Buku Strategi Berhenti Merokok

37
STRATEGI PENGHENTIAN PERILAKU MEROKOK Oleh : Y. Bagus Wismanto Y Budi Sarwo Unika Soegijapranata Semarang - 2007

Transcript of Buku Strategi Berhenti Merokok

Page 1: Buku Strategi Berhenti Merokok

STRATEGI PENGHENTIAN PERILAKU MEROKOK

Oleh : Y. Bagus Wismanto

Y Budi Sarwo

Unika Soegijapranata Semarang - 2007

Page 2: Buku Strategi Berhenti Merokok

Buku ini Atas Pembiayaan dari

Dana Hibah Bersaing Angkatan XIV/2 Tahap III tahun

Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat,

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Departemen Pendidikan Nasional

2006 – 2007

Page 3: Buku Strategi Berhenti Merokok

DAFTAR ISI

Halaman

Bab I

Bab II

Page 4: Buku Strategi Berhenti Merokok

BAB I

PENDAHULUAN

Merokok adalah perilaku manusia yang sudah berusia ratusan tahun

bahkan ribuan tahun. Perilaku merokok adalah perilaku yang merugikan

bukan hanya pada diri si perokok sendiri namun juga merugikan orang lain

yang ada di sekitarnya. Perilaku merokok menunjukan adanya

keberagaman inter-intra individu (Vinck, 1993; Smet, 1994; Gilbert, 1996;

Loeksono dan Wismanto, 1999).

Peraturan Daerah DKI tentang Pengendalian Pencemaran Udara

telah disahkan oleh DPRD pada tanggal 5 Februari 2005 (Kompas, 6

Februari 2005), Peraturan Daerah tersebut ada kemungkinan segera diikuti

oleh Propinsi/Kabupaten/kota di Jawa maupun di daerah yang lain.

Mengingat bahaya merokok dan besarnya risiko yang harus ditanggung

terhadap pelanggaran terhadap Perda tersebut, maka peraturan tersebut

diduga dapat meningkatkan niat bagi para perokok untuk menghentikan

kebiasaan merokok.

Kebanyakan perokok mulai menghisap rokok pada waktu usia

belasan tahun (Smet, 1994; Nainggolan, 1996). Sejumlah penelitian

menegaskan bahwa sebagian orang mulai merokok antara usia 11 – 13

tahun, dan 85 % mulai merokok sebelum usia 18 tahun. Pada usia 15 tahun

terdapat sebanyak 46,5% pelajar laki-laki yang mengatakan pernah

mencoba merokok, padahal pada usia 11 tahun hanya tercatat 20,8% yang

pernah mencobanya (Haryati, 1996). Perilaku merokok pada umumnya

dilakukan remaja agar tampak dewasa, dan dilakukan secara sembunyi-

sembunyi karena takut dimarahi oleh orang tua maupun gurunya. Hal ini

senada dengan pendapat Perry dkk. (Smet, 1994) yang menyatakan bahwa

perilaku merokok dimulai pada usia remaja, dan percobaan merokok

tersebut berkembang menjadi pengguna secara tetap dalam kurun waktu

beberapa tahun kemudian.

Meskipun pada awalnya remaja yang mencoba merokok kurang

dapat menikmati rokok pertamanya karena membuat si perokok merasa

pahit di mulut, mual dan pusing, namun karena dorongan sosial (dorongan

teman-teman), perilaku pertama tersebut menjadi menetap. Perasaan mual

dan pusing disebabkan karena tubuh memerlukan penyesuaian terhadap

zat-zat yang terkandung di dalam rokok yang tidak dapat diterima tubuh,

namun lama kelamaan menjadi terbiasa dan teradaptasi setelah mengalami

beberapa kali percobaan merokok. Unsur-unsur yang terdapat di dalam

rokok seperti nikotin dan karbon monoksida dapat membuat orang menjadi

Page 5: Buku Strategi Berhenti Merokok

2

ketagihan dan ingin merokok lebih banyak lagi. Perilaku merokok pada usia

dewasa diyakini merupakan perilaku yang disadari efeknya, namun tetap

dilakukan oleh karena dirasakan kebutuhannya akan asupan nikotin dari

rokok dengan berbagai alasan.

Perilaku merokok menyebabkan beberapa gangguan. Dalam jangka

pendek, merokok dapat menyebabkan warna kuning pada gigi, kuku dan

jari tangan, mulut dan keringat berbau tidak sedap, sehinga secara

psikologis mengurangi rasa percaya diri, mengganggu hubungan dengan

orang lain dan tidak tenang. Akibat jangka panjang adalah timbulnya

beberapa penyakit seperti jantung koroner, kanker paru-paru, bronchitis,

kanker mulut, kanker tenggorokan dan gangguan janin di dalam kandungan.

Ditambahkan bahwa disadari atau tidak oleh para perokok, perilaku

merokok memiliki dampak negatif baik bagi dirinya sendiri maupun bagi

orang-orang yang berada di sekeliling si perokok. Zat yang terkandung

dalam rokok mengandung berbagai faktor risiko bagi kesehatan, membuat

si pemakai berrisiko tinggi untuk menderita beberapa macam penyakit yang

dapat menyebabkan kematian. Berbagai macam penyakit yang erat

kaitannya dengan perilaku merokok antara lain kanker paru, kanker

tenggorokan, bronchitis, penyakit jantung dan penyakit gangguan

pernafasan.

Ada beberapa penyebab mengapa seseorang merokok, yaitu faktor

sosial, faktor psikologis maupun faktor biologis (Sarafino, 1990). Seseorang

mulai merokok karena faktor sosial antara lain karena pengaruh orang tua,

karena teman sekelompok (takut tidak diterima dalam kelompok tertentu)

maupun karena adanya contoh dari saudara, orang tua, guru maupun

media massa. Faktor ini terkait dengan pengalaman dan pengetahuan

manusia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan

(Trihandini dan Wismanto, 2000) yang menunjukkan bahwa remaja yang

merokok dipengaruhi oleh persepsinya terhadap gaya hidup modern. Gaya

hidup modern ini dipersepsi dari teman-teman sekelompoknya.

Seseorang merokok karena faktor psikologis antara lain karena

merasa kesepian, tidak ada orang yang diajak berbicara, karena putus cinta

atau masalah lain, maupun karena hanya ingin mencoba semata (iseng).

Seseorang merokok karena faktor biologis misalnya karena kedinginan,

meskipun hal ini kecil persentasenya.

Sebagian besar anggota masyarakat telah mengetahui bahaya yang

ditimbulkan karena perilaku merokok. Sudah semestinya mereka yang

mempunyai pengetahuan ini, mereka yang terdidik dengan baik (memiliki

tingkat pendidikan yang tinggi), mereka yang bekerja di bidang kesehatan,

Page 6: Buku Strategi Berhenti Merokok

3

akan menghindarkan diri dari perilaku merokok. Namun dalam

kenyataannya mereka yang memiliki pengetahuan tentang bahaya

merokok, mereka yang berpendidikan tinggi bahkan sebagian dari mereka

yang bekerja di bidang kesehatanpun (seperti perawat dan dokter) juga

memiliki kebiasaan merokok. Terlebih lagi sebenarnya peringatan akan

bahaya merokok telah tertulis secara jelas dan besar di setiap bungkus

rokok yang diproduksi, namun kenyataannya perilaku merokok tidak

berkurang.

Dampak penyerta dari perilaku merokok adalah bahwa kebiasaan

merokok dapat menjadi pintu masuk pertama (first step) terhadap perilaku

negatif lainnya, seperti minum alkohol, penyalah gunaan obat-obatan

terlarang atau narkoba, perilaku negatif dan destruktif. Kombinasi perilaku

negatif antara merokok dan minum alkohol adalah sesuai dengan hasil

penelitian Smet (1994) di kota Semarang dan sekitarnya, bahwa perilaku

merokok ternyata memiliki korelasi dengan dengan kebiasaan minum

alkohol di kalangan remaja. Banyak bukti empiris yang menunjukkan bahwa

gerombolan penonton sepakbola seusai menonton pertandingan tim

kesayangan mereka, di jalan maupun diperempatan jalan secara agresif

mereka meminta rokok kepada pengendara sepeda motor maupun mobil

yang berhenti karena lampu merah. Kadang kala mereka juga meminta

uang, dan jikalau tidak mendapat respon mereka menggerutu, mengumpat

atau mencaci maki.

Dalam lingkup pekerjaan, perilaku merokok menjadi salah satu

penyebab inefisiensi. Seorang karyawan yang memiliki kebiasaan merokok

seringkali melayani masyarakat sambil merokok, hal ini berarti pula

menempatkan orang lain/masyarakat yang dilayani di posisikan sebagai

perokok pasif. Dengan adanya Perda tentang pengendalian pencemaran

udara, pemerintah diwajibkan menyediakan suatu ruang untuk merokok.

