupun tetangga-tetangga mereka. Jumlah besar

generasi muda Islam yang berpendidikan menengah, akan memperkuat

kebangkitan Islam dan mempromosikan militansi Islam, militerisme, dan

imigrasi. Sebagai hasilnya, maka pada awal abad ke-21, tampaknya akan

121 Samuel P. Huntington, The Clash of Civilizations…, hal.213-214.

113 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

menyaksikan kebangkitan kekuatan non-Barat dan benturan (clash) antara

peradaban non-Barat dengan peradaban Barat, atau antar peradaban non-Barat.

(In any event, during the coming decades Asian economic growth will have deeply destabilizing

effects on the Western-dominated established international order, with the development of

China, if it continus, producing massive shift in power among civilizations…Meanwhile

Muslim population growth will be a destabilizing force for both Muslim societies and their

neighbours. The large number of young people with secondary educations will continue to power

Islamic Resurgence and promote Muslim militancy, militarism, and imigration. As a result,

the early years of the twenty-first century are likely to see an ongoing resurgence of non-Western

power and culture and the clash of the peoples of non-Western civilizations with the West and

with each other). 122

Apa yang menarik dari ungkapan Huntington tersebut, bukanlah pada soal

nilai ilmiah atau tidaknya pernyataan itu. Tetapi bagaimanana aplikasi dan fakta

yang terjadi di lapangan, menyusul pernyataan itu diluncurkan. Sebab,

Huntington menjadikan bukunya memang lebih sebagai panduan untuk para

pengambil kebijakan. Secara ilmiah, banyak yang bisa dikritik dari pernyataan

tersebut. Misalnya, apa hubungan antara pertumbuhan penduduk Muslim

dengan militansi? Dalam banyak kasus, justru terbukti, banyaknya penduduk

Muslim yang tidak terdidik dan tidak mendapatkan pekerjaan yang layak, justru

menjadi ajang perusakan moral dan penjauhan mereka dari nilai-nilai Islam. Jika

pernyataan ini dilihat sebagai satu proposal – untuk mencegah militansi Islam di

kalangan generasi muda Muslim -- bisa dipertanyakan, apakah ada hubungan

antara penyebaran berbagai jenis budaya Barat, narkotika, pornografi, terhadap

gerenasi muda Muslim di seluruh dunia? Biasanya, kajian tentang penyebaran

budaya Barat di kalangan kaum Muslim dikaitkan dengan masalah penyebaran

produk ekonomi Barat. 123

122 Samuel P. Huntington, The Clash of Civilizations…, hal.121. 123 Dalam era neo-kolonialisme (dominasi politik, ekonomi, dan budaya), “ancaman Islam" bisa diartikan

secara luas, dan buka merupakan soal ideologi semata, tapi juga pasti akan berimbas pada soal ekonomi yang menjadi kepentingan utama kaum Kapitalis. untuk mempertahankan hegemoni ekonominya. Seorang Muslim “modern”, sekuler, atau yang telah ter-Barat-kan (Westernized) akan lebih mudah mengkonsumsi produk-produk Barat seperti film, kosmetik, dan berbagai produk dunia mode. Menurut sosiolog Iran Ali Syariati, “Tujuan dari alternatif ini (perluasan pasar. Pen.) bukanlah kekerasan, melainkan mengatur terjadinya perubahan mendasar; yaitu mengubah nilai-nilai agar kehadiran “shampo”, “kemeja”, “lipstik”, dapat diterima. Masyarakat musti dimodernisasi secara menyeluruh. Dan apabila sudah dimodernisasi, mereka dengan senang hati akan menelan apa pun yang ditawarkan kepada mereka. Akhirnya tibalah saat dimana semua penduduk asli menjadi “beradab”. Inilah saat kelahiran penindasan budaya. Bagaimana cara mengubah penduduk asli menjadi modern? Para industrialis musti memisahkan dari keyakinan agama, kebudayaan, dan nilai-nilai mereka yang menentang barang-barang konsumsi dan tatanan baru.” (Ali Syariati, Peranan Cendekiawan Muslim, (Yogyakarta: Shalahuddin Press, 1989), hal.21.

114 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Tetapi, di samping wacana politik-ekonomi, Huntington juga membuat

wacana baru yang mengingatkan Barat, bahwa jika gerenasi muda Muslim tidak

―diperhatikan‖ maka mereka akan menjadi militan, dan memperkuat

kebangkitan Islam, yang akan mengancam Barat. Dengan logika tambahan dari

Huntington, bisa dipahami jika kemudian ada program besar-besaran dari

pemerintah Barat tertentu untuk melakukan “Westernisasi”, “sekularisasi”, dan

―liberalisasi‖ di dunia Islam. Itu bisa dilihat, misalnya, dari antusiasme AS dalam

mendukung gerakan-gerakan Liberal Islam di berbagai negara Muslim. Program

westernisasi dilakukan untuk menekan muncul dan tumbuhnya orang-orang atau

kelompok yang dianggap berpotensi menentang Barat. Dengan sifatnya yang

sangat pragmatis-sekularistik, terlepas dari nilai-nilai moral agama, maka standar

yang digunakan Barat akan bersifat sangat fleksibel dan situasional. Di masa

Perang Dingin, misalnya, semua kelompok yang menentang komunisme dan

mendukung kepentingan Barat/AS didukung, meskipun berasal dari kalangan

Islam, seperti kelompok Osama bin Laden. Bahkan, di masa Pasca Perang

Dingin pun, AS tetap memberikan dukungan terhadap rezim Arab Saudi,

meskipun sering disebutkan bahwa Wahabisme yang diterapkan AS adalah

merupakan sumber terorisme. 124

Tidak jelas benar, bagaimana pengaruh paparan Huntington tentang

pertumbuhan ekonomi Islam dan Asia terhadap kebijakan Barat atau AS di

lapangan. Yang pasti, pertengahan tahun 1997, setahun setelah buku The Clash of

Civilization diluncurkan, ekonomi Thailand, Malaysia, dan Indonesia dilanda

124 Pola pendekatan budaya ini tidak banyak berbeda dengan apa yang dilakukan penjajah di zaman

kolonialisme klasik, di mana untuk mengokohkan penjajahannya, pemerintah kolonial memberikan dukungan terhadap gerakan misi Kristen atau penyebaran budaya penjajah kepada penduduk jajahan. Mengutip Encyclopaedie van Nederlandsch Indie I, hal 67, Deliar Noer mencatat, sebagai pihak yang ingin berkuasa di Indonesia, ada dua pandangan yang diungkapkan untuk melestarikan kekuasaan kolonial. Pertama, adalah "asosiasi", yakni bagaimana mengembangkan kebudayaan Barat sehingga diterima sebagai kebudayaan rakyat Indonesia, walaupun tanpa mengesampingkan kebudayaan lokal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengikat "jajahan itu lebih erat pada penjajah dengan menyediakan bagi penduduk jajahan itu manfaat-manfaat yang terkandung dalam kebudayaan pihak penjajah dengan menghormati sepenuhnya kebudayaan asal (penduduk)". Pandangan ini dipromosikan oleh Snouck Hurgronje, yang melalui karangannya, Nederland en de Islam, mengatakan, "Pemecahan masalah yang sebenarnya dan satu-satunya yang merupakan pemecahan tentang masalah Islam itu terletak pada asosiasi orang Islam (yang terdapat di dalam jajahan Belanda) dengan orang-orang Belanda." Menurut Hourgronje, pada akhirnya, politik asosiasi itu akan memudahkan pekerjaan misi Kristen. Kedua, adalah "Kristenisasi", yakni bagaimana mengubah agama penduduk, yang Islam maupun yang bukan Islam, menjadi Kristen. Misi (Kristen) itu sendiri berpendapat bahwa bila pandangan pertama (asosiasi) tadi dapat dipenuhi, maka mereka sendiri pun "akan lebih dapat mengusahakan agar mereka lebih diterima penduduk yang dari segi kebudayaan itu telah berasimilasi". Sebaliknya, pertukaran agama penduduk menjadi Kristen, "menguntungkan tanah air (negeri Belanda) pula oleh karena penduduk pribumi, yang mengenal eratnya hubungan agama dengan pemerintahan, setelah masuk Kristen akan menjadi warga-warga loyal lahir batin bagi Kompeni, sebutan yang diberikan kepada administrasi Belanda itu. (Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1990), hal.26-27.

115 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

krisis ekonomi yang hebat, dimulai dari anjloknya nilai mata uang. Konon, untuk

menghancurkan perekonomian satu negara, mulailah dari menghancurkan nilai

mata uangnya dulu. Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad menuduh

George Soros, seorang Yahudi pemain valas, sebagai aktor utama krisis ekonomi

Asia. Paul Krugman, ekonom terkenal dari MIT, menyebutkan bahwa dalam

krisis Asia, konspirasi dilakukan oleh AS dan sekutunya dengan George Soros,

pemilik Quantum Fund. AS dan sekutunya yang khawatir dengan pertumbuhan

ekonomi Asia mengutus Soros yang punya kompetensi untuk menggoyang

pertumbuhan itu. Indonesia yang menjadi sasaran Soros terbukti tidak berdaya

menghadapi pengurasan devisa akibat kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap

dolar AS. 125

Siapa Huntington? Ilmuwan politik dari Harvard University ini memang

dikenal sebagai penesehat politik kawakan Gedung Putih. Ia menulis bukunya

“The Clash of Civilizations…” – lebih ditujukan sebagai bahan nasehat bagi

pengambil kebijakan politik Barat, khususnya AS, dan bukan untuk satu kajian

ilmiah dalam ilmu sosial. Ia menulis dalam pengantar bukunya: “This book is not

intended to be a work of sosial science. It is instead meant to be an interpretation of the

evolution of global politics after the Cold War. It aspires to present a framework, a paradigm,

for viewing global politics that will be meaningful to scholars and useful to policymakers.” Di

samping itu, penulisan buku ini juga dibiayai oleh John M. Olin Foundation dan

Smith Richardson Foundation. Meskipun jabatan-jabatan prestisius di bidang

akademis pernah disandangnya, Huntington juga aktif terlibat dalam perumusan

kebijakan luar negeri AS. Ia pernah menjabat Ketua “Harvard Academy of

International and Area Studies”, direktur “The Center for International Affairs”, Ketua

“Harvard Academy for International and Area Studies”, dan Ketua “Department of

125 Dikutip dari artikel Atantya H. Mulyanto berjudul “Postulat Krugman, Krisis dan Kasus Bank Bali”, di

Harian Suara Pembaruan, 13 Agustus 1999. Soros membantah keterlibatan dirinya dalam krisis di Indonesia. Namun dalam salah satu tulisannya, Soros membantah bahwa ia mengambil keuntungan dari krisis yang terjadi di Indonesia. Bahkan, ia katakan, The Quantum Funds sempat terpukul berat, karena telah membeli rupiah sekitar 4.000 per dolar atas pemikiran bahwa rupiah telah selamat ketika ia merosot dari 2.430 pada bulan Juli 1997. Ia merosot menjadi 16.000 dalam waktu pendek. “Suatu pengalaman yang sangat memilukan. Saya sudah menyadari sepenuhnya akan korupsi rezim Soeharto, dan saya bersikukuh untuk menjual saham kami di Indonesia dimana anggota keluarga Soeharto memiliki kepentingan besar, sebab saya tidak ingin dihubungkan dengan mereka. Namun, toh kami tidak bisa menghindarkan diri, dengan menderita kerugian besar pada saat keuntungan sudah hampir di tangan,” kata Soros. (George Soros, Krisis Kapitalisme Global, (Yogyakarta: Qalam, 2001), hal.182. Apapun, faktanya, AS dan IMF memang memiliki peran besar dalam krisis ekonomi di Indonesia. Pada 8 Januari 1998, ketika nilai rupiah anjlok menjadi Rp 10.000 per dolar AS, Presiden Clinton menelepon Presiden Soeharto, agar mau bekerjasama dengan IMF. Clinton juga mengutus wakil Menteri Keuangan Lawrence Summers untuk menemui Soeharto, yang ketika itu enggan menerima saran-saran IMF dan lebih cenderung menerapkan teori CBS-nya Steve Henke. (Tentang Peran IMF dalam krisis ekonomi di Indonesia dan kejatuhan rezim Soeharto, lihat: Fadli Zon, The IMF Game, (Jakarta: IPS, 2004).//

116 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Government”. Tahun 1986-1987 ia menjadi “President of the American Political Science

Association”. Dan pada tahun 1977 dan 1978 ia bekerja di Gedung Putih sebagai

“Coordinator of Security Planning for the National Security Council”. Sejumlah buku

yang telah ditulisnya antara lain: The Soldier and the State: The Theory and Politics of

Civil-Military Relations (1957), The Common Defense: Strategic Programs in National

Politics (1961), Political Order in Changing Societies (1968), American Politics: The

Promise of Disharmony (1981), The Third Wave: Democratization in the Late Twentieth

Century (1991), The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (1996), and

Who Are We? The Challenges to America's National Identity (2004).

Buku terakhir Huntington (Who Are We?: The Challenges to America‟s

National Identity” (New York: Simon&Schuster, 2004), memberikan gambaran

yang lebih tegas tentang pemikirannya tentang Islam dan Barat. Jika di dalam The

Clash of Civilizations ia masih tidak terlalu tegas menyebut ―Islam‖ sebagai

alternatif musuh baru bagi Barat, maka dalam bukunya, Who Are We? ia

menggunakan bahasa yang lebih lugas, bahwa musuh utama Barat pasca Perang

Dingin adalah Islam – yang ia tambah dengan predikat ―militan‖. Namun, dari

berbagai penjelasannya, definisi ―Islam militan‖ melebar ke mana-mana, ke

berbagai kelompok dan komunitas Islam, sehingga definisi itu menjadi kabur.

Dalam Who Are We? Huntington menempatkan satu sub-bab berjudul

―Militant Islam vs. America‖, yang menekankan, bahwa saat ini, Islam militan

telah menggantikan posisi Uni Soviet sebagai musuh utama AS. (This new war

between militant Islam and America has many similarities to the Cold War. Muslim hostility

encourages Americans to define their identity in religious and cultural terms, just as the Cold

War promoted political and creedal definitions of that identity).126

Jadi, Huntington memang menggunakan istilah ―perang‖ (war) antara AS

dengan Islam militan. Jika saat berperang dengan Uni Soviet yang memiliki

persenjataan seimbang dengan AS, masih digunakan istilah ―Perang Dingin‖

maka sekarang predikat ―Dingin‖ sudah tidak ada lagi. Tentu saja, yang penting

kemudian adalah pendefinisian siapa yang dimaksud sebagai ―musuh baru yang

lebih bahaya dari komunis?‖ Dalam Who Are We? Huntington menyebut, yang

disebut sebagai Islam militan bukan hanya Osama bin Laden atau al-Qaeda group.

Tetapi, banyak kelompok lain yang bersifat negatif terhadap AS. Kata

Huntington, sebagaimana dilakukan oleh Komunis Internasional dulu,

126 Huntington, Who Are We?: The Challenges to America’s National Identity” (New York:

Simon&Schuster, 2004), hal.358.

117 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

kelompok-kelompok Islam militan melakukan protes dan demonstrasi damai,

dan partai-partai Islam ikut bertanding dalam pemilihan umum. Mereka juga

melakukan kerja-kerja amal sosial.127

Dengan definisi dan penggambaran seperti itu, banyak kelompok Islam

yang dimasukkan ke dalam kategori militan, dan layak diserang secara dini.

Tanpa menampilkan sebab-sebab dan fakta yang komprehansif, misalnya,

Huntington menulis, bahwa selama beberapa dekade terakhir, kaum Muslim

memerangi kaum Protestan, Katolik, Kristen Ortodoks, Hindu, Yahudi, Budha

atau Cina. (In recent decades, Muslims have fought Protestan, Catholic, and Orthodox

Christians, Hindus, Jews, Buddhists, and Han Chinese).128

Ia tidak menjelaskan, apakah dalam kasus-kasus itu kaum Muslim

diperangi dan dizalimi, atau Muslim yang memerangi. Dalam menyinggung kasus

Bosnia, misalnya, dia tidak memaparkan bagaimana kaum Muslim menjadi

korban kebiadaban yang tiada tara di Bosnia. Dan ketika itu, AS dan sekutunya

menjadi penonton yang baik pembasmian umat Muslim. Samantha Power,

dalam bukunya “A Problem from Hell: America and The Age of Genocide” (London:

Flamingo, 2003), membongkar habis-habisan sikap tidak peduli AS terhadap

praktik pembasmian umat manusia di berbagai tempat, termasuk di Bosnia.

Buku ini memenangkan hadiah Pulitzer tahun 2003. Dalam kasus Bosnia, tulis

Samantha, AS bukan hanya tidak berusaha menghentikan pembasmian etnis

Muslim, tetapi malah memberi jalan kepada Serbia untuk melaksanakan

kebiadaban mereka. (Along with its European allies, it maintained an arms embargo

against the Bosnian Muslims from defending themselves). Untuk Bosnia, Samanta yang

menjadi saksi berbagai kebiadaban Serbia di Bosnia, menulis judul “Bosnia: No

More than Witnesses at a Funeral”. 129

Sebagaimana ilmuwan “neo-orientalis” lainnya, seperti Bernard Lewis,

Huntington juga tidak mau melakukan kritik internal terhadap kebijakan AS

yang imperialistik –sebagaimana banyak dikritik oleh ilmuwan-ilmuwan seperti

Noam Chomsky, Paul Findley, dan Edward Said. Ia tidak mengakui bahwa

kebijakan AS yang membabi buta mendukung kekejaman dan penjajahan Israel

adalah keliru dan menjadi satu sebab penting tumbuhnya ketidakpuasan dan

kemarahan kaum Muslim dan umat manusia. Ia hanya mau menunjukkan bahwa

127 Huntington, Who Are We?, hal.358-359. 128 Huntington, Who Are We?, hal 359. 129 -Samantha Power, A Problem from Hell: America and The Age of Genocide” (London: Flamingo,

2003), hal.504.

118 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Islam adalah potensi musuh besar dan bahaya bagi Barat dan AS khususnya. Ia

menampilkan polling-polling di sejumlah negeri Islam yang menunjukkan,

sebagian besar kaum Muslim sangat tidak menyukai kebijakan AS. Misal, sebuah

polling di sembilan negara Islam, antara Desember 2001-Januari 2002,

menampilkan realitas opini di kalangan Muslim, bahwa AS adalah ―kejam,

agresif, sombong, arogan, mudah terprovokasi dan bias dalam politik luar

negerinya.‖ 130

Tetapi, Huntington tidak mau menampilkan fakta bahwa kebencian

masyarakat Barat (Eropa dan rakyat AS sendiri) terhadap kebijakan-kebijakan

politik AS juga sangat besar. Bahkan, jauh lebih besar dari apa yang terjadi di

kalangan Muslim. Di dunia Islam, tidak ada demonstrasi besar-besaran diikuti

ratusan ribu sampai jutaan orang dalam menentang AS seperti yang terjadi di

berbagai negara Eropa dan di dalam AS sendiri. Banyak ilmuwan dan tokoh AS,

seperti Prof. Chomsky, William Blum, yang tanpa ragu-ragu memberi julukan

AS sebagai “A Leading Terrorist State”, atau “A Rogue State”. Karena itu, sangatlah

naif, bahwa ilmuwan seperti Huntington ini justru mencoba menampilkan fakta

yang tidak fair dan sengaja membingkai Islam sebagai musuh baru AS. Bahkan ia

menyatakan, “The rhetoric of America‟s ideological war with militant communism has been

transferred to its religious and cultural war with militant Islam.”131

Skenario Neo-konservatif

Huntington, Bernard Lewis, dan kawan-kawannya dari kalangan ilmuwan

neo-konservatif, terus berkampanye agar negara-negara Barat lain juga mengikuti

jejak AS dalam memperlakukan Islam sebagai alternatif musuh utama Barat,

setelah komunis. John Vinocur, dalam artikelnya berjudul “Trying to put Islam on

Europe‟s agenda”, (International Herald Tribune, 21 September 2004), mencatat, “But

Huntington insists Europe‟s situation vis-à-vis Islam is more acute.” Skenario inilah yang

dirancang kelompok ―Neo-konservatif‖ di AS, yang beranggotakan Yahudi-

Zionis, Kristen fundamentalis, dan ilmuwan neo-orientalis.

Tentang peran kelompok neo-konservarif dalam perumusan kebijakan

luar negeri AS dapat dilihat buku The High Priests of War karya Michel Colin Piper

(Washington DC: American Free Press, 2004). Piper menyebutkan, belum

pernah dalam sejarah AS terjadi dominasi politik AS yang begitu besar dan

mencolok oleh ―tokoh-tokoh pro-Israel‖ seperti dimasa Presiden George W.

130 Huntington, Who Are We?, hal 360. 131 Huntington, Who Are We?, hal 359.

119 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Bush. Sebagian besar anggota neo-kon adalah Yahudi. Salah satu prestasi besar

kelompok ini adalah memaksakan serangan AS atas Irak, meskipun elite-elite

militer AS dan Menlu Colin Powell sendiri, semula menentangnya. Piper

membahas peran kelompok garis keras Zionis Yahudi di AS dengan

menguraikan satu persatu latar belakang dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam

konspirasi neo-konservatif ini, seperti Richard Perle, William Kristol, Donald

Rumsfeld, Paul Wolfowitz, Rupert Murdoch, juga ilmuwan dan kolomnis

terkenal seperti Bernard Lewis, Charles Krauthammer, dan tokoh-tokoh Kristen

fundamentalis seperti Jerry Falwell, Pat Robertson, dan Tim LaHaye.

Cengkeraman atau pembajakan kelompok neo-kon terhadap politik AS

sebenarnya meresahkan banyak umat manusia. Mereka sedang menjalankan satu

skenario besar ―Perang Global‖, dengan menempatkan Islam sebagai musuh

utama peradaban dunia.

Salah satu contoh kuatnya cengkeraman kelompok neo-konservatif

terhadap politik AS adalah terjadinya serangan atas Irak tahun 2003. Pada 24

Oktober 2002 -- beberapa bulan sebelum serbuan AS ke- Irak -- Michel Kinsley,

seorang penulis Yahudi Liberal, menulis bahwa peran sentral Israel dalam

perdebatan tentang kemungkinan Perang atas Irak, adalah ibarat ―gajah dalam

ruangan‖. ―Setiap orang melihatnya, tetapi tidak seorang pun menyebutkannya.‖ 132 Kinsley tidaklah berlebihan. Diskursus tentang peran lobi Yahudi terhadap

politik AS, bukan hal baru. Para penulis terkenal seperti Paul Findley, Noam

Chomsky, misalnya, sudah berulangkali mengingatkan bahaya dominannya lobi

Yahudi bagi masa depan AS. Hendrick Smith, pemenang Hadiah Pulitzer, dalam

bukunya The Power Games: How Washington Works, juga mengungkap sederet fakta

tentang peran AIPAC (American-Israel Public Affairs Committee), dalam perumusan

kebijakan AS terhadap Israel.

Kini, sosok ―Gajah dalam ruangan‖ itu diperjelas lagi oleh Michel Colin

Piper, dalam bukunya, The High Priests of War. Meskipun elite-elite militer AS dan

Menlu Colin Powell sendiri, semula menentangnya, tetapi serangan terhadap

Irak itu akhirnya terjadi juga. Piper menulis, bahwa Perang terhadap Irak secara

sistematis dirancang oleh sekelompok kecil orang yang kuat dan memiliki

jaringan dengan elemen-elemen Zionis sayap kanan. (That the war against Iraq was

deliberately orchestrated by a small but powerful network of hard-line “right wing” Zionist

elements – the self-styled “neo-conservatives” – at the high levels of the Bush administration,

skillfully aided and abetted by like-minded persons in public policy organizations, think

132 -Michel Colin Piper, The High Priests of War, (Washington DC: American Free Press, 2004), hal.1.

120 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

tanks, publications and other institutions, all of which are closely interconnected and, in turn,

linked to hard-line “likudnik” forces in Israel). 133

Buku Piper ini menarik karena ditulis dengan paparan faktual yang ringkas

dan lugas, disertai foto-foto para tokoh neo-kon. Piper membahas peran

kelompok garis keras Zionis Yahudi di AS dengan menguraikan satu persatu

latar belakang dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam konspirasi neo-konservatif

ini. Menurut Philip Golub, seorang wartawan dan dosen di University of Paris

VIII, kelompok ini telah berhasil menjadikan Presiden Bush sebagai kendaraan

untuk menjalankan satu kebijakan berbasis pada “unilateralism”, “permanent

mobilisation”, dan “preventive war”. 134

Apa yang ditulis oleh Piper kemudian seperti menjadi kenyataan. Itu bisa

dilihat dengan apa yang kemudian dilakukan oleh AS terhadap Syria, Iran, dan

sebagainya. Sebelumnya, tahun 1994, Piper sudah menggegerkan AS dengan

bukunya, “Final Judgement”, yang membongkar peran agen rahasia Israel, Mossad,

dalam pembunuhan John F. Kennedy. Piper berkeliling ke berbagai negara

untuk menjelaskan isi buku yang di AS tak dapat dijual di toko-toko buku

utama. Pada Maret 2003, Piper diundang berceramah di Zayed Center for

Coordination and Follow-Up, Abu Dhabi. Ceramahnya mendapat liputan luas di

media-media Arab. Ketika itu, menjelang serangan AS atas Irak, Piper sudah

mengingatkan, bahwa serangan atas Irak dilakukan atas pengaruh lobi Israel,

dalam kerangka mewujudkan impian kaum Zionis untuk membentuk ―Israel

Raya‖ (Greater Israel/Eretz Yisrael). “President Bush seems to be driven by Christian

fundamentalism and strong influence of the Jewish lobby,” kata Piper. 135

Serangan AS atas Irak merupakan tahap awal dari sebuah Perang Besar

yang sudah jauh dirancang oleh kelompok neo-kon ini. Ari Shavit, menulis di

koran Ha‘aretz (9 April 2003), bahwa perang atas Irak disusun oleh 25

intelektual – sebagian besar Yahudi – yang mendorong Presiden Bush untuk

mengubah wacana sejarah. Tulisan Shavit menyiratkan satu fenomena ironis

dalam tradisi politik AS. Betapa mayoritas rakyat di negara adikuasa yang begitu

hebat kekuatan militernya, ternyata tidak berdaya menghadapi cengkeraman

kelompok minoritas neo-kon yang didominasi Yahudi. 136

133 Michel Colin Piper, The High Priests of War, bagian pengantar. 134 Michel Colin Piper, The High Priests of War, hal.3. 135 Michel Colin Piper, The High Priests of War, hal.121. 136 Michel Colin Piper, The High Priests of War, hal.2.

