KISAH MUSYAWARAH RATU SABA' DAN SAUDARA NABI YUSUF ...
Transcript of KISAH MUSYAWARAH RATU SABA' DAN SAUDARA NABI YUSUF ...
KISAH MUSYAWARAH RATU SABA’ DAN SAUDARA NABI YUSUF
DALAM AL-QUR’AN
(Perspektif Teori Psikologi-Komunikasi)
Oleh:
Miftahul Jannah
NIM. 1320511089
TESIS
Diajukan kepada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh
Gelar Magister Humaniora
Program Studi Agama dan Filsafat
Konsentrasi Studi al-Qur’an dan Hadis
YOGYAKARTA
2015
Yang herlanrlii tangan cli bau'ah ini:
Nama
Nt\{
.Icnjang
Prograrl Studi
Konsentrasi
PER\YATA-\N KE.{SLIA\
Vliftahui .lannuli. S.Th. I.
1i.205. I l0si)
lvlagister (S3)
Agama dan Filsalat
Studi ai-Quran clan Flaclis
rnenyatakan bahrva naskah tesis ini secara keseluruhan adalah hasil penelitiau/karya
saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbemya.
Yogyakarta, 10 Juni 2015
Miftahul Jannah, S.Th.I
NIM: 13.205.11089
ll
PERNYATAAN BEBAS PLAGTAST
\-nng bcrrancla tattgatt cli bau'ah ini:
\amli
\I\1.lcni ang
Progriun Sir.rcli
Konsentrasi
menyatakan bahwa naskah tesis ini
plagiasi. Jika di kemudian hari terbukti
sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
N4i t1ahul .lannah. S.Th.l.
ri.205.1 1039
N4agistcr (S2)
r\gama clan Filsafat
Studi al-Qr-rran dan Hadis
secara keseluruhan
melakukan plagiasi,
benar-benar bebas dari
maka saya siap ditindak
Yogyakarta,
Sa
10 Juni 2015
menyatakan,
NIM: 13.205.11089
111
1V
NOTA DINAS PEMBIMBING
Kepada Yth.Direktur Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Sunan KalijagaYogyakarta
Assalamualaikum Wr.W.
Setelah melakukan bimbingan, arahart dan koreksi terhadap penulisan tesis
yang berjudul:
KISAH MUSYAWARAH RATU SABA' DAN SAUDARA NABI YUSUF
DALAM AL-QUR'AN
@erspektif Teori Psikologi-Komunikasi)
yang ditulis oleh:
Nama
NIM
Jenjang
Program Studi
Konsentrasi
Saya berpendapat bahwa tesis tersebut sudah dapat diajukan kepacia Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk diujikan dalam rangka
memperoleh gelar Magister Humaniora.
Was s al amua laikum Wr. W.
Yogyakarta, 10 Juni 2015Pembimbing,
Miftahul Jannah, S.Th.I.
13.20s.11089
Magister (S2)
Agama dan Filsafat
Studi al-Quran dan Hadis
Uk/rl/
Dr. Ahmad Baidowi, M.S.I
ilil$:iii KEMENTERIANAGAMA
'.1'3".":.i1 UIN SUNAN KALIJAGA
u-r3i3:iiilx'#^
Tesis berjudul
NamaNIM
Program StudiKonsentrasi
Tanggal Ujian
PENGESAHAN
KISAH MUSYAWARAH RATU SABA'DAN SAUDARA NABI YUSUF
DALAM AL-QUR'AN (Perspektif Teori Psikologi-Komunikasi)Miftahul Jannah, S.Th.l.
1320511089
Agama dan Filsafat
Studi al-Qur'an dan Hadis
03 Juli 20L5
Telah dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Humaniora
(M.Hum).
Yogyakarta ,07 Juli 2015
., M.Phil., Ph.D.
207 199s03 1 002
PERSETUJUAN TIM PENGUJI
UJiAN TESIS
KISAH MUSYAWARAH RATU SABA' DAN SAUDARA NABIYUSUF
DALAM AL-QU R'AN (Perspektif Teori Psi kologi-Kom uni kasi)
Miftahul Jannah, S.Th.l.
1320511089
Agarna dan Filsaiat
Studi al-Qr,-tr'an dan Hadis
Telah disetujuitim penguji ujian munaqosah
Tesis berjudul
Nama
NIM
Prograrn Sturii
Konsentrasi
Ketua
Sekretaris
Pembimbing/Penguji
Penguji
Dr. Moch Nur lchwan, M.A.
Dr. Mutiullah, M.Hum.
Dr. Ahmad Baiciowi, M.Si.
Dr'. H. M. Kholiii. M.Si.
Diuji di Yogyakarta pada tanggal 03 Juli 2015
Waktu : 10.00-11.O0
HasiUNilai : 89,30/A-/3,50
Preriikat Kelulusan / Sangat+les{€€i€n./ eum Laucie*
*Coret yang tidak perlu
ffi:M\"-
I
vii
MOTTO
Dia mengajarkannya
pandai berbicara (berkomunikasi)
Q.S al-Rahma>n [55] : 4.
viii
PERSEMBAHAN
Tesis ini penulis persembahkan untuk :
Dua insan yang pertama kali mengajarkan padaku
komunikasi insani
Para penggiat ilmu di manapun berada,
Almamaterku yang selalu jaya,
UIN SUNAN KALIJAGA
ix
ABSTRAK
Al-Qur’an bukan saja sekadar memuat petunjuk tentang hubungan manusia
dengan Tuhan (vertical relationship), tetapi juga mengatur antara manusia dengan
sesamanya atau lingkungannya (horizontal relationship). Hubungan inilah yang
dinamakan komunikasi. Dalam Q.S. al-Rahma>n (55): 4 terdapat kata al-baya>n merupakan
kata kunci yang dipergunakan al-Qur’an untuk sarana berkomunikasi. Konsep
musyawarah—sebagai salah satu jenis komunikasi— telah digagas dengan baik dalam
al-Qur’an, begitupun pengaplikasiannya yang dipaparkan dalam kisah-kisah. Penokohan
memang tidak disebutkan secara detail dan terperinci. Al-Qur’an lebih fokus kepada
kepribadian tokoh, motivasi di baliknya serta perilaku-perilakunya, dan hal ini bisa dikaji
secara psikologis.
Penelitian ini hanya terfokus pada dua kisah, yakni musyawarah Ratu Saba’ dan
Saudara Yusuf, dengan beberapa alasan. 1), kedua kisah ini merupakan suatu kisah
dengan satu kesatuan, tidak terpencar dalam surat lainnya dalam al-Qur’an; 2), dari aspek
komunikasi, dua kisah ini sama-sama masuk dalam kategori komunikasi kelompok, agar
lebih mudah dalam proses analisis. 3), kedua kisah ini sudah cukup mewakili dua contoh
musyawarah yang berlawanan, yakni dengan tujuan positif dan negatif.
Di sini penulis mencoba untuk mengintegrasi-interkoneksikan kajian kisah al-
Qur’an ini dengan perspektif ilmu psikologi-komunikasi, yang menyorot bagaimana
perilaku-perilaku komunikan serta keadaan psikis para pelakunya, lebih spesifik pada
pelaku musyawarah pada kisah, tentu saja dalam konteks al-Qur’an. Metode yang
digunakan adalah metode tematik (maud}u>’i >) konseptual, yakni mulai men-tematik-kan
pembahasan ayat-ayat kisah al-Qur’an di dalamnya, yang mengandung gagasan atau
konsep mengenai musyawarah tersebut.
Dari hasil penelitian kedua kisah ini, dapat disimpulkan bahwa dari aspek karakter
komunikatornya, kisah ini sama-sama mempunyai kredibilitas dan kekuasaan, akan tetapi
komunikator dalam musyawarah Nabi Yusuf tidak sekuat yang ada pada komunikator
kisah Ratu Saba’. Sedangkan dari aspek komunikan juga terbagi menjadi beberapa
golongan. Pada kisah Ratu Saba’ termasuk dalam golongan behaviorisme yang lebih
condong kepada pengaruh lingkungan sekitar, dan juga humanistik, berperan aktif dalam
menanggapi stimuli dari komunikator. Sedangkan dalam kisah Yusuf cenderung ke
psiko-analisis, yang dalam menerima atau menangkap pesannya masih terjebak oleh
keinginan-keinginan terpendam dalam diri. Dari aspek organisasi pesan, dua kisah ini
termasuk pola logis dan deduktif. Struktur pesan yang terdiri dari pengantar, pernyataan,
argumen dan terakhir ditutup dengan kesimpulan ini diwakili oleh struktur pesan dalam
musyawarah Ratu Saba’, sementara struktur pesan musyawarah saudara Nabi Yusuf
argumentasinya tidak tersurat dalam ayat tersebut. Dari segi imbauan, kisah pertama
mengandung imbauan rasional, dan kisah kedua mengandung imbauan emosional dan
ganjaran.
x
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini
berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan
0543b/U/1987. Secara garis besar uraiannya adalah sebagai berikut.