Dengan demikian karyawan yang memiliki kebiasaan merokok harus

meluangkan waktu untuk merokok di tempak khusus tersebut. Hal ini juga

terjadi pada karyawan sekretariat Daerah Kabupaten / kota yang memiliki

kebiasaan merokok, kadangkala mereka meninggalkan tempat kerja

beberapa waktu untuk memenuhi kebutuhan merokok atau melayani sambil

merokok, sehingga masyarakat yang membutuhkan pelayanannya menjadi

“sedikit” tergangu.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka sangat pentinglah bagi

seluruh anggota masyarakat untuk turut serta dalam usaha penyehatan

masyarakat dengan menyebarkan luaskan informasi tentang bahaya dan

ketidak bergunaan perilaku merokok.

Page 7: Buku Strategi Berhenti Merokok

4

Page 8: Buku Strategi Berhenti Merokok

BAB II

SEJARAH TEMBAKAU DAN ROKOK

A. SEJARAH TEMBAKAU

Tembakau ialah hasil perkebunan atau pertanian yang diproses dari

daun tumbuh-tumbuhan genus Nicotiana yang segar. Ia mempunyai sejarah

penggunaan yang panjang dalam kebudayaan orang asli Amerika dan telah

memainkan peranan yang penting dalam pengaturan perdagangan Amerika

Serikat. Tembakau bisa didapatkan secara komersial dalam bentuk-bentuk

kering sehingga awet dan sering dihisap dalam bentuk cerutu dan rokok,

atau dengan menggunakan pipa. Daun tembakau dapat pula dikunyah atau

dikulum, dan ada pula yang menghisap bubuk tembakau melalui hidung.

Tembakau terkadang oleh para perempuan jaman dulu atau wanita

pedesaan dipergunakan dengan dikunyah, "disumpelkan" (diletakkan antara

bibir dengan gusi). Tembakau mengandung zat alkaloid nikotin, sejenis

neurotoxin yang sangat ampuh jika digunakan pada serangga. Zat ini sering

digunakan sebagai bahan utama insektisida (http://id.wikipedia.

org/wiki/Kretek).

Gambar 1. Orang Eropa berdagang tembakau dengan Indian (http://www.tobacco.org).

Page 9: Buku Strategi Berhenti Merokok

6

6

Pada tahun 1492 Christopher Columbus membawa pulang ke Eropa

daun dan biji tembakau dari Caribbean dalam pelayarannya yang pertama

ke “dunia baru”. Tidak seperti masyarakat Indian asli yang mempergunakan

tembakau dalam tata upacara religius, bangsa Eropa mengembangkan

tembakau ke dalam budaya perdagangan dan konsumsi kenikmatan (Borio,

1998).

Pada tahun 1556 sampai dengan 1559 tembakau mulai

diperkenalkan di Perancis, Spanyol dan Portugis. Pada awal abad ke 16,

tembakau Spanyol terutama yang banyak tumbuh adalah tembakau

Carribean mendominasi pasar. Pelaut Portugis dan Spanyol membawa

tembakau dalam pelayaran mereka melewati tujuh samudra. Pertama kali ke

Afrika utara dan kemudian ke Timur Jauh, Phillipina, ke India dan akhirnya

ke Cina dan Jepang (Borio, 1998).

Pada tahun 1560-an Jean Nicot de Villemain, seorang Duta besar

Perancis untuk Portugis, menulis buku tentang tata cara pengobatan dengan

bahan dasar tembakau, dia menggambarkannya sebagai panacea (obat

mujarab untuk segala macam penyakit) dan menghadiahkan peralatan

medis dengan bahan tembakau kepada Catherine dari Medicis, Ratu

Perancis untuk mengobati anaknya yang mengalami sakit kepala migraine.

Tembakau kemudian menjadi populer di kalangan kerajaan dan istilah

nikotin diambil dari nama Nicot /Jean Nicot de Villemain (Borio, 1998;

Glantz, 1992).

Secara etiologis bahasa Indonesia tembakau merupakan serapan

dari bahasa asing. Bahasa Spanyol "tabaco" dianggap sebagai asal kata

dalam bahasa Arawakan, khususnya dalam bahasa Taino di Karibia.

Tabaco disebutkan mengacu pada gulungan daun-daun pada tumbuhan

atau bisa juga dari kata "tabago", sejenis pipa berbentuk “y” untuk

menghirup asap tembakau. Kata tobacco (Inggris) bisa jadi berasal dari

Eropa, dan pada akhirnya diterapkan untuk tumbuhan sejenis yang berasal

dari Amerika (http://id.wikipedia.org/wiki/Kretek).

Semua cara menggunakan tembakau tersebut diatas pada intinya

adalah penyerapan nikotin kedalam tubuh dengan jumlah yang berbeda-

beda dan yang menyebabkan ketergantungan. Jumlah penyerapan,

frekuensi, dan kecepatan adiksi tampaknya mempunyai hubungan yang

langsung dengan kuatnya ketergantungan terhadap nikotin.

Page 10: Buku Strategi Berhenti Merokok

7

7

B. SEJARAH ROKOK KRETEK

Dalam beberapa babad legenda yang beredar di Jawa, rokok sudah

dikenal sudah sejak lama. Tercatat dalam Kisah Roro Mendut, yang

menggambarkan seorang putri dari Pati yang dijadikan istri oleh

Tumenggung Wiroguno, salah seorang panglima perang kepercayaan

Sultan Agung menjual rokok "klobot" (rokok kretek dengan bungkus daun

jangung kering) yang disukai pembeli terutama kaum laki-laki karena rokok

itu direkatkan dengan ludahnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Kretek).

Riwayat perkembangan rokok kretek di Indonesia dan di dunia

bermula dari kota Kudus, sebuah kota kecil di Jawa Tengah bagian utara.

Sayang tidak begitu jelas asal usul yang akurat tentang rokok kretek.

Menurut kisah yang hidup dikalangan para pekerja pabrik rokok, riwayat

kretek bermula dari penemuan Haji Djamari, pada kurun waktu sekitar

1870-1880-an. Awalnya, penduduk asli kudus ini merasa sakit pada bagian

dada. Ia lalu mengoleskan minyak cengkeh. Sakitnya reda. Djamari lantas

bereksperimen merajang cengkeh dan mencampurnya dengan tembakau

untuk dilinting menjadi rokok (http://id.wikipedia.org/wiki/Kretek).

Rokok pada umumnya berbentuk silinder dari kertas berukuran

panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan

diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah

dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara

agar asapnya dapat dihisap mulut pada ujung lain.

Ada beberapa jenis rokok, rokok putih (rokok tanpa cengkeh) dan

rokok kretek (rokok dengan cengkeh), serta rokok yang berfilter dan tidak

berfilter. Filter pada rokok terbuat dari bahan semacam busa serabut sintetis

yang berfungsi menyaring nikotin, meskipun nikotin tidak tersaring

sepenuhnya.

Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau

kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong.

Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga

umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan

bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker

paru-paru atau serangan jantung.

Page 11: Buku Strategi Berhenti Merokok

8

8

Pada masa silam, melinting rokok sudah menjadi kebiasaan kaum

pria. Djamari melakukan modifikasi dengan mencampur cengkeh. Setelah

rutin menghisap rokok buatannya Djamari merasa sakitnya hilang. Ia

memberitahukan penemuan ini kepada kerabat dekatnya. Berita ini

menyebar cepat, dan permintaan "rokok obat" ini pun mengalir deras kepada

Djamari.

Djamari melayani banyak permintaan rokok cengkeh. Lantaran ketika

dihisap, cengkeh yang terbakar mengeluarkan bunyi "kemeretek", maka

rokok temuan Djamari ini dikenal dengan "rokok kretek". Awalnya, rokok

kretek ini dibungkus "klobot" atau daun jagung kering. Dijual per ikat dimana

setiap ikat terdiri dari 10 batang , tanpa selubung kemasan sama sekali.

Rokok kretek kian dikenal. Namun tak begitu dengan penemunya

Djamari diketahui meninggal pada tahun 1890. Siapa dia dan asal-usulnya

hingga kini masih remang-remang. Hanya temuannya itu yang terus

berkembang. Sepuluh tahun kemudian, penemuan Djamari menjadi

dagangan memikat di tangan Nitisemito, perintis industri rokok di Kudus.

Bisnis rokok dimulai oleh Nitisemito pada tahun 1906 dan pada 1908

usahanya resmi terdaftar dengan merek "Tjap Bal Tiga". Bisa dikatakan

langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di

Indonesia (http://id.wikipedia.org/wiki/Kretek).

Nama kecil Nitisemito adalah Rusdi. Ayahnya, Haji Sulaiman adalah

kepala desa janggalan. Pada usia 17 tahun ia mengubah namanya menjadi

Nitisemito. Pada usia ini, ia merantau ke Malang (Jawa Timur) untuk bekerja

sebagai buruh jahit pakaian. Usaha ini berkembang sehingga ia mampu

menjadi pengusaha konfeksi. Namun beberapa tahun kemudian usaha ini

kandas karena terlilit hutang. Nitisemito pulang kampung dan memulai

usahanya membuat minyak kelapa, dan juga berdagang kerbau namun

gagal. Ia kemudian bekerja menjadi kusir dokar sambil berdagang

tembakau. Saat itulah dia berkenalan dengan Mbok Nasilah, pedagang

rokok klobot di Kudus.

Ada yang menyatakan bahwa Mbok Nasilah adalah penemu pertama

rokok kretek, menemukan rokok kretek untuk menggantikan kebiasaan

nginang pada sekitar tahun 1870. Dengan demikian ada dua pendapat

tentang penemu rokok kretek, yaitu H Djamari atau mbok Nasilah

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kretek).

