BPK RI Perwakilan Propinsi Nusa Tenggara Barat ... · Web viewSetiap Tenaga Honorer Daerah yang...

36
BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 15 A TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN, PENEMPATAN, PEMBERHENTIAN DAN DISIPLIN TENAGA HONORER DAERAH LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN BIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka terpenuhinya jumlah Tenaga Honorer Daerah pada satuan organisasi lingkup Pemerintah Kabupaten Bima dan sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintah yang baik serta dalam rangka menindaklanjuti perkembangan situasi dan keadaan Tenaga Honorer Daerah lingkup Pemerintah Kabupaten Bima di lapangan, dipandang perlu untuk dibuatkan pedoman mengenai Pengangkatan, Penempatan, Pemberhentian dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima; b. bahwa Peraturan Bupati Nomor 29 Tahun 2013 tentang Pedoman Penempatan, Pemberhentian, Pengembangan Karier dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima tidak sesuai 1

Transcript of BPK RI Perwakilan Propinsi Nusa Tenggara Barat ... · Web viewSetiap Tenaga Honorer Daerah yang...

BUPATI BIMA

PERATURAN BUPATI BIMA

NOMOR 15A TAHUN 2014

TENTANG

PEDOMAN PENGANGKATAN, PENEMPATAN, PEMBERHENTIAN

DAN DISIPLIN TENAGA HONORER DAERAH

LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN BIMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BIMA,

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka terpenuhinya jumlah Tenaga Honorer Daerah pada satuan organisasi lingkup Pemerintah Kabupaten Bima dan sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintah yang baik serta dalam rangka menindaklanjuti perkembangan situasi dan keadaan Tenaga Honorer Daerah lingkup Pemerintah Kabupaten Bima di lapangan, dipandang perlu untuk dibuatkan pedoman mengenai Pengangkatan, Penempatan, Pemberhentian dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima;

b.

bahwa Peraturan Bupati Nomor 29 Tahun 2013 tentang Pedoman Penempatan, Pemberhentian, Pengembangan Karier dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima tidak sesuai lagi dengan tuntutan kebutuhan dan tantangan tugas yang dihadapi sehingga perlu diganti;

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Pengangkatan, Penempatan, Pemberhentian dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah- Daerah Tingkat II dan Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);

2.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

3.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

4.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3149) sebagaimana telah empat kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 51);

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3250) sebagaiamana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3424);

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4016) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4192);

9.

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 164);

10.

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);

11.

Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 25);

12.

Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2008 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 26) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 7 Tahun 2010 (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2010 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 37);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN, PENEMPATAN, PEMBERHENTIAN DAN DISIPLIN TENAGA HONORER DAERAH LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN BIMA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Bima.

2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

4. Kepala Daerah adalah Bupati Bima.

5. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah adalah Bupati Bima.

6. Pejabat yang Berwenang adalah Pejabat Pembina Kepegawaian yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan dan memberhentikan Tenaga Honorer Daerah.

7. Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah kepala SKPD.

8. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah satuan kerja perangkat daerah lingkup Pemerintah Kabupaten Bima.

9. Kepala SKPD adalah seseorang yang diangkat oleh Bupati berdasarkan kecakapan dan kelebihannya dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau organisasi.

10. Badan Kepegawaian Daerah yang selanjutnya disingkat BKD adalah SKPD Pemerintah Kabupaten Bima yang membidangi masalah kepegawaian.

11. Inspektorat adalah Inspektorat Kabupaten Bima.

12. Tenaga Honorer Daerah adalah seseorang warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu dan diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan yang gajinya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

13. Pengangkatan adalah penetapan seseorang menjadi Tenaga Honorer Daerah lingkup Pemerintah Kabupaten Bima oleh Pejabat Pembina Kepegawaian untuk menyelenggarakan tugas-tugas pemerintah sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

14. Penempatan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk memutuskan tepat atau tidaknya Tenaga Honorer Daerah ditempatkan pada suatu organisasi/Unit Kerja sesuai dengan minat dan kemampuannya, sehingga sumber daya manusia yang ada menjadi produktif.

15. Pemindahan adalah penempatan/penugasan Tenaga Honorer Daerah pada instansi/unit kerja yang satu kepada unit kerja lainnya dalam rangka pelaksanaan tugas lingkup Pemerintah Kabupaten Bima.

