BUDAYA KERJA PELAYANAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP …
Transcript of BUDAYA KERJA PELAYANAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP …
BUDAYA KERJA PELAYANAN TENAGA KESEHATAN
TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI POLI PENYAKIT DALAM
RSUD CUT NYAK DHIEN MEULABOH
TAHUN 2015
SKRIPSI
ITA YULIANA
NIM: 06C10104322
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH-ACEH BARAT
2015
BUDAYA KERJA PELAYANAN TENAGA KESEHATAN
TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI POLI PENYAKIT DALAM
RSUD CUT NYAK DHIEN MEULABOH
TAHUN 2015
SKRIPSI
ITA YULIANA
NIM: 06C10104322
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
MEULABOH-ACEH BARAT
2015
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki
peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Peran strategis ini didapat karena rumah sakit adalah
fasilitas kesehatan yang padat teknologi dan padat pakar. Peran tersebut dewasa
ini makin menonjol mengingat timbulnya perubahan-perubahan epidemiologi
penyakit, perubahan struktur demografis, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK), perubahan struktur sosial-ekonomi masyarakat dan pelayanan
yang lebih berkualitas, ramah dan sanggup memenuhi kebutuhan mereka yang
menuntut perubahan pola pelayanan kesehatan di Indonesia. Selain itu, rumah
sakit adalah fasilitas, institusi dan organisasi yang padat teknologi dan sumber
daya manusia (Aditama, 2002).
Rumah Sakit merupakan organisasi sektor publik di mana faktor sumber
daya manusia mempunyai peran penting dalam organisasi guna menunjang
pencapaian tujuan organisasi itu sendiri. Tujuan dan sasaran fundamental dari
organisasi sektor publik terkait erat dengan perencanaan jangka panjang, di mana
terjadi perubahan dan ketidakpastian situasi lingkungati. Hal ini menuntut setiap
organisasi untuk selalu proaktif dalam mempertahankan eksistensinya, untuk itu
diperlukan karakteristik manajemen yang mampu membawa organisasi dalam
keseimbangan antara sumber daya internal dengan tuntutan eksternal, artinya
2
dalam organisasi hendaknya ada suatu aturan sehingga pegawai dapat
memberikan pelayanan secara maksimal dengan budaya organisasi yang telah ada
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat (Djojodibroto, 1999).
Usaha membina dan mengarahkan pegawai suatu organisasi dalam usaha
pencapaian tujuan lembaga secara keseluruhan tidak terlepas dari adanya
prosedur, ataupun peraturan-peraturan yang mengikat pegawai tersebut sebagai
anggota organisasi. Dengan kata lain, dalam pelaksanaan pekerjaan, pegawai
harus bisa bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang telah diatur
bersama yang disebut dengan budaya organisasi. Usaha penerapan nilai-nilai dan
norma-norma yang telah diatur dalam organisasi tidak terlepas dari peran
pemimpin yang ada dalam organisasi tersebut (Pohan, 2003).
Yoas Wiener (2007) berargumen bahwa efektivitas budaya perusahaan
sangat berpengaruh pada efektivitas pelaksanaan tugas dan peran manajemen
perusahaan lebih lanjut lagi, efektivitas budaya-budaya perusahaan terkait secara
positif dengan kinerja seluruh individu yang terdapat di dalam perusahaan.
Budaya kerja yang berlaku dalam suatu instansi akan mengatur setiap pegawai
dan juga dapat membuat budaya kerja lebih terarah pada pencapaian tujuan. Hal
ini disebabkan, budaya kerja pada prinsipnya adalah sebagian pola perilaku yang
diadopsi oleh suatu lingkungan kerja yang di sepakati. Sedangkan budaya
organisasi mengacu ke suatu sistem maunya bersama yang diatur oleh anggota-
anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain.
Lebih lanjut budaya kerja secara umum sebagai kelompok pola pikir dasar
atau program mental yang dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan
3
kerja sama manusia yang dimiliki suatu golongan masyarakat. Budaya kerja dapat
di bagi menjadi sikap terhadap pekerjaan dan perilaku pada waktu bekerja.
Dengan demikian budaya kerja merupakan bagian dari budaya organisasi. Hal ini
disebutkan dalam bekerja, setiap pegawai harus patuh dan tunduk pada nilai-nilai
dan norma-norma yang berlaku dalam organisasi tempat mereka bekerja. Budaya
kerja yang berlaku dan diatur oleh anggota organisasi akan dapat memberikan
kontribusi bagi lembaga melalui perbaikan sikap dan perilaku pegawai dalam
melaksanakan beban pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Oleh karena itu,
pelaksanaan budaya kerja dan pelayanan yang baik dalam sebuah organisasi akan
membuat masyarakat merasa puas terhadap organisasi tersebut (Yoas Wiener,
2007).
Terkait dengan dunia jasa rumah sakit yang notabenya merupakan sebuah
bisnis yang sangat mengutamakan keselamatan dan kepuasan pelanggan, maka
rumah sakit dituntut untuk selalu berusaha meningkatkan pelayanannya dan
melakukan inovasi secara terus menerus agar hubungan kepercayaan antara rumah
sakit dan pelanggan akan tetap terjaga. Untuk itu rumah sakit perlu melakukan
riset pemasaran untuk mengevaluasi kinerja dan kualitas pelayanannya dan apa
yang diharapkan oleh seorang pelanggan terhadap pelayanan rumah sakit tersebut.
Pelanggan rumah sakit akan merasa puas apabila pelayanan yang diinginkan
pelanggan terpenuhi dengan baik dan dapat menambah kepercayaan mereka
terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit (Yoas Wiener,
2007).
4
Kepuasan pelanggan yang tinggi, akan menciptakan kelekatan emosional
terhadap suatu barang atau jasa tertentu, bukan hanya kesukaan rasional saja.
Hasilnya adalah kesetiaan pelanggan atau loyalitas pelanggan yang tinggi.
Kepuasan dan ketidakpuasan merupakan perbedaan antara harapan dan kinerja
yang dirasakan. Kepuasan pelanggan berarti bahwa kinerja suatu barang atau jasa
sekurang-kurangnya sama dengan apa yang diharapkan (Wijono, 1999).
Namun pada kenyataannya dimasa sekarang ini banyak sekali keluhan dari
para pasien yang muncul berkaitan dengan pelayanan yang diberikan oleh petugas
rumah sakit. Keluhan pasien ini muncul dikarenakan tidak sesuainya kenyataan
dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pihak rumah sakit yaitu melayani
dengan ramah, kecepatan, dan ketanggapan serta komunikasi yang baik antara
pasien dengan petugas, Hal ini semakin menandakan bahwa sesungguhnya
kepuasan pelanggan belum terpenuhi. Oleh karena itu, untuk memenuhi atau
memuaskan para pelanggan rumah sakit, maka diperlukan pembenahan yang
dilakukan oleh pihak penyedia layanan rumah sakit dan diantaranya tentang
kualitas layanan (Yoas Wiener, 2007).
Berdasarkan data kepegawaian RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh
dilihat secara umum jumlah keseluruhan adalah berjumlah 656 orang
yang terdiri dari 181 laki-laki dan 475 perempuan. Berdasarkan status
kepegawaian yaitu, PNS (363 orang), THL JKN (25 orang), THL Pemda
(41 orang), THL Dokter (9 orang), dan Suka Rela (237 orang).
5
Berdasarkan kriteria jumlah tenaga perawat yaitu 230 orang dan
tenaga bidan 110 orang. Tenaga perawat di ruang rawat inap yaitu 190 dan 40
tenaga perawat di ruang rawat jalan.
Berdasarkan jumlah tenaga medis (dokter) yaitu, dokter spesialis 18 orang,
terdiri dari spesialis penyakit dalam 2 orang, spesialis anak 3 orang, spesialis
kandungan 2 orang, spesialis bedah 2 orang, spesialis syaraf, spesialis mata,
spesialis jiwa, spesialis anestesi, spesialis kulit kelamin, spesialis THT, spesialis
jantung dan spesialis pathologi klinik masing-masing 1 orang (Kepegawaian
RSUCND Meulaboh, 2015).
Jumlah kunjungan rawat jalan dari tahun 2011 sampai dengan 2014
sebagai berikut: tahun 2011 (60.540) kunjungan, tahun 2012 (61.098) kunjungan,
tahun 2013 (63.298) kunjungan dan tahun 2014 sampai bulan Mei yaitu 25.898
kunjungan.
Jumlah kunjungan rawat inap dari tahun 2011 sampai 2014 sebagai
berikut: tahun 2011 (10.498), tahun 2012 (12.424), tahun 2013 (13.177) dan tahun
2014 sampai bulan Juni yaitu 7.150 kunjungan rawat inap.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah budaya kerja
pelayanan tenaga kesehata terhadap kepuasan pasien di Poli Penyakit Dalam
RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Tahun 2015.
6
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimanakah budaya kerja pelayanan tenaga kesehatan terhadap kepuasan pasien
di Poli Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan disiplin terhadap kepuasan pasien di Poli
Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.
2. Untuk mengetahui hubungan dedikasi terhadap kepuasan pasien di Poli
Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.
3. Untuk mengetahui hubungan bekerjasama terhadap kepuasan pasien di
Poli Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.
4. Untuk mengetahui hubungan tanggungjawab terhadap kepuasan pasien di
Poli Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.
1.4 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara disiplin terhadap kepuasan pasien di Poli Penyakit
Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.
2. Ada hubungan antara dedikasi terhadap kepuasan pasien di Poli Penyakit
Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.
3. Ada hubungan antara bekerjasama terhadap kepuasan pasien di Poli
Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.
