bronkhiolitis

31
LAPORAN KASUS BRONKIOLITIS Dokter Pembimbing : dr. I Wayan Gde Sugiharta, Sp.A Disusun oleh : L. Zulhirsan (H1A006024) DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA 1

description

definisi,etiologi,patogenesis, diagnosis,terapi dan prognosis bronkiolitis

Transcript of bronkhiolitis

Page 1: bronkhiolitis

LAPORAN KASUS

BRONKIOLITIS

Dokter Pembimbing :

dr. I Wayan Gde Sugiharta, Sp.A

Disusun oleh :

L. Zulhirsan (H1A006024)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYADI BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUD PRAYAMATARAM

2013

1

Page 2: bronkhiolitis

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ialah infeksi akut yang dapat terjadi di setiap

tempat di sepanjang saluran pernapasan dan adneksanya (telinga tengah, kavum pleura dan sinus

paranasalis). Secara anatomic ISPA dikelompokkan menjadi ISPA-atas misalnya batuk-pilek,

faringitis, tonsillitis, dan ISPA-bawah seperti bronchitis, bronkiolitis dan pneumonia. ISPA-atas

jarang menimbulkan kematian walaupun insidennnya jauh lebih tinggi dibandingkan ISPA-

bawah.

Pneumonia dan bronkiolitis yang merupakan bagian dari ISPA-bawah yang banyak

menimbulkan kematian, sehingga berperan besar dalam tingginya angka kematian bayi. Setiap

tahun diperkirakan 4 juta anak balita meninggal akibat ISPA (terutama akibat pneumonia dan

bronkiolitis) di negara berkembang. Bronkiolitis sendiri merupakan suatu penyakit infeksi akut

tersering pada usia kurang dari 2 tahun yang menimbulkan obstruksi inflamasi pada saluran

napas kecil (bronkiolus). Penyebab tersering dari bronkiolitis adalah virus Respiratory Syncytical

(RSV). Secara klinis bronkiolitis akut sukar dibedakan dengan pneumonia bakteri. Dan karena

mempunyai gejala obstruksi saluran napas, secara klinis sukar dibedakan dengan serangan asma.

Bronkiolitis pada masa bayi dapat menimbulkan dampak pada saluran napas berupa batuk,

wheezing dan hiperreaktivitas sampai beberapa tahun kemudian.

2

Page 3: bronkhiolitis

BAB II

BRONKIOLITIS

A. DEFINISI

Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratorik akut-bawah yang ditandai dengan adanya

inflamasi pada bronkiolus. Umumnya infeksi disebabkan oleh virus. Penyakit ini terjadi selama

usia 2 tahun pertama dengan insidensi puncaknya pada sekitar usia 6 bulan. Secara klinis

ditandai dengan episode wheezing, nafas cepat dan retraksi dada.

B. EPIDEMIOLOGI

Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratori tersering pada bayi. Paling sering

terjadi pada usia 2-24 bulan, puncaknya terjadi pada usia 2-8 bulan. Sembilan puluh lima persen

kasus terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun dan 75 % diantaranya terjadi pada anak berusia

di bawah 1 tahun.

Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki berusia

3-6 bulan yang tidak mendapat ASI dan hidup di lingkungan padat penduduk. Selain Orenstein,

Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak pada anak laki-laki

daripada anak perempuan. Dominasi pada anak laki-laki yang dirawat juga disebutkan oleh Shay,

yaitu 1,6 kali lebih banyak daripada anak perempuan, sedangkan Fjaerli menyebutkan 63 %

kasus bronkiolitis adalah laki-laki.

Sebanyak 11,4% anak berusia di bawah 1 tahun dan 6% anak berusia 1-2 tahun di AS

pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di RS dan

menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasus

perawatan di RS pada bayi. Frekuensi bronkiolitis di Negara-negara berkembang hampir sama

dengan di AS. Insidensi terbanyak terjadi pada musim dingin atau musim hujan di Negara-negara

tropis. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2002 dan tahun

2003, bronkiolitis banyak didapatkan pada bulan Januari sampai bulan Mei .

Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di Negara-negara berkembang daripada di

Negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi,

kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan penduduk di Negara berkembang. Angka mortalitas

di negara berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1-3 %.

3

Page 4: bronkhiolitis

C. ETIOLOGI

Penyebab utama dari bronkiolitis adalah infeksi repiratory syncytical virus (RSV) yang

memilki morbiditas dan mortalitas tinggi, terutama pada anak dengan risiko tinggi dan

imnunokompromise. Sekitar 95 % dari kasus-kasus tersebut secara serologis terbukti disebabkan

oleh invasi RSV. Orenstein menyebutkan pula beberapa penyebab lain seperti Adenovirus, virus

influenza, virus parainfluenza, Rhinovirus dan mikoplasma. Tidak ada bukti yang kuat bahwa

bakteri menyebabkan bronkiolitis.

Virus RSV lebih virulen daripada virus lain dan menghasilkan imunitas yang tidak

bertahan lama. Infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan gejala klinis. RSV adalah

golongan paramiksovirus dengan bungkus lipid serupa dengan virus parainfluenza, tetapi hanya

mempunyai satu antigen permukaan berupa glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik linear.

Tidak adanya genom yang bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen bungkus berarti bahwa

komposisi antigen RSV relatif stabil dari tahun ke tahun.

D. FAKTOR RISIKO

Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada

bayi usia 6 bulan. Makin muda usia bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat

penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi

maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan

penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis dan

immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakit yang lebih

berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-laki dan wanita, namun bronkiolitis berat lebih sering

terjadi pada laki-Iaki. Selain itu, faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah status sosial ekonomi

yang rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, dan berada pada tempat

penitipan anak atau tempat dengan lingkungan yang padat penduduk.

E. PATOFISIOLOGI

Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons inflamasi akut,

ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mukus, timbunan debris selular/ sel-

sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema

submukosa. Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang

saluran respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara

4

Page 5: bronkhiolitis

yang besar, terutama pada bayi yang memilki penampang saluran respiratori yang kecil.

Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, akan tetapi karena

radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air tapping dan

hiperinflasi. Ateletaksis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak

diabsorbsi.

Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru. Penurunan kerja

ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi perfusi yang berikutnya akan

menyebabkan terjadinya hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan. Retensi

karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu terjadi. Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin

rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernapasan akan meningkat selama end expiratory lung

volume meningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila

respirasi 60x/menit.

Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan diganti setelah dua

minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag.

Berbeda dengan bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentolerir edema saluran napas

lebih baik, oleh karena itu pada anak besar dan dewasa jarang terjadi bronkiolitis bila terserang

infeksi virus saluran napas.

F. MANIFESTASI KLINIS

Mula-mula menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin. Gejala

ini kadang disertai demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian satu atau dua hari kemudian

timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing dan sesak napas. Bayi-bayi

akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan distres nafas dengan frekuensi nafas diatas 50- 60 kali

per menit (takipnea), kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat (takikardi). Suhu

badan bisa normal atau meningkat tinggi sampai 41 ºC. Terdapat nafas cuping hidung,

penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi interkostal, subkostal dan suprasternal. Retraksi

biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru).

Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa

stetoskop, serta terdapat crackles. Pada auskultasi dapat didapatkan rhonki basah halus nyaring

pada akhir atau awal ekspirasi. Suara perkusi paru hipersonor. Hepar dan lien dapat teraba

5

Page 6: bronkhiolitis

dibawah tepi kosta akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi.

Sering terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen <92% pada udara kamar. Pada beberapa pasien

dengan bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis media serta faringitis.