121 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Michel Lind, seorang penulis AS, mengungkapkan, bahwa impian

kelompok neo-kon untuk menciptakan sebuah ―Imperium Amerika‖ sebenarnya

ditentang oleh sebagian besar elite perumus kebijakan luar negeri AS dan

mayoritas rakyat AS. Lind juga menyebut, bahwa koalisi Bush-Sharon juga

berkaitan dengan keyakinan, bukan karena faktor kebijakan. Itu bisa dilihat dari

latar belakang Bush yang berasal dari keluarga Kristen fundamentalis. Kata Lind:

“There is little doubt that the bonding between George W. Bush and Ariel Sharon was based

on conviction, not expedience. Like the Christian Zionist base of the Republican Party,

George W. Bush was a devout Southern fundamentalist.” 137

Kelompok Kristen fundamentalis menggunakan legitimasi ayat-ayat Bible

dalam mendukung Israel. Kalangan Kristen ini membenarkan hak historis Israel

atas Palestina dengan menggunakan dalil Bible, Kitab Kejadian 12:3: “Aku akan

memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang

mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat."

Cengkeraman atau pembajakan kelompok neo-kon terhadap politik AS

sebenarnya meresahkan banyak umat manusia. Mereka sedang menjalankan satu

skenario besar “Perang Global”, dengan menempatkan Islam sebagai musuh

utama peradaban dunia. Dalam bukunya, Painting Islam as The New Enemy, (Kuala

Lumpur: Crescent News: 2003), Abdulhay Y. Zalloum, juga memberikan

gambaran cukup baik tentang peran dan skenario kelompok neo-kon dalam

membentuk ―Tata Dunia Baru‖ pasca Perang Dingin. “The New World Order”,

simpulnya, adalah rekayasa hegemoni sebuah ―American Empire‖. Itu

dibuktikan dengan berbagai dokumen yang disusun oleh tokoh-tokoh kelompok

ini, seperti Rancangan Pertahanan yang disusun oleh Paul Wolfowitz berkaitan

dengan Tata Dunia Baru: “Our first objective is to prevent the reemergence of new rival.” 138

Melalui bukunya ini, Piper berhasil memperjelas apa dan siapa yang

sebenarnya berada di balik isu-isu dan peristiwa penting dalam panggung politik

internasional saat ini. Lebih menarik, ditampilkan juga dalam buku ini foto-foto

para tokoh neo-kon. Dunia Islam perlu menyadari, bahwa sebuah skenario

―Perang Global‖ (Global War) dengan menjadikan kelompok Islam sebagai

musuh utama, telah dijalankan oleh kelompok neo-kon, dengan menjadikan

Presiden George W. Bush dan politik AS, sebagai kendaraan mereka. Politik

“Viktimisasi Islam” (menjadikan Islam sebagai kambing hitam) merupakan upaya

137 Michel Colin Piper, The High Priests of War, hal.3-4. 138 Abdulhay Y. Zalloum, Painting Islam as The New Enemy, (Kuala Lumpur: Crescent News: 2003), hal.47.

122 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

pengalihan dari masalah sebenarnya yang dihadapi pemerintah AS. Politik ini

tidak memberi kesempatan masyarakat AS untuk secara kritis menilai kegagalan

atau kesuksesan pemerintahnya, sebab mereka senantiasa dijejali dengan

berbagai informasi media-media jaringan neo-kon yang mengisukan akan

datangnya serangan teroris Islam.

Dalam jaringan neo-konservatif ini, Huntington memang menempati

posisi istimewa dengan memberikan legitimasi berupa paparan tentang tesis

“Clash Of Civilizations”. Menurutnya, setelah Perang Dingin berakhir pada

penghujung dekade 1990, maka rivalitas antar superpower digantikan dengan

“Clash Of Civilizations”, yang kini dimainkan oleh sembilan peradaban besar yang

masih eksis: Kristen Barat, Amerika Latin, Afrika, Islam, Cina, Hindu, Kristen

Orthodoks, dan Jepang. Dalam bukunya, Zalloum memaparkan data-data bahwa

Huntington memang merupakan bagian dari jaringan neo-konservatif, yang

dikenal dengan istilah “Shadow Power Structure”. Doktrin “the clash of civilizations”

secara resmi diterima sebagai kebijakan politik pada Konvensi Platform Partai

Republik George W. Bush di Philadelphia, 3 Agustus 2002. Banyak agenda

penting disepakati dalam konvensi tersebut. Di antaranya, unilateralisme AS dan

statusnya sebagai “the only super power” harus tetap dipertahankan; ditetapkannya

“the rogue states‟ (negara-negara jahat) sebagai musuh baru –tanpa memberikan

definisi apa yang dimaksudkan dengan “rogue state‟. Definisinya diserahkan

kepada imajinasi dan ketentuan “The Shadow Power”; juga diputuskan bahwa

rezim Saddam Hussein harus diganti. 139

Dari sini tampak bahwa wacana “clash of civilizations” yang kemudian

dikembangkan ke arah penempatan ―Islam militan‖ sebagai musuh utama, tetapi

tanpa pendefinisian yang jelas terhadap ―Islam militan‖, memang telah disusun

dengan rapi. Tidak semua agenda kelompok neo-kon ini telah tercapai. Misalnya,

rencana mereka untuk memindahkan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Jerusalem.

Satu hal yang jelas adalah bahwa kaburnya batasan ―Islam militan‖ atau

―negara jahat‖ yang patut dijadikan musuh utama oleh AS dan dipaksakan ke

seluruh dunia, telah menyerat kaum Muslim lainnya ke dalam kancah konflik

global, seperti diskenariokan. Itu, misalnya, menimpa Dr. Thariq Ramadhan dan

Yusuf Islam, yang dilarang memasuki AS pada tahun 2004. Begitu juga ribuan

warga Muslim yang menerima perlakuan tidak manusiawi. Dalam sub-bab

berjudul “The Search for an Enemy” dari buku Who Are We? Huntington mencatat,

139 Abdulhay Y. Zalloum, Painting Islam as The New Enemy, hal.50-51.

123 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

bahwa pasca Perang Dingin, AS memang melakukan pencarian musuh baru,

yang kemudian menemukan musuh baru bernama ―Islam militan‖, setelah

peristiwa WTC. Huntington menulis: “Some Americans came to see Islamic

fundamentalist groups, or more broadly political Islam, as the enemy, epitomized in Iraq, Iran,

Sudan, Libya, Afghanistan under Taliban, and to lesser degree other Muslim states, as well

as in Islamic terrorist groups such as Hamas, Hezbollah, Islamic Jihad, and the al-Qaeda

network… The cultural gap between Islam and America‟s Christianity and Anglo-

Protestanism reinforces Islam‟s enemy qualifications. And on September 11, 2001, Osama

bin Laden ended America‟s search. The attacks on New York and Washington followed by

the wars with Afghanistan and Iraq and more diffuse “war on terrorism” maka militant

Islam America‟s first enemy of the twenty-first century.‖140

Di sini, tampak, bahwa tentu sangatlah sulit dunia Islam menerima

sepenuhnya standar AS dalam soal Islam militan dan juga terorisme. Dunia

Islam, misalnya, tetap menolak memasukkan Hamas atau Jihad Islam di

Palestina, sebagai kelompok teroris, sebab mereka melakukan perjuangan

membebaskan negeri mereka dari penjajahan Israel. Buku Who Are We? memang

masih merupakan kelanjutan garis berpikir Huntington dalam soal Islam dari

buku The Clash of Civilizations. Sebagaimana Lewis, Huntington sudah jauh-jauh

hari mengingatkan Barat agar mereka waspada terhadap perkembangan Islam.

Sebab, Islam adalah satu-satunya peradaban yang pernah menggoyahkan dan

mengancam eksistensi peradaban Barat. (Islam is the only civilization which has put the

survival of the West in doubt, and it has done at least twice).

Jadi, dalam tesis “clash of civilizations” yang dipopulerkan Huntington

memang sudah bercampur aduk antara fakta, data ilmiah, dan skenario politik

tertentu untuk memelihara dan melestarikan hegemoni Imperium Amerika,

sebagai satu-satunya super power yang eksis dan berkuasa di muka bumi. Karena

itu, dalam kajian-kajian ilmiah, buku “The Clash of Civilizations” Huntington –

meskipun sangat populer – tidak dijadikan rujukan ilmiah dalam kajian serius

tentang peradaban. Huntington sendiri menyadari hal itu dan sebagaimana telah

disebutkan, ia menyatakan: “This book is not intended to be a work of sosial science. It is

instead meant to be an interpretation of the evolution of global politics after the Cold War. It

aspires to present a framework, a paradigm, for viewing global politics that will be meaningful

to scholars and useful to policymakers.”

140 Huntington, Who Are We?… hal.263.

124 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Masalahnya, umat manusia kini menghadapi satu skenario global yang

dirancang oleh Huntington dan kawan-kawannya. Mereka telah berhasil

membajak politik luar negeri AS. Kemenangan George W. Bush dalam

pemilihan Presiden AS untuk periode kedua, November 2004, menunjukkan

begitu kuatnya cengkeraman kelompok pro Zionis Israel ini. Merekalah yang

menentukan agenda internasional pada Tata Dunia Baru (New World Order) pasca

runtuhnya komunisme.

BAB IX

PENGARUH ATEISME TERHADAP PIKIRAN UMATISLAM

Geliat islamisasi ilmu pengetahuan nampaknya sudah bukan hal yang baru

dalam wacana pemikiran di negara yang mayoritas muslim. 141 Munculnya

institusi-institusi keuangan berlabel syariah merupakan salah satu manifestasinya.

Di samping soal ekonomi yang termasuk komponen ilmu sosial, islamisasi juga

tampak menggeliat dalam ilmu humaniora seperti ilmu psikologi, sosiologi, dan

atropologi. Sudah banyak terbit buku-buku yang membawa label Islam, Al-

Qur‘an dan sebagainya.

Dari dua upaya di atas, tampak mulai muncul kesadaran bahwa ada

problem yang sedang menyelubungi disiplin ilmu sosial dan humaniora yang

141 - Irfan Habibie Martanegara, Pengaruh Worldview Ateis Terhadap Sains, Bogor: Ulil Albaab,2012.

125 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

bertentangan dengan Islam yang mungkin dibangun atas worldview Barat.

Sayangnya, masih banyak yang belum menyadari bahwa sains, dengan pengertian

ilmu alam, pun telah dipengaruhi worldview Barat sekuler.

Menurut Salisu Shehu, worldview Barat sekuler ini bisa tampil dalam tiga

bentuk, yaitu worldview humanis, agnostik, atau ateis. Pada worldview ini,

kepercayaan terhadap keberadaan tuhan tidak terlalu diperhatikan. Kalaupun

keberadaan tuhan disadari, tetap saja tidak dianggap memiliki signifikansi

terhadap kehidupan. Lebih jauh, keberadaan tuhan dapat dianggap sebagai

mitos, yang benar-benar nyata hanyalah materi.142

Worldview ini menganggap manusia bisa mengetahui alam cukup dengan

mengandalkan dan mempercayai intelek dan inderanya saja. Ketepatan dan

keakuratan mengenai dunia dapat diraih dengan melakukan postulasi dan

penalaran secara rasional serta dengan melakukan observasi dan eksperimen

melalui alat indera. Metode saintifik atau lebi tepatnya metode deduktif-hipotetis

merupakan satu satunya cara yang terpercaya untuk mendapatkan pengetahuan

atau mencapai mana yang benar dan mana yang salah.

Pada perkembangannya, worldview ini mengubah sains menjadi sainstisme.

Saintisme adalah kepercayaan bahwa sains, khususnya sains alam adalah bagian

paling berharga dari pembelajaran manusia, sangat berharga karena otoritatif,

atau serius, atau bermanfaat.143 Saintisme bersikukuh agama kini tidak lagi

dibutuhkan tidak memberi manfaat. Kalaupun ada maka manfaatnya jauh lebih

kecil daripada bahaya yang ditimbulkannya.144

Perdana Menteri India pertama Jawaharal Nehru –seorang agnostik145–

mengatakan,

―Hanya sains saja yang dapat menyelesaikan problem kelaparan dan

kemiskinan, rendahnya tingkat kesehatan dan keberaksaraan, takhayul,

adat yang mematikan, dan tradisi, mubadzirnya sumber daya, negeri yang

kaya yang dihuni orang-orang lapar... Siapa yang mampu mengabaikan

sains pada masa sekarang? Pada setiap hal kita membutuhkan

142 Salisu Shehu, Islamization of Knowledge Conceptual Background Vision and Tasks, Kano: International

Institute of Islamic Thought, 1998, hlm 26. 143 Tom Sorell, Scientism: Philosophy and the Infatuation with Science. London: Routledge, 1994, hlm 1 144 Ibid, hlm 7-8 145 Keagnostikan Nehru bisa dilihat di Interfaith Harmony Where Nehru and Gandhi Meet [online], http:

//timesofindia.indiatimes.com/home/opinion/edit-page/LEADER-ARTICLEBRInter-faith-Harmony-Where-Nehru-and-Gandhi-Meet/articleshow/196028.cms Hotml 27 Mei 2012

126 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

bantuannya... Masa depan itu milik sains dan siapa saja yang berteman

dengannya.‖ 146

Celakanya, worldview Barat sekuler ini telah masuk ke negeri-negeri muslim

pada masa penjajahan kolonial. Memang saat ini para penjajah itu sudah

hengkang, namun produk pendidikan sekuler warisan penjajah tersebut masih

digunakan sampai sekarang. Pendidikan sekuler ini pada akhirnya menghasilkan

krisis dualitas yang digambarkan dengan adanya dikotomi antara ilmu agama dan

ilmu non-agama.147

Akibatnya, sebagaimana yang digambarkan William C. Chittick, banyak

pemikir modern yang beriman tidak bisa menghindarkan diri dari benak yang

terkompartemenkan atau dengan kata lain telah tejadi keterbelahan dalam

pikirannya. ―Satu kompartemen pikiran akan mencakup ranah profesional dan

rasional, sedangkan kompartemen yang lain menampung ranah ketakwaan dan

amal pribadi.‖148

Akibat keterbelahan pikiran ini, pola pikir umat Islam saat ini bukan lagi

pola pikir tauhid. Ketika membicarakan gempa misalnya, di dalam masjid

mungkin orang boleh mengatakan bahwa gempa adalah kehendak tuhan.

Namun di sekolah atau di ruang publik, gempa adalah fenomena alam biasa yang

dapat diteliti secara saintifik.149

Definisi dan Klasifikasi Ateisme

Kebanyakan orang biasanya menganggap orang ateis hanya sebagai orang

yang percaya bahwa Tuhan tidak ada. Michael Martin dalam The Cambridge

Companion to Atheism mengungkapkan hal tersebut. Ia menulis, ―Jika anda

146 ibid hlm 2 147 Salisu, Islamization of Knowledge, hlm 29-31 148 William C. Chittick, Science of The Cosmos, Science of The Soul, Oxford: Oneworld Publication., 2007,

hlm 11. 149 Contoh real keterbelahan pikiran ini adalah ungkapan Ulil Absor Abdala beberapa waktu yang lalu juga

mengkritik pejabat yang mengaitkan bencana alam dengan azab Tuhan. Ulil mengatakan, “Ada semacam template di kitab suci tentang bencana. Misalnya, ada cerita saat manusia membangkang kepada Tuhan kemudian Tuhan menghancurkan seluruh muka bumi. Nah, waktu sekarang ada bencana, para tokoh ini langsung mengambil template itu. Menurut saya, jangan dihubung-hubungkan, ini proses alam saja.”

Heru Margianto, 2000, Jangan Kaitkan Bencana dengan Azab, [online] http://nasional.kompas.com/read/2010/11/05/11161855/Jangan.Kaitkan.Bencana.dengan.Azab-4 Hotml 1 Nopember 2011

127 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

mencari ateisme dalam sebuah kamus anda akan menemukan ateisme

didefinisikan sebagai kepercayaan tidak adanya tuhan.‖150

Definisi yang serupa dikemukakan filosof Kristen Daniel J. Hill dan

Randal D. Rauser dalam ensiklopedia berjudul Christian Philosophy A–Z. Dalam

buku tersebut tertulis, ―Ateisme adalah keyakinan bahwa Tuhan tidak ada.‖151

Bahkan seorang filosof ateis Julian Baggini, dalam buku kecil berjudul Atheism:

A Very Short Introduction, mendefinisikan ateisme dengan cara yang sama, ―Ini

(ateisme, pen) adalah keyakinan bahwa tidak ada Tuhan atau dewa-dewa.‖152

Bergerak sedikit lebih jauh, Baggini memberi klarifikasi mengenai

kesalahpahaman yang umum terjadi. Julian menuliskan,

Hanya saja banyak orang yang menganggap bahwa ateis percaya

bahwa tidak ada Tuhan dan tidak ada moralitas; atau tidak ada

Tuhan dan tidak ada makna hidup; atau tidak ada Tuhan dan tidak

ada kemanusiaan. Sebagaimana yang akan kita lihat nanti, tidak ada

yang menghalangi ateis untuk mempercayai moralitas, makna hidup,

dan kemanusiaan. Ateisme hanya memiliki pandangan negatif

tentang Tuhan. Namun memiliki pandangan positif pada masalah

kehidupan lainnya sebagaimana keyakinan lainnya.153

Menarik untuk dicatat, meski memberikan definisi yang serupa bahwa

ateism adalah doktrin bahwa Tuhan tidak ada, seorang Profesor dari University

of Michigan George I. Mavrodes dalam The Oxford Companion to Philosophy

menuliskan bahwa kepercayaan tidak ada Tuhan lebih ditujukan terhadap

konsep Kristen tentang Tuhan. Bahkan menurutnya, sebagian besar argumentasi

ateisme tidak relevan bagi konsep lain tentang Tuhan. Mavrodes menyimpulkan,

―Jadi banyak paham ateisme Barat yang mungkin dapat dipahami lebih baik

sebagai doktrin bahwa Tuhan kristen tidak ada.‖154

Kembali ke pendapat Martin, ia menyatakan bahwa definisi yang

sederhana tersebut bukanlah makna yang diinginkan jika melihat akar bahasanya

dari bahasa Yunani. Dalam bahasa Yunani, ―a‖ berarti ―tanpa‖ atau ―tidak‖, dan

150 Michael Martin (ed), The Cambridge Companion to Atheism, New York: Cambridge University Press,

2007, hlm. 1 151 Daniel J. Hill and Randal D. Rauser, Christian Philosophy A–Z, Edinburgh: Edinburgh University Press

Ltd, 2006, hlm. 17 152 Julian Baggini, Atheism: A Very Short Introduction, Oxford: Oxford University Press, 2003, hlm. 3 153 Baggini, Atheism, hlm. 3 154 George I. Mavrodes, “Atheism and Agnosticism” dalam Ted Honderich (ed), The Oxford Companion to

Philosophy (Second Edition), Oxford: Oxford University Press, 2005, hlm. 64

128 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

―theos‖ berarti ―Tuhan‖. Dari sisi ini, seorang ateis adalah seseorang tanpa

kepercayaan mengenai adanya Tuhan, bukan seseorang yang mempercayai

bahwa Tuhan tidak ada.155

Menurut Kerry Walters, definisi yang terlalu sederhana ini tidak begitu

bermanfaat untuk menganalisis argumentasi filosofis yang membantah ataupun

yang mendukung ateisme. Definisi ini terlalu luas sehingga tidak membantu

membedakan berbagai tingkat ketidakpercayaan terhadap Tuhan. Hal ini karena

definisi ini tidak membuka wawasan mengenai beragamnya ateisme.156

Untuk menghindari penyederhanaan ini Kerry Walters mengklasifikasikan

dan menjabarkan macam-macam ketidakpercayaan kepada tuhan.157 Pertama,

agnostik. Agnostik adalah sikap menunda untuk percaya karena menganggap

tidak mungkin ada dasar yang cukup, baik untuk menerima ataupun untuk

menolak, keimanan kepada tuhan; atau menganggap argumentasi di keduanya,

kaum ateis dan beriman, sama-sama kuat.

Mavrodes menambahkan agnostisisme mungkin terbatas secara personal

dan berupa pengakuan seperti, ‗Saya tidak punya kepercayaan yang kuat tentang

tuhan‘. Atau mungkin klaim yang lebih ambisius bahwa seharusnya tidak boleh

ada yang memiliki keyakinan positif untuk menerima atau menolak keberadaan

ilahi.158

Kedua, ateisme, lebih lanjut dapat dibagi menjadi dua tipe: a) ateisme

positif, yaitu ketidakpercayaan kepada Tuhan dengan argumentasi; b) ateisme

negatif, yaitu tidak memiliki kepercayaan akan adanya tuhan.159 Semua ateis

positif pasti ateis negatif, tapi tidak sebaliknya. Orang yang memiliki argumentasi

ketiadaan tuhan, pasti tidak memiliki kepercayaan akan adanya Tuhan. Tapi tidak

setiap orang yang tidak memiliki kepercayaan tuhan, punya argumentasi.

Lebih lanjut, baik ateisme positif dan negatif dibagi dua kelompok, yaitu

ateis militan dan ateis moderat.

(i) Ateis militan. Misalnya ahli fisika Steven Weinberg. Ia menganggap

keimanan kepada Tuhan tidak sekadar salah tetapi juga berbahaya dan

155 Michael Martin (ed), The Cambridge Companion to Atheism, hlm. 1 156 Walters, Atheism. hlm. 9 157 Ibid hlm. 11-12 158 Mavrodes, “Atheism and Agnosticism”, dalam Honderich (ed), The Oxford Companion to Philosophy,

hlm. 64 159 Pembagian ini mirip dengan pembagian dalam The Cambridge Companion to Atheism membagi

ateisme positif dan negatif. Lihat Martin (ed), The Cambridge Companion to Atheism, , hlm. 1

129 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

merusak. Kerry mengutip pendapat Winberg yang menunjukkan

intoleransinya terhadap agama. Winberg menulis, ―Saya mendukung penuh

dialog antara sains dan agama, tapi bukan dialog yang konstruktif.‖ Menurut

Kerry, Winberg berhasrat menunjukkan bahwa orang cerdas mustahil

menjadi religius.

(ii) Ateis moderat. Ateis moderat setuju bahwa keimanan kepada Tuhan tidak

berdasar, namun tidak melihat hal yang berbahaya di dalamnya. Yang ditolak

adalah dogmatisme dan ekstrimisme intoleran, yang juga merupakan sifat

dari ideologi secara umum, baik yang religius maupun yang non-religius.

Julian Baggini, meski simpatik pada posisi militan, menyimpulkan, ―Lebih

sehat menerima kemungkinan bahwa ada sesuatu pada yang (orang bergama)

percayai dibanding sekadar merendahkan dan memaki kebodohan

mereka.‖160

Dampak ateisme

Seperti yang diungkapkan di atas, saintisme sebagai penjelmaan worldview

ateis dalam sains, menolak agama dan keberadaan tuhan. Penolakan terhadap

agama dan keberadaan tuhan disinyalir memiliki dampak serius bagi eksistensi

moralitas manusia. Alasannya karena keberadaan tuhan merupakan satu-satunya

pijakan objektif bagi moralitas dan agama.

Seorang filsuf Prancis Voltaire161 menyatakan keharusan adanya tuhan

demi eksisnya moralitas. Bahkan ia sampai menyatakan, ―Jika Tuhan tidak ada,

maka kita harus membuatnya.‖162 Immanuel Kant juga menyatakan hal yang

tidak jauh berbeda. Keberadaan tuhan harus diasumikan agar setiap pemikiran

moralitas secara praktis konsisten.163 Beberapa filosof serta tentu saja agama-

agama dunia mengajarkan bahwa agama merupakan fondasi moralitas dan

pengakuan akan adanya Tuhan adalah faktor utama yang memotivasi orang

160 Baggini, Atheism, hlm. 104 161 François-Marie Arouet de Voltaire (21 November 1694 30 Mei 1778), lebih dikenal dengan nama pena

Voltaire, adalah penulis pada masa pencerahan Perancis, sejarawan dan filsuf yang terkenal dengan kecerdasannya dan perjuangannya mengenai kebebasan sipil, termasuk kebebasan beragama, kebebasan berekspresi, perdagangan bebas dan pemisahan gereja dan negara.

