Budaya organisasi ... perilaku keorganisasian
-
Upload
friskatriana -
Category
Business
-
view
50.217 -
download
5
description
Transcript of Budaya organisasi ... perilaku keorganisasian
BAB I
PENDAHULUAN
Sebelum NAFTA dan APEC berlaku, perusahaan-perusahaan sudah mengalami
persaingan global. Perusahaan-perusahaan yang mampu bertahan dan menang dalam persaingan
adalah yang mampu mengelola segala sumber daya yang dimiliki. Banyak diantara perusahaan
yang mengalami penurunan usaha karena terpaku oleh kegiatan operasionalnya saja tanpa
memperhatikan sumber daya manusia yang dimiliki. Kekuatan sumber daya manusia dibentuk
oleh sifat dan karakter yang berbeda dari masing-masing individu, yang dituangkan dalam
bentuk penyatuan pandangan untuk mencapai tujuan perusahaan. Untuk memberi pandangan
yang sama bagi sumber daya manusia dalam organisasi, perlu dibentuk suatu aturan main dalam
bentuk budaya perusahaan yang merupakan pengikat dalam bertindak dan mencerminkan ciri
khas organisasi. Sehingga anggota organisasi seperti orang berbaris menuju satu tujuan.
Budaya adalah sesuatu yang kompleks dan luas di mana menyangkut tentang perilaku,
upacara atau ritual, maupun kepercayaan. Budaya perusahaan dalam definisi kerjanya adalah
nilai-nilai yang menjadi pegangan sumber daya manusia. Maksudnya, nilai-nilai ini yang akan
memberi jawaban apakah hal yang demikian benar atau salah, apakah perilaku demikian
dianjurkan atau tidak dalam kehidupan keseharian suatu organisasi. Nilai inti dari budaya
organisasi biasanya lebih berfalsafah bahkan agak mirip dengan slogan pemasaran dan
menekankan pada kualitas yang merupakan karakter dari suatu perusahaan. Sumber daya
manusia tidak menjadi bingung karena mengetahui sejauh mana aspek yang dikehendaki. Selain
itu terdapat kesatuan langkah yang secara tidak langsung merupakan hal yang sangat penting.
Pada awalnya perkembangan budaya organisasi dikemukakan dua hal. Pertama, budaya
organisasi adalah hal-hal yang dikerjakan dalam suatu perusahaan. Kedua, budaya organisasi
adalah asumsi-asumsi dasar. Dalam pekembangannya, budaya organisasi pertama kali dikenal di
Amerika dan Eropa pada era 1970-an. Salah satu tokohnya adalah Edward H. Shein seorang
Profesor Manajemen dari Sloan School of Management, Massachusetts Institute of Technology
dan juga seorang ketua kelompok studi organisasi (1972-1981) serta konsultan budaya organisasi
pada berbagai perusahaan di Amerika dan Eropa. Salah satu karya ilmiahnya adalah
Organizational Culture and Leadership. Di Indonesia budaya organisasi (culture organization)
mulai dikenal pada tahun 80-90-an saat banyak dibicarakan tentang konflik budaya, bagaimana
mempertahankan Budaya Indonesia serta pembudayaan nilai-nilai baru. Memahami konsep
budaya organisasi bukanlah sesuatu hal yang mudah dan belum adanya kesepakatan atas konsep
budaya organisasi ini yang menyebabkan munculnya pemahaman yang bervariasi dan
kontroversi. Bidang studi budaya organisasi ini pun dapat dikatakan masih berusia muda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Budaya dan Organisasi
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut “culture”, yang
berasal dari kata Latin “Colere”, yaitu mengolah atau mengerjakan dan bisa juga diartikan
sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur"
dalam bahasa Indonesia.budaya secara harfiah berasal dari bahasa Latin yaitu “Colere” yang
memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurut Soerjanto
Poespowardojo 1993). Unsur-unsur budaya terdiri dari ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni,
moral, hukum, adat istiadat, perilaku atau kebiasaan (norma) masyarakat, asumsi dasar, sistem
nilai, pembelajaran atau pewarisan, dan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Organisasi adalah kolektivitas sekelompok orang yang melakukan interaksi berdasarkan
hubungan kerja berdasarkan pembagian kerja dan otoritas yang tersusun secara hirarkis dalam
suatu struktur untuk mencapai tujuan. Tujuan organisasi adalah arah atau sesuatu yang ingin
dicapai atau dipengaruhi yang menjadi sebab dilaksanakannya suatu kegiatan. Tiga tujuan
organisasi terdiri dari:
a. Pelayanan (service) menggambarkan kegiatan atau aktivitas organisasi yang menghasilkan
output baik berupa barang maupun jasa.
b. Keuntungan (profit) sangat penting kelangsungan hidup dari suatu organisasi yang tidak
terlepas dari persaingan ekonomi.
c. Tujuan sosial tindakan yang menunjukkan adanya tanggung jawab sosial kepada publik atau
dalam dunia usaha disebut social responsibility of business.
Menurut Ulbert Silalahi (2007:131), asas-asas organisasi mempunyai dua arah pikiran
petunjuk kepada pemikiran atau tindakan, yaitu:
1) Suatu pangkal tolak pikiran untuk memahami suatu tata hubungan atau kasus.
2) Suatu cara atau sarana untuk menciptakan suatu tata hubungan sesuai dengan kondisi yang
dikehendaki.
Asas-asas tersebut menjadi pedoman bagi pimpinan organisasi atau administrator atau
manajer dalam menjalankan tugas-tugas manajerial dan tugas pengorganisasian khususnya.
Asas-asas tersebut berlaku secara universal, tetapi tidak mutlak. Jika dituruti organisasi akan
memperoleh hasil yang relatif baik dan sebaiknya jika sama sekali diabaikan organisasi akan
mengalami kesulitan dalam tiap kegiatan mencapai tujuannya.
Pengertian Budaya Organisasi
Setiap organisasi tentunya memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai budaya
organisasi. Menurut Robbins (1999), budaya organisasi adalah sistem nilai bersama dalam suatu
organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para karyawan melakukan kegiatan untuk
mencapai tujuan organisasi. Menurut Susanto (1997), budaya organisasi merupakan nilai-nilai
yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan
usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi
harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku.
Budaya organisasi merupakan sistem nilai yang diyakini dan dapat dipelajari, dapat
diterapkan dan dikembangkan secara terus menerus. Budaya organisasi juga berfungsi sebagai
pemersatu, identitas, citra, brand, pemacu-pemicu (motivator), pengembangan yang berbeda
dengan organisasi lain yang dapat dipelajari dan diwariskan kepada generasi berikutnya, dan
dapat dijadikan acuan perilaku manusia dalam organisasi yang berorientasi pada pencapaian
tujuan atau hasil/target yang ditetapkan.
