POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan...

38
POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI PENGEMPUK DAGING HELMI FERDIAN PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Transcript of POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan...

Page 1: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI PENGEMPUK DAGING

HELMI FERDIAN

PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2006

Page 2: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

ABSTRAK

HELMI FERDIAN. Potensi Protease Bacillus subtilis natto sebagai Pengempuk Daging. Dibimbing oleh A.E. ZAINAL HASAN, EMAN KUSTAMAN dan DUDI D. SASTRAATMADJA

Kualitas daging yang akan dikonsumsi dapat ditingkatkan dengan pemberian enzim protease. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengemupkan daging sapi dengan menggunakan enzim protease dari B subtilis natto (B.natto). Tahap tahap penelitiannya adalah isolasi B. natto kemudian produksi protease dan dilanjutkan pengukuran keempukan daging.

Pemberian protease pada daging dilakukan secara postmortem dengan menyuntikkan sebanyak 0.5 ml protease pada daging dengan berat 25 g. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan waktu inkubasi dalam pengempukkan daging dilakukan serangkaian percobaan, variasi konsentrasi enzim adalah 1/3 konsentrasi enzim semula, 2/3 konsentrasi enzim semula, enzim dengan konsentrasi utuh dan enzim yang terdenaturasi; waktu inkubasi yang dilihat adalah 0, 20, 40, 60 menit. Keempukkan daging diukur menggunakan penetrometer modifikasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa B. natto yang ditumbuhkan dalam limbah cair tahu menghasilkan enzim protease ekstraseluler dengan aktivitas proteolitik sebesar 0.1567 unit. Keempukan daging sapi dipengaruhi oleh konsentrasi dan waktu inkubasi. Nilai keempukkan terbaik didapatkan pada perlakuan enzim dengan konsentrasi utuh setelah diinkubasi selama 60 menit yaitu sebesar 8 mm/0.2 J. Aktivitas proteolitik enzim protease dari B natto memiliki kemampuan mengempukkan daging tidak berbeda nyata dengan papain komersial 2.5% yaitu sebesar 7.25 mm/0.2 J dan 7.00 mm/0.2 J

Page 3: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

iii

ABSTRCT HELMI FERDIAN Potency of Bacillus subtilis natto Protease as meat

tenderization. Under the direction of A.E ZAINAL HASAN, EMAN KUSTAMAN and DUDI D. SASTRAATMADJA

Meat quality that will consumed is can be increased with adding protease. The aims of this reaserch is studying meat tenderize use protease from B subtilis natto (B. natto). The reaserch steps is isolation then producing protease and next step is measuring meat tenderized.

Adding protease in meat had been did according postmortem by injected 0.5 ml protease in meat that have weight is 25 g. Studying effect of consentration and time incubated to meat tenderized was did treatment, enzyme variation concentration is 1/3 of early enzyme concentration, 2/3 of early enzyme concentration, enzyme with full consentration and inactive enzyme; incubation time is 0, 20, 40 and 60 minutes. The value of meat tenderized measured by modification penetrometer

The reaserch result showed that growth in liquid tofu waste was could producing extracellular protease enzyme that proteolytic activity is 0.1567 U/ml. The value of meat tenderized had been effected by consentration and time incubation. The best value of meat tenderized that was found in the treatment with consentration 3/3 and incubated during 60 minutes is 8 mm/0.2 J . Protease’s proteolitic activity from B natto had abbility to tenderize meat as same as with comercial papain 2.5 % with value is 7.25 mm/0.2 J dan 7.00 mm/0.2 J

Page 4: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI PENGEMPUK DAGING

HELMI FERDIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

Page 5: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

Judul Skripsi : Potensi Protease Bacillus subtilis natto sebagai Pengempuk Daging

Nama : Helmi Ferdian NIM : G44102042

Disetujui Komisi Pembimbing

Ir. AE. Zainal Hasan, M.Si Ketua

Diketahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. NIP 131 473 999

Tanggal Lulus:

Ir. Eman Kustaman Anggota

Dr. Dudi Sastraatmadja, APU Anggota

Page 6: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Zat Yang Maha Ilmu, Allah SWT, karena berkat karunia dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan lancar. Penelitian berjudul Potensi Protease Bacillus subtilis natto sebagai Pengempuk Daging dilaksanakan dari bulan Februari hingga Mei 2006, bertempat di Laboratorium Biokimia Fermentasi dan Rekayasa Biomolekul, FMIPA IPB

Selama melaksanakan kegiatan penelitian dan menyusun laporan, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. A.E. Zainal Hasan, M.Si. selaku pembimbing utama, Ir. Eman Kustaman dan Dr. Dudi D. Sastraatmadja selaku pembimbing anggota. Ungkapan rasa terima kasih penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, Adik serta seluruh keluarga yang senantiasa memberi dukungan dengan penuh kasih sayang dan doa yang tak ternilai. Kepada teman-teman biokimia 39, penulis ucapkan banyak terima kasih atas kebersamaannya selama ini dalam mencari ilmu.

Bogor, Juli 2006

Helmi Ferdian

Page 7: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jepara (Jawa Tengah) tanggal 17 Maret 1985 dari pasangan Bapak H. Sudjono dan Ibu Hj. Noor Chatik Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan formal dari SD hingga SMA di kota kelahirannya. Pada tahun 1990 penulis masuk SD Negeri Panggang II Jepara hingga lulus tahun pada 1996. Ditahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di SLTP Negeri II Jepara dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun 1999-2002 penulis melanjutkan sekolah di SMU Negeri I Jepara. Dan pada tahun 2002 Penulis diundang IPB untuk masuk PS Biokimia Departemen Kimia Fakultas MIPA melalui jalur USMI.

Selama menjalani pendidikan formal, penulis pernah aktif di beberapa organisasi. Penulis pernah menjadi pengurus OSIS ketika berada di bangku SLTP maupun SMU. Selama kuliah di IPB penulis pernah menjabat sebagai Kepala Departemen Olah Raga Ikatan Mahasiswa Kimia (IMASIKA) periode 2003/2004. Dari tahun 2003-2005 penulis juga menjabat sebagai Kepala Departemen Syi’ar LDK BKIM IPB. Selain itu penulis juga sering menjadi panitia pada berbagai acara yang diselenggarakan Departemen ataupun Fakultas.MIPA.

Selain aktif di organisasi penulis juga menjadi asisten praktikum Kimia Dasar II tahun ajaran 2004/2005 semester ganjil, Biologi Dasar pada tahun ajaran 2004/2005 semester ganjil penulis dan Biokimia II tahun ajaran 2005/2006 semester ganjil. Penulis juga pernah menjadi tenaga pengajar di Lembaga Bimbingan Belajar Nurul Ilmi.

Page 8: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

viii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii

PENDAHULUAN............................................................................................ 1

TINJAUAN PUSTAKA Protease ................................................................................................... 1 Bacillus subtilis natto ............................................................................. 3 Limbah Cair Tahu ................................................................................... 3 Keempukan Daging ................................................................................ 4

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan ....................................................................................... 5 Metode Penelitian.................................................................................... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi B. natto ....................................................................................... 7 Aktivitas Protease secara Kualitatif ........................................................ 7 Proses Produksi Enzim Protease............................................................. 8 Aktivitas Protease secara Kuantitatif ...................................................... 9 Keempukan Daging ............................................................................... 10

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 12

LAMPIRAN ..................................................................................................... 14

Page 9: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi komponen limbah cair tahu....................................................... 4

2 Enzim proteolitik dalam daging .................................................................. 4

3 Aktivitas proteolitik protease ...................................................................... 10

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diameter zona bening B.natto pada media agar susu................................. 7

2 Isolat B.natto yang ditumbuhkan pada media agar susu ............................ 8

3 Kurva pertumbuhan B.natto pada media whey ........................................... 8

4 Grafik hubungan antara waktu inkubasi dan nilai keempukan daging....... 11

5 Grafik hubungan antara konsentrasi enzim dan nilai keempukan daging .. 11

6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa sampel ....... 11

Page 10: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

1

PENDAHULUAN

Daging merupakan suatu bahan pangan yang kaya protein. Daging memiliki banyak keistimewaan dibandingkan bahan pangan lainnya karena memiliki asam amino yang lengkap untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Bagi sebagian masyarakat daging dianggap sebagai menu makanan yang "istimewa". Salah satu alasannya adalah tingginya harga daging. Sedangkan daging murah memiliki kualitas rendah dan keliatannya tinggi. Sebagai konsumen, masyarakat tentu menginginkan harga murah dengan kualitas bagus. Daging yang murah dengan kualitas rendah dapat menjadi daging berkualitas bagus yaitu yang mempunyai keempukan bagus melalui penambahan enzim protease (Shiddieqy 2005).

Salah satu penilaian mutu daging adalah keempukan, yaitu sifat mudahnya dikunyah. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging berhubungan dengan komposisi daging, yaitu berupa tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel lemak yang ada diantara serabut daging serta rigor mortis daging yang terjadi setelah ternak dipotong. Daging sapi yang dikonsumsi masyarakat kebanyakan liat konsistensinya karena bukan berasal dari ternak potong khusus tipe pedaging. Selain itu, daging tersebut belum dilayukan sehingga konsistensinya masih liat karena masih mengalami proses rigor mortis (Price & Schweigert 1971; Dyah 1986).

Penggunakan enzim proteolitik (protease) untuk mengatasi daging liat merupakan cara yang sederhana, mudah untuk dilakukan, dan sudah dilakukan sejak dulu. Enzim protease yang telah lama digunakan untuk pengempukan daging terutama berasal dari buah pepaya (papain), nenas (bromelin) dan getah pohon ficus (fisin) (www.poultryindonesia.com). Tetapi dengan makin majunya teknologi, enzim protease yang diproduksi dari tanaman banyak ditinggalkan karena kurang ekonomis. Produksi protease sekarang ini beralih pada mikrob. Kelebihan produksi enzim dari mikrob dibandingkan dari tanaman dan hewan ialah pertumbuhan mikrob sangat cepat dan mudah dikontrol, dapat diproduksi dalam skala besar, produktivitasnya dapat ditingkatkan, mutunya lebih seragam, dan harganya lebih murah karena dapat ditumbuhkan pada media yang berasal dari limbah (Standbury & Whitaker 1984).

