Bsm Sf Sistem Imun

28
MAKALAH BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM ANTIBODI (IMMUNOGLOBULIN) DISUSUN OLEH: KELOMPOK 7: 1. Tri Widayanti (13308141059) 2. Asyifatul Madinah (13308141063) 3. Hana Widiyanti (13308144006) 4. Yuniar Kurnia Widasari (13308144009) 5. Irfan Hanis Presetya (13308144015) PRODI BIOLOGI E 2013 JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

description

biologi sel molekuler

Transcript of Bsm Sf Sistem Imun

Page 1: Bsm Sf Sistem Imun

MAKALAH BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER

STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM ANTIBODI (IMMUNOGLOBULIN)

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 7:

1. Tri Widayanti (13308141059)

2. Asyifatul Madinah (13308141063)

3. Hana Widiyanti (13308144006)

4. Yuniar Kurnia Widasari (13308144009)

5. Irfan Hanis Presetya (13308144015)

PRODI BIOLOGI E 2013

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2014

Page 2: Bsm Sf Sistem Imun

ANTIBODI

(IMMUNOGLOBULIN)

A. Pengantar

Manusia dan Vertebrata lainnya memiliki sistem pertahanan tubuh yang berperan

untuk melindungi dirinya dari serangan agen-agen penyebab penyakit. Sistem pertahanan

tersebut dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu:

1. Pertahanan nonspesifik yang memiliki sifat alami (innate) artinya sudah ada sejak

organisme itu lahir dan berlaku bagi semua agen infeksi, dan

2. Pertahanan spesifik atau disebut juga pertahanan perolehan (acquired) karena pertahanan

ini diperoleh setelah adanya rangsangan oleh benda asing (agen infeksi). Pertahanan

spesifik merupakan tanggungjawab dari klone-klone sel limfosit B yang masing-masing

spesifik terhadap antigen. Adanya interaksi antara antigen dengan klone limfosit B akan

merangsang sel tersebut untuk berdiferensiasi dan berproliferasi sehingga didapatkan sel

yang mempunyai ekspresi klonal untuk menghasilkan antibodi.

Ilmu yang mempelajari sistem kekebalan tubuh (imunitas) disebut Imunologi.

B. STRUKTUR ANTIGEN

Antigen

Antigen adalah semua benda asing yang menginvasi (menginfeksi) ke dalam tubuh

suatu organisme seperti: protein asing, virus, bakteri, protozoa, jamur, cacing, dsb. Perlu

dibedakan antara antigen dengan imunogen karena tidak semua antigen dapat bersifat

imunogen.

Imunogen adalah semua benda asing yang apabila berada dalam tubuh organisme

akan merangsang timbulnya respon imun (reaksi kekebalan).

Hapten adalah antigen yang memiliki berat molekul sangat kecil sehingga tidak dapat

merangsang terjadinya respon imun, akan tetapi apabila hapten tersebut digabungkan dengan

molekul protein yang lebih besar (karier), maka akan bersifat imunogen.

Page 3: Bsm Sf Sistem Imun

Setiap imunogen memiliki bagian yang karakteristik yang merupakan penentu antigen

atau yang disebut antigen determinant (epitope). Antigen determinan merupakan molekul

glikoprotein yang menempel pada membran sel dan berperan sebagai penentu terbentuknya

molekul imunoglobulin (antibodi).

Berdasarkan jumlah epitope yang terdapat pada permukaan sel antigen, maka dapat

dibedakan menjadi :

1. Antigen polivalen jika memiliki banyak epitope

2. Antigen oligovalen jika memiliki sedikit epitope

3. Antigen monovalen jika hanya memiliki satu epitope.

Konsep Antigen

Reaksi antigen-antibodi ditentukan oleh jumlah epitop yang dimiliki oleh antigen yang

dikenali oleh antibodi atau valensi antigen

Page 4: Bsm Sf Sistem Imun

C. MEKANISME PEMBENTUKAN ANTIBODI

Teori Pembentukan Immunoglobulin

Teori Pembentukan Immunoglobulin

Molekul immunoglobulin (Antibodi) dihasilkan oleh sel limfosit B yang telah

berdiferensiasi menjadi sel plasma. Molekul Ig disekresikan langsung ke cairan tubuh dan

sirkulasi darah, oleh karena itu disebut sebagai kekebalan humoral. Selain itu, limfosit B juga

akan berdiferensiasi menjadi sel memori yang mampu menyimpan ingatan terhadap antigen

sejenis.