162 Dalam bahasa aslinya berbunyi, “Si Dieu n’existait pas, il faudrait l’inventer.” Ungkapan ini dikutip dari Épître { l’Auteur du Livre des Trois Imposteurs (Letter to the author of The Three Impostors) yang merupakan sebuah surat yang ditulis Voltaire dan dipublikasikan pada 1770. Surat ini ditujukan untuk penulis anonim yang mempublikasikan The Treatise of the Three Impostors.

163 Paul Guyer, Kant, New York: Routledge, 2006, hlm 234

130 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

memiliki moralitas. Sudah menjadi tantangan umum orang beragama kepada

ateisme, ―Penolakan terhadap tuhan melahirkan nihilisme moral.‖164

Sejarawan Inggris Niall Ferguson165 (lahir 1964) menyatakan bahwa

pengajaran agama menjadi landasan etis bagi berpertahannya tatanan sosial yang

baik di masyarakat. Berdasarkan observasi historis dan studi yang dilakukan

rekan-rekannya di Harvard University, Ferguson menyatakan,

―Saya tetap sangat yakin bahwa agama melakukan fungsi sosial yang

penting dalam transmisi misalnya, nilai-nilai etika antargenerasi, dan bahwa

masyarakat yang menjauh dari hal tersebut, yang berhenti terlibat dalam setiap

jenis pelajaran formal agama, adalah sebuah masyarakat yang kemungkinan besar

kurang baik dalam mempertahankan tatanan sosial dibanding dengan masyarakat

yang mempertahankan nilai keimanan dan ketaatan. Dan hal ini murni

berdasarkan pengamatan historis.‖166

Buah pemikiran ini di berbagai negara di Eropa dan di Amerika

berdampak kesaksian seorang ateis tidak diterima di pengadilan. Hal ini karena

seorang ateis dianggap tidak memiliki landasan moral untuk berkata jujur.

Contoh nyata dalam hal ini misalnya pada masa lalu di Amerika serikat,

kesaksian seorang ateis tidak diterima pengadilan karena dianggap tidak mampu

mengucapkan sumpah yang layak.167

Tidak hanya berkaitan dengan moralitas, ateisme juga berkaitan dengan

tingkat kebahagiaan seseorang. Laporan Jurnal American Psycologist menunjukkan

bahwa agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang berkorelasi dengan

peningkatan kesehatan individu, kebahagiaan, dan harapan hidup. Orang yang

secara religius pasif cenderung lebih tidak sehat secara fisik dan berumur lebih

pendek dibanding orang yang secara religius aktif. Dibandingkan dengan janda

yang aktif beribadah, janda yang pasif beribadah dilaporkan lebih tidak

menikmati hidupnya. Orang yang ateis juga cenderung pulih lebih lambat setelah

mengalami perceraian, pemecatan, sakit parah, atau ditinggal mati seseorang.168

Penelitian lain yang diterbitkan The American Journal of Psychiatry menunjukkan

164 Kerry Walters, Atheism: A Guide for The Perplexed, New York: Continuum, 2010, hlm 117 165 Niall Campbell Douglas Ferguson adalah seorang sejarawan Inggris. Spesialisasinya adalah sejarah

kolonialisme serta sejarah keuangan dan ekonomi, khususnya hiperinflasi dan pasar obligasi. 166 Niall Ferguson, Islam and Demographics, [online], http:

//www.abc.net.au/radionational/programs/religionreport/niall-ferguson-on-islam-and-demographics/3336236 diakses 25 Maret 2012

167 Melvin I. Urofsky, Religious Freedom: Rights and Liberties Under the Law”, ABC-CLIO, 2002, hlm 40. 168 David G. Myer, “The Funds, Friends and Faith of Happy People”, American Psycologist, Vol. 55 (No 1),

2000.

131 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

bahwa orang yang tidak beriman memiliki tingkat bunuh diri lebih tinggi dari

orang beriman.169

Ateisme juga dikritik karena dengan sendirinya telah menjadi agama,

dengan pengertian ―beriman‖ kepada kebenarannya sendiri serta meyakini yang

berbeda dengannya salah. Ahli paleontologi Stephen Jay Gould170, dalam sebuah

tulisannya, menganggap tokoh ateis Inggris Richard Dawkins memiliki

“fundamentalisme Darwinian” dan ―ideologi tanpa kompromi‖.171 Fundamentalisme

ini selalu melahirkan bencana global jika para penganutnya menguasai sebuah

negara. Penulis Kristen Dinesh D‘Souza172 menulis,

―Siapa yang bisa menyangkal bahwa Stalin dan Mao, belum lagi Pol Pot

dan sejumlah orang lain, melakukan kekejaman atas nama ideologi komunis yang

secara jelas-jelas ateis? Siapa yang dapat membantah bahwa mereka melakukan

perbuatan berdarah mereka dengan menyatakan akan membangun ‗manusia

baru‘ dan utopia bebas agama? Ini adalah pembunuhan massal dilakukan dengan

ateisme sebagai bagian utama inspirasi ideologis mereka, pembunuhan massal ini

tidak dilakukan orang yang kebetulan ateis.‖173

Di tulisan lain, D‘Sauza menyatakan bahwa atas nama penciptaan negara

utopia bebas agama versi mereka, Adolf Hitler, Joseph Stalin, dan Mao Zedong

menghasilkan sejenis pembantaian massal yang tidak mungkin Inquisitor mana

pun bisa capai. Secara kolektif, para tiran ateis ini membunuh lebih dari 100 juta

orang dalam jangka waktu yang amat singkat. Dengan melihat angka tersebut,

D‘Sauza dengan berani menyimpulkan, ―Ateisme-lah, bukan agama, yang

merupakan kekuatan sebenarnya di balik pembantaian masal sepanjang

sejarah‖.174

169 Kanita Dervic, et al, “Religious Affiliation and Suicide Attemp”,The American Journal of Psychiatry, Vol.

161 (No. 12), 2004. 170 Stephen Jay Gould (10September 1941 20 Mei 2002) adalah seorang ahli paleontologi Amerika, ahli

biologi evolusioner, dan sejarawan science.Gould menghabiskan sebagian besar karirnya mengajar di Harvard University dan bekerja di Museum Sejarah Alam Amerika di New York. Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, Gould juga mengajar biologi dan evolusi di Universitas New York di dekat rumahnya di SoHo.

171 Stephen Jay Gould, 12 Juni 1997, Darwinian Fundamentalism, [online], http: //www.nybooks.com/articles/archives/1997/jun/12/darwinian-fundamentalism/ Hotml 25 Maret 2012

172 Dinesh D’Souza (lahir 25 April 1961) adalah apologis Kristen, penulis dan pembicara konservatif. Dia adalah penulis banyak buku laris menurut New York Times. Ia lahir dan dibesarkan Katolik, tetapi sekarang menjadi Kristen Evangelis. Saat ini, dia menjabat Presiden dari The King’s College di New York City.

173 Dinesh D’Souza, Answering Atheist’s Arguments, [online], http: //catholiceducation.org/articles/apologetics/ap0214.htm Hotml 25 Maret 2012

174 Dinesh D’Souza, Atheism, Not Religion, Is The Real Force Behind The Mass Murders Of History, [online] http: //www.csmonitor.com/2006/1121/p09s01-coop.html, Hotml 25 Maret 2012

132 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Lahirnya gerakan New Atheisme

Perkembangan terbaru gerakan ateisme adalah munculnya gerakan yang

disebut dengan New Atheism (ateisme baru). Nama New Atheism diberikan pada

gerakan yang dimotori para penulis ateis yang muncul sejak awal abad ke-21.

Gerakan ini yang mengkampanyekan, ―Keimanan terhadap tuhan adalah

penyebab kejahatan yang tak terhitung jumlahnya dan harus ditolak karena

alasan moral. Moralitas tidak membutuhkan keimanan terhadap tuhan, dan

manusia dapat berbuat lebih baik tanpa keimanan pada-Nya.‖175 Tokoh New

Atheists yang paling berpengaruh adalah dua orang Inggris dan dua orang

Amerika Serikat176 yaitu: Richard Dawkins (lahir 1941), Daniel Dennett (lahir

1942), Christopher Hitchens (1949-2011), and Sam Harris177 (lahir 1967).

Meski Dawkins telah lebih dahulu menulis tentang tema-tema ateis,

namun belum menyerang agama secara eksplisit. Karena itu, permulaan gerakan

ini sering dikaitkan dengan terbitnya sebuah buku terlaris di Amerika Serikat

yang berjudul The End of Faith: Religion, Terror, and the Future of Reason (Akhir

Agama: Agama, Teror, dan Masa Depan Nalar) karya Sam Harris pada 2004.

Peristiwa 11 September 2001 memotivasi Harris mengkritik Islam dan di sisi lain

juga mengkritik Kristen dan Yahudi. Pada 2006, Harris menulis kembali buku

berjudul Letter to a Christian Nation (Surat untuk Bangsa Kristen), yang

merupakan kritik keras bagi ajaran Kristen. Pada tahun yang sama, Richard

Dawkins menerbitkan buku berjudul The God Delusion (Khayalan tentang Tuhan)

yang berada di daftar buku terlaris New York Times selama 51 minggu.178

Buku-buku lain yang termasuk karya para tokoh New Atheism di

antaranya: Breaking the Spell: Religion as a Natural Phenomenon (Menghancurkan

Mantra: Agama sebagai Fenomena Alam) karya Daniel C. Dennett (2006); God:

The Failed Hypothesis–How Science Shows That God Does Not Exist (Tuhan:

Hipotesis yang Gagal - Bagaimana Sains Menunjukkan bahwa Tuhan Tidak Ada)

karya Victor J. Stenger (2007); God is Not Great: How Religion Poisons Everything

(Tuhan Tidak Mahabesar: Bagaimana Agama Meracuni Semuanya) karya

175 John F. Haught, God and The New Atheism, Kentucky: Westminster John Knox Press, 2008, hlm xiv 176 Kerry Walters, Atheism: A Guide for The Perplexed, New York: Continuum, 2010, hlm 29 177 Sam Harris (lahir 1967) adalah seorang penulis Amerika, filsuf, ahli syaraf, serta pendiri dan CEO

Project Reason. Project Reason adalah yayasan yang tujuan utamanya mempromosikan pengetahuan ilmiah dan nilai-nilai sekuler dalam masyarakat. Harris merupakan seorang kritikus kontemporer terkenal soal agama dan pendukung skeptisisme ilmiah. Ia juga seorang pendukung sekulerisme, kebebasan beragama, dan kebebasan untuk mengkritik agama.

178The God Delusion One-Year Countdown, [online] http: //richarddawkins.net/articles/1599, Hotml 2 Nopember 2011

133 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Christopher Hitchens (2007); Atheist Manifesto: The Case Against Christianity,

Judaism, and Islam (Manifesto Ateis: Memperkarakan Ajaran Kekristenan, Yahudi,

dan Islam) karya Michel Onfray (2007); Godless: How an Evangelical Preacher Became

One of America‟s Leading Atheists (Tanpa Tuhan: Bagaimana Seorang Evangelis

menjadi Salah Satu Tokoh Ateis Amerika) karya Dan Barker (2008). Jumlah ini

terus bertambah seiring dengan waktu.179

Perkembangan Ateisme di Indonesia

Yang cukup mengkhawatirkan, ateisme ini sudah mulai masuk ke

Indonesia. Pada 19 Januari 2012, Harian Padang Ekspress memberitakan

penangkapan seorang ateis. Tersangka penganut ateisme yang bernama

Alexander Aan tersebut merupakan seorang PNS di Badan Perencanaan Daerah

(BADPEDA). Kepada Padang Ekspres, Alexander membenarkan dirinya tidak

mengakui adanya Tuhan karena kejahatan ada di mana-mana. Begitu juga

dengan iblis dan neraka. ―Jika Tuhan memang ada, kenapa hal yang buruk-buruk

itu ada. Seharusnya yang ada di dunia ini, hanyalah kebaikan, jika memang

Tuhan itu pengasih dan penyayang. Tuhan tidak mampu berbuat itu,‖ kata

Alexander.180

Beberapa situs berita berbahasa Indonesia dan bahasa asing sudah

mengangkat tren munculnya ateisme di Indonesia sejak beberapa tahun silam.

Pada 24 September 2010, situs The Jakarta Globe181 merilis tulisan berjudul “Metro

Madness: Therapy for the Godless”. Tulisan ini bercerita tentang pertemuan rahasia

orang-orang ateis Indonesia. Mereka berkumpul untuk saling bercerita mengenai

kehidupan sebagai orang ateis.182

Bulan berikutnya, pada 18 Desember 2010, situs berita The Jakarta Post

merilis berita berjudul “Non-believers stick to Their Conviction”. Tulisan ini bercerita

tentang pendapat dua orang ateis dan seorang agnostik mengenai Tuhan dan

179 Perkembangan karya-karya penulis ateis dapat diikuti di sebuah blog ateis yang beralamat di http:

//atheistmovies.blogspot.com yang rutin merilis secara gratis karya-karya tokoh-tokoh ateis ternama. 180 Zulfia Anita, 19 Januari 2012, Seorang PNS Atheis Ditangkap, [online], http:

//padangekspres.co.id/?news=berita&id=21687, Hotml 17 Februari 2012 181 Dalam pengamatan penulis, The Jakarta Globe merupakan media online yang cukup aktif

memberitakan perkembangan ateisme di Indonesia. 182 Simon Pitchforth, 24 September 2010, Metro Madness: Therapy for the Godless, [online], http:

//www.thejakartaglobe.com/lifeandtimes/metro-madness-therapy-for-the-godless/397890, Hotml 1 Nopember 2011

134 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

agama.183 Masih di bulan yang sama, pada 23 Desember 2010, situs berita Radio

Nederland Wereldomroep (RNW) merilis tulisan berjudul ―Kaum Ateis, Bukalah

Topengmu‖. Tulisan berbahasa Indonesia tersebut merupakan wawancara

terhadap Karl Karnadi184 yang merupakan pendiri komunitas diskusi di dunia

maya yang bernama Indonesian Atheists.185

Berita pertama mengenai ateis di Indonesia (yang berhasil penulis lacak)

muncul tahun sebelumnya pada 24 Januari 2009. Situs berita Prancis, Agence

France-Presse (AFP), menulis berita bahwa Karl Karnadi, mahasiswa Indonesia

yang tinggal di Jerman, menggagas sebuah situs berbasis wikipedia untuk

penerjemahan tulisan-tulisan ateis ternama dunia seperti Richard Dawkins dan

Christopher Hitchens ke dalam bahasa Indonesia. Situs tersebut beralamat di

http://editthis.info/iaprojects/.186

Berita di atas mungkin bisa menggambarkan bagaimana masuknya

pemikiran ateis dari Barat ke Indonesia, yaitu melalui internet. Selain karena

lebih leluasa menyembunyikan identitasnya, jelas internet adalah jendela bagi

para ateis di Indonesia untuk mengetahui perkembangan ateisme di Barat.

Internet juga memungkinkan orang-orang ateis yang tersebar di seluruh

nusantara untuk sharing dan berdiskusi.

Di Facebook, setidaknya ada empat halaman (page) mengenai yang cukup

aktif berdiskusi. Di antaranya Anda Bertanya Ateis Menjawab

(facebook.com/ateis.menjawab) yang diikuti lima ribuan orang, Ateis Indonesia

(facebook.com/ateis.id) yang diikuti empat ribuan orang, Komunitas Ateis

Indonesia (facebook.com/ateisindonesia) yang diikuti tiga ribuan orang, baik

yang pro maupun kontra terhadap ateisme.

Di samping itu, muncul pula halaman ateis di Facebook yang membawa

nama daerah seperti Ateis Minang (facebook.com/Ateisminangkabaupadang),

Ateis Batak (facebook.com/ateis.batak), Ateis Jawa (facebook.com/java.atheist),

dan Ateis Sunda (facebook.com/pages/Ateis-Sunda/160518010725572) yang

diikuti lebih sedikit orang.

183 Map, 18 Desember 2010, Non-believers stick to their conviction, [online], http:

//www.thejakartapost.com/news/2010/12/18/nonbelievers-stick-their-conviction.html, Hotml 1 Nopember2011 184 Mahasiswa Indonesia yang kini sedang belajar di Jerman. Ia diberitakan tumbuh dalam keluarga

kristen yang cukup taat. 185 Prita Riadhini, 23 Desember 2010 Kaum Ateis, Bukalah Topengmu, [online], http: //www.rnw.nl/bahasa-

indonesia/article/kaum-ateis-bukalah-topengmu, Hotml1 Nopember2011 186 AFP, 24 Januari 2009, Atheism 2.0, Indonesia’s nonbelievers find refuge online, [online], http:

//www.google.com/hostednews/afp/article/ALeqM5gDbe7jLj3MCsPjoNANluA8OpMubg, Hotml 1 Nopember2011

135 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

136 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

BAB X

LIBERALISASI ISLAM

Kehadiran gagasan liberalisasi Islam, yang kemudian dikenal dengan

sebutan ―Islam liberal‖, dalam dunia pemikiran Islam akhir-akhir ini, khususnya

di Indonesia, telah menimbulkan kontroversi dan perdebatan panjang. Ini

karena banyaknya ide dan gagasan yang mereka usung sangat bertentangan

dengan prinsip-prinsip dasar aqidah dan syariat Islam. Di antara ide yang paling

menonjol adalah seperti mempertanyakan kesucian dan otentisitas Al-Qur‘an;

mengkritik otoritas nabi beserta hadith-hadith sahih-nya, menghujat serta

mendiskreditkan sahabat-sahabat nabi dan para ulama. Umumnya pendukung

liberal ini menolak penerapan syariat Islam secara formal oleh negara. Dan

untuk tujuan ini mereka mencoba mereka-reka berbagai alasan. Terkadang

penolakan tersebut dibuat atas dasar budaya dengan mengatakan bahwa hukum

Islam tersebut tidak mencerminkan nilai-nilai dan budaya masyarakat hari ini.

Dan kerap kali penolakan tersebut dibuat atas anggapan bahwa syari‘at Islam

bertentangan dengan prinsip hak-hak asasi manusia (HAM). Hukum Islam

berkaitan dengan non-Muslim, misalnya, dikatakan sangat diskriminatif terhadap

kolompok ini karena menempatkan penganut agama lain lebih rendah daripada

penganut Islam. Hukum murtad pula dianggap bertentangan dengan prinsip

kebebasan Agama. Belum lagi hukum Islam berkenaan dengan wanita. Mereka

selalu kali menuduhnya tidak ramah dan cenderung melecehkan. Dan atas dasar

ini semua mereka lantas menyarankan agar dilakukan penafsiran ulang atas

hukum-hukum tersebut dan kalau perlu didekonstruksi.187

Mencermati berbagai perkembangan paham liberal di kalangan umat Islam

tersebut, setidaknya, ada tiga aspek penting dalam Islam yang sedang gencar

mengalami liberalisasi saat ini, yaitu (1) syariat Islam, dilakukan dengan

perubahan metodologi ijtihad, (2) Al-Qur‘an dan tafsir Al-Qur‘an, dengan

melakukan dekonstruksi konsep wahyu dalam Islam dan penggunaan metode

hermeneutika dalam penafsiran Al-Qur‘an, dan (3) aqidah Islam, dengan

penyebaran paham Pluralisme Agama.

187Mun’im A. Sirry (ed.), Fiqih Lintas Agama (Jakarta: Yayasan Paramadian Bekerjasama dengan The Asia

Foundation, 2004), ix.

137 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

1. Dalam aspek syariat, berbagai hukum-hukum yang tetap (qath'iy)

dibongkar dan diubah untuk disesuaikan dengan zaman, seperti hukum

perzinahan, hukum homoseksual, hukum murtad, hukum perkawinan antar-

agama, dan sebagainya. Bagi kaum liberal, maka tidak ada yang tetap dalam

agama, sebab mereka memandang agama adalah bagian dari proses dinamika

sejarah, sebagaimana kaum Yahudi dan Kristen liberal dalam memandang agama

mereka. Padahal, Islam bukanlah agama evolutif, yang berkembang mengikuti

zaman. Islam adalah agama yang sudah sempurna sejak awal. (QS 5:3).Sejak

lahirnya, Islam sudah dewasa, bukan lahir bayi, lalu berkembang menjadi

dewasa, sebagaimana agama-agama sejarah dan budaya, seperti Yahudi, Kristen,

dan sebagainya. Karena itu, konsep dasar aqidah dan ritual (ibadah) dalam Islam

bersifat final, dan tidak berkembang mengikuti proses dinamika sejarah, sebab

Islam bukan agama sejarah.

2. Dalam aspek Al-Qur‘an, umat Islam Indonesia juga sedang memasuki

babak baru, dengan dikembangkannya metode studi kritik Quran, mengikuti

metode studi kritik Bibel. Desakralisasi Al-Qur‘an sedang dilakukan dengan

massif. Kasus penginjakan lafaz Allah di IAIN Surabaya, oleh dosen setempat, 5

Mei 2006, merupakan satu kasus baru sepanjang sejarah umat Islam. Menurut

laporan Majalah GATRA edisi 7 Juni 2006, dosen yang bernama Sulhawi Ruba,

51 tahun, pada 5 Mei 2006 lalu, itu memang sengaja menginjak-injak lafaz Allah

yang ditulisnya pada secarik kertas. Gara-gara ulahnya itu, dia kemudian diskors

6 bulan. Waktu itu, ia mengajar mata kuliah sejarah peradaban Islam (SPI) pada

mahasiswa semester II. Di hadapan 20 mahasiswa fakultas dakwah, ia

menerangkan posisi Al-Qur‘an sebagai hasil budaya manusia. ―Sebagai budaya,

posisi Al-Qur‘an tidak berbeda dengan rumput,‖ ujarnya. Ia lalu menuliskan

lafaz Allah pada secarik kertas sebesar telapak tangan dan menginjaknya dengan

sepatu. ―Al-Qur‘an dipandang sakral secara substansi, tapi tulisannya tidak

sakral,‖ katanya. Menurut Sulhawi, Al-Qur‘an sebagai kalam Allah adalah

makhluk ciptaan-Nya, sedangkan Al-Qur‘an sebagai mushaf adalah budaya

karena bahasa Arab, huruf hijaiyah, dan kertas merupakan hasil karya cipta

manusia. ―Sebagai budaya, Al-Qur‘an tidak sakral. Yang sakral adalah kalamullah

secara substantif,‖ tuturnya. Demikian laporan GATRA.

Kasus ini perlu mendapatkan perhatian sangat serius. Bayangkan,

andaikan yang melakukan tindakan semacam itu adalah George W. Bush atau

Tony Blair, apa kira-kira reaksi umat Islam internasional? Apakah umat Islam

akan diam? Ketika kasus ini disampaikan dalam sebuah seminar tentang

138 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Liberalasisasi Islam di Kelantan, Malaysia, pada 3 Juni 2006, ratusan peserta

seminar serentak berdecak keheranan. Sungguh sulit dibayangkan peristiwa

seperti itu terjadi di sebuah perguruan tinggi yang menyandang nama Islam.

Yang lebih penting untuk dicermati dalam kasus ini adalah cara pikir si

dosen yang dengan penuh kesadaran menginjak lafaz Allah itu; sebuah cara

berpikir yang salah dan sangat naïf. Tapi, dari cara berpikir yang memandang Al-

Qur‘an sebagai produk budaya itulah, tindakan menginjak lafaz Allah itu dia

lakukan. Dia bukan sedang bersandiwara. Dia sedang mengamalkan ilmunya

yang salah. Inilah sebuah contoh, dahsyatnya sebuah kerusakan ilmu. Ilmu yang

salah, pasti melahirkan amal yang salah.

Padahal, saat ini, ilmu yang salah tentang Al-Qur‘an yang menganggap Al-

Qur‘an sebagai produk budaya itu banyak disebarkan di lingkungan IAIN. Jika

pimpinan IAIN Surabaya tidak segera bertindak, maka aksi konyol semacam itu

mungkin akan terus dilakukan oleh si dosen, karena dia memang tidak merasa

salah dengan pikiran dan tindakannya. Kita patut hargai sikap tegas pimpinan

IAIN Surabaya. Dari IAIN Bandung, pernah muncul kasus sejumlah mahasiswa

yang membuat teriakan yang meghebohkan: ―Selamat bergabung di area bebas

tuhan.‖ Dan ucapan: ―Mari berzikir dengan lafaz ―anjinghu akbar!‖. Ketika

sejumlah dosen IAIN Bandung dan para ulama memprotes hal itu, pimpinan

kampus itu justru membela aksi mahasiswa tersebut.

Jika dicermati perkembangan pemikiran Islam saat ini, di lingkungan

IAIN, upaya desakralisasi Al-Qur‘an merupakan hal yang dianggap biasa saja.

Banyak dosen dan mahasiswa IAIN/UIN yang secara terang-terangan

mengusung pendapat seperti dosen yang menginjak-injak lafaz Allah tersebut,

bahwa Al-Qur‘an adalah produk budaya.

