Kasus Internship Bronkhiolitis

28
PORTOFOLIO INTERNSHIP KASUS MEDIK Nama Peserta dr. Donny Austine Wibisono Nama Wahana RS PKU Muhammadiyah Temanggung Topik Bronchiolitis Tanggal (kasus) Pasien datang ke UGD pada 8 Desember 2014 pukul 22.04 WIB Nama Pasien An. I No. RM 0192128 Tanggal Presentasi 9 Desember 2014 Pendampin g dr. Wiwik Dewi Tempat Presentasi Objektif Presentasi □ Keilmuan □ Keterampilan Penyegara n Tinjauan Pustaka Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa □ Neonatus □ Bayi □ Anak Remaja □ Dewasa □ Lansia Bumil □ Deskripsi Seorang anak 11 bulan datang dengan keluhan sesak disertai batuk □ Tujuan Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Bronchiolitis Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus Audit

description

Kasus Internship Bronkhiolitis

Transcript of Kasus Internship Bronkhiolitis

Page 1: Kasus Internship Bronkhiolitis

PORTOFOLIO INTERNSHIP KASUS MEDIK

Nama Peserta dr. Donny Austine Wibisono

Nama Wahana RS PKU Muhammadiyah Temanggung

Topik Bronchiolitis

Tanggal (kasus) Pasien datang ke UGD pada 8 Desember 2014 pukul 22.04 WIB

Nama Pasien An. I No. RM 0192128

Tanggal Presentasi 9 Desember 2014 Pendamping dr. Wiwik Dewi

Tempat Presentasi

Objektif Presentasi

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

□ Deskripsi Seorang anak 11 bulan datang dengan keluhan sesak disertai batuk

□ Tujuan Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Bronchiolitis

Bahan Bahasan □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit

Cara Membahas □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos

Data Pasien An.I No. Registrasi: 0192128

Nama Klinik Telp. Terdaftar sejak: 2014

Data Utama untuk Bahan Diskusi: Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada

tanggal 8 Desember 2014 pukul 22.40 WIB. Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis

dengan keluarga pasien

1. ± 7 hari anak batuk (+), dahak (+) tidak dapat dikeluarkan, pilek (+), sesak (-), ngik-

ngik (-), demam (+) anget-anget, bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk (-), gusi

berdarah (-), mimisan (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri tekan belakang telinga

(-), nyeri telan (-), muntah 1x/hari setelah batuk ± @2 sendok makan, berisi dahak

(+) warna putih encer (+) bercampur susu, BAB dan BAK tidak ada kelainan, anak

masih bermain seperti biasa, makan dan minum tidak terganggu.

± 2 hari anak masih batuk dan makin bertambah parah, dahak tidak dapat

dikeluarkan, sesak (+), ngik-ngik (+), sesak tidak berkurang dengan perubahan

posisi dan cuaca (+), dan tidak bertambah saat bermain, biru-biru disekitar mulut

Page 2: Kasus Internship Bronkhiolitis

2

(-), demam (+) tidak tinggi terus menerus, bintik-bintik merah seperti digigit

nyamuk (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri tekan

belakang telinga (-), nyeri telan (-), anak rewel (+), muntah 1x/hari 2-3 sendok

makan berisi dahak kental warna putih dan susu, nafsu makan dan minum susu

anak terganggu, buang air besar dan buang air kecil tidak ada kelainan, kemudian

dibawa ke bidan diberi obat 2 macam berupa syrup, namun karena keluhan tidak

membaik, pasien dibawa ke IGD PKU MUHAMMADIYAH TEMANGGUNG.

.

2. Riwayat Pengobatan: Pasien sudah berobat ke bidan ± 2 hari SMRS, mendapat obat berupa

syrup sebanyak 2 macam. Namun keluhan belum membaik.

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:

- Riwayat tersedak sebelumnya disangkal

- Riwayat sesak sebelumnya dan nafas berbunyi (mengi) disangkal.

- Riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (-)

- Tidak pernah sakit batuk lama, tidak ada riwayat sering berkeringat malam hari, tidak

ada keluhan berat badan turun atau sulit naik.

- Riwayat ruam /alergi susu saat bayi disangkal.

- Riwayat batuk/bersin saat pagi hari/subuh (-)

4. Riwayat Keluarga:

- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini atau batuk-batuk lama.

- Ayah perokok aktif (+).

- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.

- Riwayat asma pada anggota keluarga disangkal.

- Lingkungan : memelihara binatang (-), karpet (-).

