Skripsi Br

111
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan oleh yang kuasa. Anak terlahir selalu menjadi harapan setiap orang tua. Anak terlahir dengan keunikan masing-masing yang akan terus berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan tugas perkembangannya. Selain kondisi internal, kondisi ekternal anak yang baik akan mendukung tumbuh kembang anak pula, sehingga anak membutuhkan stimulus-stimulus yang baik dari lingkungannya. Untuk mendukung tumbuh kembang anak, setiap orang tua akan melakukan berbagai cara untuk membuat anak dapat berkembang secara maksimal baik secara psikis maupun fisik. Sebagai contoh anak dalam usia dini telah diberikan stimulus pembelajaran agar dapat mengembangkan potensinya secara maksimal. Bentuk 1

description

pendidikan

Transcript of Skripsi Br

8

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang MasalahAnak merupakan anugerah terindah yang diberikan oleh yang kuasa. Anak terlahir selalu menjadi harapan setiap orang tua. Anak terlahir dengan keunikan masing-masing yang akan terus berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan tugas perkembangannya. Selain kondisi internal, kondisi ekternal anak yang baik akan mendukung tumbuh kembang anak pula, sehingga anak membutuhkan stimulus-stimulus yang baik dari lingkungannya.Untuk mendukung tumbuh kembang anak, setiap orang tua akan melakukan berbagai cara untuk membuat anak dapat berkembang secara maksimal baik secara psikis maupun fisik. Sebagai contoh anak dalam usia dini telah diberikan stimulus pembelajaran agar dapat mengembangkan potensinya secara maksimal. Bentuk pembelajaran pada masa usia dini ada bermacam-macam mulai dari formal hingga non formal.Pendidikan formal untuk anak usia dini pada saat sekarang ini sangat dianjurkan oleh pemerintah. Anjuran ini berpegang pada hasil penelitian oleh para peneliti yang menyatakan bahwa pembelajaran yang diberikan pada usia dini sangat mendukung perkembangan otak anak, karena sistem perkembangan otak anak berkembang sebesar 60% pada masa 0 sampai 6 tahun sehingga masa ini sering disebut periode emas (golden age). (Santrok, 2012: 30)Walaupun pendiddikan anak usia dini sangat dianjurkan, namun orang dewasa perlu memberikan perhatian khusus terhadap proses pembelajaran yang akan dijalani anak usia dini, seperti yang dijelaskan Mulyadi (2003:5) bahwa Perkembangan anak sebaiknya tidak dipacu dengan berbagai beban pembelajaran yang belum perlu dan tidak sepadan dengan ciri-ciri tahap perkembangannya. Santrok (2010: 59) menjelaskan tentang perkembangan anak pada umur 4 sampai 6, menyatakan bahwa selama fase ini mereka belajar melakukan sendiri banyak hal dan berkembang keterampilan-keterampilan yang berkaitan dengan kesiapan untuk bersekolah dan memanfaatkan waktu selama beberapa jam untuk bermain sendiri ataupun dengan temannya hingga memasuki kelas satu SD sampai berakhirnya fase ini. Bila anak berumur 4 sampai 6 tahun ini bersekolah di TK, maka belajar dan lama kelamaan akan terbiasa mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Proses belajar yang baik menurut Natasya (Jarwl, 2010:20) merupakan suatu proses pembelajaran di mana siswa dapat memusatkan perhatiannya pada satu titik tumpu pembelajaran sehingga menghasilkan suatu perubahan tingkah laku secara maksimal. Namun saat sebagian anak dapat belajr dengan baik, sebahaian lainnya sering tidak dapat mengikuti proses belajar dengan baik karena kurangnya konsentrasi.Bersadarkan hasil observasi di TK FKIP UNSYIAH pada bulan Januari 2014, anak- anak sangat sering menunjukkan sikap lalai dan tidak terfokus pada pelajaran yang diberikan oleh guru, serta mereka lebih sering bermain dan sangat sulit untuk belajar. Hasil wawancara dengan guru di TK tersebut juga menghasilkan kesimpulan bahwa anak cenderung sulit untuk mengikuti pembelajaran dengan baik, terlebih apabila ada sesuatu yang menarik perhatian mereka saat belajar, misalnya saja saat proses belajar sedang berlangsung ada suara dari luar ruangan, teman berbicara, teman berjalan, maka konsentrasi belajar merekapun pecah.Konsentrasi belajar ialah suatu faktor yang menentukan keberhasilan belajar seseorang. Seperti pendapat Purwansari (Jarwl, 2010:35) yang menyatakan bahwa konsentrasi sangat dibutuhkan dalam belajar. Apabila memiliki konsentrasi yang baik maka siswa akan mampu menerima semua inti pembelajaran.Konsentrasi dapat dilatih dan dibentuk dengan pendekatan holistik atau kegiatan seperti menyusun balok, menyusun potongan-potongan gambar, dan berhitung (Robert & Jennifer, 2004:18-19). Menjelaskan bahwa permainan tertentu yang dilakukan secara berulang-ulang dapat melatih konsentrasi pada diri anak.Permainan yang digunakan untuk membentuk keterampilan atau mengatasi masalah tertentu disebut dengan terapi bermain. Nurhayati, (2010:20) menjelaskan tentang terapi bermain sebagai suatu media untuk eksplorasi diri untuk memahami suatu hal dalam diri individu dan melatih suatu kemampuan yang ada dalam diri individu dengan menciptakan suasana yang menyenangkan. Untuk melihat bagaimana terapi bermain tertentu dapat mempengaruhi konsentrasi belajar maka peneliti melakukan penelitian kuasi eksperimen yang berjudul Efektivitas Terapi Bermain Dalam Meningkatkan Konsentrasi Belajar Anak Usia Dini.

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan maka pokok pembahasan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah seberapa efektifkah terapi bermain puzzle dalam meningkatkan konsentrasi belajar anak usia dini ?

1.3 Tujuan PenelitianBerdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan terapi bermain puzzle dalam meningkatkan konsentrasi belajar pada anak Usia Dini.

1.4 Manfaat PenelitianManfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:Secara Teoritis1. Sebagai sumbangan ilmiah dalam bidang ilmu pendidikan konseling, khususnya konseling perkembangan belajar peserta didik khususnya anak usia dini. 1. Hasil penelitian juga diharapkan dapat digunakan sebagai kajian ilmiah dalam menyusun cara pembelajaran pada anak.

Secara Praktis1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai metode pembelajaran bagi guru yang memiliki peserta didik sulit untuk konsentrasi saat belajar.1. Hasil penelitian dapat digunakan untuk meningkatkan konsentrasi belajar pada anak.1. Hasil penelitian dapat menjadi kajian lanjutan bagi mahasiswa konseling dalam melakukan penelitian lanjutan.

1.5 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang dihadapi atau dipernyatakan yang perlu di uji kebenarannya melalui suatu analisa dan penelitian. Suharsimi Arikunto (Novayanti Utari, 2013:56) menyatakan bahwa hipotesis adalah rumusan jawaban yang sementara terhadap soal yang dimaksud sebagai pimpinan sementara dalam penyelesaian pendidikan untuk mencapai jawaban yang sebenar- benarnya.Hipotesis dalam penelitian ini adalah:Ha: Terapi bermain efektif dalam meningkatkan konsentrasi belajar anak usia dini.Ho : Terapi bermain tidak efektif dalam meningkatkan konsentrasi belajar anak usia dini.Namun dalam penelitian ini peneliti yakin bahwa hipotesi alternatif (Ha) akan diterima.

1.6 Definisi Operasional PenelitianRuang lingkup penilitian ini mencakup terapi bermain dalam hubungannya dengan konsentrasi belajar anak.Definisi Operasionalnya yaitu:3. Terapi bermainTerapi bermain ialah suatu usaha penyembuhan untuk mencapai perkembangan fisik, intelektual, emosi dan social anak secara optimal melalui permainan yang disenangi oleh anak. Adapun sarana permainan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk puzzle yang meliputi: Puzzle onet Susun balok (puzzle balok) Its me (puzzle foto)

3. Konsentrasi belajarKonsentrasi belajar adalah pemusatan atau memfokuskan pikiran ke sesuatu hal yaitu pelajaran yang sedang diikuti atau dilakukan, agar sesuatu yang dipelajari ataupun dilakukan hasilnya menjadi lebih optimal. Adapun beberapa aspek dalam konsentrasi belajar yaitu:a. Pemusatan pikiranb. Motivasic. Rasa khawatird. Perasaan tertekane. Gangguan Pikiranf. Gangguan kepanikang. Kesiapan BelajarKonsentrasi pada anak usia dini dapat diukur dengan suatu tes yang dikenal dengan nama NST (Nijmeege Schoolbeekwaamheids Test). NST biasa digunakan untuk mengukur aspek-aspek penunjang kesiapan siswa sebelum masuk sekolah dasar. Salah satu aspek yang di ukur ialah aspek konsentrasi.

BAB IILANDASAN TEORI

2.1 Terapi Bermain2.1.1 Pengertian Terapi BermainBermain adalah sebuah media untuk eksplorasi dan penemuan hubungan interpersonal, eksperimen dalam peran orang dewasa, dan memahami perasaannya sendiri. Bermain adalah bentuk ekspresi diri yang paling lengkap yang pernah dikembangkan manusia. Bermain adalah rangkaian perilaku yang sangat kompleks dan multi-dimensional, yang berubah secara signifikan seiring pertumbuhan dan perkembangan anak, yang lebih mudah untuk diamati dari pada untuk didefinisikan dengan kata-kata. (Mutiah, 2010: 90)Hildebarnd (Sandiro, 2012:10) bermain berarti berlatih, mengekploitasi, merekayasa, mengulang latihan apapun yang dapat dilakukan untuk mentranspormasi secara imajinatif hal-hal yang sama dengan orang dewasa. Sementara Laurance (Wahyudi, 2010:5) mengemukakan tentang pengertian terapi permainan sebagai berikut:Play therapy is a form psychotherapy in which a child play in a protected and structured environment with games and toys provided by therapist, who observes behavior, affect and conversation of the child in order to gain in sign into this thoughts, feelings, and fantasies. As conflicts are discovered, the therapist often helps the child to under stand and work through them.

Dalam teori psikoanalisa, freud (Esti, 2005:15) memandang bermain sama seperti fantasi atau lamunan. Melalui bermain ataupun fantasi, seseorang dapat memproyeksikan harapan-harapan maupun konflik pribadi. Dengan demikian Freud percaya bahwa bermain memegang peranan penting dalam perkembangan emosi anak dan bermain sebagai cara yang digunakan anak untuk mengatasi masalahnya.Menurut Frank dan Theresa (Sandiro, 2012:11) ada nilai yang terkandung dalam bermain yaitu bermain dapat memperluas minat, pemusatan perhatian dan konsentrasi pada anak. Jadi dapat disimpulkan terapi bermain adalah pemanfaatan permainan sebagai media yang efektif oleh terapis, untuk membantu anak mencegah atau menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, meningkatkan kemampuan dalam diri saat belajar seperti konsentrasi daya ingat pengetahuan melalui kebebasan eksplorasi dan ekspresi diri.

