Botani Tanaman Jagung ( Zea mays L. ) -...

23
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung ( Zea mays L. ) Menurut Purwono dan Hartono (2004), jagung diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Graminae Famili : Graminaceae Genus : Zea Spesies : Zea mays L. Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan tumbuh menyamping. Akar yang tumbuh relatif dangkal ini merupakan akar adventif dengan percabangan yang amat lebat (Rubaztky dan Yamaguchi, 1998). Batang tanaman jagung silindris dan tidak berlubang seperti halnya batang tanaman padi. Batang tanaman jagung yang masih muda (hijau) rasanya manis karena cukup banyak mengandung zat gula. Rata-rata panjang (tinggi) tanaman jagung antara satu sampai tiga meter di atas permukaan tanah (Warisno, 1998). Daun jagung tumbuh di setiap ruas batang. Daun ini berbentuk pipa, mempunyai lebar 4-15 cm dan panjang 30-150 cm, serta didukung oleh pelepah Universitas Sumatera Utara

Transcript of Botani Tanaman Jagung ( Zea mays L. ) -...

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Jagung ( Zea mays L. )

Menurut Purwono dan Hartono (2004), jagung diklasifikasikan sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Graminae

Famili : Graminaceae

Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman.

Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan

tumbuh menyamping. Akar yang tumbuh relatif dangkal ini merupakan akar

adventif dengan percabangan yang amat lebat (Rubaztky dan Yamaguchi, 1998).

Batang tanaman jagung silindris dan tidak berlubang seperti halnya batang

tanaman padi. Batang tanaman jagung yang masih muda (hijau) rasanya manis

karena cukup banyak mengandung zat gula. Rata-rata panjang (tinggi) tanaman

jagung antara satu sampai tiga meter di atas permukaan tanah (Warisno, 1998).

Daun jagung tumbuh di setiap ruas batang. Daun ini berbentuk pipa,

mempunyai lebar 4-15 cm dan panjang 30-150 cm, serta didukung oleh pelepah

Universitas Sumatera Utara

daun yang menyelubungi batang. Daun mempunyai dua jenis bunga yang

berumah satu (Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Pada setiap tanaman jagung terdapat bunga jantan dan bunga betina yang

letaknya terpisah. Bunga jantan terdapat pada malai bunga di ujung tanaman,

sedangkan bunga betina terdapat pada tongkol jagung. Bunga betina ini biasanya

disebut tongkol selalu dibungkus kelopak-kelopak yang jumlahnya sekitar 6-14

helai. Tangkai kepala putik merupakan rambut atau benang yang terjumbai di

ujung tongkol sehingga kepala putiknya menggantung di luar tongkol. Bunga

jantan yang terdapat di ujung tanaman masak lebih dahulu daripada bunga betina

(Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Jagung memiliki buah matang berbiji tunggal yang disebut karyopsis.

Buah ini gepeng dengan permukaan atas cembung atau cekung dan dasar runcing.

Buah ini terdiri endosperma yang melindungi embrio lapisan aleuron dan jaringan

perikarp yang merupakan jaringan pembungkus

(Rubaztky dan Yamaguchi, 1998).

Syarat Tumbuh

Tanah

Tanaman jagung toleran terhadap reaksi keasaman tanah pada kisaran pH

5,5 - 7,0. Tingkat keasaman tanah yang paling baik untuk tanaman jagung adalah

pada pH 6,8. Pada tanah yang memiliki keadaan pH 7,5 dan 5,7 produksi jagung

cenderung turun (Wakman dan Burhanuddin, 2007)

Universitas Sumatera Utara

Iklim

Untuk pertumbuhan optimalnya jagung menghendaki penyinaran matahari

yang penuh. Di tempat-tempat yang teduh pertumbuhan jagung akan merana dan

tidak mampu membentuk buah. Di Indonesia suhu semacam ini terdapat di daerah

dengan ketinggian antara 0 - 600 m dpl dan curah hujan optimal yang dihendaki

antara 85 - 100 mm per bulan merata sepanjang pertumbuhan tanaman

(Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Daerah yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung yaitu daerah

beriklim sedang hingga daerah beriklim subtropis/tropis basah. Jagung dapat

tumbuh baik di daerah yang terletak antara 50° LU - 40° LS. Pada lahan yang

tidak beririgasi memerlukan curah hujan ideal sekitar 85 - 200 mm/bulan selama

masa pertumbuhan. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung untuk pertumbuhan

terbaiknya antara 27° - 32° C. Pada proses perkecambahan benih jagung

memerlukan suhu sekitar 30 °C (Anonimus d, 2010).