Budaya organisasi adalah nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk
meghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan,
sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana
mereka bertindak atau berperilaku.
Budaya Organisasi Kuat dan Lemah
Budaya organisasi yang kuat akan membantu perusahaan memberikan kepastian bagi
seluruh sumber daya manusia untuk berkembang bersama perusahaan dan bersama-sama
meningkatkan kegiatan usaha dalam menghadapi persaingan, walaupun tingkat pertumbuhan dari
masing-masing individu sangat bervariasi. Oleh karena itu, untuk menjadikan budaya perusahaan
itu menjadi kuat ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu:
a) Penyebaran nilai-nilai budaya
Penyebaran nilai-nilai budaya lebih efektif dengan menjalankan orientasi tugas dan
penghargaan atas prestasi kerja yang dicapai sumber daya manusia. Pada dasarnya penyebaran
nilai-nilai budaya ini ditujukan agar seluruh sumber daya manusia yang ada di perusahaan
mengetahui secara jelas apa nilai-nilai yang terkandung di dalam budaya organisasi tersebut.
b) Tingkat komitmen anggota organisasi terhadap inti dari nilai-nilai yang ada (core value)
Komitmen karyawan terhadap nilai-nilai inti dari budaya organisasi dapat tumbuh seiring
dengan penghargaan dari prestasi yang diraihnya, dalam prosedur yang telah digariskan
perusahaan akan menimbulkan semangat untuk meningkatkan prestasi kerjanya dengan lebih
baik.
Sedangkan budaya yang lemah tidak akan mampu memberikan dorongan kepada
karyawan untuk punya keinginan maju bersama perusahaan. Karakteristik budaya organisasi
yang lemah adalah:
1) Tidak memiliki nilai-nilai atau keyakinan yang jelas tentang bagaimana dapat berhasil di
dalam usaha.
2) Meskipun memiliki banyak keyakinan tetapi tidak disepakati atau disetujui sebagai suatu hal
yang penting.
3) Bagian-bagian yang berbeda di dalam perusahaan juga memiliki keyakinan dasar yang
berbeda pula.
4) Tokoh panutan (pahlawan) hanya merusak pemahaman tentang unsur-unsur budaya yang
penting.
5) Acara-acara ritual yang dilakukan sehari-hari tidak terorganisir dengan baik sehingga
masing-masing bagian atau individu bekerja sendiri-sendiri.
Dari uraian tentang pentingnya pemahaman budaya organisasi tersebut diatas, dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya budaya organisasi harus dipahami oleh seluruh lapisan
sumber daya manusia yang ada di dalam perusahaan, hal ini akan memberikan manfaat yang
cukup besar bagi mereka maupun bagi perusahaan.
Manfaat yang dapat diperoleh apabila budaya organisasi itu dipahami dapat dilihat dari
dua sisi, yaitu bagi sumber daya manusia dan bagi perusahaan.
1. Bagi sumber daya manusia
Memberikan arah atau pedoman berperilaku di dalam perusahaan. Dalam hal ini sumber
daya manusia tidak dapat semena-mena bertindak atau berperilaku sekehendak hati,
melainkan harus menyesuaikan diri dengan siapa dan di mana mereka berada.
Mempunyai kesamaan langkah dan visi dalam melakukan tugas dan tanggung jawab,
masing-masing individu dapat meningkatkan fungsinya dan mengembangkan tingkat
interdependensi antarindividu/bagian karena antarindividu/bagian dengan individu/bagian
yang saling melengkapi dalam kegiatan usaha perusahaan.
Mendorong sumber daya manusia selalu mencapai prestasi kerja atau produktivitas yang
lebih baik. Hal ini dapat dicapai apabila proses sosialisasi dapat dijalankan dengan tepat
kepada sasarannya.
Memiliki/mengetahui secara pasti tentang kariernya di perusahaan sehingga mendorong
mereka untuk konsisten dengan tugas dan tanggung jawab.
2. Bagi perusahaan
Sebagai salah satu unsur yang dapat menekan tingkat “turn over” karyawan. Ini dapat
dicapai karena budaya organisasi mendorong sumber daya manusia memutuskan untuk
tetap berkembang bersama perusahaan.
Sebagai pedoman di dalam menentukan kebijakan yang berkenaan dengan ruang lingkup
kegiatan intern perusahaan seperti tata tertib adminitrasi, hubungan antar bagian,
penghargaan prestasi sumber daya manusia, penilaian kerja, dan lain-lain.
Untuk menunjukkan pada pihak eksternal tentang keberadaan perusahaan dari ciri khas
yang dimiliki, ditengah-tengah perusahaan-perusahaan yang ada di masyarakat.
Sebagai acuan dalam penyusunan perencanaan perusahaan (corporate planning) yang
meliputi pembentukan marketing plan, penentuan segmentasi pasar yang akan dikuasai,
penentuan positioning perusahaan yang akan dikuasai.
Dapat membuat program-program pengembangan usaha dan pengembangan sumber daya
manusia dengan dukungan penuh dari seluruh jajaran sumber daya manusia yang ada.
Dari uraian di atas manfaat yang dapat diperoleh baik oleh sumber daya manusia maupun
oleh perusahaan tampak bahwa pemahaman tentang budaya perusahaan menjadi penting bagi
seluruh pihak yang terlibat di dalam aktivitas perusahaan.
Ciri-Ciri Organisasi Masa Depan
Akankah bentuk organisasi berubah di masa depan? Akankah kita memiliki susunan
adhokrasi, birokrasi atau spekulasi (venture)? Kita yakin bahwa organisasi akan mengalami
perubahan bentuk, namun secara keseluruhan pasti akan berciri sama. Tidak diragukan,
organisasi akan cenderung memiliki model lebih adaptif atau hidup dibandingkan sebelumnya,
namun akan memiliki ciri lain di antaranya :
a. Adhocracy (Adhokrasi), yang diadopsi untuk tujuan tertentu yang akan berhenti setelah
tujuan tersebut tercapai, sehingga daur hidup organisasi akan lebih dipercepat.
b. Temporary (sementara), dimana susunan internal organisasi akan lebih temporer dan lebih
aktif berfungsi sebagai kerangka yang mana bagian dan susunannya cepat berubah dan
mudah disusun kembali.