2.1.2 Jenis-Jenis Terapi BermainMenurut Mutiah (2010:105) Terdapat beberapa jenis permainan yang dapat digunakan sebagai terapi bermain antara lain yaitu:a. Permainan sensorimotorPermainan sensorimotor yaitu permainan berupa perilaku yang diperlihatkan bayi untuk memperoleh kenikmatan dari melatih perkembangan (skema) sensomotori mereka. Permainan ini biasa di berikan pada anak-anak umur 1 sampai 2 tahun.b. Permainan praktisPermainan praktis yaitu permainan yang melibatkan pengulanagan perilaku ketika keterampilan-keterampilan baru yang sedang dipelajari. Permainan ini baik untuk membentuk kepercayaan anak dalam melatih kemampuan barunya. Biasanya permainan ini diberikan pada anak berusia 1,5 tahun hingga 3 tahun.c. Permainan pura-puraPermaianan pura-pura yaitu permainan yang terjadi ketika anak mentransformasikan lingkungan fisik kedalam suatu simbolis. Permainan ini penting diberikan oleh orang tua terhadap anak. Permainan ini dapat membentuk prilaku sosial yang baik dalam diri anak apabila permainnan ini dilatih dengan benar.d. Permainan sosialPermainan sosial ialah permainan yang melibatkan interaksi sosial dengan teman sebaya. Orang tua dapat memberikan pengawasan yang terkontrol pada anak agar anak dapat berinteraksi dengan teman sebayanya. Permainan ini dapat diberikan uutuk melatih kepercayaan diri anak dalam berinteraksi sosia dengan dunia luar. e. Permaianan FungsionalPermainan fungsional ialah suatu permainan yang dilakukan pada awal masa kanak-kanak, dimana anak mengulang-ulang kegiatan sederhana dan menentukan kesenangan dalam bermain dengan lingkungannya. Permaianan ini berguna untuk meningkatkan motorik anak. Permainan fungsional dapat mulai dilatih sejak umur 1 tahun.

f. Permainan konstruktifPermainan ketika anak melibatkan diri dalam suatu kegiatan kreasi suatu produk atau pemecahan secara sendiri. Misalnya permainan puzzle. Rezha (2011:17) media puzzle adalah suatu media permaianan yang bersipat edukatif. Dalam permainan puzzle sangat dibutuhkan ketelitian, anak dilatih untuk memusatkan pikiran/konsentrasi pada suatu hal terntu seperti bangun ruang ataupun gambar tertentu. Warna dan bentuk kepingan pada puzzle adalah dua hal yang sangat diperhatikan anak pada saat bermain puzzle. Perlakuan ini dapat melatih anak memusatkan pikiran, karena anak dituntut untuk berkonsentrasi ketika mencocokan gambar dan bangunan. Sehingga perlakuan ini akan membawa kebiasaan positif bagi pelatihan konsentrasi anak saat melakukan sutu kegiatan.Misbah (Muzamil, 2010:23) menyatakan adanya beberapa jenis puzzle berdasarkan fungsinya. Dan adapun jenis puzzle yang yang dapat melatih konsentrasi dan melatih koordinasi tangan dan mata ialah permainan puzzle konstruktif. Puzzle rakitan (construsi puzzle) merupakan kumpulan potongan-potongan yang terpisah yang dapat digabungkan kembali menjadai bebera model atau menjadi suatu bentuk bagunan. Mainan rakitan yang paling umum adalah balok-balok kayu sederhana berwarna warni. Fungsi permainan puzzle menurut Nani (Muzamil 2010:18) dari sisi edukasi yaitu1. Melatih konsentrasi, ketelitian dan kesabaran2. Melatih koordinasi mata dan tangan3. Memperkuat daya ingat4. Mengenalkan anak pada konsep hubungan 5. Melatih anak perpikir matematis6. Melatih logika anak

g. Game Game merupakan suatu kegiatan permaianan yang biasanya bersifat untuk memperoleh kenikmatan atau kesenangan yang melibatkan aturan dan sering kali bersifat kompetisi. Game mulai dalai dapat di berikan sejak anak berusia 4 tahun. Game dapat diberikan pada anak untuk melatih motivasi dalam mengerjakan sesuatu dan dapat melatih mental anak dengan baik.

2.1.3 Manfaat Terapi BermainBermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Bermain harus dilakukan dengan inisiatif anak sendri dan dan atas keputusan anak sendiri. Bermain adalah suatu kegiatan yang menyenangkan sehingga dapat menghasilkan suatu proses pembelajaran bagi anak.(Mutiah, 2010:112)Menurut Suparman (Sandiro, 2012:10) media permainan dapat digunakan untuk menarik perhatian dan konsentrasi, melatih kekompakan, mempererat hubungan keakraban antar anak didik, solidaritas, toleransi, kerjasama dan kepemimpinan. Menurut Zulkifli manfaat bermain sebagai media terapi, bermain dapat digunakan sebagai media psikoterapi atau pengobatan terhadap anak yang dikenal dengan sebutan terapi bermain. Melalui bermain anak dapat tampil bebas karena bermain ada secara alami pada setiap anak. Untuk melakukan terapi ini diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dari ahli yang bersangkutan dan tidak boleh dilakukan dengan sembarangan (Nurhayati,2010:25)Tiga manfaat terapi bermain menurut Nuryanti (2010:32) diantaranya adalah: 1. Terapi bermain dapat dilakukan untuk membantu mengembangkan keterampilan social, menumbuhkan kesadaran akan keberadaan orang lain dan lingkungan sosialnya.2. Terapi bermain memberikan kebebasan kepada anak untuk berekspresi dan eksplorasi.3. Terapi bermain untuk anak ADHD dapat ditujukan untuk meminimalkan atau menghilangkan perilaku hiperaktif, kurang perhatian dan impulsif

2.2 Konsentrasi2.2.1 Definisi KonsentrasiKonsentrasi adalah pemusatan pemikiran kepada suatu objek tertentu. Semua kegiatan kita membutuhkan konsentrasi. Kecakapan yang bisa diajarkan oleh para orang tua dan guru yaitu begitu konsentrasi dipelajari, kebanyakan anak bisa menerapkanya dengan baik. Dengan konsentrasi kita dapat mengerjakan pekerjaaan lebih cepat dengan hasil yang lebih baik. Karena kurang konsentrasi hasil pekerjaan biasanya tidak dapat maksimal dan diselesaikan dalam waktu yang cukup lama.Gangguan konsentrasi dapat disebut sebagai gangguan fungsi kognitif dan pengendalian impuls. Akibatnya, anak tidak mampu berkonsentrasi dan sangat impulsif atau tidak mampu membuat pertimbangan sebelum bertindak. Pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari kegagalan anak dalam memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu. Anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang lain. Selain tidak bisa diam, anak juga meledak-ledak dan bersikap agresif. Anak tidak mampu berkonsentrasi dan menyelesaikan tugas, sering kehilangan alat sekolah, kesulitan mematuhi perintah, banyak bicara tetapi kacau, gaduh, gelisah, dan sering mengganggu orang lain.

2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi KonsentrasiMenurut Thorndike ( Baihaqi dan Sugiarmin, 2006: 66) dalam teori operant conditioning, proses belajar merupakan suatu bentuk perubahan tingkah laku yang dapat diamati dan terjadi melalui hubungan rangsang jawaban menurut prinsip-prinsip mekanik. Terdapat beberapa pandangan diantaranya apa yang disebut dengan hukum primer tentang proses belajar,yaitu:1. Hukum kesiapan (law of readnees)Hukum ini menjelaskan bahwa jika seorang anak telah memiliki kesiapan untuk memiliki sesuatu dan diberikan kesempatan untuk melakukannya, anak tersebut akan melakukannya dengan sepenuh hati. Sebaliknya, jika anak belum memiliki kesiapan untuk melakukan sesuatu dan disuruh melakukannya, ia tidak akan melakukannya dengan sepenuh hati.2. Hukum latihan (law of exercise)Hukum ini menjelaskan adanya penguasaan tingkah laku dan semakin meningkat jika ada pelatihan. Hukum ini sering digunakan pada saat ini dalam melatih atau mereduksi suatu hal pada diri anak pada proses belajar.3. Hukum akibat (law of effect)Hukum ini menjelaskan bahwa kuat atau lemahnya hubungan rangsang jawaban bergantung pada akibat tingkah laku. Anak yang melakukan sesuatu perbuatan, kemudian mendapat sambutan, ia akan cenderung mengulang perbuatanya. Sebaliknya, anak yang memperoleh kekecewaan dari perbuatannya, ia akan meninggalkan perbuatan itu.

2.3 Konsentrasi Belajar2.3.1 Pengertian BelajarHakekat belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dengan berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah lakunya, keterampilan, kecakapan dan kemampuannya, dan aspek-aspek lain yang ada pada individu tersebut. Berikut ini ada beberapa pengertian konsentrasi yang penulis kutip dari berbagai sumber, diantaranya adalah :1) Sagala (Musa, 2011:37) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu. 2) Suyono dan Hariyanto (Musa, 2011:9) menyatakan bahwa Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.3) Ham Malik (1995:36) mendefinisikan belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu, yakni mengalami. Sejalan dengan perumusan itu, berarti pula belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.

2.3.2 Definisi Konsentrasi BelajarKosentrasi belajar berasal dari kata konsentrasi dan belajar yang artinya suatu proses pemusatan pikiran pada sesuatu hal dalam rangka mempelajari hal tertentu untuk merubah sesuatu hal dari yang tidak bisa menjadi bisa. Berikut ini pengertian konsentrasi belajar yang yang dikemukakan oleh Daud (2010:15), menjelaskan bahwa konsentrasi belajar adalah pemusatan perhatian dalam proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi.Konsentrasi belajar adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan mengesampingkan semua hal lain yang tidak berhubungan (Emon,2009:10). Slameto(2003:18) berpendapat bahwa dalam belajar, kerkonsentrasi berarti pemusatan pikiran terhadap suatu mata pelajaran dengan mengesampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan dengan pelajarannya.Djamarah,2008 mengungkapkan bahwa konsentrasi adalah pemusatan fungsi jiwa terhadap suatu objek. Misalnya konsentrasi pikiran, perhatian dan sebagainya. Dalam belajar diperlukan konsentrasi dalam perwujudhan perhatian terpusat pada satu pelajaran. Maka konsentrasi merupakan salah satu aspek pendukung siswa untuk mencapai prestasi baik. Apabila konsentrasi berkurang maka dalam mengikuti pelajaran dikelas maupun belajar secara pribadipun dapat terganggu.Menurut Deny Hendrata (Daud, 2010:21) konsentrasi adalah sumber kekuatan pikiran akan bekerja berdasarkan daya ingat dan lupa. pikiran tidak bisa bekerja untuk ingat dalam waktu yang bersamaan. Apabila konsentrasi seseorang mulai lemah maka akan cenderung mudah melupakan suatu hal. Apabila konsentrasi seseorang masih cukup kuat maka dapat mengingat suatu hal dalam waktu yang lama.Berdasarkan definisi- definisi diatas maka penulis menyimpuklan bahwa konsentrasi belajar adalah suatu pemusatan pikiran seseorang dalam mengikuti pelajaran yang berlangsung dan mengenyampingkan segala hal yang tidak ada hubungannya dengan proses pelajaran itu.

2.3.3 Aspek Konsentrasi BelajarMenurut Nugroho (Jarwl, 2010:8) aspek-aspek konsentrasi belajar adalah sebagai berikut:a. Pemusatan pikiran: suatu keadaan belajar yang membutuhkan ketenangan,kenyamanan,perhatian seseorang dalam memahami isi pelajaran yang dihadapi.b. Motivasi: keinginan atau dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.c. Rasa kuatir: perasaan yang tidak tenang karena seseorang merasa tidak optimal dalam melakukan pekerjaannnya.d. Perasaan tertekan: perasanaan seseorang yang bukan dari individu melainkan dorongan/ tuntutan dari orang lain maupun lingkungan.e. Gangguan pikiran: hambatan seseorang yang berasal dari dalam individu maupun orang sekitar sendiri. Misalnya masalah ekonomi, keluarga, dan maslah pribadi individu.f. Gangguan kepanikan: hambatan dalam berkonsentrasi dalam bentuk rasa was-was akan mengganggu hasil yang akan dilakukan maupun yang sudah dilakukan oleh orang tersebut.g. Kesiapan belajar: keadaan seseorang yang sudah siap akan menerima pelajaran, sehingga individu dapat mengembangkan potensi yang dimilkinya.