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
ا
ب
ت
ث
ج
ح
خ
د
ذ
ر
ز
س
ش
ص
Alif
Ba>’
Ta>’
Sa>’
Jim
H}a>’
Kha>’
Dal
Żal
Ra>’
Zai
Si>n
Syi>n
S{a>d
Tidak dilambangkan
b
t
s|
j
h}
kh
d
ż
r
z
s
sy
s}
Tidak dilambangkan
be
te
es (dengan titik di atas)
je
ha (dengan titik di bawah)
ka dan ha
de
zet (dengan titik di atas)
er
zet
es
es dan ye
es (dengan titik di bawah)
xi
ض
ط
ظ
ع
غ
ف
ق
ك
ل
م
ن
و
ه
ء
ي
D{a>d
T{a>’
Z{a>’
‘Ayn
Gayn
Fa>’
Qa>f
Ka>f
La>m
Mi>m
Nu>n
Waw
Ha’
Hamzah
Ya>
d{
t}
z}
„
g
f
q
k
l
m
n
w
h
‘
y
de (dengan titik di bawah)
te (dengan titik di bawah)
zet (dengan titik di bawah)
koma terbalik
ge
ef
qi
ka
„el
„em
„en
we
ha
apostrof
ye
B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah ditulis Rangkap
متعددة
عدة
ditulis
ditulis
muta’addidah
„iddah
C. Ta’ marbutah di Akhir Kata ditulis h
ditulis حكمة
h}ikmah
xii
عهة
األونيبء كرامة
انفطر زكبة
ditulis
ditulis
ditulis
'illah
karāmat al-auliyā'
zakāt al-fit}ri
D. Vokal Pendek
__ ___
مف فعف
_____
ف ه ف
_____
فرذف ب
fath}}ah
kasrah
d}ammah
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
a
fa’ala
i
fahima
u
yażhabu
E. Vokal Panjang
1
2
3
4
Fath}ah + alif
جبذهية
Fathah + ya‟ mati
تفىسي
Kasrah + ya‟ mati
كر
D{ammah + wawu mati
روض
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ā
jāhiliyyah
ā
tansā
i
karim
ū
furūd }
F. Vokal Rangkap
1
Fath}ah + ya‟ mati
بيىك
ditulis
ditulis
ai
bainakum
xiii
2 Fath}ah + wawu mati
قول
ditulis
ditulis
au
qaul
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata dipisahkan dengan
Apostrof
أأوت
ت أعد
شكرت نئه
ditulis
ditulis
ditulis
a’antum
u’iddat
la’in syakartum
H. Kata Sandang Alif + Lam
Diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan
huruf "al".
انقران
انقيبس
انسمبء
انشمس
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
al-Qur’ān
al-Qiyās
al-Samā’
al-Syam
I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut penulisannya.
انفروض ذوى
انسىة اذم
ditulis
ditulis
żawi al-furūd}
ahl al-sunnah
xiv
KATA PENGANTAR
اذي هلل الح م د
Segala puja dan syukur hanya teruntuk kepada Sang Pemberi hidayah, yang
menurunkan al-Qur‟an sebagai kitab sebaik-baik perkataan. Berkat ilmu dan
iradah-Nya, tesis yang berjudul “KISAH MUSYAWARAH RATU SABA‟ DAN
SAUDARA NABI YUSUF DALAM AL-QUR‟AN (Perspektif Teori Psikologi-
Komunikasi)” ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah ke
haribaan junjungan kita Nabi besar Muhammad saw. Teladan seluruh umat,
pembawa cahaya keimanan dan ilmu pengetahuan. Semoga kita termasuk umat
yang mendapat syafaatnya. Amin.
Setelah berbagai macam rintangan dihadapi, baik secara fisik ataupun psikis,
pada akhirnya masa-masa ini dapat dilalui dengan senyuman. Selesainya
penulisan tesis ini juga tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Abah dan Mama yang selalu mendoakan dan mendukung penulis dalam
meraih kesuksesan, serta seluruh keluarga yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
2. Prof. Dr. Akh. Minhaji, selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
xv
3. Prof. Dr. Norhaidi Hasan, M.A, Ph.D, selaku Direktur Pascasarjana UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
4. Ketua Program Studi Agama dan Filsafat, Dr. Moch. Nur Ichwan, M.A dan
Sekretaris Jurusan, Dr. Mutiullah, M.Hum.
5. Dr. Ahmad Baidowi, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan
banyak ilmu kepada penulis. Dalam kesibukannya, telah bersedia meluangkan
waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih telah menghantarkan penulis
pada dua gelar, baik pada strata-1 ataupun strata-2.
6. Dr. H. Kholili, M.Si, selaku anggota penguji. Terima kasih telah menjadi
pembimbing kedua dalam proses perbaikan tesis ini, yang dengan sangat
cermat dan teliti membidik kekurangan-kekurangan penulis serta memberikan
ilmu baru dan masukan-masukan yang sangat berharga kepada penulis.
Thanks a lot.
7. Pak Hartoyo, yang dengan sabar melayani para mahasiswa. Maaf sudah terus
memburu panjenengan, pak. Terima kasih atas semuanya. Tetap ramah dan
selalu semangat.
8. Keluarga Besar PP. Ali Maksum Krapyak Yogyakarta (SMP-SMA). Terima
kasih atas kebersamaannya. Semua yang ada sekarang pun pasti akan
berganti.
9. NINER‟S (PBSB UIN Sunan Kalijaga ‟09) yang tersisa di Jogja. Mony, Lila,
Ipin, Said, Asep, Najib, Lubab, Aswar dkk. Terima kasih atas motivasi yang
tiada henti. Terima kasih untuk selalu berada di sampingku ketika aku
xvi
terpuruk. Tak lupa pula Mbak Mput, Riry, bang Adi dan the member of SQH-
C dan B 2013 (Mukhlis, Autad, Ustadz Isrofiel, Anwar, Edi, mas Ulum, mas
Hanif, Bashir). Kalianlah saudaraku, temanku, keluargaku.
10. Seluruh pihak yang tanpa mereka sadari telah membantu penulis selama
menempuh jenjang strata-2 ini. Jaza>kumulla>h ah}san al-jaza>’. Akhir kata,
semoga karya ini bermanfaat di dunia dan akhirat. Amin.
Yogyakarta, 10 Juni 2015
Penulis,
Miftahul Jannah, S.Th.I
NIM. 1320511089
xvii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................... ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI .............................................................. iii
NOTA DINAS PEMBIMBING ........................................................................ iv
PENGESAHAN DIREKTUR .......................................................................... v
PERSETUJUAN TIM PENGUJI………………………………………….. vi
MOTTO ............................................................................................................. vii
PERSEMBAHAN .............................................................................................. viii
ABSTRAK....................................................................................................... ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... x
KATA PENGANTAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xvii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 9
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................ 9
D. Kajian Pustaka ......................................................................................... 10
E. Kerangka Teoritik................................................................................ 17
F. Metode Penelitian.................................................................................... 20
G. Sistematika Pembahasan ......................................................................... 22
xviii
BAB II : TEORI PSIKOLOGI-KOMUNIKASI DAN PENERAPANNYA
PADA AL-QUR’AN
A. Pengertian Komunikasi ........................................................................... 24
B. Psikologi sebagai Akar dari Komunikasi........................................ 28
C. Teori Psikologi Komunikasi ................................................................... 31
1. Psikologi Komunikator .................................................................... 32
2. Psikologi Komunikan ...................................................................... 35
3. Psikologi Pesan ............................................................................... 37
D. Tahapan, Tujuan dan Efek Komunikasi. .................................................
E. Komunikasi sebagai Bentuk dan Sarana Interaksi Sosial....................
F. Psikologi-Komunikasi dan Penerapannya dalam Kisah al-Qur’an
40
44
46
BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG KOMUNIKASI DAN KISAH
MUSYAWARAH DALAM AL-QUR’AN
A. Musyawarah ............................................................................................ 49
1. Tinjauan Umum tentang Musyawarah ............................................. 49
2. Kisah musyawarah sebagai salah satu bentuk komunikasi dalam al-
Qur’an ...............................................................................................
53
3. Bentuk-bentuk Musyawarah dalam Kisah ......................................
4. Komponen Komunikasi Musyawarah............................................
57
65
B. Kisah Musyawarah dalam al-Qur’an................................ ...................... 69
1. Kisah Ratu Saba’ dan Para Menteri........................................ .......... 71
xix
2. Kisah Saudara-Saudara Yusuf........................................................... 79
BAB IV : APLIKASI TEORI PSIKOLOGI-KOMUNIKASI DALAM
KISAH MUSYAWARAH RATU SABA’ DAN SAUDARA YUSUF
A. Kisah Ratu Saba’ dan Para Menteri...................................................... 91
1. Komponen Komunikator ................................................................. 95
2. Komponen Komunikan ................................................................... 104
3. Komponen Pesan ........................................................................... 106
B. Kisah Saudara-Saudara Yusuf.............................................................. 111
1. Komponen Komunikator ........................................................... 113
2. Komponen Komunikan ............................................................. 123
3. Komponen Pesan..................................................................... 127
C. Perbandingan antara Psikologi-Komunikasi Kisah Musyawarah Ratu
Saba’ dan Saudara Yusuf.....................................................................
133
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................
139
B. Saran-Saran.......................................................................................... 141
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 143
CURRICULUM VITAE................................................................................ 148
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diwahyukan oleh Allah swt kepada
Nabi Muhammad saw sebagai pedoman hidup bagi seluruh manusia, agar
memperoleh kebahagiaan lahir dan batin, dan juga bersifat universal, sepanjang masa
sampai akhir zaman.1 Al-Qur’an juga mengandung berbagai macam aspek di
dalamnya, yang berfungsi mengatur kehidupan manusia, sampai hal yang paling
detail sekalipun.
Dalam Islam, al-Qur’an merupakan sumber ajaran utama. Al-Qur’an bukan
saja sekadar memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhan (vertical
relationship), tetapi juga mengatur antara manusia dengan sesamanya (horizontal
relationship) serta manusia dengan lingkungannya.2 Hubungan manusia dengan
lingkungannya itulah yang dinamakan komunikasi. Komunikasi merupakan sebuah
aktivitas dasar manusia untuk berinteraksi dengan yang lainnya. Tidak ada manusia
yang tidak berkomunikasi. Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling
1 Said Agil Husein al-Munawwar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki (Jakarta :
Ciputat Press, 2002), hlm. 4.
