Borang Portofolio ASMA BRONKIAL
-
Upload
akhyar-albaar -
Category
Documents
-
view
194 -
download
34
Transcript of Borang Portofolio ASMA BRONKIAL
Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta : dr. Nur Rifqah Indardaya MunirNo. ID dan Nama Wahana : RSUD Salewangang Kota MarosTopik : Asma BronkialTanggal (kasus) : 2 Mei 2012Presenter : dr. Nur Rifqah Indardaya MunirTanggal Presentasi : Mei 2011 Pendamping : dr. FatmawatiTempat Presentasi :Obyektif Presentasi :◊ Keilmuan ◊ Ketrampilan ◊ Penyegaran ◊ Tinjauan Pustaka◊ Diagnostik ◊ Manajemen ◊ Masalah ◊ Istimewa◊ Neonatus ◊ Bayi ◊ Anak ◊ Remaja ◊ Dewasa ◊ Lansia ◊ Bumil◊ Deskripsi :◊ Tujuan :Bahan Bahasan : ◊ Tinjauan Pustaka ◊ Riset ◊ Kasus ◊ AuditCara Membahas : ◊ Diskusi ◊ Presentasi & Diskusi ◊ E-mail ◊ PosData Pasien : ◊ Nama : Ny. S ◊ No.RM :Nama Klinik : UGD Telp. : - Terdaftar sejak :Data Utama Untuk Bahasan Diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis : Sesak napas sejak 1 jam SMRS2. Riwayat pengobatan : sejak 6 tahun yang lalu, selama ini pasien hanya menggunakan
ventolin jika timbul sesak.3. Riwayat kesehatan/penyakit : -4. Riwayat keluarga : Anak kedua, riwayat penyakit ayah (-), ibu (-)5. Riwayat pekerjaan : Petani6. Lain-lain : kondisi lingkungan fisik dan untuk mencari fokus infeksi
Daftar Pustaka :1. Udoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia, 2007.2. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.3. McPhee, Stephen J. Current Medical Diagnosis & Treatment, New York : McGraw-
Hill Companies, 2010.Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis demam tifoid2. Penanganan demam tifoid3. Edukasi pasien mengenai penanganan demam tifoid
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio :
Subyektif : sesak dialami 1 SMRS. Batuk (-), Nyeri dada (-). Pasien sejak 6 tahun yang lalu menggunakan ventolin jika timbul sesak. Sejak kehamilan 5 bulan pasien hampir tiap hari merasa sesak. Dalam 1 hari pasien menggunakan ventolin sebanyak ± 5 x, serangan malam hampir setiap hari. Aktivitas pasien sangat terbatas, serangan dapat timbul walau pasien sedang beristirahat.
Riwayat penyakit dahulu:
DM (-), Jantung (-), Hipertensi (-), Asma (+), Riwayat alergi (+) terhadap debu
Riwayat penyakit keluarga: (-)
Riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan :
Pasien saat ini sedang hamil untuk pertama kali, usia kehamilan 8 bulan.
Obyektif :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 110 x/menit, isi penuh, irama teratur
Tensi : 120/80 mmHg
Suhu : 37,2 o C
Respirasi : 28 x/menit
Kepala : tidak ada deformitas, tidak ada benjolan
Rambut : hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera tidak ikterik
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : terdapat napas cuping hidung
Mulut : tonsil T1/T1 , faring hiperemis
Leher : tidak ditemukan kelainan
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran getah bening
Toraks :
Paru : Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : benjolan (-), fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing +/+
Jantung :Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop(-)
Abdomen :
Inspeksi : buncit
Palpasi : tegang, nyeri tekan (-), hepar dan limpa sulit dinilai
Perkusi : sdn
Auskultasi : sdn
Punggung : tidak ditemukan kelainan
Anggota gerak : akral hangat, edema (-), perfusi perifer cukup
Assessment (penalaran klinis) : Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis diagnosis pasien ini adalah asma bronkial.Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien seorang perempuan berumur 20 tahun yang sedang hamil 8 bulan masuk rumah sakit dengan sesak napas yang dialami sejak 1 jam SMRS. Sejak pasien hamil, sesak dirasakan lebih sering muncul sehingga penggunaan ventolin semakin sering. Pasien hampir setiap malam mendapat serangan, dan aktivitas pasien sangat terbatas. Pasien juga menderita alergi terutama pada debu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardi, takipneu, tanpa tanda-tanda sianosis dan suhu yang afebris. Di temukan adanya napas cuping hidung. Tonsil T1/T1 faring hiperemis. Pada pemeriksaan paru-paru didapatkan bunyi napas vesikuler dengan rongki dan wheezing di kedua lapang paru. Pemeriksaan jantung dalam batas normal, abdomen buncit, usia kehamilan saat ini 8 bulan. Pada ekstremitas perfusi perifer dinilai cukup. Oleh karena itu, didiagnosis asma bronkial
Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik saluran pernapasan yang ditandai dengan peningkatan respon oleh berbagai pencetus pada traktus trakeobronkial.1 Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Mekanisme utama dari patofisiologi asma adalah berkurangnya diameter dari saluran napas akibat dari: Bronkokonstriksi, Kongesti vaskular, Edema dinding bronkial, Hipersekresi
bronkus. Berbagai sel inflamasi berperan dalam proses inflamasi asma terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma.3
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri dari reaksi asma tipe cepat dan rekasi asma tipe lambat. Reaksi asma tipe cepat terjadi akibat terikatnya alergen pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease, dda newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi. Reaksi fase lambat timbul antara 6-9 jam setelah provokasi yang melibatkan aktivasi eosinofil sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.1,2
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik seperti sel T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel dan otot polos bronkus. Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan yang menghasilkan perbaikan dan pergantian sel mati dengan sel yang baru. Proses penyembuhan akan melibatkan pergantian sel jaringan yang rusak dengan sel parenkim jenis yang sama dan jaringan penyambung atau skar. Hal ini menyebabkan perubahan struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks yang disebut dengan airway remodelling.
Diagnosis asma tergantung dari perpaduan riwayat penderita, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan laboratorium. Asma ditandai dengan sesak, mengi atau batuk. Serangan kerap terjadi di waktu malam atau pagi hari, berhubungan dengan produksi kadar kortikosteroid yang periodik rendah. Pemicu yang relevan dapat berupa infeksi virus, alergen lingkungan, bakan obat-obatan tertentu. Pada pemeriksaan jasmani biasanya ditemukan mengi dan fase ekspirasi memanjang. Namun, pada penderita asimtomatik, pemeriksaan jasmani dapat normal. 4
Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi pasien bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Tanda klinisnya berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada serangan yang sangat berat terdapat gejala tambahan seperti sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi, dan penggunaan otot bantu napas. Sedangkan pada serangan ringan, mengi hanya dapat terdengar pada ekspirasi paksa.
Pemeriksaan laboratorium terpenting ialah pemeriksaan fungsi paru atau Peak Expiratory Flow, sebelum dan sesudah terapi dengan bronkodilator. 5 Asma dianggap sebagai penyakit saluran napas reversibel. Pemberian bronkodilator yang memberikan perbaikan FEV1 ≥ 15% adalah diagnostik untuk asma. Pada penderita dengan faal paru normal, mungkin diperlukan tes provokasi dengan metakolin/histamin. Pada asma akibat latihan jasmani dilakukan uji dengan latihan jasmani sebagai pengganti metakolin/histamin. Pemeriksaan laboratorium lainnya adalah pemeriksaan darah lengkap, differential count untuk melihat jumlah eosinofil, dan tes terhadap aeroalergen.
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Harus dibedakan berat/ringannya asma dengan derajat beratnya serangan asma akut. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan tatalaksana jangka panjang. Dan menentukan beratnya serangan asma merupakan langkah pertama pengobatan. Menurut GINA6,2,3 (Global Initiative for Asthma) klasifikasi beratnya asma dibedakan menjadi 4 golongan yaitu asma ringan intermitten, asma persisten ringan, sedang dan berat.
Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (sebelum pengobatan)
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru
Intermiten Bulanan APE ≥80%
Gejala <1X/minggu ≤ 2 kali sebulan
VEP1≥80% nilai prediksi
Tanpa gejala di luar serangan APE ≥80% nilai terbaik
Serangan singkat Variabilitas APE <20%
Persisten Ringan
Mingguan APE >80%
Gejala >1X/minggu >2 kali sebulan VEP1≥80% nilai prediksi
Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
APE ≥80% nilai terbaik
Variabilitas APE 20-30%
Persisten Sedang
Harian APE 60-80%
Gejala setiap hari > 1X/minggu VEP160-80% nilai prediksi
Serangan mengganggu aktivitas dan tidur APE 60-80% nilai terbaik
Membutuhkan bronkodilator setiap hari Variabilitas APE >30%
Persisten Berat Kontinyu APE ≤60%
Gejala terus menerus Sering VEP1≤60% nilai prediksi
Sering kambuh APE ≤60% nilai terbaik
Aktivitas fisik terbatas Variabilitas APE >30%
Tabel 2. Klasifikasi berat serangan asma akut2,3,6
Gejala dan tanda Berat Serangan Akut Keadaan Mengancam Jiwa
Ringan Sedang Berat
Sesak nafas Berjalan Berbicara Istirahat
Posisi Dapat tidur terlentang
Duduk Duduk membungkuk
Cara berbicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata
Kesadaran Mungkin gelisah Gelisah Gelisah Mengantuk, gelisah, kesadaran menurun
Frekuensi nafas <20x/menit 20-30x/menit >30x/menit
Frekuensi nadi <100x/menit 100-120x/menit >120x/menit Bradikardia
Pulsus paradoksus (-) 10 mmHg (+)/(-) 10-20 mmHg
(+) 25 mmHg
Otot bantu nafas dan retraksi suprasternal
(-) (+) (+) Kelelahan otot
Torakoabdominal paradoksal
Mengi Akhir ekspirasi paksa
Akhir ekspirasi Inspirasi dan ekspirasi
Silent chest
APE >80% 60-80% <60%
PaO2 >80 mmHg 80-60 mmHg <60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
SaO2 >95% 91-95% <90%
Seperti telah disebutkan di atas bahwa serangan asma secara potensial dapat mengancam nyawa. Oleh karena itu pengobatan dan penilaian keadaaan penderita harus akurat dan tempat yang ideal adalah di rumah sakit. Meskipun pengelolaan serangan asma sebaiknya dilakukan di rumah sakit, tetapi yang paling penting dalam strategi pengobatan serangan asma adalah adanya pengobatan dini. 7 Terutama pada para penderita asma yang memiliki faktor resiko yang memiliki resiko besar untuk mengalami kematian.
Secara garis besar tujuan penatalaksanaan asma adalah sebagai berikut:3,6
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma2. Mencegah eksaserbasi akut3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise5. Menghindari efek samping obat6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara ireversibel7. Mencegah kematian karena asma
Pada dasarnya penatalaksanaan farmakologis pada asma dibagi menjadi dua golongan yaitu, obat pencegah (controller) dan pelega ( reliever). Obat pencegah dipakai terus menerus meskipun tidak ada gejala. Obat pencegah utama adalah kortikosteroid inhalasi karena asma adalah penyakit yang didasari oleh proses inflamasi. Kortikosteroid inhalasi dapat mengurangi gejala asma, menekan rekativitas bronkus dan mungkin dapat mencegah remodelling saluran napas karena proses inflamasi kronis. Pengobatan dini golongan kortikosteroid inhalasi dapat memperbaiki fungsi paru, mengurangi pemakaian agonis beta dan perawatan inap di rumah sakit. Dosis kortikosteroid inhalasi bervariasi tergantung derajat beratnya asma. Dosis steroid dapat diturunkan sampai dosis minimal yang dapat menurunkan gejala asma. Penghentian kortikosteroid inhalasi dapat dicoba pada pasien yang menggunakan dosis steroid inhalasi kurang dari 200-400 mg setara budesonid, setelah pasien memakai obat pada dosis tersebut beberapa bulan dan gejala penyakit minimal serta fungsi paru normal. Pada asma intermitten tidak perlu diberikan pengobatan pencegah (controller). Pemakaian kortikosteroid sistemik pada asma akut memegang peranan yang sangat penting. Pada serangan asma akut umumnya prednison atau prednisolon oral diberikan 1-2 mg/kg BB dalam dosis terbagi selama 3-5 hari Besarnya dosis, lama pengobatan dan penurunan dosis tergantung kepada beratnya serangan dan riwayat respon penderita. Pemakaian dosis tunggal pagi hari dapat mengurangi supresi aksis Hipotalamus Pituitari Adrenal. Pemakaian prednisolon lebih disukai dibanding prednison karena prednison untuk menjadi prednisolon harus diubah dahulu di hati. Setelah itu dilanjutkan dengan tappering off.10,11,12
Dalam penatalaksanaan asma tetap diperlukan suatu edukasi tentang bagaimana menghindari faktor pencetus. Karena sebaik apapun obat antiasma yang diberikan tidak akan memberikan hasil jika tidak ada kerjasama dengan pasien. Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti serta meningkat Quality of Life penderita. Mungkin saja pasien berobat teratur namun tidak menggunakan obat sesuai dengan yang dikehendaki karena pasien tidak mengetahui baik tujuan pengobatan maupun cara menggunakan obat. Oleh karena itu penyuluhan kepada pasien harus dilakukan setiap kali kunjungan ke dokter. Beberapa topik yang sebaiknya diketahui pasien antara lain:
Mengenal asma dan dampaknya Mengenal pencetus asma dan cara menghindari Mengetahui cara pemakaian obat dengan benar Mengetahui cara memantau penyakitnya dan tahu kapan harus ke Rumah Sakit
Penatalaksanaan Serangan Asma di Rumah Sakit
Sewaktu pasien datang ke Gawat Darurat dengan serangan eksaserbasi asma akut maka harus segera ditangani. Gejala yang terdapat adalah sesak napas, dada terasa berat dan mengi. Gejala-gejala diatas juga ada terdapat pada penyebab lain seperti pneumotorak, emboli paru, PPOK, udem paru, dan bronkiolitis. Sehingga perlu juga didapatkan suatu tanda objektif yaitu evaluasi dari pengukuran ulang FEV1 pasien. Setelah itu dapat diteliti lanjut dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah riwayat asma sebelumnya.