Page 12: Buku Strategi Berhenti Merokok

9

9

Di warungnya, Mbok nasilah menyuguhkan rokok temuannya untuk

para kusir yang sering mengunjungi warungnya. Kebiasaan nginang yang

sering dilakukan para kusir mengakibatkan kotornya warung Mbok Nasilah,

sehingga dengan menyuguhkan rokok, ia berusaha agar warungnya tidak

kotor.

Pada awalnya ia mencoba meracik rokok. Salah satunya dengan

menambahkan cengkeh ke tembakau. Campuran ini kemudian dibungkus

dengan klobot atau daun jagung kering dan diikat dengan benang. Rokok ini

disukai oleh para kusir dokar dan pedagang keliling. Salah satu

penggemarnya adalah Nitisemito yang saat itu menjadi kusir.

Nitisemito lantas menikahi Nasilah dan mengembangkan usaha rokok

kreteknya menjadi mata dagangan utama. Usaha ini maju pesat. Nitisemito

memberi label rokoknya "Rokok Tjap Kodok Mangan Ulo" (Rokok Cap

Kodok makan Ular). Nama ini tidak membawa hoki malah menjadi bahan

tertawaan. Nitisemito lalu mengganti dengan Tjap Bulatan Tiga. Lantaran

gambar bulatan dalam kemasan mirip bola, merek ini kerap disebut Bal

Tiga. Julukan ini akhirnya menjadi merek resmi dengan tambahan Nitisemito

(Tjap Bal Tiga H.M. Nitisemito). Bal Tiga resmi berdiri pada 1914 di Desa

Jati, Kudus (http://id.wikipedia.org/wiki/Kretek).

Setelah 10 tahun beroperasi, Nitisemito mampu membangun pabrik

besar diatas lahan 6 hektar di Desa jati. Ketika itu, di Kudus telah berdiri 12

perusahaan rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok

kecil (gurem). Diantara pabrik besar itu adalah milik M. Atmowidjojo (merek

Goenoeng Kedoe), H.M Muslich (merek Delima), H. Ali Asikin (merek

Djangkar), Tjoa Khang Hay (merek Trio), dan M. Sirin (merek Garbis &

Manggis).

Hampir semua pabrik itu kini telah tutup. Bal tiga ambruk karena

perselisihan diantara para ahli warisnya. Munculnya perusahaan rokok lain

seperti Nojorono (1940), Djamboe Bol (1937), Djarum (1950), dan Sukun,

semakin mempersempit pasar Bal Tiga ditambah dengan pecahnya Perang

Dunia II pada tahun 1942 di Pasifik, masuknya tentara Jepang, juga ikut

memperburuk usaha Nitisemito. Banyak aset perusahaan yang disita. Pada

tahun 1955, sisa kerajaan kretek Nitisemito akhirnya dibagi rata pada ahli

warisnya (Amen dan Ong Hok Ham, 1987; http://id.wikipedia.

org/wiki/Kretek).

Page 13: Buku Strategi Berhenti Merokok

10

10

Page 14: Buku Strategi Berhenti Merokok

BAB III

PERILAKU MEROKOK

A. Determinan Perilaku Merokok

Mengapa seseorang merokok dan menjadi perokok, memiliki alasan

yang berbeda-beda. Perilaku merokok adalah perilaku yang kompleks, yang

diawali dan berlanjut yang disebabkan oleh beberapa variabel yang

berbeda. Awal perilaku merokok pada umumnya diawali pada saat usia

yang masih muda (Smet, 1994), dan disebabkan adanya model yang ada di

lingkungannya, atau karena adanya tekanan sosial misalnya dinyatakan

bukan sebagai teman atau anggota kelompok jika tidak merokok; atau di cap

sebagai “banci” / tidak jantan jika tidak merokok (Loeksono dan Wismanto,

1999). Ketagihan terhadap rokok pada umumnya disebabkan oleh

interpretasi terhadap efek yang segera dirasakan ketika individu merokok

(Vinck, 1993).

Pada saat kebiasaan merokok sudah terbentuk, faktor sosial

memegang peran penting untuk menjaga perilaku merokok menjadi

berlanjut. Di samping hal tersebut di atas, adanya biphasic efek dari nikotin

yaitu merokok sebagai pengatur stress : pada situasi stress, nikotin dapat

mengurangi stress dan dalam kedaan kurang gairah, nikotin dapat

meningkatkan kegairahan (Aston and Stephey, 1982; Warburton and

Wesnes, 1986).

Hansen et al (dalam Sarapino, 1990) di dukung oleh para ahli lain

menyatakan bahwa secara umum perilaku merokok dipengaruhi oleh :

1. Lingkungan sosial. Seseorang mempunyai kebiasaan merokok

karena lingkungannya adalah perokok. Evans et al (dalam De Vries,

1989) menyatakan bahwa faktor sosial berpengaruh secara langsung

dan tidak langsung kepada individu. Pengaruh langsung berupa

menawarkan rokok, membujuk untuk merokok, menantang dan

menggoda, pengaruh ini dirasakan kuat pada kelompok remaja.

Pengaruh tidak langsung yaitu adanya model yang kuat di

lingkungannya, misalkan pimpinan kelompok atau guru atau orang

paling cantik/paling cakep dalam kelompok merokok, maka anggota

lain juga ikut merokok. Pengaruh tidak langsung ini sulit untuk

diamati. Seseorang mungkin tidak merasa bahwa perilakunya

dipengaruhi oleh gurunya atau model iklan rokok tertentu.

2. Faktor psikologis. Levy, Dignan and Shirrefs (1993) serta Sitepoe

(1997) menyatakan bahwa individu merokok untuk mendapatkan

kesenangan, nyaman, merasa lepas dari kegelisahan dan juga untuk

Page 15: Buku Strategi Berhenti Merokok

11

11

mendapatkan rasa percaya diri. Oleh karena itu individu perokok

yang bergaul dengan perokok lebih sulit untuk berhenti merokok,

daripada perokok yang bergaul atau lingkungan sosialnya menolak

perilaku merokok.

3. Faktor Biologis. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa semakin

tinggi kadar nikotin dalam darah semakin besar pula ketergantungan

terhadap rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes,

1986; Aditama, 1992; Sitepoe, 1997). Perilaku merokok sebenarnya

untuk memenuhi kebutuhan kadar nikotin di dalam darah.

4. Faktor Sosio Kultural. Kebiasaan masyarakat, tingkat ekonomi,

pendidikan, pekerjaan juga berpengaruh terhadap perilaku merokok.

Dari berbagai referensi tersebut di atas, maka tampaklah bahwa

adabeberapa determinan perilaku merokok, baik dari determinan yang kuat

maupun determinan yang kurang atau tidak begitu kuat.

B. Tipe Perokok.

Mereka yang dikatakan perokok sangat berat adalah bila

mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dan selang merokoknya

lima menit setelah bangun pagi. Perokok berat merokok sekitar 21-30

batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6 - 30

menit. Perokok sedang menghabiskan rokok 11 – 21 batang dengan selang

waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Perokok ringan menghabiskan

rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.

Menurut Tomkins (www.affecttherapy.co.uk/Tomkins.Affect_htm) ada 4 tipe

perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, ke empat tipe

tersebut adalah :

1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan

merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif.

Green (1978) menambahkan ada 3 sub tipe ini :

a. Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah

atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya

merokok setelah minum kopi atau makan.

b. Stimulation to pick them up. Perilaku merokok hanya dilakukan

sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.

c. Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh

dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa.

Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa

dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya

Page 16: Buku Strategi Berhenti Merokok

12

12

dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Atau perokok lebih

senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-

jarinya lama sebelum ia nyalakan dengan api.

2. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak

orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif,

misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai

penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak

terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.

3. Perilaku merokok yang adiktif. Oleh Green disebut sebagai

psychological Addiction. Mereka yang sudah adiksi, akan menambah

dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang

dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah

membeli rokok, walau tengah malam sekalipun, karena ia khawatir

kalau rokok tidak tersedia setiap saat ia menginginkannya.

Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan

rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka,

tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaannya rutin. Dapat

dikatakan pada orang-orang tipe ini merokok sudah merupakan suatu

perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa

disadari. Ia menghidupkan api rokoknya bila rokok yang terdahulu telah

benar-benar habis.

C. Penelitian tentang Perilaku Merokok.

1. Hasil Penelitian Umum yang Telah Ada.

Telah disebutkan di dalam bab pertama bahwa orang tua dapat

menjadi model bagi anak dalam perilaku merokok. Hasil penelitian Kristianti

dan Wismanto (2000) menunjukkan bahwa orang tua yang merokok memiliki

kecenderungan untuk permisif terhadap anak remajanya yang merokok,

daripada ayah yang tidak merokok. Hal tersebut dikarenakan orang tua yang

merokok tidak memiliki “power” untuk melarang anaknya agar tidak

merokok, karena dia sendiri juga merokok atau melakukan hal yang sama.

Sedangkan orang tua yang tidak merokok mampu melarang anaknya untuk

tidak merokok, karena dia sendiri juga tidak merokok dan memberi contoh

yang baik.