Adhocracy berkaitan dengan organisasi tidak tetap (nonpermanent organization) yang
berasal dari konsep ad hoc committee (panitia khusus), yang bertugas menguji suatu isu dan
memutuskan. laporan apa yang akan dibuat (contoh : keputusan mengerahkan kekuatan TNI).
Meskipun konsepnya agak berbeda, namun secara keseluruhan, jenis organisasi ini bisa
menjawab isu atau menyelesaikan tugas tersebut. Ini merupakan organisasi temporer yang
strukturnya dibuat untuk menjawab isu tersebut. Tipe ini biasanya terdapat dalam sektor non
bisnis. Sebagai contoh, anggaplah suatu organisasi dibuat bersama untuk merencanakan
membangun suatu pusat kegiatan masyarakat. Struktur organisasi tersebut akan tergambar dari
berbagai titik perhatian dalam masyarakat tersebut, seperti buruh, pejabat, pengusaha dan
akademisi, dan akan berlaku sampai pusat kegiatan tersebut menjadi kenyataan, sebelum ada
ketentuan lain yang akan diberlakukan kemudian.
Teori Budaya Organisasi
Terdapat tiga asumsi yang mengarahkan pada teori budaya organisasi yaitu:
1. Anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama
mengenai realitas organisasi, yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai
nilai-nilai sebuah organisasi.
Asumsi pertama berhubungan dengan pentingnya orang di dalam kehidupan organisasi.
Secara khusus, individu saling berbagi dalam menciptakan dan mempertahankan realitas.
Individu-individu ini mencakup karyawan, supervisor, dan atasan. Pada inti dari asumsi ini
adalah yang dimiliki oleh organisasi. Nilai adalah standar dan prinsip-prinsip dalam sebuah
buadanya yang memiliki nilai intrinsik dari sebuah budaya. Nilai menunjukkan kepada anggota
organisasi mengenai apa yang penting.
Orang berbagi dalam proses menemukan nilai-nilai perusahaan. Menjadi anggota dari
sebuah organisasi membutuhkan partisipasi aktif dalam organisasi tersebut. Makna dari simbol-
simbol tertentu misalnya, mengapa sebuah perusahaan terus melaksanakan wawancara terhadap
calon karyawan ketika terdapat sebuah rencana pemutusan hubungan kerja besar- besaran
dikomunikasikan baik oleh karyawan maupun oleh pihak manajemen. Makna simbolik dari
menerima karyawan baru ketika yang lainnya dipecat tidak akan dilewatkan oleh pekerja yang
cerdik; mengapa memberikan uang pada karyawan baru ketika yang lama kehilangan pekerjan
mereka? Karyawan memberikan kontribusi dalam pembentukan budaya organisasi. Perilaku
mereka sangatlah penting dalam menciptakan dan pada akhirnya mempertahankan realitas
organisasi.
2. Penggunaan dan intepretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi.
Realitas organisasi juga sebagiannya ditentukan oleh simbol-simbol, dan ini merupakan
asumsi kedua dari teori ini. Perspektif ini menggaris bawahi pengguanaan simbol di dalam
organisasi. Simbol merupakan representasi untuk makna. Anggota-anggota organisasi
menciptakan, menggunakan, dan mengintrepetasikan simbol setiap hari. Simbol-simbol ini
sangat penting bagi budaya perusahaan. Simbol-simbol mencakup komunikasi verbal dan
nonverbal di dalam organisasi. Seringkali, simbol-simbol ini mengkomunikasikan nilai-nilai
organisasi. Simbol dapat berupa slogan yang memiliki makna. Sejauh mana simbol-simbol ini
efektif bergantung tidak hanya pada media tetapi bagaimana karyawan perusahaan
mempraktikannya. Simbol Budaya Organisasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Kategori Umum
Tipe / Contoh Spesifik
Simbol Fisik
Seni, desain, logo, bangunan, dekorasi,
pakaian, penampilan, benda material
Simbol Perilaku
Upacara, ritual, tradisi, kebiasaan,
penghargaan, hukuman
Simbol Verbal
Anekdot, lelucon, jargon, nama, nama
sebutan, penjelasan, kisah, mitos, sejarah
3. Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda, dan interpretasi tindakan
dalam budaya ini juga beragam.
Asumsi yang ketiga mengenai teori budaya organisasi berkaitan dengan keberagaman
budaya organisasi. Sederhana, budaya organisasi sangat bervariasi. Persepsi mengenai tindakan
dan aktivitas di dalam budaya-budaya ini juga seberagam budaya itu sendiri.
Karakteristik Budaya Organisasi
Budaya organisasi dimaknai sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi
kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan dan nasabah. Lebih lanjut Robbins (2001)
menyatakan bahwa sebuah sistem makna bersama dibentuk oleh para warganya yang sekaligus
menjadi pembeda dengan organisasi lain. Robbins memberikan tujuh karakteristik budaya
organisasi terdiri dari (a) inovasi dan keberanian mengambil risiko, (b) perhatian terhadap detail,
(c) berorientasi pada hasil, (d) berorientasi pada manusia, (e) berorientasi pada tim, (f)
agresivitas, dan (g) stabilitas.
Ada beberapa karakteristik budaya organisasi yang perlu mendapatkan perhatian dari
perusahaan, antara lain:
1) Kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi segala aktivitas ke arah pencapaian suatu
tujuan organisasi. Kepemimpinan seorang pemimpin diharapkan dapat menjadikan
perubahan ke arah yang lebih baik yaitu perubahan pada budaya kerja sebuah organisasi.
Perubahan budaya kerja yang slow down diharapkan dapat diubah dengan budaya produktif
karena pengaruh kepemimpinan atasan yang lebih mengutamakan pada otonomi atau
kemandirian para anggota. Diharapkan pula adanya otonomi tersebut dapat menjadikan para
anggotanya menjadi lebih inovatif dan kreatif, dalam pengambilan keputusan dan kerja
sama. Kepemimpinan memegang peranan penting dalam budaya organisasi, terutama pada
organisasi yang budaya organisasinya lemah.
2) Inovasi organisasi berorientasi pada pola pendekatan ”menggunakan tradisi yang ada” dan
memakai metode-metode yang teruji atau pemberian keleluasaan kepada anggotanya untuk
menerapakan cara-cara baru melalui eksperimen.
3) Inisiatif individu meliputi tanggung jawab, kebebasan, dan independensi dari masing-masing
anggota organisasi, yaitu kewenangan dalam menjalankan tugas dan seberapa besar
kebebasan dalam mengambil keputusan.
