Bronkitis-Kronik

download Bronkitis-Kronik

of 22

description

tes

Transcript of Bronkitis-Kronik

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    1

    PENYAKIT PARU TERKAIT KERJA

    BRONKITIS KRONIK

    Tugas Mata Kuliah Penyakit Akibat Kerja

    Disusun oleh

    Apriastuti Puspitasari, 0706272585

    Putri Wulandari C., 0706273745

    Rika Nurhayati, 0706273865

    FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

    UNIVERSITAS INDONESIA

    DEPOK, 2009

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Menurut Robert L. Wilkins dan James B. Dexter dalam buku Respiratory Diseases:

    Principles of Patient Care, bronkitis kronis adalah salah satu penyakit paru dimana pasien

    memiliki batuk produktif kronik yang berhubungan dengan inflamasi bronchus. Untuk

    membuat diagnosis, para ahli menyatakan bahwa jangka waktu kronik pada penyakit ini

    adalah selama batuk produktif muncul, minimal selama tiga bulan setahun dan pada dua

    tahun berturut-turut. Sebelum diketahui menderita Bronkitis kronis, pada awalnya pasien

    yang mengalami batuk produktif yang panjang biasanya terdiagnosis oleh dokter mengalami

    tuberculosis, kanker paru, dan congestive heart failure.

    Bronkitis kronik sering disamakan dengan emfisema, padahal keduanya berbeda.

    Kedua penyakit ini sering ditemukan pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Menahun

    (PPOM). PPOM merupakan penyebab kematian keempat di Amerika Serikat. Diperkirakan

    12 juta orang Amerika menderita bronkitis kronik dan atau emfisema (National Heart, Lung,

    and Blood Institute, 1986). Sedangkan American Thoracic Society dalam buku Standards for

    the diagnosis and care of patients with chronic obstructive pulmonary disease tahun 1995,

    sekitar 10 juta orang Amerika menderita PPOM, dan menyebabkan 40.000 kematian setiap

    tahun. Sedangkan Tjandra Yoga Aditama dosen FK UI, dalam Cermin Dunia Kedokteran No.

    84 tahun 1993 menyatakan bahwa di Indonesia penyakit asma, bronkitis dan emfisema

    merupakan penyebab kematian ke 10. Bronkitis, asma dan penyakit saluran napas lain

    menduduki peringkat ke lima dalam pola morbiditas di negara kita. PPOM menyerang pria

    dua kali lebih banyak daripada wanita, diperkirakan karena pria merupakan perokok yang

    lebih berat dibandingkan wanita, tetapi insidensnya pada wanita semakin meningkat dan

    stabil pada pria (Price, 1992). Untuk Bronkitis kronis, jumlah orang dewasa yang terdiagnosa

    kronik Bronkitis pada tahun 2007 di Amerika Serikat adalah 7,6 juta orang.

    Dampak yang timbul akibat menderita penyakit bronkitis kronis adalah infeksi

    saluran napas yang berat dan sering, penyempitan dan penyumbatan bronchus, sulit

    bernafas, disability, hingga kematian. Kebiasaan merokok merupakan faktor penting yang

    berkontribusi menyebabkan bronkitis kronik. Menurut American Academy of Family

    Physian, lebih dari 90 persen pasien bronkitis kronis memiliki riwayat pernah menjadi

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    3

    perokok. Tetapi terdapat faktor lain yang sedikit kontribusinya menyebabkan bronkitis

    kronik yaitu infeksi virus atau bakteri, polusi udara (ozon dan nitrogen dioksida/NO2),

    terpajan iritan di tempat kerja, dan lain-lain. Iritan-iritan yang dapat menyebabkan penyakit

    ini diantaranya uap logam (fume) dari bahan-bahan kimia seperti sulfur dioksida (SO2),

    hidrogen sulfida (H2S), bromin (Br), amonia (NH3), asam kuat, beberapa organic solvent, dan

    klorin (Cl). Debu juga dapat menyebabkan bronkitis kronis, seperti debu batu bara atau

    debu pertanian (www.pdrhealth.com).

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    4

    BAB II

    PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA (BRONKITIS KRONIK)

    2.1 Review Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernafasan

    Sistem pernafasan merupakan tempat keluar masuknya udara dari dan ke paru-

    paru yaitu tempat pertukaran O2 dan CO2 udara dan darah. Fungsi dari sistem pernafasan

    secara langsung tergantung dari baik tidaknya fungsi dari sistem sirkulasi (Bantas, 2007).

