Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

20
BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PERAIRAN PANTAI Nama : Atika Tri Handayani NIM : B1J011051 Kelompok : 14 Rombongan : IV Asisten : Ardianti Maya Ningrum LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Transcript of Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

Page 1: Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PERAIRAN PANTAI

Nama : Atika Tri Handayani NIM : B1J011051Kelompok : 14Rombongan : IVAsisten : Ardianti Maya Ningrum

LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2014

Page 2: Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, dan

memiliki potensi besar sebagai penghasil rumput laut. Potensi rumput laut

Indonesia diperkirakan sebesar 148.850 ton basah/ tahun dengan potensi rumput

laut Gracilaria sp. sebesar 23.3000 ton/tahun dan Gelidium sp. 4.500 ton/tahun.

Ekspor rumput laut Indonesia sebagian besar masih dalam bentuk rumput laut

kering. Untuk memenuhi kebutuhan agarosa dalam negeri, Indonesia masih

tergantung dari impor, karena agar yang memenuhi persyaratan kemurnian sebagai

agarosa masih belum dapat dihasilkan dalam negeri. Dengan mengisolasi agarosa

dari agar memungkinkan penggunaan yang lebih luas dan sekaligus dapat

meningkatkan nilai jual produk tersebut. Keberhasilan isolasi agarosa dalam negeri

dapat mengurangi ketergantungan impor dan sekaligus meningkatkan nilai ekspor

agar.

Perairan Indonesia yang merupakan 70% dari wilayah nusantara dengan

13.667 pulau memiliki potensi rumput laut yang cukup besar. Penduduk daerah

pantai dan kepulauan di Indonesia sudah sejak lama memanfaatkan rumput laut

untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Indonesia memiliki kekayaan berbagai jenis

rumput laut, ekspedisi Sibolga pada tahun 1928-1929 melaporkan ada 555 jenis

rumput laut. Dari jenis-jenis tersebut yang mempunyai nilai ekonomis sebagai

komoditi perdagangan adalah kelompok penghasil agar-agar (Gracilaria, Gelidium,

Gelidiela dan Gelidiopsis). Sedangkan kelompok penghasil karaginan adalah

Eucheuma dan Hynea. Rumput laut marga Gracilaria dan Eucheuma mempunyai

potensi untuk dibudidayakan.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui budidaya rumput laut

dengan metode dan sistem yang berbeda di perairan tambak dan laut atau pantai.

Page 3: Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

C. Tinjauan Pustaka

Rumput laut dikenal dengan nama seaweed merupakan bagian dari tanaman

laut. Rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan mentah, seperti agar – agar,

karaginan dan algin. Pada produk makanan, karaginan berfungsi sebagai stabilator

(pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel,

pengemulsi. Rumput laut telah lama digunakan sebagai makanan maupun obat-

obatan di negeri Jepang, Cina, Eropa maupun Amerika. Diantaranya sebagai nori,

kombu, puding atau dalam bentuk hidangan lainnya seperti sop, saus dan dalam

bentuk mentah sebagai sayuran. Adapun pemanfaatan rumput laut sebagai

makanan karena mempunyai gizi yang cukup tinggi yang sebagian besar terletak

pada karbohidrat di samping lemak dan protein yang terdapat di dalamnya.

Menurut Atmadja et al., (1996), rumput laut merupakan salah satu

komoditas ekspor dari sub perikanan sebagai penghasil devisa di Indonesia terdapat

555 jenis rumput laut dan empat jenis dikenal sebagai komoditas ekspor yaitu

Eucheuma sp, Gracillaria sp., Gelidium sp., dan Sargassum sp. Beberapa jenis

rumput laut penting dalam dinia perdagangan internasional sebagai penghasil

ekstrak karaginan. Rumput laut penghasil karaginaan yaitu Eucheuma cottonii, E.

isiforme, E. spinosum, Gigartina, dan Gymnogongrus sp.

Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber

pendapatan bagi masyarakat pesisir. Selain dapat digunakan langsung sebagai

bahan makanan, beberapa hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, carrageenan

dan alginat merupakan senyawa yang cukup penting dalam industri. Indonesia di

samping mengekspor rumput laut juga mengimpor hasil-hasil olahannya yang dari

tahun ke tahun semakin meningkat jumlahnya. Sampai saat ini industri pengolahan

di Indonesia yaitu agar-agar masih secara tradisional dan semi industri, sedangkan

untuk caragenan dan alginat belum diolah di dalam negeri. Guna meningkatkan nilai

tambah dari rumput laut dan mengurangi impor akan hasil-hasil olahannya,

pengolahan di dalam negeri perlu dikembangkan. Disini diuraikan beberapa proses

pengolahan rumput laut serta manfaat dari hasil-hasil olahannya (Istini et al.,1985).

