BR 04 Misquoting Jesus

download BR 04 Misquoting Jesus

of 6

Transcript of BR 04 Misquoting Jesus

  • 8/8/2019 BR 04 Misquoting Jesus

    1/6

    1/6

    BOOK REVIEW

    Respon Terhadap Buku Misquoting Jesus

    Pendalaman Alkitab GKRI Exodus, 24 April 2007

    Yakub Tri Handoko, Th. M.

    Dewasa ini sering bermunculan buku-buku yang mendiskreditkan kekristenan (atau palingtidak menyerang kekristenan injili/ortodoks). Yang termasuk buku semacam ini antara lainnovel Da Vinci Code (Dan Brown), terjemahan Injil Yudas, Dinasti Yesus (James Tabor) danMisquoting Jesus (Bart D. Ehrman). Tidak tertutup kemungkinan akan muncul buku-bukulain yang sejenis. Semua buku ini bukan diterbitkan oleh penerbit Kristen. Dari hal ini kitadengan mudah bisa menduga motif di balik penerjemahan dan penerbitan buku-buku tersebut,yaitu sekedar strategi bisnis untuk mengeruk keuntungan besar dari isu kontroversial (dandisukai banyak orang) atau tendensi ideologis lain yang turut berperan di dalamnya.

    Sejauh ini respon orang Kristen di Indonesia terhadap fenomena di atas bisa dibilang cukupbijaksana. Mereka tidak mau mengintimidasi maupun menuntut para penerbit tersebut secarahukum. Dalam era kebebasan pers, orang Kristen memang sudah sepatutnya memilikiwawasan yang luas. Yang harus dilakukan adalah memperdalam pemahaman terhadapkebenaran Alkitab, sehingga tidak dibingungkan oleh berbagai ajaran yang menyimpang.Bukankah Yesus sendiri pernah mengatakan bahwa penyesatan memang harus ada (Mat18:7//Luk 17:1)? Bukankah hal itu justru bermanfaat untuk menguji siapa yang sungguh-sungguh percaya kepada kebenaran dan siapa yang tidak sungguh-sungguh (1Yoh 2:19)?

    Dalam makalah kali ini, kita hanya akan menyoroti buku Misquoting Jesus karya teologliberal yang bernama Bart D. Ehrman yang diterbitkan oleh Penerbit PT Gramedia PustakaUtama, Jakarta, tahun 2006. Buku yang mulai diterbitkan pada tanggal 1 November 2005 inibukanlah satu-satunya buku karya Ehrman yang menyerang kekristenan injili. Diasebelumnya sudah menulis dua buku yang memiliki semangat sama, walaupun topik yangdibahas berbeda, yaitu Lost of Christianities: The Battles for Scripture and the Faith WeNever Knew dan Lost Scriptures: Books that Did Not Make It into the New Testament. Dia

    juga yang memberikan rekomendasi dalam buku Dinasti Yesus karya James Tabor. BukuEhrman yang lain yang paling berkaitan dengan Misquoting Jesus adalah The OrthodoxCorruption of Scripture.

    Popularitas Misquoting Jesus

    Buku Misquoting Jesus terus menuai popularitas sejak penerbitan pada tanggal 1 November2005. Ehrman diundang ke berbagai acara talk-show TV ternama. Dalam tempo 3 bulanpenjualan buku ini sudah mencapai 100 ribu buku dan terus menanjak menempati posisisebagai salah satu buku best-seller pada tahun 2006. Popularitas ini sangat istimewa jikadikaitkan dengan topik yang dibahas. Buku Misquoting Jesus membahas tentang kritik teks,yaitu penyelidikan terhadap berbagai salinan kuno Alkitab guna merekonstruksi autografa(naskah asli) Alkitab sampai sedekat mungkin. Topik seperti ini biasanya termasuk dalamsalah satu matakuliah yang paling membosankan bagi mahasiswa teologi. Bagaimanapun,

  • 8/8/2019 BR 04 Misquoting Jesus

    2/6

    2/6

    gaya penulisan Ehrman yang sederhana dan situasi pasar telah berhasil membuat topik yangmembosankan ini menjadi sangat digemari.

