BUKU KERJA PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR … · orange dan merah, dan leukophora...

70
BUKU KERJA PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR PEWARNAAN TUBUH DAN FOTOTAKSIS NAMA : NIM : KELOMPOK : NAMA ASISTEN : PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018

Transcript of BUKU KERJA PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR … · orange dan merah, dan leukophora...

BUKU KERJA PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR

PEWARNAAN TUBUH DAN FOTOTAKSIS

NAMA :

NIM :

KELOMPOK :

NAMA ASISTEN :

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan dalam hidupnya di dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor

lingkungan seperti cahaya, suhu, salinitas dan sebagainya. Proses

mengidentifikasi ikan, perlu juga kita ketahui mengenai warna tubuh ikan itu

sendiri serta proses terjadinya warna tubuh ikan tersebut. Selain itu juga untuk

mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor luar (lingkungan) terhadap warna

serta perubahan warna pada ikan seperti cahaya atau sinar, predator dan lain

sebagainya.

Menurut Khoo, et al. (2013), warna pada ikan disebabkan oleh adanya sel

kromatofora. Sel kromatofora dibagi menjadi 5 kategori yaitu melanophora

menghasilkan warna hitam, iridophora memantulkan refleksi cahaya,

xanthophora menghasilkan warna kuning, eritrophora menghasilkan warna

orange dan merah, dan leukophora menghasilkan warna putih.

Warna tubuh ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan tempat ikan

tersebut hidup. Warna ikan yang biasa hidup di permukaan akan berbeda

dengan warna tubuh ikan yang biasa hidup di perairan dasar. Warna tubuh ikan

dapat digunakan sebagai salah satu alternatif identifikasi kehidupan ikan baik

kebiasaan ataupun tingkah laku hidup ikan. Selain itu, warna tubuh ikan dapat

digunakan sebagai ciri tersendiri bagi kondisi ikan tersebut, misalnya saat memijah

warna tubuh ikan akan berbeda dengan saat ikan setelah memijah, sebagai

contoh ikan nila.

Selain warna tubuh ikan, identifikasi juga dapat dilakukan dengan

mengamati pola tingkah laku ikan yang berhubungan dengan kepekaan ikan

terhadap sinar atau cahaya lingkungannya. Kepekaan tersebut disebut dengan

fototaksis. Saat siang hari umumnya dijumpai ikan yang bersifat diurnal (aktif

mencari makan pada siang hari). Ikan-ikan tersebut memiliki sifat fototaksis

positif. Ikan yang tidak menyukai adanya cahaya matahari umumnya merupakan

ikan nokturnal yang aktif pada malam hari dan ikan tersebut bersifat fototaksis

negatif.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum ini adalah mahasiswa (praktikan) dapat mengerti

dan memahami peranan warna tubuh (pigmen) dan fototaksis dalam kehidupan

ikan.

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui perubahan warna

pada ikan dan sifat fototaksis ikan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi pewarnaan tubuh dan

fototaksis dilaksanakan pada tanggal 22 September 2018 di Laboratorium

Budidaya Ikan Divisi Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Universitas Brawijaya Malang.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pewarnaan Tubuh

2.1.1. Pembagian Warna Tubuh

Ikan memiliki warna tubuh yang berwarna warni karena adanya pigmen

atau warna pada kulitnya. Pembagian warna tubuh menjadi 2 yaitu:

1. Schemachrome : konfigurasi fisis dipengaruhi oleh lingkungan

2. Biochrome : pembawa warna

a. Cromathophore

Menurut Solichin, et al. (2012), warna pada ikan disebabkan oleh adanya

sel kromatofora yang terdapat pada kulit bagian dermis. Sel ini diklasifikasikan

menjadi lima kategori warna dasar, yaitu :

· eritrophore yang menghasilkan warna merah dan oranye

· xanthophore yang menghasilkan warna kuning

· melanophore yang menghasilkan warna hitam

· leukophore yang meghasilkan warna putih dan

· iridophore yang memantulkan refleksi cahaya.

b. Guanophore

Guanophore merupakan warna bening. Ikan menyerap sinar yang

diterimanya untuk dipantulkan dalam spektrum warna yang ada di sel sisik ikan.

Pigmen iridophores yang mirip dengan pigmen guanophore tetapi lebih banyak

memantulkan warna yang terlihat berpendar saat disinari spektrum dengan

kadar UV tinggi (Khoo, et al., 2013).

2.1.2 Faktor yang mempengaruhi pewarnaan

Faktor yang mempengaruhi pewarnaan tubuh dibagi menjadi dua yaitu

faktor internal dan faktor eksternal.

a. Internal

Menurut Prayogo, et al. (2012), beberapa faktor yang mempengaruhi

pigmentasi pada ikan antara lain ukuran ikan, jumlah sel pigmen warna,

kedalaman pigmen warna, usia, genetik, tingkat kematangan gonad dan jenis

kelamin.

b. Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi pewarnaan yaitu habitat. Ikan yang

hidup di terumbu karang memiliki warna tubuh berwarna warni, sedangkan untuk

ikan pelagis warna lebih hitam pada punggungnya (Price, et al., 2008). Faktor

kedua yaitu terdapat pada pakan. Menurut Indarti, et al. (2012), astaxantine yang

ditambahkan ke dalam pakan ikan merupakan karotenoid yang efektif untuk

meningkatkan kecerahan warna ikan. Selain itu faktor lingkungan juga

mempengaruhi pewarnaan menurut Sembiring et al. (2013), ikan yang dipelihara

pada kondisi terang akan memberikan reaksi warna yang berbeda dengan ikan

yang dipelihara ditempat gelap.

2.1.3 Panjang gelombang cahaya

Menurut Bruno dan Svoronos (2006), panjang gelombang cahaya dibagi

sebagai berikut

- Warna merah : 620 – 750 nanometer.

- Warna oranye : 590 - 620 nanometer.

- Warna kuning : 570 - 590 nanometer.

- Warna hijau : 495 - 570 nanometer.

- Warna biru : 450 - 495 nanometer.

- Warna ungu : 380 - 450 nanometer.

2.2 Fototaksis

2.2.1 Pengertian Fototaksis

Fototaksis adalah gerak taksis yang disebabkan oleh adanya rangsangan

berupa cahaya. Ikan tertarik pada cahaya melalui penglihatan dan rangsangan

melalui otak. Peristiwa tertariknya ikan pada cahaya disebut fototaksis. Ikan yang

tertarik oleh cahaya hanyalah ikan fotofilik, yang umumnya adalah ikan-ikan

pelagis dan sebagian kecil ikan demersal, sedangkan ikan yang tidak tertarik

oleh cahaya atau menjauhi cahaya biasa disebut fotofobik (Yuda, et al., 2012).