Salah satu mikrob penghasil protease adalah Bacillus subtillis (Priest 1997). Pada

penelitian ini strain bakteri yang digunakan untuk produksi protease adalah B.natto yang diisolasi dari natto komersial. Natto adalah produk pangan terfermentasi khas jepang yang dibuat dari kacang kedelai (Sulistyo 1999).

Pada penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa isolat B.natto yang ditumbuhkan pada media limbah cair tahu mampu menghasilkan enzim protease. Pengukuran aktivitas proteolitik yang telah dilakukan didapatkan nilai sebesar 0.2697 Unit (Oktafianti 2005). Tetapi aktivitas proteasenya belum pernah diujikan secara aplikatif.

Limbah cair tahu (LCT) sebagai hasil samping industri tahu, sampai saat ini masih belum dimanfaatkan dan hanya dibuang pada saluran-saluran air. Pada jumlah yang tinggi limbah dapat meningkatkan nilai Biological Oxygen Demand (BOD), sehingga mengganggu keseimbangan kehidupan organisme yang ada didalamnya. LCT ini memiliki kandungan nutrisi, terutama kandungan nitrogen, dapat digunakan sebagai media fermentasi untuk menghasilkan enzim.

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk memproduksi protease dari media limbah cair tahu dan mempelajari pengaruh konsentrasi enzim dan waktu inkubasi terhadap kerja protease B.natto sebagai pengempuk daging. Hipotesis yang diajukan adalah bahwa penggunaan enzim protease untuk pengempukan daging dipengaruhi oleh waktu inkubasi dan konsentrasi enzim. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk memproduksi enzim protease secara komersial.

TINJAUAN PUSTAKA

Protease (E. C. 3. 4)

Enzim merupakan molekul polimer

yang beragam yang dihasilkan oleh sel hidup. Keragaman ini bukan hanya bentuk dan ukurannya tetapi juga peranannya dalam sel. Molekul ini disintesis dalam sel, dapat mempercepat suatu reaksi termodinamika, sehingga kecepatan reaksi dapat berjalan sesuai dengan reaksi biokimia yang dibutuhkan untuk mengatur kehidupan (Girindra 1990). Daya katalitik enzim jauh melebihi katalisator sintetik, spesifitas enzim terhadap substratnya sangat tinggi, mempercepat reaksi kimia spesifik tanpa pembentukan produk samping. Selain itu molekul ini dapat berfungsi dalam larutan encer pada keadaan suhu dan pH normal.

Page 11: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

2

Hanya sedikit katalisator non biologi yang dilengkapi sifat-sifat seperti ini (Palmer 1981).

Protease merupakan kelompok enzim yang menurut IUB dimasukkan ke dalam kelompok hidrolase pemecah protein (Kelompok ke III dan sub kelompok IV). Enzim ini menggunakan air sebagai akseptor dalam pemindahan gugus-gugus yang terpotong. Enzim ini sering disebut enzim proteolitik atau peptidase (Lehninger 1993).

Protease memegang peranan utama di dalam banyak fungsi hayati, mulai dari tingkat sel, organ, sampai organisme, yaitu dalam melangsungkan reaksi metabolisme, fungsi regulasi dan reaksi-reaksi yang menghasilkan sistem berantai untuk menjaga keadaan normal tubuh. Protease ekstraseluler diperlukan makhluk hidup untuk menghidrolisis nutrisi protein menjadi peptide kecil dan asam amino, sehingga mudah diserap dan dimanfaatkan oleh sel dalam tubuh. Protease intraseluler bertanggung jawab terhadap degradasi proteolitik secara cepat dan irreversible bagi protein sel yang tidak diperlukan lagi, atau protein abnormal yang tidak bermanfaat bahkan mengganggu metabolisme sel. Dalam berbagai bidang kehidupan, protease juga memiliki peran sangat penting. Industri pembuatan keju, sirup, bir sari buah, gula pasir, asam amino, kertas, makanan, kulit, detergen sampai pada terapi penyakit semuanya memanfaatkan peran enzim ini.

Berdasarkan cara kerjanya, Palmer (1981) membagi menjadi dua, yaitu 1) proteolisis terbatas, yang memecah hanya satu atau beberapa ikatan peptida tertentu dari sebuah protein target. Contohnya adalah perubahan prohormon menjadi hormon. 2) Proteolisis tak terbatas, yaitu mendegradasi protein menjadi asam amino penyusunnya. Berdasarkan mekanisme katalitiknya, protease dapat dibagi menjadi empat, yaitu (1) Protease serin, (2) Protease sistein, (3) Protease aspartat, (4) Protease Logam (Ward 1985, Sadikin 2002).

Golongan protease serin memiliki asam amino serin pada sisi katalitiknya. Jika asam amino serin ini dimodifikasi dengan memfosforilasi gugus –OH asam amino serin tersebut maka aktivitas enzimatik akan lenyap (Sadikin 2002). Golongan ini terdiri dari dua kelompok yang berbeda. Kelompok kimotripsin yang meliputi enzim-enzim mamalia dan kelompok subtilisin yang meliputi enzim bakteri. Struktur dari kedua

kelompok ini berbeda tetapi memiliki geometri sisi aktif yang sama (Ward 1985).

Protease sistein, sifat katalitik kelompok enzim ini ditentukan oleh asam amino sistein. Enzim ini tidak akan hilang aktivitasnya dengan fosforilasi tetapi akan hilang kemampuan katalitiknya dengan alkilasi. Contoh enzim ini adalah bromelin, papain dan katerpin (Sadikin 2002). Protease jenis ini mempunyai aktivitas optimal pada pH netral, dan sangat dipengaruhi oleh logam pengkelat. Protease sistein dibagi menjadi dua golongan berdasarkan spesifitasnya. Klostipain, yang dihasilkan oleh Clostridium histolitycum menunjukkkan spesifitas yang kuat terhadap asam amino utama karboksil pada situs pemutusan, sedangkan protease sterptokal memperlihatkan spesifitas terhadap substrat-substrat sintetik dari insulin peroksida (Ward 1985).

Protease aspartat, Enzim ini memiliki urutan asam amino yang kaya akan aspartat dan glutamat. Asam aspartat diperlukan keberadaanya ditempat interaksi dengan molekul. Jika aspartat di tempat tersebut diubah menjadi amida maka sifat katalitik enzim akan hilang. Protease aspartat sering disebut juga protease karboksil, karena memerlukan gugus karboksil bebas dalam residu asam amino tertentu yang ada di bagian enzim tersebut berinteraksi dengan protein substrat dan memecahnya. Banyaknya asam amino asam ini juga menerangkan, mengapa protease golongan ini bekerja pada pH rendah (Sadikin 2002), yaitu berkisar antara 2-6 dan memiliki titik isolistrik pada selang pH 3-5. Contoh enzim ini adalah kelompok pepsin yang meliputi enzim-enzim pencernaan seperti pepsin, kimosin dan renin (Ward 1985).

Protease logam atau metaloprotease, memerlukan adanya logam untuk aktivitasnya. Enzim ini berperan penting dalam sel-sel fagosit, seperti leukosit dan makrofag. Enzim ini berperan penting dalam perusakan rawan sendi dalam penyakit-penyakit sendi (Sadikin 2002). Kelompok metaloprotease Zn, merupakan salah satu kelompok protease yang sering ditemukan pada bakteri dan jamur.

Bacillus subtilis natto

Natto merupakan produk fermentasi kacang kedelai yang kaya akan protein (Cober 2001). Natto ini banyak digemari oleh masyarakat Jepang karena cara pembuatannya yang mudah dan juga murah harganya. Bahan dasar yang digunakan untuk

Page 12: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

3

membuat natto ini adalah kacang kedelai. Untuk membuat natto ini, kacang kedelai terlebih dahulu direndam dan dimasak, lalu pada permukaannya ditumbuhkan B.natto agar aroma dan cita rasa yang spesifik dapat terbentuk. Hasil akhir proses fermentasi ditandai dengan terbentuknya lendir yang spesifik. Bakteri ini menjadi sumber enzim yang dapat memfermentasi kedelai. Enzim-enzim tersebut antara lain amilase, protease, lipase, galaktosidase dan glukosidase. (Sulistyo 1999)

Bacillus subtilis natto ini diklasifikasikan dalam: Superkingdom : Bacteria, Philum : Fumicutes, Class : Bacilli, Order : Bacillales, Family : Bacillaceaae, Genus : Bacillus, Spesies : Subtillis Varian : Natto. Bacillus subtilis pertama kali ditemukan oleh Ferdinand Cohn pada tahun 1872. Bakteri keluarga/family Bacillaceaae ini dikenal dengan kemampuannya membentuk spora. Selain Bacillus dikenal kelompok Bacillaceaae lain yang mampu menghasilkan spora yaitu kelompok Sporolactobacillus, Clostridium, Desulfotomaculum, Sporosarcina, Thermoactinomysetes, Actinomycetes.

Menurut BERGEY’s Manual edisi ke-8 bakteri dikelompokkan menjadi 19 kelompok. Bacillus sp. termasuk dalam kelompok batang atau kokus pembentuk endospora. Ciri pembeda yang menonjol pada bakteri ini ialah kemampuannya membentuk endospora. Ciri terpilih lain dari Bacillus sp. ini adalah morfologi selnya berbentuk batang, nonmotil, reaksi gram positif, tumbuh secara aerobik ataupun anaerobik fakultatif, habitatnya banyak terdapat di tanah, lingkungan akuatik, saluran pencernaan, dan kebanyakan bersifat patogenik.