Penyakit – penyakit Jagung di Dataran Rendah dan Dataran Tinggi

1. Bulai ( Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw )

Biologi Patogen Peronosclerospora maydis (Rac.)

Menurut Anonimus C (2010), klasifikasi dari patogen penyebab penyakit

bulai adalah:

Kingdom : Fungi

Filum : Oomycota

Kelas : Oomycetes

Ordo : Sclerosoprales

Universitas Sumatera Utara

Famili : Sclerosporaceae

Genus : Peronosclerospora

Spesies : Peronosclerospora maydis Rac (Shaw)

Konidiofor berukuran 132 - 261 mikron, tipis. Konidianya hialin,

berdinding tipis, berukuran 24 - 46.6 x 12 - 20 mikron. Oogonianya berwarna

coklat kemerahan, berbentuk elips tidak beraturan, berukuran 55 - 73 x 49 - 58

mikron (Singh, 1998).

Pada umumnya konidiofor mempunyai percabangan tingkat tiga atau

empat. Cabang tingkat terakhir membentuk sterigma. Konidium yang masih muda

berbentuk bulat, sedang yang sudah masak dapat membentuk jorong. Konidium

tumbuh dengan membentuk pembuluh kecambah (Semangun, 1993) (Gambar.1)

Gambar 1. P. maydis

Sumber.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf

Gejala Serangan

Tanaman yang terserang mengalami gangguan pertumbuhan. Bentuk

daunnya akan meruncing dan kecil. Bila infeksi terjadi pada tanaman yang lebih

tua, tanaman dapat tumbuh terus dan membentuk buah. Buah sering mempunyai

tangkai yang panjang, dengan kelobot yang tidak menutup di ujungnya dan hanya

membentuk sedikit biji (Semangun, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Gejala yang ditunjukkan oleh penyakit ini adalah pertumbuhan

terhambat, pada daun akan terlihat garis-garis klorotik. Penyakit akan terlihat jelas

pada saat tanaman masih muda. Daun akan berwarna putih kekuningan mulai dari

pangkalnya, infeksi kedua akan terlihat garis klorotik sempit disepanjang

permukaan daun (Singh, 1998) (Gambar 2).

Gambar 2. Gejala serangan P. maydis

Sumber.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf

Faktor yang mempengaruhi

Penyakit bulai pada jagung terutama terdapat di dataran rendah. Konidium

yang paling baik berkecambah pada suhu 30 ºC. Infeksi hanya terjadi kalau ada

air, baik ini air embun, air hujan. Infeksi sangat ditentukan oleh umur tanaman

dan umur daun yang terinfeksi. Tanaman yang berumur lebih dari 3 minggu cukup

tahan terhadap infeksi, dan makin muda tanaman, makin rentan pula

(Semangun, 1993).

Pembentukan konidia jamur ini menghendaki air bebas, gelap dan suhu

tertentu yaitu 24 ºC. Penyakit ini merupakan penyakit yang paling berbahaya.

Universitas Sumatera Utara

Penyebarannya sangat luas, kehilangan hasil dapat mencapai 90%

(Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Pengendalian

Menurut Semangun (1993), pengendalian penyakit bulai yaitu:

1. Penanaman varietas tahan seperti Arjuno, Pioner 12, Abimanyu

2. Segera mencabut tanaman yang menunjukkan gejala penyakit

3. Merawat benih dengan metalaksil (ridomil 35 SD)

Tiga cara pengelolaan penyakit bulai dengan menggunakan kultur teknis,

penggunaan fungisida dan penanaman varietas tahan bulai. Hal yang paling baik

dapat digunakan kombinasi dari ketiga pengandalian tersebut (Singh, 1998).