5. Riwayat Pekerjaan: -

6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik: Ayah bekerja sebagai pegawai swasta. Ibu tidak

bekerja. Menanggung 1 orang. Penghasilan per bulan Rp 2.000.000. Biaya pengobatan

ditanggung pribadi.

7. Riwayat Imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus):

Page 3: Kasus Internship Bronkhiolitis

3

BCG : 1 kali, umur 1 bulan, skar positif.

Polio : 4 kali, umur 0,2,4,6 bulan.

Hepatitis : 3 kali, umur 2,4,6 bulan.

Dipteri : 3 kali, umur 2,4,6 bulan

Pertusis : 3 kali, umur 2,4,6 bulan

Tetanus : 3 kali, umur 2,4,6 bulan

Campak : 1 kali, umur 9 bulan

Kesan : vaksinasi dasar lengkap.

8. Lain-lain : -

Daftar Pustaka:

1. Sidhartani M. Bronkiolitis. Dalam : Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama.

Jakarta: UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008: 333-347

2. Wastoro D. Infeksi pernafasan akut pada anak. Dalam : Kuliah pulmonologi tahun

1996. Semarang. Bagian IKA FK UNDIP. 1996 : 1 – 8

3. Staf Pengajar FK UI. Bronkiolitis akut. Dalam : Buku kuliah ilmu kesehatan anak

jilid 3. Jakarta. Bagian IKA FK UI. 1991 : 1233 – 1234

4. Trastotenojo MS, Sidhartani M, Wastoro D. Pulmonologi anak. Dalam : Hartantyo I,

Susanto R, Tamam M dkk editor. Pedoman pelayanan medik anak edisi kedua.

Semarang. Bagian IKA FK UNDIP. 1997 : 83 – 85

5. Mansjoer, Suprohaita, dkk. Bronkiolitis akut. Dalam : Kapita selekta kedokteran jilid

2. Jakarta. Media Ausculapius FK UI. 2000 : 468 – 469

6. Orenstein DM. Bronkiolitis. Dalam : Behrman, Kliegman, Arvin editor. Nelson,

ilmu kesehatan anak edisi 15. Jakarta. EGC. 2000 : 1484 – 1486

7. McIntosh K. Virus sinsitial respiratori. Dalam : Behrman, Kliegman, Arvin editor.

Nelson, ilmu kesehatan anak edisi 15. Jakarta. EGC. 2000 : 1112 – 1114

8. Guyton. Buku ajar fisiologi kedokteran jilid II edisi 7. Jakarta. EGC. 1994 : 158 –

159

9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi jilid II edisi 4. Jakarta. EGC. 1995 : 645 – 648

10. Soemantri AG, Tamam M. Hematologi – Onkologi . Dalam : Hartantyo I, Susanto R,

Tamam M dkk editor. Pedoman pelayanan medik anak edisi kedua. Semarang.

Page 4: Kasus Internship Bronkhiolitis

4

Bagian IKA FK UNDIP. 1997 : 149 – 172

11. Camitta BM. Anemia. Dalam : Behrman, Kliegman, Arvin editor. Nelson, ilmu

kesehatan anak edisi 15. Jakarta. EGC. 2000 : 1680 – 1682

12. Widiharto J. Hubungan antara kelengkapan imunisasi dengan ISPA, diare akut, dan

status gizi. Semarang. FK UNDIP. 1999 : 5 – 31

13. Bagian/SMF IKA FK UNDIP. Prosedur tetap algoritma pengelolaan penderita

bayi/anak per sub bagian. Semarang. FK UNDIP. 1997 : 33

14. Sidhartani M. Bronkiolitis. Dalam : Riwanto I, Sidartani M editor. Penatalaksanaan

terpadu sesak nafas. Semarang. Badan Penerbit UNDIP. 1998 : 52 – 57

15. J.Zorc Joseph, Caroline Breese Hall. Bronchiolitis: Recent Evidence On Diagnosis

And Management. Official journal of the American of Pediatric.125(2). 2010. 342-

349

Availabel from : http://pediatrics.aappublications.org/content/125/2/342.full

Hasil Pembelajaran:

1. Diagnosis Bronchiolitis

2. Etiologi Bronchiolitis

3. Tata laksana Bronchiolitis

4. Prognosa Bronchiolitis

5. Upaya pencegahan Bronchiolitis

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif : Anamnesis dilakukan pada tanggal 8 Desember 2014

pukul 23.40 WIB secara autoanamnesis dengan keluarga pasien

± 7 hari anak batuk (+), dahak (+) tidak dapat dikeluarkan, pilek (+),

sesak (-), ngik-ngik (-), demam (+) anget-anget, bintik-bintik merah

seperti digigit nyamuk (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), keluar cairan

dari telinga (-), nyeri tekan belakang telinga (-), nyeri telan (-), muntah

1x/hari setelah batuk ± @2 sendok makan, berisi dahak (+) warna putih

encer (+) bercampur susu, BAB dan BAK tidak ada kelainan, anak masih

bermain seperti biasa, makan dan minum tidak terganggu.