2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Konsentrasi BelajarSecara umum faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi belajar seseorang dalam proses belajar dibagi dua yaitu :a. Faktor internalFaktor internal adalah faktor yang muncul dalam diri anak itu, misalnya: ketidaksiapan mereka dalam menerima pelajaran, kondisi fisik, kondisi psikologis, modalitas belajar. b. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah pengaruh yang berasal dari luar individu, misalnya:adanya suara-suara berisik dari TV, radio, atau suara-suara yang mengganggu lainya. Keberhasilan dalam pemusatan pikiran sebagian besar tergantung pada individu itu sendiri. Ditempat yang paling tepat sekalipun untuk belajar, orang masih mungkin untuk mengalami kesulitan berkonsentrasi karena pikirannya melayang-layang kehal-hal lain diluar bahan yang dihadapinya.Menurut Nugroho ada beberapa gangguan yang dapat menyebabkan siswa kehilangan konsentrasi belajar (Jarwl,2010:9 ) antara lain:1. Tidak memilki motivasi diri.Motivasi kuat yang timbul dalam diri siswa dapat mendorangnya belajar sangat diperlukan. Ada siswa yang akan dapat berprestasi bila diberikan sebuah rangsanagn, misalnya ia dijanjikan sebuah hadiah yang bagus dari orang tuanya apabila memperoleh nilai bagus pada tahun ini. Akan tetapi oarang tua juga harus berhati-hati dalam memberikan rangsanaganberupa hadiah. Jangan sampai ia malah selalu mengharapkan hadiah, baru ia mau belajar. Untuk tahap awal pada siswa usia dini, pengguanan hadiah masih dapat dibenarkan. Secara perlahan kurangi pemberian hadiah dengan lebih mengutamakan motivasi diri dalam siswa.2. Suasana lingkungan belajar yang tidak kondusifSuasana yang ramai dan bising tentu saja sangat mengganggu siswa yang ingin belajar dalam suasana tenang. Demikianpula bila dalam satu rumah terdapat lebih dari satu tipe cara belajar siswa. Disatu sisi ada salah satu siswa yang baru bisa belajar apabila sambil mendengarkan musik keras sedangkan siswa yang laain harus belajar dalam suasana hening.3. Kondisi kesehatan siswa.Bila siswa terlihat bermalas-malasan pada materi pelajaran yang sedang dialaminya, hendaknya jagan tergesa dalam memberikan materi pelajaran.4. Siswa merasa jenuh Beban pelajaran yang harus dikuasai sangat lah banyak. Belum lagi agar memiliki keterampilan pormal. Karena sekian banyaknya aktivitas yang harus dilakukan oleh setiap siswa, maka sering kali mereka di hinggapi kejenuhan. Bila hal ini terjadi, bukan merupakan tindakan yang bijaksana apabila orang tua tetap memaksa anaknya untuk belajar. Berikanlah mereka waktu istirahat sejenak untuk represing agar dapat mengendorkan urat saraf yang sudah tegang.

2.4 Anak Usia Dini2.4.1 Definisi Anak Usia Dini Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-8 tahun. Menurut Beichler dan Snowman (Liniawati, 2011:7), anak usia dini adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun. Sedangkan hakikat anak usia dini menurut Augusta (Liniawati, 2011:7) adalah individu yang unik dimana ia memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek fisik, kognitif, sosioemosional, kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus yang sesuai dengan tahapan yang sedang dilalui oleh anak tersebut. Dari berbagai definisi, peneliti menyimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berusia 0-8 tahun yang sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun mental.Masa anak usia dini sering disebut dengan istilah golden age atau masa emas. Pada masa ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat. Perkembangan setiap anak tidak sama karena setiap individu memiliki perkembangan yang berbeda.

2.4.2 Karakteristik Anak Usia DiniAnak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, sosial, moral dan sebagainya. Menurut Siti Aisyah,dkk (Liniawati, 2011;8) karakteristik anak usia dini antara lain:a. Memiliki rasa ingin tahu yang besarb. Merupakan pribadi yang unikc. Suka berfantasi danberimajinasid. Masa paling potensial untuk belajare. Menunjukkan sikap egosentrisf. Memiliki rentang daya konsentrasi yang pendekg. Sebagai bagian dari makhluk sosial

2.4.3 Tugas PerkembanganTugas perkembangan masa kanak-kanak menurut Carolyn Triyon dan J. W. Lilienthal (Hildebrand, 1986 : 45) adalah sebagai berikut :a. Berkembang menjadi pribadi yang mandiri. Anak belajar untuk berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan dapat memenuhi segala kebutuhannya sendiri sesuai dengan tingkat perkembangannya di usiaTaman Kanak-kanak.

b. Belajar memberi, berbagi dan memperoleh kasih sayang. Pada masa TamanKanak-kanak ini anak belajar untuk dapat hidup dalam lingkungan yang lebih luas yang tidak hanya terbatas pada lingkungan keluarga saja, dalam masa ini anak belajar untuk dapat saling memberi dan berbagi dan belajar memperoleh kasih sayang dari sesama dalam lingkungannya.

c. Belajar bergaul dengan anak lain. Anak belajar mengembangkan kemampuannya untuk dapat bergaul dan berinteraksi dengan anak lain dalam lingkungan di luar lingkungan keluarga.

d. Mengembangkan pengendalian diri. Pada masa ini anak belajar untuk bertingkah laku sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Anak belajar untuk mampu mengendalikan dirinya dalam berhubungan dengan orang lain. Pada masa ini anak juga perlu menyadari bahwa apa yang dilakukannya akan menimbulkan konsekuensi yang harus dihadapinya.

e. Belajar bermacam-macam peran orang dalam masyarakat.Anakbelajar bahwa dalam kehidupan bermasyarakat ada berbagai jenis pekerjaan yang dapat dilakukan yang dapat menghasilkan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhannya dan dapat menghasilkan jasa bagi orang lain. Contohnya seorang dokter mengobati orang sakit, guru mengajar anak-anak di kelas, pak polisi mengatur lalu lintas, danlain sebagainya.

f. Belajar untuk mengenal tubuh masing-masing. Pada masa ini anak perlu mengetahui berbagai anggota tubuhnya, apa fungsinya dan bagaimana penggunaannya. Contoh, mulut untuk makan dan berbicara, telinga untuk mendengar, mata untuk melihat dan sebagainya.

g. Belajar menguasai ketrampilan motorik halus dan kasar. Anak belajarmengkoordinasikan otot-otot yang ada pada tubuhnya, baik otot kasar maupun otot halus. Kegiatan yang memerlukan koordinasi otot kasar diantaranya berlari, melompat, menendang, menangkap bola dan sebagainya. Sedangkan kegiatan yang memerlukan koordinasi otot halus adalah pekerjaan melipat, menggambar, meronce dan sebagainya.h. Belajar mengenal lingkungan fisik dan mengendalikan. Pada masa ini diharapkan anak mampu mengenal benda-benda yang ada di lingkungan, dan dapat menggunakannya secara tepat. Contoh, anak belajar mengenal ciri-ciri benda berdasarkan ukuran, bentuk, dan warnanya. Selain dari itu, anak dapat membandingkan satu benda dengan benda lain berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki benda tersebut.

i. Belajar menguasai kata-kata baru Anak-anak belajar untuk memahami anak/orang lain. Anak belajar menguasai berbagai kata-kata baru baik yang berkaitan dengan benda-benda yang ada di sekitarnya, maupun berinteraksi dengan lingkungannya.

j. Mengembangkan perasaan positifAnak belajar untuk mengembangkan perasaan positif dalam berhubungan dengan lingkungan. Pada masa ini anak belajar mengembangkan perasaan kasih sayang terhadap apa-apa yang ada dalam lingkungan, seperti pada teman sebaya, saudara, binatang kesayangan atau pada benda-benda yang dimilikinya. 2.5 Efektifitas Terapi Bermain Dalam Meningkatan Konsentrasi Belajar AnakTerapi bermain juga merupakan salah satu terapi modifikasi perilaku yang berguna untuk mengajarkan perilaku yang diinginkan, berupa interaksi social, bahasa, peningkatan konsentrasi dan perawatan diri sendiri.Selain itu juga untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan, seperti agresif, emosi tidak stabil, self injury dan sebagainya.Terapi bermain digunakan sebagai sarana pengobatan atau terapitik dimana sarana tersebut dipakai untuk mencapai aktivitas baru dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan terapi. Dengan pendekatan ini anak akan terhindar dari perasaan frustasi, marah dan berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri hingga dapat berkonsentrasi penuh dalam belajar.Gerakan yang dilakukan dalam permainan oleh anak dapat memperkuat fungsi ingatan, yang membantu penguasaan dan perkembangan kesadaran akan dirinya sendiri. Eurythmicz (Nugraha, 2010:10) mengatakan bahwa emosi bisa dirasakan melalui gerakan dan emosi juga bisa diungkapkan melalui gerakan, suara, sikap tubuh serta bentuk tubuh. Dengan membantu anak-anak melatih gerakan yang sesuai dengan permainan, maka akan tersedia penyaluran ekspresi emosi diri.Gerakan dalam permainan juga dapat meredam emosi yang negatif diubah secara positif. Aktif secara fisik akan membantu memperhalus kemampuan motorik dan koordinasi tubuh yang pada akhirnya memperhalus refleks mental dan mendorong perkembangannya. Apabila anak mampu mengendalikan diri mereka maka anak akan bisa memusatkan diri dalam aktivitas belajar dengan waktu lebih lama.Terapi bermain dengan gerak dapat memulihkan kapasitas rangsangan dan penerimaan suara sehingga anak dapat belajar terfokus dan menangkap suara dan rangsangan yang diinginkan langsung ke pusat bahasa di otak. Rangsangan yang dapat diterima dengan langsung oleh otak membuat otak terlatih untuk tetap terfokus pada satu rangsangan dan mengabaikan atau mengesampingkan rangsangan lain saat proses belajar.Pada terapi bermain anak harus mendapatkan rangsangan selama 15 menit dalam tiga hari sekali. Hasil efektif umumnya terlihat selama satu bulan pasca terapi. Aktivitas bermainnya akan tampak menurun sementara tingkat konsentrasi belajarnya akan meningkat.Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa terapi bermain berpengaruh langsung ke otak dan berakibat ke proses belajarnya dan akan mengakibatkan akan terfokus pada pelajaran yang sedang dijalani. Pada anak-anak yang terlalu aktif, terapi bermain dapat menjadikan satu alternatif dalam peningkatan konsentrasi.