Page 4: Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

Rumput laut telah banyak dibudidayakan oleh petani rumput laut di perairan

laut di kawasan pesisir. Salah satudari jenis rumput laut yang dapat dibudidayakan

dan dimanfaatkan sebagai bahan baku industri adalah Gracilaria sp. Jenis rumput

laut ini sangat mudah untuk dibudidayakan dengan kondisi lingkungan yang

berbeda dengan kondisi perairan di laut, seperti tambak. Kondisi perairan habitat

asli rumput laut memiliki kualitas air yang cukup baik dalam mendukung

kehidupannya. Sementara kondisi tambak memiliki kualitas air yang fluktuatif dan

beragam tingkat kesuburannya. Akan tetapi, Gracilaria sp. dapat mentolerir kondisi

lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan aslinya. Rumput laut dari

genus ini dapat mentolerir salinitas terendah 15 g/L dan tertinggi 50 g/L (Rukmi,

2012).

Page 5: Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bambu, tali rafia, jaring,

botol plastik, cd bekas, gunting, dan penggaris.

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Rumput laut

Gracillaria verrucosa.

B. Cara Kerja

Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum kali ini adalah :

Alat dan bahan dipersiapkan, bambu dirakit

Rumput laut Gracillaria verrucosa ditimbang 200 gram

Jarak tanam diatur 20-25 cm dari titik tanam

Botol plastik dan

Jaring tubuler diikatkan di rakit bambu

Rumput laut Gracilla verrucosa dimasukan di jaring tubuler

Rakit bambu diapungkan di pantai

Page 6: Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 1. Sistem budidaya jaring tubuler

Gambar 2. Metode budidaya apung

Page 7: Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

B. Pembahasan

Gracilaria merupakan rumput laut yang termasuk dalam kelas alga merah

(Rhodophycea). Gracilaria verrucosa menghasilkan metabolit primer senyawa

hidrokoloid yang disebut agar. Ciri umum dari Gracilaria verrucosa adalah

mempunyai bentuk thallus silindris atau gepeng dengan percabangan mulai dari

yang sederhana sampai pada yang rumit dan rimbun, di atas percabangan

umumnya bentuk thalli (kerangka tubuh tanaman) agak mengecil, permukaannya

halus atau berbintil-bintil, diameter thallus berkisar antara 0,5 – 2 mm. Panjang

dapat mencapai 30 cm atau lebih dan Glacilaria tumbuh di rataan terumbu karang

dengan air jernih dan arus cukup dengan salinitas ideal berkisar 20-28 per mil

(Aslan, 1991).

Klasifikasi Gracilaria verrucosa menurut Lobban & Horisson (1994) yaitu:

Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Famili : Gracilariaceae

Genus : Glacilaria

Spesies : Glacilaria verrucosa

Gracilaria verrucosa dicirikan dengan bentuk thallus silndris, licin, berwarna

kuning-coklat atau kuning-hijau. Percabangan berselang-seling tidak beraturan,

kadang berulang-ulang memusat pada bagian pangkal. Cabang-cabang lateral

memanjang menyerupai rumput, dengan panjang sekitar 25 cm dan diameter

thallus sekitar 0,5-15 mm (Soegiarto et al., 1978).

Metode budidaya yang akan dilakukan sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan rumput laut itu sendiri. Kunci utama keberhasilan budidaya rumput

laut sangat tergantung dari teknologi budidaya yang cocok diterapkan pada kondisi

perairan. Menurut Kadi dan Atmadja (1988), metode budidaya rumput laut

berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan, dibedakan 3 cara yaitu

metode dasar, lepas dasar, dan apung. Metode budidaya yang dilakukan pada saat

praktikum adalah metode rakit apung. Metode rakit apung adalah metode yang

Page 8: Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

prinsip kerjanya mirip dengan metode dasar yaitu dengan mengikat benih

berdasarkan berat tertentu, hanya pada metode rakit apung terletak di permukaan

air. Pada prinsipnya metode dasar dan lepas dasar sama dengan metode apung,

perbedaan hanya pada peletakan budidayanya dipengaruhi oleh kedalaman.