2 Said Agil Husein al-Munawwar, Al-Qur’an Membangun Tradisi…. hlm. 3.
2
berhubungan. Tidak ada manusia yang tidak terlibat dalam komunikasi, mengingat
akan pentingnya komunikasi tersebut.3
Manusia adalah makhluk sosial. Makhluk sosial selalu membutuhkan
interaksi antar sesamanya. Ketika manusia bertemu dengan manusia lain dalam
komunitas, maka terjadilah interaksi sosial. Al-Qur’an juga telah mensyariatkan
kepada manusia, bahwa sejak awal penciptaannya mereka senantiasa menggunakan
bahasa sebagai alat komunikasi, sebagaimana yang telah termaktub dalam surah al-
Rahma>n :
“(Tuhan) yang Maha pemurah, yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia
menciptakan manusia. Mengajarkannya pandai berbicara”.
Selain sebagai makhluk religius, manusia juga dikenal sebagai makhluk sosial
yang menduduki posisi penting dan strategis. Sebab, hanya manusialah satu-satunya
makhluk yang diberi karunia bisa berbicara. Dengan kemampuan bicara itulah,
memungkinkan manusia membangun hubungan sosialnya. Sebagaimana dapat
dipahami dari firman Allah “ ع ل ع ه ال ع ع اع ” “Dia yang mengajarkannya pandai berbicara”
3 Abd. Rohman, Komunikasi dalam al-Qur’an : Relasi Ilahiyah dan Insaniyah (UIN Malang
Pres : Malang, 2007), hlm. 5.
3
(Q.S. al-Rahma>n (55): 4). Kata al-baya>n merupakan kata kunci yang dipergunakan al-
Qur’an untuk sarana berkomunikasi.4
Banyak penafsiran yang muncul berkenaan dengan kata al-baya>n, namun yang
paling kuat adalah berbicara (al-nut}q, al-kala>m). Hanya saja, menurut Ibn ‘A<syu>r,
kata al-baya>n juga mencakup isyarah-isyarah lainnya, seperti kerlingan mata dan
anggukan kepala. Dengan demikian, al-baya>n merupakan karunia yang terbesar bagi
manusia. Bukan saja karena dapat dikenali jati dirinya, akan tetapi ia menjadi
pembeda dari binatang.5
Kata al-baya>n ini merupakan isyarat dalam al-Qur’an tentang komunikasi, dan
juga relevan dengan teori komunikasi yang berkembang saat ini. Manusia tidak hanya
berinteraksi dengan pesan verbal (tuturan), akan tetapi juga dengan pesan non-verbal,
atau isyarat-isyarat seperti yang telah disebutkan tadi.
Isyarat-isyarat tentang komunikasi tersebut hanya merupakan sebagian kecil
dari kandungan al-Qur’an, karena kitab suci ini memuat segala aspek urusan
kehidupan manusia, atau biasa disebut dengan universalitas al-Qur’an. Akan menjadi
sangat mungkin ketika al-Qur’an dikaji dalam berbagai perspektif keilmuan, seperti
perspektif komunikasi, politik atau dalam konsep yang lain, misalkan filsafat,
4 Jalaluddin Rakhmat, “Prinsip-Prinsip Komunikasi Menurut al-Qur’an” dalam Audienta :
Jurnal Komunikasi (1994), hlm. 35-36.
5 Ibnu ‘A<syu >r, al-Tah}ri>r wa al-Tanwi>r (Tunisia : al-Da>r al-Tu>nisiyyah li> al-nasyr, 1984), XIV
: 233.
4
psikologi, astronomi, biologi, embriologi dan sebagainya, karena ilmu tersebut juga
turut mengatur hubungan dalam diri manusia.6
Berbicara mengenai komunikasi, al-Qur’an sebenarnya telah membahas
tentang prinsip-prinsipnya, serta mempunyai formula khusus terkait dengan kaidah
diksi.7 Ada beberapa ayat al-Qur’an yang secara khusus mengajarkan aturan-aturan
dalam berkomunikasi, yakni diwakili oleh kata ‚qaulan ma’ru>fan8”, ‚qaulan
bali>gan9‛, ‛qaulan kari>man10, ‛qaulan maysu>ran11
‛, ‛qaulan sadi>dan12‛, dan ‛qaulan
layyinan13”. Dengan adanya penerapan ayat-ayat ini serta komunikasi yang baik,
aktivitas manusia bisa berjalan dengan lancar. Jika diskomunikasi terjadi, maka
aktivitas juga terganggu. Biasanya penyelesaian semua hal tersebut tetap melalui cara
atau jenis komunikasi tersendiri, dan salah satu bentuk dari penyelesaian masalah
tersebut adalah musyawarah. Komunikasi mencakup hampir seluruh aktivitas sehari-
6 Komaruddin Hidayat dan Muhammad Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan; Perspektif
Filsafat Perennial (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 33-34.
7 Hani’ah, “Formula Kaidah Diksi dalam Ayat-Ayat Al-Quran dan Implementasinya dalam
Kesantunan Berbahasa Masyarakat Madura” dalam kompetensi.trunojoyo.ac.id. diakses tgl 7 Juni
2015, pukul 00.36 WIB.
8 Q.S al-Baqarah [2] : 235; Q.S al-Nisa>’ [4] : 5 & 8; dan Q.S al-Ahza>b [33] : 32.
9 Q.S al-Nisa>’ [4] : 63.
10
Q.S al-Isra>’[17] : 23.
11
Q.S al-Isra>’ [17] : 28.
12
Q.S al-Nisa>’ [4] : 9.
13
Q.S T{a>ha> [20] : 44.
5
hari manusia, serta proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan non-verbal.
Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih.14
Karena itulah, musyawarah tentu saja juga termasuk ke dalam pembahasan
komunikasi, sebab menyangkut hubungan atau interaksi bahasa antar manusia.
Musyawarah merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam umat, yaitu
dapat memberikan sebuah solusi ketika terjadi perdebatan ataupun perbedaan
pendapat. Musyawarah ini juga merupakan salah satu warisan dari al-Qur’an, karena
di dalamnya, konsep musyawarah telah digagas dengan baik.15
Secara konsep, ada beberapa kisah dalam al-Qur’an yang memuat aspek
musyawarah. Dalam hal ini, narasi teks tersebut bukan sekedar kisah saja, tetapi
segala unsur yang ada di dalamnya memuat makna-makna yang dalam bagi pembaca.
Selain itu, narasi kisah tersebut berfungsi sebagai salah satu metode al-Qur’an dalam
menerangkan ajaran-ajaran-Nya16
, tidak terkecuali tema musyawarah yang secara
teknis tersurat dalam ayat al-Qur’an, yang salah satu pengaplikasiannya tercermin
dalam kisah-kisah tersebut. Meskipun di dalam narasi teks kisah tersebut tidak
14
Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif : Suatu Pendekatan Lintasbudaya (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2008), hlm. 3.
15
Abdul Rozak, “Syura dan Demokrasi: Persamaan dan Perbedaannya”, Media Akademika
Volume 25, No. 3, Juli 2010.
16
Baca Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta : Dhana Bhakti
Prima Yasa, 2003), hlm. 117.
6
memuat kata syu>ra> atau musyawarah secara langsung, akan tetapi secara konsep
sudah memuat aspek-aspek musyawarah atau perundingan.17
Metode kisah dalam al-Qur’an memang unik, begitu juga dengan alur kisah
musyawarah di dalamnya. Seperti layaknya yang telah diketahui bahwa narasi kisah
dalam al-Qur’an tentu saja berbeda dengan cerita biasa ataupun dongeng pada
umumnya, di sana ada karakteristik yang sangat khas. Unsur waktu dan tempat serta
penokohan memang tidak disebutkan secara detail dan terperinci. Karakter fisik tokoh
juga tidak menjadi perhatian. Al-Qur’an lebih fokus kepada kepribadian tokoh,
motivasi di baliknya serta perilaku-perilakunya.18
Oleh sebab itulah, sangat layak
kiranya jika dalam penelitian ini penulis mencoba untuk mengintegrasi-
interkoneksikan kajian kisah al-Qur’an ini dengan perspektif ilmu psikologi-
komunikasi19
, yang merupakan salah satu cabang dari ilmu komunikasi. Dengan
psikologi-komunikasi ini, akan lebih disorot bagaimana perilaku-perilaku komunikan
serta keadaan psikis para pelakunya, lebih spesifik lagi pada pelaku musyawarah
17
Kata “musyawarah” di dalam al-Qur’an diistilahkan dengan kata “ى رع Wacana .”شهول
musyawarah ini juga disinggung di dalam hadis Nabi saw. dengan penyebutan istilah yang sama.
Secara normatif, ayat yang secara z}ahi>r (lafz\i>) benar-benar mengandung kata dan derivasi kata
hanya didapati berjumlah tiga ayat, yakni Q.S A<li ‘Imra>n ayat 159, Q.S al-Syu>ra> ayat 38 dan ” اشورى“
Q.S al-Baqarah ayat 233.
18
Al-Taha>mi> Naqrah, Si>ku>lu>jiyyah al-Qis}s}ah fi> al-Qur’a>n (Aljazair : Syirkah Tunisia, 1974),
hlm. 348-360.
19
Dalam komunikasi, psikologi mencoba menganalisis seluruh komponen yang terlibat dalam
proses komunikasi. Pada diri komunikan, psikologi karakteristik manusia komunikan serta faktor-
faktor internal dan eksternal yang memengaruhi perilaku komunikasinya. Pada diri komunikator,
psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya : apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi
berhasil dalam memengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak. Lihat Nina
Winangsih Syam, Psikologi sebagai Akar Komunikasi (Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2011),
hlm. 39.
7
dalam kisah, tentu saja dalam konteks al-Qur’an. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam
berkomunikasi atau melakukan apapun, manusia tidak bisa terlepas dari sisi
psikologisnya, sebagai salah satu faktor yang memengaruhi atau melatar belakangi
seseorang untuk berbuat atau mengatakan sesuatu.