7
4. Ada hubungan antara tanggungjawab terhadap kepuasan pasien di Poli
Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Bahan masukan bagi Direktur RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh dalam
menetapkan kebijakan yang berhubungan dengan upaya melaksanakan
budaya kerja yang telah terprogram dan peningkatan pelayanan tenaga
kesehatan.
2. Bahan masukan bagi Tenaga Kesehatan mengenai pelayanan yang telah
diberikan kepada pasien yang mengunjungi Poli Penyakit Dalam RSUD
Cut Nyak Dhien Meulaboh.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Mengetahui bagaimana budaya kerja dan pelayanan tenaga kesehatan di
Poli Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh terhadap kepuasan
pasien.
2. Menambah wawasan, pengalaman dan aplikasi ilmu secara objektif bagi
peneliti tentang pentingnya pelaksanaan budaya kerja dan pelayanan
terutama di bidang kesehatan.
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Kepuasan
Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang
merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk yang
dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang (Djoko Wijono, 1999).
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul
setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu
produk dan harapan-harapannya (Philip Kotler. 2002). Kunci dari kepuasan adalah
kualitas pelayanan yang dipersepsikan pelanggan.
Philip Kotler dalam bukunya Managemen Pemasaran (2002), memberikan
definisi tentang kepuasan pelanggan (costumer satisfaction), kepuasan adalah
tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari
membandingkan penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam
hubungannya dengan harapan sesorang.
Ada tingkatan kepuasan yaitu; tingkatan pertama bila penampilan kurang
dari harapan, pelanggan tidak dipuaskan tingkatan kedua, bila penampilan
sebanding dengan harapan pelanggan puas; tingkatan ketiga, bila penampilan
melebihi harapan pelanggan amat puas. Kepuasan pelanggan adalah respon
pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan
dengan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaian (Susi Utami W,
I998).
9
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai
akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya setelah Pasien
membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Pengukuran tingkat
kepuasan pasien dapat diukur secara kuantitatif ataupun kualitatif. Pengukuran
tingkat kepuasan dapat dilakukan dengan membuat kuesioner yang berisi aspek-
aspek pelayanan kesehatan yang dianggap penting oleh pasien (Imbalo S Pohan.
2003).
Faktor-faktor yang menyebabkan pelanggan (pasien) merasakan puas dan
tidak puas itu dapat terjadi karena dua hal yaitu faktor yang berasal dari diri
pelanggan dan faktor yang berasal dari produk. Faktor-faktor yang berasal dari dalam
diri pelanggan sering disebut persepsi atau tanggapan terhadap produk atau
outcome sedangkan faktor-faktor yang terdapat pada produk berupa atribut produk
(jasa). Atribut produk, adakalanya dapat dilihat, didengar atau dirasakan oleh
panca indera manusia dalam hal ini produknya adalah pelayanan kesehatan.
Produk yang memiliki kualitas yang bagus/baik dapat memberikan kepuasan bagi
pelanggan (Sumadi, 2001).
Djoko Wijono ( 1999) menyatakan kepuasan pelanggan dipengaruhi
banyak faktor antara lain :
1. Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat pertama
kali datang atau berkunjung.
2. Mutu informasi yang di terima, seperti apa yang dikerjakan, apa yang di
harap.
3. Prosedur perjanjian.
10
4. Waktu tunggu.
5. Outcome terapi dan perawatan yang di terima.
Kepuasan pelanggan akan dapat terbentuk jika perusahaan dapat
memberikan pelayanan yang berkualitas. Kunci dari kepuasan adalah kualitas
pelayanan yang dipersepsikan oleh pelanggan.
Mengukur kepuasan pelanggan dapat dilihat dari puas atau tidak puasnya.
Puas dan tidak puasnya pelanggan tergantung pada sikap terhadap ketidaksesuaian
(rasa senang atau tidak senang) dan tingakatan dari pada evaluasi baik atau tidak
untuk dirinya, melebihi atau dibawah standar.
Standar adalah suatu harapan di mana nilai yang diharapakan akan
terwujud, sebelumnya lebih dulu melakukan pembelian atau menggunakan.
Standar dapat berupa penampilan yang diperkirakan, berdasarkan norma dalam
pengalaman, kewajaran, nilai-nilai, toleransi minimum, kepantasan, dan keinginan
atau janji penjual. Pasien akan mengukur kinerja pelayanan kesehatan yang
diperolehnya dengan menggunakan standar pribadinya, yaitu standar tidak resmi
dan tidak tertulis, disini dapat dilihat pada diagram mengenai kepuasan pelanggan.
Tingkat kepuasan pelanggan sangat tergantung pada mutu suatu produk, dalam
buku ini produk bisa berarti barang atau jasa. Mengukur tingkat kepuasan sangat
perlu walaupun tidak semudah mengukur berat badan atau tunggi badan. Alat
yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan ialah daftar pertanyaan
(questioner).
11
Menurut Mazt dan Usry (2002), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pernyataan kepuasan pasien yaitu latar belakang pasien yang berbeda-beda adalah
sebagai berikut :
1. Umur
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yaitu usia 15-64 tahun.
Semuanya memberikan kepribadian yang berbeda-beda terhadap
pelayanan kesehatan.
2. Pendidikan
Pendidikan dan pengetahuan pasien yang kurang, membutuhkan lebih
banyak perhatian khusus. Setiap orang akan memperhatikan aspek yang
berbeda dari objek yang mereka temui, sesuai dengan pengalaman masa
lalu, keahlian dan minatnya masing-masing. Pendidikan seseorang
mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi segala sesuatu.
3. Pekerjaan
Pasien yang mempunyai jenis pekerjaan yang berbeda-beda dan tingkat
penghasilan yang berbeda pula.
4. Jenis kelamin
Emosi seseorang jelas mempengaruhi persepsi seseorang. Laki-laki
cenderung bisa mengendalikan emosinya dibanding dengan wanita.
12
2.2 Budaya Kerja
2.2.1 Pengertian Budaya Kerja
Dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak akan terlepas dari
lingkungannya. Kepribadian seseorang akan dibentuk pula oleh lingkungannya,
dan agar kepribadian tersebut mengarah kepada sikap dan perilaku yang positif
tentunya harus didukung oleh suatu norma yang diakui tentang kebenarannya dan
dipatuhi sebagai pedoman dalam bertindak (Gunaidi, 2006).
Pada dasarnya manusia atau seseorang yang berada dalam kehidupan
organisasi berusaha untuk menentukan dan membentuk sesuatu yang dapat
mengakomudasi kepentingan semua pihak, agar dalam menjalankan aktivitasnya
tidak berbenturan dengan berbagai sikap dan perilaku dari masing-masing
individu. Sesuatu yang dimaksud tidak lain adalah budaya di mana individu
berada seperti, nilai, keyakinan, anggapan, harapan dan sebagainya (Gunaidi,
2006).
Budaya dalam arti sempit adalah seni (art), sedangkan dalam arti luas
budaya berarti segala sesuatu hasil cipta, rasa, dan karsa manusia baik berupa
nilai-nilai, gagasan atau ide pemikiran hingga barang- barang fisik buatan manusia
yang tujuannya untuk memelihara dan mempertahankan kehidupanya. Dengan
demikian budaya merupakan hasil kesepakatan bersama dalam berinteraksi antara
anggota atau masyarakat dalam suatu lingkungan tertentu (Triguno, 2004).
Menurut Hofstede dan Ramsey (2007), “Budaya merupakan berbagai
interaksi dari cirri-ciri kebiasaan yang mempengaruhi kelompok-kelompok orang
dalam lingkungannya”. Jadi budaya mengandung apa yang boleh dilakukan atau
13
tidak boleh dilakukan sebagai suatu pedoman yang dipakai untuk menjalankan
aktivitas organisasi.
Pada dasarnya budaya kerja dalam perusahaan/organisasi merupakan alat
untuk mempersatukan setiap individu yang melakukan aktivitas secara bersama-
sama. Mengingat budaya kerja merupakan suatu kesepakatan bersama para
anggota dalam suatu organisasi atau perusahaan sehingga mempermudah lahirnya
kesepakatan yang lebih luas untuk kepentingan perorangan. Keutamaan budaya
kerja merupakan pengendali dan arah dalam membentuk sikap dan perilaku
manusia yang melibatkan diri dalam suatu kengiatan organisasi (Hofstede dan
Ramsey, 2007).
Secars individu maupun kelompok seseorang tidak akan terlepas dengan
budaya kerja dan pada umumnya mareka akan dipengaruhi oleh keanekaragaman
sumber-sumber daya yang ada sebagai stimulus seseorang bertindak. Berbagai
tindakan yang dilakukan oleh seseorang tentunya berbeda-beda dalam bentuk
prilakunya. Dalam organisasi implementasi budaya dirupakan dalam bentuk
perilaku (Hofstede dan Ramsey, 2007).
Pakar budaya kerja Anugrah Pakatti dalam Gunaidi (2006) menyebutkan,
budaya kerja sebagai perangkat keyakinan dasar dan nilai yang terlembagakan
dalam suatu organisasi. Pada dasarnya budaya kerja secara umum adalah sebagai
sekelompok pola pikir dasar atau program mental yang dimanfaatkan untuk
meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki suatu golongan
masyarakat.
14
Unsur-unsur yang terdapat di dalam budaya kerja diantaranya meliputi
beberapa indikator yaitu kerajinan dalam bekerja, dedikasi terhadap perusahaan,
rasa tanggung jawab terhadap tugas, ketelitian dan kecermatan dalam melaksanakan
tugas, kemauan untuk mempelajari tugas dan melaksanakan kewajiban dan mau
membantu di antara sesama rekan kerja. Baik tidak baiknya budaya kerja seorang
pegawai dapat dilihat dari tingkat produktivitas atau pelayanan yang diberikan dan
disamping itu juga produktivitas kerja seorang pegawai tidak hanya dapat
dipengaruhi oleh kemampuan kerja yang dimilikinya, akan tetapi juga terkait erat
dengan budaya kerja yang berlaku di tempat kerja (Ndraha, 2007).
