Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan...

download Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

of 153

Transcript of Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan...

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    1/153

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    2/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    i

    Buku Seri Etnograf Kesehatan Ibu dan Anak 2012

    Etnik Bali

    Banjar Banda Desa Saba

    Keamatan Blabatu

    Kabupaten Gianar, Prvinsi Bali

    Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatandan Pemberdayaan Masyarakat

    Badan Penelian dan Pengembangan Kesehatan

    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

    2012

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    3/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 2012ii

    Buku Seri Etnograf Kesehatan Ibu dan Anak 2012

    Etnik Bali

    Banjar Banda Desa Saba Keamatan Blabatu

    Kabupaten Gianar, Prvinsi Bali

    Penulis :

    1. Riswa

    2. Septa Agung Kurniawan

    3. I Wayan Gede Lamopia

    4. Ni Wayan Emik Setyawa

    5. A.A. Anom Kumbara

    6. Made Asri Budisuari

    Editor :

    1. A.A. Anom kumbara

    2. Made Asri Budisuari

    Disain sampul : Agung Dwi Laksn

    Seng dan layut isi : Sutp (Kanisius)

    Indah Sri Utami (Kanisius)

    Erni Seywa (Kanisius)

    ISBN : 978-602-235-224-2

    Katalg :

    No. Publikasi :

    Ukuran Buku : 155 x 235

    Diterbitkan oleh :

    Badan Penelian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

    Dicetak oleh : Percetakan Kanisius

    Isi diluar tanggungjawab Percetakan

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    4/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    iii

    Buku seri ini merupakan satu dari dua belas buku hasil kegiatan Riset Etngra

    Kesehatan ibu dan Anak tahun 2012 di 12 etnik.

    Pelaksanaan riset dilakukan leh m sesuai Surat Keputusan Kepala Badan

    Penelian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik

    Indnesia Nmr HK.03.05/2/1376/2012, tanggal 21 Februari 2012, dengansusunan m sebagai berikut:

    Ketua Pengarah : Kepala Badan Penelian dan Pengembangan Kese-

    hatan Kemkes RI

    Penanggung Jawab : Kepala Pusat Humanira, Kebijakan Kesehatan dan

    Pemberdayaan Masyarakat

    Wakil Penanggung Jawab : Dr. dr. Lestari Handayani, MMed (PH)

    Ketua Pelaksana : dr. Tri Juni Angkasawa, MS

    Sekretariat : dr. Trisa Wahyuni Putri, MKes

    Anggta Mardiyah SE, MM

    Drie Subianto, SE

    Mabaroch, SSos

    Ketua Tim Pembina : Prof. Dr. Herman Sudiman, SKM, MKes

    Anggta : Prf. A.A.Ngr. Anm Kumbara, MA

    Prf. Dr. dr. Rika Subarnia, SKM

    Dr. drg. Niniek Lely Prawi, MKes

    Sugeng Rahant, MPH, MPHMKetua m teknis : Drs. Sea Pranata, MSi

    Anggta Mh. Sety Pramn, SSi, MSi

    Drs. Nurcahyo Tri Arianto, MHum

    Drs. FX Sri Sadew, MSi

    Koordinator wilayah

    1. Aeh, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah : Dra. Rahmalina S Prasdj,

    MScPH

    2. Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Grntal : dr. Bey Rshermiae,

    MSPH, PhD3. Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua : Agung Dwi Laksn, SKM,

    MKes

    4. Daerah Ismewa Ygjakarta, Jawa Timur, Bali : Drs. Kasndihardj

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    5/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 2012iv

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    6/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    v

    KATA PENGANTAR

    Mengapa Riset Etngra Kesehatan Ibu dan Anak 2012 perlu dila-

    kukan ?

    Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat di

    Indnesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan lgika dan rasinal,

    sehingga masalah kesehatan menjadi semakin kmplek. Disaat pendekatan

    rasinal yang sudah mentok dalam menangani masalah kesehatan, ma-

    ka dirasa perlu dan penng untuk mengangkat kearifan lkal menjadi

    salah satu cara untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat.

    Untuk itulah maka dilakukan Riset Etngra sebagai salah satu alternaf

    mengungkap fakta untuk membantu penyelesaian masalah kesehatan

    berbasis budaya kearifan lkal. Kegiatan ini menjadi salah satu fungsi dari

    Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.

    Dengan mempertemukan pandangan rasinal dan indigenous

    knowledge (kaum humanis) diharapkan akan menimbulkan kreatas dan

    invasi untuk mengembangkan ara-ara pemeahan masalah kesehatan

    masyarakat dengan kearifan lkal masing-masing daerah. Dengan demi-

    kian akan menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa

    kebersamaan (sense of togetherness) dalam menyelesaikan masalah dan

    meningkatkan status kesehatan di Indnesia.

    Tulisan dalam buku seri ini merupakan bagian dari 12 buku seri

    hasil Riset Etngra Kesehatan Ibu dan Anak 2012 yang dilaksanakan

    di berbagai prvinsi di Indnesia. Buku seri ini sangat penng guna

    menyingkap kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah termbun agar

    dapat diuji dan dimanfaatkan bagi peningkatan kesehatan ibu dan anak

    dengan memperhakan kearifan lkal.

    Sentuhan budaya dalam upaya kesehatan dak banyak dilakukan.

    Dengan terbitnya buku hasil penelian Riset Etngra ini akan menambah

    pustaka budaya kesehatan di Indnesia. Kami menguapkan terima kasih

    kepada seluruh infrman, parsipan dan penulis yang berkntribusi dalam

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    7/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 2012vi

    penyelesaian buku seri ini. Kami juga menguapkan terima kasih kepada

    Kepala Badan Penelian dan Pengembangan Kesehatan-Kementerian

    Kesehatan RI yang telah memberikan kesempatan pada Pusat Humanira

    untuk melaksanakan Riset Etngra Kesehatan Ibu dan Anak 2012,

    sehingga dapat tersusun beberapa buku seri dari hasil riset ini.

    Surabaya, Desember 2012

    Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan

    Masyarakat

    Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI

    Drg. Agus Suprapt, M.Kes

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    8/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    vii

    SAMBUTANKepala Badan Litbang Keseatan

    Assalamualaikum Wr.Wb.

    Puji syukur kepada Allah SWT kami panjatkan, karena hanya denganrahmat dan karuniaNya Buku Seri Etngra Kesehatan Ibu dan Anak 2012

    ini dapat diselesaikan. Buku seri merupakan hasil paparan dari penelian

    etngra Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang merupakan langkah knk-

    rit untuk memberikan gambaran unsur budaya terkait KIA yang berbasis

    ilmiah.

    Prgram Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) menjadi priritas utama

    Prgram pembangunan Kesehatan Masyarakat Indnesia. Penyelesaian

    masalah KIA belum menunjukkan hasil sesuai harapan yaitu mencapai

    target MDGs berupa penurunan Angka Kemaan Ibu (AKI) menjadi

    102/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kemaan Bayi (AKB) 23/1000

    kelahiran hidup pada tahun 2015. Upaya medis sudah banyak dilakukan,

    sedangkan sisi nn medis diketahui juga berperan ukup kuat terhadap

    status Kesehatan Ibu dan Anak. Faktr nn medis dak terlepas dari

    faktr-faktr ssial budaya dan lingkungan dimana mereka berada.

    Melalui penelian etngra ini, diharapkan mampu menguak sisi

    budaya yang selama ini terabaikan. Budaya memiliki kekhasan tertentu,

    sehingga pemanfaatan hasil penelian ini memerlukan kejelian pelak-

    sana atau pengambil keputusan prgram kesehatan agar dapat berdaya

    guna sesuai dengan etnik yang dipelajari. Kekhasan masing-masing etnik

    merupakan gambaran keragaman budaya di Indnesia dengan berbagai

    permasalahan KIA yang juga spesik dan perlu penanganan spesik pula.

    Harapan saya, buku ini dapat dimanfaatkan berbagai pihak untuk mema-

    hami budaya setempat dan selanjutnya dimanfaatkan untuk mengurai

    dan memecahkan permasalahan KIA pada etnik tertentu.

    Uapan terimakasih khususnya kepada m peneli dan seluruh pihak

    terkait merupakan hal yang sudah selayaknya. Kerja keras dan erdas,

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    9/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 2012viii

    tanpa kenal lelah, merupakan buk integritasnya sebagai peneli Badan

    Litbangkes.

    Akhir kata, bagi m peneli, selamat berkarya untuk kemajuan ilmu

    pengetahuan dan keejahteraan masyarakat. Semga buku ini bermanfaat

    bagi seluruh masyarakat Indnesia.

    Wabillahitauk wal hidayah, wassalamualaikum wr. wb.

    Jakarta, Desember 2012

    Kepala Badan Penelian dan Pengembangan Kesehatan

    Kementerian Kesehatan RI

    DR. dr. Trihono, MSc.

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    10/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    ix

    DAfTAR ISI

    KATA PENGANTAR ............................................................................................................................................. v

    SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG KESEHATAN ............................................ vii

    DAFTAR ISI ................................................................................................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................................... xi

    DAFTAR TABEL ........................................................................................................................................................ xiii

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1

    1.2 Penngnya Penelian Ini Dilakukan .................................................................. 4

    1.3 Manfaat Penelian ................................................................................................................. 5

    1.4 Tinjauan Pustaka ....................................................................................................................... 6

    1.5 Metde Penelian .................................................................................................................. 8

    BAB II GAMBARAN DAERAH PENELITIAN:

    PoTRET ETNIS BALI DARI JENDELA BANJAR BANDA .................. 11

    2.1 Sejarah Banjar Banda .......................................................................................................... 11

    2.2 Gegra dan Kependudukan ..................................................................................... 18

    2.3 Sistem Religi .................................................................................................................................... 29

    2.4 organisasi Ssial dan Kemasyarakatan ......................................................... 46

    2.5 Sistem Pengetahuan ............................................................................................................. 532.6 Bahasa .................................................................................................................................................. 57

    2.7 Sitem Kesenian............................................................................................................................. 59

    2.8. Mata Pencaharian ................................................................................................................... 65

    2.9 Teknlgi dan Peralatan .................................................................................................. 70

    BAB III KESEHATAN IBU DAN ANAK .......................................................................................... 73

    3.1 Kosep Sehat-Sakit Etnik Bali ........................................................................................ 73

    3.2 Klasikasi dan Jenis Penyakit yang Dikenal ............................................ 75

    3.3 Baliandan Keahliannya .................................................................................................... 78

    3.4 Permasalahan Ssial di Bidang Kesehatan ............................................... 82

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    11/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 2012x

    3.5 Gambaran Kondisi KIA ....................................................................................................... 85