4) Toleransi terhadap resiko individu didorong untuk lebih agresif, inovatif, dan mampu dalam
menghadapi resiko di dalam pekerjaannya.
5) Pengarahan yaitu kejelasan organisasi dalam menentukan sasaran dan harapan (kuantitas,
kualitas, dan waktu penyelesaian) terhadap sumber daya manusia atas hasil kerjanya.
6) Integrasi berorientasi pada bagaimana unit-unit di dalam organisasi didorong untuk
menjalankan kegiatannya dalam satu koordinasi yang baik seperti seberapa jauh keterkaitan
dan kerja sama di tekankan dan seberapa dalam rasa saling ketergantungan antar sumber
daya manusia ditanamkan.
7) Dukungan manajemen memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap
bawahannya dalam melaksanakan tugas.
8) Pengawasan meliputi peraturan-peraturan dan supervise langsung yang digunakan oleh
manajeman untuk melihat secara keseluruhan perilaku anggota organisasi.
9) Identitas adalah pemahaman anggota organisasi yang memihak kepada organisasinya secara
penuh. Misalnya, seseorang anggota organisasi yang dibangunkan dari tidurnya dan ditanya
siapa dirinya? Maka jika dia menjawab “saya adalah anggota organisasi X,” berarti dia telah
menjadikan organisasi tersebut sebagai bagian dari identitas dirinya.
10) Sistem penghargaan berbicara tentang alokasi “reward” (biasanya dikaitkan dengan
kenaikan gaji dan promosi) sesuai kinerja karyawan.
11) Toleransi terhadap konflik meliputi adanya usaha mendorong karyawan untuk kritis
terhadap konflik yang terjadi. Jika toleransinya tinggi, maka perdebatan dalam pertemuan
adalah wajar. Tetapi jika perusahaan toleransi konfliknya rendah, maka karyawan akan
menghindari perdebatan dan akan menggerutu di belakang.
12) Pola komunikasi merupakan komunkasi yang terbatas pada hirarki formal dari setiap
organisasi.
Kedua belas karakteristik di atas dapat menjadi ukuran bagi setiap perusahaan untuk
mencapai sasarannya dan menjadi ukuran bagi karyawan dalam menilai perusahaan tempat
mereka bekerja. Misalnya, dukungan manajeman merupakan ukuran penilaian terhadap perilaku
kepemimpinan dari setiap manajer.
Elemen-elemen Budaya Organisasi
Budaya organisasi yang dibentuk dari faktor-faktor yang terkandung di dalam perusahaan
sangat dipengaruhi oleh beberapa elemen kunci yang cukup dominan. Adapun elemen-elemen
dari budaya organisasi adalah:
1. Lingkungan usaha
Lingkungan usaha merupakan salah satu elemen yang berpengaruh cukup kuat dalam
pembentukan budaya organisasi. Sebagai contoh, perusahaan cenderung mengeluarkan dana
yang cukup besar untuk penelitian dan pengembangan (R & D) tanpa memprediki produk yang
dikembangkan akan sukses di pasaran.
2. Nilai-nilai
Elemen nilai merupakan konsep dasar dan kepercayaan dari suatu organisasi. Nilai-nilai
di sini menitikberatkan pada suatu keyakinan untuk mencapai kesuksesan. Apabila karyawan
tidak yakin maka ia tidak akan berhasil. Hal ini menjadi standar pencapaian prestasi di dalam
organisasi agar nilai-nilai ini dapat mendorong karyawan mencapai hasil kerja yang baik, untuk
itu keyakinan harus disampaikan secara terbuka oleh para manajer kepada seluruh lapisan
sumber daya manusia yang ada.
3. Kepahlawanan
Elemen kepahlawanan dimanfaatkan untuk mengajak seluruh sumber daya manusia
mengikuti nilai-nilai budaya yang dilakukan oleh orang-orang tertentu yang ditunjuk perusahaan
sebagai tokoh panutan. Sehingga budaya yang kuat dapat terjadi pada perusahaan yang memiliki
banyak orang yang dapat dijadikan motivasi bagi seluruh sumber daya manusia yang ada.
4. Upacara atau tatacara
Perusahaan yang dalam kegiatan usahanya selalu melakukan upacara-upacara tertentu
seperti penyerahan penghargaan bagi karyawan yang berprestasi setiap setahun sekali dan
dilakukan secara rutin dapat menjadi suatu elemen budaya tersendiri bagi perusahaan tersebut.
5. Jaringan kultural
Elemen ini secara informal dapat dikatakan sebagai jaringan komunikasi di dalam
perusahaan yang dapat dijadikan sebagai “pembawa atau penyebaran” nilai-nilai budaya
perusahaan. Elemen ini merupakan kekuatan yang tersembunyi di dalam organisasi seperti
penyebar isu, gossip, sindikat, mata-mata, dll yang semuanya berada di dalam perusahaan.
Manfaat Pemahaman Budaya Organisasi
Bagi seluruh sumber daya manusia yang ada di dalam suatu perusahaan harus dapat
memahami dengan benar tentang budaya perusahaan yang ada. Pemahaman ini sangat berkaitan
dengan setiap gerak langkah dari setiap kegiatan yang dilakukan baik perencanaan yang bersifat
strategis dan taktikal atau kegiatan dari implementasi perencanaan.
Untuk memberikan dukungan kepada sumber daya manusia di dalam usaha memahami
budaya organisasi perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana budaya perusahaan itu dibentuk.
Pembentukkan budaya perusahaan dapat dijabarkan dalam gambar berikut ini:
Pada gambar diatas, terlihat jelas filsafat organisasi di mana pendiri memiliki asumsi,
persepsi, dan nilai-nilai yang harus diseleksi terlebih dahulu. Seleksi yang dilakukan oleh sebuah
tim ini bertujuan untuk menentukan kriteria yang sesuai. Hasil seleksi tersebut akan dimunculkan
kepermukaan yang nantinya akan menjadi karakteristik budaya organisasi.
Pembentukan tim seleksi bertujuan agar kriteria-kriteria yang telah ada (persepsi, asumsi,
dan nilai-nilai) tidak dipilih secara subjektif. Tetapi di saring terlebih dahulu dari beberapa
sumber yang ada pada sumber daya manusia di dalam organisasi. Setelah ditemukan butir-butir
penting akan dijadikan budaya organisasi tersebut, manajemen puncak akan menentukan mana
yang sesuai untuk dijalankan dan mana yang harus digugurkan. Keberhasilan proses sosialisasi
(usaha organisasi membantu menyesuaikan dengan budaya yang ada), tergantung pada dua hal
utama, yaitu:
a. Derajat keberhasilan mendapatkan kesesuaian dari nilai-nilai yang dimiliki oleh karyawan
baru terhadap organisasi.
b. Metode sosialisasi yang di pilih oleh manajemen puncak di dalam implementasinya.
