BOD COD

22
PENENTUAN BOD DAN COD Air dan sumber-sumbernya merupakan salah satu kekayaan alam yang mutlak dibutuhkan oleh makhluk hidup guna menopang kelangsungan hidupnya dan memelihara kesehatannya, sehingga dapat dikatakan bahwa air tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan, tanpa air tidaklah mungkin ada kehidupan. Perkembangan ilmu pengetahuan telah membuktikan bagaimana pentingnya air dalam berbagai fenomena. Meskipun sumber daya air tanpa batasnya, namun apabila pengelolaannya keliru dapat menimbulkan suatu kerusakan/kehancuran (bencana akibat banjir dan sebagainya). 1 Air dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi oksigen terlarut menurun di bawah batas yang dibutuhkan untuk kehidupan biota. Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah adanya bahan-bahan buangan yang mengkonsumsi oksigen. Bhan-bahan tersebut terdiri dari bahan yang mudah dibusukkan atau dipecah oleh bakteri dengan adanya oksigen. Oksigen yang tersedia di dalam air dikonsumsi oleh bakteri yang aktif memecah bahan-bahan tersebut. Oleh karena itu, semakin tinggi kandungan bahan-bahan tersebut semakin berkurang konsentrasi oksigen terlarut. 2 1 Andika, “Pemanfaatan Arang Eceng Gondok Dalam Menurunkan Kekeruhan, COD, BOD Pada Air Sumur”, Indonesian journalOf Chemistry Sience, no. 2 (2) (2013), h. 85.

description

KIMLING

Transcript of BOD COD

PENENTUAN BOD DAN CODAir dan sumber-sumbernya merupakan salah satu kekayaan alam yang mutlak dibutuhkan oleh makhluk hidup guna menopang kelangsungan hidupnya dan memelihara kesehatannya, sehingga dapat dikatakan bahwa air tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan, tanpa air tidaklah mungkin ada kehidupan. Perkembangan ilmu pengetahuan telah membuktikan bagaimana pentingnya air dalam berbagai fenomena. Meskipun sumber daya air tanpa batasnya, namun apabila pengelolaannya keliru dapat menimbulkan suatu kerusakan/kehancuran (bencana akibat banjir dan sebagainya).

Air dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi oksigen terlarut menurun di bawah batas yang dibutuhkan untuk kehidupan biota. Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah adanya bahan-bahan buangan yang mengkonsumsi oksigen. Bhan-bahan tersebut terdiri dari bahan yang mudah dibusukkan atau dipecah oleh bakteri dengan adanya oksigen. Oksigen yang tersedia di dalam air dikonsumsi oleh bakteri yang aktif memecah bahan-bahan tersebut. Oleh karena itu, semakin tinggi kandungan bahan-bahan tersebut semakin berkurang konsentrasi oksigen terlarut.

Bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen dapat menurunkan oksigen terlarut di dalam air dengan cepat, maka uji terhadap bahan-bahan buangan tersebut penting dilakukan untuk mengetahui tingkat polusi air. Untuk mengetahui adanya polutan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu uji BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan uji COD (Chemical Oxygen Demand).

Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air. Kehidupan mahluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahan kan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untukkehidupannya. Biota air hangat membutuhkan oksigen telarut minimal 5 ppm, sedangkan biota air dingin memerlukan oksigen terlarut mendekati jenuh. Konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak boleh kurang dari 6 ppm.

Oksigen terlarut (dissolved oxygen = OD) dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dimna jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya dan adri atmosfer (udara) yang masuk ke dalam air dengan kecepatan terbatas. Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer. Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan-ikan dan binatang air lainnya ynag membutuhkan oksigen akan mati. Sebaliknya konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu tinggi juga mengakibatkan proses pengkaratan semakin cepat karena oksigen akan mengikat hidrogen yang melapisi permukaan logam.

BOD (biochemical oxygen demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi.

Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk beberap reaksi biokimia yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel dan oksidasi sel. Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mongoksidasi air pada suhu 20 selama 5 hari dan nilai BOD yang menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan setelah inkubasi. Pengukuran selama 5 hari pada suhu 20 ini hanya menghitung sebanyak 68 persen bahan organik yang teroksidasi, tetapi suhu dan waktu yang digunakan tersebut merupakan standar uji karena untuk mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna diperlukan waktu yang lebih lama, yaitu mungkin sampai 20 hari sehingga dianggap tidak efisien.

Uji BOD mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan anorganik atau bahan-bahan tereduksi lainnya yang disebut juga intermediate oxygen demand.