Pada dasarnya ada 2 sistem pertahanan tubuh dalam mencegah infeksi virus yaitu

innate immune system dan adaptive immune system. Diantara komponen innate immune

response akibat infeksi virus pada manusia adalah INF-α/β. Efek utama induksi IFN-α/β

setelah berikatan dengan reseptor adalah signal STAT1 dan STAT2 yang akan berakibat pada

aktivasi 2-5(A) synthetase/ENAse L dan p68 kinase, yang akan menimbulkan blocking

replikasi virus.

Protein nonstruktural dapat berperan dalam resistensi terhadap antiviral tersebut.

Resistensi ini diduga ditentukan oleh asam amino 92 protein NS. Apabila posisi asam amino

92 protein NS berupa glutamat akan menyebabkan VAI tersebut resisten terhadap IFN dan

Page 5: Bsm Sf Sistem Imun

TNF-α. Sedangkan apabila posisi 92 berupa asam aspartat, maka VAI menjadi sensitif

terhadap IFN dan TNF-α. Analisis protein asam amino glutamat pada posisi 92 (Nidom,

2005: 6). Data ini memberikan indikasi adanya potensi yang perlu diwaspadai, meskipun

faktor virulensi VAI tidak hanya ditentukan oleh protein NS semata.

Menurut Roitt (1988) terdapat 2 teori mengenai mekanisme pembentukan antibodi

yaitu:

1. Teori instruktif (oleh Erlich). Menurut teori ini, pada setiap organisme memiliki

prekursor limpfosit B yang hanya sejenis. Antigen akan memerintahkan prekursor

limfosit B tersebut untuk menyesuaikan dengan antigen yang masuk yang kemudian

berkembang menjadi sel plasma untuk membentuk antibodi. Teori instrukstif saat ini

telah ditinggalkan oleh para ahli.

2. Teori selektif (oleh Jerne & Burnet). Pembentukan antibodi berdasarkan clonal

selection theory sebagai berikut: pada setiap organisme terdapat berjuta-juta prekursor

Page 6: Bsm Sf Sistem Imun

limfosit B. Oleh Jerne & Burnet (1978) dikatakan ada sekitar 108-1012 jenis sel

limfosit B. Dengan adanya antigen yang masuk ke dalam tubuh suatu organisme,

maka akan merangsang interaksi antara antigen determinan (epitope) dengan sel

limfosit B yang sesuai yang kemudian akan memacu diferensiasi dan proliferasi dari

sel tersebut menjadi sel plasma yang memiliki kemampuan menghasilkan antibodi

(immunoglobulin).

Page 7: Bsm Sf Sistem Imun

D. Molekul Immunoglobulin (Ig)

1. Struktur molekul immunoglobulin

Molekul Ig merupakan molekul glikoprotein yang tersusun atas asam amino dan

karbohidrat. Antara asam amino satu dengan lainnya dihubungkan oleh ikatan peptida dengan

gugus karboksil (COOH-) sebagai ujung karboksil dan gugus amina (NH3+) sebagai ujung

amina. Secara sederhana molekul Immunoglobulin dapat digambarkan menyerupai huruf Y

dengan engsel (hinge).

Molekul antibodi tersusun dari 2 rantai ringan (pendek) dan 2 rantai berat (panjang).

Pada bagian 2 ujung lengan terdapat sisi pengikatan antigen yang terusun oleh urutan asam

amino yang bervariasi (Fab), dan bagian kaki merupakan bagian terkristalisasi (Fc) yang

susunan asam aminonya relatif konstan.