2.2.2 Jenis Fototaksis

Fototaksis adalah gerak taksis yang disebabkan oleh adanya rangsangan

berupa cahaya. Jenis fototaksis dibagi menjadi dua. Menurut Rudin, et al. (2017),

pembagian jenis fototaksis yaitu:

a. Fototaksis positif : gerak taksis mendekati cahaya

b. Fototaksis negatif : gerak taksis menjauhi cahaya.

2.2.3 Faktor Fototaksis

Menurut Setiawan, et al. (2015), faktor yang mempengaruhi fototaksis

dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Faktor Internal

Jenis kelamin : beberapa ikan betina bersifat fototaksis negatif ketika

matang gonad, sedangkan untuk ikan jantan pada jenis yang sama

akan bersifat fototaksis positif ketika matang gonad.

Penuh atau tidak penuhnya perut ikan : ikan yang sedang lapar lebih

bersifat fototaksis positif daripada ikan yang kenyang.

b. Faktor Eksternal

Suhu air : ikan akan mempunyai sifat fototaksis yang kuat ketika berada

pada lingkungan dengan suhu air yang optimal (sekitar 28ºC).

Tingkat cahaya lingkungan : kondisi diwaktu siang hari atau pada saat

bulan purnama akan mengurangi sifat fototaksis pada ikan.

Intensitas dan warna sumber cahaya : jenis ikan yang berbeda akan

berbeda maka akan berbeda juga cara merespon intensitas dan warna

cahaya yang diberikan.

Ada atau tidaknya makanan : ada beberapa jenis ikan akan bersifat

fototaksis apabila terdapat makanan, sedangkan jenis ikan yang lain akan

berkurang sifat fototaksisnya.

Kehadiran predator akan mengurangi sifat fototaksis pada ikan.

2.2.3 Sel Cone dan Sel Rod

Menurut Adisendjaja (2003), sel-sel yang bekerja pada proses fototaksis

ada dua yaitu:

a. Sel Cone

Cone (sel kerucut) berfungsi saat ada cukup cahaya, untuk memberikan

kita detil-detil obyek beserta warnanya. Sel kerucut hanya dapat dirangsang oleh

cahaya terang dan ini penting untuk melihat pada saat terang dan untuk melihat

warna.

b. Sel Rod

Rod (sel batang) merupakan sel-sel yang paling sensitif karena walaupun

hanya ada sedikit cahaya (misalnya hanya ada satu partikel foton) sel-sel ini

masih tetap dapat mendeteksinya. Sel-sel batang tersebar di bagian perifer

(tepi, samping) dari retina dan dirangsang oleh cahaya redup oleh karena itu

penting untuk melihat pada saat cahaya redup dan dalam gelap.

2.3 Mekanisme Kerja Sel Cone dan Sel Rod

Menurut Wade dan Tavris (2008), sel cone akan bekerja saat cahaya

terang. Mekanisme sel cone bekerja saat terdapat cahaya terang yaitu sel

cone akan mendekati cahaya, sedangkan sel rod menjauhi cahaya. Sel rod akan

bekerja pada saat cahaya gelap. Mekanisme sel rod saat cahaya gelap yaitu sel

rod akan mendekati lensa, sedangkan sel cone akan menjauhi lensa.

3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat dan Fungsi

a. Pewarnaan Tubuh

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

pewarnaan tubuh dan fototaksis tentang pewarnaan tubuh adalah:

Toples kapasitas 3L :

Seser :

Gunting :

Kabel rol :

Selang aerasi :

Batu aerasi :

Kamera digital :

Stopwatch :

T aerator :

Akuarium :

Lampu :

Rak akuarium :

Nampan :

Fitting lampu :

b. Fototaksis

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

pewarnaan tubuh dan fototaksis tentang fototaksis adalah:

Ember :

Akuarium :

Seser :

Aerator set :

Gunting :

Kabel rol :

Kamera digital :

Lampu :

Senter cahaya putih :

3.1.2 Bahan dan Fungsi

a. Pewarnaan Tubuh

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

pewarnaan tubuh dan fototaksis tentang pewarnaan tubuh adalah:

Ikan sepat siam (Trichogaster tricopterus) :

Selotip bening :

Kertas label :

Plastik warna hijau :

Plastik warna biru :

Plastik warna merah :

Plastik warna kuning :

Plastik warna ungu :

Air :

Trash Bag :

Karet gelang :

b. Fototaksis

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

pewarnaan tubuh dan fototaksis tentang fototaksis adalah:

Ikan Mas Koi (Carrasius auratus) :

Ikan Black ghost (Apteronotus albifrons) :

Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) :

Ikan Gurame (Osphronemous gouramy) :

Ikan Guppy (Poecillia reticulata) :

Air :

Styrofoam :

Trash bag :

Selotip bening :

Kertas label :

3.2 Skema Kerja

3.2.1 Pewarnaan Tubuh

Toples 3 liter

-Disiapkan -Diisi air ¾ bagian -Diberi aerasi

Ikan Sepat Siam (Trichogaster tricopterus) 1, sebagai ikan kontrol

-Dimasukkan kedalam toples 1 -Diberi aerasi -Diadaptasikan selama 15 menit

Ikan Sepat Siam (Trichogaster tricopterus) 2, sebagai ikan uji

-Dimasukkan kedalam toples 2 -Diberi aerasi -Diadaptasikan selama 15 menit -Dicatat warna awal tubuh -Ditutup dengan perlakuan warna:

Meja 1. Hijau Meja 2. Merah Meja 3. Biru Meja 4. Kuning Meja 5. Ungu

-Diberikan pencahayaan -Dibiarkan selama 24 jam -Dicatat perubahan waktu (didokumentasikan) -Dicatat waktu saat kembali normal -Diamati warna akhir

Hasil

3.2.2. Fototaksis

Akuarium

-Disiapkan -Diisi air ¾ bagian dan diberi aerasi -Dilapisi seluruh sisi akuarium dengan plastik gelap

Ikan Mas Koki (Carrasius auratus) Ikan Guppy (Poecillia reticullata) Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Ikan Gurame (Osphronemous gouramy)

-Dimasukkan ke dalam akuarium -Ditunggu sampai keadaan gelap -Diberi biasan cahaya senter -Diamati tingkah laku

Hasil

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pewarnaan Tubuh

4.2 Fototaksis

4.2.1 Ikan Gurami (Osphronemous gouramy)

4.2.2 Ikan Mas Koi (Carrasius auratus)

4.2.3 Ikan Guppy (Poecilia reticulata)

4.2.4 Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons)

4.2.5 Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)

4.3 Faktor Koreksi 4.4 Manfaat di Bidang Perikanan

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Adisenjaja, Y. H. 2003. Warna dan makanan alami dalam kehidupan. Bio-Upi. 1-8.