2. Karat (Puccinia sorghi Schw dan P. Polysora Underw)

Biologi Patogen

Menurut Anonimus b (2010), klasifikasi dari patogen penyebab karat ini

adalah:

Kingdom : Fungi

Filum : Basidiomycota

Kelas : Pucciniomycotina

Ordo : Pucciniales

Famili : Pucciniaceae

Genus : Puccinia

Spesies : Puccinia sorghi Schw

Jamur mempunyai uredium pada kedua sisi daun dan upih daun, rapat atau

jarang, tersebar tidak menentu. Urediospora bulat atau jorong 24-29 x 22-29

Universitas Sumatera Utara

mikron, berdinding coklat kemerahan, berduri-duri halus. Jamur membentuk

telium terbuka (Semangun, 1993).

Tebal dinding spora 1-1,5 mikron dengan 4-5 lubang ekuator, ukuran 18-

27 x 29-41 mikron, mudah lepas, dua sel, timbul pada tangkai pendek ukuran 10-

30 mikron. Teliospora berwarna coklat, halus, elips, kedua ujungnya membulat,

(Wakman dan Burhanuddin, 2007) (Gambar 3).

Gambar 3. Puccinia sp.

Sumber.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf

Gejala Serangan

Gejala pada tanaman jagung yang terinfeksi penyakit karat adalah adanya

bisul, terutama pada daun. Bisul terbentuk pada kedua permukaan daun bagian

atas dan bawah. Bisul dengan warna coklat kemerahan tersebar pada permukaan

daun dan berubah warna menjadi hitam kecoklatan setelah teliospora berkembang.

Bisul ini dapat terlihat jelas dan bila dipegang akan terasa kasar (Gambar.4). Pada

saat terjadi penularan berat, daun menjadi kering

(Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Di lapang kadang-kadang epidermis tetap menutupi urediosorus sampai

matang. Tetapi adakalanya epidermis pecah dan massa spora dalam jumlah besar

menjadi tampak (Semangun, 1993).

Gambar 4. Gejala Serangan Puccinia sp.

Sumber.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf

Faktor yang mempengaruhi

Urediospora Puccinia polysora paling banyak dipencarkan menjelang

tengah hari. Perkecambahan spora adalah 27-28º C. Puccinia sorghi terutama

terdapat pada suhu agak rendah di daerah pegnnungan, berkembang pada suhu 16-

23 ºC (Semangun, 1993).

Perbedaan ras masing-masing spesies telah diketahui dari reaksi beberapa

varietas jagung. Puccinia polysora tidak berkembang pada ketinggian 1200 m dan

diketinggian kurang dari 900 m cocok bagi perkembangan penyakit karat

(Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Pengendalian

Penyakit karat dapat dikendalikan dengan beberapa cara yaitu penanaman

varietas tahan (arjuna, Bromo, Rama, Pioneer-3) dan aplikasi fungisida pada saat

mulai tampak bisul pada karat daun (Wakman dan Burhanuddin, 2007).

3. Hawar Daun (Exserohilum turcicum (Pass) Leonard et Suggs)

Biologi Patogen

Menurut Anonimus a (2010), klasifikasi patogen penyebab hawar daun

yaitu:

Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota

Kelas : Dothideomycetes

Ordo : Pleosporales

Famili : Pleosporaceae

Genus : Exserohilum

Spesies : Exserohilum turcicum (Pass) Leonard et Suggs

Miselium dari jamur ini adalah hijau gelap. Konidiofornya berukuran

(60-280 x 6-10 mikron), konidia berukuran (40-150 x 11-27 mikron)

(Lucas at al, 1987).

Ciri khusus dari jamur penyebab hawar daun ini yaitu konidiofor

lurus atau lentur, kadang-kadang mempunyai bengkokan seperti lutut, berwarna

coklat atau coklat tua, dekat ujungnya pucat. Konidium jelas bengkok berbentuk

perahu, coklat pucat sampai coklat emas tua, halus, hilum gelap

(Semangun, 1993) (Gambar 5).