16. Pemberhentian Tenaga Honorer Daerah adalah pemberhentian yang mengakibatkan yang bersangkutan kehilangan statusnya sebagai Tenaga Honorer Daerah.

17. Pengembangan kompetensi adalah upaya pemerintah dalam rangka meningkatka kualitas sumber daya aparatur melalui peningkatan keahlian, keterampilan dan ilmu pengetahuan bagi tenaga honorer daerah yang dapat menunjang kinerja dan pelaksanaan tugas sebagai Tenaga Honorer Daerah.

18. Disiplin Tenaga Honorer Daerah adalah kesanggupan Tenaga Honorer Daerah untuk mentaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.

19. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Tenaga Honorer Daerah karena melanggar ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan.

20. Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diijinkan dalam jangka waktu tertentu.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Peraturan ini dibuat dengan maksud untuk memberikan kepastian hukum dalam Pengangkatan, Penempatan, Pemberhentian dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah lingkup Pemerintah Kabupaten Bima.

(2) Peraturan ini dibuat bertujuan sebagai pedoman dalam Pengangkatan, Penempatan, Pemberhentian dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima oleh Pejabat yang berwenang.

BAB III

PENETAPAN KEBUTUHAN

Pasal 3

(1) Setiap SKPD wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan Tenaga Honorer Daerah berdasarkan analisis kebutuhan organisasi.

(2) Analisis kebutuhan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:

a. jenis pekerjaan;

b. analisis beban kerja;

c. analisis jabatan;

d. kemampuan keuangan daerah.

(3) Penyusunan kebutuhan jumlah Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan.

BAB IV

PENGANGKATAN, PENEMPATAN DAN PEMBERHENTIAN

TENAGA HONORER DAERAH

Bagian Kesatu

Pengangkatan

Pasal 4

(1) Seseorang dapat diangkat sebagai Tenaga Honorer Daerah sesuai kebutuhan organisasi.

(2) Pengangkatan Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(3) Kepala SKPD dapat mengusulkan pengangkatan Tenaga Honorer Daerah kepada Bupati melalui BKD sesuai dengan analisis kebutuhan organisasi.

Pasal 5

(1) Tenaga Honorer Daerah yang diangkat diberikan nomor identitas Tenaga Honorer Daerah yang berupa NITHD.

(2) Nomor identitas Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari tahun, bulan, dan tanggal lahir, tahun dan bulan pengangkatan, kode jenis kelamin dan nomor urut pengangkatan.

Pasal 6

(1) Tenaga Honorer Daerah diangkat berdasarkan perjanjian kerja paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja.

(2) Perpanjangan masa perjanjian kerja Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Kedua

Penempatan

Pasal 7

(1) Tenaga Honorer Daerah ditempatkan di SKPD lingkup Pemerintah Kabupaten Bima atau di luar Perangkat Daerah Kabupaten Bima yang bersifat dipekerjakan atau diperbantukan.

(2) Penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 8

(1) Tenaga Honorer Daerah dapat dipindahkan sesuai keahliannya pada tiap-tiap SKPD.

(2) Dipindahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka pengembangan karier dan kebutuhan organisasi.

(3) Dipindahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Ketiga

Pemberhentian

Pasal 9

Tenaga Honorer Daerah dapat diberhentikan :

a. dengan hormat.

b. tidak dengan hormat.

Pasal 10

(1) Setiap Tenaga Honorer Daerah dapat diberhentikan dengan hormat, karena:

a. atas permintaan sendiri;

b. tidak sehat jasmani dan rohani;

c. diangkat sebagai calon Pegawai Negeri Sipil;

d. meninggal dunia;

e. kebutuhan organisasi;

f. mencapai batas usia pensiun;

g. jangka waktu perjanjian kerja berakhir.

(2) Diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan uang pesangon sebesar 3 (tiga) bulan gaji kecuali pemberhentian karena diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.

(3) Pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Paragraf 1

Pemberhentian Atas Permintaan Sendiri

Pasal 11

Pemberhentian Tenaga Honorer Daerah atas permintaan sendiri dilakukan dengan mengajukan permintaan tertulis kepada Bupati, mengetahui Kepala SKPD disertai dengan alasan-alasan yang jelas.