2.6 Penelitian TerdahuluAdapun beberapa penelitian terdahulu dalam penelitian ini antara lain:1. Penelitian yang dilakukan oleh Dira Antika dalam Karya Tulis Ilmiahnya yang berjudul Terapi Bermain Alat Musik Djembe Dalam Meningkatkan Konsentrasi Anak ADHD. Penelitiaan ini menggunakan metode kualitatif deskriptip. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Dengan jumlah 10 orang sample. Pengolahan data digunakan dengan metode conten analisis. Berdasarkan hasil penelitian dan penelaahan pustaka terhadap permasalahan yang diungkap, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan bermain alat musik djembe dapat membantu meningkatkan konsentrasi anak ADHD, karena disamping menarik bagi anak penggunaan alat musik djembe ini sangat mudah. Dalam penggunaannya anak dituntut untuk memfokuskan konsentrasinya dengan baik. Agar nada-nada yang dimainkan terdengar ritmis dan harmonis. Teknik tepukan tangan harus sesuai agar menghasilkan bunyi yang diinginkan dan hitungan tepukannya pun harus tepat. Selain itu ternyata alat musik djembe dapat berpengaruh baik pada aspek yang lainnya. Diantaranya yaitu: (1) melatih motorik kasar, (2) melatih koordinasi mata dan tangan, (3) melatih fungsi otak kiri dan kanan, (4) melatih memori dan persepsi, (5) juga berpengaruh baik pada perkembangan emosi, perilaku dan sosial.2. Penelitian yang dilakukan oleh Ari Wahyudi dalam tesisnya yang berjudul Peningkatan Konsentrasi Anak ADHD Melalui Terapi Permainan Akustik di SDLB SEDURI MOJOSARI. Menggunakan tiga orang sample, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitan ini observasi dan interview. Hasil penelitian menunjukan bahwa permainan akustik dapat meningkatkan konsentrasi belajar. Pada subyek bernama Mei Seniwati melalui permainan akustik bentuk bunyi-bunyian piano mainan, sedangkan Nesfil dapat berkonsentrasi dengan permainan ketipung. Peningkatan konsentrasi yang dialami kedua anak ADHD (Mei dan Nisfil) dengan intervensi 8 kali berdurasi 15 menit, menunjukkan pada tahap awal menuju perubahan konsentrasi, permainan akustik yang ia sukai baru mengubah perilaku pada respon terhadap perintah guru. Sedangkan bentuk konsentrasi yang lain masih harus dilatihkan secara terus-menerus.3. Penelitian yang dilakukan oleh Danni Salim dalam Skripsinya yang berjudul Pengaruh Musik Terhadap Konsentrasi Belajar Siswa Kelas XI di SMK 1 Salatiga. Menggunakan sample sebanyak 29 orang yang di ambil dari kelas 2 jurusan bahasa. Tes dilakukan pada pelajaran bahasa Inggris dan Pelajaran Matematika. Penelitian menggunakan metode eksperimen murni pada dua jenis musik yaitu heavy metal dan dengung sunda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa heavy metal memberikan efek negatif bagi konsentrasi belajar siswa, hal ini dilihat dari nilai hasil rata-rata tes pada siswa dibandingkan hasil tes siswa setelah mendengarkan dengung sunda ataupun tanpa mendengarkan musik. Hasil angket juga menunjukan bahwa banyak siswa yang merasa tidak nyaman saat di dengarkan heavy metal dan sebahagian siswa merasa pusing saat diperdengarkan heavy metal. Sedangkan pengaruh musik latar dengung sunda terhadap konsentrasi belajar siswa tidak dapat disimpulkan secara sederhana seperti pada heavy metal hal ini di karenakan hasil tes siswa yang saling berlawanan, pelajaran bahasa inggris musik latar dengung sunda sangat mendukung hasil tes siswa sedangkan pada pelajaran matematika hasil tes siswa lebih rendah dari pada saat tidak mendengarkan musik. Dari hasil penelitian ini maka dapat di simpulkan bahwa musik mempunyai pengaruh positif dan pengaruh negatif pada konsentrasi belajar siswa.4. Penelitian yang dilaksanakan oleh Dwi Indahwati dalam Procedia studi kasus dan intervensi Psikologi yang berjudul Terapi bermain untuk melatik Konsentrasi pada anak yang mengalami gangguan Autis. Metode yang digunakan yaitu observasi dan wawancara. Intervensi dalam penelitian ini dilakukan dalam 4 sesi. Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi gangguan sosial berupa melatih konsentrasi anak autis melalui terapi bermain. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa subjek mengalami gangguan autis dengan gejala kurangnya konsentrasi saat mengikuti kegiatan belajar mengajar. Pelaksanaan intervensi yang telah dilakukan yaitu terapi bermain dengan menggunakan permainan edukasi, dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi anak autis pada saat proses belajar dan berinteraksi dengan guru pendamping yang dapat dketahui dari peningkatan waktu yang terjadi sebelum dan sesudah diberikannya intervensi.5. Penelitian yang dilaksanakan oleh Saifaturahmi Hidayat dan Anggia Kargenti Evannurul meretti dalam Jurnal mereka yang berjudul Pengaruh Musik Klasik Terhadap Daya Tahan Konsentrasi Dalam Belajar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh musik klasik terhadap daya tahan konsentrasi dalam belajar. Subjek penelitian dibedakan menjadi dua kelompok secara acak, delapan anggota dalam kelompok eksperimen dan delapan anggota dalam kelompok kontrol. Desain yang digunakan adalah Pretest Posttest Control Group Design. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur daya tahan konsentrasi adalah Intellegenz Structure Test dan Army Alpha. Hipotesis yang diajukan yaitu pemberian musik klasik dapat meningkatkan daya tahan konsentrasi mahasiswa dalam belajar. Berdasarkan analisis Independent Sample t-test dari SPSS 17.00, diperoleh data berupa gain score antara pretest-posttest yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara skor subjek sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Gain score kelompok eksperimen (2.75) lebih tinggi dari kelompok kontrol (0.5) dengan nilai t- hitung 3.100 lebih besar dari nilai t-tabel 2.145. Artinya musik klasik dapat meningkatkan daya tahan konsentrasi mahasiswa dalam belajar, dengan demikian hipotesis diterima.6. Penelitian yang dilakukan oleh Arga Wacana dengan judul skripsinya Pengaruh Permainan Puzzle Dalam Meningkatkan Konsentrasi Belajar Siswa Kelas II SD Kristen Salatiga. Dengan jumlah sample 20 siswa. Medode yng digunakan dalam penelitian ini yaitu one group poss dan posstest desaing. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat peningkatan konsentrasi siswa sebesar 25 persen setelah diberikan terapi bermain puzzle. Alat ukur yang diguunakan dalam permainan ini yaitu NST (Nijmeegse Schoolbeekwaamheids Test) pada aspek ke enam yang mengukur tentang konsentrasi anak.

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Setting Penelitian3.1.1. Tempat Penelitian Tempat penelitian ini akan dilaksanakan pada TK FKIP UNSYIAH yang terletak dalam lingkungan Universitas Syiah Kuala. Alasan pemilihan TK FKIP UNSYIAH ini dikarenakan penulis mendengar isu-isu dari tim guru TK yang menyatakan kurangnya konsentrasi belajar siswa siswinya yang sangat minim saat pelajaran berlangsung dan penulis juga sudah pernah mengadakan observasi langsung di lokasi.

3.1.2. Waktu Penelitian Waktu penelitian yang ditentukan oleh peneliti yaitu pada akhir semester II tahun ajaran 2013/2014 yaitu pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni. Penentuan waktu penelitian ini mengacu pada kelender akademik sekolah karena penelitian ini membutuhkan siklus yang membutuhkan waktu pembelajaran tahunan akan berakhir.

3.2 Pendekatan PenelitianMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Mixed Methods. Penelitian ini merupakan suatu langkah penelitian dengan menggabungkan atau mengkombinasikan dua bentuk penelitian yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Menurut Cresswel (2010 : 5) penelitian campuran merupakan pendekatan penelitian yang mengkombinasikan antara penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Sedangkan pendapat Sugiyono (Hidayat, 2014 :30) menyatakan bahwa metode penelitian kombinasi (Mixed Metods) adalah suatu metode penelitian yang mengkombinasikan atau menggabungkan antara metode kualitatif dan metode kuantitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliable dan objektif.

3.3 Desain PenelitianJenis desain penelitian pada penelitian Mixed Methods dibagi menjadi dua yaitu metode sequential dan metode concurent. Metode sequential terbagi lagi atas tiga yaitu Secuential Explanatory Designs, Secuential Exploratory Designs dan secuential Transformatif Strategi Designs. Pertama Secuential Explanatory Disigns penggumpulan data kuantitatif dan kualitatif dilaksanakan dalam dua tahap, dengan pendekatan utama pada metode kuantitati. Kedua Secuential Exploratory Disigns yaitu penggumpulan data kualitatif dilakukan pertama kali dan dianalisis, kemudian data kuantitatif dikumpulkan dan dianalisis. Jenis ini lebih menekankan pada kualitatif. Ketiga secuential Transformatif Designs dimana peneliti menggumpulkan data kualitatif dan kuantitatif secara berbeda dan kemudian menafsirkan hasilnya bersama-sama untuk memberikan pemahaman yang lebih baik dari fenomena yang menarik (Creswell, 2012: 314 - 315).Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Secuential Explanatory Disigns yaitu penggumpulan data kuantitatif dan kualitatif dilakukan dalam dua tahap dengan penekanan utama pada metode kuantitatif. Pada penelitian ini, data kualitatif digunakan untuk memperjelas data kuantitatif. Data kuantitatif didapat melalui tes psikologis sedangkan data kualitatif diperoleh melalui wawancara dengan partisipan secara mendalam. Metode kuantitatif digunakan untuk memperoleh data tentang seberapa efektif terapi bermain dalam meningkatkan konsentrasi belajar anak usia dini. Sedangkan untuk metode kualitatif digunakan untuk melihat fenomena yang nyata pada perubahan konsentrasi anak.

3.4 Populasi Dan Sampel Populasi merupakan keseluruhan objek dari suatu penelitian. Menurut Sutrisno Hadi (Novita, 2008:45) populasi adalah elemen penelitian yang hidup dan tinggal bersama-sama dan teoritis menjadi target hasil penelitian. Sedangkan menurut Soekardi (Winarno, 2003:50) populasi adalah semua anggota kelompok manusia, hewan, peristiwa atau benda-benda yang tinggal bersama dalam suatu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian. Sedangkan sampel adalah sebagaian dari populasi yang dipilih untuk sumber data. Sutrisno Hadi (Novita, 2008:45) mengatakan bahwa sebagian individu yang diselidiki tersebut disebut sampel, sedangkan semua individu yang ada dalam kelompok sampel tersebut disebut populasi. Ini berarti sampel adalah bagian dari populasi yang ada. Biasanya sampel diambil dalam suatu penelitian merupakan perwakilan dari populasi. Pengambilan suatu sampel diharapkan dapat mewakili keseluruhan populasi, sehingga suatu penelitian dianggap lebih representatif.Dalam penelitian ini, 8 siswa yang direkomendasikan sebagai populasi. Subjek penelitian adalah TK FKIP UNSYIAH. Dikarenakan populasi yang sedikit, maka semua populasi dijadikan sampel, sehingga penelitian ini disebut penelitian populasi. Seperti apa yang dikatakan Surahmad (Novita, 2008: 45) Bahwa sampel merupakan bagian dari populasi yang dikenakan dalam suatu penelitian. Penentuan sampel diperkirakan dapat mewakili populasi seluruhnya. Jika populasinya terlalu banyak, maka pengambilan sampel dapat dilakukan 10 sampai 40 persen saja dan diambil secara acak, namun jika populasinya hanya sedikit, maka semua populasi dapat dijadikan sebagai sampel. Penelitian tersebut dinamakan penelitian populasi.

3.5 Teknik Pengumpulan DataPengumpulan data sangat penting dalam penelitian. Data yang diperoleh akan digunakan untuk membuat kesimpulan dalam penelitian tersebut. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka penelitian ini menggunakan tiga aspek dalam mengumpulkan data. Ada tiga teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu dengan salah satu tes psikologis yaitu tes N.S.T (Nijmeegse Schoolbeekwaamheids Test), wawancara dan observasi.

3.5.1 Tes N.S.T Tes N.S.T (Nijmeegse Schoolbeekwaamheids Test) merupakan alat ukur untuk mengetahui kematangan aspek-aspek yang menunjang kesiapan anak masuk Sekolah Dasar. Tes ini disusun oleh Prof. F. J. Monks, Drs. H. Rost dan Drs. N. H. Coffie. (Endang Supartini, 2006:66)Adapun salah satu dari beberapa tujuan tes ini adalah Mengetahui kemampuan-kemampuan tertentu anak yang sudah atau belum matang dan perlu latihan, pembinaan, pengembangan serta peningkatan dalam diri anak. Ada beberapa aspek-aspek yang diukur dalam Nijmeegse Schoolbekwaamheids Test (N.S.T) yaitu:1. Pengamatan dan kemampuan membedakan2. Motorik halus3. Pengertian tentang ukuran, jumlah dan perbandingan4. Ketajaman pengamatan5. Pengamatan kritis6. Konsentrasi7. Daya ingat8. Pengertian tentang objek dan penilaian terhadap situasi9. Memahami cerita10. Gambaran orangSkor yang digunakan dalam penelitian ini adalah skor konsentrasi, karena dalam penelitian ini hanya ingin melihat kenaikan skor konsentrasi pada anak.

3.5.2 WawancaraWawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan (Narbuko, dkk. 2005: 83). Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk:2. Mengidentifikasi anak yang memiliki tingkat konsentrasi rendah. Peneliti mewawancari guru untuk mengidentifikasi anak yang akan dijadikan subjek penelitian dan untuk mengikuti pre test.2. Untuk meminta pendapat guru tentang perubahan konsentrasi pada anak-anak yang telah mengikuti kegiatan terapi bermain.Adapun yang menjadi pedoman pada wawancara yang akan dilakukan kepada guru maka peneliti membuat kisi-kisi wawancara sebagai berikut:Tabel 3.1 Kisi-Kisi WawancaraVariabel Item Pertanyaan Jawaban

Konsentrasi 1.Bagaimana prilaku anak saat belajar sebelum diberikan terapi bermain?

2.Bagaimana prilaku anak saat proses belajar berlangsung setelah diberikan treatmen terapi bermain?

