Boks 1. Mensinergikan Upaya Pengembangan Agribisnis · PDF fileAgribisnis Kelapa Sawit di...

download Boks 1. Mensinergikan Upaya Pengembangan Agribisnis · PDF fileAgribisnis Kelapa Sawit di Kalimantan Timur ... Meskipun potensinya amat besar dan prospeknya cerah, namun di sisi pembiayaan

If you can't read please download the document

Transcript of Boks 1. Mensinergikan Upaya Pengembangan Agribisnis · PDF fileAgribisnis Kelapa Sawit di...

  • Boks 1. Mensinergikan Upaya Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit di Kalimantan Timur

    Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan hampir 20 juta hektar memiliki lahan yang potensial untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit mencapai 4,7 juta hektar, merupakan terbesar kedua setelah Papua (lihat tabel dibawah). Pemerintah daerah telah menetapkan kelapa sawit sebagai salah satu komoditi unggulan perkebunan Kaltim dimana program 1 juta hektar kelapa sawit telah dicanangkan selama 15 tahun mulai tahun 2003 s/d 2018 dengan realisasi lahan sampai dengan tahun 2007 seluas 293.953 Ha. Sehingga berdasarkan sisa waktu dan luasan yang harus dicapai diperlukan percepatan sekitar rata-rata 59.258 Ha setiap tahun.

    Tabel Potensi Ketersedian Lahan Kelapa Sawit di Indonesia

    1.162.959Kalsel14.593.038Babel7.

    3.610.819Kalteng13.1.483.959Sumsel6.

    6.331.128Papua19.1.681.186Kalbar12.1.818.118Jambi5.

    10.264Sultra18.63.742Banten11.2.563.156Riau4.

    192.370Sulsel17.224.706Jabar10.355.814Sumbar3

    256.238Sulteng16.336.872Lampung9.37.000Sumut2

    4.700.333Kaltim15.208.794Bengkulu8.384.871NAD1

    Luas (ha)ProvinsiNoLuas (ha)ProvinsiNoLuas (ha)ProvinsiNo

    1.162.959Kalsel14.593.038Babel7.

    3.610.819Kalteng13.1.483.959Sumsel6.

    6.331.128Papua19.1.681.186Kalbar12.1.818.118Jambi5.

    10.264Sultra18.63.742Banten11.2.563.156Riau4.

    192.370Sulsel17.224.706Jabar10.355.814Sumbar3

    256.238Sulteng16.336.872Lampung9.37.000Sumut2

    4.700.333Kaltim15.208.794Bengkulu8.384.871NAD1

    Luas (ha)ProvinsiNoLuas (ha)ProvinsiNoLuas (ha)ProvinsiNo

    Sumber: Ryan Kiryanto, 2008

    Meskipun potensinya amat besar dan prospeknya cerah, namun di sisi pembiayaan oleh perbankan masih relatif rendah, tercermin dari angka kredit perkebunan yang baru mencapai Rp 902 miliar atau hanya 3,7% dari total kredit yang diberikan kepada proyek yang di Kaltim. Kondisi ini mendorong Bank Indonesia Samarinda untuk memfasilitasi pemberdayaan sektor perkebunan dengan mendorong perbankan agar menempatkan kebun sawit sebagai suatu sektor bisnis yang menjanjikan untuk dapat dibiayai oleh perbankan.

    Sebagai langkah awal, pada tanggal 27 Maret lalu, BI Samarinda menggelar Round Table Discussion (RTD) bertajuk Sinergitas Pengembangan Agribisnis Kelpa Sawit di Kalimantan Timur dalam Upaya Percwepatan dan Pemberdayaan Ekonomi Daerah yang mempertemukan berbagai unsur stakeholders seperti pemda, pengusaha, perbankan dan akademisi yang mempunyai kepedulian terhadap percepatan revitalisasi perkebunan, khususnya Kelapa Sawit di Kaltim. RTD tersebut mengundang para pembicara yang berkompeten, yaitu: Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim, Maksum AM; Bupati Kutai Timur, Awang Faroek Ishak; Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kaltim, Said Sjafran; dan Senior Economist BNI, Ryan Kiryanto. Untuk mengkritisi paparan pembicara, turut hadir Guru Besar Fakultas Pertanian Unmul, Riyanto dan Dirut BPD Kaltim, Aminuddin.