Bruno, T. J. dan P. D. N. Srovonos. 2006. CRC Handbook of Fundamental

Spectroscopic Correlation Charts. CRC Press. Paris. 222 hlm. Indarti, S., M. Muhaemin dan S. Hudaidah. 2012. Modified toca colour finder (M-

TCF) dan kromatofor sebagai penduga tingkat kecerahan warna ikan komet (Carasius auratus auratus) yang diberi pakan dengan proporsi tepung kepala udang (TKU) yang berbeda. e-Jurnal Rekayasa Dan Teknologi Budidaya Perairan. 1 (1): 9-16.

Khoo, G., T. M. Lim and V. P. E. Phang. 2013. Cellular basisi of metallic

iridescence in the siamase fighting, Betta splendends.The Israeli Journal of Aquaculture.1 (65): 1-10.

Ogherohwo, E. P., B. Barnabas and A. O. Alafiatyo. 2015. investigating the

wavelength of light and its effects on the performance of a solar photovoltaic module. International Journal of Innovative Research in Computer Science & Technology. 3 (4): 61-65.

Prayogo, H. F., R. Rostika dan I. Nurruhwati. 2012. Pengakayaan pakan yang

mengandung maggot dengan tepung kepala udang sebagai sumber karotenoid terhadap penampilan warna dan pertumbuhan benih rainbow kurumoi (Melanotaenia parva). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (3): 210-205.

Price, A, C., C. J. Weadick, J. Shim and F. H. Rodd. 2008. Pigem patterns, and

bahvior. Zebrafish. 5 (4): 297-307. Rudin, M. J., R. Irnawati dan A. Rahmawati. 2017. Perbedaan hasil tangkapan

bagan tancap dengan menggunakan lampu CFL dan LED dalam air (Leda) di Perairan Teluk Banten. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 7 (2): 167-180.

Sembiring, S. B.M., K. M. Setiawati, J.H. Hutapea dan W. Subamia. 2013.

Pewarisan pola warna ikan klon biak, Amphiprion percula. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 5 (2): 343-351.

Setiawan, F., S. R. Sulistyanti dan A. Sadnowo. 2015. Analisis pengaruh media

perambatan terhadap intensitas cahaya lacuba (lampu celup bawah air). Jurnal Rekayasa dan Teknologi Elektro. 9 (1): 23-29.

Solichin, I., K. Haetami dan H. Suherman. 2012. Pengaruh penambahan tepung

rebon pada pakan bautan terhadap nilai chroma ikan mas koki (Carassius auratus). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (4): 185-190.

Wade, C dan C. Tavris. 2008. Psikologi. Jakarta. Erlangga. 342 hlm.

Yuda, L. K., D. Iriani dan A. M. A. Khan. 2012. Tingkat keramahan lingkungan alat tangkap bagan di Perairan Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 2012. 3 (3): 7-13.

BUKU KERJA PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR

HEMATOLOGI

NAMA :

NIM :

KELOMPOK :

NAMA ASISTEN :

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hematologi adalah ilmu yang mempelajari cara penilaian darah. Nilai

hematologi berguna untuk menilai kondisi kesehatan dan sebagai acuan nilai

awal atau kontrol dalam suatu penelitian. Adanya gangguan metabolisme,

penyakit, kerusakan struktur atau fungsi organ, pengaruh agen atau obat, dan

stres dapat diketahui dari perubahan profil darah. Keadaan komposisi darah putih

dan darah merah dari organisme dapat dijadikan acuan untuk menilai kondisi

kesehatan organisme tersebut (Fitria dan Sarto, 2014).

Peran utama darah secara umum adalah mengintegrasikan fungsi

tubuh dan memenuhi kebutuhan jaringan khusus. Peran ini dilakukan melalui

transportasi, regulasi dan mekanisme perlindungan. Darah mengirimkan oksigen,

nutrient, produk sisa, dari satu tempat ke tempat lain. Regulasi dilakukan melalui

buffer dalam darah, protein plasma dan transpor panas. Fungsi perlindungan

darah mencakup antibodi dan fagosit untuk melindungi terhadap penyakit serta

faktor-faktor dalam homeostasis (Tambayong, 2000).

Sistem pertahanan alami seperti makrofag dapat dikatakan sebagai kunci

terpenting dalam merespon patogen yang masuk tanpa menunggu waktu

adaptasi. Sel fagosit melakuan kerjanya tanpa memerlukan spesifikasi antigen

dan tidak memerlukan waktu yang banyak. Sel fagosit pada udang diperankan

oleh hemosit terutama sel hyalin. Sel hyalin berperan dalam proses fagositosis

mikroba yang masuk ke dalam tubuh saat terjadinya infeksi (Rozik, 2014).

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui teknik pewarnaan

struktur darah secara umum pada ikan serta mengetahui mekanisme dan alat-

alat yang berkenaan dengan peredaran darah.

Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan (mahasiswa) dapat

melakukan pengamatan sel darah, menghitung sel darah dan mengetahui struktur

sel darah.

1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi hematologi dilaksanakan

pada tanggal 23 September 2018 di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi

Reproduksi Ikan dan Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Parasit dan Penyakit

Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hematologi

Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah, organ

pembentuk darah dan penyakitnya (Arifin, et al., 2012). Menurut Fitria, et al.

(2016), hematologi adalah ilmu yang mempelajari pemeriksaan kondisi sel-sel

darah perifer dalam kondisi normal maupun patologis. Pemeriksaan darah dapat

menunjukkan kondisi kesehatan hewan.

2.2 Pengertian Darah

Darah adalah cairan yang terkandung dalam sistem kardiovaskular.

Unsur cairan darah adalah plasma dan unsur-unsur pembentuk darah meliputi

eritrosit, leukosit dan trombosit. Fungsi utama darah antara lain oksigenasi

jaringan, gizi jaringan, pemeliharaan keseimbangan asam-basa dan

pembuangan produk limbah metabolisme dari jaringan (Noercholis, et al., 2013).

2.3 Komponen Darah

Menurut Handayani dan Haribowo (2008), komponen penyusun darah

adalah sebagai berikut:

a. Plasma darah (cairan)

b. Sel-sel darah (komponen seluler)

Sel-sel darah meliputi Eritrosit (sel darah merah), trombosit (keping

darah), Leukosit (sel darah putih). Leukosit dibagi menjadi dua:

1. Granulosit (terdapat butir atau granula dalam sitoplasma)

Neutrofil

Eosinofil

Basofil

2. Agranulosit (tidak terdapat butir-butir)

Monosit

Limfosit

Menurut Sumardjo (2008), darah tersusun atas dua komponen yaitu

sebagai berikut:

1. Substansi padat, volumenya terdiri atas 45 persen yang terdiri atas sel-

sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan sel pembeku

(trombosit).