    Popularitas Misquoting Jesus sangat berhubungan dengan situasi pasar secara umum. Segalasesuatu yang kontroversial seputar kehidupan Yesus dewasa ini merupakan isu yang palingdicari oleh orang-orang postmodernisme. Pemilihan judul Misquoting Jesus: The Story

    Behind Who Changed the Bible and Why juga dilakukan atas pertimbangan komersial.Judul asli yang disukai Ehrman adalah Lost In Transmission, tetapi penerbit memutuskanuntuk mengubah usulan ini (mungkin karena kuatir dianggap sebagai buku tentang balapmobil!?). Judul yang ada sekarang dianggap tampak lebih menarik perhatian banyak orang,karena secara langsung menampilkan Yesus yang berbeda dengan Yesus menurut kalangankekristenan ortodoks. Dari sisi kaidah penulisan, judul ini justru tidak sesuai dengan isi buku.Dari beberapa kata Alkitab yang keaslian diperdebatkan oleh Ehrman dalam buku ini, tidak ada satu pun yang berisi perkataan Yesus.

    Kehadiran Misquoting Jesus turut memberi dukungan mental bagi mereka yang memangsejak semula meragukan kredibilitas Alkitab. Mereka sebelumnya telah memiliki bekal untuk meneguhkan ketidakpercayaan mereka terhadap Alkitab melalui berbagai buku yangmengajarkan bahwa kisah-kisah dalam Alkitab hanyalah mitos Hellenis tentang Yesus yangdiciptakan para penulis Alkitab untuk memenuhi kebutuhan gereja pada jaman mereka.Sekarang mereka mendapat peneguhan baru melalui penyelidikan kritik teks yang tampak sangat meragukan kredibilitas Alkitab. Berbagai salinan yang ada menurut Ehrman ternyata telah banyak diubah-ubah oleh kalangan kekristenan ortodoks supaya sesuai dengandoktrin yang mereka anut. Kekristenan sejak awal dipercaya terdiri dari berbagai aliran yangberbeda dan saling berkontradiksi.

    Rangkuman isi Misquoting Jesus

    Menurut Ehrman, buku Misquoting Jesus terasa lebih spesial dibandingkan yang lain, karenabuku ini merupakan kristalisasi dari pergumulan iman dan akademisnya selama 30 tahun(hlm. xi). Dia lalu menceritakan bagaimana pergumulannya dari seorang Kristen injiliakhirnya menjadi seperti sekarang. Apakah cerita singkat tentang pergumulan ini hanyaberguna sebagai pendahuluan bagi buku tersebut ataukah dia memiliki motif/pesan yangtersembunyi di baliknya, misalnya seorang Kristen yang serius dengan kebenaran pasti akanberakhir seperti dia? Kita tidak pernah mengetahui dengan pasti.

    Dalam lingkungan akademis, apa yang disampaikan dalam buku Misquoting Jesussebenarnya tidak ada hal yang baru. Hampir semua yang ditulis sudah menjadi rahasia umumpara teolog biblika. Hal yang baru dalam buku ini adalah keberanian Ehrman untuk membawa diskusi tentang kritik teks (naskah) ke dalam wilayah populer (orang Kristenawam), sebagaimana yang dia akui di halaman xxx. Hal baru lain (yang menurut saya cukup

    mengagetkan) adalah konklusi negatif dari studi kritik teks yang dilakukan Ehrman. Banyak ahli yang mendalami kritik teks beberapa di antara mereka bahkan lebih kompeten dandiakui daripada Ehrman tetapi hasil studi tersebut tidak membuat kepercayaan merekaterhadap ketidakbersalahan Alkitab hilang.

    Apakah inti yang ingin disampaikan oleh Ehrman dalam bukunya? Bagaimana alur berpikirEhrman yang telah membawa dia pada konklusi yang negatif terhadap Alkitab? Duapertanyaan di atas dapat dengan mudah dijawab hanya dengan membaca bagian kata

  • 8/8/2019 BR 04 Misquoting Jesus

    3/6

    3/6

    pengantar dari buku Misquoting Jesus (bab-bab selanjutnya hanyalah penjelasan detil daripokok pikiran yang sudah dituangkan di bagian awal). Ehrman ingin menunjukkan bahwaAlkitab yang sekarang ada bukanlah firman Allah yang tidak bisa salah, karena ribuanmanuskrip yang ada telah mengalami modifikasi oleh para penyalin, sehingga sulit diketahuiapakah manuskrip yang ada mencerminkan autografa Alkitab yang sampai sekarang tidak ditemukan. Menurut Ehrman, hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah kembali ke versi

    seawal mungkin, tidak soal apakah kita telah mencapai naskah asli itu atau tidak (hlm.57). Dia sendiri secara eksplisit menyamakan signifikansi Alkitab dengan tulisan Kristen laindi abad-abad berikutnya, bahkan tulisan non-Kristen lain pada jaman itu, misalnya tulisanJosephus, Lusian Samosata dan Plutarkh (hlm. xxix).