Menurut pendapat Terry (2006) menyatakan “Melaksanakan budaya kerja
akan mempuyai arti yang sangat dalam karena akan merubah sikap dan perilaku
sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam
menghadapi tantangan masa depan. Unjuk kerja (job performance) yang baik
dapat dipengaruhi oleh kecakapan dan motivasi, tanpa kecakapan dan motivasi
maka pegawai akan menjadi kurang produktif dalam bekerja yang mengakibatkan
terjadinya kemalasan dan kebosanan dalam bekerja, karena itu tingkat upah akan
memacu kecakapan motivasi dan kecakapan pegawai dalam bekerja sehingga
produktivitas kerjapun akan menjadi lebih baik untuk mencapai tujuan optimal
perusahaan”.
Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa budaya kerja sebenarnya identik
dengan nilai-nilai yang dianut pegawai dalam melakukan pekerjaan dalam suatu
organisasi tempat pegawai tersebut bekerja, nilai-nilai atau keyakinan tersebut
sudah membudaya dalam suatu organisasi dan dapat menjadi budaya yang berlaku
15
dalam organisasi itu sendiri, budaya kerja disesuaikan dengan kebutuhan
organisasi dengan harapan dapat memberi kontribusi bagi pencapaian tujuan
organisasi itu sendiri dalam kaitannya dengan budaya kerja yang berlaku di
indonesia (Terry, 2006).
Di Indonesia budaya kerja adalah sesuatu yang abstrak tidak dapat dilihat
tapi ia dapat dilaksanakan manfaatnya dapat dirasakan menurutnya konsep budaya
kerja yang ditetapkan perusahaan atau lembaga besar diluar negeri telah
diterjemahkan dalam suatu aktivitas yang rill, jauh sekali dari kesan abstrak dalam
memunculkan konsep budaya tersebut dari pendapat di atas jelas bahwa
pandangan terhadap budaya kerja bagi pengelola perusahaan di Indonesia berbeda
dengan pandangan perusahaan yang ada di luar negeri, perusahaan di Indonesia
cenderung menilai bahwa budaya kerja merupakan sesuatu yang abstrak
sebaliknya konsep budaya kerja yang diterapkan perusahaan besar di luar negeri
telah diterjemahkan dalam sebuah aktivitas yang rill jauh sekali dari kesan abstrak
dalam memunculkan konsep budaya kerja tersebut dengan demikian jelaslah
bahwa penekanan budaya kerja bagi perusahaan besar diluar negeri lebih diaggap
sebagai aktivitas yang nyata dan menjadi paduan bagi pegawai dalam
melaksanakan pekerjaan, akibatnya pegawai akan terlatih dalam kelompok budaya
kerja yang berlaku dalam suatu organisasi yang diwujudkan dalam sikap dan
perilaku dalam melaksanakan pekerjaan (Terry, 2006).
16
2.2.2 Karakteristik Budaya Kerja
Budaya kerja itu berkaitan dengan cara karyawan mempersepsikan
karakteristik budaya kerja, bukannya dengan apakah mareka mempuyai budaya
itu atau tidak. Artinya, budaya itu merupakan istilah deskriptif, pemahaman ini
paling penting karena membedakan konsep budaya dari konsep kepuasan kerja.
Riset terbaru mengemukakan tujuh karakteristik primer bersama-sama,
mengungkap hakekat dari budaya kerja (Robbin, 2006) yaitu :
1. Inovasi dan pengambilan resiko.
Sejauh mana para karyawan didorong agar inovatif dan mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap detail.
Sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi
(kecermatan), analisis dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil.
Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada
teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
4. Orientasi orang.
Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil pada
orang-orang didalam organisasi itu.
5. Orientasi tim.
Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasarkan tim, bukannya
berdasarkan individu.
6. Keagresifan.
Sejauh mana orang-orang agresif, kompetitif dan bukannya santai-santai.
17
7. Kemampuan.
Sejauh mana kegiatan keorganisasi menekankan dipertahankanya status
kualitas bukannya pertumbuhan.
Setiap karakteristik tersebut berada dalam tingkatan dari rendah ke
tingkatan yang lebih tinggi. Dengan menilai suatu organisasi berdasarkan tujuh
karakteristik ini, akan diperoleh gambaran gabungan atas budaya kerja itu.
Gambaran itu menjadi dasar bagi pemahaman bersama yang dimiliki para anggota
mengenai organisasi itu, cara penyelesaian urusan didalamnya, dan cara
berperilaku bagi para anggota organisasi.
2.2.3 Terbentuknya Budaya Kerja
Budaya kerja terbentuk dari satuan kerja atau organisasi berdiri, "being
developed as they learn to cope with problems of external adaption and internal
integration". Artinya pembentukan budaya kerja terjadi tatkala lingkungan kerja
atau organisasi belajar menghadapi masalah, baik yang menyangkut perubahan-
perubahan eksternal maupun internal yang menyangkut persatuan dan kebutuhan
organisasi" (Robbin, 2006).
Perlu bertahun-tahun, bahkan puluhan dan ratusan tahun untuk
membentuk budaya kerja. Pembentukan budaya kerja diawali oleh para pendiri
(founder) atau pimpinan paling atas (top management) atau pejabat yang ditunjuk,
di mana besarnya pengaruh yang dimiliki akan menentukan suatu cara tersendiri
apa yang dijalankan dalam satuan kerja atau organisasi yang dipimpinya".
Gambar berikut merupakan proses terbentuknya budaya kerja dalam satuan kerja
atau organisasi.
18
Sumber: Robbins (2006)
Gambar : 2.1 Proses Terbentuknya Budaya Kerja
Robbin (2006) menjelaskan : "Budaya kerja dibangun dan dipertahankan
yang ditujukan dari falsafah pendiri atau pimpinanya. Selanjutnya budaya ini
sangat dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam memperkerjakan pegawai.
Bagaimana bentuk sosialisasi akan tergantung kesuksesan yang dicapai dalam
menetapkan nilai-nilai dalam proses seleksi. Namun secara perlahan nilai-nilai
tersebut dengan sendirinya akan terseleksi untuk melakukan penyesuaian terhadap
perubahan yang ada pada akhirnya muncul budaya kerja yang diinginkan
meskipun perubahan budaya kerja memakan waktu lama dan mahal".
Lebih lanjut Robbin (2006), mengatakan bahwa satuan kerja atau
organisasi akan mampu mencapai sukses tertinggi jika ia memiliki :
1. Sasaran-sasaran dan target-target yang agung.
2. Keteguhan tetapi sekaligus fleksibel.
3. Budaya kerja yang dihayati secara fanatik.
Filosofi
Organisasi
Manajemen
Puncak
Kriteria
Sosialisasi
Budaya
19
4. Daya inovasi yang kreatif.
5. Sistem pembagunan sumber daya.
6. Orientasi mutu pada kesempurnaan.
7. Kemampuan untuk terus-menerus belajar dan berubah secara damai.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa satuan kerja dalam
suatu organisasi akan mencapai sukses apabila mempunyai sasaran dan target,
keteguhan, menetapkan budaya kerja, adanya inovasi dari anggota organisasi,
adanya pengembangan sumber daya manusia, orientasi mutu dan kemampuan
secara terus menerus untuk belajar.
Wolseley dan Camplpell dalam Trigono (2004), menyatakan bahwa orang
yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan mempunyai sikap:
1. Menyukai kebebasan, pertukaran pendapat, dan terbuka bagi gagasan-
gagasan baru dan fakta baru dalam usahanya untuk mencari kebenaran.
2. Memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya.
3. Berdasarkan metode ilmu pengetahuan, pemikiran yang kreatif.
4. Tidak menyukai penyimpangan dan pertentangan.
5. Berusaha menyusuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan sosial.
6. Mempersiapkan dirinya dengan pengetahuan umum dan keahlian-keahlian
khusus dalam mengelola tugas atau kewajiban dalam bidangnya.
7. Memahami dan menghargai lingkunganya.
8. Berpartipasi dengan loyal kepada kehidupan rumah tangga masyarakat.
Keberhasilan pelaksanaan program budaya kerja antara lain dapat dilihat
dari peningkatan tanggung jawab peningkatan kedisiplinan dan kepatuhan pada
20
norma atau aturan, terjalinnya komunikasi dan hubungan yang harmonis dengan
semua tingkatan, peningkatan partisipasi dan kepedulian serta peningkatan
kesempatan untuk pemecahan masaalah serta berkurangnya tingkat keluhan.
Menurut Wibowo (2007), "Tanggung jawab merupakan prinsip dasar
dibelakang pengembangan kinerja, pengembangan kinerja didasarkan kepada
anggapan bahwa pekerja dapat mempengaruhi hasilnya dengan memperbaiki
kecakapan dalam kompetensi perilaku".
2.2.4 Efektivitas Budaya Kerja dalam Meningkatkan Kinerja
Apapun bentuknya implementasinya sebuah lembaga harus berlomba-
lomba menjalankan konsep budaya kerja, hal ini disebabkan budaya kerja yang
berlaku dalam suatu organisasi dan dianut serta dijunjung tinggi oleh seluruh
anggota organisasi tersebut akan dapat menjadi panduan dalam melaksanakan
pekerjaan demi tercapainya tujuan organisasi secara keseluruhan.