    2.1.1 Struktur Sistem Pernafasan

    Sistem Pernafasan terdiri dari traktus respiratorius bagian atas dan bagian bawah.

    Berikut ini akan dijelaskan bagian-bagian tersebut satu per satu.

    2.1.1.1 Traktus Respiratorius Bagian Atas (Di Luar Cavum Thorax)

    a. Hidung/rongga hidung (cavum nasi)

    Hidung dibentuk oleh tulang dan tulang rawan (cartilago) yang dilapisi oleh kulit. Di

    dalam rongga hidung (cavum nasi) terdapat bulu atau rambut yang berfungsi untuk

    memblokir masuknya debu dari udara. Cavum nasi berada didalam tengkorak, dibagi

    menjadi dua bagian oleh septum nasi. Mukosa dari cavum nasi terdiri dari sel-sel epithelium

    bersilia dengan sel-sel goblet yang mensekresi lendir (mucus). Permukaan mukosa cavum

    nasi bertambah luas dengan adanya lekukan dan tonjolan-tonjolan yang disebut dengan

    conchae. Cavum nasi bersifat hangat dan lembab karena adanya pembuluh -pembuluh

    darah dibawah jaringan mukosa dan adanya mucus atau lendir disana. Mucus berfungsi

    untuk menangkap debu dan mikroorganisme, sedangkan silia (cilia) berfungsi untuk

    membawa dan menyapu mucus kearah farings. Pada mukosa cavum nasi juga terdapat

    reseptor n.olfactorius (saraf pembau) yang memberikan respons terhadap udara yang

    dihirup (Bantas, 2007).

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    5

    b. Farings (pharynx)

    Farings merupakan merupakan pipa (tuba) yang terdiri dari jaringan otot. Terletak

    disebelah posterior dari cavum nasi dan cavum oris (rongga mulut). Farings terdiri dari

    nasofarings (nasopharynx), terletak dibelakang cavum nasi; orofarings (oropharynx); dan

    laringofarings (Bantas, 2007).

    c. Larings (larynx)

    Laring menghubungkan antara faring dan trakea. Laring ini ditopang sembilan

    kartilago. Kartilago tersebut terdiri dari kartilago tiroid (jakun) dan kartilago krikoid. Pada

    laring juga terdapat pita suara yang berfungsi sebagai sumber keluarnya suara manusia.

    Selain itu juga terdapat epiglottis yang berfungsi untuk menutup pernafasan ketika makan

    dan sebaliknya.

    d. Trachea

    Trakea merupakan saluran pernafasan yang bermula dari laring sampai ke

    percabangan paru-paru (bronkus) yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin kartilago yang

    terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti C. Trakea dilapisi oleh selaput lendir

    yang terdiri atas epitilium bersilia dan sel cangkir.

    Gambar 1. Traktus Respiratorius Bagian Atas

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    6

    2.1.1.2 Traktus Respiratorius Bagian Bawah (Di Dalam Cavum Thorax)

    a. Paru-paru (pulmo)

    Paru-paru merupakan alat yang paling vital dalam sisitem pernafasan karena pada

    paru-paru inilah terjadinya pergantian oksigen dan karbondioksida secara difusi dalam

    tubuh. Pergantian gas itu secara tepat terjadi pada alveolus ( gelembung paru-paru). Paru-

    paru terletak dalam rongga torak. Secara anatomi paru-paru kanan memiliki 3 lobus dan

    paru-paru kiri memiliki 2 lobus (Bantas, 2007). Paru-paru terdiri dari :

    1. Bronchus

    Bronkus merupakan percabagan saluran pernafasan pada dua paru-paru.

    Berdasarkan anatominya terdiri atas bronkus primer, bronkus sekunder, dan

    bronkus tersier. Bronkus primer kanan lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus

    dibandingkan dengan yang sebelah kiri. Objek asing yang masuk biasanya

    ditempatkan pada bronkus kanan. Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai 12

    kali untuk membentuk bronkus sekunder dan tersier. Bronkus sekunder dan tersier

    ini juga disebut sebagai bronkiolus.

    2. Bronchiolus

    Pada dinding bronchiolus tidak terdapat kartilago. Bronchiolus terdiri dari

    otot polos, hal tersebut secara klinis penting pada penyakit asma, dimana terjadi

    spasme pada otot-otot polos bronchiolus. Cabang-cabang bronchiolus berakhir pada

    sekelompok alveoli, yaitu kantung-kantung udara pada paru-paru.