1. Metode Dasar (Bottom Method)

Metode ini cukup sederhana dan mudah. Cara menanamnya dengan mengikat

benih berdasarkan berat tertentu, kemudian ditebar ke dasar perairan yang

sebelumnya telah diikat dengan karang.

Keuntungan :

• Biaya yang dibutuhkan tidak terlalu besar karena tidak menggunakan media

buatan.

• Penanaman benih dapat dilakukan dengan cara yang mudah dan tidak

membutuhkan banyak waktu.

• Sangat cocok untuk digunakan pada perairan yang dasarnya keras.

Kekurangan :

• Tingkat produksinya rendah.

• Banyak benih yang hilang karena terbawa oleh arus air atau ombak

• Metode ini tidak baik untuk perairan yang berdasar pasir (lunak).

2. Metode Lepas Dasar (Off Bottom Method)

Pada metode ini, benih rumput laut ditanam dengan mengikatkan pada suatu

rentangan tali atau bibit diikatkan pada tali plastik atau nilon. Posisi tali plastik lebih

krang 25-50 cm dari permukaan air.

Keuntungan :

• Dapat diterapkan pada perairan yang mempunyai dasar berpasir, berlumpur

atau lumpur berpasir.

• Mudah untuk melakukan penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan rumput

laut.

• Tanaman relatif terhindar dari serangan bulu babi.

Kekurangan :

• Material yang digunakan lebih banyak, sehingga biaya pembuatanya lebih

mahal.

Page 9: Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

• Pembuatan alat atau jaring beserta konstruksinya lebih lama/ memakan

waktu.

3. Metode Apung (Floating Method)

Metode yang prinsip kerjanya mirip dengan metode dasar yaitu dengan

mengikat benih berdasarkan berat tertentu, hanya pada metode rakit apung

terletak di permukaan air.

Keuntungan:

• Menghindari hanyutnya rakit, dapat dipergunakan jangkar atau tiang bambu,

sehingga metode ini dapat dilakukan pada semua perairan.

• Tanaman relatif terhindar dari serangan hama bulu babi.

• Produksi lebih tinggi dari pada metode yang lain

• Pertumbuhan rumput laut menjadi lebih baik karena proses fotosintesis dapat

berlangsung dengan baik, sehingga produksinya akan lebih tinggi bila

dibandingkan dengan metode sebelumnya.

Kekurangan:

• Perlu biaya lebih besar dalam pembuatan jaring maupun konstruksinya.

• Jumlah material/ nilon yang diperlukan lebih banyak.

• Waktu pembuatan konstruksi maupun penanaman lebih lama (Kamlasi, 2008).

Perbedaan metode budidaya menyebabkan rumput laut berada pada

kedalaman yang berbeda. Semakin dalam perairan maka intensitas cahaya semakin

berkurang sehingga proses fotosintesis tidak optimal. Menurut Kamlasi (2008),

rumput laut yang berada di permukaan relatif lebih banyak mendapatkan cahaya

matahari dibandingkan rumput laut yang berada di bagian yang lebih dalam. Insan

& Widyartini (2004), intensitas cahaya yang diterima semakin kecil, maka proses

fotosintesis terhambat dan pertumbuhan tidak optimal.

Budidaya rumput laut menggunakan sistem jaring tubuler. Sistem jaring

tubuler memiliki kelebihan yaitu bibit kecil dapat digunakan, bibit tidak mudah

hilang, tidak memerlukan banyak pemeliharaan. Sedangkan kelemahannya yaitu,

membutuhkan banyak waktu untuk membuat konstruksi. Selain itu, biaya yang

diperlukan untuk pembuatan jaring tubuler lebih tinggi. Pada sistem jaring tubuler,

fungsi tali nilon diganti menggunakan jaring dari nilon dan waring, sehingga bibit

Page 10: Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

lebih terjaga dari gerakan air, dan pertumbuhannya seragam. Pada sistem jaring

tabung, ruang tumbuh terbatas sehingga talus bersaing untuk mendapatkan unsur

hara. Menurut Dawes (1991), pergerakan air membantu proses difusi unsur hara

pada talus.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut antara lain:

1. Suhu

kisaran suhu air yang optimal bagi pertumbuhan rumput laut berkisar 20 -

30°C. Menurut Luning (1990), suhu yang tinggi dapat mempengaruhi aktivitas

proses biokimiandan pertumbuhan thallus. Hal ini disebabkan peningkatan suhu

dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas O2, CO2, N2 dan CH4 dalam air.