Menurut Terry (2006), menyatakan bahwa : "Karyawan merasa bahwa
mereka adalah bagian dari perusahaan, mereka akan berusaha semaksimal
mungkin untuk mempertahankan keberhasilan perusahaan tanpa diberi perintah
ataupun dimonitor ketat, mereka memjalankan tugasnya dengan cara yang terbaik
dalam melayani konsumen (masyarakat)".
Rumenggan (2002), menyatakan bahwa "Bila organisasi tidak memiliki
nilai-nilai yang diyakininya organisasi cenderung mempasrahkan dirinya pada
nasib dan sulit untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya, nilai-nilai yang
diyakini oleh kebanyakan organisasi sebagai suatu aturan main yang sah membuat
nilai-nilai itu menjadi budaya".
21
Bagaimanapun juga, organisasi harus memiliki wadah untuk menampung
komponen yang paling vital yaitu manusia yang mempuyai nilai dan norma.
Budaya kerja tetap diyakini mampu memberikan kontribusi positif terhadap
kinerja dan pelayanan pegawai pada lembaga tertentu.
Selanjutnya Schermerhorn, Hunt dan Osborn (2001), menyatakan ada dua
fungsi budaya kerja bagi suatu lembaga yaitu sebagai instrumen eksternal
adaptation dan internal integration, dalam external adaptation budaya kerja
berfungsi sebagai: 1) penunjuk pencapaian tujuan dan; 2) pedoman dalam
menghadapi pihak luar. dalam hal ini budaya kerja berfungsi bagi suatu lembaga
dalam menghadapi kondisi external organisasi, seringkali kondisi ini
mempengaruhi bahkan mengombang-ambingkan suatu lembaga, pada konteks
inilah budaya kerja diproyeksikan mampu memberikan kekuatan bagi upaya
menjaga eksitensi lembaga tersebut.
Budaya kerja yang mampu memberikan petunjuk ini bermanfaat untuk
menuntun perilaku. Menurut Douglas Me. Gregor dalam Hasibuan (2006),
"Apabila prestasi kerja pegawai setelah mengikuti pengembangan baik kualitas
maupun kuantitas kerjanya meningkat maka berarti metode pengembangan yang
ditetapkan cukup baik, tetapi apabila kedisiplinan tidak meningkat maka metode
pengembangan yang ditetapkan kurang baik, jadi periu diadakan perbaikan".
2.3 Perilaku Masyarakat dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Soekidjo Notoatmojdo (2003), berpendapat: "Perilaku terhadap sistem
pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap sistem pelayanan
22
kesehatan baik sistem pelayan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini
menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas
kesehatan dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap
dan penggunanan fasilitas, petugas dan obat-obatan. Perilaku kesehatan hal-hal
yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya".
Menurut Green dalam Soekidjo Notoatmojdo (2003), ada beberapa faktor
yang mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu :
1. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang mencakup pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai yang terdapat dalam diri
individu/masyarakat.
2. Faktor pendukung (enabling factor) adalah ketersediaan fasilitas kesehatan
dan kemudahan untuk mencapainya.
3. Faktor pendorong (reinforcing factor) adalah sikap dan pelayanan petugas
kesehatan.
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, persepsi, kepercayaan, tradisi dan sebagainya.
2.4 Tenaga Kesehatan
Menurut Permenkes No.262/1979 yang dimaksud dengan tenaga medis
adalah lulusan Fakultas Kedokteran atau Kedokteran Gigi dan "Pascasarjana"
yang memberikan pelayanan medik dan penunjang medik. Sedangkan menurut PP
No.32 Tahun 1996 Tenaga Medik termasuk tenaga kesehatan. Berdasarkan
23
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan tersebut, yang dimaksud dengan tenaga medis meliputi dokter dan
dokter gigi. Tenaga medis adaiah mereka yang profesinya dalam bidang medis
yaitu dokter, physician (dokter fisit) maupun dentist (dokter gigi).
Tenaga kesehatan adalah semua orang yang bekerja secara aktif dan
profesional di bidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan
maupun tidak, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam
melakukan upaya kesehatan. Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), tenaga
kesehatan merupakan pokok dari subsistem SDM kesehatan, yaitu tatanan yang
menghimpun berbagai upaya perencanaan, pendidikan dan pelatihan, serta
pendayagunaan kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Unsur utama
dari subsistem ini adaiah perencanaan, pendidikan dan pelatihan, dan
pendayagunaan tenaga kesehatan (Depkes 2004).
Tenaga medis adalah tenaga ahli kedokteran dengan fungsi utamanya
adaiah memberikan pelayanan medis kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya
dengan menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik
yang berlaku serta dapat dipertanggung jawabkan (Depkes 2004).
Dalam hal ini ada beberapa tenaga kesehatan yang bisa kita jelaskan antara
lain adalah :
2.4.1 Dokter
Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana
mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa dan
24
mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam pelayanan kesehatan
(Depkes 2004).
Dokter dan dokter gigi adalah dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi,
dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik
di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Undang-undang No 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 1 ayat 2).
2.4.2 Perawat
Seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di
luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jadi dari pengertian perawat tersebut dapat artikan bahwa seorang dapat dikatakan
sebagai perawat dan mempunyai tanggung jawab sebagai perawat manakala yang
bersangkutan dapat membuktikan bahwa dirinya telah menyelesaikan pendidikan
perawat baik di luar maupun di dalam negeri yang biasanya dibuktikan dengan
ijazah atau surat tanda tamat belajar. Dengan kata lain orang disebut perawat
bukan dari keahlian turun temurun, malainkan dengan memalui jenjang
pendidikan perawat (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1239/MenKes/SK/XI/2001).
2.4.3 Bidan
1. Pengertian Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan
Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara
Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk
diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk
25
menjalankan praktik kebidanan. Bidan diakui sebagai tenaga professional
yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra
perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa
hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas
tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir,
dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan
normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis
atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-
daruratan. Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan
pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada
keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan
antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada
kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan
asuhan anak. Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk
di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya
(IBI).
2.5 Rumah Sakit
2.5.1 Definisi Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis profesional yang
terorganisir serta sarana kedokteran yang menyelenggarakan pelayanan
kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosa serta
26
pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien (American Hospital Association-,
1974 dalam Azwar, 1996).
Wolper dan Pena dalam Azwar (1996), menyatakan bahwa "Rumah sakit
adalah tempat di mana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran
serta tempat di mana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan
berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan". Association of
Haspital Care dalam Azwar (1996), menjelaskan bahwa "Rumah sakit adalah
suatu pusat di mana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan dan penelitian
kedokteran diselenggarakan".
2.5.2 Fungsi Rumah Sakit
Fungsi rumah sakit berdasarkan sistem kesehatan nasional dalam
Djojodibroto (1997), adalah:
1. Memberikan pelayanan rujukan medik spesialistik dan subspesialis.
2. Menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
penyembuhan dan pemulihan pasien.
3. Sarana pendidikan dan pelatihan di bidang kedokteran dan kedokteran gigi
jenjang diploma, dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis
konsultan, magister, doktor dan pendidikan berkelanjutan bidang
kedokteran.
2.5.3 Karakteristik Rumah Sakit
Djojodibroto (1997), menyatakan bahwa organisasi rumah sakit
mempunyai sejumlah sifat atau karakteristik yang tidak dipunyai organisasi
lainnya, antara lain :
27
1. Sebagian besar tenaga kerja rumah sakit adalah tenaga profesional.
2. Wewenang kepala rumah sakit berbeda dengan wewenang pimpinan
perusahaan.
3. Tugas-tugas kelompok profesional lebih banyak dibandingkan tugas
kelompok manajerial.
4. Beban kerjanya tidak bisa diatur.
5. Jumlah pekerjaan dan sifat pekerjaan di unit kerja beragam.
6. Hampir semua kegiatannya bersifat penting.
7. Pelayanan rumah sakit sifatnya sangat individualistik. Setiap pasien harus
dipandang sebagai individu yang utuh, aspek fisik, aspek mental, aspek
sosiokultur dan aspek spiritual harus mendapat perhatian penuh.
8. Pelayanan bersifat pribadi, cepat dan tepat.
9. Pelayanan berjalan terus menerus selama 24 jam dalam sehari.
2.5.4 Jenis Rumah Sakit
Djojodibroto (1997), membagi rumah sakit menjadi beberapa macam,
yaitu menurut :
1. Pemilik.
Rumah sakit dapat dibedakan atas dua macam, yaitu rumah sakit
pemerintah (goverment hospital) dan rumah sakit swasta (privat hospital).
2. Filosofi yang dianut.
Rumah sakit dapat dibedakan atas dua macam, yaitu rumah sakit yang
tidak mencari keuntungan (non-profit hospital) dan rumah sakit yang
mencari keuntungan (profit hospital).
28
3. Jenis pelayanan yang diselenggarakan.
Rumah sakit dapat dibedakan atas dua macam, yaitu rumah sakit umum
(general hospital) yang menyelenggarakan semua jenis pelayanan
kesehatan dan rumah sakit khusus (specially hospital).
4. Lokasi rumah sakit
Rumah sakit dibedakan atas beberapa macam, tergantung dari pembagian
sistem pemerintah yang dianut, misalnya rumah sakit pusat jika lokasinya
di ibukota negara, rumah sakit propinsi jika lokasinya di ibukota propinsi
dan rumah sakit kabupaten jika lokasinya di ibukota kabupaten.
Azwar (1996), menyatakan bahwa rumah sakit di Indonesia jika ditinjau
dari kemampuan yang dimiliki dibedakan menjadi lima macam, yaitu :
1. Rumah sakit kelas A.
Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis secara luas. Rumah sakit
kelas A ditetapkan sebagai tempat pelayanan rumah sakit rujukan tertinggi
(top referral hospital) atau rumah sakit pusat.