3.Perubahan apa yang tampak dari setiap anak yang diberikan treatment terapi bermain?

3.5.3 ObservasiObservasi adalah pengamatan dan pencatatan terhadap gelaja-gelaja yang ingin diamati atau diteliti oleh seorang peneliti. Menurut Komalasari, dkk (2011: 57) observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja, melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala-gejala yang diseliki. Dalam observasi seorang pengamat harus memiliki kriteria spesifik untuk melakukan observasi agar obsevasi mudah untuk dilaksanakan.Ada beberapa jenis observasi menurut Komalasari, dkk (2011: 60) yaitu pengamatan partisipan, pengamatan nonpartisipasi, pengamatan sistematis/terstuktur, pengamatan nonsistematis, free situation, manipulated situation/experimental situation, dan partially controlled situation observation. Adapun jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi sistematis/tersruktur yaitu pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan kerangka rencana terlebih dahulu, dimana sudah ditetapkan tujuan pengamatan, individu yang akan diamati, apa yang diamati, dan metode pengamatan seperti menggunakan lembar pengamatan. Pada jenis observasi ini segala gejala ataupun prilaku yang akan menjadi objek pengamatan telah ditentukan kategorinya sehingga pengamat hanya tinggal melakukan pengecekan ataupun pengisian. Adapun kisi-kisi pada lembar observasi peneliti ialah sebagai berikut:Tabel 3.2 Kisi-Kisi ObservasiVariabelIndikator Catatan

Konsentrasi1.Pemusatan perhatian

2. Motivasi

3. Rasa Khawatir

4.Perasaan Tertekan

5.gangguan Pikiran

6.Gangguan Kepanikan

7.Kesipan Belajar

3.5 Teknik Analisis DataPenelitian ini memiliki tujuan untuk melihat efektivitas terapi bermain untuk meningkatkan konsentrasi belajar anak. Oleh karena itu menurut Tashakkori & Charles (2010:15) ada dua hal yang dominan dalam analisis data menggunakan metode campuran yaitu reprensentasi dan legitimasi. Reprensentasi mengacu pada kemampuan untuk menggali dan merangkum informasi yang memadai dari data yang ada, sedangkan legitimasi merujuk pada validasi interprestasi data. Untuk mendapatkan validasi interprestasi data maka peneliti harus mengetahui perbedaan konsentrasi anak sebelum dan sesudah pemberian intervensi terapi bermain. Karena dalam penelitian hanya terdapat satu kelompok saja, dan sample penelitian ini kecil, menurut Hendri ( Zailani, 2011:45), pengujian hipotesis yang sesuai menggunakan rancangan paired sample T test.Rancangan paired sample T test menurut Hendri (Zailani, 2011:45), digunakan untuk menguji beda dari suatu perlakuan dengan satu kelompok sample dan membanding suatu perlakuan terhadap kelompo sample. Sampel tersebut diberi pengukuran, lalu diberi perlakuann dan kemudian diberi lagi pengukuran, serta diukur perbedaan yang terjadi. Menurut Isparjadi (1988: 57) untuk mengetahui beda antara dua sample berhubungan dari data dengan skala interval ataupun rasio sering digunakan uji beda mean. Sample yang berhubungan ini, mungkin hanya satu sample tetapi dikenakan perlakuan dua kali. Atau dua sample yang disamakan (dengan caekualisasi/matching), atau berpasangan tetapi kedua sample trsebut mendapat perlakuan yang sama.Rumus paired sample T test secara matematis dapat ditulis:

(Riska, 2013:67)ket: = mean sample ke1 = mean sample ke2D = Beda antara nilai tindakan 1 dan nilai tindakan 2 = Beda pangkat dua = jumlah semua beda = jumlah semua deda yang telah di pangkat dua = jumlah sampleDerajat kebebasan (dk/df)= N-1

Sedangkan untuk representasi pada data kualitatif, seperti pendapat dari Miles dan Hubermas ( Tohirin, 2012 : 141) menjelaskan analisis data merupakan langkah-langkah untuk memproses temuan penelitian yang telah ditraskripsikan melalui proses reduksi data yaitu data disaring dan disusun lagi, dipaparkan diverifikasi atau dibuat kesimpulan. Selanjutnya data yang telah direduksi dibaca dengan berhati-hati untuk mengenal secara pasti pola dan tema fenomena yang diteliti. Setiap kalimat yang telah direduksi disebut unit dan diberikan kode (Daymon & Holloway dalam Tohirin, 2012: 142).Analisis data menurut Patton (Tohirin, 2012:143) yaitu proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, katagori, dan suatu uraian dasar. Analisis data dalam penelitian kualitatip dilaksanakan sejak awal penelitian dilaksanakan bukan hanya dilakukan ketikan pengumpulan data saja (Tohirin 2012: 142) Analisis data kualitatif ini dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalah mengenai seberapa efektif terapi bermain puzzle dalam meningkatkan konsentrasi belajar anak usia dini.Kemudian langkah terakhir analisis dalam pendekatan mixed methods ini yaitu analisis data kuantitatif dan kualitatif. Menurut Ustman dan Purnomo (2012: 35) langkah ini dilakukan dengan cara membandingkan data kuantitatif hasil penelitian kuantitatif yang dilakukan pada tahap pertama, dan data kualitatif hasil penelitian kualitatif tahap ke dua. Melalui analisis data ini akan dapat diperoleh informasi apakah kedua data saling melengkapi, memperluas memperdalam atau malah bertentangan. Bila ditemukan kedua kelompok data ada yang bertentangan, maka data hasil penelitian kualitatif diuji kredibilitasnya lagi sampai ditemukan kebenaran data, dengan cara memperpanjang pengamatan, meningkatkan ketekunan, melakukan triangulasi, analisis kasus negatif dan Member Check. Selanjutnya hasil penelitian yang digunakan adalah hasil penelitian kualitatif yang telah benar yang telah diuji kredibilitasnya.

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN4.1 Pelaksanaan PenelitianPenelitian ini ditujukan untuk melihat efektivitas terapi bermain dalam meningkatkan konsentrasi belajar pada anak usia dini. Pengumpulan data penelitian dilakukan selama 36 hari dimulai sejak tanggal 6 mei hingga tanggal 13 juni 2014. Lokasi penelitian bertempat di TK FKIP UNSYIAH yang beralamat di jalan Chik Pante Kulu No: 06, sektor utara kopelma Darussalam Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh. Alasan peneliti melaksanakan penelitian disekolah tersebut karena memiliki karakteristik tertentu yang dianggap memiliki kesamaan dengan sampel yang dibutuhkan oleh peneliti. Kriteria anak yang menjadi sampel oleh peneliti didapat berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti kepada pihak sekolah yaitu kepada kepala sekolah dan guru-guru kelas melalui teknik wawancara dan observasi langsung pada siswa TK tersebut. Dari hasil wawancara dan observasi peneliti mendapatkan beberapa siswa yang memiliki konsentrasi rendah dan dapat dijadikan sampel dalam penelitian ini. Adapun sampel penelitian ini diberikan pada anak usia dini tingkat B tahun ajaran 2013/2014 dengan jumlah 8 orang anak yang memiliki tingkat konsentrasi belajar rendah. Pre test diberikan kepada 8 orang anak tersebut dan selanjutnya akan diberikan perlakuan berupa terapi bermain puzzle.Pelaksanaan terapi bermain diberikan sebanyak 17 kali pertemuan dengan 1 kali pertemuan awal melakukan pre test, 15 kali pertemuan untuk pemberian treatment terapi bermain dan setelah selesai pemberian treatmen maka peneliti melakukan post test pada tertemuan terakhir berupa pemberian test NST sama seperti test awal agar peneliti dapat mengetahui perubahan tingkat konsentrasi yang di miliki anak. Adapun jadwal pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian No Hari dan Tanggal Kegiatan

1Jumat, 16 Mei 2014Pre test

2Sabtu, 17 Mei 2014Perkenalan dan treatment terapi konsentrasi pertama

3Jumat, 23 Mei 2014treatment terapi konsentrasi ke 2

4Sabtu, 24 Mei 2014treatment terapi konsentrasi ke 3

5Senin, 26 Mei 2014treatment terapi konsentrasi ke 4

6Rabu,28 Mei 2014treatment terapi konsentrasi ke 5

7Jumat 30 Mei 2014treatment terapi konsentrasi ke 6

8Sabtu, 31 Mei 2014treatment terapi konsentrasi ke 7

9Senin, 02 Juni 2014treatment terapi konsentrasi ke 8

10Selasa, 03 Juni 2014treatment terapi konsentrasi ke 9

11Rabu, 04 Juni 2014treatment terapi konsentrasi ke 10

12Kamis, 05 Juni 2014treatment terapi konsentrasi ke 11

13Jumat, 06 Juni 2014treatment terapi konsentrasi ke 12

14Sabtu, 07 Juni 2014treatment terapi konsentrasi ke 13

15Senin, 09 Juni 2014treatment terapi konsentrasi ke 14

16Selasa, 10 Juni 2014treatment terapi konsentrasi ke 15

17Rabu, 11 Juni 2014Post test

4.2 Hasil PenelitianBerdasarkan pada hasil pemeriksaan psikologik test NST yang terdiri dari beberapa subtest dan nilai kriteria anak maka pengolahan data untuk mengetahui efektivitas terapi bermain dalam meningkatkan konsentrasi belajar pada anak usia dini dapat dijabarkan kedalam tabel-tabel sebagai berikut:4.2.1 Identifikasi siswa yang memiliki tingkat konsentrasi rendahBerdasarkan hasil pemeriksaan psikologik pada tes NST skala konsentrasi dalam belajar yang terdiri dari tiga kategori nilai subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:Tabel 4.2 Kategori Subjek PenelitianRumusan Norma KategoriKategori

0 - 2Belum Siap

3 - 4Ragu

5 - 8Tinggi

Adapun hasil tes psikologik yang di lakukan pada delapan subjek yang menjadi sample dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:Tabel 4.3 Daftar Nilai Konsentrasi Anak Yang Menjadi Subjek PenelitianNoInisial SubjekSkor Konsentrasi

1MAA5

NoInisial SubjekSkor Konsentrasi

2SA4

3NS3

4NA6

5SR4

6TZH2

7RAK0

8IM5

4.2.2 Observasi Gambaran Anak Sebelum Treatment2. MAASaat ini berusia 5 tahun 9 bulan, menurut hasil tes psilogis NST menunjukkan ia kurang siap untuk masuk sekolah dasar, secara keseluruhan masih banyak kemampuannya yang kurang berkembang dengan baik. Walaupun ada beberapa hal yang telah tampak baik namun diharapkan pada usia ini ia harus memiliki kematangan yang lebih baik. MAA memiliki kriteria anak yang sedikit agresif dalam melakukan sesuatu aktifitas. Dalam belajar cenderung lebih suka mengganggu temannya yang sedang belajar, saat proses belajar ia juga cepat jenuh terutama pada pelajaran yang kurang diminatinya. Ia sangat meminati permainan yang bersifat susunan seperti susun balok, bermain lempar-lempar dan kejar-kejaran. Dalam bekerja kelompok ia lebih ingin berkuasa dan sedikit kasar dan memaksa dalam bermain. Saat diberikan tugas ia kurang termotivasi untuk mengerjakannya dan ia juga sulit untuk memusatkan perhatiannya pada hal yang sedang ia kerjakan.

2. SASaat ini berusia 5 tahun 9 bulan, berdasarkan pemeriksaan psikologis melalui tes NST masih sangat banyak aspek dalam dirinya yang belum berkembang dengan baik, hal seperti ini dikhawatirkan dapat menghambat perkembangannya dalam mengikuti pembelajaran. Kematangan emosionalnya masih kurang berkembang dengan baik hal ini ditunjukkan dengan kurang mampunya ia menjalin kerja sama dengan orang lain. Saat dalam kelas mengikuti pembelajaran ia lebih sering hanyut dalam kegiatannya tanpa perduli dengan perintah guru. Ia juga kurang suka untuk bermain bersama-sama dengan teman temannya dan ia lebih suka bermain sendiri atau bermain dengan 1 atau dua orang teman saja. Namun ia cepat dalam memahami cerita yang diceritakan dan ia juga memiliki nilai paling baik dalam memahami cerita dalam belajar. Dalam kelompok belajar ia sedikit sulit untuk memusatkan perhatiannya serta motivasinya dalam mengerjakan tugas oleh guru masih cenderung lemah.