    3. Alveolus

    Alveolus merupakan unit fungsional dari paru-paru. Fungsi alveolus sebagai

    tempat terjadinya pertukaran gas. Alveolus disusun oleh selapis se-sel epitel

    skuameus . Pada ruangan diantara kelompok-kelompok alveoli terdapat jaringan

    ikat elastik, yang penting untuk exhalasi .

    b. Membran pleura

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    7

    Paru-paru ditutup oleh membran tipis yang disebut membrane pleura. Membran

    pleura terdiri dari Pleura parietalis (luar) dan viceralis ( dalam). Pleura parietalis melindungi

    paru-paru dari gesekan dengan tulang-tulang iga dan dada, sedangkan pleura viceralis

    melindungi paru-paru dari gesekan alveolus sehingga tidak saling menempel

    Gambar 2. Traktus Respiratorius

    2.1.2 Fungsi Pernafasan dan Non-Pernafasan dari Paru

    a. Respirasi : pertukaran gas O2 dan CO2.

    b. Keseimbangan asam basa.

    c. Keseimbangan cairan.

    d. Keseimbangan suhu tubuh.

    e. Membantu venous return darah ke atrium kanan selama fase inspirasi.

    f. Endokrin : keseimbangan bahan vaso aktif, histamine, serotonin, ECF dan angiotensin.

    g. Perlindungan terhadap infeksi: makrofag yang akan membunuh bakteri.

    2.1.3 Mekanisme Pernafasan

    mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan

    pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.

    a. Pernapasan Dada

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    8

    Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk.

    Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut.

    1. Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga

    dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada

    tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.

    2. Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang

    rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada

    menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar

    daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida

    keluar.

    b. Pernapasan Perut

    Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas

    otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada.

    Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap yakni sebagai berikut.

    1. Fase Inspirasi. Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar,

    akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar

    masuk.

    2. Fase Ekspirasi. Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali

    ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi

    lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.

    2.2 Interaksi Pajanan dan Gangguan Kesehatan

    Penyakit Paru Akibat Pekerjaan terjadi akibat terhirupnya atau terinhalasinya

    partikel, kabut, uap atau gas yang berbahaya pada saat seseorang sedang bekerja. Lokasi

    tersangkutnya zat tersebut pada saluran pernafasan atau paru-paru dan jenis penyakit paru

    yang terjadi, tergantung kepada ukuran dan jenis partikel yang terhirup. Partikel yang lebih

    besar mungkin akan terperangkap di dalam hidung atau saluran pernafasan yang besar,

    tetapi partikel yang sangat kecil bisa sampai ke paru-paru. Di dalam paru-paru, beberapa

    partikel dicerna dan bisa diserap ke dalam aliran darah. Partikel yang lebih padat yang tidak

    dapat dicerna akan dikeluarkan oleh sistem pertahanan tubuh (Saffira, 2009).

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    9

    Bronkitis kronik timbul sebagai akibat dari adanya pajanan terhadap agent

    infeksi maupun non-infeksi (terutama rokok tembakau). Agen non-infeksi masuk ke dalam

    tubuh melalui jalur inhalasi. Agen non-infeksi seperti polusi udara terinhalasi ketika pekerja

    sedang beraktifitas di lingkungan kerjanya.

    Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan

    vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme. Tidak seperti emfisema,

    Bronkitis lebih mempengaruhi jalan nafas kecil dan besar dibandingkan pada alveolinya.

    Aliran udara dapat atau mungkin juga tidak mengalami hambatan. Pekerja dengan

    Bronkitis kronis akan mengalami (Saffira, 2009):

    a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana

    akan meningkatkan produksi mukus.

    b. Mukus lebih kental.

    c. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus.

    Oleh karena itu, mucocilliary defence dari paru mengalami kerusakan dan

    meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar

    mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan

    meningkat. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali

    ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama

    dengan produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan

    mempersempit saluran udara besar. Bronkitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada

    bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.

    2.3 Jenis dan Penyebab Penyakit

    Bronkitis kronik merupakan salah satu Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD).

    Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk

    sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan

    resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Komar,

    1995).

    Bronkitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun

    (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari luar

    bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan keadaan yang berkaitan dengan

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    10

    produksi mukus takeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan

    batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun

    secara berturut-turut.