Paragraf 2

Pemberhentian Karena Tidak Sehat Jasmani dan Rohani

Pasal 12

(1) Tenaga Honorer Daerah dapat diberhentikan dengan hormat karena tidak sehat jasmani dan rohani.

(2) Tidak sehat jasmani dan rohani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keadaan dimana Tenaga Honorer Daerah tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter pemerintah dan diusulkan oleh Kepala SKPD.

Paragraf 3

Pemberhentian Karena Diangkat Sebagai

Calon Pegawai Negeri Sipil

Pasal 13

Tenaga Honorer Daerah diberhentikan dengan hormat karena diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.

Paragraf 4

Pemberhentian Karena Meninggal Dunia

Pasal 14

(1) Tenaga Honorer Daerah diberhentikan dengan hormat karena meninggal dunia.

(2) Usulan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala SKPD secara tertulis melalui BKD Kabupaten Bima dengan melampirkan laporan/keterangan kematian Tenaga Honorer Daerah dimaksud.

Paragraf 5

Pemberhentian Karena Kebutuhan Organisasi

Pasal 15

Tenaga Honorer Daerah diberhentikan dengan hormat karena adanya penyederhanaan organisasi atau kebutuhan organisasi yang mengakibatkan adanya kelebihan Tenaga Honorer Daerah.

Paragraf 6

Pemberhentian Karena Mencapai Batas Usia Pensiun

Pasal 16

(1) Tenaga Honorer Daerah diberhentikan dengan hormat karena mencapai batas usia pensiun.

(2) Batas usia pensiun bagi Tenaga Honorer Daerah sebagai berikut :

a. Tenaga teknis administrasi 58 tahun;

b. Tenaga kesehatan 58 tahun, kecuali tenaga medis 60 tahun;

c. Tenaga guru 60 tahun.

Paragraf 7

Jangka Waktu Perjanjian Kerja Berakhir

Pasal 17

(1) Tenaga Honorer Daerah diberhentikan dengan hormat apabila jangka waktu perjanjian kerja berakhir.

(2) Jangka waktu perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perjanjian kerja yang tidak diperpanjang kembali.

Pasal 18

Tenaga Honorer Daerah dapat diberhentikan tidak dengan hormat apabila melakukan pelanggaran disiplin berat sebagaimana diatur dalam Pasal 49 peraturan ini.

Pasal 19

Tenaga Honorer Daerah yang diberhentikan dengan hormat sebagai Tenaga Honorer Daerah atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Tenaga Honorer Daerah tidak dapat digantikan oleh orang lain.

BAB V

PENILAIAN KINERJA

Pasal 20

(1) Penilaian kinerja Tenaga Honorer Daerah bertujuan untuk menjamin objektivitas prestasi kerja yang berdasarkan perjanjian kerja yang telah disepakati antara Bupati dengan Tenaga Honorer Daerah yang bersangkutan.

(2) Penilaian kinerja Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pada perjanjian kerja di tingkat individu dan tingkat unit kerja atau organisasi dengan memperhatikan target, sasaran, hasil, manfaat yang ingin dicapai dan perilaku pegawai.

(3) Penilaian kinerja Tenaga Honorer Daerah dilakukan secara objektif, terukur, akuntabel, partisipatif dan transparan.

(4) Penilaian kinerja Tenaga Honorer Daerah berada di bawah kewenangan kepala SKPD pada SKPD masing-masing.

(5) Penilaian kinerja Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan secara berjenjang kepada atasan langsung dari Tenaga Honorer Daerah.

(6) Penilaian kinerja Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat dan bawahannya.

Pasal 21

(1) Hasil penilaian kinerja Tenaga Honorer Daerah disampaikan kepada tim penilai kinerja Tenaga Honorer Daerah.

(2) Tim penilai kinerja Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Bupati.

(3) Hasil penilaian kinerja Tenaga Honorer Daerah dimanfaatkan untuk menjamin objektivitas perpanjangan perjanjian kerja dan pengembangan kompetensi.

(4) Tenaga Honorer Daerah yang dinilai oleh atasan langsung dan tim penilai kinerja Tenaga Honorer Daerah tidak mencapai target kinerja yang telah disepakati dalam perjanjian kerja diberhentikan dari Tenaga Honorer Daerah.