2. Rumah sakit kelas B.
Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis luas dan subspesialis terbatas. Rumah sakit
kelas B didirikan di setiap ibu kota propinsi (provincial hospital) yang
menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit
pendidikan yang tidak termasuk kelas A juga diklasifikasikan sebagai
rumah sakit kelas B.
29
3. Rumah sakit kelas C.
Rumah sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis terbatas, yaitu pelayanan penyakit dalam,
pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak dan pelayanan kebidanan dan
kandungan. Rumah sakit kelas C akan didirikan di setiap ibukota
kabupaten (regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari
puskesmas.
4. Rumah sakit kelas D.
Rumah sakit kelas D adalah rumah sakit yang bersifat transisi karena pada
satu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Kemampuan
rumah sakit kelas D hanya memberikan pelayanan kedokteran umum dan
kedokteran gigi. Rumah sakit kelas D juga menampung pelayanan rujukan
yang berasal dari puskemas.
5. Rumah sakit kelas E.
Rumah sakit kelas E adalah rumah sakit khusus (spesial hospital) yang
menyelenggarakan satu macam pelayanan kedokteran saja, misalnya
rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit kanker, rumah sakit
jantung, rumah sakit ibu dan anak, rumah sakit gigi dan mulut dan lain
sebagainya.
2.5.5 Klasifikasi Rumah Sakit
2.5.5.1 Rumah Sakit Umum Kelas A
1. Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis
30
Dasar, 5 (lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas)
Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub
Spesialis.
2. Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas A
sebagaimana dimaksud meliputi; Pelayanan Medik Umum, Pelayanan
Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis
Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik
Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan
Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik, dan Pelayanan
Penunjang Non Klinik.
3. Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan
Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak/Keluarga
Berencana.
4. Pelayanan Gawat Darurat haras dapat memberikan pelayanan gawat
darurat 24 (dua puluh empat) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan
kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat,
melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.
5. Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam,
Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.
6. Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi,
Radiologi, Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik dan Patologi Anatomi.
7. Pelayanan Medik Spesialis Lain sekurang-kurangnya terdiri dari
Pelayanan Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan
31
Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Para, Orthopedi,
Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan Kedokteran Forensik.
8. Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut terdiri dari Pelayanan Bedah Mulut,
Konservasi/Endodonsi, Periodonti, Orthodonti, Prosthodonti, Pedodonsi
dan Penyakit Mulut.
9. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.
10. Pelayanan Medik Subspesialis terdiri dari Subspesialis Bedah, Penyakit
Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi, Mata, Telinga Hidung
Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin,
Jiwa, Paru, Orthopedi dan Gigi Mulut.
11. Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan Intensif, Pelayanan
Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.
12. Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen,
Jasa Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan
Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Pemulasaraan Jenazah,
Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air
Bersih (Peraturan Menkes RI nomor 340/menkes/per/iii/2010).
2.5.5.2 Rumah Sakit Umum Kelas B
1. Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis
Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan)
32
Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik
Subspesialis Dasar.
2. Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas B
sebagaimana dimaksud meliputi; Pelayanan Medik Umum, Pelayanan
Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis
Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik
Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan
Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan
Penunjang Non Klinik.
3. Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan
Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak/Keluarga
Berencana.
4. Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat
darurat 24 (dua puluh empat) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan
kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat,
melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.
5. Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam,
Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.
6. Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi,
Radiologi, Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik.
7. Pelayanan Medik Spesialis Lain sekurang-kurangnya 8 (delapan) dari 13
(tiga belas) pelayanan meliputi Mata, Telinga Hidung Tenggorokan,
Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran
33
Jiwa, Paru, Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan
Kedokteran Forensik.
8. Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut terdiri dari Pelayanan Bedah Mulut,
Konservasi/Endodonsi, dan Periodonti.
9. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.
10. Pelayanan Medik Subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) subspesialis dasar
yang meliputi : Bedah, Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan
Ginekologi.
11. Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan intensif, Pelayanan
Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.
12. Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen,
Jasa Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan
Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Pemulasaraan Jenazah,
Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air
Bersih.
2.5.5.3 Rumah Sakit Umum Kelas C
1. Rumah Sakit Umum Kelas C haras mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis
Dasar dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik.
2. Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas C
sebagaimana dimaksud meliputi; Pelayanan Medik Umum Pelayanan
Gawat Darurat Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis
34
Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan
Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan
Penunjang Non Klinik.
3. Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan
Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak/Keluarga
Berencana.
4. Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat
darurat 24 (dua empat puluh) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan
kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat,
melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.
5. Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam,
Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.
6. Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut minimal 1 (satu) pelayanan.
7. Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi,
Radiologi, Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik.
8. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.
9. Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan intensif, Pelayanan
Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.
10. Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen,
Jasa Boga / Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan
Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Kamar Jenazah, Pemadam
Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih.
35
2.5.5.4 Rumah Sakit Umum Kelas D
1. Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar.
2. Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas D
sebagaimana dimaksud meliputi; Pelayanan Medik Umum, Pelayanan
Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Keperawatan
dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang
Non Klinik.
3. Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan
Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak/Keluarga
Berencana.
4. Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat
darurat 24 (dua puluh empat) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan
kemampuan mclakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat,
melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.
5. Pelayanan Medik Spesialis Dasar sekurang-kurangnya 2 (dua) dari 4
(empat) jenis pelayanan spesialis dasar meliputi Pelayanan Penyakit
Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.
6. Pelayanan Spesialis Penunjang Medik yaitu laboratorium dan Radiologi.
7. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.
8. Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan High Care Unit,
Pelayanan Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.
36
9. Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen,
Jasa Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah,
Gudang, Ambulance, Komunikasi, Kamar Jenazah, Pemadam Kebakaran,
Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih.
2.6 Kerangka Teoritis
Pakar budaya kerja Anugrah Pakarti dalam Gunaidi (2006) menyebutkan,
budaya kerja sebagai perangkat keyakinan dasar dan nilai yang terlembagakan
dalam suatu organisasi. Pada dasarnya budaya kerja secara umum adalah sebagai
sekelompok pola pikir dasar atau program mental yang dimanfaatkan untuk
meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki suatu golongan
masyarakat.
Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit, memulihkan kesehatan, perorangan, keluarga,
kelompok maupun masyarakat (Darmanto Djojodibroto, 1999).
Rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis profesional yang
terorganisir serta sarana kedokteran yang menyelenggarakan pelayanan
kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosa serta
pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien (American Hospital Association
dalam Azwar, 1996).
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai
akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien
37
membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Pengukuran tingkat
kepuasan pasien dapat diukur secara kuantitatif ataupun kualitatif. Pengukuran
tingkat kepuasan dapat dilakukan dengan membuat kuesioner yang berisi aspek-
aspek pelayanan kesehatan yang dianggap penting oleh pasien (Imbalo S Pohan,
2003).
Dari berbagai teori di atas dapat dibuat kerangka teori sebagai berikut
Gambar: 2.2 Kerangka Teori
2.7 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar: 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Budaya Kerja Pelayanan Tenaga
Kesehatan
- Disiplin
- Dedikasi
- Bekerja sama
- Tanggungjawab
Kepuasan Pasien
Filosofi Organisasi yang
Manajemen Puncak
Kriteria
Sosialisasi
Budaya
38
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian survey yang bersifat survey
analitik dengan pendekatan cross-sectional survey yaitu untuk melihat hubungan
budaya kerja pelayanan tenaga kesehatan terhadap kepuasan pasien di Poli
Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh pada waktu bersamaan (point
time).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada Poli Penyakit Dalam RSUD Cut
Nyak Dhien Meulaboh.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian pelaksanaannya dilakukan selama satu bulan yaitu mulai
tanggal 01 September sampai dengan tanggal 30 September 2015.
39
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang berobat jalan di
seluruh Poli Rawat Jalan RSUD Cut Nyak Dhien yang berjumlah rata-rata
perbulan 5.179 kunjungan dan kunjungan pada Poli Penyakit Dalam rata-rata
perbulan berjumlah 575 kunjungan.
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah seluruh pasien yang berobat dan mendapat
pelayanan kesehatan di Poli Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh
pada saat penelitian berlangsung, Jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus
Slovin (Notoatmodjo, 2003) :
86
75.6
575
75.51
575
)1,0(5751
575
)(1
2
2
n
n
n
n
dN
Nn
Jadi sampel (n) = 86 pasien yang berkunjung di Poli Penyakit Dalam
Keterangan :
n : Jumlah sampel minimal
N : Jumlah Populasi yaitu 575 kunjungan.
d : Persentasi kelonggaran ketidaktelitian adalah 10% = 0,1
Teknik penarikan sampel menggunakan acciden sampling yaitu pasien
yang datang berobat di Poli Penyakit Dalam langsung dijadikan sampel saat
40
bertemu dengan peneliti disaat penelitian berlangsung, dengan syarat responden
tersebut bersedia dijadikan sampel.
3.4 Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer.
Data primer adalah data yang didapat langsung oleh si peneliti saat
penelitian berlangsung dengan menggunakan kuesioner atau data yang
berasal dari sampel penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan
metode angket dengan menggunakan instrumen kuesioner.
2. Data Sekunder.
Data sekunder adalah data yang didapatkan secara tidak langsung oleh si
peneliti, misalnya data yang didapatkan dipihak RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh yang berhubungan dengan penelitian ini.