    Dalam RTD tersebut berhasil dirangkum berbagai isu yang menjadi kendala ataupun tantangan utama dalam pengembangan agribisnis kelapa sawit di Kalimantan Timur, meliputi :

    1. Aspek Kebijakan dan Birokrasi Kebijakan fiskal yang belum mendorong pertumbuhan investasi seperti kebijakan penetapan

    Pungutan Ekspor (PE) serta ketentuan domestic market obligation (DMO). Kebijakan tersebut dinilai tidak akan efektif ditengah tren harga internasional yang terus naik tajam, sebaliknya kebijakan ini akan menimbulkan dampak negatif seperti mendorong penyelundupan, menurunkan kinerja ekspor Indonesia sekaligus menguntungkan eksportir Malaysia, menurunkan pedapatan petani rakyat sebagai akibat pengalihan beban PE oleh eksportir kepada petani kebun.

    Iklim usaha dan investasi yang kurang kondusif sebagai akibat: (a) kurangnya kepastian hukum pertanahan yang membuat investor lambat merespon potensi yang ada, (b) risiko konflik sosial (isu lingkungan hidup, penjarahan, pencurian kebun) membuat takut investor baru, (c) pungutan resmi/tidak resmi seperti retribusi ijin pengelolaan perkebunan, retribusi tenaga kerja dan lain-lain yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, (d) keterpaduan lintas sektor dalam perizinan usaha perkebunan masih belum terjalin secara optimal.

    Lemahnya strategi pengembangan industri hilir/hulu (tidak ada road map dan grand design). Industri didominasi industri hulu (CPO) dan kurang mendapat dukungan dari industri jasa dan logistik (sementara Malaysia sebaliknya).

    Dari segi pembiayaan, tingkat bunga investasi yang relatif tinggi (13-16%) dibandingkan di negara tetangga Malaysia (6-7%), sementara di negara maju jepang dan Amerika 2%.

  • 2. Aspek Infrastruktur, Produksi dan SDM Masih kurangnya infrastruktur pendukung terutama masih terbatasnya pabrik dan teknologi

    pengolahan sawit; buruknya sarana transportasi khususnya jalan raya baik dari area perkebunan ke tempat pengolahan dan tujuan pemasaran dan tidak memadainya kapasitas pelabuhan ekspor yang ada berakibat pada peningkatan biaya antrian (demorage).

    Begitu pula dukungan sarana produksi pertanian, terutama bibit yang berkualitas dan pupuk yang saat ini masih terbatas serta dan potensi ketersediaannya di masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan produksi. Hal ini kemudian berdampak pada rendahnya produktivitas kebun yaitu sekitar 8.7-11.3 ton TBS/Ha/Tahun atau separoh produktifitas kebun sawit di Malaysia.

    Mutu panen masih perlu ditingkatkan dalam rangka untuk menghasilkan mutu CPO yang memenuhi tuntutan konsumen yang semakin tinggi terhadap standar mutu (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000), maupun kesehatan dan keamanan produk.

    Dari sisi SDM, kualitas SDM yang tersedia belum sesuai dengan yang dibutuhkan dan potensi kuantitas SDM yang relatif kurang di Kaltim.

    Berdasarkan hasil RTD ini diperoleh beberapa masukan penting berupa saran ataupun rekomendasi kebijakan sebagai berikut: 1. Untuk meminimalkan potensi konflik sosial perlu adanya jaminan bahwa pembangunan

    perkebunan kelapa sawit benar-benar memberdayakan kegiatan ekonomi rakyat melalui konsistensi kebijakan pemerintah yang mengatur keikutsertaan petani lokal/petani plasma dalam bentuk kerjasama bisnis maupun kewajiban perusahaan perkebunan untuk menjual saham kepada petani lokal/petani plasma. Dalam hal ini diperlukan juga proses sertifikasi tanah yang mudah dan tidak berbelit-belit bagi petani plasma. Untuk itu Pemerintah beserta dinas/lembaga terkait perlu mengadakan crash program dalam rangka percepatan sertifikasi lahan bagi pekebun rakyat.