Wacana yang mendesakralisasi Al-Qur‘an seperti itu sudah dikemukakan

oleh Mohammed Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd, Mohammad Syahrur, dan

sebagainya. Di salah satu kampus Islam di Semarang, pada 26 Mei 2006, ada

seorang dosen agama yang secara terang-terangan memuji-muji tafsir Al-Qur‘an

versi Syahrur dan mengkritik semua mufassir sebelumnya. Padahal, dosen itu

berjilbab. Sementara tafsir baru ala Syahrur sangatlah ganjil dan banyak

kekeliruan. Quraish Shihab saja –yang dalam bukunya, ‖Jilbab Pakaian Wanita

Muslimah: Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer‖, menyatakan

bahwa jilbab tidak wajib, tetapi sekedar anjuran – mengkritik pandangan

Syahrur. Misalnya, dalam kitab Nahwa Ushul Jadidah lil-Fiqhil Islamy, Syahrur

139 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

membuat tafsir aneh tentang batasan aurat wanita. Kata Syahrur, batasan

minimal aurat wanita adalah ‗daerah rawan bagian atas‘ (al-juyub al-ulwiyyah), yaitu

payudara dan bawah ketiak, dan juga ‗daerah rawan bagian bawah‘ yaitu

kemaluan dan pantat. Itu saja. Larangan memperlihatkan pusar dan lutut, kata

Syahrur, itu terkait dengan situasi setempat. Dalam pergaulan sosial, batas aurat

wanita adalah berangkat dari batasan aurat minimal tersebut dan kemudian

disesuaikan dengan kondisi dan situasi masyarakat setempat, selama tidak

menimbulkan gangguan sosial.

Tafsir aurat wanita ala Syahrur itu telah banyak mendapatkan kritik dari

para ilmuwan di dunia Islam. Karena itu, sungguh mengherankan, mengapa ada

dosen agama di satu kampus Islam, yang dia juga seorang wanita dan berjilbab

pula, menyatakan, bahwa tafsir Syahrur adalah hebat dan sesuai dengan misi

Islam sebagai „rahmatan lil-alamin‟. Apakah ini kekeliruan atau kekonyolan?

Jika kita mencermati perkembangan pemikiran Islam di lingkungan

IAIN semacam ini, kita akan memahami, bahwa kasus penginjakan lafaz Allah di

IAIN Surabaya itu hanyalah satu fenomena ‗gunung es‘. Saat ini, sudah begitu

mudah ditemukan jurnal, buku, atau artikel karya dosen-dosen dan mahasiswa

IAIN/UIN yang mendesakralisasi Al-Qur‘an. Buku-buku karya pemikir-pemikir

modernis dan neo-modernis seperti Mohammed Arkoun, Nasr Hamid Abu

Zayd, Fazlur Rahman, Muhammad Syahrur dan para hermeneut (pengaplikasi

hermeneutika untuk Al-Qur‘an) lainnya sudah biasa dijadikan sebagai rujukan

penulisan artikel, buku, skripsi, atau pun tesis.

Para pemerhati studi dan pemikiran Islam di Indonesia mengetahui bahwa

Prof. Dr. Amin Abdullah, Rektor UIN Yogya misalnya, tercatat yang sangat

aktif mempromosikan gagasan-gagasan Nasr Hamid melalui buku-buku yang

ditulisnya. Seorang dosen UIN Yogya, murid Nasr Hamid menerbitkan

disertasinya dengan judul ―Al-Qur‟an Kitab Sastra Terbesar” dengan kata pengantar

Nasr Hamid sendiri. Sebagaimana biasa dalam studi Islam gaya orientalis,

biasanya berawal pada keraguan dan akan berakhir pada keraguan terhadap

Islam. Sebab, mereka memang mengkaji Islam – termasuk Al-Qur‘an – bukan

untuk beriman kepada Al-Qur‘an. Jangan heran, jika banyak yang mengkaji Al-

Qur‘an secara serius, meraih gelar doktor dalam studi Islam, justru akhirnya

terjebak dalam keraguan dan pemahaman relativisme terhadap Islam.

Prof. Stefan Wild, orientalis Jerman dalam studi Al-Qur‘an, dalam

pengantarnya untuk buku dosen UIN Yogya itu, juga menekankan aspek

140 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

relativitas pemahaman terhadap Al-Qur‘an dan tafsir Al-Qur‘an. Kata Wild:

―Dengan demikian, exgesis atau penafsiran senantiasa bermula dari anggapan

dan persepsi tentang teks suci. Untuk itu, tidak tertutup kemungkinan bahwa

persepsi tersebut apa dan bagaimana seharusnya sebuah penafsiran, dalam

rentang sejarah, senantiasa berubah, seperti halnya perubahan-perubahan

persepsi mengenai apa itu teks suci dan apa sebenarnya makna dari wahyu ilahi.‖

Seperti kita tahu, tahun 2004, UIN Yogya (waktu itu masih bernama

IAIN), mencatat sejarah dengan meluluskan sebuah tesis master yang secara

terang-terangan menyatakan, Al-Qur‘an bukan Kitab Suci. Tesis, yang kemudian

diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul ―Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan‖ ini

mencatat: “Dengan kata lain, Mushaf itu tidak sakral dan absolut, melainkan profan dan

fleksibel. Yang sakral dan absolut hanyalah pesan Tuhan yang terdapat di dalamnya, yang

masih dalam proses pencarian. Karena itu, kini kita diperkekenankan bermain-main dengan

Mushaf tersebut, tanpa ada beban sedikitpun, beban sakralitas yang melingkupi perasaan

dan pikiran kita.”

Dari Fakultas Syariah IAIN Semarang lahir sebuah Jurnal ―Justisia‖ yang

dalam berbagai edisinya juga melakukan dekonstruksi dan desakralisasi terhadap

Al-Qur‘an. Edisi 23 Th XI, 2003, misalnya, memuat pengantar redaksi:―Dan

hanya orang yang mensakralkan Qur‟anlah yang berhasil terperangkap siasat bangsa

Quraisy tersebut.”

Dalam Jurnal ini bisa dinikmati sejumlah tulisan para mahasiswa dan

sarjana Syariah alumni IAIN Semarang yang secara terbuka membongkar

konsep Al-Qur‘an sebagai Kalamullah,seperti:“Qur‟an „Perangkap‟ Bangsa

Quraisy”,“Pembukuan Qur‟an oleh Usman: Sebuah Fakta Kecelakaan Sejarah”,“Kritik

Ortodoksisme: Mempertanyakan Ketidakkreativan Generasi Pasca Muhammad”, dan

sebagainya. Pada bagian belakang cover Jurnal ini pun ada penggugatan terhadap

segala macam objek sakralitas: “Adakah sebuah objek kesucian dan kebenaran yang

berlaku universal? Tidak ada! Sekali lagi tidak ada! Tuhan sekalipun!”

Jadi, gerakan desakralisasi Al-Qur‘an melalui berbagai tulisan rupanya

sudah mulai merambah. Masuknya wacana studi kritis Al-Qur‘an dalam matari

perkuliahan bidang tafsir hadits di beberapa IAIN/UIN sungguh sangat

menyedihkan. Mata kuliah hermeneutika – yang berujung pada dekonstruksi dan

desakralisasi konsep teks Al-Qur‘an – telah menjadi mata kuliah wajib di

berbagai jurusan tafsir hadits di beberapa IAIN/UIN. Berbagai kritik dan saran

sudah kami sampaikan kepada mereka. Tetapi, banyak dosen yang tetap

141 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

bertahan dengan hal itu dan bahkan ada yang menyatakan bahwa penggunaan

hermeneutika untuk tafsir Al-Qur‘an adalah sudah final dan harga mati. Berbagai

kritik terhadap penggunaan hermeneutika untuk Al-Qur‘an sudah ditulis melalui

artikel, makalah, dan buku-buku. Mereka tidak mau mendengar dan terus

berjalan dengan programnya.

Dalam buku Hegemoni Kristen Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi,

sudah dikritik, sebuah materi kuliah bertajuk ―Kajian Orientalisme terhadap Al-

Qur‘an dan Hadis‖ di Jurusan Tafsir Hadits UIN Jakarta, yang mencantumkan

tujuan pengajaran mata kuliah ini agar mahasiswa ―dapat menjelaskan dan

menerapkan kajian orientalis terhadap Al-Qur‘an dan hadis.‖ Dan buku pertama

yang dijadikan referensi adalah buku ―Rethinking Islam” karya Prof. Mohammed

Arkoun. Guru besar di Sorbone, Paris, ini memang dikenal dengan teori

dekonstruksi dan desakralisasi Al-Qur‘an.

Lewat buku yang dijadikan rujukan dalam mata kuliah tersebut, Arkoun

menyatakan perlunya dilakukan kritiks teks suci, termasuk Al-Qur‘an.‗‘Sayang

sekali bahwa kritik filosofis terhadap teks suci – yang telah diterapkan pada Bibel

berbahasa Hebrew dan Perjanjian Baru tetapi tidak menimbulkan konsekuensi-

konsekuensi negatif bagi konsep wahyu – terus ditolak oleh pendapat ilmiah

umat Islam,‘‘ tulisnya. Dalam bukunya yang lain, The Unthought in Contemporary

Islamic Thought, (2002:47) Arkoun menekankan, bahwa dekonstruksi dari segala

jenis ortodoksi adalah menjadi tugas yang paling esensial dari ilmu-ilmu sosial

saat ini. Buku-buku yang mengkritik Arkoun sangatlah banyak, tetapi tidak

dicantumkan sebagai buku wajib.

Lagi pula, untuk apa wacana ―studi kritik Quran‖ ini diajarkan? Bukankah

ini menjiplak pada apa yang telah terjadi dalam Bibel? Dalam sebuah buku

berjudul “Christianity and World Religions: Paths to Dialogue‖ (1996), ditulis satu sub-

bab berbunyi: ―From Biblical Criticism to Qur‟anic Criticism”. Para dosen yang

menyusun kurikulum itu harusnya bersikap kritis dan memahami benar

perbedaan konsep dasar antara Al-Qur‘an dan Bibel, sebelum menyusun

kurikulum untuk mahasiswanya.

Dalam konsep Islam, Al-Qur‘an adalah ‗lafzhan wa ma‟nan‟ dari Allah; Al-

Qur‘an, lafaz dan maknanya dari Allah. Al-Qur‘an adalah Kitab yang tanzil, yang

diturunkan melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam. Sedangkan Bibel adalah kitab yang ditulis oleh para penulis Bibel yang

dikatakan mendapat inspirasi dari Roh Kudus. Sehingga, bagaimana pun, ada

142 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

unsur manusiawi dalam konsep teks Bible. Dr. C. Groenen, penulis buku

Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, menyatakan, meskipun penulis Bibel

dikatakan mendapatkan inspirasi dari Roh Kudus, tetapi ―Konsili Vatikan II juga

menggarisbawahi bahwa inspirasi tidak mematikan aktivitas pribadi para penulis,

sehingga betapa suci pun Alkitab, ia tetap manusiawi.‖ Dalam dokumen Konsili

Vatikan II, dei verbum (13), juga disebutkan: “Sebab sabda Allah, yang diungkapkan

dengan bahasa manusia, telah menjadi sama dengan bahasa manusia, sama seperti dahulu

Sabda Bapa Abadi, mengambil daging manusia yang lemah dan menjadi sama dengan

manusia.”

Jadi, bagi kaum Nasrani, Bibel dalam bahasa apa pun, tetap diakui

sebagai ‗holy Bibel‘ atau ‗Alkitab‘. Semuanya disebut ‗Bibel‘. Tidak ada ‗Bibel

terjemah‘. Toh, kaum Kristen tetap menyatakan, kitabnya sebagai ‗Kitab Suci‘

dan isinya dikatakan sebagai ‗firman Tuhan‘. Mereka tidak akan rela jika kitabnya

diinjak-injak.

Karena itu, upaya dekontsruksi dan desakralisasi terhadap Al-Qur‘an pada

kalangan akademisi di lingkungan perguruan tinggi Islam dan sejenisnya,

sangatlah aneh, naif, dan memprihatinkan. Kasus dosen IAIN Surabaya ini

semoga dapat menyadarkan kalangan petinggi IAIN/UIN dan Departemen

Agama, bahwa ada hal yang serius sedang terjadi dalam bidang studi Islam dan

studi Al-Qur‘an di kampus-kampus berlabel Islam. Mereka biasanya

mengatakan, bahwa itu hanya dilakukan oleh sebagian kecil dosen dan

mahasiswa, dan dalam konteks kajian akademis ilmiah. Kita bertanya, kenapa

yang kecil itu dibiarkan? Dan apakah dengan alasan kajian ilmiah seorang siswa

boleh mengencingi muka gurunya? Jika syaraf-syaraf dalam tubuh kita masih

berfungsi dengan baik, maka tusukan jarum yang sangat kecil pun akan terasa

sangat sakit!

3. Pluralisme Agama didasarkan pada satu asumsi bahwa semua agama

adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama. Jadi, menurut

penganut paham ini, semua agama adalah jalan yang berbeda-beda menuju

Tuhan yang sama. Tuhan – siapa pun nama-Nya – tidak menjadi masalah.

Tokoh Pluralis Agama, Prof. John Hick, lebih suka menyebutnya "The Eternal

One". Tuhan inilah yang menjadi tujuan dari semua agama. Seorang tokoh

Yahudi, Claude Goldsmid Montefiore, dalam The Jewish Quarterly Review,

tahun 1895, menulis: "Many pathways may all lead Godward, and the world is richer for

that the paths are not new."(Lihat, John Hick, God Has Many Names,(Pennsylvania:

The Westminter Press, 1982), hal. 40-45).

143 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Bagi kaum Pluralis – seperti disebutkan dalam makalah Pengantar Kuliah

Umum – siapa pun nama Tuhan tidak menjadi masalah, karena mereka

memandang, agama adalah bagian dari ekspresi budaya manusia yang sifatnya

relatif. Karena itu, tidak manjadi masalah, apakah Tuhan disebut Allah, God,

Lord, Yahweh, dan sebagainya. Mereka juga mengatakan, bahwa semua ritual

dalam agama adalah menuju Tuhan yang satu, siapa pun nama-Nya. Nurcholish

Madjid, misalnya, menyatakan, bahwa:

"...setiap agama sebenarnya merupakan ekspresi keimanan terhadap Tuhan

yang sama. Ibarat roda, pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari itu adalah jalan

dari berbagai Agama." (Lihat, buku Tiga Agama Satu Tuhan,(Bandung: Mizan,

1999), hal. xix.)

Jalaluddin Rakhmat juga menulis:

―Semua agama itu kembali kepada Allah. Islam, Hindu, Budha, Nasrani,

Yahudi, kembalinya kepada Allah. Adalah tugas dan wewenang Tuhan untuk

menyelesaikan perbedaan di antara berbagai agama. Kita tidak boleh mengambil

alih Tuhan untuk menyelesaikan perbedaan agama dengan cara apa pun,

termasuk dengan fatwa.‖ (Jalaluddin Rakhmat, Islam dan Pluralisme: Akhlak Quran

Menyikapi Perbedaan, (Jakarta: Serambi, 2006), hal. 34)

Pandangan yang menyatakan, bahwa semua agama menyembah Tuhan

yang sama, yaitu Allah, adalah pandangan yang keliru. Hingga kini, sebagaimana

dipaparkan sebelumnya, di kalangan Kristen saja, muncul perdebatan sengit

tentang penggunaan lafal "Allah" sebagai nama Tuhan. Sebagaimana kaum

Yahudi, kaum Kristen sekarang juga tidak memiliki 'nama Tuhan' secara khusus.

Kaum Hindu, Budha, dan pemeluk agama-agama lain juga tidak mau

menggunakan lafaz "Allah" sebagai nama Tuhan mereka. Kaum musyrik dan

Kristen Arab memang menyebut nama Tuhan mereka dengan "Allah" sama

dengan orang Islam. Nama itu juga kemudian digunakan oleh Al-Qur‘an.(QS

29:61, 43:87).Tetapi, perlu dicatat, bahwa Al-Qur‘an menggunakan kata yang

sama namun dengan konsep yang berbeda. Bagi kaum musyrik Arab, Allah

adalah salah satu dari Tuhan mereka, disamping tuhan Lata, Uza, Hubal, dan

sebagainya. Karena itu, mereka melakukan tindakan syirik. Sama dengan kaum

Kristen,yang dalam pandangan Islam, telah melakukan tindakan syirik dengan

mengangkat Nabi Isa sebagai Tuhan. Karena itulah, Nabi Muhammad Shalallahu

'Alaihi wa Sallam sesuai dengan ketentuan QS al-Kafirun – menolak ajakan

kaum musyrik Quraisy untuk melakukan penyembahan kepada Tuhan masing-

144 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

masing secara bergantian. Jadi, tidak bisa dikatakan, bahwa orang Islam

menyembah Tuhan yang sama dengan kaum kafir Quraisy. Jika menyembah

Tuhan yang sama, tentulah Nabi Muhammad saw akan memenuhi ajakan kafir

Quraisy.

"Katakan, hai orang-orang kafir!

Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.

Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.

Dan aku tidak pernah menjadi peyembah apa yang kamu sembah.

Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.

Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku." (QS 109).

Surat Al-Kafirun ini menjadi dalil bahwa karena konsep Tuhan yang

berbeda -meskipun namanya sama, yaitu Allah- dan cara beribadah yang tidak

sama pula, maka tidak biasdikatakan bahwa kaum Muslim dan kaum kafir

Quraisy menyambah Tuhan yang sama. Itu juga menunjukkan, bahwa konsep

Tuhan kaum Quraisy dipandang salah oleh Allah dan Rasul-Nya. Begitu juga

cara (jalan) penyembahan kepada Allah. Karena itulah, nabi Muhammad dilarang

mengikuti ajakan kaum kafir Quraisy untuk secara bergantian menyembah

Tuhan masing-masing.

Kaum Pluralis Agama biasanya mengambil dalil QS 2:62 dan 5:69 untuk

menyatakan bahwa semua pemeluk agama apa pun, asalkan "beriman kepada

Allah", "percaya kepada Hari Akhir" dan "beramal saleh", pasti akan selamat.

Padahal, yang dimaksud dengan "beriman kepada Allah" dalam kedua ayat

tersebut, adalah "iman" yangsesuai dengan konsep iman Islam, bukan konsep

iman kaum musyrik Arab, kaum Kristen, atau agama-agama lain. Ada yang

menyatakan bahwa karena kedua ayat tersebut tidak mewajibkan ―beriman

kepada Nabi Muhammad‖ maka untuk meraih keselamatan, kaum Yahudi dan

Kristen (Ahlul Kitab) tidak perlu beriman kepada Nabi Muhammad Shalallahu

'Alaihi wa Sallam.

Pendapat semacam ini, misalnya, dikemukakan oleh Prof. Abdul Aziz

Sachedina, yang menulis:

―Rashid Rida does not stipulate belief in the prophethood of Muhammad for the Jews

and Christians desiring to be saved, and hence implicitly maintains the salvific validity of both

the Jewish and Christian revelation.”(Lihat Abdul Aziz Sachedina, “Is Islamic Revelation

145 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

an Abrogation of Judaeo-Christian Revelation? Islamic Self-identification in the Classical and

Modern Age, dalam Hans Kung and Jurgen Moltman, Islam: A Challenge for

Christianity, (London: SCM Press, 1994), hal. 99).

Pendapat semacam itu yang disandarkan kepada Muhammad Abduh dan

Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar adalah pendapat yang salah dan menipulasi

data, yang hanya mengutip sebagian pendapat dalam Al-Manar Jld I: 336-338.

Dijelaskan dalam bagian Tafsir Al-Manar lainnya, bahwaQS 2:62 dan 5:69 adalah

membicarakan keselamatan Ahlul Kitab yang kepada mereka dakwah Nabi

(Islam) tidak sampai menurut yang sebenarnya dan kebenaran agama tidak

tampak bagi mereka. Karena itu, mereka diperlakukan seperti Ahlul Kitab yang

hidup sebelum kedatangan Nabi, yakni tidak wajib beriman kepada kenabian

Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. (Lihat, M. Rasyid Ridha, Tafsir Al-

Manar, (Beirut: Darul Fikr, 1354 H), Jld. IV, hal. 318.)

Sedangkan bagi Ahli Kitab yang dakwah Islam sampai kepada mereka

(sesuai rincian QS 3:199), Abduh dan Ridha menetapkan lima syarat

keselamatan, yaitu: (1) beriman kepada Allah dengan iman yang benar, yakni

iman yang tidak bercampur dengankemusyrikan dan disertai dengan ketundukan

yang mendorong untuk melakukan kebaikan, (2) beriman kepada Al-Qur‘an

yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Mereka mengatakan bahwa syarat

ini disebutkan lebih dahulu daripada tiga syarat yang lainnya, karena Al-Qur‘an

merupakan landasan untuk berbuatdan menjadi pemberi koreksi serta kata putus

ketika terjadi perbedaan. Hal ini lantaran kitab itu terjamin keutuhannya, tidak

ada yang hilang dan tidak mengalami pengubahan, (3) beriman kepada kitab-

kitab yang diwahyukan bagi mereka, (4) rendah hati (khusyu') yang merupakan

buah dari iman yang benar dan membantu untuk melakukan perbuatan yang

dituntut oleh iman, (5) tidak menjual ayat-ayat Allah dengan apapun dari

kesenangan dunia. (Ibid, hal. 317).

Terakhir, argumentasi kaum Pluralis Agama -- bahwa "semua agama

adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama" – jelas-jelas juga

pendapat yang bathil. Jika semua jalan adalah benar, maka tidak perlu Allah

memerintahkan kaum Muslim untuk berdoa "Ihdinash shirathal mustaqim!"

(Tunjukkanlah kami jalan yang lurus!). Jelas, dalam surat al-Fatihah disebutkan,

ada jalan yang lurus dan ada jalan yang tidak lurus, yaitu jalannya orang-orang

yang dimurkai Allah dan jalannya orang-orang yang tersesat. Jadi, tidak semua

jalan adalah lurus dan benar. Ada jalan yang bengkok dan jalan yang sesat.

(Dalam Sunan Tirmidzi bab Tafsir Al-Qur‟an 'an Rasulillah hadits No. 2878 dan

146 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Musnad Imam Ahmad hadits No 18572 disebutkan bahwa yang dimaksud

dengan "al-maghdhub" adalah "al-yahuud" dan "al-dhallin" adalah "al-nashara").

Lagi pula, jumlah agama di dunia ini begitu banyak, ribuan jumlahnya.

Agama yang manakah yang dimaksud oleh kaum Pluralis itu sebagai agama yang

benar? Apakah kaum Muslim yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya bisa

membenarkan semua agama benar -- termasuk agama Gatholoco dan

Darmogandhul yang jelas-jelas melakukan pelecahan terhadap Allah dan Nabi

Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam? Perkataan "semua agama benar" atau

"semuanya benar" juga tidak secara konsisten diikuti oleh penganjur paham

Pluralisme Agama, karena pada saat yang sama, mereka juga merasa benar

sendiri, dan menyalahkan para pemeluk agama yang meyakini kebenaran

agamanya masing-masing.

147 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

BAB XI

PAHAM KESETARAAN GENDER

Secara etimologis kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti ―jenis

kelamin‖.188 Dalam Webster's New World Dictionary, sebagaimana yang dikutip

Nasaruddin Umar dalam Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif Al-Qur‟an, gender

diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat

dari segi nilai dan tingkah laku.189

Di dalam Women's Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu

konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran,

perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan

yang berkembang dalam masyarakat.190 Hilary M. Lips dalam bukunya yang

terkenal Sex & Gender: an Introduction mengartikan gender secara terminologis,

sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural

expectations for women and men). Pendapat ini sejalan dengan pendapat kaum

feminis,

191 seperti Lindsey yang menganggap semua ketetapan masyarakat

perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk

bidang kajian gender (What a given society defines as masculine or feminin is a component

of gender).192

Munculnya paham kesetaraan gender ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh

konsep masyarakat Barat yang telah lama mengalami problem hubungan antara

laki-laki dan perempuan. Menurut Hamid Fahmy Zarkasyi dalam kata pengantar

buku Indahnya Keserasian Gender dalam Islam karya Henri Shalahuddin (dkk.),

188 John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000,

cet. XXV, hlm. 265. Sebenarnya arti ini kurang tepat, karena dengan demikian gender disamakan pengertiannya dengan sex yang berarti jenis kelamin. Persoalannya karena kata gender termasuk kosakata baru sehingga pengertiannya belum diketahui di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Lihat, Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bhasa Indonesia, Jakarta: Difa Publisher, tt.

189 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif Al-Quran, Jakarta, Paramadina, 2001, cet. II, hlm. 33.

190 Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004, cet. I, hlm. 4. Lihat juga, Nasaruddin Umar, Argumen..., hlm. 34

191 Lihat pembahasan Azhari, Pendidikan Anak Perempuan Dalam perspektif Islam dan Kesetaraan Gender, Bogor: Ulil Albaab, 2012.

192 Nasaruddin Umar, Perspektif Jender dalam Islam, http: //media.isnet.org/islam/Paramadina/Jurnal/Jender1.html. 2/6/2012.