41
3.5 Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
No Variabel
Independen Definisi Operasional
Cara
Ukur
Alat
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
1 Disiplin Ketepatan waktu
tenaga kesehatan
yang bertugas pada
hari tersebut
Wawancara Kuesioner 1. Baik
2. Kurang
Ordinal
2 Dedikasi Tenaga kesehatan
mengorbankan waktu
dan fikiran dalam
melaksanakan
tugasnya
Wawancara Kuesioner 1. Baik
2. Kurang
Ordinal
3 Bekerjasama Petugas kesehatan
saling bekerjasama dalam melaksanakan
tugas dan
memberikan
pelayanan
Wawancara Kuesioner 1. Baik
2. Kurang
Ordinal
4 Tanggung
Jawab
Petugas kesehatan
menjalankan
kewajibannya sebagai
tenaga kesehatan
dengan penuh
tanggung jawab
Wawancara Kuesioner 1. Baik
2. Kurang
Ordinal
No Variabel
Dependen Definisi Operasional
Cara
Ukur
Alat
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
1 Kepuasan
Pasien
Suatu tingkat
perasaan pasien yang timbul sebagai akibat
dari kinerja
pelayanan kesehatan
yang diperoleh
setelah pasien
membandingkannya
dengan apa yang
diharapkan
Wawancara Kuesioner 1. Puas
2. Kurang Puas
Ordinal
42
3.6 Aspek Pengukuran Variabel
3.6.1 Variabel Independen
1. Disiplin Tenaga Kesehatan :
Dibagi menjadi 2 (dua) kategori, dengan menggunakan nilai mean (rata-
rata) yaitu :
a. Baik : Bila skor kurang dari > 4,5.
b. Kurang : Bila skor kurang dari < 4,5.
2. Dedikasi Tenaga Kesehatan :
Dibagi menjadi 2 (dua) kategori, dengan menggunakan nilai mean (rata-
rata) yaitu :
a. Baik : Bila skor kurang dari > 6.
b. Kurang : Bila skor kurang dari < 6.
3. Kerja sama Tenaga Kesehatan :
Dibagi menjadi 2 (dua) kategori, dengan menggunakan nilai mean (rata-
rata) yaitu :
a. Baik : Bila skor kurang dari > 4,5.
b. Kurang : Bila skor kurang dari < 4,5.
4. Tanggung jawab Tenaga Kesehatan :
Dibagi menjadi 2 (dua) kategori, dengan menggunakan nilai mean (rata-
rata) yaitu :
a. Baik : Bila skor kurang dari > 6.
b. Kurang : Bila skor kurang dari < 6.
43
3.6.2 Variabel Dependen
1. Kepuasan Pasien :
Dibagi menjadi 2 (dua) kategori, dengan menggunakan nilai mean (rata-
rata) yaitu :
a. Puas : Bila skor kurang dari > 7,5.
b. Kurang Puas : Bila skor kurang dari < 7,5.
3.7 Teknik Analisis Data
3.7.1 Analisis Univariat
Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan kuantitatif dan kualitatif
yaitu membahas kembali apa yang diperoleh dari lapangan serta kaitannya dengan
tujuan. Penelitian ini dapat diolah dalam bentuk tabulasi dengan mencantumkan
frekuensi dalam persentase jawaban. Proses analisis data meliputi kegiatan-
kegiatan pengorganisasian data dan pembahasan agar ke depan penelitian ini
dapat menjawab seeara sistematis seluruh masalah yang diteliti.
Menurut Arikunto (2002), rumus yang dipergunakan dalam pengolahan
data ini adalah sebagai berikut :
P = x 100%
Dimana :
P = Persentase.
F = Frekuensi.
N = Jumlah sampel.
100 % = Bilangan konstanta.
44
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan satu variabel
independen dengan satu variabel dependen, bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen dengan tanpa
mempertimbangkan variabel independen atau faktor-faktor lainnya. Analisis
bivariat menggunakan uji kai kuadrat (Chi-square), karena semua data diukur
dalam skala katagorik (melihat hubungan antara variabel katagorik dengan
variabel katagorik). Jika ada sel yang mempunyai nilai harapan lebih kecil dari
(kurang dari 5) lebih dari 20% dari jumlah keseluruhan sel, maka uji yang
digunakan ”Fisher’s Exact Test”.
Prinsip dasar uji kai kuadrat adalah membandingkan frekuensi yang terjadi
(observed) dengan frekuensi harapan (expected). Uji statistik Chi-square juga
untuk melihat suatu hubungan (jika ada) antara dua variabel sehingga diperoleh
nilai χ2
dan kemaknaan statistik (nilai p value atau nilai χ2 hitung).
Rumus: χ2
E
EO 2)(
df = (k-1) (b-1)
α = 0,05
Keterangan: O = Frekuensi Observed
E = frekuensi Expected
df = degree of Freedom (derajat kebebasan)
k = Kolom
b = Baris
45
Uji ini dipergunakan untuk membandingkan hasil perhitungan statistik χ2
yang didapat dengan ”critical value” yang ditemukan pada tabel Chi-square.
critical value tersebut tergantung pada yang dipilih (dalam penelitian ini α = 0,05)
dan df nilai χ2
tersebut akan bermakna jika nilai χ2
yang diperoleh dari hasil
perhitungan melebihi nilai critical value dan nilai p value yang diperoleh lebih
kecil dari 0,05 (Hastono, 2007).
Sedangkan ketentuan syarat Uji statistik Chi-square adalah sebagai
berikut:
1. Jika tabel silang yang digunakan 2x2, maka nilai yang dipakai adalah
Contiunity Corection.
2. Jika tabel silang yang digunakan lebih dari tabel 2x2, maka nilai yang
dipakai adalah Pearsion Chi-square.
3. Jika pada tabel 2x2, nilai cell tabel di bawah 1 atau di bawah 5
melebihi 20%, maka nilai yang dipakai adalah Exact Test.
46
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Berdasarkan data kepegawaian RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh dilihat
secara umum jumlah keseluruhan adalah berjumlah 656 orang yang terdiri dari
181 laki-laki dan 475 perempuan. Berdasarkan status kepegawaian yaitu, PNS
(363 orang), THL JKN (25 orang), THL Pemda (41 orang), THL Dokter (9
orang), dan Suka Rela (237 orang).
Berdasarkan kriteria jumlah tenaga perawat yaitu 230 orang dan
tenaga bidan 110 orang. Tenaga perawat di ruang rawat inap yaitu 190 dan 40
tenaga perawat di ruang rawat jalan.
Berdasarkan jumlah tenaga medis (dokter) yaitu, dokter spesialis 18 orang,
terdiri dari spesialis penyakit dalam 2 orang, spesialis anak 3 orang, spesialis
kandungan 2 orang, spesialis bedah 2 orang, spesialis syaraf, spesialis mata,
spesialis jiwa, spesialis anestesi, spesialis kulit kelamin, spesialis THT, spesialis
jantung dan spesialis pathologi klinik masing-masing 1 orang (Kepegawaian
RSUCND Meulaboh, 2015).
Jumlah kunjungan rawat jalan dari tahun 2011 sampai dengan 2014
sebagai berikut; tahun 2011 (60.540) kunjungan, tahun 2012 (61.098) kunjungan,
tahun 2013 (63.298) kunjungan dan tahun 2014 sampai bulan Mei yaitu 25.898
kunjungan.
47
4.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah sebagai variabel
pendukung yang secara tidak langsung mempengaruhi responden dalam menilai
budaya kerja pelayanan tenaga kesehatan terhadap kepuasan pasien di Poli
Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. Karakteristik tersebut
meliputi umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Secara rinci dapat dilihat pada
tabel 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan dan
Pekerjaan Pasien Rawat Jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Cut
Nyak Dhien Meulaboh Tahun 2015
No Karakteristik Responden Frekuensi %
1 Umur
a. 17-25 tahun
b. 26-34 tahun
c. 35-86 tahun
d. 44-52 tahun
e. 53-61 tahun
f. 62-70 tahun
18
30
12
6
10
10
20,9
34,9
14,0
7,0
11,6
11,6
Jumlah 86 100,0
2 Pendidikan
a. SD/sederajat
b. SLTP/sederajat
c. SLTA/sederajat
d. Perguruan Tinggi
2
16
36
32
2,3
18,6
41,9
37,2
Total 86 100,0
3 Pekerjaan
Wiraswasta
Pegawai Swasta
Ibu Rumah Tangga
Pegawai Negeri Sipil
Mahasiswa
Pensiunan
Pelajar
20
18
16
14
12
4
2
23,3
20,9
18,6
16,3
14,0
4,6
2,3
Total 86 100 Sumber: Data Primer (diolah, 2015)
48
Tabel di atas menunjukkan sebanyak 30 responden (34,9%) yang berumur
26-34 tahun dan berlatarbelakang pendidikan SLTA/sederajat ada sebanyak 36
responden (41,9%) serta berwiraswasta merupakan pekerjaan terbanyak yaitu 20
responden (23,3%).
4.1.3 Analisis Univariat
4.1.3.1 Disiplin Tenaga Kesehatan
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Variabel Disiplin Tenaga Kesehatan
Terhadap Kepuasan Pasien di Poli Penyakit Dalam RSUD Cut
Nyak Dhien MeulabohTahun 2015
Disiplin Tenaga Kesehatan Frekuensi Persentase
Baik 44 51,2
Kurang 42 48,8
Jumlah 86 100,0 Sumber: Data primer (diolah 2015)
Tabel di atas menunjukkan seluruh responden mempunyai penilaian yang
baik terhadap disiplin tenaga kesehatan yang ada di RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh. Disiplin tenaga kesehatan diukur dari ketepatan jadwal tenaga
kesehatan dalam melakukan pemeriksaan/kunjungan, keteraturan petugas
kesehatan dan prosedur penerimaan pasien, ada sebanyak 44 responden (51,2%)
mengkategorikan baik dan 42 responden (48,8%) mengkategorikan kurang baik
terhadap disiplin tenaga kesehatan.