Isolat Bacillus natto merupakan bakteri peragi dalam pembuatan natto . Menurut BERGEY’s Manual (Gibson & Gordon 1974) bakteri ini diklasifikasikan ke dalam kelompok Bacillus subtilis yang berbentuk bulat atau batang dengan warna koloni putih kusam dan merupakan Gram positif,. Ciri pertumbuhan dan sifat fisioogi Bacillus subtilis natto berdasakan BERGEY’s Manual (Gibson & Gordon 1974) dapat dilihat pada Lampiran 2

Priest (1977) mengatakan bahwa B. subtilis merupakan salah satu mikrob yang sudah dikenal mampu menghasilkan enzim protease dan amylase. Saat ini banyak enzim protease dari B. subtilis yang telah dikomersialkan. Selain itu Priest (1977) juga mengatakan bahwa selama pertumbuhannya

B. subtilis memproduksi tiga macam protease, yaitu protease netral, serin dan estrase.

Perbedaan fisik yang tampak pada biakan B. subtilis dan B. natto adalah warnanya. B. natto memiliki warna putih mengkilap sedangkan pada B. natto berwarna putih keruh. Suatu hal yang membedakan B. subtilis dan B. natto di dalam pengolahan produk natto dapat dilihat dari kebutuhan biotin sebagai kebutuhan esensial nutrisinya, selain itu hasil dari kacang kedelai yang difermentasi oleh biakan B. natto memiliki cita rasa yang unik dan berbeda jika dibandingkan dengan kacang kedelai yang difermentasi menggunakan B. subtilis (Sulistyo 1999).

Limbah Cair Tahu

Tahu merupakan makanan tradisional yang sudah lama dikenal di Indonesia dan memegang peranan penting dalam pola makan sehari-hari bagi masyarakat secara umum. Tahu merupakan salah satu produk kedelai yang pembuatannya menghasilkan produk samping. Pada prinsipnya, pembuatan tahu merupakan pengekstrakan protein, yang kemudian digumpalkan sehingga diperoleh endapan protein (lihat Lampiran 3). Bahan penggumpal yang biasa digunakan adalah batu tahu (CaSO4), asam cuka (CH3 COOH) dan MgSO4. Komponen yang ada dikomponen tahu dapat dilihat pada Tabel 1. Kandungan N total dan glukosa yang masih cukup tinggi dalam ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme. Media yang dapat memproduksi protease memiliki ratio C/N antara 1.8-8 (Meyrath 1975). Yanus (1998) mengatakan bahwa ratio C/N dari limbah cair tahu sebesar 7.9 dan adanya mineral pada limbah cair tahu akibat penambahan batu tahu pada pembuatan tahu dapat berperan sebagai pengimbas sintesis protease.

Hasil samping dari pembuatan tahu adalah kulit kedelai, ampas tahu, dan air asam cuka Kulit kedelai dihasilkan dari pemisahan kedelai dengan kulitnya sebelum digiling, biasanya digunakan sebagai campuran makanan ternak. Ampas tahu yang diperoleh setelah penyaringan dapat diolah lebih lanjut menjadi tempe gembus dan oncom ataupun dijadikan sebagai makanan ternak. Sedangkan air asam cuka atau limbah cair tahu sebagian kecil digunakan pada pembuatan tahu selanjutnya atau digunakan sebagai bahan pembuatan nata de soya.

Page 13: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

4

Tabel 1 Komposisi komponen limbah cair tahu

Komposisi

Limba cair tahu dengan penggumpalan Batu tahu (CaSo4)

Asam cuka (CH3COOH)

N-total (mg/l)

434.780 226.090

Glukosa (mg/l)

92.000 37.000

Pb (mg) 0.204 0.036 Ca (mg) 34.030 0.036 Fe (mg) 0.197 0.107 Cu (mg) 0.118 0.067 Na (mg) 0.591 0.573

Keempukan Daging

Keempukan daging, menurut Bernholdt

(1975), termasuk salah satu atribut kualitas daging yang sudah dimasak yang ditandai dengan karakteristik kemudahan dikunyah tanpa pengurangan tekstur yang diinginkan. Supomo (1994) berpendapat bahwa keempukan tekstur merupakan penentu paling penting terhadap kualitas daging. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging secara umum dibagi menjadi dua, yaitu faktor antemortem (spesies, genetik, umur, jenis kelamin) dan faktor postmortem (pelayuan, metode penyimpanan, pengolahan, penambahan bahan pengempuk). Keempukan daging ditentukan setidaknya oleh tiga komponen daging, yaitu stuktur miofibrilar dan status kontraksinya, daya mengikat air oleh protein daging dan jus/getah, serta kandungan jaringan ikat kolagen dan tingkat ikatan silangnya.

Mekanisme pengempukan daging secara tepat masih belum banyak diketahui. Ada yang mengatakan bahwa pengempukan daging secara alami terutama terjadi karena pemecahan protein daging oleh enzim-enzim daging. Beberapa saat setelah hewan disembelih, pada jaringan daging terjadi pemecahan glikogen secara anaerob yang dihasilkan asam laktat. Akibatnya pH daging turun dan enzim-enzim katepsin menjadi aktif memecah protein-protein daging. Sedangkan pada awal penyembelihan dimana pH daging masih cukup tinggi (sekitar 7) pemecahan protein dilakukan oleh protease netral non lisosom. Tetapi pemecahan protein daging secara alami berjalan sangat lambat dan tidak nyata perubahannya. Pada Tabel 2 disajikan enzim proteolitik yang ada dalam daging.

Tabel 2 Kandungan enzim proteolitik dalam daging

Enzim Kisaran pH Lisosom: Katepsin B Katepsin D Katepsin L Katepsin N

3.0 – 6.0 2.5 – 4.5 3.0 – 6.5 3.0 – 6.0

Non-lisosom: Protease netral

6.0 – 8.5

Untuk membantu meningkatkan

keempukan daging dapat dilakukan penambahan protease dari luar. Pengempukan daging dengan pemberian enzim proteolitik disebabkan karena terjadinya proteolisis pada berbagai fraksi protein daging. Proteolisis kolagen menjadi hidroksiprolin mengakibatkan shear force kolagen berkurang sehingga keempukan daging meningkat (Fogle et al. 1982). Proteolisis miofibril menghasilkan fragmen protein dengan rantai peptida lebih pendek. Makin banyak terjadi proteolisis pada miofibril, maka makin banyak protein terlarut dalam larutan garam encer (Olson & Parrish 1977). Terhidrolisisnya kolagen dan miofibril menyebabkan hilangnya ikatan antarserat dan juga pemecahan serat menjadi fragmen yang lebih pendek, menjadikan sifat serat otot lebih mudah terpisah sehingga daging makin empuk.

Proses enzimatik pada pengempukan daging dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, pengempukan daging dilakukan sebelum pemotongan/antemortem. Pengempukan daging antemortem adalah cara pengempukan dengan penyuntikan enzim protease beberapa waktu sebelum ternak dipotong. Kedua, Pengempukan daging setelah pemotongan/postmortem. Biasanya dilakukan dengan cara menaburkan bubuk enzim pada daging mentah, merendam pada larutan enzim, penyemprotan larutan enzim atau dengan penyuntikan larutan enzim di beberapa tempat pada karkas atau daging segar. Cara penyuntikan antemortem dianggap paling efisien karena sistem vaskuler dari hewan yang masih hidup merupakan sistem distribusi yang sempurna sehingga saluran peredaran darah dapat membagi dosis enzim keseluruh jaringan tubuh menurut proporsi yang diharapkan (Goser 1961 diacu dalam artikel PoultryIndonesia 2005).

Keempukan daging juga dapat di pengaruhi oleh pemanasan. Lewis (1973) mengatakan bahwa pengempukan daging terutama terjadi pada saat pemasakan, karena pada saat itu aktivitas enzim mencapai tingkat

Page 14: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

5

kerja maksimum. Daging sapi yang berumur 2-6 tahun nilai daya irisnya menurun akibat pemanasan pada suhu 55ºC dan pada daging yang berasal dari sapi berumur 12-17 tahun nilai daya irisnya menurun akibat pemanasan pada suhu 60ºC. Secara umum pengempukan yang diakibatkan oleh pemanasan pada suhu 50-60ºC diperoleh akibat perubahan struktur miofibrilar, sedangkan pemanasan diatas suhu 55ºC disebabkan oleh melemahnya jaringan ikat. Menurut Laroche (1992) pemanasan dapat menyebabkan perubahan struktur daging seperti keluarnya jus daging. Keluarnya material dari dalam daging bisa menyebabkan material lain yang berada dilingkungan masuk ke dalam daging. Pemanasan menyebabkan solubilitas jaringan ikat, miofibril dan juga sarkoplasma meningkat dan menjadi lebih fleksibel. Hal tersebut dapat membuat daging menjadi lebih empuk.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan adalah

peralatan gelas , laminar air flow hood , spektrofotometer UV-Vis, sentrifuse, pengaduk bermagnet, pemanas, sudip, autoklaf, neraca, pH meter, shaker, ose dan stop watch, mikropipet, penetrometer yang dimodifikasi, pisau, siringe

Bahan yang digunakan ialah natto komersial, akuades, alkohol, media Nutrient Agar (NA), agar, Limbah cair tahu, susu skim, buffer borat (0.01M, pH 7), substrat kasein (20 mg/ml, pH 7), HCl 0.05M, enzim dalam CaCl2 (2mmol/l), tirosin standar (5 mmo l/l), CaCl2 2 mmol/l, Na2CO3 0.4 M, reagen Folin Ciocalteau.,TCA, Na2CO3, buffer fosfat, amonium sulfat, reagen Bradford, NaCl, Sodium monosulfat dan daging sapi,

Metode Penelitian Pembuatan Media Agar Nutrien (Cappucino & Sherman 1983)

Sebanyak 14 g NA bubuk dicampur dengan 0.5 l akuades di dalam labu Erlenmeyer. Sebagiannya dibuat agar miring dengan menuangkan masing-masing 15 ml larutan NA tersebut dalam 10 tabung reaksi dan sebagian lagi tetap di labu Erlenmeyer. Kemudian semuanya disterilkan pada suhu 121ºC selama 15 menit. Setelah suhu larutan 60 ºC, NA yang berada dalam labu Erlenmeyer segera dituang ke dalam cawan

petri yang steril. Sedangkan yang berada dalam tabung reaksi diletakkan miring dalam meja. Isolasi B. natto (Cappucino & Sherman 1983)

Menurut Gibson dan Gordon 1974 dalam BERGEY’s Manual edisi ke-8 Bacillus natto yang ditumbuhkan pada NA akan memiliki ciri ciri seperti pada Lampiran 3. Isolat Bacillus natto dari nato komersial digunakan sebagai material hidup penelitian. Isolasi Bacillus natto tersebut dilakukan pada NA menggunakan metode cawan gores. Setelah diperoleh biakan murni Bacillus natto , biakan disimpan dan dipelihara dalam media agar nutrien (NA) dan dikarekterisasi mengikuti BERGEY’s Manual.