Ada beberapa kisah musyawarah dalam al-Qur’an, akan tetapi dalam
penelitian ini penulis hanya memfokuskan penelitian ini pada 2 (dua) kisah, yakni
kisah musyawarah Ratu Saba’ beserta para pembesar kerajaan dan kisah perundingan
saudara-saudara Nabi Yusuf a.s. Pemilihan kedua kisah ini bukan berarti tanpa alasan
yang mendasar. Beberapa alasan tersebut antara lain ; 1), kedua kisah ini—yakni
kisah Ratu Saba’ dan saudara-saudara Yusuf—merupakan suatu kisah dengan satu
kesatuan, tidak terpencar dalam surat lainnya dalam al-Qur’an; 2), dari aspek
komunikasi, dua kisah ini sama-sama masuk dalam kategori komunikasi kelompok,
hal ini dimaksudkan agar lebih mudah dalam proses analisis. 3), kedua kisah ini
sudah cukup mewakili dua contoh musyawarah yang berlawanan konteks, yakni
dengan tujuan positif dan negatif.
Kisah Ratu Bilqis dengan para menterinya ini, terfokus pada waktu mereka
merundingkan tentang respon seperti apa yang harus diberikan terhadap surat Nabi
Sulaiman a.s. Secara tidak langsung di sini juga terjadi musyawarah di antara mereka.
Ratu Saba’ meminta pendapat kepada para pembesar. Mereka pun menjawab dan
sekaligus mengisyaratkan untuk melawan dan berperang, akan tetapi Ratu tidak
setuju dengan pendapat itu. Bilqis lebih memilih cara halus, damai dan diplomatis.
8
Mereka mencoba mengirimkan berbagai hadiah kepada Sulaiman. Mungkin cara
tersebut sangat jarang ditempuh oleh kelompok-kelompok lain pada saat itu.
Keputusan dengan jalan damai inilah yang akhirnya berujung pada masuk Islamnya
Ratu dan para pengikutnya.
Hal ini berbeda dengan kisah saudara-saudara Yusuf yang juga melakukan
musyawarah atau perundingan, yakni merundingkan tentang bagaimana cara
mengenyahkan Yusuf selama-lamanya. Hal ini lebih condong ke hal negatif.
Berbanding terbalik dengan cerita sebelumnya. Dalam kedua kisah ini, tentu saja ada
beberapa alasan psikologis yang mendasari dan memengaruhi berlangsungnya
komunikasi tersebut. Hal inilah yang akan menjadi fokus penelitian ini.
Dari kedua contoh tersebut dapat digambarkan bahwa ada keunikan tersendiri
di dalam kedua kisah musyawarah ini. Hal ini bisa dilihat dari alur cerita yang ada
serta bentuk-bentuknya, karena tidak hanya dalam konteks positif saja, tetapi juga
dalam hal negatif. Hal ini menjadi salah satu keunikan al-Qur’an yang merupakan
petunjuk manusia, yang ajarannya disampaikan secara variatif, serta dikemas
sedemikian rupa, dan juga dalam bentuk deskripsi pada kisah-kisah yang
mengandung ibrah bagi manusia.20
Berangkat dari alasan itulah, penulis tertarik untuk mengangkat tema tentang
musyawarah dalam kisah al-Qur’an, akan tetapi dicoba untuk diintegrasi-
20
Manna’ Khali>l al-Qat}t}a>n, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an terj. Aunur Rofiq el-Mazni
(Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2014), hlm. 392.
9
interkoneksikan dengan teori psikologi-komunikasi yang tentu saja melingkupi ruang
musyawarah tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kisah musyawarah Ratu Saba’ dan para saudara Yusuf dalam
al-Qur’an dilihat dari perspektif psikologi-komunikasi ?
2. Bagaimana komparasi dari kedua kisah tersebut ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui kisah musyawarah Ratu Saba’ dan para saudara Yusuf dilihat
dari perspektif psikologi-komunikasi.
2. Mengetahui komparasi dari kedua kisah tersebut.
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Memberikan kontribusi perspektif baru pandangan al-Qur’an tentang
musyawarah melalui metode kisah, serta mengintegrasi-interkoneksikannya
dengan disiplin ilmu lain.
2. Sebagai upaya menebarkan hikmah-hikmah yang dipaparkan kisah dalam
al-Qur’an
10
3. Sebagai upaya untuk menerapkan konsep musyawarah dalam kehidupan
sehari-hari.
D. Kajian Pustaka
Penulis akui bahwa penulis memang bukan orang yang pertama meneliti dan
menulis tentang musyawarah secara umum. Sudah ada beberapa peneliti sebelumnya
yang telah melakukan penelitian tentang hal ini, baik klasik maupun kontemporer. Di
samping itu, ada beberapa karya ilmiah yang juga membahas hal serupa. Misalnya,
Anang Masduki yang menulis “Konsep Musyawarah dalam surat A<li ‘Imra>n ayat 159
menurut Tafsir al-Mis}ba>h}”.21
Dalam tulisan ini dipaparkan tentang konsep
musyawarah menurut al-Qur’an, akan tetapi lebih spesifik pada surat A<li ‘Imra>n ayat
159. Selain itu tulisan ini juga lebih berorientasi kepada bentuk-bentuk komunikasi
yang dijalin ketika musyawarah tersebut, mengingat konsentrasi kajian ada pada
komunikasi dan penyiaran Islam. Jadi kajian terhadap tafsir al-Misbah di sini tidak
terlalu mendalam. Dari sini ditemukan bahwa konsep musyawarah dalam ayat
tersebut antara lain harus didasari dengan lemah lembut, tidak berlaku keras dan
kasar, memaafkan semua kesalahan orang lain yang diajak bermusyawarah, kemudian
dilanjutkan dengan memohonkan ampun atas kesalahan yang dilakukan orang lain
21
Anang Masduki, “Konsep Musyawarah dalam Surat ‘A<li ‘Imra>n ayat 159”, Skripsi
Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2006, hlm. 1-10.
11
tersebut, serta bertawakkal kepada Allah atas semua usaha yang telah dilakukan
bersama.
Nur Rochmah, “Analisis Pemikiran Muh}ammad Syahru>r tentang Syura dan
Demokrasi ”. Di sini disebutkan bahwa musyawarah menurut Syahru>r adalah praktek
kebebasan dari sekelompok manusia yang memuat rujukan pengetahuan, etika,
estetika dan adat istiadat. Syahru>r juga menyamakan majlis syura dengan lembaga
legislatif yang salah satu tugasnya adalah membuat undang-undang. Substansinya
adalah kebebasan, harus bertanggung jawab bukan hanya kepada seluruh anggota
sidang, tetapi juga kepada seluruh rakyat.22
Dalam hal ini memang lebih menjurus ke
aspek hukum, bukan kajian al-Qur’an.
Tidak berbeda jauh dengan apa yang dipaparkan Endrizal dalam “Syura dan
Demokrasi dalam Pemikiran Politik Muh}ammad ‘A<bid al-Ja>biri>”. Tulisan ini hanya
melihat syura dalam pandangan al-Ja>biri>. Menurut al-Ja>biri>, syura berbeda dengan
demokrasi, baik dilihat dari sejarahnya maupun penerapannya. Jika hendak
diterapkan di negeri Arab, maka dituntut adanya sebuah revolusi sejarah.23
Skripsi yang lain berjudul “Studi Komparatif Penafsiran Muh}ammad ‘A<bid
al-Ja>biri> dan Muh}ammad Syahru>r tentang Syura”, yang mencoba mengkomparasikan
22
Nur Rochmah, “Analisis Pemikiran Muhammad Syahrur tentang Syura dan Demokrasi”,
Skripsi Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014, hlm. 64.
23
Endrizal, “Syura dan Demokrasi dalam Pemikiran Politik Muh}ammad ‘A<bid al-Ja>biri>”,
Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006, hlm. 147.
12
kedua tokoh dalam penelitian sebelumnya. Dalam kesimpulannya dikatakan bahwa
sebenarnya di antara keduanya sama-sama mengharapkan demokrasi untuk
diterapkan dalam wilayah Islam, akan tetapi titik bedanya adalah, al-Ja>biri> menolak
pendapat yang menyatakan bahwa syura itu sama dengan demokrasi. Baginya, syura
merupakan sebuah sistem musyawarah yang tidak mengikat seorang pemimpin.
Berbeda dengan Syahru>r yang menyamakan syura dengan demokrasi.24
Sedangkan dalam tulisan Toha Amar, “Prinsip Syura dalam Proses Pemilihan
Khulafa>’ al-Ra>syidi>n” disebutkan bahwa dalam proses pemilihan empat orang
khalifah yang belum pernah diadakan sebelumnya, juga menganut prinsip syura, dan
hal ini terbukti bisa mengatasi perselisihan dan pertentangan yang mewarnai kejadian
tersebut.25
Berbeda dengan Achmad Syahrul yang melihat syura dari segi penafsiran
salah satu mufassir Indonesia, yakni Buya Hamka. Menurut Hamka, dapat
disimpulkan bahwa syura merupakan dasar pemerintahan dalam pembangunan
masyarakat dan negara Islam, walaupun dasar pemikirannya Hamka tidak
24
Irkham Humaidi, “Studi Komparatif Penafsiran Muh}ammad ‘A<bid al-Ja>biri> dan
Muh}ammad Syahru>r tentang Syura”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2006, hlm. 131-132.
25
Toha Amar, “Prinsip Syura dalam Proses Pemilihan Khulafa>’ al-Ra>syidi>n”, Skripsi
Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014, hlm.77.