148 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

bahwa konsep tersebut terbentuk dari protes para wanita dalam sebuah gerakan

yang disebut gerakan feminisme (feminism).193

Jadi, awal mula munculnya paham kesetaraan gender ini berasal dari

gerakan para aktivis feminisme194 yang menuntut adanya kesetaraan195 dan

keadilan196 gender dengan laki-laki dalam segala hal. Istilah feminisme berasal

dari bahasa Latin ―femina‖, perempuan. Konon dari kata fides dan minus menjadi

fe-minus. Dalam buku Witches Hammer yang ditulis oleh dua orang Inquisitor

Diminican, yang diulas ulang oleh Ruth Tucker dan Walter L Liefeld dalam

buku berjudul Daughter of the Church dinyatakan bahwa, “The very word to

describewoman, femina, according to the authors of (Wichen Hammer) is derived from fe and

minus or fides minus, interpreted as less in faith. Infatti i due domenicani asserivano che la

parola “femmina” derivasse da “fidesminus”.197

Terlepas apakah dasar etimologis kata femina itu benar atau sekadar

mengolok-olok, yang pasti perempuan di Barat dalam sejarahnya, memang

diperlakukan seperti kurang iman. Artinya di sana ada masalah serius dalam soal

hubungan laki-laki dan perempuan dan diselesaikan tanpa jalur agama. Buktinya,

lawan kata feminis yakni masculine “masculinus” atau “masculinity” tidak juga berarti

penuh iman tapi justru strength of sexuality. Tidak heran jika perempuan di Barat

pada masa lalu menjadi korban inqusisi (penyiksaan atas dasar kesalahan dalam

beragama) dan juga perkosaan. Jika kondisi itu merupakan faktor penting dalam

melahirkan wacana dan bahkan teori feminisme dan gender, maka dapat

disimpulkan bahwa keduanya merupakan konstruk sosial masyarakat Barat

postmodern yang misi utamanya adalah mengembangkan kesetaraan (equality).

Dengan kata lain, timbulnya gerakan feminisme adalah keyakinan dasar (basic

belief) masyarakat Barat yang merupakan kombinasi dari berbagai unsur yang

mencerminkan worldview mereka. Sebab worldview secara teoritis, menurut al-

193 Henri Shalahuddin (et. al), Indahnya..., hlm. xix. 194 Menurut Henri Shalahuddin, bahwa feminisme sendiri bermula dari peregrakan sekelompok aktivis

perempuan Barat yang lambat laun mendapat sambutan banyak pihak dan menjadi ideologi yang mengakar dalam masyarakat. Feminisme kemudian berkembang menjadi sebuah disiplin akademik khusus, dan dikenal dengan sebutan “women studies”. Lihat, Henri Shalahuddin, Gender: dari Wacana Kontroversial menjadi Rancangan Undang-Undang (Telaah Kritis terhadap Konsep Keadilan dan Kesetaraan Gender) yang disampaikan dalam acara “sidang fatwa gender” di Kantor Majelis Intelektual Dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) pada 18 Mei 2012, Jakarta, hlm. 1.

195 Dalam draf RUU KKG pada Ketentuan Umum Bab I Pasal 1 mendefinisikan kesetaraan gender, “kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan mengakses, berpartisipasi, mengontrol, dan memperoleh manfaat pembangunan di semua bidang kehidupan.”

196 Sedangkan keadilan gender adalah “suatu keadaan dan perlakuan yang menggambarkan adanya persamaan hak dan kewajiban perempuan dan laki-laki sebagai individu, anggota masyarakat, anggota keluarga, masyarakat dan warga negara.”

197 Henri Shalahuddin (et. al), Indahnya..., hlm. xx.

149 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Attas, Alparslan, Thomas Wall, Ninian Smart merupakan sumber gerakan

intelektual dan sosial. Kenyataannya, worldview Barat liberal menghasilkan feminis

liberal marxis-sosialis, Barat postmodern melahirkan feminis posmo dan

seterusnya.198

Lebih lanjut Hamid menegaskan dalam Problem Kesetaraan Gender dalam

Studi Islam pada Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam ISLAMIA, bukti bahwa

feminisme dan gender itu berasal dari Barat dapat ditelusuri dari argumen

mereka. Di Barat telah terjadi perubahan sosial dari masyarakat tradisional

agrikultur atau praindustri kepada masyarakat industri. Jika pada masyarakat

tradisional laki-laki (suami) berperan sebagai pemburu atau hunter (di luar rumah)

dan perempuan sebagai peramu atau getherer (di dalam rumah), maka di zaman

industri teori fungsional struktural tidak dapat dipertahankan lagi dan harus

diubah. Menurut Wollstonecraft dalam A Vindication of the Rights of Women, di

abad ke-18, perempuan mulai kerja di luar rumah karena didorong oleh

kapitalisme industri. Perubahan fungsi itu awalnya untuk memenuhi kebutuhan

jasmani (perut), tetapi kemudian berkembang menjadi ambisi sosial, atau

tuntutan hak sosial dan politik. Maka tidak heran jika perempuan Barat pada

zaman industri dibingungkan oleh dua pilihan; apakah menjadi wanita karir atau

ibu rumah tangga.199

Secara historis, suara-suara feminis mulai terdengar di Barat (dalam hal ini

Eropa) pada abad pertengahan di mana gereja, pada saat itu berperan sebagai

sentral kekuatan dan Paus sebagai pemimpin gereja, menempatkan dirinya

sebagai pusat dan sumber kekuasaan. Menurut Adian Husaini dalam Tinjauan

Historis Konflik Yahudi, Kristen, Islam, sampai abad ke-17, gereja masih tetap

mempertahankan hegemoninya, berbagai hal yang dapat menggoyahkan otoritas

dan legitimasi gereja, dianggap heresy dan dihadapkan ke Mahkamah Inquisisi.200

Robert Held, dalam bukunya Inquisition, sebagaimana dikutip Adian

Husaini dalam Wajah Peradaban Barat: dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-

Liberal, memuat foto-foto dan lukisan-lukisan yang sangat mengerikan tentang

kejahatan inquisisi yang dilakukan tokoh-tokoh gereja ketika itu. Dipaparkannya

lebih dari 50 jenis dan model alat-alat penyiksa yang sangat brutal, seperti alat

pembakaran hidup-hidup, pencungkilan mata, gergaji pembelah tubuh manusia,

198Ibid., hlm. xxi. 199 Hamid Fahmy Zarkasyi, Problem Kesetaraan Gender dalam Studi Islam dalam Jurnal Pemikiran dan

Peradaban Islam ISLAMIA, vol. III no. 5, 2010, hlm. 4-5. 200 Adian Husaini, Tinjauan Historis Konflik Yahudi, Kristen, Islam, Jakarta: GIP, 2004, cet. I, hlm. 158-159.

150 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

pemotongan lidah, alat penghancur kepala, pengebor vagina, dan berbagai alat

dan model siksaan lain yang sangat brutal. Ironisnya lagi, sekitar 85 persen

korban penyiksaan dan pembunuhan adalah perempuan. Antara tahun 1450-

1800, diperkirakan sekitar 2 sampai 4 juta wanita telah dibakar hidup-hidup di

daratan Katolik maupun Protestan Eropa.201

Inilah titik ekstrim di mana masyarakat Barat, khususnya perempuan, ingin

melepaskan diri dengan sebebas-bebasnya dan lepas kendali dari kekejian

doktrin-doktrin gereja yang sangat ekstrim dan tidak sesuai dengan kodrat

manusia. Munculnya perlakuan biadab tersebut karena didasari anggapan negatif

terhadap kaum perempuan.

Maududi berpendapat, sebagaimana yang dikutip Dinar Dewi Kania dalam

Isu Gender: Sejarah dan Perkembangannya, ada dua doktrin dasar gereja yang

membuat kedudukan perempuan di Barat abad pertengahan tak ubahnya seperti

binatang. Pertama, gereja menganggap perempuan sebagai ibu dari dosa yang

berakar dari setan jahat. Perempuanlah yang menjerumuskan laki-laki ke dalam

dosa dan kejahatan, dan menuntunnya ke neraka. Tertullian (150 M) sebagai

Bapak Gereja pertama menyatakan bahwa wanita yang membukakan pintu bagi

masuknya godaan setan dan membimbing kaum pria ke pohon terlarang untuk

melanggar hukum Tuhan, dan membuat laki-laki menjadi jahat serta menjadi

bayangan Tuhan.202

Doktrin gereja lainnya yang menentang kodrat manusia dan memberatkan

kaum perempuan adalah menganggap hubungan seksual antara pria dan wanita

adalah peristiwa kotor walaupun mereka sudah dalam ikatan perkawinan sah.

Hal ini berimplikasi bahwa menghindari perkawinan adalah simbol kesucian,

kemurnian, dan ketinggian moral. Jika seseorang menginginkan hidup dalam

lingkungan agama yang bersih dan murni, maka lelaki tersebut tidak

diperbolehkan menikah, atau mereka harus berpisah dari istrinya, mengasingkan

diri, dan pantang melakukan hubungan badan. Kehidupan keras yang dialami

201 Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat: dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal, Jakarta:

GIP, 2005, cet. I, hlm. 15-16. Menurut Adian Husaini, masyarakat Barat seperti terjebak dalam berbagai titik ekstrimdan lingkaran setan yang tiada ujung pangkal dalam soal nilai. Mereka berangkat dari satu titik ekstrim ke titik ekstrim lainnya. Lihat, Adian Husaini, Kesetaraan Gender: Konsepe dan Dampaknya terhadap Islam, dalam Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam “Islamia”, vol. III, no. 5, 2010, hlm. 15.

202 Dinar Dewi Kania, Isu Gender:Sejarah dan Perkembangannya, dalam Jurnal Pemikiran dan Peradaban ISLAMIA, vol. III no. 5, 2010, hlm. 28.

151 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

oleh perempuan-perempuan pada saat gereja memerintah Eropa tertuang dalam

essai Francis Bacon yang berjudul Marriage and Single Life pada tahun 1612.203

Pada awal mula Abad Pencerahan yaitu abad ke-17, saat Bacon menulis

essainya tentang kondisi perempuan Inggris saat itu yang mengalami kehidupan

sulit dan keras. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan Ratu Elizabeth. Saat itu yang

bertindak sebagai penguasa adalah Raja James I, dan ternyata ia sangat

membenci perempuan. Pembunuhan dan pembakaran terhadap perempuan-

perempuan yang diruduh sebagai ―nenek sihir‖ yang dipelopori oleh pendeta,

pada dasarnya merupakan ekspresi anti perempuan. Hukuman yang brutal

dijatuhkan kepada seorang perempuan yang melanggar perintah suaminya.

Tradisi ini mengembangkan pemikiran bahwa perempuan menyimpan bibit-bibit

keburukan sehingga harus terus menerus diawasi dan ditertibkan oleh anggota

keluarganya yang laki-laki atau suaminya bila ia sudah menikah. Pemikiran ini

membawa konsekuensi bagi pemikiran lainnya seperti ide bahwa lebih baik

seorang laki-laki tinggal sendiri, tidak menikah, dan jauh dari perempuan. Hidup

tanpa nikah ini merupakan kehidupan laki-laki, jauh dari pengaruh buruk dan

beban anak-anak sehingga laki-laki bisa berkonsentrasi pada dunia publiknya.204

Hal senada juga paparkan secara mendalam oleh Syamsuddin Arif dalam

karyanya Orientalis dan Diabolisme Pemikiran yang berkaitan dengan ‗pandangan

sebelah mata‘ terhadap perempuan (misogyny) dan berbagai macam anggapan

buruk (stereotype) serta citra negatif yang dilekatkan kepada mereka. Semua itu

bahkan telah mengejawantah dalam tata nilai masyarakat, kebudayaan, hukum,

dan politik. Pakar Ibn Sina205 yang menguasai lebih dari lima bahasa ini (Arab,

Inggris, Prancis, Jerman, Greek, Latin, Hebrew, dan lain-lain) menuturkan:

―Bagi tokoh-tokoh seperti Plato dan Aristotle di zaman pra Kristen,

diikuti oleh St. Clement dari Alexandria, St. Agustinus dan St. Thomas Aquinas

pada Abad Pertengahan, hingga John Locke, Roesseau, dan Nietzche di awal

abad modern, citra dan kedudukan perempuan memang tidak pernah dianggap

setara dengan laki-laki. Wanita disamakan dengan budak (hamba sahaya) dan

anak-anak, dianggap lemah fisik maupun akalnya. Paderi-paderi Gereja

203Ibid., lihat juga, Inayati Ashriyah, Ibadah Ringan..., hlm. 51. 204 Dinar Dewi Kania, Isu Gender..., hlm. 29. 205 Dalam penelitiannya semasa kuliah di ISTAC-IIUM (S2 dan S3), ia memang mengkaji tentang Ibn Sina.

Pada tahun 1999 ia menyelesaikan program S2 dengan tesis Ibn Sina’s Teory of Intuition dibawah bimbingan Alparslan Acikgenc. Program S3 berhasil diselesaikannya pada 2004 dengan disertasi berjudul Ibn Sina’s Cosmology: A Study of the Appropriation of Greek Philosophical Ideas in 11th Century Islam, di bawah supervisi Paul Lettinck.

152 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

menuding perempuan sebagai sumber malapetaka dan pembawa sial, biang

keladi kejatuhan Adam dari surga. Ditujukan kepada perempuan, tercatat

ungkapan Tertullian, ―Tidakkah engkau menyadari bahwa engkaulah si Hawa

itu? Kutukan yang dijatuhkan Tuhan kepada kaum sejenismu akan terus

memberatkan dunia. Karena bersalah maka engkau mesti menanggung derita.

Engkau adalah pintu masuknya setan‖.

Dalam pandangan St. Jerome, wanita adalah akar dari segala kejahatan (the

root of all evil). Penilaian serupa dinyatakan oleh St. John Chrycostom, ―Tidak ada

gunanya laki-laki menikah. Toh, perempuan itu tidak lain dan tidak lebih

merupakan lawan dari persahabatan, hukuman yang tak terelakkan, kejahatan

yang diperlukan, godaan alami, musuh dalam selimut, gangguan yang

menyenangkan, ketimpangan tabiat, yang dipoles dengan warna-warna indah.

Tokoh sesudahnya, St. Augustine, bahkan menganggap hubungan intim antara

suami istri sebagai perbuatan kotor. St. Albertus Magnus menguatkan:

Perempuan adalah laki-laki yang cacat sejak awalnya, serba kurang dibanding

laki-laki. Makhluk yang tidak pernah yakin pada dirinya sendiri dan cenderung

melakukan berbagai cara demi mencapai keinginannya, dengan berdusta dan tipu

muslihat ala iblis. Perempuan tidak cerdas namun licik, seperti ular berbisa dan

setan bertanduk. Jika rasio menuntun laki-laki pada kebaikan, emosi menyeret

perempuan pada kejahatan. Demikian pula St. Thomas Aquinas yang

menyamakan perempuan dengan anak-anak, secara fisik maupun mental.

Wajarlah jika kemudian peran wanita dibatasi dalam lingkup rumah tangga saja.

Perempuan tidak dibenarkan ikut campur dalam urusan laki-laki.206

Jelaslah, penindasan terhadap perempuan Barat di bawah pemerintahan

gereja membuat suara-suara perempuan yang menginginkan kebebasan semakin

menggema di mana-mana. Perempuan Barat menjadi makhluk lemah dan tidak

berdaya dilihat dari hampir seluruh aspek kehidupan. Hal itulah yang

mendorong para perempuan Barat bergerak untuk mendapatkan kembali hak

individu dan hak sipil mereka yang terampas selama ratusan tahun.

Latar belakang perempuan Barat yang kelam akhirnya memunculkan

gerakan-gerakan perempuan yang menuntut hak dan kesetaraan dengan kaum

laki-laki serta mulai mempersoalkan masalah perceraian, prostitusi, dan peran

gereja dalam mensubordinasi perempuan.

206 Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta: GIP, 2008, cet. I, hlm. 104-105.

153 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Revolusi yang terjadi di Eropa membuat gerakan perempuan

mendapatkan kesempatan untuk ikut menyuarakan kepentingan mereka. Pada

Revolusi Puritan di Inggris Raya pada abad 17, kaum perempuan Puritan

berusaha untuk mendefinisakan ulang area aktifitas perempuan dengan menarik

legitimasi dari doktrin-doktrin yang menjadi otoritas bapak, laki-laki, pendeta,

dan pemimpin politik. Revolusi Puritan telah menghasilkan ferment di mana

semua bentuk hierarki ditulis semua oleh anggota sekte yang radikal di Inggris

Raya. Pada tahun 1890, kata feminis digunakan untuk mendeskripsikan

kampanye perempuan pada pemilihan umum ketika banyak organisasi telah

didirikan di Inggris untuk menyebarkan ide liberal tentang hak individual

perempuan.207

Revolusi Prancis (1789) juga telah memberi pengaruh besar pada gerakan

perempuan di Barat. Kaum perempuan pada saat itu terus bergerak

memanfaatkan gejolak politik di tengah revolusi yang mengusung isu liberty,

equality, dan fratenity. Pada bulan Oktober 1789 perempuan-perempuan pasar di

Prancis berjalan dari Versailles yang diikuti oleh pasukan keamanan nasional.

Roti hilang dari pasaran, para perempuan miskin melakukan aksi masa menuntut

Raja agar mengontrol harga dan konsumsi dan menyediakan roti murah bagi

rakyat. Di Prancis saat itu masyarakat terpecah menjadi dua kelompok besar,

yaitu kelompok modrat yang masih menghendaki Konstitusi Monarki dan

kelompok radikal yang menginginkan Monarki berakhir. Gerakan perempuan

aktif mendukung kelompok radikal yang mendukung ide-ide Republik, walaupun

kemudian akhirnya mereka terlibat pertikaian politik antar faksi-faksi yang ada.

Dan akhirnya pada tahun 1792, kaum perempuan memperoleh hak untuk bisa

bercerai dari suaminya.208

Dua feminis yang terkemuka, Lucretia Mott dan Elizabeth Cady Stanton,

pada tahun 1848 mengorganisir pertemuan akbar Konvensi Hak-Hak

Perempuan di Seneca Falls yang dihadiri oleh 300 peserta laki-laki dan

perempuan. Pertemuan itu kemudian menghasilkan deklarasi yang menuntut

reformasi hukum-hukum perkawinan, perceraian, properti, dan anak. Di dalam

deklarasi tersebut mereka memberi penekanan pada hak perempuan untuk

berbicara dan berpendapat di dunia publik. Konvensi di Seneca Falls merupakan

bentuk protes kaum perempuan terhadap pertemuan akbar konvensi

207Ibid., hlm. 30. 208Ibid.

154 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

penghapusan perbudakan sedunia pada tahun 1840, di mana kaum perempuan

tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.209

Pada awal abad 20 feminisme mulai digunakan di Amerika dan Eropa

untuk mendeskripsikan elemen khusus dalam pergerakan perempuan yang

menekankan pada keistimewaan dan perbedaan perempuan, daripada mencari

kesetaraan. Feminisme digunakan untuk mendeskripsikan tidak hanya kampanye

politik untuk pemilihan umum tetapi juga hak ekonomi dan sosial, seperti

pembayaran yang setara (equal pay) sampai KB atau birth control. Dari sekitar

perang dunia I, beberapa perempuan muda meyakinkan bahwa feminisme saja

tidak cukup, kemudian mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai feminis

sosialis. Kaum sosialis perempuan yang lain menentang feminisme. Mereka

melihat feminisme hanya mengekspresikan secara eksklusif kepentingan

perempuan kelas menengah dan profesional.210

Kaum feminis kemudian mengembangkan konsep gender pada tahun

1970 sebagai alat untuk mengenali bahwa perempuan tidak dihubungkan dengan

laki-laki di setiap budaya dan bahwa kedudukan perempuan di masyarakat pada

akhirnya berbeda-beda. Kemudian wacana gender diperkenalkan oleh

sekelompok feminis di London pada awal tahun 1977. Sejak itu para feminis

mengusung konsep gender equality atau kesetaraan gender sebagai mainstream

gerakan mereka. Untuk itu perlu untuk dipaparkan apa itu feminisme.

209Ibid. 210Ibid.

155 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

BAB XII

KRITIK TERHADAP HERMENEUTIKA

A. Hakikat Hermeneutika

Islam adalah agama yang sudah sempurna sejak awal. Islam tidak

berkembang dalam sejarah. Konsep tajdid (pembaharuan) dalam Islam,

bukanlah membuat-buat hal yang baru dalam Islam, melainkan upaya untuk

mengembalikan kemurnian Islam. Ibarat cat mobil, warna Islam adalah abadi.

Jika sudah mulai tertutup debu, maka tugas tajdid adalah mengkilapkan cat itu

kembali, sehingga bersinar cerah seperti asal-mulanya. Bukan mengganti dengan

warna baru yang berbeda dengan warna sebelumnya.

Al-Qur‘an adalah wahyu Allah yang otentik dan tidak pernah mengalami

perubahan sejak diturunkannya. Hal ini tidak terlepas dari penjagaan Allah

sendiri terhadap otentisitas Al-Qur‘an, sebagaimana disebut dalam Qs. al-Hijr: 9:

يراؾع إ٢ا ي صيا ايرنس إ٢ا ر

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami

benar-benar memeliharanya” (Qs. al-Hijr: 9)

Akhir-akhir ini, para akademisi didikan Barat dengan dalil pembaharuan,

Mencoba melakukan gerakan desakralisasi Al-Qur‘an, melalului metode

hermeneutika. Padahal metode ini belum pernah dikenal dalam khazanah Islam.

Hermeneutika berbeda dengan tafsir dalam tradisi Islam. Hermeneutika

tidak sesuai untuk kajian Al-Qur‘an, baik dari segi teologis, filosofis,

epistemologis. Dalam sisi teologis, hermeneutika akan berakhir dengan

mempersoalkan ayat-ayat Al-Qur‘an dan menganggapnya problematik. Dalam

artian filosofis hermeneutika akan mementahkan kembali akidah kaum muslimin

yang berpegang bahwa Al-Qur‘an adalah Kalam Allah. Dari segi epistemologis

hermeneutika bersumber dari keraguan (dzan, syak, dan miraa) Sedangkan tafsir

sumber epistemologinya adalah wahyu Al-Qur‘an.

Sebagian akedemisi yang belajar di Barat ataupun yang mempelajari Barat

dengan latah menerapkan apa yang menurut ‗mereka‘ baik, sehingga mengadopsi

156 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

segala yang datang dari Barat tanpa proses filterisasi. Maka mulailah mereka

mengkaji Islam dari framework Barat dan menggunakan metode dan sikap

skeptik dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur‘an. Dengan metode ini,

konsep wahyu dalam Islam yang bersifat universal dan final didekontruksi

menjadi kondisional, lokal dan temporal. Pada akhirnya, metode hermeneutika

hanya berujung pada paham reativisme.

Adalah kesalahan terbesar dan tidak rasional, jika seorang Muslim

memperlakukan Al-Qur‘an dan memahaminya menurut tren Barat-Kristen. Kita

patut kasihan, karena ada orang yang menempuh pendidikan tinggi-tinggi hingga

bertahun-tahun akhirnya tidak pernah menemukan kebenaran dan keyakinan.

Dan sekolah jauh-jauh ke luar negeri hanya berakhir pada kebingungan dan

keraguan, dan kemudian pulang menjadi ‗corong‘ para orientalis. Alih-alih

imannya bertambah, justru menyebarkan keraguan tentang Al-Qur‘an.211

Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermêneuine dan hermênia yang

masing-masing artinya ―menafsirkan‖ dan ―penafsiran‖. Kedua istilah ini

diasosiasikan kepada Hermes (hermeios), seorang utusan (dewa) dalam mitologi

Yunani Kuno yang bertugas menyampaikan dan menerjemahkan pesan Dewata

yang masih samar-samar ke dalam bahasa yang bisa dipahami manusia.212

The New Encyclopedia Britannica menulis, bahwa hermeneutika adalah studi

prinsip-prinsip umum tentang interpretasi Bibel. Tujuan utama hermeneutika

adalah untuk menemukan kebenaran dan nilai-nilai dalam Bibel.213 Sebab Bibel

memiliki sejumlah masalah. Masalah pertama, para teolog mempertanyakan

apakah secara harfiah Bibel itu bisa dianggap Kalam Tuhan atau perkataan

manusia. Masalah kedua, Bibel kini dibaca dan ditulis bukan lagi dalam bahasa

asalnya. Bahasa asal Bibel adalah Hebrew untuk perjanjian lama, Greek untuk

perjanjian baru, dan Nabi Isa sendiri berbicara dengan bahasa Aramaic. Problem

teks Bibel ini diperparah lagi dengan tradisi Kependetaan yang memberi kuasa

agama secara penuh kepada gereja.214

211 -Lihat Ahmad Naufal, Kritik Terhadap Hermeneutika Dalam Studi Al-Qur’an, Bogor: PPMS Ulil

Albaab. 212Ilham B. Saenong, Hermeunetika Pembebasan; Metodologi Tafsir Al-Quran Menurut Hassan Hanafi,

(Jakarta: Teraju, 2002), hal. 23 213Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat; dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal, (Jakarta:

Gema Insani, 2005), hal. 290. 214Lihat Ugi Suharto,“Apakah al-Qur’an Memerlukan Hermeneutika” dalam Jurnal Islamia, Tahun I, No.

1, 2004.