Terapi utama di ruang gawat darurat terdiri dari oksigen, agonis beta 2 hirup, dan
kortikosteroid sistemik. Oksigen diberikan bila terjadi hipoksemia yang nyata dan pada pasien yang mempunyai FEV1 kurang dari 50%. Obat untuk asma akut terdiri dari: 12,13
1. OksigenDianjurkan untuk penderita sampai saturasi oksigen mencapat >90%. Pemantauan saturasi oksigen diperlukan sampai terdapat respon yang nyata terhadap bronkodilator.
2. Agonis beta2 hirupDianjurkan untuk setiap penderita. Diberikan inhalasi setiap 20 menit sampai 3 kali. Pemberian selanjutnya tergantung respon terapi awal. Umumnya diberikan secara nebulizer.
3. AntikolinergikPemberian ipratropium bromida 250-500 mg pada cairan yang telah mengandung agonis beta 2 dapat menambah bronkodilatasi terutama pada penderita dengan obstruksi yang berat. Diberikan setiap 4-6 jam
4. Kortikosteroid sistemikTerutama diberikan pada penderita yang tidak respon dengan beta 2 agonis. Dosis oral 40-60 mg perharai, dosis parenteral berkisar 4 kali 40 mg metilprednisolon sampai 4 kali 125 mg perhari. Terapi parenteral berlangsung selama 2-3 hari, selanjutnya dilanjutkan dengan terapi oral. Dan tidak perlu taperring off jika pemberian kurang dari 1 minggu
5. EpinefrinBaru dapat diberikan jika agonis beta 2 hirup baik suntikan tidak tersedia. Dengan dosis 0,3 cc subkutan dapat diberikansetiap 20 menit sampai 3 kali
6. Obat-obat lainDapat diberikan antibiotik jika terdapat infeksi sekunder
Penilaian ulang dilakukan setlah pemberianterapi awal selesai (60-90 menit) setelah terapi awal dimulai.2 Respon terapi awal di ruang gawat darurat menentukan apakah penderita dirawat atau tidak. Kebutuhan merawat penderita diambil berdasrkan lama dan beratnya serangan asma, beratnya obstruksi saluran napas, riwayat berat dan perjalan serangan sebelumnyam obat-obat yang dipakai sekarang, fasilitas perawatan, dukungan keluarga, situasi rumah serata adanya gangguan psikiatrik. Prinsip perawatan di ruang rawat adalah pemberian oksigen, bronkodilator kortikosteroid sistemik dan penilaian yang lebih sering terhadap gejala, kelelahan ataupun fungsi paru.
Plan : Diagnosis : didiagnosis apabila seseorang mengeluh sesak napas, yang pada pemeriksaan fisis didapatkan wheezingPengobatan : Penanganan berupa oksigen 3-4 liter/menit, IVFD NaCl 0,9 %, Dekstrose 5 % , Inhalasi ventolin: bisolvonPendidikan : Dilakukan kepada pasien agar menghindari faktor pencetus asma
Konsultasi : Konsultasikan segera ke dokter penyakit dalam jika tidak ada perubahanRujukan : (-)Kontrol : kontrol ke poli penyakit dalam dan poli kebidanan
Kegiatan Periode Hasil yang diharapkanPenanganan asma 3 hari pertama Keluhan sesak berkurangNasihat Selama perawatan Pasien mendapat edukasi
tentang penyakit n meghindari pencetus asma.