    3.6 Menyusui dan Masa Balita ........................................................................................... 105

    BAB IV KEPERcAYAAN TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN

    IBU DAN ANAK ................................................................................................................................. 115

    4.1 Health Seeking Behaviour ............................................................................................. 115

    4.2 Peran Puskesmas dalam Peningkatan Kesehatan

    Ibu Dan Anak ................................................................................................................................ 118

    BAB V PoTENSI DAN KENDALA BUDAYA DALAM

    PEMBANGUNAN KESEHATAN IBU DAN ANAK ...................................... 127

    BAB VI PENUTUP .............................................................................................................................................. 133

    6.1 Simpulan ............................................................................................................................................. 133

    6.2 Saran ........................................................................................................................................................ 134

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................................. 137

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    12/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    xi

    DAfTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Patung bayi Keb Iwa .............................................................................................. 13

    Gambar 2.2 Patung Keb Iwa saat dewasa ...................................................................... 13

    Gambar 2.3 Peta Bali, Kabupaten Gianyar merupkan

    lkasi penelian ............................................................................................................. 19Gambar 2.4 Batas wilayah penelian ...................................................................................... 20

    Gambar 2.5 Pancuran air di Banjar Banda ....................................................................... 21

    Gambar 2.6 Pancuran di Pura Musen .................................................................................... 21

    Gambar 2.7 Serang penduduk Banjar Banda sedang

    membuang sampah ................................................................................................... 22

    Gambar 2.8 Lubang galian sampah di belakang rumah.................................... 22

    Gambar 2.9 Tempat pembuangan sampah penduduk

    Banjar Banda ...................................................................................................................... 23Gambar 2.11 Parit di Banjar Banda................................................................................................ 29

    Gambar 2.12 Sawah di Banjar Banda .......................................................................................... 25

    Gambar 2.13 Ladang penduduk Banjar Banda. .............................................................. 25

    Gambar 2.14 Lidah buaya, komoditas yang dibudidayakan

    penduduk Banjar Banda....................................................................................... 25

    Gambar 2.15 Pla bangunan rumah tradisinal Bali............................................... 28

    Gambar 2.16 Kuil keluarga (merajan) ......................................................................................... 28

    Gambar 2.17 Tempat yang diperaya untuk memhnkeselamatan balita ...................................................................................................... 41

    Gambar 2.18 Pura Musen di Banjar Belangsinga, Desa Saba ........................ 42

    Gambar 2.19 Batu besar di Sungai Petanu diyakini memiliki

    kekuatan gaib/keramat......................................................................................... 44

    Gambar 2.20 Skema rganisasi ssial Desa Saba

    Di Bali dikenal dua pengeran desa, yaitu: ................................. 47

    Gambar 2.21 Vila di Desa Saba ........................................................................................................... 66

    Gambar 2.22 Tanaman komoditas penduduk Banjar Banda.......................... 66Gambar 2.23 Pekerja mengangkut batu ................................................................................. 68

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    13/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 2012xii

    Gambar 2.24 Tumpukan batu padas ............................................................................................ 68

    Gambar 2.25 Ibu yang sudah berusia ........................................................................................ 69

    Gambar 2.26 Cananglanjut sedang membuat canang........................................ 69

    Gambar 2.27 Penjual babi sedang ................................................................................................. 70

    Gambar 2.28 Hasil home industrymenimbang babi berupa

    pia kaang hijau .............................................................................................................. 70

    Gambar 2.29 dan Gambar 2.30 Lesung, alat untuk membuat jamu .. 71

    Gambar 3.1 Upaara inisiasi (nutug kelih) pada remaja................................... 87

    Gambar 3.2 Ibu hamil selesai mandi di pantai............................................................. 96

    Gambar 3.3 Ibu hamil selesai mandi di pantai ditemani suaminya ... 96

    Gambar 3.4 Tempat menanam ari-ari bayi yang baru lahir ........................ 100

    Gambar 3.5 Gelang hitam pada bayi ...................................................................................... 102

    Gambar 3.6 Bbk berupa beras yang ditumbuk dibalurkan

    di atas kepala bayi....................................................................................................... 102

    Gambar 3.7 dan gambar 3.8 Upaara tutug kambuhan. ................................. 105

    Gambar 3.9 Daun sage, bahan untuk membuat jamu guna

    melancarkan air susu ibu. .................................................................................. 107

    Gambar 3.10 dan 3.11 Kegiatan psyandu yang dikrdinasi

    oleh kelian Banjar Banda.................................................................................... 109

    Gambar 3.12 Pengbatan tradisinal u dengan menggunakan

    beras kenur (meboreh) ....................................................................................... 110

    Gambar 3.13 Banten/sesaji untuk upacara natab nelubulanin ................. 111

    Gambar 3.14 Salah satu prosesi upacara natab nelubulanin

    untuk memanggil atur sanak (empat saudara) .................... 111

    Gambar 3.15 Rangkaian prsesi upaara natab nelubulanin ...................... 112

    Gambar 3.16 Prsesi ptng rambut bayi............................................................................ 113

    Gambar 4.1 Kegiatan psyandu di Banjar Banda.v ................................................. 124

    Gambar 4.2 Serang balita hendak dimbang di posyandu

    di Banjar Banda. ............................................................................................................. 125

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    14/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    xiii

    DAfTAR TABEL

    Tabel 4.1 Mdel Alternaf Perilaku Kesehatan

    Fred L. Duun (1976) ................................................................................................................ 128

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    15/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 2012xiv

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    16/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    1

    BAB I

    PENDAhULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Angka Kemaan Ibu (AKI) dan Angka Kemaan Bayi (AKB) di Indnesia

    masih ukup nggi dibandingkan negara ASEAN lainnya. Survei Demgra

    dan Kesehatan Indnesia (SDKI) 2007 memberikan data bahwa AKI 228

    per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup. Ber-

    dasar kesepakatan glbal MDGs (Millenium Development Goals) tahun

    2000 diharapkan tahun 2015 terjadi penurunan AKI menjadi 102 per

    100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup.

    Berbagai upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)dilakukan untuk mengatasi

    perbedaan yang sangat besar antara AKI dan AKB di negara maju dan

    di negara berkembang seper Indnesia. Upaya KIA dilakukan untuk

    menyelamatkan perempuan agar kehamilan dan persalinan dapat dilalui

    dengan sehat, aman, dan dihasilkan bayi yang sehat.

    Data Susenas 2007 menunjukkan bahwa hanya sekitar 35% penduduk

    sakit yang menari pertlngan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Tampak-

    nya ukup banyak penduduk yang dak memanfaatkan fasilitas kesehatan,

    terbuk 55,4% persalinan terjadi di fasilitas kesehatan dan 43,2% mela-

    hirkan di rumah. Dari jumlah ibu yang melahirkan di rumah, 51,9% di-tlng leh bidan dan masih ada 40,2% yang ditlng dukun bersalin

    (Riskesdas 2010). Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa setahun

    sebelum survei, 82,2% persalinan ditlng leh tenaga kesehatan, namun

    masih ada kesenjangan antara pedesaan (72,5%) dan perktaan (91,4%).

    Masih ngginya pemanfaatan dukun bersalin serta keinginan masyarakat

    untuk melahirkan di rumah, terkait dengan faktr-faktr ssial budaya.

    Masalah kesehatan ibu dan anak dak terlepas dari faktr-faktr

    sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat tempat mereka berada.Disadari atau dak, faktr-faktr keperayaan dan pengetahuan tradisinal

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    17/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 20122

    seper knsepsi-knsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab

    akibat antara makanan dan kndisi sehat-sakit, dan kebiasaan, sering kali

    membawa dampak psif atau negaf terhadap kesehatan ibu dan anak.

    Salah satu sebab mendasar masih ngginya kemaan ibu dan anak adalah

    budaya, selain faktr-faktr yang lain seper kndisi gegra, penyebaran

    penduduk, atau kondisi sosial ekonomi.

    Pla dasar kesehatan masyarakat dak terlepas dari masalah ssial

    budaya. Renana strategi Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 ten-

    tang prgram Gizi dan KIA menyebutkan indikatr terapainya sasaran

    hasil tahun 2014, yaitu persentase pertlngan persalinan leh tenaga

    kesehatan terlah sebesar 90% dan kunjungan nenatal pertama (KN1)

    sebesar 90% serta persentase balita yang dimbang berat badannya

    (jumlah balita dimbang/balita seluruhnya atau D/S) sebesar 85%

    (Kemenkes, 2010).

    Luaran yang diharapkan adalah meningkatnya kualitas pelayanan

    ibu dan anak serta pelayanan reproduksi. Untuk mencapai hal tersebut

    bukanlah hal mudah. Strategi pembangunan kesehatan seper yang ter-

    tuang dalam Renana Pengembangan Jangka Panjang Bidang Kesehat-

    an tahun 2005-2025 antara lain menyebutkan tentang pemberdayaan

    masyarakat. Peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan semakin

    penng. Masalah kesehatan perlu diatasi leh masyarakat sendiri dan

    pemerintah. Keberhasilan pembangunan kesehatan dan penyelenggara-

    an berbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan ptensi

    spesik daerah, termasuk di dalamnya ssial dan budaya setempat. Pem-

    berdayaan masyarakat berbasis masyarakat, arnya pembangunan ke-

    sehatan berbasis pada tata nilai perrangan, keluarga, dan masyarakat

    sesuai dengan keragaman ssial budaya, kebutuhan permasalahan, serta

    ptensi masyarakat (mdal ssial) (Depkes RI, 2009, SKN).

    Indnesia yang terdiri dari ribuan pulau besar dan keil yang di huni

    ratusan suku bangsa dengan berbagai ragam budaya telah memberikan

    suatu kekhasan tersendiri. Perilaku masyarakat, khususnya ma syarakat

    tradisional, tercermin dari perilaku mereka memanfaatkan kekayaan in-

    telektual masyarakat lkal berupa pengetahuan tradisinal mereka dan

    keanekaragaman haya di lingkungannya. Prakk budaya terkait kesehat-

    an tersebut, sebagian diklaim leh rang-rang sebagai pengetahuan

    modern, menjadi salah satu penyebab buruknya status kesehatan

    masyarakat setempat. Sebagai nth, dalam budaya sei, yaitu bayi yang

    baru lahir ditempatkan di dalam rumah yang dibawahnya diberi pengasa-

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    18/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    3

    pan telah menyebabkan ngginya angka kesakitan gangguan pernapasan

    pada bayi baru lahir. Beberapa kelmpk masyarakat di Jawa masih mem-

    punyai kebiasaan memberikan makanan pisang dilumat dengan nasi untuk

    diberikan kepada bayi usia dini (kurang 4 bulan) sehingga bayi mempunyai

    risik terganggu saluran penernaannya.