Pasal 22

Ketentuan lebih lanjut mengenai tim penilaian kinerja Tenaga Honorer Daerah diatur dengan Keputusan Bupati.

BAB VI

HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN

TENAGA HONORER DAERAH

Bagian Kesatu

Hak

Pasal 23

Dalam melaksanakan tugasnya Tenaga Honorer Daerah berhak memperoleh:

a. gaji;

b. cuti;

c. perlindungan; dan

d. pengembangan kompetensi.

Paragraf 1

Gaji

Pasal 24

(1) Tenaga Honorer Daerah berhak memperoleh gaji sesuai dengan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah.

(2) Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan setiap bulannya yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bima.

Paragraf 2

Cuti

Pasal 25

Cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b diberikan oleh kepala SKPD.

Pasal 26

Cuti terdiri dari:

a. cuti tahunan;

b. cuti besar;

c. cuti sakit;

d. cuti bersalin;

e. cuti karena alasan penting;

f. cuti di luar tanggungan daerah.

Pasal 27

(1) Cuti tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dapat diberikan kepada Tenaga Honorer Daerah yang telah bekerja sekurang-kurangnya satu tahun secara terus menerus.

(2) Lamanya cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 12 (dua belas) hari kerja diberikan sebanyak 1 (satu) kali setahun atau dapat diambil bersamaan dalam 2 (dua) tahun apabila pada tahun sebelumnya cuti tahunan tidak diambil.

(3) Lama cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah untuk paling lama 14 (empat belas ) hari kerja jika cuti dijalankan di tempat yang sulit perhubungannya.

(4) Lama cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat dikurangi apabila ada hari libur bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Untuk mendapatkan cuti tahunan Tenaga Honorer Daerah mengajukan permintaan secara tertulis kepada kepala SKPD dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari atasan langsung.

(6) Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh kepala SKPD.

(7) Cuti tahunan tidak berlaku bagi Tenaga Honorer Daerah yang berstatus guru.

Pasal 28

Cuti tahunan dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh kepala SKPD paling lama 1 (satu) tahun, apabila kepentingan dinas mendesak.

Pasal 29

(1) Cuti besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b diberikan kepada Tenaga Honorer Daerah paling lama 3 (tiga) bulan.

(2) Tenaga Honorer Daerah yang menjalani cuti besar tidak berhak lagi atas cuti tahunannya dalam tahun yang bersangkutan.

(3) Cuti besar dapat digunakan oleh Tenaga Honorer Daerah untuk memenuhi kewajiban agama, seperti menunaikan ibadah haji dan/atau menunaikan ibadah umroh serta ibadah keagamaan lainnya.

(4) Untuk mendapatkan cuti besar, Tenaga Honorer Daerah mengajukan permintaan secara tertulis kepada kepala SKPD.

(5) Cuti besar diberikan secara tertulis oleh kepala SKPD.

Pasal 30

Selama menjalankan cuti besar, Tenaga Honorer Daerah menerima penghasilan penuh.

Pasal 31

(1) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c dapat diberikan kepada Tenaga Honorer Daerah yang sakit lebih dari 3 (tiga) hari dengan ketentuan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada kepala SKPD dengan melampirkan surat keterangan sakit dari dokter.

(2) Lamanya cuti sakit disesuaikan dengan besar kecilnya penyakit yang diderita oleh Tenaga Honorer Daerah dimaksud untuk paling lama 6 (enam) bulan.

(3) Apabila dalam waktu 6 (enam) bulan sakitnya belum sembuh, maka dapat diperpanjang cutinya paling lama 6 (enam) bulan lagi.

(4) Tenaga Honorer Daerah yang diyakini tidak dapat menjalankan tugasnya seperti sedia kala karena kondisi kesehatannya tidak membaik setelah diberikan cuti dan penambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), oleh kepala SKPD dapat direkomendasikan untuk diberhentikan dengan hormat sebagai Tenaga Honorer Daerah.

(5) Kondisi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuktikan dengan keterangan dari dokter.

(6) Cuti sakit diberikan secara tertulis oleh kepala SKPD.