Universitas Sumatera Utara

Gejala visual yang menunjukkan ciri khas serangan H. turcicum adalah

bercak agak memanjang, bagian tengah agak melebar, makin ke pinggir makin

kecil, berwarna cokelat keabuan, dikelilingi oleh warna kekuningan sejajar tulang

daun. Isolat Helminthosporium turcicum yang ditumbuhkan pada media potato

dextrose agar (PDA) berwarna putih keabuan dengan zonasi beraturan. Konidia

mulai terlihat setelah 6 hari dan semakin banyak pada 12 hari

(Adipala dan Latigo, 1994).

Gambar 5. E. turcicum

http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf

Gejala Serangan

Gejala awalnya muncul bercak-bercak kecil, jorong, hijau tua. Selanjutnya

berubah warna menjadi coklat kehijauan, kemudian bercak membesar dan

mempunyai bentuk yang khas. Beberapa bercak dapat bersatu membentuk bercak

yang lebih besar sehingga dapat mematikan jaringan daun. Tanaman jagung yang

terinfeksi penyakit hawar daun pada fase vegetatif menyebabkan tingkat

penularan yang lebih berat dibanding bila penularan terjadi pada tanaman yang

Universitas Sumatera Utara

lebih tua dan ini akan berpengaruh terhadap kehilangan hasil

(Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Lebar bercak 1-2 cm dan panjang 5-10 cm, tetapi lebar dapat mencapai 5

cm dan panjang 15 cm. Sehabis hujan atau banyak embun pada kedua sisi bercak

terbentuk banyak sporayang menyebabkan bercak tampak berwarna hijau tua

berbeledu yang makin ke tepi warnanya makin muda. Pertanaman yang sakit

keras tampak kering seperti habis terbakar (Gambar 6) (Semangun, 1993).

Gambar 6. Gejala Serangan E. turcicum

Sumber.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf

Faktor yang mempengaruhi

Konidium jamur disebarkan melalui angin. Suhu optimal untuk

pertumbuhan, pembentukan dan perkecambahan konidia adalah 30 ºC. Tanaman

jagung yang terinfeksi pada fase vegetatif menyebabkan tingkat penularan yang

lebih berat dibandingkan bila terjadi pada tanaman yang lebih tua

(Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Infeksi terutama berasal dari konidia yang terbawa oleh angin, ataupun

curah hujan yang tinggi. Infeksi memerlukan waktu 6-18 jam pada suhu 18-27º C.

Kondisi ideal untuk siklus hidup patogen ini adalah 60 - 70 hari

(Lucas at al, 1987).

Pengendalian

Menurut Wakman dan Burhanuddin (2007), pengendalian dari

penyakit hawar daun dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

► Varietas tahan

► Sanitasilingkungan

► Pengaturan jarak tanam

► Fungisida dengan bahan aktif carbendazin,mankozeb

► Perlakuan benih dengan perendaman dengan Thiram dan Karboxin

4. Penyakit Gosong (Ustilago maydis (DC) Cda)

BiologiPatogen

Menurut Anonimus d (2010), klasifikasi dari patogen penyebab penyakit

gosong ini adalah:

Kingdom : Fungi

Filum : Basidiomycota

Kelas : Ustilaginomycetes

Ordo : Ustilaginales

Famili : Ustilaginaceae

Genus : Ustilago

Spesies : Ustilago maydis (DC) Cda

Universitas Sumatera Utara

Teliosporanya berbentuk bulat atau elips, berwarna coklat sampai hitam,

diameter 8 - 11 mikron. Spora diploid ini tumbuh membentuk promiselium

dengan empat atau lebih sporidia (Wakman dan Burhanuddin,2007).

Dalam kelenjar jamur membentuk teliospora, yang berbentuk bulat atau

jorong. Teliospora berkecambah dengan membentuk basidium atau promiselium,

kemudian membentuk basidiospora atau sporidium (Semangun, 1993).

Gejala Serangan

Gejala awal berupa pembengkakan atau gall yang dibungkus dengan

jaringan berwarna putih kehijauan sampai putih perak mengkilat. Bagian dalam

gall berwarna gelap dan berubah menjadi massa tepung spora berwarna coklat

sampai hitam. Apabila bunga jantan terinfeksi, maka semua tongkol pada tanaman

tersebut terinfeksi penyakit gosong (Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Biji-biji yang terinfeksi membengkak, membentuk kelenjar-kelenjar.