Page 5: Kasus Internship Bronkhiolitis

5

± 2 hari anak masih batuk dan makin bertambah parah, dahak tidak

dapat dikeluarkan, sesak (+), ngik-ngik (+), sesak tidak berkurang

dengan perubahan posisi dan cuaca (+), dan tidak bertambah saat

bermain, biru-biru disekitar mulut (-), demam (+) tidak tinggi terus

menerus, bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk (-), gusi berdarah

(-), mimisan (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri tekan belakang

telinga (-), nyeri telan (-), anak rewel (+), muntah 1x/hari 2-3 sendok

makan berisi dahak kental warna putih dan susu, nafsu makan dan

minum susu anak terganggu, buang air besar dan buang air kecil tidak

ada kelainan, kemudian dibawa ke bidan diberi obat 2 macam berupa

syrup, namun karena keluhan tidak membaik, pasien dibawa ke IGD

PKU MUHAMMADIYAH TEMANGGUNG.

- Riwayat tersedak sebelumnya disangkal

- Riwayat sesak sebelumnya dan nafas berbunyi (mengi) disangkal.

- Riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (-)

- Tidak pernah sakit batuk lama, tidak ada riwayat sering berkeringat malam

hari, tidak ada keluhan berat badan turun atau sulit naik.

- Riwayat ruam /alergi susu saat bayi disangkal.

Riwayat batuk/bersin saat pagi hari/subuh (-)

- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini atau batuk-batuk lama.

- Ayah perokok aktif (+).

- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.

- Riwayat asma pada anggota keluarga disangkal.

Lingkungan : memelihara binatang (-), karpet (-).

2. Objektif : pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 8 Desember 2014

pukul 23.50 WIB di IGD

a. Vital sign

KU: Tampak sesak , tidak sianosis , ada napas spontan , adekuat.

Kesadaran: composmentis, GCS E4M6V5 = 15

Frekuensi nadi: 124 x/menit isi dan tegangan cukup

Page 6: Kasus Internship Bronkhiolitis

6

Frekuensi nafas: 50 x /menit

Suhu: 38.50 C

Berat badan: 7 kg

Tinggi badan: 65 cm

b. Pemeriksaan Sistemik

Kulit:

Teraba dingin, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.

Kepala:

mesosefal, lingkar kepala 45 cm. ubun-ubun besar datar dan belum

menutup.

Mata:

konjungtiva palpebra anemis (-), sklera tidak ikterik, pupil isokor

diameter 2 mm/2 mm, reflek cahaya (+) N / (+) N. reflek kornea

+N/+N, reflek bulu mata +N/+N.

THT:

Tidak ada secret.

Mulut:

Bibir tidak sianosis, selaput lendir tidak kering, lidah tidak kotor, gusi

tidak berdarah, gigi incicvus sudah tumbuh

Leher :

Tidak ada kelainan.

KGB:

Tidak teraba pembesaran KGB pada leher, axilla, dan inguinal.

Thoraks:

Dada : simetris, ada retraksi epigastrial.

Paru depan : I : simetris, statis, dinamis.

Pa : stem fremitus kanan = kiri

Pe : sonor seluruh lapangan paru

A : suara dasar vesikuler normal

suara tambahan : ronkhi basah (-)/(-)

wheezing (+)/(+)

Page 7: Kasus Internship Bronkhiolitis

7

eksperium memanjang (+)/(+)

Paru belakang: I : simetris, statis, dinamis.

Pa : stem fremitus kanan = kiri

Pe : sonor seluruh lapangan paru

A : suara dasar vesikuler normal

suara tambahan : ronkhi basah (-)/(-)

wheezing (+)/(+)

Eksperium memanjang (+)/(+)

paru depan paru belakang

Jantung : I : sulit dinilai

Pa : sulit dinilai

Pe : sulit dinilai

A : suara jantung I-II normal, tidak ada bising, tidak ada

gallop, irama reguler, frekuensi jantung 120 x / menit,

M1>M2, A1<A2, P1<P2.

Abdomen : I : datar, tidak ada venektasi.

Pa : datar, lemas, tidak nyeri tekan.

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, tidak ada pekak alih.