    Untuk membuktikan hal itu, Ehrman memiliki alur pemikiran yang dapat digambarkansebagai berikut: (1) tidak ada autografa Alkitab yang ditemukan; (2) manuskrip-manuskripyang ada saling berlainan dan tidak bisa dipercaya, karena sudah diubah berkali-kali, baik secara tidak sengaja maupun disengaja dengan berbagai motivasi tertentu. Motivasipengubahan yang tampaknya ditekankan Ehrman adalah motivasi melawan bidat ataupenyalahgunaan teks autografa oleh para bidat; (3) tidak ada cara untuk mencapai naskah asli,sehingga Alkitab yang ada sekarang tidak bisa dipercaya, termasuk doktrin-doktrin Kristenyang penting yang didasarkan pada teks-teks yang bermasalah; (4) semua ini menunjukkanAlkitab bukan firman Allah. Mengapa? Kalau Allah memang berfirman, maka Ia akanmelakukan mujizat untuk menjaga agar autografa firman-Nya tidak musnah atau menjagapara penyalin Alkitab dari segala bentuk kesalahan. Faktanya, ribuan manuskrip Alkitabmengandung kesalahan, karena itu autografanya pasti bukan firman Allah (hlm. xxv).

    Sehubungan dengan autografa yang tidak mungkin direkonstruksi dan bukan firman Allah Ehrman menjelaskan bahwa autografa sendiri sangat mungkin mengandung berbagaikesalahan dan kontradiksi, karena para penulisnya memang tidak diinspirasikan oleh Allah.Dengan asumsi seperti ini dia tidak berusaha mengharmonisasikan beberapa teks Alkitabyang sekilas tampak sulit diterima maupun berkontradiksi. Sebaliknya, dia berpendapatbahwa memang ada kemungkinan (dan sudah terbukti) kalau para penulis Alkitab melakukankesalahan atau saling kontradiktif.

    Ketidakadaan autografa

    Sebelum menganalisa kelemahan dalam buku Misquoting Jesus, hal pertama yang perludibahas adalah ketidakadaan autografa. Mengapa Allah tidak menjaga keberadaan autografaAlkitab? Apakah hal itu merupakan hal yang sangat serius sekaligus membuktikan bahwaautografa tersebut tidak diilhamkan?

    Sehubungan dengan pertanyaan pertama, Allah memang memiliki maksud tertentu dengantidak melestarikan autografa Alkitab. Dia tidak ingin orang Kristen terjebak pada

    penyembahan berhala dengan cara mengagungkan bentuk fisik firman Allah itu (tulisan)daripada isinya. Alkitab dan sejarah gereja memberikan banyak contoh dari bahaya sepertiini. Baju efod Gideon disembah oleh bangsa Israel (Hak 8:27). Terjemahan Alkitab Vulgatadan King James Version saja diperlakukan secara berlebihan oleh orang-orang Kristenseolah-olah firman Tuhan hanya terdapat dalam versi tersebut.

    Apakah ketidakadaan autografa merupakan permasalahan yang sangat serius? Tidak seseriusyang dipikirkan Ehrman, kecuali kalau alur berpikir Ehrman diaplikasikan secara konsisten,

  • 8/8/2019 BR 04 Misquoting Jesus

    4/6

    4/6

    maka hal itu baru akan membawa implikasi yang serius. Di dunia ini tidak ada satu bukukuno atau kitab suci apapun yang autografanya ditemukan. Kita hanya memiliki berbagaisalinan kuno. Seandainya ketidakadaan autografa meruntuhkan kredibilitas autografatersebut, maka keberadaan dan kebenaran semua buku kuno dan kitab suci juga harusdiragukan. Dalam hal inilah inkonistensi Ehrman terlihat dengan jelas. Dia berkali-kalimengutip kitab-kitab kuno di luar Alkitab dan mengasumsikan bahwa kutipan itu pasti benar,

    padahal semua kutipan itu juga dia dapatkan dari salinan-salinan (tidak ada autografa darikitab-kitab tersebut yang ditemukan). Mengapa dia tidak mengaplikasikan prinsip ini kepadaAlkitab?