3. NSPada saat ini NS berusia 6 tahun 1 bulan, berdasarkan hasil tes psiologis melalui tes NST menunjukkan bahwa ia hampir siap untuk mesuk seolah dasar hanya saja ada beberapa aspek yang belum berkembang secara baik. Menurut hasil NST, NS masih belum mampu untuk berkonsentrasi dengan baik dalam belajar, ia juga belum mampu melakukan pengamatan dengan serta kurang mampu untuk memahami cerita orang lain. Pola belajar yang di miliki NS ia kurang mampu belajar bersama dan beramai-ramai karena ia sulit untuk memahami perintah guru bila tidak dijelaskan ulang. NS termasuk anak yang patuh dalam belajar dan cenderung lebih diam dalam kelas, namun NS sulit untuk menyimak arahan yang guru berikan dan ia sangat mudah tergangggu oleh kericuhan teman-teman saat belajar. Sering kali ia tidak mampu menyelesaikan tugas karena ia cemas akan ketidak siapannya serta terkadang ia sulit untuk memusatkan perhatiannya pada penjelasan yang diberikan guru sehingga ia kurang mengerti tugas yang diberikan.

4. NASaat ini NA berusia 5 tahun 11 bulan. Berdasarkan hasil pemeriksaan psikologis melalui tes NST menjelaskan bahwa ada beberapa aspek kemampuan siswa yang belum berkembang dengan baik, ia belum dapat melakukan pengamatan dengan baik. Namun NA telah memiliki nilai konsentrasi yang baik dan hal yang paling menonjol yaitu kematangan emosi yang telah berkembang dengan baik berarti ia telah mampu untuk bekerja sama dengan baik dengan temannya. Kemampuan lain yang perlu untuk ditingkatkan yaitu memahami cerita, NA cenderung belum mampu untuk memahami isi cerita dan walaupun nilai konsentrasi NA baik namun sering kali dikelas NA kurang mampu untuk memahami perintah guru saat belajar dan juga saat belajar NA lebih suka melakukan aktivitas yang sedangdilakukan tanpa mempedulikan perintah guru. NA tergolong anak yang cepat jenuh dalam belajar.

5. SRSaat ini SR berusia 5 tahun 10 bulan menurut hasil tes psikologi melalui tes NST dan melalui observasi menunjukkan bahwa SR memilki kematangan yang cukup baik hanya saja ada beberapa aspek dala diri SR yang kurang berkembang seperti kemampuan motorik halus dan kurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi serta fokus dalam suatu hal yang terkadang menyebabkan SR kurang berkembang dalam belajar. Saat belajar SR sangat mudah terganggu dengan aktivitas teman-temannya. Pola belajar SR yang membutuhkan suasana yang santai dan jauh dari kericuhan.

6. TZHTZH saat ini berusia 6 tahun 4 bulan berdasarkan pemeriksaan psikologis melalui tes kesiapan anak masuk sekolah dasar dan hasil observasi TZH masih kurang siap untuk masuk sekolah dasar dikarenakan hampir semua aspek memiliki nilai yang sangat rendah. Demikian juga dengan kematangan emosinya yang kurang berkembang dengan dengan baik. Saat belajar dalam kelas TZH juga sangat sering mengganggu temannya yang sedang belajar, ia belum mampu mengikuti instruksi guru dalam belajar mudah jenuh dan terkadang menunjukkan sikap agresif kepada temannya. Saat belajar ia hanya mau belajar dengan apa yang ia senangi sering menolak untuk belajar, serta sangat mudah terganggu konsentrasi dalam belajar.

7. RAKSaat ini RAK berusia 6 tahun, berdasarkan hasil tes pemeriksaan psikologi melalui tes kesiapan anak masuk sekolah dasar maka menunjukkan bahwa ia masih sangat kurang siap untuk masuk sekolah di mana ada beberapa kemampuannya yang masih belum dapat berkembang dengan baik. Ia belum mampu untuk melakukan pengamatan dan juga pada aspek konsentrasi masih sangat rendah yang berarti ia belum mampu untuk fokus pada pembelajaran yang dilaluinya. Berdasarkan hasil pengamatan saat belajar ia cenderung sangat agresif dalam bertindak, dan sifat memaksanya juga masih begitu kuat. Dalam belajar daya konsentrasinya sangat mudah terganggu walau dengan hal yang kecil. Dalam tugas kelompok ia belum mampu untuk menjalin kerja sama dengan teman-teman lainnya, kontrol emosinya yang sering meledak-ledak membuat ia sangat sering menggangu temannya dalam belajar.

8. IMIM saat ini berusia 5 tahun 10 bulan, berdasarkan pemeriksaan psikologis melalui tes kesiapan anak masuk sekolah dasar, dimana beberapa kemampuannya masih belum dapat berkembang denagn baik. Walau ia telah mampu untuk mengkoordinasikan gerakan mata dan tangan dengan baik namun dalam hal lain seperti membedakan pengertian dan juga dalam hal konsentrasi nya belum berkembang dengan baik, ia belum mampu memfokuskan perhatiannya pada saat belajar. Hal ini juga didukung dengan hasil observasi saat belajar bahwa pada saat belajar ia sangat mudah terganggu oleh kericuhan teman-teman lain. Dalam belajar ia kurang memiliki motivasi untuk melakukan suatu hal baru dalam belajar dan dalam belajar ia juga perlu perlakuan khusus agar ia dapat mengerti penjelasan guru.

4.2.3 Efektifitas Terapi Bermain Dalam meningkatkan Konsentrasi Belajar Anak Usia Dini.Berdasarkan hasil pemberian treatmen terapi bermain sebanyak 15 kali pertemuan yang diberikan pada 8 orang anak dan diakhiri dengan memberikan post tes maka didapatkanlah hasil penelitian dengan data sebagai berikut:Tabel 4.4 Tingkat Konsentrasi Anak Sebelum Dan Sesudah Diberikan Terapi Bermain.NoKodeSubyekSkor Konsentrasi BelajarPeningkatan Skor

Pre test Post Test

1MAA561

2SA4

3NS385

4NA671

5SR473

6TZH253

7RAK077

8IM583

Dari tebel diatas terdapat satu orang anak yang tidak memiliki nilai post test karena saat post tes SA tidak hadir ke sekolah dan nilai SA dianggap gugur sebagai subjek .Dari hasil perhitungan pre test dan post test diatas dapat digambarkan, bahwa sampel penelitian dalam kelompok perlakuan mengalami peningkatan konsentrasi belajar yang cukup signifikan. Pada mulanya setiap anak memiliki tingkat konsentrasi yang relatif belum siap ataupun ragu, dengan nilai konsentrasi terendah yaitu 0. Skor kenaikan tertinggi pada anak mencapai nilai 7. Setelah semua data penelitian terpenuhi, maka dapat dilakukan analisis data untuk menguji hipotesis penelitian dengan metode statistik Uji-t berpasangan (Paired Sample T Test), untuk menguji perbedaan tingkat konsentrasi belajar anak sebelum dan sesudah diberikan terapi bermain.Berdasarkan hasil dari uji statistik paired sample T Test dapat diketahui bahwa nilai tengah (mean) untuk pree test lebih kecil dari nilai post test yaitu 3,571 < 6,857, sedangkan untuk nilai t-hitung > t-tabel yaitu 4,059 > 2,447 dengan taraf signifikansi 5% atau 0,005 yang berarti bahwa peneliti mengambil resiko salah dalam pengambilan keputusan untuk menolak hipotesis yang benar sebanyak-banyaknya sebesar 5%. Kemudian ditentukan t-hitung dari tabel di atas dapatkan bahwa nilai t-hitung adalah 4,059 dan t-tabel pada distribusi harga kritik t-test (Isparjadi, 183: 1988) pada taraf 5% : 2 = 2,5 % (uji dua sisi) dengan derejat kebebasan (df) = n-1 atau 7-1= 6. Dengan penguji 2 sisi (signifikansi=0,025). Hasil diperoleh untuk t-tabel sebesar 2,447. Maka kriteria pengujiannya adalah: Ho diterima jika t-hitung t-tabel Ho ditolak jika t-hitung t-tabelBerdasarkan hasil pengujian hipotesis diatas, maka diperoleh t-hitung > t-tabel yaitu (4,059 > 2,447). Dengan demikian maka hipotesis nihil ditolak dan Hipotesis alternatif (Ha) diterima. Kesimpulan ini menyatakan bahwa adanya perbedaan atau perubahan rata-rata skor konsentrasi belajar sebelum diberikan terapi bermain dan sesudah diberikan terapi bermain. Maka dapat diartikan hasil hipotesis ini berhasil dan sesuai dengan teori yang menyatkan bahwa terapi bermain efektif dalam meningkatkan konsentrasi belajar anak usia dini.Adanya hasil uji hipotesis pre test dan post test pada tabel di atas dapat dilihat melalui grafik histogram sebagai berikut:Gambar 4.1 Grafik Histogram Hasil Pre Test Dan Post Test

4.2.4 Observasi Keadaan Anak dalam Melaksanakan Terapi Bermain Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa dalam melaksanakan terapi bermain adalah sebagai berikut:a. Pertemuan ke-1Berdasarkan hasil observasi dari pemberian treatmen pertama anak menunjukkan sikap antusias dalam mengikuti permainan, namun semua anak tidak menunjukan sikap serius dalam mengikuti permainan. Mereka masih asik dengan aktivitas mereka tanpa memperdulikan instruksi-instruksi yang diberikan oleh peneliti. Anak-anak menunjukkan sikap yang kurang baik dan sulit untuk konsentrasi dalam permainan sehingga mereka mengeluh karena tidak bisa menyelesaikan permainan dengan waktu yang diberikan oleh peneliti. Peneliti terus memberikan arahan berupa instruksi-instruksi dalam permainan kepada anak agar mereka mengikuti instruksi permainan seperti yang diberikan oleh peneliti. Setelah memberikan treatmen pertama peneliti bertanya kepada guru kelas masing-masing anak tentang pola belajar anak saat berada di dalam kelas. Anak-anak yang mengikuti treatment terapi bermain ini memilki pola belajar yang kurang baik saat berada dalam kelas, mereka memang sering mengganggu teman teman yang lain saat belajar. Kurang konsentrasi pada instruksi yang diberikan guru, dan tidak fokus pada media belajar yang mereka pelajari. Kendala yang sangat berat menurut peneliti ialah belum begitu akrab dengan peneliti dan peneliti belum begitu hafal dengan nama anak. Sehingga anak-anak menjadi ribut saat peneliti salah saat menyebutkan nama anak.

b. Pertemuan ke-2Berdasarkan hasil observasi dari pertemuan ke-2 hampir tidak ada perbedaan antara pertemuan pertama dan pertemuan ke-2, namun pada pertemuan ini anak mulai akrab pada peneliti dan menunjukkan sikap ceria saat bermain bersama-sama dengan teman-teman lainnya.

c. Pertemuan ke-3Pada pertemuan ini telah tampak perkembangan yang begitu baik pada anak-anak mereka telah mampu untuk melakukan permainan dengan waktu yang relatif cepat walaupun ada beberapa orang di antara mereka yang belum begitu cepat dan masih perlu bantuan namun telah tampak perkembangan pada diri anak, dan juga pada pertemuan ini anak-anak telah mampu mengikuti petunjuk yang diberikan peneliti dengan baik. Setelah treatmen selesai dilakukan untuk menghilangkan kejenuhan anak-anak dalam bermain permainan ini, terapi memberikan permain lipat kertas origami dan membuat anak-anak senang dan mereka kembali mengikuti kegiatan ini keesokan harinya.

d. Pertemuan ke-4Pada pertemuan ini anak-anak menunjukkan sikap tertib dan bersemangat dalam mengikuti terapi. Namun pada saat 15 menit permainan dimulai anak-anak mulai ricuh akibat terbawa suasana di luar yang sedikit kacau karena ada teman mereka yang akan merayakan ulang tahun di sekolah dan semua ikut merayakannya. Namun hal ini dapat di kendalikan karena peneliti berjanji akan mengijinkan kembali ke kelas apabila telah menyelesaikan permainannya.