G. KLASIFIKASI

Klasifikasi bronkiolitis berdasarkan gejala klinis

Keparahan Tanda

Ringan Anak sadar, warna kulit merah muda

Dapat makan dengan baik

Saturasi oksigen > 90%. Saturasi oksigen diketahui dengan alat

sederhana di kantor dokter atau RS

Sedang Salah satu di antara:

Kesulitan makan

Lemah

Kesulitan bernapas, digunakannya otot-otot bantu pernapasan

Adanya kelainan jantung atau saluran napas

Saturasi oksigen < 90%

Usia kurang dari enam bulan

Berat Seperti kriteria untuk kategori sedang, namun:

mungkin tidak membaik dengan pemberian oksigen

menunjukkan episode terhentinya napas

menunjukkan tanda kelelahan otot pernapasan atau terkumpulnya

terlalu banyak karbon dioksida dalam tubuh.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan darah tepi tidak khas, jumlah leukosit berkisar antara 5000-24000 sel/μl. Pada

keadaan leukositosis, batand dan PMN banyak ditemukan.

- Analisis Gas Darah : hiperkapnia sebagai tanda dari air tapping, asidosis metabolik atau

respiratorik.

Analisa gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan gangguan pernafasan berat,

khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik, gejala kelelahan dan hipoksia.

6

Page 7: bronkhiolitis

- Foto Thorak diindikasikan pada :

o Pasien yang diperkirakan memerlukan perawatan lebih

o Pasien dengan pemburukan klinis yang tidak terduga

o Pasien dengan penyakit jantung dan paru yang mendasari.

Rontgen thoraks AP dan lateral dapat terlihat gambaran hiperinflasi paru dengan diameter

anteroposterior membesar pada foto lateral disertai dengan diafragma datar, penonjolan ruang

retrosternal dan penonjolan ruang interkostal. Dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar

pada sekitar 30 % penderita dan disebabkan oleh ateletaksis akibat obstruksi atau karena radang

alveolus.

7

Gambar 1. Tampak gambaran hyperaerated, patchy infiltrates, diafragma mendatar.

Gambar 2. Hyperexpanded lung fields, bilateral interstitial densities, and atelectasis of the right upper lobe.

Page 8: bronkhiolitis

- Identifikasi virus dengan memeriksa sekresi nasal dengan menggunakan tekhnik

imunofluoresens atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)

- Histopatologi: hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke peribronkial, destruksi dan

deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding mukosa. Terminal bronkiolus tersumbat dan

dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan fibrosis. Sensifitas pemeriksaan ini adalah 80-

90%.

I. DIAGNOSIS

Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya epidemi

RSV di masyarakat . Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing pertama kali, (2) umur 24

bulan atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya batuk,

pilek, demam dan (4) menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan

wheezing.

Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal. Pada pasien dengan

peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk batang. Analisa gas darah dapat

menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q mismatch dan asidosis metabolik jika terdapat

dehidrasi.

Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat

paru-paru mengembang (hyperaerated). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar,

mungkin atelektasis (patchy atelectasis ) atau pneumonia (patchy infiltrates). Pada x-foto lateral,

didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan x-

foto dada, dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan: siluet jantung yang menyempit,

8

Gambar 3. Hyperaerated Lung, Infiltrate at the upper part of right hemithorax

Page 9: bronkhiolitis

jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada

bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah paru tampak tersebar.

Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau bilasan

nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan waktu yang lama, dan

hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus. Ada cara lain yaitu dengan melakukan

pemeriksaan antigen RSV dengan menggunakan cara imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas

pemeriksaan ini adalah 80-90%.

J. DIAGNOSIS BANDING

¨ Asma bronchial

Terdapat riwayat keluarga asma, episode berulang pada bayi yang sama, mulainya

mendadak tanpa infeksi yang mendahului, ekspirasi sangat memanjang, eosinofilia dan respons

perbaikan segera pada pemberian satu dosis albuterol aerosol.

¨ Pneumonia

¨ Aspirasi benda asing

¨ Sistik fibrosis

¨ Miokarditis

K. KOMPLIKASI

Komplikasi dari bronkiolitis sangat minimal dan tergantung dari penatalaksanaan

penyakit sebelumnya.  Pada beberapa kasus didapatkan adanya gangguan fungsi paru yang

menetap, dimana timbulnya whezing berulang dan hiperaktifitas bronkial. Beberapa

studi kohort menghubungkan infeksi bronkiolitis akut berat pada bayi akan berkembang

menjadi asma. Suau studi kohort prospektif menemukan bahwa 23 % bayi dengan

riwayat bronkhiolitis berkembang menjadi asma pada usia 3 tahun, dibandingkan

dengan 1 % pada kelompok kontrol.