Pembuatan Media Agar Susu

Sebanyak 3 g susu skim bubuk dan 0.86 agar dilarutkan dalam 150 ml akuades, kemudian disterilisasi pada suhu 121ºC selama 15 menit. Kemudian campuran 1 dan 2 dihomogenkan. Setelah tercampur rata, larutan dituang sebanyak 15-20 ml ke dalam cawan petri steril. Uji Aktivitas Protease Secara Kualitatif (Oktafianti 2005)

Sebanyak satu ose Bacillus natto pada media NA dipindahkan ke media agar susu dan dibiarkan tumbuh. Setelah diinkubasi satu hari pada suhu kamar, disekitar Bacillus natto yang memiliki aktivitas protease akan terlihat zona bening. Zona bening yang muncul menandakan adanya protease yang dihasilkan Kurva Pertumbuhan

Disiapkan sebanyak 3 buah labu Erlenmeyer 125 ml. kemudian disterilisasi pada suhu 121ºC selama 15 menit. Setelah mencapai suhu ruang kemu dian diinokulasikan 4 ose Bacillus natto. Dan diletakkan dalam waterbath shaker dengan kecepatan 200 rpm. Setiap 4 jam jumlah bakteri dalam labu diukur OD nya menggunakan spektofotometer pada ? 660 nm. Pembuatan Kultur Starter B. natto (Oktafianti 2005)

Sebanyak 0.8 g susu skim bubuk dilarutkan dalam 40 ml akuades, kemudian disterilisasi pada suhu 121ºC selama 15 menit. Sebanyak 4 ose biakan murni Bacillus natto diinokulasikan dalam media dan diinkubasi selama 20 jam.

Page 15: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

6

Produksi Protease (Sutandi 2003) Media yang digunakan untuk produksi

protease pada penelitian ini ialah limbah cair tahu dengan pH 7. Untuk menepatkan pH digunakan NaOH 1 M. Sebanyak 250 ml Media dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian disterilisasi. Setelah dingin dimasukkan inokulum segar sebanyak 10% (v/v). dan diinkubasi pada mesin pengkocok/Shaker selama 1 hari. Ekstraksi Enzim (Sutandi 2003)

Ekstraksi enzim dilakukan dengan menggunakan sentrifuse. Sentrifuse diputar dengan kecepatan 10000 rpm selama 5 menit. Kemudian filtrat yang telah memisah dari pellet diambil. Filtrat ini merupakan enzim kasar.

Pengukuran Aktivitas Protease (Bergmeyer 1983)

Aktivitas proteolitik dari enzim yang dihasilkan diukur dengan Metode Begmeyer (1983). Tiga tabung disediakan, masing-masing untuk blanko, standar dan sampel. Sebanyak I ml buffer borat (0.01M, pH 7) dimasukkan dalam masing-masing tabung. Dilanjutkan dengan pemberian 1ml substrat kasein (20 mg/ml, pH 7) dan 0.2 ml HCl (0.05M) ke dalam masing-masing tabung. Tabung blanko, standar dan sampel.diisi dengan masing-masing 0.2 ml akuades. 0.2 tirosin standar (5mM), dan 0.2 enzim kasar dalam CaCl2 (2mM). Ketiga tabung diinkubasi pada suhu 37ºC selama 20 menit. Selanjutnya ketiga tabung ditambah 2 ml TCA (0.1M). Kemudian larutan CaCl2 (2mM) sebanyak 0.2 ml dimasukkan ke dalam tabung sampel, sedangkan tabung blanko dan standar masing-masing diberi 0.2 enzim kasar dalam CaCl2 (2mM). Ketiga tabung didiamkan pada suhu 37º C selama 10 menit, dan selanjutnya diputar dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Sebanyak 1.5 ml filtrat diambil dari ketiga tabung dan ditsmbshksn 5 ml Na2 CO3 0.4 M dan 1 ml reagen Folin Ciocalteau. Reaksi didiamkan selama 20 menit pada suhu 37ºC dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 578 nm.

Pengukuran dilakukan secara triplo. Setiap sampel yang akan dihitung aktivitasnya memiliki nilai absorbansi untuk blanko, standar dan sampel masing-masing. Dengan menggunakan rumus di bawah ini dapat dihitung unit aktivitas dari enzim (Begmeyer 1983)

Keterangan: Keterangan

Pengukuran Keempukan Daging (Swacita 2002)

Sebanyak 48 potongan daging sapi dengan berat masing-masing 25g ( kurang lebih berukuran 2 x 3 x 4 cm ) dibagi menjadi 4 bagian dan diberi perlakuan sesuai percobaan. Bagian pertama diberikan 0.5 ml ekstrak enzim yang diencerkan hingga 1/3 konsentrasi enzim semula, bagian ke-2 diberikan 0.5 ml ekstrak enzim yang diencerkan hingga 2/3 konsentrasi enzim semula dan bagian ke-3 diberikan 0.5 ml ekstrak enzim tanpa pengenceran. bagian ke-4 diberikan 0.5 ml enzim yang telah didenaturasi. Tiga potong daging dari masing-masing bagian ini diinkubasi selama 0, 20, 40 dan 60 menit. Setelah diinkubasi daging kemudian dimasak dalam air mendidih agar enzim tidak aktif.

Keempukan daging diukur dengan menggunakan alat penetrometer modifikasi. Daging yang telah mendapat perlakuan di atas selanjutnya diletakkan tepat berada di bawah jarum penetrometer yang telah diatur posisi, ketinggian, dan berat bebannya. Kunci pemegang jarum ditarik sehingga jarum dengan bebean tertentu jatuh bebas dan menusuk daging. Jarak tembus jarum ke dalam daging diukur. Penusukan diulang sebanyak 6 kali mulai dari tepi kiri sampai ke tepi kanan sampel. Satuan keempukan daging adalah mm/Joule. Semakin dalam jarum dapat menembus daging, berarti keempukan daging semakin meningkat. Pada pengukuran keempukan daging ini digunakan juga protease komersial sebagai pembanding. Selain itu enzim yang dipekatkan juga diujikan pada daging untuk melihat pengaruh dari pemekatan ammonium sulfat terhadap aktivitasnya.

Analisis Statistik

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola 2 faktorial dengan 3 kali ulangan. model linier

PU : Unit ativitas protease per menit (unit)

Asp : Nilai absorbansi sampel Ast : Nilai absorbansi standar Abl : Nilai absorbansi blanko P : Faktor pengenceran T : Waktu inkubasi enzim

Asp - Abl

Ast - Abl

PU = x P x I/T

Page 16: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

7

aditif dari rancangan ini secara umum adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + a i +ßj + (aß)ij + eijk

Keterangan

Data diuji dengan analisis ragam.

Apabila terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT).

Untuk melihat perbedaan aktivitas antara enzim kasar dengan kontrol dan juga enzim kasar dengan enzim protease komersial dilakukan uji Hipotesis dengan uji nilai tengah pengamatan berpasangan.

I.Uji hopotesis antara aktivitas ekstrak enzim kasar (µ1) dengan kontrol/akuades (µ2) dengan a = 0.05

H0 : µ1 = µ2

H1 : µ1 ? µ2 II.Uji hopotesis antara aktivitas ekstrak enzim

kasar (µ1) dengan enzim protease komersial (µ3) dengan a = 0.05

H0 : µ1 = µ3

H1 : µ1 ? µ3

HASL DAN PEMBAHASAN

Isolasi B. natto

Bacillus subtilis natto diisolasi dari natto komersial yang dilakukan pada media Nutrient Agar (NA) dengan metode cawan gores dan diinkubasi semalam. Hasil isolasi didapatkan koloni-koloni yang terpisah, yang semuanya memiliki ciri-ciri yang sama. Bentuk koloni tak beraturan, warna koloni putih dan kusam. Ciri-ciri tersebut merupakan ciri dari B. natto yang diinginkan berdasarkan BERGEY’s Manual.

Hasil karakterisasi B. natto tersebut ditumbuhkan pada agar miring berisi NA, dan dijadikan stock . Biakan kerja dibuat dengan menginokulasikan biakan dari stock pada cawan petri yang beisi NA, dan diinkubasi pada suhu 37ºC selam 24 jam. Biakan kerja diganti setiap minggu agar umur bakteri tidak terlalu tua untuk digunakan.

Aktivitas Protease Secara Kualitatif

Bacillus natto yang telah diis olasi diuji

aktivitas proteasenya pada media agar susu 4%. Adanya aktivitas protease dapat dilihat dengan adanya zona bening disekeliling isolat. Degradasian protein susu menjadi asam amino menyebabkan perubahan warna susu dari putih menjadi tak berwarna. Ketika isolat yang dapat menghasilkan protease ditumbuhkan pada media susu maka akan tumbuh zona bening. Pengamatan zona bening dilakukan setiap 4 jam selama 36 jam. Hasil pengukuran zona bening yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 1.

Besar diameter zona bening tidak selalu terdapat hubungan langsung dengan kemampuan mikrob dalam mensintesis protease. Wie (1992) meneliti bahwa B. licheniformis menghasilkan daerah hidrolisis kasein yang kecil tetapi memiliki kemampuan yang sangat besar dalam menghasilkan protease. Uji kualitatif aktivitas protease juga dilakukan pada media limbah cair tahu. Hasilnya terlihat zona bening disekeliling isolat, Walaupun zona bening yang terlihat lebih kecil dari pada zona bening pada media susu.

02468

1012141618

0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40

Waktu (jam)

diam

eter

(m

m)

isolatzona bening

Gambar 1 Diameter zona bening B. natto pada

media agar susu.

Yijk : Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke -i faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k

µ : Nilai rataan umum a i : Pengaruh utama faktor A pada

taraf ke -i ? j : Pengaruh utama faktor B pada

taraf ke -j (aß)ij : Interaksi aß pada taraf ke -I dan

ke-j eijk : Galat percobaan pada taraf ke-I

dan ke-j dan ulangan ke-k

t = d – d0

Sd / vn ; v = n -1

Page 17: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

8

Gambar 2 B. natto yang ditumbuhkan pada

media agat susu.