    Ketika suatu autografa tidak ditemukan lagi, maka jembatan untuk menuju autografa tersebuthanyalah terletak pada berbagai terjemahan kuno dan salinan. Seberapa jauh terjemahan kunodan salinan kuno tersebut dapat merekonstruksi autografa dapat diukur berdasarkan tesbibliografi (bibliographical test). Manuskrip yang lebih banyak dan lebih dekat dengan waktupenulisan autografa adalah yang lebih bisa dipercaya. Jika diuji memakai kriteria yangobjektif ini, maka manuskrip-manuskrip Alkitab tampak sangat unggul dibandingkan kitab-kitab lain, sebagaimana terlihat dari tabel berikut ini:

    Analisa kritis terhadap Misquoting Jesus

    Hal positif dalam buku ini adalah pemaparan tentang introduksi umum kritik teks yangdibahas di bab I-IV. Apa yang ditulis Ehrman di bagian itu bisa disebut sebagai sebuahpengantar yang cukup baik, sekalipun ada beberapa detil yang masih bisa diperdebatkan danperlu dibaca dengan kritis. Pengantar itu juga sangat sederhana dan enak untuk dibaca,sehingga bisa dikonsumsi oleh orang awam. Persoalannya, Ehrman ternyata tidak konsistendan kurang jeli dalam menerapkan berbagai prinsip kritik teks maupun menarik konklusi daridata yang ada.

    Pertama, pernyataan Ehrman bahwa jumlah perbedaan yang terdapat di antara manuskrip-manuskrip kita lebih banyak daripada jumlah kata-kata dalam Perjanjian Baru (hlm. xxiv)terlalu bias dan bisa menimbulkan kesan yang salah. Kesan yang timbul adalah hampirsetiap kata dalam Perjanjian Baru diperdebatkan keasliannya. Kesan ini tentu sajamerupakan sesuatu yang tidak benar. Para teolog biblika sudah mengetahui bahwa jumlahkata dalam Perjanjian Baru adalah sekitar 138.000 dan perbedaan variasi bacaan yang ada diberbagai manuskrip mencapai sekitar 400.000, namun hal ini bukanlah sesuatu yangsignifikan. Mengapa? Karena berbagai variasi itu hanya berhubungan dengan ayat-ayattertentu yang jumlahnya hanya sekitar 1% dari keseluruhan kata dalam Perjanjian Baru.

    Kedua, Ehrman tidak memberikan perbandingan manuskrip secara detil untuk ayat-ayat yangdia bahas. Ia hanya menyebutkan adanya perbedaan bacaan dalam suatu ayat tanpamenjelaskan manuskrip mana yang lebih bisa dipercaya dalam konteks tersebut.

    Ketidakadaan penjelasan semacam ini menimbulkan kesan kalau salinan yang berbedatersebut memiliki peluang yang seimbang, padahal aplikasi kritik teks dengan mudah dapatmenunjukkan salinan/bacaan mana yang sesuai dengan autografa. Ketidakadaan penjelasanini mungkin disengaja oleh Ehrman agar dia mampu menyeret pembaca dengan mudahkepada apa yang dia percayai.

    Ketiga, secara umum Ehrman telah menyalahi prinsip dasar dari kritik teks, yaitumembandingkan kata per kata, bukan membandingkan manuskrip per manuskrip. Dari awal

  • 8/8/2019 BR 04 Misquoting Jesus

    5/6

    5/6

    pembahasan Ehrman terkesan hanya ingin menekankan perbedaan secara umum antarmanuskrip yang ada. Hal ini memang benar. Tidak ada dua manuskrip yang sama 100%.Bagaimanapun, hal itu tidak berarti bahwa semua manuskrip itu secara keseluruhan tidak bisadipercayai. Kita harus membandingkan kata per kata dan menentukan kata mana yang lebihsesuai dengan autografa.

    Keempat, tidak ada hubungan logis antara ketidakadaan autografa dan penolakan terhadapdoktrin inspirasi Alkitab. Inspirasi berkaitan dengan dorongan dan bimbingan Roh Kuduskepada para penulis Alkitab (2Tim 3:16; 2Pet 1:20-21). Hal ini tidak ada kaitan sama sekalidengan salinan maupun terjemahan kuno Alkitab. Sekalipun semua manuskrip mengandungperubahan entah sedikit atau banyak bukankah manuskrip-manuskrip itu dalam taraf tertentu tetap menyiratkan autografa? Dengan kata lain, kita tetap akan menemukan bagiandari autografa dalam berbagai manuskrip tersebut.