13
menyebutkan negara Islam. Aplikasinya pun tetap memperhatikan konteks, relevan
dalam ruang dan waktu yang berbeda.26
Achmad Fathoni, “Konsep Syura menurut Yu>suf al-Qarad}a>wi>”, di dalamnya
disimpulkan bahwa syura menurut al-Qarad}a>wi> merupakan suatu keharusan yang
multi-dimensional. Syura meliputi tiga aspek kehidupan, yaitu kehidupan individu,
bermasyarakat dan bernegara. Syura dalam kehidupan individual bukan berarti
kebebasan yang tidak terarah, tapi karena individu merupakan bagian dari kehidupan
berbangsa dan bernegara. Beliau menganggap syura terjadi karena seseorang yang
berusaha tidak menyendiri pendapatnya dalam persoalan-persoalan yang memerlukan
kebersamaan fikiran dengan orang lain, selain itu karena pendapat dua orang atau
lebih dalam jamaah itu dianggap lebih mendekati kebenaran dari pada pendapat
seorang saja.27
Ahmad Nursalim menulis “Syura pada Masa Nabi Muhammad saw di
Madinah Tahun 622-632 M dan Aktualisasinya pada Masa Kontemporer”.28
Dalam
tulisan ini dikemukakan bahwa Nabi Muhammad tetap tidak semena-mena dalam
mengambil keputusan dan tetap menghargai tradisi lokal setempat ketika melibatkan
26
Achmad Syahrul, “Penafsiran Hamka tentang Syura dalam Tafsi>r al-Azha>r”, Skripsi
Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014, hlm. 60.
27
Achmad Fathoni, “Konsep Syura menurut Yu>suf al-Qarad}a>wi>”, Skripsi Fakultas Syari’ah
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014, hlm. 79.
28
Ahmad Nursalim “Syura pada Masa Nabi Muhammad saw di Madinah Tahun 622-632 M
dan Aktualisasinya Pada Masa Kontemporer”, Skripsi Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2014, hlm. 94-96.
14
komponen masyarakat yang ada, selalu mengikuti prinsip-prinsip syura serta
menggunakan ijtihad. Bisa mengikuti mayoritas, minoritas bahkan pendapat beliau
sendiri, tergantung kualitas pendapat yang disampaikan dan juga berbagai
pertimbangan.29
Sedangkan Suprianto menulis “Syura dan Demokrasi dalam Pandangan Abu
Bakar Baasyir dan Muhammad Thalib.” Di sana dikemukakan bahwa kedua tokoh
Majelis Mujahidin ini agak berseberangan dalam memandang syura dan demokrasi
meskipun mempunyai satu tujuan untuk menegakkan syariat Islam, Baasyir menilai
bahwa organisasi kepemimpinan adalah otoritas mutlak yang tidak perlu terikat
dengan musyawarah, berbeda dgn M. Thalib yang memandang kepemimpinan MM
bersifat kolektif, mengedepankan asas musyawarah dan kebersamaan dalam
mengusung cita-cita besar penegakan syariat Islam di lembaga negara. Demokrasi
adalah negatif, menurut mereka itu merupakan sistem yang berbeda dengan Islam itu
sendiri, karena dianggap sebagai sesuatu bentuk kekuasaan yang mengikat.30
Amin Mustolih menulis tentang “Hadis-Hadis tentang Syura (Sebuah Kajian
Hermeneutik terhadap Teks Hadis”, membahas tentang hadis-hadis syura yang
memiliki redaksi yang berhubungan dengan persoalan pemimpin dan berusaha
29
Prinsip-prinsip musyawarah ini tercermin pada 3 (tiga) ayat dalam al-Qur’an yang telah
disebutkan sebelumnya, yakni Q.S A<li ‘Imra>n [3] : 159, Q.S al-Syu>ra> [42] : 38 dan Q.S al-Baqarah
[2] : 233.
30
Suprianto “Syura dan Demokrasi dalam Pandangan Abu Bakar Ba’asyir dan Muhammad
Thalib”, Skripsi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010, hlm. 116-117.
15
mencari pengertian syura dalam perspektif hadis. Hasil penelitian ini adalah
pemaknaan kontekstual dari hadis-hadis syura tentang suseksi pemimpin, yakni
adanya kebebasan dalam menentukan cara-cara atau prosedur-prosedur pengangkatan
pemimpin sesuai dengan kondisi dan situasi yang melingkupinya, tetapi harus sejalan
dengan prinsip-prinsip dasar syura. Syura bukanlah demokrasi dan secara prinsipil
keduanya saling berbeda.31
Beda lagi dengan Abdurrohim dalam “Konsep Syura Menurut Pemikiran
Muh}ammad 'A<bid al-Ja>biri> Tinjauan Fiqih Siyasah”, dalam hal ini Syura berbeda
dengan demokrasi. Entah dilihat dari sejarahnya maupun penerapannya. Menurut al-
Ja>biri, jika demokrasi hendak diterapkan di negeri Arab maka dituntut adanya
revolusi sejarah. Revolusi sejarah yang di butuhkan Bangsa Arab mencakup Revolusi
kesadaran yang berpijak pada pemisahan sempurna antara ke-Esaan di bidang
ketuhanan dan sekutu (pluralitas) di bidang kekuasaan dan politik. Revolusi dalam
pengangkatan penguasa, yakni pengangkatan berdasarkan pertimbangan quot; tokoh
quot; menuju pengangkatan berdasarkan ideologi kepartaian. Selain itu, penting bagi
bangsa Arab untuk mendirikan quot; blok historis quot;. Penyatuan dua elemen utama
masyarakat yang di wakili oleh quot; elit modern quot; dan quot; elit tradisional
quot;. Kelemahan gerakan-gerakan Islam selama ini adalah tidak adanya hubungan
31
Amin Mustolih, “Hadis-Hadis Tentang Syura (Sebuah Kajian Hermeneutik Terhadap Teks
Hadis”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010, hlm. xi.
16
baik secara organisatoris maupun emosional antara elit modern dengan masyarakat
umum.32
Dalam literatur-literatur yang telah disebutkan sebelumnya tadi, hemat penulis
hal ini masih berkutat pada pembahasan musyawarah dikaitkan dengan konsep
demokrasi (politis), baik itu kajian tokoh ataupun surat tertentu, komparasi, serta
sedikit merambah ke arah historis serta kontekstualisasi musyawarah.
Penelitian lain yang dirasa lebih berkaitan adalah penelitian yang dilakukan
oleh Robitoh Widi Astuti, berjudul “Komunikasi Orang Tua dan Anak Perspektif
Kisah dalam Al-Qur’an”. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian penulis,
yakni dalam aspek kisah dan komunikasi.33
Titik tekannya agak berbeda, yakni pada
konsep komunikasi orang tua dan anak, akan tetapi dilihat dari perspektif beberapa
kisah yang bersangkutan. Berbeda dengan penelitian penulis yang juga membahas
kisah dalam al-Qur’an, spesifikasi dalam konteks musyawarah yang tentu saja
bersinggungan dengan komunikasi, akan tetapi dibalut dengan sebuah cabang disiplin
ilmunya, yakni psikologi-komunikasi.
Penelitian kedua, berjudul “Kisah Musyawarah dalam al-Qur’an (Kajian atas
Perundingan Saudara-Saudara Yu>suf dan Ratu Saba’)” yang ditulis oleh Ivadatun
32 Abdurohim, “Konsep Syura Menurut Pemikiran Muh}ammad 'A<bid Al-Ja>biri> Tinjauan Fiqih
Siyasah”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,2009, hlm. x.
33 Robitoh Widi Astuti, “Komunikasi Orang Tua dan Anak Perspektif Kisah dalam al-
Qur’an”, Tesis Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011, hlm. vi.
17
Fikriyah. Penelitian ini memang memiliki kesamaan dengan penelitian penulis pada
objek material, akan tetapi objek formalnya berbeda. Penelitian ini menganalisis
kisah musyawarah dari aspek linguistik dan ideologis34
, sedangkan penulis mencoba
menelusuri lebih dalam dua kisah ini dengan psikologi-komunikasi sebagai pisau
analisisnya. Dari sinilah terdapat celah yang bisa penulis ambil dari berbagai macam
penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.
E. Kerangka Teoritik
1. Konsep Musyawarah
Kata musyawarah terambil dari akar kata sy-, w-, r-, yang pada mulanya
bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang,
sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang
lain, termasuk pendapat. Musyawarah dapat juga berarti mengatakan atau
mengajukan sesuatu. Kata musyawarah pada dasarnya hanya digunakan untuk
hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya. Madu bukan saja manis,
melainkan juga obat untuk banyak penyakit, sekaligus sumber kesehatan dan
kekuatan. Itulah sebabnya madu dicari di mana pun dan oleh siapa pun.35
34
Ivadatun Fikriyah, “Kisah Musyawarah dalam al-Qur’an (Kajian atas Perundingan Saudara-
Saudara Yu>suf dan Ratu Saba’)”, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan
Kalijaga Yogkakarta, 2015, hlm. xii.
35
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an : Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat
(Bandung : Mizan, 2006), hlm. 165.
18
Madu dihasilkan oleh lebah. Jika demikian, yang bermusyawarah mesti
bagaikan lebah, makhluk yang sangat berdisiplin, kerjasamanya mengagumkan,
makanannya sari kembang, dan hasilnya madu. Di mana pun hinggap, lebah tak
pernah merusak. Ia takkan mengganggu kecuali diganggu, bahkan sengatannya pun
dapat menjadi obat. Seperti itulah makna permusyawarahan, dan demikian pula sifat
orang yang melakukannya. Tak heran jika Nabi saw. menyamakan seorang mukmin
dengan lebah.
Musyawarah pada dasarnya hanya dapat digunakan untuk hal-hal yang baik,
sejalan dengan makna dasarnya, yaitu mengeluarkan madu. Oleh karena itu unsur-
unsur musyawarah yang harus dipenuhi adalah; a) al-haq; yang dimusyawarahkan
adalah kebenaran, b) al-’adl; dalam musyawarah mengandung nilai keadilan, c) al-
hikmah; dalam musyawarah dilakukan dengan bijaksana.