    Kekayaan budaya Indnesia dari berbagai suku bangsa yang tersebar

    di seluruh Indonesia telah mewarnai upaya kesehatan. Upaya kesehatan

    bisa berupa pelayanan konvensional maupun tradisional dan komple-

    menter yang berupa kegiatan prevenf, prmf, kuraf, dan rehabilitaf.

    Upaya kesehatan diselenggarakan guna menjamin terapainya derajat

    kesehatan masyarakat senggi-ngginya. Dalam hal pelayanan kesehatan

    melipu pula pelayanan kesehatan berbasis masyarakat. Di dalamnya ter-

    masuk pengbatan dan ara-ara tradisinal yang terjamin keamanan dan

    khasiatnya.

    Masalah KIA di Indnesia yang terkait dengan ssial budaya menjadi

    permasalahan penng yang perlu dikaji seara lebih mendalam dan spesik

    sesuai dengan latar belakang daerah dan budaya etnis bersangkutan.

    Wujud budaya dapat berupa suatu ide, gagasan, nilai, nrma, peraturan,

    dan lain sebagainya yang sering diislahkan sebagai adat isadat. Wujud

    budaya yang lain berupa sistem ssial, yaitu akvitas serta ndakan

    berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud budaya bisa pula berupa

    bentuk benda atau hal-hal yang dapat dilihat, diraba, dan dift, yaitu hasil

    sik dari akvitas, perbuatan dan karya seper alat sunat, alat penumbuk

    jamu, dan lain sebagainya. Wujud budaya tersebut mereeksikan budaya

    dan identas ssial masyarakatnya. Pengembangan atau invasi dengan

    melibatkan ssial budaya lkal yang bermanfaat bagi upaya KIA sangat

    dibutuhkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tersebut

    melalui suatu intervensi yang dapat diterima leh masyarakat pelakunya.

    Mempersiapkan generasi penerus yang tangguh demi kesejahteraan

    bangsa Indnesia adalah tanggung jawab bersama, maka harus diprio-

    ritaskan pemeliharaan kesehatan sejak dalam kandungan sampai remaja.

    Permasalahan KIA sering kali merupakan masalah kesehatan yang lkal

    spesik terkait dengan ssial budaya setempat. Hal ini perlu digali guna

    mengetahui permasalahan mendasar sehingga dapat segera dilakukan

    perbaikan dan pemberdayaan budaya yang akan berdampak psif bagi

    kesehatan. Dengan demikian, kekayaan budaya Indnesia yang baik dapat

    terus dikembangkan, dilestarikan, dan dimanfaatkan seara lkal, bahkan

    bila memungkinkan seara nasinal.

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    19/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 20124

    Pla dasar kesehatan masyarakat dak terlepas dari masalah ssial,

    budaya, maupun lingkungan setempat. orientasi budaya menggambarkan

    sikap, pandangan, dan persepsi mengenai masalah kehidupan, termasuk

    kesehatan yang dapat memberikan dampak psif maupun negaf ter-

    hadap status kesehatan masyarakat seara umum. Pemahaman tentang

    budaya masyarakat terkait masalah kesehatan sangat penng untuk

    diperhakan sebagai faktr penentu menuju keberhasilan prgram-

    prgram kesehatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup individu

    maupun masyarakat.

    Gambaran tersebut dapat dimanfaatkan para petugas kesehatan

    untuk mengetahui, mempelajari, dan memahami apa yang berlaku di

    masyarakat. Berdasar budaya yang sudah terpantau tersebut, prgram

    kesehatan dapat diranang untuk meningkatkan status kesehatan ibu

    dan anak sesuai dengan permasalahan lkal spesik. Dalam prses ini

    pendekatan budaya merupakan salah satu ara yang penng dan dak

    bisa diabaikan.

    Dalam hubungan dengan IPKM sebagai salah satu indikatr keber-

    hasilan pelayanan kesehatan di Bali, Kabupaten Gianyar merupakan

    salah satu kabupaten yang dinilai berhasil menapai Indeks Pelayanan

    Kesehatan Masyarakat (IPKM) yang nggi. Atas dasar itu maka Kabupaten

    Gianyar dipilih sebagai salah satu lkasi penelian entgra budaya KIA di

    Indonesia.

    Dari uraian di atas, maka tujuan penelian ini adalah sebagai ber-

    ikut:

    1. Mendapat gambaran hlisk aspek sejarah, gegra, dan ssial

    budaya masyarakat yang terkait dengan kesehatan ibu dan

    anak di beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Kabupaten

    Gianyar.

    2. Mendapat gambaran ngkat keperayaan masyarakat setempat

    terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak di Kabupaten

    Gianyar.

    3. Mendapat gambaran tentang ptensi dan kendala yang diha-

    dapi masyarakat dalam peningkatan kesehatan ibu dan anak di

    Kabupaten Gianyar.

    1.2 Penngnya Penelian Ini Dilakukan

    Semakin disadari bahwa budaya dak bisa diabaikan pengaruhnya

    terhadap status kesehatan masyarakat. Karena itu, riset tentang budaya

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    20/153

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    21/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 20126

    hatan RI, Pemerintah Daerah/Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Dinas Kese-

    hatan Daerah. Sementara itu, sebagai pembekalan pengetahuan sangat

    bermanfaat bagi instusi pendidikan terutama, perguruan nggi dan

    lembaga pendidikan tenaga kesehatan lainnya. Dengan demikian, hasil

    penelian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik seara teres maupun

    praks.

    1.3.1 Manfaat Teores

    Penelian ini mempunyai manfaat teres sebagai berikut.

    1. Dapat menambah wawasan dan memberi mvasi untuk me-

    nindaklanju kajian ilmiah tentang etngra kesehatan ibu dan

    anak.

    2. Dapat memperkaya khazanah pengetahuan tentang budaya

    kesehatan di Indonesia pada umumnya dan KIA khusunya pada

    masyarakat Bali.

    1.3.2 Manfaat Praks

    Penelian ini mempunyai manfaat praks sebagai berikut.

    1. Sebagai salah satu bahan infrmasi yang dapat dirujuk leh

    akademisi dan praksi kesehatan, khususnya tentang KIA, da-

    lam melaksanakan Tupoksinya.

    2. Diperlehnya data-data engra yang mendalam mengenai

    kesehatan ibu dan anak di masyarakat Bali pada umumnya dan

    Banjar Banda pada khususnya.

    3. Hasil penelian ini diharapkan dapat dipakai sebagai rujukan

    para penentu kebijakan tentang prgram kesehatan ibu dan

    anak (KIA) di Indnesia maupun suatu daerah yang spesik.

    1.4 Tinjauan Pustaka

    Kesehatan merupakan bagian integral dari kebudayaan. Manusia

    mampu melakukan akvitas kebudayaan jika dalam keadaan sehat, se-

    hingga dapat dipahami bahwa kesehatan merupakan elemen penng

    bagi kebudayaan. Begitu pula sebaliknya, kebudayaan juga bisa menjadi

    pedoman masyarakat dalam memahami kesehatan. Untuk itu, memahami

    masalah kesehatan yang ada di masyarakat melalui kebudayaan sangat

    penng dilakukan karena masalah kesehatan dak pernah lepas dari

    situasi dan kndisi masyarakat dan budayanya (Ahimsa, 2005:16). Sebagai

    nth, dalam penelian Hambatan Budaya dalam Interaksi Bidan-Ibu

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    22/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    7

    Hamil: Studi Ketaatan untuk Meningkatkan Suplemen dan Status Besi

    di Puskesmas Banyuurip, Kabupaten Purwrej, Jawa Tengah yang di-

    lakukan leh Emiliana Mariyah dan Mhammad Hakimi (2005:105),

    Emiliana dan Hakimi (2005:132) menyimpulkan bahwa masih kuat sistem

    keperayaan dan prakk pantangan yang dilakukan ibu hamil berkaitan

    dengan demensi budaya setempat. Pada saat hamil, seara medis ibu dan

    bayi memerlukan makanan yang bergizi dan zat besi lebih banyak, namun

    dalam prakknya, yang terjadi justru ibu-ibu melakukan hal sebaliknya.

    Ibu menghindari, bahkan mengurangi, jumlah dan jenis makanan tertentu

    yang mengandung gizi nggi, serta mengabaikan zat besi yang sangat

    dibutuhkan selama kehamilan, karena berbagai alasan yang berkaitan

    dengan keperayaan dan nilai budaya setempat. Selain faktr budaya,

    tersedianya pelayanan kesehatan medis, keterjangkauan seara eknmi

    dan jarak, mutu pelayanan kesehatan, serta persepsi dan ngkat keparahan

    penyakit juga berpengaruh kuat terhadap pemilihan pelayanan kesehatan

    yang tersedia.

    Menurut kerangka H.L Blum (1969), derajat kesehatan dapat dipe-

    ngaruhi leh empat faktr yang saling berhubungan, yaitu faktr pem-

    bawaan/keturunan, lingkungan sik dan ssial budaya, ngkah laku, dan

    pelayanan kesehatan (Rekmn dan Seady,1984). Dari keempat faktr

    tersebut, faktr lingkungan sik dan ssial budaya, dan ngkah laku

    menjadi faktr yang dminan.

    Berdasarkan penjelasan sekilas mengenai penelian dan knsepsi

    tersebut dapat dipahami bahwa kesehatan mempunyai krelasi yang

    sangat erat dengan kebudayaan. Untuk itu, perlu ada pemahaman se-

    ara hlisk mengenai budaya masyarakat yang berkaitan dengan peri-

    laku kesehatan, khususnya kesehatan ibu dan anak (KIA). Mengup

    pandangan Heddy Shri Ahimsa-Putra (2005:16), bahwa dalam pandangan

    para ilmuwan sosial budaya, masalah kesehatan dalam suatu masyarakat

    sangat erat kaitannya dengan fasilitas kesehatan, sarana transprtasi dan

    kmunikasi yang ada dalam suatu masyarakat, keperayaan, jenis mata

    penaharian serta lingkungan sik tempat masyarakat tersebut berada.

    Dilihat dari perspekf ini masalah kesehatan dak lagi dapat dipahami

    dan diatasi hanya dengan memusatkan perhaan pada kesehatan tubuh.

    Kesehatan tubuh adalah hasil dari proses interaksi antara unsur-unsur

    internal tubuh dengan unsur eksternalnya. Jika para dkter aap kali lebih

    banyak memperhakan unsur-unsur internal atau melihatnya seara ek,

    maka para ilmuwan ssial budaya lebih memperhakan unsur-unsur

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    23/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 20128

    eksternal atau seara emik. Dengan demikian, dalam rangka memahami

    seara hlisk budaya kesehatan ibu dan anak (KIA), maka knsepsi

    budaya ek dan emik akan dijadikan sebagai landasan analisis.