    Gambar 3. Bronkitis Kronis

    Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa

    bronkus dan peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltrasi sel-sel radang dan edema

    mukosa bronkus. Pembentukan mukus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu

    batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya

    mempengaruhi bronkiolus yang kecil sedemikian rupa sehingga bronkiolus tersebut rusak

    dan dindingnya melebar (Price, 1992).

    Menurut Barry S. Levy dalam bukunya Preventing Occupational Disease and Injury

    tahun 2005, bronkitis kronik merupakan penyakit yang diakibatkan oleh multifaktor.

    Penyebab lingkungan merupakan penyebab yang mencolok dengan kehadiran semua

    faktor-faktor lingkungan yang berbahaya. Tak hanya itu, penelitian membuktikan genetik

    juga mempengaruhi munculnya penyakit ini dengan interaksi gene-environment. Infeksi viral

    yang akut dan kronik pada saluran pernapasan juka memegang peran penting dalam asal-

    usul dan persistensi bronkitis kronik.

    Faktor penyebab Bronkitis kronik terdiri dari agen infeksi dan agen non-infeksi. Agen

    infeksi yaitu virus dan bakteri seperti stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, dan

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    11

    haemophilus influenzae. Agen non-infeksi yaitu merokok, polusi udara, dan pajanan iritan

    yang biasanya terdapat pada daerah industri. Pajanan iritan dikelompokkan menjadi tiga

    kategori yaitu bahan kimia yang spesifik seperti sulfur dioksida (SO2), hidrogen sulfida (H2S),

    bromin (Br), amonia (NH3), asam kuat, beberapa organic solvent, dan klorin (Cl); debu dan

    aerosol yang ditemukan di pembangunan rumah atau gedung, pabrik semen, penambangan

    batubara dan penambangan lainnya, pengecoran logam, pabrik karet, pengelasan, dan

    tempat penghacuran batu, ; dan debu-debu pertanian seperti debu kapas, rami, potasium,

    dan fosfat (Levy, 2005). Polusi udara yang terus menerus juga merupakan predisposisi

    infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis, sehingga

    timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah

    (Saffira, 2009).

    Bronkitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai

    beberapa alat tubuh (Saffira, 2009), yaitu :

    a. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti

    menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi

    bakteri mudah terjadi.

    b. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat

    menyerang dinding bronchus.

    c. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi

    dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.

    2.4 Pekerja Berisiko

    Berikut ini pekerja yang berisiko bronkitis kronis berdasarkan iritan penyebabnya di

    lingkungan kerja :

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    12

    Tabel 1. Pekerja Berisiko Bronkitis Kronis berdasarkan Iritan yang memajan

    No Bahan Kimia Pekerja Berisiko

    1. Amonia (NH3) Pekerja di pabrik pupuk urea (www.pusri.co.id), elektroplating,

    pemadam kebakaran, semiconductor manufacturing, pembakaran

    polimer sintetik, dan lain sebagainya (www.hazmap.nlm.nih.gov).

    2. Arsenic (As) Petani yang menyemprotkan insektisida (www.id.wikipedia.org),

    pekerja produksi baterai, electroplating, dan produksi

    semiconductor (www.hazmap.nlm.nih.gov).

    3. Klorin (Cl) Pembersih kolam renang; pekerja yang bekerja di industri kertas,

    industri tekstil, industri cat, industry plastik.

    (www.id.wikipedia.org).

    4. Sulfur dioksida

    (SO2)

    Pekerja yang berhubungan dengan: produksi alumunium, baterai,

    semen, pertanian (pestisida), kulit, pengecoran logam, minyak

    bumi, tekstil, pulp and paper, keramik, perhiasan, dan lain-lain

    (www.hazmap.nlm.nih.gov).

    5. Hidrogen sulfida

    (H2S)

    Pekerja pada pertanian (debu, asfiksian, dll), pertambangan,

    produksi baja, dan lain-lain (www.hazmap.nlm.nih.gov).

    6. Bromin (Br) Pekerja pada photographic processing, pada industri tekstil

    berupa proses printing, dyeing, dan finishing, pada pekerja

    dengan penggunaan desinfektan, dan lain-lain.

    7. Ozone (O3) Pekerja yang terpajan ozon diantaranya adalah pekerja pada

    pembuatan keramik, pengelasan, pulp and paper, dan lain-lain.

    8. Nitrogen

    dioksida (NO2)

    Pekerja yang berhubungan dengan pembakaran celluloid, natural

    polymer, synthetic polymer, dan lain-lain.