Perilaku merokok juga dipengaruhi oleh kelompok sosialnya. Hal ini

selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan Trihandini dan Wismanto

(2003) yang menunjukkan bahwa remaja yang merokok dipengaruhi oleh

persepsinya terhadap gaya hidup modern. Perilaku merokok dipersepsikan

Page 17: Buku Strategi Berhenti Merokok

13

13

sebagai salah satu bentuk atau bagian dari gaya hidup modern. Gaya hidup

modern sendiri dipersepsikan dari teman-teman sekelompoknya.

Perilaku merokok erat kaitannya dengan cara atau strategi mengatasi

masalah seseorang dan kepribadiannya. Seseorang yang menghadapi

masalah dan usaha pemecahan masalahnya menitik beratkan pada

pengaturan respon emosinya (emotion focus coping), akan cenderung

menjadi perokok yang kuat daripada mereka yang berusaha memecahkan

masalah dengan melihat inti masalahnya sendiri (problem oriented focus

coping) (Trihandini dan Wismanto, 2003). Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa

orang yang cenderung berkepribadian ekstrovert juga memiliki

kecenderungan perokok yang kuat.

WHO (depkes, 1993) menyebutkan bahwa kematian laki-laki yang

merokok adalah 70% dibandingkan laki-laki yang tidak merokok. Dari Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan oleh Depkes pada tahun

1972, 1980, 1986, dan 1992 tampaklah bahwa proporsi kematian yang

diakibatkan oleh penyakit jantung dan kanker akibat merokok semakin

meningkat. Tahun 1972 proporsi yang meninggal karena kardiovaskuler

adalah 5,1% sedangkan tahun 1992 naik menjadi 16,4%. Kematian akibat

kanker naik dari 1,3% menjadi 4%.

Penelitian Utami dan Winarno (1997) yang meneliti remaja awal

(anak-anak SMP) menunjukan bahwa ada hubungan yang searah dan

signifikan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang bahaya

merokok. Semakin tinggi pendidikannya semakin banyak pengetahuan

tentang bahaya merokok. Namun dalam penelitian juga diketemukan bahwa

ada hubungan positif antara usia dan perilaku merokok, semakin banyak

usia yang dimiliki semakin besar jumlah remaja yang merokok. Akhirnya

penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan

mengenai bahaya merokok dengan sikap penolakan terhadap perilaku

merokok. Hasil ini menguatkan fenomena yang telah ada di dalam

masyarakat bahwa di setiap bungkus rokok telah dituliskan peringatan

tentang bahaya merokok namun pada kenyataannya masih banyak pula

mereka yang merokok.

Perempuan merokok secara nasional hanya 1,2% dan 54,5% adalah

laki-laki. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Utami (1999) yang

menyimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara perempuan dan

laki-laki dalam hal keyakinan akan bahaya perilaku merokok, sikap

penolakan perilaku merokok, dan frekuensi merokok di antara ke dua

kelompok, bahkan tidak ditemukan adanya subyek perempuan yang

merokok. Perilaku awal merokok sendiri menurut penelitian Utami adalah

Page 18: Buku Strategi Berhenti Merokok

14

14

masa sekolah SLTP, masa ini adalah masa kritis dimana seorang laki-laki

menjadi seorang perokok atau bukan.

Penelitian penanggulangan perilaku merokok pernah dilakukan oleh

Umar (195) melalui metode diskusi panel dan pemberian liflet pada siswa-

siswa SLTA di Kabupaten Sleman. Hasil penelitian menunjukkan metode

diskusi panel lebih efektif dibanding metode pemberian liflet dalam

menanggulangi perilaku merokok.

Penelitian yang hampir mirip dengan penelitian Umar, dilakukan oleh

Prabandari (1994) yang mencobakan metode kelas besar (seminar) dan

metode kelas kecil (diskusi kelompok), hasil yang diperoleh menyatakan

bahwa kedua metode tersebut tidak efektif untuk menanggulangi perilaku

merokok. Selain itu, Sani (1994) pernah pula melakukan penanggulangan

perilaku merokok dengan jalan konsultasi melalui layanan Klinik Berhenti

Merokok di Yayasan Jantung Indonesia, namun peserta hanya sedikit dan

hasilnya belum memuaskan.

Penelitian tentang efek asap rokok juga dilakukan terhadap binatang,

seperti yang dilakukan Sugiharta (2005) yang menemukan bahwa kebiasaan

merokok berhubungan dengan penurunan pendengaran. Merokok adalah

faktor risiko utama untuk terjadinya disfungsi endotel yang akan

berkembang menjadi aterosklerosis, dan koklea merupakan organ sensitif

terhadap keadaan hipoksida. Dari pemeriksaan hispatologis ternyata dari

eksperimen ditemukan bahwa tikus putih yang diberi pejaman asap dua

batang rokok selama satu jam, dua kali perhari selama enam bulan,

berpengaruh pada kerusakan integritas histologis koklea.

2. Penelitian Khusus pada Karyawan Sekretariat Daerah.

Penelitian Wismanto dan Sarwo (2006) yang mengambil subyek

penelitian pada karyawan enam (6) Kantor Sekretariat daerah

Kabupaten/Kota di Jawa Tengah (Sukoharjo, Banjarnegara, Grobogan,

Jepara, Batang dan Tegal) memiliki dua tahap penelitian yaitu tahap

pertama pada tahun 2005/06 adalah penelitian survey-kuantitatif dan tahap

kedua pada tahun 2006/07 adalah penelitian tindakan, berupa pelatihan

strategi menghentikan perilaku merokok berdasar subyek pada tahap

pertama, yang menyatakan diri memiliki niat untuk menghentikan perilaku

merokok.

Penelitian tersebut diatas melibatkan variabel : Perilaku merokok;

Dukungan Sosial; Sikap terhadap perilaku merokok; Pengetahuan bahaya

rokok; Niat untuk berhenti merokok; serta Kecenderungan Kepribadian, yang

dikenakan pada subyek secara accidental, yang memang memiliki

Page 19: Buku Strategi Berhenti Merokok

15

15

kebiasaan perilaku merokok dan menyatakan niatnya untuk berhenti

merokok seperti yang ada pada tabel berikut :

Tabel I. Jumlah Responden setiap Kabupaten

Daerah Kabupaten/Kota Jumlah

Responden

Jumlah yang berniat

berhenti Merokok

Kabupaten

Pedalaman

Kab. Sukoharjo

Kab. Banjarnegara

Kab. Grobogan

48

48

49

36

38

37

Kabupaten

Pesisiran

Kab. Jepara

Kab. Batang

Kab. Tegal

41

51

29

28

36

17

Jumlah 266 192

Karakteristik responden secara detail dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel II. Karakteristik Subyek Penelitian

Karateristik Minimum Maksimum Rata-rata Deviasi

Standard

Usia

Pendidikan akhir

Golongan Kepegawaian

Lama Kebiasaan merokok

Jumlah Mencoba Berhenti

21

1

1

1

0

56

18

4

39

35

41,02

13,70

2,71

19,15

3,04

8,307

2,832

0,584

8,976

3,554

Secara teoritis telah diketahui bahwa perilaku merokok pada

umumnya berasal dari keluarga dengan orang tua yang memiliki kebiasaan

merokok, hal tersebut juga terjadi pada subyek penelitian ini sebagai berikut:

Tabel III. Status Perilaku Merokok pada Orang Tua dan Saudara serumah

Saudara Serumah ada yang merokok

Jumlah Tidak ada ada

Orang Tua

Merokok

Tidak 24 45 69

Ya 36 140 195

Jumlah 60 205 265

Dari data tersebut di atas tampaklah bahwa yang memiliki orang tua

merokok dan memiliki saudara serumah yang juga merokok adalah jumlah

Page 20: Buku Strategi Berhenti Merokok

16

16

terbanyak, yaitu 160 orang, sedang responden yang berasal dari orang tua

bukan perokok dan tidak ada saudara yang merokok hanya 24 orang saja,

atau merupakan jumlah terkecil daripada kategori yang lainnya. Hasil ini

sejalan dengan analisis dengan mempergunakan korelasi Spearman Rho

terhadap variabel status orang tua (merokok atau tidak merokok) dengan

variabel perilaku merokok dan dperoleh hasil korelasi positif dan sangat

signifikan. Dengan demikian semakin terbukti bahwa kebanyakan perokok

berasal dari keluarga perokok juga, baik orang tua maupun saudara.

Berdasarkan pengumpulan data mempergunakan enam (6) skala

yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya (Wismanto dan Sarwo, 2006),

maka dilakukan analisis data dan hasilnya adalah sebagai berikut :

Variabel lamanya kebiasaan merokok memiliki korelasi positif dan

sangat signifikan (r = 0,251) dengan perilaku merokok. Hasil ini sejalan

dengan teori yang dinyatakan pada bab sebelumnya bahwa semakin lama

kebiasaan merokok dilakukan akan semakin kuat perilaku merokoknya.

Kebiasan yang sudah lama dilakukan tentunya akan semakin sulit untuk

merubah atau bahkan menghentikan perilaku tersebut, kecuali dengan tekad

dan semangat yang amat kuat.