A : bising usus (+) normal.

Punggung:

Dalam batas normal, tidak tampak kelainan.

Alat kelamin:

laki-laki, testis (+) 2 buah, epispadi (-), hipospadia (-), fimosis (-),

Vesikuler,

ST (+)

Vesikuler,

ST (+)

Vesikuler

ST (+)

Page 8: Kasus Internship Bronkhiolitis

8

hiperemis (-)

Anus:

Inspeksi : Dalam batas normal, tidak tampak kelainan.

Ekstremitas:

Ekstremitas Superior Inferior

Akral dingin +/+ +/+

Edema -/- -/-

Sianosis -/- -/-

3. Plan :

Diagnosis klinis: Dyspneu dd/ bronchiolitis

bronchopneumonia

Diagnosis sosial: -

Pengobatan:

a. Promotif:

Diberikan penyuluhan mengenai bronchiolitis mulai dari pengertian,

penyebab, gejala penyakit, pencegahan, pengobatan, komplikasi dan

prognosis.

b. Preventif:

Edukasi tentang penghindaran dari asap rokok serta kurang nya

ventilasi udara dirumah.

c. Kuratif:

Terapi medikamentosa dengan nebulisasi Ventolin 2.5mg dan pulmicort

0.5mg

Cefotaxim i.v 350mg/12 jam

Paratusin syrup 3xcth1/2

Paracetamol syrup 3x125mg

Pendidikan:

Kepada keluarga dijelaskan mengenai penyakit mulai dari pengertian,

Page 9: Kasus Internship Bronkhiolitis

9

penyebab, gejala penyakit, pencegahan, pengobatan, komplikasi dan

prognosis.

Konsultasi:

Perlu dilakukan konsultasi kepada ahli anak untuk pengelolaan lebih lanjut

Page 10: Kasus Internship Bronkhiolitis

10

TINJAUAN PUSTAKA

A. DIAGNOSIS

1. BRONKIOLITIS

Defenisi

Bronkiolitis diartikan sebagai penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran

nafas kecil (bronkioli) yang sering terjadi pada anak di bawah 2 tahun dengan insiden

tertinggi umur 2-8 bulan.1-4

Etiologi

Respiratory Syncytial Virus merupakan agen penyebab pada 50 – 90 % kasus,

sisanya oleh virus para influenza, mikoplasma, adenovirus dan virus lainnya. Infeksi primer

oleh bakteri penyebab belum dilaporkan.1,-4,7

Patofisiologi

Secara harfiah pernafasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfir menuju ke sel-

sel dan keluarnya karbondioksida dari sel-sel ke udara bebas. Jika hal ini diuraikan lagi akan

terbagi menjadi pernafasan eksternal (difusi oksigen dan kabondioksida melalui mambran

kapiler alveoli) dan pernafasan internal (rekasi-reaksi kimia intraseluler dimana oksigen

dipakai dan karbondioksida dihasilkan sewaktu sel memetabolismekan karbohidrat dan

substansi lain untuk membangkitkan ATP dan pelepasan energi).8

Setelah melewati hidung dan faring, udara didistribusikan kedalam paru melalui

trakea, bronkus dan bronkioli. Satu masalah yang paling penting pada semua jalan

pernafasan adalah memelihara agar tetap terbuka, sehingga aliran udara keluar masuk

alveoli berjalan lancar. Cincin kartilago pada trakea dan bronkus berfungsi untuk

mempertahankan rigiditas dan menjaga terjadinya kolap. Adapun bronkiolus dindingnya

hanya terbentuk oleh otot polos dan diameternya sangat kecil yaitu 1 – 1,5 mm, sehingga

mudah terjadi obstruksi baik oleh proses inflamasi maupun spasme otot itu sendiri.8

Patofisiologi bronkiolitis berawal dari invasi virus pada percabangan bronkus kecil,

menyebabkan nekrosis epitel yang kemudian berproliferasi membentuk sel yang kuboid

atau gepeng tanpa silia. Rusaknya sel epitel bersilia menyebabkan gangguan mekanisme

pertahanan lokal. Jaringan peribronkial mengalami infiltrasi lekosit, sel plasma dan