Secara normatif, ayat yang secara z}ahir benar-benar mengandung kata dan
derivasi kata “اشورى ” hanya didapati berjumlah tiga ayat, yakni Q.S A<li ‘Imra>n [3] :
159, Q.S al-Syu>ra> [42] : 38 dan Q.S al-Baqarah [2] : 233. Dari sini ditemukan
bahwa konsep musyawarah dalam ayat tersebut antara lain harus didasari dengan
lemah lembut, tidak berlaku keras dan kasar, memaafkan semua kesalahan orang lain
yang diajak bermusyawarah, kemudian dilanjutkan dengan memohonkan ampun atas
kesalahan yang dilakukan orang lain tersebut, serta bertawakkal kepada Allah atas
semua usaha yang telah dilakukan bersama.
19
Masing-masing ayat ini menunjukkan musyawarah dalam konteks yang
berbeda. Hal ini agak senada dengan apa yang diungkapkan oleh Yu>suf al-Qarad}a>wi>,
bahwa musyawarah itu setidaknya berada pada tiga ranah, yakni dalam kehidupan
individual atau keluarga, dalam bermasyarakat dan juga bernegara.36
2. Teori Psikologi-Komunikasi
Teori lain yang sekiranya tidak bisa lepas dari pembahasan musyawarah
adalah teori komunikasi, yang dalam penelitian ini dibaur dengan psikologi hingga
menjadi sebuah cabang ilmu perspektif baru, yakni psikologi-komunikasi, dan
diintegrasi-interkoneksikan dengan kajian kisah al-Qur’an, khususnya pembahasan
musyawarah.
Menurut Morissan, psikologi komunikasi mempelajari bagaimana manusia
berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lainnya berdasarkan tinjauan psikologi.
Dengan kata lain, ilmu psikologi komunikasi pada dasarnya dibangun berdasarkan
berbagai teori yang berupaya menjelaskan bagaimana individu berinteraksi satu sama
lainnya berdasarkan tinjauan psikologi.37
Psikologi komunikasi membantu memahami berbagai situasi sosial di mana
kepribadian menjadi penting di dalamnya, atau bagaimana penilaian seseorang
36 Yu>suf al-Qarad}a>wi>, Sistem Masyarakat Islam dalam al-Qur'an & Sunnah terj. (Solo :
Citra Islami Press, 1997), hlm. 58.
37
Morissan, Psikologi Komunikasi (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 4.
20
(judgements) menjadi bias karena faktor kepercayaan (belief) dan perasaan (feeling)
serta bagaimana seseorang memiliki pengaruh terhadap orang lain.38
Hubungan psikologi dengan komunikasi adalah mengamati gejala perilaku
manusia sebagai individu, individu yang berkelompok, yang berinteraksi dengan
media, yang menjadi komunikator andal dalam mengelola pesan. Psikologi
memandang dan mengamati fenomena perilaku individu ketika ia berinteraksi dalam
peristiwa komunikasi.39
Dalam hal ini ada tiga komponen yang disorot, yakni
komunikator (penyampai pesan), komunikan (penerima pesan) dan juga pesan yang
disampaikan.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini terfokus pada penelitian kepustakaan (library research) dan
bukan penelitian lapangan (field research). Dikatakan demikian karena sumber
datanya, baik yang berkaitan langsung ataupun tidak langsung adalah bersumber dari
bahan-bahan tertulis yang dipublikasikan dalam bentuk kitab, jurnal dan lain-lain
yang dianggap representative dan termasuk dalam kategori penelitian kualitatif.
Metode yang digunakan adalah metode tematik (maud}u>’i >) konseptual, yakni mulai
38
Morissan, Psikologi Komunikasi..... hlm. 19.
39
Armawati Arbi, Psikologi Komunikasi dan Tabligh (Jakarta : Amzah, 2010), hlm. 6.
21
men-tematik-kan pembahasan ayat-ayat kisah al-Qur’an di dalamnya, yang
mengandung gagasan atau konsep mengenai musyawarah tersebut.40
Untuk memahami masalah yang akan dibahas penulis akan menggunakan
pendekatan psikologi-komunikasi.41
Penelitian ini pada dasarnya menggali gagasan-
gagasan tentang background psikologis dalam pelaku komunikasi (musyawarah),
akan tetapi melalui perspektif kisah dalam al-Qur’an.
Sedangkan langkah-langkah metodologis bisa disederhanakan sebagai berikut
: pertama, menetapkan tema yang akan dibahas, yakni tema tentang musyawarah.
Kedua, menghimpun kisah-kisah yang berkaitan dengan tema. Ketiga, menyeleksi
kisah-kisah yang lebih spesifik dan memenuhi kriteria. Keempat, mendeskripsikan
kisah tersebut secara singkat, hanya fragmentasi kisah yang terkait dengan fokus
masalah penelitian, yakni narasi pada bagian musyawarah. Kelima, menganalisis
kisah musyawarah tersebut berdasarkan teori psikologi-komunikasi secara terpisah,
didukung dengan tafsir ayat agar lebih komprehensif. Keenam, mengkomparasikan
40
Sebagaimana yang digagas oleh Abdul Mustaqim, riset tematik bisa dikategorikan menjadi
empat macam, yaitu tematik surat, tematik term, tematik konseptual serta tematik tokoh, internal
maupun eksternal. Lihat Abdul Mustaqim, “Metode Penelitian al-Qur’an dan Tafsir” (Yogyakarta :
Idea Sejahtera, 2014), hlm. 61-63.
41
Psikologi komunikasi adalah sebuah pendekatan yang memadukan komunikasi dengan
psikologi, karena di antara disiplin ilmu yang agak menetap mempelajari komunikasi adalah psikologi,
selain sosiologi dan filsafat. Psikologi juga tidak bisa lepas dari sebuah interaksi sosial. Dalam hal ini
bisa dibagi menjadi sistem komunikasi interpersonal, intrapersonal dan sistem komunikasi kelompok.
Senada dengan tiga kategorisasi ayat al-Qur’an tentang musyawarah yang telah disebutkan
sebelumnya. Lihat Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009),
hlm. 48-143.
22
antara kisah serta menangkap ideal-moral kisah musyawarah perspektif psikologi-
komunikasi tersebut.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan penulisan dan memperoleh penyajian yang konsisten dan
terarah, diperlukan urutan pembahasan yang sistematis, antara lain sebagai berikut;
Bab I, berisikan tentang rancangan penelitian. Dimulai dengan pengenalan
masalah pada latar belakang. Kemudian, permasalahan yang akan dibahas itu
dipertegas pada rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan. Untuk melihat posisi
penelitian ini dari penelitian-penelitian lainnya, maka bab ini juga dilengkapi dengan
telaah pustaka. Penulis sertakan juga kerangka teori untuk membatasi objek
permasalahan yang akan diteliti. Selain itu, sebagaimana penelitian lainnya, tentu saja
penelitian ini memiliki tujuan tertentu yang bisa dilihat pada subbab tujuan penelitian.
Selanjutnya, bab ini akan ditutup dengan sistematika pembahasan.
Bab II, penulis akan memberikan penjelasan atau gambaran umum mengenai
teori yang akan digunakan, yakni psikologi-komunikasi. Dalam bab ini akan dibahas
sejarah atau awal mula terbentuknya ilmu komunikasi, sampai akhirnya
bersinggungan dengan berbagai disiplin ilmu lain, salah satunya adalah psikologi
tersebut. Pada sub-bab terakhir akan dibahas tentang kontekstualisasi dan penerapan
teori tersebut dengan kajian al-Qur’an, disertai alasan-alasan yang mendasar.
23
Bab III, berisikan dua sub pembahasan. Sub bab pertama akan membahas
konsep musyawarah dan kaitannya dengan komunikasi secara umum. Sub bab kedua
akan mengerucut pada kisah musyawarah dalam al-Qur’an, meliputi batasan kisah
musyawarah dan contoh kisah-kisah musyawarah dalam al-Qur’an. Pembahasan ini
penting untuk menjelaskan bagaimana bentuk narasi cerita musyawarah yang
dikisahkan dalam al-Qur’an, serta mengenai batasan kisah yang diambil penulis, yang
tentu saja nanti akan dianalisis dengan teori yang ada pada bab II.
Bab IV, di sini penulis akan memaparkan analisis kisah musyawarah dalam
al-Qur’an berdasarkan teori yang dirinci pada bab II, serta mengambil nilai-nilai
filosofis dari kisah-kisah tersebut, yang tentu saja sesuai dengan koridor awal yang
disetting sebelumnya.
Bab V, akan dijadikan sebagai penutup dalam penelitian ini yang akan
berisikan kesimpulan dari beberapa permasalahan yang telah disampaikan
sebelumnya. Bab ini juga berisikan beberapa saran dan rekomendasi yang dapat
dijadikan objek penelitian selanjutnya.
139
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan dalam tema dua kisah tentang
musyawarah ini, ada beberapa poin yang dapat disimpulkan, antara lain :
Pertama, ada beberapa aspek yang dikaji dalam Psikologi-Komunikasi, yaitu : 1).
Komunikator, 2) komunikan dan 3) aspek pesan yang disampaikan.
Dalam kisah pertama, musyawarah Ratu Saba’ dan para pembesar kerajaan,
dapat disimpulkan bahwa dalam musyawarah ini, berarti Ratu Saba’ dikategorikan
sebagai komunikator, yakni penyampai pesan. Sedangkan yang berposisi sebagai
komunikan adalah atau berarti pembesar-pembesar, sedangkan dari aspek ”الملؤا”
pesan, pesan yang ada dalam proses perundingan Ratu Saba’ ini sudah dapat
tersampaikan kepada komunikator dan tersusun dengan baik. Hal ini bisa dilihat
dari struktur atau runtutan kalimat yang disampaikan komunikator kepada para
komunikan, yakni terdiri dari pengantar, pernyataan, argumen dan kesimpulan.