Oleh karena itu, organisasi harus mampu mengajak karyawan baru melakukan
penyesuaian terhadap budaya perusahaan yang menjadi pedoman dalam pencapaian kinerja yang
baik. Di samping itu organisasi yang dibantu oleh manajemen puncak harus mampu melakukan
sosialisasi terhadap sumber daya manusia agar hasil dari proses sosialisasi tersebut akan
mempunyai dampak terhadap produktivitas, komitmen, dan perputaran (turn over) dari sumber
daya manusia yang ada sehingga mencapai sasaran yang diinginkan organisasi. Cara yang dapat
dilakukan karyawan untuk mempelajari budaya organisasi dalam bentuk:
1. Cerita
Cerita mengenai bagaimana kerasnya perjuangan pendiri organisasi pada saat memulai
usaha sehingga kemudian menjadi maju seperti sekarang merupakan hal yang baik untuk
disebarluaskan. Misalnya, bagaimana sejarah pasang surut perusahaan dan bagaimana
perusahaan mengatasi kemelut dalam situasi tidak menentu merupakan kisah yang dapat
menodorong dan memotivasi karyawan untuk bekerja keras jika mereka mau memahaminya.
2. Ritual atau Upacara
Semua masyarakat memiliki corak ritual sendiri. Di dalam perusahaan, tidak jarang
ditemui acara-acara ritual yang sudah mengakar dan menjadi bagian hidup perusahaan. Sehingga
tetap dipelihara keberadaannya, contohnya adalah selamatan mulai musim giling di pabrik gula.
3. Simbol-simbol material
Simbol-simbol atau lambang-lambang material seperti pakaian seragam, ruang kantor dan
lain-lain, atribut fisik yang dapat diamati merupakan unsur penting budaya organisasi yang harus
diperhatikan sebab dengan simbol-simbol itulah dapat dengan cepat diidentifikasi bagaimana
nilai, keyakinan, norma, dan berbagai hal lain itu menjadi milik bersama dan dipatuhi anggota
organisasi.
4. Bahasa
Bahasa merupakan salah satu media terpenting di dalam mentransformasikan nilai.
Dalam suatu organisasi atau perusahaan, tiap bidang, divisi, strata atau semacamnya memiliki
bahasa atau jargon yang khas, yang kadang-kadang hanya dipahami oleh kalangan itu sendiri.
Hal ini penting karena untuk dapat diterima di suatu lingkungan dan menjadi bagian dari
lingkungan, salah satu syaratnya adalah memahami bahasa yang berlaku di lingkungan itu.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa bahasa merupakan unsur penting dalam budaya
perusahaan.
Manfaat Budaya Organisasi
a) membatasi peran yang membadakan antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain
karena setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda
b) menimbulkan rasa memiliki identitas bagi anggota
c) mementingkan tujuan bersama dari pada mengutamakan kepentingan individu
d) menjaga stabilitas organisasi.
Nilai-nilai Yang Terkandung Dalam Budaya Organisasi
Hasil penelitian yang dilakukan O’Reilly, Chatman dan Cadwel (1991) dan Sheridan
(1992) menunjukan arti pentingnya nilai budaya organisasi dalam mempengaruhi perilaku dan
sikap individu. Hasil penelitian tersebut memberikan indikasi bahwa terdapat hubungan antara
person-organization fit dengan tingkat kepuasaan kerja, komitmen dan turnover karyawan,
dimana individu yang sesuai dengan budaya organisasi memiliki kecendrungan untuk
mempunyai kepuasan kerja dan komitmen tinggi pada organisasi, dan juga memiliki intensitas
tinggi untuk tetaptinggal dan bekerja di organisasi, sebaliknya individu yang tidak sesuai dengan
budaya organisasi cenderung untuk mempunyai kepuasaan kerja dan komitmen yang rendah,
akibatnya kecendrungan untuk meninggalkan organisai tentu saja lebih tinggi. Hasil penelitian
juga menunjukan bahwa nilai budaya secara signifikan mempengaruhi efektifitas organisasi
melalui peningkatan kualitas output dan mengurangi biaya pengadaan tenaga kerja.
Dengan memahamidan menyadari arti penting budaya organisasi bagi setiap individu
akan mendorong para manajer/pimpinan menciptakan kultur yang menekankan pada
interpersonal relationship (yang lebih menarik lagi) di banding dengan kultur yang menekankan
pada work task. Menurut Robbins (1993) ada sepuluh karateristik kunci yang merupakan inti
budaya organisasi,yakni:
1) Member identity, yaitu identitas anggota dalam organisasi secara keseluruhan, dibandingkan
dengan identitas dalam kelompok kerja atau bidang profesi masing-masing.
2) Group emphasis, yaitu seberapa besar aktivitas kerja bersama lebih ditekankan dari pada
kerja individual
3) People focus, yaitu seberapa jauh keputusan manajemen yang di ambil digunakan untuk
mempertimbangkan keputusan tersebut bagi anggota organisasi.
4) Unit integration, yaitu seberapa jauh unit-unit di dalam organisasi dikondisikan untuk
beroperasi secara terkondisi.
5) Control, yaitu banyaknya jumlah peraturan dan pengawasan langsung digunakan untuk
mengawasi dan mengendalikan prilaku karyawan.
6) Risk tolerance, yaitu besarnya dorongan terhadap karyawan untuk menjadilebih agresif,
inovatif, dan berani mengambil resiko.
7) Reward criteria, yaitu berapa besar imbalan di alokasikan sesuai dengan kinerja karyawan di
bandingkan alokasi berdasarkan senioritas, favoritism, atau faktor-faktor non kinerja lainya.
8) Conflict tolerance, yaitu besarnya dorongan yang diberikan kepada karyawan untuk bersikap
terbuka terhadap konfik dan kritik.
9) Means-endsorientation, yaitu intensitas manajeman dalam menekankan pada penyabab atau
hasil, dibandingkan pada teknik dan proses yang di gunakan untuk mengembangkan hasil.
10) Open-system focus, yaitu besarnya pengawasan organisasidan respon yang di berikan untuk
mengubah lingkungan eksternal.