    9. Debu Pekerja pada penambangan batu bara, pembangunan rumah

    atau gedung, pabrik semen, penambangan lainnya, pengecoran

    logam, pabrik karet, pengelasan, dan tempat penghacuran batu,

    pabrik kapas, dan petani yang terpajan debu pertanian seperti

    rami,gandum, dan postasium.

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    13

    Penyakit bronkitis kronik juga diawali dengan kebiasaan merokok, sehingga pekerja

    yang merokok lebih berisiko terkena penyakit bronkitis kronik dibandingkan dengan pekerja

    yang tidak merokok karena pekerja yang merokok lebih cepat mengalami penurunan atau

    kerusakan fungsi paru, dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus

    sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang

    baik untuk pertumbuhan bakteri.

    2.5 Gejala Klinik dan Dasar Diagnosis

    2.5.1 Gejala Klinik

    Gejala yang sering muncul pada penderita bronchitis kronik adalah batuk. Namun

    sulit melakukan diagnosis apakah seseorang menderita bronkitis kronik hanya dengan

    melihat batuk.

    1. Batuk produktif

    Sifat batuk yang terdapat pada penderita bronchitis kronik berupa batuk yang

    berdahak kental terus-menerus menandakan terjadinya inflamasi lokal dan banyaknya

    kemungkinan kolonisasi dan infeksi bakteri. Kekentalan sputum (dahak) akan meningkat

    tajam sebagai hasil dari kehadiran DNA bebas (berat molekul dan kekentalan tinggi). Batuk

    produktif yang berdahak terjadi pada perokok dengan angka lebih dari 50% (Calverley,

    P.M.A., Georgopoulos, D., 2006). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu sepuluh tahun setelah

    mulai terbiasa merokok. Pada COPD atau bronkitis kronik, batuk biasanya parah atau

    kambuh pada pagi hari namun sering kali disalahartikan sebagai 'batuk perokok'. Namun,

    pada perokok yang berhenti, batuk akan hilang namun kerusakan pada fungsi paru akan

    menetap.

    2. Sesak napas

    Sesak napas merupakan gejala yang paling signifikan pada pasien COPD. Sesak

    napas dapat didefinisikan sebagai usaha pernapasan yang meningkat atau tidak sesuai.

    Gejala ini merupakan gejala yang dirasakan oleh pasien. Pasien biasanya mendeskripsikan

    sesak napas sebagai kesulitan dalam melakukan inspiratori.

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    14

    3. Suara nafas mendecit

    Penyempitan saluran pernapasan yang terus-menerus dan obstruksi mukus dapat

    menyebabkan terjadinya suara nafas yang mendecit. Keluhan ini sulit untuk dievaluasi

    karena sifat dasarnya yang memang terputus-putus, tidak muncul terus-menerus serta

    pemahaman pasien mengenai hal ini memang terbatas.

    Gambar 4. Perbedaan bronkus yang normal dengan bronkus yang memiliki penyakit

    bronkitis

    2.5.2 Dasar Diagnosis

    Secara umum pendekatan cara diagnosis penyakit bronkitis kronik berupa

    anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

    1. Anamnesis

    Anamnesis dilakukan dengan wawancara pada penderita atau pekerja mengenai

    riwayat pekerjaan, pajanan, dan riwayat penyakit. Selain itu, anamnesis dapat dari data

    pajanan dan MSDS. Riwayat merokok merupakan hal yang penting untuk diketahui karena

    kebiasaan merokok berkontribusi besar dalam timbulnya penyakit bronkitis kronik.

    2. Pemeriksaan fisik

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    15

    Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan melihat tanda-tanda yang umum seperti

    batuk yang retentif, suara napas yang mendecit, dan juga cyanosis di bagian lidah dan

    membran mukosa akibat pengaruh sekunder polisitemia. Dari postur, penderita memiliki

    kecenderungan overweight. Sedangkan melihat dari usia, kebanyakan penderita berumur

    45-60 tahun. Penderita bronkitis kronik juga mengalami perubahan pada jantung berupa

    pembesaran jantung, cor pulmonal.

    Pemeriksaan fisik yang dapat digunakan untuk mengukur paru-paru antara lain

    adalah Uji fungsi paru adalah tes yang dilakukan untuk mengukur kemampuan paru-paru

    dalam melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida.