Proses Produksi Enzim Protease

Pemilihan media fermentasi merupakan faktor yang sangat penting dalam memproduksi enzim dari mikrob, disamping kondisi fermentasi dan spesies mikrob yang digunakan. Blevins dan Davis (1979) mengemukakan bahwa penggunaan limbah cair lebih menguntungkan dibanding medium padat, karena resiko kontaminasinya kecil dan mudah dikontrol.

Penggunaan bahan-bahan murah ataupun limbah sebagai media fermentasi untuk menghasilkan enzim sangat menguntungkan. Selain murah, hasil yang diperoleh tidak kalah mutunya dibandingkan dengan medium sintetik yang lebih mahal.

Produksi protease pada penelitian ini Menggunakan media limbah cair tahu yang telah diinapkan semalam. Limbah cair tahu yang dipakai berasal dari pabrik tahu yang berlokasi di Ciomas, Bogor. Limbah tahu dipercaya dapat digunakan sebagai media untuk produksi protease karena masih banyak protein kedelai yang tidak terekstrak yang dapat dimanfaatkan oleh mikriba. Menurut Rachmanianto (1981) protein kedelai yang terekstrak pada pembuatan tahu hanya 79-82 %. Dan pada waktu penggumpalan tidak semua protein yang terekstrak dapat menggumpal, sebagian ikut limbah cairnya.

Untuk menentukan la manya waktu fermentasi, agar diperolah aktivitas protease yang tinggi dan jumlah produk yang maksimal maka perlu diketahui fisiologi pertumbuhan bakteri B.natto ini. Hal tersebut dapat diketahui ketika kurva pertumbuhan dari B.natto ini diketahui. Tujuan pembuatan kurva pertumbuhan ini hanya untuk mengetahui waktu saat mikrob memasuki fase stasioner. Sehingga pembuatan kurva pertumbuhan hanya dilakukan dengan mengukur kekeruhan media menggunakan sperktrofotometer tanpa dilakukan perhitungan jumlah mikrob yang sebenarnya. Dalam hal ini tidak hanya mikrob yang terukur, molekul besar yang berada

dalam media dapat terukur ketika tertumbuk oleh sinar, sehingga kurva pertumbuhan ini hanya dapat dijadikan acuan untuk mencari titik waktu dari tiap fase pertumbuhan mikrob.

Dari kurva pertumbuhan yang diperoleh, diketahui bahwa B. natto mulai memasuki fase stasioner setelah jam ke-28 (Gambar 3). Dari data kurva pertumbuhan dapat disimpulkan bahwa waktu optimum untuk produksi protease adalah jam ke-28 yaitu saat akhir fase eksponensial atau saat akan memasuki fase stasioner. Sedangkan pH media naik dari 7.0 menjadi 9.0 setelah difermentasi selama 28 jam.

Dalam keadaan normal sintesis enzim ekstraseluler maksimum terjadi sebelum fase stasioner atau akhir dari fase eksponensial. Ward (1983) mengatakan bahwa pembentukan enzim protease mulai meningkat memasuki fase eksponensial, dan kemudian meningkat lebih cepat ketika akan memasuki fase stasioner. Tingginya produksi enzim pada fase eksponensial ini diduga berhubungan dengan proses sporulasi yang cepat dan mengalami penurunan sejalan dengan menurunnya proses sporulasi. Chantanawakul et al. (2002) mengatakan bahwa pembentukan spora pada Bacillus teramati setelah 16-24 jam waktu inkubasi. Studi genetik oleh Spizen et al. (1964) diacu dalam Oktafianti (2005) telah membuktikan adanya hubungan antara protease ekstraseluler yang terbentuk pada fase eksponensial dengan proses sporulasi. Bukti ini cukup kuat karena diketahui bahwa mutan yang tidak berspora dari B. subtilis 168 tidak menghasilkan enzim protease ekstraseluler.

Penelitian dari Yanus (1988) juga diketahui bahwa aktivitas protease maksimum dari B. subtilis dicapai pada waktu fermentasi 24-36 jam, setelah itu cenderung turun. Dan media fermentasi mengalami kenaikan pH dari 8.25 menjadi 8.80 setelah 36 jam.

0.000

0.050

0.100

0.150

0.200

0.250

0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48

Waktu (jam)

OD

(Ab

sorb

ans)

Gambar 3 Kurva pertumbuhan B. natto pada

media LCT.

zona bening isolat B natto

Page 18: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

9

Setelah kurva pertumbuhan diperoleh, maka dilakukan produksi enzim dengan menggunakan media limbah cair tahu atau Whey dengan pH awal 7.0. Inokulum starter yang digunakan untuk produksi protease berupa B. natto yang ditumbuhkan dalam media susu 4% selama 20 jam dengan OD 0.469. Sebanyak 10% inokulum starter diinokulasikan pada media produksi dan diinkubasi menggunakan waterbath shaker pada suhu ruang dengan kecepatan 200 rpm selama 28 jam.

Sintesis enzim dalam suatu media produksi dipengaruhi oleh senyawa lain yang dapat berperan sebagai penginduksi, sehingga produksi enzim akan meningkat ataupun juga sebaliknya, yaitu sebagai represor yang dapat menghambat sintesis enzim.

Secara umum sintesis protease mikrob dihambat oleh adanya glukosa dan asam amino dalam jumlah tinggi (Fogarty & Kelly 1979). Fardiaz (1987) menyebutkan bahwa protease dari berbagai bacilli sangat sedikit terbentuk pada media yang mengandung asam amino. Asam amino yang berpotensi menghambat sintesis protease dari B.subtilis adalah prolin dan isoleusin (Fogarty & Kelly 1979),

Limbah Cair Tahu merupakan media alami yang memiliki kandungan karbon murni rendah dan kandungan protein yang tinggi, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan stimulasi sintesis enzim protease (Meyrath dan Volavsek 1975). Hasil penelitian Yanus (1988) diketahui bahwa nilai ratio C/N dari LCT adalah 7,9. Adapun media fermentasi yang dapat digunakan untuk menghasilkan protease memiliki C/N ratio berkisar antara 1,9-8,0 (Meyrath 1975). Adanya mineral kalsium pada LCT akibat penambahan batutahu pada pembuatan tahu dapat berperan sebagai pengimbas sintesis protein Yanus (1988).

Aktivitas Protease Secara Kuantitatif

Kultur mikrob yang telah diinkubasi selama 28 jam dalam waterbath shaker, dipisahkan dari medianya menggunakan sentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. Filtrat yang diperoleh merupakan ekstrak kasar enzim protease. Enzim kemudian disimpan dalam refrigerator agar tidak rusak dan tidak terjadi penurunan aktivitas.

Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa aktivitas proteolitik protease B.natto sebesar 0.1567. Penambahan NaCl 2%

sebagai bahan pengawet dapat menaikkan aktivitas proteolitik enzim, tetapi penambahan sodiummonosulfat tidak memberikan kenaikan, bahkan aktivitasnya sedikit turun. Aktiviitas enzim protease yang diproduksi dari LCT ini memiliki aktivitas proteolitik yang tidak jauh berbeda dengan papain komersial 1%. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3

Pengukuran aktivitas proteolitik secara kuantitatif tersebut dilakukan menggunakan metode Bergmeyer (1983). Prinsip kerja metode ini adalah pengukuran asam amino tirosin yang terhidrolisis setelah dipisahkan dari substratnya. Pertama-tama enzim akan memecah substrat kasein dengan bantuan air menjadi asam amino dan peptida. Laju pembentukan peptida inilah yang dijadikan tolak ukur aktivitas katalisis protease. Asam amino yang terhidrolisis harus dipisahkan dari substrat atau protein lain yang tidak terhidrolisis. Pemisahan dilakukan menggunakan Trichloroaceticacid (TCA), sehingga protein dan peptida yang berukuran besar akan terendapkan. Penambahan TCA ini sekaligus akan menginaktivasi enzim protease, karena enzim adalah protein sehingga akan ikut mengendap. Untuk mempercepat pemisahan digunakan sentrifus. Tirosin dan triptofan yang larut dalam filtrat akan bereaksi dengan reagen Folin menghasilkan warna biru. Penambahan Na2CO3 bertujuan untuk mendapatkan pH sekitar 11,5 yang merupakan pH optium untuk intensitas dan stabilitas warna biru (Novo 1981). Warna yang terbentuk diukur serapannya pada panjang gelombang 578 nm. Besarnya serapan ini berbanding lurus dengan konsentrasi protein yang terhidrolisis. Satuan aktivitas enzim adalah unit. Unit didefinisikan sebagai jumlah yang dapat merubah 1 mikromol substrat menjadi produk per menit.

Aktivitas proteolitik protease yang dihasilkan B.natto pada penelitian kali lebih rendah dari penelitian sebelumnya yaitu 0.2697 unit, salah satu penyebabnya adalah kemampuan bakteri dalam menghasilkan enzim jauh menurun karena diisolasi dari natto yang telah disimpan lebih dari satu tahun.

Sintesis enzim ekstraselular secara tidak langsung dipengaruhi pH media. Ward (1983) menyebutkan bahwa sintesis enzim ekstraselular terjadi pada membran sel dalam bentuk prekursor yang tidak aktif dan akan dilepaskan pada media menjadi bentuk aktif melalui proses proteolisis. Jika pH medium tidak mendukung permeabilitas membran

Page 19: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

10

untuk mensekresikan enzim, maka konsentrasi eksoenzim dalam media akan rendah, walaupun enzim telah disintesis pada membran.

Rochani (1986) menemukan adanya pengaruh pH awal media terhadap sintesis protease dari B. subtilis. Pada pH 9.5 didapatkan aktivitas protease yang lebih tinggi dibanding pH 8.5, 7.5, dan 6.5.

Tabel 3 Aktivitas proteolitik protease

Sampel Aktivitas

proteolitik (Unit) LCT 0.1567

Papain 1% 0.1410 LCT + SMS 2% 0.1327 LCT + NaCl 2% 0.2061

Keempukan Daging

Aplikasi langsung aktivitas proteolitik

protease yang diperoleh dari mikrob, dilakukan pada daging sapi. Daging yang dipilih adalah bagian paha belakang, karena bagian tersebut terkenal cukup liat dan paling mudah ditemukan di pasar konvensional.