2. Substansi cair, volumenya sekitar 55 persen yang disebut plasma darah.

Sebagian besar plasma darah (90 sampai 92 persen) tersusun atas air

dan bahan- bahan kimia terlarut lainnya.

2.4 Fungsi Darah

Menurut Handayani dan Haribowo (2008), fungsi darah dalam tubuh

sebagai berikut:

a. Transportasi : mengambil O2, mengangkut CO2 dan mengedarkan sari-sari

makanan serta hormon.

b. Termoregulasi : pengatur suhu tubuh, yaitu menyebarkan panas ke seluruh

tubuh.

c. Imunitas : mengandung antibodi yaitu sebagai pertahanan tubuh terhadap

serangan penyakit dan racun dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan

antibodi atau zat-zat anti racun.

d. Homeostasis : mengatur keseimbangan zat, pH dan regulator

Fungsi darah dalam tubuh menurut Sumardjo (2008), antara lain:

a) Alat transportasi berbagai jenis bahan kimia, seperti transportasi bahan

makanan yang akan diserap pada usus ke jaringan-jaringan yang

membutuhkan, zat sampah atau sisa metabolisme ke organ ekskretori.

b) Sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi kuman dan benda asing oleh sel

darah putih

c) Pengatur stabilitas suhu dalam tubuh, keseimbangan cairan darah dan

cairan jaringan dan pemeliharaan kesetimbangan asam basa dalam tubuh.

2.5 Sistem Peredaran Darah pada Hewan Akuakultur

Sistem peredaran pada hewan akuakultur terdapat dua macam yaitu:

a. Sistem Peredaran Darah Terbuka

Sistem peredaran darah terbuka yaitu sistem peredaran darah tidak

melalui pembuluh darah. Hewan yang memiliki sistem peredaran darah tertutup

yaitu crustasea, contohnya udang windu (Penaeus monodon). Udang windu

(Penaeus monodon) memiliki sistem sirkulasi darah terbuka dimana cairan

darah dan sel darahnya masing-masing dikenal dengan istilah hemolim dan

hemosit. Hemosit merupakan sel darah udang yang memiliki fungsi sama seperti

sel darah putih pada vertebrata dan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis

yaitu sel hyalin, semigranular dan granular. Sel hyalin berperan dalam proses

fagositosis sehingga jumlah total sel hyalin berubah-ubah agar diperoleh keadaan

homeostasis (Rozik, 2014).

b. Sistem Peredaran Darah Tertutup

Sistem peredaran darah tertutup yaitu sistem peredaran yang melewati

pembuluh darah. Hanya terdapat satu jalur sirkulasi peredaran darah (satu kali

melewati jantung). Ikan memiliki sistem peredaran darah tunggal. Sistem

peredaran darah tunggal yaitu hanya terdapat satu jalur sirkulasi peredaran

darah, yakni darah dari jantung dipompa ke insang untuk melakukan pertukaran

gas kemudian dialirkan ke berbagai organ tubuh. Setelah itu darah akan kembali

ke jantung (Mahyuddin, 2008).

Berikut pola sistem peredaran darah tunggal

Gambar. Peredaran darah pada ikan

2.6 Proses Pembekuan Darah

Proses pembekuan darah menurut Tangkery, et al. (2013) yaitu:

Luka – trombosit pecah – mengaktifkan enzim trombokinase – bantuan ion Ca2+

+ K – protombin – trombin – fibrinogen – fibrin – Luka Tertutup.

2.7 Antikoagulan

Antikoagulan adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah.

Antikoagulan dibagi menjadi dua yaitu:

1. Buatan : Contoh antikoagulan buatan menurut Lessy, et al. (2013), yaitu

EDTA (Etilen Diamine Tetra Acid)

Na-sitrat

Na-fis

Heparin

2. Alami : Contoh koagulan alami yaitu

Lintah (hirudin) (Widaswara, et al., 2012).

Lamprey (Li, et al., 2018).

Kelelawar (draculin) (Low, et al., 2013).

2.8 Pola Termoregulasi

Menurut Merta, et al. (2016), pola termoregulasi dibagi menjadi dua:

1. Poikiloterm (berdarah dingin) : Bisa menyesuaikan dengan suhu lingkungan.

Contoh : Ikan.

2. Homoiterm (berdarah panas) : Tidak bisa menyesuaikan diri dengan suhu

lingkungan. Contoh : Mamalia.

2.9 Sistem Imun pada Ikan

Ikan memiliki sistem imun yang spesifik dan non spesifik. Sistem imun

spesifik dan non spesifik pada ikan memiliki sel B dan sel T. Menurut Utami, et

al. (2013), mekanisme kerja limfosit untuk sistem kekebalan tubuh dengan cara

mengenali antigen melalui reseptor spesifik pada membran sel. Pada limfosit T,

ketika tubuh atau jaringan terpapar oleh antigen, maka limfosit T tidak mampu

mengenal antigen tanpa melalui reseptor spesifik. Sel reseptor spesifik akan

membuat sel T lebih cepat mengenali antigen yang ada sehingga langsung

memberikan reaksi kekebalan dan menstimulasi sel B untuk mengeluarkan

antibodi alami. Antibodi alami dalam tubuh tersebut berguna untuk melawan

antigen atau penyakit tersebut.

2.10 Sistem Imun pada Udang

Sistem imun pada udang tidak sama dengan sistem imun ikan. Menurut

Ramadhani, et al. (2017), sistem imun pada udang bertumpu pada sistem imun

nonspesifik, karena udang diyakini tidak memiliki reseptor pengingat terhadap

patogen. Namun sistem imun non-spesifik pada udang cukup efektif sebagai

pertahanan utama. Pertahanan tersebut terdapat pada hemosit yang berperan

dalam sistem imun seluler dan hormonal. Sistem pertahanan ini akan aktif ketika

menerima rangsangan berupa protein dan karbohidrat seperti lipopolisakarida,

peptidoglikan, dan β-glukan yang dimiliki oleh bakteri, jamur, dan protozoa.