Pasal 32

Selama menjalankan cuti sakit Tenaga Honorer Daerah berhak untuk mendapatkan gaji secara penuh.

Pasal 33

(1) Cuti bersalin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d diberikan kepada Tenaga Honorer Daerah yang melahirkan anak pertama, kedua dan ketiga, kecuali untuk persalinan anak keempat dan seterusnya Tenaga Honorer Daerah diberikan cuti diluar tanggungan daerah.

(2) Lamanya cuti bersalin adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah persalinan.

(3) Cuti bersalin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diambil dalam satu waktu bersamaan.

(4) Apabila cuti 1 (satu) bulan sebelum melahirkan tidak diambil, maka gugurlah haknya akan 1 (satu) bulan dimaksud.

(5) Untuk mendapatkan Cuti Bersalin Tenaga Honorer Daerah mengajukan permintaan secara tertulis kepada kepala SKPD dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari atasan langsung.

(6) Cuti bersalin diberikan secara tertulis oleh kepala SKPD.

Pasal 34

Selama menjalankan cuti bersalin Tenaga Honorer Daerah berhak menerima gaji secara penuh.

Pasal 35

Cuti karena alasan penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf e adalah cuti karena:

a. ibu, bapak, isteri/suami, anak, adik, kakak, mertua atau menantu sakit keras atau meninggal dunia;

b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a meninggal dunia menurut ketentuan hukum yang berlaku Tenaga Honorer Daerah yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia itu;

c. melangsungkan perkawinan pertama.

Pasal 36

(1) Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh kepala SKPD untuk paling lama 2 (dua) bulan.

(2) Untuk mendapatkan Cuti karena alasan penting, Tenaga Honorer Daerah mengajukan permintaan secara tertulis kepada kepala SKPD dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari atasan langsung.

(3) Cuti karena alasan penting diberikan secara tertulis oleh kepala SKPD.

Pasal 37

(1) Cuti di luar tanggungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf f dapat diberikan bagi Tenaga Honorer Daerah yang melahirkan anak keempat dan seterusnya paling lama 3 (tiga) bulan.

(2) Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan daerah, Tenaga Honorer Daerah mengajukan permintaan secara tertulis kepada kepala SKPD dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari atasan langsung.

(3) Cuti di luar tanggungan daerah hanya dapat diberikan oleh kepala SKPD setelah mendapat persetujuan dari Bupati.

Pasal 38

Tenaga Honorer Daerah yang mengambil cuti di luar tanggungan daerah tidak diberikan hak-hak kepegawaian, termasuk gaji selama menjalani cuti dimaksud.

Paragraf 3

Perlindungan

Pasal 39

(1) Pemerintah daerah wajib memberikan perlindungan kepada Tenaga Honorer Daerah berupa:

a. jaminan kecelakaan kerja;

b. jaminan kematian; dan

c. bantuan hukum.

(2) Jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diberikan kepada Tenaga Honorer Daerah yang mengalami kecelakaan atau musibah dalam menjalankan tugas dinas.

(3) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berupa pemberian bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya.

(4) Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah.

Pasal 40

(1) Tenaga Honorer Daerah yang mengalami kecelakaan dalam menjalankan tugas dinas berhak memperoleh biaya perawatan yang besarnya disesuaikan dengan kecelakaan yang dialaminya.

(2) Setiap Tenaga Honorer Daerah yang tewas atau wafat dalam menjalankan tugas dinas berhak memperoleh uang duka tewas atau wafat yang nilainya sebesar 4 (empat) bulan gaji yang diterima ahli warisnya.

(3) Pengajuan biaya perawatan dan uang duka tewas atau wafat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diusulkan oleh kepala SKPD kepada Bupati cq. Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Bima.

Paragraf 4

Pengembangan Kompetensi

Pasal 41

(1) Tenaga Honorer Daerah diberikan kesempatan untuk pengembangan kompetensi.

(2) Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. diberikan izin untuk mengikuti pendidikan formal pada berbagai jenjang strata dalam wilayah Kabupaten Bima atau Kota Bima melalui jalur ijin belajar;

b. diikutsertakan melalui pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional, seminar, kursus dan penataran sesuai bidang tugas dan fungsi dengan tujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu keahlian, kemampuan dan keterampilan.