Pengukuran keempukan daging dilakukan menggunakan alat modifikasi penetrometer. Prinsip alat ini adalah daging yang akan diukur diletakkan dibawah jarum, kemudian jarum (dengan berat tertentu) dilepaskan pada ketinggian tertentu. Kedalaman jarum menusuk daging sebanding dengan keempukan daging. Agar pengambilan sampel lebih merata dilakukan penusukan pada 6 titik. Penetrometer modifikasi ini memiliki berat beban pada jarum sebesar 5,14 gram yang dilepaskan pada ketinggian 40 cm. Energi pada jarum setara dengan 0.2015 Joule. Arti dari nilai x mm pada pengukuran penetrometer ini adalah bahwa dengan energi sebesar 0.2015 joule jarum dapat terpenetrasi ke daging sejauh x mm.

Variabel yang diamati untuk melihat perubahan keempukan daging pada penelitian ini adalah konsentrasi enzim dan waktu inkubasi. Waktu inkubasi dan konsentrasi enzim ini sangat erat hubungannya terhadap laju reaksi. Jika beberapa seri konsentrasi enzim diinkubasikan pada beberapa seri waktu, maka pada awal pengamatan akan terlihat bahwa produk yang terbentuk berbanding lurus dengan konsentrasi. Dengan bertambahnya waktu, pertambahan produk akan menunjukkan defleksi, tidak lagi berbanding lurus. Fenomena ini terjadi karena setelah selang beberapa waktu, jumlah substrat yang tersedia telah berkurang.

Defleksi akan terlihat jelas dengan semakin tingginya konsentrasi, sedangkan pada konsentrasi enzim yang rendah, dalam jangka waktu pengamatan yang sama masih berbanding lurus (Sadikin 2002). Tetapi produk yang akan terbentuk antara enzim dengan konsentrasi lebih tinggi dengan konsentrasi yang lebih rendah akan sama, hanya waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya produk berbeda, hal inilah yang mempengaruhi perhitungan laju reaksi. Hubungan laju reaksi dengan konsentrasi enzim berbanding lurus. Semakin besar konsentrasi enzim maka laju reaksi semakin cepat, sehingga peluang substrat diolah menjadi produk semakin besar.

Jika dikaitkan dengan percobaan, maka pada waktu inkubasi yang sama, enzim dengan konsentrasi lebih tinggi akan lebih cepat dalam mengempukkan daging karena laju reaksi yang tinggi. Tetapi pada suatu waktu tertentu enzim yang diinkubasi pada waktu yang sama walaupun konsentrasi enzim berbeda akan mengempukan daging dengan nilai yang sama. Hal ini terjadi karena substrat telah habis sehingga daging tidak dapat menjadi lebih empuk lagi walaupun waktu inkubasi diperlama. Data hasil percobaan dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5 yang disajikan dalam bentuk grafik.

Dari grafik hubungan antara waktu inkubasi dan nilai keempukan dapat dilihat bahwa pada waktu inkubasi yang sama, enzim dengan konsentrasi lebih tinggi memiliki nilai keempukan yang lebih tinggi, karena laju reaksinya lebih besar. Jika kita melihat pada sisi perbandingan yang lain, yaitu antara konsentrasi enzim dan nilai keempukan maka dapat dilihat dengan jelas bahwa pada konsentrasi yang sama, nilai keempukan daging meningkat sebanding dengan lamanya waktu inkubasi. Nilai keempukkan daging terbaik (maksimal) terjadi pada enzim dengan konsentrasi utuh/tidak diencerkan dan lama inkubasi 60 menit. Hanya saja nilai tersebut tidak berbeda nyata terhadap waktu inkubasi 20 dan 40 menit pada konsentrasi yang sama. Sedangkan pada konsentrasi dibawahnya atau 2/3 konsentrasi enzim semula, memiliki keempukkan yang berbeda nyata dengan enzim konsentrasi utuh (3/3) pada waktu inkubasi 20 dan 40 menit tetapi tidak berbeda nyata pada waktu inkubasi 60 menit. Hasil lengkap uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 8, Lampiran 9, Lampiran 10, dan Lampiran 11.

Page 20: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

11

0.001.002.003.004.005.006.007.008.009.00

0 20 40 60Waktu inkubasi (menit)

Nila

i kee

mp

uka

n

0 1/3 2/3 1

Gambar 4 Grafik hubungan antara waktu

inkubasi dan nilai keempukan daging.

0.001.002.003.004.005.006.007.008.009.00

0 1/3 2/3 1Konsentrasi enzim

Nila

i kee

mpu

kan

0 20 40 60

Gambar 5 Grafik hubungan antara konsentrasi

enzim dan nilai keempukan daging.

Swacita (2002) mengemukakan bahwa

pengempukan daging sapi dipengaruhi oleh kadar protease dan waktu inkubasi. Protease dengan kadar 0.075% bobot daging dapat mengempukkan daging dengan waktu inkubasi 30 menit sedangkan pada konsentrasi dibawahnya yaitu 0.050 % membutuhkan waktu 45 menit agar daging menjadi lebih empuk dari pada kontrol.

Daging yang hanya diberi akuades dengan daging yang telah disuntik enzim protease memiliki keempukan yang berbeda nyata. Hasil selengkapnya disajikan pada Gambar 6. Pada Gambar 6 juga ditampilkan nilai keempukan papain 2.5% hasil pengukuran menggunakan modifikasi penetrometer. Dari data tersebut diketahui bahwa ekstrak enzim protease lebih efektif dalam mengempukkan daging dari pada papain 2.5%, walaupun secara statistik nilainya keduanya tidak berbeda nyata. Namun ketika dilihat aktivitas proteolitiknya

(metode Bergmeyer) maka kemampuan dalam pengempukan daging antara keduanya akan terlihat perbedaannya. Aktivitas proteolitik ekstrak enzim protease dengan papain 1% memiliki nilai yang tidak berbeda nyata, sehingga papain dengan konsentrasi 2.5% pasti memiliki aktivitas proteolitik jauh lebih besar. Dengan aktivitas proteolitik yang jauh lebih besar, seharusnya papain dengan konsentrasi 2.5% memiliki nilai keempukan daging lebih tinggi, tetapi hasil percobaan menunjukkan bahwa kemampuan keduanya tidak berbeda nyata

Yanus (1988) juga menggunakan protese dari B. subtilis untuk diujikan ke daging. Hasilnya didapat bahwa protease bakteri dengan aktivitas sebesar 0.23 unit memiliki skor organoleptik 2.9 sedangkan papain dengan konsentrasi 1.4 unit memilik skor organoleptik 3.7 unit. Dari penelitiannya Yanus memperkirakan bahwa protese B. subtilis yang diisolasinya akan memiliki kemampuan mengempukkan daging lebih baik jika aktivitas protese keduanya sama.

Enzim dari mikoba dan papain memiliki daerah kerja yang sedikit berlainan dalam mengempukkan daging. Papain aktif bekerja pada jaringan ikat terutama kolagen dan elastin dan sedikit pada serabut otot. Sedangkan pada protease bakteri aktivitasnya sangat nyata pada protein serabut otot, sedikit pada kolagen serta tidak sama sekali pada elastin (Dransfield E & Etherington 1981). Miofibril (aktin dan miosin) merupakan komponen utama dari serabut otot yang meliputi 80 % nya. Pengaruh enzim pengempuk daging bergantung pula pada bagian dagingmya, karena tiap-tiap bagian memiliki komposisi serabut otot dan jaringan otot yang berbeda-beda.

7.25 7.00

5.25 5.28

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

Enzim Papain 2.5% Kontrol Enzim tidakaktif

Sampel

Nila

i kee

mpu

kan

(mm

/0.2

J)

Gambar 6 Perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa sampel

Page 21: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

12

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Enzim protease dapat diproduksi oleh

B. natto yang ditumbuhkan pada media limbah cair tahu. Aktivitas proteolitik protease bakteri sebesar 0.1567 unit/ml, tidak beda nyata dengan papain komersial 1% yang sebesar 0.1410 unit/ml. Pada pengujian terhadap keempukan daging diketahui bahwa protease tersebut dapat digunakan untuk mengempukan daging.

Keempukan daging ini dipengaruhi oleh waktu inkubasi enzim dan konsentrasi enzim. Enzim dengan konsentrasi utuh, tanpa pengenceren, yang diinkubasi selama 60 menit memiliki aktivitas yang nyata dalam pengempukan daging, walaupun tidak berbeda nyata pada waktu inkubasi 20 dan 40 menit.

Protease dari B.natto memiliki kemampuan mengempukkan daging yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan papain komersial 2.5 %.

Saran

Penelitian selanjutnya disarankan untuk mencari bahan pengawet yang tepat untuk menjaga aktivitas enzim. Selain itu juga disarankan untuk melakukan pemurnian dan karakterisasi enzim protease tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2005. Daging lebih empuk dengan enzim. Http://Poultriindonesia.com. [20 Desember 2005].

Bergmeyer HU. 1993. Methode of Enzymatic Analysis. Volume ke-2. Weinstein: Verlag Chemie.

Bernhold HF. 1975. Meat and other proteinaceous foods. Di dalam: Reed G, editor. Enzyme in Food Processing . New York: Academic Press.

Blevins WT, Davids ND. 1979. Methods for laboratory fermentation. Di dalam: Peppler HJ, Perlman D. Microbial Technology, Microbial Process. Volume ke-1. New York: Academic Press.

Cappucino JG, Sherman N. 1983. Microbiology : A Laboratory Manual . Massachusetts: Addison-Wesley Publishing.

Chantannawakul P, Anchalee O, Khanngkan K, Ekachai, Saisamorn L. 2002. Characterization of protease of Bacillus subtilis strain 38 isolated from traditionally fermented soybeen in Norhten Thailand. Science Asia 28: 241-245.

Dransfield E, Etherington D. 1981. Enzyme in the tenderization of meat. Di dalam: Brick GG, Blakebrough N. Enzyme and Food Producing. London: Applied Sci .

Dyah WEP. 1986. Tinjauan Literatur Pengolahan Daging.. Jakarta: LIPI .

Fardiaz S. 1987. Fisiologi Fermentasi. Bogor: PAU, Institut Pertanian Bogor.

Fogarty WM, Kelly CT. 1979. Developments in microbial extracelluler enzyme. Di dalam: Wiesman A. Tropis in Enzyme and Fermentation Biotechnology. Volume ke-3. New York : Jhon Willey and sons.