Dimensi Budaya Organisasi
Terdapat banyak dimensi yang membedakan budaya. Dimensi ni mempengaruhi perilaku
yang mengakibatkan kekeliruan pemahaman, ketidaksepakatan atau bahkan konflik. Gibson
(1996) menyebutkan 7 dimensi budaya, yaitu hubungan manusia dengan alam, individualisme
versus kolektivisme, orientasi waktu, orientasi aktivitas, informalitas, bahasa dan kepercayaan.
Sedangkan dimensi-dimensi yang digunakan untuk membedakan budaya organisasi,
menurut Robbins (1996) ada tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama menangkap
hakikat budaya organisasi, yaitu:
1) Inovasi dan pengambilan resiko sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan
berani mengambil resiko.
2) Perhatian ke hal yang rinci sejauh mana para karyawan diharapkan mau memperlihatkan
kecermatan, anaisis dan perhatian kepada rincian.
3) Orientasi hasil sejauh mana manajemen fokus pada hasil, bukan pada teknik dan proses yang
digunakan untuk mendapatkan hasil itu.
4) Orientasi orang sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil dari orang-
orang di dalam organisasi itu.
5) Orientasi tim sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan dalam tim-tim kerja, bukannya
individu-individu.
6) Keagresifan sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif, bukan bersantai.
7) Kemantapan sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankanya status quo
sebagai lawan dari pertumbuhan atau inovasi.
Hofsede (dalam Gibson, 1996) mengemukakan empat dimensi budaya, yaitu:
1. Penghindaran atas ketidakpastian
Tingkat dimana anggota masyarakat merasa tidak nyaman dengan ketidakpastian dan
ambiguitas. Perasaan ini mengarahkan mereka untuk mempercayai kepastian yang menjanjikan
dan untuk memelihara lembaga- lembaga yang melindungi penyesuaian.
2. Maskulin vs feminitas
Tingkat maskulinitas adalah kecenderungan dalam masyarakat akan prestasi,
kepahlawanan, ketegasan, dan keberhasilan materiil. Feminitas berarti kecenderungan akan
kesederhanaan, perhatian pada yang lemah, dan kualitas hidup.
3. Individu vs kebersamaan
Individualisme adalah kecenderungan dalam kerangka sosial dimana individu dianjurkan
untuk menjaga diri sendiri dan keluarganya. Kolektivisme berarti kecenderungan dimana
individu dapat mengharapkan kerabat, suku, atau kelompok lainnya melindungi mereka sebagai
ganti atas loyalitas mutlak yang mereka berikan.
4. Jarak kekuasaan
Ukuran dimana anggota suatu masyarakat menerima bahwa kekuasaan dalam lembaga
atau organisasi tidak didistribusikan secara merata.
Level atau Tingkatan Budaya Organisasi
1. Artefak
Pada tingkat ini budaya bersifat kasat mata tetapi seringkali tidak dapat diartikan,
misalnya lingkungan fisik organisasi, teknologi, dan cara berpakaian. Analisis pada tingkat ini
cukup rumit karena mudah diperoleh tetapi sulit ditafsirkan.
2. Nilai
Nilai memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada artefak. Nilai ini sulit
diamati secara langsung sehingga untuk menyimpulkannya seringkali diperlukan wawancara
dengan anggota organisasi yang mempunyai posisi kunci atau dengan menganalisis kandungan
artefak seperti dokumen.
3. Asumsi dasar
Merupakan bagian penting dari budaya organisasi. Pada tingkat ini budaya diterima
begitu saja, tidak kasat mata dan tidak disadari. Asumsi ini merupakan reaksi yang bermula dqari
nilai-nilai yang didukung. Bila asumsi telah diterima maka kesadaran akan menjadi tersisih.
Dengan kata lain perbedaan antara asumsi dengan nilai artefak terletak pada apakah nilai-nilai
tersebut masih diperdebatkan dan diterima apa adanya atau tidak.
Peranan Budaya Organisasi
Dalam lingkungan kehidupannya, manusia dipengaruhi oleh budaya di mana ia berada,
seperti nilai-nilai, keyakinan, perilaku sosial atau masyarakat yang kemudian menghasilkan
budaya sosial atau budaya masyarakat. Hal yang sama juga terjadi pada anggota organisasi,
dengan segala nilai, keyakinan dan perilakunya di dalam organisasi yang kemudian akan
menciptakan budaya organisasi.
Dari uraian di atas dapat dikatan bahwa budaya perusahaan pada dasarnya mewakili
norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi, termasuk mereka yang berada
dalam hierarki organisasi. Bagi organisasi yang masih didominasi oleh pendiri, misalnya, maka
budayanya akan menjadi wahana untuk mengkomunikasikan harapan-harapan pendiri kepada
para pekerja lainnya. Demikian pula jika perusahaan dikelola oleh seorang manajer senior
otokratis yang menerapkan gaya kepemimpinan top down. Disini budaya juga akan berperan
untuk mengkomunikasikan harapan-harapan manajer senior itu. Peran penting yang dimainkan
oleh budaya perusahaan adalah sebagai berikut:
1) Membantu menciptakan rasa memiliki jati diri bagi pekerja.
2) Dapat dipakai untuk mengembangkan ikatan pribadi dengan perusahaan.
3) Membantu stabilisasi perusahaan sebagai suatu sistem sosial.
4) Menyajikan pedoman perilaku sebagai hasil dari norma-norma perilaku yang sudah
terbentuk.
Tahap-tahap pembentukan atau pembangunan budaya organisasi dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
a. Seorang (biasanya pendiri) datang dengan ide atau gagasan tentang sebuah usaha baru.
b. Pendiri membawa orang-orang kunci yang merupakan para pemikir, dan menciptakan
kelompok inti yang mempunyai visi yang sama dengan pendiri.
c. Kelompok inti memulai serangkaian tindakan untuk menciptakan organisasi, mengumpulkan
dana, menentukan jenis dan tempat usaha dan lain-lain yang relevan.
d. Orang-orang lain dibawa ke dalam organisasi untuk berkarya bersama- sama dengan pendiri
dan kelompok inti, memulai sebuah sejarah bersama.
Pembinaan budaya perusahaan dapat dilakukan dengan serangkaian langkah sosialisasi
sebagai berikut:
a) Seleksi pegawai yang objektif.
b) Penempatan orang dalam pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, “the right
man on the right place at the right time”.
c) Perolehan dan peningkatan kemahiran melalui pengalaman.
d) Pengukuran prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai.
e) Penghayatan akan nilai-nilai kerja atau hal lain yang penting.
f) Cerita-cerita dan faktor-faktor organisasi yang menumbuhkan semangat dan kebanggan.
g) Pengakuan dan promosi bagi karyawan yang berprestasi.