Page 11: Kasus Internship Bronkhiolitis

11

makrofag, dan sebagian limfosit bermigrasi diantara sel epitel sehingga timbul udem,

akumulasi mukus dan debris seluler hingga terjadi obstruksi lumen bronkiolus.9

Resistensi aliran udara meningkat pada fase inspirasi maupun fase ekspirasi. Tetapi

karena radius saluran napas kecil selama fase ekspirasi, maka terdapat mekanisme klep

hingga udara akan terperangkap dan menimbulkan hiperinflasi dada. Atelektasis dapat

terjadi bila obstruksi total dan udara diserap. Proses patologik ini mengganggu pertukaran

udara di paru, menyebabkan ventilasi berkurang dan hipoksemia. Sebagai kompensasi

frekuensi napas akan meningkat. Umumnya hiperkapnia tidak terjadi kecuali pada penyakit

yang sangat berat. Penyembuhan terjadi secara bertahap. Regenerasi lapisan basal mulai

hari ke 3 – 4 dan regenerasi silia terjadi setelah 15 hari.9

Skema 1. Patofisiologi Bronkiolitis

Infeksi virus dari saluran pernafasan bagian bawah

Udem

Kerusakan epitel

HipersekresiObstruksi saluran nafas kecil

Atelektasisdan hiperinflasi

Penurunan kompliansi paru

Peningkatan kerja pernafasan

Kelelahan otot pernafasan Hipoksemi

Hiperkarbi

Apneu AsidosisSyok

Henti nafas dan jantung

Page 12: Kasus Internship Bronkhiolitis

12

Dasar Diagnosis

a.Anamnesis

Pada bayi dengan bronkiolitis biasanya mempunyai riwayat terpajan pada anak yang

lebih tua atau orang dewasa yang mempunyai penyakit pernafasan ringan pada minggu

sebelum mulainya penyakit. Bayi mula-mula menderita penyakit infeksi ringan pada

saluran pernafasan disertai batuk pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa kenaikan

suhu atau hanya subfebril. Anak mulai mengalami sesak napas, makin lama makin hebat,

pernapasan dangkal dan cepat dan disertai dengan serangan batuk. Pada kasus ringan

gejala menghilang dalam 1 – 3 hari. Pada penyakit yang lebih berat gejala-gejala dapat

berkembang dalam beberapa jam dan perjalanan penyakit menjadi berlarut-larut.1-4

b.Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, anak nampak gelisah, sesak napas, napas cepat dan dalam

(60-80x/menit), napas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi otot

pernapasan akibat penggunaan otot-otot asesoris pernafasan karena paru terus-

menerus terdistensi oleh udara yang terperangkap. Overinflasi paru dapat

mengakibatkan hati dan limpa teraba di bawah tepi kosta. Pada perkusi terdengar suara

hipersonor. Ronki basah halus dapat terdengar pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi.

Fase ekspirasi pernafasan diperpanjang dan mengi/wheezing dapat terdengar. Pada

sebagian besar kasus berat, suara pernafasan hampir tidak dapat didengar bila obstruksi

bronkiolus hampir total.1-5

c.Pemeriksaan X-foto thorax

Pemeriksaan X-foto thorax mungkin masih normal atau menunjukkan adanya

hiperinflasi paru (hiperaerasi) dengan diafragma datar dan kenaikan diameter

anteroposterior pada foto lateral. Nampak penebalan peribronkial pada 50 % kasus,

area konsolidasi pada 25 % kasus, dan area kolaps segmen atau lobar pada 10 %, atau

ditemukan bercak-bercak pemadatan akibat atelektasis sekunder tehadap obstruksi

atau inflamasi alveolus. Pneumonia bakteri secara dini tidak dapat disingkirkan dengan

hanya pemeriksaan radiologik saja.1-6

Page 13: Kasus Internship Bronkhiolitis

13

d.Pemeriksaan Penunjang Lainnya

Lekosit dan hitung jenis biasanya dalam batas normal. Limfopenia yang sering

ditemukan pada penyakit virus lain jarang ditemukan pada bronkiolitis. Uji faal paru

menunjukan peningkatan Functional Residual Capacity, bertambahnya tahanan paru dan

turunnya compliance. Setelah 4 – 5 hari fungsi paru membaik dan setelah 10 hari

tahanan paru dan compliance kembali normal. Analisis gas darah menunjukan PaO2

rendah sedangkan PaCO2 normal atau meningkat. Derajat peningkatan PaCO2 tidak

berhubungan dengan beratnya penyakit. Biakan nasofaring menunjukkan flora bakteri

yang normal. Virus dapat diperagakan pada sekresi nasofaring dengan deteksi antigen

(misalnya ELISA) atau dengan biakan.1-6

Pada penderita ini data-data yang mendukung diagnosis bronkiolitis adalah riwayat

batuk yang makin lama makin berat, ada panas subfibril, sesak, tetapi tidak tampak

sianosis dan ada riwayat mengi.