2. Uji BOD memerlukan waktu yang cukup lama yaitu minimal 5 hari.

3. Uji Bod yang dilakukan selama 5 hari masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD melainkan hanya kira-kira 68 persen dari total BOD.

4. Uji BOD tergantung dari adanya senyaa penghambat di dalam air tersebut.

Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm dan air yang mempunyai nilai BOD 3 ppm dianggap cukup murni, tetapi kemurnian air diragukan jika nilai BOD-nya mencapai 5 ppm atau lebih. Sebagai akibat menurunnya oksigen terlarut di dalam air adalah menurunnya kehidupan hewan dan tanaman air. Jika konsentrasi oksigen terlarut sudah terlalu rendah, maka mikroorganisme aerobik tidak dapat hidup dan berkembang biak, tetapi sebaliknya mikroorganisme yang bersifat anaerob akan menjadi aktif memecah bahan-bahan tersebut secara anaerobik karena tidak adanya oksigen. Senyawa-senyawa hasil pemecahan secara anaerobik mempunyai bau yang menyengat. Jumlah bahan organik di dalam air dapat diketahui dengan melakukan suatu uji yang lebih cepat daripada uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan oksidan. Uji tersebut disebut uji COD.

COD (chemical oxygen demand), yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air. Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi daripada uji BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sebagai contoh, selulosa sering tidak terukur melalui reaksi biokimia, tetapi dapat terukur melalui uji COD. 96 % hasil uji COD yang dilakukan selama 10 menit kira-kira akan setara dengan hasil uji BOD selama 5 hari.

Chemical Oxygen Demand atau COD adalah jumlah oksigen terlarut (mg O2) yang dibutuhkan oleh bahan oksidan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O (kalium dikromat) digunakan sebagai sumber oksigen. Nilai COD dalam air limbah biasanya lebih tinggi daripada nilai BOD karena lebih banyak senyawa kimia yang dapat dioksidasi secara kimia dibandingkan oksidasi biologi. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalamnya. Prinsip Analisa COD, yaitu sebagian besar zat organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih optimum.

Kekeruhan pada dasarnya disebabkan oleh adanya koloid, zat organik, jasad renik, lumpur, tanah liat dan benda terapung yang tidak mengendap dengan segera. Air yang keruh sulit didesinfeksi, karena mikroba terlindung oleh zat tersuspensi tersebut. Hal ini tentu berbahaya bagi kesehatan, bila mikroba itu patogen. Tingkat kekeruhan air dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium dengan metode Turbidimeter. Untuk standar air bersih ditetapkan oleh Permenkes RI No. 416/MENKES / PER / IX / 1990, yaitu kekeruhan yang dianjurkan maksimum 5 NTU.

Nilai BOD, COD, TSS dan fosfat yang mengacu pada Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta No. 65 tahun 1999 tentang Baku Mutu limbah cair bagi kegiatan pelayanan kesehatan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah seperti pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Kadar maksimum parameter air limbah cair pelayanan kesehatan sesuai Keputusan Gubernur DIY No.65/1999.(2).No.SenyawaBaku Mutu

1BOD75 mg/L

2COD100 mg/L

3TSS100 mg/L

4Fosfat2,0 mg/L

Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan. Air limbah rumah tangga sebagian mengandung bahan organik sehingga memudahkan di dalam pengolahannya. Sebaliknya limbah industri lebih sulit pengolahannya karena mengandung pelarut mineral, logam berat, dan zat-zat organik lain yang bersifat toksik.

Saat keluar dari sumbernya, air limbah bersifat basa. Namun, air limbah yang sudah lama atau membusuk akan bersifat asam karena sudah mengalami kandungan bahan organiknya telah mengalami proses dekomposisi yang dapat menimbulkan bau tidak menyenangkan. Parameter yang dapat digunakan berkaitan dengan air limbah yaitu kandungan zat padat (total solid, suspending solid, disolved solid), kandungan organik, kandungan zat anorganik (misalnya P, Pb, Cd, Mg), kandungan gas (misalnya O2, N, CO2), kandungan bakteri seperti E.Coli, kandungan pH dan suhu.

Bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen terutama terdiri dari bahan-bahan organik dan mungkin beberapa bahan anorganik. Tingginya kandungan organik dalam limbah, baik yang berasal dari bahan nabati maupun hewani, mengakibatkan limbah menjadi lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan mikroorganisme terutama bakteri.

