bromelin

9

description

eeeejjjjjjkkkkkvvvvvvvvdrrrrrrrrrhhhyyyyyytttttttttttttttddddddddfffllkkmmmmmmm

Transcript of bromelin

Page 1: bromelin
Page 2: bromelin

Uji Bradford pewarna didasarkan pada keseimbangan antara tiga bentuk pewarna G Blue Coomassie kondisi. Di bawah asam kuat, pewarna yang paling stabil sebagai bentuk terprotonasi merah-dua kali lipat. Setelah mengikat protein, Namun, hal ini sangat stabil sebagai unprotonated , biru formulir.

Uji Bradford lebih cepat, melibatkan langkah-langkah pencampuran lebih sedikit, tidak memerlukan pemanasan, dan memberikan respon kolorimetri lebih stabil daripada tes yang dijelaskan di atas. Seperti tes lainnya, namun, respon yang rentan terhadap pengaruh dari sumber non protein, khususnya deterjen, dan menjadi semakin lebih nonlinier pada akhir tinggi konsentrasi berbagai protein yang berguna, The. respon juga tergantung dan bervariasi protein dengan komposisi protein.  keterbatasan ini membuat protein solusi standar yang diperlukan.

Komposisi reagen Bradford Reagen uji dibuat dengan melarutkan 100 mg Coomassie Blue G250 di 50 mL etanol 95%. Solut  tersebut kemudian dicampur dengan 100 mL asam fosfat 85% dan disusun sampai dengan 1 L dengan air suling.

Uji Bradford suatu prosedur sederhana untuk penentuan konsentrasi protein dalam larutan adalah Bradford protein assay yang digambarkan pertama oleh Bradford. Sebuah estimasi konsentrasi protein penting untuk dilakukan dengan cepat dan akurat dalam berbagai bidang studi protein.  Uji Bradford telah menjadi pilihan metode untuk mengukur banyak protein di laboratorium. Teknik ini sederhana, cepat, dan lebih sensitif dibandingkan dengan metode Lowry. Selain itu, bila dibandingkan dengan metode Lowry, adalah kurang terganggu oleh reagen umum dan komponen nonprotein sampel biologis.

Page 3: bromelin

Uji Bradford mengandalkan pengikatan dye Coomassie Blue G-250 terhadap protein. Detil studi menunjukkan bahwa pewarna bebas dapat berada dalam empat bentuk ion yang berbeda untuk nilai pKa adalah 1,15, 1,82, dan 12,4. Dari tiga bentuk dibebankan dari pewarna yang mendominasi dalam larutan reagen uji asam, bentuk-bentuk merah dan hijau lebih kationik memiliki absorbansi maksimum pada 470 nm dan 650 nm, masing-masing. Sebaliknya, bentuk biru anionik lebih dari pewarna, yang mengikat protein, memiliki absorbansi maksimum pada 590 nm.

Dengan demikian, jumlah protein dapat diperkirakan dengan menentukan jumlah zat pewarna dalam bentuk ionik biru. Hal ini biasanya dicapai dengan mengukur absorbansi larutan pada 595 nm.

Pewarna muncul untuk mengikat paling mudah untuk arginil dan residu lisil protein. Kekhususan ini dapat mengakibatkan variasi respon uji untuk protein yang berbeda, yang merupakan kekurangan utama dari metode ini. Uji Bradford asli menunjukkan variasi yang besar dalam respon antara protein yang berbeda.  Beberapa modifikasi untuk metode telah dikembangkan untuk mengatasi masalah ini.

BSA digunakan untuk menstabilkan beberapa enzim pencernaan pada DNA dan mencegah adhesi enzim untuk tabung reaksi dan kapal lainnya. Ini protein lain tidak mempengaruhi enzim yang tidak perlu untuk stabilisasi. BSA juga biasa digunakan untuk menentukan jumlah protein lain, dengan membandingkan kuantitas yang tidak diketahui jumlah protein untuk diketahui BSA. BSA digunakan karena stabilitas, kurangnya efek dalam reaksi biokimia banyak, dan biaya rendah sejak jumlah besar dapat dengan mudah dimurnikan dari darah sapi, produk sampingan dari industri ternak. NaCl digunakan sebagai pereaksi.

Kurva standar digunakan untuk mengetahui kenaikan absorbansinya. Selain itu juga digunakan untuk mengetahui persamaan garis linier sehingga terlihat dengan jelas.

Pada percobaan pembuatan kurva standar menggunakan blanko uang berfungsi untuk menghitung berapa nilai dari transmitran atau absorban jika tidak dihitung blankonya maka inti sampel absorbannya makin besar. Maka didapatkan nilai absorbansi yaitu 0.535, 0.690, 0.754, 0.863, 1.051, dan 1.284. Kenaikan absorbansi ini juga seiring dengan kenaikan konsentrasi dari BSA-nya. Jadi, semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi absorbansinya.

Pada percobaan penentuan konsentrasi pada protein sampel menggunakan konsentrasi yang sama yaitu sebesar 0.0196 mg/mL. Pada konsentarasi yang sama ini didapatkan absorban yang tidak terlalu jauh.  Nilai absorbansi yang didapatkan yaitu 0.815, 0.884, dan 0.172.