    Gambar 5. Tes Faal Paru (Cermin Dunia Kedokteran No. 128, 2000)

    Tes ini dilakukan menggunakan alat-alat khusus dan di dalamnya terdapat beberapa

    tes, di antaranya:

    a. Spirometri

    Pengukuran dilakukan menggunakan spirometer. Spirometri merupakan salah satu

    evaluasi paru yang sederhana. Fungsi dari spirometri sendiri antara lain untuk menentukan

    seberapa baik menerima, menahan, dan menggunakan udara, untuk memonitor penyakit

    paru, untuk memonitor keefektifan dari sebuah pengobatan, untuk menentukan tingkat

    keparahan sebuah penyakit paru, untuk menentukan apakah penyakit paru tersebut

    restriktif (penurunan laju udara) atau obstruktif (gangguan laju udara).

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    16

    b. Pengukuran peak flow rate

    Peak flow rate (PFR) adalah kecepatan maksimum aliran ekspirasi selama ekshalasi

    paksa (WHO, 1992). Uji yang dilakukan mengukur seberapa cepat seseorang dapat

    meniupkan udara keluar dari paru-paru. Pada penderita asma atau beberapa penyakit paru

    lainnya, besar jalan udara di dalam paru-paru akan semakin mengecil. Hal ini akan

    menyebabkan melambatnya kecepatan udara yang meninggalkan paru-paru. Evaluasi ini

    penting untuk mengevaluasi pengontrolan dari sebuah penyakit.

    Gambar 6. Tafsiran Hasil Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) (Cermin Dunia Kedokteran No. 128, 2000).

    c. Arterial blood gas (ABG)

    Tes darah ini merupakan tes yang digunakan untuk melihat kemampuan paru-paru

    menyediakan darah dengan oksigen dan menghilangkan karbon dioksida, dan untuk

    mengukur pH darah.

    d. Pulse oximetry

    Pengukuran dilakukan menggunakan oksimeter. Oksimeter berfungsi untuk

    mengukur kadar oksigen di dalam darah.

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    17

    3. Evaluasi laboratorium (Pemeriksaan non-fisik)

    a. Tes darah CBC (complete blood count)

    Pengukuran ini digunakan untuk melihat kenaikan jumlah sel darah merah jika

    terdapat hipoksemia kronik. Jumlah sel darah putih akan meningkat jika terdapat infeksi

    pada pasien pneumonia. Namun, pada penderita bronkitis kronik, pengukuran jumlah sel

    darah ini tidaklah terlalu abnormal.

    Identifikasi pasien COPD yang mengalami polycythaemia sangatlah penting karena

    hal ini merupakan faktor predisposi kejadian-kejadian yang berhubungan dengan vaskular.

    Seseorang dapat diduga mengalami polycythaemia bila hematokrit >47% pada wanita dan

    >52% pada pria.

    b. Radiografi dada

    Bronkitis kronik juga dapat dilihat melalui radiografi dada. Pada penderita bronkitis

    kronik biasanya radiografi dada menemukan peningkatan volume dada dengan diafragma

    dalam keadaan hiperinflasi. Kemudian, dinding bronchial juga mengalami penebalan.

    Ukuran jantung membesar menyebabkan volume jantung sebelah kanan terbebani terlalu

    berat.

    2.6 Metode Surveilans

    2.6.1 Pekerja

    Surveilans merupakan suatu kegiatan yang sistemik untuk mengumpulkan,

    membandingkan, menganalisis dan mengintepretasikan data; mendesiminasikan informasi

    kepada yang membutuhkan untuk melakukan aksi (Helda, 2007). Tujuan dari surveilans

    adalah untuk melakukan deteksi dini terhadap suatu penyakit. Surveilans kesehatan paru

    pada pekerja dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat diagnosis seperti anamnesis,

    pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari pemeriksaan tersebut dapat dideteksi

    gangguan respirasi berupa batuk, berdahak, dan sesak menggunakan kuesioner standar dan

    pemeriksaan fisik; deteksi gangguan fungsi paru menggunakan tes spirometri; deteksi

    kelainan anatomi termasuk fibrosis jaringan paru melalui foto toraks.

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    18

    Hasil dari surveilans pada pekerja kemudian akan digunakan untuk melakukan

    pengendalian. Pengendalian pada penderita bronkitis kronik berupa program promosi,

    pencegahan, dan pengendalian.

