BUDAYA MASYARAKAT BADUY.doc
Transcript of BUDAYA MASYARAKAT BADUY.doc
BUDAYA MASYARAKAT BADUY
uku Baduy adalah bukan suku terasing melainkan suatu suku yang mengasingkan diri dengan pola kehidupannya patuh terhadap hukum adat, hidup mandiri denga tidak mengharapkan yang sifatnya bantuan dari orang lain / orang luar, menutup diri dari pengaruh budaya yang akan masuk dari luar.
Adapun cara hidup mereka baik dengan sessama warga, bergotong royong, taat terhadap adat. Seia sekata dalam pandangan, berlindung terhadap Pusaka Karuhun dan amanat Leluhurnya sekalipun tidak tersurat tetapi tersirat dalam ingatan sehingga patuh dan taat terhadap peraturan hokum adat yang dipimpin oleh Kepala Adat ( Puun ).Dalam kehidupan suku Baduy mengenal adanya suatu kekuatan alam yang dapat memberikan pengaruh kuat dan dapat membentuk suatu Watak dan Tabiat yang menurut mereka tergantung pada lingkungannya.Menurut palsafah suku Baduy pergantian musim adalah mendatangkan dan meninggalkan untuk kesejahteraan manusia,hidup rukun saling member dan menerima dalam hal yang saling membutuhkan adalah merupakan pelengkap untuk menimbulkan rasa kedamaian karena kalau saling menciderai dan membinasakan akan mendatangkan bencana dan perpecahan.
S
Amanat leluhur yang menjelma jadi hokum adat mampu mengatur tatanan kehidupan untuk kesejahteraan dan tatanan yang senapas dengan lingkungannya sehingga warna hidup dan kehidupannya mempunyai keseragaman kata dan perbuatannya.Sampai saat ini di Baduuy dalam cara membuat rumah masih dikerjakan dengan cara bergotong royong, adapun mendirikan rumahnya harus mengahadap Utara /Selatan dengan tanpa merubah bentuk tanah. Ini sesuai dengan palsafah mereka “ Jodo, pati, bagia Cilaka manusa mah teu ngaboga-boga” Artinya: jodo, mati, kebahagiaan dan celaka itu bukan kemauan manusia . kalau di artikannya adalah manusia hanya berencana dan berusaha adapun keputuhan hasil di tangan tuhan.
Tentang pengobatan apabila ada yang sakit untuk Baduy dalam nasih menggunakan ramuan-ramuan tradisional.
Sumber: http://id.shvoong.com/books/1929041-sosial-budaya-baduy/#ixzz1ruM3ZDyz
1. PEMBAGIAN MASYARAKAT BADUY
Masyarakat Kanekes/baduy secara umum terbagi menjadi tiga
kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka.
I. Kelompok tangtu (baduy dalam).
suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan
belum masuk kebudayaan luar.selain itu orang baduy dalam
merupakan yang paling patuh kepada seluruh ketentuan maupun
aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pu’un (Kepala Adat). Orang
Baduy dalam tinggal di 3 kampung,yaitu Cibeo, Cikartawana, dan
Cikeusik. Ciri khas Orang Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna
putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih dan golok.
Pakaian mereka tidak berkerah dan berkancing, mereka juga tidak
beralas kaki. Meraka pergi kemana-mana hanya berjalan kaki tanpa
alas dan tidak pernah membawa uang. mereka tidak mengenal
sekolah, huruf yang mereka kenal adalah Aksara Hanacara dan
bahasanya Sunda. Mereka tidak boleh mempergunakan peralatan atau
sarana dari luar. Jadi bisa di bayangkan mereka hidup tanpa
menggunakan listrik, uang, dan mereka tidak mengenal sekolahan.
Salah satu contoh sarana yang mereka buat tanpa bantuan dari
peralatan luar adalah Jembatan Bambu. Mereka membuat sebuah
Jembatan tanpa menggunakan paku, untuk mengikat batang bambu
mereka menggunakan ijuk, dan untuk menopang pondasi jembatan
digunakan pohon-pohon besar yang tumbuh di tepi sungai.