3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat dan Fungsinya

a. Pengambilan Sampel Darah

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang pengambilan sampel darah adalah:

Lap basah :

Nampan :

Ember :

Botol vial :

Beaker glass :

Sprayer :

Kamera digital :

Akuarium :

b. Pembuatan Film Darah Tipis

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang pembuatan film darah tipis adalah:

Object glass :

Pipet tetes :

Nampan :

Kamera digital :

Washing bottle :

Mikroskop binokuler :

c. Perhitungan Eritrosit

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang perhitungan eritrosit adalah:

Haemocytometer :

Pipet toma 0,5 ml :

Cover glass :

Mikroskop binokuler :

Nampan :

Handtally counter :

Kamera digital :

d. Perhitungan Leukosit

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang perhitungan leukosit adalah:

Haemocytometer :

Pipet toma 0,5 ml :

Cover glass :

Mikroskop binokuler :

Nampan :

Handtally counter :

Kamera digital :

e. Perhitungan Hemoglobin

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang perhitungan hemoglobin adalah :

Washing bottle :

Tabung sahli :

Sahlimeter :

Pipet sahli :

Kotak standar warna sahli :

Pipet tetes :

Kamera digital :

Haemocytometer :

Ember :

3.1.2 Bahan dan Fungsinya

a. Pengambilan Sampel Darah

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang pengambilan sampel darah adalah:

Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :

Alkohol 70 % :

Na Sitrat :

Tisu :

Kertas label :

Kapas :

Spuit 3 ml :

Tube 1,5 ml :

Trash bag :

Na Fis :

b. Pembuatan Film Darah Tipis

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang pembuatan film darah tipis adalah:

Giemsa :

Methanol :

Akuades :

Sampel darah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :

Tisu :

Kertas label :

Spuit 3 ml :

Tube 1,5 ml :

c. Perhitungan Eritrosit

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang perhitungan eritrosit adalah:

Larutan Hayem :

Akuades :

Sampel darah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :

Tisu :

Kertas label :

Tube 1,5 ml :

Na Sitrat :

d. Perhitungan Leukosit

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang perhitungan leukosit adalah:

Larutan Turk :

Akuades :

Sampel darah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :

Tisu :

Kertas label :

Tube 1,5 ml :

Na Sitrat :

e. Perhitungan Hemoglobin

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

hematologi tentang perhitungan hemoglobin adalah:

HCl 0,1 N :

Akuades :

Sampel darah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :

Tisu :

Kertas label :

Tube 1,5 ml :

Air :

3.2 Skema Kerja

3.2.1 Pengambilan Sampel Darah

Spuit 3 ml

-Diaseptiskan dengan alkohol 70 % -Dibilas dengan antikoagulan (Na Sitrat) 0,1 ml

Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

-Diaseptiskan bagian yang akan disuntik dengan alkohol 70 %

-Diambil darahnya dari linea lateralis -Darah dimasukkan ke dalam tube

Hasil

3.2.2 Pembuatan Film Darah Tipis

Darah Ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus)

-Diteteskan pada objek glass (1 tetes) -Diratakan dengan metode smear -Difiksasi dengan methanol (5-6 tetes) selama 5 menit -Diwarnai dengan pewarna giemsa (1-2 tetes) selama 1-2 menit -Dibilas dengan aquades -Dikeringkan selama 2 menit -Diamati dibawah mikroskop

-Didokumentasikan

Hasil

3.2.3 Perhitungan Eritrosit

Darah Ikan Lele (Clarias gariepinus)

-Diambil dengan pipet toma sampai skala 0,5 -Dicampur dengan larutan hayem sampai skala 101 -Dihomogenkan -Dibuang 3 tetes pertama -Diteteskan ke haemochytometer -Ditutup dengan cover glass -Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x -Dihitung eritrosit dengan rumus

= n x 104 (sel/mm3) Keterangan: n: jumlah eritrosit di kotak yang diambil

104: Faktor koefisien

Hasil

3.2.4 Perhitungan Leukosit

Darah Ikan Lele (Clarias gariepinus)

-Diambil dengan pipet toma sampai skala 0,5 -Dicampur dengan larutan turk sampai skala 11 -Dihomogenkan -Dibuang 3 tetes pertama -Diteteskan ke haemochytometer -Ditutup dengan cover glass -Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x -Dihitung leukosit dengan rumus

= n x 50 (sel/mm3)

Keterangan: n: jumlah eritrosit di kotak yang diambil

Hasil

Keterangan

Luas bidang pandang eritrosit

Luas bidang pandang leukosit

Gambar. Luas Bidang Pandang pada Mikroskop

3.2.5 Perhitungan Hemoglobin

Tabung Sahli

-Ditambahkan HCl 0,1 N sampai skala 2

Darah Ikan Lele (Clarias gariepinus)

-Diambil menggunakan pipet sahli sampai skala 0,02 ml -Dimasukkan ke dalam tabung sahli -Dihomogenkan sampai berwarna coklat kehitaman -Ditambahkan akuades hingga warnaya sama dengan indikator warna pada sahlihaemometer

Satuan hasil G%

Hasil

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengambilan Sampel darah

4.2 Pembuatan Film Darah Tipis

4.3 Perhitungan Eritrosit

4.4 Perhitungan Leukosit

4.5 Perhitungan Hemoglobin

4.6 Faktor Koreksi 4.7 Manfaat di Bidang Perikanan

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H., W. Nofiza dan Elisma. 2012. Pengaruh pemberian jus buah naga Hylocereus undatus (Haw.) Britt&Rose terhadap jumlah hemoglobin, eritrosit dan hematokrit pada mencit putih betina. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi.17 (2): 118-125.

Fitria, L., L. L. Illiy dan I. R. Dewi. 2016. Pengaruh antikoagulan dan waktu

penyimpanan terhadap profil hematologis tikus (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769) galur wistar. Biosfera. 33 (1): 22-30.

Fitria, L. dan M. Sarto. 2014. Profil hematologi tikus (Rattus norvegicu

sberkenhout, 1769) Galur wistar jantan dan betina umur 4, 6, dan 8 minggu. Biogenesis. 2 (2): 94-100.

Handayani, W. dan A. S. Haribowo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien

dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika. Jakarta. Lessy, A., D. S. Paransa dan G. Gerung. 2013. Uji aktivitas antikoagulan pada sel

darah manusia dari ekstrak alga coklat Turbinaria ornate. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 2 (1): 21-27.

Li, B., M. Gou, J. Han, X. Yuan, Y. Li, T. Li, Q. Jiang, R. Xiao and Q. Li. 2018.

Proteomic analysis of buccal gland secretion from fasting and feeding lampreys (Lampetra morii). Proteome Science. 16 (9): 1-9.

Low, D. H. W., K. Sunagar, E. A. B. Undheim, S. A. Ali, A. C. Alagon, T. Ruder, T.

N. W. Jackson, S. P. Gonzalez, G. F. King, A. Jones, A. Antunes dan B. G. Fry. 2013. Draculas’s children: molecular evolution of vampire bat venom. Journal of Proteomics. 89: (95-111).

Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya.

Jakarta. 172 hlm. Merta, W. I., A. R. Syachruddin, I. Bachtiar dan Kusmiyati. 2016. Perbandingan

antara frekwensi denyut jantung katak (Rana sp.) dengan frekwensi denyut jantung mencit (Mus musculus) berdasarkan ruang jantung. Biota. 1 (3): 126-131.