    1.5 Metode Penelian

    1.5.1 Lokasi Penelian

    Penelian ini dilaksanakan di Kabupaten Gianyar, yang lebih ter-

    fkus pada etnis Bali yang bermukim di wilayah Banjar Banda, Desa

    Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Diplihnya

    Kabupaten Gianyar dan Banjar Banda sebagai seng penelian didasarkan

    atas permbangan bahwa Kabupaten Gianyar merupakan satu kabupaten

    yang menapai IPKM ternggi di Bali.

    1.5.2 Jenis Penelian, Sumber data, dan Teknik Pengumpulan Data

    Jenis penelian ini adalah kualitaf sehingga penelian ini meng-

    gunakan dua sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data

    skunder. Data primer adalah data atau infrmasi yang di perleh seara

    langsung dari sumber-sumber utama, yakni para infrman dan hasil

    bservasi langsung peneli terhadap berbagai periswa, kejadian, dan

    perilaku masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak (KIA).Sementara data sekunder adalah data atau infrmasi yang diperleh

    seara dak langsung melalui telaah atau kajian terhadap dkumen-

    dkumen yang terkait dengan KIA.

    Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelian ini, yaitu

    bservasi parsipasi, wawanara mendalam, dan analisis dkumen serta

    kepustakaan terkait. observasi parsipasi yang dilakukan adalah peneli

    ikut terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan masyarakat, baik yang

    berkaitan langsung dengan KIA maupun dak berkaitan langsung denganKIA, seper kegiatan ssial dan keagamaan. Hal ini memungkinkan untuk

    dilakukan karena peneli nggal bersama masyarakat di wilayah penelian

    selama hampir ga bulan penuh. Namun, perlu dikemukakan di sini bahwa

    selama berlangsungnya pengamatan, seara bersamaan juga dilakukan

    wawanara berkenaan dengan sesuatu yang dilihat dan didengar terkait

    masalah yang dikaji guna memperleh pengetahuan dan pemahaman

    yang lebih dalam dan kmprehensif. Aspek-aspek yang dierma dalam

    pengamatan adalah (1) keadaan/situasi di tempat kegiatan kelmpk yangditeli; (2) rang-rang yang ikut serta dalam situasi tersebut, termasuk

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    24/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    9

    jenis kelamin, usia, prfesi, tempat asal, dan lain-lain; (3) kegiatan yang

    dilakukan rang dalam situasi tersebut; (4) benda-benda atau alat yang

    digunakan; (5) perbuatan, yaitu ndakan para pelaku dan ekspresi wajah

    sebagai erminan perasaan dan emsi mereka.

    Teknik wawanara mendalam digunakan dalam penelian ini ter-

    utama untuk menggali infrmasi mengenai pengalaman individu yang

    biasanya disebut sebagai metde penggunaan data pengalaman individu

    (individual life history) atau dkumen manusia (human document) (Ken-

    tjaraningrat, 1989:158). Dalam hal ini peneli mengajukan pertanyaan-

    pertanyaan seara bebas dan leluasa, namun tetap dipandu dengan

    pedman terhadap pkk-pkk masalah yang ingin dipahami. Dengan

    ara ini wawanara dapat berlangsung luwes, bisa lebih terbuka sehingga

    diperleh infrmasi yang lebih kaya, pembiaraan dak terlampau frmal

    dan lebih mudah mengalihkan satu tpik ke tpik yang lain sehingga sua-

    sana wawanara dak membsankan, baik bagi peneli maupun bagi in-

    forman.

    Teknik analisis dkumen dilakukan dengan menganalisis berbagai

    dkumen yang ada dan terkait dengan permasalah KIA di lkasi penelian.

    Di samping menggunakan dkumen terkait, analisis penelian ini juga

    menggunakan dukungan buku kepustakaan terkait.

    1.1.3 Teknik Analisis Data

    Dalam penelian ini teknik analisis yang digunakan adalah deskripf

    interpretaf dengan berdasarkan pada perspekf atau knsepsi seara

    emik dan ek. Prses analisis seara emik dan ek dilakukan seara

    berganan dalam satu rentang situasi waktu, tempat, dan aktr. Seara

    knkret mekanismenya bahwa seap infrmasi penng yang diperleh

    dari infrman langsung dianalisis untuk membuat hiptesis-hiptesis keil

    yang kemudian digunakan untuk membuat pertanyaan berikutnya. Dengan

    demikian, teknik analisis dan wawanara tersebut mengau kepada apa

    yang leh Taylr dan Bgdan (1984:128) disebut dengan islah go hand-

    in-hand. Data yang dikumpulkan dalam penelian ini sebagian besar

    berwujud data kualitaf. Data ini kemudian dianalisis dengan mengiku

    prsedur analisis data kualitaf sebagaimana dikemukakan leh Miles

    dan Huberman (1992) dan Hikmat (2000), yaitu reduksi data, menyajikan

    data, menafsirkan data, dan menarik simpulan. Proses reduksi data meli-

    pu berbagai kegiatan, yakni penyeleksian, pemfkusan, simplikasi,

    pengkdean, pengglngan, pembuatan pla, ft dkumentasi untuk

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    25/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 201210

    situasi atau kndisi yang memiliki makna subjekf, kupan wawanara

    yang memiliki makna subjekf, dan atatan reekf. Penyajian data dan

    penafsiran berkaitan dengan penyusunan teks naraf dalam kesatuan

    bentuk, keteraturan, pla-pla, penjelasan, kngurasi, alur sebab akibat,

    dan prpsisi, sedangkan penarikan simpulan atau verikasi antara lain

    menakup hal-hal yang hakiki, yakni makna subjekf, temuan knsepsi,

    dan prses universal. Kesemuanya ini dak terlepas dari masalah yang

    ditelaah. Kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penarikan simpulan

    dan penyajian data, merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan

    berlangsung seara siklik ulang-alik sampai mendapatkan hasil penelian

    akhir, yakni etngra yang bersifat hlisk dan sarat makna dalam knteks

    pemberian jawaban terhadap masalah yang dikaji dalam penelian ini.

    Jadi, dengan memadukan dua teknik pengumpulan data dan analisis

    tersebut diharapkan hasil penelian ini dapat menggambarkan kedalaman,

    dan keluasan aspek-aspek yang dikaji dapat diwujudkan.

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    26/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    11

    BAB II

    GAMBARAN DAERAh PENELITIAN:PoTRET ETNIS BALI DARI JENDELA

    BANJAR BANDA

    2.1 Sejara Banjar Banda

    Pada zaman kerajaan tersebutlah sebuah hutan yang diberi nama I

    Rengked, tempat itu dihuni leh 18 rang dan pada saat itu yang menjadi

    pemimpinnya adalah I Rengked. Sebenarnya, hutan Rengked merupakan

    wilayah kekuasaan Kerajaan Blahbatuh, namun hutan itu dikuasai oleh

    Kerajaan Sukawa. Raja Sukawa pada saat itu adalah Dewa Agung Anom

    Kalang yang merupakan Putra Dewa Agung Jambe.Karena hutan Rengked merupakan jajahan Sukawa, maka I Gus

    Ngurah Jelank yang menjadi raja di Kerajaan Blahbatuh merasa keewa

    karena daerah kekuasaannya dikuasai leh Raja Sukawa. Berkali-kali Raja

    Blahbatuh bersama prajuritnya menyerang Raja Sukawa untuk merebut

    kekuasaannya kembali, tetapi serangan Raja Blahbatuh selalu menemui

    kegagalan. Saat itu kedudukan Raja Sukawa sangat kuat.

    Melihat kedudukan Raja Sukawa yang sangat kuat, maka Raja Blah-

    batuh memerintahkan I Gus Ngurah Padang dari Bna untuk menyerangKerajaan Sukawa. I Gus Ngurah Padang merupakan putra I Gus Gede

    Angkatan. I Gus Ngurah Padang bersama-sama I Rengked bersatu melawan

    Raja Sukawa, dan pada akhirnya Raja Sukawa dapat dikalahkan. Maka,

    Raja Sukawa menyerah dan hutan Rengked kembali menjadi wilayah

    Kerajaan Blahbatuh. Hak I Dewa Anm Kalang berupa keris dikuasai leh

    I Gus Gede Padang, dan keris yang didapatnya itu lalu diberi nama Keris

    Pusaka Rengked, karena pusaka itu didapat pada waktu merebut hutan

    Rengked. Keris pusaka tersebut masih disimpan di Puri Blahbatuh sampaisekarang. Raja Blahbatuh pada saat itu merasa gembira atas kemenangan

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    27/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 201212

    yang diperleh I Gus Gede Padang dan I Rengked beserta pengikutnya.

    Pada saat itulah nama hutan Rengked diubah namanya menjadi Th Jiwa,

    sebab tempat itu direbut dengan pertaruhan jiwa.

    Setelah keadaan ukup aman dan dak mungkin terjadi pertumpahan

    darah lagi antara Blahbatuh dan Sukawa, seluruh raja di Bali berkunjung

    ke Th Jiwa untuk menyaksikan upaara kemenangan Raja Blahbatuh

    terhadap Raja Sukawa. Jumlah penghuni hutan Rengked pada saat itu

    hanya 18 rang dan dianggap sedikit sekali. Maka, I Gus Gede Padang

    berusaha memperbanyak jumlah penghuni Th Jiwa dengan ara menghu-

    bungi seluruh raja di seluruh Bali. Barangsiapa pada masa itu dianggap

    bersalah dan dikenai hukuman ma, maka rang tersebut diminta dan

    dibawa ke Th Jiwa untuk memperbanyak penghuni/penduduk Th Jiwa.

    oleh sebab itu, penduduk Th Jiwa menjadi semakin banyak. orang-rang

    yang bersalah bertemu di Th Jiwa dan akhirnya tempat pertemuan itu

    diberi nama Pesaban. Lama-kelamaan Pesaban berubah nama menjadi

    Saba. Karena ada ikatan histris seper itu, maka para Agung (keluarga

    kerajaan) sampai sekarang masih datang ke Saba untuk membiarakan

    suatu masalah yang dihadapi, di samping untuk menyaksikan kemajuan

    kesenian yang ada di Desa Saba. Salah satu kesenian yang sangat me-

    nnjl adalah Legng Kratn Saba di samping kemajuan seni Tabuh Ging

    Pinda yang telah mendapat Predikat Juara di Tingkat Prvinsi (Prl

    Pembangunan Desa Saba, 2004-2005).