Fogle DR, Plimpton RF, Ockerman HW, Jarenback L, Person T. 1982. Tenderization of beef: effect of enzyme, enzyme levels and cooking method . J Food Sci 47: 1113-1118.

Gibson T, Gordon. 1974. BERGEY’s Manual of Determinative Bacterioogy. London: William and Wilkins.

Girindra A. 1990. Biokimia 1. Jakarta: Gramedia.

Hara T, Zhang JR, Ueda S. 1983. Identification of plasmide linked with polyglutamate production in B. Subtilis. J Gen Appl Microbiol. 29: 345-354.

Kuswardani I. 1985. Mempelajari kemungkinan pemanfaatan limbah cair tahu sebagai media untuk memproduksi enzim amiloglukosidase dari kapang yang diisolasi dari singkong. [tesis ]. Bogor: Fakultas Pertanian Bogor, Institut Pertanian Bogor.

Page 22: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

13

Laroche, M. 1992. Cooking. Di dalam Girrard JC, editor. Technologi of Meat and Meat Products. New York: Ellis Horwood.

Lehninger AL. 1995. Dasar-dasar Biokimia. Thenawidjaja M, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari : Principles of Biochemistry.

Mattjik AA, Sumertajaya M. 2002. Perancangan Percobaan. Bogor: IPB Press.

Meyrath J, Volavsek E. 1975. Production of microbial enzyme. Di dalam: Reed G, editor. Enzyme in Food Processing . New York: Acadenic Press.

Nuraida L. 1985. Pengamatan terhadap rangkaian produksi tahu pada industri kecil tahu di Bondongan Kodya Bogor. [ laporan KKN] Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Novo. 1981. Novo’s Handbook of Practical Biotechnologi. Denmark: Novo.

Oktavianti F. Aktivitas protease Bacillus natto dari empat jenis natto komersial. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Pertanian Bogor.

Olson DG, Parrish FC. 1977. Relationship of myofibril fragmentation index to measures of beef steak tenderness . J Food Sci 42 : 506-509.

Palmer T. 1881. Understanding Enzymes. England : Ellis Horwood.

Price JF, Schweigert.BS 1971. The Science of Meat and Meat Products. San Fransisco: W.H. Freeman.

Priest FG. 1977. Extracelluler enzyme synthesis in the genus Bacillus. Bacteriological Rev 41;(3): 711-753.

Rachmanianto. 1981. Pengaruh kondisi proses pengolahan tradisional terhadap mutu tahu yang dihasilkan. Bogor: Buletin Pusbangtepa, IPB.

Rochani. 1986. Aktivitas enzim protease dari Bacillus subtilis pada media limbah cair tahu. [skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Sadikin M. 2002. Biokimia Enzim. Jakarta: Widya Medika.

Shiddieqy IM. 2005. Daun pepaya pelarut protein, pengempuk daging. Http://Pikiran Rakyat Cyber Media.org [2 Februari 2006].

Sian WL. 1992. Mempelajari aktivitas protease Bacillus licheniformis pada fermentasi terkontrol menggunakan limbah cair tahu. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknik Pertanian, IPB.

Standbury PF, Withaker A . 1984. Principle of Fermentation Technologi . Oxford: Pergamon Press.

Sulistyo. 1999. Profil kandungan asam organic pada proses fermentasi natto. J Mikrob Trop 2: 9-17.

Suparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sutandi C. 2003. Analisis potensi enzim protease lokal. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Swacita IBN. 2002. Pengempukan daging sapi dengan protease jahe. J vet 3 : 2.

Ward OP. 1983. Proteinase. Didalam Fogarty MW. Microbial Enzyme and Biotechnology. New York: Applied Sci.

Ward OP. 1985. Proteolitic enzyme . Pergamon Press 3: 789-815.

Walpole RE. 1995. Pengantar Statistik . Edisi ke-3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Yanus. 1988. Protease dari Bacillus subtilis dan penerapannya sebagai pengempuk daging. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Page 23: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

14

LAMPIRAN

Page 24: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

15

Lampiran 1 Tahapan penelitian

Isolasi bakteri

Biakan Murni

Karakterisasi

Enzim kasar

Screeaning uji aktivitas protease

Ekstraksi Enzim

Produksi protease pada media limbah

cair tahu

Dibuat Stock pada agar miring dan

dis impan

Diujikan pada Daging

Pengukuran aktivitas Protease secara

kuantitatif

Ukur kemampuan protease dalam pengempukan daging dan dibandingkan dengan

papain komersial

Natto

Pembuatan inokulum starter

Pengawetan

Page 25: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

16

Lampiran 2 Tahapan pembuatan tahu

PENCUCIAN KEDELAI

Air dingin (12-24 jam) Air hangat 55ºC (1-2 Jam)

Air hangat 1: 9

PENGGILINGAN

PERENDAMAN

Air matang/bersih

100ºC (7-14 menit)

PEMASAKAN

PENGGUMPALAN

PENCETAKAN

PEMOTONGAN

TAHU

PERENDAMAN

kotoran

Ampas tahu

LCT

LCT

TAHU

Air hangat 80ºC

PENYARINGAN Air

Sumber : Nuraida 1985

Page 26: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

17

Lampiran 3 Ciri pertumbuhan dan sifat fisiologi biakan B. natto

Uji Bacillus Natto (BERGEY’s Manual)

Pertumbuhan pada Nutrient Agar - Bentuk koloni - Warna koloni - Kilauan koloni

Tak beraturan, bulat Putih Kusam

Pertumbuhan pada Nutrient Broth - Endapan - Kekeruhan

Ada Sedikit

Suhu Tumbuh (ºC) - Minimum - Maksimum - Optimum

15 55 27-30

Produksi asam dari gula - Trehalosa - Glukosa - Arabinosa - Xilosa - Manitol

Produksi gas Produksi aseton Hidrolisis pati Hidrolisis hipurat Reduksi nitrat Reaksi katalase Reaksi kuning telur Hirolisis kasein Dekomposisi Tirosin

- - - - + - + + + + + + + +

Ket : ( + ) : reaksi positif ( - ) : reaksi negatif Sumber : BERGEY’s Manual (Gibson dan Gordon 1974)

Page 27: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

18

Lampiran 4 Pembuatan pereaksi-pereaksi pada metode Bergmeyer

1. Natrium Hidroksida (NaOH 1M) 4 g NaOH dilarutkan dalam 100 ml H2O 2. Buffer Borat Larutan A : 12.4 g asam borat dalam 100 ml H2O Larutan B : 19.05 g borax dalam 10 ml

50 ml Larutan A dicampur dengan 4.9 ml Larutan B lalu diencerkan sampai 200 3. Asam Klorida ( HCl 1M) 9.8 HCl pekat (minimal 32%) diencerkan dengan H2O menjadi 72 ml 4. Larutan buffer kasein 2% (b/v)

1 g kasein disuspensikan dengan kira -kira 5 ml H2O dalam gelas piala 100 ml. Kemudian ditambah NaOH (1) dan 30 ml H2O serta diaduk menggunakan pengaduk magnet sampai semua kasein larut. Ditambah 5 ml buffer borat (2) dan ditepatkan pHnya menjadi 8 menggunakan HCl (3), sambil terus diaduk agar tidak terjadi endapan kasein. Kemudian volumenya ditepatkan menjadi 50 ml.

5. Asam Klorida 0.05 M 1 ml HCl (3) dilarutkan dalam 19 ml H2O 6 Larutan Tirosin Standar (5 mM) 45.03 g tirosin dilarutkan dalam 10 ml H2O 7. Kalsium Klorida (CaCl2 12mM) 66.5964 mg CaCl2 dilarutkan dalam 50 ml H2O 8. Asam Trikloroasetat ( TCA 0.1 M) 16.3 g TCA dilarutkan dalam 1 l H2O 9. Kalsium Klorida 2 mM 6 ml larutan Kalsium Klorida (7) ditambah dengan 30 ml H2O 10. Natrium Karbonat (Na2CO3 0.4 M) 42.397 g Na2CO3 dilaritkan dalam 1 l H2O 11. Folin Ciocalteau dengan faktor pengenceran 5 kali 12 Larutkan enzim 1 ml enzim yang akan dianalisis ditambah dengan 0.2 ml larutan CaCl2 (7)

Page 28: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

19

Lampiran 5 Hasil pengukuran optical dencity (absorbans) pertumbuhan B. natto

Ulangan Media Waktu (Jam)

0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 44 1 0.107 0.108 0.157 0.235 0.218 0.237 0.266 0.268 0.326 0.345 0.300 0.295 2 0.094 0.105 0.162 0.223 0.219 0.232 0.230 0.237 0.276 0.259 0.271 0.279 3 0.096 0.110 0.141 0.213 0.223 0.238 0.248 0.235 0.290 0.288 0.279 0.259

OD Terkoreksi

1 0.000 0.001 0.050 0.128 0.111 0.130 0.159 0.161 0.219 0.238 0.193 0.188 2 0.000 0.011 0.068 0.129 0.125 0.138 0.136 0.143 0.182 0.165 0.177 0.185 3 0.000 0.014 0.045 0.117 0.127 0.142 0.152 0.139 0.194 0.192 0.183 0.163

Rata-rata 0.009 0.054 0.125 0.121 0.137 0.149 0.148 0.198 0.198 0.184 0.179

Page 29: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

20

Lampiran 6 Hasil pengukuran aktivitas proteolitik metode Bergmeyer

Ulangan Absorbans

sampel Absorbans

blanko Absorbans

standar Faktor

penenceran Aktivitas

(unit)

Rata-rata

(Unit)

LCT 1 0.432 0.406 0.473 5 0.1940 0.1567 2 0.422 5 0.1194 3 0.427 5 0.1567

Papain 1 0.389 0.317 0.564 5 0.1457 0.1410 2 0.378 5 0.1235 3 0.393 5 0.1538

Sodium monosulfat

1 0.385 0.352 0.509 5 0.1051 0.1327 2 0.395 5 0.1369 3 0.401 5 0.1561

NaCl 1 0.450 0.400 0.510 5 0.2273 0.2061 2 0.439 5 0.1773 3 0.447 5 0.2136

Lampiran 7 Standarisasi alat penetrometer modifikasi dengan penetrometer

Sampel

Penetrometer (mm/50 g)

Rata-rata Penetrometer

modifikasi (mm/0.2 J)