157 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Dalam analisis Werner, setidaknya ada tiga lingkungan yang

mendominasi pengaruh terhadap pembentukan hermeneutika hingga sekarang:

1. Masyarakat yang terpengaruh mitologi Yunani

2. Masyarakat Yahudi dan Kristen yang mengalami masalah dengan teks kitab

―suci‖ agama mereka

3. Masyarakat Eropa zaman pencerahan (enlightenment) yang berusaha lepas dari

otoritas keagamaan dan membawa hermeneutika keluar konteks keagamaan.

Ketiga milieu ini tidak terjadi secara bersamaan, akan tetapi merupakan

tahapan-tahapan. Berdasarkan analisis tersebut, Hamid Fahmi Zarkasyi membagi

sejarah hermeneutika menjadi tiga fase, yaitu:

1. Dari mitologi Yunani ke teologi Yahudi dan Kristen

Dalam mitologi Yunani, dewa-dewa dipimpin oleh Zeus bersama Maia.

Pasangan ini mempunyai anak bernama Hermes. Hermes inilah yang bertugas

untuk menjadi perantara dewa dalam menyampaikan pesan-pesan mereka

kepada manusia.

Metode hermeneutika secara sederhana merupakan perpindahan fokus

penafsiran dari makna literal atau makna bawaan sebuah teks kepada makna lain

yang lebih dalam. Dalam artian ini, para pengikut aliran filsafat Antisthenes yang

didirikan sekitar pertengahan abad ke-4 sebelum masehi telah menerapkan

hermeneutika pada epik-epik karya Homer (abad IX SM). Mereka mengartikan

Zeus sebagai Logos (akal), luka Aphrodite-dewi kecantikan-sebagai kekalahan

pasukan Barbar dan sebagainya.

Dasar mereka adalah kepercayaan bahwa dibalik perkataan manusia pun

sebenarnya ada inspirasi Tuhan. Kepercayaan tersebut sejatinya refleksi

pandangan hidup orang-orang Yunani saat itu.

Walaupun hermeneutika sudah diterapkan terlebih dahulu, namun istilah

hermeneutika pertama kali ditemui dalam karya Plato (429-347 SM). Dalam

Definitione Plato dengan jelas menyatakan hermeneutika artinya ―menunjukkan

sesuatu‖ dan dalam Timeus Plato mengaitkan hermeneutika dengan otoritas

kebenaran. Stoicisme (300 SM) kemudian mengembangkan hermeneutika

sebagai ilmu interpretasi alegoris.

Metode alegoris ini dikembangkan lebih lanjut oleh Philo of Alexandria

(20SM-50M), seorang Yahudi yang disebut sebagai Bapak metode alegoris. Ia

mengajukan metode bernama typology yang menyatakan bahwa pemahaman

158 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

makna spiritual teks tidak berasal dari teks itu sendiri, akan tetapi kembali pada

sesuatu yang berada di luar teks. Philo menerapkan metode ini atas Kitab

Perjanjian Lama, ia menginterpretasikan ―pohon kehidupan‖ sebagai ―takut

kepada Tuhan‖, ―pohon pengetahuan‖ sebagai ―hikmah‖, ―empat sungai yang

mengalir di surga‖ sebagai ―empat kebajikan pokok‖, ―Habil‖ sebagai ―takwa

yang bersumber dari akal‖, ―Qabil‖ sebagai ―egoisme‖ dan sebagainya.

Hermeneutika alegoris ini kemudian diadopsi dalam Kristen oleh Origen

(185-254 M). Ia membagi tingkatan pembaca Bibel menjadi tiga:

a. Mereka yang hanya membaca makna luar teks.

b. Mereka yang mampu mencapai ruh Bibel.

c. Mereka yang mampu membaca secara sempurna dengan kekuatan

spiritual.

Origen juga membagi makna menjadi tiga lapis, yang kemudian

dikembangkan oleh Johannes Cassianus (360-430 M) menjadi empat: makna

literal atau historis, alegoris, moral dan anagogis atau spiritual. Namun metode

ini ditentang oleh gereja yang berpusat di Antioch. Hingga munculnya St.

Augustine of Hippo (354-430 M) yang mengenalkan semiotika. Di antara

pemikir Kristen lain yang ikut menyumbangkan pemikiranny adalah asimilasi

teori hermeneutika dalam teologi Kristen adalah ThomasAquinas (1225-1274).

Sementara itu, Kristen Protestan membentuk sistem interpretasi

hermeneutika yang bersesuaian dengan semangat reformasi mereka. Prinsip

hermeneutika Protestan berdekatan dengan teori yang digulirkan Aquinas.

Di antaranya keyakinan bahwa kehadiran Tuhan pada setiap kata

tergantung pada pengamalan yang diwujudkan melalui pemahaman yang disertai

keimanan (self interpreting). Protestan juga berpandangan bahwa Bibel saja cukup

untuk memahami Tuhan (sola scriptura), di sisi lain, Kristen Katolik dalam Konsili

Trent (1545) menolak pandangan ini dan menegaskan dua sumber keimanan dan

teologi Kristen, yaitu Bibel dan tradisi Kristen.

2. Dari teologi Kristen yang problematik ke gerakan rasionalisasi dan filsafat

Dalam perkembangan selanjutnya, makna hermeneutika bergeser

menjadi bagaimana memahami realitas yang terkandung dalam teks kuno seperti

Bibel dan bagaimana memahami realitas tersebut untuk diterjemahkan dalam

kehidupan sekarang. Satu masalah yang selalu dimunculkan adalah perbedaan

antara bahasa teks serta cara berpikir masyarakat kuno dan modern.

159 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Dalam hal ini, fungsi hermeneutika berubah dari alat interpretasi Bibel

menjadi metode pemahaman teks secara umum. Pencetus gagasan ini adalah

seorang pakar filologi Friederich Ast (1778-1841). Ast membagi pemahaman

teks menjadi tiga tingkatan:

a. Pemahaman historis, yaitu pemahaman berdasarkan perbandingan satu

teks dengan yang lain.

b. Pemahaman ketata-bahasaan, dengan mengacu pada makna kata teks.

c. Pemahaman spiritual, yakni pemahaman yang merujuk pada semangat,

mentalitas dan pandangan hidup sang pengarang terlepas dari segala

konotasi teologis ataupun psikologis.

Dari pembagian di atas, dapat dicermati bahwa obyek penafsiran tidak

dikhususkan pada Bibel saja, akan tetapi semua teks yang dikarang manusia.

3. Dari hermeneutika filosofis menjadi filsafat hermeneutika

Pergeseran fundamental lain yang perlu dicatat dalam perkembangan

hermeneutika adalah ketika hermeneutika sebagai metodologi pemahaman

berubah menjadi filsafat. Perubahan ini dipengaruhi oleh corak berpikir

masyarakat modern yang berpangkal pada semangat rasionalisasi. Dalam periode

ini, akal menjadi patokan bagi kebenaran yang berakibat pada penolakan hal-hal

yang tak dapat dijangkau oleh akal atau metafisika.

Babak baru ini dimulai oleh Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher

(1768-1834) yang dianggap sebagai bapak hermeneutika modern dan pendiri

Protestan Liberal. Salah satu idenya dalam hermeneutika adalah universal

hermeneutic. Dalam gagasannya, teks agama sepatutnya diperlakukan sebagaimana

teks-teks lain yang dikarang manusia.

Pemikiran Schleiermacher dikembangkan lebih lanjut oleh Wilhelm

Dilthey (1833-1911), seorang filosof yang juga pakar ilmu-ilmu sosial.

Setelahnya, kajian hermeneutika berbelok dari perkara metode menjadi ontologi

di tangan Martin Heidegger (1889-1976) yang kemudian diteruskan oleh Hans-

Georg Gadamer (1900-1998) dan Jurgen Habermas (1929-).

Dari filsafat hermeneutika inilah akhirnya hermeneutika dikembangkan

dan diujicoba untuk dimasukkan dalam kajian-kajian Al-Qur‘an oleh Fazlur

Rahman(1919-1998), Aminah Wadud, Mohammed Arkoun, Nasr Hâmid Abû

Zaid, Muhammad Syahrur, yang kemudian diadopsi oleh pemikir-pemikir

160 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Indonesia seperti Ulil Abshar Abdalla, Lutfhie Assyaukanie dan Taufik Adnan

Amal.

B. Prinsip Dasar Hermeneutika215

Dari sekian banyak teori-teori yang diajukan oleh para hermeneut, ada

benang merah yang menghubungkan teori-teori hermeneutika sejak zaman

Yunani, Yahudi, Kristen, filsafat, hingga masa penggunaannya dalam

memandang Al-Qur‘an, yaitu:

1. Hermeneutika muncul atas desakan rasionalisasi atas teks-teks yang

dianggap penuh dengan mitos atau jauh dari kenyataan atau

bahkanbertentangan dengan akal sehat. Sifat defensif hermeneutika ini

bertujuan agar teks-teks “Ilahi” tersebut dapat diimani dan diaplikasikan

sepanjang waktu.

Syair Homer dianggap para filosof Yunani tak lebih dari sekedar

mitos,sedang pertentangan-pertentangan yang terjadi dalam Bibel mendesak

parafilosof Yahudi dan Kristen untuk berjuang ―mendamaikan‖

pertentangan tersebut dan menemukan persamaannya. Ketika mereka tidak

mendapatkan persamaan dalam teks, mereka beranjak pada sesuatu yang

lain yang bersifat lebih umum, mencakup dan menjadi titik temu

perbedaan-perbedaan tersebut.

2. Pembagian teks pada dua dimensi, makna literal dan spirit teks.

3. Dekonstruksi otoritas yang terdapat dalam teks, baik otoritas bermakna

pengaruhnya dalam masyarakat, atau nilai keilahian teks tersebut.

Dalam hal ini, para penganut Cynicism membongkar kepercayaan nilai

ilahiah yang bersemayam dalam syair epik Homer dan memaknainya dengan

spirit. Sementara Schleiermacher dengan menggabungkan hermeneutika

filologis dan teologis dalam universal hermeneutics-nya berarti telah

menyatukan problematika penafsiran bibel dan teks kuno pada masalah

penafsiran umum. Penyatuan ini berpangkal dari gagasannya untuk

mengabaikan nilai-nilai metafisis dalam Bibel yang menghalangi bentuk

penafsiran yang rasional.

Tak ketinggalan juga Arkoun dan Nasr Hâmid berupaya untuk mereduksi

nilai keilahian dalam Al-Qur‘an melalui dua pintu, dekonstruksi makna

wahyu dan sejarah Al-Qur‘an. Dengan kesimpulan bahwa Al-Qur‘an tak

215Angga Prilakusuma,“Telaah Kritis...”.

161 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

lebih dari teks-teks manusia biasa dan karena itu hermeneutika dapat

diaplikasikan.

4. Dalam mekanismenya, hermeneutika menuntut penafsir untuk kembali

merujuk pada masa awal teks tersebut tertulis demi mengetahui ruang

lingkup yang mengitari pembentukan teks, berikut sisi psikologis sang

pengarang untuk mengetahui inti maksud teks tersebut. Penafsir kemudian

berusaha untuk mengartikan teks tersebut sesuai dengan konteks

sekarang,dengan arti yang barangkali sangat berbeda dengan makna teks

secara literal.

C. Contoh Aplikasi Hermeneutika216

1. Dengan menggunakan kritik sejarah dan biblis, Fazlurrahman mengatakan

lafadz faqtha‟û aidiyahumâ (maka potonglah tangan keduanya) ditafsirkan

sebagai bentuk perintah untuk menghalangi tangan-tangan pencuri melalui

perbaikan ekonomi. Dengan demikian yang menjadi ideal moral dalam kasus

ini adalah memotong kemampuan pencuri agar tidak mencuri lagi.

Penafsiran seperti ini menyalahi hadis dan para ulama tafsir. Sebab, kata

aidiyahumâdalam ayat di atas bukanlah majâz yang bisa diganti dengan makna

lain. Tapi makna hakiki.

2. Dengan menggunakan tafsir relatif Abû Zaid, Muhammad Syahrur

menafsirkan Qs. an-Nur: 31 tentang aurat, bahwa aurat itu adalah ―Apa yang

membuat seseorang malu bila diperlihatkannya‖. Kemudian ia menjelaskan

bahwa ―aurat itu tidak berkaitan dengan halal-haram, baik dari dekat

maupun dari jauh‖. Di samping itu, Syahrur menafsirkan Qs. al-Ahzab: 59

tentang jilbab, bahwa ayat itu adalah ayat pengajaran dan bukan ayat

pemberlakuan syari‘at. Di samping juga ayat ini juga harus dipahami dengan

pemahaman temporal karena terkait dengan tujuan keamanan dari gangguan

orang-orang iseng, ketika para wanita bepergian untuk suatu keperluan.

Menurutnya ada dua jenis gangguan, gangguan alam dan gangguan sosial.

Gangguan alam terkait dengan cuaca seperti suhu panas dan dingin.

Sedangkan gangguan sosial terkait dengan kondisi dan adat istiadat suatu

masyarakat, sehingga tidak mengundang cemoohan dan gangguan mereka.

Pada akhirnya Syahrur berkesimpulan bahwa batasan pakaian wanita dibagi

dua: batasan maksimal yang ditetapkan Rasulullah yang meliputi seluruh

anggota tubuh selain wajah dan dua telapak tangan. Batasan minimal yaitu

batasan yang ditetapkan Allah yang hanya menutupi juyûb. Menurutnya juyûb

216 Contoh ini diambil dari “Menimbang Framework Studi Tafsir”, Henri Shalahuddin dalam Jurnal

Islamia, Vol. V, No. 1, 2009, hal. 36-40.

162 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

tidak hanya dada, tapi meliputi belahan dada, bagian tubuh di bawah ketiak,

kemaluan dan pantat.

D. Dampak Buruk Hermeneutika

Henri Shalahudin dalam Jurnal Islamia (Vol. V, No. 1, 2009) merinci

dampak penerapan hermeneutika dalam studi Al-Qur‘an sebagai berikut:

1. Munculnya keraguan terhadap kebenaran Islam yang bersifat mutlak dan

absolut.217

2. Mengaburkan (merelatifkan) batasan antara ayat-ayat muhkamât dan

mutasyâbihât; ushûl dan furû‟; tsawâbit dan mutaghayyirât; qath‟iyyât dan

zhanniyyât. Sebagai contoh, dalam madzhab Schleiermacher terdapat

pemikiran bahwa seorang penafsir bisa mengerti lebih baik dari

pengarangnya; Dilthey dengan pemahaman historisnya, berpendapat bahwa

sejarahlah yang mempunyai otoritas atas makna teks, bukan pengarang teks;

Heidegger dan Gadamer dengan pemahaman ontologisnya berpendapat

bahwa penafsir dan teks terikat dengan tradisi yang melatarbelakangi teks;

Habermas dengan pemahaman interes praktis, senantiasa mencurigai bahwa

penafsiran seeorang membawa kepentingan politis, dan sebagainya.

3. Mereduksi sisi kerasulan Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.

sebagai penyampai wahyu hingga pada tingkatan sebatas manusia biasa yang

sarat dengan kekeliruan dan hawa nafsu.

4. Dekontruksi wahyu (dengan mengatakan Al-Qur‘an adalah teks manusiawi

ketika memasuki wilayah akal pemikiran manusia) akan menggiring pada

paham relativisme tafsir Al-Qur‘an. Hal ini akan membawa pemahaman

bahwa semua orang dengan berbagai latar belakang dan keilmuannya

memiliki hak yang sama untuk menafsirkan Al-Qur‘an dan masing-masing

penafsir tidak berhak mengklaim bahwa penafsirannya lebih valid dari yang

lain. Hal ini akan memiliki konsekuensi serius:

a. Kebenaran Al-Qur‘an hanya dimiliki Tuhan saja. Sehingga saat

kebenaran itu sampai kepada manusia, kebenaran itu menjadi kabur,

karena manusia tidak pernah tahu kebenaran seperti apa yang dimaui

Tuhan dalam Al-Qur‘an. Ini berarti bahwa Tuhan tidak pernah berniat

menurunkan Al-Qur‘an untuk manusia. Sehingga manusia juga tidak

217Adian Husaini, Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Gema Insani,

2006), hal. 194.

163 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

pernah merasa berkewajiban menjalankan perintah-Nya dan menjauhi

larangan-Nya.

b. Mengingkari tugas Nabi yang diutus untuk menyampaikan dan

menjelaskan wahyu. Sebab paham relativisme tafsir senantiasa menolak

kaedah-kaedah baku penafsiran, termasuk fungsi hadis sebagai penjelas

Al-Qur‘an.

c. Seolah-olah semua ayat Al-Qur‘an tidak memiliki penafsiran yang tetap

dan disepakati. Bahkan semua penafsiran dipengaruhi oleh kepentingan

penafsir dan situasi psiko-sosialnya.

d. Menolak otoritas keilmuan, syarat dan aturan dalam menafsirkan Al-

Qur‘an.

e. Membatalkan konsep dakwah dalam Islam. Menyeru manusia menuju

Islam, akan dipertanyakan, ―Islam yang mana? Islam Muhammadiyah,

NU, Wahabi, Islam Arab, dan seterusnya. Jalan Tuhan yang mana?

Yahudi, Kristen, atau apa?‖.

f. Membatalkan konsep amar ma‟rûf nahi munkar. Orang akan

mempertanyakan ma‟rûf menurut siapa? Apa ukurannya? Atau akan

mengatakan itu munkar menurut anda, tapi mungkin ma‟rûf menurut

orang lain.

g. Berlawanan dengan konsep ilmu. Sebab definisi ilmu dalam Islam

adalah sifat yang dapat menyingkap suatu objek, yang tidak lagi

menyisakan ruang keraguan; dan berakhir pada keyakinan. Sementara

relativisme selalu bermuara pada keraguan dan kebingungan.

Sedangkan klaim Abû Zaid bahwa Al-Qur‘an adalah teks linguistik yang

terpengaruh kultur Arab pra-Islam dan harus dipahami dengan pendekatan

konteks sejarah saat itu, akan membawa dampak sebagai berikut:

1. Bahwa Al-Qur‘an dihasilkan secara kolektif dari serangkaian faktor politik,

ekonomi dan sosial. Atau dengan kata lain, Al-Qur‘an adalah hasil

pengalaman individual yang diperoleh Nabi Muhammad dalam waktu dan

tempat tertentu, di mana latar belakang sejarah saat itu mengambil peranan

inti dalam mewarnai pemikiran beliau dan bahasa sebagai perangkat

ungkapan sejarah. Padahal dalam Qs. al-Hâqqah: 44-46, Allah berfirman:

Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian atas (nama) Kami; niscaya benar-

benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong

urat tali jantungnya.

2. Menyamarkan kedudukan suci dan keabsoutan Al-Qur‘an.

164 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

3. Penentuan kontekstual terhadap makna dengan mengesampingkan

kemapanan bahasa dan susunan makna dalam bahasa, menyebabkan kosa

kata dalam teks kitab suci selalu permisif untuk disusupi berbagai dugaan,

pembacaan subjektif dan pemahaman yang hanya mendasarkan pada

relativitas sejarah.

4. Memisahkan makna antara yang ―normatif‖ dan yang ―historis‖ di satu sisi

dan menempatkan kebenaran secara kondisional menurut kultur tertentu

dan suasana historis di sisi lain, akan cenderung pada paham sekular.

Dengan demikian klaim bahwa Al-Qur‘an terpengaruh tradisi Arab abad

VII M adalah lemah. Sebaliknya, secara tegas Al-Qur‘an memberikan makna

baru terhadap banyak istilah yang dipahami dalam kultur Arab pra-Islam, seperti

kata muhshan (terbentengi) sebagai ganti kata mutazawwij (orang yang telah

menikah), konsep karîm (mulia) yang ditentukan kadar takwanya, tata cara tawaf,

waris, nikah, dan lain-lain.

E. Tokoh Hermeneutika

Diantara para tokoh penggagas hermeneutika yang paling popular, dan

dijadikan rujukan oleh para aktifis Islam Liberal di Indonesia, mereka adalah:

1. Muhammad Shahrur218

Shahrur lahir di Syria. Ia aktif berkarya dalam pemikiran Islam meskipun

dengan modal latar belakang pendidikan sebagai insinyur sipil dan doktor

mekanika tanah dan teknik bangunan.

Metodologi interpretasi Shahrur mengakibatkan dekontruksi metodologi

fikih. Pandangan teologisnya bisa dilihat dari beberapa pemikiran berikut:

a. Karena teks Al-Qur‘an sendiri adalah wahyu dan mukjizat, berarti

mengajarkan bahwa manusia harus bergantung kepada akal dan tidak

diperlukan lagi wahyu atau mukjizat lebih lanjut. Intinya adalah

interpertasi yang berubah (berkembang), nash yang tsabit, dan relativitas

pemahaman. Kedinamisan dalam menginterperetasikan itulah yang

Shahrur sebut sebagai mukjizat yang dibuat manusia.

218Lebih jauh tentang pemikiran Shahrur dan bantahannya lihat “Tela’ah Kritis ‘Pembaharuan’ Tafsir

Ayat-Ayat Hukum M. Shahrur”, Mahasiswa Pasca Sarjana ISID-Gontor, dalam Jurnal Islamia, Vol. VI, No. 1, 2012, hal. 35-51.

165 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

b. Memandang Al-Qur‘an sebagai makhluk, bukan kalam Allah Subhanahu

wa Ta'ala. Ia berargumentasi keyakinan ini akan melahirkan pemahaman

teks dengan metode lain.

c. Terdapat ragam istilah yang digunakan untuk Al-Qur‘an. Ragam istilah

tersebut menuntut ragam makna dan maksud, karena menurutnya tidak

ada sinonim dalam Al-Qur‘an.

d. Sunnah Nabi bukanlah wahyu kedua setelah Al-Qur‘an. Bahkan

menurutnya, meyakini sunnah qauliyah sebagai wahyu kedua adalah

bentuk penyekutuan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ia menegasikan

sunnah sebagai wahyu.

e. Shahrur membedakan iman kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi

wa Sallam sebagai nabi yang membawa misi kenabian, dan sebagai rasul

yang membawa misi kerasulan. Misi kerasulan meliputi tiga hal, yaitu (1)

ritual-ritual, seperti shalat, zakat, dan lain-lain, (2) akhlak, dan (3)

perundang-undangan atau ayat-ayat hukum. Untuk misi kerasulan yang

ketiga, Shahrur menyimpulkan bahwa untuk menentukan hukum-

hukum yang terkandung dalam perundang-undangan atau ayat-ayat

hukum, manusia sekarang jauh lebih matang, karena pada masa nabi

merupakan fase pembentukan risalah, sedang manusia-manusia

sekarang adalah fase sesudah pembentukan nurani.

f. Mengenai konsep iman dan Islam atau mukmin dan muslim. Shahrur

berpandangan bahwa Islam mendahului iman. Islam atau muslim tidak

hanya digunakan untuk pengikut nabi Muhammad saja, tetapi umat

yang lain juga. Mukmin adalah julukan bagi orang-orang yang mengikuti

contoh nabi dalam ritual-ritual seperti shalat.

2. Mohammed Arkoun219

Arkoun berpandangan bahwa banyak hal yang terdapat dalam Islam

yang unthinkable (tak terpikirkan) karena kekuatan dan pemaksaan penguasa

resmi. Sebagai contohnya adalah mushaf Utsmani yang ia anggap sebagai

representasi unthinkable. Arkoun menganjurkan freethinking (berpikir liberal)

untuk mengubah unthinkable menjadi thinkable. Ia beralasan bahwa freethinking

merupakan respon terhadap dua kebutuhan utama, pertama, umat Islam perlu

memikirkan masalah-masalah yang tak terpikirkan sebelumnya dan kedua, umat

219Lebih tentang pemikiran Arkoun dan bantahannya lihat “Kritik Terhadap ‘Kritik Nalar Islam’ Arkoun”, Irwan Malik Marpaung, dalam Jurnal Islamia, Vol. VI, No. 1, 2012, hal. 83-95.

166 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Islam Islam perlu membuka wawasan baru melalui pendekatan sistematis lintas

budaya terhadap masalah-masalah fundamental.

Dalam konteks Al-Qur‘an, Arkoun melihat bahwa penolakan umat Islam

terhadap biblical criticism karena alasan politis dan psikologis. Alasan politis

karena mekanisme demokratis belum berlaku dan psikologis karena pandangan

―khalq al-Qur‟ân‖ Mu‘tazilah tertolak.

Arkoun juga membagi wahyu menjadi dua tingkatan:

a. Umm al-kitâb. Wahyu jenis ini berada di Lauh Al-Mahfûzh, bersifat

abadi, tak terikat waktu dan mengandung kebenaran tertinggi

b. Apa yang disebut Arkoun sebagai wahyu edisi dunia (terrestres edition).

Termasuk dalam wahyu ini adalah Al-Qur‘an dan Bibel. Menurutnya

wahyu edisi dunia ini telah mengalami modifikasi, revisidan substitusi.