    Berdasarkan dngeng masyarakat Saba yang termasuk wilayah Kera-

    jaan Blahbatuh, Saba memiliki tkh yang terkenal di seluruh Nusantara,

    yaitu Pah Keb Iwa. Keb Iwa merupakan salah satu ikn Gianyar. Keb

    Iwa dianggap sebagai pahlawan pada masa itu karena dulu selama Keb

    Iwa masih hidup, upaya penaklukan Bali leh Majapahit dak pernah

    berhasil. Berikut dngeng tersebut.

    2.1.1 Legenda Keb Iwa

    Knn menurut yang empunya erita, di Desa Bedehe Tabanan per-

    nah hidup sepasang suami istri. Mereka rukun dan mempunyai kekayaan

    yang melimpah ruah. Sayang mereka belum dikaruniai anak leh Ida Sang

    Hyang Widi Wasa atau Allah Yang Mahakuasa.

    Keadaan ini membuat mereka sangat risau karena mereka telah

    menjadi suami istri selama beberapa tahun lamanya. orang yang tanpa

    keturunan, menurut rang Bali, sia-sialah hidupnya. oleh karena itu,

    pada suatu hari yang baik menurut hitungan pasaran, suami istri itu

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    28/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    13

    bersama-sama pergi ke pura Desa Bedehe untuk memhn kepada Yang

    Mahakuasa agar mereka dikaruniai serang putra. Bila permhnan itu

    terkabul, mereka berjanji akan mengusahakan agar putranya itu menjadi

    hamba Allah yang baik.

    Beberapa bulan berlalu, mulailah tampak tanda-tanda bahwa sang

    istri mulai mengandung. Betapa girangnya mereka berdua. Setelah genap

    masa kandungannya, lahirlah serang bayi laki-laki bertubuh besar yang

    diberi nama Kebo Iwa. Bayi laki-laki ini diceritakan dan diyakini masyarakat

    memiliki kesakan dan kepintaran dalam asiktektur khas Bali. Bahkan,

    sistem irigasi dalam akvitas pertanian yang terkenal dengan islah subak

    diyakini masyarakat diciptakan oleh Kebo Iwa. Atas kehebatan Kebo Iwa

    dan sebagai bentuk penghrmatan masyarakat Gianyar terhadap Keb

    Iwa, maka dibuatlah satu patung Keb Iwa yang dibangun di salah satu

    persimpangan jalan menuju bjek wisata Ubud , tepatnya di wilayah Desa

    Sakah. Bentuk patung Keb Iwa keka masih bayi dan setelah dewasa

    seara lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.1 dan 2.2 sebagai berikut.

    Gambar 2.1 Patung bayi Keb Iwa. Gambar 2.2 Patung Keb Iwa saat dewasa.

    Menurut mits setempat, bayi itu sangat luar biasa ngkah lakunya.

    Keka lahir, ia sudah dapat makan ketupat. Makannya pun bukan main

    banyaknya. Seap hari makanannya bertambah sebuah ketupat lagi.

    Pertumbuhan bayi itu pun amat pesat. Untuk sekali makan ia dapatmenghabiskan satu bakul besar (kukusan) nasi. Demikianlah seterusnya,

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    29/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 201214

    jumlah makanannya makin bertambah sehingga setelah dewasa makannya

    pun sudah dak dapat dibatasi lagi. Karena tubuhnya sangat nggi besar,

    anak itu diberi nama Keb Iwa yang berar Paman Kerbau .Karena

    makannya amat berlebihan, lama-kelamaan habislah harta kekayaan

    rang tuanya sehingga rang tua Keb Iwa dak sanggup lagi memberi

    makan anaknya. Mereka terpaksa minta bantuan desa. Sejak itu Kebo Iwa

    menjadi tanggungan desa. Segala keperluannya ditanggung dan dijamin

    leh desa. Untuk tempat nggal Keb Iwa, desa membuatkan sebuah

    rumah yang sangat panjang, membujur dari mur ke barat. Panjang balai-

    balainya saja membentang sampai melewa Sungai Yeh Empas, sekitar

    300 meter. Kami dak sanggup memasakkan makanan Keb Iwa, keluh

    penduduk desa. Terlalu banyak yang harus kami masak. Lalu, bagaimana

    aranya? tanya yang lain. Suruh saja Keb Iwa masak sendiri, jawab

    setengah yang lain. Begitu juga bagus. Sejak saat itu penduduk desa

    hanya menyediakan bahan mentahnya. Kebo Iwa memasak sendiri. Un-

    tuk keperluan memasak dibangunlah sebuah dapur raksasa di batu

    karang yang terletak di Pantai Ska, Selemadeg, Tabanan. Jika hendak

    mandi, Keb Iwa pergi ke Sungai Yeh Leh atau ke Danau Beratan. Karena

    jangkauan kakinya lebar, ia dapat menempuh perjalanan dari rumahnya di

    Bedehe ke tempat pemandian dalam sekejap saja. Kalau Kebo Iwa haus, ia

    hanya menusukkan jari telunjuknya ke dalam tanah dan munculla sebuah

    sumur keil yang mengeluarkan air. Karena kesakan atau keismewaan

    Keb Iwa ini, beberapa waktu lamanya Gajah Mada dari Majapahit dak

    mampu menundukkan Pulau Bali. Keb Iwa selalu dapat menangkal

    seap serangan tentara Majapahit. Akhirnya Pah Gajah Mada mendapat

    siasat. Keb Iwa diajak berdamai. Ia mendapat kehrmatan diundang ke

    Majapahit. Karena Keb Iwa sangat terkenal akan kepandaiannya membuat

    sumur, sedangkan Majapahit waktu itu kekurangan air minum, Majapahit

    mengajukan permintaan agar Keb Iwa bersedia menggali beberapa su-

    mur. Karena Keb Iwa serang yang pls, tanpa uriga sedikit pun ia

    memenuhi permintaan itu. Walaupun sangat tergesa-gesa berangkat ke

    Jawa Timur, Keb Iwa masih sempat menelungkupkan periuknya. Seba

    di Majapahit, Keb Iwa segera menggali beberapa sumur. Pekerjaan ini

    ukup sukar sebab untuk menapai air, ia harus menggali dalam sekali.

    Keka ia sedang asyik bekerja di dasar lubang sumur yang sangat dalam,

    ba-ba Pah Gajah Mada menimbuninya dengan kapur sehingga Keb

    Iwa sesak napas dan akhirnya meninggal di dalam sumur yang digalinya

    sendiri dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Dengan manya pah-

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    30/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    15

    lawan Bali ini, dengan sangat mudah Pulau Bali dapat ditaklukkan leh

    Majapahit. Periuk Keb Iwa akhirnya menjadi batu dan ditumbuhi alang-

    alang. Dapurnya mengalami kerusakan akibat dilanda mbak laut. Demi-

    kian hikayat singkat tentang manusia serbabesar. Bukan saja besar tubuh

    dan tenaganya, melainkan juga besar jiwanya (James Danandjaja, 1992).

    Figur Keb Iwa inilah yang dijadikan ssk pahlawan dan ikn perju-

    angan masyarakat Gianyar. Keb Iwa digambarkan sebagai rang yang

    tulus dan lugu, namun menjunjung nggi nilai mralitas berdasarkan

    ajaran agama Hindu.

    Dari erita tersebut tampak bahwa antara Bali dan Jawa memiliki

    sejarah panjang yang saling ingin mendminasi. Dampak plis dari

    sejarah tersebut membuat Bali mengambil sikap ha-ha terhadap Jawa

    dan budaya luar. Dalam dkumen mngra Desa Saba dak disebutkan

    sejarah terbentuknya Banjar Banda yang merupakan bagian wilayah

    Blahbatuh, Desa Saba. Menurut keterangan Pak Kelian (Ketua Dusun),

    yang paling paham tentang sejarah dusun adalah I Wayan GY yang juga

    menjabat sebagai Ketua Kertasaba (Ketua Adat). Meskipun termasuk

    rang baru di Dusun Banda, Pak GY dahulunya nggal di Blahbatuh dan

    mempelajari sastra Bali, termasuk Kitab Babad Blahbatuh. Karena Dusun

    Banda termasuk wilayah Kerajaan Blahbatuh, maka sejarah dusun ini juga

    dipelajari leh Pak GY seper yang dieritakan berikut ini:

    Banda ini masuk wilayah Blahbatuh, maka menurut Babad

    Blahbatuh, tempat ini dulu namanya Sumepe. Sumepe adalah

    tempat buangan orang-orang zaman Kerajaan Blahbatuh.

    Orang-orang buangan di sini beraneka ragam karena berbeda

    soroh [klan]. Arnya banyak sesorohan [klan] yang terbuang di

    sini. Maka karena banyak sesorohan yang dibuang di sini maka

    disebut mengande-ande, maka dengan adanya pembuangan

    itu disebut Bande. Lambat laun dinamai Banda. Banda itu bisa

    diarkan dalam Bahasa Bali, yaitu bande. Kata banda memiliki

    ar orang yang terikat (terpenjara) oleh suatu kerajaan disebut

    bande. Bande itu sama dengan tali. Babad ini ditulis pada

    abad ke-11. Penguasa yang menciptakan pembuangan ini di

    daerah Blahbatuh bernama Sri Karang Buncing. Blahbatuh

    beberapa periode masa kekuasaan yang masing-masing

    memilki pengikut yang sea, Daerah Raja Blahbatuh ada ga

    periode penguasa. Yang pertama Sri Karang Buncing, yang

    kedua Tjocorda Pembayun, yang kega adalah Gus Ngurah

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    31/153

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    32/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    17

    Sungai Petanu, sedangkan Sukawa menginginkan Saba karena dekat

    dengan wilayahnya. Dalam ritual untuk pembuangan Banten dan sisa

    bekas upaara memang sebaiknya dibuang ke sungai. Namun, karena

    pada saat itu hutan dan akses jalan menuju Sungai Petanu sangat sulit,

    maka tempat untuk pembuangan bekas upaara ada sebelah mur Pura

    Puseh yang menyalurkan air dari anak sungai, dengan ls bahwa anak

    sungai ini nannya juga sampai di Ssungai Petanu dan akhirnya sampai ke

    laut [Wawanara dengan I Wayan GY].

    Dahulu banyak warga banjar mandi di Sungai Petanu dan juga di

    panuran di samping Pura Puseh. Namun, setelah PAM masuk sekitar

    tahun 1992, warga lebih memilih menggunakan air PAM, meskipun masih

    ada warga yang mandi di tempat pemandian umum tersebut dan di sungai

    walau dak sebanyak dulu.