Page 4: bromelin
Page 5: bromelin

1. Metode KjeldahlMetode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi. 1. Tahap destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning

Page 6: bromelin

menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.2. Tahap destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP. 3. Tahap titrasi

Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP. %N = × N. NaOH × 14,008 × 100%Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. %N = × N.HCl × 14,008 × 100 %Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.

2. Metode Titrasi FormolLarutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan

membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.Selain cara diatas,kita dapat juga dianalisis untuk menentukan kadar protein dengan:

1. Penetapan Kadar Protein dengan Metode FeCl3 Protein dapat diendapkan dengan asam tannat. Kompleks asam tannat/protein yang terjadi dapat bereaksi dengan ion Ferri membentuk kompleks stabil berwarna merah. Sebelumnya, kelebihan asam tannat harus dihilangkan dengan pencucian menggunakan larutan NaCl fisiologis. Metode ini mempunyai kelebihan: cepat, mudah dikerjakan, dan akurat. Metode ini bisa memiliki batas deteksinya hingga 5 ug/mL, dan recovery 98-103%. Interferensi yang bisa terjadi pada metode ini adalah bila terdapat senyawa yang bisa membentuk kompleks dengan ion Ferri.Reagen:

Larutan NaCl 1.5 M Asam Tannat 1 mM; dibuat dengan melarutkan 1.7 g asam tannat dalam akuades (yang

mengandung 1 g asam benzoat) hingga 1 L.

Page 7: bromelin

Larutan FeCl3 10 mM; dibuat dengan melarutkan 1.625 g dalam pelarut air-trietanolamin (1:1) hingga 1 L.

Larutan Standard:Buat seri kadar larutan standard BSA (Bovine Saline Albumin) 0.1 - 1.0 mg/mL dengan pengenceran dari larutan stok.Prosedur:

1. Ambil 0.5 mL larutan (sampel protein/standard), masukkan ke dalam tabung sentrifuse. Tambahkan 0.5 mL larutan NaCl 1.5 M dan 0.5 mL asam tannat 1 mM, vortex. Setelah 5 menit, lakukan sentrifugasi selama 10 menit pada 3000 rpm.

2. Dekantir supernatan, tuntaskan dengan membalikkan tabung pada kertas saring.3. Tambahkan 5 mL larutan NaCl pada endapan, vortex, sentrifugasi, dan buang supernatan untuk

memcuci endapan.4. Tambahkan 2 mL air dan 0.5 mL reagen FeCl 3 pada endapan, vortex. Setelah 5 menit, ukur

absorbansinya pada 510 nm terhadap blanko (2 mL air + 0.5 mL FeCl3).2. Penetapan Kadar Protein dengan Metode Lowry

Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat (phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropolymolybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01 mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya.

3. Penetapan Kadar Protein dengan Metode Bradford Metode Bradford didasarkan pada pengikatan secara langsung zat warna Coomassine

Brilliant Blue G250 (CBBG) oleh protein yang mengandung residu asam amino dengan rantai samping aromatik (Tyrosine, Tryptophan dan Phenylalanine) atau bersifat basa (Arginine, Histidine dan Leucine). Reagen CBBG bebas berwarna merah-kecoklatan (λmaks 465 nm), sedangkan dalam suasana asam reagen CBBG akan berada dalam bentuk anion yang akan mengikat protein membentuk warna biru (λmaks 595 nm). Jumlah CBBG yang terikat pada protein proporsional dengan muatan positif yang ditemukan pada protein

Metode Bradford didasarkan pada pengikatan secara langsung zat warna Coomassine Brilliant Blue G250 (CBBG) oleh protein yang mengandung residu asam amino dengan rantai samping aromatik (Tyrosine, Tryptophan dan Phenylalanine) atau bersifat basa (Arginine, Histidine dan Leucine). Reagen CBBG bebas berwarna merah-kecoklatan (λmaks 465 nm), sedangkan dalam suasana asam reagen CBBG akan berada dalam bentuk anion yang akan mengikat protein membentuk warna biru (λmaks 595 nm). Jumlah CBBG yang terikat pada protein proporsional dengan muatan positif yang ditemukan pada protein.

Coomassie Blue G250; sebanyak 100 mg Coomassie Blue G250 dilarutkan dalam 50 mL etanol 95%. Larutan ini kemudian dicampur dengan 100 mL asam fosfat 85%, diencerkan hingga 1 L dengan akuades. Reagen kemudian disaring dengan kertas Whatman No. 1 sebelum

Page 8: bromelin

disimpan pada suhu kamar. Reagen ini stabil untuk beberapa minggu, meskipun akan terjadi sedikit pengendapan.

Buat seri kadar larutan standard BSA (Bovine Saline Albumin) 0.1 - 1.0 mg/mL dengan pengenceran dari larutan stok.Ambil 100 μL larutan (sampel/standard), masukkan ke tabung. Tambahkan 5 mL reagen, homogenkan. Hindari terjadinya gelembung (busa), Ukur absorbansi pada 595 nm terhadap blanko (larutan PBS).