Molekul Ig dapat dipecah oleh enzim papain atau pepsin (protease) menjadi 2 bagian

yakni Fab (fragment antigen binding) yaitu bagian yang menentukan spesifitas antibodi

karena berfungsi untuk mengikat antigen, dan Fc (fragment crystalizable) yang menentukan

aktivitas biologisnya dan yang akan berikatan dengan komplemen. Sebagai contoh

immunoglobulin G mempunyai kemampuan menembus membran plasenta.

Page 8: Bsm Sf Sistem Imun

2. Kelas-kelas molekul immunoglobulin

Kelas Imunglobulin

Berdasarkan jenis rantai-H yang dimiliki, maka pengklasifikasian kelas Imunoglobulin adalah

sebagai berikut :

1. ImunoglobulinG (IgG)

Adalah reaksi imun yang diproduksi terbanyak sebagai antibodi utama dalam

proses sekunder dan merupakan pertahanan inang yang penting terhadap bakteri yang

terbungkus dan virus. Mampu menyebar dengan mudah ke dalam celah ekstravaskuler

dan mempunyai peranan penting menetralisir toksin kuman, serta  melekat pada kuman

sebagai persiapan fagositosis.

Merupakan proteksi utama pada bayi terhadap infeksi selama beberapa minggu

pertama setelah lahir, dikarenakan mampu menembus jaringan plasenta. IgG yang

dikeluarkan melalui cairan kolostrum dapat menembus mukosa usus bayi dan menambah

daya kekebalan. 

IgG mempunyai dua tempat pengikatan antigen yang sama (divalen) dan dikenal 4

subkelas, yaitu IgG1 IgG1, IgG2, IgG3 dan IgG4. Perbedaannya terletak pada rantai-H

dengan beberapa fungsi biologis serta jumlah dan lokasi ikatan disulfida. IgG1

merupakan 65% dari keseluruhan IgG. IgG2  berguna untuk melawan antigen

polisakarida dan menjadi pertahanan yang penting bagi inang untuk melawan bakteri

yang terbungkus.

2. Imunoglobulin A (IgA)

Adalah Imunoglobulin utama dalam sekresi selektif, misalnya pada susu, air liur,

air mata dan dalam sekresi pernapasan, saluran genital serta saluran pencernaan atau usus

Page 9: Bsm Sf Sistem Imun

(Corpo Antibodies). Imunoglobulin ini melindungi selaput mukosa dari serangan bakteri

dan virus. Ditemukan pula sinergisme antara IgA dengan lisozim dan komplemen untuk

mematikan kuman koliform. Juga kemampuan IgA melekat pada sel polimorf dan

kemudian melancarkan reaksi komplemen melalui jalan metabolisme alternatif.

Tiap molekul IgA sekretorik berbobot molekul 400.000 terdiri atas dua unit

polipeptida dan satu molekul rantai-J serta komponen sekretorik. Sekurang-kurangnya

dalam serum terdapat dua subkelas IgA1 dan IgA2. Terdapat dalam serum terutama

sebagai monomer 7S tetapi cenderung membentuk polimer dengan perantaraan

polipeptida yang disintesis oleh sel epitel untuk memungkinkan IgA melewati

permukaan epitel, disebut rantai-J. Pada sekresi ini IgA ditemukan dalam bentuk dimer

yang tahan terhadap proteolisis berkat kombinasi dengan suatu protein khusus,

disebut Secretory Component yang disintesa oleh sel epitel lokal dan juga diproduksi

secara lokal oleh sel plasma.

3. Imunoglobulin M (IgM)

Imunoglobulin utama yang pertama dihasilkan dalam respon imun primer. IgM

terdapat pada semua permukaan sel B yang tidak terikat. Struktur polimer IgM

menurut Hilschman adalah lima subunit molekul 4-peptida yang dihubungkan oleh

rantai-J. Pentamer berbobot molekul 900.000 ini secara keseluruhan memiliki sepuluh

tempat pengikatan antigen Fab sehingga bervalensi 10, yang dapat dibuktikan dengan

reaksi Hapten. Polimernya berbentuk bintang, tetapi apabila terikat pada permukaan sel

akan berbentuk kepiting.