Pengetahuan akan bahaya merokok berkorelasi negatif dan sangat

signifikan (r = −−−− 0,167) dengan perilaku merokok. Hasil tersebut juga sesuai

dengan teori yang mendasari bahwa mereka yang memiliki pengetahuan

dan memahami akan bahaya merokok yang tinggi atau semakin banyak

pengetahuannya, akan memiliki perilaku merokok yang rendah, dalam arti

bahwa tingkat ketergantungan akan rokok adalah rendah. Hasil ini

memperkuat pendapat pendapat sebelumnya yang menyatakan bahwa

untuk merubah perilaku maka strategi yang dapat digunakan adalah

memperbesar informasi kognitif-intelektual pada subyek yang bersangkutan.

Sikap terhadap perilaku merokok berkorelasi positif dan signifikan

terhadap perilaku merokok. Hasil inipun juga selaras dengan teori yang

mendasarinya bahwa semakin positif sikap seseorang (yang berarti pula

semakin permisif atau mendukung/menerima) terhadap perilaku merokok

maka semakin kuat pula perilaku merokoknya.

Hasil korelasi negatif dan signifikan diperoleh antara variabel niat

untuk berhenti merokok dengan perilaku merokok. Semakin kuat niat untuk

menghentikan perilaku merokok maka semakin lemah perilaku merokok,

demikian pula sebaliknya.

Secara teoritis disebutkan bahwa niat untuk berhenti merokok

berhubungan dengan dukungan sosial, yaitu dukungan untuk menghentikan

perilaku merokok. Hasil analisis menunjukkan hal yang sama, dengan

Page 21: Buku Strategi Berhenti Merokok

17

17

demikian dukungan sosial merupakan variabel yang cukup kuat untuk

merubah perilaku merokok. Lingkungan sosial baik komponen keluarga

maupun lingkungan tempat kerja berperanan untuk menghentikan perilaku

merokok.

Dari analisis jalur terhadap variabel variabel penelitian diperoleh hasil

sebagai berkut :

-0,289**

0,154** 0,200**

0,360**

Gambar 2. Diagram Hasil Analisis Keterkaitan antar Variabel

Hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa kekuatan perilaku

merokok dipengaruhi oleh niat untuk berhenti merokok. Apabila niat untuk

berhenti merokok adalah kuat atau tinggi maka perilaku merokoknya lemah.

Sedangkan niat untuk berhenti merokok sendiri masih dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu sikap terhadap rokok, dukungan sosial dan

kemampuan yang dirasakan untuk merealisasikan berhenti merokok.

Apabila Sikapnya negatif terhadap rokok (tidak senang atau menolak

terhadap rokok), dukungan sosial untuk berhenti merokok dari lingkungan

juga tinggi serta individu yang bersangkutan merasa mampu untuk

merealisasikan untuk berhenti merokok adalah tingi maka niat untuk

berhenti merokokpun semakin kuat, demikian pula sebaliknya. Secara

bersama-sama ke tiga variabel tersebut memberikan sumbangan efektif

sebesar 60,9% terhadap niat untuk berhenti merokok, dengan demikian

sisanya sebesar 39,1% merupakan sumbangan di luar ke tiga variabel

tersebut.

Sikap terhadap Rokok

Dukungan Sosial

Kemampuan yang

Dirasakan

Niat untuk

berhenti

Perilaku

Merokok

Page 22: Buku Strategi Berhenti Merokok

BAB IV PEROKOK DAN HAK ASASI MANUSIA

Setiap orang telah mengetahui bahwa merokok adalah berbahaya

bagi kesehatan. Merokok juga dapat menjadi pintu gerbang bagi seseorang

untuk mencoba zat adiktif yang lainnya, karena bagi seorang perokok lebih

mudah untuk mencoba zat-zat adiktif yang lain tersebut daripada bukan

seorang perokok.

Perilaku merokok merupakan masalah yang berkaitan dengan

kesehatan masyarakat karena dapat menimbulkan berbagai penyakit

bahkan dapat menyebabkan kematian baik bagi si perokok dan orang yang

ada disekitarnya (sebagai perokok pasif). Data tahun 2001 menunjukkan

adanya kecenderungan perokok semakin lama semakin meningkat, secara

nasional perokok laki-laki mengalami kenaikan dari 51,2 % menjadi 54,5 %,

sedangkan pada perempuan mengalami penurunan dari 2 % menjadi 1,2%

(www.depkes.go.id/index)

A. Asap Rokok dan Perokok Pasif.

Perilaku merokok adalah perilaku yang merugikan baik bagi diri

sendiri maupun bagi orang lain yang berada di sekitarnya.

Merugikan diri sendiri karena secara finansial maupun dari sisi

kesehatan, perilaku merokok adalah merugikan diri. Seseorang yang

menghisap rokok 1 bungkus per hari maka dapat dikalkulasi pengeluaran

sebagai berikut (dengan pengandaian harga rokok Rp 7.000,- perbungkus):

1 Minggu = Rp 7.000,- X 7 hari = Rp 49.000,-

1 Bulan = Rp 7.000,- X 30 hari = Rp 210.000,-

1 Tahun = Rp 7.000,- X 365 hari = Rp 2.555.000,-

Apabila pada saat ini seseorang telah merokok selama 5 tahun saja,

maka jumlah uang yang telah dikeluarkan adalah : 5 X Rp 2.555.000,- = Rp

12.775.000,- . Jumlah uang tersebut setara dengan harga sebuah sepeda

motor atau biaya sekolah seorang anak dan kemungkinan hingga lulus

Sekolah Menengah Umum.

Pada penelitian Wismanto dan Sarwo (2006), pada subyek dengan

rata-rata usia 41 tahun ternyata telah merokok rata rata selama 19 tahun

(lihat Tabel II). Dengan data tersebut maka jumlah uang yang telah

dibelanjakan untuk membeli rokok adalah 19 X Rp 2.555.000,- = Rp

48.545.000,-

Jumlah belanja membeli rokok bangsa Indonesia tahun 2002 adalah

urutan ke empat di dunia (setelah Amerika Serikat, Jepang, dan Rusia),

Page 23: Buku Strategi Berhenti Merokok

19

yaitu sebanyak 181.958 miliar batang (Kompas Cyber Media, 04/06/04).

Apabila harga setiap batang rokok dihargai Rp 300,- saja (harga yang

sesungguhnya lebih besar) berarti jumlah belanja rokok bangsa Indonesia

pada tahun 2002 sebesar Rp 54.587.400 milliar rupiah. Jelaslah bahwa

uang yang dibelanjakan bangsa Indonesia adalah sangat besar dan

seharusnya dapat dipergunakan untuk pembiayaan hal-hal penting yang

lain. Besaran uang tersebut tidak sebanding dengan penerimaan cukai

rokok kepada pemerintah, yang pada tahun 2006 saja hanya sebesar 27,9

triliun (Tempointeraktif.com.,28/06/07).

Perilaku merokok disamping merugikan diri sendiri, juga merugikan

orang-orang disekitarnya yang sebenarnya tidak merokok. Orang yang

tidak merokok namun secara terpaksa ikut menghisap asap rokok dari

rokok yang dihisap perokok disebut sebagai perokok pasif. Jumlah

kandungan asap rokok yang dihisap perokok pasif tergantung kepada :

1. Jumlah dan aliran udara di kawasan dimana individu itu berada.

Semakin besar aliran udara maka semakin tipis atau semakin

rendah kandungan asap di kawasan tersebut, demikian pula

sebaliknya.

2. Jumlah perokok yang berada dan sedang merokok di kawasan

tersebut. Semakin banyak orang yang merokok dan semakin sempit

kawasan maka semakin pekat kandungan asap rokok di kawasan

tersebut.

3. Jumlah rokok yang dihisap oleh perokok, dimana semakin banyak

rokok yang dibakar dan dihisap maka semakin pekat udara yang

mengandung asap rokok.

Berdasar ke tiga hal tersebut, maka semakin kecil aliran udara, semakin

banyak orang yang merokok serta semakin banyak jumlah rokok yang

dibakar dan dihisap maka semakin pekat udara mengandung asap rokok.

Perokok pasif dinyatakan dalam berbagai kajian sebagai individu

yang menerima ancaman karena, karena (1) perokok pasif akan menerima

risiko mendapat penyakit paru-paru; (2) perokok pasif yang tinggal serumah

dengan seorang perokok mempunyai 2 (dua) kali lebih kemungkinan untuk

mendapat sakit paru-paru; (3) perokok pasif anak-anak akan menerima

faktor serangan utama asma (www.prnz.usm/my/msiaecomm).

Telah diketahui bersama bahwa dalam setiap hembusan asap rokok

meliputi lebih dari 4000 bahan kimia, setengah dari padanya dihasilkan dari

pembakaran daun tembakau dan setangahnya lagi merupakan reaksi kimia

dari rokok yang dibakar dan sebagian lagi merupakan komponen yang

dimasukkan semasa proses pembuatan rokok atau pencampuran bahan

Page 24: Buku Strategi Berhenti Merokok

20

kimia untuk meningkatkan cita rasa dan kualitas rokok. Kandungan zat-zat

utama yang ada dalam asap rokok antara lain adalah :

1. Nikotin yaitu zat yang cepat berreaksi dimana dalam jangka pendek

adalah merangsang, namun jangka panjang dapat menyebabkan

ketagihan.