L. PENATALAKSANAAN

Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga sebagian

besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian

oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan,

penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan

nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator, antiinflamasi seperti kortikosteroid, antiviral

9

Page 10: bronkhiolitis

seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV immunoglobuline(polyclnal) atau

humanized RSV monoclonal antibody (palvizumad).

Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang

adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap.

Penderita resiko tinggi harus dirawat inap, diantaranya: berusia kurang dari 3

bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis,

defisiensi imun dan distres napas.

Manajemen dasar pengobatan bronkiolitis adalah meyakinkan pasien secara klinis stabil,

oksigenasi baik dan hidrasi baik.

Manfaat utama dari rawat inap bagi pasien dengan akut bronkiolitis adalah :

- Dapat melakukan pengawasan terhadap status klinis

- Dapat melakukan pemantauan saluran nafas (melalui penempatan posisi, pengisapan dan

pembersihan cairan).

- Dapat melakukan pemantauan hidrasi cairan tubuh yang adekuat

- Dapat memberikan edukasi kepada orang tua.

- Mendeteksi dan mengobati komplikasi yang mungkin timbul

- Mencegah penyebaran infeksi terhadap pasien lain dan pegawai

- Melakukan pengobatan menggunakan antivirus yang spesifik jika terdapat indikasi.

Indikasi-indikasi untuk perawatan di rumah sakit :

-    Tanda klinis gangguan pernafasan atau tanda kelelahan

-    Apnoe

-    Ketidakmampuan untuk makan

-    Hypoksemia

-    Pasien dengan kondisi dasar medis.

Pengobatan Suportif

A.    Pengawasan

Untuk pasien yang dirawat inap penting dilakukan pengawasan sistem jantung paru dan

jika ada indikasi dilakukan pemasanag pulse oxymetri.

B.     Oksigenasi

10

Page 11: bronkhiolitis

Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia, sehingga

memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan perfusi ventilasi paru-paru.

Pemberian oksigen tambahan direkomendasikan ketika saturasi oksigen menetap dibawah 91%

dan dihentikan ketika saturasi oksigen menetap diatas 94%.

Oksigenasi dengan kadar oksigen 30 – 40 % sering digunakan untuk mengoreksi

hipoksia, gunakan nasal kanul (dengan kecepatan maksimun 2L/m);

masker muka atau kotak kepala. Jika mungkin gunakan oksigen yang

dilembabkan. Jika hipoksemia menetap dengan atau tanpa distress berat, meskipun

sudah diberikan oksigen dengan kecepatan tinggi, maka segera lakukan permintaan

untuk penangan ICU anak dengan pemasangan ventilator.

C.     Pengaturan Cairan

Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah dehidrasi akibat keluarnya cairan lewat

evaporasi, karena pernafasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi

diberikan cairan rumatan. Berikan tambahan cairan 20 % dari kebutuhan rumatan jika didapatkan

demam yang naik turun atau menetap (suhu > 38,5  0C). Cara pemberian cairan ini bisa secara

intravena atau pemasangan selang nasogastrik. Akan tetapi harus hati-hati pemberian cairan

lewat lambung karena dapat terjadi aspirasi dan menambah sesak nafas, akibat lambung yang

terisi cairan dan menekan diafragma ke paru-paru. Selain itu harus dicegah terjadinya overload

cairan.

Lakukan pemeriksaan serum elektrolit dan jika mendapatkan nilai yang tidak

normal lakukan penggantian dengan cairan elektrolit.

Bayi > 1 bulan : infus dekstrose 10% : NaCL 0,9% = 3:1 + KCl 10 mEq/500 ml cairan

Neonatus : infus dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 4:1 + KCl 10 mEq/500 ml

Pengobatan Medikamentosa

A.  Antivirus (Ribavirin)

Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk

mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan antivirus.