Pemeriksaan fisik didapatkan dispenu dengan frekuensi pernafasan 55x /menit, suhu

37 oC, terdapat retraksi epigastrial. Pada auskultasi paru terdapat wheezing, hantaran,

eksperium memanjang. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat trombositosis, lekosit

dan hitung jenis terdapat kesan limfosit teraktivasi dan gambaran infeksi virus.

Adapun hasil pemeriksaan X-foto thorax memberikan gambaran corakan

bronkovaskuler yang meningkat, dan tampak bercak perihiller dan parakordial kanan.

Hal ini kurang sesuai untuk bronkiolitis yang ditandai dengan hiperaerasi paru dan

peningkatan diameter anteroposterior pada foto lateral serta diafragma lebih rendah.3,4

Diagnosis banding yang paling lazim dari bronkiolitis adalah asma bronkiale dan

bronkopneumoni yang disertai dengan overinflasi paru. Wujud lain yang dapat

dirancukan dengan bronkiolitis adalah gagal jantung kongestif, pertusis, kistik fibrosis,

benda asing di trakea dan keracunan organofosfat.3

Diagnosis banding asma bronkiale dapat disingkirkan atas dasar bahwa pada

penderita ini tidak dijumpai keadaan yang mendukung asma berupa : riwayat atopy pada

keluarga , serangan/episode sesak yang berulang-ulang, mulainya mendadak tanpa

infeksi yang mendahului, ekspirasi yang sangat memanjang. Asma juga jarang terjadi

Page 14: Kasus Internship Bronkhiolitis

14

pada umur kurang dari satu tahun dan memberikan respon yang baik terhadap suntikan

adrenalin atau albuterol aerosol.3,4

Sedangkan diagnosis banding bronkopneumoni memang cukup sulit, apalagi

didukung dengan gambaran X-foto thorax, namun keadaan klinis dan laboratoris tidak

mendukung ke arah bronkopneumoni, yaitu pada bonkopneumoni panasnya tinggi, dari

auskultasi paru didapatkan ronki basah halus nyaring, jarang atau tidak dijumpai

wheezing maupun eksperium memanjang. Derajat sesaknya juga sesuai dengan temuan

klinis (banyaknya infiltrat paru), sedangkan penderita ini terjadi sesak tanpa sianosis.

Bronkopneumoni tidak berespon terhadap pemberian kortikosteroid.3

Pemeriksaan penunjang lain pada penderita ini belum diperlukan. Analisa gas darah

(BGA) tidak dilakukan dengan alasan sudah terjadi perbaikan klinis setelah pemberian

nebulizer . Deteksi agen penyebab dengan serologi masih jarang dilakukan. Demikian

pula screening tuberkulosis dengan PPD 5 TU atau BCG tes tidak dilakukan karena

anamnesis maupun pemeriksaan fisik tidak mendukung.

2. GIZI BAIK

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai interaksi antara masukan makanan dan

kemampuan tubuh untuk menggunakannya. Status gizi dipengaruhi oleh faktor

eksternal berupa diet, obat-obatan, lingkungan, penyakit dan faktor internal termasuk

genetik, riwayat kehamilan, etnik dan lain-lain.12

Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan : 12

a. Anamnesis untuk menilai masukan diet.

b. Klinis dengan menilai ada tidaknya tanda-tanda kurang gizi.

c. Penilaian antropometri atau Z score yang disesuaikan dengan standar tertentu

(WHO/NCHS)

d. Pemeriksaan laboratorium dengan melihat kadar hemoglobin, protein, dan

kolesterol.

Menurut Z score, penderita ini termasuk gizi baik karena diadapatkan score WAZ = -

1,6 SD, WHZ = -0,5SD, HAZ = 1,4 (masih didalam rentang -2<x<2).

Page 15: Kasus Internship Bronkhiolitis

15

B. PENGELOLAAN

Guna mencapai hasil pengobatan yang optimal, maka pengelolaan terhadap

penderita haruslah bersifat menyeluruh, meliputi aspek keperawatan, medikamentosa,

dietetik, dan edukatif. Pembahasan di bawah ini dimaksudkan untuk pengelolaan

bronkiolits. Adapun trombositosis tidak dilakukan pengelolaan khusus karena

diperkirakan hal ini akibat dari infeksi akut bronkiolitis sehingga penanganannya

dengan mengobati penyebabnya. Terapi bronkiolitis dapat bersifat simtomatis/suportif

maupun kausatif. Namun pada umumnya, terapinya bersifat suportif.