Rata-rata

1

8.10 8.90 9.50 11.00 10.00 12.00 8.50 11.00 8.50 12.00 9.20 10.50 9.10 11.00

2

10.90 10.00 13.00 12.08 11.20 14.00 9.00 10.50

11.30 11.50 9.10 11.50 8.50 12.00

3

7.70 8.52 10.00 10.67 8.40 9.50 9.70 10.00 8.30 11.50 7.90 11.00 9.10 12.00

rata-rata 9.14 11.25 Hubungan alat penetrometer modifikasi dengan penertometer Satuan penetrometer modifikasi = mm/ 0.2 J Satuan penetrometer = mm/50g

Page 30: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

21

Lampiran 8 Hasil pengukuran keempukan daging menggunakan penetrometer modifikasi pada daging yang disuntik dengan enzim tidak aktif

Ulangan Waktu inkubasi (menit)

0 (mm)

Rata-rata (mm)

20 (mm)

Rata-rata (mm)

40 (mm)

Rata-rata (mm)

60 (mm)

Rata-rata (mm)

1 a 4.00 4.58 5.50 4.75 5.50 5.92 5.50 5.92 b 4.00 5.50 5.00 7.00

c 3.50 5.00 6.00 5.00 d 5.00 5.00 6.00 4.50 e 6.00 4.00 6.50 7.50 f 5.00 3.50 6.50 6.00

2 a 5.50 4.58 5.00 4.50 4.00 4.50 5.50 5.92 b 5.00 5.00 5.00 5.00 c 4.00 4.00 4.50 7.00 d 5.00 4.50 5.00 7.00 e 3.50 4.00 4.50 6.00 f 4.50 4.50 4.00 5.00

3 a 5.50 4.67 5.00 4.58 5.00 5.75 6.00 6.25 b 4.00 4.00 6.00 6.00 c 4.00 4.00 6.50 7.00 d 5.00 5.00 5.00 7.00 e 5.00 4.50 7.00 5.00 f 4.50 5.00 5.00 6.50

Lampiran 9 Hasil pengukuran keempukan daging menggunakan penetrometer

modifikasi pada daging yang disuntik enzim dengan konsentrasi 1/3 ekstrak enzim kasar

Ulangan Waktu inkubasi (menit)

0 (mm)

Rata-rata (mm)

20 (mm)

Rata-rata (mm)

40 (mm)

Rata-rata (mm)

60 (mm)

Rata-rata (mm)

1 a 7.00 6.17 6.50 6.75 8.00 6.92 7.00 7.58 b 5.50 7.50 7.00 7.00

c 6.00 6.50 6.00 7.50 d 7.00 7.50 7.00 8.50 e 5.00 7.00 7.00 8.00 f 6.50 5.50 6.50 7.50

2 a 6.00 6.08 6.50 6.00 7.00 6.33 8.50 7.33 b 5.50 5.50 6.00 7.50 c 6.00 6.00 6.00 6.50 d 7.00 5.50 7.50 6.50 e 6.50 6.50 5.00 8.00 f 5.50 6.00 6.50 7.00

3 a 5.00 4.92 6.00 5.92 7.00 6.18 9.50 6.58 b 4.50 5.00 7.00 5.50 c 5.50 6.00 5.00 8.00 d 4.00 6.00 6.60 5.50 e 5.50 7.00 6.00 5.50 f 5.00 5.50 5.50 5.50

Page 31: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

22

Lampiran 10 Hasil pengukuran keempukan daging menggunakan penetrometer modifikasi pada daging yang disuntik enzim dengan konsentrasi 2/3 ekstrak enzim kasar

Ulangan Waktu inkubasi (menit)

0 (mm)

Rata-rata (mm)

20 (mm)

Rata-rata (mm)

40 (mm)

Rata-rata (mm)

60 (mm)

Rata-rata (mm)

1 a 5.50 5.08 6.00 6.33 6.00 6.67 7.00 7.08 b 4.50 7.50 6.50 5.50

c 4.50 7.00 6.00 7.50 d 5.50 5.50 8.50 7.50 e 5.50 5.50 6.00 8.00 f 5.00 6.50 7.00 7.00

2 a 4.00 5.33 7.00 6.42 7.00 6.67 6.50 7.42 b 5.00 6.00 6.00 8.00 c 5.50 6.00 6.50 9.00 d 6.00 6.00 6.50 6.50 e 5.00 6.00 6.00 7.50 f 6.50 7.50 8.00 7.00

3 a 6.00 5.50 6.50 6.35 5.00 6.17 7.50 7.17 b 6.00 7.60 6.50 7.00 c 5.00 5.50 5.00 6.00 d 5.50 7.00 7.00 7.50 e 5.00 6.50 5.50 8.00 f 5.50 5.00 8.00 7.00

Lampiran 11 Hasil pengukuran keempukan daging menggunakan penetrometer

modifikasi pada daging yang disuntik enzim dengan konsentrasi 3/3 ekstrak enzim kasar

Ulangan Waktu inkubasi (menit)

0 (mm)

Rata-rata (mm)

20 (mm)

Rata-rata (mm)

40 (mm)

Rata-rata (mm)

60 (mm)

Rata-rata (mm)

1 a

6.50 5.83 7.50 7.42 7.00 7.50 8.00 8.17 b 6.00 7.00 7.00 8.00

c 5.50 7.00 9.00 8.50 d 5.50 7.00 6.50 8.00 e 5.00 7.00 8.50 7.50 f 6.50 9.00 7.00 9.00

2 a 5.50 5.92 8.50 7.50 8.00 7.42 8.00 7.83 b 6.00 6.50 7.50 8.00 c 6.00 8.50 6.00 8.00 d 5.50 7.50 7.50 7.00 e 7.00 7.00 7.50 7.00 f 5.50 7.00 8.00 9.00

3 a 6.00 5.42 8.50 7.67 7.50 7.67 8.50 8.00 b 5.00 6.00 7.50 7.00 c 5.00 8.50 8.00 8.00 d 4.50 7.00 7.00 8.50 e 6.50 7.00 9.00 7.00 f 5.50 9.00 7.00 9.00

Page 32: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

23

Lampiran 12 Unit percobaan pada rancangan acak lengkap 2 faktorial Konsentrasi

Enzim Waktu inkubasi (menit)

Ulangan 0 (mm) 20 (mm) 40 (mm) 60 (mm)

0 1 4.58 4.75 5.92 5.92 2 4.58 4.50 4.50 5.92 3 4.67 4.58 5.75 6.25

1/3 1 6.17 6.75 6.92 7.58 2 6.08 6.00 6.33 7.33 3 4.92 5.92 6.18 6.58

2/3 1 5.08 6.33 6.67 7.08 2 5.33 6.42 6.67 7.42 3 5.50 6.35 6.17 7.17

3/3 1 5.83 7.42 7.50 8.17 2 5.92 7.50 7.42 7.83 3 5.42 7.67 7.67 8.00

Lampiran 13 Hasil analisis ragam ringkasan ANOVA

Sumber Derajat bebas Jumlah kuadrat

Kuadrat tengah Fhitung F0.05 tabel

Perlakuan 15 47.5400 3.1693 13.0457 2.308 A 3 25.2900 8.4300 34.6998 3.197 B 3 19.3300 6.4433 26.5222 3.197

A*B 9 2.9100 0.3233 1.3309 2.494 Galat 17 4.1300 0.2429 Total 47 51.6700

Page 33: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

24

Lampiran 14 Ringkasan analisis statistik perbandingan keempukan daging sapi menggunakan uji beda nyata terkecil dengan konsentrasi enzim sebagai objek perbandingan

Perbandingan 0 20 40 60 I vs II 1.11* 1.61* 1.09* 1.14* I vs III 0.70 1.76* 1.11* 1.19* I vs IV 1.11* 2.92* 2.14* 1.97* II vs III 0.53 0.15 0.02 0.05 II vs IV 0.00 1.31* 1.05* 0.83 III vs IV 0.41 1.16* 1.03* 0.78

Keterangan I : Enzim mati II : Enim kasar dengan konsentrasi 1/3 III : Enim kasar dengan konsentrasi 2/3 IV : Enim kasar dengan konsentrasi 3/3 Lampiran 15 Ringkasan analisis statistik perbandingan keempukan daging sapi

menggunakan uji beda nyata terkecil dengan waktu inkubasi sebagai objek perbandingan

Perbandingan I II III IV 0 vs 20 0.00 0.50 1.06* 1.81* 0 vs 40 0.78 0.76 1.19* 1.81* 0 vs 60 1.42* 1.45* 1.91* 2.28* 20 vs 40 0.78 0.26 0.13 0.00 20 vs 60 1.42* 0.95 0.85 0.47 40 vs 60 0.64 0.69 0.72 0.47

Keterangan : * Berbeda nyata pada a = 0.05

Page 34: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

25

Lampiran 16 Perbandingan keempukan daging pada beberapa sampel dengan penetrometer modifikasi

Sampel ulangan a b c d e f Rata-rata (mm/0.2J)

Enzim 1 6.50 7.50 6.00 7.50 9.50 7.50 7.42 2 8.00 7.00 7.00 8.00 7.00 7.50 7.42 3 6.50 6.50 6.50 7.50 7.50 7.00 6.92

Papain 2.5%

1 7.50 5.50 6.00 6.00 8.00 10.00 7.17 2 6.50 8.00 7.00 6.50 6.00 6.50 6.75 3 6.50 7.00 6.50 7.50 7.00 8.00 7.08

Kontrol 1 5.00 6.00 6.00 5.50 5.00 4.50 5.33 2 6.00 6.00 5.00 5.00 4.00 5.00 5.17 3 5.00 5.00 4.50 4.50 6.00 6.50 5.25

Enzim yang tidak aktif

1 6.50 5.50 4.50 4.50 6.00 5.00 5.33 2 6.00 5.00 5.50 5.00 4.50 5.00 5.17 3 6.00 5.00 5.50 4.50 5.00 6.00 5.33

Page 35: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

26

Page 36: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

27

Page 37: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

28

Page 38: POTENSI PROTEASE Bacillus subtilis natto SEBAGAI … · 6 Grafik perbandingan nilai keempukan daging pada beberapa ... (bromelin) dan getah pohon ... adalah bahwa penggunaan enzim

29