2. Tar yaitu zat seperti aspal dengan kandungan seperti aspal jalan

raya, zat inilah yang menyebabkan kanker (carcinogenic)

3. Karbon monoksida yaitu asap seperti yang keluar dari knalpot

kendaraan bermotor, yang mengurangi kandungan oksigen yang

sangat dibutuhkan ketika seseorang bernafas

4. Asap rokok di dalamnya mengandung juga 30 bahan karsinogenik

yang telah diketahui secara pasti menyebabkan kanker. Bahan

tersebut antara lain adalah : Polynuclear aromatis hydrocarbons

(PAHs); Aldehydes; Aza-arenes; N-nitrosamines; Aromatics amines

(2-Napthylamine dan 4-aminobiphenyl); Nheterocyclic amines;

Organic compounds; 1,3 butadiene (benzene;vinyl chloride;

acrylamide) Inorganic compounds (arsenic; chromium; polonium-

210) dsb (Hoffman and Hoffman, 1987; gudeg.wordpress.com/

2007/08/21).

Secara visual zat-zat tersebut dapat dilihat dari gambar dibawah ini :

Gambar 3 : Macam-macam zat yang terkandung dalam rokok (www.

prnz.usm/my/msiaecomm).

Page 25: Buku Strategi Berhenti Merokok

21

Asap rokok dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu asap rokok utama (main

stream smoke) dan asap rokok sampingan (side stream smoke)

www.sa.psu.edu/uhs/healthinformation/). Apabila diperbandingkan antara

asap rokok utama yaitu asap rokok yang dihisap oleh perokok dan asap

rokok sampingan yaitu asap rokok yang keluar dari rokok yang terbakar

dan/atau asap rokok yang dihembuskan oleh perokok, akan tampak seperti

tabel di bawah ini (http://gudeg,wordpress.com/2007/08/21; www.

prnz.usm/my/msiaecomm) :

Tabel IV. Perbandingan zat yang terkandung antara asap utama dan

sampingan

Asap Utama Asap Sampingan

Zat Nikotin Aseton Tar Hidrogen sianid Karbon monoksida Toluen Benzen Anilin Nitrosamin

2 kali lipat lebih banyak 2 – 5 kali lipat lebih banyak 3 kali lipat lebih banyak 4 – 6 kali lipat lebih banyak 5 kali lipat lebih banyak 6 – 8 kali lipat lebih banyak 10 kali lipat lebih banyak 30 kali lipat lebih banyak 50 kali lipat lebih banyak

Menghisap rokok maupun menghirup asap rokok dapat

mengakibatkan penyakit paru-paru seperti gambar berikut ini (www.

prnz.usm/my/msiaecomm) :

Page 26: Buku Strategi Berhenti Merokok

22

Gambar 4. Gambar Paru-paru dan Dampak dari Asap Rokok.

Merokok bukan hanya berbahaya bagi paru-paru seperti pada

penjelasan di atas, namun secara keseluruhan juga berbahaya bagi

kesehatan, seperti peringatan yang selalu tertulis pada setiap bungkus

rokok. Secara visual bahaya tersebut tergambarkan pada gambar di bawah

ini :

Gambar 5. Merokok Mengakibatkan Penyakit Jantung, Stroke, Kanker dan

Keguguran Janin.

Asap rokok melemahkan dinding paru-paru

Asap rokok mengakibatkan emfisema dan keadaan bengkak di saluran udara kecil dalam paru-paru. Sebagian akan mengalami sesak nafas dan rasa lemas

Asap rokok mengakibatkan bronkitis, batuk berkepanjangan yang menyebabkan lendir dan bengkak di saluran udara, menyebabkan lebih sukar bernafas.

Merokok menyebabkan kanker larink, mulut dan esofagus

Merokok dapat menyumbat saluran darah, mengakibatkan serangan jantung dan stroke

Merokok akan mengurangi penyaluran oksigen, menyebabkan jantung perlu bekerja lebih keras

Merokok mengakibatkan kanker kandung kemih, ginjal, pankreas dan perut

Kanker organ peranakan di kalangan wanita yang biasa merokok atau yang mempunyai suami yang biasa merokok

Page 27: Buku Strategi Berhenti Merokok

23

B. MEROKOK DAN HAK ASASI MANUSIA

Menurut Manoppo (2006), situasi perokok di Indonesia sangat

memprihatinkan. Di Indonesia produsen mengeksploitasi potensi adiksi

atau ketergantungan pada rokok dan memanipulasi kesadaran publik

dengan berbagai cara seakan-akan merokok itu aman. Di sisi lain, negara

hampir tidak melakukan sesuatu yang berarti untuk menekan laju

pertumbuhan perokok. Menurut Manoppo, negara dengan sengaja dan

membiarkan kondisi itu. Manoppo yang pernah aktif di Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia (Komnas HAM) mengutarakan hal itu kepada Pembaruan

seusai berbicara dalam Debat Publik dalam Pengawasan Promosi, Iklan

Rokok dan Sponsorship yang diselenggarakan Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM di Jakarta)

Di sisi lain kebiasaan merokok bagi sebagian masyarakat sudah tak

terelakan lagi, dan bahkan ada yang memaknai bahwa tanpa kehadiran

rokok, kadang-kadang dalam suatu acara terasa tidak lengkap (hambar).

Kondisi itu bisa ditemui pada acara seperti sebuah kenduri, selamatan,

yang biasanya selain dihidangkan berbagai macam kue, dinilai akan terasa

pincang, jika tidak ada hidangan rokok.

Dalam pergaulan, rokok bisa pula dijadikan sebagai pemicu untuk

saling mengakrabkan diri satu sama lain, bahkan ada julukan friendly

smooking. Fenomena ini, mengakibatkan di antara anggota masyarakat

merasa enggan untuk menegur jika ada yang merokok di tempat yang

bukan untuk merokok, sekalipun merokok di dekat orang sakit bahkan di

dekat seorang bayi yang baru lahir. Gejala seperti tersebut dimuka

dimaknai beberapa hal misalnya, karena masyarakat belum tahu (belum

sadar) terhadap bahaya merokok. Apalagi bahaya menjadi perokok pasif, di

samping adanya kendala psikologis lain seperti misalnya khawatir/takut

teguran itu menyinggung atau bahkan membuat marah yang ditegur.

Bisa difahami keengganan untuk menegur itu karena tidak sedikit

perokok yang ditegur kemudian menjawab bahwa "merokok adalah

haknya", termasuk uang yang dikeluarkan untuk membeli rokok juga uang

miliknya, sehingga aktivitas merokok tidak perlu diributkan karena hal itu

adalah Hak Asasi Manusia (HAM).

Dalam pembicaraan mengenai merokok dan hak asasi manusia,

maka akan sampai pada perdebatan antara siperokok dan bukan perokok.

Bagi perokok ia akan mengatakan bahwa "merokok adalah haknya",

termasuk uang yang dikeluarkan untuk membeli rokok juga uang miliknya,

Page 28: Buku Strategi Berhenti Merokok

24

sehingga aktivitas merokok tidak perlu diributkan karena hal itu adalah hak

asasi manusia (HAM).

Berbicara masalah hak, memang setiap orang yang merokok adalah

haknya untuk merokok. Bahkan, mungkin dapat dikategorikan sebagai

HAM, sehingga ketika pihak lain yang mengusik orang yang merokok,

dapat juga bisa dikategorikan melanggar HAM. Namun harus diingat bahwa

tidaklah merupakan kategori HAM lagi jika apa yang dilakukan kemudian

merugikan orang atau pihak lain, atau mungkin merugikan lingkungan

sekitar. Dengan demikian, tidaklah fair jika dalam rangka melaksanakan

HAM, tetapi justru dibarengi dengan pelanggaran HAM pula pada saat

yang bersamaan.

Adalah hak seseorang untuk merokok, namun di sisi lain orang yang

tidak merokok yang kebetulan berada dalam satu ruangan atau berada

dalam satu kendaraan umum, juga berhak mendapatkan lingkungan, udara

yang sehat dan bersih tanpa kontaminasi asap rokok. Merokok adalah hak

seseorang, namun di sisi lain orang yang tidak merokok yang kebetulan

satu ruangan atau berada dalam satu kendaraan umum, juga berhak

mendapatkan lingkungan udara yang sehat dan bersih.

Dalam sebuah Lokakarya Penegakan Kawasan Tanpa Rokok

Menuju Kota Bogor Sehat tahun 2006 dinyatakan oleh anggota pengurus

harian YLKI (yang juga menjabat Ketua III Komnas (Komisi Nasional)

Penanggulangan Masalah Merokok) bahwa ketika seseorang merokok,

kemudian asap rokoknya mengepul ke mana-mana, maka dapat dikatakan

pula bahwa orang tersebut menebarkan asap racun, dan perilaku itu juga

melanggar hak orang lain, karena udara menjadi tercemar (Abadi, 2006).