II. Kelompok masyarakat panamping (baduy Luar),
mereka tinggal di desa Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh,
Cisagu, yang mengelilingi wilayah baduy dalam. Masyarakat Baduy
Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna
hitam. suku Baduy Luar biasanya sudah banyak berbaur dengan
masyarakat Sunda lainnya. selain itu mereka juga sudah mengenal
kebudayaan luar, seperti bersekolah.
III. Kelompok Baduy Dangka,
mereka tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2
kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan
Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi
sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar.
2. MENELUSURI KEBUDAYAAN BADUY
A. Pernikahan
Di dalam proses pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy hampir serupa dengan masyarakat lainnya. Namun, pasangan yang akan menikah selalu dijodohkan dan tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing.
Setelah mendapatkan kesepakatan, kemudian dilanjutkan dengan proses 3 kali pelamaran.
Tahap Pertama, orang tua laki-laki harus melapor ke Jaro (Kepala Kampung) dengan membawa daun sirih, buah pinang dan gambir secukupnya.
Tahap kedua, selain membawa sirih, pinang, dan gambir, pelamaran kali ini dilengkapi dengan cincin yang terbuat dari baja putih sebagai mas kawinnya.
Tahap ketiga, mempersiapkan alat-alat kebutuhan rumah tangga, baju serta seserahan pernikahan untuk pihak perempuan.
Pelaksanaan akad nikah dan resepsi dilakukan di Balai Adat yang dipimpin langsung oleh Pu’un untuk mensahkan pernikahan tersebut. Uniknya, dalam ketentuan adat, Orang Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Mereka hanya diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah satu dari mereka telah meninggal.
B. Hukum di Tatanan Masyarakat Baduy
Menurut keterangan Bapak Mursyid, Wakil Jaro Baduy Dalam, beliau mengatakan bahwa di lingkungan masyarakat Baduy, jarang sekali terjadi pelanggaran ketentuan adat oleh anggota masyarakatnya. Dan oleh karenanya, jarang sekali ada orang Baduy yang terkena sanksi hukuman, baik berdasarkan hukum adat maupun hukum positif (negara). Jika memang ada yang melakukan pelanggaran, pasti akan dikenakan hukuman. Seperti halnya dalam suatu negara yang ada petugas penegakkan hukum, Suku Baduy juga mempunyai bidang tersendiri yang bertugas melakukan penghukuman terhadap warga yang terkena hukuman. Hukuman disesuaikan dengan kategori pelanggaran, yang terdiri atas pelanggaran berat dan pelanggaran ringan.
Hukuman ringan biasanya dalam bentuk pemanggilan sipelanggar aturan oleh Pu’un untuk diberikan peringatan. Yang termasuk ke dalam jenis pelanggaran ringan antara lain cekcok atau beradu-mulut antara dua atau lebih warga Baduy.
Hukuman Berat diperuntukkan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat. Pelaku pelanggaran yang mendapatkan hukuman ini dipanggil oleh Jaro setempat dan diberi peringatan. Selain mendapat peringatan berat, siterhukum juga akan dimasukan ke dalam lembaga pemasyarakatan (LP) atau rumah tahanan adat selama 40 hari. Selain itu, jika hampir bebas akan ditanya kembali apakah dirinya masih mau berada di Baduy Dalam atau akan keluar dan menjadi warga Baduy Luar di hadapan para Pu’un dan Jaro. Masyarakat Baduy Luar lebih longgar dalam menerapkan aturan adat dan ketentuan Baduy.