1. Aspek Keperawatan.

Indikasi rawat inap pada penderita ini adalah didapatkannya tanda-tanda distres

respirasi. Pada bronkiolitis terjadi obstruksi jalan nafas kecil yang salah satunya

disebabkan akumulasi mukus yang berlebihan, sehingga perlu dilakukan intervensi

sebagai berikut : 13,14,15

- Mengatur posisi kepala dan dada sedikit terangkat 10 – 30 derajat sehingga leher

agak terekstensi

- Membersihkan jalan nafas dengan suction (penghisap lendir) secara teratur.

- Pemberian oksigen.

- Monitoring keadaan umum, tanda vital dan komplikasi yang mungkin terjadi perlu

dilakukan secara intensif. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses

infeksi dapat diatasi dengan :

o Memberikan kompres dingin pada dahi dan atau ketiak, apabila suhu > 38 0

Celcius perlu diberi antipiretik.

o Memberikan pakaian yang mudah menyerap keringat.

2. Aspek Medikamentosa

a. Suportif / Simtomatis : 1,3,4,13,15

Oksigen yang dilembabkan, kecepatan aliran 1 – 2 liter/menit atau konsentrasi 28 %

, bertujuan untuk mengatasi hipoksemia, mengurangi kehilangan air insensibel

Page 16: Kasus Internship Bronkhiolitis

16

akibat takipnu, mengurangi dispnu, menghilangkan kecemasan dan kegelisahan.

Jika keadaannya lebih berat, oksigen sebaiknya diberikan dengan konsentrasi 40 %

menggunakan head box yang dipantau dengan pulse oximetri, dan kemudian

konsentrasi oksigen diturunkan sesuai perbaikan saturasinya. Penderita ini tidak

terdapat sesak nafas yang hebat, tidak sampai sianosis, sehingga diberikan oksigen

28% dengan masker atau nasal canul.

Menjamin hidrasi yang adekuat melalui cairan parenteral maupun

enteral untuk mengimbangi pengaruh dehidrasi akibat takipnu. Penderita ini

selama sakit makan dan minumnya berkurang, sehingga diberi cairan

parenteral berupa infus 2A ½ N 480/20/5 tetes mikro/menit.

Pemberian kortikosteroid sampai saat ini masih kontroversial. Umumnya

diberikan pada kasus yang gawat / kritis.Titik tangkap kortikosteroid adalah

sebagai anti inflamasi sehingga dapat meringankan obstruksi pada bronkioli.

Obat yang dipilih adalah deksametason inisial 0,5 mg/KgBB, dilanjutkan 0,5

mg/KgBB/hari dibagi 3 – 4 dosis, atau hidrokortison 5 – 10 mg/KgBB/hari

tiap 6 – 8 jam sampai klinis membaik.

Penderita ini datang dengan distres respirasi, maka diberikan kortikosteroid

nebulizer pulmicort ½ respul.

Antipiretik diberikan bila suhu ≥ 38 0 Celcius

Obat mukolitik dipertimbangkan pemberiannya dalam kaitannya dengan

adanya hipersekresi mukus. Penderita ini diberi ambroksol 3 x 4 mg. Ambroksol

adalah suatu benzylamin derivat vasicine, berguna dalam meningkatkan sekresi

mukus dan mengurangi viskositas/kekentalannya serta memperbaiki transport

mukosilier.

b. Kausatif : 3,4,14,15

Obat anti virus Ribavirin (virazol), suatu nukleotida sintetis, telah digunakan di luar

negeri sebagai terapi spesifik. Pemberiannya secara inhalasi terus-menerus 12 – 20

jam/hari selama 3 – 5 hari, cukup efektif mengurangi gejala bronkiolitis jika

diberikan sedini mungkin (pada awal perjalanan infeksi). Namun dalam suatu

penelitian melaporkan bahwa pemberian ribavirin tidak begitu menurunkan lama

rawat inap di rumah sakit dan angka mortalitas. Pengaruh jangka lama masih

Page 17: Kasus Internship Bronkhiolitis

17

belum diketahui. Karenanya, penggunaannya hanya terindikasi pada bayi yang

amat sakit atau pada bayi berisiko tinggi, seperti bayi dengan penyakit jantung

kongenital sianotik, displasia bronkopulmoner berat, atau immunodefisiensi berat.

Penderita ini tidak diberikan.

Antibiotika sebenarnya tidak mempunyai nilai terapeutis, tetapi karena sulit

dibedakan dengan pneumonia bakteri, antibiotika tetap diberikan secara empris,

terutama pada keadaan umum yang kurang membaik dan kecurigaan adanya

infeksi sekunder. Biasanya diberikan ampisilin 100 mg/kgBB/24 jam, dalam 4 dosis

atau eritromisin 50 mg/kgBB/24 jan dalam 4 dosis. Pada penderita ini tidak

diberikan.