Struktur ini terdapat pada Q.S al-Naml ayat 29-34.
Dalam kisah kedua, musyawarah atau perundingan antara saudara Nabi
Yusuf a.s, yang mengambil posisi komunikator (penyampai pesan pertama kali)
adalah dua orang dari sepuluh saudara Yu>suf yang ikut perundingan, hal ini
tersurat pada Q.S Yu>suf ayat 9 dan 10. Kedua, komponen komunikan (penerima
pesan), yakni delapan saudara Yu>suf yang lain, yang tersurat pada dua ayat yang
sama. Sedangkan komponen ketiga adalah pesan yang disampaikan, dalam kisah
140
ini argumentasi dalam hal ini tidak dimunculkan pada ayat. Argumentasi hanya
ada pada tafsir-tafsir ayat. Langsung pada aksi yang dilakukan mereka. Begitu
juga dengan kesimpulan. Mereka memang tidak langsung berkata, akan tetapi di
dalam ayat tersurat bahwa mereka telah sepakat dengan pendapat dan argumen
yang terakhir. Hal ini digambarkan pada ayat-ayat selanjutnya yang menunjukkan
kesepakatan.
Setelah membandingkan kedua kisah ini, dapat disimpulkan bahwa dari
aspek karakter komunikator, kedua komunikator kisah ini sama-sama mempunyai
kredibilitas dan kekuasaan, akan tetapi komunikator dalam musyawarah nabi
Yusuf tidak sekuat yang ada pada komunikator kisah pertama, yakni ratu Saba’.
Sedangkan dari aspek komunikan juga terbagi menjadi dua golongan. Golongan
pertama psiko-analisis, yang dalam menerima atau menangkap pesannya masih
terjebak oleh keinginan-keinginan terpendam dalam diri. Berbeda dengan
behaviorisme yang lebih condong kepada pengaruh lingkungan sekitar.
Dari aspek pesan, kisah musyawarah Ratu Saba’ lebih terstruktur
dibandingkan dengan kisah musyawarah saudara Yusuf. Struktur pesan yang
terdiri dari pengantar, pernyataan, argumen dan terakhir ditutup dengan
kesimpulan ini diwakili dengan struktur pesan dalam musyawarah Ratu Saba’.
Berbeda dengan struktur pesan musyawarah saudara nabi Yusuf yang
argumentasinya tidak tersurat dalam ayat tersebut.
Dari aspek tujuan dan efek komunikasi yang ditimbulkan, kedua kisah ini
masing-masing memiliki persuasi, yang didefinisikan sebagai “proses
memengaruhi pendapat, sikap dan tindakan”, akan tetapi persuasi keduanya
141
berbeda. Musyawarah ratu Saba’ lebih kepada memengaruhi pendapat saja, karena
sebenarnya sikap para menteri atau pembesar tersebut sudah sangat patuh dan
ta’zim kepada sang Ratu, mengenai tindakan sebagai bentuk kesimpulan hasil
musyawarah hanya diwakili segelintir orang saja. Dalam kasus saudara Yusuf,
akhir atau kesimpulan dari semuanya dibuktikan dengan tindakan real dari semua
komunikan. Mengenai efek yang ditimbulkan, dua kisah ini memiliki kesamaan,
yakni efektif dan konatif.
Dilihat dari lingkup musyawarah perspektif umum, keduanya berbeda
konteks. Ratu Saba’ dalam lingkup pemerintahan atau negara, sementara saudara
Yusuf dalam lingkup keluarga atau pribadi. Sedangkan dalam ilmu komunikasi
kedua kisah ini masih termasuk komunikasi dua arah dan komunikasi kelompok.
B. Saran-Saran
Setelah penulis mengkaji kisah musyawarah perspektif psikologi-
komunikasi ini, selanjutnya penulis akan memberikan saran sebagai berikut :
1. Penulis baru mengkaji dua kisah dari beberapa kisah yang bertema
musyawarah dalam al-Qur’an, masih ada kisah-kisah musyawarah yang lain yang
masih sangat layak dan menarik untuk diteliti, dan juga bisa dari berbagai
perspektif keilmuan.
2. Dalam meneliti kisah bertema musyawarah dalam al-Qur’an ini,
penulis menggunakan perspektif psikologi-komunikasi, yang secara garis besar
mengkaji karakter-karakter yang terlibat dalam proses komunikasi ini, khususnya
142
musyawarah. Jika dilihat dari cabang-cabang komunikasi, masih terdapat banyak
perspektif lain selain psikologi, seperti sosiologi, filsafat, pendidikan, dan
sebagainya.
143
DAFTAR PUSTAKA
A.S, Hornby. Oxford Advanced Learner’s Dctionary of Current English, Fifth
Edition. London : Oxford University Press. 1995.
Abdul Ghafur, Waryono. Tafsir Sosial : Mendialogkan Teks dengan Konteks.
Yogyakarta : eLSAQ Press, 2005.
Abdurohim, “Konsep Syura Menurut Pemikiran Muhammad 'Abid Al-Jabiri
Tinjauan Fiqih Siyasah”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. 2009.
Amar, Toha. “Prinsip Syura Dalam Proses Pemilihan Khulafaur Rasyidin”.
Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2014.
Anwar, Muh. Nurul. “Nabi Yu>suf dan Saudara-Saudaranya dalam al-Qur‟an”.
Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2008.
Arbi, Armawati. Psikologi Komunikasi dan Tabligh. Jakarta : Amzah. 2012.
al-Asfaha>ni>, Al-Ra>gib. al-Mufrada>t fi> Gari>b al-Qur’a>n (Mesir : Mustafa al-Ba>b
al-H}alab. 1961.
Astuti, Robitoh Widi. “Komunikasi Orang Tua dan Anak Perspektif Kisah dalam
al-Qur‟an”. Tesis Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2011.
Chirzin, Muhammad. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Dhana
Bhakti Prima Yasa. 2003.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung :
Remaja Karya. 1986.
Endrizal, “Syura dan Demokrasi dalam pemikiran politik Muhammad Abid al-
Jabiri”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2006.
Fathoni, Achmad. “Konsep Syura menurut Yusuf al-Qaradhawi”. Skripsi Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2014.
Fikriyah, Ivadatun. “Kisah Musyawarah dalam al-Qur‟an (Kajian atas
Perundingan Saudara-Saudara Yusuf dan Ratu Saba‟”. Skripsi Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogkakarta. 2015.
Gunawan, Budi. Teroris : Mitos dan Konspirasi. Jakarta : Forum Media Utama.
2006.
144
H}ali>m, „Adil Must}afa> ‘Abdul. Kisah Bapak dan Anak dalam al-Qur’an terj.
Abdul Hayyie al-Katani dan Fitriah Wardie. Jakarta : Gema Insani Press.
2003.
Hani‟ah. “Formula Kaidah Diksi dalam Ayat-Ayat Al-Quran dan
Implementasinya dalam Kesantunan Berbahasa Masyarakat Madura” dalam
Kompetensi.trunojoyo.ac.id.
Hidayat, Komaruddin dan Muhammad Wahyuni Nafis. Agama Masa Depan;
Perspektif Filsafat Perennial. Jakarta: Paramadina. 1995.
Humaidi, Irkham. “Studi Komparatif Penafsiran Muhammad „Abid al-Jabiri dan
Muhammad Syahrur tentang Syura”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2006.
Ibrahim, Muhammad A. Jadul Mawla dan M. Abu al-Fadhl. Buku Induk Kisah-
Kisah al-Qur’an terj. Abdurrahman Assegaf. Jakarta : Zaman. 2009.
Ismail, Nurjannah. Perempuan dalam Pasungan : Bias Laki-Laki dalam
Penafsiran. Yogyakarta : LkiS. 2003
KBBI.web.id/musyawarah, diakses pada tgl 5 Mei 2015, pukul 11.32 WIB.
Khalafullah, Muhammad Ahmad. al-Qur’an bukan Kitab Sejarah : Seni, Sastra
dan Moralitas dalam Kisah-Kisah al-Qur’an terj. Zuhairi Misrawi dan Anis
Maftukhin. Jakarta : Paramadina, 2002.
al-Khalidy, Shalah. Kisah-Kisah al-Qur’an : Pelajaran dari Orang-Orang
Terdahulu jilid 3. Jakarta : Gema Insani Press. 2000.
Khali>l, Syauqi> Abu>. Atlas al-Qur’an : Mengungkap Kebesaran al-Qur’an terj. M.
Abdul Ghoffar. Jakarta : Almahira. 2008.
Lajnah Pentashih al-Qur‟an, Kementrian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an
dan Terjemahnya. Bandung :
Mahbub, Fauz. Berpikir Seperti Nabi : Perjalanan Menuju Kepasrahan.
Yogyakarta : LKiS. 2009.
al-Maragi, Ahmad Mustafa. Tafsi>r al-Maragi jilid 19, terj. Bahrun Abubakar, dkk.
Semarang : Toha Putra. 1987.
Mashun, M. Fathoni . Baju Bertuah Nabi Yusuf : Menguak Sisi Lain dari al-
Qur’an dan Hadis. Yogyakarta : Indie Book Corner. 2012
145
Morissan, Teori Komunikasi : Komunikator, Pesan, Percakapan dan Hubungan
(Bogor : Ghalia Indonesia. 2009.
Muljana, Slamet. Tafsir Sejarah Negara Kretagama. Yogyakarta : LkiS. 2006.
Mulyana, Deddy. Komunikasi Efektif : Suatu Pendekatan Lintasbudaya. Bandung
: Remaja Rosdakarya. 2008.
----------------------. Komunikasi Interpersonal. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
2000.
Mulyana, dkk, Deddy. Ilmu Komunikasi : Sekarang dan Tantangan Masa Depan.