Lebih lanjut Abadi mengatakan : "Ingat juga, perokok pasif justru

menghirup dua kali lipat racun yang dikepulkan asap rokok. Itulah

persoalannya, berbicara hak juga harus secara prorofesional dan fair,"

1. Hak Asasi Manusia dan Penerapan Hukumnya

Hak Asasi Manusia pada hakekatnya adalah seperangkat hak yang

melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhkluk

Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati dijunjung

tinggi oleh Negara Hukum, Pemerintahan dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 butir

1 UU No. 39 tahun 1999). Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban

Dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak

dilaksanakan tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi

manusia (Pasal 1 butir 2 UU No. 39 tahun 1999)

Page 29: Buku Strategi Berhenti Merokok

25

HAM tidak hanya berkaitan dengan proteksi bagi individu dalam

menghadapi pelaksanaan otoritas negara dalam bidang tertentu, tetapi juga

mengarah kepada penciptaan kondisi masyarakat oleh negara dalam hal

individu dapat mengembangkan potensi mereka.

Secara yuridis saat ini perokok pasif sudah mendapatkan

perlindungan hukum dari ulah si perokok aktif, khusus ketika perokok aktif

tersebut merokok di tempat-tempat umum, seperti kantor, sekolah,

angkutan umum, bahkan tempat ibadah dan rumah sakit. Rujukan dasar

hukumnya pada Pasal 22 Peraturan Pemerintah No: 19 tahun 2003 tentang

pengamanan rokok bagi kesehatan yang berbunyi : "tempat umum, sarana

kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik tempat proses

belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum

dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok".

2. Tanggung jawab Pemimpin/Penanggung jawab tempat Umum

Dalam perlindungan Hukum dan HAM bagi perokok pasip, para

pemimpin/penanggung jawab tempat umum tidak bisa tinggal diam guna

menegakkan aturan dimaksud, karena dalam Pasal 23 dalam PP 19 tahun

2003 disebutkan: "pemimpin atau penanggung jawab tempat umum dan

tempat kerja yang menyediakan tempat khusus untuk merokok harus

menyediakan alat penghirup udara sehingga tidak mengganggu kesehatan

bagi yang tidak merokok".

Sedangkan mengenai bagaimana bentuk pertanggungjawaban

dalam kaitan Pemerintah daerah (Pemda), yang sangat relevan dengan

semangat Otda (otonomi daerah), kata dia, kalau melihat pasal 23

idealnya, Pemda dalam hal ini Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kota, dan

Pemerintah Kabupaten idealnya segera membuat rancangan peraturan

daerah (Perda). Hal tersebut perlu dilakukan setidak-tidaknya sebagai

langkah permulaan, atau dapat membuat SK, yang dimulai dari SK

Gubernur, SK Bupati atau SK Walikota.

Page 30: Buku Strategi Berhenti Merokok

BAB V

STRATEGI PENGHENTIAN PERILAKU MEROKOK

Menghentikan kebiasaan perilaku merokok adalah mudah-susah.

Dapat dinyatakan mudah apabila ada niat yang begitu kuat untuk

merealisasikan keinginan tersebut, dan dinyatakan susah jika orang yang

menyatakan niat tersebut hanyalah setengah-setangah atau suam-suam

kuku saja. Niat yang setengah-setengah akan mudah tergoyahkan oleh

godaan dan tekanan dari luar dan tekad yang kuat akan menjadi daya

pendorong (power) untuk mencapai tujuan. Banyak pedoman, panduan,

petunjuk, cara atau teknik untk menghentikan kebiasaan perilaku merokok,

namun semua itu tidak ada satupun yang mengalahkan NIAT atau TEKAD.

Betapapun baiknya startegi atau cara atau pedoman untuk berhenti

merokok, namun hanya disertai dengan niat yang setengah-setengah,

besar kemungkinan tujuan tidak tercapai.

A. Strategi Berhenti Merokok.

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan bagi seseorang yang

bertekad hendak berhenti merokok. Strategi menghentikan perilaku

merokok yang dianjurkan adalah dengan mengandalkan kekuatan otak,

memiliki beberapa tahap, yaitu :

1. Membaca atau mencari informasi segala hal yang berkaitan dengan

rokok, perilaku merokok dan bahayanya, seperti yang ada pada bab

sebelumnya dalam buku ini (Bab IV).

2. Susun daftar alasan yang mendasari kita berhenti merokok dari yang

paling kuat sampai dengan yang paling lemah. Misalkan saja :

a. Demi kehidupan yang lebih panjang, karena anak-anak masih kecil

b. kesehatan (menghindari kanker, dan serangan jantung)

c. Demi kehidupan yang lebih baik, dsb.

2. Penghapusan situasi kondusif, yaitu melakukan pemeriksaan diri dan

situasi terhadap kebiasaan-kebiasaan merokok yang dilakukan selama

ini, dan menghilangkannya. Sebagai misal apabila setiap hari tersedia

rokok dimeja, tersedia asbak, apabila merokok selalu duduk di kursi

teras, maka ketika berhenti merokok tidak tersedia lagi asbak dan rokok

dimeja, serta kursi di teras diubah letaknya.

3. Nyatakan pada diri sendiri bahwa “saya berhenti merokok”, dan “saya

hidup sehat”. Hal inilah yang biasa disebut dengan tekad diri, niat atau

afirmasi diri. Kalimat yang dinyatakan diri sendiri harus memiliki unsur 3

P yaitu personal (menyatakan dengan keyakinan diri “saya” yang

Page 31: Buku Strategi Berhenti Merokok

27

berhenti merokok); struktur waktu Present tense (menyatakan waktu

saat ini juga); dan kalimat positive (tanpat kata “tidak” atau “jangan”).

Personal adalah sesuatu yang penting karena kekuatan niat terletak

pada diri sendiri. Bayangkan juga niat tersebut tidak dalam kata-kata

akan tetapi dalam kenyataan bahwa saudara tidak merokok pada

berbagai acara. Bayangkan juga bahwa saudara hidup sehat.

Mewujudkan niat harus dimulai sekarang juga. Mewujudkan niat tidak

perlu mempergunakan waktu “nanti”, “ingin” atau “akan”, karena

dengan niat yang kuat, sekarang juga seseorang dapat memulai.

Afirmasi yang baik adalah dengan kalimat positif, karena otak alam

bawah sadar akan lebih menerima kalimat yang positif, bukan “saya

tidak merokok” apalagi kalimat “saya tidak ingin merokok lagi”.

Proses afirmasi dan membayangkan harus diulangi dan dilakukan

paling tidak lima kali dalam satu hari untuk 3 minggu, dengan kondisi

badan yang nyaman dan tenang, dengan demikian semakin lama

dirasakan niat semakin kuat.

4. Lakukanlah afirmasi sekarang juga. Untuk membantu realisasi niat, ada

baiknya mendeklarasikan niat tersebut kepada orang-orang disekitar,

dengan tujuan agar memperoleh dukungan sosial. Di samping

sosialisasi niat tersebut, ada baiknya menyatakan juga sanksi yang

harus ditangung apabila sampai jatuh ke perilaku lama (misal

memberikan bonus Rp 20.000,- atau lebih besar lagi apabila sampai

ketahuan merokok lagi).

Selain afirmasi diri dan sosialisasi niat, ada permainan yang dapat

membantu penyadaran seseorang bahwa untuk tujuan tertentu selalu ada

hambatan dan dukungan dari orang-orang yang berada di sekitar, salah

satunya adalah permainan “target dan handicap”

B. Permainan Target dan Handicap.

Permainan ini dapat dipergunakan pada kelompok besar maupun

kelopok kecil, dengan jumlah peserta minimal adalah 3 orang.

1. Karakteristik umum.

Format : Permainan Kelompok

Waktu : 5 – 20 menit

Tempat : Di dalam maupun di luar ruangan

Bahan : Kain Penutup mata

Peserta : Minimal 3 orang

Page 32: Buku Strategi Berhenti Merokok

28

2. Deskripsi.

Salah seorang peserta meletakkan sebuah benda miliknya di suatu

tempat (jam tangan, buku atau benda yang lain). Dengan ditutup matanya

peserta tersebut (biasa disebut sebagai trainee) berusaha untuk

mengambil benda yang telah diletakkan disuatu tempat dari jarak yang

telah ditentukan.

Apabila peserta hanya 3 orang maka 2 orang peserta yang lain, seorang

bertindak sebagai orang yang mengarahkan jalan sedang yang seorang

lagi bertindak sebagai orang yang justru memberikan arah yang

menyesatkan. Kedua orang tersebut tidak diketahui oleh trainee manakah

yang memberikan arah yang benar dan manakah yang memberikan arah

yang menyesatkan.

3. Tujuan.

Permainan ini bertujuan untuk memberikan kesadaran kepada

peserta pelatihan bahwa untuk mencapai suatu target/tujuan tertentu

pastilah ada factor-faktor yang mendukung dan ada pula factor-faktor yang

menghambat.

4. Cara Permainan :

a. Pilih salah seorang peserta pelatihan secara suka rela atau ditunjuk,

untuk menjadi orang coba (trainee) yang hendak ditutup matanya.

b. Trainee diminta meletakkan sendiri barang hendak diambil di

sebuah tempat yang tampak dari tempatnya berdiri.

c. Dari jarak tertentu (± 5 meter), dengan mata tertutup trainee diminta

untuk mengambil benda tersebut.

d. Peserta lain dengan jumlah yang seimbang sebagian berfungsi

sebagai pengarah dan memberikan petunjukkan verbal dengan

benar, sedangkan sebagian lagi memberikan petunjuk yang salah

(yang menyesatkan).