3. Aspek Dietetik.

Status gizi penderita ini baik. Pemberian diet disesuaikan dengan kebutuhan

gizinya. Berat badan penderita 8300 gram, suhu 370 Celcius.

Kebutuhan cairan selama 24 jam sebesar 100 cc x 8,3 kg = 830 cc. Kebutuhan kalori

sebesar 990 kkal, sedangkan proteinnya 19,3 gram. Kebutuhan ini dicukupi dengan

pemberian infus 2A ½ N, diet lunak, dan susu SGM II.

Tabel 4. Kecukupan gizi penderita hari ke-1

Kebutuhan 24 jam Cairan Kalori Protein

830 cc 990 kkal 19,8 gram

Infus 2A ½ N 480cc 81,6 kkal -

5x120cc SGM II 600 cc 393 kkal 11,4gr

Diet lunak 300 cc 1100 kkal 39 gr

Jumlah 1380 1584,6 50,4

Prosentase AKG 166 % 160 % 250 %

4. Aspek Edukatif

Peranan edukasi sangat penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas

akibat penyakit yang diderita serta mencegah kekambuhan di masa mendatang.

Edukasi yang diberikan meliputi upaya preventif, promotif dan rehabilitatif.

Page 18: Kasus Internship Bronkhiolitis

18

a.Preventif. 14,15

Menjaga higiene dan sanitasi lingkungan rumah, serta kebersihan bahan/alat-

alat makan.

Menghindari kontak dengan penderita batuk, pilek dan perokok.

Mencegah terjadinya penyebaran nosokomial dengan memperhatikan teknik

asepsis dalam merawat penderita.

b.Promotif.14

Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara menjaga kualitas dan kuantitas

makanan agar tetap sesuai dengan angka kecukupan gizi, baik bagi ibu maupun

penderita, serta melakukan imunisasi sesuai jadwal.

Segera membawa ke tempat pelayanan kesehatan jika anak sakit.

Menciptakan rumah yang sehat dengan memperbaiki ventilasi dan merubah

perilaku hidup sehat yang masih kurang.

c. Rehabilitatif.14

Melakukan latihan pengeluaran lendir saluran pernafasan dengan postural

drainase (penderita dalam posisi tengkurap dan dilakukan masase/tepuk-tepuk

pada punggung).

Melakukan mobilisasi terhadap penderita secara bertahap.

C. PROGNOSIS

Pada penderita ini, prognosis untuk kehidupannya (quo ad vitam) adalah ad

bonam, karena walaupun datang dengan distres respirasi, dapat ditangani dengan

segera dan tepat, sehingga masa-masa kritisnya terlewati. Sedangkan prognosis untuk

kesembuhan (quo ad sanam) adalah ad bonam, dikarenakan pengelolaan terhadap

penderita rasional dan menyeluruh meliputi aspek keperawatan, medikamentosa,

dietetik dan edukatif.

Infeksi bronkiolitis akut berat pada bayi bisa berkembang menjadi asma. Ehlenfield

dkk mengatakan jumlah eosinofil pada saat bronkiolitis lebih banyak pada bayi yang

nantinya akan menderita mengi pada usia 7 tahun, yaitu median 98 sel/mm3. Adanya

Page 19: Kasus Internship Bronkhiolitis

19

eosinofilia dimungkinkan bahwa mengi akan berlanjut pada masa kanak-kanak.

Kriteria yang menjadi faktor risiko asma adalah didapatkannya 2 faktor risiko mayor

atau 1 faktor resiko mayor + 2 faktor risiko minor. 1,15

- Faktor risiko major yaitu asma pada orang tua dan eksema pada anak.

- Faktor risiko minor adalah Rinitis alergi, mengi diluar selesma dan eosinofilia.

Pada pasien ini kemungkinan belum bisa berkembang menjadi asma. Hal ini

dapat disebabkan karena hanya memenuhi 1 kriteria minor yaitu pasien mengalami

riwayat wheezing pada usia < 2 tahun.

Faktor resiko gejala yang berulang sehingga kemungkinan dapat berkembang

menjadi asma : sosial ekonomi yang rendah, lingkungan rumah yang tidak sehat, jumlah

anggota keluarga yang besar tinggal dalam 1 rumah, ayah seorang perokok aktif dan

anak tidak mendapatkan ASI sejak lahir karena puting susu terbenam.

Page 20: Kasus Internship Bronkhiolitis

20

20