Disebabkan bervalensi tinggi, maka antibodi ini paling sering bereaksi di antara

semua Imunoglobulin, sangat efisien untuk reaksi aglutinasi dan reaksi sitolitik,

pengikatan komplemen, reaksi antibodi-antigen yang lain dan karena timbulnya cepat

setelah terjadi infeksi dan tetap tinggal dalam darah, maka IgM merupakan daya tahan

tubuh yang penting untuk  bakteremia dan virus. Antibodi ini dapat diproduksi oleh janin

yang terinfeksi.

4. ImunoglobulinE (IgE)

Didalam serum ditemukan dalam konsentrasi sangat rendah. IgE apabila

disuntikkan ke dalam kulit akan terikat pada Mast Cells dan Basofil. Kontak dengan

antigen akan menyebabkan degranulasi dari Mast Cells dengan pengeluaran zat amin

yang vasoaktif. IgE yang terikat ini berlaku sebagai reseptor yang merangsang

produksinya dan kompleks antigen-antibodi yang dihasilkan memicu respon

alergi Anafilaktik melalui pelepasan zat perantara.

Page 10: Bsm Sf Sistem Imun

Pada orang dengan hipersensitivitas alergi berperantara antibodi, konsentrasi IgE

akan meningkat dan dapat muncul pada sekresi luar. IgE serum secara khas juga

meningkat selama infeksi parasit cacing.

5. ImunoglobulinD (IgD)

Antibodi ini fungsi keseluruhannya belum diketahui secara jelas. Dalam serum IgD

ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit dan IgD merupakan antibodi inti sel. Zat ini

juga terdapat pada sel penderita leukemia getah bening.

Telah dibuktikan pula bahwa IgD dapat bertindak sebagai reseptor antigen apabila

berada pada permukaan limfosit B tertentu dalam darah tali pusar janin dan mungkin

merupakan reseptor pertama dalam permulaan kehidupan sebelum diambil alih fungsinya

IgM dan Imunoglobulin lainnya, setelah sel tubuh berdiferensiasi lebih jauh. 

3. Fungsi molekul immunoglobulin

Sifat biokimiawi molekul Antibodi adalah memiliki spesifitas yang tinggi sehingga

menjadi keunggulan yang kemudian dimanfaatkan menjadi suatu teknik untuk mendeteksi,

mengukur, dan mengkarakterisasi molekul antigen spesifiknya (Shupnik, 1999: 4).

Jalan masuk patogen

1. Melalui mata

2. Saluran respirasi

3. Saluran pencernaan

4. Saluran integumen

Lapisan pertahanan tubuh

Page 11: Bsm Sf Sistem Imun

A. Mekanisme Masuknya Antigen

zDalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang

bisa masuk ke dalam tubuh. Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia melekat

pada protein tubuh kita. Substansi kecil yang bisa berubah menjadi antigen tersebut

dikenal dengan istilah hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon non

spesifik (eksternal maupun internal), kemudian substansi tersebut masuk dan berikatan

dengan sel limfosit B yang akan mensintesis pembentukan antibodi. Contoh hapten dia

antaranya adalah toksin poison ivy, berbagai macam obat (seperti penisilin), dan zat kimia

lainya yang dapat membawa efek alergik.

B. Keterkaitan Antigen dengan Pembentukan Antibodi

Page 12: Bsm Sf Sistem Imun

Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptor sel limfosit

B. Pengikatan tersebut menyebabkan sel limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma.

Sel plasma kemudian akan membentuk antibody yang mampu berikatan dengan antigen

yang merangsang pembentukan antibody itu sendiri. Antibodi (Imunoglobulin) adalah

protein yang disintesis oleh hewan atau manusia sebagai respon terhadap substansi asing.

Protein yang dapat larut ini merupakan elemen pengenalan pada respon kekebalan

humoral (”humor” adalah bahasa latin yang berarti ”cairan”). Tiap antibodi mempunyai

afinitas spesifik terhadap materi asing sehingga memicu sintesis antibodi itu sendiri.