BAB III

METODE PENELITIANA. Waktu dan Tempat

Hari / Tanggal: Rabu / 29 Oktober 2014

Pukul

: 08.00 10.00 wita

Tempat

: Laboratorium Kimia Anorganik

Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar, Samata.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah hot plate (kompor listrik), botol winkler 300 ml, buret asam 50 ml, pipet skala 5 dan 10 ml, pipet volume 25 ml, gelas kimia 100 ml, erlenmeyer 250 ml, pipet tetes 1 ml, botol semprot, batang pengaduk, bulp, statif dan klem. 2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah indikator amilum (C6H10O5), larutan alkali-iodida-azida (KI), larutan asam oksalat (C2H2O4) 0,05 N, larutan asam sulfat (H2SO4) 0,025 N, larutan asam sulfat pekat (H2SO4) 2 N, larutan kalium permanganat (KMnO4) 0,05 N, larutan mangan sulfat (MnO4) 40%, larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0, 025 N, sampel air danau dan tissue.

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada percobaan ini adalah pertama, pada penentuan DO0-DO5 dilakukan pengambilan sampel air danau dengan cara teknik sampling. Memasukkan sampel air danau ke dalam botol winkler hingga penuh. Menginkubasi selama 5 hari. Menambahkan 2 ml larutan mangan sulfat (MnO4) 40%. Menambahkan 2 ml larutan alkali-iodida-azida. Mendiamkan beberapa menit hingga terbentuk 2 fase (terdapat endapan). Memipet 25 ml larutan sampel. Memasukkan ke dalam erlenmeyer. Menitrasi dengan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0, 025 N hingga terbentuk warna merah muda. Menambahkan indikator amilum (C6H10O5) 1 ml. Menghomogenkan dan menitrasi kembali hingga larutan menjadi tidak berwarna (bening). Mencatat volume titrasi. Menghitung nilai DO0 dan DO5.

Kedua, percobaan penentuan nilai COD yang dilakukan adalah memipet 25 ml sampel air danau ke dalam erlenmeyer. Menambahkan 5 ml larutan asam sulfat pekat (H2SO4) 2 N. Menambahkan 10 ml larutan kalium permanganat (KMnO4). Mendiamkan beberapa saat dalam tempat gelap. Memanaskan larutan hingga mendidih. Menambahkan 10 ml larutan asam oksalat (C2H2O4) 0,05 N hingga terbentung 2 fase. Menitrasi dengan larutan kalium permanganat (KMnO4) hingga terjadi perubahan warna. Mencatat volume titrasi. Menghitung nilai COD.

Ketiga, percobaan penentuan nilai BOD yang dilakukan adalah menghitung hasil DO0 dan DO5. Mengurangkan nilai DO0 dan DO5. Memperoleh nilai BOD. BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil Pengamatan

1. Tabel Hasil PengamatanHasil pengamatan yang diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

Tabel IV. 1. Hasil penentuan DO0NoPenambahanWarnaHasilGambar

1.Sampel air danau + MnSO4BeningEndapan

2.Alkali-iodida-azidaBening dan kecoklatanEndapan kecoklatan

3.H2SO4BeningLarut

4.Seltelah titrasi Na2S2O4 pertamaKuning

Muda

Larut

5.Indikator AmilumBiruLarut

6.Setelah titrasi kedua Na2S2O3BeningLarut

Tabel IV. 2. Hasil penentuan DO5NoPenambahanWarnaHasilGambar

1.Sampel air danau + MnSO4BeningEndapan putih

2.Alkali-iodida-azidaBeningkecoklatanEndapan coklat

3.H2SO4BeningLarut

4.Setelah titrasi Na2S2O4 pertamaKuning MudaLarut

5.Indikator AmilumBiru TuaLarut

6.Setelah titrasi kedua Na2S2O3Bening dan kekuninganLarut

Tabel IV. 2. Hasil penentuan COD

No.PenambahanWarnaHasilGambar

1.Sampel air danau + H2SO4 2 NBeningTidakadaEndapan

2.KMnO4Ungu pekatUngu pekat

3.Proses PemanasanUnguUngu pekat

4.H2C2O4Endapan unguEndapan larut

5.Titrasi KMnO4BeningMerah muda

2. Hasil Perlakuan sampela. Penentuan DOO dan DO5Sampel 2 ml MnSO4 (bening) 2 ml KI (endapan cokelat) diamkan

(bening) (bening) (bening)

terbentuk 2 fase (larutan bening dan endapan) + 25 ml sampel erlenmeyer (Cokelat) di titrasi (bening).