Rutannya Orang Baduy, atau lebih tepat disebut tahanan adat, sangat jelas berbeda dengan yang dikenal masyarakat umum di luar Baduy. Rumah Tahanan Adat Baduy bukanlah jeruji besi yang biasa digunakan untuk mengurung narapidana di kota-kota, melainkan berupa sebuah rumah Baduy biasa dan ada yang mengurus/menjaganya. Selama 40 hari sipelaku bukan dikurung atau tidak melakukan kegiatan sama sekali. Ia tetap melakukan kegiatan dan aktivitas seperti sehari-harinya, hanya saja tetap dijaga sambil diberi nasehat, pelajaran adat, dan bimbingan. Uniknya, yang namanya hukuman berat disini adalah jika ada seseorang warga yang sampai mengeluarkan darah setetes pun sudah dianggap berat. Berzinah dan berpakaian ala orang kota, sebagaimana kita berpakaian di masyarakat kota, juga termasuk pelanggaran berat yang harus diberikan hukuman berat. Ah, ternyata…..! masyarakat Baduy tidak pernah berkelahi sama sekali, paling hanya cekcok mulut saja.
Setelah melihat dan melakoni sepenggal perjalanan ini, kami memahami bagaimana patuhnya masyarakat Baduy terhadap segala peraturan yang telah ditetapkan oleh Pu’un mereka. Kepatuhan dan ketaatan itu dijalani dengan “enjoy” tanpa penolakkan apapun. Hasilnya? Kekaguman akan dirasakan oleh semua orang yang berkunjung ke sana; mereka amat rukun, damai, dan sangat sejahtera untuk ukuran kecukupan kebutuhan hidup sehari-hari. Itulah yang kami rasakan sebagai kesimpulan dari perjalanan menyelami salah satu suku tradisional yang tinggal tidak seberapa jauh dari metropolitan Jakarta.
Perkampungan Baduy dihuni oleh komunitas yang selain kental dengan ketentuan adat, mereka juga murah senyum loh….! Secara jujur, setiap kita enggan berpaling dari pandangan kepada sosok Orang Baduy, terutama yang tinggal di Baduy Dalam. Ternyata wajah dan tubuh Orang Baduy sangat bersih tanpa cacad dan noda! Seperti wajah Bapak Mursyid, Wakil Jaro Baduy Dalam yang sempat kami temui itu, tidak ada yang namanya jerawat menempel di wajahnya, amat mulus walaupun mereka mandi tidak diperbolehkan menggunakan sabun, shampoo serta sikat gigi.
Setiap Orang Baduy Dalam yang kami jumpai di perjalanan, juga memiliki penampilan tubuh yang sama, bersih, jernih, tanpa kudis, kurap dan sebagainya. Seperti halnya para lelaki, wanita Baduy pun memiliki badan yang putih, bersih, tanpa noda dan cantik-cantik. Tapi sayang, kita sebagai masyarakat luar Baduy, yang bukan dari suku Baduy Dalam maupun Baduy Luar tidak diperbolehkan untuk meminang gadis Baduy. “
Sumber: http://humaspdg.wordpress.com/2010/05/03/menelusuri- kebudayaan-baduy/
3. Adat Istiadat Masyarakat Baduy
a. Mata Penceharian
Mata pencarian masyarakat Baduy yang paling utama adalah
bercocok tanam padi huma dan berkebun serta membuat kerajinan
koja atau tas dari kulit kayu, mengolah gula aren, tenun dan sebagian
kecil telah mengenal berdagang.
Kepercayaan yang dianut masyarakat Kanekes adalah Sunda
Wiwitan.didalam baduy dalam, Ada semacam ketentuan tidak tertulis
bahwa ras keturunan Mongoloid, Negroid dan Kaukasoid tidak boleh
masuk ke wilayah Baduy Dalam. Jika semua ketentuan adat ini di
langgar maka akan kena getahnya yang disebut kuwalat atau pamali
adalah suku Baduy sendiri.
Inti dari kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh
atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari
orang Kanekes. Isi terpenting dari ‘pikukuh’ (kepatuhan) Kanekes
tersebut adalah konsep “tanpa perubahan apapun”, atau perubahan
sesedikit mungkin:
“Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang
disambung”
(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak
boleh disambung)
suku Baduy memiliki tata pemerintahan sendiri dengan kepala suku
sebagai pemimpinnya yang disebut Puun berjumlah tiga orang.