Selain itu, Arkoun juga membagi sejarah Al-Qur‘an dalam tiga periode:

a. Masa Prophetic Discourse (610-632 M). Al-Qur‘an periode ini lebih suci

dan otentik dibanding periode-periode lain. Sebabnya Al-Qur‘an

periode ini berbentuk lisan yang terbuka untuk semua arti yang

mungkin.

b. Masa Official Closed Corpus (12-324 H/632-936 M). Arkoun berpendapat

bahwa Al-Qur‘an di masa ini telah tereduksi dari al-kitâbal-mûhâ

menjadi tak lebih dari buku biasa. Karena itu mushaf menurutnya tak

patut untuk disucikan.

c. Masa Ortodoks (324 H/936 M)

3. Nasr Hamid Abu Zayd220

Jika Arkoun menggunakan pendekatan historis terhadap Al-Qur‘an,

Nasr Hâmid Abû Zaid memilih untuk mengaplikasikan metode analisis teks

bahasa-sastra. Abû Zaid berpijak pada pendapat bahwa Al-Qur‘an walaupun ia

merupakan kalam Ilahi, namun Al-Qur‘an menggunakan bahasa manusia.

Karena itu ia tak lebih dari teks-teks karangan manusia biasa.

Menurut Abû Zaid, Al-Qur‘an telah terbentuk oleh realitas dan budaya

Arab selama kurang lebih 20 tahun. Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa Al-

Qur‘an merupakan produk budaya (muntaj tsaqâfî). Al-Qur‘an yang terbentuk

melalui realitas, budaya dan terungkapkan dalam bahasa menjadikan Al-Qur‘an

220 Lebih jauh tentang pemikiran Shahrur dan bantahannyalihat “Kritik Terhadap al-Qur’an Nasr Hamid Abu Zayd”, Lalu Nurul Bayanil Huda, dalam Jurnal Islamia, Vol. VI, No. 1, 2012, hal. 67-81.

167 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

sebagai teks bahasa. Sedang realitas,budaya dan bahasa itu sendiri tak lepas dari

sisi historis yang melingkupinya, karena itu Al-Qur‘an juga merupakan teks

historis. Ia juga mengkritik paradigma penafsiran yang dipakai oleh para

ulama,menurutnya muatan metafisis yang selalu tercamkan dalam benak mereka

tidak mendorong pada sikap ilmiah.

168 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

BAB XIII

NEOLIBERALISME DAN KAPITALISME

Neoliberalisme (neoliberalism)221 merupakan sekumpulan kebijakan ekonomi

yang merujuk kepada pemikiran bapak ekonomi Kapitalis Adam Smith.222 Ruh

pemikiran ekonomi Adam Smith adalah perekonomian yang berjalan tanpa

campur tangan pemerintah. Model pemikiran Adam Smith ini disebut Laissez

Faire.

Adam Smith memandang produksi dan perdagangan sebagai kunci untuk

membuka kemakmuran. Agar produksi dan perdagangan maksimal dan

menghasilkan kekayaan universal, Smith menganjurkan pemerintah memberikan

kebebasan ekonomi kepada rakyat dalam bingkai perdagangan bebas baik dalam

ruang lingkup domestik maupun internasional.223

Dalam bukunya The Wealth of Nations, Smith mendukung prinsip

"kebebasan alamiah", yakni setiap manusia memiliki kebebasan untuk

melakukan apa yang diinginkannya tanpa campur tangan pemerintah. Ini

mengandung pengertian negara tidak boleh campur tangan dalam perpindahan

dan perputaran aliran modal, uang, barang, dan tenaga kerja. Smith juga

memandang pembatasan kebebasan ekonomi oleh pemerintah sebagai

pelanggaran hak asasi manusia.224

Alasan utama Smith yang melarang intervensi pemerintah adalah doktrin

invisible hands (tangan gaib). Menurut doktrin ini, kebebasan (freedom),

kepentingan diri sendiri (self-interest), dan persaingan (competition) akan

menghasilkan masyarakat yang stabil dan makmur. Upaya individu untuk

merealisasikan kepentingan dirinya sendiri bersama jutaan individu lainnya akan

dibimbing oleh "tangan tak terlihat". Setiap upaya individu mengejar

kepentingannya, maka secara sadar atau pun tidak indvidu tersebut juga

221 Lihat Hidayatullah Muttaqin, Neoliberalisme dan Kebangkrutan Kapitalisme, Lajnah Siyasiyah DPD I

HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) Kalimantan Selatan. 222 Mansour Fakih, Bebas dari Neoliberalisme, (Yogyakarta: INSIST Press, 2003), hal.54. 223 Mark Skousen, Sang Maestro "Teori-Teori Ekonomi Modern": Sejarah Pemikiran Ekonomi, (The

Making of Modern Economics, The Lives and Ideas of the Great Thinkers), alih bahasa Tri Wibowo Budi Santoso, cet. ii, (Jakarta: Prenada, 2006), hlm. 21-22.

224 Ibid, hlm. 22.

169 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

mempromosikan kepentingan publik.225 Dengan kata lain, Smith mengklaim

dalam sebuah perekonomian tanpa campur tangan pemerintah (laissez faire) yang

mengedepankan nilai-nilai kebebasan (liberalisme), maka perekonomian secara

otomatis mengatur dirinya untuk mencapai kemakmuran dan keseimbangan.

Sebagai varian baru dari pemikiran ekonomi liberal, neoliberalisme

dilahirkan untuk menandingi pemikiran ekonomi Keynesian yang mendominasi

Barat selama tiga puluh tahun. Krisis minyak yang dimulai pada akhir tahun

1973 mengakibatkan resesi ekonomi, pengangguran dan inflasi di atas 20% di

sejumlah negara, dan menyeret negara-negara Dunia Ketiga tidak mampu

membayar hutangnya. Sejak saat itu, negara-negara Kapitalis memandang

doktrin Keynesian tidak mampu memberikan solusi bahkan dianggap sebagai

penyebab krisis.226

Krisis minyak mendorong negara-negara Kapitalis menempuh cara baru di

dalam mengelola perekonomiannya. Pembatasan fiskal dan kontrol atas money

supply menjadi tren baru kebijakan ekonomi di negara-negara Barat. Tahun

1976, IMF memaksa Inggris memangkas belanja publik dan melakukan kontrol

ketat atas inflasi. Menurut Norena Heertz, mulai saat itu doktrin Keynesian

dengan big government-nya telah sekarat atau bahkan mengalami kematian.227

Kesimpulan Heertz tentang matinya doktrin Keynesian tergambar dalam

pidato Perdana Menteri Inggris James Callaghan dalam Kongres Partai Buruh. Ia

mengatakan: "Selama ini, kita berpikiran bahwa anda dapat mengatasi krisis dan

meningkatkan kesempatan kerja dengan menaikkan pengeluaran pemerintah.

Saya beritahukan kepada anda bahwa sekarang hal tersebut tidak berlaku lagi."

Di Amerika Serikat, Presiden Carter pun mengambil langkah memangkas

pengeluaran publik sebagai bagian dari stimulus ekonomi.228

Di samping doktrin utama laissez faire dan pasar bebas (free market) yang

sudah ada sejak Kapitalisme liberal Adam Smith, doktrin ekonomi neoliberal

dikembangkan ke dalam kerangka liberalisme yang lebih sistematis. Elizabeth

225 Ibid, hlm.26 226 Norena Heertz, Hidup di Dunia Material: Munculnya Gelombang Neoliberalisme, dalam

Neoliberalisme, editor I. Wibowo dan Francis Wahono, cet. i, (Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, 2003), hal.19.

227 Ibid 228 Ibid

170 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Martinez and Arnoldo Garcia menjelaskan lima kerangka utama

neoliberalisme.229

1. Free market

Dalam konsep free market swasta dibebaskan dari keterikatannya terhadap

negara dan tanggung jawab atas permasalahan sosial yang terjadi karena aktivitas

perusahaan mereka. Pengurangan tingkat upah dengan menghapus serikat-

serikat pekerja dan memotong hak-hak buruh. Harga dibiarkan bergerak tanpa

intervensi pemerintah. Kebebasan total di dalam perpindahan modal, barang,

jasa. Para pengusung free market senantiasa menyatakan: "Pasar yang tidak diatur

adalah jalan terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan

memberikan keuntungan bagi setiap orang."

2. Pembatasan anggaran belanja publik

Anggaran publik seperti kesehatan, pendidikan, pemenuhan air bersih,

listrik, jalan umum, fasilitas umum, dan bantuan untuk orang miskin harus

dikurangi dan dibatasi sehingga tidak membebani APBN. Pandangan ini sama

saja dengan mengurangi peranan pemerintah dalam perekonomian dan

pemenuhan kebutuhan publik. Namun di balik paham neoliberal ini, kalangan

korporasi dan pemilik modal sangat mendukung subsidi dan pengurangan pajak

yang menguntungkan bisnis mereka.

3. Deregulasi

Mengurangi atau bahkan menghapus peraturan-peraturan yang

menghambat kepentingan bisnis korporasi dan pemilik modal.

4. Privatisasi

Menjual badan usaha, barang atau pelayan yang menjadi milik negara

(BUMN) kepada investor, khususnya aset-aset dalam bentuk bank, industri-

industri kunci, kereta api, jalan tol, listrik, sekolah, rumah sakit, dan air bersih.

Alasan utama dilakukannya privatisasi untuk mengejar efisiensi. Namun pada

faktanya privatisasi justru menciptakan konsentrasi kekayaan ke tangan segelintir

orang-orang kaya sedangkan rakyat harus menanggung beban harga-harga public

utilities yang mahal.

229 Elizabeth Martinez dan Arnoldo Garcia, What is Neoliberalism?, http:

//www.corpwatch.org/article.php?id=376

171 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

5. Menghilangkan konsep barang publik

Pemindahan tanggung jawab pengadaan barang dan layanan publik dari

tangan negara menjadi tanggung jawab individu. Dengan kata lain, masyarakat

harus menemukan sendiri solusi dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka

akan barang-barang publik.Kelahiran neoliberalisme didorong empat faktor

utama, yaitu (1) munculnya perusahaan multinasional (multinational corporations

– MNC) sebagai kekuatan riil dengan nilai aset lebih besar dari pada kekayaan

yang dimiliki oleh negara-negara kecil. (2) Munculnya organisasi (rezim

internasional) yang berfungsi sebagai surveillance system (sistem pengawasan) dalam

memastikan prinsip-prinsip ekonomi liberal berjalan atas seluruh negara di

dunia. (3) Revolusi bidang teknologi komunikasi dan transportasi yang menjadi

katalisator dan fasilitator terlaksananya pasar bebas dan perdagangan bebas

secara cepat ke seluruh dunia. (4) Keinginan negara-negara kuat untuk

mendominasi dan menciptakan hegemoni atas negara-negara yang lebih lemah.

Kelahiran neoliberalisme tidak dapat dipisahkan dari keberadaan ideologi

Kapitalisme.230 Karakter liberal yang bersumbu pada "kebebasan" dan

menonjolkan "kepentingan individu" senantiasa menjadikan kegiatan ekonomi

berjalan seperti hukum rimba. Philosuf Inggris Herbert Spencer memandang

seleksi alam (survival of fittest) sebagai prinsip wajib kegiatan ekonomi dalam

sistem Kapitalisme.231 Konsekwensinya, perekonomian berjalan dengan cara

menindas yang lemah dan memfasilitasi yang kuat (pemilik modal) agar alokasi

sumber daya (resources) dan penguasaan pasar berada di tangan pemilik modal.

Kapitalisme merupakan ideologi yang tegak di atas asas Sekularisme yang

tumbuh dan berkembang pertama kali di Eropa. Sekularisme adalah paham yang

memisahkan agama dari kehidupan dan mengharamkan peranan Tuhan terhadap

pemecahan permasalahan manusia, termasuk menentukan nilai baik dan buruk,

benar dan salah.232 Sekularisme menempatkan rasio (akal) manusia dan

emperisme di atas segala-galanya.233 Dengan Sekularisme, Kapitalisme

memandang dunia dan memecahkan permasalahan kehidupan. Akibatnya

Kapitalisme menjadi ideologi yang tidak bermoral, mengedepankan profit dan

230 -James Petras memandang Neoliberalisme dan globalisasi tidak dapat dipisahkan dari ideologi

Kapitalisme yang memiliki watak imperialis. Lihat James Petras (13/11/2004), The Politics of Imperalism: Neoliberalism and Class Politics in Latin America, Counter Punch, http: //counterpunch.org/petras11132004.html

231 Pandangan ini dimuat Spencer dalam bukunya Principles of Biology. Lihat Wikipedia, Survival of the Fittest, http: //en.wikipedia.org/wiki/Survival_of_the_fittest

232 Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam, (Nizham al-Islam), alih bahasa Abu Amin dkk, cet. Ii (revisi), (Bogor: Pustaka Thariqul âl-‘Izzah, 2001), hal.41

233 M. Amin Rais, Cakrawala Islam, cet. i, (Bandung: Mizan, 1987), hlm. 91.

172 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

kepuasan materi, serta menindas umat manusia. Menurut Betrand Russel, inti

pemikiran yang terkandung dalam Sekularisme adalah kebebasan individu.234

Kebebasan indvidu diperlukan untuk menjaga dan menyebarkan Sekularisme ke

seluruh dunia. Kebebasan individu tersebut dibagi ke dalam empat jenis, yaitu:

kebebasan beragama (freedom of religion), kebebasan berpendapat (freedom of speech),

kebebasan kepemilikan (freedom of ownership), dan kebebasan berperilaku (freedom of

behavior).235

Kebebasan kepemilikan adalah paham yang memandang seseorang dapat

memiliki harta/modal dan mengembangkannya dengan sarana dan cara apa pun.

Dari prinsip kebebasan kepemilikan inilah lahir pandangan tentang sistem

ekonomi Kapitalis. Bahkan karena peranan pemilik modal (kaum kapitalis)

sangat menonjol dalam negara sehingga merekalah penguasa sebenarnya

daripada para politisi, maka ideologi yang berasas Sekularisme ini pun disebut

ideologi Kapitalisme.236Implikasi kebebasan kepemilikan sebagai bagian dari

kebebasan individu adalah dominasi kepemilikan individu di tengah

perekonomian. Meskipun prinsip kebijakan negara menata jalannya

perekonomian tanpa campur tangan pemerintah (laissez faire), namun karena

dominasi pemilik modal atas sistem politik dan perundang-undangan, kebijakan

negara justru tunduk pada kepentingan kaum kapitalis.

Sektor-sektor perekonomian yang secara faktual menguasai hajat hidup

orang banyak atau semestinya dikuasai negara untuk mencegah konsentrasi

kepemilikan di tangan segelintir orang malah diserahkan kepada mekanisme

pasar yang sudah jelas didominasi kaum kapitalis. Secara logis laissez faire hanya

menjadi alat kaum kapitalis untuk mencegah dominasi negara atas

perekonomian, menghalang-halangi distribusi kekayaan yang adil di tengah

masyarakat, dan menjadikan negara sebagai alat untuk melegalisasi "kerakusan"

kaum kapitalis. Dalam sistem ini fungsi negara hanyalah untuk merealisasikan

kepentingan segelintir individu saja.

Adapun perubahan pemikiran ekonomi dari mainstream (aliran utama)

ekonomi pasar yang liberal ke mainstream Keynesian yang sarat intervensi

234 Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat: Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno hingga

Sekarang (History of Western Philosophy and Its Connection with Political and Social Circumstances from the Earliest Times to the Present Day), alih bahasa Sigit Jatmiko dkk, cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 647

235 Abdul Qadim Zallum, Demokrasi Sistem Kufur, Haram Mengambil, Menerapkan, dan Menyebarluaskannya (Ad-Dimukratiyah Nizham al-kufr), alih bahasa M. Shiddiq al-Jawi, cet. II, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2001), hal.4-5. Lihat juga an-Nabhani, hlm. 39

236 An-Nabhani, hlm. 40.

173 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

negara (big government) pasca Depresi Besar (Great Depression) 1929, dan kembali

liberal pasca krisis minyak dunia 1973 dengan mainstream neoliberalnya

merupakan dinamika pemikiran ekonomi yang berkembang dalam sistem

Kapitalisme. Dinamika pemikiran ini tidak mengubah ideologi Kapitalisme itu

sendiri walau pun di dalamnya terdapat aliran-aliran pemikiran yang saling

bertolak belakang dan kebijakan yang saling kontradiktif. Sebab hakikatnya tidak

ada perubahan pada asas Sekularisme yang menjadi pikiran pokok dan standar

nilai Kapitalisme. Perubahan hanya terjadi pada pemikiran cabang ideologi ini,

yakni pemikiran ekonomi.

Ketika ekonomi pasar mengalami kehancuran konseptual dengan krisis

berat yang melanda Barat pada 1929, J.M. Keynes maju dengan pemikiran yang

bertolak belakang dengan ekonomi pasar yang terangkum dalam bukunya The

General Theory of Employment, Interest and Money (pertama kali terbit 1936). Keynes

menawarkan alternatif bahwa negara harus melakukan intervensi untuk

mengangkat kembali perekonomian dari keterpurukan. Negara harus mengisi

kekosongan peranan swasta yang sebelumnya mendominasi perekonomian.

Negara harus menjalankan kebijakan defisit dengan membuat anggaran belanja

yang lebih besar untuk menciptakan lapangan kerja.

Apa yang dilakukan Keynes dan kemudian diadopsi oleh negara-negara

Barat bukanlah sebuah pengingkaran terhadap Kapitalisme. Menurut Mark

Skousen, Keynes justru menjadi penyelamat Kapitalisme dari kehancuran.

Meskipun pemikiran ekonominya bertolak belakang dengan doktrin laissez faire,

Keynes tidak melepaskan tolak ukur pemikirannya dari Sekularisme.

Abdurrahman al-Maliki memandang Kapitalisme sebagai sistem ekonomi

dengan strategi "tambal sulam". Strategi ini digunakan untuk menutupi

kebobrokan Kapitalisme dan melestarikan keberadaan institusinya dari

kebangkrutan. Strategi "tambal sulam" dijalankan dengan cara mencangkokkan

ide tentang keadilan sosial ke dalam negara (welfare state) dengan konsekwensi

pergeseran peranan ekonomi dari tangan swasta ke tangan negara (big

government).237

James Petras melihat dalam sebuah rezim yang menganut Kapitalisme,

pemerintah memiliki dua buah rencana. Yakni rencana yang beroirentasi liberal

(neoliberalism) dan berorientasi kesejahteraan sosial (social welfare). Jika kebijakan

237 Abdurrahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, (as-Siyasatu al-Iqtishadiyatu al-Mutsla), cet. i, (Bangil:

al-Izzah, 2001), hal.3.

174 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

orisinil (ekonomi liberal) mengalami kegagalan maka pemerintah akan

mengubah orientasi kepada kesejahteraan sosial. Perubahan ini semata-mata

untuk merebut hati masyarakat dengan tujuan mempertahankan kekuasaan dan

sistem.238

Dinamika pemikiran ekonomi yang saling bertolak belakang dalam

Kapitalisme merupakan konsekwensi logis dari ideologi ini dalam menentukan

sumber hukum. Sebab sumber hukum dalam Kapitalisme digali dari realitas,

sehingga perkembangan pemikiran ekonomi sangat bergantung pada

perkembangan realitas ekonomi di tingkat domestik dan dunia. Sedangkan

realitas ekonomi yang berkembang merupakan hasil penerapan Kapitalisme itu

sendiri. Jika realitas ekonomi tidak kondusif bagi Kapitalisme yang memaksa

negara memodifikasi kebijakan ekonominya secara prinsipil, maka itulah tanda

kelemahan dan kebobrokan sistem Kapitalisme. Misalnya, realitas sekarang

menunjukkan krisis finansial global yang terjadi sejak 2007 telah

meluluhlantakkan sistem keuangan negara-negara kapitalis dengan kerugian

trilyunan dolar AS, dan ancaman kebangkrutan tidak hanya menimpa korporasi

finansial tetapi juga korporasi yang bergerak di sektor riil di seluruh dunia. Jika

negara-negara kapitalis tidak melakukan intervensi di sektor finansial dan

penyelamatan sektor riil untuk menjaga konsistensi doktrin laissez faire, maka

sudah dapat dipastikan sistem keuangan Barat berada di jalan buntu,

kebangkrutan korporasi secara massal, PHK yang jauh lebih besar dari PHK

massal tahun ini (2008), jatuhnya daya beli masyarakat dalam tingkat yang

siknifikan, dan kepanikan yang sangat mungkin menciptakan prahara ekonomi

jauh lebih dasyat dibandingkan Depresi Besar 1929.

Karena itu bailout dan berbagai bentuk intervensi lainnya yang terjadi

secara massive harus dilihat sebagai upaya penyelamatan institusi ideologi

Kapitalisme walau pun negara-negara penganut Kapitalisme harus mengingkari

"akidah" ekonominya yakni laissez faire. Di satu sisi intervensi ini mencerminkan

negara-negara kapitalis telah berlaku "munafik", di sisi lain intervensi tersebut

merefleksikan "konsistensi" negara kapitalis dalam melindungi kepentingan

pemilik modal dan selalu membebankan biayanya ke pundak rakyat.Realitas

ekonomi yang buruk pada dasarnya cermin kegagalan sistem Kapitalisme.

Meskipun secara institusi Kapitalisme belum berakhir, namun secara konseptual

238- Lihat James Petras (13/11/2004), The Politics of Imperalism: Neoliberalism and Class Politics in Latin

America, Counter Punch, http: //counterpunch.org/petras11132004.html

175 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

(ide) Kapitalisme telah mengalami kebangkrutan bahkan sejak Depresi Besar

1929.

Sebagai ideologi buatan manusia yang tentu saja memiliki cacat bawaan,

negara-negara kapitalis senantiasa melakukan metode tambal sulam untuk

menutupi kebobrokan Kapitalisme. Jika sekarang di negara-negara Barat Laissez

Faire sedang dicampakkan, neoliberalisme sedikit dipinggirkan dengan adanya

nasionalisasi parsial, maka hakikatnya Barat sedang menambal kecacatan ideologi

untuk mencegah keruntuhan institusinya. Tambal sulam ini dilakukan pada

kondisi-kondisi tertentu, yakni pada saat pemerintahan-pemerintahan Barat tidak

dapat menghadapi realitas ekonomi di negara mereka hanya dengan laissez

faire.239

Banyak indikasi kegagalan kapitalisme. Hal tersebut dikarenakan, pertama,

ekonomi konvensional yang berlandaskan system ribawi, ternyata semakin

menciptakan ketimpangan pendapatan yang hebat dan ketidakadilan ekonomi.

Kedua, ekonomi kapitalisme juga telah menciptakan krisis moneter dan ekonomi

di banyak Negara. Di bawah system kapitalisme krisis demi krisis terus terjadi

sejak tahun 1923, 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, 1997 bahkan hingga saat ini.

Banyak Negara terancam krisis susulan di masa depan jika system kapitalisme

terus dipertahankan. Ketiga, ekonomi kapitalisme banyak melakukan kesalahan

dalam sejumlah premisnya, terutama rasionalitas ekonomi yang telah

mengabaikan moral dimensi moral.

Untuk itu, tidak ada jalan lain kecuali menghapus sistem kapitalis dari

kehidupan, kemudian menggantinya dengan sistem Islam. Hal itu didasarkan

atas dua alasan pokok, yaitu, pertama dari sumber (epistimology) dan tujuan

kehidupan, ekonomi Islam berdasarkan pada Al-Qur‘an dan Assunnah. Perkara-

perkara asas muamalah dijelaskan di dalamnya dalam bentuk perintah dan

larangan. Perintah dan larangan tersebut bertujuan untuk membangun

keseimbangan rohani dan jasmani manusia berdasarkan tauhid. Ekonomi

konvensional lahir berdasarkan pemikiran manusia yang bisa berubah

berdasarkan waktu, sehingga tidak bersifat kekal dan selalu membutuhkan

perubahan-pereubahan, bahkan terkadang mengabaikan aspek etika dan moral,

tergantung untuk kepentiangan apa dan siapa. Tujuan yang tidak sama tersebut

melahirkan implikasi yang berbeda. Ekonomi Islam bertujuan untuk mencapai

al-falah di dunia dan di akhirat. Artinya untuk meraih akhirat yang hasanah

239 Taqiyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif; Perspektif Islam, (an-nidlam al-

Iqtishadi fil Islam), alih bahasa Moh. Maghfur Wachid, cet. vii, (Surabaya: Risalah Gusti), hal.29.

176 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

melalui dunia yang hasanah pula, sedangkan ekonomi konvensional mencoba

menyelesaikan segala permasalahan yang timbul tanpa ada pertimbangan

mengenai soal ketuhanan dan keakhiratan, akan tetapi lebih mengutamakan soal

kemudahan dan kepuasan manusia di dunia saja. Kedua, mengenai konsep Bunga,

sistem Islam bebas dari bunga (riba) karena riba merupakan pemerasan kepada

orang yang terdesak atas kebutuhan. Islam sangat mencela penggunaan modal

yang mengandung riba. Dengan alasan inilah, modal menduduki peranan

penting dalam ekonomi islam. Berbeda dengan sistem konvensional kapitalis

yang tidak bisa lepas dari pengaruh riba, karena memang riba adalah bagian inti

dari sistem tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Amir Syams ad-Din, Al-Madzhab at-Tarbawiy „inda Ibn Jama‟ah, Beirut:

Dar Iqra`, 1984.

177 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Abdul Aziz Ibn Muhammad Al-Awid, Al-Islam Al-Din Al-Adzim, Riyadh : Al-

Maktab Al-Taawuni Li Adda‘wah wa All-Irsyad,1432.