Na2S2O3

b. Penentuan COD

Sampel 25 ml 5 mL H2SO4 (Bening) 10 mL KmnO4 (ungu tua/

(bening) (bening) (ungu tua/pekat)

pekat) dipanaskan (ungu tua/pekat) 10 mL H2C2O4 (endapan larut) dititrasi

(bening) KMnO4(merah muda).B. ReaksiReaksi yang terjadi dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Oksigen terlarut (DO)

Mn2+ + O2 MnO4MnSO4 + 2KOH Mn(OH)2 + K2SO4Mn(OH)2 + 1/2O2 MnO2 + H2OMnO2 + 2I- + 4H+ Mn2+ + I2 + 2H2O

2. Chemical Oxygen Demand (COD)5C2O42- + 2MnO4- + 16H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O3. Biochemical Oxygen Demand (BOD)MnSO4 + 2KOH Mn(OH)2 + K2SO42 Mn(OH)2 + O2 2MnO2 + 2H2O2MnO2 + 2KI + 2H2O Mn(OH)2 + I2 + 2KOHI2 + 2S2O3 S4O6 + 2I

C. Analisa Data1. Penentuan BOD

BOD = DO0-DO5DO0 = V Na2S2O3 x N Na2S2O3 x BE O2 x 1000

Volume Sampel = 0,0028 L x 0,025 grek/L x 8 gr/grek x 1000

0,025 L

= = 22,4 gr/L.

DO5 = V Na2S2O3 x N Na2S2O3 x BE O2 x 1000

Volume Sampel

= 0,0023 L x 0,025 grek/L x 8 gr/grek x 1000

0,025 L = = 18,4 gr/L.

BOD = DO0-DO5

= 22,4 gr/L - 18,4 gr/L

= 4,0 gr/L.2. Penentuan COD

COD = V KMnO4 x N KMnO4 x BE KMnO4 x 1000

Volume Sampel

= 0,0003 L x 0,05 grek/L x 31,6 gr/grek x 1000

0,025 L = = 18,96 gr/L.D. Pembahasan

Percobaan penentuan BOD, COD dan DO dilakukan dengan menggunakan sampel air danau. BOD (biochemical oxygen demand) adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai bahan organik dalam kondisi aerobik. COD (chemical oxygen demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik secara kimia yang terkandung dalam air. Sedangkan DO adalah jumlah oksigen dalam miligram yang terdapat dalam satu liter air.

Percobaan ini menggunakan bahan yaitu aquadest (H2O), alkali iodida azida, asam sulfat (H2SO4), asam oksalat (H2C2O4), indikator amilum, kalium permanganat (KMnO4) , mangan sulfat (MnSO4) dan natrium tiosulfat (Na2S2O3). Pertama yang dilakukan pada uji oksigen terlarut (DO) yaitu memasukkan sampel ke dalam botol winkler dengan cara mencelupkan botol ke dalam air dan menutup secepat mungkin pada saat penuh agar tidak terdapat gelembung udara yang dapat mempengaruhi kandungan oksigen pada sampel. Penambahan larutan mangan sulfat (MnSO4) berfungsi untuk mengikat oksigen menjadi Mn(OH)2 yang akan mengalami oksidasi menjadi MnO2 berhidrat. Penambahan larutan alkali iodida-azida berfungsi sebagai katalisator. Reaksi terjadi ditandai dengan terbentuknya endapan pada larutan tersebut. Penambahan asam sulfat (H2SO4) yaitu untuk melarutkan endapan yang terbentuk. Menitrasi larutan dengan menggunakan natrium tiosulfat (Na2S2O3) hingga larutan berwarna cokelat kekuningan dan menambahkan indikator kanji (amilum). Proses titrasi dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan ada tidaknya oksigen terlarut yang terikat dengan sampel dan ini dibuktikan dengan adanya warna coklat. Indikator ini berfungsi untuk mengikat iod (I2) yang ada pada larutan alkali iodida-azida. Menitrasi kembali hingga larutan berubah menjadi bening (tak berwarna).

Penentuan COD (chemical oxygen demand) dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam Erlenmeyer. Menambahkan asam sulfat (H2SO4) dan kalium permanganat (KMnO4). Memanaskan sampai larutan mendidih yang berfungsi dengan tujuan untuk mempercepat reaksi dan menambahkan asam oksalat (H2C2O4). Menitrasi dengan menggunakan kalium permanganat (KMnO4) dalam keadaan larutan masih panas sampai larutan berubah menjadi merah muda. Percobaan ini tidak menggunakan indikator karena telah terdapat kalium permanganat (KMnO4) yang berperan sebagai auto indikator.