Jakarta : Kencana. 2011.
al-Munawwar, Said Agil Husein. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan
Hakiki. Jakarta : Ciputat Press. 2002.
Mustaqim, Abdul .“Metode Penelitian al-Qur’an dan Tafsir”. Yogyakarta : Idea
Sejahtera. 2014.
Mustolih, Amin. “Hadis-Hadis Tentang Syura (Sebuah Kajian Hermeneutik
terhadap Teks Hadis”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. 2010.
Nadhiroh, Wardatun. Narrative Criticism sebagai Metodologi Kajian Kisah al-
Qur‟an (Studi atas Kajian A.H Johns. Tesis pascasarjana UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. 2013.
Naina, Akhmadsyah. Manusia Komunikasi, Komunikasi Manusia (Jakarta :
Kompas, 2008), hlm. 389.
Naqrah, Al-Taha>mi>. Si>ku>lu>jiyyah al-Qis}s}ah fi> al-Qur’a>n. Aljazair : Syirkah
Tunisia. 1974.
Northouse, Peter G. Leadership : Theory and Practice, Fifth Edition. Thousand
Oaks. California : SAGE Publication. 2010.
Nurdin, Ali. Qur’anic Society : Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam al-
Qur’an. (Jakarta : Erlangga. 2006.
Nurhadi, Dzulhaq. Nilai-Nilai Pendidikan Kisah Yusuf a.s dalam al-Qur‟an, Tesis
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2006.
Qalyubi, Syihabuddin. Stilistika al-Qur’an : Makna di Balik Kisah Ibrahim.
Yogyakarta : LKiS. 2009.
146
al-Qarad}a>wi>, Yu>suf. “Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah”.
Solo : Citra Islami Press. 1997.
al-Qat}t}a>n, Manna‟ Khali>l. Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an terj. Aunur Rofiq el-
Mazni. Jakarta : Pustaka al-Kautsar. 2014.
Qut}b, Sayyid. Tafsi>r fi Z\\|ila>l al-Qur’a>n : Di Bawah Naungan al-Qur’an terj. As’ad
Yasin, dkk. Jakarta : Gema Insani Press. 2012.
Raharjo, Dawam. Ensiklopedi al-Qur’an. Jakarta : Paramadina. 1996
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.
2009.
---------------------------. Prinsip-Prinsip Komunikasi Menurut al-Qur‟an, Audienta
: Jurnal Komunikasi. 1994.
Al-Rifa‟i, M. Nasib. Kemudahan dari Allah : Ringkasan Kitab Tafsir Ibnu Kasir
III. Jakarta : Gema Insani Press. 1999.
Rochmah, Nur. “Analisis Pemikiran Muhammad Syahrur tentang Syura dan
Demokrasi”. Skripsi Fakultas Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
2014
Rohim, Syaiful. Teori Komunikasi : Perspektif, Ragam dan Aplikasi. Jakarta :
Rineka Cipta. 2009.
Rohman, Abd. Komunikasi dalam al-Qur’an : Relasi Ilahiyah dan Insaniyah.
UIN Malang Pres : Malang. 2007.
Saputra, Mulyadi. “Pendekatan Psikologi dalam Komunikasi” dalam
www.inspirasi-komunikasi.com,
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an
vol. 6. Jakarta : Lentera Hati.
-------------------------. Wawasan al-Qur’an : Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai
Persoalan Umat. Bandung : Mizan.
------------------------. Membumikan al-Qur’an. Bandung : Mizan. 2007.
Simamora, Bilson. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama. 2008.
Smith, Mark. Melihat Aura dalam Waktu 60 Detik terj. T. Hermaya. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama. 1997.
147
Soyomukti, Nurani. Pengantar llmu Komunikasi. Yogyakarta : Ar Ruzz Media.
2010.
Sulistyawati. “Alternasi Sapaan Bahasa Jawa di Kraton Yogyakarta” dalam
Humaniora, buletin Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada, vol. 20
Suprianto. “Syura dan Demokrasi dalam Pandangan Abu Bakar Ba‟asyir dan
Muhammad Thalib”. Skripsi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. 2010.
Syahrul, Achmad. “Penafsiran Hamka tentang Syura dalam Tafsir al-Azhar”.
Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2014.
Syam, Nina Winangsih. Psikologi sebagai Akar Komunikasi. Bandung : Simbiosa
Rekatama Media. 2011.
Tantawi, Muhammad Sayid. Banu Israil fi al-Qur’an. Kairo : Dar el-Syuruq.
2000.
al-‘Umari>, Ah>mad Jama>l. Dira>sa>t fi Tafsi>r al-Maud}u>’i> li al-Qas}as} al-Qur’a>n. Kairo : Maktabah al-Khaniji. 2001.
Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Grasindo. 2008.
www.wikipedia.org.
al-Zuhaili>, Wahbah. Tafsir al-Wasith jilid 2 terj. Muhtadi, dkk. Jakarta : Gema
Insani Press. 2003.
148
CURRICULUM VITAE
Nama Lengkap : Miftahul Jannah
Tampat, Tanggal Lahir : Barabai, 8 Agustus 1991
No. Hp : 081355119398/085878247924
Email : [email protected]
Alamat Asal : Banua Kupang, RT/RW 01 kec. LAU kab. HST, Kal-Sel
Motto : “Seimbangkan dunia akhiratmu”.
Alamat : PP Ali Maksum, Jln. KH. Ali Maksum Krapyak, Yogyakarta.
Nama Orang tua
Nama Ayah : Ir. Anis Hamidi
Nama Ibu : Juairiah
Riwayat Pendidikan :
1. TK Harapan Ibu, LAU, Kalimantan Selatan TA. 1996-1998
2. SDN 2 BANUA KUPANG, LAU, Kalimantan Selatan TA. 1998-2003
3. MTs Negeri Walangku, HSU, Kalimantan Selatan TA. 2003-2006
4. MA. NIPI PP. Rasyidiyah Khalidiyah, Amuntai, Kalimantan Selatan, TA. 2006-
2009
5. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, TA. 2009-2012
6. Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, TA.2013-
2015
Pengalaman Organisasi :
1. Sekretaris OSIS MTs Negeri Walangku, Barabai periode 2005-2006
2. Ketua II NM (OSIS) MA NIPI Rasyidiyah Khalidiyah, Amuntai, periode 2007-
2008
149
3. Seksi Keagamaan Asrama Darul Hikmah PP. Rasyidiyah Khalidiyah, Amuntai,
periode 2007-2008
4. Anggota Forum Silaturrahim Pelajar (FOSPEL) Amuntai 2007-2008
5. Anggota Himpunan Pelajar Rakha (HIMPAR) Barabai, HST, Kal-Sel.
6. Anggota Divisi Pengembangan Minat dan Bakat ISMA PP. Aji Mahasiswa Al-
Muhsin, periode 2009-2011.
Pengalaman Kerja:
1. Staff Pengajar TPA al-Muhsin 2010-2011
2. Staff pengajar SMP-SMA Ali Maksum 2014-sekarang
3. Staff pengajar diniyah SMP-SMA Ali Maksum 2013-sekarang
4. Pembimbing/Supervisor Asrama Putri SMP-SMA Ali Maksum
5. Staff Tata Usaha SMA Ali Maksum Krapyak Yogyakarta
Prestasi/ Penghargaan:
1. Juara III Lomba Nyanyi Solo Tingkat SD, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,
Kalimantan Selatan tahun 2001.
2. Peraih Beasiswa Siswi Berprestasi SD dari Bupati Hulu Sungai Tengah, 2002.
3. Siswi Teladan MTs Negeri Walangku, 2003-2004.
4. Juara Umum/Peraih Nilai UN tertinggi MTsN Walangku, 2005.
5. Juara III Lomba Hadroh tingkat Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2005.
6. Juara III Musabaqah Syarhil Qur’an (MSQ) tingkat Kabupaten Hulu Sungai
Utara, 2006.
7. Juara II Musabaqah Syarhil Qur’an (MSQ) tingkat Kabupaten Kapuas, Kal-Teng,
2006.
150
8. Juara I cabang Rebana (Qasidah Islami) POSPEDA tingkat Kalimantan Selatan,
2007.
9. Peserta lomba cabang Rebana (Qasidah Islami) Tingkat Nasional, POSPENAS di
Samarinda, Kal-Tim, 2007.
10. Juara I lomba “English Article Writing Contest”, Language Centre of State
Islamic University Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.
11. Juara III Senam Santri POSPEDA Bantul 2011.
12. Peraih Beasiswa Porgram Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kemenag UIN
Sunan Kalijaga.
13. Santri Teladan PP. Aji Mahasiswa al-Muhsin Krapyak, periode 2009-2010
14. Santri Teladan PP. Aji Mahasiswa al-Muhsin Krapyak, periode 2011-2012.
Karya Tulis :
1. “National Education Day”, artikel dalam English Article Writing Contest, Pusat
Bahasa UIN Sunan Kalijaga, 2010.
2. “Kemukjizatan al-Qur’an dalam Penciptaan Telinga (Telaah atas Kitab I’ja>z al-
Qur’a>n fi> Hawwa>s al-Insa>n karya Muh}ammad Kama>l ‘Abd al-‘Azi>z), Skripsi S-1
IAT, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2013.
3. “Living Hadis dalam Tradisi Menjaga Kubur Masyarakat Banjar Kabupaten Hulu
Sungai Tengah Kalimantan Selatan”, dalam Esensia : Jurnal Ilmu-Ilmu
Ushuluddin, vol. XV no. 1 April 2014.
4. “Kisah Musyawarah Ratu Saba’ dan Saudara Nabi Yusuf dalam al-Qur’an
(Perspektif Teori Psikologi-Komunikasi)”, Tesis S-2 SQH, Pascasarjana UIN
Sunan Kalijaga, 2015.