Dengan makin membesarnya kelenjar-kelenjar,kelobot terdesak ke samping,

sehingga sebagian dari kelenjar itu tampak dari luar (Gambar 7). Akhirnya

kelenjar pecah dan spora jamur yang berwarna hitam terhambur keluar

(Semangun, 1993).

Gambar 7. Gejala Serangan Gosong

Sumber.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf

Universitas Sumatera Utara

Faktor yang mempengaruhi

Penyakit ini lebih banyak terdapat di pegunungan. Pertanaman yang rapat

membantu perkembangan penyakit. Makin panjang umur tanaman, biasanya

makin besar pula kemungkinan untuk mendapatkan serangan (Semangun, 1993).

Ustilago maydis meghendaki keadaan iklim kering dan suhu antara 26-34 ºC.

Periode inkubasi dari infeksi sampai timbul gall sekitar 1 sampai beberapa

minggu. Pemupukan N dan pupuk kandang meningkatkan penyakit ini

(Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Pengendalian Menurut Singh (1998), pengendalian penyakit gosong adalah rotasi tanaman,

sanitasi lahan,dan perlakuan benih yang mungkin dapat membantu terjadinya

infeksi.

Menurut Semangun(1993), pengendalian yang tepat untuk penyakit ini

adalah:

o Membakar atau memendam dalam tanah tanaman yang telah terinfeksi

o Melakukan seed treatment

o Penggunaan varietas tahan

Universitas Sumatera Utara

5. Bercak Daun (Bipolaris maydis (Nisik) Shoemaker)

Biologi Patogen

Menurut Anonimus d (2010), klasifikasi dari patogen penyebab bercak

daun adalah:

Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota

Kelas : Dothideomycetes

Ordo : Pleosporales

Famili : Pleosporaceae

Genus : Bipolaris

Spesies : Bipolaris maydis (Nisik) Shoemaker

Miselium dan sporanya dapat bertahan hidup pada sisa tanaman dan biji

terinfeksi. Siklus hidup lengkapnya mencapai 60-72 jam. Konidia diterbangkan

oleh angin atau terbawa percikan air untuk sampai ketanaman yang baru. Konidia

mempunyai 6 sampai 8 sekat (Gambar 8) (Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Gambar 8. Bipolaris maydis

Sumber.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf

Universitas Sumatera Utara

Gejala Serangan

Pada daun terdapat halo kuning yang mengelilingi bercak, lama kelamaan

bercak ini akan melebar dan berwarna kecoklatan. Dalam kondisi yang ideal,

bercak akan berkembang dan dapat menyebabkan tanaman mati (Jardine, 1998).

Lesio pada daun biasanya memanjang diantara tulang daun dengan warna

coklat muda dan ukuran mencapai 1,2 x 2,7 cm, berbentuk elip. Lesio sering

dikelilingi oleh warna coklat dan dapat terjadi di batang, upih daun dan tongkol

(Gambar 9). Tanaman yang tumbuh dari biji yang terinfeksi akan layu dan mati

pada umur 3 - 4 minggu (Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Gambar 9. Gejala Serangan Bercak Daun

Sumber.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf

Faktor yang mempengaruhi Jamur berkembang baik pada keadaan udara lembab dengan suhu

20-23 ºC. Umumnya dijumpai di daerah dataran rendah. Bercak daun ini selalu

terjadi sepanjang tahun, dengan intensitas yang berfluktuasi karena pengaruh

curah hujan (Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Pengendalian Penyakit bercak daun ini dapat dikendalikan dengan varietas tahan,

penanaman serempak, waktu tanam yang tepat dan eradikasi gulma inang

(Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Pengendalian yang tepat adalah dengan kombinasi rotasi tanaman,

pengolahan tanah, aplikasi fungisida dan varietas tahan (Jardine, 1998).