    Menurut penuturan salah serang infrman yang juga serang t-

    koh masyarakat, Pak Wayan, dahulu wanita Bali terbiasa mengangkut air

    di kepalanya dari mata air ke rumah atau membawa banten dari rumah ke

    pura, namun sekarang istrinya saja sudah dak bisa. Adanya pura-pura dan

    sanggah di dusun ini juga dak bisa lepas dari masuknya para soroh [klan],

    baik yang merupakan rang buangan pada zaman Kerajaan Blahbatuh mau-

    pun pendatang yang masuk dusun tersebut. Soroh-soroh yang ada di dusun

    ini adalah Soroh Pasek Kelagi, Soroh Pasek Bendeso, Soroh Pasek Kayu selem,

    Soroh Pande Besi, Soroh Pande Bratan, Soroh Tubuane, Soroh Pasek Pulosa-

    ri, Soroh Meranggi, Soroh Pasek Manikan, dan Soroh Pasek Dangke.

    Para soroh2 ini memelihara empat Pura Kahyangan yang menjadi

    tanggung jawab bersama atau tanggung jawab Banjar Banda. Pura

    tersebut, yaitu Pura Puseh, Pura Dalem, Pura Desa, dan Pura Tumpek.

    Sementara pura-pura yang lain menjadi tanggung jawab soroh masing-

    masing, seper Pura Budha cemeng, Pura Tegeuh, Pura Tanrh, Pura

    Tambun, Pura Pasek, dan Pura Ulun carik Banda. Biasanya ada ga prfesi

    yang punya pura tersendiri, yaitu nelayan, pedagang, dan petani. Karena

    Dusun Banda terletak di daerah pertanian, maka hanya ada satu pura

    petani di dusun itu, namanya Pura Ulen Sui, sedangkan pura nelayan di

    Desa Saba terletak di tepi Pantai Saba, namanya Pura Sekeluih Suunkidul.

    Masuknya perusahaan ksmek ke Bnbiu atau dusun tetangga pada

    tahun 2002 juga berpengaruh terhadap pla tanam pertanian di dusun

    ini. Jika dulu mayritas masyarakat Banda menanam padi, maka setelah

    2 Soroh: garis keturunan.

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    33/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 201218

    ada pabrik ksmek, sekitar ga tahun terakhir ini beberapa petani mulai

    menanam tanaman aloeverra [lidah buaya] sebagai bahan ksmek. Pada

    awalnya perusahaan hanya mengntrak beberapa lahan, namun akhirnya

    juga menerima atau membeli aloeverra yang ditanam leh penduduk di

    luar area kntrak dengan harga Rp1.500,00 per kilgram.

    Di Banjar Banda ada vila yang menurut penduduk desa, pemilik

    vila sering membantu kegiatan ritual pura di Banjar Banda. Pemilik vila

    dan pabrik ksmek adalah rang yang sama, yaitu rang Belanda, yang

    menurut masyarakat di bajar itu, adalah rang terkaya keempat di Be-

    landa, namun untuk pengellaannya diperayakan kepada salah serang

    penduduk Banda yang berprfesi sebagai plisi.

    Masuknya perusahaan ini membawa perubahan dalam pola pemu-

    kiman dan pemilihan tanaman di lahan baik sawah maupun pekarangan.

    Tidak hanya itu, ibu-ibu yang berprfesi sebagai pegawai, baik di perusa-

    haan itu maupun di perusahaan di luar Banda, membawa perubahan pola

    pengaturan dan perawatan anak seper yang dieritakan salah serang

    informan penjual lawar sapi di dekat balai banjar. Ibu ini hanya berjualan

    pada malam hari, padahal dulu ia juga berjualan buka pada siang hari. Hal

    ini disebabkan karena anak perempuannya sudah mempunyai anak dan

    dipkan kepadanya (neneknya) karena ibu si anak tersebut bekerja dan

    baru pulang ke rumah pukul 17.00. Maka, neneknya baru bisa menyelesai-

    kan pekrjaannya setelah ibu si anak pulang.

    2.2 Geogra dan Kependudukan

    Seara gegras Banjar Banda masuk wilayah Desa Saba yang terletak

    di sebelah selatan Desa Blahbatuh, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten

    Gianyar. Kabupaten Gianyar adalah salah satu dari 8 kabupaten yang ada

    di prvinsi Bali, yang terletak di bagian tengah dan selatan Pulau Bali

    seper tampak dalam lingkaran merah pada peta 2.3 berikut.

    Untuk menapai Banjar Banda dapat ditempuh dari utara Jalan

    Raya Blahbatuh, sedangkan dari mur taut dapat ditempuh melalui

    Banjar Dinas Perangsada. Sementara, dari arah mur dapat ditempuh

    melalui Desa Pering dengan jalan raya sepanjang 2,1 km. Perjalanan ke

    Banjar Banda juga dapat ditempuh melalui Banjar Dinas Gelumpang,

    Desa Sukawa yang berjarak 1,5 km. Sejak pembangunan jalan by pass

    Kusamba [Jalan Prf. Dr. Ida Bagus Mantra] Banjar Banda dapat ditempuh

    dalam waktu relaf singkat dari arah Bandara Ngurah Rai melewa jalan

    by pass Ngurah Rai dan Jalan Prf. Ida Bagus Mantra. Pembangunan jalan

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    34/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    19

    ini dapat menguntungkan perkembangan pariwisata dan pereknmian

    Banjar Banda. Banjar Banda merupakan desa pantai yang mempunyai

    luas wilayah 600,60 Ha yang membentang dari utara ke selatan dengan

    kenggian 0-500 m di atas permukaan air laut. Dengan kndisi ggra

    seper ini, maka pengembangan wisata serta industri penunjang pariwisata

    akan memberikan kntribusi yang besar terhadap pembangunan desa.

    Banjar Banda memiliki batas-batas wilayah seper tampak dalam peta

    Banjar Banda, yaitu di sebelah utara berbatasan dengan Banjar Belang-singa, di sebelah mur dengan Desa Pering, di sebelah selatan dengan

    Banjar Saba, dan sebelah Barat dengan Keamatan Sukawa. Adapun

    batas wilayah penelian tampak pada gambar 2.4 berikut.

    Dinjau dari sisi klimatlgis, Banjar Banda mempunyai iklim yang

    dak berbeda dengan wilayah lain di Bali, yakni beriklim trpis dengan

    dua musim, yaitu musim penghujan dan kemarau. Musim penghujan

    biasanya terjadi pada bulan oktber-April, sedangkan musim kemarau

    terjadi pada bulan April-oktber. Namun, musim tersebut daklah mutlakterjadi pada bulan-bulan tersebut karena hal ini sangat dipengaruhi leh

    Gambar 2.3 Peta Bali, Kabupaten Gianyar merupkan lkasi penelian.

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    35/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 201220

    letak gegras maupun keadaan uaa setempat sehingga sering terjadi

    musim kemarau yang lebih panjang daripada musim penghujan. Keadaan

    seper ini sangat merugikan para petani mengingat di Banjar Banda sektr

    pertanian menjadi sumber utama pendapatan keluarga selain budidaya

    udang. Pertanian menjadi sektr utama karena tanah pertanian di Banjar

    Banda seluas 65 hektar dan terdiri atas 210 anggta subak.3

    curah hujan tahunan di Banjar Banda tergantung pada musim dan

    keadaan tpgras Desa Saba yang membentang dari utara ke selatan.

    curah hujan yang mengguyur Banjar Banda sangat membantu petani

    menjaga kesuburan tanah pertanian.

    Dilihat dari segi administraf dan kewilayahan, Banjar Banda terletak

    membujur dari utara ke selatan dan terdiri atas satu Banjar Dinas Banda dan

    satu Desa Pakraman Banda, melipu banjarpenyarikan yang membawahi

    3 Subak adalah sistem pengairan di Bali.

    Gambar 2.4 Batas wilayah penelian.

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    36/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    21

    Tempekan I dan Tempekan II. Tempekan I adalah kelmpk rumah yang

    berada di sebelah utara Balai Banjar Banda, sedangkan Tempekan II adalah

    kelmpk rumah yang ada di sebelah selatan Balai Banjar.

    Banjar Banda dahulu adalah hutan. Banjar Banda ini diapit oleh dua

    sungai, yaitu Sungai Petanu dan Sungai Subak Saba. Namun, seiring de-

    ngan perkembangan penduduk, sekarang ini hutan sudah dak ada lagi di

    wilayah ini karena sudah menjadi pemukiman penduduk. Dulu penduduk

    mengambil air di sumber air yang ada di sepanjang Sungai Petanu, sebagian

    lagi mengambil air di panuran di dekat Pura Puseh, seper tampak pada

    gambar 2. 5 dan 2.6 berikut.

    Menurut erita salah serang ibu, keka ia masih keil dulu, air di

    panuran itu untuk minum dan masak, juga untuk mandi dan menui.

    Tetapi, keka PAM masuk, sekarang semua rang menggunakan PAM,

    mungkin karena lebih praks. Namun, rang harus membayar seap

    bulan dan untuk membayarnya kadang dak ukup sehingga rang harus

    bekerja keras. Kadang, meskipun sudah bekerja keras, hasilnya belum

    tentu ukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehingga kadang

    untuk biaya renvasi rumah atau membangun rumah, rang harus pinjam

    di bank dan mencicil sedikit demi sedikit.

    Gambar 2.5 Pancuran air di Banjar Banda dan Gambar 2.6 Pancuran di Pura Musen

    Dkumen Tim Peneli Gianyar, 2012.

    Gambar di sebelah kiri adalah panuran yang ada di bawah Pura

    Puseh Banda, sedangkan gambar di sebelah kanan adalah panuran air

    di Pura Musen di tepi Sungai Petanu yang berada di wilayah Banjar Blang-singa. Banyak penduduk mengambil air dii Pura Musen meskipun harus

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    37/153

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    38/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    23

    bakar. Tetapi, berbeda dengan sampah plask, sebab sampah jenis ini sulit

    diurai leh tanah dan mengurangi kesuburan tanah sehingga banyak rang

    membuangnya ke sungai hingga menyebabkan parit penuh dengan sampah-

    sampah plask seper dalam gambar 2.9 dan gambar 2.10 berikut.

    Gambar 2.9 Tempat pembuangan sampah 2.10 Parit penuh dengan sampah.

    penduduk Banjar Banda.

    Suatu hari kami mengbrl dengan salah serang infrman yang

    sebelah rumahnya digunakan leh beberapa penduduk untuk membuang

    sampah. Dia bererita bahwa pada tahun 2013 Desa Saba akan menge-

    luarkan uang Rp175 juta untuk membeli truk sampah. Hal ini sudah

    direnanakan, tetapi masih perlu mematangkan manajemen pengellaan-

    nya. Perlu direncanakan berapa biaya untuk sopir, perawatan mobil, dan

    sebagainya. Warga di banajar ini hanya paham ara mengella sampah.