e. Pertemuan ke-5Pada pertemuan ini berdasarkan hasil observasi anak-anak sangat aktif, pada treatment ini anak anak sudah sangat cepat dalam menyelesaikan tugas sekalipun dalam pertemuan ini anak-anak diberikan beban unuk melakukan permainan sebanyak dua kali. f. Pertemuan ke-6Pada pertemuan kali ini anak-anak terlihat sangat antusias untuk mengikuti permainanan karena hari ini anak-anak bermain permainan baru yaitu permainan puzzle onet dimana mereka harus mencari potongan gambar yang sama dan harus ditempelkan pada gambar yang sama. Namun pada pertemuan ini anak anak masih bingung dengan permainan yang diberikan mereka sangat kesulitan untuk mencari potongan gambar yang ada dengan gambar yang sama pada gambar dan waktu yang mereka gunakan dalam mengerjakan tugas ini tergolong lama dan membutuhkan instruksi yang berulang-ulang.

g. Pertemuan ke-7Pertemuan hari ini masih dengan permainan yang sama, anak-anak diminta untuk mencari pasangan dari potongan gambar dan ditempelkan pada gambar yang sama. Hari ini anak-anak terlihat sedikit lebih mengerti tentang permainan dan peneliti hanya memberikan instruksi satu kali dalam permainan dan mereka telah mampu untuk menyelesaikan tugas dalam permainan secara mandiri hanya ada beberapa anak yang masih kesulitan dalam mencari gamabar yang sama. Hari ini anak-anak dapat mengerjakan tugas permainan dengan tepat waktu. h. Pertemuan ke-8Berdasarkan observasi peneliti pada pertemuan hari ini perkembangan anak masi sama seperti pertemuan ke 7 namun pada pertemuan ini semua anak telah mampu mengerjakan tugas permainan secara mandiri dan dengan waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan hari kemarin.

i. Pertemuan ke-9Berdasarkan observasi peneliti pada pertemuan hari ini anak-anak terlihat sedikit jenuh dengan permainan yang diberikan ini terlihat saat anak anak kurang termotivasi memulai permaianan namun peneliti mengajak anak-anak untuk bermain lingkaran sambil bernyanyi dan untuk membuat pola duduk saat treatment diberikan dan anak-anak diarahkan untuk bernyanyi sambil mengerjakan tugas permaian dan terlihat ada beberapa anak yang tidak terpengaruh dengan nyanyian yang mereka nyanyikan samabil mengerjakan tugas namun ada beberapa anak yang lambat bahkan tidak bisa bernyanyi sambil mengerjakan tugas.

j. Pertemuan ke-10Berdasarkan observasi peneliti pada pertemuan ke-10 ini anak anak mulai bersemangat lagi dalam mengikuti permainan walaupun permainan ini telah sering dimainkan oleh anak-anak. Tingginya motivasi mereka dalam mengikuti permainan terlihat dari keinginan mereka untuk ingin bernyanyi sambil mengerjakan tugas permaian. Dalam pertemuan ke-10 ini anak anak diberikan potongan gambar yang lebih banyak namun anak-anak mampu menyelesaikan permainan tepat waktu.

k. Pertemuan ke-11Pada pertemuan ini berdasarkan hasil observasi peneliti tampak motivasi anak dalam mengikuti permainan. Permainan yang diberikan pada pertemuan ini ialah menyusun potongan-potongan kayu pada sebuah kotak kayu hingga terisi penuh, setelah mendengarkan instruksi yang diberikan oleh peneliti anak-anak diberikan kebebasan untuk menyusun kotak. Semua anak berusaha untuk mengisi kotak dengan cara mereka sendiri. Walaupun ada anak yang tidak bisa namun sebenarnya ia mampu hanya saja rasa cemasnya mendorongnya untuk tidak berusaha dalam mengerjakan tugas permaianan. Pada pertemuan ini anak-anak menyelesaikan permainan dengan waktu lebih lama dibandingkan waktu yang telah ditentukan.

l. Pertemuan ke-12Berdasarkan observasi peneliti pada pertemuan ke-12 anak-anak yang mengikuti treatment lebih sedikit daripada biasanya, hal ini disebabkan karena cuaca yang kurang mendukung oleh sebab itu anak-anak yang mengikuti permainan hanya berjumlah 3 anak. Pada pertemuan ini anak-anak terlihat mengikuti permainan lebih terfokus pada tugasnya masing masing. Mereka mengerjakan tugas dengan tertib dan tidak saling mengganggu satu dengan yang lainnya.

m. Pertemuan ke-13Perdasarkan observasi peneliti pada pertemuan ke-13 ini anak anak yang mengikuti treatment berjumlah 6 anak. Pada pertemuan hari ini peneliti membuat permainan ini dalam bentuk lingkaran dengan semua potongan dicampur menjadi satu tumpukan dan anak-anak diberi tugas seperti biasa yaitu menyusun potongan kayu ke dalam kotak hingga terisi penuh dan anak anak melakukan kegiatan dengan gembira. Pada pertemuan ini agar menghilangkan kejenuhan anak, saat bermain peneliti mengajak anak untuk bernyanyi bersama sambil mengerjakan tugasnya. Kendala pada hari ini yaitu ada dua oarang anak yang bertengkar dan peneliti harus memisahkan dan mendamaikan keduanya, walaupun awalnya suasana sedikit terganggu namun dapat kembali membaik dan anak-anak dapat bermain kembali seperti biasa.

n. Pertemuan ke-14Berdasarkan observasi dari pertemuan ke-14 yang dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan terapi bermain anak anak tampak telah berkembang dengan baik walaupun pada pertemuan ini anak yang hadir hanya berjumlah 5 anak namun permainan berlangsung dengan baik. Anak-anak memiliki motivasi yang baik dalam mengikuti permainan. Pada pertemuan ini anak terlihat perkembangan anak dalam menyimak dan memperhatikan instruksi-instruksi yang diberikan peneliti terlihat bahwa anak-anak telah mampu memusatkan perhatiannnya pada permainan yang dilakukannya hal ini terlihat saat treatment sedang diberikan dan teman-temannya yang lain menari namun anak anak tetap dapat memusatkan perhatiannya pada permainan mereka dan tidak berusaha untuk keluar dari lingkaran ataupun berlari keluar hanya saja sesekali mereka melihat keadaan ke arah luar dan kembali menyelesaikan permainan mereka dengan baik dan mengguanakan waktu yang sedikit lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan.

o. Pertemuan ke-15Berdasarkan pada observasi di pertemuan terakhir semua anak hadir, pada pertemuan kali ini semua anak mampu mengikuti instruksi peneliti dengan baik, semua anak tertib dalm mengikuti permainnan. Semua anak yang mengikuti terapi sangat senang saat diberikan terapi bermain. Pada pertemuan ini semua anak sudah terlihat akur antara satu dan lainnya.Dari adanya gambaran observasi diatas dapat diamati bahwa setiap sesi pertemuan pada terapi bermain setiap anak mengalami kenaikan waupun kenaikan yang terlihat terkadang masih belum terlihat jelas. Dan ada juga dalam beberapa pertemuan perkembangan anak terlihat menurun namun hal ini terjadi disebabkan oleh pergantian permainan seperti pada pertemuan ke-6 dan pertemuan ke-11. Adapun hal yang muncul berupa kebosanan pada anak muncul disebabkan karena permainan yang di mainkan secara berulang-ulang dan anak merasa telah cukup mampu untuk mengerjakannya hal ini tampak pada pertemuan ke-4,ke-8, ke-9, dan ke-13. Perkembangan anak sangat terlihat pada pertemuan ke-14 dan ke-15 yaitu anak telah mampu memusatkan perhatiannya walaupun terpadat stimulus berbeda dari luar kegiatan.Berdasarkan hal-hal tersebut peneliti menyimpulkan bahwa sesi pelaksanan terapi bermain sebaiknya tidak lebih dari 5 kali pertemuan dalam 1 jenis permainan, dan terapi bermain akan lebih baik bila dilakukan lebih dari 15 kali pertemuan sehingga dapat dilihat tingkat keefektifan dari terapi bermain itu sendiri.

4.2.5 Wawancara Keadaan AnakDari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti menyatakan bahwa sebelum pemberian terapi bermain anak-anak yang mengikuti terapi bermain cenderung tidak mampu untuk mengikuti instruksi-instruksi guru saat belajar, anak-anak juga sering mengganggu teman-teman lain, dan juga ada beberapa dari mereka yang selalu sibuk dengan kegiatan mereka tanpa menghiraukan perkataan guru. Sejalan dengan pemberian terapi bermain kondisi anak mulai tampak berubah kearah yang lebih baik dalam belajar dan menunjukkan konsentrasi baik dalam belajar. Setelah memberian terapi bermain anak-anak cenderung dapat dan mampu untuk berkonsentrasi dalam belajar hal ini ditunjukkan melalui tumbuhnya motivasi anak dalam melaksanakan proses belajar, adanya pemusatan perhatian anak dalam mengikuti proses belajar baik dalam kelas ataupun diluar kelas, rendahnya rasa khawatir saat belajar, dan tampaknya nilai-nilai kesiapan belajar pada setiap anak, dan hal yang sangat tanpak menurun ialah gangguan kepanikan pada diri anak pada saat belajar yang saat sekarang cenderung berkurang dalam diri anak misalnya saja dalam belajar anak tidak terburu-buru dalam menyelesaikan suatu tugas namun mereka berusaha agar menyelesaikan tugas dengan benar.

4.3 PembahasanSetelah hasil penelitian diuraikan secara terperinci, maka selanjutnya peneliti akan membahas dengan pandangan teoritis yang mendukung hasil penelitian ini dan juga menganalisa pada hasil penelitian terhadap hasil penelitian yang sebelumnya.