Noercholis, A., M. A. Muslim dan Maftuch. 2013. Ekstraksi fitur roundness untuk

menghitung jumlah leukosit dalam citra sel darah ikan. Jurnal EECCIS. 7 (1) : 35-40.

Ramadhani, I .S., E. Harpeni, Tarsim dan L. Santoso. 2017. Potensi sinbiotik

lokal terhadap respon imun non spesifik udang vaname Litopenaeus vannamei (Boone, 1931). Depik. 6 (3): 221-227.

Rozik, M. 2014. Pengaruh Imunostimulan OMP terhadap sel hyaline dan

hispatologi hepatopankreas udang windu (Penaeus monodon Fabricius)

pasca uji tantang dengan Vibrio harveyi. Journal of Tropical Fisheries. 10 (1): 750- 755.

Sumardjo, D. 2008. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa

Kedokteran dan Program Strata I. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 650 hlm.

Tambayong, J. 2000. Patofisiologi: Untuk Keperawatan. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta. 211 hlm.

Tangkery, R. A. B., D. S. Paransa dan A. Rumengan. 2013. Uji aktifitas antikoagulan ekstrak mangrove Aegiceras corniculatum. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 1 (1): 7-14.

Utami, D. T., S. B. Prayitno, S. Hastuti dan A. Santika. 2013. Gambaran

parameter hematologis pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang diberi vaksin dna Streptococcus iniae dengan dosis yang berbeda. Journal of Aquaculture Management and Technology. 2 (4): 2-20.

Widaswara, H., E. Purwanti dan B. Utoyo. 2012. Pengaruh terapi lintah terhadap

tekanan darah pada penderita hipertensi di klinik terapi medis purba Kawedusan kebumen. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. 8 (3): 153-158.

BUKU KERJA PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR

SISTEM SARAF

NAMA :

NIM :

KELOMPOK :

NAMA ASISTEN :

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sel saraf adalah sel yang berfungsi untuk menjalarkan rangsang. Saat

keadaan istirahat, sel saraf berada pada keadaan polar, yaitu keadaan sedang

tidak menjalarkan rangsang. Keadaan polar ini ditandai dengan adanya muatan

yang lebih negatif disisi dalam membran dan lebih positif disisi luar membran.

Keadaan semacam itu membran saraf bersifat impermeable terhadap ion natrium

dan permeable terhadap ion kalium, serta memperlihatkan adanya perbedaan

potensial antara bagian luar dan dalam membran (Isnaeni, 2006).

Perbedaan potensial tersebut disebabkan oleh adanya distribusi ion natrium

dan kalium yang tidak seimbang diantara kedua sisi membran saraf. Ion

natrium yang terdapat di luar sel lebih banyak jumlahnya daripada yang terdapat

di dalam sel. Saat keadaan istirahat membran akson bersifat impermeable terhadap

ion natrium sehingga sejumlah besar ion natrium akan tetap berada di luar sel.

Hal ini ternyata menjadi faktor penentu adanya keadaan yang lebih positif di luar

sel dibanding di dalam sel. Perbedaan potensial ini akan mempengaruhi transmisi

sinaps (Isnaeni, 2006).

Kompleks reseptor-neurotransmitter dalam transmisi sinaptik,

mempengaruhi membran pasca sinaps hanya dalam waktu yang sangat singkat (1-

5 ms). Setelah itu, neurotransmitter akan segera dihidrolisis oleh enzim yang sesuai

yang terdapat di celah sinaps. Jika neurotransmitter berupa asetikolin, enzim yang

menghidrolisisnya adalah asetikolin esterase. Asetikolin dihidrolisi menjadi

asetil, koenzim-A, dan kolin (Isnaeni, 2006).

Proses transmisi sinaps terkadang mengalami gangguan sehingga

penjalaran impuls menjadi tidak normal. Beberapa jenis bahan yang diketahui

dapat mengganggu transmisi sinaps ialah pestisida, racun ular dan obat bius.

Pestisida sangat banyak jenisnya, salah satu diantaranya adalah golongan

organofosfat, misalnya diazinon, yang merupakan antikolin esterase. Keracunan

dizinon ditandai dengan gejala kejang otot, sedangkan obat bius bisamembuat

hewan mengalami ganguan fungsi saraf sehingga tidak dapat merasakan sakit

meskipun bagian tubuhnya diiris (Isnaeni, 2006).

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh rangsangan

terhadap saraf yang dikendalikan oleh otak.

Tujuannya untuk mengetahui kerja otak dalam mengadakan koordinasi

terhadap organ tubuh ikan dan untuk mengetahui fungsi dari masing-masing

bagian otak.

1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi sistem saraf dilaksanakan

pada tanggal 22 September 2018 di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi

Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya

Malang.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Saraf

Saraf adalah sistem koordinasi pada makhluk hidup yang terdiri atas sel

neuron. Sel saraf (neuron) merupakan sel fungsional dan utama pada sistem

saraf, yang bekerja untuk menyampaikan sinyal atau impuls dari satu sel ke sel

lainnya sehingga menghasilkan gerak potensial. Hal ini berarti bahwa sel saraf

menjalankan fungsi dalam koordinasi tubuh (Djuwita, et al., 2012). Satuan sel

saraf yaitu neuron.

2.2 Fungsi saraf

Menurut Isnaeni (2006), fungsi saraf yaitu untuk mengkoordinasikan

tindakan dan mengirimkan sinyal antara berbagai bagian tubuh dan untuk

menghantarkan impuls dari lingkungan menuju otak untuk diolah. Selain itu

fungsi saraf dapat dibagi menjadi 2 yaitu reseptor daan efektor. Reseptor

berfungsi untuk mengenali rangsang tertentu dari luar atau dalam. Efektor

merupakan sel atau organ yang menghasilkan tanggapan terhadap rangsang.

2.3 Sistem Saraf Tangga Tali

Menurut Wulandari, et al. (2015), sistem saraf Crustacea disebut sebagai

sistem saraf tangga tali. Sistem saraf tangga tali adalah sepasang simpul saraf

dengan sepasang tali saraf yang memanjang dan bercabang melintang seperti

tangga. Setiap segmen tubuh, serabut saraf membentuk simpul saraf yang

disebut ganglion. Ganglion terdapat di kepala (otak) terhubung dengan indra

peraba, indra penglihatan, indra keseimbangan.

2.4 Neuron

Menurut Satyanegara (2014), neuron berdasarkan fungsinya dibagi

menjadi dua yaitu:

a. Apparance : impuls saraf dari reseptor ke otak.

b. Epperance : impuls saraf dari otak ke afektor.