Pasal 42

(1) Pemberian izin pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a diberikan oleh Bupati dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Bupati melalui BKD mengetahui kepala SKPD pemohon.

(2) Pemberian izin pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf b ditugaskan oleh Kepala SKPD tempat Tenaga Honorer Daerah bekerja.

Bagian Kedua

Kewajiban

Pasal 43

Dalam menjalankan tugasnya Tenaga Honorer Daerah mempunyai kewajiban :

1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemerintah;

2. mentaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab;

4. menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah dan martabat Tenaga Honorer Daerah;

5. mengutamakan kepentingan Negara dari pada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan;

6. memegang rahasia pekerjaan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan;

7. bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan Negara;

8. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara atau pemerintah terutama dibidang keamanan, keuangan dan materiil;

9. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;

10. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;

11. menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaik-baiknya;

12. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat;

13. mentaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

Bagian Ketiga

Larangan

Pasal 44

Dalam menjalankan tugasnya Tenaga Honorer Daerah dilarang:

1. menyalahgunakan wewenang;

2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewennangan orang lain;

3. tanpa izin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk Negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;

4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing;

5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik Negara secara tidak sah;

6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara;

7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun yang berhubungan dengan pekerjaannya;

8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan pekerjaannya;

9. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;

10. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;

11. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:

a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye:

b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut pegawai;

c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan pegawai lain; dan/atau

d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas Negara;

12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara:

a. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau

b. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan atau pemberian barang kepada pegawai lainnya dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat;

13. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto copi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan; dan

14. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:

a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;

b. menggunakan fasilitas negara dalam kegiatan kampanye;

c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau

d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada pegawai lainnya dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

BAB VII

JENIS PELANGGARAN DAN HUKUMAN DISIPLIN

Bagian Kesatu

Disiplin

Pasal 45

(1) Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam kelancaran pelaksanaan tugas, Tenaga Honorer Daerah wajib mematuhi disiplin Tenaga Honorer Daerah.

(2) SKPD wajib melaksanakan penegakan disiplin terhadap Tenaga Honorer Daerah serta melaksanakan berbagai upaya peningkatan disiplin.

(3) Tenaga Honorer Daerah yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin.

Bagian Kedua

Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin

Pasal 46

(1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:

a. hukuman disiplin ringan;

b. hukuman disiplin sedang;

c. hukuman disiplin berat.

(2) Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis; dan

c. pernyataan tidak puas secara tertulis.

(3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa penahanan gaji selama 1 (satu) bulan.

(4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Tenaga Honorer Daerah.

Paragraf 1

Hukuman Disiplin Ringan

Pasal 47

Tenaga Honorer Daerah dijatuhi hukuman disiplin ringan berupa:

a. Teguran lisan apabila tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 5 (lima) hari kerja;

b. Teguran tertulis apabila tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6 (enam) sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja;

c. Pernyataan tidak puas secara tertulis apabila tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 11 (sebelas) sampai dengan 15 (lima belas) hari kerja.

Bagian Kedua

Pelanggaran Disiplin Sedang

Pasal 48

(1) Setiap Tenaga Honorer Daerah dinyatakan telah melakukan pelanggaran disiplin sedang apabila tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 16 (enam belas) sampai dengan 45 (empat puluh lima) hari kerja.

(2) Terhadap pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi hukuman disiplin berupa penahanan gaji selama 1 (satu) bulan.

Bagian Ketiga

Pelanggaran Disiplin Berat

Pasal 49

(1) Setiap Tenaga Honorer Daerah dinyatakan telah melakukan pelanggaran disiplin berat apabila :

a. tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih secara kumulatif, dibuktikan dengan absensi kehadiran atau hasil monitoring dan evaluasi dari Inspektorat dan BKD.

b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum.

c. hidup bersama dengan wanita yang bukan isterinya atau pria lain yang bukan suaminya di luar nikah dan bukan sebagai pasangan suami isteri yang sah.

d. menjadi isteri kedua, ketiga, dan keempat dari Pegawai Negeri Sipil atau bukan Pegawai Negeri Sipil tanpa alasan yang jelas.

e. melakukan perkawinan kedua, ketiga, dan keempat tanpa persetujuan isteri dan atasan, kecuali adanya ijin tertulis dari isteri pertama.