6. Busuk Tongkol (Diplodia maydis Schwabe, Gibberella zeae Schw)

Biologi Patogen

Menurut Anonimus d (2010), klasifikasi dari pathogen penyebab

busuk tongkol adalah:

Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota

Kelas : Sordariomycetes

Ordo : Hypocreales

Famili : Nectriaceae

Genus : Diplodia

Spesies : Diplodia maydis Schwabe

Konidium teratur seperti jari, berbentuk sabit (Gambar 10). Klamidospora

interkalar, bulat, berdinding tebal, hialin atau coklat pucat dengan dinding luar

licin atau agak kasar, dengan garis tengah 10-12 mikron, membentuk rantai atau

kumpulan (Semangun, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 10. Diplodia maydis

Sumber.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf

Gejala Serangan

Tanaman jagung tampak layu atau seluruh daun menguning. Gejala pada

daun terdapat bercak yang ditengahnya seperti mata (Gambar 11). Gejala tersebut

umumnya terjadi pada stadia generative, yaitu setelah fase pembungaan. Pangkal

batang yang terinfeksi berubah warna dari hijau menjadi kecoklatan, bagian dalam

busuk, sehingga mudah rebah dan bagian kulit luarnya tipis. Pada pangkal batang

yang terinfeksi tersebut terlihat warna merah jambu, merah kecoklatan atau coklat

(Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Infeksi dimulai pada dasar tongkol, berkembang ke bonggol, kemudian

merambat ke permukaan biji dan menutupi kelobot. Tongkol menjadi busuk dan

kelobotnya saling menempel erat pada tongkol (Gambar 11) (Semangun, 1993).

Gejala busuk tongkol Diplodia adalah kelobot yang terinfeksi pada

umumnya berwarna coklat. Infeksi pada kelobot setelah dua minggu keluar

rambut jagung menyebabkan biji berubah menjadi coklat, kisut dan busuk.

Universitas Sumatera Utara

Miselium berwarna putih. Piknidia berwarna hitam tersebar pada kelobot. Gejala

busuk tongkol Gibberella adalah tongkol menjadi busuk dan kelobotnya saling

menempel erat pada tongkol, buah berwarna biru hitam di permukaan kelobot dan

bongkol (CIMMYT, 2004).

Busuk tongkol yang disebabkan oleh Gibberella zeae sangat dipengaruhi

oleh kondisi lingkungan yang sejuk sedangkan busuk tongkol yang disebabkan

oleh Fusarium graminarium terjadi di daerah yang panas yang juga dipengaruhi

oleh luka yang diakibatkan oleh serangga pada kernel jagung (Ali at al, 2005).

Gambar 11. Gejala Serangan Diplodia maydis pada daun

Gambar 12. Gejala Serangan Busuk Tongkol Sumber.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf

Universitas Sumatera Utara

Faktor yang mempengaruhi

Penyakit ini terutama berkembang setelah tanaman membentuk benang

sari. Banyak infeksi terjadi pada suhu 16-20 °C. Penyakit lebih banyak terjadi di

pegunungan pada musim hujan (Semangun, 1993).

Infeksi awal dapat melalui luka atau membentuk sejenis appresoria yang

mampu berpenetrasi ke jaringan tanaman. Spora/konidia yang terbawa angin

dapat menginfeksi ke tongkol. Biji yang terinfeksi bila ditanam dapat

menyebabkan penyakit busuk batang (Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Pengendalian

Menurut Anonimus b (2010), pengeloloaan penyakit ini adalah:

1. Teknik bercocok tanam

- Menanam varietas unggul

- Pergiliran tanaman

- Mengatur jarak tanam

- Seed dressing

2.Aplikasi Fungisida

7. Penyakit Virus Kerdil Khlorotik Jagung (Maize Chlorotic Dwarf

Virus Disease Virus = MCDV)

Gejala Serangan

Gejala awal ditandai oleh warna khlorose pada daun muda di pucuk

tanaman. Klorotik garis diantara tulang daun sering tampak. Daun menguning

Universitas Sumatera Utara

atau kemerahan dan pemendekan ruas batang umum terjadi

(Wakman dan Burhanuddin, 2007) (Gambar 13).