Menurut Isnaeni (2006), ditinjau dari fungsinya neuron dibedakan

menjadi:

a) Neuron sensorik, ialah sel saraf yang berfungsi membawa rangsang dari

daerah tepi (perifer tubuh) ke pusat saraf otak (otak dan sumsum tulang

belakang atau medulla spinalis)

b) Neuron motorik, ialah sel saraf yang berfungsi membawa rangsang dari

pusat saraf ke daerah tepi atau perifer tubuh.

c) Interneuron atau saraf penghubung, ialah sel saraf yang terdapat di pusat

saraf yang menjadi penghubung antara neuron sensorik dan neuron motorik.

2.5 Pembagian Saraf

Menurut Pearce (2016), pembagian saraf berdasarkan keberadaannya

yaitu:

1. Saraf pusat

Saraf pusat dibagi menjadi 2 yaitu otak dan medulla spinalis yang

berfungsi mengatur rangsangan.

2. Saraf tepi

Saraf tepi merupakan saraf pada tepian tubuh yang menerima

rangsangan. Saraf tepi terdiri dari 2 bagian yaitu sel otonom dan sel somatic. Sel

otonom yaitu saraf yang bekerja secara tidak sadar contohnya otot polos dan otot

jantung. Sedangkan sel somatic yaitu saraf yang bekerja secara sadar contohnya

otot lurik.

2.6 Pembagian Otak Ikan

2.6.1 Embrio

Menurut Evans (1998), pembagian otak ikan saat embrio dibagi menjadi

tiga yaitu prosencephalon, mesencephalon, dan rhombencephalon.

Prosencephalon merupakan bagian otak depan yang berfungsi untuk penciuman.

Mesencephalon adalah otak bagian tengah yang berfungsi untuk pengelihatan.

Rhombencephalon otak bagian belakang untuk keseimbangan dan koordinasi.

2.6.2 Dewasa

Menurut Yamanto (2009), pembagian otak ikan saat dewasa yaitu dibagi

menjadi tiga prosencephalon, mesencephalon, dan rhombencephalon.

Prosencephalon dibagi menjadi dua yaitu telencephalon untuk pembau dan

diencephalon untuk hormon dan organ pineal (pigmen). Mesencephalon berfungsi

sebagai pengelihatan. Rhombencephalon dibagi menjadi dua yaitu pertama,

metencephalon (terdapat pada cerebellum atau otak kecil) yang fungsinya

mengatur koordinasi otot, keseimbangan tubuh, orientasi berenang dan

maintenance musculator. Kedua myelencephalon (medulla oblongata) sebagai

pusat saraf sensorik, mengatur osmoregulasi dan repirasi; keseimbangan

berenang; indera peraba dan perasa.

2.7 Gerak Biasa dan Gerak Reflek

Mekanisme gerak biasa menurut Wulandari (2009) adalah:

Mekanisme gerak reflek menurut Wulandari (2009) adalah:

2.8 Bagian Saraf

Gambar. Bagian-bagian saraf

Menurut Sitorus (2014), neuron terdiri dari tiga bagian yang berbeda

satu dengan yang lain, yaitu sebagai berikut.

a. Badan Sel (Perikarion)

Bagian sel ini menyimpan inti sel (nukleus) dan anak inti (nukleolus),

berjumlah satu atau lebih yang dikelilingi sitoplasma granuler

b. Dendrit

Fungsi dendrit ini adalah untuk meneruskan rangsang dari organ

penerima rangsang (reseptor) menuju ke badan sel.

c. Akson

Akson sering disebut juga neurit. Bagian ini merupakan tonjolan

sitoplasma yang panjang dan berfungsi untuk meneruskan impuls saraf yang

berupa informasi berita dari badan sel. Akson memiliki bagian-bagian yang

spesifik, yaitu sebagai berikut:

Neurofibril merupakan bagian terdalam dari akson yang berupa serabut-

serabut halus. Bagian-bagian inilah yang memiliki tugas pokok untuk

meneruskan implus.

Selubung Mielin, bagian ini tersusun oleh sel-sel pipih yang disebut sel

Schwann. Selubung mielin merupakan bagian paling luar dari akson

yang berfungsi untuk melindungi akson. Selain itu, bagian ini pulalah

yang memberikan nutrisi dan bahan-bahan yang diperlukan untuk

mempertahankan kegiatan dari akson.

Nodus Ranvier merupakan bagian akson yang menyempit dan tidak

dilapisi selubung mielin. Bagian ini tersusun dari sel-sel pipih, dengan

adanya bagian ini, terlihat bagian akson tampak berbuku-buku.

2.9 Fungsi organ Ikan

Menurut Maia dan Wilga (2013), fungsi organ ikan yaitu:

a. Sirip dorsal : untuk pergerakan naik turun.

b. Sirip ventral : untuk keseimbangan saat berhenti.

c. Sirip anal : untuk gerakan mundur dan menggulung.

d. Sirip pectoral : untuk keseimbangan saat belok.

e. Sirip caudal : untuk mengemudi.

f. Linea lateralis : untuk sensor arus, lingkungan dan keseimbangan.

2.10 Fungsi Organ Udang

Menurut Kurniawan dan Hartono (2006), fungsi organ pada udang adalah:

a. Capit : untuk mencari makan.

b. Uropad : untuk keseimbangan.

c. Kaki jalan : untuk berjalan.

d. Telson : untuk gerakan mendorong dan loncat.

e. Antena : untuk sensor jarak jauh.

f. Antenula : untuk sensor jarak dekat.

g. Kaki renang : untuk tempat telur.

2.11 Anestesi

Anastesi adalah kondisi tidak sadar yang dihasilkan oleh proses terkendali

dari sistem saraf pusat yang mengakibatkan turunnya kepekaan terhadap

rangsangan dari luar dan rendahnya respon gerak dari rangsangan tersebut.

Prinsip anastesi adalah menurunkan metabolisme suatu organisme sehingga

dalam kondisi lingkungan yang minimum mampu mempertahankan hidupnya

lebih lama (hibernasi) (Kaya dan Louhenapessy, 2016). Macam anestesi dibagi

menjadi dua yaitu:

1. Anestesi Alami

- Minyak cengkeh (Kaya dan Louhenapessy, 2016).

- Ekstrak biji buah keben (Ikhsan, et al., 2017).

- Ekstrak daun picung (Munandar, et al., 2017).

- Biji teh (Sahrial, et al., 2017).

- Ekstrak bunga kecubung (Sholichah, et al., 2017).

2. Anestesi Buatan

- Propofol (Tabahhati, et al., 2011).

- Ketamin (Tabahhati, et al., 2011).

- MS 222 (Yanto, 2009).