Ribavirin adalah obat antivirusyang bersifat virus statik. The American of Pediatric

merekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan diperkirakan penyakitnya

menjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan

11

Page 12: bronkhiolitis

jantung, fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan pada

bayi-bayi premature. Ada beberapa penelitian prospektif tentang penggunaan

ribavirin pada penderita bronkiolitis dengan penyakit jantung dapat menurunkan

angka kesakitan dan kematian jika diberikan pada saat awal.

Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol 12-18 jam per hari atau

dosis kecil dengan 2 jam 3 x/hari.

B.  Bronkodilator

Secara umum jangan gunakan bronkodilator pada pasien anak dengan usia dibawah 6

bulan. Bronkodilator juga tidak dianjurkan dan sebetulnya merupakan kontra indikasi karena

dapat memperberat keadaan anak. Penderita dapat menjadi lebih gelisah dan keperluan oksigen

akan meningkat.

Wohl dan Chernick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran respiratory adalah

inflamasi dan penyempitan akibat edema mukosa dan sumbatan mukosa, serta kolapsnya saluran

respiratori kecil pada bayi dengan bronkiolitis, sehingga pendekatan logis terapi adalah

kombinasi α-adrenergik dan agonis β-adrenergik.

Kelebihan epinefrin dibandingkan dengan bronkodilator β-adrenergik selektif adalah :

-     Kerja konstriktor α-adrenergik yang merupakan dekongestan mukosa, membatasi

absorbsinya dan mengatur aliran darah pulmoner, dengan sedikit efek pada ventilation

perfusing matching.

-     Relaksasi otot bronkus karena efek β-adrenergik

-     Kerja β-adrenergik menekan pelepasan mediator kimiawi

-     Efek fisiologik antihistamin yang melawan efek histamin seperti edema

-    Mengurangi sekresi kataral.

Beta–agonis masih sering digunakan dengan alasan 15 – 25 % pasien bronkiolitis

nantinya akan menjadi asma. Inhalasi β2-agonis diberikan satu kali sebagai trial dose. Karena

efek akan tampak dalam 1 jam, maka dosis ulangan akan diberikan bila pasien menunjukkan

perbaikan klinis fungsi paru yang jelas dan menetap.

12

Page 13: bronkhiolitis

C.  Kortikosteroid

Untuk pasien rawat jalan dengan akut bronkiolitis pemberian steroid sistemik mungkin

dapat dipertimbangkan tetapi total pemberian tidak lebih dari 5 hari. Dapat diberikan

deksametason 0,5 mg/kgBB dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.

Untuk pasien rawat inap steroid sistemik tidak rutin diberikan. Sedangkan

untuk penanganan pasien pada intensive care unit dengan bronkiolitis berat pemberian steroid

sistemik dapat dipertimbangkan. Sedangkan pemberian steroid inhalasi (budesonide &

Fluticasone) sangat sedikit evidence based yang merekomendasikan.

D.  Antibiotik

Pemberian antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita bronkiolitis, karena

sebagian besar disebabkan oleh virus, kecuali jika ada tanda-tanda infeksi sekunder dapat

diberikan antibiotik spektrum luas.

Pemberian antibiotik justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang

resisten terhadap antibiotik tersebut.

Antibiotik bila dicurigai adanya infeksi bakteri dapat digunakan ampisilin 100-200

mg/kgBB/hr secara intravena dibagi 4 dosis. Bila ada konjungtivitis dan bayi berusia 1 – 4 bulan

kemungkinan sekunder oleh Chlamidia trachomatis.

Pengobatan Intensive Care Unit

Dilakukan konsultasi untuk perawatan pada ICU anak jika :

-    Terjadi progresivitas untuk gangguan pernafasan berat terutama pada kelompok yang

beresiko.

-    Terdapat episode apnoe yang signifikan dengan gangguan saturasi atau adanya frekuensi

pernafasan pendek lebih dari 15 detik.