Gambar 13. Gejala Serangan MCDV

Sumber.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf

Penularan Virus ditularkan oleh serangga vektor, wereng daun jagung Granminella

nigrifrons (Forbes) dan G. Sonora (Ball) secara semipersisten. Wereng mesih

infektif sampai 8 jam setelah mengisap cairan tanaman yang terinfeksi

(Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Pengendalian

Penyakit virus kerdil klorotik jagung dapat dikendalikan dengan

pemberantasan rumput inang dengan herbisida dan pemberantasan serangga

vektor dengan insektisida (Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Peranan Lingkungan Dalam Proses Epidemiologi

Konsep segitiga penyakit merupakan hubungan antara tiga faktor, yaitu

inang, patogen dan lingkungan. Inang dalam keadaan rentan, patogen bersifat

virulen (daya infeksi tinggi) dan jumlah yang cukup, serta lingkungan yang

mendukung. Lingkungan berupa komponen lingkungan fisik (suhu, kelembaban,

cahaya) maupun biotik (musuh alami, organisme kompetitor). Dari konsep

tersebut jelas sekali bahwa perubahan salah satu komponen akan berpengaruh

terhadap intensitas penyakit yang muncul (Wiyono, 2007).

Penyakit sporadis merupakan penyakit epifitotik yang tidak selalu terjadi

setiap musim dan dengan interval yang tidak teratur. Adapun penyakit ”endemik”

menggambarkan suatu penyakit yang terbatas pada wilayah geografis tertentu,

atau penyakit yang selalu terdapat di daerah tertentu dengan menimbulkan

kerusakan ringan sampai berat (Wiyono, 2007).

Secara ideal, wilayah pertanaman dapat dibagi menjadi sejumlah daerah

agroklimat yang seragam tanggapannya seperti sifat tanah dan cuaca

(Petersen, 1994). Masing – masing agroklimat dibutuhkan oleh patogen – patogen

tertentu dalam pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga menjadi penyebab

penyakit pada tanaman jagung. Beberapa penyakit yang sering menyerang

tanaman jagung adalah bulai, bercak daun, hawar daun, karat daun, busuk batang

bakteri (Wakman dan Burhanuddin, 2007), bercak abu – abu, busuk tongkol

Diplodia dan busuk tongkol Gibberella (CIMMYT, 2004).

Lingkungan dapat mempengaruhi kemampuan, pertumbuhan, dan

kerentanan genetik inang. Faktor lingkungan yang sangat penting yang

mempengarui perkembangan epidemi penyakit tumbuhan adalah kelembapan,

Universitas Sumatera Utara

suhu, curah hujan, lama penyinaran matahari, angin. Kelembapan akan

meningkatkan sporulasi jamur, pelepasan spora, perbanyakan bakteri. Begitu juga

dengan suhu, pengaruh yang paling umum suhu terhadap epidemi yaitu

pengaruhnya terhadap patogen selama stadia patogenitas yang berbeda, seperti

pada perkecambahan spora, penetrasi inang, pertumbuhan dan reproduksi patogen,

invasi inang dan sporulasi (Abadi, 2003).

Ketiga golongan lingkungan (makro, meso dan mikro) berubah-ubah

setiap saat. Dalam skala mikro pengaruh perubahan iklim terhadap proses

epidemiologi diukur dalam detik. Dalam lingkungan meso ukuran proses epidemi

lebih panjang, mungkin dalam jam atau mungkin hari. Sedangkan skala makro

diukur dalam hari, minggu, musim atau malah bulan dan tahun (Oka, 2003).

Hampir sebagian besar penyebab penyakit tanaman, terutama golongan

jamur akan berkembang dengan pesat pada kelembapan yang tinggi. Begitu juga

halnya dengan curah hujan. Tumbukan air hujan ke permukaan tanah akan

menimbulkan cipratan-cipratan. Patogen yang ada pada tanah ikut terlempar, lalu

menempel pada bagian tanaman yang lunak, terutama tanaman muda atau

tanaman semusim kemudian memarasit tanaman tersebut. Tanah yang mempunyai

pH rendah juga disukai oleh sebagian besar jamur. Pada tanah masam, jamur

berkembang pesat dan banyak menimbulkan kerugian (Wiyono, 2007).

Universitas Sumatera Utara