3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat dan Fungsi

a. Sistem Saraf Ikan

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

sistem saraf tentang sistem saraf ikan adalah:

Toples Kapasitas 3L :

Seser :

Nampan :

Penggaris 30 cm :

Sectio set :

Lap basah :

Ember :

Pipet tetes :

Kamera digital :

Botol Vial :

b. Sistem Saraf Crustacea

Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

sistem saraf tentang sistem saraf crustacea adalah:

Toples Kapasitas 3L :

Seser :

Nampan :

Penggaris 30 cm :

Sectio set :

Lap basah :

Ember :

Pipet tetes :

Kamera digital :

Botol Vial :

3.1.2 Bahan dan Fungsi

a. Sistem Saraf Ikan

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

sistem saraf tentang sistem saraf ikan adalah :

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) :

Minyak cengkeh :

Tisu :

Kertas label :

Air Tawar :

Trash bag :

b. Sistem Saraf Crustacea

Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi

sistem saraf tentang sistem saraf crustacea adalah:

Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) :

Minyak cengkeh :

Tisu :

Kertas label :

Air Tawar :

Trash bag :

3.2 Skema Kerja

3.2.1 Sistem Saraf Ikan

Toples 3L

-Disiapkan 4 buah -Diisi air ¾ bagian

3 ekor ikan nila (Oreochromis niloticus)

-Dimasukkan ke dalam masing-masing toples -Diadaptasikan selama 15 menit

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pertama

-Diberi kejutan arus, bunyi dan sentuhan -Diamati tingkah laku sebagai ikan kontrol

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) kedua

-Ditetesi minyak cengkeh dengan perlakuan

Meja 1: 1 tetes Meja 2: 2 tetes Meja 3: 3 tetes Meja 4: 4 tetes Meja 5: 5 tetes -Diberi kejutan arus, bunyi dan sentuhan -Diamati tingkah laku

- Meja 1: ditusuk mata

2: ditusuk linea lateralis

3: dipotong sirip anal

4: dipotong sirip caudal

5: dipotong sirip pectoral

-Diberi kejutan arus, bunyi dan sentuhan -Diamati tingkah laku

Hasil

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ketiga

3.2.2. Sistem Saraf Crustacea

Toples 3L

-Disiapkan 4 buah -Diisi ¾ bagian

3 ekor Udang Galah (Macrobranchium rosenbergii)

-Dimasukkan ke dalam masing-masing toples -Diadaptasikan selama 15 menit

Udang Galah (Macrobranchium rosenbergii) pertama

-Diberi kejuran arus, bunyi dan sentuhan -Diamati tingkah laku sebagai udang kontrol

Udang Galah (Macrobranchium rosenbergii) kedua

-Ditetesi minyak cengkeh dengan perlakuan:

Meja 1: 1 tetes Meja 2: 2 tetes Meja 3: 3 tetes Meja 4: 4 tetes Meja 5: 5 tetes

-Diberi kejutan arus, bunyi dan sentuhan -Diamati tingkah laku

Udang Galah (Macrobranchium rosenbergii) ketiga

-Meja 1: dipotong capit

2: dipotong telson dan kaki renang 3: dipotong mata 4: dipotong kaki jalan 5: dipotong antena dan antenula

-Diberi kejutan arus, bunyi dan sentuhan -Diamati tingkah laku

Hasil

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sistem Saraf Ikan

4.2 Sistem Saraf Crustacea

4.3 Faktor Koreksi 4.4 Manfaat di Bidang Perikanan

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Djuwita, I., V. Riyacumala, K. Mohamad, W. E. Prasetyaningtijas dan Nurhidayat. 2012. Pertumbuhan dan sekresi protein hasil kultur primer sel-sel serebrum anak tikus. Jurnal Veteriner. 13 (2): 125-135.

Evans, D. H. 1998. The Physiology of Fishes Second Edition. CRC Press. New

York. 282 hlm. Ikhsan, N. I., M. U. K. Agung, S. Astuty dan Rosidah. 2017. Pengaruh anestesi

granul ekstrak biji buah keben terhadap kelangsungan hidup benih gelondongan ikan bandeng (Chanos chanos) pada transportasi tanpa media air. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (1): 34-41.

Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Yogyakarta. 113 hlm. Kaya, A. O. W. dan J. M. Louhenapessy. 2016. Pengaruh konsentrasi minyak

cengkeh untuk anestetik ikan bawal tawar (Colossoma macropomum) dan lobster air tawar (Cherax quadricarinatus). Majalah BIAM. 12: 15-19.

Kurniawan, T. dan R. Hartono. 2006. Pembesaran Lobster Air Tawar secara

Cepat. Penebar Swadaya. Bogor. 64 hlm.

Maia, A and C. A. Wilga. 2013. Function of dorsal fins in bamboo shark during steady swimming. Zoology. 116: 224-231.

Munandar, A., F. R. Indaryanto, H. N. Prestisia dan N. Muhdani. 2017. Potensial

ekstrak daun picung (Pangium edule) sebagai bahan pemingsanan ikan nila (Oreochromis niloticus) pada transportasi sistem kering. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan. 6 (2): 107-114.

Pearce, E. C. 2016. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia.

Jakarta. 325 hlm. Sahrial, Emanauli dan M. Arisandi. 2017. Karakteristik fisikokimia minyak biji teh

(Camelliasinensis) dan potensi aplikasinya. Jurnal Agroindustri. 7 (2): 111-115.

Satyanegara. 2014. Ilmu Bedah Saraf. PT Gramedia. Jakarta. 718 hlm. Sholichah, I. G. N. Sudisma dan A. A. G. J Wardhita. 2017. Efek trias anestesi

ekstrak daun kecubung (Dhatura metel L.,) pada tikus putih (Rattus norvegicus). Indonesia Medicus Veterinus. 6 (5): 399-408

Sitorus, E. R. 2014. Peningkatan hasil belajar ipa kompetensi dasar system

koordinasi dan alat indera manusia melalui metode pembelajaran resitasi pada peserta didik. Faktor Jurnal Ilmiah Kependidikan. 1 (2): 183-202.

Tabahhati, S., U. Budiono dan M.S. Harahap. 2011. Perbedaan pengaruh

pemberian propofol dan etomidat terhadap agregasi trombosit. Jurnal Anestesi Indonesia. 3 (1): 1-9.

Wulandari, D. A., L. D. Saraswati dan Martini. 2015. Pengaruh variasi warna

kuning pada Fly grill terhadap Kepadatan lalat (studi di tempat pelelangan ikan Tambak lorok kota Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat. 3 (3): 130-141.

Wulandari, I. P. 2009. Pembuatan alat ukur kecepatan respon manusia berbasis

mikrokontroller at 89s8252. Jurnal Neutrino. 1 (2): 208-219. Yamamoto, N. 2009. Studies on the teleost brain morphology in search of the

origin of cognition. Japanese Psychological Research. 51 (3): 154-167. Yanto, H. 2009. Pengggunaan MS-222 dan larutan garam pada transportasi ikan

jelawat (Leptobarbus hoevenii Blkr.) ukuran sejari. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 16 (1): 47-54.