-    Saturasi oksigen rendah yang menetap

-    Ketika pemeriksaan analisa gas darah telah selesai dan menggambarkan gangguan

pernafasan dimana pada darah arteri didapatkan : pO2 > 50 mmHg; pH 5,12

Tabel 2.

Penatalaksanaan Bronkiolitis Berdasarkan Berat Ringannya Gejala

Bronkiolitis

Ringan Sedang Berat

13

Page 14: bronkhiolitis

-     Tidak memerlukan

penilaian lebih lanjut

-      Perawatan dirumah,

jika orang tua pasien

mampu dan sudah

dijelaskan keadaannya

-      Berobat ulang ke

dokter setelah 2 – 3 hari

kemudian

 

-     Perawatan di rumah sakit

-      Berikan oksigen

sehingga saturasi oksigen

> 93 %

-     Pertimbangkan

pemberian cairan

intravena

-     Pengamatan seksama

terhadap perburukan

kondisi

-     Foto thorak

-    Aspirasi nasopharyngeal

untuk virus

imunoflurorecency

dan kultur

-    Perawatan di rumah sakit

-     Pemberian oksigen sampai

saturasi oksigen > 95 %

-     Pengamatan seksama untuk

antisipasi kemungkinan

memerlukan intubasi dan

pemakaian ventilator

-     Berikan cairan intravena

-     Monitor system

cardiorespiratori

-    Foto thorak

-    Aspirasi nasopharyngeal

untuk virus

imunoflurorecency

dan kultur

-   Pertimbangkan pengawasan

gas pembuluh darah arteri

-    Pertimbangkan untuk

konsultasi perawatan ICU

anak.

Kriteria Pulang

Pasien direkomendasikan pulang dengan kriteria :

-    Status pernafasan

o  Laju pernafasan kurang dari 70 kali dalam 1 menit dan tidak didapatkan tanda klinis usaha

pernafasan lebih

o  Orang tua dapat membersihkan saluran pernafasan anak dengan menggunakan alat sedot

gelembung.

o  Pasien dapat berada dalam ruang dengan udara bebas dengan oksigen terapi yang stabil.

14

Page 15: bronkhiolitis

o  Saturasi oksigen harus lebih dari 90% tanpa pemberian oksigen tambahan kecuali anak dengan

penyakit paru kronis, penyakit jantung atau mempunyai faktor resiko lain harus dilakukan

diskusi terlebih dahulu dengan konsultan.

-   Status nutrisi

o Pasien dapat makan melalui mulut pada tingkatan dapat mencegah dehidrasi

-    Sosial

o  Peralatan dirumah mampu untuk digunakan dalam perawatan dirumah

o  Orang tua atau penjaga anak mampu untuk melakukan perawatan dirumah

o  Dilakukan edukasi keluarga yang lengkap

-     Peninjauan lebih lanjut

Ketika ada indikasi, perawat rumah dan penyedia alat medis harus melakukan visit

terakhir.

Pemberi pertolongan utama harus memberikan persetujuan untuk pemulangan

Kontrol untuk peninjauan lebih lanjut harus dilakukan.

Edukasi Keluarga

Dilakukan pada saat pasien akan dipulangkan. Yaitu dengan memberitahukan :

-    Informasi mengenai penyakit bronkiolitis

-    Bagaimana cara membersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap gelembung.

-    Segera memanggil bantuan atau membawa pasien ke rumah sakit kembali jika didapatkan

gangguan pernafasan

-    Cara pencegahan penyakit dan penyebarannya dengan menghindari anak dari paparan asap

rokok ataupun zat yang mengiritasi lainnya, melakukan cuci tangan, dll.

M. PENCEGAHAN

Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi

udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya dengan membiasakan cuci tangan

dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi penderita, menghindarkan bayi/anak kecil

dari tempat keramaian umum, pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak

dengan penderita ISPA.

Langkah preventif yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian imunisasi aktif

(Vaksinasi) dan pasif (Immunoglobulin).