2. Salinitas

Menurut Luning (1990), Gracilaria dapat tumbuh pada kisaran salinitas tinggi.

Gracilaria yang berasal dari kisaran geografis yang luas tumbuh dengan baik pada

salinitas 15 – 60 g/L akan tetapi pertumbuhan optimal terjadi pada salinitas 30 g/L.

Hal ini sesuai dengan Susanto et al., (1996) bahwa, pelepasan spora Gracilaria sp.

Biasa berlangsung pada salinitas 10 sampai dengan 45 g/L.

3. Kedalaman

Syarat tumbuhnya rumput laut Gracilaria yaitu pada kedalaman sekitar 30 cm

selama bulan-bulan berawan dan 60 cm selama bulan-bulan tak berawan.

Sedangkan menurut Anam (2007), kedalaman pada budidaya rumput laut adalah 50

cm.

4. Intensitas cahaya

Intensitas cahaya sebagai faktor pendukung utama terjadinya proses

fotosintesa sangat dipengaruhi oleh kecerahan perairan. Sesuai dengan Aslan (1998)

bahwa, peningkatan proses fotosintetis akan merangsang rumput laut untuk

memanfaatkan atau menyerap unsur hara yang cukup seperti nitrat dan phosfat.

Senyawa ini diperlukan sebagai bahan dasar penyusunan protein dan pembentukan

klorofil dalam proses fotosintesis serta akan menunjang pertumbuhannya.

5. Tingkat kecerahan

Kekeruhan yang tinggi akan mengurangi penetrasi cahaya yang masuk ke

dalam perairan sehingga laju fotosintesis akan menurun. Budidaya rumput laut

Page 11: Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

membutuhkan perairan dengan tingkat kekeruhan rendah sepanjang tahun dan

terhindar dari pengaruh sedimentasi atau intrusi air dari sungai (Aslan, 1998).

6. Zat hara

Rumput laut Gracilaria verrucosa tidak berbeda halnya dengan rumput laut

lain. Rumput laut ini juga memerlukan nutrisi pada pertumbuhannya seperti

nitrogen, phosfat dan kalium serta karbondioksida. Fungsi unsur N bagi tumbuhan

yakni sebagai bahan penyusun protein tumbuhan, klorofil, asam nukleat dan

menghasilkan dinding sel yang tipis sehingga dapat memacu produksi tumbuhan

lebih maksimal Aslan (1998).

7. Derajat keasaman

mengemukakan bahwa Gracilaria tumbuh baik pada kisaran pH 6,0 – 9,0 dan

optimum pada pH 8,2 – 8,7.

8. Gerakan Air

Gerakan-gerakan air laut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti angin

yang menghembus diatas permukaan laut. Pengadukan yang terjadi karena

perbedaan suhu air dari dua lapisan, perbedaan tinggi permukaan laut, pasang

surut, dan lain-lain. Gerakan air laut ini penting bagi berbagai proses dalam laut,

baik itu biologik maupun non biologik. Alga yang tumbuh diperairan yang selalu

berombak dan berarus kuat akan mempunyai sifat dan karakteristik spora yang

berbeda dengan alga yang berada di perairan yang tenang. Gerakan air laut dikenal

sebagai arus, gelombang, gerakan masa air permukaan (upwelling) (Anggadireja,

1993).

a. Arus

Arus laut merupakan pencerminan langsung dari pola angin dan gerakan

bumi. Jadi arus permukaan digerakkan oleh angin. Kecepatan arus yang

dianggap cukup untuk budidaya rumput laut sekitar 20 – 40 cm/detik. Dengan

kondisi seperti ini akan mempermudah penggantian dan penyerapan hara

yang diperlukan oleh tanaman, tetapi tidak sampai merusak (Trihatmoko,

2005).

b. Pasang Surut

Page 12: Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

Pasang surut (pasut) merupakan salah satu gejala laut yang besar

pengaruhnya terhadap biota laut khususnya di wilayah pantai. Pada saat suhu

terendah, kedalaman perairan tidak boleh kurang dari 2 kaki (sekitar 60 cm),

sedangkan untuk pasang tertinggi kedalaman perairan tidak boleh lebih dari 7

kaki (sekitar 210 cm) (Anggadireja, 1993).

c. Gelombang

Gelombang sebagian ditimbulkan oleh dorongan angin diatas permukaan laut

dan sebagian lagi oleh tekanan tangensial pada partikel air. Angin yang bertiup

dipermukaan laut menimbulkan riak gelombang. Tinggi gelombang yang

cukup untuk pertumbuahan rumput laut antara 10 – 30 cm (Suryaningrum,

2000).