f. merangkap jabatan sebagai Kepala Desa atau aparat desa secara definitif.

g. merangkap sebagai wartawan dari salah satu atau lebih media, baik wartawan lokal maupun luar.

h. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila, UUD 1945 dan kegiatan yang menentang Negara dan Pemerintah.

i. menjadi anggota atau pengurus partai politik dan/atau mencalonkan diri sebagai anggota legislatif atau mencalonkan diri sebagai calon Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota atau jabatan politik yang lebih tinggi;

j. menjadi inisiator, fasilitator atau turut serta melakukan aksi demonstrasi.

(2) Terhadap pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi hukuman disiplin berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat sebagai Tenaga Honorer Daerah.

Pasal 50

Pelanggaran disiplin berupa tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah dihitung secara kumulatif sampai akhir tahun berjalan.

Pasal 51

Selain hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48 dan Pasal 49, Tenaga Honorer Daerah dapat dikenakan hukuman disiplin lain sebagaimana yang berlaku untuk Pegawai Negeri Sipil sepanjang tidak diatur dalam peraturan ini.

BAB VIII

TATA CARA PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN

Bagian Kesatu

Teguran Lisan, Teguran Tertulis,

dan Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis

Pasal 52

(1) Teguran lisan diberikan:

a. kepala SKPD memberitahukan kepada Tenaga Honorer Daerah tentang pelanggaran disiplin yang telah dilakukan;

b. pemberitahuan tersebut dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin.

(2) Teguran tertulis ditetapkan dengan keputusan kepala SKPD dan didalamnya disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan.

(3) Pernyataan tidak puas secara tertulis ditetapkan dengan keputusan kepala SKPD dan didalamnya disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan.

(4) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2) dan (3) dilaporkan secara tertulis oleh kepala SKPD kepada BKD.

Bagian Kedua

Penahanan Gaji

Pasal 53

(1) Penahanan gaji Tenaga Honorer Daerah selama 1 (satu) bulan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(2) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan rekomendasi dari kepala SKPD.

(3) Jumlah gaji yang ditahan adalah jumlah gaji 1 (satu) bulan penuh.

(4) Jumlah gaji yang ditahan dikembalikan ke kas daerah oleh Bendahara Gaji masing-masing SKPD atas sepengetahuan kepala SKPD.

(5) Setelah masa hukuman selesai, pembayaran gaji Tenaga Honorer Daerah pada bulan berikutnya akan dikembalikan seperti semula.

(6) Pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan absensi kehadiran dan hasil monitoring dan evaluasi dari Kepala SKPD.

Bagian Kedua

Pemberhentian Tidak Dengan Hormat

Pasal 54

(1) Bagi Tenaga Honorer Daerah yang diberhentikan Tidak Dengan Hormat ditetapkan dengan Keputusan Bupati dan didalamnya disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan.

(2) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan dari Inspektorat dan/atau BKD.

(3) Tenaga Honorer Daerah yang diberhentikan Tidak Dengan Hormat tidak diberikan uang pesangon.

BAB IX

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 55

Tenaga Honorer Daerah yang diangkat sebelum berlakunya Peraturan ini, akan ditetapkan ulang dengan Keputusan Bupati berdasarkan perjanjian kerja paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja.

Pasal 56

(1) Peraturan ini disamping berlaku untuk Tenaga Honorer Daerah, juga berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap (PTT) Daerah, Pegawai Honor Kontrak Daerah dan Pegawai Daerah Non Pegawai Negeri Sipil dengan sebutan lain.

(2) Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 57

Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Bupati Bima Nomor 29 Tahun 2013 tentang Pedoman Penempatan, Pemberhentian, Pengembangan Karier, dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima, di cabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 58

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah.

Ditetapkan di : Bima

pada tanggal: 12 April 2014

BUPATI BIMA,

ttd

H. SYAFRUDIN H. M. NUR

(Diundangkan di : Bimapada tanggal : 12 April 2014Sekretaris Daerah Kabupaten Bima, ttdH. M. TAUFIK HAKPembina Utama Muda (IV/c)NIP. 19631231 198702 1 049)

BERITA DAERAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2014 NOMOR 242A

29