Siklus Hidup Organisasi dan Perubahan Budaya Organisasi
Merubah budaya organisasi bukan perkara mudah, karena sekali budaya sudah
terkristalisasi ke dalam masing-masing anggota organisasi dan tersistem dalam kehidupan
organisasi, maka para anggota organisasi akan cenderung mempertahankannya tanpa
memperhatikan apakah budaya organisasi tersebut functional atau dysfunctional terhadap
kehidupan organisasi. Dengan kata lain perubahan budaya hampir selalu berhadapan dengan
resistensi para karyawan, sehingga perubahan budaya seringkali berjalan secara gradual dan
membutuhkan waktu yang cukup lama.
Perubahan budaya umumnya diawali dengan adanya krisis organisasi (vicious cyrcle)
yakni ketika organisasi berusaha mengatasi situasi kritis baik yang berasal dari dalam organisasi
maupun dari luar lingkungan organisasi. Namun demikian tidak berarti bahwa pada tahap
pertumbuhan tidak dimungkinkan adanya perubahan budaya organisasi. Hal ini berarti bahwa
pada setiap tahap organisasi dimungkinkan adanya perubahan budaya, hanya yang membedakan
adalah tujuan dari perubahan tersebut.
a. Mekanisme perubahan pada tahap berdiri dan pertumbuhan
Pada tahap ini organisasi belum begitu kompleks dan peran pendiri dan atau keluarganya
sangat dominant, sehingga budaya organisasi merupakan cerminan nilai-nilai dan pandangan
para pendiri dan para pekerja yang datang belakangan hanya sekedar mengikuti, mempelajari
dan mengikuti saja seolah-olah tidak mempunyai peran dalam membangun budaya organisasi.
Bagi para pendiri budaya organisasi lebih berfungsi sebagai alat untuk mengintegrasikan pekerja
dengan organisasi, alat perekat diantara anggota organisasi dan alat untuk membangun komitmen
dalam rangka menunjukkan identitas diri organisasi sehingga jika ada perubahan budaya
organisasi lebih disebabkan karena adanya tuntutan internal dan agar terjadinya kohesivitas atau
integrasi internal yang semakin kokoh. Ada 4 (empat) mekanisme perubahan yang bisa
digunakan yaitu :
1. Perubahan evolutif yang bersifat natural tanpa adanya rekayasa perencanaan sebelumnya
dan lebih berorientasi internal dalam kerangka memperkokoh nilai-nilai yang sudah ada.
2. Perubahan evolutif yang dipandu dari dalam organisasi (self guided) dengan menggunakan
terapi organisasi karena adanya kesadaran akan pentingnya memantau terus kondisi
internal organisasi, melakukan penilaian dan evaluasi sehingga mengetahui kelemahan dan
kelebihan organisasi. Perubahan ini terkadang membutuhkan keterlibatan orang luar
dengan tujuan memberikan jaminan secara psikologis kepada orang-orang dalam
organisasi bahwa perubahan tidak perlu ditakutkan.
3. Perubahan evolutif dengan hybrids membiarkan budaya lama tetap eksis namun pada saat
yang bersamaan mulai diperkenalkan budaya baru sampai pada saatnya nanti budaya baru
benar-benar bisa menggantikan budaya yang lama. Untuk perubahan ini diperlukan
bantuan orang dalam yang sudah lama bergabung dengan perusahan, sehingga
keberadaannya dapat diterima semua pihak.
4. Perubahan revolutif terkendali dengan bantuan pihak luar organisasi karena perubahanya
melibatkan orang luar meski perubahannya masih dalam batas kendali organisasi (para
pendiri).
b. Mekanisme perubahan pada tahap perkembangan
Pada tahap ini tujuan perubahan budaya adalah untuk melakukan adaptasi eksternal yang
dilakukan secara sistematis dan terencana. Adapun mekanisme yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Perubahan terencana dan pengembangan organisasi (Planned change and organizational
development) dilakukan secara terencana untuk menselaraskan budaya dengan perkeambangan
organisasi di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan perkembangan organisasi tidak
sesuai lagi dengan budaya organisasi yang ada.
2. Perubahan budaya dengan memperkenalkan teknologi baru (technological seduction) karena
adanya perubahan penggunaan teknologi baru. Perubahan teknologi akan mendorong
perubahan perilaku yang merupakan hasil adopsi nilai, keyakinan dan asumsi baru dalam
menjalankan aktifitas perusahaan.
3. Perubahan budaya dengan memaparkan sisi negatif dari mitos yang selama ini berkembang di
dalam organisasi dengan mengembangkan asumsi atau mitos lain yang lebih relevan dalam
menjalankan aktifitas perusahaan.
4. Perubahan sedikit demi sedikit tetapi konsisten (Incrementalism) dilakukan dengan
memanfaatkan setiap kesempatan yang ada dalam upayanya untuk mempengaruhi semua pihak
yang terlibat dalam perusahan sehingga tujuan akhir tercapai.
c. Mekanisme perubahan pada tahap penurunan
Penurunan biasanya diawali dengan adanya krisis organisasi yang disebabkan perubahan
internal dan eksternal organisasi. Pada situasi seperti ini biasanya perubahan dilakukan secara
structural atau radikal dengan 2 (dua) opsi yang berkembang yaitu transformasi dan destruksi.
Adapun mekanisme perubahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Perubahan yang bersifat persuasi dengan sedikit ancaman (coercive persuasion) dengan
memaksa orang membuka pikirannya agar bisa memotivasi dirinya untuk mencari informasi
baru sehingga ia bisa mendefinisikan ulang kedudukan dirinya dan menentukan apa yang
dilakukannya.
2) Perubahan budaya melalui strategi penyehatan organisasi (turn-around) dilakukan dengan
mulai memperkenalkan budaya baru dengan cara meng-edukasi dan coaching para anggota
organisasi, merubah struktur dan proses organisasi, memberi perhatian dan penghargaan,
menciptakan slogan disamping memberikan sedikit ancaman bagi mereka yang tidak mau
berubah.
3) Perubahan budaya melalui reorganisasi dan melahirkan kembali organisasi baru
(reorganization and rebirth) dengan pembubaran organisasi kemudian membentuk
organisasi yang baru baik secara simbolik yaitu dengan cara menata ulang visi, misi dan
tujuan jangka panjang serta pergantian kepemimpinan. Sedangkan secara riil berupa
berbentuk akuisisi dan merger bahkan joint venture (aliansi strategis).