    2.6.2 Lingkungan

    Surveilans di lingkungan kerja dapat dilakukan melalui tiga tahap rekognisi, evaluasi,

    dan pengendalian. Surveilans di lingkungan mengukur variabel-variabel apa saja yang

    berkontribusi pada timbulnya kasus bronkitis kronik seperti asap rokok serta iritan-iritan lain

    yang terdapat d tempat kerja sesuai dengan karakteristik tempat kerjanya. Bila surveilans di

    lingkungan telah dilakukan maka bandingkan hasilnya dengan standar yang ada (misalnya

    TLV). Hasil tersebut penting untuk melihat apakah pajanan yang diterima pekerja besar dan

    berkontribusi menimbulkan bronkitis kronik. Bila pajanan telah melewati ambang batas

    maka harus segera dilakukan pengendalian dapat berupa eliminasi, substitusi, minimisasi,

    engineering control, administrative control, dan PPE

    2.7 Program Promosi, Pencegahan, dan Pengendalian

    2.7.1 Promosi Kesehatan Kerja terhadap Penyakit Bronkitis Kronis

    Menurut Ottawa Charter WHO 1986, promosi kesehatan terdiri atas

    1. Build healthy public policy

    2. Create supportive environment

    3. Strengthen community skills

    4. Develop personal skills

    5. Reorient health service

    Sesuai dengan definisi di atas, promosi kesehatan untuk penyakit bronkitis kronis

    adalah sebagai berikut:

    1. Build healthy public policy

    Kebijakan dan komitmen merupakan modal utama dalam mengendalikan masalah

    penyakit akibat kerja pada suatu perusahaan. Fungsi kebijakan itu sendiri adalah untuk

    menjamin atau memastikan bahwa kebijakan tersebut berkembang di semua sektor,

    sehingga dapat berkontribusi dalam membentuk tempat kerja yang sehat.

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    19

    2. Create supportive environment

    Membentuk lingkungan yang kondusif secara fisik, sosial, ekonomi, kultural, dan

    spiritual, yang dapat melahirkan efek positif terhadap kesehatan pekerja. Misalnya, pada

    teknologi yang digunakan dan kondisi lingkungan yang baik seperti udara bersih dan air. Tak

    hanya itu, organisasi kerja juga harus baik agar tidak menimbulkan stres pada pekerja, dan

    lain-lain. Membuat area bebas rokok merupakan cara yang efektif dalam mengendalikan

    penyakit paru di perusahaan.

    3. Strengthen community skills

    Dengan meningkatkan pengetahuan pentingnya hidup sehat pada komunitas, maka

    setiap individu secara otomatis akan mengikuti langkah yang diambil pada komunitasnya.

    Hal ini dapat memberi efek positif pada peningkatan derajat kesehatan masing-masing

    pekerja. Misalnya dengan melakukan training penggunaan masker pada para pekerja,

    sehingga dapat mengurangi inhalasi fume, polusi udaram, dan lain-lain ke dalam tubuh

    pekerja.

    4. Develop personal skills

    Skill pada setiap individu juga harus ditanamkan agar menjadi pribadi yang pintar

    dan memiliki pengetahuan yang baik. Dengan cara ini, setiap individu diharapkan mampu

    berpikir dengan logis mengenai pentingnya hidup sehat. Misalnya dengan memberikan

    training-training pola hidup sehat, agar mengindari aktivitas merokok, dan sebagainya.

    5. Reorient health services

    Dengan membuat sistem yang fokus kepada kebutuhan seluruh pekerja dan

    mengadakan pelayanan kesehatan yang menghubungkan provider dengan user. Misalnya

    dengan memberikan pelayanan konseling masalah kesehatan dan psikologi yang dapat

    mempengaruhi kesehatan pekerja.

    Materi yang diberikan dalam promosi kesehatan penyakit paru, khususnya bronkitis

    kronis adalah sebagai berikut

    Perilaku hidup sehat, seperti tidak merokok, olah raga, dan lain-lain.

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    20

    Perilaku kerja sehat, seperti menggunakan APD, dan bekerja sesuai SOP.

    Hak dan kewajiban pekerja agar mendapat lingkungan kerja yang sehat.

    2.7.2 Pencegahan Penyakit Bronkitis Kronis

    Pencegahan-pencegahan yang dilakukan agar terhindar dari bronkitis kronik adalah

    a. Menghindari merokok, karena merokok merupakan akar penyebab utama bronkitis

    kronik.

    b. Menghindari iritan, seperti polusi udara, fume, dan lain-lain.

    c. Menghindari terkena infeksi saluran respirasi. Flu dapat menjadi predisposisi jika telah

    terkena penyakit bronkitis kronik, oleh karena itu cuci tangan dengan sabun sangat

    efektif menghindari infeksi virus atau kuman ke dalam tubuh.

    d. Mengurangi pajanan dengan teknik-teknik pengendalian industrial higiene, yaitu

    eliminasi, subtitusi, engineering control, administrative control, APD, dan sebagainya.

    e. Melakukan surveilens kesehatan dengan pembagian kuesioner secara periodik. Hal ini

    sangat direkomendasikan pada para pekerja yang berisiko bronkitis kronik (Levy, 2005).