    Mereka hanya membakarnya, belum paham tentang pengmpsan dan

    daur ulang sampah plask. Dulu sebelum gas elpiji masuk, para warga ter-

    biasa menggunakan kayu bakar, jadi sisa-sisa upaara seper daun kelapa

    dan bunga akan dikeringkan, lalu dimanfaatkan sebagai bahan bakar un-

    tuk memasak sehingga yang tersisa hanya abu untuk menui piring ataupemupukan lahan. Namun, sekarang semua rang sudah menggunakan

    gas sehingga mereka membuang sisa perlengkapan upaara mereka.

    Pernah terjadi kasus tersumbatnya saluran irigasi di sebelah mur

    Balai Banjar, karena banyaknya sampah. orang membuang sampah keluar

    dari rumahnya dan menganggap masalahnya sudah selesai, padahal

    rang-rang di hulu inilah yang menjadi penyebab penumpukan sampah

    di hilir. Jalan keluar permasalahan ini adalah perlu adanya aturan adat yang

    menguatkan mereka agar mau membuang sampah di halaman rumahmasing-masing, dan jika warga membuang sampah keluar dari halaman

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    39/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 201224

    rumah akan dikenakan sanksi adat. Hal ini akan menguatkan penerapan

    pengaturan sampah di Banjar Banda.

    Air sungai di Banjar Banda dibagi menjadi ga kategri, yaitu air

    sungai untuk mengairi sawah, air sungai yang disalurkan ke selkan ping-

    gir jalan, dan air sungai besar seper di Sungai Petanu. Air sungai untuk

    mengairi sawah diatur leh subak, sedangkan air yang mengalir lewat se-

    lokan di tepi jalan dimanfaatkan oleh beberapa penduduk untuk mencuci

    pakaian dan menui sepeda mtr. Air ini juga dipakai untuk mengairi

    klam-klam ikan yang ada di tempat pemaningan di Jalan Saba. Air Su-

    ngai Petanu digunakan warga untuk mandi dan melabuh ktran sekala,

    misalnya keka warga mengadakan ritual ptng rambut di Pura Musen,

    rambut sebagai simbl ktran akan dihanyutkan ke Sungai Petanu supaya

    ktran yang ada pada anak tersebut hanyut terbawa aliran air sungai.

    Ada pantangan untuk mereka yang ingin mengambil atau menggu-

    nakan mata air, yaitu wanita yang sedang menstruasi dak bleh meng-

    ambil air di Pura Musen, juga ke mata air yang lain. Wanita yang sedang

    menstruasi dianggap ktr karena mengeluarkan sesuatu dari dalam

    tubuhnya. Segala sesuatu yang keluar dari tubuh manusia dianggap ktr.

    orang juga dak bleh kening di tempat sui karena air kening adalah

    sesuatu yang dianggap ktr, jadi harus dibuang pada tempatnya.

    Banjir yang terjadi akibat saluran air yang tersumbat sampah menye-

    babkan warga bersepakat untuk dak membuang sampah sembarangan.

    Hal ini sudah direalisasikan dalam renana desa yang akan membeli dan

    mengella truk sampah agar kndisi sungai dan mata air dak teremar.

    Gambaran kndisi parit yang ada di Banjar Beda yang kndisinya relaf

    masih baik tampak pada gambar berikut.

    Sistem pertanian di Banjar Banda ada ga jenis, yaitu sistem pertanian

    sawah yang diatur leh sistem subak dan ada pengurusnya, sistem

    pertanian ladang yang ditanamai tanaman lidah buaya, kaang tanah, dan

    singkng. Sistem pertanian di halaman rumah sendiri, biasanya ditanami

    sayuran dan buah-buhan untuk dikonsumsi sendiri.

    Sistem pembagian air untuk mengairi sawah penduduk diatur leh

    subak dengan membuat saluran besar maupun keil. Saluran air besar

    adalah milik bersama, sedangkan aliran keil untuk sawah milik pribadi.

    Lahan pertanian yang dak mendapatkan air (ladang) biasanya diman-

    faatkan warga untuk menanam tanaman tertentu. Ladang di Banjar Banda

    umumnya ditanami lidah buaya untuk memenuhi kebutuhan perusahaan

    yang memprduksi lidah buaya menjadi bahan ksmek dan pupuk. Se-

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    40/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    25

    lain lidah buata, ladang penduduk juga ditanami pisang dan singkng se-

    per tampak dalam gambar berikut.

    Menurut keterangan Klian Subak, lahan di Banjar Banda yang dapat

    digunakan untuk persawahan masih luas, namun warga hanya meman-

    faatkannya pada saat musim tanam padi, yaitu pada musim penghujan.

    Pada musim kemarau biasanya disewakan kepada rang luar. Ada yang

    disewa untuk ditanami meln dan ada yang disewa untuk kandang ayam.

    Pembagian musim tanam leh petani juga dibagi dua, yaitu tanaman

    musim basah (padi) dan tanaman musim kering (palawija).

    Gambar 2.11 Parit di Banjar Banda. Gambar 2.12 sawah di Banjar Banda.

    Gambar 2.13 Ladang penduduk Banjar Banda. 2.14 Lidah buaya, kmditas yang

    dibudidayakan penduduk Banjar Banda.

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    41/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 201226

    2.2.1 Kependudukan

    Dalam buku Gianyar dalam Angka 2010 disebutkan bahwa jumlah

    penduduk Kabupaten Gianyar pada tahun 2010 adalah laki-laki berjumlah

    237.493 jiwa dan perempuan berjumlah 232.284 jiwa sehingga jumlahseluruh penduduk Gianyar adalah 469.777 jiwa. Untuk Kecamatan

    Blahbatuh, pada tahun 2010 jumlah penduduk laki-laki 33.245 jiwa dan

    perempuan 32.630 jiwa. Jumlah seluruh penduduk Keamatan Blahbatuh

    65.875 jiwa.

    Perkawinan di Banda merupakan periswa penng yang sarat akan

    makna dan adat isadat. Para rang tua mempunyai nilai ideal yang me-

    reka harapkan dari anaknya. Seper mislanya keluarga pendeta meng-

    inginkan aln menantunya juga berasal dari keluarga Brahmana. Begitujuga anggta soroh atau klan Pande, mereka menginginkan anaknya me-

    nikah dengan keluarga satu soroh. Pernikahan satu soroh dianggap ideal

    di daerah ini.

    Menurut keterangan Pak GY, dalam ritual perkawinan, perlengkapan

    banten pkk yang digunakan di desa-desa di Bali umumnya sama.

    Yang membedakan hanya tambahan nilai seni yang ada pada masing-

    masing desa, tetapi banten pokoknya sama. Namun, dalam kenyataan di

    masyarakat saat ini, nilai perkawinan yang ideal dak selamanya seper

    itu. Menurut erita anak-anak muda yang masih duduk di bangku SMA,

    mereka kadang sudah dak melihat soroh lagi. Asalkan mereka inta,

    mereka mau menikah dengan laki-laki yang dipilihnya meskipun berbeda

    soroh. Seper nth, beberapa warga menikah dengan rang Jawa,

    bahkan bergan agama menjadi Islam. Keka mereka kumpul untuk

    mengiku aara keluarga besar, hal itu dak menjadi masalah. Dalam aar

    tersebut, mereka yang Muslim dak makan babi.

    2.2.2 Interaksi dan Kntrl Ssial dalam Masarakat Banda

    Meskipun rumah rang Bali selalu dikelilingi tembk yang nggi,

    namun ada islah menarik yang diuapkan Pak Gus keka kami

    sedang membiarakan bangunan di rumah Pak GY, orang Bali itu mes-

    kipun tembknya nggi, tetapi tetangga tahu apa yang ada di dapur

    tetangganya. Ada banyak tempat untuk berinteraksi. Ruang publik yang

    ada seper balai banjar danplangkan di warung-warung memungkinkan

    warga berinteraksi dan berdemkrasi. Pertemuan mereka dalam aara-

    aara atau upaara seper otonan, odalan, dan upacara lainnya menjadi

    ajang untuk bertemu dan saling bertukar infrmasi.

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    42/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    27

    Karena sudah diatur oleh banjar, maka pengurus banjar membuat

    aturan yang disepaka bersama leh para anggta banjar, yaitu awig-

    awig desa adat. Awig-awig wajib dituru leh anggta banjar dan jika

    ada yang melanggar akan dikenakan sanksi leh masyarakat. Mereka yang

    mengawal awig-awig ini adalah Pak Kelian dan Pecalang.

    2.2.3. Pla Tempat Tinggal

    Dinjau dari aspek arsitektur tradisinal Bali, pla tempat nggal

    penduduk Bali umumnya terbagi menjadi dua berdasarkan karakterisk

    tpgra wilayah, yakni dataran nggi (daerah pegunungan) dan dataran

    rendah. Arsitektur tradisinal Bali untuk daerah dataran nggi pada

    umumnya berupa bangunan keil-keil dan tertutup untuk menyesuaikan

    dengan keadaan lingkungannya yang enderung dingin. Dinding relaf

    pendek untuk mengurangi sirkulasi udara yang terlalu dingin. Satu ba-

    ngunan bisa digunakan untuk berbagai akvitas, baik akvitas sehari-

    hari seper dur dan memasak, maupun untuk upaara pada hari-hari

    tertentu. Luas dan bentuk pekarangan relaf sempit dan dak beraturan

    yang disesuaikan dengan tpgra tempat nggalnya.

    Untuk daerah dataran rendah, pekarangannya relaf luas dan datar

    sehingga bisa menampung beberapa massa dengan pla kmunikaf.

    Umumnya berdinding terbuka dan masing-masing mempunyai fungsi

    tersendiri. Seper bale daja untuk ruang dur dan menerima tamu penng,

    bale dauh untuk ruang dur dan menerima tamu dari kalangan biasa, bale

    dangin untuk upacara, dapur untuk memasak,jineng untuk lumbung padi,

    dan tempat sui untuk pemujaan. Untuk keluarga raja dan Brahmana,

    pekarangannya dibagi menjadi ga bagian, yaitu jaba sisi (pekarangan

    depan), jaba tengah (pekarangan tengah) dan jero (pekarangan untuk

    tempat nggal). Bahan bangungan juga menerminkan status ssial

    pemiliknya. Masyarakat biasa menggunakanpopolan (spei yang terbuat

    dari lumpur tanah liat) untuk dinding bangunan, sedangkan glngan raja

    dan Brahmana menggunakan tumpukan bata.