Abdul Halim (ed), Teologi Islam Rasional, Ciputat Press, 2005.

Abdul Kabir Hussain Solihu, Historicist Approach to the Qur‟an: Impact of

Nineteenth-Century Western Hermeneutics in the Writings of Two Muslim Scholars,

Disertasi Doktoral di Universitas Islam Antar Bangsa, 2003, Kuala

Lumpur.

Abdul Qadim Zallum, Demokrasi Sistem Kufur, Haram Mengambil, Menerapkan,

dan Menyebarluaskannya (Ad-Dimukratiyah Nizham al-kufr), alih bahasa

M. Shiddiq al-Jawi, cet. II, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2001.

Abdulhay Y. Zalloum, Painting Islam as The New Enemy, Kuala Lumpur:

Crescent News: 2003.

Abdullah bin Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim, Sullamut Tawfiq,

cetakan Toha Putra, Semarang, tanpa tahun. Samuel P. Huntington, The

Clash of Civilizations and the Remaking of World Order, New York:

Touchtone Books, 1996.

Abdurrahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, (as-Siyasatu al-Iqtishadiyatu al-

Mutsla), cet. i, Bangil: al-Izzah, 2001.

Abu al-Fida` Isma'il ibn Katsir, Tafsîr al-Qur`ân al-„Azîm, Kairo: Dar al-Hadits,

1423 H/2003 M.

Abul Hasan Ali an Nadwi, Islam Membangun Peradaban Dunia, Jakarta: Pustaka

Jaya, 1988.

Abul Hasan Ali An-Nadwi, Ancaman Baru dan Pemecahannya„ dalam Benturan

Barat dengan Islam, Haidar Bagir (ed), , Bandung: Mizan, cetakan ke-

4,1993.

Adeng Muchtar Ghazali, Ilmu Studi Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2005.

'Adhu l-Din 'Abd al-Rahman ibn Ahmad al-Iji, al-Mawaqif fi 'Ilm al-Kalam, vol.

VIII, cet. I,Mathba'ah al-Sa'adah, Mesir: 1325H.

Adian Husaini, Hegemoni Kristen dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi, Jakarta:

GIP, 2006.

Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat: dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-

Liberal, Jakarta: GIP, 2005.

Adnin Armas, Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur‟an, Jakarta: GIP, 2005.

Ahmad Alim, Integrasi Ilmu dan Adab, Bogor: PPMS Ulil Albaab, 2012.

Ahmad Alim, Pendidikan Jiwa Ibn Jauzi dan Relevansinya dengan Pendidikan

Spiritual Manusia Modern, Bogor: Univ. Ibn Khaldun, 2011.

178 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Ahmad Bazli bin Shafie, A Modernist Approach to The Qur‟an: A Critical Study of

The Hermeneutics of Fazlur Rahman, Disertasi Doktor di ISTAC-IIU,

Malaysia, 2004.

Aksi Wijaya, Menggugat Otentisitas Wahyu TuhaN, Yogyakarta: Safiria Insania

Press, 2004.

Alain Danielou, Gods of India: Hindu Polytheism, New York: Inner Traditions

International, 1985.

Alex I. Suwandi PR, Tanya Jawab Syahadat Iman Katolik, Yogyakarta: Kanisius,

1992.

Al-Ghazali, Ihya‟ Ulum Al-Din, Beirut: Maktabah Al-Ashriyah, 2003.

Ali Syariati, Peranan Cendekiawan Muslim, Yogyakarta: Shalahuddin Press, 1989.

al-Qadi 'Abd al-Jabbar, Syarh al-Usul al-Khamsah, Maktabah al-Wahbah, cet. I,

Kairo: 384H/1965M.

Al-Suythí, al-Jâmi‟ al- Shaghír fí Ahâdís al-Basyír al-Nazír Cet. I; al-Qâhirah: Dâr

al-Fikr, t.t.

Anis Malik Thoha, Konsep Wahyu Dan Nabi Dalam Islam, Bogor: Univ. Ibn

Khaldun,2011.

Aristotle Metaphysics (translated by Richard Hope), (New York: Columbia University

Press, 1952).

Armahedi Mahzar dan Yuliani Liputo, Tradisi Sains dan Teknologi dalam Taufik

Abdulah, et. al., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban,

Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, t.th.

Azhari, Pendidikan Anak Perempuan Dalam perspektif Islam dan Kesetaraan Gender,

Bogor : Ulil Albaab, 2012.

Bambang Noorsena, The History of Allah, Yogyakarta: Andi, 2005.

Berkhof dan IH Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK, 1987.

Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat: Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik

Zaman Kuno hingga Sekarang (History of Western Philosophy and Its Connection

with Political and Social Circumstances from the Earliest Times to the Present Day),

alih bahasa Sigit Jatmiko dkk, cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi: Perkembangan Pemikiran tentang Yesus

Kristus pada Umat Kristen, Yogyakarta: Kanisius, 1988.

179 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

D.L. Baker et.al Pengantar Bahasa Ibrani Jakarta: BPK, 2004.

Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES,

1990

E.A. Livingstone, Oxford Concise Dictionary of Christian Church, Oxford: Oxford

University Press, 1996.

Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta:

Difa Publisher, tt.

Emile Durkheim, The Elementary Forms of Religious Life, trld. into English by

Carol Cosman Oxford: Oxford University Press, 2001.

Fadli Zon, The IMF Game, Jakarta: IPS, 2004.

Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual, Penerjemah

Ahsin Mohammad Bandung: Penerbit Pustaka, 1985.

Frans Magnis Suseno, Menalar Tuhan, Yogyakarta: Kanisius, 2006.

Frans Magnis Suseno, Menjadi Saksi Kristus Di Tengah Masyarakat Majemuk,

Jakarta : Obor, 2004.

Hamid Fahmy Zarkasyi, Worldview sebagai Asas Epistemologi Islam dalam Majalah

Pemikiran dan Peradaban Islam Islamia, Thn. II No. 5, April-Juni 2005.

Hamka, Studi Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985.

Harold Bloom, Jesus and Yahweh, New York: Riverhead Books, 2005.

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, cet. ke-

6, 1986, Jld.

Hasan Asari, Etika Akademis Dalam Islam, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,

2000.

Hasan Asari, Etika Akademis Dalam Islam, Jakarta: UIN Syarif

Hidayatullah,2000.

Hasyim Asy‘ari, Adab Al-Alim Wa Al-Muta‟allim, Jombang: Maktabah Turats

Islamiy, 1415 H.

Herlianto, Siapakah Yang Bernama Allah Itu? (Jakarta: BPK, 2005, cetakan ke-3),

Hisyam Ibn Abd Malik, Al-A‟laqah Baina Al-Ilm Wa Al-Suluk, Riyadl : Jami‘ah

Muhammad Ibn Sa‘ud,2009.

HM Rasjidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang Islam Ditinjau dari

Berbagai Aspeknya„, Jakarta: Bulan Bintang, 1977.

180 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Huntington, Who Are We?: The Challenges to America‟s National Identity” New

York: Simon&Schuster, 2004.

I.J. Setyabudi, Kontroversi Nama Allah, (Jakarta: Wacana Press, 2004); Bambang

Noorsena, The History of Allah, Yogya: PBMR Andi, 2005.

IB Suparta Ardhana, Sejarah Perkembangan Agama Hindu, Denpasar: Paramita,

2002.

Ibn Jama‘ah, Tadzkirah Al-Sami‟ Wa Al-Mutakallim Fii Adab Al-A‟lim Wa Al-

Muta‟alim, Beirut : Dar Al-Basyair Al-Islamiyah, 1983.

Ibn Jauzi, Al-Thibb Al-Ruhi, tahqiq Abdul Aziz Izzuddin Al-Sairawani,

Damaskus : Dar Al-Anwar, 1993

Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur‟an al-„Adhim, Riyadh: Maktabah Darus Salam, 1994.

Ibn Miskawih, Tahdzib Al-Akhlaq, terj. Menuju Kesempurnaan Akhlak,

Bandung: Mizan, 1994.

Ibn Taymiyyah, Al-Jawab al-Shahih li-man Baddala Din al-Masih, diedit oleh Dr.

Ali ibn hasan et al. Riyadh: Dar al-‗Ashimah: 1414H.

Ibrahim bin Isma‘il, Syarh Ta‟lim al-Muta‟allim „ala Thariiqa Ta‟allum, Semarang:

Karya.

Ilham B Saenong, Hermeunetika Pembebasan; Metodologi Tafsir Al-Qur‟an Menurut Hassan

Hanafi, Jakarta: Teraju, 2002.

Irfan Habibie Martanegara, Pengaruh Worldview Ateis Terhadap Sains, Bogor : Ulil

Albaab, 2012.

Isma‘il R. Al-Faruqi, Islam and Other Faiths, diedit oleh Ataullah Siddiqui

Leicester: The Islamic Foundation, 1998M./1419H.

Jo Priastana, Be Buddhist Be Happy, (Jakarta: Yasodhara Puteri Jakarta, 2005.

John Bowker (ed), The Concise Oxford Dictionary of World Religions, Oxford

University Press, 2000.

John H. Hayes, An Introduction to Old Testament Study Tennessee: Abingdon, 1979.

John L. Allen, The Rise of Benedict XVI, New York: Doubleday, 2005.

John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2000.

Jurnal Islamia, Tahun I, No. 1, 2004.

Jurnal Islamia, Vol. V, No. 1, 2009.

Jurnal Islamia, Vol. VI, No. 1, 2012.

181 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Karen Armstrong, Sejarah Tuhan (Terj), Bandung: Mizan, 2001.

Kerry Walters, Atheism: A Guide for The Perplexed, New York: Continuum, 2010.

M. Amin Rais, Cakrawala Islam, cet. i, Bandung: Mizan, 1987.

Marvin Perry, Western Civilization, London: The Encyclopaedia Britannica

Company Ltd., 1926.

Marvin Perry, Western Civilization: A Brief History, New-York: Houghton

Mifflin Company, 1997.

Mazheruddin Siddiqi, The Image of the West in Iqbal, Lahore: Baz-i-Iqbal, 1964.

Michael Baigent, Richard Leigh, Henry Lincoln, The Messianic Legacy, New

York: Dell Publishing, 1986.

Michel Colin Piper, The High Priests of War, Washington DC: American Free

Press, 2004.

Moch. Nur Ichwan, Meretas Kesarjanaan Kritis Al-Qur‟an: Teori Hermeneutika Al-

Qur‟an, Jakarta: Teraju, 2003.

Mohammed Arkoun, Contemporary Critical Practices and the Qur„an, dalam

Encyclopaedia of the Qur‟an, editor Jane Dammem Mc Auliffe, Netherlands:

Brill, 2001.

Mohammed Arkoun, The Unthought in Contemporary Islamic Thought, London:

Saqi Books, 2002.

Muhammad Asad, Islam at The Crossroads, Kuala Lumpur: The Other.

Muhammad Sa‘id Ramadhan Al-Buthi, Kubra al-Yaqiniyyat al-Kawniyyah,

Dimasyq: Dar al-Fikr,1985.

Mun‗im Sirry (ed), Fiqih Lintas Agama, Jakarta: Paramadina &The Asia

Foundation, 2004.

Musdah Mulia, Muslimah Reformis, Bandung: Mizan, 2005.

Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif Al-Qur‟an, Jakarta,

Paramadina, 2001, cet. II, hlm. 33.

Nashruddin Syarif, Menangkal Virus Islam Liberal, Bandung :

PERSISPERS,2011.

Nasr Hamid Abu Zayd dan Esther R. Nelson, Voice of an Exile: Reflections on

Islam (London: Westport, conncticut, 2004.

Nasr Hamid Abu Zayd, Naqd al-Khitab al-Dini, Kairo: Sina li al-Nashr, edisi

pertama, 1992.

182 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Nasr Hamid Abu Zayd, The modernization of Islam or the Islamization of modernity,

dalam Cosmopolitanism, Identity and Authenticity in the Middle East, editor

Roel Meijer Surrey: Curzon Press, edisi pertama, 1999.

Nasrudin Syarif, Konsep Ilmu Menurut Ibn Taimiyah, Bogor : Univ Ibn

Khaldun,2010.

Ngakan Made Madrasuta (ed), Semua Agama Tidak Sama, Media Hindu, 2006.

Norena Heertz, Hidup di Dunia Material: Munculnya Gelombang Neoliberalisme,

dalam Neoliberalisme, editor I. Wibowo dan Francis Wahono, cet. i,

Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, 2003.

Norman P. Tunner, Konsili-konsili Gereja, Yogyakarta: Kanisius, 2003.

Paul Guyer, Kant, New York: Routledge, 2006.

Rasyid Ridha, al-Wahy al-Muhammadi, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah: 2005.

Rudolf A. Makkreel, Dilthey: Philosopher of the Human Studies (Princeton:

Princeton University Press, 1975.

S.M. Idris, Globalization and the Islamic Challenge, Kedah: Teras, 2001.

Sa‘d al-Din al-Taftazani, Syarh al-Aqa‟id al-Nasafiyyah, Karachi: Maktabah Khair

Katsir, t.t

Salisu Shehu, Islamization of Knowledge Conceptual Background Vision and Tasks,

Kano: International Institute of Islamic Thought, 1998.

Samantha Power, A Problem from Hell: America and The Age of Genocide” London:

Flamingo, 2003.

Samuel M. Zwemmer, Islam: A Challenge to Faith, London: Darf Publisher

Limited, 1985.

Sigmund Freud, The Future of An Illusion, trld. into English and edited by James

Stracey, with a biographical introduction by Peter Gay, New York :

Norton, c1989.

Simon Price and Emily Kearns (ed), The Oxford Dictionary of Classical Myth and

Religion, Oxford:Oxford University Press, 2004.

Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2004, cet.

SMN Al-Attas, Islam dan Sekularisme SMN Al-Attas, Bandung: Penerbit

Pustaka.

Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, Kuala Lumpur, ISTAC,

1993.

Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysic of Islam, Kuala

Lumpur: ISTAC, 1995.

183 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Taqiyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif; Perspektif Islam,

(an-nidlam al-Iqtishadi fil Islam), alih bahasa Moh. Maghfur Wachid, cet. vii,

Surabaya: Risalah Gusti.

Taqiyuddin an-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam, (Nizham al-Islam), alih

bahasa Abu

Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an, Yogyakarta: FKBA, 2001.

Th.C.Vriezen, Agama Israel Kuno, Jakarta: Badan Penerbit Kristen, 2001.

The Interpreter‟s Dictionary of the Bible, (Nashville: Abingdon Press, 1989; Douglas

C. Hall, The Trinity, Leiden: EJ Brill, 1992.

Tim Wallace-Murphy, What Islam Did for Us: Understanding Islam‟s Contribution to

Western Civilization, London: Watkins Publishing, 2006.

Tom Sorell, Scientism: Philosophy and the Infatuation with Science. London:

Routledge, 1994.

Victor Silaen dkk., Gereja dan Reformasi, Jakarta: Yakoma PGI, 1999

Walden Bello, Dark Victory: The United States, Structural Adjustment and Global

Poverty, London: Pluto Press, 1994.

Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, Bandung:

Penerbit Pustaka, 1981.

Werner Georg Kümmel, The New Testament: The History of the Investigation of Its

Problems, Penerjemah S. McLean Gilmour dan Howard C. Kee (New

York: Abingdon Press, 1972.

Wilfred C. Smith, The Meaning and End of Religion (London: SPCK, [1962] 1978).

Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur‟an dan As-

Sunnah yang Shahih, Bogor : Pustaka At-Taqwa.

Yusuf al-Qardhawi, Karakteristik Islam : Kajian Analitik (terjemahan), Surabaya :

Risalah Gusti, 1995.

184 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Riwayat Hidup Penulis

Dr. Akhmad Alim

anggal 10 Desember 2011, memiliki sejarah tersendiri T

bagi Dr. Akhmad Alim. Anak kampung ini berhasil lulus

mempertahankan disertasi doktornya dan menjadi seorang

Doktor termuda serta tercepat di Universitas Ibn Khaldun

(UIKA) Bogor dengan predikat cum laude. Salah satu

pengujinya yaitu Prof. Dr. Ahmad Tafsir, pakar pendidikan dari Universitas

Islam Negeri Sunan Gunung Jati Bandung memuji Disertasi dan

keilmuannya.“UIKA kini memiliki pakar tentang Ibn Jauzi,” kata Prof. Ahmad

Tafsir.

Pada sidang terbuka tersebut, Ahmad Alim mempertahankan

Disertasinya yang berjudul “Pendidikan Jiwa Ibn Jauzi dan Relevansinya

terhadap Pendidikan Spiritual Manusia Modern”. Ia menjawab semua

pertanyaan para penguji dengan tangkas dan lancar. Tim penguji Disertasi

terdiri atas Prof.Dr.KH. Didin Hafidhuddin, MS, Prof.Dr.H. Ahmad Tafsir,

Prof.Dr.H. Didin Saifudin Bukhari, MA, Dr.H. Adian Husaini, Msi, dan Dr.H.

Ibdalsyah,MA.

Melalui Disertasi ini, Dr. Alim menawarkan solusi Pendidikan Jiwa

berdasarkan konsep yang disusun oleh seorang ulama besar bernama Ibn

Jauzi. Memang, untuk menyelesaikan disertasinya, Alim harus bekerja keras.

Dia melakukan penelitian di berbagai perpustakaan, termasuk di Universitas

Islam Madinah dan Universitas Ummul Qura Mekkah. “Saya sudah

mengecek, belum ada yang menulis masalah ini,” papar Alim.

Dr.Akhmad Alim, sehari-hari lebih akrab dipanggil Ustadz Alim. Maklum,

sembari menyelesaikan program doktoralnya, ia juga dipercaya oleh Prof.

Dr. KH. Didin Hafidhuddin, MS, menjadi pengasuh Pondok Pesantren

Mahasiswa dan Sarjana (PPMS) Ulil Albaab Bogor -sebuah pesantren yang

didirikan oleh Mohammad Natsir, tahun 1987.

185 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Akhmad Alim selama ini sudah dikenal "haus ilmu". Sejarah

pendidikannya tidak terlepas dari nadzar sang ibunya sendiri, yang

merupakan seorang perempuan yang buta huruf. Sang Ibu adalah seorang

anak yatim piatu sejak kecil. Kakak-kakaknya diambil dan diasuh orang,

sedang ia sendiri tidak, sehingga Ia hidup sebatangkara. Karena tidak ada

biaya, ia keluar sekolah ketika kelas dua SD. Semenjak itu, ia mencari uang

sendiri dengan berjualan daun pisang serta ikut menanam padi di sawah.

Ayah Alim pun bukan orang yang berpendidikan. Sama seperti ibunya

yang tidak lulus sekolah dasar. Hal inilah yang -menurut Alim -kadang

membuatnya heran, mengapa ia diberi nama Ahmad Alim yang artinya

“pujian kepada Allah hamba yang berilmu”. Padahal kedua orang tuanya itu

tidak bisa bahasa Arab. Ketika ditanyakan tentang hal itu, sang ayah berkata,

“nama itu pemberian dari seorang Kyai yang merespon nadzar Ibumu”.

Diwakafkan Sang Ibu

Akhmad Alim lahir di Rembang, 28 Februari 1982. Saat kecil, Alim sering

sakit-sakitan. Bahkan, kabarnya, ia baru bisa berjalan setelah 21 bulan.

Padahal bayi normal biasanya sudah bisa berjalan umur 12 bulan. Ibu Alim

sangat sedih. Saat itulah Sang Ibu berdoa, “Ya Allah, Jika anak saya ini tetap

hidup dan bisa berjalan, anak ini saya wakafkan untuk sekolah bahkan

setinggi-tingginya yang tidak ada di kampung ini.”

Alasan yang mendorong mengapa sang ibu sangat perhatian pada

pendidikan, adalah kakek Alim yang merupakan pejuang dan guru ngaji di

zaman Belanda. Jadi sang ibu sempat protes mengapa anak-anak seorang

guru ngaji tapi sekolahnya tidak ada yang tuntas. Ini memang wajar karena

kakek dan neneknya wafat sejak ibu Akhmad Alim masih bayi. Tetapi justru

karena itu, sang ibu berjuang agar anak-anaknya kelak bisa sekolah setinggi-

tingginya.

Itulah yang memotivasi Akhmad Alim untuk terus bersekolah. Bahkan

sejak kecil ia terbiasa sekolah double. Saat bersekolah di Sekolah Dasar di

pagi hari, sore hari dia bersekolah di madrasah ibtidaiyah. Begitu juga saat

bersekolah di SLTP, ia juga merangkap ngaji di sebuah pesantren. Begitu

pula ketika di ia bersekolah di tingkat SLTA, ia juga merangkap menimba

186 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

ilmu di sebuah Pesantren di Pati, Jawa Tengah. Setelah itu ia melanjutkan

pendidikan tingkat DI, D2, D3, Sl, S2 dan sampai S3. Alim menyelesaikan

jenjang S-l di Universitas Muhammad Ibnu Sa’ud LIPIA Jakarta dan S-2 di

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Menurut Ahmad Alim, ia mempunyai kebiasaan, ketika dulu masih

bersekolah dan menghadapi ujian, ia meminta doa dari sang ibu.

Keesokannya Sang Ibu pun langsung berpuasa dan shalat tahajud ketika

malam untuk mendoakan kesuksesan anaknya. Walau pun sang ibu tidak

memodali materi, tetapi selalu memberikan doa. Ketika berangkat sekolah

sang ibu selalu berwasiat, “Ibu tidak bisa memberi kamu biaya, tidak bisa

memberi biaya kamu makan. Ibu hanya membekali kamu dengan basmalah.

Dengan basmalah kamu bisa makan dan kamu bisa hidup dan membiayai

kuliah.”

Dengan bekal tersebut ternyata Akhmad Alim tidak pernah kecil hati

dan tidak merasa kekurangan. Bahkan untuk biaya sekolah pun, Akhmad

Alim selalu mendapat beasiswa. "Kalau pun tidak mendapat beasiswa ada

saja rizki dan kemudahan dari jalan yang tidak diperkirakan sebelumnya”

ungkapnya.

Ada kisah, seorang pegawai di sebuah perusahaan yang nge-fans

terhadap Ahmad Alim. Orang tersebut mengaku pengikut fanatik satu

organisasi Islam. Ia mengaku sedih, karena yang aktif di masjidnya

kebanyakan pengikut organisasi lain. Pegawai itu kemudian merasa

bersyukur karena kehadiran Alim mampu merangkul berbagai kelompok. Di

tengah penulisan tesis S-2, tiba-tiba si pegawai melunasi seluruh biaya

pendidikan Akhmad Alim.

Begitu pula saat Ahmad Alim hendak berangkat ke Madinah untuk

penelitian disertasi. Ada seorang pengusaha yang sadar bahwa hidup

mencari uang terus, karena ia ternyata tidak pernah mengeyangkan hatinya.

Akhirnya ia mengaji dan kemudian merasakan ketenangan. Ia belajar pada

bahasa Arab pada Akhmad Alim mulai “dari nol” sampai bisa

menerjemahkan Al-Quran 30 juz. Saat Ahmad Alim berangkat ke Madinah

untuk melakukan penelitian, orang itu mengusahakan semua biayanya.

187 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

“Rizki itu dari Allah,” kata Ahmad Alim yang kini sehari-hari menjadi Imam di

Masjid al-Hijri Universitas Ibn Khaldun Bogor.

Belajar Ke Universitas Ummul Qura Mekah

Setelah menyelesaikan pendidikan Dokornya, Alim tidak lantas berhenti

kuliah. Bahkan kehausan akan ilmu, semakin bertambah. Untuk itu, setahun

kemudian Ia berangkat ke Mekah untuk belajar Metodologi Pengajaran

Bahasa Arab dan Tahfidz di Universitas Ummul Qura Mekah.

Kini, Alim aktif sebagai ketua progam kaderisasi ulama Pesantren Tinggi

Ulil Albab, sekaligus dosen pasca sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor.

188 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m

Dr. Adian Husaini

Dr. Adian Husaini, M.Si., lahir di Bojonegoro, Jawa

Timur, 17 Desember 1965. Mennyelesaikan program Ph.D.

tahun 2009, dalam bidang Islamic Civilization di

International Institute of Islamic Thought and Civilization--

Internasional Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM),

dengan disertasi berjudul “Exclusivism and Evangelism in the Second Vatican

Council”: A Critical Reading of The Second Vaticand Council Documents in

the Light of the Ad Gentes and the Nostra Aetate.”

Aktitivitas saat ini adalah Ketua Program Magister dan Doktor

Pendidikan Islam – di Program Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor

dan juga pendiri (pengasas dan peneliti) INSISTS. Beberapa karya tulisnya

diantaranya, Exclusivism and Evangelism in The Second Vatican Council

(Kuala Lumpur: IIUM, 2011), Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen

ke Dominasi Sekular-Liberal (Jakarta: Gema Insani Press, 2005) – buku ini

mendapat penghargaan sebagai buku terbaik untuk kategori non-fiksi dalam

Islamic Book Fair di Jakarta tahun 2006, Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi

Islam di Perguruan Tinggi (Jakarta: Gema Insani Press, 2006) – buku ini

mendapat penghargaan sebagai buku terbaik kedua, dalam Islamic Book Fair

tahun 2007.

189 | S T U D I I S L A M I I I W a w a s a n I s l a m