    2.7.3 Treatment Penyakit Bronkitis Kronis

    Karena merokok merupakan penyebab utama bronkitis kronis, maka langkah

    penting yang harus diambil adalah keluar dari kebiasaan merokok tersebut. Dengan

    mengikuti program-program stop merokok atau mengikuti grup-grup dan asosiasi stop

    merokok tertentu, pekerja diharapkan dapat menemukan teman-teman yang memiliki

    masalah penyakit yang sama sehingga dapat saling bertukar pikiran. Cara menghilangkan

    kebiasaan merokok ini misalnya dengan mengganti rokok dengan inhaler, permen karet, dan

    lain-lain.

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    21

    BAB III

    PENUTUP

    Bronkitis kronik adalah salah satu penyakit terkait kerja yang termasuk dalam

    Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM), selain emfisema dan asma. Penyakit ini ditandai

    dengan batuk produktif selama minimal tiga bulan setahun dan pada dua tahun berturut-

    turut. Bronkitis kronik merupakan penyakit yang diakibatkan oleh multifaktor, tetapi faktor

    penting yang menyebabkan bronkitis kronik adalah kebiasaan merokok. Faktor lain yang

    juga berkontribusi adalah infeksi virus atau bakteri, polusi udara, terpajan iritan di tempat

    kerja, seperti uap logam sulfur dioksida, hidrogen sulfida, bromin, beberapa organic solvent,

    klorin dan lain-lain.

    Gejala klinik bronkitis kronis diantaranya adalah batuk produktif, sesak napas, suara

    napas mendecit. Sedangkan dasar diagnosisnya adalah berupa anamnesis, pemeriksaan fisik

    berupa tanda-tanda umum serta uji fungsi paru, dan evaluasi laboratorium berupa tes darah

    dan radiografi dada. Metode surveilans dilakukan pada pekerja dan lingkungan. Surveilans

    pada lingkungan dapat dilakukan dengan pengukuran asap rokok serta iritan di tempat

    kerja. Promosi kesehatan serta pencegahan yang dilakukan biasanya cenderung fokus pada

    penghentian kebiasaan merokok. Untuk mengatasi iritan penyebab bronkitis kronis di

    lingkungan bisa digunakan melalui teknik pengendalian industrial higiene, seperti eliminasi,

    subtitusi, isolasi, dan lain-lain.

  • Created By: Apriastuti Puspitasari, Putri Wulandari, dan Rika Nurhayati; K3 FKM UI

    22

    DAFTAR PUSTAKA

    Bantas, Krisnawati. Modul Kuliah Anatomi Fisiologi : Sistem Respirasi. Depok: Fakultas

    Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007.

    Barry S. Levy, et al. Preventing Occupational and Injury. Washington : DC.APHA, 2005.

    Dahlan, Zul. Penegakan Diagnosis dan Terapi Asma dengan Metode Obyektif. Dari Cermin

    Dunia Kedokteran No. 128, 2000.

    Kumar, Robbins Contran. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran,

    1995.

    Lax, Michael B., et al. Recognizing Occupational Disease: Taking an Effective Occupational

    History . http://www.aafp.org/afp/980915ap/lax.html [18 September 2009].

    La-Dou-J. Occupational Medicine. Connecticut: Prentice Hall, 1990.

    Saffira, Rizkia. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan COPD.

    http://irmanweb.files.wordpress.com/2008/07/asuhan-keperawatan-pada-pasien-

    dengan-copd.pdf [ 28 September 2009 ].

    Price, Sylvia Anderson-Lorraine McCarty. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

    Jakarta : EGC, 1992.

    Wilkins, Robert L-James R. Dexter. Respiratory Disease : Principles of Patient Care. USA : F.A

    Davis Company, 1993.

    WHO. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta : EGC.

    Chronic Bronchitis. http://www.pdrhealth.com/disease/disease-

    mono.aspx?contentFileName=BHG01PU03.xml&contentName=Chronic+Bronchitis&

    contentId=25 [18 September 2009].