Suatu makromolekul asing yang mampu memicu pembentukan antibodi disebut antigen

(atau imunogen). Protein, polisakarida, dan asam nukleat pada umumnya merupakan

antigen yang efektif. Afinitas spesifik suatu antibodi tidaklah untuk seluruh permukaan

antigen makromolekul tetapi untuk suatu situs khusus pada makromolekul yang disebut

”determinan antgenik” atau epitop. Sehingga, tempat melekatnya antibodi pada antigen

disebut epitop, sedangkan tempat melekatnya antigen pada antibodi disebut variabel.

Antibodi mengidentifikasi zat asing dan meningkatkan aktivitas berbagai sistem

pertahanan melalui :

1. Pengaktifan sistem komplemen

2. Peningkatan fagositosis

3. Stimulasi sel pembunuh

.

Gambar: Cara kerja sel B

Page 13: Bsm Sf Sistem Imun

C. Interaksi Antigen dan Antibodi

Secara garis besar, interaksi antigen-antibodi adalah seperti bagan berikut :

Antigen/hapten masuk ke tubuh melalui makanan, minuman, udara, injeksi, atau

kontak langsung Antigen berikatan dengan antibody Histamine keluar dari sel mast

dan basofil Timbul manifestasi alergi.

Interaksi antigen-antibodi dapat dikategorikan menjadi tingkat primer, sekunder,

dan tersier.

1. Primer

Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan antibody

pada situs identik yang kecil, bernama epitop.

2. Sekunder

Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di antaranya:

a. Netralisasi

Adalah jika antibody secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen

menimbulkan effect yang merugikan.

Sebagai contoh, antibodi melekat pada molekul yang akan digunakan virus untuk

menginfeksi inangnya. Pada proses ini, antibodi dan antigen dapat mengalami

proses opsonisasi, yakni proses pelenyapan bakteri yang diikat antibodi oleh

makrofaga melalui fagositosis. Antibodi menonaktifkan antigen dengan

cara memblok bagian tertentu antigen. Antibodi juga menetralisasi virus dengan

cara mengikat bagian tertentu virus pada sel inang. Dengan terjadinya netralisasi

maka efek merugikan dari antigen atau toksik dari patogen dapat dikurangi.

b. Aglutinasi

Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfuse darah yang

tidak cocok berikatan bersama-sama membentuk gumpalan.

Misalnya, IgG yang berikatan dengan dua sel bakteri atau virus secara bersama-

sama. Mekanisme yang sama juga terjadi pada cara berikutnya yakni presipitasi.

Presipitasi atau pengendapan merupakan pengikatan silang molekul-molekul

antigen yang terlarut dalam cairan tubuh. Setelah diendapkan, antigen tersebut

dikeluarkan dan dibuang melalui fagositosis. Selain berbagai cara tersebut,

pembuangan antigen dapat melalui fiksasi komplemen. Fiksasi komplemen

merupakan pengaktifan rentetan molekul protein komplemen karena adanya

infeksi. Prosesnya menyebabkan virus dan sel-sel patogen yang menginfeksi

bagian tubuh menjadi lisis.

Page 14: Bsm Sf Sistem Imun

c. Presipitasi

Adalah jika complex antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar,

sehingga tidak dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya

mengendap.

d. Fagositosis

Adalah jika bagian ekor antibody yang berikatan dengan antigen mampu mengikat

reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang

mengandung antigen tersebut.

e. Sitotoksis

Adalah saat pengikatan antibody ke antigen juga menginduksi serangan sel

pembawa antigen oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell

kecuali bahwa sel K mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibody sebelum

dapat dihancurkan melalui proses lisis membran plasmanya.

3. Tersier

Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologic dari interaksi

antigen-antibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya. Pengaruh

menguntungkan antara lain: aglutinasi bakteri, lisis bakteri, immnunitas mikroba,dan

lain-lain. Sedangkan pengaruh merusak antara lain: edema, reaksi sitolitik berat, dan

defisiensi yang menyebabkan kerentanan terhadap infeksi.