    2. Pemerintah perlu memberikan berbagai insentif untuk kemudahan realisasi investasi usaha perkebunan dengan menyediakan jasa pelayanan lembaga pembiayaan, karena usaha perkebunan memerlukan pembiayaan yang besar, bersifat jangka panjang dan menyerap tenaga dalam jumlah besar.

    3. Sementara untuk meningkatkan keunggulan kompetitif dan efisiensi, perlu pemberian insentif berupa perbaikan/penyediaan infrastruktur, kemudahan perijinan, keringanan pajak dan penghapusan pungutan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Di samping itu perlu peningkatan kapasitas birokrasi serta pola perizinan yang terintegrasi lintas sektor.

    4. Khusus mengenai kebijakan Pajak Ekspor (PE) CPO, perlu dikaji kembali efektifitasnya dan dampaknya yang memberatkan industri hulu dan menurunkan daya saing pengusaha domestik serta kesejahteraan petani rakyat. Oleh karena itu, pengembangan industri hilir harus diintegrasikan dengan industri hulunya bukan malah mengorbankan industri hulunya. Perbaikan iklim berusaha dan investasi jauh lebih penting dibanding kebijakan menaikkan PE dalam upaya mendorong pengembangan industri hilir. Jika PE tetap dipaksakan maka seharusnya penerimaan PE dialokasikan kembali untuk peningkatan kapasitas agri-bisnis/industri kelapa sawit melalui pendanaan riset dan pengembangan, promosi, pembentukan lembaga sertifikasi/asesmen produk, peningkatan kualitas SDM (pendidikan/pelatihan) dan safety net fund guna stabilisasi harga minyak goreng domestik.

    5. Diperlukan upaya strategik untuk mendorong pertumbuhan industri kelapa sawit kaltim secara horizontal dan vertikal. Untuk itu perlu segera dirumuskan sebuah grand design pengembangan industri yang diperlukan suatu road map yang jelas berisikan jenis-jenis produk turunan yang akan dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan pasar serta adanya time framework yang jelas pula dalam pencapaiannya.

    6. Disamping upaya penambahan luas areal kebun perlu juga upaya peningkatan produktifitas TBS kelapa sawit di Kaltim. Untuk itu perlu perbaikan manajemen tani melalui penyediaan sarana produksi perkebunan yang diikuti dengan sistem pemupukan yang tepat dalam hal jumlah, imbangan ataupun waktu pemberiannya. Kemudian sistem pemanenan yang benar dengan mendapat bimbingan petugas/PPL perkebunan yang handal. Yang tidak kalah pentingnya adalah ketersediaan benih sawit yang asli dan unggul. Selanjutnya dari sudut budidaya perkebunan, diperlukan tindakan yang progresif berupa pemberian Bimbingan Massal (BIMAS) yang baik dan benar.

    7. Keberhasilan pembangunan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Timur sangat tergantung dari sinergitas dan kesungguhan para pihak yang berkepentingan dan partisipasi masyarakat serta konsisten kebijakan pembiayaan yang wajar dan memadai khususnya perkebunan rakyat yang memang masih banyak memerlukan bantuan pembiayaan. Oleh karena itu, RTD menyepakati untuk membentuk Forum Fasilitasi Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit Kalimantan Timur yang beranggotakan para pihak yang berkepentingan. Forum penjaga proses ini bertugas memfasilitasi, memantau serta melakukan evaluasi terhadap implementasi dari solusi yang telah dirumuskan bersama. Adapun salah satu ukuran keberhasilan dari forum fasilitasi ini adalah terdapatnya peningkatan pembiayaan kepada sektor atau program pengembangan agribisnis kelapa sawit di Kalti