Strategi Generik Perubahan Budaya
Secara umum Paul Bate menawarkan 4 (empat) pendekatan perubahan budaya yaitu :
a. Pendekatan agresif (Aggressive approach) dengan menggunakan pendekatan kekuasaan,
non-kolaboratif, membuat konflik, sifatnya dipaksakan, sifatnya win-lose, unilateral dan
menggunakan diskrit. Menurut Schein disebut pendekatan structural karena mencabut akar-
akar budaya yang ada.
b. Pendekatan jalan damai (Conciliative approach) dilakukan secara kolaboratif, dipecahkan
bersama, win-win, integratif dan memperkenalkan budaya yang baru terlebih dahulu
sebelum mengganti budaya yang lama.
c. Pendekatan korosif (Corrosive approach) yang dilakukan dengan pendekatan informal,
evolutif, tidak terencana, politis, koalisi dan mengandalkan networking. Budaya lama sedikit
demi sedikit dirusak dan diganti dengan budaya baru.
d. Pendekatan indoktrinasi (Indoctrinative approachI) yang bersifat normatif dengan
menggunakan program pelatihan dan pendidikan ulang terhadap pemahaman budaya yang
baru.
Berdasarkan pendekatan tersebut diatas, maka Paul Bate menyampaikan ada 5 (lima)
tahap perubahan budaya yaitu :
1. Deformative (tahap gagasan perubahan) yaitu perubahan budaya belum benar-benar terjadi,
baru sebatas gagasan yang menegaskan bahwa perubahan budaya perlu dilakukan. Pada
tahap ini biasanya terjadi shock therapy dan mendramatisir pemaparan perlunya perubahan
budaya.
2. Reconsiliative (tahap dukungan gagasan perubahan) yaitu adanya dukungan berbagai pihak
terhadap gagasan perubahan budaya. Pada tahap ini terjadinya negosiasi terhadap pelaku
budaya baik dari pihak inisiator atau pendorong perubahan maupun pihak yang tidak setuju
perubahan budaya.
3. Acculturative (tahap komunikasi dan komitmen) yaitu terjadinya komunikasi yang intensif
terhadap kesepakatan yang diperloleh pada tahap sebelumnya untuk menciptakan komitmen.
Pada tahap ini perlu dilakukan proses sosialisasi dan edukasi untuk membantu penetrasi
perubahan budaya.
4. Enactive (tahap pelaksanaan perubahan) yaitu pelaksanaan hasil pemikiran, pembahasan
dan diskusi tentang budaya baru. Pelaksanaan ini terdapat 2 (dua) bentu yaitu personal
enactment (masing-masing individu melakukan tindakan yang memungkinkan budaya
menjadi bagian dari kehidupan mereka) dan collective enactment (para pelaku budaya secara
bersama-sama memecahkan persoalan cultural yang selama ini masih menggantung)
5. Formative (tahap pembentukan struktur dan bentuk budaya) yaitu saat membentuk dan
mendesain struktur budaya sehingga budaya yang dulunya invisible menjadi visible bagi
semua anggaota organisasi.
Dalam melaksanakan perubahan budaya perlu memperhatikan beberapa dimensi
perubahan antara lain:
a) Dimensi struktural (budaya yang akan dirubah) merupakan pelaku belajar tentang pola pikir
organisasi dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.
b) Dimensi ruang dan waktu (asal muasal terbentuknya budaya dan perjalanannya sepanjang
waktu) merupakan perubahan budaya tidak terjadi kesalahan yang sama di masa datang.
c) Dimensi proses perubahan (posisi budaya dalam siklus kehidupan budaya).
d) Dimensi konstekstual (situasi lingkungan di mana budaya berada).
e) Dimensi subyektif (tujuan dan keterlibatan orang per orang dalam perubahan).
Disamping itu untuk menilai efektifitas perubahan budaya Paul Bate juga menentukan
parameternya antara lain:
a. Daya ekspresi yaitu kemampuan untuk menyampaikan ide-ide baru.
b. Daya komonolitas yaitu kemampuan untuk membentuk satu set nilai.
c. Daya penetrasi yaitu kemampuan untuk menembus berbagai level organisasi.
d. Daya adaptif yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang selalu
berubah.
e. Daya tahan yaitu kemampuan untuk menciptakan perubahan yang hasilnya bisa tahan lama.
BAB III
Kesimpulan
Sumber daya manusia yang berasal dari berbagai latar belakang dan pengalaman dapat
diibaratkan sebagai sekumpulan ujung tombak yang mempunyai arah berlainan. Budaya
organisasi seperti pengikat yang mengarahkan mata ujung tombak tersebut, sehingga tertuju pada
arah yang sama. Budaya organisasi adalah nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya
manusia untuk meghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam
perusahaan, sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada
dan bagaimana mereka bertindak atau berperilaku. Budaya organisasi juga didefinisikan sebagai
suatu nilai-nilai yang mendomani sumber daya manusia dalam menghadapi permasalahan
eksternal dan usaha memahami nilai-nilai yang ada serta mengerti bagaimana mereka harus
bertindak dan bertingkah laku (Susanto, 1997).
Budaya perusahaan tidak muncul dengan sendirinya di kalangan anggota organisasi,
tetapi perlu dibentuk dan dipelajari karena pada dasarnya budaya perusahaan adalah sekumpulan
nilai dan pola perilaku yang dipelajari, dimiliki bersama, oleh semua anggota organisasi dan
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Semua sumber daya manusia harus dapat
memahami dengan benar budaya organisasinya, karena pemahaman ini sangat berkaitan dengan
setiap langkah ataupun kegiatan yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat strategis dan
taktikal maupun kegiatan impleentasi perencanaan, dimana setiap kegiatan tersebut harus
berdasar pada budaya organisasi.
Peneliti Kotter dan Heskett (1997) yang berjudul Corporate Culture and Performance
menyimpulkan bahwa (1) Budaya perusahaan mempunyai pengaruh yang sangat dominant
terhadap sukses tidaknya perusahaan membangun kinerja karyawan. (2) Budaya organisasi
mempunyai dampak positif terhadap kinerja ekonomi perusahaan. (3) Budaya organisasi dapat
diciptakan dan dibentuk untuk meningkatkan kinerja organisasi.
Budaya perusahaan sangat penting peranannya dalam mendukung terciptanya suatu
organisasi atau perusahaan yang efektif. Secara lebih spesifik, budaya perusahaan dapat berperan
dalam menciptakan jati diri, mengembangkan keikutsertaan pribadi dengan perusahaan dan
menyajikan pedoman perilaku kerja bagi karyawan.