    Kelima, Ehrman telah melakukan kesalahan fatal ketika dia menganggap kritik teks telahberpengaruh besar terhadap doktrin-doktrin penting dalam kekristenan, seolah-olah hasilkritik teks menuntut diadakannya reformasi doktrin kekristenan ortodoks. Dia menyorotibeberapa ayat yang dipermasalahkan secara kiritk tekstual, yaitu Matius 24:36, Markus 1:41,Ibrani 2:8-9, Markus 16:9-20, Yohanes 1:18 dan Yohanes 7:53-8:11. Mari kita mengambilsalah satu contoh dari 1Yohanes 5:7-8. Menurut Ehrman, bagian ini tidak terdapat dalamautografa, dengan demikian hal ini meruntuhkan doktrin Tritunggal, karena hanya di bagianitulah ajaran Tritunggal disebut bahwa ada tiga pribadi ilahi dan ketiganya membentuk satuAllah (hlm. 81).

    Dari semua ayat yang disorot Ehrman, beberapa bisa dipastikan memang tidak ada dalamautografa (Yoh 7:53-8:11; 1Yoh 5:7-8) atau kemungkinan besar tidak ada dalam autografa(Mar 16:9-20), karena semua ayat itu tidak ditemukan dalam manuskrip-manuskrip kuno;kalaupun ditemukan, ayat-ayat itu hanya ditemukan di bagian margin, diberi tanda khususyang menunjukkan keraguan penyalinan atau diletakkan di tempat yang berbeda-beda dalamAlkitab. Bagaimanapun, hal ini tidak akan mengubah doktrin Kristen secara mendasar. Kitamasih memiliki banyak ayat lain yang mengajarkan nilai teologis yang sama. Seandainyakisah kebangkitan dan perintah Yesus sesudah kebangkitan-Nya di Injil Markus memangtidak asli, kita masih memiliki kisah kebangkitan dan perintah tersebut di kitab-kitab injil lain(Mat 28; Luk 24; Yoh 20). Seandainya kisah perempuan berzinah di Injil Yohanes tidak asli,kita masih bisa mendapatkan figur Yesus yang sama di bagian lain, yaitu figur yangberhikmat (Mat 22:15-22) dan mengasihi orang berdosa (Luk 15:1-3; 19:10). Seandainya1Yohanes 5:7-8 tidak asli, kita masih memiliki banyak ayat yang mengajarkan Tritunggal(misalnya Mat 3:16-17; 28:19-20) dan ayat-ayat lain yang meneguhkan keilahian Yesus(misalnya Yoh 20:28) maupun Roh Kudus (misalnya Kis 5:4, 9).

    Selain tiga ayat di atas, ayat-ayat lain yang dipermasalahkan Ehrman dapat dipastikan ada

    dalam autografa (Mat 24:36; Yoh 1:18 dan Ibr 2:8-9) atau masih bisa diperdebatkan (Mar1:41). Sekalipun misalnya dalam Markus 1:41 kata yang benar bukan tergeraklah hati-Nya dengan belas kasihan, tetapi sambil marah (seperti yang diusulkan Ehrman), apakahhal ini mempengaruhi figur Yesus secara keseluruhan dalam Injil Markus maupun Alkitab?Bukankah di tempat lain Yesus juga beberapa kali diceritakan marah kepada orang-orang lain(Mar 3:5; 8:33; 10:14)? Jadi, baik penyembuhan yang Yesus lakukan didasarkan pada belaskasihan (mayoritas versi) maupun kemarahan (karena orang kusta itu mungkin meragukankebaikan-Nya), ayat itu tetap tidak mengubah doktrin Kristologi.

  • 8/8/2019 BR 04 Misquoting Jesus

    6/6

    6/6

    Keenam, penolakan Ehrman terhadap Alkitab sebagai firman Allah dan sikap dia yangmenyamakan Alkitab dengan berbagai kitab lain merupakan sikap yang tidak bisadipertahankan. Alkitab dan berbagai kitab kuno itu kadangkala (bahkan seringkali)berkontradiksi satu dengan yang lainnya. Seandainya Ehrman memperlakukan semua kitabitu secara sama yaitu sebagai tulisan manusia belaka standar kebenaran apa yang dia

    pakai untuk mengevaluasi kontradiksi tersebut?

    Konklusi

    Apa yang dipaparkan dalam Misquoting Jesus sebagian berisi pendapat tekstual Ehrman yangtidak tepat. Pada beberapa kasus ketika dia mengambil keputusan tekstual yang tepat, iamenafsirkan hal tersebut secara berlebihan. Lebih parah lagi, tafsiran ini seringkali lebihdidasarkan pada presuposisi teologis daripada bukti yang objektif.

    Akhirnya, kita perlu memberikan respek kepada Ehrman atas usahanya untuk membawa isuakademis menjadi wacana publik. Sikap ini akan sangat bermanfaat dalam mendidik jemaatlebih memepelajari Alkitab jika diterapkan oleh teolog injili. #