Mekanisme Imunitas terhadap Antigen yang Berbahaya

Page 15: Bsm Sf Sistem Imun

Ada beberapa mekanisme pertahan tubuh dalam mengatasi agen yang berbahaya

dilingkungannya yaitu :

1. Pertahan fisik dan kimiawi : kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat melalui

kelenjar keringat dan sebasea, sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi airmata, air liur,

urine, asam lambung serta lisosim dalam air mata.

2. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat mencegah

invasi mikroorganisme seperti laktobasilus pada epitel organ.

3. Innate immunity

4. Imunitas spesifik yang didapat

Innate Immunity

Merupakan mekanisme pertahanan tubuh nonspesifik yang mencegah masuknya dan

menyebarnya mikroorganisme dalam tubuh serta mencegah kerusakan jaringan. Ada

beberapa komponen innate immunity yaitu :

1. Pemusnahan bakteri intraseluler oleh sel polimorfonklear (PMN) dan makrofag

2. Aktivitas komplemen melalui jalur alternatif

3. Degranulasi sel mast yang melapaskan mediator inflamasi

4. Proten fase akut : C-rective proten (CRP) yang mengikat mikroorganisme, selanjutnya

terjadi aktivitas komlemen melalui jalur klasik yang menyebabkan lisis organisme

5. Produksi interferon alfa (INF) oleh leukosit dan ineterferon beta (INF) oleh fibroblas

yang mempunyai efek antivirus

6. Pemusnahan mikroorganisme ekstraselular oleh sel natural killer ( sel NK) melalui

peepasa granula yang mengandung perforin

7. Pelepasan mediator eosinofil seperti major basic proten (MBP) dan protein kationik

yang dapat merusak membran parasit.

Prosesi Dan Presentasi Antigen

Respon imun tubuh dipicu oleh masuknya anigen atau mikroorganisme ke dalam

tubuh dan dihadapi oleh sel makrofag yang selanjutnya akan berperan sebagai antigen

presenting sel (APC). Sel ini akan menangkap sejumlah kecil antigen dan diekspresikan

ke permukaan sel yang dapat dikenali oleh sel limfosit T penolong (Th atau T helter). Sel

Th ini akan teraktivasi dan akan mengaktivasi limfosit lain seperti limfosit B atau limfosit

T sitotoksik.

Respon Imun

Page 16: Bsm Sf Sistem Imun

Terdapat 2 macam, yakni :

(Sumber: Color Atlas of Immunology, 2003)

1. Respon Imun Non Spesifik

Respon imun non spesifik disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau

imunitas alamiah, artinya mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu

jenis antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen. Imunitas alamiah ini sudah ada sejak

individu dilahirkan dan terdiri atas berbagai macam elemen non spesifik. Jadi, bukan

merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu. Dilihat dari caranya diperoleh,

respon imun non spesifik disebut juga respon imun alamiah. Respon imun non spesifik

pada tubuh kita adalah kulit dengan kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, serta

kelenjar lain dengan enzimnya seperti kelenjar air mata. Demikian pula sel fagosit (sel

makrofag, monosit) dan komplemennya, berperan pada respon imun non spesifik. Yang

termasuk respon Imun non spesifik ini adalah adanya peradangan (cedera jaringan oleh

fagositik, neutrofil, dan makrofag), interferon (protein yang menjaga tubuh dari infeksi),

sel natural killer (infeksi virus dan sel kanker), dan sistem komplemen (dapat diaktifkan

oleh benda asing dan antibodi).

2. Respon Imun Spesifik

Respon imun spesifik atau disebut juga komponen adaptif atau imunitas didapat

adalah mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, karena

itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis lain. Perbedaanya dengan pertahanan

tubuh non spesifik adalah pertahanan tubuh spesifik harus kontak atau ditimbulkan

terlebih dahulu oleh antigen tertentu, baru ia akan terbentuk. Sedangkan pertahanan tubuh

non spesifik sudah ada sebelum ia kontak dengan antigen.

Bila respon imum non spesifik tidak dapat mengatasi invasi mikroorganisme

maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan (respon imun) spesifik

Page 17: Bsm Sf Sistem Imun

adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa

bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag. Dilihat dari caranya

diperoleh, maka mekanisme pertahanan spesifik disebut juga respons imun didapat

(adaptive immunity).

Imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu antigen yang

merupakan ligannya. Di samping itu, respons imun spesifik juga menimbulkan memori

imunologis yang akan cepat bereaksi bila host terpapar kembali dengan antigen yang

sama di kemudian hari. Pada respon imun spesifik akan terbentuk antibodi dan limfosit

efektor yang spesifik terhadap antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi eliminasi

antigen.

Sel yang berperan dalam respon imun ini adalah sel yang mempresentasikan

antigen (APC = antigen presenting cell = makrofag) sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel

limfosit T dan limfosit B masing-masing berperan pada imunitas selular dan imunitas

humoral. Sel limfosit T sebagai imunitas selular akan meregulasi respons imun dan

melisis sel target yang dihuni antigen. Sel limfosit B sebagai imunitas humoral akan

berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang akan menetralkan

atau meningkatkan fagositosis antigen dan lisis antigen oleh komplemen, serta

meningkatkan sitotoksisitas sel yang mengandung antigen yang dinamakan proses

antibody dependent cell mediated cytotoxicy (ADCC).

Antibodi Monoklonal

Merupakan antibodi monospesifik yang dapat mengikat satu epitop saja. Antibodi

monoklonal dapat dihasilkan dengan teknik hibridoma. Sel hibridoma merupakan fusi sel

dengan sel.

PembuatanAntibodi monoklonal

Pembuatannya menggunakan sel-sel tumor dan sel-sel limpa mamalia. Sel-sel tumor

memiliki kemampuan memperbanyak diri tanpa henti, sel-sel limpa sebagai antigen yang

akan menghasilkan antibodi. Hasil dari kedua sel ini dinamakan Sel Hibridoma.

Page 18: Bsm Sf Sistem Imun

Pembuatan sel hibridoma terdiri dari tiga tahap utama yaitu imunisasi, fusi, dan kloning.

Imunisasi dapat dilakukan dengan imunisasi konvensional, imunisasi sekali suntik intralimpa,

maupun imunisasi in vitro. Fusi sel ini menghasilkan sel hibrid yang mampu menghasilkan

antibodi seperti pada sel limpa dan dapat terus menerus dibiakan seperti sel myeloma.

Frekuensi terjadinya fusi sel ini relatif rendah sehingga sel induk yang tidak mengalami fusi

dihilangkan agar sel hasil fusi dapat tumbuh.

Frekuensi fusi sel dapat diperbanyak dengan menggunakan Polietilen glikol (PEG), DMSO,

dan penggunaan medan listrik. PEG berfungsi untuk membuka membran sel sehingga

mempermudah proses fusi. Sel hibrid kemudian ditumbuhkan pada media pertumbuhan.

Penambahan berbagai macam sistem pemberi makan dapat meningkatkan pertumbuhan sel

hibridoma.

Antibodi monoklonal mempunyai 4 jenis

a. Murine Monoclonal Antibodies

Antibodi ini murni didapat dari tikus dapat menyebabkan human anti mouse antibodies

(HAMA) nama akhirannya ″momab″ (ibritumomab) (Hanafi dan Syahruddin, 2012).

b. Chimaric Monoclonal Antibodies

Antibodi ini dibuat melalui teknik rekayasa genetika untuk menciptakan suatu mencit atau

tikus yang dapat memproduksi sel hibrid mencit-manusia. Bagian variabel dari molekul

Page 19: Bsm Sf Sistem Imun

antibodi, termasuk antigen binding site berasal dari mencit, sedangkan bagian lainnya yaitu

bagian yang konstan berasal dari manusia. Salah satu contohnya antibodi monoklonal yang

struktur molekulnya terdiri dari 67% manusia adalah Rifuximab (Radji, 2010).

c. Humanized Monoclonal Antibodies

Antibodi ini dibuat sedemikian rupa sehingga bagian protein yang berasal dari mencit hanya

terbatas pada antigen binding site saja. Sedangkan bagian yang lainya yaitu bagian variabel

dan bagian konstan berasal dari manusia. Antibodi monoklonal yang struktur molekulnya

terdiri dari 90% manusia diantaranya adalah Alemtuzumab (Radji, 2010).

d. Fully Human Monoclonal Antibodies

Antibodi ini merupakan antibodi yang paling ideal untuk menghindari terjadinya respon imun

karena protein antibodi yang disuntikkan ke dalam tubuh seluruhnya merupakan protein yang

berasal dari manusia.

Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk merancang pembentukan antibodi ini adalah

dengan teknik rekayasa genetika untuk menciptakan mencit transgenik yang membawa gen

yang berasal dari manusia. Sehingga mampu memproduksi antibodi yang diinginkan (Radji,

2010). Pendekatan lainnya adalah merekayasa suatu binatang transgenik yang dapat

mensekresikan antibodi manusia dalam air susu yang dikeluarkan oleh binatang tersebut.

Antibodi poliklonal

Yaitu di dalam suatu populasi antibodi terdapat lebih dari 1 macam antibodi, atau campuran

antibodi yang mengenal epitop yang berbeda pada antigen yang sama.

Proses yang terjadi pada antibodi poliklonal:

1. Diproduksi dengan imunisasi hewan dengan antigen yang tepat.

Page 20: Bsm Sf Sistem Imun

2. Imunisasi atau vaksinasi adalah suatu prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas

seseorang terhadap patogen tertentu atau toksin. Imunisasi yang ideal adalah yang

dapat mengaktifkan sistem pengenalan imun dan sistem efektor yang diperlukan. Hal

tersebut dapat diperoleh dengan pemberian antigen yang tidak patogenik.

3. Serum dari hewan terimunisasi dikumpulkan

4. Antibodi dalam serum dapat dimurnikan lebih lanjut.

5. Karena satu antigen menginduksi produksi banyak antibodi maka hasilnya berupa

‘polyclonal’ /campuran antibodi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (-). Manual of Progesterone Enzyme Immunoassay Kit. USA: Cayman Chemical Company.

-------- (1995). Instruction Manual OmniTags: Universal Streptavidin/Biotin Affinity Immnunostaining Systems. USA: Lipshaw.

Artama, W.T. (1990). Teknik Hibridoma untuk Porduksi Antibodi Monoklonal. Makalah Kursus Immuno-bioteknologi. Yogyakarta: PAU UGM.

Boenisch, T. (1989). Staining Methods. Dalam: Nais S.J., (ed.): Immunochemical Staining Methods. USA: Dako Corps.

Heru Nurcahyo (1997). Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia Berorientasi pada Penguasaan Bioteknologi Cakrawala Pendidikan. Edisi Khusus Dies Mei , 1997.

-------, & Soejono, S.K. (2001). Pengaruh Curcumin dan Pentagamavunon-0 (PGV0) terhadap Steroidogenesis yang Dihasilkan oleh Kultur Sel Granulosa Berbagai Ukuran Folikel. Mediagama. Vol. III, No. 3. Hal.: 1-11.

Pelczar, M.J. & Chan, E.C.S. (1988). Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.

Roitt, I.M. (1990). Pokok-pokok Ilmu Kekebalan. P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Shupnik, M.A. (1999). Introduction to Molecular Biology. In: Fauser, B.C.J.M., Rutherford, A.J., Strauss, III., J.F., and Van Steirteghem, A. (eds.) Molecular Biology in Reproductive Medicine. The Parthenon Publishing Group.

Takayama, K., Fukaya, T., Sasano, H., Funayama, Y., Suzuki, T., Takaya, R., Wada, Y., and Yajima, A. (1996). Immunohistochemical Study of Steroidogenesis and Cell Proliferation in Polycystic Ovarian Syndrome. Hum. Reprod. Vol. 11, No.7. pp.: 1387-92.

Yalow, R.S. (1998). Radioimmunoassay of Hormones. In: Wilson, J.D., & Foster, D.W. (eds.) Williams Textbook of Endocrinology. 8th.ed. W.B. Saunders Company.