Menurut Atmadja (1998) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam budidaya

rumput laut di perairan dan tambak yaitu :

1. Pemilihan lokasi

2. Melakukan uji Coba

3. Persiapan Areal Budidaya

4. Penyediaan Bibit

5. Penanaman Bibit

6. Perawatan Selama Pemeliharaan / Penanaman

7. Pemanenan

8. Pengeringan Hasil Panen

Page 13: Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Metode budidaya rumput laut terdapat beberapa macam seperti metode dasar,

metode lepas dasar, dan metode apung.

2. Sistem budidaya rumput laut terbagi menjadi sistem sebar, tali tunggal, dan

jaring.

B. Saran

Sebaiknya setelah melakukan budidaya rumput laut, rumput laut yang telah

ditanam dikelola, sehingga rumput laut yang telah ditanam tidak hanya dibiarkan

begitu saja.

Page 14: Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

DAFTAR REFERENSI

Afrianto, E. dan Evi Liviawati. 1993. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Bathara. Jakarta.

Anam, M. S. 2007. Petunjuk Budidaya Polikultur Rumput Laut, Bandeng dan Udang di Tambak. Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Pasuruan. hlm 3.

Anggadiredja, Jana T., Achmad Zatnika, Heri Purwoto dan Sri Istini. 1993. Rumput Laut. Penebar Swadaya: Jakarta.

Aslan, L. M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Jakarta.

Atmadja, W.S., A. Kadi, Sulistijo, Rachmaniar. 1998. Pengendalian Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta : Pusat LIPI Oseanologi.

Dawes, C. J. 1991. Marine Botany. New York. John and Sons Inc.

Kang, Yun Hee, Sang Rul Park and Ik Kyo Chung. 2011. Biofiltration efficiency and biochemical composition of three seaweed species cultivated in a fish-seaweed integrated culture Research Article Algae. 2011, 26(1): 97-108.

Istini,Sri., A. Zatnika dan Suhaimi. 1985. Manfaat Rumput Laut dan Pengolahannya. Seafarming workshop report: Bandar lampung.

Kadi, A. 1990. Inventarisasi Rumput Laut di Teluk Kering dalam Perairan Pulau Bangka. Jakarta : LIPI.

Kamlasi, Y. 2008. Kajian Ekologis Dan Biologi Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cotonii) Di Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur. Tesis (tidak dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lobban, C.S., and Horrison. 1994. Seaweed Ecology and Phisiology. Cambridge University Press, London.

Luning, Klaus. 1990. Seaweeds: Their Environment, Biogeography and Ecophysiology. John Wiley and Son. New York.

Rukmi, AS., Sunaryo., Djunaedi, A. 2012. Sistem Budidaya Rumput Laut Gracilaria verrucosa di Pertambakan denganPerbedaan Waktu Perendaman di Dalam Larutan NPK. Journal of Marine Research. Volume 1, Nomor 1, Halaman 90-94.Sugiarto, A., dkk, 1978. Rumput Laut (Algae), Manfaat, Potensial dan Usaha Budidayanya, LON - LIPI, Jakarta.

Page 15: Budidaya Rl Di Laut Dan Tambak

Suryaningrum., D., Murdinah., Arifin M. 2000. Penggunaan kappa-karaginan sebagai bahan penstabil pada pembuatan fish meat loaf dari ikan tongkol (Euthyinnus pelamys. L). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol: 8/6.

Trihatmoko, Y. K., Suminarti, D. U., Apristiani, Dwi. Dan Kurniawati, M. 2005. Pengembangan Permen Jeli Rumput Laut Aroma. Jurnal Saintifika Gadjah Mada 2(1): 21-29.

Widyartini, D. S. dan A. I. Insan. 2004. Produksi Rumput Laut Gracilaria gigas dan Gracilaria verrucosa Dengan Sistem Budidaya Yang Berbeda di Perairan Tambak Kebumen. Laporan Penelitian Fakultas biologi Unsoed, Purwokerto.