5. Pertanyaan reflektif.

Setelah permainan usai, baik benda dapat diketemukan maupun tidak,

maka dapat disampaikan beberapa pertanyaan reflektif :

a. Apa yang dirasakan trainee ketika berusaha

mendapatkan/menemukan bendanya ?

b. Apa yang dirasakan trainee ketika mendengar suara yang

menunjukkan arah yang benar dan arah yang salah, namun dia

tidak mengetahui manakah yang benar dan manakah yang salah ?

Page 33: Buku Strategi Berhenti Merokok

29

c. Apakah trainee percaya kepada diri sendiri ?

d. Bagaimana perasaan trainee ketika mencapai target (berhasil

menemukan benda) ? atau bagaimana perasaan ketika tidak

berhasil mencapai target ?

e. Apa yang dirasakan dan diamati oleh peserta yang lain?

f. Bagaimana perasaan kelompok yang memberikan arah benar

namun diabaikan oleh trainee ? Bagaimana ketika petunjuknya

didengarkan dan dipercaya trainee ?

g. Bagaimana perasaan kelompok yang menyesatkan ? dsb.

6. Pembahasan.

Suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu pastilah ada halangan

dan dukungannya. Apabila usaha untuk mencapai tujuan dilakukan dengan

kuat, dan mendapat dukungan, petunjuk yang kuat maka akan mudah

untuk mencapai tujuan tersebut, namun apabila usaha untuk mencapai

tujuan tidak begitu kuat dan halangan cukup besar, ada yang menghalangi,

tidak mendapat dukungan dari orang disekitar maka akan semakin berat

untuk mencapai tujuan.

Demikian pula dalam usaha untuk merubah perilaku diri terutama

dalam usaha untuk menghentikan perilaku merokok, maka tentu ada

kelompok yang mendukung namun ada pula kelompok yang berusaha

menghalangi dengan membujuk dan menawari rokok kepadanya.

Page 34: Buku Strategi Berhenti Merokok

BAB VI.

PENUTUP

Ada kata-kata bijak yang menyatakan bahwa “kesehatan bukanlah

segala-galanya, namun tanpa kesehatan segala-galanya bukan apa-apa”.

Tampak bahwa kata-kata bijak tersebut memiliki makna yang sangat

mendalam. Seseorang dapat memandang kesehatan adalah sesuatu yang

sepele, namun kesehatan badan akan sangat terasa memiliki nilai yang

amat sangat besar terutama pada saat orang tersebut jatuh sakit. Pada

saat jatuh sakit akan sangat terasa bahwa harta kekayaan yang dimiliki

seseorang tidak memiliki makna yang besar.

Banyak bukti yang menunjukkan bahwa perokok berhenti melakukan

kebiasaan merokoknya pada saat orang tersebut telah divonis sakit yang

berkaitan dengan perilaku merokoknya. Banyak pula bukti bahwa orang

yang meninggal sebagai akibat dari kebiasaan merokoknya. Berkaitan

dengan hal tersebut tampaklah bahwa kesadaran akan pentingnya

kesehatan perlu disebar luaskan. Perilaku merokok adalah perilaku yang

merugikan tidak hanya pada diri sendiri, namun juga merugikan orang lain.

Oleh karena itu, berhenti merokok mulai sekarang juga, yakinlah akan

kemampuan diri.

Mahatma Gandhi mengatakan : “Kebahagiaan adalah ketika apa

yang difikirkan, apa yang dikatakan dan apa yang dikerjakan adalah

harmonis”

Page 35: Buku Strategi Berhenti Merokok

Referensi

Aditama, T.Y. 1992. Kanker Paru. Jakarta : Arcan. American Cancer Society. Cigarette Nicotine Disclosure Report 1997.

Available at: www.cancer.org/tobacco/nicotine- report/summary.html (accessed June 2000).

Amen, B. dan Ong Hok Ham, 1987. Rokok Kretek : Lintasan Sejarah dan

Artinya bagi Pembangunan Bangsa dan Negara. Kudus : Djarum Kudus.

Bali Post. Bisakah Remaja Berhenti Merokok ? Media Masa Harian : Minggu

Wage, 14 Desember 2003. Borio, G. Tobacco Timeline, 1998. dalam http://www/tobacco.org

/History/Tobacco_History.html. Centers for Disease Control and Prevention. Filter ventilation levels in

selected US cigarettes, 1997. MMWR 1997; 46:1043–1047. De Vries, H. 1989. Smoking Prevention in Dutch Adolescents. Den Haag : Cip

Data Koninklijks Bibliotheek. Glantz, S.A., Tobacco Biology and Politics : An Expose of Fraud and

Deception, 2 nd edition, 1992. Waco, Tx : Health Ed Co. Haryanti, K.; Wibowo,C.;Winarno,R.D.; De Clerq,L.; Smet, B., 1996. Perilaku

Kesehatan pada Remaja di Kotamdya Semarang. Laporan Penelitian. Unit Psikologi Kesehatan, Fakultas Psikologi-Universitas Katolik Soegijapranata.

Hoffmann D, Hoffmann I. 1997. The changing cigarette, 1950–1995. Journal

of Toxicology and Environmental Health; 50:307–364. Hoffmann D, Brunnemann KD, Prokopczyk B, et al., 1994. Tobacco specific

N-nitrosamines and Areca-derived N-nitrosamines: chemistry, biochemistry, carcinogenicity, and relevance to humans. Journal of Toxicology and Environmental Health ; 41:1–52.

Hoffmann D, Djordjevic MV & Brunnemann KD., 1996. Changes in cigarette

design and composition over time and how they influence the yields of smoke constituents. In Monograph 7. The FTC cigarette test method for determining tar, nicotine, and carbon monoxide yields of US cigarettes, Bethesda, MD: US Department of Health and Human Services, Public Health Service, National Institutes of Health.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kretek

Page 36: Buku Strategi Berhenti Merokok

http://gudeg,wordpress.com/2007/08/21 Levy,MR.; Dignan,M.; and Shirrefs, J.A.; 1993. Life and Health. New York :

Random House. Loeksono, E. dan Wismanto, Y.B., 1999. Perilaku Merokok Ditinjau dari

Emotion Focus Coping dan type Kepribadian. Laporan Penelitian. Semarang : Fakultas Psikologi-Universitas Katolik Soegijapranata.

Manoppo, PG., 2006. Konsumsi Merokok yang Menggelisahkan. Suara

Pembaharuan, Juni. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok

bagi Kesehatan. Rambbey, A. Udara Bebas Rokok adalah HAM. Kompas, 01 Juni 2001. Sitepoe, M., 1997. Usaha Mencegah Bahaya Merokok. Jakarta : PT

Gramedia. Tomkins, S (www.affecttherapy.co.uk/Tomkins.Affect_htm). Utami, S.S., 1997. Promosi Anti Merokok pada Remaja SLTA. Laporan

Penelitian. Semarang : Fakultas Psikologi-Universitas Katolik Soegijapranata.

Utami, S.S. dan Winarno, R.D. 1999. Promosi Anti Merokok pada Remaja

Awal. Laporan Penelitian. Semarang : Fakultas Psikologi-Universitas Katolik Soegijapranata.

Trihandini, R.A.F.M dan Wismanto, Y.B., 2003. Perilaku Merokok Mahasiswi

Ditinjau dari Persepsi terhadap Gaya Hidup Modern. Skripsi. Semarang : Fakultas Psikologi-Universitas Katolik Soegijapranata.

Undang-Unang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. WHO, 1985. Smoking and Health. New Delhi : WHO. Widianingsih, SMD., dan Wismanto, Y.B., 2000. Hubungan antara Konsep

Diri dan Dukungan Sosial dengan Perilaku Merokok. Skripsi. Semarang : Fakultas Psikologi-Universitas Katolik Soegijapranata.

Wignyosubroto, S. 2003. Toleransi dalam Keragaman : Visi untuk Abad ke 21,

Kumpulan Tulisan tentang Hak Asasi Manusia. Editor :Armiwulan, H, dkk. Surabaya : Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya.

Wismanto Y.B., 1994. Sikap Perokok terhadap Kesehatan. Makalah Seminar.

Seminar Ilmiah Dosen Kopertis Wilayah VI. Jawa Tengah.

Page 37: Buku Strategi Berhenti Merokok

Wismanto, Y.B. dan Sarwo, Y.B. 2006. Perilaku Merokok pada Karyawan Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Angkatan XIV/2 Tahap III tahun 2006. Semarang : Universitas Katolik Soegijapranata.

www.sa.psu.edu/uhs/healthinformation/

www.depkes.go.id/index

Sarafino, E.P., 1994. Health Psychology, Biopsychosicial Interaction. The

Second edition. New York : John Wiley $ Sons.Inc. Smeth, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT Grasindho. Vinck, J. 1993. Self Management in Smoking Cessation, In Sibilia, L. and

Borgo, S. 1993, Health Psychology in Cardiovascular Health and Desease. Roma : The Center for Research in Psychotherapy.