4.3.1 Efektifitas Terapi Bermain Dalam meningkatkan Konsentrasi Belajar Anak Usia DiniKonsentrasi ialah suatu faktor yang menentukan keberhasilan dalam belajar seseorang baik belajar dalam kelas, kelompok belajar ataupun belajar secara mandiri. Kurangnya konsentrasi seseorang dalam belajar dapat menyebabkan seseorang akan kurang mampu untuk menerima semua inti pembelajaran dan juga menurunkan hasil belajar seseorang. Dengan adanya permasalahan tersebut maka dibutuhkan suatu teknik dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan konsentrasi anak, salah satu teknik yang dapat membantu untuk meningkatkan konsentrasi anak ialah terapi bermain. Terapi bermain adalah suatu teknik untuk memahami dan melatih suatu kemampuan dalam diri anak dengan menciptakan suasana yang menyenangkan.(Mutiah, 2010:112)Berdasarkan pembahasan tersebut ada beberapa anak kelas B di TK induk FKIP unsyiah yang memiliki konsentrasi rendah dalam belajar. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dan didukung oleh hasil observasi untuk kategori anak yang mengalami masalah berjumlah 8 orang anak yang memiliki konsentrasi rendah. Setelah dilakukan tes psikologis maka terbukti anak memiliki konsentrasi rendah dengan skor 0 5. Setelah mendapatkan perlakuan terapi bermain, anak-anak tersebut mengalami kenaikan konsentrasi belajar yang baik. Hal ini dibuktikan dengan perubahan hasil skor post test konsentrasi belajar anak dengan skor yang diperoleh yaitu 5-8. Gambaran ini menunjukkan bahwa dari tiap kategori permasalahan konsentrasi belajar yang dimiliki siswa mengalami peningkatan konsentrasi. Gambaran tersebut didukung oleh pernyataan Zulkifli (Nurhayati, 2010:25) bahwa bermain dapat digunakan sebagai media psikoterapi atau pengobatan terhadap anak. Dan didukung oleh pendapat Suparman (Sandiro, 2012:10) bahwa media permainan dapat digunakan untuk menarik perhatian, melatih konsentrasi, kekompakan, mempererat hubungan solidaritas, kerjasama dan kepemimpinan dalam diri individu.Peningkatan konsentrasi belajar siswa ketika diberikan terapi bermain dapat dilihat melalui gejala fisiologis yang ditunjukkan anak berupa keharmonisan prilaku anak dalam belajar yang semangkin membaik setiap harinya. Dan juga gejala-gejala emosional berupa kedisiplinan yang perlahan-lahan muncul dari setiap anak yang mengikuti terapi bermain. Dan serta hal-hal lain yang muncul saat bermain bersama teman dan dalam belajar bekerja sama pada teman-teman sebayanya. Hal-hal tersebut diketahui dengan melalui observasi yang lakukan oleh peneliti dan serta hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada guru-guru kelas anak yang mengikuti terapi bermain. Berdasarkan dengan adanya perubahan tingkah laku yang dialami oleh anak, maka hal ini sesuai dengan hal yang dikatakan oleh Frank dan Theresa (Sandiro, 2012:11) bahwa ada nilai yang terkandung dalam bermain yaitu bermain dapat memperluas minat, pemusatan perhatian dan konsentrasi pada anak.Pada pelaksanaan terapi anak-anak bermain dalam bentuk suasana yang bahagia, gembira dan menyenangkan agar anak-anak terlatih untuk terfokus dan konsentrasi pada kegiatan ataupun aktivitas yang sedang dilakukannya. Hal ini diperkuat oleh pendapat Nurhayati (2010:20) bahwa terapi bermain sebagai suatu media untuk mengekplorasi dalam memahami suatu hal pada diri individu dan melatih suatu kemampuan yang ada dalam diri individu dengan menciptakan suasana yang menyenangkan.Dalam terapi bermain ini media yang digunakan ialah permainan puzzle, karena dengan media puzzle anak akan terlatih dalam memusatkan perhatian dan berkonsentrasi pada saat melakukan aktifitas permainan dan dengan pembiasaan serta instruksi yang selalu diberikan maka anak akan terbiasa memusatkan perhatiannya saat melaksanakan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Rezha (2011:17) bahwa dalam permainan puzzle sangat dibutuhkan ketelitian, anak dilatih untuk memusatkan pikiran/ perhatian, konsentarsi pada suatu hal tertentu seperti bangun ruang ataupun gambar dan bentuk tertentu. Warna dan bentuk kepingan pada puzzle adalah dua hal yang sangat diperhatikan anak pada saat bermain puzzle. Perlakuan ini dapat melatih anak memusatkan pikiran, karena anak dituntut untuk berkonsentrasi ketika mencocokan gambar dan bangunan. Sehingga perlakuan ini akan membawa kebiasaan positif bagi pelatihan konsentrasi anak saat melakukan sutu kegiatan. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Misbah (Muzamil, 2010:23) yang menyatakan adanya jenis puzzle rakitan (construsition puzzle) menggunakan kumpulan potongan-potongan terpisah yang dapat digabungkan, permainan ini dapat melatih konsentrasi, ketelitian dan kesabaran pada diri anak. Terapi bermain ini dilakukan secara berulang-ulang guna untuk melatih kesiapan anak dalam belajar sehingga anak dapat berkonsentrasi pada proses belajar. Hal ini sesuai dengan pandangan Thordike (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006:66) tentang faktor yang mempengaruhi konsentrasi di antaranya hukum kesiapan yang telah memiliki kesiapan akan mampu berkonsentrasi dalam belajar dan hukum latihan yaitu penguasaan tingkah laku seseorang dapat ditingkatkan jika adanya pelatihan.Efektifnya terapi bermain juga ditentukan oleh terapis yang melakukan terapi. Karena apabila terapis tidak benar-benar mampu memahami cara berkomunikasi kepada peserta terapi maka hubugan antara keduanya akan sulit untuk terjalin dengan akrab sehingga akan mempengaruhi keefektifan suatu terapi yang diakukan. Hal ini didukung oleh pendapat Zulkifli (Nurhayati, 2010:25) bahwa seorang terapis harus memiliki keahlian khusus dan memiliki pelatihan dan tidak boleh dilaksanakan sembarangan karena akan mempengaruhi hasil dari terapi itu sendiri.Terapi bermain yang dapat meningkatkan konsentrasi belajar juga dapat menggunakan terapi bermain alat musik djembel. Hal ini pernah dilakukan oleh Dira Antika, dimana peneliti menerapkan terapi bermain musik djembel unuk meningkatkan konsentrasi pada anak ADHD dengan jumlah 10 orang sample. Media yang digunakan yaitu tepukan tangan hingga menghasilkan nada yang indah didengar oleh telinga. Penelitian itu menghasilkan adanya perubahan tingkat konsentrasi pada anak-anak ADHD.Penelitian berubungan lain dilaksanakan oleh Saifaturahmi Hidayat dan Anggia Kargenti Evannurul meretti dalam Jurnal mereka yang berjudul Pengaruh Musik Klasik Terhadap Daya Tahan Konsentrasi Dalam Belajar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh musik klasik terhadap daya tahan konsentrasi dalam belajar. Desain yang digunakan adalah Pretest Posttest Control Group Design. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur daya tahan konsentrasi adalah Intellegenz Structure Test dan Army Alpha. Hipotesis yang diajukan yaitu pemberian musik klasik dapat meningkatkan daya tahan konsentrasi mahasiswa dalam belajar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa musik klasik dapat meningkatkan daya tahan konsentrasi mahasiswa dalam belajar.Selanjutnya ada pula penelitian yang dilakukan oleh Arga Wacana dengan judul skripsinya Pengaruh Permainan Puzzle Dalam Meningkatkan Konsentrasi Belajar Siswa Kelas II SD Kristen Salatiga. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat peningkatan konsentrasi siswa sebesar 25 persen setelah diberikan terapi bermain puzzle. Alat ukur yang diguunakan dalam permainan ini yaitu NST (Nijmeegse Schoolbeekwaamheids Test) pada aspek ke enam yang mengukur tentang konsentrasi anak.Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana telah dideskripsikan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa anak-anak yang memiliki konsentrasi rendah dapat dibantu dengan pemberian terapi bermain yang merupakan satu teknik terapi konseling yang efektif untuk digunakan dalam meningkatkan konsentrasi belajar anak.

BAB VPENUTUP5.1 KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis laksanakan tentang Efektifitas Terapi Bermain Dalam Meningkatkan Konsentrasi Belajar Anak Usia Dini yang dilaksanakan di TK FKIP UNSYIAH, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:1. Terdapat berbedaan nilai konsentrasi belajar secara signifikan pada kelompok subjek perlakuan sebelum dan sesudah diberikannya terapi bermain. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan skor pada tingkat konsentrasi anak setelah diberikan terapi bermain puzzle, yang merupakan perbandingan antara skor kelompok subjek perlakuan sebelum laksanakan terapi (pre test) dan sesudah di berikan perlakuan terapi bermain (post test) dengan rentangan nilai skor pre test mulai 0 6 dan rentangan nilai skor post test mulai 6 8.2. Terdapat perubahan tingkah laku yang ditunjukkan oleh subjek penelitian. Hal ini dapat dilihat dari hari wawancara pada guru kelas masing-masing anak dan didukung oleh hasil observasi peneliti yang menyatakan bahwa terdapatnya perubahan prilaku anak saat sebelum dan sesudah diberikannya terapi bermain, perubahan itu antar lain yaitu anak-anak yang mengikuti terapi main lebih berkonsentrasi saat belajar dalam kelompok maupun dalam kelas belajar. 3. Setelah melakukan uji statistik paired T test dengan nilai tengah (mean) pada pree test lebih kecil dibandingkan pada post test yaitu 3.571 < 6.857, sedangkan untuk nilai t-hitung > t-tabel (4.059 > 2.447) dengan taraf signifikansi 5% atau 0,05. Ho ditolak dan Ha diterima artinya dalam penelitian ini ada terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai test konsentrasi belajar anak usia dini pada sebelum dan sesudah diberikan terapi bermain. Hal ini menunjukkan bahwa terapi bermain efektif dalam meningkatkan konsentrasi belajar anak usia dini. 5.2 Saran Setelah melihat dan mengkaji hasil-hasil dari penelitian, maka ada beberapa saran yang ingin ditemukan oleh peneliti, yaitu:1. Terapi bermain juga dapak di terapkan pada konselor sekolah dengan menggunakan permainan yang sesuai dengan kebutuhan anak untuk membantu melatih konsentrasi belajar siswa. 2. Pihak sekolah dapat meminta bantuan kepada terapis untuk memberikan terapi bermain kepada peserta didik yang mengalami kendala dalam belajar berupa gangguan konsentrasi belajar.3. Dalam pelaksanaan terapi bermain, terapis perlu memperhatikan beberapa hal yang di antaranya yaitu keterampilan komunikasi, penyesuian diri terapis pada objek terapi, tempat dan waktu dalam pelaksanaan terapi yang baik dan benar, kesukarelaan anak dalam mengikuti terapi agar terapi bermain yang dilaksanakan dapat menghasilkan hasil yang optimal.4. Terapis dapat memberikan permainan seperti game ice breaking untuk mengurangi kejenuhan anak dalam mengikuti permainan yang diulang-ulang dalam bebera waktu pertemuan.5. Terapis dapat memberikan terapi bermain dengan menggunakan waktu minimal 30 menit setiap pertemuan dengan 15 kali pertemuan.6. Penelitian ini hanya terbatas pada pengukuran konsentrasi saja akan tetapi terapi ini juga dapat diberikan untuk untuk pengukuran daya ingat, pemahaman cerita, pengamatan kritis ataupun pengamatan tajam.7. Dalam penelitian ini penelitian melakukan terapi hanya terbatas pada 15 kali pertemuan saja namun hendaknya pertemuan dapat diperbanyak lagi agar peningkatan konsentrasi dapat lebih tinggi.8. Hendaknya penelitian ini diuji cobakan pada subjek penelitian lain agar lebih mengetahui tindakan kecocokan terapi ini pada subjek lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Baihaqi & Sugiarman. 2006. Memahami dan Membantu Anak ADHD. Bandung:PT. Refika Aditama

Creswell. Jhon W. 2012. Research Design Pendekatan Kualitatif, Pendekatan Kuantitatif dan Mix Methods. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Daud, Abu. 2010. Analisis Konsentrasi Belajar Siswa.skripsi Tidak diterbitkan.Medan: UNIMED

Dilts,Robert & Dilts Jennifer.The Bright Mind Strategi Mengatasi kesulitan Konsentrasi Anak.Jakarta: Prestasi Pustaka

Djamarah, S.B. (2006). Prestasi Belajar dan kompetensi Guru. Surabaya : Usaha Nasional

Endang Astuti.sri.2008.Pengaruh Terapi Bermain Terhadap peningkatan konsentrasi Siswa Sekolah Dasar Dengan Gangguan Adhd.Skripsi Tidak diterbitkan.Bandung

Engkoswara. (2012). Ciri-ciri Siswa yang Dapat Berkonsentrasi Belajar. www.gadis.co.id: Diakses Tanggal 28 September 2013

Esti Wuryani djiwardono.Sri.2005.konseling dan terapi dengan anak dan orang tua.Jakarta: PT Gramedia Widiana Indonesia

Hidayat,Rudi. 2014. Profosal. Pengaruh Dukungan sosial Orang tua Terhadap minat Membaca Anak. Banda Aceh: Unsyiah

Isparjadi. 1988. Statistik Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Jarwl,2010.Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok dalam meningkatkan konsentrasi belajar siswa.Skripsi Tidak diterbitkan SMK 2 PGRI Salatiga Jurusan Sekertaris.Djokyakarta:UKSW

Komalasari,Gantina, Eka Wahyuni, Karsih. 2011. Asesmen Tekni nontes dalam Perspektif BK Komprehensif. Jakarta :PT Indeks

Liniawati.V.Peran Orang tua dalam meningkatkan kecakapan berbahasa anak usia dini.Skripsi Tidak diterbitkan.Padang:UNP

Mahardika,Dila.Efektifitas Terapi Bermain Dalam meningkatkan Konsentrasi Anak ADHD.Skripsi Tidak Diterbitkan.Medan: UNIMED

Mutiah.Diana.2010.Psikologi Bermain Anak Usia Dini.Jakarta:Penerbit Kencana.

Muzamil. (2010). Permainan Puzzle. Bandung: ITB