4.1.3.2 Dedikasi Tenaga Kesehatan
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Variabel Dedikasi Tenaga Kesehatan
Terhadap Kepuasan Pasien di Poli Penyakit Dalam RSUD Cut
Nyak Dhien MeulabohTahun 2015
Dedikasi Tenaga Kesehatan Frekuensi Persentase
Baik 48 55,8
Kurang 38 44,2
Total 86 100,0 Sumber: Data primer (diolah 2015)
49
Tabel di atas menunjukkan seluruh responden mempunyai penilaian yang
baik terhadap dedikasi tenaga kesehatan yang ada di RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh. Dedikasi tenaga kesehatan diukur dari penampilan tenaga kesehatan
dalam menangani pasien, kepercayaan pasien atas kemampuan petugas kesehatan,
sikap petugas ketika melayani pasien mulai dari pendaftaran sampai akhir dan alur
pendaftaran, ada sebanyak 48 responden (55,8%) mengkategorikan baik dan 38
responden (44,2%) mengkategorikan kurang baik terhadap dedikasi tenaga
kesehatan.
4.1.3.3 Kerja Sama Tenaga Kesehatan
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Variabel Kerja Sama Tenaga Kesehatan
Terhadap Kepuasan Pasien di Poli Penyakit Dalam RSUD Cut
Nyak Dhien MeulabohTahun 2015
Kerja Sama Tenaga Kesehatan Frekuensi Persentase
Baik 38 44,2
Kurang 48 55,8
Total 86 100,0 Sumber: Data primer (diolah 2015)
Tabel di atas menunjukkan seluruh responden mempunyai penilaian yang
kurang baik terhadap kerja sama tenaga kesehatan yang ada di RSUD Cut Nyak
Dhien Meulaboh. Kerja sama tenaga kesehatan diukur dari sikap tenaga kesehatan
dalam menangani pasien, tenaga kesehatan datang, dan keamanan, kenyamanan,
ketenteraman, ada sebanyak 48 responden (55,8%) mengkategorikan kurang baik
dan 38 responden (44,2%) mengkategorikan baik terhadap kerja sama tenaga
kesehatan.
50
4.1.3.4 Tanggung Jawab Tenaga Kesehatan
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Variabel Tanggung Jawab Tenaga Kesehatan
Terhadap Kepuasan Pasien di Poli Penyakit Dalam RSUD Cut
Nyak Dhien MeulabohTahun 2015
Tanggung Jawab Tenaga Kesehatan Frekuensi Persentase
Baik 40 46,5
Kurang 46 53,5
Total 86 100,0 Sumber: Data primer (diolah 2015)
Tabel di atas menunjukkan seluruh responden mempunyai penilaian yang
kurang baik terhadap tanggung jawab tenaga kesehatan yang ada di RSUD Cut
Nyak Dhien Meulaboh. tanggung jawab tenaga kesehatan diukur dari Perhatian
petugas saat mengutarakan keluhan, penjelasan-penjelasan penyakit, cara kerja,
dan kerja petugas kesehatan, ada sebanyak 46 responden (53,5%)
mengkategorikan kurang baik dan 40 responden (46,5%) mengkategorikan baik
terhadap tanggung jawab tenaga kesehatan.
4.1.3.5 Kepuasan Pasien
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Variabel Kepuasan Pasien di Poli Penyakit
Dalam RSUD Cut Nyak Dhien MeulabohTahun 2015
Kepuasan Pasien Frekuensi Persentase
Puas 68 79,1
Kurang Puas 18 20,9
Total 86 100,0 Sumber: Data primer (diolah 2015)
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 68 responden (79,1%)
menyatakan puas dan 18 responden (20,9%) menyatakan kurang puas atas
pelayanan kesehatan yang diperoleh di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.
51
4.1.4 Analisis Bivariat
4.1.4.1 Hubungan antara Disiplin dengan Kepuasan Pasien
Tabel 4.7 Hubungan antara Disiplin dengan Kepuasan Pasien di Poli
Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Tahun 2015
Disiplin
Tenaga
Kesehatan
Kepuasan Pasien
Total p α OR Puas Kurang Puas
N % n %
Baik 42 95,4 2 4,6 44
0,001
Kurang 26 61,9 16 38,1 42 0,05 12.923
Total 68 79,1 18 20,9 86 (365-9.691)
Sumber: Data primer (diolah 2015)
Tabel di atas menunjukkan sebanyak 42 responden (95,4%) yang
menyatakan baik terhadap disiplin tenaga kesehatan dan merasa puas atas
pelayanan tersebut. Sementara dari 16 responden (38,1%) yang menyatakan
kurang baik terhadap disiplin tenaga kesehatan dan merasa kurang puas atas
pelayanan tersebut.
Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, terbukti adanya hubungan yang
signifikan antara disiplin tenaga kesehatan dengan kepuasan pasien di Poli
Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. Hal ini dibuktikan dengan
nilai P.value (0,001) tersebut lebih kecil dari nilai alfa (0,05) sebagai batas nilai
penerimaan dalam uji chi-square.
52
4.1.4.2 Hubungan antara Dedikasi dengan Kepuasan Pasien
Tabel 4.8 Hubungan antara Dedikasi dengan Kepuasan Pasien di Poli
Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Tahun 2015
Dedikasi
Tenaga
Kesehatan
Kepuasan Pasien
Total p α OR Puas Kurang Puas
N % n %
Baik 44 91,7 4 8,3 48
0,02
Kurang 24 63,2 14 36,8 38 0,05 6.416
Total 68 79,1 18 20,9 86 (132-8.349)
Sumber: Data primer (diolah 2015)
Tabel di atas menunjukkan dari 44 responden (91,7%) yang menyatakan
baik terhadap dedikasi tenaga kesehatan dan merasa puas atas pelayanan tersebut.
Sementara dari 14 responden (36,8%) yang menyatakan kurang baik terhadap
dedikasi tenaga kesehatan dan merasa kurang puas atas pelayanan tersebut.
Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, terbukti adanya hubungan yang
signifikan antara dedikasi tenaga kesehatan dengan kepuasan pasien di Poli
Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. Hal ini dibuktikan dengan
nilai P.value (0,02) tersebut lebih kecil dari nilai alfa (0,05) sebagai batas nilai
penerimaan dalam uji chi-square.
53
4.1.4.3 Hubungan antara Kerja Sama dengan Kepuasan Pasien
Tabel 4.9 Hubungan antara Kerja Sama dengan Kepuasan Pasien di Poli
Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Tahun 2015
Kerja Sama
Tenaga
Kesehatan
Kepuasan Pasien
Total p α OR Puas Kurang Puas
N % n %
Baik 34 89,5 4 10,5 38
0,045
Kurang 34 70,8 14 29,2 48 0,05 3.501
Total 68 79,1 18 20,9 86 (132-7149)
Sumber: Data primer (diolah 2015)
Tabel di atas menunjukkan dari 34 responden (89,5%) yang menyatakan
baik terhadap kerja sama tenaga kesehatan dan merasa puas atas pelayanan
tersebut. Sementara dari 14 responden (29,2%) yang menyatakan kurang baik
terhadap kerja sama tenaga kesehatan dan merasa kurang puas atas pelayanan
tersebut.
Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, terbukti ada hubungan yang
signifikan antara kerja sama tenaga kesehatan dengan kepuasan pasien di Poli
Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. Hal ini dibuktikan dengan
nilai P.value (0,045) tersebut lebih kecil dari nilai alfa (0,05) sebagai batas nilai
penerimaan dalam uji chi-square.
54
4.1.4.4 Hubungan antara Tanggung Jawab dengan Kepuasan Pasien
Tabel 4.10 Hubungan antara Tanggung Jawab dengan Kepuasan Pasien di
Poli Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Tahun
2015
Tanggung
Jawab Tenaga
Kesehatan
Kepuasan Pasien Tota
l p α OR Puas Kurang Puas
N % n %
Baik 32 80,0 8 20,0 40
0,036
Kurang 36 78,3 10 21,7 46 0,05 1.111
Total 68 79,1 18 20,9 86 (132-2.139)
Sumber: Data primer (diolah 2015)
Tabel di atas menunjukkan dari 32 responden (80%) yang menyatakan
baik terhadap tanggung jawab tenaga kesehatan dan merasa puas atas pelayanan
tersebut. Sementara dari 10 responden (21,7) yang menyatakan kurang baik
terhadap tanggung jawab tenaga kesehatan dan merasa kurang puas atas
pelayanan tersebut.
Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, terbukti ada hubungan yang
signifikan antara tanggung jawab tenaga kesehatan dengan kepuasan pasien di
Poli Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. Hal ini dibuktikan
dengan nilai P.value (0,036) tersebut lebih kecil dari nilai alfa (0,05) sebagai batas
nilai penerimaan dalam uji chi-square.
4.2 Pembahasan
Rumah sakit sebagai bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan
kesehatan, merupakan kegiatan yang padat modal dan padat karya. Disamping itu
rumah sakit sebagai suatu organisasi dengan sistem terbuka selalu berinteraksi
dengan lingkungan dalam mencapai suatu keseimbangan yang dinamis dan
55
menghasilkan suatu keluaran akhir berupa produk jasa. Secara sederhana produk
jasa yang dihasilkan oleh sebuah rumah sakit berbentuk instan, artinya pelayanan
yang dihasilkan dapat langsung dirasakan oleh konsumen sehingga konsumen
dapat bereaksi dengan segera terhadap jasa yang mereka terima (Ilyas, 2000).
4.2.1 Hubungan antara Disiplin dengan Kepuasan Pasien
Berdasarkan hasil penelitian di Poli Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak
Dhien Meulaboh dalam kepuasan pasien yang meliputi kedisiplinan tenaga
kesehatan menyatakan bahwa ketepatan jadwal petugas, keteraturan kunjungan
dan prosedur penerimaan pasien oleh tenaga kesehatan sudah baik.