Penentuan BOD (biologycal oxygen demand) dilakukan dengan cara pengambilan sampel sama seperti pada uji dissolved oxygen (DO), perbedaannya yaitu sampel diinkubasi selama 5 hari yang bertujuan untuk mengetahui jumlah konsumsi oksigen. Oksigen yang dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut sebelum (DO0) dan setelah inkubasi (DO5). Dilakukan penambahan pereaksi yang sesuai pada uji biologycal oxygen demand (BOD) sebelumnya. Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh nilai DO0 dan DO5 (dissolved oxygen) ,COD (chemical oxygen demand) dan BOD (biologycal oxygen demand) masing-masing yaitu 22,4 gr/L, 18,4 gr/L, 18,96 gr/L dan 4,0 gr/L. Hasil ini menunjukkan bahwa sampel air danau tersebut tidak layak digunakan oleh masyarakat dan tidak baik digunakan sebagai habitat tanaman dan binatang air karena nilai BOD dan CODnya berada diatas batas maksimum. Dengan demikian, air sampel danau tersebut melebihi hasil teori (Is Yuniarto dan Andrianto) yang menyatakan nilai BOD maksimum adalah 75 mg/L dan nilai COD maksimum adalah 100 mg/L.

BAB V

PENUTUPA. KesimpulanKesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini yaitu sebagai berikut:

1. Nilai DO0, DO5, BOD dan COD secara berturut-turut diperoleh yaitu 22,4 gr/L, 18,4 gr/L, 4,0 gr/L dan 18,96 gr/L.2. Nilai BOD dan COD yang di peroleh masih di bawah batas maksimum nilai BOD dan COD air perairan yaitu 75 mg/L dan 100 mg/L. B. Saran

Saran yang dapat disampaikan pada percobaan selanjutnya yaitu sebaiknya juga menggunakan sampel dari limbah tahu, agar dapat mengetahui perbandingan nilai DO, BOD dan COD-nya sehingga dapat diketahui pula tingkat pencemarannya di alam.

DAFTAR PUSTAKAAnita Rahmawati, Agnes dan R. Azizah. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, Dan MPN Coliform Pada Air Limbah Sebelum Dan Sesudah Pengolahan Di RSUD Nganjuk, Jurnal Kesehatan Lingkungan, no. 1 (5) (2005). Hal. 97-110.Chandra,Budiman. Pengantar Kesehatan Lingkungan, Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2005.Fitria Marlisa, Dewi., dkk. Potensi Fito-Biofilm Dalam Penurunan Kadar Bod Dan Cod Pada Limbah Domestik Dengan Tanaman Kangkung Air (Ipomoea aquatica) Media Biofilter Sarang Tawon. Jurnal Teknologi Lingkungan (2012). Hal. 1-11.Kanisius. Sanitasi, Higiene Dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan.Yogyakarta: Anggota IKAPI, 2001.Valentina, Andika Endah., dkk. Pemanfaatan Arang Eceng Gondok Dalam Menurunkan Kekeruhan, COD, BOD Pada Air Sumur, Indonesian journal Of Chemistry Sience, no. 2 (2013). Hal. 84-89.Yuniarto, Is dan Andrianto. Pengaruh Waktu Ozonisasi Terhadap Penurunan Kadar BOD, COD, TSS Dan Fosfat Pada Limbah Cair Rumah Sakit. Ganendra No.1 (7) (2009). Hal. 45-49.

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

Andika, Pemanfaatan Arang Eceng Gondok Dalam Menurunkan Kekeruhan, COD, BOD Pada Air Sumur, Indonesian journalOf Chemistry Sience, no. 2 (2) (2013), h. 85.

Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan (Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2005), h. 34.

Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 34.

Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 32.

Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 33.

Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 35.

Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 36.

Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 36.

Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 37.

Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 38.

Andika, dkk., Pemanfaatan Arang Eceng Gondok Dalam Menurunkan Kekeruhan, COD, BOD Pada Air Sumur, h. 86.

Andika, dkk., Pemanfaatan Arang Eceng Gondok Dalam Menurunkan Kekeruhan, COD, BOD Pada Air Sumur, h. 86.

Is Yuniarto dan Andrianto, Pengaruh Waktu Ozonisasi Terhadap Penurunan Kadar Bod, Cod, Tss Dan Fosfat Pada Limbah Cair Rumah Sakit, h. 45-46.

Kanisius, Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan (Yogyakarta: Anggota IKAPI, 2001), h. 135.

Kanisius, Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan, h. 137.

Kanisius, Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan, h. 135.