    Untuk tempat sui/tempat pemujaan, baik milik satu keluarga

    maupun milik suatu kumpulan kekerabatan, mereka menggunakan ba-

    han sesuai kemampuan eknmi masing-masing. Untuk bahan atap,

    mereka yang mampu akan menggunakan ijuk, sedangkan bagi mereka

    yang eknminya kurang mampu akan menggunakan alang-alang atau

    genteng. Pla pemukiman dan bangunan kuil tersebut tampak dalam

    gambar berikut.

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    43/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 201228

    Gambar 2.15 Pla bangunan rumah tradisinal Bali. Gambar 2.16 Kuil keluarga (merajan5)

    Dalam prses pembangunan rumah, masyarakat Bali mengawalinya

    dengan pengukuran luas areal bangunan yang disebut dengan nyikut

    karang. Dilanjutkan dengan caru pengeruak karang, yaitu ritual persem-

    bahan kurban dan mhn izin untuk membangun. Setelah izin didapat

    barulah dilakukan peletakan batu pertama yang disebut nasarin. Ini

    bertujuan untuk mhn kekuatan kepada ibu perwi agar kelak bangunan

    menjadi kuat dan kkh. Untuk pekerjanya, termasuk ahli bangunannya,

    dilakukan upacaraprayascita, yaitu upaara untuk memhn bimbingan

    dan keselamatan dalam bekerja. Jika semua ritual sudah dilaksanakan,

    barulah pembangunan dimulai. Setelah bangunan berdiri, sebelum digu-

    nakan, dilakukan upaara syukuran yang disebut melaspas danpengurip.

    Ini bertujuan membersihkan bangunan dari energi-energi negaf dan

    menghidupkan aura bangunan tersebut.

    Masyarakat Bali selalu mengawali dan mengakhiri suatu pemba-

    ngunan dengan upaara atau ritual. Semua ritual tersebut pada innya

    bertujuan memberi kharisma pada bangunan yang akan dibangun dan

    untuk menjaga keselarasan hubungan manusia dengan Peniptanya,manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Dalam

    perkembangannya, arsitektur tradisinal Bali mengalami perubahan dan

    pergeseran fungsi yang berpengaruh pada bentuk, struktur, knstruksi,

    bahan, dan erminan ssial pemiliknya. Sebagai nth, wanlan, yang

    dulunya dipakai untuk balai pertemuan dan kegiatan adat, kini mengalami

    perkembangan fungsi, yaitu sebagai tempat pendidikan Taman Kanak-

    kanak, tempat usaha, arena lahraga, dan lain-lain. Kemajuan pariwisata

    5 Tempat sui keluarga.

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    44/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    29

    juga berdampak pada peningkatan taraf hidup masyarakat Bali sehingga

    sekarang sulit dibedakan mana puri dan rumah masyarakat biasa karena

    masyarakat biasa yang eknminya mapan akan membangun tempat

    nggal layaknya sebuah puri. Begitu juga puri yang dulunya merupakan

    tempat nggal raja dan keluarganya, yang penjagaannya sangat ketat dan

    penuh aturan, sekarang ada yang difungsikan sebagai tempat kunjungan

    wisatawan. Bahkan, kini Justru keluarga puri keluar untuk menari tempat

    nggal yang baru.

    Pesatnya perkembangan teknlgi dak bisa dimungkiri juga berpe-

    ngaruh pada arsitektur tradisinal Bali. Arsitektur tradisinal yang didasari

    tradisi juga akan selalu mengalami perkembangan dan selalu mengiku

    perkembangan zaman. (Shintaningrum KP, ST.) [Sumber: hp://aryaka.

    wordpress.com/arsitektur/]

    Kntur tanah Desa Saba menurun mendeka Pantai Saba, maka

    Banjar Banda di Desa Saba memiliki kontur pantai atau dataran rendah.

    Pura Puseh berada di dataran nggi, sejajar dengan Pura Desa dan Pura

    Dalem yang terletak di dataran yang lebih rendah. Satu desa pakraman

    harus memiliki kahyangan ga ini. Untuk pla pemukiman, para warga

    mengiku asta kosala kosali.

    Seper dituturkan salah satu infrman, rumah rang Bali selalu

    dikelilingi tembk yang terbuat dari batu bata atau batak. Dapur dan

    bagian rumah lain harus dipisah. Di Bali tanah yang dipakai untuk rumah

    sudah ada ukuran-ukuran tertentu, meskipun tertutup rapat, tembok

    itu dak berhubungan. Dapur dan kamar dur harus terpisah. Karena di

    Bali ada pajak atas bangunan, maka semua dihitung dan diatur. Merajan

    dak dikenai pajak, tetapi kamar dur dikenai pajak. Untuk sanggah tugu

    yang dibuat, harus/wajib ada sebanyak ga buah, yang lainnya tambahan

    sesuai keyakinan rang. Sebenarnya dulu hanya ada satu, tetapi karena

    ada banyak sekte Hindu di Bali, maka dibangunlah pura samuan ga untuk

    menyatukan sekte-sekte tersebut. Itu terjadi sebelum zaman Majapahit.

    Kala itu umat Hindu hanya membangunpadmasana dan kemudian kemu-

    lan (tempat pemujaan) yang merupakan penyatuan Budha dan Hindu leh

    raja yang bernama Raja Jayanihng sesuai lontarAjijayasunu. Upacaranya

    bermana Lihong yang sekarang menjadi Legng di Bali.

    2.3 Sistem Religi

    Sistem kepercayaan atau religi yang dianut leh masyarakat Banjar

    Banda sebagian besar berdasarkan ajaran agama Hindu, seper halnya

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    45/153

    Buku sEri Etnografi kEsEhatan

    Ibu dan Anak 201230

    kepercayaan yang dianut leh rang Bali pada umumnya. oleh sebab itu,

    dasar sistem kepercayaan yang melandasi kehidupan masyarakat Banjar

    Banda bersumber pada ajaran agama Hindu. Dasar pkk kepercayaan ini

    lebih dikenal dengan ajaran Panca Sradha/lima keyakinan dalam agama

    Hindu, yaitu (1) percaya dengan adanya Tuhan Yang Mahaesa (Ida Sang

    Hyang Widhi Wasa) sebagai pencipta kehidupan di dunia ini, (2) percaya

    dengan adanya atma/rh-rh yang menjiwai atau memberikan kehidupan

    bagi makhluk hidup di dunia ini, (3) percaya dengan adanya hukum karma

    phala, yaitu seap perbuatan yang dilakukan leh makhluk hidup akan

    mendapatkan hasil yang sempal sesuai dengan perbuatannya, (4) percaya

    dengan adanya reinkarnasi, yaitu seap makhluk hidup yang meninggal

    akan terlahir kembali untuk menebus dsa-dsa semasa hidupnya, dan (5)

    percaya dengan adanya moksha, yaitu kebebasan yang abadi (terbebas dari

    kelahiran berulang-ulang). Ajaran Hindu yang berkembang di Bali maupun

    di Banjar Banda adalah ajaran Ciwa-Sidhanta, yaitu ajaran yang menekan-

    kan pada pemujaan lingga6 dengan tkhnya Tri Mur, yaitu Dewa Brahma

    sebagai dewa pencipta alam beserta isinya, Dewa Wisnu sebagai dewa pe-

    melihara alam beserta isinya, dan Dewa Siwa sebagai dewa pelebur.

    Selanjutnya, ada konsepsi Tri Purusa, yaitu Parama Siwa, Sada Siwa,

    dan Siwa. Konsepsi Tri Purusa ini merupakan manifestasi Tuhan Yang

    Maha Esa sebagai penguasa alam atas, alam tengah, dan alam bawah. Hal

    tersebut dilukiskan sebagai Parama-Siwa (penguasa alam atas atau alam

    para dewa), Sada-Siwa (penguasa alam tengah atau alam tempat nggal

    manusia) ,dan Siwa (penguasa alam bawah atau alam bagi makhluk-

    makhluk alus yang dak terlihat). Kemudian, Tuhan sebagai penguasa

    arah laut (kelod/selatan), tengah (madya), dan arah gunung (kaja/utara)

    disebut Tri Mur, yaitu Brahma (arah laut/kelod/selatan), Siwa (tengah/

    madya), dan Wisnu (arah gunung/kaja/utara). Ajaran Siwa-Sidhantadi Bali

    yang ada sampai saat ini dibawa dan dikembangkan leh Mpu Kuturan

    dan Dang Hyang Nirarta. Mpu Kuturanmembawa dan mengembangkan

    konsepsi pemujaan pada Tri Mur dengan mendirikan pura Kahyangan

    Tiga (Pura Teritrial), yaitu Pura Puseh (pemujaan kepada Dewa Wisnu),

    Bale-Agung/Pura Desa (pemujaan kepada Dewa Brahma), dan Pura

    Dalem (pemujaan kepada Dewa Siwa). Sementara Dang Hyang Nirarta

    mengembangkan knsepsi Tri-Purusa, bangunan Padmasana, ajaran

    Panca-Yadnya, dan sebagainya.

    6 Simbol kemakmuran.

  • 7/23/2019 Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012; Etnik Bali, Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    46/153

    Etnik Bali, Banjar Banda, dEsa, saBa, kEcamatan BlahBatu

    Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

    31

    Secara kultural kehidupan masyarakat Bali pada umumnya, dan Banjar

    Banda pada khususnya, bersifat religius dengan seringnya melakukan

    yadnya, yaitu krban sui yang bersifat tulus iklas. Yadnya Dalam ajaran

    Agama Hindu ada lima jenis krban yang harus dilaksanakan leh manusia,

    yang disebut dengan Panca Yadnya, yaitu (1) Dewa Yadnya, (2) Rsi Yadnya,

    (3) Manusia Yadnya, (4) Pitra Yadnya, dan (5) Bhuta Yadnya.

    Panca Yadnya yaitu krban sui yang dipersembahkan kepada Ida

    Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan) berupa hasil alam. Umat memujaan

    para dewa karena para dewalah yang meniptakan, mempengaruhi,

    dan mengatur gerak kehidupan di dunia ini. Sementara Rsi Yadnya, yaitu

    krban sui yang dipersembahkan ke hadapan para rsi/rang sui yang

    telah memberi tuntunan hidup berupa pengetahuan untuk menuju

    kebahagiaan lahir ban di dunia dan akhirat.Manusia Yadnya yaitu krban sui yang dipersembahkan ke hadapan

    manusia, dari sejak dalam kandungan sampai akhir hidupnya. Dalam fase-

    fase perkembangan kehidupan manusia ada berbagai upaara penyuian

    diri yang harus dilaksanakan agar manusia selamat dari bahaya yang

    menganam kehidupannya. Tingkatan upaara ini seara keseluruhan

    dapat dibedakan menjadi beberapa prsesi, yaitu bayi dalam kandungan

    (upaara pagedong-gedongan atau 7 bulan kandungan), dilanjutkan