Bila dilihat dari hasil penelitian tentang kedisiplinan tenagan kesehatan
baik dan pasien merasa puas mencapai 100%, hal ini dapat diartikan bahwa
kedisiplian tenaga kesehatan di Poli Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh telah berjalan dengan baik. Keberhasilan kedisiplinan tenaga kesehatan
di Poli Penyakit Dalam tidak terlepas dari dukungan Pemerintah dalam hal
penerapan kedisiplinan setiap tenaga kesehatan.
Disisi lain setiap tenaga kesehatan semakin tumbuh kesadarannya tentang
pentingnya kedisiplinan tersebut (Data Kepegawaian RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh, 2015).
Sebagaimana Azwar (1996) menyatakan bahwa ukuran kepuasan pasien
sebagai pengguna jasa pelayanan tidak hanya tercukupi ke fasilitas saja, tetapi
sikap dan tindakan, pengetahuan dan kompetensi teknis petugas kesehatan serta
efektifitas pelayanan yang diberikan juga sangat mempengaruhi ukuran kepuasan
pasien.
56
Danakusuma (2002) menyatakan masyarakat dewasa ini tidak
mempersoalkan latarbelakang status sosial tenaga kesehatan, namun mereka lebih
menginginkan adanya kecepatan pelayanan, sikap ramah dan komunikasi yang
baik antara pasien dengan tenaga kesehatan.
4.2.2 Hubungan antara Dedikasi dengan Kepuasan Pasien
Kepuasan terhadap dedikasi petugas kesehatan juga dapat dilihat dari
penilaian penampilan petugas kesehatan, kepercayaan atas kemempuan petugas
kesehatan, sikap tenagan kesehatan ketika melayani pendaftaran sampai akhir
pelayanan dan alur pendaftaran yang dijalani.
Diantara tenaga medis, perawat merupakan orang yang paling sering
berinteraksi dengan pasiennya. Oleh karena itu perawat dituntut untuk memiliki
keahlian dibidangnya dan tentu lebih memprioritaskan kebutuhan para pasien.
Menurut Dever (1994) bahwasanya salah satu faktor yang mempengaruhi
permintaan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen (pasien)
dengan petugas kesehatan, di mana hubungan tersebut dilandasi adanya saling
menghargai hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Hal ini didukung oleh Lumenta (1999) yang berpendapat bahwa tanggapan
yang positif atau negatif dari masyarakat di suatu pelayanan kesehatan ditentukan
oleh keberhasilan ataupun kegagalan interaksi antara tenaga kesehatan dengan
pasien. Pelayanan yang lebih responsif terhadap keluhan atau harapan pasien,
yang lebih banyak mendengarkan problem pasien akan menghasilkan kerja sama
yang baik antara pasien dengan tenaga kesehatan.
57
4.2.3 Hubungan antara Kerja Sama dengan Kepuasan Pasien
Kerja sama dinilai sikap pasien terhadap petugas kesehatan, lama petugas
kesehatan datang, dan keamanan, kenyamanan dan ketenteraman pasien rasakan.
Hasil penelitian tentang kerja sama tenaga kesehatan terhadap kepuasan pasien di
Poli Penyakit Dalam, didapatkan kategori baik yang paling banyak adalah pasien
puas, sebanyak 34 orang responden (89,5%) dan kerja sama kurang baik 14 orang
(29,2%). Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa hampir semua responden
mempunyai sikap positif terhadap kepuasan di Poli Penyakit Dalam.
Keyakinan dan sikap positif terhadap suatu objek dihasilkan dari
kepercayaan bahwa objek itu secara positif berhubungan dengan nilai-nilai
penting, sebaliknya sikap negatif dihasilkan dari kepercayaan bahwa objek sikap
itu dipisahkan dari nilai-nilai yang dihormati tinggi. Apabila seseorang
mempunyai sikap yang positif dan senang terhadap fasilitas kesehatan maka akan
lebih sering dan baik dalam menggunakan fasilitas kesehatan tersebut (Green,
1999).
Sikap seseorang terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan sangat
dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kebudayaan di mana ia dididik. Apabila
keluarga dan orang-orang disekitarnya memandang positif terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan, akan ikut mempengaruhi motivasi seseorang untuk berobat
dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan (Moehji, 2006).
58
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Ada hubungan antara disiplin tenaga kesehatan dengan kepuasan pasien di
RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh dengan nilai P.value (0,001).
2. Ada hubungan antara dedikasi tenaga kesehatan dengan kepuasan pasien
di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh dengan nilai P.value (0,02).
3. Ada hubungan antara kerjasama tenaga kesehatan dengan kepuasan pasien
di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh dengan nilai P.value (0,045).
4. Ada hubungan antara tanggungjawab tenaga kesehatan dengan kepuasan
pasien di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh dengan nilai P.value (0,036).
5.2. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian maka penulis ingin memberikan saran antara
lain :
1. Kepada pengambil kebijakan di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh untuk
dapat memprioritaskan kebijakan yang berhubungan dengan usaha-usaha
meningkatkan motivasi kerja petugas kesehatan di Poli Penyakit Dalam,
sesuai dengan unsur motivasi Hersbeg yaitu dengan memberikan
kesempatan untuk mencapai prestasi, pengakuan, pendelegasian
tanggungjawab, pertumbuhan interpersonal dengan atasan dan sejawat
yang harmonis serta jaminan keamanan dalam bekerja.
59
2. Kepada tenaga kesehatan di Poli Penyakit Dalam RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh agar dapat meningkatkan motivasi kerja dalam memberikan
asuhan keperawatan terhadap klien, walau dalam situasi dan kondisi
pekerjaan yang belum memenuhi harapan yang optimal, untuk
meningkatkan mutu pelayanan dalam rangka memenuhi tuntutan
masyarakat yang datang berobat.
3. Kepada Institusi Pendidikan Kesehatan Masyarakat agar dapat lebih
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mahasiswa dalam memahami
pentingnya motivasi dalam setiap melakukan pekerjaan, khususnya dalam
memberikan pelayanan yang bermutu, melalui proses belajar mengajar
dengan menyediakan fasilitas dan bahan bacaan yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham Charles dan Eamon Shanley.1997. Psikologi Sosial untuk Perawat.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Aditama, Tjandra Yoga. 2002. Manajemen Administrasi Rumah Sakit.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Rineka
Cipta. Jakarta.
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga.
Binarupa Aksara. Jakarta.
Depkes RI. 2004. Upaya Kesehatan Sektor Informal. Dirjen Pembinaan
Kesehatan Masyarakat Depkes RI. Jakarta.
Djojodibroto, Darmanto, R. 1999. Kiat Mengelola Rumah Sakit. Hipokrates.
Jakarta.
______________________. 1999. Kesehatan Kerja di Perusahaan.
PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar. 2014. Pedoman
Penulisan Skripsi. FKM-UTU. Meulaboh.
Farida, Jasfar. 2005. Manajemen Jasa. Ghalia Indonesia. Bogor.
Gunaidi, Widyo. 2006. Budaya Kerja Adalah Budaya Pekerja. Majalah Human
Capital. Agustus 2006. Jakarta.
Hasibuan, Melayu. 2006. Manajemen Sumher Daya Manusia. PT. Bumi
Aksara. Jakarta.
Hofstede and Ramsey. 2007. Encycllopadia Of Profesional Management
Edition Vol 2. Connecticut Grollier International.
Kongstvedt, P. R. 2000. Pokok-Pokok Pengelolaan Usaha Pelayanan
Kesehatan. Alih Bahasa: Susi Purwoko. EGC. Jakarta.
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran. PT Prenhalindo. Jakarta.
Mazt dan Usry. 2002. Strategi Melayani Masyarakat. Logos Wacan Ilmu.
Jakarta.
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung.
PT.Remaja Rosdakarya. Bandung.
Ndraha, Taliziduhu. 2007 . Pengantar Teori Pengembangan SDM. Rineka
Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prisip-prinsip
Dasar. Rineka Cipta. Jakarta.
Pohan, Imbalo, S. 2003. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan. Kesaint Blanc.
Jakarta.
Robbin. 2006. Perilaku Organisasi, Konsep Kontroversi, Aplikasi Edisi
Bahasa Indonesia. PT Prenhalindo. Jakarta.
RSUD Cut Nyak Dhien. 2014. Kepegawaian RSUCND Meulaboh. Meulaboh.
Ruaida. 2000. Pengaruh Kualitas Jasa Pelayanan Terhadap Loyalitas
Pelanggan Pada DMsi Paket PT.Pos. Banda Aceh
Rumenggan, R. J. 2002. Budaya Organisasi Paradigma Manajemen yang
Menjelitkan Kinerja. Manajamen Usahawan Indonesia. 06. TH
XXXI Juni. Jakarta.
Schermenhorn, Hunt dan Osborn. 2001. Manajemen Edisi Bahasa Indonesia.
Penerbit Andi. Yogyakarta.
Sudjana, 2000. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.
Sumadi. 2001. Konsep dan Teknik Mengukur Kualitas Produk Jasa.
FE UII. Yogyakarta.
Supranto, J. 2003. Metode Penelitian Hukum dan Statistik. Rineka Cipta.
Jakarta.
Terry. 2006. Manajemen Perkantoran. Bina Ilmu. Jakarta.
Triguno. 2004 .Budaya Kerja. Gunung Agung. Jakarta.
Utami, W, Suci. 1998. Menciptakan Kepuasan pelanggan Dalam Organisasi
Jasa. Staf pengajar STIE Widya Wiwaha. Yogyakarta.
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Wijono, Djoko. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Airlangga
University Press. Surabaya.
Yoas, Wiener. 2007. Forms Of Value Sistem : A Focus On Organizational
Effectiveness And Cultural Change And Malntanance. Academy
Of Management Riview.