15

Page 16: bronkhiolitis

Immunoglobulin

Imunisasi pasif dapat dilakukan dengan pemberian gammaglobulin yang mengandung

titer antibodi protektif tinggi (respigram). Respigram adalah human polyclonal hyperimmune

globilin. Dosis yang dianjurkan 750 mg/KgBB setiap bulan, diberikan secara intravena pada

anak dibawah umur 24 bulan. Indikasi lain adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan

kurang dari 35 minggu.

Pendekatan profilaksis pada populasi resiko tinggi adalah meningkatkan (augmentation)

antibodi yang menetralisasi protein F dan G dengan cara pemberian dari luar dan imunisasi dari

ibu. Pada manusia, efek imunoglobulin yang mengandung neutralizing antibody titer tinggi atau

monoklonal terhadap protein F akan mengurangi beratnya penyakit. Bila pada bayi premature

atau bayi dengan penyakit paru kronis diberikan RSV hyperimmune globulin atau antibodi

monoklonal terhadap protein F yang disebut dengan Palivizumab setiap bulan, diberikan secara

intramuskular setiap hari, lama perawatan RSV akan berkurang secara bermakna. Palivizumab

adalah humanized murine monoclonal anti-F glycuprotein antibody, yang mencegah masuknya

RSV kedalam sel host. Akan tetapi resiko efek samping kemungkinan meningkat pada bayi

dengan penyakit jantung sianotik. AAP merekomendasikan profilaksis boleh diberikan hanya

pada bayi dengan resiko tinggi yang tidak menderita penyakit jantung sianotik.

Vaksinasi

Sesudah penelitian dengan vaksin inaktif, dikembangkan vaksin live attenuated.

Vaksin RSV pertama, yang terdiri dari cold – passaged mutan, efektif untuk

orang dewasa, tetapi pada anak terlalu virulen dan tidak stabil karena dapat berubah

menjadi virus biasa kembali. Kemudian dari permukaan glikoprotein murni,

dikembangkan DNA dan peptik sintetik. Vaksin live – attenuated mempunyai

kelebihan, yaitu dapat diberikan intranasal dan menginduksi imunitas mukosa dan

sistemik.

Dianjurkan pemberian live attentuated RSV dan PIV3 (Parainfluenza virus serotipe 3)

sebagai vaksin kombinasi sebanyak dua atau tiga kali dengan dosis pertama sebelum atau pada

usia 1 bulan diikuti dengan vaksin bivalen PIV1 dan PIV2 pada usia 4-6 bulan.

16

Page 17: bronkhiolitis

N. PROGNOSIS

Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan penyakit latar

belakang (penyakit jantung, defisiensi imun, prematuritas).

Anak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut sesudah 48 – 72 jam. Mortalitas kurang

dari 1 %.

Anak biasanya meninggal karena jatuh ke dalam apneu yang lama, asidosis respiratorik

yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipneu dan kurang

makan-minum.

Penelitian di Norwegia menunjukkan bahwa bayi yang dirawat dengan bronkhiolitis

mempunyai kecendrungan menderita asma dan penurunan fungsi paru pada usia 7 tahun

dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan adanya hipereaktifitas bronkhial yang

menetap selama beberapa tahun setelah menderita bronkiolitis pada bayi muda, baik para RSV

positif, maupun RSV negatif. Tidak dapat dibuktikan secara jelas bahwa

bronkiolitis terjadi pada anak dengan kecendrungan asma, keberhasilan

pengobatan dengan kortikosteroid mungkin dapat mengurangi prevalens asma pada

anak dari kelompok pengobatan.

17

Page 18: bronkhiolitis

BAB III

KESIMPULAN

     

Bronkhiolitis adalah penyakit IRA – bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada

bronkiolus. yang sering di derita bayi dan anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun.

Bronkiolitis sebagian besar disebabkan oleh Respiratory syncytial virus(RSV), penyebab

lainnya adalah parainfluenza virus, Eaton agent (mycoplasma pneumoniae), adenovirus dan

beberapa virus lainnya. Tetapi belum ada bukti kuat bahwa bronkhiolitis disebabkan oleh bakteri.

Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratory tersering pada bayi. Paling sering

terjadi pada usia 2 – 24 bulan, puncaknya pada usia 2 – 8 bulan. Sebanyak 11,4

% anak berusia dibawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1 – 2 tahun di AS pernah

mengalami bronkhiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di

rumah sakit dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya.

Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi

rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada pada tempat penitipan anak

atau ke tempat-tempat umum yang ramai, rendahnya antibodi maternal terhadap RSV, dan bayi

yang tidak mendapatkan air susu ibu.

Bronkiolitis secara klinis ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi dinding dada dan

whezing.

      Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya, berdasarkan gambaran klinis, umur penderita

dan adanya epidemi RSV di masyarakat

Diagnosis banding sebaiknya dipikirkan, misalnya asma bronkiale serangan pertama,

pneumonia, aspirasi benda asing, refluks gastroesophageal, sistik fibrosis, miokarditis.

Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga sebagian besar

tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian oksigen, minimal handling

pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi

oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu baru pemberian

medikamentosa

18

Page 19: bronkhiolitis

Komplikasi dari bronkiolitis sangat minimal dan tergantung dari penatalaksanaan penyaki

sebelumnya.  Pada beberapa kasus didapatkan adanya gangguan fungsi paru yang menetap,

dimana timbulnya whezing berulang dan hiperaktifitas bronkial.

Pencegahan dengan imunisasi aktif dan pasif serta menghindari penyebaran virus RSV.

Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan penyakit latar

belakang (penyakit jantung,defisiensi imun, prematuritas).

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe Nastiti N, Bambang Supriyatno, Darmawan Budi Setyanto. Buku Ajar

Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2008. Hal : 333-347.

2. Pusponegoro Hardiono D, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi

Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.2005. Hal : 348-350..

3. Mereinstein Gerald B, David W Kaplan, Adam A Rosenberg. Buku Pegangan Pediatri.

Edisi 17. Jakarta : Penerbit Widya Medika. 2002. Hal :506-507.

4. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-16.

Philadelphia : WB Saunders, 2000.Hal : 1112-1114; 1484-1486.

19

Page 20: bronkhiolitis

5. Garna H Herry. Pedoman Diagnosis Ilmu Kesehatan Anak. Bandung : Penerbit FK

Unpad. 2005. Hal : 400-402.

6. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD.Rudolph's Pediatrics. Edisi ke-20. California :

Prentice Hall International Inc. 1996. Page : 671-676; 1636-1638.

7. Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Pedoman Pelayanan Medis RSCM. Jakarta : Penerbit

FKUI. 2004. Hal : 465-466.

8. ”Bronkiolitis ” : overview. Didapat dari http://images.google.co.id/imgres?imgurl=.

Diakses tanggal 28 Januari 2013.

9. Bronkiolitis ” : overview. Didapat dari http://www.medicastore.com//. Diakses tanggal

28 Januari 2013.

10. “Bronchiolitis”: overview. Didapat dari http://www.rch.org.au/kidsinfo/factsheets.

Diakses tanggal 28 Januari 2013.

11. “Bronkiolitis”: overview. Didapat dari http://www.cpddokter.com/home. Diakses tanggal

28 Januari 2013.

12. “Bronchiolitis Guideline”: overview. Didapat dari http://www.rch.org.au/clinicalguide//.

Diakses tanggal 30 Januari 2013.

13. “Bronkiolitis Guideline”: overview. Didapat dari

http://www.yayasanorangtuapeduli.com// Diakses tanggal 30 Januari 2013.

14. “Bronchiolitis”: overview. Didapat dari http://www.emedicine.com// Diakses tanggal 30

Januari 2013.

15. “Bronchiolitis”: overview. Didapat dari http://www.wikipedia.com.// Diakses tanggal 30

Januari 2013.

16. “Bronkiolitis”: overview. Didapat dari http://www.informasikesehatan.com. Diakses

tanggal 30 Januari 2013.

17. “Bronkiolitis”: overview. Didapat dari http://www.indonesiaindonesia.com. Diakses

tanggal 30 Januari 2013.

20