Pelaksanaan pemerintahan adat kepuunan dilaksanakan oleh jaro yang
dibagi kedalam 4 jabatan yang setiap jaro memiliki fungsi dan
tugasnya masing-masing. Yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro
tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertanggung jawab
pada pelaksanaan hukum adat pada warga tangtu dan berbagai macam
urusan lainnya. Jaro dangka bertugas menjaga, mengurus, dan
memelihara tanah titipan leluhur yang ada di dalam dan di luar
Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah
dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan
dari jaro duabelas ini disebut sebagai jaro tanggungan. Adapun jaro
pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara
masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam
tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua
kampong
b. Hukum di didalam Masyarakat Baduy
Hukuman disesuaikan dengan kategori pelanggaran, yang terdiri atas
pelanggaran berat dan pelanggaran ringan. Hukuman ringan biasanya
dalam bentuk pemanggilan sipelanggar aturan oleh Pu’un untuk
diberikan peringatan. Yang termasuk ke dalam jenis pelanggaran
ringan antara lain cekcok atau beradu-mulut antara dua atau lebih
warga Baduy.
Hukuman Berat diperuntukkan bagi mereka yang melakukan
pelanggaran berat. Pelaku pelanggaran yang mendapatkan hukuman
ini dipanggil oleh Jaro setempat dan diberi peringatan. Selain
mendapat peringatan berat, siterhukum juga akan dimasukan ke dalam
lembaga pemasyarakatan (LP) atau rumah tahanan adat selama 40
hari. Selain itu, jika hampir bebas akan ditanya kembali apakah
dirinya masih mau berada di Baduy Dalam atau akan keluar dan
menjadi warga Baduy Luar di hadapan para Pu’un dan Jaro.
Masyarakat Baduy Luar lebih longgar dalam menerapkan aturan adat
dan ketentuan Baduy.
Menariknya, yang namanya hukuman berat disini adalah jika ada
seseorang warga yang sampai mengeluarkan darah setetes pun sudah
dianggap berat. Berzinah dan berpakaian ala orang kota.
Banyak larangan yang diatur dalam hukum adat Baduy, di antaranya
tidak boleh bersekolah, dilarang memelihara ternak berkaki empat, tak
dibenarkan bepergian dengan naik kendaraan, dilarang memanfaatkan
alat eletronik, alat rumah tangga mewah dan beristri lebih dari satu.
c. Segi Berpakaian
Dari segi berpakain, didalam suku baduy terdapat berbedaan dalam
berbusana yang didasarkan pada jenis kelamin dan tingkat kepatuhan
pada adat saja, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar.Untuk Baduy
Dalam, para pria memakai baju lengan panjang yang disebut jamang
sangsang, Potongannya tidak memakai kerah, tidak pakai kancing dan
tidak memakai kantong baju. Warna busana mereka umunnya adalah
serba putih.
Untuk bagian bawahnya menggunakan kain serupa sarung warna biru
kehitaman, yang hanya dililitkan pada bagian pinggang. Serta pada
bagian kepala suku baduy menggunakan ikat kepala berwarna putih.
bagi suku Baduy Luar, busana yang mereka pakai adalah baju
kampret berwarna hitam. Ikat kepalanya juga berwarna biru tua
dengan corak batik. Terlihat dari warna, model ataupun corak busana
Baduy Luar, menunjukan bahwa kehidupan mereka sudah
terpengaruh oleh budaya luar. Sedangkan, untuk busana yang dipakai
di kalangan wanita Baduy dalam maupun Baduy Luar tidak terlalu
menampakkan perbedaan yang mencolok. Mereka mengenakan
busana semacam sarung warna biru kehitam-hitaman dari tumit
sampai dada. Bagi wanita yang sudah menikah, biasanya membiarkan
dadanya terbuka secara bebas, sedangkan bagi para gadis buah
dadanya harus tertutup.